Pelatihan Apakah Manusia bisa Berubah
Click here to load reader
-
Upload
shobrie-hardhi-se-cfa-cla-cphr-cptr -
Category
Self Improvement
-
view
230 -
download
0
description
Transcript of Pelatihan Apakah Manusia bisa Berubah
1
INOVASI DIRI APAKAH MANUSIA DAPAT BERUBAH ?
Kebanyakan orang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk berinovasi pada taraf yang
tidak berarti (insignificant). Begitu juga taraf keinginan untuk melakukan perubahan
(willingness to change). ada satu pertanyaan “menggelitik” yang sangat krusial untuk
dijawab sebagai dasar pemahaman lebih jauh. Pertanyaannya : Apakah manusia dapat
berubah ? (Is it possible for someone to change ?). Jawabnya : Tentu dapat !
(Absolutely Yes!). Tentunya Kunci Jawaban itu HARUS disertai pula dengan adanya :
Kebutuhan (needs) untuk berubah dan Keinginan (willingness) untuk berubah.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana prosesnya ? Prosesnya adalah harus dilakukan
setahap demi setahap (step by step), kemudian dengan melakukan pengulangan
(repetition), baru pada akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan (habit).
Otak manusia terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri. Otak kiri
menjalankan atau mengolah kemampuan berfikir logis, berhitung, daya nalar dan
kemampuan verbal (berbicara) seseorang. Sedangkan otak kanan mengolah kemampuan
motorik, sensorik, intuisi dan imajinasi.
Dalam kaitannya dengan inovasi diri, kita dituntut tidak hanya mengembangkan otak kiri
saja, namun dibutuhkan keseimbangan antara pengembangan otak kiri dan otak kanan
(keduanya) agar tercipta keharmonisan kerja dari kedua bagian otak tersebut sehingga akan
menghasilkan perubahan yang mengagumkan.
Dalam melakukan inovasi diri ini ada 7 Pedoman yang perlu dilaksanakan :
1. Kembangkan Pengetahuan Yang Memadai
Pendidikan formal jelas merupakan sumber informasi untuk basis pengetahuan. Namun
yang lebih penting lagi, terus meneruslah melakukan penyerapan informasi yang
berkaitan dengan pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan
utama pendidikan adalah memberikan kerangka berpikir (frame of reference) yang
benar.
2
Namun dalam mengembangkan basis pengetahuan yang memadai ini, berhati-hatilah
agar anda tak dikatakan sebagai orang yang „Sok Pintar” bila anda membombardir
orang-orang lain dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
2. Perlihatkan Kemampuan Baru
Salah satu taktik penting untuk dapat terus bertahan di lingkungan kerja dewasa ini
adalah dengan terus menerus memperlihatkan kemampuan baru yang berkaitan dengan
pekerjaan. Dengan memperlihatkan kemampuan baru kepada banyak orang akan
mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri karena orang akan sangat menghargai
kemampuan tersebut dan menyadari bahwa untuk memperoleh kemampuan yang baru
tersebut dibutuhkan kemauan yang kuat dan usaha yang keras.
3. Raih Kinerja Puncak
Untuk meraih kinerja puncak (top performance), kita harus sungguh-sungguh
memfokuskan diri pada apa yang sedang kita lakukan. Dibutuhkan konsentrasi yang
“intens” untuk mencapai kondisi ini. Kita harus berkonsentrasi penuh tanpa memberi
kesempatan sedikitpun untuk diganggu oleh kejadian ataupun pemikiran di luar konteks
pekerjaan. Dengan focus dan konsentrasi memungkinkan seseorang untuk merasakan
dan merespons informasi yang relevan, baik yang berasal dari dalam pikiran maupun
dari stimuli luar. Jika kita berada dalam kondisi kinerja puncak kita membuat orang lain
terkesan karena kita dapat merespons masukan (input) mereka dengan semestinya.
