Pedoman Teknis SLPHT Perkebunan

62
DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015 PEDOMAN TEKNIS SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PERKEBUNAN APBN-P TAHUN 2015

Transcript of Pedoman Teknis SLPHT Perkebunan

DUKUNGAN PERLINDUNGAN

PERKEBUNAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

PEDOMAN TEKNIS

SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU

(SL-PHT) PERKEBUNAN

APBN-P

TAHUN 2015

i

KATA PENGANTAR

Pedoman Teknis Kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) di Daerah tahun 2015 disusun dalam rangka memberikan rambu-rambu dan arahan pelaksanaan kegiatan kepada Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sistematika Pedoman Teknis terdiri dari 7 (tujuh) bab, yaitu: bab I. Pendahuluan, bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan, bab III. Pelaksanaan Kegiatan, bab IV. Pengadaan Barang, bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan, bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, bab VII. Pembiayaan, serta bab VIII. Penutup.

Pedoman Teknis harus menjadi acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/ Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan, Petunjuk Teknis dan pelaksanaan kegiatan.

Jakarta, 9 Maret 2015 Direktur Jenderal Perkebunan

Ir. Gamal Nasir, MSNIP. 195607281986031001

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................... i DAFTAR ISI .................................... ii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………. iv I. PENDAHULUAN .......................... 1

A. Latar Belakang ...................... 1 B. Sasaran Nasional ................... 3 C. Tujuan ............................... 3 D. Pengertian Umum .................. 3

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN.11

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ............................. 11

B. Spesifikasi Teknis .................. 15

III. PELAKSANAAN KEGIATAN ............. 22

A. Ruang Lingkup ...................... 22 B. Pelaksana Kegiatan ................ 23 C. Lokasi, Jenis dan Volume ......... 27 D. Simpul Kritis ......................... 27

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN,

PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN . 29

A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan .. 29

Halaman

iii

B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan ........................... 30

V. MONITORING, EVALUASI DAN

PELAPORAN ............................. 31

A. Monitoring ............................ 31 B. Evaluasi .............................. 31 C. Pelaporan ............................ 31

VI. PEMBIAYAAN ............................ 35

VII. PENUTUP ................................. 36

LAMPIRAN

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Kebutuhan pelatihan Training Need Assesment (TNA) petani peserta SL-PHT perkebunan…………………… ..... 37 Lampiran 2. Tes Ballot Box ................. 43 Lampiran 3. Analisis Agroekosistem ……….. 44 Lampiran 4. Matrik Analisa Pasangan Terperinci ...................... 47 Lampiran 5. Matrik Kualitas SL-PHT ........ 48 Lampiran 6. Lokasi, Jenis dan Volume

Komponen SL-PHT ............ 49

Lampiran 7. Lap. Perkembangan Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan SL-PHT Tahun 2015 .................... 55

Lampiran 8. Outline Laporan Akhir ........ 56

Halaman

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. Akibat serangan OPT, diperkirakan terjadi kehilangan produksi sekitar 30% - 40%.

Untuk menghindarkan kerugian akibat serangan OPT, sampai saat ini masih banyak petani dan masyarakat yang mengartikan pengendalian OPT sama dengan penggunaan pestisida kimia sintetis. Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi, resurjensi hama dan ledakan hama sekunder, pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pada Pasal 20 mengamanatkan bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu dan Pelaksanaannya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Penerapan pengendalian hama terpadu ditekankan pada penggunaan bahan pengendali yang ramah lingkungan. Pestisida digunakan secara bijaksana apabila perlakuan lain dinilai tidak mampu mengendalikan OPT yang ada.

2

Agar petani pekebun mengetahui, mau dan mampu menerapkan PHT di kebunnya secara mandiri, maka perlu peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani tentang empat prinsip PHT yaitu 1). Budidaya Tanaman Sehat, 2). Pelestarian dan Pemanfaatan Musuh Alami, 3). Pengamatan Rutin dan 4). Petani sebagai Ahli PHT/petani menjadi manajer di kebun sendiri. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT).

SL-PHT yang sudah dilaksanakan selama lima belas tahun dan sudah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Hasil penelitian dampak SL-PHT oleh beberapa mahasiswa S2 pada petani alumni SL-PHT komoditi perkebunan (kopi, kakao, teh dan lada) telah terjadi perubahan positif terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap petani serta peningkatan produktivitas hasil tanaman mencapai 25-27%.

Petani yang sudah mengikuti SL-PHT sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2014 berjumlah sekitar 149.845 petani. Mengingat masih kurangnya jumlah petani yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang empat prinsip PHT dalam pengelolaan kebunnya serta dampak SL-PHT, maka kegiatan SL-PHT perlu

3

dilaksanakan secara berkesinambungan. Untuk itu pada tahun 2015 akan dilaksanakan kegiatan SL-PHT sebanyak 144 Kelompok Tani (KT) di 23 provinsi.

B. Sasaran Nasional

Sasaran kegiatan SL-PHT adalah terlaksananya SL-PHT pada kelompok tani tanaman perkebunan di provinsi dan kabupaten.

C. Tujuan

Tujuan kegiatan SL-PHT :

Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku petani/kelompok tani agar mau dan mampu secara mandiri menerapkan PHT dalam pengelolaan kebunnya sehingga petani menjadi manager di kebunnya sendiri.

D. Pengertian Umum :

1. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) adalah metode penyuluhan atau suatu bentuk pendidikan non formal yang dirancang berdasarkan pendekatan andragogi. Pola pelatihan dilakukan secara partisipatoris dan pendekatan dari bawah.

2. Training Need Assesment (TNA)/Analisis kebutuhan pelatihan adalah kegiatan atau aktifitas menganalisis kebutuhan pelatihan.

