PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN SEKAT BAKAR DI KAWASAN …
Transcript of PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN SEKAT BAKAR DI KAWASAN …
PEDOMAN TEKNIS
PEMBUATAN SEKAT BAKAR
DI KAWASAN HUTAN
PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN SEKRETARIAT JENDERAL
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN JAKARTA, 2019
i
Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Sekretariat Jenderal
Pusat Keteknikan Kehutanan Dan Lingkungan
PEDOMAN TEKNIS
PEMBUATAN SEKAT BAKAR DI KAWASAN HUTAN
TAHUN 2019
ii
TIM PENYUSUN PEDOMAN TEKNIS
PEMBUATAN SEKAT BAKAR DI KAWASAN HUTAN
Hak Cipta © Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Penulis: Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc; Ir. Adi Susilo, M.Sc; Rizki Ary Fambayun, S.Hut, M.Sc. Frandos H. Hutauruk, S.Hut, M.T., M.Eng. Kontributor: Prof. Dr. Ir. H. Bambang Hero Saharjo, M.Agr.; Ir. Sumantri. Tim Editorial: Pembina: Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM (Sekretaris Jenderal Kementerian LHK) Penanggung Jawab: Ir. Gatot Soebiantoro, M.Sc. (Kepala Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan) Ketua: Hermantoro Pujiraharjo, SE Anggota: Dr. Fifin Nopiansyah, S.Hut, M.P; Ferdian Krisnanto, S.Hut, M.P; Drs. Subagyo, M.Si; Rahayu Wulandini, S.Hut, M.Si; Agus Muhamad Arsad, ST; Annisa Choerinita, S.Hut. Penyunting: Frandos H. Hutauruk, S.Hut, M.T., M.Eng. Desain Grafis dan Tata Letak: Frandos H. Hutauruk, S.Hut, M.T., M.Eng. Diterbitkan pertama kali oleh: Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai 2, Jalan Gatot Subroto – Jakarta 10270 Cetakan Pertama Desember 2019 Pembuatan Sekat Bakar di Kawasan Hutan Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cetakan ke-1 Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya penyusunan Pedoman Teknis Pembuatan Sekat Bakar di Kawasan Hutan
dapat diselesaikan dengan baik.
Pedoman Teknis Pembuatan Sekat Bakar di Kawasan Hutan dimaksudkan untuk
memberikan pedoman pembuatan sekat bakar bagi Satuan Kerja/Unit Pelaksana Teknis
dan mitra lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka
pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Dengan telah tersusunnya Pedoman Teknis Pembuatan Sekat Bakar di Kawasan
Hutan, maka kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pemikiran dan bekerja sama dengan baik, semoga dokumen ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak serta mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.
SEKRETARIS JENDERAL
Dr. Ir. BAMBANG HENDROYONO, MM
iv
DAFTAR ISI Hal
HALAMAN JUDUL i TIM PENYUSUN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Maksud dan Tujuan 2 1.3. Kebijakan Terkait Sekat Bakar 2 1.4. Ruang Lingkup 3 BAB II. PENGERTIAN DAN JENIS SEKAT BAKAR 4 2.1. Pengertian Sekat Bakar 4 2.2. Jenis-Jenis Sekat Bakar 5 2.3. Sekat Bakar Alami 5 2.4. Sekat Bakar Buatan 7 2.4.1. Jalur Hijau 8 2.4.2. Jalur Kuning 10 2.5. Sekat Bakar Kombinasi 11 BAB III. TEKNIK PEMBUATAN DAN DESAIN SEKAT BAKAR 12 3.1. Pembuatan Sekat Bakar 12 3.1.1. Prinsip Umum Pembuatan Sekat Bakar 12 3.1.2. Ketentuan Teknis Pembuatan Sekat Bakar 12 3.2. Perencanaan 12 3.2.1. Pemilihan Lokasi 12 3.2.2. Ketentuan Teknis Lokasi Pembuatan Sekat Bakar 13 3.2.3. Pemilihan Tipe Sekat Bakar 13 3.2.4. Ukuran Sekat Bakar 13 3.2.5. Pembuatan Rencana Arah Jalur Sekat Bakar 14 3.2.6. Pemilihan Tanaman Sekat Bakar 14 3.2.7. Kebutuhan Personil dan Sarana Prasarana 15 3.3. Pelaksanaan 15 3.4. Separasi Vegetasi 16 3.4.1. Separasi Horizontal 16 3.4.2. Separasi Vertikal 16 3.5. Pengendalian Erosi Tanah 17 3.6. Pemantauan dan Pemeliharaan 17 BAB IV. PERAN SERTA MASYARAKAT 18 DAFTAR PUSTAKA 22 LAMPIRAN 23
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Ragam Fisik Sekat Bakar Alami Tabel 2. Analisis Perbandingan Sekat Bakar Buatan Tabel 3. Ragam Fisik Sekat Bakar Jalur Hijau Tabel 4. Ragam Fisik Sekat Bakar Jalur Kuning Tabel 5. Lebar Sekat Bakar Berdasarkan Kemiringan Areal
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sketsa Umum Sekat Bakar Gambar 2. Jenis – Jenis Sekat Bakar Gambar 3. Contoh Sekat Bakar Alami Gambar 4. Sekat Bakar Alami Jalur Hijau di Kawasan Gunung Ciremai Gambar 5. Jenis Sekat Bakar Jalur Hijau Gambar 6. Ragam Fisik Sekat Bakar Jalur Kuning Gambar 7. Sekat Bakar Kombinasi di PT. SBA, Palembang Gambar 8. Ilustrasi Lebar Sekat Bakar Berdasarkan Kemiringan
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebakaran Hutan dan Lahan yang selanjutnya disebut Karhutla adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan dan/atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbukan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan politik tidak hanya di lokasi/wilayah terjadinya kebakaran, tetapi juga lokasi/wilayah lain yang terpapar dampak kebakaran. Karhutla akan berlangsung selama masih ada oksigen, bahan bakar dan panas atau sumber api yang lebih dikenal dengan segitiga api sehingga dibutuhkan upaya dan teknik yang tepat dalam upaya pengendalian karhutla.
Paska karhutla tahun 2015, Presiden RI menginstruksikan untuk mengubah paradigma pengendalian karhutla dengan pengarusutamaan upaya pencegahan karhutla. Dengan demikian, pengendaliaan karhutla dilaksanakan tidak terbatas pada saat pemadaman tetapi juga harus memprioritaskan berbagai kegiatan pra-kebakaran dan pasca-kebakaran. Hal yang dilakukan dalam periode pra-karhutla adalah segala upaya yang dilakukan dalam mengurangi potensi dan meminimalkan luas karhutla sedangkan pasca-karhutla merupakan upaya pemulihan areal hutan dan lahan yang terbakar.
Pengendalian karhutla dapat dilakukan secara konvesional maupun dengan pendekatan teknologi yang tepat guna. Strategi pencegahan karhutla dilakukan dengan prinsip pengurangan bahan bakar (hazard reduction) dan pengurangan sumber api (risk reduction). Pengurangan bahan bakar dan sumber api dilakukan dengan metode pencegahan 3E (Education, Engineering dan Law Enforcement). Engineering merupakan cara pencegahan karhutla dengan pendekatan teknis. Beberapa metode yang termasuk bagian dari pendekatan teknis ini dilakukan dengan pembuatan sekat bakar dan ilaran api. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 32/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan Pasal 52 ayat (3) menjelaskan bahwa sekat bakar merupakan salah satu sarana keteknikan pencegahan kebakaran hutan.
