Laporan Praktikum Pencemaran Laut

52
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran laut adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP No. 82 Tahun 2001). Sampah plastik merupakan masalah bagi banyak negara. Salah satu penyebab utamanya ialah plastik merupakan material yang tidak dapat dihancurkan oleh organisme (non bio-degradable), sehingga bersifat tahan lama (persistent). Walaupun saat kini (terutama di negara maju) bahan-bahan sintetik sudah dibuat lebih bersifat dapat didaur kembali (recycable), tidak semua wilayah atau negara memiliki alat pendaur ulang untuk semua tipe plastik. Di kota Melbourne, misalnya, dari sekian jumlah tipe plastik ‘hanya’ mendaur ulang sampah plastik dengan tipe polyethylen terephtalate (PETE), contohnya botol softdrink, jus dll dan high-density polyethylene (HDPE), contohnya kemasan susu, air (Longe dan Katsarou, 2004). Karena sifat material plastik yang tahan lama, ditambah lagi sifat lainnya yaitu ringan sehingga mudah mengapung 1

Transcript of Laporan Praktikum Pencemaran Laut

Page 1: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pencemaran laut adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi

dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya (PP No. 82 Tahun 2001).

Sampah plastik merupakan masalah bagi banyak negara. Salah satu penyebab

utamanya ialah plastik merupakan material yang tidak dapat dihancurkan oleh organisme

(non bio-degradable), sehingga bersifat tahan lama (persistent). Walaupun saat kini (terutama

di negara maju) bahan-bahan sintetik sudah dibuat lebih bersifat dapat didaur kembali

(recycable), tidak semua wilayah atau negara memiliki alat pendaur ulang untuk semua tipe

plastik. Di kota Melbourne, misalnya, dari sekian jumlah tipe plastik ‘hanya’ mendaur ulang

sampah plastik dengan tipe polyethylen terephtalate (PETE), contohnya botol softdrink, jus

dll dan high-density polyethylene (HDPE), contohnya kemasan susu, air (Longe dan Katsarou,

2004).

Karena sifat material plastik yang tahan lama, ditambah lagi sifat lainnya yaitu ringan

sehingga mudah mengapung menyebabkan dampak sampah plastik yang umum diketahui

masyarakat ialah efeknya dari segi estetika. Apabila kita berjalan-jalan di tepi pantai,betapa

tidak nyamannya jika memandang sampah yang bertebaran. Tidak hanya itu, sampah-sampah

plastik biasanya juga bercampur dengan material-material sampah rumah tangga sehingga

menyebabkan bau tidak nyaman (Longe dan Katsarou, 2004).

Menurut Mantiri (1994) dalam Wardhani (2002), masuknya limbah ke dalam badan

air seperti sungai, danau ataupun laut akan menurunkan kualitas air serta mengubah kondisi

ekologi perairan. Pengaruh pencemaran air limbah terhadap kualitas air dapat dilihat dari sifat

fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik antara lain adalah peningkatan kekeruhan,

1

Page 2: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

padatan tersuspensi, air menjadi berbau dan berwarna. Sedangkan sifat kimia dan biologi

adalah meningkatnya kandungan nutrient, logam-logam dan bakteri.

Kondisi perairan Cilacap dapat diketahui dari tiga parameter, yaitu fisika, kimia dan

biologi. Parameter fisika yang diukur antara lain temperatur, TSS, kecepatan arus.

Pengukuran pH, BOD, COD dan salinitas merupakan parameter kimia yang mengidentifikasi

pencemaran suatu peraian.Parameter biologi dapat dilihat dari struktur komonitas yang terdiri

dari indek kelimpahan, kepadatan, keragaman, dominasi, dan kesamaan dari organisme yang

dapat di jumpai pada suatu perairan tersebut (Odum, 1993).Berdasarkan hal diatas pentingnya

pengamatan tentang kualitas perairan laut untuk dapat mengetahui tingkat pencemaran di laut

tersebut.

1.2. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan praktikum pencemaran laut antara lain:

1. Menganalisis sifat fisik perairan tepat terkena pencemaran

2. Menganalisis sifat kimia perairan tepat terkena pencemaran

3. Menganalisis marine debrisyang terdapat di sedimen

1.3. Manfaat

Setelah melakukan praktilum ini mahasiswa dapat mengklasifikasikan sampah

berdasarkan jenisnya. Mahasiswa dapat mengetahui cara pengukuran dan memahami faktor

fisika-kimia perairan yang baik untuk keberlangsungan organisme laut.

2

Page 3: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pencemaran Laut

Sumber utama dari pencemaran laut dikategorikan menjadi dua yaitu sumber

kontaminan langsung dan tidak langsung (Warlina, 2004). Sumber langsung meliputi limbah

industri, limbah pertanian, limbah domestik, pengeboran minyak lepas pantai, transportasi

kapal laut, tumpahan minyak di laut. Sumber tidak langsung adalah adalah kontaminan yang

memasuki badan air dari tanah, air tanah atau dari atmosfir berupa air hujan.

Lebih lanjut Dahuri dan Damar (1994) mengatakan bahwa sumber bahan

pencemar perairan laut dapat dibagi atas dua jenis yaitu:

1. Point sources yaitu sumber pencemar yang dapat diketahui dengan pasti keberadaannya,

contoh: pencemar yang bersumber dari hasil buangan pabrik atau industri.

2. Non point sources yaitu sumber pencemar yang tidak dapat diketahui secara pasti

keberadaannya, contoh: buangan rumah tangga, limbah pertanian, sedimentasi serta

bahan pencemar lain yang sulit dilacak sumbernya.

Dahuri dan Damar (1994) menyatakan bahwa ditinjau dari daya uraiannya maka

bahan pencemar pada perairan laut dapat dibagi atas dua jenis yaitu:

1. Senyawa-senyawa konservatif merupakan senyawa yang muda terurai dan berubah

bentuk di dalam suatu badan perairan, contoh: senyawa organik seperti karbohidrat,

lemak dan protein yang mudah terlarut menjadi zat-zat anorganik oleh mikroba.

2. Senyawa-senyawa non konservatif senyawa-senyawa yang dapat bertahan lama di dalam

suatu badan perairan sebelum akhirnya mengendap ataupun terabsorbsi oleh adanya

berbagai reaksi fisik dan kimia perairan, contoh: logam berat, pestisisda, dan deterjen.

3

Page 4: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

2. 2. Marine debris

Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan

terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik,  sebuah

komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II.  Massa plastik

di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton. (Bahtiar, 2007)

      Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk

satwa liar dan perikanan. Lestari dan Edward  (2004) menyatakan organisme perairan dapat

terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun termakan. Jaring ikan yang terbuat dari bahan

plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala  sangat

membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk

lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan

menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas. 

   Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya kandungan

oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada

kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tersebut. Pada keadaan yang

paling ekstrim, jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat

mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang

dapat hidup disitu hanya dari golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk

golongan yang mudah hancur dengan cepat, sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak

merupakan suatu masalah besar diperairan terbuka (Kunarso,1989).

Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena tak jarang

plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak

dapat dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini,  sehingga menyumbat

saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Selain

berpengaruh terhadap kesehatan biota laut, adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap

4

Page 5: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

kesehatan manusia. Penyakit yang paling sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah

bersentuhan dengan air laut (Shuval,1986).

2.3. Parameter Fisika Perairan

2.3.1. Temperatur

Perairan laut cilacap merupakan perairan yang sudah terkena dampak pencemaran

lingkungan akibat limbah-limbah pabrik. Kondisi faktor fisik-kimia sangat mempengaruhi

keragaman biota di dalamnya ,dari keragaman sumber hayati maupun sumber perikanannya.

Dari faktor fisik, suhu di perairan cilacap yang tercemar berkisar antara 20-250C. Suhu

merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat

reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum van’t Hoff kenaikan suhu 10°C melipatduakan

kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku. Misalnya saja proses

metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian

menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi

yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga

mempengaruhi biota secara keseluruhan.

Hasil pengukuran suhu (Pariwono, 1988) di perairan Pelabuhan Perikanan cilacap

pada bulan September – Oktober dan November – Desember masing-masing tercatat sebesar

26,0 0C pada musim timur 280C pada awal musim barat.Suhu di perairan laut yang belum

tercemar secara umum pada kedalaman 0 meter berkisar antara 30 -31 0C, dan pada

kedalaman 25 meter berkisar antara 27 – 29 0C, kedalaman 50 meter berkisar antara 22 – 27

0C, dan pada kedalaman 100 meter berkisar antara 13 -17 0C (Dinas Perikanan Kelautan,

2003). Suhu dilapisan permukaan sampai dengan 50 meter masih sesuai dengan suhu air laut

pada umumnya (Ilahude, 2002). Suhu yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropis

berkisar antara 25 – 32 0C (Mulyanto, 1992).

5

Page 6: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

2.3.2. TSS (Total Suspended Solid)

Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur,

dan tanah liat) atau partikel-partikel  yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen

hidup (biotik) seperti fitoplankton,zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati

(abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik. Zat padat tersuspensi merupakan

tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan

pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat

organik di suatu perairan.Penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih

dalam tidak berlangsung efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi, sehingga

fotosintesis tidak berlangsung sempurna. Sebaran zat padat tersuspensi di laut antara lain

dipengaruhi oleh masukan yang berasal dari darat melalui aliran sungai, ataupun dari udara

dan perpindahan karena resuspensi endapan akibat pengikisan (Shriver dan Atkins, 2010).

Meskipun istilah "padatan tersuspensi" dan "kekeruhan" kadang-kadang digunakan

secara sinonim, yang tingkat kekeruhan tidak sama dengan konsentrasi padatan tersuspensi,

melainkan kekeruhan adalah ekspresi hanya satu efek dari padatan tersuspensi, mengingat

sifat air (yaitu, kemampuan cahaya untuk menembus kolom air). Karena ukuran partikel dan

sifat (misalnya, organik vs anorganik) dari padatan tersuspensi mempengaruhi hamburan

cahaya, kekeruhan yang berbeda dapat diukur untuk perairan memiliki konsentrasi TSS yang

sama (McKee dan Wolf 1963).

Padatan terendap (sedimen) adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air

didiamkan dan tidak terganggu selama beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut

terdiri dari partikel-partikel padatan yang mempunyai ukuran yang relatif besar dan berat

sehingga mengendap dengan sendirinya (Fardiaz, 1992). Partikel menurunkan intensitas

cahaya yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran

hewan, sisa tanaman dan hewan, kotoran manusia dan limbah industri (Sunu, 2001). Baku

6

Page 7: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

mutu Total Suspended Solid (TSS) air laut untuk biota laut adalah 20 mg/L (KEPMEN LH

No.51/2004).

2.3.3. Kecepatan Arus

Arus merupakan suatu gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal dan

vertikal  masa air. Arus sangat dipengaruhi oleh sifat air itu sendiri, gravitasi bumi, keadaan

dasar perairan, dan gerakan rotasi bumi. Sirkulasi arus pada permukaan perairan terutama

disebabkan oleh adanya wind stress. Jadi arus air yang ada dalam suatu perairan sangat

dipengaruhi oleh banyak faktor dari parameter kualitas air itu sendiri. Disamping itu arus juga

dapat berdampak pada kandungan oksigen yang ada dalam air tersebut melalui proses difusi

secara langsung dari udara. Arus berperan dalam transportasi ikan dan larva di laut. Arus

merupakan hal yang sangat penting kaitannya dengan iklim, arus juga membawa organisme

plankton dalam jumlah yang besar dari tempat asalnya secara periodik (Davis, 1972).

Sverdrup et al. (1946) membagi arus laut ke dalam tiga golongan besar, yaitu : 1). Arus

yang disebabkan oleh perbedaan sebaran densitas di laut. Arus ini disebabkan oleh air yang

berdensitas lebih berat akan mengalir ke tempat air yang berdensitas kecil atau lebih ringan.

Arus jenis ini biasanya memindahkan sejumlah besar massa air ke tempat lain; 2). Arus yang

ditimbulkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut. Arus jenis ini biasanya membawa

air kesatu jurusan dengan arah yang sama selama satu musim tertentu; 3). Arus yang

disebabkan oleh air pasang. Arus jenis ini mengalirnya bolak-balik dari dan ke pantai, atau

berputar. Gerakan massa air dalam sangat berbeda dengan massa air permukaan. Massa air

dalam terisolasi dari angin, oleh karena itu gerakannya tidaklah bergantung pada angin.

Tetapi gerakan massa air dalam sebenarnya terjadi karena perubahan gerakan air permukaan.

Di daerah tertentu dan dalam keadaan tertentu pula, gerakan lateral air yang disebabkan oleh

angin juga mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi vertikal atau gerakan ke atas atau

upwelling (Nybakken, 1992).