4

3. Andragogi adalah seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar. Petani diberikan kesempatan untuk belajar sendiri tentang prinsip dan teknologi PHT.

4. Pemandu Lapang (PL) SL-PHT adalah fasilitator yang memfasilitasi proses belajar, membimbing diskusi, dan mengamati kegiatan SL-PHT.

5. Pertemuan SL-PHT adalah Kegiatan SL-PHT yang dilakukan setiap minggu di lapangan dan di saung pertemuan. Kegiatan SL-PHT meliputi AAES dan penyampaian materi Topik Umum, Topik Khusus, Dinamika kelompok, dan pendukung.

6. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan.

7. Fenologi tanaman adalah penampakan aktivitas tanaman yang terjadi secara berkala pada waktu-waktu tertentu dalam satu tahun berdasar pada hasil observasi tentang tahapan perkembangan tumbuhan (phenophase) eksternal yang tampak seperti perkecambahan biji, pertunasan, pertumbuhan daun baru, pengguguran daun, pertumbuhan diameter batang, waktu berbunga, waktu berbuah.

5

8. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.

9. Empat Prinsip PHT adalah Budidaya tanaman sehat, Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami, Pengamatan Rutin/berkala, dan Petani menjadi ahli PHT/petani menjadi manajer dikebunnya sendiri

10. Budidaya tanaman sehat adalah kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang sehat. Budidaya tanaman sehat dilaksanakan sejak persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pengendalian OPT serta panen.

11. Pelestarian dan pemanfaatan Musuh Alami adalah perlakuan memasukkan jenis musuh alami, memperbanyak musuh alami, dan melestarikan musuh alami di kebun. Untuk melestarikan musuh alami, pengendalian OPT dilakukan secara mekanik; penggunaan musuh alami; dan penggunaan pestisida secara bijaksana.

6

12. Pengamatan Rutin/berkala adalah kegiatan mengamati faktor biotik dan abiotik di lingkungan kebun secara teratur agar petani secara tepat dan cepat dapat melakukan tindakan

13. Petani sebagai ahli PHT adalah petani sebagai manajer/mandiri dalam mengambil keputusan untuk pengelolaan kebunnya secara PHT

14. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari unsur tumbuh-tumbuhan untuk keperluan menghambat OPT tertentu dan tidak membahayakan terhadap lingkungan.

15. Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan dekomposer.

16. Calon Petani/Calon Lahan (CP/CL) adalah kelompok tani/petani dan lokasi yang akan diusulkan menjadi peserta dan lokasi kegiatan SL-PHT.

17. Kelompok Tani adalah kumpulan petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota yang terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan.

7

18. Responsif Gender adalah kegiatan, program, dan penganggaran yang memperhatikan perbedaan, kebutuhan, pengalaman, dan aspirasi laki-laki dan perempuan.

19. Kebun praktek adalah kebun yang digunakan sebagai tempat praktek/sarana belajar SL-PHT.

20. Silabus SL-PHT adalah rencana pembelajaran pada suatu kegiatan SL-PHT.

21. Kontrak belajar adalah kesepakatan selama pelaksanaan SL-PHT yang harus ditaati antara peserta dan PL

22. Ballot Box adalah tes pengetahuan dan kemampuan petani sebelum dan sesudah mengikuti SL-PHT yang dilakukan di lapangan/kebun.

23. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya.

8

24. Predator adalah suatu organisme yang makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya.

25. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.

26. Analisis Agroekosistem (AAES) adalah analisa unsur-unsur pada lingkungan tertentu. Proses kegiatan dimulai dari pengamatan, pengungkapan, penganalisaan, menyimpulkan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut.

27. Tujuan AAES adalah untuk mengetahui keadaan ekosistem kebun saat itu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan rencana tindak lanjut pengelolaan kebun.

28. Dinamika Kelompok adalah suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain.

29. Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan atas objektif program.

9

30. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.

31. Pelaporan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode tertentu.

32. Pengendalian OPT adalah segala kegiatan atau upaya untuk mencegah dan menanggulangi serangan OPT terhadap tanaman.

33. Kerugian secara ekonomis adalah kerugian yang di derita oleh pemilik tanaman sebagai akibat serangan OPT pada tanamannya, yang secara ekonomis tidak dapat di toleransi.

34. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu.

35. Pengambilan keputusan adalah penentuan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan pengendalian OPT berdasarkan hasil

10

analisis data pemantauan dan pengamatan.

36. Dampak Perubahan Iklim adalah dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan iklim/variabilitas iklim, yang menyebabkan banjir, kekeringan, peningkatan suhu dan serangan OPT.

11

II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan

1. Pendekatan Umum

Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan.

a. SK Tim Pelaksana Kegiatan

1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian.

2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan SL-PHT untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi.

3) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan SL-PHT untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

b. Rencana kerja

Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen. Perkebunan.

12

c. Juklak, Juknis

Penyelesaian Juklak/Juknis untuk kegiatan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen. Perkebunan.

d. Koordinasi dan Sosialisasi

Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sedangkan sosialisasi dilaksanakan kepada petani calon kegiatan SL-PHT/pihak terkait.

e. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung minimal 2 (dua) kali.

13

f. Laporan

1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.

2) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan SL-PHT selesai.