Teknik pembuatan sekat bakar sebelumnya telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor 248/Kpts/Dj-vi/1994 tentang Prosedur Tetap Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan, namun masih sederhana dan belum mempertimbangkan berbagai aspek yang mempengaruhi kegiatan pencegahan dan penanggulangan karhutla seperti tipe ekosistem, topografi, aksesibilitas dan ketersediaan sumberdaya. Peraturan tersebut belum mencakup pencegahan karhutla melalui pembuatan sekat bakar sebelum terjadi kebakaran dan kegiatan-kegiatan dalam rangka pemeliharaan dan pembaharuan sekat bakar. Pemeliharaan atau pembaharuan sekat bakar menjelang perkiraan waktu rawan terjadinya karhutla merupakan hal yang sangat penting dilaksanakan untuk memastikan fungsi sekat bakar optimal.
2
Berbagai studi telah dilaksanakan dalam mengoptimalisasi fungsi pembuatan sekat bakar dalam upaya pengendalian karhutla, namun sampai saat ini belum ada desain teknis yang dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan dan pemanfaatan sekat bakar. Perencanaan dan pembuatan sekat bakar juga perlu melibatkan masyarakat dengan tujuan masyarakat dapat mengurangi potensi kejadian karhutla melalui kegiatan pemeliharaan sekat bakar yang memiliki fungsi sosial dan ekonomi buat mereka.
Berkaitan dengan fungsi sekat bakar sebagai salah satu sarana keteknikan pengendalian karhutla yang meliputi berbagai kepentingan pemangkuan wilayah pengelolaan hutan, maka diperlukan suatu pedoman pembuatan sekat bakar yang dapat diadaptasi dan diimplementasikan dalam berbagai kondisi di lapangan.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud Penyusunan NSPK Pembuatan Sekat Bakar di Kawasan Hutan adalah untuk memberikan pedoman pembuatan sekat bakar bagi Satuan Kerja/Unit Pelaksana Teknis dan mitra lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka pengendalian karhutla. Tujuan Penyusunan NSPK Pembuatan Sekat Bakar di Kawasan Hutan adalah untuk efektifitas dan efisiensi pembuatan sekat bakar sesuai karakteristik kawasan hutan.
1.3. Kebijakan Terkait Sekat Bakar
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453) sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5056);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217);
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor Nomor P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016 tentang Pengendalian Kebakaran
3
Hutan dan Lahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 583);
6. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor 244/Kpts/Dj-vi/1994 tentang Petunjuk Teknis Pemadaman Karhutla;
7. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor 248/Kpts/Dj-vi/1994 tentang Prosedur Tetap Pencegahan dan Penanggulangan Karhutla;
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman dalam pembuatan sekat bakar di kawasan hutan, meliputi: 1. Pengertian dan jenis sekat bakar. 2. Pembuatan, pemantauan dan pemeliharaan sekat bakar. 3. Peran serta masyarakat dalam pembuatan dan pemanfatan sekat bakar
dalam mendukung kegiatan pencegahan karhutla.
4
BAB II PENGERTIAN DAN JENIS SEKAT BAKAR
2.1. Pengertian Sekat Bakar
Sekat Bakar adalah sekat alami atau buatan dalam hamparan bahan bakar yang dibuat sebelum terjadi kebakaran untuk mencegah dan/atau mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran yang lebih luas. Sekat bakar umumnya berupa jalur yang memisahkan antara areal yang diperkirakan sebagai sumber datangnya api (berbatasan dengan aktivitas masyarakat) dengan areal yang harus diamankan dari kebakaran. Sekat bakar juga diperlukan untuk menyekat dua areal yang dilindungi atau hamparan bahan bakar sehingga dapat mengurangi potensi kebakaran yang lebih luas karena adanya loncatan api.
Gambar 1. Sketsa Umum Sekat Bakar Tujuan dari pembuatan sekat bakar adalah: a. Menghambat atau memperlambat penjalaran api (fungsi ilaran api). b. Mengurangi atau memisahkan akumulasi bahan bakar. c. Mengurangi intensitas panas yang dihasilkan pada saat terjadi kebakaran. d. Menurunkan kebakaran tajuk menjadi kebakaran permukaan. e. Menjadi akses tim regu pemadam kebakaran pada saat pemadaman
langsung. Sekat bakar dibuat sebelum terjadi kebakaran atau menjelang musim kemarau (rawan terjadi kebakaran) berfungsi untuk mengisolasi api apabila terjadi
5
kebakaran sehingga api tidak merambat/menyebar/menjalar ke areal lain. Dengan demikian sekat bakar akan berfungsi sebagai ilaran api pada saat terjadi kebakaran. Bila api menjalar masuk ke bagian tepi daerah sekat bakar maka penjalaran api menjadi lebih lambat, sehingga bisa memberi kesempatan pada regu pemadam dan masyarakat disekitarnya untuk memadamkan api sebelum menjalar ke tempat lainnya.
2.2. Jenis-Jenis Sekat Bakar
Terdapat dua jenis sekat bakar, yaitu sekat bakar alami dan buatan. Namun sekat bakar tersebut tidak terbatas hanya kepada sekat bakar tunggal namun dapat merupakan kombinasi antara sekat bakar alami dan sekat bakar buatan atau sekat bakar jalur kuning dan sekat bakar jalur hijau.
2.3. Sekat Bakar Alami
Sekat Bakar Alami adalah adalah bentang alam yang difungsikan sebagai
sekat bakar. Sekat Bakar Alami ditentukan berdasarkan hasil identifikasi karakteristik topografi dan bentang alam yang dapat berfungsi sebagai sekat bakar.
Tabel 1. Ragam Fisik Sekat Bakar Alami Ragam
Fisik Embung Rawa Sungai Danau Jurang Hutan Alam
Uraian Embung alami yang difungsikan sebagai sekat bakar
Rawa yang difungsikan sebagai sekat bakar
Sungai yang difungsikan sebagai sekat bakar
Danau yang difungsikan sebagai sekat bakar
Jurang yang difungsikan sebagai sekat bakar
Hutan alam yang difungsikan sebagai sekat bakar
Fungsi Menyambungkan satu sekat bakar dengan sekat bakar lainnya. Embung, sungai dan rawa dapat berfungsi sebagai sumber air pada saat pemadaman kebakaran.
Sekat Bakar
Alami Buatan
Jalur Hijau Jalur Kuning
Permanen Sementara
Gambar 2. Jenis-Jenis Sekat Bakar.
6
a. Embung b. Rawa
c. Sungai d. Danau/Waduk
e. Jurang
Gambar 3. Contoh Sekat Bakar Alami
Penjarangan dan pemangkasan pada sekat bakar jalur hijau berupa hamparan lahan bervegetasi sisa hutan alam tidak perlu dilakukan penjarangan apabila kondisi hutan tersebut merupakan hutan primer dan masih memiliki tegakan pohon yang sangat rapat sehingga iklim mikro dapat terjaga. Hutan yang memiliki kelembapan yang tinggi merupakan areal dengan potensi terjadinya kebakaran yang rendah. Salah satu contoh sisa hutan alam yang dapat berfungsi sebagai sekat bakar dapat dilihat di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.