7

Page 8: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

2.4. Faktor Kimia Perairan

2.4.1. Chemical Oxygen Demand (COD)

Beberapa bahan organik tertentu yang terdapat pada air limbah “kebal” terhadap

degradasi biologis dan ada beberapa diantaranya yang beracun meskipun pada konsentrasi

yang rendah. Bahan yang tidak dapat didegradasi secara biologis tersebut akan didegradasi

secara kimiawi melalui proses oksidasi, jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi

tersebut dikenal dengan nama COD (Chemical OxygenDemand) (Cheremisionoff and

Ellerbusch,1978 dalam Kasam, 2005).

Nilai COD mengalami penurunan konsentrasi saat terjadi hujan. Hal ini disebabkan

terjadinya pengenceran oleh air hujan sehingga konsentrasi pencemar organik akan

berkurang. Berdasarkan kriteria mutu air untuk air kelas III pada lampiran 1 Perda Kota

Surabaya No. 2/2004 konsentrasi COD pada perairan seharusnya adalah 50 mg/L. Angka

COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang dapat dioksidasikan

melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air

(Alaerts, 1984 dalam Hasriyani, 2010).

Karakteristik limbah sangat membahayakan apabila dibuang begitu saja ke

lingkungan terutama ke perairan. Bau dan warna yang ditimbulkan oleh limbah akan

menurunkan kualitas air. Air limbah tersebut mengandung minyak yang berwarna hitam

pekat dimana minyak akan mengapung diatas air dan menutupi perairan sehingga akan

menghambat masuknya oksigen ke perairan. Rendahnya oksigen terlarut menunjukkan

tingginya kegiatan biologis terutama bagi mikroba dalam mendegradasi senyawa-senyawa

dalam air limbah. Tingginya bahan-bahan organik dan anorganik dalam air limbah

ditunjukkan dengan tingginya nilai COD (Suyasaet al., 2012).

8

Page 9: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

2.4.2. Potensial Hidrogen (pH)

pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan

asam atau basa suatu larutan. Dalam penyediaan air, pH merupakan satu faktor yan harus

dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaaman dari air akan sangat mempengaruhi

aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimia,

desinfeksi. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpangan standar kualitas

air minum dalam hal pH ini adalah pH air normal berkisar 6,5 – 9,2 ( Sutrisno, 2004 ).

pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses fotosintesis, aktivitas biologi, suhu

serta terdapatnya kation dan anion. Penurunan pH disebabkan oleh adanya CO2 bebas hasil

respirasi hewan atau tumbuhan air. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai

alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH

rendah) bersifat korosif (Effendi, 2003).

Kondisi pH air limbah digunakan sebagai indikator keadaan asam dan basa dimana

akan mempengaruhi penggunaan flokulan yang dipilih. Dengan mengetahui kondisi pH

limbah, maka koagulan akan bekerja dengan baik (Davis and Cornwell, 1998). Dalam hal ini

limbah mempunyai pH = 6, sehingga dapat digunakanaluminium sulfat atau magnesium

sulfat ( yang dapat bekerja dengan baik pada pH = 6 ), yang terkandung dalam air laut. pH

juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat

terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat

tidak toksik. Namun, pada pH tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang memiliki sifat

toksik. Amonia lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan

dengan amonium (Tebbut 1992dalam Effendi 2003).

Ikeda (1984) menyatakan bahwa pH air laut dianggap sebagai salah satu foktor utama

yang membatasi laju pertumbuhan plankton dan nilainya berkisar antara 7,0 – 8,5. Suatu

perairan dengan pH 5,5 – 6,5 dan pH yang lebih besar dari 8,5 termasuk perairan yang tidak

9

Page 10: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

produktif dan perairan dengan pH antara 7,5 – 8,5 mempunyai produksi yang sangat tinggi

(Kaswadji, 1976).

2.4.3. Dissolved Oksigen (DO)

Oksigen adalah salah satu unsur kimia yang sangat penting sebagai penunjang utama

bagi kehidupan organism perairan untuk proses respirasi dan penguraian zat non organik

menjadi zat organik oleh mikro organisme. Kehidupan makhluk hidup didalam air tersebut

tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang

dibutuhkan untuk kehidupannya (Fardiaz, 1992).

Oksigen terlarut (Dissolved Oksigen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk

pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi

untuk pertumbuhan dan perbaikan. Oksigen berasal dari tiga sumber yaitu difusi langsung

dari atmosfer, akibat angin dan ombak, serta hasil fotosintesis tumbuhan air dan fitoplankton.

Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis organisme

berklorofil yang hidup dalam suatu perairan dan dibutuhkan oleh organism untuk

mengoksidasi zat hara yang masuk ke dalam tubuhnya (Nyabakken, 1988).

Kondisi biologis sangat dipengaruhi oleh keberadaan oksigen yang dilakukan oleh

organisme aerobik dan anaerobik. Pada kondisi aerobik, fungsi oksigen yaitu mengoksidasi

bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat

memberikan kesuburan perairan. Pada keadaan anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan

mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas.

Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor, antara lain kekeruhan

air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut

(Salmin, 2005).

Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan

semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena

10

Page 11: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan

bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses

fotosintesis semakin berkurang. Peranan oksigen terlarut juga sangat penting dalam

mengurangi beban pencemar pada perairan secara alami maupun seara perlakuan aerobic

yang ditunjukkan untuk memurnikan air limbah industry, dan domestik (Salmin, 2005).

Kepmen No.51, (2004) menetapkan bahwa nilai oksigen terlarut untuk kehidupan biota laut

yaitu >5 ppm. kadar oksigen terlarut dalam perairan yang mencapai 0,5 mg/L termasuk

perairan yang tercemar (Nemerow, 1991).

2.4.4. Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai kadar garam atau jumlah berat semua garam (dalam

gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan ‰ (ppt). Salinitas

adalah jumlah total (g) dari material padat termasuk NaCl yang terkandung dalam air laut

sebanyak satu kg dimana bromin dan iodin diganti dengan klorin dan bahan organik

seluruhnya telah dibakar habis (Wibisono, 2005). Keragaman salinitas dalam air laut akan

mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik melalui pengendalian berat jenis dan keragaman

tekanan osmotik. Jenis-jenis biota perenang mempunyai hampir semua jaringan lunak yang

berat jenisnya mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis yang hidup di dasar

laut (bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya

(Romimohtarto, 2007).

Salinitas perairan samudra biasa berkisar antara 34-35ppt. Salinitas perairan pantai

dipengaruhi aliran sungai yang bermuara, mengakibatkan turunnya nilai salinitas. Sebaliknya

di daerah yang penguapannya sangat kuat salinitas akan meningkat (Nontji, 2005). Oleh

sebab itu, daerah dengan lintang katulistiwa memiliki tingkat salinitas lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah lintang diatasnya.