2. Prinsip Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis pelaksanaan SL-PHT sebagai berikut :

a. SL-PHT dilaksanakan oleh Pemandu Lapang (PL) dengan pembinaan oleh Pusat (Direktorat Perlindungan Perkebunan), Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan.

b. Waktu pelaksanaan disesuaikan dengan karakter/sifat/fenologi tanaman dan serangan OPT.

c. Dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 25 petani (perempuan minimal 25%). Setiap kelompok dibagi menjadi 5 sub kelompok.

d. Setiap sub kelompok mengerjakan dan mengamati kebun percobaan dengan menerapkan PHT dan kebiasaan petani (non PHT)

14

e. Kebun sebagai sarana belajar utama, dan diskusi dilakukan di saung pertemuan SL-PHT.

f. Sosialisasi dilaksanakan setelah penetapan CP/CL.

g. Satu kelompok mengusahakan komoditas perkebunan yang sama.

h. Tersedia pemandu lapang di provinsi/kabupaten/kota pelaksana SL-PHT. Jika di kabupaten/kota tidak tersedia pemandu dapat menggunakan pemandu lapang dari provinsi/ kabupaten/kota terdekat.

i. Untuk memenuhi kekurangan jumlah pemandu lapang SL-PHT dapat memanfaatkan tenaga pemandu lapang bersertifikat yang telah purna bakti dan petugas/petandu yang telah selesai mengikuti pelatihan pemandu lapang (PL) SL-PHT.

j. Penetapan PL oleh Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan di lokasi kegiatan SL-PHT.

3. Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :

15

a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan

Segera menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi bila ditemukan penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kegiatan.

b. Tahap Pasca SL-PHT Perkebunan

1) Kelompok tani yang telah mengikuti kegiatan SL-PHT agar menerapkan PHT secara mandiri di kebunnya dan menyebarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada petani di sekitarnya.

2) Dinas Kabupaten/kota memfasilitasi pembinaan/pendampingan pada petani alumni SL-PHT, agar penerapan PHT dan kelembagaan petani semakin baik dan berkelanjutan.

3) Dinas provinsi/kabupaten/kota diharapkan memfasilitasi SL-PHT untuk petani lainnya melalui dana APBD.

B. Spesifikasi Teknis

1. Kriteria

a. Peserta 1) Petani pemilik/penyewa atau

petani penggarap.

16

2) Jumlah peserta perempuan minimal 25%.

3) Berumur minimal 17 tahun dan sehat.

4) Dapat menulis, membaca, dan mampu berbahasa Indonesia.

5) Sanggup mengikuti SL-PHT selama 16 kali pertemuan tanpa terputus.

6) Peserta tidak boleh diganti.

b. Pemandu Lapang (PL)

Setiap kelompok SL-PHT dipandu oleh 2 orang PL yang telah bersertifikat. Dalam kondisi tertentu 1 kelompok SL-PHT dapat dipandu oleh 1 orang PL dibantu 1 orang petugas teknis yang mempunyai kemampuan sebagai pemandu.

c. Pertemuan dilakukan di saung pertemuan dan kebun praktek yang berlangsung dari jam 07.30-14.00. Pengaturan waktu dan materi sebagai berikut :

No Waktu Materi/Kegiatan

1 07.30-10.30 Analisis Agroekosistem (AAES)

2 10.30-11.00 Istirahat

3 11.00-12.00 Dinamika Kelompok

4 12.00-14.00 Topik Khusus

17

d. Lokasi SL-PHT mudah dijangkau oleh pemandu dan peserta.

e. Tersedia kebun praktek seluas ±1 ha, dibagi menjadi 2 petak perlakuan yaitu petak PHT dan Non PHT (kebiasaan pengendalian yang dilakukan oleh petani). Setiap petak dibagi 5 sub petak kebun praktek.

f. Setiap sub kelompok mengelola 2 sub petak kebun praktek (PHT dan Non PHT).

2. Metode

a. Pertemuan dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan interval satu minggu secara kontinyu.

b. Pertemuan mingguan dipandu oleh dua orang PL yang bekerja sebagai tim.

c. Nara sumber diundang untuk memberikan materi yang belum dikuasai oleh PL dan dibutuhkan oleh peserta SL-PHT. Nara sumber berasal dari dinas provinsi/Puslit/Balit/Perti/ UPT Pusat/Ditlinbun.

d. Metode belajar melalui pendekatan andragogi (metoda belajar orang dewasa) yaitu belajar dari

18

pengalaman di lapangan sehingga petani tahu, mau dan mampu menerapkannya secara mandiri.

e. Proses belajar mengajar dilakukan dengan metoda partisipasi aktif, mencari, dan menumbuhkan kepercayaan sendiri, serta mengambil keputusan bersama dalam menentukan tindakan pengelolaan kebun.

f. Proses belajar SL-PHT pada setiap pertemuan adalah melakukan, mengungkapkan, menganalisa, menyimpulkan, menerapkan dan melakukan kembali.

g. Pada setiap kali pertemuan dilakukan kegiatan Analisis Agroekosistem (AAES) seperti pada lampiran 3, Dinamika Kelompok dan Topik Khusus.

h. Sarana SL-PHT : 1) Kebun 2) Saung Pertemuan

i. Bahan dan Alat SL-PHT :

1) Kertas koran 2) Alat tulis 3) Pupuk 4) APH dan bahan pengendali lainnya 5) Dekomposer

19

6) Petunjuk Lapangan 7) Bahan dan perlengkapan praktek.

j. Materi SL-PHT:

1) Mengacu pada kurikulum SL-PHT yang disusun berdasarkan kebutuhan peserta/Training Need Assesment (TNA) dan Test Ballot Box awal) seperti pada lampiran 1 dan 2.

2) Merupakan penjabaran dari empat prinsip PHT, yaitu: budidaya tanaman sehat; pelestarian dan pemanfaatan musuh alami; pengamatan kebun secara teratur (berkala) dan petani menjadi ahli PHT.