7
Gambar 4. Sekat Bakar Alami Jalur Hijau di Kawasan Gunung Ciremai
2.4. Sekat Bakar Buatan
Sekat Bakar Buatan ditempatkan berdasarkan analisis tingkat potensi suatu areal mengalami kebakaran. Sekat Bakar Buatan adalah jalur yang dibuat dan difungsikan sebagai sekat bakar berupa jalur hijau dan jalur kuning. Perbandingan antara jalur hijau dan jalur kuning secara teknis dijelaskan sebagai berikut:
8
Tabel 2. Analisis Perbandingan Sekat Bakar Buatan Jalur Hijau Jalur Kuning
Kelebihan
Memiliki nilai estetika Jika memanfaatkan
tanaman yang ada sebelumnya, proses pembuatan bisa lebih murah.
Potensi ekonomi tanaman dapat dimanfaatkan.
Secara silvikultur, pertumbuhan tanaman akan lebih baik karena adanya perawatan tanaman.
Mencegah kontak langsung dengan sumber api.
Mengurangi potensi kebakaran yang besar karena tidak adanya/rendahnya bahan bakar di dalam jalur.
Kekurangan
Potensi kebakaran tetap ada namun intensitas penjalaran api dapat dikurangi.
Ukuran jalur hijau lebih lebar dibandingkan jalur kuning.
Relatif mahal dalam pembuatan dan pemeliharaan.
Kurang memiliki nilai estetika.
Diperlukan pembaharuan tergantung umur tanaman.
Kemungkinan terjadinya erosi.
2.4.1. Jalur Hijau
Jalur Hijau adalah jalur sekat bakar yang memiliki vegetasi seperti pohon, semak atau tanaman lain yang telah dimodifikasi sehingga kemampuan penjalaran api terbatas dan dapat dikendalikan. Keberadaan jalur hijau yang ditumbuhi pohon dan tanaman lainnya yang dipertahankan dapat menjaga kelembapan udara dan tanah di bawah lapisan kanopi hutan. Berdasarkan tipe vegetasi, maka terdapat 2 (dua) jenis jalur hijau yaitu: 1. Jalur dengan tanaman Sekat Bakar. 2. Jalur dengan tumbuhan bawah
3. Jalur dengan vegetasi campuran tumbuhan bawah dan pohon.
Berkaitan dengan sekat bakar jalur hijau, yang termasuk sebagai tumbuhan bawah adalah semak/belukar atau vegetasi lain temasuk pohon muda dengan ketinggian kurang dari 3 meter. Sedangkan tanaman dengan ketinggian lebih dari 3 meter dikategorikan sebagai pohon.
9
Gambar 5. Jenis Sekat Bakar Jalur Hijau
Vegetasi yang ditanam dan/atau dipertahankan di sepanjang jalur hijau harus memenuhi prinsip separasi vegetasi untuk meningkatkan efektifitas sekat bakar jalur hijau. Secara teknis, indikator efektivitas sekat bakar jalur hijau dapat dinilai berdasarkan kecepatan penjalaran api yang semakin berkurang dan potensi penjalaran api dari kebakaran permukaan menjadi kebakaran tajuk yang rendah atau sebaliknya. Semakin efektif suatu sekat bakar jalur hijau, memberikan peluang yang semakin tinggi bagi regu pemadam kebakaran untuk mengendalikan api.
Tabel 3. Ragam Fisik Sekat Bakar Jalur Hijau Ragam Fisik Hamparan lahan
bervegetasi sisa hutan alam
Hamparan lahan bervegetasi sisa hutan produksi
Hamparan lahan bervegetasi dengan tanaman Multi Purpose Tree Species (MPTS)
Hamparan lahan bervegetasi dengan tanaman sekat bakar
Uraian Memanfaatkan tegakkan sisa hutan alam sebagai sekat bakar
Memanfaatkan tegakan sisa hutan produksi sebagai sekat bakar
Memanfaatkan tanaman MPTS sebagai sekat bakar
Memanfaatkan jenis tanaman sekat bakar hasil riset
Fungsi Memecah angin Mempertahankan dan meningkatkan iklim mikro Mencegah penjalaran api
Lokasi Kawasan Hutan Alam
Kawasan Hutan Produksi
Kawasan yang berbatasan dengan perladangan masyarakat
Kawasan yang tidak produktif
10
Penjarangan tanaman dan pemangkasan cabang/ranting tanaman adalah kegiatan yang dilakukan dalam memenuhi prinsip separasi vegetasi dan harus dilakukan apabila kerapatan tanaman cukup rentan mengalami penjalaran api yang lebih cepat. Dampak dari kegiatan penjarangan dan/atau pemangkasan cabang/ranting tersebut akan menghasilkan sisa cabang/ranting atau serasah yang jika sudah kering akan menjadi bahan bakar yang sangat potensial. Bahan bakar potensial tersebut harus segera dihilangkan untuk mempertahankan efektifitas jalur hijau.
2.4.2. Jalur Kuning Jalur Kuning adalah jalur sekat bakar dengan area yang bersih dari bahan
bakar hingga terlihat permukaan tanah atau material lain yang tidak
potensial untuk terbakar.
Tabel 4. Ragam Fisik Sekat Bakar Jalur Kuning
a. Jalan sebagai Sekat Bakar
b. Parit Berfungsi sebagai Sekat Bakar
c. Kanal Tertutup sebagai Sekat Bakar pada Kawasan Gambut
Gambar 6. Ragam Fisik Sekat Bakar Jalur Kuning
Ragam Fisik Jalan/batas antara blok tanaman
Parit/ Kanal (Lahan Gambut)
Uraian Membuat dan atau memanfaatkan jalan atau batas antara blok tanaman sebagai sekat bakar
Memanfaatkan Parit/kanal tertutup yang telah ada sebagai sekat bakar untuk lahan gambut
Fungsi Mencegah penjalaran api permukaan
11
2.5. Sekat Bakar Kombinasi
Sekat bakar kombinasi adalah sekat bakar yang menggabungkan sekat bakar
alami dengan sekat bakar buatan dan atau sekat bakar jalur kuning dengan sekat
bakar jalur hijau dalam satu jalur.
Gambar 7. Sekat Bakar Kombinasi di PT. SBA, Palembang.
12
BAB III TEKNIK PEMBUATAN DAN DESAIN SEKAT BAKAR
3.1 Pembuatan Sekat Bakar
3.1.1 Prinsip Umum Pembuatan Sekat Bakar a. Lokasi pembuatan sekat yang sesuai dengan persyaratan. b. Sekat bakar tidak terputus dan atau diupayakan harus mengelilingi
areal yang dilindungi. c. Sekat bakar diupayakan terkoneksi dengan sekat bakar yang sudah
ada atau dengan sekat bakar alami. d. Sekat bakar harus terkoneksi dengan jalan pengelolaan sebagai akses
apabila dilaksanakan pemantauan, pemeliharaan sekat bakar dan atau pemadaman kebakaran secara langsung.
e. Sekat bakar dapat dimanfaatkan sebagai ilaran api dalam upaya pemadaman tidak langsung maupun untuk mendukung kegiatan pemadaman langsung.
f. Dalam pelaksanaan pembuatan sekat bakar seminimal mungkin mengganggu ekosistem.