11

Page 12: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

Sebaran salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan,

curah hujan dan aliran sungai. Perairan estuarin dapat mempunyai struktur salinitas yang

kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air

laut yang relatif berat, juga pengadukan yang sangat menentukan (Nontji, 2005). Oleh sebab

itu, pada organisme akuatik salinitas sangat berpengaruh bagi kehidupannya.

Salinitas menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Pada umumnya kandungan garam

dalam sel-sel biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut.

Jika sel-sel tersebut berada di lingkungan dengan salinitas lain maka suatu mekanisme

osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara sel dan

lingkungannya. Pada kebanyakan binatang estuarin penurunan salinitas permulaan biasanya

diikuti dengan penurunan salinitas dalam sel, suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi

setelah ada penurunan salinitas yang nyata. Berdasarkan Kepmenlh No. 51 Tahun 2004,

salinitas yang sesuai dengan baku mutu air laut untuk biota laut adalah 30-34ppt.

12

Page 13: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

III. MATERI DAN METODE

3. 1. Materi

3.1.1 Alat

Alat yang digunkan pada pengukuran analisis marine debris disajikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum

No Nama Alat Kegunaan

1 Ember Mengambil sampel air

2 Plastik Tempat sampel sedimen

3 pH universal Mengukur derajat keasaman

4 Handrefraktometer Mengukur salinitas

5 Labu erlenmeyer Alat bantu titrasi

6 Gelas ukur 100 mL Mengukur larutan

7 Botol Winkler 250 mL Alat bantu titrasi

8 Buret Sebagai tempat larutan titran

9 Statif Sebagai tempat buret

10 Pipet karet Sebagai alat untuk mengambil larutan

11 Wadah baki Tempat sampel sedimen

12 Botol sampel 600 mL Mengambil sampel air

13 Stopwatch Sebagai timer

14 Oven Mengeringkan sampel sedimen

15 Thermometer Mengukur suhu

16 Timbangan analitik Menimbang sampel

17 Kertas saring whatman no. 41 Menyaring air laut sampel

18 Kamera Alat dokumentasi

19 Label Menandai sampel

20 Alat tulis Mencatat hasil pengamatan

13

Page 14: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunkan pada pengukuran analisis marine debris disajikan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum

No Nama Bahan Kegunaan

1 Air laut Sampel

2 Larutan MnSO4 Titrasi

3 Larutan Na2S2O3 0,025 N Titrasi

4 Larutan H2SO4 4 N Titrasi

5 Indikator amilum 0,5% Titrasi

6 Larutan H2SO4 pekat Titrasi

7 KMnO4 0,01 N Titrasi

8 Akuades Pembuatan blanko

3. 2. Metode

3.2.1 Analisis Marine debris di Sedimen

Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada tiga titik sampling yang telah

ditentukan, dengan mementukan titik koordinat stasiun pengambilan sampel. Selanjutnya

pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan transek kuadrat 10m x 10m untuk

pengambilan makro marine debris, sedangkan transek kuadrat ukuran 1m x 1m untuk

pengmbilan sampel mikro marine debris. Pengambilan sampel dilakukan dengan tiga kali

ulangan berbentuk zigzag.Kemudian melakukan penyortiran sampel dan diidentifikasi serta

menghitung jumlahnya berdasarkan jenis dan ukuran. diidentifikasi dan dihitung jumlahnya

berdasarkan jenis dan ukuran. Selanjutnya menghitung prosentase hasil perhitungan.

14

Page 15: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

3.2.2. Pengukuran Parameter Fisika Perairan

3.2.2.1. Temperatur

Temperatur air permukaan diukur dengan menggunakan thermometer celcius. Alat

tersebut dicelupkan ke dalam air selama kurang lebih 10 menit sampai menunjukkan angka

yang konstan, lalu dicatat (APHA, 1981).

3.2.2.2. (Total Suspended Solid) TSS

Pertama-tama kertas saring Whatman no.41 yang akan digunakan terlebih dahulu

dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan dan dinginkan dalam desikator lalu ditimbang

(nilai B). Saring sampel air sungai 100 ml dengan menggunakan kertas saring yang sudah

didinginkan dan ditimbang.

Terakhir hitung kadar TSS dengan menggunakan rumus :

(A – B)TSS = x 1000 mg/L

CKeterangan :A = Berat kertas saring dan residu setelah pemanasan 103-105 0C (mg)B = Berat kertas saring setelah dipanaskan 103-105 0C (mg)C = Volume sampel yang dianalisa (mL)1000 = Volume air dalam 1 L

3.2.2.3. Kecepatan Arus

Pertama botol air 600 mL diisi dengan air hingga 80% botol terisi air.Selanjutnya

mengikat botol dengan tali rafia sepanjang 10 m. Tahap berikutnya botol berisi air dijatuhkan

ke perairan dan dihitung waktu menggunakan stopwatch hingga tali meregang membentuk

lurus.Terakhir mencatat waktu dan menghitung kecepatan arusnya.

3.2.3 Pengukuran Parameter Kimia Perairan

3.2.3.1. Potensial Hidrogen (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH universal. Kertas pH

dimasukkan ke dalam air sampel lalu didiamkan selama satu menit, kemudian dicocokkan

dengan pH universal.

15

Page 16: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

3.2.3.2. Oksigen Terlarut (DO)

Air sampel diambil dan dimasukkan ke dalam botol winkler 250 mL. Ditambahkan 1

mL MnSO4 dan 1 mL KOH-KI. Botol dikocok dan didiamkan sampai terbentuk endapan.

Ditambahkan lagi H2SO4 pekat sebanyak 1 mL dan dikocok sampai cairan supernatan

menjadi tampak jernih. Air sampel dituang sebayak 100 mL kemudian dititrasi dengan

menggunakan Na2S2O3 0.025 N sampai larutan menjadi tidak berwarna. Hasil pengukuran

dihitung dengan menggunakan rumus:

1000100

xpxqx 8 mg /L

Keterangan:P: jumlah mL Na2S2O3 yang terpakaiq: normalitas larutan Na2S2O3

Prosedur Pengamatan BOD

Pertama – tama dipersiapkan 4 buah botol BOD (winkler) 2 botol untuk sampel dan 2 botol

untuk blanko. Mengambil sampel air dengan menggunakan botol winkler sebanyak 250 ml.

