PEDOMAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT - core.ac.uk · Pratikum Teknologi Hasil Laut merupakan...
Transcript of PEDOMAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT - core.ac.uk · Pratikum Teknologi Hasil Laut merupakan...
PEDOMAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh :
Dr. A. Rika Pratiwi. M.Si
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
2
KATA PENGANTAR
Pratikum Teknologi Hasil Laut merupakan kegiatan lebih jauh dari sekedar teori
tentang hasil laut. Buku petunjuk praktikum ini diharapkan dapat membantu
mahasiswa melakukan kegiatan praktikum. Dalam kesempatan ini kami ucapkan
terimakasih kepada mahasiswa (Caesar July F., Theresia Gilang A., Clamentia
Caroline E. P., Prisca Hardipramesti, Anindita Putri, Robby Chaniago,
Margaretha Erica, dan Ichlasia Ainul F.) sebagai asisten dalam pelaksanaan
kegiatan pratikum teknologi hasil laut pada semester ganjil tahun ajaran
2016/2017.
Saran dan masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan buku petunjuk
pratikum ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat.
Semarang, 7 Oktober 2016
Penyusun
Dr. A. Rika Pratiwi. M.Si
3
TATA TERTIB
PRATIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT
1. Praktikan wajib datang 15 menit sebelum pratikum dimulai.
2. Praktikan wajib mengenakan jas laboratorium dan membawa segala keperluan
pratikum untuk/selama pratikum.
3. Praktikan wajib telah memahami benar prosedur kerja yang akan dilaksanakan waktu
pratikum.
4. Praktikan tidak boleh menggunakan handphone, makan, minum atau merokok selama
pratikum di dalam laboratorium.
5. Praktikan tidak dibenarkan keluar dari laboratorium tanpa sepengetahuan dan seizin
asisten. Dalam hal ini praktikan tidak boleh keluar laboratorium secara rombongan
(maksimal 2 orang).
6. Praktikan bertanggung jawab penuh atas kebersihan, keutuhan, dan keamanan barang-
barang inventaris laboratorium.
7. Praktikan bertanggung jawab atas keselamatan diri sendiri, dan orang lain yang ada
didalam laboratorium.
8. Praktikan bertanggung jawab penuh atas keamanan barang-barang berharga milik
pribadi (Handphone, uang, dll).
9. Toleransi keterlambatan pratikum HANYA 15 menit dengan konsekuensi TIDAK
DIPERBOLEHKAN mengikuti kuis dengan materi pada hari itu.
10. Keterlambatan LEBIH DARI 15 menit, tidak diperbolehkan membuat laporan pratikum
dan mendapat nilai 0 untuk materi hari itu.
11. Praktikan yang tidak mengikuti pratikum dengan alasan tidak jelas konsekuensi sama
dengan no. 10
12. Praktikan yang berambut panjang diharuskan mengikat rambutnya selama mengikuti
praktikum.
13. Jika praktikan tidak dapat mengikuti pratikum dengan alasan benar-benar mendesak,
dapat diterima dan masuk akal, maka praktikan wajib memberitahu asisten dosen,
minimal 1 hari sebelumnya.
14. Peraturan-peraturan lain yang belum tercamtum akan disampaikan secara lisan oleh
asisten pada saat pelaksaan pratikum.
4
PLAGSCAN PLAGIARISM SCANNER PROGRAM
(untuk laporan utama Praktikum THL)
Cara Masuk Software Plagscan:
> https://www.plagscan.com
> create account
>buat username & password masing2 (sign in)
>software
PERHATIAN: yang di scan ke Plagscan hanya bagian hasil pengamatan, pembahasan,
dan kesimpulan saja.
Cara memasukkan dokumen untuk di scan prosentase plagiasi-nya:
>masuk ke https://www.plagscan.com
>tulis username & password yang sudah dibuat (log in)
>klik upload
>masukkan dokumen yang diinginkan
>klik SCAN
>simpan laporan hasil scanner
>print, lampirkan dalam laporan
(prosentase plagiasi, pembahasan, dan kesimpulan)
>plagiasi max. 20%
5
DAFTAR ISI
I. Chitin & Chitosan.......................………………………………………………… 8
Penanggung jawab materi : Caesar July F.P. & Robby Chaniago
II. Kecap Ikan .........…………….…………………………………………………....11
Penanggung jawab materi : Margaretha Erica
III. Produk Surimi..........................................………….……………………………...14
Penanggung jawab materi : Theresia Gilang A.
