PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK:...

60
Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan 2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito Sunarto Subagyo Tutiek Herlina Sekretariat: Winarni Nunik Astutik Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telp. 085235004462 E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama. Persyaratan artikel adalah sebagai berikut: 1. Diketik dengan huruf Arial berukuran 9, dalam 1 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm. 2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy (flashdisk, CD, DVD atau e-mail). Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm. 5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah. 7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan . 8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. 9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard. Redaksi Vol. IV No. 3 Halaman 143 - 200 Agustus 2014 ISSN: 2089-4686

Transcript of PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK:...

Page 1: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN

Diterbitkan oleh: WAHANA RISET KESEHATAN

Penanggungjawab: Ketua Wahana Riset Kesehatan

Ketua Dewan Redaksi: Heru SWN

Anggota Dewan Redaksi: Koekoeh Hardjito

Sunarto Subagyo

Tutiek Herlina

Sekretariat: Winarni

Nunik Astutik

Alamat: Jl. Raya Danyang-Sukorejo

RT 05 RW 01 Desa Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Telp. 085235004462

E-mail: [email protected] Website: www.2trik.webs.com

Penerbitan perdana: Desember 2011 Diterbitkan setiap tiga bulan

Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00

PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan

hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama.

Persyaratan artikel adalah sebagai berikut:

1. Diketik dengan huruf Arial berukuran 9, dalam 1 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm.

2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy (flashdisk, CD, DVD atau e-mail).

Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut:

1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah.

2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawah nama ditulis institusi asal penulis.

3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci.

4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm.

5. Metode Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan.

6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan .

8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm.

9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka menggunakan Sistem Harvard.

Redaksi

Vol. IV No. 3 Halaman 143 - 200 Agustus 2014 ISSN: 2089-4686

Page 2: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

ii 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

EDITORIAL

Selamat berjumpa kembali dengan jurnal kita ”2-TRIK” Volume IV Nomor 3 bulan Agustus 2014. Kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada rekan-rekan peneliti yang mendukung publikasi nomor ini antara lain dari Surabaya, Magetan, Bangkalan, Rengat, dan Jember yang telah mempublikasikan karya mereka dalam bidang kesehatan masyarakat, kebidanan, kesehatan lingkungan, manajemen kesehatan, serta pendidikan kesehatan.

Semoga dengan segala keterbatasan yang ada jurnal ini dapat berperanserta dalam memajukan dunia kesehatan, khususnya di tanah air kita. Anda dapat mengunduh isi jurnal ini melalui http://2trik.webs.com atau dalam bentuk ringkas dapat dilihat di portal PDII LIPI. Semoga kita bisa berjumpa kembali pada Volume IV Nomor 3 bulan Agustus 2014 mendatang. Terimakasih.

Redaksi

DAFTAR JUDUL

1 Masalah Kesehatan Pada Lansia

Nur Hatijah

143- 149

2 Perbedaan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Sebelum Dan Setelah Pemberian Tablet Fe Yang Dikombinasi Dengan Vitamin C Evi Pratami, Ws Tarmi, Mirza Amiliya

150-153

3 Risiko Kehamilan Postterm Terhadap Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Rizky Ayu Puji Septyana, Nurlailis Saadah, Budi Joko Santosa

154-157

4 Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Abortus Di RSUD Kota Madiun Tahun 2012 Nurwening Tyas Wisnu, Asih Kurnia, Hery Sumasto

158-163

5 Studi tentang Faktor-Faktor Belum Tercapainya ODF (Open Defecation Free) di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan Sri Poerwati, Denok Indraswati, Siti Marfuati

164-170

6 Hubungan Antara Usia dan Paritas Ibu dengan Kejadian Abortus Di RSUD Dr. Sayidiman Magetan Tahun 2012 Indah Ratnauri, Tumirah, Teta Puji Rahayu

171-179

7 Peran Motivasi Meningkatkan Kinerja Bidan di Desa dalam Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasidi Kabupaten Tulungagung Esyuananik, Henni Djuhaeni, Anita D. Anwar

180-185

8 Peran Media Audiovisual (Video) Terhadap Keterampilan Mahasiswa dalam Pemasangan IUD (Intra Uterine Device) di Akademi Kebidanan Indragiri Rengat Findy Hindratni, Nanan Sekarwana, Udin Sabarudin

186-191

9 Efektifitas Penyuluhan tentang Medis Operatif Pria (MOP) Terhadap Sikap Suami Tentang MOP di Desa Sumber Pinang Kecamatan Pakusari Linda Ika Puspita Ariati

192-195

10 Hubungan Perilaku Merokok Suami yang Memiliki Istri Melahirkan dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah Sukesi, Rijanto, Heliyah Riskawati

196-200

Page 3: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

143 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

MASALAH KESEHATAN PADA LANSIA

Nur Hatijah (Jurusan Gizi,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Meningkatnya usia harapan hidup mencerminkan makin bertambah masa hidup penduduk secara keseluruhan yang berakibat pada semakin bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Tujuan: Mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan utama yang lazim terjadi pada lansia. Metode: Studi dilakukan melalui literature review pada buku, artikel, dan hasil penelitian, yang selanjutnya disajikan secara tekstular. Hasil: Perhatian dan perlindungan terhadap lansia sangatlah penting mengingat populasi lansia setiap tahun selalu meningkat. Menurut Depkes, penggolongan lansia dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok lansia dini (55-64 tahun), kelompok lansia (65 tahun ke atas) dan kelompok lansia risiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. Beberapa jenis permasalahan yang dialami lanjut usia antara lain secara fisik, mental, sosial dan psikologis, sehingga hal ini dapat mengakibatkan gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kemunduran dan Kelemahan Lansia menurut R. Boedhi Darmojo, adalah: 1. Pergerakan dan kestabilan terganggu. 2. Intelektual terganggu (demensia). 3. Isolasi diri (depresi). 4. Intikonensia dan impotensia. 5. Defisiensi Imunologis. 6. Infeksi, konstipasi dan malnutrisi. 7. Iatrogenesis dan insomnia. 8. Kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi, integritas kulit. 9. Kemunduran proses penyembuhan. Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja agar dapat memberikan penanganan tepat untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin. Saran: Masalah kesehatan utama yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja agar dapat memberikan penanganan yang tepat untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin. Kata Kunci: Lansia, masalah kesehatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Berdasarkan data kesejahteraan sosial, lansia Indonesia (Depsos, 1997), jumlah penduduk usia tua akan berlipat dari 13 juta (6% penduduk) pada tahun 1996 menjadi 38 juta (13%) di tahun 2025 (Arisman). Umur harapan hidup merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di suatu negara. Meningkatnya usia harapan hidup mencerminkan makin bertambah masa hidup penduduk secara keseluruhan yang berakibat pada semakin bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Perhatian dan perlindungan terhadap lansia sangatlah penting mengingat populasi lansia setiap tahun selalu meningkat. Tujuan

Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi

masalah-masalah kesehatan utama yang lazim terjadi pada lansia. METODE STUDI

Studi dilakukan melalui literature review, yang diawali dengan pengumpulan referensi tentang masalah kesehatan pada lansia, baik berupa buku ilmiah, artikel ilmiah, serta hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasikan. Berdasarkan referensi tersebut, selanjutnya dilakukan kajian mengenai lansia dan masalah kesehatan yang menyertainya. Kemudian hasil kajian tersebut disajikan secara tekstular atau naratif. HASIL STUDI

Batasan Lansia

Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan mengenai lansia. Menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Durmin (1992) dalam Arisman (2010), membagi lansia menjadi young elderly (65-74 tahun) dan older elderly (75 tahun). Sementara Munro, dkk dalam Arisman (2010) mengelompokkan older elderly ke dalam 2 bagian yaitu usia 75-84 tahun dan 85 tahun. Jika mengacu pada usia pensiun, lansia ialah mereka yang telah berusia di atas 56 tahun (Arisman, 2010).

Secara statistik dan kependudukan, di Indonesia saat ini usia 50-64 tahun termasuk dalam usia setengah tua,

Page 4: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

144 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

sedangkan usia 65 tahun ke atas tergolong dalam usia lanjut (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004 dalam Almatsier, 2011). Menurut Kementerian Sosial, lanjut usia secara fisik dibedakan menjadi dua kelompok yaitu lanjut usia potensial maupun lanjut usia tidak potensial.

Menurut Depkes RI, penggolongan lansia dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Kelompok Lansia Dini (55-64 tahun), ini

merupakan kelompok yang baru memasuki lansia

2. Kelompok Lansia (65 tahun ke atas) 3. Kelompok Lansia Resiko Tinggi, yaitu

lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. Pada umumnya, ahli masalah lansia

sepakat dengan beberapa definisi sebagai berikut: 1. Lansia Kronologis, yaitu dihitung

berdasarkan jumlah tahun sejak dilahirkan.

2. Lansia biologis, yaitu dihitung berdasarkan perubahan fungsi faali organ tubuh.

3. Lansia Psikososial, yakni berdasarkan perubahan psikologis dan sosial.

(Wirakusumah, 2002)

Masalah Kesehatan pada Lansia

Pada saat pertumbuhan, proses pembangunan lebih banyak daripada proses perusakan. Seteah tubuh secara faali mencapai tingkat kedewasaan, proses perusakan secara berangsur akan melebihi proses pembangunan. Inilah saatnya terjadi proses menua atau aging (Almatsier, 2011). Beberapa jenis permasalahan yang dialami lanjut usia antara lain secara fisik, mental, sosial dan psikologis, sehingga hal ini dapat mengakibatkan gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Kemunduran dan Kelemahan Lansia seperti yang dikutip di dalam Buku Ajar Ilmu Gizi Gizi dalam Daur Kehidupan (Arisman, 2010) kutipan dari “Masalah Kesehatan pada Golongan Usia Lanjut” oleh R. Boedhi Darmojo, adalah sebagai berikut:

1. Pergerakan dan kestabilan terganggu

Kemampuan motorik yang menurun,

menyebabkan usia lanjut menjadi lamban, kurang aktif, dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Jumlah sel otot berkurang, ukurannya atrofi, sementara jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya menurun dan kekuatannya menurun.

Aktifitas merupakan salah satu faktor kunci dalam mempertahankan kualitas hidup di usia tua. Salah satu aktifitas yang bisa

dilakukan adalah senam. Beberapa penelitian membuktikan aktivitas fisik berguna untuk mempertahankan kualitas hidup lansia. Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari, 2013 menunjukkan latihan Senam Kesegaran Jasmani Lansia versi 2010 dengan frekuensi 3 kali/ minggu selama 8 minggu dapat menurunkan persentase lemak tubuh Lansia meskipun tidak dapat menurunkan lingkar pinggang Lansia. Sementara itu Penelitian Sugiyarti (2011) menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kadar gula darah penderita Diabetes Mellitus. Penelitian yang dilakukan di wilayah Puskesmas Mulyorejo pada 82 responden menunjukkan pendidikan, sikap, dukungan kader berhubungan dengan partisipasi lansia dalam mengikuti senam lansia (Dewi, 2014).

Penelitian Observasional Prospektif Analitik yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Geriatri dan Ruang Rawat Inap Inap RSUD Dr. Soetomo yang dilakukan oleh Wijoyono (2007) menunjukkan terdapatnya efek imobilisasi terhadap penurunan kadar albumin serum pada penderita Usia Lanjut dengan Hipertensi. Perawatan penderita usia lanjut yang memerlukan rawat inap sebaiknya melibatkan pencegahan imobilisasi dan bila perlu dilakukan terapi mobilisasi aktif atau pasif pada penderita. Tindakan mobilisasi yang mudah dilaksanakan seperti merubah posisi penderita setiap waktu tertentu untuk mengurangi risiko pressure sores, dapat dilakukan oleh penderita atau dengan dibantu keluarga.

Penurunan densitas tulang dan penurunan tonus otot pada lansia menyebabkan lansia berisiko untuk sering terjatuh (Agoes, dkk 2009). Sekitar 30% lansia yang berusia di atas 65 tahun yang tidak tinggal di panti terjatuh sendiri. Angka ini meningkat menjadi 50% jika usia lansia tersebut telah melebihi 85 tahun. Sekitar 10% kejatuhan ini mengakibatkan kondisi yang serius, di antaranya 5% patah tulang dan 5% trauma jaringan lunak. Wanita lebih sering jatuh (46%) ketimbang pria (30%). Kasus yang lazim terjadi pada lansia ialah nyeri tulang, osteoporosis, anemia defisiensi dan hipertensi postural (Boedhi-Darmojo dalam Arisman, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Taufik (2006) menunjukkan bahwa senam osteoporosis versi IRM RSU Dr. Soetomo Surabaya yang dilakukan secara teratur selama 8 (delapan) minggu memberikan peningkatan keseimbangan dinamik serta mengurangi risiko terjadinya jatuh pada laki-laki lanjut usia. Keseimbangan dinamik sangat dipengaruhi oleh kekuatan otot-otot ekstensor anggota

Page 5: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

145 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

gerak bawah, daya tahan dan kelenturan dari sendinya. Peningkatan keseimbangan pada kelompok senam ini kemungkinan akibat pengaruh senam osteoporosis terhadap kekuatan otot, sendi dan kelenturan pada kaki.

2. Intelektual terganggu (dementia)

Dementia adalah keadaan dimana

seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari (Adriani, dkk., 2012). Secara klinis gangguan fungsi tersebut berupa gangguan bicara, daya ingat, pengenalan pribadi dan lingkungan, pengetahuan serta emosi (Wirakusumah, 2002). Dementia dapat dicegah dengan rangsangan dan latihan otak agar fungsi otak tidak menurun secara drastis. Menurut WHO, 2000 ada berbagai aktifitas yang dapat dilakukan oleh lansia untuk mempertahankan fungsi kognitif seperti aktivitas berjalan kaki, bersepeda, mengerjakan tugas harian di rumah dan aktivitas bermain.

Penelitian yang dilakukan Ichwanuddin (2013) pada 50 sampel di Kecamatan Kedurus Surabaya menemukan Persentase penurunan fungsi kognitif lebih banyak pada wanita dibandingkan pria. Secara statistik didapatkan hubungan yang signifikan senam lansia terhadap fungsi kognitif lansia dengan p : 0,047, namun secara klinis tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan IK 95% (0,999-10-171). Pada satu penelitian yang menghubungkan antara aktifitas fisik dan penurunan risiko cognitive impairmen (CI), pada lansia didapatkan bahwa terdapat perbedaan antara wanita yang melakukan aktifitas fisik tinggi terhadap penurunan risiko CI (OR 0,5, CI 95%, 0,40-0,82) dan pada pria tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Hal ini disebabkan karena pada lansia wanita terjadi menopause yang sangat berpengaruh terhadap lipid profiles sehingga aktivitas fisik pada lansia sangat bermanfaat untuk menjaga terjadinya penurunan fungsi kognitif terutama pada wanita (Laurin, et al, 2001

dalam Ichwanuddin, 2013). Sementara itu, penelitian pada 31

responden pasien obesitas yang berkunjung di Poli Saraf dan Poli Geriatri RSUD Dr Soetomo yang dilakukan oleh Nursanty, 2010 menunjukkan ada korelasi positif kuat dan bermakna secara statistik antara kadar adinopektin dengan fungsi memori jangka pendek (nilai WLMT) pada populasi lansia yang mengalami obesitas sentral.

Disarankan hendaknya lansia mencegah terjadinya obesitas sentral guna mengurangi risiko gangguan memori jangka pendek serta demensia.

3. Isolasi diri (depresi)

Menurut Lilian Trol dalam Adriani, dkk.

(2012), menemukan bahwa lansia yang berhubungan dekat dengan keluarganya mempunyai kecenderungan lebih sedikit untuk stres dibanding lansia yang hubungannya jauh. Terdapat tiga aspek hubungan sosial pada lansia yaitu: friendship, social support and social integration, serta social integration. Lansia perlu berteman, mendapat dukungan sosial dan menjadi bagian dari jaringan sosial. Dukungan sosial dan integrasi sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik, mental lansia.

Penelitian oleh Siregar (2013) menunjukkan bahwa kualitas hidup, kualitas psikologi, kualitas sosial lansia yang tinggal di rumah lebih baik daripada kualitas psikologi lansia yang tinggal di panti. Sementara itu, hasil studi kasus kontrol terhadap lansia anggota Posyandu di wilayah Desa Tamantirto membuktikan keaktifan kunjungan lansia ke posyandu dipengaruhi oleh umur ≥ 71 tahun, tidak bekerja, sikap baik terhadap posyandu, fasilitas posyandu yang baik, pelayanan kader dan petugas kesehatan yang baik dan peran keluarga yang baik, sehingga disarankan perlunya variasi kegiatan di Posyandu seperti adanya senam lansia rutin, penyaluran hobi seperti kesenian, berkebun, piknik dll sehingga lansia termotivasi berkunjung ke Posyandu.