Selanjutnya memasukan sampel yang telah diencerkan ke dalam 2 buah botol winkler,

masing – masing untuk diukur oksigen sampel nol hari dan oksigen sampel lima hari. Blanko

dibuat dari akuades dengan jumlah volume yang sama yaitu 500 ml. Kemudian dimasukan ke

dalam 2 buah botol winkler, masing – masing untuk diukur oksigen blanko nol hari dan

oksigen blanko lima hari. Botol pertama diukur kandungan oksigen awal dan dinyatakan

dalam DO0, sedangkan untuk botol kedua dilakukan inkubasi selama 5 hari pada temperatur

20 0C. Setelah hari kelima diukur kandungan oksigen lima hari dan dinyatakan dalam DO5.

Kadar BOD dihitung menggunakan rumus :

BOD 5= ( A 0−A 5 )−(S 0−S 5 ) TP

mg / L

Keterangan :A0 : O2 terlarut sampel nol hariA5 : O2 terlarut sampel lima hariS0 : Blanko terlarut sampel nol hariS5 : Blanko terlarut sampel lima hari

16

Page 17: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

T : persen perbandingan antara A0 : S0

P : derajat pengenceran

3.2.3.3. Chemical Oxygen Demand (COD)

Sampel air diambil menggunakan botol air mineral sebanyak 600 ml. Sampel

kemudian di ambil 100 ml dengan gelas ukur dan ditempatkan pada labu Erlenmeyer.

menggunakan pengenceran 5% dengan memakai 95 ml aquades dan 5 ml air sampel.

Selanjutnya ditambahkan larutan H2SO4 4N 5 ml dan larutan KMnO4 0,01 N 10 ml dan

didihkan selama 10 menit. Dilanjutkan dengan penambahan 10 ml larutan asam oksalat 0,01

N dan didinginkan menggunakan air es. Setelah dingin kocok larutan hingga menjadi jernih

dan dititrasi menggunakan larutan KMn04 0,01 N sampai terbentuk larutan berwarna merah

muda. Kadar COD dihitung dengan rumus :

Kadar COD = [1000100

x {(10+a ) F−10 }]x 0,01 x 31,6 mg / L

Faktor Koreksi = 10

mLKMNo 4

Keterangan :a = ml KMnO4 yang terpakaiF = faktor koreksi KMnO4

31,6 = berat eqivalen KMnO4

III.3. Waktu dan Tempat

Praktikum lapang dan laboratium dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 31 Mei Mei

2013.Pengambilan sampel di mulai pukul 08.30 WIB. Tempat pengambilan sampel

praktikum dilakukan di perairan pantai Teluk Penyu dan di laboratorium perikanan dan

kelautan UNSOED.

III.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan bantuan diagram histogram

dan dibandingkan dengan KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004.

17

Page 18: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Analisis Marine debris di Sedimen

Berdasarkan hasil pengukuran yang terlah dilakukan dapat diketahui kondisi suhu

pada masing-masing stasiun.Hasil tersebut ditampilkan pada Gambar 1.

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 30

10

20

30

40

50

60

70

80

90

PPPSPCHDPE

Gambar 1. Marine debris pada masing-masing stasiun

Hasil pengamatan kelompok kami pada stasiun 1 didapatkan sampah plastik jenis PP,

PS dan PC dengan platik jenis PC menjadi sampah yang paling banyak ditemukan dengan

tingkat presentase 21,38 %. Pada stasiun 2 jenis plastik yang ada masih sama dengan yang

ada di stasiun 1. Pada stasiun 2 jenis plastik yang paling banyak berasal dari plastik jenis PP

sebesar 83,24 %. Sedangkan pada stasiun 3 plastik yang ditemukan masih sama seperti

stasiun 2 tetapi pada stasiun 3 ditemukan jenis plastik HDPE dengan PC sebagai jenis plastik

yang paling banyak ditemukan yaitu sebesar 63,93%.

4. 2. Faktor Fisika Perairan

4.2.1. Temperatur

Berdasarkan hasil pengukuran yang terlah dilakukan dapat diketahui temperatur pada

masing-masing stasiun. Hasil tersebut ditampilkan pada Gambar 11.

18

Page 19: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

1 2 3 4 5 6 7 829.429.629.8

3030.230.430.630.8

3131.2

Temperatur (˚c)

Temperatur (˚c)

Gambar 1. Temperatur pada masing-masing stasiun

Temperatur air laut dapat mengidentifikasi massa air laut. Temperatur air laut sangat

berhubungan erat dengan salinitas, dimana temperatur dan salinitas dapat menentukan

densitas air laut disamping tekanan. Air laut ditinjau dari sifat-sifat fisis atau kimiawinya,

secara umum adalah berlapis. Distribusi sifat-sifat maupun kimiawi air laut umumnya zonal

dalam arti tidak banyak perubahan dalam sifat-sifat air. Temperatur merupakan faktor fisika

yang penting dimana-mana di dunia. Setiap perubahan temperatur cenderung untuk

mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman

dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan (Foster, 2006). Hasil

pengukuran temperatur di Pantai Teluk Penyu, Cilacap dituangkan dalam tabel 1.

Hasil pengamatan yang dilakukan kelompok kami, di daerah Pantai Teluk Penyu,

Cilacap dengan koordinat 7o44’57”S 109o1’11”E temperatur perairan laut didapat sebesar

300C. Berdasarkan KEPMEN LH No 51 tahun 2004, baku mutu air laut untuk temperatur

yang baik bagi keberlangsungan hidup biota laut adalah sekitar 28-320C. Hal tersebut

menunjukan temperatur di daerah tersebut masih baik untuk kelangsungan hidup biota laut.

Menurut Barus (2001) pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

19

Page 20: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

intensitas cahaya penyinaran matahari, pertukaran panas antara air dengan udara

disekelilingnya, ketinggian geografis, dan juga faktor canopy (penutupan oleh vegetasi).

4.2.2. Total Suspended Solid (TSS)

Berdasarkan hasil pengukuran yang terlah dilakukan dapat diketahui kondisi TSS

pada masing-masing stasiun. Hasil tersebut ditampilkan pada Gambar 12.

1 2 3 4 5 6 7 80

500

1000

1500

2000

2500

TSS

TSS

Gambar 2. Total Suspended Solid pada masing-masing stasiun

Total Suspended Solid (TSS) atau zat padat yang tersuspensi, merupakan residu yang

tidak lolos saring, yaitu yang tertahan oleh saringan. TSS adalah salah satu parameter yang

digunakan untuk pengukuran kualitas air. Pengukuran TSS berdasarkan pada berat kering

partikel yang terperangkap oleh filter, biasanya dengan ukuran pori tertentu.Umumnya, filter

yang digunakan memiliki ukuran pori 0.45μm (Clescerl, 1905).

Berdsarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan rata-rata TSS di Pantai

Teluk Penyu, Cilacap sebesar 0,998 mg/L. Berdasarkan KEPMEN LH No 51 tahun 2004,

baku mutu air laut untuk pengukuran TSS yang baik bagi keberlangsungan hidup organisme

adalah sekitar 20 mg/L pada ekosistem terumbu karang dan lamun, sedangkan pada

ekosistem mangrove sekitar 80 mg/L. Hasil tersebut menunjukan bahwa kandungan TSS di

Pantai Teluk Penyu, Cilacap sudah melampaui standar baku mutu yang telah ditetapkan. Hal

20

Page 21: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

tersebut menunjukan bahwa perairan di daerah tersebut sudah tidak layak untuk kehidupan

biota laut. Material tersuspensi mempunyai efek yang kurang baik terhadap kualitas badan air

karena dapat menyebabkan menurunkan kejernihan air dan dapat mempengaruhi kemampuan

ikan untuk melihat dan menangkap makanan serta menghalangi sinar matahari masuk ke

dalam air. Nilai TSS umumnya semakin rendah ke arah laut. Hal ini disebabkan padatan

tersuspensi tersebut di suplai oleh daratan melalui aliran sungai (Helfinalis, 2005).

4.2.3. Kecepatan Arus

Berdasarkan hasil pengukuran yang terlah dilakukan dapat diketahui kecepatan arus

pada masing-masing stasiun. Hasil tersebut ditampilkan pada Gambar 13.

1 2 3 4 5 6 7 80

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

Kecepatan Arus (m/s)

Kecepatan Arus (m/s)

Gambar 3. Kecepatan arus pada masing-masing stasiun

Hasil pengukuran kecepatan arus yang dilakukan kelompok kami yaitu sebesar 0,15

m/s. Arusyang besar di laut menyebabkan perubahan densitas massa air permukaan.

Perubahan densitas air laut berhubungan dengan variasi suhu dan salinitas, yaitu kenaikan

suhu menyebabkan penurunan densitas air laut yang diikuti dengan kenaikan salinitas. Di laut

perubahan salinitas dan suhu biasanya terjadi bersama-sama dan keduanya sangat penting

dalam mengendalikan densitas (Barnes dan Hughes, 1998). Menurut Hinckley et al. 1991,

diacu dalam Olii (2003), arus selalu berhubungan dengan kedalaman.

21

Page 22: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

4.2.4. Bau Perairan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa bau

perairan di Pantai Teluk Penyu, Cilacap perairannya tidak berbau. Hal ini mengindikasikan

bahwa perairan tersebut masih normal. Organisme makroskopik seperti ganggang dan rumput

laut juga dapat menurunkan kualitas air dalam hal rasa, warna, dan bau, namun dapat

dihilangkan dalam proses purifikasi. Keberadaan ikan dalam air dapat mengendalikan

pertumbuhan organisme mikroskopik ataupun mikroskopik. (Suripin, 2002).

4.2.5. Warna Perairan

Warna air merupakan salam satu unsur dari parameter fisika terhadap standar

persyaratan kualitas air (Darmayanto, 2009). Warna air merupakan hasil refleksi kembali dari

berbagai panjang gelombang cahaya sejumlah material yang berada dalam air yang

tertangkap oleh mata. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh kelompok

kami didapatkan hasil bahwa warna perairan di Pantai Teluk Penyu, Cilacap perairannya

berwarna kehijauan. Hal ini menunjukan bahwa di perairan tersebut terdapat dominasi

chloropiceae dengan sifat lebih stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca karena

mempunyai waktu moralitas yang relatif panjang (Marindro, 2002).

4. 3. Parameter Kimia Perairan

4.3.1. Derajat Keasaman (pH)

Berdasarkan hasil pengukuran yang terlah dilakukan dapat diketahui pH pada masing-

masing stasiun. Hasil tersebut ditampilkan pada Gambar 14.

22

Page 23: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

1 2 3 4 5 6 7 86.46.66.8

77.27.47.67.8

88.2

pH

pH

Gambar 4. Derajat kesamaan (pH) pada masing-masing stasiun

Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan

air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia (Effendi, 2003). Pada umumnya pH

perairan laut lebih stabil,namun di perairan pinggir pantai, nilai pH ditentukan oleh kuantitas

bahan organic yang masuk ke perairan tersebut. Hasil pengukuran pH di Pantai Teluk Penyu,

Cilacap yaitu 8.

Hasil pengukuran pH kelompok 1 sebesar 8. Derajat keasaman berpengaruh sangat

besar terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan air serta mempengaruhi toksisitas suatu

senyawa kimia (Effendi, 2003). Menurut baku mutu air laut Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 standart pH baku mutu air laut sebesar 7-8,5, sehingga

dapat disimpulkan kondisi perairan sedang dalam kondisi baik untuk biota laut. Nilai pH

dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kegiatan fotosintesis,

temperatur dan terdapatnya anion dan kation.

4.3.2. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah suatu karakteristik yang menunjukkan

jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk

mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin,

23

Page 24: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

1988; Metcalf & Eddy, 1991). Hasil pengukuran BOD yang telah dilakukan dituangkan

dalam tabel 6.

Hasil BOD kelompok 1 adalah 5,2 , kadar COD yang lebih besar dari BOD

menunjukkan buruknya kwalitas air (Aryani, et. al, 2004). Pemeriksaan BOD diperlukan

untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk

mendisain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis

adalah peristiwa alamiah. Apabila sesuatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat

menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa

mengakibatkan kematian ikan. Keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau

busuk pada air (Odum, 1971).

4.3.3. Chemical Oxygen Demand (COD)

Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat diketahui COD pada

masing-masing stasiun. Hasil tersebut ditampilkan pada Gambar 15.

1 2 3 4 5 6 7 80

2,0004,0006,0008,000

10,00012,00014,00016,00018,000

Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD)

Gambar 5. Chemical Oxygen Demand (COD) pada masing-masing stasiun

Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD menggambarkan jumlah total oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi

secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Boyd,

1998). Hasil pengukuran COD yang telah dilakukan dituangkan dalam tabel 3.

24

Page 25: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

Hasil COD kelompok 1 adalah 15,41132 mg/L , sedangkan menurut KEPMEN LH

No.51 Tahun 2004 baku mutu untuk biota laut sebesar 20 mg/L. Kondisi ini berarti

menunjukkan bahwa keadaan kadar COD melebihi standar baku biota laut dan dapat

dinyatakan berbahaya bagi biota perairan laut. Menurut Aryani, dkk (2004), menyatakan

bahwa tingginya kadar COD disebabkan karena banyaknya bahan organik yang dioksidasi.