IV. Isolasi dan Pembuatan Powder Fikosianin : Pewarna alami dari “blue green
Spirulina”........................................…………………………………………….....17
Penanggung jawab materi : Ichlasia Ainul F. & Anindita Putri A.
V. Ekstraksi Karagenan………...…………..…………………………………………20
Penanggung jawab materi : Prisca Hardipramesti & Clamentia Caroline E. P.
5
JADWAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT
Semester Ganjil 2014 / 2015
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
10 Okt 11 Okt 12 Okt 13 Okt 14 Okt 15 Okt
-
Surimi A Kecap A Kitin Kitosan A
Kitin Kitosan A Peng Surimi A
-
Mikroalga A Kitin Kitosan A Karagenan A
Peng Karagenan A Peng Kitin Kitosan A Peng Mikroalga A Kecap A
Gilang-Tata-July Robby-Gilang-
Nindi
Ichlas-Nindi-
Prisca-July
Alin-Robby-Ichlas-
Tata
17 Okt 18 Okt 19 Okt 20 Okt 21 Okt 22 Okt
Surimi B Kecap B Kitin Kitosan B
- Kitin Kitosan B Peng Surimi B
Mikroalga B Kitin Kitosan B Karagenan B
Peng Karagenan B Peng Kitin
KitosanB Peng Mikroalga B Kecap B
-
Gilang-Tata-Robby July-Gilang-Ichlas Ichlas-Nindi-Alin-
Robby
Prisca-July-Nindi-
Tata
24 Okt 25 Okt 26 Okt 27 Okt 28 Okt 29 Okt
Surimi C Kecap C Kitin Kitosan C
Kitin Kitosan C Peng Surimi C
Mikroalga C Kitin Kitosan C Karagenan C
Peng Karagenan C Peng Kitin Kitosan
C Peng Mikroalga C Kecap C
Surimi D Kecap D Kitin Kitosan D
-
Gilang-Tata-July
Robby-Gilang-
Nindi
Ichlas-Nindi-
Prisca-July
Alin-Robby-Ichlas-
Tata
Gilang-Tata-July
6
31 Okt 1 Nov 2 Nov 3 Nov 4 Nov 5 Nov
Kitin Kitosan D Peng Surimi D
Mikroalga D Kitin Kitosan D Karagenan D
Peng
KaragenanD Peng Kitin
KitosanD Peng Mikroalga D Kecap D
Surimi E Kecap E Kitin Kitosan E
Kitin Kitosan E Peng Surimi E
-
July-Gilang-Ichlas Ichlasi-Nindi-
Alin-Robby
Prisca-July-Nindi-
Tata Gilang-Tata-July Robby-Gilang-Nindi
7 Nov 8 Nov 9 Nov 10 Nov 11 Nov 12 Nov
- Mikroalga E Kitin Kitosan E Karagenan E
Peng Karagenan
E Peng Kitin Kitosan
E Kecap E
Surimi F Kecap F Kitin Kitosan F
Kitin Kitosan F Peng Surimi F
-
Ichlas-Nindi-
Prisca-July
Alin-Robby-Ichlas-
Tata Gilang-Tata-Robby July-Gilang-Ichlas
14 Nov 15 Nov 16 Nov 17 Nov 18 Nov 19 Nov
Mikroalga F Kitin Kitosan F Karagenan F
Peng Karagenan
F Peng Kitin
Kitosan F Kecap F
Ichlas-Nindi-Alin-
Robby
Prisca-July-
Nindi-Tata
NB: judul praktikum yang diberi tanda bold materi kuis
7
KETERANGAN PRATIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Penilaian Pratikum
Laporan : 40%
Responsi : 40%
Kuis : 10%
Keaktifan : 10%
Penilaian Laporan Resmi
Hasil Pengamatan 25
Pembahasan 50
Kesimpulan 15
Daftar Pustaka 10
Catatan :
Pembahasan WAJIB membahas 5 jurnal internasional minimal 2009
Praktikan WAJIB mengumpulkan diagram alir cara kerja sesuai praktikum yang
dilakukan pada hari itu, dan dikumpulkan maksimal pukul 12.00 WIB
Pengumpulan laporan resmi 8 hari setelah ACC laporan sementara pada pukul 12.00 WIB.