Isworo & Saryono (2010) melaporkan bahwa pada sejumlah pasien DM Tipe 2 di RSUD Sragen ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara depresi dengan kadar gula darah dan dukungan keluarga dengan kadar gula darah. Dukungan keluarga merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kadar gula darah. Hasil penelitian ini merekomendasikan skrining tentang depresi pada pasien DM dan melibatkan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat mendiagnosa dan merawat pasien DM dengan komprehensif yang hasil akhirnya akan meningkatkan kontrol gula darah.

4. Inkonentia dan impotensia

Inkonentia urina berarti pengeluaran urin

secara spontan pada sembarang waktu diluar kehendak (involunter). Inkonentia memilik implikasi medis, psikologis, sosial

Page 6: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

146 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

dan ekonomis. Penyakit ini merupakan salah satu faktor utama yang membuat banyak keluarga menempatkan manula di panti jompo untuk mendapatkan perawatan yang layak (Agoes, dkk. 2009).

Dewasa ini terdapat pilihan beberapa metode untuk mengatasi overactive bladder (OAB) berkembang, misalnya farmokterapi dengan pemberian obat-obatan, pemberian latihan untuk otot dasar panggul dan modifikasi pola hidup penderita. Selain itu operasi denervasi bladder dan yang saat ini dikembangkan adalah terapi modulasi saraf yang kurang atau tidak invasif yaitu dengan pemberian stimulasi listrik pada jaringan saraf yang spesifik. Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2007) menyimpulkan bahwa terapi neuromodulasi pada saraf tibialis posterior merupakan terapi yang menjanjikan untuk OAB dimana pada penelitian ini urgensi sebagai tanda terpenting pada OAB mengalami pengurangan lebih dari 50% sebagai indikator standar yang merupakan tanda keberhasilan terapi neuromodulasi. Terapi ini murah, mudah, cukup nyaman dan tidak menunjukkan efek samping yang membahayakan.

Kadar testosteron berkurang dengan bertambahnya usia. Perubahan hormonal ini menghilangkan libido, mengurangi kekuatan otot, menimbulkan, kelemahan energi, dll (Agoes, Azwar., 2009).

5. Defisiensi imunologis

Orang lanjut usia lebih peka terhadap

infeksi, hal ini sebagian mungkin disebabkan oleh penurunan kekebalan. Penurunan fungsi kekebalan dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit kanker dan artritis. Hal ini dapat dicegah melalui asupan gizi yang seimbang dan olahraga teratur (Arisman, 2010).

6. Infeksi, konstipasi dan malnutrisi

Proses menua (aging) adalah proses

menghilangnya secara perlahan kemampuan hjaringan tubuh untuk mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap benda-benda asing termasuk mikroorganisme dan menurunnya kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam Budi-Darmojo dan Hadi Martono, 2004 dalam Arisman, 2010). Dengan demikian manusia secara berangsur akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan akan semakin banyak mengalami gangguan metabolik dan struktural yang dinamakan penyakit degenaratif seperti hipertensi,

aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker (Arisman, 2010).

Salah satu gangguan yang seringkali dikeluhkan oleh lansia ialah sembelit (konstipasi). Gangguan ini timbul manakala frekuensi pergerakan usus berkurang yang akhirnya memperpanjang masa transit tinja. Semakin lama tinja tertahan dalam usus, konsistensinya semakin keras dan akhirnya membuntu sehingga susah dikeluarkan. Kejadian ini berpangkal pada kelemahan tonus otot dinding saluran cerna akibat penuaan (kegiatan fisik berkurang) serta reduksi asupan cairan dan serat. Hasil penelitian dengan pendekatan epidemiologi bahwa perkembangan penyakit (western diseases) berkaitan erat dengan diet rendah serat pada berbagai negara industri. Diketahui bahwa semakin tinggi kandungan serat yang diperoleh dari makanan, maka akan diperoleh banyak manfaat bagi kesehatan. Perlu diungkap juga peran unik serat makanan yang antara lain sebagai komponen prebiotik yang diperlukan bagi pertumbuhan mikroflora usus, bakteri probiotik yang memberi manfaat bagi kesehatan. Secara alamiah orang muda mempunyai jumlah bakteri „baik‟ yang jauh lebih banyak daripada orang tua dan orang yang sedang atau sering sakit (Winarno, 2004 dalam Kusharto, 2006)

Malnutrisi pada lansia seringkali disebabkan karena perubahan pada saluran pencernaan. Misalnya, pada lansia lapisan lambung menipis. Di atas usia 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang. Dampaknya, penyerapan vitamin B12 dan zat besi menurun (Arisman, 2010).

Masalah lansia yang terkait dengan gizi antara lain: rentan penyakit kronis, keadaan yang mengubah nafsu makan, efek samping obat yang mempengaruhi nafsu makan (mual, diare, kelemahan, mengantuk), kemiskinan, hidup sendiri, masalah fisik dan mobilitas. Penelitian mengenai gambaran pola konsumsi pangan dan pola penyakit pada lansia di kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan menemukan pola penyakit lansia pada umumnya adalah penyakit degeneratif seperti: hipertensi, reumatik, diabetes mellitus, jantung, osteoporosis dan stroke. Jenis makanan yang dikonsumsi lansia sehari-hari masih berada dalam kategori kurang seperti makanan yang banyak mengandung gula, tinggi garam, lemak yang berlebihan seperti santan yang kental, minyak, sayuran dan buah-bahan yang mengandung gas serta minuman yang dikonsumsi setiap hari yaitu kopi.

Tekstur makanan yang dikonsumsi lansia sehari-hari masih berada dalam kategori tidak sesuai sehingga dapat

Page 7: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

147 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

mengakibatkan gangguan fungsi mengunyah dan juga mengganggu sistem pencernaan seperti lansia yang lebih menyukai makanan yang digoreng dan keras daripada makanan yang lunak/lembek, dikukusm direbus, disemur dan ditumis agar mudah dikunyah dan dicerna. Frekuensi konsumsi pangan lansia yang tidak terarur yaitu dua kali sehari (makan siang dan makan malam). Padahal frekuensi makan yang teratur yaitu tiga kali sehari makan utama (pagi, siang, malam) serta dua kali makan selingan (Elvia, 2012).

Menurut Rusilanti (2006) perbedaan lokasi pemukiman lansia berdasarkan kondisi sosial ekonomi dapat menyebabkan adanya perbedaan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan pada lansia yang berada di masyarakat. Namun adanya dukungan keluarga, masyarakat dan pemerintah dapat menciptakan kondisi lanjut usia yang tidak terganggu aspek psikososialnya (hidup puas dan tidak depresi). Frekuensi makan sebagia besar subyek adalah 3 kali sehari dengan nasi sebagai pangan sumber karbohidratnya. Pangan sumber hewani yang banyak dikonsumsi adalah telur ayam, sedangkan pangan nabati yang biasa dikonsumsi adalah tahu dan tempe. Sayuran yang banyak dikonsumsi adalah wortel dan kol. Buah-buahan yang biasa dikonsumsi adalah pepaya dan pisang. Tingkat kecukupan energi sebagian besar subyek yang demensia tergolong lebih dan untuk subyek yang tidak demensia tergolong normal atau cukup. Tingkat kecukupan protein sebagian besar responden yang demensia tergolong defisit berat, sedangkan subyek yang tidak demensia tergolong cukup. Seluruh subyek memiliki tingkat kecukupan vitamin B1, vitamin B2, asam folat sebagian besar subyek dari kedua kelompok tergolong defisit (>77% AKG harian). Sebagian besar subyek yang demensia sudah tidak aktif (66,7%). Subyek yang tidak demensia sebagian besar masih aktif (55,6%).

7. Iatrogenesis (penyakit akibat obat-

obatan) dan insomnia Salah satu yang sering didapati pada

lansia adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa tanpa pengawasan dokter. Efek samping obat serta pengaruh interaksi obat misalnya mual, diare, kelemahan dan mengantuk.

Berbagai keluhan pada lansia yang sering dilaporkan yakni sulit untuk tidur. Tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun,

banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali, lesu setelah bangun di pagi hari.

8. Kemunduran penglihatan, pendengaran,

pengecapan, pembauan, komunikasi, integritas kulit.

Proses menua berpengaruh terhadap

beberapa komponen yang berkaitan dengan penglihatan. Kemampuan lensa untuk melihat jarak dekat menurun, peningkatan densitas serabut di dalam lensa sehingga terjadi katarak, lensa mata menjadi kaku, kehilangan kejernihan dan bertambah besar sehingga mengganggu sistem pengaliran air mata (Arisman, 2010)

Gangguan pendengaran pada usia lanjut meliputi kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh gangguan fungsi telinga bagian dalam (cochlea) dan/atau hubungan antar saraf pendengaran yang ada di dekat atau di dalam otak. Gangguan pendengaran pada lansia bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti keturunan, bising, penyakit telinga kronis dan aterosklerosis (Arisman, 2010).

Pada lansia terjadi perubahan pada rongga mulut. Pengeluaran cairan ludah berkurang pada usia lanjut. Hal ini menyebabkan dehidrasi pada mulut, menipisnya jaringan gusi dan mengerutnya jaringan ikat pada mulut. Disamping itu dapat terjadi perubahan sensoris berupa kurang sensitifnya indra pengecap dan penciuman serta timbulnya rasa nyeri pada lidah (Arisman, 2010). Perubahan indra pengecap pada usia lanjut yang menyebabkan perubahan pada rasa dan bau berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Hal ini menyebabkan orang berusia lanjut sensitif terhadap keempat rasa dasar, yaitu rasa manis, asam, asin dan pahit. (Almatsier, 2011).

Akibat proses menua, semua pancaindra berkurang fungsinya, demikian jga pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkan terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapu dan mudah rusak dengan trauma yang minimal (Adriani, dkk., 2012).

9. Kemunduran proses penyembuhan

Penderita kanker usia lanjut seringkali

memiliki outcome pengobatan yang lebih buruk daripada penderita usia muda. Hal ini disebabkan karena seringkali diberikan dosis pengobata lebih rendah daripada penderita muda sehingga pengobatan tersebut tidak efektif terhadap kanker. Usia lanjut mengalami banyak perubahan dalam hal

Page 8: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

148 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

farmakodinamik dan farmakokinetik sehingga banyak ahli yang percaya bahwa penderita tidak akan mampu mentoleransi efek toksik akibat pemberian kemoterapi dengan dosis standar (Dale, 2013 dalam Achmadi. Pada penelitian oleh Achmadi (2011): faktor umur mempengaruhi survival penderita ca cerviks dan bermakna secara statistik dengan tingkat signifikansi 0,035. Kelompok umur 20-29 tahun mampunyai estimasi median survival yang paling lama yaitu 2,816 tahun. Sedangkan kelompok umur >59 tahun mempunyai estimasi median survival yang paling pendek yaitu 1,22 tahun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Masalah kesehatan pada lansia meliputi

gangguan gerak, dementia, isolasi diri, inkontinentia dan impotensia, defisiensi imunologis, infeksi-konsipasi dan malnutrisi, iatrogenesis, kemunduran indera, serta kemunduran penyembuhan. Saran

Masalah kesehatan utama yang sering

terjadi pada lansia perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja agar dapat memberikan penanganan yang tepat untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, 2011. Karakteristik Penderita

Kanker Serviks 2006-2010 di RSUD Dr Soetomo. Departemen/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr Soetomo Surabaya.

Agoes, Azwar. Achdiat Agoes dan Arizal Agoes. 2011. Penyakit di usia Tua. EGC, Jakarta

Adriani, Merryana. Bambang Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Kharisma Putra Utama, Jakarta

Aisyah. 2007. Efek Terapi Neuromodulasi Saraf Tibialis Posterior Terhadap Keluhan dan Kualitas Hidup Penderita Overactive Bladder. Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr Soetomo.

Almatsier, Sunita (editor). Susirah Soetardjo dan Moesijanti Soekatri. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Gramedia Pustaka Utama.

Arisman, 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi, Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC, Jakarta.

Dewi, Zahrona Kusuma., Syahrul Fariani. 2013. Analysis of Factors that Related to the Participation of Fitness Exercise for Elderly. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 1 No 1 (2013. Published : 28 Januari 2014.

Elvia, Nova, Muhammad Arifin Siregar, Albiner Siagian. 2012. Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Pola Penyakit pada Usia Lanjut di wilayah Kerja Puskesmas Tapaktuan Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2012.

Ichwanuddin, 2013. Hubungan antara Lansia yang Tidak Melakukan Senam Lansia dan Lansia yang melakukan Senam Lansia terhadap Fungsi Kognitif Lansia yang Diukur dengan MMSE. 2013. Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Neurologi FK Unair-RSUD Dr Soetomo.

Isworo, Atyanti., Saryono. 2010. Hubungan Depresi dan Dukungan Keluarga terhadap Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sragen. Jurnal Keperawatan Soedirman Vol 5 No 1, Maret 2010.

Kementerian Sosial Republik Indonesia-Badan Pusat Statistik RI., 2011. Profil Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Indonesia 2011.

Kementerian Sosial, 2012. Kementerian Sosial dalam Angka Pembangunan Kesejahteraan Sosial.

Kusharto, Clara M. Serat Makanan dan Peranannya bagi Kesehatan. 2006. Jurnal Gizi dan Pangan, Nov 2006 1 (2): 45-54.

Lestari, Puji., Soeharyo Hadisaputro., Kris Pranarka. 2011. Beberapa Faktor yang Berperan Terhadap Keaktifan Kunjungan Lansia ke Posyandu, Studi Kasus di Desa Tamantirto Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Proponsi DIY. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Timur. Media Medika Indonesiana. Vol 45 No 2 Tahun 2011.

Nursanty. 2010. Korelasi antara Kadar Adinopektin dengan Fungsi Memori Jangka Pendek pada Lansia yang Mengalami Obesitas Sentral. Departemen SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo

Pratiwi, Chairunnisa Utami., Sri Anna Marliyati., Melly Latifah. 2013. Pola Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik, Riwayat Penyakit, Riwayat Demensia Keluarga dan Kejadian Demensia pada Lansia di Panti Werdha Tresna Bogor.

Page 9: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

149 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2013, 8(2):129-136. 2013

Puspitasari, Ika. 2013. Pengaruh Frekuensi Melakukan Senam Kesegaran Jasmani Lansia 2000 Terhadap Persentase Lemak Tubuh dan Lemak Intra Abdomen Lansia diukur dengan Metoda Antropometrik. Peserta PPDS-I Prodi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Program Pendidikan Dokter Spesialis I-Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo.

Rusilanti., Clara M Kusharto., Ekawati S Wahyuni. 2006. Aspek Psikososial, Aktivitas Fisik dan Konsumsi Makanan Lansia di Masyarakat. Jurnal Gizi dan Pangan, November 2006 1(2):1-7.

Siregar, Siti Fatimah., Abdul Jalil Amri Arma., Ria Masniari Lubis., 2013. Perbandingan Kualitas Hidup Lanjut Usia yang Tinggal di Panti Jompo dengan Yang Tinggal di rumah di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

Sugiyarti., Wulandari Meikawati., Trixie Salawati. 2011. Hubungan Ketaatan Diet dan Kebiasaan Olahraga dengan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus yang Berobat di Puskesmas Ngembal Kulon Kabupaten Kudus. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang Vol 7 No 1 Tahun 2011.

Taufik, Nasyaruddim Herry. 2006. Pengaruh Senam Osteoporosis Terhadap Keseimbangan Dinamik dan Kualitas Hidup pada Laki-laki Lanjut Usia Kelurahan Gubeng Airlangga. Bagian SMF Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Wijoyono, Heru. 2007. Pengaruh Imobilisasi Trehadap Penurunan Kadar Albumin Serum pada Penderita Geriatri dengan Hipertensi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Wirakusumah, Emma S. 2002. Tetap Bugar di Usia Lanjut. Trubus Agriwidya, Jakarta.