4.3.4. Salinitas

Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat diketahui salinitas pada

masing-masing stasiun. Hasil tersebut ditampilkan pada Gambar 16.

1 2 3 4 5 6 7 80

5

10

15

20

25

30

35

Salinitas (‰)

Salinitas (‰)

Gambar 6. Salinitas pada masing-masing stasiun

Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi

menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida dan semua bahan

anorganik telah dioksida. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, salinitas

perairan di Pantai Teluk Penyu, Cilacap didapat sebesar 32 ppt. Hal ini menunjukan perairan

tersebut masih baik untuk kehidupan biota laut berdasarkan baku mutu Kepmen LH No 51

tahun 2004, yang menjelaskan bahwa baku mutu air laut untuk salinitas yang baik bagi

25

Page 26: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

keberlangsungan hidup organisme adalah sekitar 33-34 ppt. Pada perairan pesisir, nilai

salinitas sangat dipengaruhi oleh masuknya air tawar di sungai (Pratama, 2009).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan ahsil praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa:

1. Sampah jenis plastik yang ditemukan pada stasiun pengamatan di pantai Teluk Penyu

Cilacap pada 3 titik pengamatan yaituPP (polypropylene), PC+other (polycarbonate),

HDPE (high density polyethylene) dan PS (polypropylene) dengan tingkat kepadatan

yang berbeda – beda di setiap stasiun.

2. Faktor fisika dan kimia perairan dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui

tingkat pencemaran suatu perairan.

3. Faktor fisika yang diamati antara lain: Temperatur, TSS, dan kecepatan arus.

4. Faktor kimia yang diamati antara lain : pH, salinitas, DO, BOD dan COD.

5.2. Saran

Pencemaran yang ada di laut merupakan akibat dari adanya limbah pencemar yang

berasal dari daratan yang dibawa oleh media sungai, hujan dan air tanah.Namun media

pembawa limbah pencemar terbanyak yaitu sungai.Sehingga dalam praktikum selanjutnya

mungkin dapat ditekankan mengenai persebaran pencemaran dari mulai muara sungai ke arah

pesisir pantai dan laut.

26

Page 27: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

DAFTAR PUSTAKA

Aryani, D. 2008. Kondisi Fisika dan Kimia Air di sepanjang sungai citandui, jawa barat, Skripsi Manajemen sumberdaya Perairan, UNSOED. Purwokerto.

Azwar, E. 2001. Pengaruh Aktivitas Pabrik Semen Andalas Terhadap Kelimpahan, Diversitas dan Produktivitas Plankton di Perairan Pantai Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Fakultas MIPA Uiversitas Syah Kuala.

Barus, T. A. 2001. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Fakultas MIPA USU Medan.

Barus. 2001. Pengantar Limnologi. . Swadaya Cipta, Jakarta

Clescerl, Leonore S.(Editor), Greenberg, Arnold E.(Editor), Eaton, Andrew D. (Editor). 1905. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater (20th ed.) American Public Health Association, Washington, DC.

Connel, D. W dan G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Diterjemahkan Oleh Koestoer, Y dan Sahati. UI Press, Jakarta.

Dahuri, R. 2004. Pengelola SDA Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Revisi. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R. dan A. Damar. 1994. Metode dan teknik Analisis Kualitas Air, dalam Kumpulan Makalah Kursus Amdal Tipe B. Kerjasama PSL-Undana, Kupang dan Bapedal Kupang, Kupang

Darmayanto. 2009. Penggunaan Serbuk TulangAyam sebagai Penurun Intensitas Warna Air Gambut. Diambil dari www.repository.ac.idpada 27 November 2010.

Davi J R A. 1972. Principles of Ocheanography. Addison Wesley. Publishing Company, Inc. Philipines.

Dinas Perikanan Kelautan, DKP, 2003. Pedoman Umum Pengelolaan Berbasis Masyarakat Coremap II.Kementerian Kelautan dan Perikanan.Jakarta.

Dojlido, J.R. and G.A.Best.1993.Chemistry Of Water Water Pollution, Ellis Horwood Series In Water And Waste Water Technology, England

Effendi, H. 2003. Telaahan kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Effendi, H. 2003.Lahan Kualitas Air bagi Pengelola Sumberdaya & Lingkungan Perairan.J MSP Fak. P & K IPB, Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 185 hlm.

27

Page 28: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

Foster, J., J. Greer and E. Thorbecke. 1984. A Class of Decomposable Poverty Measurement. Econometrica, 52 (3): 761-766.

Hasriyani, 2010. Studi Kinerja Boezem Morokrembangan Pada Penurunan Kandungan Total Solid dab Zat Organik Sebagai Permangnate Value (PV). Jurusan Teknik Lingkungan: ITS. Surabaya.

Helfinalis. 2005. Kandungan Total Suspended Solid Dan Sedimen Di Dasar Di Perairan Panimbang. LIPI, Jakarta.

Helfinalis. 2005. Kandungan total suspended solid dan sedimen dasar di Perairan Panimbang. Makara Sainsm. Vol 9(2).

Ilahude, 2002. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Kamaluddin, L, M. 2002. Pembangunan Ekonomi Maritim di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 331 hlm.

Kasam. 2005. Penurunan COD (Chemical Oxygen Demand) dalam Limbah Cair Laboratorium Menggunakan Filter Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa. Logika, 2 92): 1-8.

Kaswadji, R.F. 1976. Preliminary study on the distribution and phytoplanktonabundance in Upang Delta, South Sumatera. Undergraduate Thesis. Facultyof Fisheries, BogorAgriculture Institute. Unpublished. (In Indonesian).

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004. Baku mutu air laut untuk biota laut. Jakarta: Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomer 51 Tahun 2004 tentang baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut.

Longe Katsanevakis S dan A. Katsarou. 2004. Influences on the distribution of marine debris on the sesafloor of shallow coastal areas in Greece (Eastern Mediterranean). Water, Air and Soil Pollution,159: 325-337.

McKee, JE, and HW Wolf. 1963. Water quality criteria (second edition). State Water Quality Control Board, Sacramento, California. Pub. No. 3-A. Technical Memorandum19Maret 2006.

Margaret. 2009. Phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K) pathway activation in bladder cancer. Cancer Research UK Clinical Centre, United Kingdom.

Moriber, G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacee, Inc. Boston

Mulyanto, M. 1992.Keberlanjutan Peikanan Tangkap Skala Kecil (Kasus Perikanan Pantai Di Serang Dan Tegal). IPB. Bogor.