3.1.2 Ketentuan Teknis Pembuatan Sekat Bakar. a. Semakin miring suatu areal, Sekat Bakar dibuat semakin lebar. b. Semakin kompleks topografi kawasan, Sekat Bakar dibuat semakin
lebar. c. Semakin besar potensi ukuran api, Sekat Bakar dibuat semakin lebar. d. Semakin tinggi hamparan bahan bakar, Sekat Bakar dibuat semakin
lebar. e. Sekat Bakar dibuat tegak lurus dengan perkiraan arah angin. f. Semakin tinggi perkiraan kecepatan angin pada arah hamparan bahan
bakar, Sekat Bakar dibuat semakin lebar. g. Sekat Bakar dibuat sependek mungkin dengan menghubungkan Sekat
Bakar alami dan atau Sekat Bakar yang sudah ada. h. Semakin jauh areal yang dilindungi dari sumberdaya pemadam
kebakaran, Sekat Bakar dibuat semakin lebar. 3.2 Perencanaan
3.2.1 Pemilihan Lokasi
Ketentuan umum lokasi pembuatan sekat bakar adalah sebagai berikut: a. Diprioritaskan dibuat di lokasi rawan terjadi kebakaran (riwayat
kejadian kebakaran. Data dan informasi yang diperlukan antara lain riwayat kejadian kebakaran, deteksi hotspot, dan informasi kebiasan aktifitas masyarakat, sebaran hotspot dan jarak dengan aktivitas masyarakat.
b. Wilayah tidak dikelola secara baik yang berpotensi terjadinya perambahan dan konflik lahan karena kurangnya pengawasan dan pengamanan.
c. Melindungi wilayah prioritas seperti high conservation value (HCV), habitat flora dan fauna dilindungi, fasilitas publik dan/atau fasilitas strategis dan/atau kawasan prioritas lainnya.
13
3.2.2. Ketentuan teknis lokasi pembuatan sekat bakar adalah sebagai berikut
(The Natural Resources Conservation Service ( NRCS ), 2007):
a. Disepanjang punggung bukit dengan kelembapan yang cukup tinggi. b. Disepanjang jalur terbuka lainnya seperti jalan dan jalur pipa. c. Disepanjang areal basah atau berair (seperti rawa, kanal, sungai,
parit dan sawah). d. Disepanjang perbatasan areal yang dilindungi dengan kawasan
pemukiman dan atau kawasan dengan aktifitas masyarakat.
3.2.3 Pemilihan Tipe Sekat Bakar
a. Status dan fungsi kawasan hutan. Pemilihan tipe sekat bakar berdasarkan status dan fungsi kawasan sangat penting untuk memastikan bahwa tipe sekat bakar yang akan dibuat seminimal mungkin menyebabkan kerusakan dan gangguan pada fungsi kawasan.
b. Jenis tanah (mineral atau gambut) Pada jenis tanah mineral dapat membuat sekat bakar berupa jalur hijau dan atau jalur kuning dengan memanfaatkan jalan atau batas antara blok tanaman. Sedangkan pada lahan gambut dapat membuat parit/kanal sebagai sekat bakar.
c. Tipe ekosistem. d. Topografi areal (ketinggian, kemiringan, berbukit, lembah atau
datar). e. Jenis dan kuantitas bahan bakar.
3.2.4 Ukuran Sekat Bakar a. Panjang Sekat bakar.
Sekat bakar diupayakan dibuat mengelilingi kawasan yang dilindungi dengan tidak terputus. Untuk meningkatkan efisiensi pembuatan sekat bakar, maka sekat bakar yang akan dibuat dapat disambungkan dengan sekat bakar alami dan atau sekat bakar buatan yang sudah ada.
b. Lebar Sekat Bakar Lebar sekat bakar dibuat sesuai dengan ketentuan teknis pembuatan sekat bakar. Mooney (2010) merekomendasikan lebar sekat bakar berdasarkan kemiringan areal dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 5. Lebar Sekat Bakar Berdasarkan Kemiringan Areal.
Kemiringan %
Lebar Minimun Lereng Bawah
(meter)
Lebar Minimum Lereng Atas (meter)
Total (meter)
0 45 45 90 10 42 50 92 20 40 54 94 30 36 60 96 40 34 64 98 50 32 68 100 60 30 72 102
14
3.2.5 Pembuatan Rencana Arah Jalur Sekat Bakar Pembuatan arah jalur sekat bakar mempertimbangkan:
a. tegak lurus dengan perkiraan arah angin;
b. tegak lurus dengan perkiraan titik asal kebakaran; dan
c. menyambungkan Sekat Bakar alami atau Sekat Bakar yang sudah ada.
3.2.6 Pemilihan Tanaman Sekat Bakar :
Tanaman sekat bakar dapat berupa pohon dan tumbuhan bawah. Dalam pemilihan tanaman sekat bakar, perlu mempertimbangkan kriteria dan karakteristik tanaman sekat bakar sebagai berikut: Kriteria tanaman sekat bakar adalah sebagai berikut: a. Memiliki kemampuan menghambat atau mengurangi kecepatan
penjalaran api. b. Diutamakan dari jenis lokal. c. Mudah dalam penanaman dan pemeliharaan. d. Tidak termasuk sebagai tanaman invasif pada kawasan konservasi. e. Tahan terhadap serangan hama penyakit.
Karakteristik pohon yang dapat berfungsi sebagai tanaman sekat bakar sehingga mampu menghambat atau mengurangi kecepatan penjalaran api :
a. Tanaman selalu hijau dan tahan kekeringan (evergreen), tidak menggugurkan daun pada musim kemarau.
b. Dapat menekan tumbuhan bawah dan liana yang termasuk bahan bakar potensial.
c. Serasah tidak banyak dan mudah terdekomposisi/mudah terurai. d. Pohon berkulit keras dan sulit terbakar. e. Mudah bertrubus Beberapa jenis perdu atau semak dapat juga dijadikan sebagai sekat bakar seperti Seuseureuhan, Kangkungan, Kaliandraecang serta beberapa jenis tanaman penutup tanah yang termasuk kepada Legum Cover Crops (LCC)
Gambar 8. Ilustrasi Lebar Sekat Bakar Berdasarkan Kemiringan
15
karena dapat menciptakan kondisi kelembapan yang tinggi di permukaan tanah.
Berdasarkan kriteria dan karakteristik tanaman sekat bakar di atas, berikut beberapa jenis tanaman yang dapat dipertimbangkan sebagai tanaman sekat bakar.
Tabel 6. Jenis Tanaman Sekat Bakar.
Wibowo (2005) menjelaskan bahwa tanaman Laban (Vitex pubescens) merupakan jenis tanaman sekat bakar yang cukup baik di hutan alam dan tanaman Lamtoro (Leucaena glauca Bth) di hutan tanaman.
3.2.7 Kebutuhan Personil dan Sarana Prasarana
Perencanaan pembuatan sekat bakar tidak hanya terbatas pada tahapan waktu tetapi juga ketersediaan sumber daya. Sebagai panduan pemangku wilayah dalam pembuatan sekat bakar, perlu dibuat analisis kebutuhan sumberdaya meliputi jumlah personil serta jenis sarana dan prasarana yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan:
a. Rencana jenis sekat bakar. b. Panjang dan lebar sekat bakar
Tim pelaksanaan pembuatan sekat bakar sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. 1 (satu) orang yang memiliki kemampuan menggunakan GPS dan memahami teknik pemetaan.
b. Anggota tim yang lain memiliki kemampuan dan terlatih dalam menggunakan peralatan pembuatan sekat bakar (mekanis, semi mekanis dan manual).
c. Khusus dalam pembuatan Jalur Hijau, tim memahami metode silvikultur yang baik dan benar.