Page 10: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

150 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL SEBELUM DAN SETELAH PEMBERIAN TABLET Fe YANG

DIKOMBINASI DENGAN VITAMIN C

Evi Pratami (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) WS Tarmi

(Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Mirza Amiliya (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Tablet Fe dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah dan menimbulkan anemia. Masalah penelitian ini adalah terjadi peningkatan kejadian anemia pada ibu hamil dari 399 (41%) menjadi 390 (42,02%), yang sebelumnya seluruh ibu hamil (100%) sudah mendapatkan tablet Fe. Tujuan: Penelitian bertujuan menganalisis perbedaan kadar hemoglobin ibu hamil sebelum dan setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C. Metode: Desain penelitian ini adalah eksperimental, dengan besar sampel 35 orang. Instrumen yang digunakan adalah pengukur kadar Hb Sahli. Analisa data menggunakan paired sample t test dengan taraf signifikasi 5% (α = 0,05). Hasil: Hampir seluruh ibu hamil (85,71%) mengalami peningkatan kadar hemoglobin setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi vitamin C. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t sampel berpasangan (Paired t Test) diperoleh hasil nilai p = 0,000. Kesimpulan: Ada perbedaan kadar hemoglobin ibu hamil sebelum dan setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban. Saran: Petugas kesehatan diharapkan ikut membantu dalam meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui penyuluhan khususnya tentang bahaya anemia kehamilan sehingga dapat memberikan pemantauan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada janin dan ibu.

Kata Kunci: Hemoglobin, tablet Fe, ibu hamil

PENDAHULUAN Latar Belakang

Salah satu indikator pembangunan bidang kesehatan adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 sebesar 104,3 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan penyebab langsung kematian ibu terbesar adalah perdarahan sebesar 29,35 % dan diikuti oleh pre/eklamsia, partus lama, komplikasi aborsi dan infeksi. Anemia kehamilan sebagai penyebab tidak langsung menyumbangkan angka 51% dari angka kematian ibu seluruhnya (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012).

Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen yang dapat terjadi akibat penurunan produksi sel darah merah sehingga terjadi penurunan hemoglobin (Hb) dalam darah. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah menjadi semakin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan semakin meningkat (Fraser DM dan Margareth, 2009). Anemia adalah kondisi kadar haemoglobin (Hb) dalam darah seseorang kurang dari 12 gr%. Sebab utama rendahnya Hb dalam kehamilan adalah karena defisiensi besi (Sarwono, 2008).

Anemia defisiensi besi pada ibu hamil dapat disebabkan karena kurangnya asupan zat besi dan peningkatan kebutuhan. Kebutuhan zat besi selama kehamilan rata-rata 1000 mg. Kira-kira 500 mg diperlukan untuk meningkatkan massa sel darah merah, sedangkan sekitar 300 mg ditransportasikan ke janin, terutama pada 12 minggu terakhir kehamilan. Sisa 200 mg diperlukan untuk mengkompensasi kehilangan yang tidak disadari melalui kulit, feses dan urin. Dan rata-rata ibu hamil membutuhkan 6-7 mg zat besi per hari. Pada sebagian besar wanita, jumlah ini tidak terdapat dalam tubuhnya. Oleh karena itu, volume sel darah merah dan kadar hemoglobin menurun disertai peningkatan volume plasma sehingga mengakibatkan anemia (Fraser DM dan Margareth, 2009).

Tablet Fe dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah dan menimbulkan anemia. Dengan demikian ibu membutuhkan 2-3 mg besi/hari atau sekitar 90 tablet Fe selama kehamilan atau 1 tablet Fe /hari agar Hb tetap dalam keadaan normal (Cuningham, dkk. 2006).

Anemia dalam kehamilan dapat memberi pengaruh buruk bagi ibu dan bayi, seperti

Page 11: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

151 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

abortus, prematur, partus lama karena inertia uteri, perdarahan postpartum karena atonia uteri, infeksi intrapartum dan postpartum, kematian perinatal, cacat bawaan, anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4gr% dapat menyebabkan dekompensasi kordis, hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan (Sarwono, 2008).

Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2006, di Jawa Timur sebanyak 7,70% ibu hamil mengalami anemia, sedangkan di Kabupaten Tuban pada tahun 2011 prevalensi anemia menunjukkan angka 13,70%. Prevalensi anemia ibu hamil di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban pada tahun 2011 sebesar 41% dan mengalami peningkatan pada tahun berikutnya, walaupun sebelumnya seluruh ibu hamil sudah mendapatkan 90 butir atau lebih tablet Fe selama hamil.

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia gizi besi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban dilaksanakan melalui pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) yang diprioritaskan pada Ibu hamil, karena prevalensi anemia pada kelompok ini cukup tinggi. Selain itu diberikan tambahan vitamin C untuk meningkatkan absorbsi zat besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar hemoglobin ibu hamil sebelum dan sesudah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

eksperimen, dengan menggunakan salah satu rancangan penelitian praeksperimental yaitu One-Group Pra-Post Test Design, untuk mengetahui apakah ada perbedaan kadar Hb sebelum dan setelah minum tablet Fe dikombinasi vitamin C. Lokasi penelitian ini di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban.

Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban pada bulan April sampai Mei 2013 sebesar 38 orang. Besar sampel adalah 35 orang dengan kriteria inklusi yaitu Ibu hamil trimester II dan III yang melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban pada bulan April sampai Mei 2013 yang bersedia menjadi responden.

Pengumpulan data dimulai pada responden yang datang berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kadar Hb, kemudian dilakukan konseling dan permintaan persetujuan (informed consent) untuk dijadikan sebagai

responden penelitian. Ibu hamil yang bersedia menjadi responden kemudian diberikan penjelasan tentang konsumsi tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C selama 30 hari. Setelah diberikan intervensi untuk mengkonsumsi tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C selama 30 hari, kemudian responden dilakukan pemeriksaan kadar Hb lagi. Kadar Hb diukur menggunakan alat pengukur kadar Hb metode Sahli.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji statistika yaitu uji t sampel berpasangan (Paired t Test) dengan taraf signifikasi 5% (α = 0,05). HASIL PENELITIAN

Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa

hampir seluruh ibu hamil (85,71%) mengalami peningkatan kadar hemoglobin setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C dan sebagian kecil (14,29%) kadar hemoglobin ibu hamil tetap.

Tabel 1. Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Pemberian Tablet Fe

yang Dikombinasi dengan Vitamin C di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban

Kadar Hemoglobin Jumlah Persentase

Naik Tetap Turun

30 5 0

85,71 14,29

0

Jumlah 35 100

Hasil paired sample t test dengan α =

0,05 adalah p = 0,000, maka H0 ditolak, berarti ada perbedaan kadar hemoglobin ibu hamil sebelum dan setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban. PEMBAHASAN

Pemberian preparat besi 60 mg/hari

dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan (Saifuddin, 2008). Ibu hamil yang memberikan respon baik terhadap pemberian preparat Fe 60 mg/hari, bila retikulositnya naik pada bulan pertama, menjadi normal, diikuti dengan kadar Hb 0,5-2 gr/dl dalam 1 bulan. Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi kejadian anemia pada kehamilan. Namun, ada kalanya ibu hamil yang telah diberikan Fe sebanyak 90 tablet kadar Hb tetap, dikatakan tetap jika kadar Hb saat trimester III sama dengan kadar Hb trimester I (tidak mengalami peningkatan atau penurunan). Sedangkan,

Page 12: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

152 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

ibu yang tidak diberikan sebanyak 90 tablet Fe dapat terjadi penurunan kadar Hb. Derajat penurunan Hb dapat bervariasi dari ringan sampai sedang. Penurunan Hb dapat terjadi perlahan-lahan, tetapi sering sekali sangat cepat 0,02-0,10 gr/dl dalam 1 bulan (Made Bakta, 2007).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruhnya kadar hemoglobin ibu hamil naik setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C. Situasi konsumsi tablet Fe yang dikombinasi vitamin C pada responden dikendalikan oleh peneliti melalui kontak telefon seluler sehingga dapat dipastikan responden mengkonsumsi tablet Fe dikombinasi dengan vitamin C secara teratur setiap hari selama 30 hari oleh responden penelitian di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban. Sehingga hasil penelitian yang diperoleh dapat sesuai dengan pernyataan bahwa pemberian preparat besi 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 0,5-2 gr/dl dalam 1 bulan.

Namun pada perlakuan yang terkontrol tersebut masih ada sebagian kecil responden yang kadar hemoglobinnya tetap setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C secara teratur 30 hari. Hal ini dapat dipengaruhi oleh hal-hal di luar kendali peneliti, seperti kurangnya asupan zat gizi kompleks dari makanan sehari-hari, faktor pengetahuan juga dapat mempengaruhi sikap ibu terhadap kehamilannya. Selanjutnya adalah faktor fisiologis yang terjadi pada ibu hamil yaitu hemodilusi dapat mempengaruhi kadar Hb ibu. Hemodilusi tampak pada usia kehamilan sekitar 16 minggu dan mencapai puncak pada kehamilan 32-34 minggu, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang hemoglobinnya tetap setelah diberikan perlakuan adalah responden dengan usia kehamilan 30-32 minggu. Sehingga terdapat kesesuaian bahwa hemodilusi mempengaruhi kadar Hb ibu hamil.

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Salah satunya adalah absorpsi dan metabolism besi. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dlam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati (Almatsier, 2009). Sejalan dengan hasil penelitian Mulyawati (2005) menunjukkan bahwa suplementasi besi dengan vitamin C mempunyai efek peningkatan kadar hemoglobin lebih tinggi

dibandingkan dengan suplementasi besi tanpa vitamin C.

Dalam penelitian ini naiknya kadar Hb ibu hamil dipengaruhi oleh konsumsi tablet Fe yang dikombinasikan dengan vitamin C yang diminum secara teratur selama 30 hari dan konsumsinya oleh responden terkendali oleh peneliti. Sehingga ada perbedaan kadar hemoglobin ibu hamil yaitu kenaikan yang signifikan hemoglobin setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C pada ibu hamil yang menjadi responden penelitian. Kenaikan kadar hemoglobin minimal 0,2 gr% dan kenaikan maksimal sampai 2,4 gr%, walaupun masih ada yang tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang masih berada pada batas toleransi kesalahan analisa penelitian ini. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian pada bulan

April sampai Juni 2013 di Puskesmas Rengel Kabupaten Tuban, maka dapat disimpulkan: 1. Hampir seluruh kadar hemoglobin ibu

hamil naik setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C.

2. Ada perbedaan kadar hemoglobin ibu hamil sebelum dan setelah pemberian tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C.

Saran

Berdasar hasil penelitian disarankan:

1. Diharapkan ibu hamil sejak terlambat menstruasi segera memeriksakan diri agar anemia kehamilan dapat terdeteksi sejak dini. Dianjurkan untuk ibu hamil agar rutin dalam mengkonsumsi tablet Fe yang dikombinasi dengan vitamin C agar bahaya anemia pada kehamilan dapat dicegah.

2. Diharapkan petugas kesehatan ikut membantu dalam meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui penyuluhan khususnya tentang bahaya anemia kehamilan sehingga dapat memberikan informasi tentang kesehatan. Selain itu petugas diharapkan melakukan pemantauan konsumsi tablet Fe pada ibu hamil untuk mencegah terjadinya komplikasi pada janin dan ibu karena anemia.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia

Page 13: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

153 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Amiruddin, 2007. Evidance Based Epidemiologi Anemia Defisiensi Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia.

http://ridwanamiruddin.files.wordpress.com. Diakses 28 Maret 2013.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Berdainer, C. 2008. Advanced Nutrition Micronutrients. CRC Pres.

Cuningham, dkk. 2006. Obstetric William edisi 21. Jakarta : EGC.

De Chemey, AH, 2007. Lange Current Diagnosis & Treatment Obstetri & Gynaecology 9th edition. India: Mc Graw Hill. p: 406-8.

Departemen Kesehatan R.I. 2006. Program Penanggulangan Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS); (Safe Motherhood Project: A Partnership and Family Approach). Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes.

Farida, Nur. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil yang Mendapatkan Suplementasi Tablet Besi. Abstrak. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Fraser, Diane M dan Margareth, A. Cooper (Ed). 2009. Myles Buku Ajar Bidan Edisi 14. Jakarta : EGC.

Gibson, RS. 2005. Principle of Nutritional Assessment Second Edition. New York : Oxford University Press.

Haryanta. 2005. Pengaruh Konsumsi Makanan Sumber Hem dan Nonhem dengan Suplementasi Vitamin C terhadap Kadar Hemoglobin pada Anak Sekolah Dasar yang Mengalami Anemia Defisiensi Zat Besi. Tesis Program Pascasarjana. Makassar : Universitas Hasanuddin.

Hidayat A. Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.

_______. 2010. Metode Penelitian Kesehatan “Paradigma Kuantitatif”.

Surabaya : Health Books Publishing. Jacob, Robert A. 2005. Vitamin C. In :

Modern Nutrition in Health and Disease 1. Ten edition. A. Waverly Company. Lea

& Febiger. Philadelphia. Made, Bakta. 2007. Buku Saku Hematologi.

Jakarta : EGC. Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu

Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,

Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011. Surabaya.

Saifuddin, AB. 2008. Profilaksis Anemia.

Jakarta : YBP-SP. Soebrata, GR. 2006. Penutun Laboratorium

Klinik. Jakarta : PT. Dian Rakyat. St Fatimah., dkk. 2011. Pola Konsumsi dan

Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Abstrak Makara Kesehatan.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung

: Alfabeta. Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan

Kebidanan, edisi 4. Jakarta : EGC. Wirakusumah, ES. 2009. Perencanaan

Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta : Trubus Agrowidya.

Page 14: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

154 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

RISIKO KEHAMILAN POSTTERM TERHADAP KEJADIAN ASFIKSIA PADA

BAYI BARU LAHIR

Rizky Ayu Puji Septyana (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Nurlailis Saadah

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Budi Joko Santosa (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK Latar belakang: Salah satu penyebab asfiksia pada bayi baru lahir adalah kehamilan postterm, yaitu kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu. Kejadian asfiksia bayi baru lahir di RSUD dr. Sayidiman Magetan, tahun 2010 sebanyak 36,26% dari 168 kelahiran hidup dan 3,54% asfiksia terjadi pada kehamilan postterm, tahun 2011 terdapat 38,80% kasus asfiksia bayi baru lahir dari 464 kelahiran hidup dan 11,02% asfiksia terjadi pada kehamilan postterm, ada kecenderungan meningkat. Tujuan: Penelitian bertujuan mengetahui faktor risiko kehamilan postterm dengan Asfiksia pada bayi baru lahir. Metode: Jenis penelitian analitik ini dengan rancangan case control. Sebagai kelompok kasus adalah bayi baru lahir yang asfiksia ringan-sedang, dan kontrolnya adalah bayi baru lahir yang tidak asfiksia. Faktor risiko sebagai paparannya kehamilan postterm. Populasi penelitian seluruh bayi baru lahir di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Januari 2012-Desember 2012 sejumlah 710 bayi yang diperoleh dari Buku Register Persalinan. Sampel terdiri atas 73 kelompok kasus dan 73 kelompok kontrol, yang diambil dengan teknik simple random sampling. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel. Analisis data menggunakan odd ratio. Hasil: Pada kehamilan postterm 82,2% bayi yang dilahirkan mengalami asfiksia ringan-sedang (AS 4-6). P1=82,2% dan P2=17,8%. Hasil uji OR=4,251. Kesimpulan: Ibu dengan kehamilan postterm mempunyai resiko 4,251 kali lebih besar untuk mengalami asfiksia ringan-sedang (AS 4-6) daripada ibu yang bukan postterm. Kata kunci: Kehamilan postterm, Apgar Score, asfiksia

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keadaan bayi baru lahir sangat tergantung pada pertumbuhan janin di dalam uterus, kualitas pengawasan antenatal, penyakit ibu waktu hamil, penanganan persalinan dan perawatan sesudah lahir (Wiknjosastro, 2008:247). Saat dilahirkan bayi biasanya aktif dan segera sesudah tali pusat dijepit yang menangis yang merangsang pernafasan. Denyut jantung akan Batasan masalah

Dari cara penilaian AS pada menit pertama dan kelima terhadap kejadian asfiksia yang terjadi pada bayi baru lahir, maka penelitian ini dibatasi pada kehamilan postterm dan AS 4-6 (asfiksia ringan-sedang) bayi baru lahir pada menit pertama pada ibu primigravida. Denyut jantung menjadi stabil dan frekuensi 120-140x/menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan dengan menunjukkan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida (CO2) (Saifuddin, 2002:347). Identifikasi Masalah

Keadaan ibu yang menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang sehingga aliran oksigen (O2) ke janin berkurang yang mengakibatkan asfiksia adalah 1) preeklamsia-eklamsia 2) perdarahan abnormal, misalnya plasenta previa atau solusio plasenta 3) partus lama 4) demam selama persalinan 5) infeksi berat 6) kehamilan postterm (Depkes RI,

2006). Rumusan Masalah

Berapa besar risiko kejadian asfiksia pada bayi baru lahir menit pertama dari ibu primigravida yang hamil postterm di RSUD dr. Sayidiman Magetan ?