8
CHITIN & CHITOSAN
1. PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan chitin dan chitosan dari limbah
crustaceans sehingga dihasilkan value-added by product dengan berbagai perlakuan
konsentrasi larutan asam basa. Pengamatan dilakukan terhadap karakteristik produk yang
dihasilkan berupa rendemen.
1.2. Tinjauan Pustaka
Dalam industri pengolahan crustacea ada dua jenis limbah yang dihasilkan. Pertama adalah
limbah cair yang berupa suspensi air dan kotoran serta yang kedua, limbah padat yang berupa
kulit, kepala, dan juga kaki. Bila limbah cair bisa diatasi dengan waste water treatment, maka
penanganan limbah padat terbaik dapat dilakukan dengan memanfaatkannya menjadi produk
lanjut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (value-added by product) seperti chitin, tepung
ikan dan flavor udang. Limbah crustacean merupakan sumber yang kaya akan chitin yaitu
sekitar kurang lebih 25-30% dari berat kering untuk rajungan dan 30-40% untuk udang. Kulit
udang yang merupakan sumber kitin yang mengandung 15-20% kitin, 25-40% protein, dan 45-
50% kalsium karbonat (Mangranov, 2003).
Chitin merupakan polimer berantai panjang yang tersusun atas monomer 2-asetamida-2-
deoksi-D-glukosa yang terangkai oleh ikatan glikosik pada posisi ß 1-4.Polimer ini dapat
diekstrak dari kulit atau eksoskeleton Arthropoda seperti crustacea dan insecta. Kitin adalah
bentuk polisakarida yang sangat melimpah di alam yang dapat ditemukan dalam komponen
struktural eksoskeleton dari insecta dan crustacea, dalam dinding sel jamur (30-60%), kulit
kerang, paruh burung, serta tulang rawan (bagian tengah) dari cumi-cumi (Peter, 1995 dan
Suhardi et al., 1992). Kitin dapat dibedakan atas susunan rantai molekul yang menyusun
kristalnya yaitu α-kitin (rantai antipararel), β-kitin (rantai pararel), dan γ-kitin (rantai
campuran) (Abun et al.,(2007).Karaterisitik dari kitin yaitu berwarna putih, keras, tidak elastis,
tidak larut air (Purwaningsih, 1994).
Sedangkan chitosan merupakan produk dari deasetilasi chitin melalui proses kimia
menggunakan enzim chitin diacetylase (Rismana,2001). Unit penyusun chitosan merupakan
disakarida (1-4)-2-amino-2-deoksi-α-D-glukosa yang saling berikatan beta (Angka
9
&Suhartono, 2000). Karateristik dari kitosan yaitu berbentuk padatan amorf, berwarna putih
dengan struktul kristal yang tetap dari bentuk awal kitin murni.
Salah satu cara untuk mendegradasi ikatan khitin-protein-mineral dari limbah udang dapat
dilakukan secara kimiawi yaitu dengan larutan basa dan asam. Larutan basa dan asam yang
digunakan adalah larutan basa NaOH hingga konsentrasi 6% dan asam encer seperti HCl dan
H2SO4.Proses ini bertujuan untuk ekstraksi protein dan penghilangan mineral seperti kalsium
karbonat dan kalsium fosfat. Kandungan protein yang terikat dalam khitin tersebut bisa
mencapai 50-95% dan kalsium karbonatnya sampai 15-30% (Foster dan Webber, 1960; Walton
dan Blackwell, 1973)
Teknologi pengolahan chitin dan chitosan dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut
1. Demineralisasi
Bertujuan untuk penghilangan mineral. Bagian cangkang umumnya mengandung banyak
sekali kalsium sehingga harus dihilangkan terlebih dahulu. Limbah cangkang udang dicuci
dengan air mengalir dan dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering, kemudian dicuci
di dalam air panas dua kali lalu direbus selama 10 menit. Tiriskan dan keringkan. Bahan yang
sudah kering lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh. Kemudian dicampur
asam klorida dengan perbandingan 10:1 lalu diaduk merata sekitar 1 jam. Biarkan sebentar,
kemudian panaskan pada suhu 90oC selama 1 jam. Residu berupa padatan dicuci denagn air
sampai pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam atau
dijemur sampai kering.