Pembuatan sekat bakar dapat dilaksanakan secara manual, mekanis, semi-mekanis dan kimia. Pemilihan sarana dan peralatan pembuatan sekat bakar mempertimbangkan aspek ekologi kawasan serta efisiensi dan efektifitas proses pembuatan sekat bakar.
3.3 Pelaksanaan
Tahapan pembuatan Sekat Bakar dijelaskan sebagai berikut:
a. Membuat akses jalan terhadap sekat bakar.
b. Pengkayaan tanaman disepanjang jalur sekat bakar dengan menggunakan tanaman sekat bakar dan tetap mempertimbangkan separasi vegetasi.
c. Melakukan separasi vegetasi untuk menghambat atau mengurangi potensi penjalaran api.
16
d. Membersihkan serasah dan atau material lain yang mudah terbakar dan atau material kering yang potensial sebagai agen penjalaran api.
3.4 Separasi Vegetasi. Separasi vegetasi adalah kegiatan untuk memisahkan vegetasi (pohon dan vegetasi bawah) yang ada di dalam jalur sekat bakar untuk mengurangi potensi penjalaran api secara vertical (kebakaran permukaan menjadi kebakaran tajuk) maupun penjalaran api secara horizontal. Separasi vegetasi dapat dilakukan melalui kegiatan pemangkasan (pruning) dan penjarangan (thinning). 3.4.1 Separasi Horizontal. Separasi horizontal dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut (Rigolot, Castelli, Cohen, Costa, & Duche, 2003): a. Ukuran tajuk individu atau kelompok semak/belukar selebar lebarnya 5
meter. b. Jarak horizontal tajuk terluar antara semak/belukar dan semak/belukar
lainnya adalah sama dengan ukuran tajuk terlebar dari semak/belukar yang berdekatan atau serendah-rendahnya 2 meter apabila tajuk terlebar semak belukar yang berdekatan kurang dari 2 meter.
c. Jarak horizontal tajuk terluar antara semak/belukar dengan pohon adalah 3
kali tinggi semak/belukar atau serendah-rendahnya 2 meter apabila nilai dari perkalian lebar tajuk semak/belukar kurang dari 2 meter.
3.4.2 Separasi Vertikal. Separasi Vertikal dilaksanakan melalui kegiatan pemangkasan vegetasi dengan ketentuan sebagai berikut:
D<5 meter
d1=D d1>2meter
ter
d2=3xH d2>2meter
ter
H
17
a. Sekurang-kurangnya 30% dari tinggi total pohon berdaun lebar. b. Serendah-rendahnya 2 meter apabila hasil persentasi sebagaimana huruf a
dan b kurang dari 2 meter.
Dikecualikan separasi vertikal untuk tanaman sekat bakar perdu dan LCC seperti: kaliandra, secang dan tanaman dengan karakteristik yang sama.
3.5 Pengendalian Erosi Tanah Dalam proses pembuatan sekat bakar perlu menerapkan pengendalian
erosi tanah meliputi: (Tasmanian Government, 2016):
1. Meminimalkan kerusakan tanah yang berlebihan 2. Menerapkan teknik pengendalian erosi yang baik seperti pembuatan saluran
air dan embung dengan mempertimbangkan kelas kepekaan erosi (erodibilitas) dan kemiringan tanah.
3. Mempertahankan jalur drainase alami 4. Menghindari gangguan pada arus/ aliran air atau sungai. 5. Menghindari areal yang potensial longsor.
3.6 Pemantauan dan Pemeliharaan
1. Pengecekan jalur sekat bakar yang telah ada secara berkala, khususnya saat
menjelang dan pada musim kemarau.
2. Pembersihan serasah dan atau material lain yang mudah terbakar dan atau
material kering yang potensial sebagai agen penjalaran api di jalur sekat
bakar dilakukan secara berkala. Teknik pembersihan serasah dapat
dilakukan melalui kegiatan pengangkutan dan pembuangan, dikuburkan
dalam tanah atau dicincang menjadi serpihan (Dennis, 2005).
3. Melakukan separasi vegetasi (Rigolot, Castelli, Cohen, Costa, & Duche, 2003).
18
BAB IV PERAN SERTA MASYARAKAT
Permasalahan utama pencegahan kebakaran hutan dan lahan adalah (a) perilaku pembukaan lahan dengan membakar; (b) keberagaman aktifitas sosial ekonomi yang rendah; dan (c) pemilik lahan berasal dari dalam dan luar desa sehingga kontrol sosial masyarakat desa menjadi rendah (PHKA-JICA, 2014). Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat di desa-desa rawan kebakaran dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas perencanaan dan tanggungjawab masyarakat desa atas lemahnya keterpaduan sosial, belum adanya tata kelola lahan, dan rendahnya kapasitas penganekaragaman ekonomi desa sebagai jaminan pencegahan kebakaran. Masyarakat sekitar hutan memiliki peran kunci dalam pengendalian kebakaran hutan, baik dalam pencegahan kebakaran, pemadaman kebakaran, maupun penanganan pasca kebakaran. Pembangunan sekat bakar sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan di Indonesia telah dilakukan di beberapa daerah dengan melibatkan masyarakat sekitar wilayah hutan. Peran serta masyarakat diperlukan dalam pembangunan sekat bakar untuk kegiatan sebagai berikut:
a. Perencanaan, berupa: informasi lokasi-lokasi rawan kebakaran, lokasi sekat bakar alami, lokasi penyiapan lahan, jenis-jenis tanaman lokal dan yang bermanfaat bagi masyarakat.
b. Pelaksanaan, baik dalam pembuatan jalur kuning maupun jalur hijau. c. Pemeliharaan sekat bakar jalur kuning dan jaur hijau. d. Pemantauan fungsi sekat bakar alami maupun buatan. e. Pemanfaatan hasil hutan non kayu dari tanaman sekat bakar.
Keterlibatan semua komponen masyarakat desa dalam pencegahan kebakaran diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan petani, memiliki kemampuan kelola dan pengawasan untuk menilai potensi, motivasi, dan kapabilitas kelompok tani, komunitas masyarakat peduli api, dll untuk mengambil keputusan secara mandiri dan bijak dalam pembukaan lahan tanpa bakar. Selain itu, pemberdayaan melalui pendampingan desa terpadu pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (PHKA-JICA, 2014). Beberapa upaya pencegahan kebakaran berbasis masyarakat/desa dalam pembuatan dan pemeliharaan sekat bakar yang telah dilakukan di Indonesia melalui metode pencegahan kebakaran secara partisipatif, antara lain: 1) FFPMP1 (Forest Fire Prevention Management Project 1) dengan upaya pengurangan
bahan mudah terbakar melalui uji coba pola IGB (integrated green belt) di daerah
penyangga Taman Nasional Berbak, Provinsi Jambi tahun 1997-1999. Pola IGB
dilakukan di areal rawa gambut dengan pembuatan parit/ kanal dan penanaman
pohon MPTS di sekeliling lahan tidur dan sawah. Parit yang berfungsi sebagai sekat
bakar dimaksudkan mencegah menjalarnya kobaran api karena genangan air dapat
mencegah tumbuhnya gulma dan air juga dapat mendinginkan bahan mudah
terbakar apabila terjadi kebakaran, sedangkan pohon MPTS (karet, buah-buahan,
dll) dimaksudkan untuk memberikan uang tunai sampingan.