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Kehamilan postterm adalah sebagai faktor risiko dari kejadian asfiksia ringan-sedang (AS 4-6) menit pertama bayi baru lahir pada ibu primigravida.” METODE PENELITIAN

Jenis dan rancangan penelitian

Penelitian analitik ini menggunakan rancangan case control. Sebagai kelompok

Page 15: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

155 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

kasus adalah bayi baru lahir yang asfiksia ringan-sedang, dan kontrolnya adalah bayi baru lahir yang tidak asfiksia. Faktor risiko sebagai paparannya kehamilan postterm. Rancangan penelitian sebagai berikut: Populasi dan Sampel

Populasi penelitian seluruh bayi baru lahir di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Januari 2012-Desember 2012 sejumlah 710 bayi yang diperoleh dari Buku Register Persalinan. Besar sampel 146 bayi baru lahir yang terbagi masing-masing 73 bayi sebagai kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kasus adalah bayi baru lahir dengan asfiksia ringan-sedang (AS 4-6), kontrol adalah bayi baru lahir bukan asfiksia ringan-sedang (AS 7-10). Pemilihan sampel dilakukan secara simple random sampling. Pengumpulan dan Analisis Data

Instrumen pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah format pengumpulan data dari buku register persalinan. Data sekunder dikumpulkan dari buku register persalinan yang terdapat di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2012. Data yang dikumpulkan adalah kejadian kehamilan postterm, yang dilahirkan oleh ibu primigravida dengan kriteria berat bayi antara 2700-3000 g. Untuk menghitung besar risiko dihitung Odd Ratio.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Kejadian Postterm pada Kelompok Bayi Asfiksia dan Tidak Asfiksia

Kejadian kehamilan postterm

Kejadian asfiksia

Jumlah Asfiksia

Tidak Asfiksia

Postterm

Tidak postterm

60 (82,2%)

13 (17,8%)

38 (52,1%)

35 (47,9%)

98 (67,1%)

48 (32,9%)

Total 73

(100%) 73

(100%) 146

(100%)

Tabel 1 menunjukkan bahwa riwayat postterm pada kelompok bayi dengan asfiksia (kasus) adalah 82,2%, sedangkan riwayat postterm pada kelompok bayi tidak asfiksia (kontrol) adalah 52,1%. Hasil penghitungan Odds Ratio diperoleh 4,251.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan proporsi riwayat kehamilan postterm pada kelompok bayi dengan asfiksia ringan-sedang (AS 4-6) di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Januari 2012-Desember 2012 adalah 82,2%, atau lebih besar daripada kelompok bayi tidak asfiksia yaitu 52,1%, dengan Odd ratio sebesar 4,251. Odds Ratio pada penelitian

ini lebih rendah dibandingkan OR penelitian sebelumnya di Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2009 yaitu 7,00. Kemungkinan masih ada faktor yang berpengaruh dan penyerta yang tidak dikaji pada penelitian ini.

Kejadian asfiksia pada bayi baru lahir perlu diperhatikan karena menurut Saifuddin (2010:347) apabila proses asfiksia berlangsung jauh, dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Faktor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir dijelaskan oleh Wiknjosastro (2002:709-710) antara lain faktor predisposisi terjadinya asfiksia bayi baru lahir meliputi hipoksia janin yang terjaid karena gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dan dalam menghilangkan CO2, gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain.

Banyak komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan postterm, diantaranya menurut Sastrawinata (2005:13) yaitu komplikasi yang dapat terjadi adalah kematian janin dalam rahim, akibat insufisiensi plasenta karena menuanya plasenta dan kematian neonatus yang tinggi. Asfiksia adalah penyebab utama kematian dan morbiditas neonatus. Pada otopsi neonatus dengan serotinus didapatkan tanda-tanda hipoksia termasuk adanya petekie pada pleura dan perikardium serta didapatkan adanya partikel-partikel mekonium pada paru.

Hasil penelitian ini mirip dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hanafi (2009) bahwa proporsi kejadian asfiksia pada kehamilan postterm masih banyak terjadi, di RSUP Sulawesi Tenggara tahun 2009 sebanyak (94,2%).

Menurut Saifuddin (2010:347) apabila proses asfiksia berlangsung jauh, dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.

Faktor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir dijelaskan oleh Wiknjosastro (2002:709-710) antara lain faktor predisposisi terjadinya asfiksia bayi baru lahir meliputi hipoksia janin yang terjadi

karena gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dan dalam menghilangkan CO2,

Page 16: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

156 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain.

Dalam penelitian ini, proporsi kejadian asfiksia pada kehamilan bukan postterm

cukup rendah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya dikemukakan oleh Waspodo (2007:107-108) yaitu Faktor ibu: Pre eklamsia/ eklamsia, Perdarahan abnormal, Plasenta previa/ solusio plasenta, Partus lama/ partus macet, Demam selama persalinan, Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), Faktor Tali pusat : Lilitan tali pusat, Tali pusat pendek, Simpul tali pusat, Prolapsus tali pusat, Faktor bayi: Persalinan tindakan, Kelainan bawaan, Air ketuban bercampur mekonium, Prematur.

Hasil penelitian proporsi kejadian asfiksia ringan-sedang (AS 4-6) pada kehamilan tidak postterm ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian terdahulu oleh Hanafi (2009) di RSUD Sulawesi Tenggara tahun 2009 yaitu hanya sebanyak 5,8%. Sehingga perlu dilkukan pengkajian lebih lanjut mengapa kejadian asfiksia ringan-sedang (AS 4-6) pada kehamilan tidak postterm di RSUD dr.

Sayidiman Magetan periode Januari 2012-Desember 2012 masih leratif tinggi (17,8%)

Menurut peneliti untuk mencegah terjadinya asfiksia ringan-sedang (AS 4-6)

pada kehamilan postterm maupun tidak postterm yaitu dengan menghilangkan faktor resiko penyebab asfiksia dengan melakukan pemantauan kehamilan yang berkelanjutan, pemantauan kemajuan persalinan dengan partograf, melakukan pertolongan persalinan bersih dan aman, serta melakukan pengambilan keputusan klinik secara cepat dan tepat. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa kehamilan

postterm merupakan faktor resiko timbulnya asfiksia pada bayi baru lahir, dan kejadian asfiksia ringan-sedang (AS 4-6) pada kehamilan tidak postterm di RSUD dr. Sayidiman Magetan periode Januari 2012-Desember 2012 juga masih relatif tinggi yaitu 17,8%. Saran

Untuk mencegah terjadinya asfiksia

ringan-sedang pada kehamilan postterm maupun tidak postterm yaitu dengan menghilangkan faktor resiko penyebab asfiksia dengan melakukan pemantauan kehamilan yang berkelanjutan, pemantauan

kemajuan persalinan dengan partograf, serta melakukan pengambilan keputusan klinik secara cepat dan tepat. DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Cunningham. 2005. Obstetri Williams.

Jakarta: EGC. Depkes RI. 2006. Manajemen Asfiksia BBL

untuk Bidan. Jakarta: Depkes RI. RSUD dr. Sayidiman Magetan. 2012. Rekam

Medik, Data Bayi Asfiksia. Magetan:

2012 Hanafi, Oddie. 2009. Hubungan antra Umur

Kehamilan Ibu Pada Saat Bayi Lahir dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Sulawesi Tenggara. http://oddiehanafi.blogspot.com/2011/07/asfiksia-neonatus.html (diakses 13-04-2013)

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.

______. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

______. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika. Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS.

Yogyakarta: Mediakom. Saifuddin, Abdul Bari. 2005. Buku Acuan

Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sastroasmoro, Ismail S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Wahab. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1. Jakarta: EGC

Waspodo. 2007. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusui Dini Edisi Revisi III. Jakarta: JNPK-KR.

Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Page 17: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

157 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

______. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

______. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

______. 2008. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Yudha, Komara. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.

Page 18: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

158 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN

KEJADIAN ABORTUS DI RSUD KOTA MADIUN TAHUN 2012

Nurwening Tyas Wisnu (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Asih Kurnia

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Hery Sumasto (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Kejadian abortus di RSUD Kota Madiun dari tahun 2009-2011 mengalami peningkatan sebesar 22,9%. Dari 6 ibu hamil yang mengalami abortus 50% diantaranya disebabkan oleh gaya hidup yang beresiko. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara gaya hidup dengan kejadian abortus di RSUD Kota Madiun. Metode: Desain penelitian adalah case control. Sampel kasus adalah 22 ibu dengan abortus dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu yang melakukan ANC di RSUD Kota Madiun, dan sampel kontrol adalah 44 ibu hamil normal usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Variabel bebas adalah gaya hidup, sedangkan variabel terikat adalah kejadian abortus. Instrumen pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara. Uji statistik yang digunakan uji Chi square dengan α=0,05 dan df=1. Hasil: Kejadian abortus 44% karena ibu hamil perokok aktif/pasif, 42% karena kebiasaan minum-minuman berkafein, 43% karena pola hubungan seksual yang beresiko, dan 100% karena kebiasaan minuma-minuman beralkohol. Hasil uji Chi-square menunjukkan ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian abortus di RSUD Kota Madiun. Kesimpulan: Gaya hidup seperti merokok, minum-minuman berkafein, pola hubungan seks yang sering, dan minum-minuman beralkohol berhubungan dengan kejadian abortus. Saran: Perlu upaya mencegah abortus dengan menghindari asap rokok, minuman beralkohol, berkafein, dan lebih berhati-hati saat berhubungan seksual di trimester pertama kehamilan, serta meningkatkan frekuensi ANC agar janin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kata kunci: Gaya hidup, abortus

PENDAHULUAN Latar Belakang

Setiap tahun, kejadian abortus mengalami peningkatan. Prevalensi sementara abortus pada saat ini perkirakan 7-14% yaitu sekitar 450.000-900.000 kejadian abortus (DepKes RI, 2005). Hasil studi pendahuluan di ruang bersalin RSUD Kota Madiun, selama tahun 2009-2011 terdapat 192 kejadian abortus, dengan peningkatan dari tahun 2009 terdapat 47 kasus abortus, tahun 2010 ada 54 kasus abortus, dan tahun 2011 meningkat menjadi 91 kejadian abortus. Persentase peningkatan tahun 2009 ke 2010 sebesar 3,64%, sedangkan 2010 ke 2011 sebesar 19,27%. Serta hasil wawancara kepada 6 ibu yang mengalami abortus terdapat hasil yaitu 2 ibu mengalami paparan asap rokok yang berlebih dan 1 ibu mengalami keguguran dengan pola hubungan seksual lebih dari 3 kali seminggu. Informasi yang dikumpulkan oleh Balitbangkes tentang keguguran dan pengguguran, diperoleh persentase keguguran dalam periode lima tahun terakhir 4,0%, sedangkan pengguguran adalah 3,5 % (Riskesdas, 2010).

Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Salah satu faktor yang berhubungan dengan abortus yaitu faktor gaya hidup seperti merokok, ketergantungan cafein, alkohol, penyalahgunaan obat (Pratamagriya, 2009).Gaya hidup yang tidak sehat memberikan dampak negatif pada kesehatan. Keterbatasan lingkungan mendukung kondisi fisiologis kehamilan, mencerminkan perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah perilaku merokok yang merupakan kebiasaan buruk di dalam masyarakat (Notoatmodjo, 2003: 118).

Departemen kesehatan RI (2003) menyatakan tingkat abortus di Indonesia masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun, 2,3 juta kasus yang terjadi di Indonesia, sekitar 1 juta terjadi secara spontan, 0,6 juta diaborsi karena kegagalan KB dan 0,7 diaborsi karena tidak digunakannya alat KB. Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama (Cunningham, 2006: 951).

Kejadian abortus mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Komplikasi yang terjadi berupa sepsis, perdarahan, trauma genital dan abdominal, perforasi uterus,dan keracunan bahan abortifasien. Wanita dengan riwayat abortus dapat pula terjadi kehamilan ektopik, persalinan prematur, Bayi

7

Page 19: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

159 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Berat Lahir Rendah (BBLR) atau abortus spontan pada kehamilan berikutnya (Wiknjosastro, 2008: 55).

Upaya dalam pencegahan abortus adalah meningkatkan kesehatan sebelum kehamilan sehingga memperbaiki lingkungan dimana hasil konsepsi akan tumbuh nantinya misalnya dengan melakukan olahraga teratur, konsumsi makanan sehat, mengatasi stres, memperoleh berat badan yang ideal, minum asam folat setiap hari, dilarang merokok, minum minuman keras, dan kafein (Pratamagriya, 2009). Untuk mencegah tingginya angka kejadian abortus akibat dugaan ibu perokok pasif adalah melakukan pencegahan dan perlindungan ibu hamil dari bahaya asap rokok melalui upaya penyuluhan oleh tenaga kesehatan untuk mengkonsumsi buah dan sayur. Ibu hamil sebaiknya juga menghindari kontak langsung dengan orang lain yang merokok (Suharis, 2007). Ibu hamil yang minum-minuman mengandung kafein memiliki risiko mengalami keguguran. Pencegahan agar tidak terjadi peningkatan abortus karena kafein maka sebaiknya mengonsumsi minuman non-kafein, terutama pada trimester pertama, karena ini adalah masa paling berisiko untuk mengalami keguguran. Selain itu ibu hamil juga harus menghindari mengkonsumsi alkohol karena alkohol secara tidak langsung merupakan risiko terjadinya peningkatan abortus. Dari segi pola hubungan seksual sebaiknya menunda terlebih dahulu pada awal masa hamil karena dapat bereiko abortus (Pondokibu, 2011). Rumusan Masalah

“Adakah hubungan antara gaya hidup

dengan kejadian abortus?” Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan gaya hidup

dengan kejadian abortus di RSUD Kota Madiun.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

analitik menggunakan rancangan penelitian “case control”. Lokasi penelitian ini di RSUD Kota Madiun. Populasi dalam penelitian adalah ibu hamil dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu Bulan April sampai Juni 2012 sebanyak 51. Sedangkan populasi kasus yaitu ibu yang mengalami abortus sebesar 22. Menurut Nursalam (2011: 91), sampel. Sampel penelitian adalah ibu yang mengalami abortus di RSUD Kota Madiun

periode April sampai Juni 2012 sebesar 22. Sedangkan sampel kontrolnya adalah ibu hamil normal usia kehamilan kurang dari 20 minggu periode April sampai Juni 2012 di RSUD Kota Madiun sebesar 44. Teknik sampling yang digunakan adalah “accidental sampling”. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gaya hidup. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian abortus.

Analisis untuk mencari hubungan gaya hidup dengan kejadian abortus digunakan uji Chi- Square dengan =0,05 dan df = 1.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi gaya Hidup Ibu Hamil

Gaya Hidup Frekuensi Persen

Beresiko Tidak beresiko

38 28

57,57 42,42

Total 66 100

Tabel 2. Distribusi Kejadian Abortus

Kejadian Abortus Frekuensi Persen

Abortus Tidak beresiko

22 44

33,33 66,67

Total 66 100

Tabel 3. Distribusi Kejadian Abortus Berdasarkan Gaya Hidup

Gaya Hidup

Kejadian Abortus

Jumlah Abortus

Tidak Abortus

Beresiko

Tidak Beresiko

17 (45%)

5 (17,8%)

21 (55%)

23 (47,9%)

38 (100%)

28 (32,9%)

Total 22

(100%) 44

(100%) 66

(100%)

Proporsi kejadian abortus pada gaya hidup beresiko adalah 45%, sedangkan pada gaya hidup tak beresiko hanya 17,8%. Dari hasil uji Chi-square dengan α=0,05 dan df=1 didapatkan hasil 5,24. Berdasarkan df=1 dan taraf kesalahan yang kita tetapkan 5% maka harga Chi Kuadrat tabel = 3,841. Ternyata harga Chi Kuadrat hitung lebih besar dari tabel (5,242 > 3,841 ). Sesuai ketentuan jika harga Chi Kuadrat hitung lebih besar dari tabel, maka H0 ditolak, sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian abortus.