2. Deproteinasi
Umumnya protein yang terkandung dalam limbah ini masih cukup tinggi (30%). Proses
penghilangan protein dilakukan dengan larutan sodium hidroksida (NaOH 3,5%) dengan
perbandingan antara pelarut dan cangkang udang 6:1. Aduk sampai merata sekitar 1 jam.
Selanjutnya biarkan sebentar, lalu dipanaskan pada suhu 90oC selama 1jam. Larutan lalu
disaring dan didinginkan sehinggadiperoleh residu padatan yang kemudian dicuci dengan air
sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering.
3. Deasetilasi chitin menjadi chitosan
Kitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (NaOH) 50% dengan perbandingan
20:1 (pelarut dibanding kitin). Aduk sampai merata selama 1 jam dan biarkan sekitar 30 menit,
lalu dipanaskan selama 90 menit dengan suhu 140oC. Larutan kemudian disaring untuk
10
mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian denagn air sampai pH netral,
kemudian dikeringkan dengan oven suhu 70oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering.
Bentuk akhir kitosan bisa berbentuk serbuk maupun serpihan.
2. MATERI DAN METODE
2.1. Materi
Alat–alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah antara lain oven, blender, ayakan,
peralatan gelas. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah limbah udang, HCl
0,75 N, HCl 1 N, HCl 1,25 N, dan NaOH 3,5%, NaOH 40%, 50% dan 60%.
2.2. Metode
2.2.1. Demineralisasi
Limbah udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan, lalu dicuci dengan air panas 2 kali
dan dikeringkan kembali. Kemudian dihancurkan hingga menjadi serbuk dan diayak dengan
ayakan 40-60 mesh, lalu dicampur dengan HCl (10:1) untuk
Kelompok 1 dan 2 HCl 0,75 N;
Kelompok 3 dan 4 HCl 1 N;
Kelompok 5 HCl 1,25 N, kemudian dipanaskan dan diaduk pada suhu 90oC selama 1 jam,
dicuci sampai pH netral, lalu dikeringkan suhu 80oC selama 24 jam.
2.2.2. Deproteinasi
Hasil (tepung) dari proses demineralisasi kemudian dicampur NaOH (6:1), lalu diaduk selama
1 jam dan dipanaskan pada suhu 90oC selama 1 jam. Setelah itu disaring dan didinginkan.
Residu dicuci sampai pH netral dan dikeringkan suhu 80oC selama 24 jam dihasilkan chitin.
2.2.3. Deasetilasi
Chitin ditambahkan NaOH (20:1) untuk
Kelompok 1 dan 2 NaOH 40%;
Kelompok 3 dan 4 NaOH 50%;
Kelompok 5 NaOH 60%, kemudian sambil diaduk 1 jam dan didiamkan 30 menit, lalu
dipanaskan pada suhu 90oC selama 60 menit, kemudian disaring dan residu dicuci sampai pH
netral, kemudian dioven suhu 70oC selama 24 jam dan dihasilkan chitosan
11
3. TABEL PENGAMATAN
Kelompok Perlakuan Rendemen kitin
I (%)
Rendemen kitin II
(%)
Rendemen kitosan
(%)
1
2
3
4
5
11
KECAP IKAN
1. PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan kecap ikan dengan cara
enzimatis. Enzim proteolitik berupa papain berbagai konsentrasi digunakan dalam praktikum
ini untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik kecap ikan yang dihasilkan ditinjau
dari segi rasa, aroma dan warna.