Nemerow, N.L. dan A. Dasgupta. 1991. Industrial and Hazardous Waste Treatment. Van Nostrand-Reinhold, New York. 743 p.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan : Jakarta

28

Page 29: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut suatu pendekatan Ekologi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nybakken,J,W. 1992. Biologi Laut satu Pendekatan Ekologis. (Terjemahan. Alih bahasa oleh H.M Eidman). PT. Gramedia.Jakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Sounders and company. philadephia,London.

Odum,E.P.1972. Dasar-Dasar Ekologi. diterjemahkan oleh Thahmosamingan. Yogyakarta:Gadjah Mada Press. 

Romimohtarto, K. Dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas perairan. Oseana, 30(3) : 51-56.

Suherman, A. 2010. Alternatif Strategi Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jawa Timur. Jurnal Saintek Perikanan,5(2): 1-5.

Sutrisno, H. 2004. Penelitian Research. Yogyakarta: BPFE.

Suyasa. 2012. Pengolahan Air Limbah Pembangkit Listrik PT Indonesia Power Dengan Metode Flotasi dan Biofiltrasi Saringan Pasir Tanaman. ISSN 1907-9850.Jurnal Kimia6 (1) : 62-71.

Sverdrup HU. 1946. The Oceans Their Physics, Chemistry and General Biology. Modern Asia Edition.Prentice – Hall, Inc. Englewood Chiffs, N. J. Charles E Tuttle Cmpany, Tokyo.

Wardhani, N. K. 2002. Pengolahan Limbah Pertanian. Pros. Lokakarya Sistem Integrasi Padi -Ternak I. Yogyakarta.

Warlina, L. 2004. Pencemaran Air, Sumber, Dampak dan Penanggulangannya. Makalah pribadi. IPB Bogor.

Wibisono, M.S, 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo, Jakarta.

.

29

Page 30: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar-gambar pelaksanaan praktikum

Gambar Stasiun 1 Gambar Stasiun 2

Gambar Stasiun 3

30

Page 31: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

Lampiran2. Tabulasi data dan hasil perhitungan

Tabulasi data marine debris (sedimen)

Tanggal : 31 Mei 2014Kelompok : 2 (dua)

STASIUN 1Tipe Ukuran Jumlah % Jumlah %

PETE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

HDPE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

PVC1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

LDPE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

PP1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 11 11 % 15,43 gr 15,43 %

PS1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 1 1 % 0,57 gr 0,57 %

PC / OTHER1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 2 2 % 21,38 gr 21,38 %

∑ 15

STASIUN 2Tipe Ukuran Jumlah % Jumlah %

PETE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

HDPE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

PVC1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

LDPE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

PP1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 4 4 % 83,24 gr 83,24 %

PS1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 1 1 % 1,79 gr 1,79 %

31

Page 32: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

PC / OTHER1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 3 3 % 38,16 gr 38,16 %

∑ 8

STASIUN 3Tipe Ukuran Jumlah % Jumlah %

PETE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

HDPE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 2 2% 22,03 gr 22,03 gr

PVC1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

LDPE1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm

PP1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 3 3% 44,09 gr 44,09%

PS1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 2 2% 2,86 gr 2,86%

PC / OTHER1,25 mm

2,5 – 4,75 mm> 4,75 mm 1 1% 63,93 gr 63,93%

∑ 8

1. Tabulasi data kualitas perairan

Parameter Fisika

Parameter Stasiun Pengamatan1 2 3 4 5 6 7 8

Temperatur (ºC) 30 30 31 30 30 30 30 30

TSS (mg/L) 2,374 Mg/L 1,026

Arus (m/s) 0,15 0,12 0,20 0,26 0,21 0,29 0,21 0,17

BauWarna

Parameter Kimia

Parameter Stasin Pengamatan1 2 3 4 5 6 7 8

O2 Terlarut (ppm) 4 4,95BOD5 (ppm)

COD (ppm)12,27334

pH (kertas) 8 7 7 7 8 8 8 7

32

Page 33: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

pH (pH Meter) 6,3 5,5 6,7 5,8 7,1 6,8 7,1 6,3Salinitas (‰) 32 27 26 26 25 25 25 28

PERHITUNGAN

1. TSS

TSS = ( A−B)

C× 1000 Mg / L

=1,245−1,008

100× 1000 Mg / L

=0,2374

100 × 1000 Mg/L

=2,374 Mg/L

2. DO

O2 terlarut = 1000100

× p × q×8 Mg /L

= 1000100

×2 ×0,025 × 8Mg / L

= 4

3. BOD

DO0= A0= 1000100 x p x q x 8

= 10 x 2,6 x 0,025 x 8 = 5,2 mg/l

4. Blanko

DO0= S0 = 1000100 x p x q x 8

= 10 x 2,6 x 0,025 x 8 = 5,2 mg/l

5. COD

KMNO4 0,01N = 47,1 - 28,1 = 19ml

Faktor koreksi = 10

ml KMNO4 = 10

19,2 = 0,520

33

Page 34: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

Kadar COD (Sampel):

[1000100 x {(10 + a) F - 10}] x 0,01 x 31,6 mg/l

[1000100 x {(10 + 19) 0,52 - 10}] x 0,01 x 31,6 mg/l

[1000100 x {(29) 0,52- 10}] x 0,01 x 31,6 mg/l

[1000100 x {15,08- 10] x 0,01 x 31,6 mg/l

[10x 5,08] x 0,01 x 31,6 mg/l

[50,8] x 0,01 x 31,6 mg/l

16,0528 mg/l

COD blanko = [1000100

x { (10+a ) F−10 }¿] x 0,01 x 31,6 mg/L

= [1000100

x { (10+11,8) 0,522−10 }¿] x 0,01 x 31,6 mg/L = 10 x 1,336 x 0,316 = 4,22176 mg/L

COD : COD sampel – COD blanko

: 16,0528 mg/l - 4,22176 mg/L

: 11,83104 mg/L

6. BOD5

Rumus BOD : A0-A5

A0 : 5,2 mg/l

A5 : 1000/100 x p x q x 8

     : 10 x 1.5 x 0.025 x 8

     : 3 mg/l

BOD : A0-A5

         : 5,2 - 3

         : 2,2 mg/l

PARAMETER PERAIRAN

Koordinat teluk penyu : 7o 44’ 59’’ S 109o 1’ 11’’ E

Salinitas : 27 ‰

pH : Kertas pH : 7

pH meter : 5,5

34

Page 35: Laporan Praktikum Pencemaran Laut

Suhu : 30oC

Arus : 1’ 19’’ Tenggara

35