Page 20: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

160 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PEMBAHASAN Gaya Hidup Ibu Hamil di RSUD Kota Madiun

Menurut hasil penelitian, 57,57% ibu

hamil mempunyai gaya hidup beresiko. Gaya hidup beresiko merupakan kebiasaan dan rutinitas yang merugikan memiliki kekuatan untuk dapat merusak kesehatan.Hasil penelitian yang terlampir menunjukkan 53% ibu hamil merupakan perokok pasif dan 2 % ibu hamil adalah perokok aktif. Nikotin telah dibuktikan berpotensi menurunkan aliran darah pada rahim dan plasenta, serta nikotin memiliki kemampuan menembus sawar plasenta dan memasuki cairan amnion. Sedangkan karbonmonoksida dalam asap rokok akan mengikat hemoglobin dalam darah. Hal ini menyebabkan abortus spontan (Syahbana, 2008).

Dalam lampiran penelitian terdapat 2% ibu hamil mengkonsumsi alkohol. Alkohol yang berlebihan dapat menguras vitamin dan mineral penting bagi tubuh dan berdampak buruk pada kadar gula darah. (Airey, 2005: 8).Menurut hasil penelitian yang terlampir menunjukkan 18% ibu hamil mempunyai kebiasaan minum-minuman berkafein. Meskipun memiliki banyak manfaat, termasuk sebagai antioksidan, kafein juga dapat menimbulkan risiko kesehatan dan memiliki efek negatif lainnya. (Andiimam, 2012). Kafein juga telah terbukti meningkatkan gerakan pernafasan janin (Meiliya, 2010: 66).

Hasil penelitian yang terlampir menunjukkan 11% ibu mempunyai pola hubungan seksual beresiko karena hubungan seksual dilakukan lebih dari 3 kali seminggu.Orgasme menyebabkan kontraksi ringan pada rahim. Mengingat hal tersebut, sperma yang masuk dalam rahim juga dapat memicu kontraksi rahim (Curtis, 2000: 385).

Kejadian Abortus di RSUD Kota Madiun

Hasil penelitian menunjukkan, kejadian

abortus sebesar 33%. Kejadian abortus disini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain merokok baik aktif atau pasif, minum-minuman beralkohol, berkafein, dan pola hubungan seksual beresiko. Selain itu kejadian abortus juga dapat disebabkan beberapa faktor yang menyertai, seperti kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dipengaruhi oleh kelainan kromosom, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan kurang sempurna dan pengaruh dari radiasi dan infeksi virus (Cunningham, 2006: 951).

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Abortus

Hasil penelitian menunjukkan 45% ibu

yang mempunyai gaya hidup beresiko mengalami abortus. Hasil analisa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan gaya hidup dengan kejadian abortus. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Syahbana (2008), abortus diduga disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat atau beresiko, diantaranya kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol, berkafein, dan pola hubungan seksual.Merokok salah satu penyebab terjadinya abortus. Ibu yang merokok sebelum atau pada awal kehamilan meningkatkan resiko abortus spontan. Nikotin menimbulkan kontraksi pada pembuluh darah kemudian aliran darah ke janin melalui tali pusat janin akan berkurang sehingga mengurangi kemampuan distribusi makanan yang diperlukan oleh janin dan karbonmonoksida yang terkandung dalam asap rokok akan mengikat hemoglobin dalam darah. Akibatnya akan mengurangi kerja hemoglobin yang mengikat oksigen untuk disalurkan ke seluruh tubuh sehingga mengganggu disrtribusi makanan serta oksigen ke janin (Syahbana, 2008).Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mintowati (2010) yang berjudul hubungan antara perokok pasif dengan kejadian abortus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan perokok pasif dengan kejadian abortus. Ibu hamil dengan riwayat perokok pasif beresiko 7,6 kali lebih besar mengalami abortus.

Faktor penyebab yang kedua yaitu kebiasaan minum-minuman beralkohol. didukung oleh Hendra (2007) yang menyatakan bahwa alkohol sangat membahayakan perkembangan janin.Sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan kejadian abortus. Alkohol mudah disalurkan kedalam janin, dimana janin ini tidak memiliki perangkat organ yang cukup untuk mengeliminir pengaruh alkohol dibandingkan iibunya.

Faktor penyebab abortus selanjutnya adalah kebiasaan minum-minuman berkafein. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Anne (2011) bahwa konsumsi kafein secara berlebihan ketika hamil dapat meningkatkan risiko keguguran. Kafein meningkatkan pelepasan katekolamin dari medula adrenal. Pelepasan katekolamin ini akan menyebabkan vasokonstriksi pada sirkulasi utero plasenta sehingga terjadi hipoksia janin.

Page 21: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

161 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Selain faktor-faktor diatas, pola hubungan seksual juga merupakan salah satu penyebab terjadinya abortus. Berhubungan pada trimester pertama rentan terhadap keguguran. Pada tiga bulan pertama kehamilan, sebaiknya frekuensi hubungan seksual tak dilakukan sesering seperti biasanya. Dr. Bonnie Eaker Weil menyarankan frekuensi aktivitas seksual dilakukan sekitar 3 kali dalam seminggu (Prianggoro, 2005). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa hubungan seksual pada trimester pertama beresiko terjadinya abortus di RSUD Kota Madiun. Oleh karena itu, ibu hamil trimester pertama disarankan lebih berhati-hati dalam melakukan hubungan seksual.

Hasil penelitian juga menunjukkan 18% ibu yang mempunyai gaya hidup tidak beresiko mengalami abortus. Berdasarkan hasil wawancara bahwa sebagian ibu hamil mengalami benturan atau terjatuh dan aktivitas yang berat atau padat sebelum mengalami perdarahan. Selain itu kemungkinan ada faktor penyebab abortus lain yang menyertai antara lain faktor janin (gangguan pertumbuhan zigot/ embrio/ janin/ plasenta), faktor maternal (usia ibu, paritas, pekerjaan, penyakit ibu), faktor ayah (translokasi kromosom pada sperma, penyakit ayah), dan faktor eksternal lain seperti malnutrisi, trauma, pengguanaan obat-obatan, dan paparan radiasi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pembahasan

pada bab sebelumnya tentang hasil penelitian dapat ditarik keisimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat 57,57% ibu hamil mempunyai

gaya hidup beresiko. 2. Kejadian abortus di RSUD Kota Madiun

sebesar 33%. 3. Ada hubungan gaya hidup dengan

kejadian abortus di RSUD Kota Madiun. Saran

1. Bagi Pelayanan Kesehatan Pentingnya peningkatan penyuluhan pada ibu hamil khususnya trimester pertama tentang gaya hidup yang sehat sehingga hasil konsepsi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya abortus. Memberikan pelayanan yang lebih intensif pada ibu yang terdeteksi dengan gaya hidup yang beresiko.

2. Bagi Ibu Hamil

Diharapkan ibu hamil trimester pertama melakukan gaya hidup yang sehat dan menjauhi faktor-faktor yang dapat menyebabkan abortus. Serta meningkatkan ANC agar janin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

3. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian dapat digunakan sebagai wacana dan referensi di perpustakaan. Serta dapat dijadikan mahasiswa dalam proses belajar.

4. Bagi Peneliti lain Disarankan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian yang sama ditempat yang berbeda dan disarankan peneliti berikutnya meneliti faktor lain yang menyebabkan kejadian abortus ditinjau dari paparan radiasi dengan menggunakan data primer.

5. Bagi Peneliti Diharapkan peneliti dapat melakukan penyuluhan dalam rangka memberikan informasi kepada ibu hamil dan mengidentifikasi ibu hamil dengan gaya hidup beresiko serta mendukung dan berperan aktif dalam sosialisasi pencegahan abortus.

DAFTAR PUSTAKA

Airey, Raje. 2005. 50 Rahasia Alami

Mengatasi Keluhan Akibat Mabuk Alkohol. Jakarta: Erlangga

Andiimam. Arundhana. 2012. Kafein. http://catatanseorangahligizi. wordpress. com/ tag/kafein/

Andra. 2010. 17 Pertanyaan Penting untuk Ibu Hamil. http://andrashop.multiply.

com/journal (diakses 27 Maret 2012). Anne, Ahira. 2011. Kandungan kopi, kafein

dan manfaatnya .http://www.anneahira. com/kandungan-kopi.htm (diakses 26 Maret 2012)

Anonim. 2009.Aborsi di Indonesia 26 juta pertahun. http://www.inilah.com/read/ detail/121566/aborsi-di-indonesia-26-juta-pertahun/. 2009) (diakses tanggal 15 Maret 2012).

---------. 2012. Kandungan Kafein Pada Setiap Jenis Teh. http://oketips.com/2054/tips-minum-teh-kandungan-kafein-padasetiapjenis -teh/(diakses 30 Maret 2012).

Ari, F.A. 2012. Dampak Buruk Minum Alkohol. http://staff.blog.ui.ac.id/

ari.fahrial/2012/01/23/ kenapa- peredaran-alkohol-perlu-dilarang/ (diakses tanggal 28 Maret 2012).

Arie. 2009. Stop Merokok. http/www.formulasehat.com (diakses 23 April 2012).

Page 22: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

162 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Yogyakarta: Rineka Cipta. Bago. Edo. 2012. Bahaya Merokok Bagi

Kesehatan dan Lingkungan. http://www.coconias.com/2012/02/bahaya-merokok-bagi-kesehatan-dan.html(diakses tanggal 27 Maret 2012)

Biruhati. 2008. Awas Asap Rokok. http://indonesiancommunity.multiply.com.(diakses tanggal 26 Juni 2012)

Bungin. Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.

Cahyono, Suharjo, B. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta :Kanisius.

Charissa. Ana. 2011. Mengenal Pola Seks Dalam Kehamilan. http://ana1708. wordpress. com/2011/03/30/24/ (diakses 28 Maret 2012).

Chenkgelate. 2012. Bahaya Bagi Perokok Aktif dan Perokok Pasif. http://www.chenkgelate.com/ 2012 /02/ bahaya-bagi-perokok-aktif-dan perokok. html(diakses tanggal 26 Maret 2012)

Cunningham, MacDonald, Grant. Terjemahan oleh Joko Suyono danAndry. H.2006. Obstetri Williams Edisi 21.

Jakarta: EGC. Curtis,B Glade. 2000. Kehamilan Diatas Usia

30. Jakarta: ISBN Djauzi, Samsuridjal. 2009. Raih Kembali

Kesehatan. Jakarta: Kompas Dwitagama, Dedi. 2007. Kandungan Rokok.

http://dedidwitagama.wordpress.com/2007/12/01/ kandungan- rokok/ (diakses 26 Maret 2012).

Dzira, 2012. Agar cepat hamil. http://pondokibu.com/seks-agar-cepat-hamil.html.(diakses tanggal 26 Juni 2012)

Hendra. Anugerah. 2007. Mengkonsumsi Alkohol Menyebabkan Keguguran. http://anugerah.hendra.or.id/pasca-nikah/3anak-anak/mengkonsumsi-alkohol-mengakibatkan-keguguran/ (Diakses tanggal 26 Maret 2012).

Jaya, Muhammad. 2009. Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok. Sleman. Riz‟ma.

Jemadu, Liberty. 2012. Perempuan dan Alkohol. http://www.beritasatu.com/ kesehatan/ 56531- perempuan- dan- alkohol-fakta- bukan-mitos.html.

Karikaturijo. 2010. Pengaruh Konsumsi Kopi pada IbuHamil. http://karikaturijo. blogspot.com/2010/04/pengaruh-konsumsi-kopi-pada-ibu-hamil.html (diakses tanggal 27 Maret 2012).

Keiko. 2012. Kafein dan Wanita. http://www.kedaikopi.info/2050/index.php?option=com_content&view=article&id=154&Itemid (diakses tanggal 2 April 212).

Lansida. 2010. Kadar Kafein Pada Beberapa Merk Kopi. http://lansida.blogspot.com/

2010/10/kadar-kafein-pada-beberapa-merek-kopi.html (diakses 2 April 2012).

Lestari, Cindy. 2011.Kau Rusak Dirimu, Kau Bunuh Bayimu .www.tanyadokteranda.

com/kesehatan/2011/05/kau- rusak- dirimu- kau-bunuh-bayimu/(diakses tanggal 26 Maret 2012).

Llewellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.

Manuaba, IAC, dkk. 2007. Ilmu Kandungan, Penyakit kandungan dan KB untuk pendidikan bidan. Jakarta : EGC.

Maryam, B.Y. 2010. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kejadian Abortus di RSUD dr. Harjono S. Ponorogo. Karya Tulis Ilmiah, Program Studi DIII Kebidanan Magetan Politeknik Kesehatan Surabaya, Magetan.

Meiliya, E., dan E. Wahyuningsih. 2010. Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC.

Mintowati, N.N. 2010. Hubungan Antara Perokok Pasif Dengan Kejadian Abortus RSUD Kota Madiun dan RSUD Kabupaten Madiun. Karya Tulis Ilmiah,

Prodi DIII Kebidanan Magetan Poltekkes Surabaya, Magetan.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi.

Jakarta : Rineka Cipta Nugroho, Taufan.2010.Buku Ajar Ginekologi

untuk Mahasiswi Kebidanan.Yogyakarta : Nuha Medika.

Nursalam.2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pratamagriya.2009.Abortus.http://pratamagriya.multiply.com/jounal/item/21 (diakses tanggal 15 Maret 2012).

Putra, Aldy. 2012. Bahaya Perokok Pasif Dan Aktif. http://putraaldy.blogspot.com/

2012/02/bahayaperokokpasifdanaktif.html(Diakses tgl 27 Juni 2012)

Pondokibu. 2011. Hal-hal yang Harus Dihindari Pada Triwulan Pertama Kehamilan. http://pondokibu.com/

5999/hal-hal-yang-harus-dihindari-pada-triwulan-pertama-kehamilan/(diakses 24 April 2012).

Prianggoro, Hasto. 2005. Hubungan Intim Pada Saat Hamil. http://badepok.bravehost.com/intim.html (diakses tanggal 30 Maret 2012).

Ramadhan, Afrizal. 2012. Bahayanya

minum minumankeras. http://id.shvoong. com/lifestyle/fod-and-drink/2256133-bahayanya-minum-minuman-keras/(diakses tanggal 26 Juni 2012).

Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.

Page 23: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

163 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Satiti, Alfi. Strategi Rahasia Berhenti Merokok. Yogyakarta: Datamedia

Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: EGC.

Setyanti, Christina. 2012. Waspadai Masuknya Sperma ke Rahim Ibu Hamil.http://female.kompas.com/read/2012/02/06/08390662/Waspadai.Masuknya.Sperma.ke.Rahim.Ibu.Hamil (diakses tanggal 26 Juni 2012).

Siswono. 2007. Resiko Keguguran Lebih besar pada Perempuan yang Orang Tuanya Merokok. http://www.gizi.net (diakses tanggal 26 Juni 2012).

Sofianty, Dian. 2003. Rokok dari Segi Kesehatan dan Ekonomi. http://www.surabaya-ehealth.org(diakses tanggal 28 Maret 2012).

Syahbana, Okki. 2008. Rokok dan Kehamilan. http://www.handoko.net (diakses tanggal 28 Maret 2012).

Syaifuddin, A.B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBPSP.

Sri Helianty, 2005).Aborsi Sebagai Solusi?.keluarga-besar-pkbi.tripod.com/ id13.html(diakses 15 Maret 2012).

Sugiyono.2007.Statistika untukPenelitian.Bandung:Alfabeta.

Tanod, D.V. 2011. Sex During Pregnancy. http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2011/02/19/sex-during-pregnancy- hubungan- seksual- selama-kehamilan/ (diakses tanggal 28 Maret 2012).

Triswanto, Sugeng. 2007. Stop Smoking.

Yogyakarta: Progresif books Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan

Kebidanan. Vol 1. Jakarta: EGC. Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan.