1.2. Tinjauan Pustaka
Kecap ikan (fish sauce) merupakan produk hasil hidrolisa ikan, baik dengan cara fermentasi
(garam), secara enzimatis maupun kimiawi. Kecap berupa cairan jernih berwarna coklat yang
mempunyai bau dan rasa yang khas serta banyak mengandung nitrogen terlarut dan
garam. Kecap ikan biasanya digunakan sebagai bumbu untuk memasak, pencelupan seafood,
dan makanan orang Timur, dibuat oleh nelayan sepanjang negara Asean. Nama kecap ikan di
negara-negara Asean juga berbeda (Indonesia : kecap; Thailand : nam pla, Filipina : patis;
Jepang : shottsuru, dan Vietnam : nước mắm). Kecap ikan hanya ada satu macam yaitu kecap
asin. Berbeda dengan kecap manis yang bahan bakunya berasal dari kedelai yang
difermentasikan, kecap asin umumnya terbuat dari bahan hewani seperti ikan, udang dan
daging yang telah diproses sedemikian rupa sehingga berbentuk lebih encer daripada kecap
manis (Astawan & Astawan, 1991). Kualitas kecap ikan ini sangat ditentukan oleh jumlah
penggunaan garam dan lamanya proses fermentasi (Afrianto & Liviawaty, 1989)
Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan menggarami ikan yang telah
dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat selama 3 sampai beberapa
bulan. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring untuk mendapatkan kecap ikan bebas
ampas, lalu dikemas dalam botol steril dan dipasteurisasi. Selama proses fermentasi terjadi
hidrolisis jaringan ikan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam
lingkungan kadar garam yang tinggi. Peran enzim-enzim ini adalah sebagai pemecah ikatan
polipeptida-polipeptida menjadi ikatan yang lebih sederhana.
12
Pembuatan kecap ikan secara tradisional relatif memerlukan waktu yang panjang.
Mikroorganisme penghasil enzimprotease memerlukan waktu adaptasi yang cukup lama untuk
dapat hidup dalam keadaan lingkungan berkadar garam tinggi dan kondisi abnormal lainnya.
Rekayasa penambahan enzim proteolitik sebelum fermentasi dapat mempersingkat waktu
pembuatan kecap ikan.Dalam hal ini tidak diperlukan lagi waktu adaptasi mikroorganisme
untuk menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis protein. Fermentasi secara enzimatis ini
dapat dilakukan dengan menggunakan enzim protease seperti bromelin (yang diperoleh dari
parutan buah nanas muda) dan papain (diperoleh dari getah buah papaya muda). Kedua enzim
protease tersebut mampu menguraikan protein menjadi beberapa komponen seperti pepida,
peptone dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan rasa yang khas (Astawan &
Astawan, 1988).Meskipun waktu yang dibutuhkan lebih singkat dengan nilai protein yang lebih
tinggi namun kecap ikan yang dihasilkan memiliki aroma dan warna yang jauh berbeda dari
kecap ikan yang dibuat secara tradisional.
2. MATERI DAN METODE
2.1. Materi
Bahan : tulang dan kepala ikan, enzim papain komersial, garam, gula kelapa dan bawang putih
Alat : blender, pisau, botol, toples, panci, kain saring, pengaduk kayu
2.2. Metode
o Tulang dan kepala ikan yang sudah dihancurkan sebanyak 50gram dimasukkan ke dalam
wadah fermentasi (toples) berisi 250 ml air.
o Enzim papain ditambahkan dengan konsentrasi 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1%
o Diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari.
o Hasil fermentasi disaring, filtrat direbus sampai mendidih selama 30 menit. Selama
perebusan dilakukan penambahan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan (50 gram bawang
putih, 50 gram garam, 1 butir gula kelapa)
o Setelah mendidih dan agak dingin, kemudian dilakukan penyaringan kedua.
o Dilakukan pengamatan secara sensoris yang meliputi warna, rasa dan aroma.
13
3. HASIL PENGAMATAN
Kelompok Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)
1
2
3
4
5 Keterangan :
Warna : Aroma :
+ = tidak coklat gelap + = sangat tidak tajam
++ = kurang coklat gelap ++ = kurang tajam
+++ = agak coklat gelap +++ = agak tajam
++++ = coklat gelap ++++ = tajam
+++++ = sangat coklat gelap +++++ = sangat tajam
Rasa : Penampakan
+ = sangat tidak asin + = sangat cair
++ = kurang asin ++ = cair
+++ = agak asin +++ = agak kental
++++ = asin ++++ = kental
+++++ = sangat asin +++++ = sangat kental
14
SURIMI
1. PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan surimi sebagai salah satu
alternatif produk “perantara” dalam industri pengolahan ikan.