3) Materi SL-PHT seperti pada Tabel 1

Tabel 1. Materi SL-PHT No Materi Petunjuk

Lapangan (Petlap)

1. Persiapan SL-PHT

- Apa ini ? - Analisa

Kebutuhan Pelatihan

- Kontrak Belajar - Pengorganisasian

warga belajar - Test Ballot Box

Awal

2. Merancang Petak Studi

Ploting Petak PHT dan Non PHT

20

No Materi Petunjuk Lapangan (Petlap)

3. Topik Umum - Ekosistem Dasar - Analisis

agroekosistem (AAES)

4. Topik Khusus a. a. Budidaya

Tanaman Komponen budidaya tanaman sesuai dengan komoditas SL-PHT.

b. OPT dan Musuh Alami/APH

c. Dampak

Perubahan Iklim (DPI) dan Penanganan Kebakaran

- Hama/penyakit/ gulma

- Predator - Parasitoid - Agens Pengendali

Hayati - Koleksi Serangga

- Mitigasi dan Adaptasi DPI

- Dampak perubahan iklim terhadap serangan OPT

5. Materi Pendukung

Pestisida - Pestisida kimia - Dampak

penggunaan pestisida kimia

- Pestisida Nabati

21

No Materi Petunjuk Lapangan (Petlap)

6. Dinamika Kelompok

a. Perkenalan Rantai nama dan buat barisan

b.Pengakraban Kapal tenggelam c.Kreativitas 9 titik 4 garis d.Kerjasama Menggambar

bersama e.Pemecahan

Masalah Samson Delilah

f.Komunikasi Bermain tali

7. Evaluasi - Ballot Box (Akhir) - Analisa Pasangan

Terperinci

k. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan SL-PHT dilakukan dengan melihat hasil :

1) Test Ballot Box (lampiran 2); 2) Matrik analisa pasangan terperinci

(lampiran 4); 3) Matrik kualitas SL-PHT(lampiran

5);

22

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Ruang Lingkup

1. Peserta dan komoditas SL-PHT diperuntukkan bagi petani Perkebunan Rakyat yang belum pernah mengikuti kegiatan SL-PHT atau kegiatan yang sejenis. Kelompok tani peserta SL-PHT merupakan kelompok tani yang mengusahakan/membudidayakan komoditas perkebunan sejenis.

2. Tahapan kegiatan SL-PHT meliputi pemilihan dan penetapan CP/CL, sosialisasi SL-PHT, pemilihan dan penetapan kebun praktek dan saung pertemuan, penyiapan petunjuk lapang, pelaksanaan SL-PHT, pembinaan, monitoring evaluasi (monev) dan pelaporan.

3. Indikator Kinerja

No Indikator Uraian 1 Input/Masukan - Dana

- SDM

- Data dan informasi

- Teknologi

2 Output/Keluaran Terlaksananya SL-PHT pada kelompok tani di provinsi dan kabupaten.

3 Outcome/hasil Jumlah kelompok SL-

23

No Indikator Uraian PHT yang tahu, mampu dan mau menerapkan PHT pada kelompok tani di provinsi dan kabupaten.

B. Pelaksana Kegiatan

1. Pelaksana dan penanggung jawab

kegiatan SL-PHT untuk TP provinsi

adalah dinas provinsi yang membidangi

perkebunan dan untuk TP kabupaten

adalah dinas kabupaten yang

membidangi perkebunan dan

berkoordinasi dengan dinas provinsi.

2. Dinas yang membidangi perkebunan

provinsi/kabupaten/kota dalam

melaksanakan kegiatan agar

berkoordinasi dengan BBPPTP Medan,

Surabaya, Ambon dan BPTP Pontianak

(sesuai dengan wilayah kerja) dan

pihak-pihak terkait lainnya.

3. Kewenangan dan tanggung jawab :

a. Direktorat Perlindungan Perkebunan

1) Menyiapkan Terms of Reference

(TOR) dan Pedoman Teknis;

24

2) Melakukan bimbingan,

pembinaan, monitoring dan

evaluasi.

b. Dinas Provinsi yang membidangi

perkebunan

1) Menetapkan Tim Pelaksana,

Pemandu Lapang dan Narasumber

kegiatan SL-PHT tingkat provinsi;

2) Melakukan koordinasi dengan

Direktorat Jenderal Perkebunan,

BBP2TP Medan, Surabaya, Ambon

dan BPTP Pontianak (sesuai

dengan wilayah kerja) dan Dinas

Kabupaten/Kota yang membidangi

perkebunan, serta institusi terkait

lainnya;

3) Membuat Petunjuk Pelaksanaan

kegiatan SL-PHT;

4) Melakukan verifikasi CP/CL

bersama PL dan Dinas Kabupaten;

5) Menetapkan CP/CL SL-PHT;

6) Melakukan pengawalan,

pembinaan, monitoring dan

evaluasi, berkoordinasi dengan

Dinas Kabupaten yang

membidangi perkebunan

setempat;

25

7) Sosialisasi SL-PHT bersama-sama

Dinas Kabupaten/Kota yang

membidangi perkebunan;

8) Menindaklanjuti rekomendasi dari

hasil monev yang dilakukan oleh

Direktorat Perlindungan

Perkebunan;

9) Menyampaikan laporan

pelaksanaan SL-PHT ke Direktorat

Jenderal Perkebunan cq.