4. Berani Mengambil Resiko
Berani mengambil resiko mencerminkan percaya diri yang tinggi. Namun demikian,
seseorang tidak harus seberani “Pemain Sirkus” yang melompat dari ketinggian tanpa
lebih dulu melakukan latihan. Ambillah resiko yang sepantasnya, seperti misalnya
menawarkan sebuah solusi jitu untuk suatu persoalan. Menawarkan suatu pemecahan
masalah mengandung resiko karena ada 2 (dua) kemungkinan yang dapat terjadi :
Saran pemecahan tersebut diterima, tetapi gagal mencapai hasil yang diharapkan.
Solusi tersebut ditolak, walaupun sebenarnya sangat efektif bagi pencapaian hasil
yang diharapkan - karena tidak diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa solusi
itu tepat.
3
5. Bersikaplah Fleksibel dan Adaptif
Orang-orang yang inovatif bisa beradaptasi terhadap perubahan yang bagaimanapun
cepatnya. Sebaliknya, orang-orang yang tidak inovatif cenderung ingin
mempertahankan “status quo”. Jika kita menunjukkan sikap siap sedia menerima
perubahan berarti kita mempunyai sikap yang fleksibel dan adaptif dalam menghadapi
berbagai situasi dan kondisi yang bagaimanapun. Dengan demikian kita mempunyai
mental yang kokoh dan pribadi yang tidak pantang menyerah (barefisted personality).
Perlu diketahui bahwa orang-orang yang tingkat profesionalismenya tinggi adalah
orang-orang yang Daya Penyesuaian Diri (sense of adaptation) nya tinggi.
6. Meningkatkan Mutu Secara Berkesinambungan
Menurut Filisofi Jepang “KAIZEN” : “Setiap orang SEHARUSNYA berusaha keras
untuk melakukan PENINGKATAN secara bertahap dan berkesinambungan baik dalam
kehidupan pribadi maupun pekerjaan”. Sehingga terjemahan bebas dari KAIZEN
adalah : “Setiap Hari Dengan Segala Cara Saya Akan Menjadi Lebih Baik dan Lebih
Baik Lagi”.
Prinsipnya : TODAY MUST BE BETTER THAN YESTERDAY, AND
TOMORROW MUST BE BETTER THAN TODAY.
Orang-orang yang berorientasi pada Peningkatan Mutu akan selalu mencari hal-hal
yang buruk untuk diperbaiki dan ditingkatkan.
7. Mau Menerima Kritik
Bagi sebagian besar orang, kritik merupakan kata-kata pedas yang acapkali dihindari
dan enggan menerimanya. Bagi mereka, KRITIK merupakan KESALAHAN atau
KEGAGALAN diri. Namun sebenarnya bila kita menyadari, memang tak ada pilihan
bagi untuk menerima kenyataan bahwa : “Tidak ada manusia yang sempurna” dan
“Tidak ada tindakan yang dilakukan yang selalu benar”.
4
Bagi orang-orang yang inovatif, kritik merupakan masukan (feedback) yang sangat
berarti bagi perbaikan dan peningkatan di masa depan, asalkan kritik tersebut bersifat
obyektif dan memberikan kontribusi berupa saran-saran yang bersifat konstruktif,
bukan kritik yang bersifat subyektif, tendensius dan sentimental yang hanya didasarkan
pada ketidaksenangan pribadi (personal dislike) dari yang mengkritik tersebut.
Dengan mau menerima kritik, berarti kita telah membangun Sensitifitas Pribadi dan
Keterbukaan Diri bagi perbaikan-perbaikan di masa depan (future improvement).
____________________________________________________________________
Author :
This Article was written by M. SHOBRIE H.W., SE, CFA, CLA, CPHR, CPTr. aimed for “Personality Development”. The Writer was a Managing Director at HARD-Hi SMART CONSULTING Contact : 0878-7063-5053 Website : www.hardhismart-consulting.blogspot.com