1.2. Tinjauan Pustaka
Surimi merupakan produk hasil olahan ikan yang menjadi sangat popular di Indonesia.Surimi
atau “daging ikan lumat” dibuat dari daging ikan giling yang telah diekstraksi dengan air dan
diberi bahan anti denaturasi protein.Bisa dikatakan produk ini merupakan produk antara karena
merupakan bahan dasar pembuatan sosis atau nugget ikan.Ada 2 jenis surimi, yang disebut mu-
en surimi, yaitu surimi tanpa penambahan garam dan ka-en surimi, yaitu surimi dengan
penambahan garam pada konsentrasi tertentu.
Bahan ikan yang digunakan harus bermutu baik ditinjau dari tingkat kesegaran dan pH serta
sebaiknya menggunakan ikan dengan kadar lemak yang rendah. Faktor-faktor ini sangat
berpengaruh terhadap elastisitas, gelatinisasi serta umur simpan produk.
Pada prinsipnya proses pembuatan surimi ada 4 tahapan yaitu pencucian daging ikan,
penggilingan, pengemasan dan pembekuan. Pencucian ikan dilakukan dengan air bersuhu
rendah (bisa menggunakan air es) untuk meminimalisir kerusakan dan diulang selama beberapa
kali. Penggilingan pun sebaiknya dilakukan menggunakan tipe penggiling dingin, dan
ditambahkan bahan krioprotektan (bahan anti denaturasi protein terhadap pembekuan) seperti
gula sukrosa, dekstrosa atau sorbitol dan juga bahan pengikat seperti pati. Adonan surimi
selanjutnya dikemas dan dibekukan dalam suhu -10 hingga -20 C. Sebelum diolah lebih lanjut,
surimi perlu mengalami proses thawing terlebih dahulu.
15
2. MATERI DAN METODE
2.1. Materi :
Daging ikan, garam, gula pasir, polifosfat, es batu, pisau, kain saring, penggiling daging,
freezer.
2.2. Metode :
o Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya
o Fillet daging ikan dengan cara membuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut dan kulit.
Ambil bagian daging putihnya sebanyak 100 gram.
o Giling daging ikan hingga halus, selama penggilingan bisa ditambahkan es batu untuk
menjaga suhu tetap rendah
o Cuci daging ikan dengan air es sebanyak 3 kali lalu saring dengan menggunakan kain saring
o Tambahkan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5). Lalu
tambahkan garam sebanyak 2,5% (semua kelompok) serta polifosfat sebanyak 0,1%
(kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3) 0,5% (kelompok 4, 5).
o Masukkan dalam wadah dan bekukan dalam freezer selama 1 malam
o Thawing surimi dan ukur hardness, WHC dan kualitas sensorisnya yang meliputi
kekenyalan dan aroma.
Rumus Perhitungan WHC (mg H2O):
Luas Atas LA = 1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 +…+ hn)
Luas Bawah LB = 1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 +….+ hn)
Luas Area Basah LA - LB
Mg H2O = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−8,0
0,0948
16
3. HASIL PENGAMATAN
Kelompok Perlakuan Hardnees WHC
(mg H2O)
Sensoris
Kekenyalan Aroma
1
2
3
4
5
Keterangan : Kekenyalan Aroma
+ : tidak kenyal + : tidak amis
++ : kenyal ++ : amis
+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis
16
17
FIKOSIANIN :
PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGA” SPIRULINA
1. PENDAHULUAN
1.1.Tujuan praktikum
Mengisolasi pigmen fikosianin dan membuat pewarn bubuk dari fikosianin
1.2. Tinjauan Pusataka
Fikosianin merupakan pigmen yang dimiliki Spirulina yang dapat menjadi sumber pewarna
untuk produk makanan maupun minuman.Fikosianin akann memberikan warna biru.Pewara
makanan khususnya warna biru masih sulit diperoleh.Saat ini tren warna makanan dan
minuman sangat colorfull, termasuk warna biru sudah dapat diterima untuk produk makanan
dan minuman.