Jakarta : PT. BP-SP Yanuarman. 2012. Pengaruh prostaglansin

terhadap serviks. http://digilib.unsri.ac.id/ download/Pengaruh%20Prostaglandin%20terhadap%20serviks.pdf.(diakses tanggal 27 Juni 2012)

Page 24: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

164 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR BELUM TERCAPAINYA ODF

(Open Defecation Free) DI DESA TURI KECAMATAN PANEKAN KABUPATEN MAGETAN

Sri Poerwati (Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Denok Indraswati

(Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Siti Marfuati (Prodi Kesehatan Lingkungan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar Belakang: Panekan merupakan Kecamatan di Kabupaten Magetan dengan tingkat ODF sangat rendah yaitu 5,9%, khususnya di Desa Turi sebanyak 613 KK. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menilai faktor perilaku, peran serta masyarakat, dan lingkungan masyarakat terhadap pencapaian ODF di Desa Turi. Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan. Sampel yang diambil sebanyak 254 orang dan dianalisa dengan tabel menggunakan SPSS. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013. Hasil: Belum tercapainya ODF di Desa Turi terkait dengan faktor perilaku sebesar 60% kategori cukup baik (pengetahuan 60,2% dengan kategori cukup tahu, sikap 38,6% dengan kategori ragu-ragu, tindakan 51,2% dengan kategori ya/ masih buang air besar sembarangan), tingkat peran serta masyarakat sebesar 83,9% dengan kategori bersedia, bentuk peran serta masyarakat sebesar 62,6% dengan kategori berupa materi. Saran: Untuk itu disarankan Kepala Desa Turi seharusnya lebih aktif untuk mendukung tenaga kesehatan Desa Turi untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) salah satunya buang air besar di jamban yang sehat dan bahaya buang air besar di sungai. Untuk masyarakat Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan diharapkan untuk meningkatkan kesadaran untuk tidak buang air besar sembarangan (di sungai) setelah diberi penyuluhan oleh para kader Desa Turi. Bagi pemerintah kecamatan Panekan untuk lebih mempedulikan dan memberikan bantuan kepada Desa Turi yang masih terbelakang sanitasinya (pembuangan jamban).

Kata kunci: ODF (open defecation free)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kesehatan sangat diidamkan oleh setiap

manusia dengan tidak membedakan Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia yang harus diperhatikan untuk kemajuan suatu bangsa selain pendidikan dan ekonomi sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Derajat kesehatan masyarakat sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang saling mendukung satu sama lain mulai dari lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan hingga genetika yang ada di masyarakat. Kondisi kesehatan individu dan masyarakat dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Kualitas lingkungan yang buruk merupakan penyebab timbulnya berbagai gangguan pada kesehatan masyarakat. Untuk mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimum diperlukan suatu kondisi atau keadaaan lingkungan yang juga optimum.Pada umumnya keadaan lingkungan fisik dan biologis pemukiman penduduk di Indonesia belum baik, hal ini berakibat masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit. (Hiswani, 2003).

Status sosial maupun usia. Semua mempunyai keinginan yang sama untuk mempunyai tubuh yang sehat. Tubuh yang sehat selain menguntungkan diri sendiri juga berguna bagi perkembangan kemajuan suatu bangsa dan negara. Kita hendaknya menyadari bahwa kesehatan adalah sumber dari kesenangan, kenikmatan dan kebahagian. Karena itu, adalah bijaksana bila kita selalu memelihara dan meningkatkan kesehatan. Untuk mempertahankan kesehatan yang baik kita harus mencegah banyaknya ancaman yang akan mengganggu kesehatan kita. Ancaman yang paling berbahaya adalah kedunguan yaitu ketidaktahuan atau tahu tapi tidak mau melaksanakan (Entjang; 2000). Ancaman lainnya terhadap kesehatan adalah pembuangan kotoran (faeces dan urina) yang tidak menurut aturan. Buang Air Besar (BAB) di sembarangan tempat itu berbahaya. Karena itu akan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit lewat lalat, udara dan air. Yang membuat orang geleng-geleng kepala, setelah 63 tahun merdeka, ternyata 72,5 juta penduduk Indonesia masih buang air besar (BAB) di luar rumah (Laporan Pemerintah RI ke Millennium Development Goals (MDGs). Versi Departemen Kesehatan bahkan lebih besar

Page 25: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

165 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

lagi, 100 juta orang. Angka itu menjadi lebih menyeramkan lagi manakala dikaitkan dengan kenyataan masih sangat rendahnya akses masyarakat ke air minum yang bersih. Buruknya kualitas sanitasi juga tercermin dari rendahnya persentase penduduk yang terkoneksi dengan sistem pembuangan limbah (sewerage system).

Berdasarkan Visi Indonesia Sehat 2010, penduduk hidup dalam lingkungan yang sehat, mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat, mampu menyediakan dan memamfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga memiliki derajat kesehatan yang tinggi (Depkes RI, 2005). Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu Lingkungan, Perilaku dan gaya hidup masyarakat, Sosial Ekonomi, Sistem Pelayanan Kesehatan. Faktor lingkungan yang sering menjadi masalah utama dalam masyarakat. Kurangnya peran serta masyarakat dan rasa tanggungjawab masyarakat dalam bidang kesehatan (Mubarak, 2005). Akibatnya berbagai masalah kesehatan akan muncul.

Salah satu penyakit terbanyak yang disebabkan oleh buruknya sanitasi di lingkungan masyarakat adalah diare, yaitu buang air besar yang tidak normal berbentuk tinja encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya (Hiswani, 2003). Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.(Depkes RI, 2005)

Dikutip dari Antara News Jawa Timur (2010) menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia untuk penduduk yang melakukan buang air besar sembarangan (BABs) setelah Cina dan India. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah angka kesakitan penyakit sanitasi seperti diare memang tergolong besar. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan diare diantaranya melalui : (1) Program pembangunan sanitasi yang dilakukan Direktorat Penyehatan Lingkungan, Sanitasi, dan Pencemaran air yang diarahkan pada perubahan perilaku masyarakat tentang pentingnya sanitasi, (2) Program jasa lingkungan oleh USAID dengan misi peningkatan kesehatan masyarakat melalui perbaikan pengelolaan air dan perluasan akses masyarakat terhadap layanan sanitasi dan air bersih, (3) Program WSLIC-3/PAMSIMAS yang

didukung oleh Bank Dunia untuk meningkatkan penyediaan air minum,2 sanitasi, dan derajat kesehatan masyarakat, (4) Program Cuci Tangan Pakai Sabun (CPTS), Program Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (STOPS) dan sebagainya. Pemerintah juga telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi dengan menetapkan ODF yaitu sebuah kondisi dimana seluruh individu di suatu daerah tidak lagi melakukan buang air besar sembarangan serta peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN) 2004-2009.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan untuk tahun 2014 semua Desa maupun Kecamatan semuanya sudah ODF atau 100% bebas dari tinja maupun kotoran lainnya. Wilayah kerja Puskesmas Panekan diprioritaskan untuk tahun 2011-2013 harus 100% sudah ODF, puskesmas Panekan terdiri dari 17 Desa. Desa yang sudah ODF yaitu sebanyak 1 Desa yaitu Desa Tapak, 16 Desa yang lainnya belum ODF termasuk Desa Turi yang merupakan tingkat OD (open defecation) tertinggi, yaitu sebanyak 613 KK. Di Desa Turi jumlah penderita diare peringkat 2 terbanyak yaitu 101 orang.

Sebagai salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Magetan, Panekan merupakan Kecamatan yang tingkat open defecation (Buang air besar sembarangan) sangat tinggi, bahkan merupakan peringkat pertama di Kabupaten Magetan, yang mana ODF (Open Defecation Free) nya sangat rendah di Kabupaten Magetan tahun 2012 yaitu hanya 5,9 % untuk prosentase tingkat bebas dari (BAB) Buang Air Besar sembarangan, peringkat kedua Parang 23,1% peringkat ketiga terendah yaitu Plaosan 25%. Untuk penyakit diare yang terjadi di Kecamatan Panekan, peringkat pertama kejadian penyakit diare di Kelurahan Panekan yaitu (149 orang), urutan kedua Desa Turi (101 orang), urutan ketiga yaitu Desa Banjarejo (85 orang). Sedangkan untuk tingkat open defecation (OD) di wilayah kerja Puskesmas Panekan yang tertinggi yaitu terdapat di Desa Turi yang masih open defecation (OD)/ buang air besar sembarangan sebanyak 613 KK, peringkat kedua yaitu Kelurahan Panekan yang masih open defecation (OD)/ buang air besar sembarangan sebanyak 361 KK , untuk peringkat ketiga yaitu Desa Tanjungsari yang masih open defecation (OD)/ buang air besar sembarangan 272 KK. (Data Puskesmas Panekan).

Page 26: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

166 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku masyarakat Desa Turi akan pentingnya pelaksanaan ODF (Open Defecation Free) serta

mengetahui tingkat peran dan kemauan masyarakat dalam melaksanakan ODF (Open Defecation Free) di Desa Turi, Kabupaten Magetan.

2. Tujuan Khusus a. Untuk menilai pengetahuan

masyarakat Desa Turi akan pentingnya pelaksanaan ODF

b. Untuk menilai sikap masyarakat Desa Turi dalam pelaksanaan ODF

c. Untuk menilai tindakan masyarakat Desa Turi akan pentingnya pelaksanaan ODF

d. Untuk menilai tingkat peran dan kemauan masyarakat dalam melaksanakan ODF

e. Untuk menilai bentuk-bentuk peran serta masyarakat dalam melaksanakan ODF

f. Untuk menilai lingkungan (kondisi geografis) Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, dengan subyek penelitian adalah populasi warga Desa Turi yang masih OD (open defecation free) / masih Buang Air

Besar (BAB) sembarangan sebanyak 613 orang. Sasaran dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan bantuan orang lain yang sudah diberi pelatihan cara pengisian kuesioner, yaitu dengan cara: 1) wawancara, 2) observasi, 3) survey, yang dilaksanakan pada tahun 2013.

Analisis data yang digunakan adalah analisa deskriptif berupa distribusi frekuensi yang dilengkapi dengan persentase. HASIL PENELITIAN Hasil Penilaian Faktor Perilaku

Tabel 1. Distribusi Pengetahuan

Responden Tentang ODF di Desa Turi, Panekan, Magetan

Pengetahuan Frekuensi Persen

Tahu Cukup tahu Tidak tahu

25 153 76

9,8 60,2 29,9

Total 254 100

Tabel 2. Distribusi Sikap Responden Tentang ODF

di Desa Turi, Panekan, Magetan

Sikap Frekuensi Persen

Setuju Ragu-ragu

Tidak setuju

86 98 70

33,9 38,6 27,6

Total 254 100

Tabel 3. Distribusi Tindakan Responden Tentang ODF

di Desa Turi, Panekan, Magetan

Tindakan Frekuensi Persen

Ya Kadang-kadang

Tidak

130 47 77

51,2 18,5 30,3

Total 254 100

Tabel 4. Distribusi Tingkat Peran Serta

Masyarakat Tentang ODF di Desa Turi, Panekan, Magetan

Tingkat Peran Serta Frekuensi Persen

Bersedia Kadang-kadang Tidak bersedia

213 16 25

83,9 6,3 9,8

Total 254 100

Tabel 5. Distribusi Tingkat Bentuk Serta

Masyarakat Tentang ODF di Desa Turi, Panekan, Magetan

Bentuk Peran Serta Frekuensi Persen

Materi Non materi Tidak bersedia

159 70 25

62,6 27,6 9,8

Total 254 100

Penghitungan nilai perilaku responden

responden adalah sebagai berikut:

= 17,50 (60%) Kesimpulan: ada dalam kategori cukup.

Page 27: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

167 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tabel 6. Distribusi Kondisi Lingkungan yang Masih OD

di Desa Turi, Panekan, Magetan

Lingkungan OD Frekuensi Persen

Dekat sungai Dekat pekarangan Jauh dari sawah Dekat kebun Jauh dari sungai Jauh dari pekarangan Jauh dari sawah

155 40 7 9 30 6 7

61 15,7 2,8 3,5

11,8 2,4 2,8

Total 254 100

PEMBAHASAN Faktor Perilaku

Berdasarkan dari hasil penelitian belum

tercapainya ODF di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan disebabkan karena Desa Turi tidak masuk kriteria tercapainya ODF dihubungkan dengan buang air besar di jamban yang sehat. Masyarakat Desa Turi masih banyak yang buang air besar sembarangan terutama di sungai, masyarakat Desa Turi belum mempunyai dan belum menggunakan jamban yang sehat. Hal ini dikarenakan letak rumah masyarakat banyak yang dekat dengan sungai, dan terletak di sepanjang aliran sungai. Adapun jamban yang digunakan masyarakat Desa Turi tidak memenuhi syarat jamban yang sehat yaitu jamban yang digunakan hanya menggunakan bambu untuk muatan dan kotoran langsung jatuh ke sungai, sehingga dapat mencemari air.

Selain hal diatas, terdapat faktor lain yang mempengaruhi belum tercapainya ODF yaitu sosiodemografi Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan yaitu pekerjaan dan pendidikan. Pekerjaan mempengaruhi tercapainya ODF di Desa Turi, karena karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, pekerjaan masyarakat Desa Turi paling banyak adalah sebagai buruh tani, mereka dapat digolongkan ke dalam prasejahtera. Masyarakat Desa Turi merasa keberatan untuk membuat jamban yang sehat, sehingga masyarakat masih banyak yang buang air besar disungai. Pendidikan juga mempengaruhi tercapainya ODF Desa Turi. Pendidikan masyarakat Desa Turi paling banyak adalah tamat SD sehingga menjadikan mereka sulit untuk diberi tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah

tejangkitnya penyakit yang disebabkan oleh buang air besar sembarangan.

Penelitian di Desa Turi didapatkan hasil pengetahuan responden tentang buang air besar sebesar 60,2%, sikap responden sebesar 38,6% dengan kategori ragu-ragu untuk tidak buang air besar sembarangan, tindakan responden sebesar 51,2 % masih buang air besar sembarangan, tingkat peran serta masyarakat sebesar 83,9% bersedia untuk mewujudkan Desa Turi menjadi Desa ODF, dan untuk bentuk peran serta masyarakat sebanyak 62,6% bersedia memberikan bantuan berupa materi. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Berdasarkan Tabel 1 didapatkan hasil penelitian bahwa pengetahuan responden Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan tahun 2013 terhadap ODF hasil rata-rata dari tiga kategori pengetahuan adalah sebesar 60,2 % dengan kategori pengetahuan cukup tahu tentang buang air besar sembarangan (BABs). Pengetahuan responden Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan tahun 2013 terhadap ODF cukup. Hal ini responden cukup tahu dan cukup memahami akan pentingnya buang air besar yang sehat. Sehingga pengetahuan menjadi peran utama dalam pembentukan perilaku, di Desa Turi tidak bisa mencapai Desa ODF disebabkan karena masyarakat Desa Turi masih dalam pengetahuan yang cukup, sehingga tingkat pemahaman tentang pentingnya buang air besar di sungai dan bahaya yang mungkin ditimbulkan karena buang air besar sembarangan masyarakat Desa Turi masih kurang. Pengetahuan juga mempengaruhi kesadaran masyarakat Desa Turi akan pentingnya memiliki jamban, untuk kesadaran masyarakat Desa Turi masih kurang sehingga mereka belum juga memiliki jamban dan masih buang air besar sembarangan di sungai hal ini juga mempengaruhi Desa Turi belum mencapai Desa yang ODF. Menurut Soekidjo (2003), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

2. Sikap Berdasarkan Tabel 2 didapatkan hasil penelitian bahwa sikap responden Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten

Page 28: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

168 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Magetan tahun 2013 terhadap ODF hasil rata-rata dari tiga kategori sikap adalah sebesar 38,6 % dengan kategori sikap responden ragu-ragu tentang buang air besar sembarangan (BABs). Responden masih ragu-ragu dalam mewujudkan Desa Turi ODF, responden belum tentu dalam tindakannya untuk tidak membuang air besar sembarangan, karena masyarakat Desa Turi masih banyak yang buang air besar disungai. Hal ini dipengaruhi kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya buang air besar di sembarang tempat (sungai), dan pekerjaan masyarakat Desa Turi sebagian besar adalah buruh tani, sehingga masyarakat merasa keberatan untuk membangun jamban yang sehat. Hal ini dikarenakan masyarakat ketika ditanya/ diwawancarai memiliki tanggapan/ respon yang baik, tapi masyarakat tidak bertanggung jawab atas jawaban yang diberikan. Masyarakat Desa Turi dalam sikapnya masih ragu-ragu, ragu-ragu dalam arti mereka sebenarnya setuju untuk tidak buang air besar sembarangan (BABs), tetapi dalam kenyataannya mereka tetap buang air besar di sungai. Hal ini yang mempengaruhi belum tercapainya Desa Turi menjadi Desa ODF. Selain faktor dari sikap masyarakat yang mempengaruhi belum tercapainya Desa Turi adalah tidak adanya faktor pendukung, anata lain adalah fasilitas untuk buang air besar yang sehat. Menurut Soekidjo (2003), suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah kesadaran dan biaya.