Direktorat Perlindungan

Perkebunan.

c. Dinas Kabupaten/Kota yang

membidangi perkebunan

1) Menetapkan Tim Pelaksana, PL

dan Narasumber kegiatan SL-PHT

untuk TP Kabupaten;

2) Melakukan koordinasi dengan

Dinas Provinsi yang membidangi

perkebunan, BBP2TP Medan,

Surabaya, Ambon dan BPTP

Pontianak (sesuai dengan wilayah

kerja), Direktorat Jenderal

Perkebunan, dan pihak terkait

lainnya;

3) Membuat juknis SL-PHT;

4) Melakukan verifikasi dan

penetapan CP/CL;

26

5) Melakukan sosialisasi, pembinaan

dan monev SL-PHT;

6) Menindaklanjuti rekomendasi dari

hasil monev yang dilakukan oleh

Direktorat Perlindungan

Perkebunan;

7) Menyampaikan laporan

pelaksanaan SL-PHT ke Dinas

Provinsi dan Direktorat Jenderal

Perkebunan cq. Direktorat

Perlindungan Perkebunan.

d. Pemandu Lapang

1) Melakukan analisa kebutuhan

pelatihan sebelum dilaksanakan

kegiatan SL-PHT;

2) Memandu SL-PHT dan

menyiapkan seluruh keperluan

yang terkait dengan pelaksanaan

SL-PHT mengacu kepada

pedoman teknis/pelaksanaan SL-

PHT;

3) Membantu dinas kabupaten

dalam melakukan survey CP/CL

kegiatan SL-PHT;

4) Berkoordinasi dalam pelaksanaan

SL-PHT dengan dinas provinsi

27

dan kabupaten/kota yang

membidangi perkebunan;

5) Menyampaikan laporan

perkembangan pelaksanaan SL-

PHT ke dinas provinsi/

kabupaten/kota yang

membidangi perkebunan.

e. Kelompok Tani/Petani :

1) Mengikuti sosialisasi SL-PHT;

2) Melakukan seluruh proses SL-PHT.

C. Lokasi, Jenis dan Volume

Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan SL-PHT

seperti pada lampiran 6.

D. Simpul Kritis

1. SL-PHT dilaksanakan kurang dari 16 kali

pertemuan dan interval pertemuan

kurang dari satu minggu sehingga

kualitas SL-PHT kurang. Pelaksanaan

kegiatan harus disesuaikan dengan

karakteristik masing-masing komoditas,

pertemuan harus dilaksanakan

sebanyak 16 kali dengan interval satu

minggu.

2. Penyampaian silabus materi/topik

tidak sesuai dengan analisa kebutuhan

pelatihan, sehingga pengetahuan dan

28

keterampilan yang diberikan tidak

sesuai dengan yang dibutuhkan petani.

Pemandu Lapang harus menyampaikan

silabus materi/topik yang didasarkan

atas analisa kebutuhan pelatihan.

3. Pre-test dan Post-test dalam bentuk

Ballot Box tidak dilakukan

menyebabkan materi yang dibutuhkan

oleh petani tidak diketahui dan

peningkatan pengetahuan serta

keterampilan petani tidak dapat diukur

setelah mengikuti SL-PHT. Pre-test dan

Post-test harus dilaksanakan oleh

pemandu lapang.

4. Keterbatasan jumlah Pemandu Lapang

SL-PHT dapat mengakibatkan

pelaksanaan kegiatan SL-PHT kurang

maksimal. Untuk itu perlu

memaksimalkan fungsi petugas yang

telah mengikuti pelatihan dan

memberdayakan petugas purna bakti

yang bersertifikat PL.

5. Praktek perbanyakan APH dan

pembuatan pupuk organik/pupuk

kandang/bokashi merupakan salah satu

materi yang harus diberikan namun

tidak dilakukan, sehingga setelah SL-

PHT petani tidak mampu membuat

sendiri. Untuk itu kegiatan tersebut

harus dilakukan.

29

IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN

A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan

Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana TP Provinsi/Kabupaten/ Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/Kabupaten/ Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak.

Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan.

Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian

30

rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan.

B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan

Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan.

Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien.

Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan SL-PHT pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan.

Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan SL-PHT tingkat provinsi.

Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat kabupaten/kota melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan SL-PHT tingkat kabupaten/ kota.

31

V. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Monitoring

Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan.

Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung.

B. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya.

Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing.

C. Pelaporan

Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan SL-PHT dibuat oleh

32

pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan.

1. Jenis Laporan :

a. Laporan Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan

1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan

Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana kegiatan; PL; nara sumber; penyusunan juklak/juknis; penetapan CP/CL; Persiapan administrasi; sosialisasi; penyiapan alat dan bahan.

Dilaporkan setelah Persiapan kegiatan selesai dilaksanakan.

2) Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan meliputi pertemuan SL-PHT sebanyak 16 kali.

Dilaporkan sebanyak 4 kali selama pelaksanaan SL-PHT.

b. Laporan Fisik dan Keuangan

1) Laporan Mingguan

Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan)

33

pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jumat.

b) Laporan Bulanan

Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan SL-PHT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya.

c) Laporan Triwulan

Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan SL-PHT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya.

c. Laporan Akhir

Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan SL-PHT, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan ke-pada Direktorat Perlindungan Perkebunan,

34

paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail

2. Format Laporan Perkembangan Persiapan Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti pada lampiran 7 dan 8.

35

VI. PEMBIAYAAN

Kegiatan SL-PHT perkebunan di daerah

didanai dari APBN tahun anggaran 2015

melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP)

Direktorat Jenderal Perkebunan.

36

VII. PENUTUP

Kegiatan SL-PHT merupakan kegiatan yang

tidak terpisahkan dari kegiatan

perlindungan. Dari hasil pelaksanaannya

diharapkan menghasilkan SDM petani yang

handal dan mampu mengelola kebunnya

secara mandiri, sehingga berkontribusi

dalam meningkatkan produksi dan

produktivitas tanaman perkebunan

berkelanjutan.