Terdapat dua jenis perwarna makanan, yaitu perwana alami dan pewarna sintetis (Mohammad,
2007). Pewarna alami tidak memiliki efek negatifjika dikonsumsi serta dapat diuraikan. Akan
tetapi, pigmen alami yang banyak digunakan (dari daun, buah, batang, atau umbi-umbian)
memiliki beberapa kelemahan, seperti kurangnya stabilitas terhadap panas, pH, dan cahaya,
ketersediaan terbatas serta lebih mahal sehingga kurang cocok untuk produksi massal. Pigmen
alami dari mikroalga ternyata mampu mengatasi masalah terhadap ketersediaan yang terbatas
tersebut karena waktu tumbuhnya yang cepat sehingga dapat dipanen dalam waktu yang
singkat serta dapat diproduksi terus menerus. Produksi pigmen pun dapat dikendalikan sesuai
kebutuhan dan keinginan (Arylza, 2005 dan Borowitzka & Borowitzka, 1988).
Spirulina dapat berfungsi sebagai pewarna alami karena dalam 10 gram Spirulina mengandung
pigmen fikosianin 1400 mg (Henrikson, 2010).Pigmen fikosianin pada Spirulina dapat larut
dalam pelarut polar seperti air sehingga dapat berfungsi sebagai pewarna alami. Fikosianin
berasal dari bahasa yunani, Fiko berarti alga dan Sianin yang berati biru. Dalam alga biru,
fikosianin merupakan pigmen yang paling dominan yaitu sebesar 20% dari berat kering
(Arlyza, 2005). Fikosianin umumnya digunakan untuk industri makanan seperti industri
permen karet, dairy product, dan jelly. Pada umumnya, fikosianin dapat diperoleh dari
Spirulina platensis, Aphanothece halophytica, dan Synechococcus sp. IO9201, dan Nostoc sp
(Santiago-Santos et al., 2004). Fikosianin terdiri dari protein billin (tetrapirol terbuka),
17
17
17
memiliki rumus molekul C33H40O6 dan memiiliki berat molekul 587 kda serta memiliki serapan
maksimum 620 nm. Fikosianin dapat mengalami kerusakan pada suhu tinggi (Atrika, 2011).
2. MATERI DAN METODE
2.1. Materi :
Bahan :Biomasa Spirulina basah atau kering, akuades, dekstrin.
Alat : Sentrifuge, pengaduk/stirer, alat pengering (oven), plate stirrer
2.2. Metode :
1. Sebanyak 8 gram Biomasa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer,
2. Dilarutkan dengan aqua destilata dengan perbandingan 1:10
3. Dilakukan pengadukan menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam
4. Sentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatant (cairan
berisi fikosianin)
5. Supernatan yang diperoleh diukur kadar fikosianinnya menggunakan spektofotometer
6. Supernatan ditambahkan dekstrin dengan perbandingan supernatant: dekstrin = 1:1
7. Setelah tercampur rata lalu dituangkan ke dalam wadah yang dapat digunakan sebagai alas
untuk proses pengeringan
8. Masukkan dalam oven suhu 50oC hingga kering kurang lebih mencapai kadar air sekitar 7%
(tidak perlu mengukiur kadar air – cukup diambil memggunakan spatula dan dilihat kering
atau masih gempal)
9. Setelah dikerikan maka akan terlihat atau membentuk adonan kering yang gempal, maka
perlu dihancurkan dengan alat penumbuk hingga berbetuk powder.
Analisa fikosianin (Silviera et al, 2007)
Supernatant atau filtrat hasil ekstraksi menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm.
Kadar fikosianin (mg/ g), diukur dengan rumus sebagai berikut:
Konsentarsi Fikosinanin / KF (mg/ml) = OD615-0,474 (OD652)
------------------------------
5,34
Yield (mg/g): KF x Vol (total filtrat)
----------------------------
g (berat biomasa)
18
16
17
3. HASIL PENGAMATAN
Kel.
Berat
Biomassa
Kering (g)
Jumlah Aquades
yang
Ditambahkan (ml)
Total Filtrat
yang
Diperoleh (ml)
OD615 OD652 KF
(mg/ml)
Yield
(mg/g)
Warna
Sebelum
Dioven
Sesudah
Dioven
1
2
3
4
5 Keterangan :
Warna:
+ = biru muda
++ = biru tua
+++ = biru sangat tua
19
17
EKSTRAKSI KARAGENAN
1. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum
Mengekstrak karagenan dari seaweed Euchema cotonii.