3. Tindakan Berdasarkan Tabel 3 didapatkan hasil penelitian bahwa tindakan responden terhadap ODF di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan tahun 2013 yang tertinggi yaitu dengan kategori Ya 51,2 % dalam arti masih buang air besar sembarangan, urutan yang kedua yaitu dengan kategori tidak membuang air besar sembarangan sebesar 30,3 % dan urutan ketiga dengan kategori kadang-kadang sebesar 18,5 %. Belum tercapainya Desa Turi menjadi Desa ODF disebabkan karena tindakan responden yang kurang, masyarakat Desa Turi masih melakukan kebiasaan untuk buang air besar di sungai. Tindakan masyarakat Desa Turi

dipengaruhi oleh pengetahuan, pengetahuan masyarakat Desa Turi yang masih buang air besar sembarangan adalah dengan kategori cukup tahu, sehingga pemahaman masyarakat akan pentingnya membangun jamban yang sehat dan bahaya dari buang air besar sembarangan masih kurang, hal ini juga dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk membangun jamban dan tidak buang air besar sembarangan, selain faktor tindakan masyarakat Desa Turi yang masih OD, belum tercapainya ODF di Desa Turi dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu sebagian besar rumah masyarakat terletak di pinggiran sungai, sehingga memudahkan masyarakat untuk buang air besar di sungai dan mereka malas untuk membangun jamban, dikarenakan ada temapat yang mudah dan murah untuk buang air besar tetapi tidak sehat yaitu di sungai. Perilaku di sini merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor internal sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan (Notoatmodjo, 1997)

4. Tingkat peran serta masyarakat Dari Tabel 4 didapatkan bahwa tingkat peran serta responden yang masih Buang Air Besar sembarangan yang bersedia Desa Turi menjadi Desa ODF yang tertinggi adalah dengan kategori bersedia sebesar 83,9%, urutan kedua dengan kategori tidak bersedia sebesar 9,8%, dan urutan ketiga yaitu dengan kategori kadang-kadang sebesar 6,3%. Peran responden sangat besar sehingga kemungkinan dalam mewujudkan Desa Turi menjadi Desa yang ODF lebih mudah. Akan tetapi untuk saat ini belum tercapainya ODF di Desa Turi dipengaruhi peran serta masyarakat Desa yang tidak terealisasikan/tidak menjadi kenyataan, karena kurangnya dukungan dari tokoh masyarakat dalam mendukung masyarakat untuk membangun jamban yang sehat, dan tidak adanya penyuluhan tentang Desa ODF. Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat dibidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh

Page 29: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

169 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003).

5. Bentuk peran serta Dari Tabel 5 didapatkan bahwa bentuk peran serta responden terhadap ODF di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan tahun 2013, adalah tertinggi dengan kategori materi sebesar 62,6 %, responden bersedia untuk membantu dalam bentuk materi (uang) untuk mewujudkan Desa Turi menjadi Desa ODF. Urutan kedua dengan kategori non materi (material) sebesar 27,6% dan urutan ketiga dengan kategori tidak bersedia sebesar 9,8 %. Dalam hal ini responden bersedia untuk memberikan bantuan meskipun dalam jumlah yang sedikit, ini menunjukkan bahwa masyarakat ada kemauan untuk menjadikan Desa Turi menjadi Desa ODF.

6. Perilaku masyarakat Dari hasil perhitungan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) responden terhadap ODF (terbebas dari buang air besar sembarangan) di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan tahun 2013, sebesar 60% dengan kategori cukup. Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan responden yang cukup tahu tentang buang air besar sembarangan (BABs). responden cukup tahu dan cukup memahami akan pentingnya buang air besar yang sehat. Sehingga pengetahuan menjadi peran utama dalam pembentukan perilaku. Sikap responden ragu-ragu tentang buang air besar sembarangan (BABs). Mereka setuju buang air besar sembarangan itu tidak baik akan tetapi mereka masih melakukan kegiatan buang air besar sembarangan di sungai. Selain itu responden masih ragu-ragu dalam membangun jamban yang sehat. Selain pengetahuan dan sikap yang cukup, responden memilki peran serta yang baik mereka bersedia untuk menjadikan Desa Turi menjadi Desa yang ODF (terbebas dari buang air besar sembarangan). Selain itu responden juga bersedia untuk memberikan bantuan berupa materi maupun non materi.

Kondisi Lingkungan

Berdasarkan Tabel 6 dari hasil observasi

didapatkan bahwa rumah responden dekat dengan sungai sebanyak 61%. Rumah

responden yang masih Buang Air Besar sembarangan banyak yang dekat dengan sungai sehingga memudahkan mereka untuk buang air besar di sungai dan sungai mudah dijangkau, selain itu air sungai di Desa Turi selalu mengalir, meskipun dalam musim kemarau air sungai mengalir dalam debit yang kecil. Secara geografis Desa Turi memiliki sungai yang sama panjangnya dengan jalan desa dan rumah masyarakat Desa Turi. Rumah masyarakat Desa Turi yang sangat dekat dengan sungai memudahkan masyarakat Desa Turi yang bermukim di pinggiran sungai menggunakan air sungai untuk keperluan rumah tangga, yaitu digunakan untuk buang air besar.

Kegiatan masyarakat yang menggunakan air sungai untuk kegiatan sehari-hari sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan.Faktor dominan yang menentukan masyarakat buang air besar di sungai, yaitu secara geografis letak rumah penduduk yang berpinggiran langsung dengan sungai sehingga faktor lingkungan juga sangat menunjang dalam mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan sungai untuk buang air besar (jurnalmahasiswa.fisip.untan).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Tingkat pengetahuan responden terhadap ODF di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan sebesar 60,2% memilki pengetahuan yang cukup.

2. Sikap responden yang masih OD terhadap ODF (terbebas dari buang air besar sembarangan) di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan yang tertinggi adalah dengan kategori ragu-ragu sebesar 38,6%.

3. Tindakan responden terhadap ODF di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan yang tertinggi yaitu dengan kategori Ya 51,2%.

4. Tingkat peran serta responden yang masih Buang Air Besar sembarangan yang bersedia Desa Turi menjadi Desa ODF adalah tertinggi dengan kategori bersedia sebesar 83,9%.

5. Bentuk peran serta responden terhadap ODF di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan adalah tertinggi dengan kategori materi sebesar 62,6%.

6. Perilaku responden terhadap ODF di Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan sebesar 60% dengan kategori cukup.

7. Lingkungan responden yang dekat dengan sungai sebesar 61% yang

Page 30: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

170 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

memudahkan warga masyarakat untuk buang air besar sembarangan.

Saran

1. Kepala Desa Turi seharusnya lebih aktif untuk mendukung para tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya PHBS (Perilaku hidup bersih dan sehat) salah satunya yaitu dengan buang air besar di jamban yang sehat dan bahaya buang air besar di sungai.

2. Untuk masyarakat Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan diharapkan untuk meningkatkan kesadaran untuk tidak buang air besar sembarangan (di sungai), setelah diberi penyuluhan oleh para kader Desa Turi.

3. Bagi pemerintah kecamatan Panekan untuk lebih mempedulikan dan memberikan bantuan kepada Desa Turi yang masih terbelakang sanitasinya (pembuangan jamban).

4. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terhadap variabel sosiodemografi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Awang Febri.G, 2012. Studi Tentang Perilaku,Sosial Ekonomi Dan Sosial Budaya Dalam Pencapaian Desa Odf (Open Defecation Free) Di Desa Sawahan Kecamatan Panggul Kabupaten Trenggalek Tahun 2012. Trenggalek

Indan Entjang, 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bhakti, Bandung

Notoatmodjo, 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta

_____, 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta, Rineka Cipta

Puput Indriani, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Belum Open Defecation Free / Terbebas Dari Kebiasaan Buang Air Besar Tidak Sehat Di Desa Bogem Kecamatan Sukomoro Kabupaten Magetan Tahun 2012. Magetan

Supriyadi, 2011. Studi Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pencapaian Odf (Open Defecation Free) Di Desa Babadan Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi Tahun 2011. Ngawi

Anonim.Perilaku Masyarakat Dalam Menggunakan Air Sungai Untuk Kebutuhan Rumah Tangga. [Online].

Tersedia: Http://Jurnalmahasiswa.Fisip. Untan.Ac.Id/Index.Php/Jurnalsosiatri/Article/Download/41/Pdf

_____. 1997. Peran Serta Masyarakat. [Online]. Tersedia: Http://Syakira-Blogspot. Com/2009/01/Peran Serta Mayarakat-Kader-Kesehatan.Html

_____, 2005. Dikutip Dari Pendahuluan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Universitas Sumatera Utara.

_____, 2008. Kepmenkes Ri No.852/ Menkes/Sk/Ix/2008 Tentang Strategi Nasional Stbm. Jakarta [Online]. Tersedia: Http://Doc-Ok-8k-Docsviewer-Googleusercontent.Com/Viewer/Security

_____, 2009. Peran Serta Masyarakat. [Online]. Tersedia: Http://Syakira-Blogspot. Com/2009/01/Peran Serta Mayarakat-Kader-Kesehatan.Html

_____, 2009.Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Dalam Program Pemsimas.Http://Www.Esp.Or.Id/Stbm. Diakses Tgl.27/02/2013

_____, 2012. Prosentase Kecamatan Yang Odf (Open Defecation Free). Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan

Anisa Fitria Rahmah, 2012. Laporan Kegiatan Miniproject Gerakan Jamban Sehat. [Online]. Tersedia: Http://Www.Slideshare. Net/Afrahmah/Gerakan-Jamban-Sehat. Diakses 15 Oktober 2012

Hiswani, 2003. Dikutip Dari Pendahuluan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Universitas Sumatera Utara.

Liza Minelly, 2012. Pengaruh Metode Pemicuan Terhadap Perubahan Perilaku Stop Babs Di Desa Senuro Timur Kabupaten Ogan Ilir. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun 2012. [Online] Tersedia : Http://Thesis.Binus.Ac.Id/Asli/Lampiran/2006-2-01062-Ti-Lampiran.Pdf

Nur Alam, Hamzah Hasyim, Asmaripa Aini, 2010. Pengaruh Metode Pemicuan Terhadap Perubahan Perilaku Stop Babs Di Desa Senuro Timur Kabupaten Ogan Ilir. Diakses Tgl 15 Maret 2013.12.57 Am

Roesani Azwar, Dkk. 1996. Dikutip Dari Skripsi Yang Disusun Oleh Anjar Purwidiana Wulandari Dengan Judul: Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dan Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Page 31: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

171 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN ANTARA USIA DAN PARITAS IBU DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RSUD dr. SAYIDIMAN

MAGETAN TAHUN 2012

Indah Ratnauri (Prodi Kebidanan Kagetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Tumirah

(Prodi Kebidanan Kagetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Teta Puji Rahayu (Prodi Kebidanan Kagetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Di RSUD dr. Sayidiman Magetan, dalam kurun waktu 2010-2012 setiap tahun angka kejadian abortus terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia dan paritas dengan kejadian abortus di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2012. Metode: Jenis penelitian adalah survey analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi adalah 106 ibu hamil dengan usia kehamilan <20 minggu yang mengalami tanda dan gejala abortus, dengan besar sampel 84 ibu yang diambil secara simple random sampling. Variabel independen adalah usia dan paritas dan variabel dependen yaitu kejadian abortus. Data dikumpulkan dari rekam medic, selanjutnya dianalisis menggunakan uji Chi-square dan regresi logistik. Hasil: Dari 84 ibu hamil 78,6% mengalami abortus, 64,3% berada pada kelompok usia beresiko, dan 71,4% berada pada kelompok multipara. Hasil uji Chi-square untuk usia didapatkan (p)=0,000, sedangkan untuk paritas didapatkan (p)=0,000. Untuk uji regresi logistik didapatkan persamaan Logit (Y)= 0,924-2,651(paritas)-1,488(usia). Kesimpulan: Ada hubungan antara usia dengan kejadian abotus, ada hubungan antara paritas dengan kejadian abortus dan pada awalnya semua ibu hamil tidak beresiko untuk mengalami abortus, resiko kejadian abortus dapat dikurangi jika paritas ibu primipara dan usia ibu tidak beresiko. Saran: Diharapkan masyarakat lebih memperhatikan kesehatan ibu hamil dengan pemantauan dan pengawasan melalui pemeriksaan rutin di pusat kesehatan, tidak hamil pada usia <20 tahun dan >35 tahun, dan penggunaan kontrasepsi untuk menjarangkan dan membatasi kehamilan.

Kata kunci: Usia, paritas, abortus

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kematian maternal dan neonatal merupakan masalah besar khususnya di negara yang sedang berkembang. Sekitar 98-99% kematian maternal dan perinatal terjadi di negara berkembang, sedangkan di negara maju hanya 1-2% (Manuaba, 2007: 6). Di Indonesia Angka Kematian Ibu masih sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, Angka Kematian Ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target MDG‟S tahun 2015 yang ingin dicapai adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup, angka tersebut masih tergolong tinggi. Penyebab langsung kematian ibu antara lain perdarahan, preeklampsia, partus lama, komplikasi aborsi dan infeksi (Kementrian kesehatan RI, 2009).

Menurut WHO dalam Manuaba (2007:6), kematian maternal terjadi sekitar 585.000 orang pertahun. Sekitar sepertiga kematian terjadi akibat pertolongan gugur kandung yang tidak aman dan tidak bersih. Dari seluruh kehamilan yang terjadi, 15% atau satu dari tujuh kehamilan mengalami keguguran atau abortus spontan, dan sekitar 3-4% mengalami keguguran berulang (Kasdu, 2005:3). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Wiknjosastro, 2008:460). Menurut Riskesdas tahun 2010, penyebab kematian ibu melahirkan yang disebabkan abortus sebanyak 577 kasus dari 11.534 (5%). Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Jatim tahun 2011, terdapat 627 kematian maternal dengan 22,49% kematian ibu hamil termasuk disebabkan oleh abortus.

Kejadian abortus di Asia Tenggara berkisar 4,2 juta setiap tahunnya dan yang lebih memprihatinkan lagi 90% kematian ibu akibat abortus terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia (Manuaba, 1998:9). Setiap tahun, kejadian abortus mengalami peningkatan. Prevalensi sementara abortus pada saat ini diperkirakan 7-14% yaitu sekitar 450.000-900.000 kejadian abortus (Depkes RI, 2005). Informasi yang dikumpulkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) tentang keguguran dan pengguguran, diperoleh persentase keguguran dalam periode lima tahun terakhir 4,0%, sedangkan pengguguran adalah 3,5% (Riskesdas, 2010). Angka kejadian abortus di Kabupaten Magetan juga selalu mengalami peningkatan

1

Page 32: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

172 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

setiap tahunnya. Pada tahun 2010 terjadi sebanyak 206 kasus, tahun 2011 sebanyak 229 kasus, sedangkan selama tiga trimester pertama tahun 2012 mencapai 175 kasus. Kasus abortus selalu menempati peringkat pertama dari kasus-kasus maternal lainnya yang ditemukan (Dinkes Magetan, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr. Sayidiman Magetan, peneliti menemukan adanya peningkatan kejadian abortus. Pada tahun 2010 terjadi sebanyak 49 kasus dari 319 (15%), tahun 2011 sebanyak 103 kasus dari 358 (28%) dan tahun 2012 sebanyak 106 kasus dari 278 (38%). Angka kejadian tersebut menunjukkan terjadi peningkatan kejadian abortus yang cukup signifikan setiap tahunnya di RSUD dr. Sayidiman Magetan sepanjang tahun 2010-2012.

Abortus dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor janin, faktor ibu, faktor eksternal dan faktor ayah. Salah satu faktor ibu yang berperan menyebabkan abortus adalah usia dan paritas. Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar dari rongga rahim atau ekspulsi (Sastrawinata, 2004:3). Kejadian abortus mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri. Komplikasi yang terjadi berupa sepsis, perdarahan, trauma genital dan abdominal, perforasi uterus, keracunan bahan abortifasien serta koriokarsinoma, yang apabila komplikasi tersebut tidak segera ditangani maka bisa mengancam jiwa ibu dan menyebabkan kematian. Efek jangka panjang pada wanita dengan riwayat abortus adalah terjadi kehamilan ektopik, persalinan premature, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau abortus spontan pada kehamilan berikutnya, serta infertilitas (Wiknjosastro, 2008:55).