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan SL-PHT

memerlukan dukungan seluruh pemangku

kepentingan terkait baik di pusat maupun

daerah. Untuk itu diperlukan koordinasi,

komitmen dan kerjasama, serta upaya yang

sungguh-sungguh dari semua pihak terkait,

sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi

masing-masing.

-----ooo-----

54

Lampiran 1. Data Kebutuhan pelatihan Training Need Assesment (TNA) petani peserta SL-PHT perkebunan

A. SPESIFIKASI PETANI

1. Nama Petani : ..............................

2. Kelompok Tani : ..............................

3. Desa : ..............................

4. Kecamatan : ..............................

5. Kabupaten : ..............................

B. IDENTITAS PETANI

1. Tahun Lahir/umur : .......................

2. Jenis Kelamin : L / P

3. Tingkat Pendidikan : SD / SLTP / SLTA / PT

4. Status Petani : pemilik/penyewa atau

petani penggarap

5. Kedudukan dalam KT : .......................

6. Luas kebun : ......... Ha

7. Populasi tanaman : ......... pohon

8. Umur tanaman : ......... thn

55

C. TEKNIK BUDIDAYA DAN PRODUKSI

1. Teknik Budidaya

a. Jenis klon/varietas yang di tanam : …..............

b. Umur/fase tanaman : ................

c. Pemeliharaan tanaman

No Teknik Pemeliharaan Ya Tidak Dilakukan

pada umur tanaman

1 Pembersihan/pemangkasan

2 Pemberian mulsa/serasah

3 Penanaman tanaman penutup tanah

4 Pemangkasan naungan

5 Penyiangan gulma

6 Pembuatan rorak

7 Pembuatan terassering

8 ....................................

9 ....................................

Keterangan:

Teknik pemeliharaan disesuaikan komoditas SL-PHT

56

D. Pemupukan

No Jenis Pupuk Ya Tidak

Kapan dilakukan

(umur tanaman)

Dosis

1 Pupuk Kimia a. Urea/ZA ... ...... ............ ........ b. TSP ... ...... ............ ........ c. KCL ... ...... ............ ........ E. NPK ... ...... ............ ........ 2 Pupuk Organik a. Kandang ... ...... ............ ........ b. Hijau ... ...... ............ ........ c. Kompos/bokashi ... ...... ............ ........ d. ................ ... ...... ............ ........

e. Produksi

No Jenis produksi Volume (kg/ha/thn)

1 Basah .............. 2 Kering .............. 3 Olahan ..............

Keterangan:

Jenis produksi disesuaikan dengan komoditas SL-PHT

57

F. KERAGAMAN OPT dan MA

1. Jenis dan Serangan OPT (Hama, Penyakit, gulma)

No Jenis OPT

Keadaan tahun terakhir

Populasi Tingkat Kepadatan

(ekor/phn) Ringan Sedang Berat

1

2

3

4

5

2. Jenis dan Populasi (Musuh Alami) MA

No Jenis Musuh Alami

Keadaan tahun terakhir

Populasi Tingkat Kepadatan

(ekor/phn) Banyak Sedikit Tidak ada

1

2

3

4

5

58

G. KEGIATAN PENGENDALIAN OPT

No Jenis Kegiatan Ya Tidak Kapan

dilakukan

1. Pengamatan keadaan kebun

2. Penyemprotan pestisida kimia

3. Penyemprotan pestisida nabati

4. Aplikasi agens hayati

5. Penyiangan gulma

6. ................................

7. ................................

H. KEGIATAN PASCA PANEN

No Jenis Kegiatan Ya Tidak Keterangan

1. Fermentasi

2. Pengeringan

3. Pelayuan

4. Penggilingan

5. Pengemasan

6. .........................

7. .........................

Keterangan:

Jenis kegiatan disesuaikan dengan komoditas SL-PHT

59

I. EKONOMI PETANI

a. Harga jual tingkat petani : Rp. ......../kg b. Total biaya produksi/musim/tahun :Rp.

......./musim/tahun c. Total keuntungan/musim/tahun :Rp.

........./musim/tahun

J. PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

K. PENGETAHUAN/KETERAMPILAN YANG DIBUTUHKAN

PADA PENYELENGGARAAN SLPHT INI 1. ............................................................. 2. ............................................................. 3. ............................................................. 4. .............................................................

........ , ...............................

Enumerator/Pemandu Lapang, Responden/Petani

.............................. ...........................

No Jenis Pelatihan

Waktu pelatihan (dari tgl....s/d....)

Tempat Pelatihan

Penyelenggara Pelatihan

1 2 3 4 5

60

Lampiran 2. Test Ballot Box

Test Ballot Box adalah salah satu metode evaluasi untuk mengukur kemampuan petani peserta SL-PHT sebelum dan setelah mengikuti SL-PHT.

Pengelompokan soal ballot box meliputi pengetahuan dan pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Pengetahuan.

- Fungsi serangga yang ada di kebun - Fungsi tanaman selain tanaman pokok yang ada di

kebun - Gejala kelainan yang terjadi pada tanaman pokok

di kebun - Pupuk - Pestisida

2. Pengambilan keputusan mengenai : - Keberadaan serangga di kebun - Keberadaan tanaman selain tanaman pokok di

kebun - Keberadaan gejala kelainan yang terjadi pada

tanaman pokok di kebun - Kondisi kebun dikaitkan dengan keadaan

iklim/cuaca

Test ballot box awal dan akhir menggunakan soal yang sama baik jenis maupun jumlah soalnya. Jumlah soal 20-25 pertanyaan tergantung kondisi lapangan.