2) FFPMP1 (Forest Fire Prevention Management Project 1) dengan upaya pengurangan
bahan mudah terbakar melalui uji coba pola teknologi pertanian lahan miring
19
(SALT-sloping agriculture technology) pada daerah penyangga hutan lindung dan
hutan produksi terbatas di Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat tahun
1999. Pola ini menerapkan sistem agroforestry alley cropping (penanaman
lorong/sela pagar tanaman). Tanaman jalur yang digunakan adalah polong-
polongan yang berfungsi sebagai pupuk diantara padi gogo.
3) Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) telah menandatangani nota kerja sama
dengan United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU) untuk kegiatan ‘’Tata Kelola
Hutan dan Lahan Gambut untuk Mengurangi Emisi di Indonesia melalui Kegiatan
Lokal (TEGAK)’’ di wilayah Kalimantan Tengah. Pembuatan sumur bor merupakan
salah satu solusi untuk mengantisipasi kebakaran lahan dan hutan gambut karena
mampu memenuhi fungsi pembasahan (rewetting) lahan gambut. Sumur bor yang
ditempatkan secara teratur dan dalam pola yang teratur mengikuti garis dalam
sekat bakar, akan mempermudah pembasahan gambut dan pencegahan kebakaran.
Sekat bakar ini sekaligus sebagai akses masuk ke lokasi karena sudah ditebas dan
ditanami dengan tanaman tahan api seperti Shorea Balangiran (Kahui),
Combretuscarpus Rotondatus (Tumih), dan jenis tanaman lokal lainnya yang
memiliki ketahanan terhadap api. Target dari program yang didukung
pendanaannya oleh ICCTF ini adalah membangun sebanyak 600 unit sumur bor,
menyediakan 60 pompa dan 12 unit alat pembuat sumur bor, membuat sekat bakar
dengan panjang maksimum 5.000 m dan lebar 4 m yang ditanami 30.000 tanaman
tahan api di wilayah Pulang Pisat, Kaliman,
4) Pada musim kemarau, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kerap terjadi di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Kejadian tersebut dapat merusak habitat flora dan fauna sehingga mengancam kelestariannya. Asap akibat karhutla juga merupakan penyebab polusi udara. Oleh karenanya perlu cara untuk menanganinya. Ya, sekat bakar. Pembuatan sekat bakar dilaksanakan pada 30 April sampai 14 Mei 2018 di Blok Batu Kuda, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kuningan yang melibatkan 8 Polisi Kehutanan dan 12 Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Padabeunghar.Sekat bakar sepanjang 5 km, lebar 4 m yang mengelilingi area pemulihan ekosistem seluas 60,2 ha dibuat dengan menggunakan cangkul dan parang. Kegiatan ini diharapkan dapat meminimalisir penyebaran api sehingga tidak meluas ke area lainnya. Sekat bakar memang upaya pencegahan karhutla yang dikerjakan oleh petugas. Namun masyarakat juga harus berperan aktif mencegah karhutla dengan tidak melakukan pembakaran untuk penyiapan lahan (TNGC, 2018)
5). Dalam rangka mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan Perum Perhutani KPH
Bojonegoro membuat sekat bakar (pemutus umpan api). Hal ini dilakukan serentak
di beberapa titik rawan terjadinya kebakaran di wilayah KPH Bojonegoro.
Pembuatan sekat bakar tersebut merupakan salah satu upaya dalam mengantisipasi
terjadinya kebakaran hutan. Pembuatan sekat bakar di sepanjang tepian jalan raya
dengan jarak 5 meter sampai dengan jarak 10 meter diharapkan dapat mencegah
terjadinya kebakaran hutan meluas. Salah satu penyebab sering terjadinya
kebakaran hutan umumnya diawali dari tepi jalan raya. Hal ini disebabkan karena
20
faktor ketidaksengajaan maupun faktor kesengajaan dari orang-orang yang tidak
bertanggungjawab dan tidak menyadari dampak kerugian yang diakibatkan.
6) Pemeliharaan sekat bakar adalah sebagai upaya untuk mengoptimalkan fungsi sekat
bakar yang ada guna pencegahan dan penanggulangan kebakaran agar tidak
menjalar lebih luas terutama untuk mencegah api menjalar ke dalam kawasan hutan
Taman Nasional Alas Purwo. Pemeliharaan Sekat Bakar ini melibatkan masyarakat
sekitar kawasan dan anggota MPA sebagai wujud dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat kontekstual. Masyarakat yang terlibat mayoritas adalah masyarakat
yang dulunya adalah pelaku pelanggaran pencari bambu di dalam kawasan hutan
TNAP. Sebagai konsekuensi penghentian aktivitas masyarakat tersebut, maka setiap
ada kegiatan dari TNAP yang melibatkan masyarakat harus mengikutkan mereka
sebagai kompensasinya.
Pemeliharaan sekat bakar yang dibuat adalah wilayah perbatasan antara hutan produksi Perum Perhutani dengan kawasan hutan TNAP. Bahan bakar yang mendominasi dan harus dibersihkan adalah serasah daun jati yang cukup tebal dan sangat rawan terbakar. Disamping itu ada beberapa lokasi yang tidak berbatasan langsung dengan hutan produksi, akan tetapi di daerah-daerah hutan bambu yang banyak aktivitas nelayan sandar dan biasanya mereka membuat perapian di pinggir pantai. Agar api tidak menjalar ke dalam kawasan hutan, maka harus dibuat sekat bakar pada lokasi tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan selama 10 hari dengan melibatkan masyarakat sejumlah 60 orang yang dibagi menjadi 3 tim.
7) TN Bromo Tengger 2012, Di lokasi Ranu Regulo Praktek dilakukan di daerah yang dekat dengan Areal Kebun Koleksi Tanaman Restorasi yaitu di bukit di sekitar Ranu Regulo yang berbatasan langsung dengan Blok Edelwis. Menurut Petugas TNBTS bahwa daerah tersebut agak rawan kebakaran karena banyak di tumbuhi pohon cemara. Pembuatan sekat bakar dilaksanakan oleh 40 orang anggota MPA, Hasilnya yaitu pembuatan sekat bakar sepanjang 60 Meter. Di Mororejo praktek pembuatan sekat bakar dilaksanakan di Areal CDM Sumitomo, areal ini banyak ditanami dengan jenis Acacia decurrens dan Cassuarina Junghuhniana. Sekat bakar dibuat dengan lebar 6 m sesuai dengan kontur.
8) Balai KSDA Jawa Tengah setiap tahun melaksanakan kegiatan pembuatan sekat bakar
guna mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan. Cagar alam seluas 30 Ha yang
didominasi tegakan Jati (Tectona grandis) ini pada musim kemarau rawan terjadi
kebakaran hutan, baik kebakaran yang berasal dari cagar alam sendiri, maupun
kebakaran yang berasal dari rembetan kebakaran di hutan produksi Perum
Perhutani yang berbatasan langsung dengan cagar alam. Pemeliharaan sekat bakar
yang telah dibuat sebelumnya dilakukan, karena biasanya sekat bakar yang dibuat
akan ditumbuhi kembali apabila telah turun hujan. Kegiatan pemeliharaan sekat
bakar melibatkan anggota Masyarakat Peduli Api (MPA) yang telah terbentuk di
Desa Cabak. Pelibatan masyarakat sekitar kawasan merupakan upaya BKSDA Jawa
Tengah selaku pemangku kawasan untuk merangkul masyarakat agar mereka
semakin peduli dan berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya konservasi.