1.2 Tinjauan Pustaka
Karagenan adalah polisakarida linier yangtersusun atas unit-unitgalaktosa dan 3.6- anhydro-
galaktosadengan ikatan glikosidik alfa-1.3 dan Beta1.4 secara bergantian. Jenis karagenan ada
5 yakni kappa, lambda, iota , nu dan theta. Tidak semua seaweed mengandung karagenan
tinggi,namun secara umum dapat diekstrak karagenannya. Spesies yang paling banyak
diekstrak karagenannya adalah spesies Chondrus crispus.
Sifat karagenan tergantung dari jenisnya, misalnya untuk karagenan jenis kappa dan iota sangat
mudah larut di air dingin dan larutan garam. Kedua jenis karagenan tersebut di dalam larutan
garam lain seperti K atau Ca tidak dapat larut hanya menunjukkan pengembangan yang
dipenagruhi oleh beberapa faktor yakni : konsentrasi kation, densitas karagenan, suhu, pH dan
ion-ion penghambat lainnya. Karagenan jenis lambda tidak dapat larut didalam air dingin dan
larutan garam segala jenis kation namun sangat larut didalam susu dingin. Berdasarkan sifat-
sifat yang dimiliki oleh jeniskaragenan berdampak pada pemanfaatannya. Fungsi karagenan
dalam industri pangan sangat banyak diantaranya sebagai pengemulsi dan penstabil, sehingga
banyak digunakan untuk campuran aneka produk pangan.
Eucheuma cottonii memiliki kandungan karagenan yang bersifat hidrokoloid, dengan
penyusun utama yaitu kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat ester dari galaktosa dan
kopolimer 3,6 anhidro galaktosa. Untuk jenis Eucheuma cottonii ini menghasilkan kappa
karagenan yang memiliki sifat khas yaitu dapat membentuk gel yang paling kuat dengan
kehadiran ion kalium.
Euchema cottonii merupakan rumput laut penghasil karagenan berjenis kappa yang paling
banyak dibandingkan dengan rumput laut yang lain. Kappa karagenan tersusun oleh ikatan 1,3
dan 3,6-anhidrous-galaktosa dengan D-galaktosa-4 sulfat (Tripathy et al.,2009). Sifat dari
kappa karagenan adalah dapat membentuk gel yang kuat, selain itu kappa karagenan juga
memiliki fungsi sebagai thickening agent dam emulsifier, sehingga dapat larut dalam lemak
20
18
maupun air. Karena dapat digunakan sebagai emulsifier, maka kappa karagenan dapat
menstabilkan sistem dispersi lipid dengan air.
2. MATERI DAN METODE
2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),
isopropil alkolhol (IPA), NaOH 0,1 N, NaCl 10%, HCl 0,1N, serta aquades.
2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain blender, panci, kompor, pengaduk,
hot plate, gelas beker, termometer, oven, pH meter, timbangan digital.
2.3 Metode Ekstraksi Karagenan
Rumput laut basah ditimbang beratnya sebanyak 40gr
Rumput laut kemudian dipotong kecil-kecil dan diblender.
Tepung rumput laut kemudian direbus (diekstraksi) dalam air sebanyak 500 ml selama
1 jam pada suhu 80-900C.
Atur pH larutan menjadi pH 8 dengan menambahkan larutan HCL 0,1N atau NaOH
0,1 N.
Hasil ekstraksi disaring dengan kain saring yang bersih dan cairan filtratnya ditampung
dalam wadah.
Cairan filtrat kemudian ditambah larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat,
kemudian dipanaskan sampai suhu 60°C.
Filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk
diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga terbentuk endapan
karagenan.
Endapan karagenan kemudian ditiriskan dan direndam dalam IPA sampai diperoleh
serat karagenan yang lebih kaku.
Serat karagenan dibentuk tipis-tipis, diletakkan dalam wadah tahan panas dan
dikeringkan dalam ovenselama 12 jam pada suhu 50-60°C.
Serat karagenan kering ditimbang kemudian diblender menjadi tepung karagenan.
RUMUS:
% Rendemen :berat kering
berat basah× 100%
21