61

Lampiran 3. Analisis Agroekosistem (AAES) Analisis agroekosistem (AAES) merupakan suatu proses kegiatan yang dimulai dari pengamatan, pengungkapan, penganalisaan, menyimpulkan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut.

Tujuan AAES adalah untuk mengetahui keadaan agroekosistem kebun saat itu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan rencana tindak lanjut pengelolaan kebun.

Proses pelaksanaan AAES meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pengamatan

Pengamatan dilakukan bersama-sama oleh pemandu dan petani, unsure yang diamati meliputi:

Jumlah populasi serangga hama

Jumlah populasi serangga musuh alami

Persentase bagian tanaman terserang hama/penyakit

Kondisi tanaman

Keadaan cuaca

Keadaan tanah

Keberadaan gulma

Unsur-unsur ekosistem lainnya yang berpengaruh terhadap kondisi kebun

2. Pengungkapan

Data hasil pengamatan diungkapkan dalam bentuk gambar keadaan ekosistem kebun saat itu, untuk

62

dianalisa bersama dalam diskusi kelompok, format gambar keadaan agroekosistem kebun adalah sebagai berikut:

KEADAAN AGROEKOSISTEM KEBUN ………….. MINGGU KE : ……………………… TANGGAL :……………………….

Gambar keadaan awan

Gambar arus angin Gambar sinar matahari

Gambar Serangga hama ………….. pop/phn ………….. pop/phn ………….. pop/phn

Gambar kondisi tanaman beserta bagian tanaman yang terserang OPT dan ciri-ciri penyimpangan fisiologis lainnya

Gambar serangga musuh alami ………….. pop/phn ………….. pop/phn ………….. pop/phn

Keterangan pemupukan

Gambar kondisi tanah

Keterangan aplikasi pestisida

Gambar keadaan gulma

Pembahasan: Merupakan ungkapan hasil analisa data yang menghubungkan sebab akibat interaksi antara unsur biotik dan abiotik yang terjadi pada ekosistem kebun

Kesimpulan: Ungkapan keadaan kondisi kebun (sehat, terancam rusak, membaik)

Rencana Tindak Lanjut (RTL): Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk menjaga kesinambungan ekosistem kebun supaya kondisinya tetap baik

Keterangan:

1. Kegiatan AAES dilakukan di kebun lahan belajar SL-PHT, dilaksanakan oleh sub kelompok (5 orang) mulai dari pengamatan, pengungkapan dalan gambar, pembahasan,

63

pengambilan keputusan dan pengambilan keputusan rencana tindak lanjut di diskusikan dalam sub kelompok. Hasil analisis agroekosistem dipresentasekan dalam bentuk diskusi pleno, dalam satu kelas SL-PHT dapat dibagi menjadi 4-5 sub kelompok.

2. Sebagai pembanding, setiap sub kelompok memiliki petak perlakuan PHT dan kebiasaan petani.

3. Dalam pengambilan kesimpulan, data hasil AAES minggu sebelumnya dijadikan bahan perbandingan.

64

Lampiran 4. Matrik Analisa Pasangan terperinci

HAL-HAL YANG

SUDAH BAIK

HAL-HAL YANG

PERLU

DIPERBAIKI

CARA

MEMPERBAIKI

1. ..............

2. ..............

3. ..............

4. ..............

5. ..............

dst

1. ..............

2. ..............

3. ..............

4. ..............

5. ..............

dst

1. ..............

2. ..............

3. ..............

4. ..............

5. ..............

dst

Keterangan:

1. Matrik analisa pasangan terperinci merupakan model

evaluasi penyelenggaraan SL-PHT yang digunakan oleh

Pemandu Lapang bersama-sama dengan warga belajar.

2. Penggunaan matrik analisa pasangan terperinci ini untuk

mengevaluasi hal-hal yang mendukung dan menghambat

proses belajar mengajar serta mendiskusikan solusi cara

memperbaiki hal-hal yang belum baik untuk mendukung

kelancaran proses belajar mengajar.

3. Hal-hal yang dievaluasi diantaranya meliputi: disiplin

peserta, disiplin pemandu, ketersediaan sarana belajar

mengajar, dan lain sebagainya.

4. Evaluasi menggunakan matrik analisa pasangan terperinci

ini dilaksanakan secara berkala mingguan atau bulanan

disesuaikan dengan kondisi proses belajar mengajar.

65

Lampiran 5. Matrik Kualitas SL-PHT

KEGIATAN TAHAP CATATAN PETUNJUK KUALITAS

Apa ini? Proses pertanyaan

Hasil

Topik Umum Analisa Agroekosistem (AAES)

Tujuan

Pengamatan & penyajian keadaan Agroekosistem dalam gambar

Analisa Agroekosistem (lanjutan)

Analisa keadaan Agroekosistem

Hasil

Topik Khusus (Untuk beberapa aspek PHT)

Tujuan

Proses

Hasil

Dinamika Kelompok

Tujuan

Proses

Hasil

Ballot box Persiapan

Hasil

66

49

Lampiran 6.Lokasi, Jenis dan Volume Komponen

SL-PHT APBN Refocusing + APBN-P

No.

Provinsi

Kabupaten

APBN Refocusing

APBNP

Jumlah Kelompok

Tani

Jumlah Kelompok

Tani

1. SL-PHT Cengkeh

1 Jateng 1. Karanganyar - 2

2 Sultra 2. Kolaka Utara - 2

3 Bali 3. Buleleng 2 -

4 Jatim 4. Pacitan 2 -

Jumlah 4 4

2. SL-PHT Kakao

1 DIY 1. Kulon Progo - 2

2. Gunung Kidul - 2

2 Aceh 3. Pidie Jaya - 2

3 Lampung 4. Pringsewu - 2

5. Lampung Selatan 2 -

6. Tanggamus 4 -

7. Pesawaran - -

4 Sulteng 8. Donggala - 2

9. Sigi 2 -

5 Sultra 10. Konawe Utara - 2

11. Konawe Selatan 2 -

6 Sulsel 12. Maros - 2

50

No.