21
Manfaat sekat bakar bagi masyarakat
1. Sekat bakar di lahan gambut berupa parit atau kanal yang disekat dapat
berfungsi sebagai kolam-kolam ikan/beje tempat masyarakat memelihara ikan
dan mengambil hasilnya untuk penghidupannya.
Sekat bakar berupa jalur vegetasi dapat dimanfaatkan masyarakat dari hasil non
kayunya, seperti buah pinang, buah pisang, buah nenas, buah kopi, aren.
Tanaman kaliandra, tanaman kacang-kacangan sebagai sekat bakar dapat
dimanfaatkan bunganya sebagai pakan lebah madu. Masyarakat sekita dapat
memelihara lebah madu dan menjadikannya sebagai sumber penghidupan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Dennis, F. C. (2005). Fuelbreak Guidelines for Forested Subdivisions & Communities. Colorado:
Colorado State Forest Service. Dipetik 1 Juli 2019, dari
https://mountainscholar.org/handle/10217/45082
Mooney, C. (2010). Fuelbreak Effectiveness in Canada’s Boreal Forests: A Synthesis of Current
Knowledge. Vancouver: FPInnovations. Dipetik 6 Mei 2019, dari
http://wildfire.fpinnovations.ca/74/FuelbreakEffectivenessFinalReport.pdf
Rigolot, E., Castelli, L., Cohen, M., Costa, M., & Duche, Y. (2003). Recommendations for Fuel-Break
Design and Fuel Management at the Wildland Urban Interface: An Empirical Approach in
South Eastern France. International Workshop, Forest Fires in the Wildland-Urban
Interface and Rural Areas in Europe: An Integral Planning and Management Challenge,
May 15&16, (hal. 131-139). Athens, Greece. Dipetik 11 Juli 2019, dari
http://www.fria.gr/WARM/chapters/warmCh16Rigolot.pdf
Sumantri. (2019). Sekat Bakar. Materi Presentasi Rapat Pembahasan Penyusunan NSPK Sekat
Bakar di Kawasan Hutan, 10 Maret 2019. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan.
Tasmanian Government. (2016). Fuel Break Guidelines: Guidlines for The Design of Fuel Breaks in
Urban-rural Interface. Hobart Tasmania: Tasmania Fire Service.
The Natural Resources Conservation Service ( NRCS ). (2007). Fuelbreak. Natural Resources
Conservation Service Conservation Practice Standard 383-1. Dipetik 3 Mei 2019, dari
http://cemendocino.ucanr.edu/files/17263.pdf
Wibowo, A. (2005). Kerawanan Hutan Tanaman Campuran Terhadap Kebakaran dan Pemilihan
Jenis Tanaman Sekat Bakar Di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Bayah, Banten.
Bogor: Badan Litbang Kehutanan.
23
Lampiran Pedoman Teknis Pembuatan Sekat Bakar di Kawasan Hutan
Jenis-Jenis Flora Tanaman Sekat Bakar
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
1 Cemara gunung
Casuarina junghuhniana Miquel
Casuarinaceae Pinyopusarerk, K., 1997. Casuarina junghuhniana Miquel. In: Faridah Hanum, I & van der Maesen, L.J.G. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 11: Auxiliary plants. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Termasuk tanaman pionir dan cepat tumbuh
Pohon dewasa tahan terhadap api dan memiliki kemampuan berterubus yang cepat setelah terbakar.
Termasuk tanaman yang cocok untuk kegiatan rehabilitasi
2 Jerukan Siphonodon celastrineus
Celasteraceae Ban, N.T., 1998. Siphonodon Griffith. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Kanopi lebar serta tinggi pohon dapat mencapai 15-30 meter
Tahan terhadap api namun bersifat intoleran
Jenis ini dapat dapat diperbanyak melalui biji
3 Kipait Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray
Compositae Sosef, M.S.M. & van der Maesen, L.J.G., 1997. Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray. In: Faridah Hanum, I & van der Maesen, L.J.G. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 11: Auxiliary plants. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Jenis tanaman berbunga
Sebagai pengendali erosi, bahan pupuk, tanaman hias, tanaman sekat bakar, dan sebagai tanaman pagar
Toleran terhadap panas dan kering
24
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
4 Benuang Octomeles sumatrana
Datiscaceae Hildebrand, J.W., Boer, E., Laming, P.B. & Fundter, J.M., 1995. Octomeles Miq.. In: Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and Wong, W.C. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(2): Timber trees; Minor commercial timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tahan terhadap api Tanaman cepat
tumbuh dan selalu hijau (evergreen)
Tinggi pohon dapat mencapai 62 meter
5 Buni Antidesma L Euphorbiaceae Sambas, E.N. & Sosef, M.S.M., 1998. Antidesma L.. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tumbuh di tempat yang terbuka
Tanaman yang tahan api
Memiliki tajuk yang rapat
6 Sasah Aporusa Euphorbiaceae Thin, N.N. & On, T.V., 1998. Aporosa Blume. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Relatif tahan terhadap api
7 Asam gunung
Aporosa Cleistanthus sp
Euphorbiaceae Thin, N.N. & On, T.V., 1998. Aporosa Blume. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and
Tahan terhadap api Daun relatif tebal
25
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
8 Rumput Rhodes
Chloris gayana Kunth
Graminae Mannetje, L.'t & Kersten, S.M.M., 1992. Chloris gayana Kunth. In: Mannetje, L.'t and Jones, R.M. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 4: Forages. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tahan terhadap api namun tidak toleran terhadap naungan.
Dapat digunakan sebagai tanaman cover crop
9 Rumput Paspalum
Paspalum plicatulum Michaux
Graminae Mannetje, L.'t & Kersten, S.M.M., 1992. Paspalum plicatulum Michaux. In: Mannetje, L.'t and Jones, R.M. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 4: Forages. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tahan terhadap api dan kekeringan
Intoleran terhadap cahaya
10 Akar wangi Vetiveria zizanioides (L.) Nash
Graminae de Guzman,C.C. & Oyen, L.P.A., 1999. Vetiveria zizanioides (L.) Nash. In: L.P.A. Oyen and Nguyen Xuan Dung (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 19: Essential-oil plants. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tahan terhadap api
26
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
11 Kasiebranah
Rhodoleia championi
Hamamelidaceae
Boer, E. & Sosef, M.S.M., 1998. Rhodoleia Champion ex Hook.. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Dapat digunakan sebagai tanaman sekat bakar
Tanaman selalu hijau (evergreen)
Tinggi mencapai 12 meter
12 Medang Cinnamomum spp
Lauraceae Ibrahim bin Jantan , Wiselius, S.I., Lim, S.C. & Sosef, M.S.M., 1995. Cinnamomum Schaeffer. In: Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and Wong, W.C. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(2): Timber trees; Minor commercial timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Dapat berterubus setelah terbakar
Tanaman selalu hijau (evergreen)
13 Akasia Acacia oraria
leguminosae Timor Sebagai tanaman pelindung tanah
Sebagai tanaman sekat bakar pada areal savana
14 Kupu-Kupu Bauhinia malabarica
leguminosae Samsoedin, I., 1998. Bauhinia L.. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tahan terhadap api Tumbuh tersebar
secara alami di padang rumput yang terbakar
27
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
15 Kaliandra Calliandra calothyrsus
leguminosae Wiersum, K.F. & Rika, I.K., 1997. Calliandra calothyrsus Meisner. In: Faridah Hanum, I & van der Maesen, L.J.G. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 11: Auxiliary plants. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Cocok sebagai tanaman sistem pertanaman lorong (agroforestri)
Cocok sebagai tanaman sekat bakar
16 Orok-Orok Crotalaria alata Buch.-Ham. ex D. Don
leguminosae Sosef, M.S.M. & van der Maesen, L.J.G., 1997. Crotalaria alata Buch.-Ham. ex D. Don. In: Faridah Hanum, I & van der Maesen, L.J.G. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 11: Auxiliary plants. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Toleran terhadap api dan naungan
Memiliki sistem perakaran yang dalam
17 Pereng Dichrostachys cinerea
leguminosae Sasmitamihardja, D., 1998. Dichrostachys (DC.) Wight & Arn.. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tahan terhadap api Tidak toleran
terhadap tanah yang jenuh air
18 Dadap Erythrina poeppigiana (Walpers) O.F. Cook
leguminosae Oyen, L.P.A., 1997. Erythrina poeppigiana (Walpers) O.F. Cook. In: Faridah Hanum, I
Tahan terhadap api Sebagai pengontrol
kebakaran
28
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
& van der Maesen, L.J.G. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 11: Auxiliary plants. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