Provinsi

Kabupaten

APBN Refocusing

APBNP

Jumlah Kelompok

Tani

Jumlah Kelompok

Tani

7 Bali 13. Tabanan 2 -

8 NTB 14. Lombok Utara - 2

15. Lombok Barat 2 -

16. Lombok Timur - 2

17. Lombok Tengah 2 -

9 NTT 18. Ngada - -

10 Bengkulu 19. Bengkulu Tengah 2 -

20. Rejang Lebong - -

11 Malut 21. Halmahera Selatan - -

12 Gorontalo 22. Boalemo 2 -

13 Sulbar 23. Mamuju 2 -

24. Polewali Mandar - -

Jumlah 22 18

3. SL-PHT Karet

1 Jabar 1. Sukabumi - 2

2. Cianjur 2 -

2 Aceh 3. Aceh Barat -

2

3 Sumut 4. Serdang Bedagai - 2

5. Asahan 2 -

4 Riau 6. Kuantan Singingi 2 -

5 Sumsel 7. OKU Timur 2 -

8. Lubuk Linggau - -

9. Ogan Komering Ilir 2 -

51

No.

Provinsi

Kabupaten

APBN Refocusing

APBNP

Jumlah Kelompok

Tani

Jumlah Kelompok

Tani

6 Kalbar 10. Sambas - 2

11. Kubu Raya 2 -

12. Kota Singkawang 2 -

13. Bengkayang 2 -

14. Sintang 2 -

7 Banten 15. Pandeglang 2 -

16. Lebak 2 -

8 Kaltim 17. Penajam Paser Utara

- 2

18. Balikpapan - -

Jumlah 22 10

4 SL-PHT Kelapa

1 DIY 1. Sleman 2 2

2 Jabar 2. Pangandaran 2 -

3 Jatim 3. Tulung Agung 2 2

4. Kediri - -

4 Jateng 5. Jepara - -

5 Sulut 6. Kota Bitung 2 -

7. Minahasa Utara 2 -

6 Kalbar 8. Pontianak 2 2

9. Kuburaya - -

Jumlah 12 6

5 SL-PHT Kopi

1 Jabar 1. Bandung Barat 2 -

52

No.

Provinsi

Kabupaten

APBN Refocusing

APBNP

Jumlah Kelompok

Tani

Jumlah Kelompok

Tani

2. Garut - -

2 Jateng 3. Semarang 2 -

4. Magelang 2 -

3 Sulsel 5. Toraja Utara 2 -

4 Bali 6. Buleleng 2 2

7. Tabanan 2 2

5 Bengkulu 8. Kepahiang 2 2

9. Rejang Lebong 2 2

6 NTB 10. Lombok Timur 2 2

11. Lombok Tengah 2 -

Jumlah 20 10

6 SL-PHT Lada

1 Kaltim 1. Kutai Kartanegara 1 2

2 Kep. Babel 2. Belitung 2 2

3. Bangka Barat 2 -

4. Bangka Selatan 2 -

3 Sulsel

5. Sinjai 2 2

6. Enrekang 2 2

7. Luwu Timur 2 -

Jumlah 14 8

7 SL-PHT Teh

53

No.

Provinsi

Kabupaten

APBN Refocusing

APBNP

Jumlah Kelompok

Tani

Jumlah Kelompok

Tani

1 Jabar 1. Purwakarta - 2

2. Garut 1 -

Jumlah 1 2

8 SL-PHT Jambu Mete

1 DIY 1. Gunung Kidul 2 -

2 NTT 2. Sumba Barat Daya 2 -

3. Sumba Timur 2 -

Jumlah 6 0

9 SL-PHT Tebu

1 Jabar 1. Majalengka 2 2

2. Subang 2 -

3. Indramayu 2 2

4. Kuningan 2 2

2 Jateng 5. Pekalongan 2 2

6. Purbalingga 2 2

7. Jepara - 2

8. Rembang 2 -

9. Pati 2 -

3 Jatim 10. Mojokerto 2 2

11. Jombang 2 -

12. Sidoarjo 2 -

54

No.

Provinsi

Kabupaten

APBN Refocusing

APBNP

Jumlah Kelompok

Tani

Jumlah Kelompok

Tani

13. Kediri 2 -

14. Tulungagung 2 2

15. Ngawi 2 -

16. Situbondo 2 2

4 Sumsel 17. Ogan Ilir 2 -

5 Lampung 18. Lampung Tengah 2 -

6 Sulsel 19. Bone 2 2

20. Takalar 2 -

21. Wajo 2 -

7 Gorontalo 22. Gorontalo 2 2

Jumlah 42 22

Total 143 80

55

Lampiran : 7. LAPORAN PERKEMBANGAN REALISASI FISIK DAN KEUANGAN

KEGIATAN SL-PHT TAHUN 2015

Provinsi : Posisi :

No. Uraian Kegiatan

Target Realisasi

Permasalahan RTL Volume Keuangan Fisik Keuangan

(KT/Kali) (Rp.) (KT/Kali) (%) (Rp.) (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

( ………………. )

56

Lampiran 8. Out Line Laporan Akhir

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL (jika ada)

DAFTAR GAMBAR (jika ada)

DAFTAR LAMPIRAN (jika ada)

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E. Simpul Kritis Kegiatan F. Pelaksana G. Pembiayaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut

VI. DAFTAR PUSTAKA

VII. LAMPIRAN