19 Gamal Gliricidia sepium (Jacq.) Kunth ex Walp.
leguminosae Wiersum, K.F. & Nitis, I.M., 1992. Gliricidia sepium (Jacq.) Kunth ex Walp.. In: Mannetje, L.'t and Jones, R.M. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 4: Forages. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Dapat berterubus kembali setelah terbakar
20 Lamtoro Leucaena leucocephala (Lamk) de Wit
leguminosae Jones, R.J., Brewbaker, J.L. & Sorensson, C.T., 1997. Leucaena leucocephala (Lamk) de Wit. In: Faridah Hanum, I & van der Maesen, L.J.G. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 11: Auxiliary plants. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Termasuk tanaman pagar, sekat bakar, serta pohon naungan untuk tanaman kopi dan coklat.
Sebagai tanaman penyangga untuk tanaman merambat.
21 Tembesu Fagraea fragrans
Loganiaceae Hildebrand, J.W., Boer, E., Martawijaya, A., Fundter, J.M. & Sosef, M.S.M., 1995. Fagraea Thunb.. In: Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and Wong, W.C. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(2): Timber trees;
Sebagai tanaman yang tahan api dan bersifat intoleran terhadap cahaya
Dapat tumbuh di berbagai jenis tanah
29
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
Minor commercial timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
22 Bungur Lagerstroemia
Lythraceae Alonzo, D.S., 1998. Lagerstroemia L.. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Cukup tahan terhadap api
23 Kayu Putih Melaleuca cajaputi
Myrtaceae Tahan terhadap api
Toleran terhadap paparan angin
Tidak toleran terhadap kondisi tanah jenuh salinitas
24 Jambu-jambuan
Syzygium buettnerianum (K. Schumann) Niedenzu, Syzygium claviflorum (Roxb.) A.M. Cowan & J.M. Cowan, Syzygium fastigiatum (Blume) Merr. & Perry, Syzygium grande (Wight) Walp., Syzygium longiflorum K.
Myrtaceae Haron, N.W., Laming, P.B., Fundter, J.M. & Lemmens, R.H.M.J., 1995. Syzygium Gaertner. In: Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and Wong, W.C. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(2): Timber trees; Minor commercial timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Beberapa jenisnya ditanam sebagai tanaman hias
Dapat digunakan sebagai tanaman sekat bakar
30
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
Presl, Syzygium nervosum DC., Syzygium polyanthum (Wight) Walp., Syzygium syzygioides (Miq.) Merr. & Perry.
25 Pelawan Tristaniopsis sp
Myrtaceae Boer, E. & Lemmens, R.H.M.J., 1998. Tristaniopsis Brongn. & Gris. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Di Sulawesi, jenis ini ditanam sebagai sekat bakar pada hutan tanaman pinus
26 Jamuju Dacrycarpus imbricatus
Podocarpaceae Sunarno, B., Boer, E., Ilic, J. & Sosef, M.S.M., 1995. Dacrycarpus (Endl.) de Laubenf.. In: Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and Wong, W.C. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(2): Timber trees; Minor commercial timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tanaman yang paling tahan terhadap api
Tumbuh di hutan alam Pulau Jawa
27 Katilayu Lepisanthes Sapindaceae Boer, E. & Sosef, M.S.M., 1998. Lepisanthes Blume. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant
Jenis semak atau pohon kecil yang bersifat selalu hijau (evergreen)
Memiliki tinggi 2-3 meter
31
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
28 Bayur Pterospermum lanceaefolium Roxb.
sterculiaceae Boer, E. & Lemmens, R.H.M.J., 1998. Pterospermum Schreb.. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Dapat bertrubus kembali setelah terbakar.
Bersifat cepat tumbuh dan bergantung terhadap cahaya.
Dapat mencapai tinggi 13 m dan diameter 21,5 cm
Tanaman yang bersifat menggugurkan daun atau selalu hijau (evergreen) tergantung pada kondisi lingkungannya
29 Puspa Schima walichii
Theaceae Boer, E. & Sosef, M.S.M., 1998. Schima Reinw. ex Blume. In: Sosef, M.S.M., Hong, L.T. and Prawirohatmodjo, S. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(3): Timber trees; Lesser-known timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Tanaman yang mudah bertrubus
Cukup tahan terhadap api pada saat tanaman berumur 5 tahun
30 Kayu pinang Pentace burmanica Kurz, Pentace laxiflora Merr., Pentace polyantha Hassk.,
Tilliaceae Phengklai, C., Miller, R.B. & Sosef, M.S.M., 1995. Pentace Hassk.. In: Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and Wong, W.C. (Editors): Plant Resources of
Tanaman selalu hijau (evergreen)
Tinggi dapat mencapai 30-40 meter
Termasuk tanaman pioner
32
No Nama Lokal
Nama Latin
Famili Pustaka Keterangan
Pentace triptera Masters.
South-East Asia No 5(2): Timber trees; Minor commercial timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
31 Laban Vitex altissima L.f., Vitex cofassus Reinw. ex Blume, Vitex glabrata R.Br., Vitex parviflora A.L. Juss., Vitex pinnata L., Vitex quinata (Lour.) F.N. Williams.
Verbenaceae Sunarno, B., Lemmens, R.H.M.J., Sulaiman, A.b., 1995. Vitex L.. In: Lemmens, R.H.M.J., Soerianegara, I. and Wong, W.C. (Editors): Plant Resources of South-East Asia No 5(2): Timber trees; Minor commercial timbers. PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia. Database record: prota4u.org/prosea
Cukup tahan terhadap api.
Dapat dijadikan tanaman sekat bakar
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
TAHUN 2019
PUSAT KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN SEKRETARIAT JENDERAL
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN JAKARTA, 2019
Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai 2 Jalan Gatot Subroto - Jakarta 10270 Telp.021 – 57902964 – ext. 705 Fax: 021 – 57902944 Email : [email protected]