Kejadian abortus dapat dihindari dengan cara menunda, menjarangkan dan mengakhiri kehamilan melalui pelayanan kotrasepsi. Abortus juga dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan menghindari faktor resiko, misalnya: membatasi aktivitas yang terlampau berat, tidak minum alkohol dan

sebagainya. Jika masih terjadi abortus maka harus ditangani dengan tepat sesuai penyebabnya. Hal ini merupakan salah satu upaya melakukan antisipasi terhadap faktor resiko perdarahan, infeksi, perforasi ataupun syok yang dapat menyebabkan kematian ibu, serta menyediakan asuhan paska abortus. Upaya tersebut dapat terwujud dengan melakukan penanganan yang tepat (safe abortion) sesuai indikasi medis atau MPS (making pregnancy safer), serta memberikan dukungan pada ibu yang mengalami abortus seperti mendiskusikan dengan ibu dan keluarga tentang kehamilan, kekhawatiran dan kecemasan, tanda-tanda depresi, menawarkan nasehat dan perawatan yang tepat, memberikan penyuluhan tentang hubungan intim setelah mengalami keguguran, kontrasepsi, gizi dan status kebersihan, serta meminimalisir penyebab abortus dari faktor ibu (Manuaba, 1998:220). Melihat masih tingginya angka abortus tersebut peneliti bermaksud ingin meneliti usia dan paritas kehamilan dengan prevalensi kejadian abortus di RSUD dr. Sayidiman Magetan.

Rumusan Masalah

“Adakah hubungan usia dan paritas ibu

dengan kejadian abortus di RSUD dr. Sayidiman Magetan?” Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan usia dan paritas

dengan kejadian abortus di RSUD dr. Sayidiman Magetan. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey analitik menggunakan rancangan penelitian “cross sectional”. Lokasi dari penelitian ini adalah RSUD dr. Sayidiman Magetan. Populasi penelitian ini adalah semua ibu hamil dengan usia kehamilan <20 minggu yang mengalami tanda dan gejala abortus. Sampel sebagian dari ibu hamil dengan usia kehamilan <20 minggu yang mengalami tanda dan gejala abortus pada tahun 2012 sebebesar 84 ibu. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur dan paritas ibu. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian abortus. Analisa data menggunakan uji statistik Chi Kuadrat dengan taraf signifikasi (α < 0,05) dan regresi logistic berganda.

Page 33: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

173 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Kejadian Abortus

Kejadian abortus Frekuensi Persen

Abortus Tidak abortus

66 18

78,6 21,4

Jumlah 84 100

Tabel 2. Distribusi Usia Beresiko

Usia Frekuensi Persen

Beresiko Tidak beresiko

54 30

64,3 35,7

Jumlah 84 100

Tabel 3. Distribusi Paritas

Usia Frekuensi Persen

Beresiko Tidak beresiko

60 24

71,4 28,6

Jumlah 84 100

Hasil penelitian menggambarkan bahwa

dari 54 orang ibu dari kelompok usia beresiko yang mengalami tanda dan gejala abortus, terdapat 49 (90,7%) ibu yang mengalami abortus dan 5 (9,3%) ibu lainnya tidak mengalami abortus.

Dari 30 ibu kelompok usia tidak beresiko yang mengalami tanda dan gejala abortus, terdapat 17 (56,7%) ibu yang mengalami abortus dan 13 (43,3%) ibu lainnya tidak mengalami abortus.

Hasil uji Chi-Square untuk variabel usia didapatkan p=0,000 dengan taraf signifikansi (α=0,05), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor usia ibu dengan kejadian abortus. Nilai koefisien kontingensi (C)= 0,370, hal ini menunjukkan tingkat hubungan rendah.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa dari 60 ibu pada kelompok multipara yang mengalami tanda dan gejala abortus, 56 (93,3%) ibu diantaranya mengalami abortus, dan 4 (6,7%) ibu lainnya tidak mengalami abortus, sedangkan dari 24 ibu kelompok primipara yang mengalami tanda dan gejala abortus, 10 (41,7%) ibu diantaranya mengalami abortus dan 14 (58,3%) ibu lainnya tidak mengalami abortus.

Hasil uji Chi-Square untuk variabel paritas didapatkan hasil p=0,000 dengan taraf signifikansi (α=0,05) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor paritas dengan kejadian abortus. Nilai koefisien kontingensi (C) = 0,494, hal ini menunjukkan tingkat hubungan sedang.

Hasil uji binary logistic regression dengan metode stepwise secara simultan terhadap

kedua variabel yang berhubungan dengan variabel terikat. Untuk variabel usia diperoleh nilai wald=4,715; p=0,030, Odd Ratio (OR) atau Exp (B) sebesar 0,226. OR<1 maka

dapat disimpulkan bahwa faktor usia merupakan faktor protektif kejadian abortus. Variabel paritas diperoleh nilai wald=14,799; p=0,000, odd ratio (OR) atau Exp (B)

sebesar 0,071. OR<1 maka dapat disimpulkan bahwa faktor paritas merupakan faktor protektif kejadian abortus.

Persamaan model regresi logistic atau Logit (Y) sebagai prediktor abortus pada ibu hamil berdasarkan tabel 5.4 adalah: Logit (Y)= 0,924-2,651 (paritas)-1,488(usia)

Dari persamaan tersebut bisa

disimpulkan bahwa pada awalnya tidak semua ibu hamil beresiko untuk mengalami abortus. Resiko abortus dapat dikurangi sebesar 2,651 kali jika paritas ibu primipara dan sebesar 1,488 kali jika usia ibu tidak beresiko.

PEMBAHASAN Kejadian Abortus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

(78,6%) ibu hamil yang mengalami tanda dan gejala abortus di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2012 berakhir dengan abortus. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan Sastrawinata (2005:5), bila wanita hamil <20 minggu mengeluarkan darah sedikit pervaginam, perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai nyeri perut bawah atau nyeri punggung seperti saat menstruasi. Setengah dari abortus imminens akan menjadi abortus komplet atau inkomplet, sedangkan sisanya kehamilan akan terus berlangsung.

Secara presentase hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ernawaty Pasaribu (2011), yang menyatakan bahwa dari sampel 297 ibu hamil, didapatkan ibu hamil yang mengalami abortus spontan sejumlah 153 ibu (51,52 %). Mungkin dikarenakan karena populasi yang dipakai dalam penelitian ini bukan seluruh ibu hamil dengan usia kehamilan <20 minggu, tetapi semua ibu yang mengalami tanda dan gejala abortus dengan usia <20 minggu di RSUD dr. Sayidiman Magetan, sehingga angka kejadiannya menjadi lebih tinggi.

Page 34: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

174 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar (64,3%) ibu yang mengalami tanda dan gejala abortus berada pada kelompok usia beresiko. Penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Hanafi (2004:23), yang menyatakan bahwa dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun beresiko untuk hamil dan melahirkan.

Menurut Glasier (2006:245), kesiapan seorang wanita untuk hamil atau mempunyai anak ditentukan kesiapan dalam 3 hal yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental, kesiapan emosi dan psikologi, kesiapan sosial dan ekonomi. Kehamilan paling ideal bagi seorang wanita adalah saat usianya berada pada rentang 20-35 tahun. Wanita yang hamil pada usia di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun memiliki risiko tinggi seperti perceraian, kematian pada anak, dan abortus spontan.

Menurut Leveno (2009:32), remaja lebih besar kemungkinan mengalami anemia dan berisiko tinggi mengalami abortus/keguguran, persalinan prematur, perdarahan dan persalinan yang lama dan sulit. Saat ini sekitar 10 persen kehamilan terjadi pada wanita berusia lebih dari 35 tahun. Wanita berusia lebih dari 35 tahun mungkin mengalami peningkatan resiko penyulit obstetrik serta morbiditas dan mortalitas perinatal jika mereka menderita penyakit kronis atau kondisi fisiknya buruk. Murphy (2000:9) juga menyatakan bahwa resiko keguguran tampak meningkat dengan bertambahnya usia terutama setelah usia 35 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal atau abnormal. Semakin lanjut usia wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka resiko terjadi abortus, makin meningkat karena menurunnya kualitas telur atau ovum dan meningkatnya resiko kejadian kelainan genetik.

Menurut asumsi peneliti, ibu yang memiliki usia beresiko tinggi disebabkan karena adanya usia perkawinan yang sangat muda (< 20 tahun) dan usia ibu sudah melewati batas normal untuk hamil ( ≥ 35 tahun ) sebagai akibat dari tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah maupun sosial ekonomi yang rendah,

sehingga mereka tidak mengetahui dampak yang lahir dari sebuah perkawinan usia muda.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Firman (2011), yang memperoleh hasil bahwa sebagian besar kejadian abortus pada kelompok kasus di RSUD Soreang Bandung selama periode Januari 2008 sampai Desember 2010 adalah kelompok usia tidak beresiko (20-35 tahun) yaitu sebesar (62,9%). Penelitian yang dilakukan oleh Umma Alifah Imansari (2011), juga menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang mengalami abortus merupakan ibu hamil dengan usia resiko rendah (20-35 tahun) sebanyak 77 orang (58,8%).

Adanya perbedaan hasil ini dengan penelitian sebelumnya dimungkinkan karena adanya perbedaan jumlah sampel yang diambil dan lokasi penelitian sehingga berpengaruh terhadap jumlah faktor karakteristik ibu hamil khususnya usia ibu yang akan mengakibatkan perbedaan dalam hasil uji statistik. Oleh karena itu, meskipun ada perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya, upaya untuk mengatasi hal tersebut harus tetap dapat dilaksanakan, yaitu bisa melalui penyuluhan yang intensif untuk memberitahu bahwa kehamilan kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mempunyai risiko yang lebih besar terjadi abortus. Paritas Ibu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar (71,4%) ibu yang mengalami tanda dan gejala abortus berada pada kelompok paritas multipara. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa banyak anak akan mempengaruhi kesehatan ibu dan anak dalam kandungan, ibu dengan paritas tinggi akan banyak mengalami komplikasi dalam kehamilannya (Manuaba, 1998:332). Menurut Wiknjosastro (2002:182), anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang pernah hamil tiga kali atau lebih, cenderung meninggal di bawah usia 5 tahun, mendapatkan kasus lahir mati serta memperoleh anak dengan cacat bawaan dengan usia harapan hidupnya pendek merupakan resiko lainnya dari ibu dengan paritas tinggi.

Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib dan kesejahteraan ibu dan janin, baik selama kehamilan maupun pada saat persalinan (Tahrudin, 2012). Paritas tinggi atau ibu multigravida yang sudah mempunyai pengalaman kehamilan, akan lebih cenderung untuk tidak melakukan kunjungan antenatal karena menganggap

Page 35: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

175 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

kehamilannya saat ini akan sama dengan kehamilan berikutnya (Manuaba, 1998:249), padahal secara nyata persepsi itu salah karena setiap kehamilan yang dialami seorang ibu akan berbeda dari kehamilan sebelumnya. Sehingga tenaga kesehatan dibantu masyarakat yaitu kader hendaknya melakukan pemantauan secara rutin dan memberikan penanganan yang tepat melalui pelayanan antenatal care yang berkualitas.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Elvipson Sinaga (2012) dengan hasil penelitian kejadian abortus pada multipara sebesar 59,2%. Hubungan usia ibu dengan kejadian abortus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar (90,7%) ibu dengan usia beresiko akan mengalami abortus. Hal ini diperkuat dengan uji statistik Chi-square dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara usia ibu dengan kejadian abortus. Hasil ini sejalan dengan teori dari Cunningham (2005), yang menyatakan bahwa usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun merupakan usia risiko untuk hamil dan melahirkan. Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun.

Menurut Nadesul (2001:1), wanita yang hamil kurang dari 20 tahun atau semasa gadis remaja, alat kandungan belum terbentuk sempurna. Ukuran dan kekuatan rahim pun belum sempurna. Demikian pula dengan alat-alat yang melengkapi rahim. Otot-otot rahim, otot dan tali penggantung rahim, fungsi hormon rahim, dan fungsi hormon indung telur belum sempurna. Jika kehamilan terjadi sebelum rahim kuat dan sempurna maka kehamilan mudah terganggu. Bayi dalam kandungan si ibu kurang terlindung. Gangguan kehamilan pada ibu usia muda dapat merugikan ibu maupun anaknya.

Kehamilan pada usia yang terlalu tua, yaitu kehamilan setelah umur 35 tahun juga tidak sehat. Alat kandungan sudah mulai lemah, dan ini dapat merugikan ibu maupun anak yang dikandungnya (Nadesul, 2001:2). Pada wanita usia 35 tahun, kualitas sel telur yang dihasilkan setiap bulannya akan berkurang, walau proses menstruasi tetap berjalan. Hal ini akan menghasilkan sel genetik telur yang tidak baik dan berakibat pada kehamilan dengan embrio yang mempunyai kelainan kromosom. Kebanyakan dari embrio dengan kelainan ini akan mengalami masalah pertumbuhan pada trimester pertama yang akan berakibat pada kegagalan proses kehamilan dan

berakhir dengan keguguran (Nuryanto, 2013). Kehamilan pada golongan usia diatas 35 tahun, kondisi kardiovaskuler sudah menurun, jumlah oocyte dalam tubuh sisa puluhan ribu, dan umur sel telur yang sudah tua. Ini menyebabkan risiko terjadinya abortus spontan dua kali lebih tinggi dari pada kehamilan pada usia yang aman. Usia lanjut dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan, karena pada usia lanjut akan lebih banyak memiliki penyakit, seperti darah tinggi atau kencing manis, perdarahan atau gangguan kontraksi rahim lainnya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ernawaty Pasaribu (2011), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus dengan nilai p=0,027. Pada penelitian lain oleh Umma Alifah Imansari (2011), juga melaporkan hasil penelitian yang menyatakan hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian abortus dengan nilai p=0,004. Penelitian lain oleh Firman (2011), menyatakan hasil yang sama yaitu ada hubungan usia dengan kejadian abortus dengan nilai p=0,024 dan menyatakan bahwa usia merupakan faktor resiko kejadian abortus (OR=2,167).

Abortus dapat terjadi karena kehamilan pada usia <20 dan >35 tahun lebih beresiko dibanding saat reproduksi, maka petugas kesehatan (bidan) diharapkan selalu waspada. Kewaspadaan tersebut diukur dari kualitas pelayanan antenatal yang diberikan kepada ibu hamil. Upaya pencegahan abortus yang lainnya yakni dengan konseling pranikah oleh bidan di desa. Konseling tersebut lebih terfokus pada kesehatan reproduksi remaja. Di sisi lain regulasi aturan baik peraturan daerah maupun peraturan desa atau kelurahan desa lebih ketat melarang terjadinya pernikahan usia muda. Sedangkan pada usia tua, konseling yang diberikan adalah tentang KB dengan tujuan untuk menghentikan kehamilan. Oleh karena itu perlu diyakinkan kepada masyarakat utamanya wanita usia subur (WUS) bahwa kehamilan yang baik itu pada usia 20-35 tahun. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar (93,3%) multipara akan mengalami abortus. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji statistik Chi-square dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara paritas ibu dengan kejadian abortus. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Manuaba (2009) yang

Page 36: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

176 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

menyatakan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami ibu semakin tinggi resiko untuk mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Demikian juga menurut Cunningham (2005), bahwa risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas.

Menurut Wiknjosastro (2002:334), paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib dan kesejahteraan ibu dan janin, baik selama kehamilan maupun pada saat persalinan. Ibu yang mempunyai paritas tinggi otomatis serviksnya sering mengalami trauma persalinan sehingga orifisium interna dan eksterna tidak bisa menutup secara sempurna pada kehamilan berikutnya, sehingga tak jarang kehamilannya tak dapat dipertahankan. Selain itu setiap kehamilan akan menyebabkan kelainan-kelainan pada uterus, karena kehamilan yang berulang-ulang menyebabkan rahim ibu tidak lagi sehat untuk kehamilan berikutnya, hal ini dapat dimengerti karena pada waktu melahirkan tidak dapat dihindari adanya kerusakan pada daerah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi pada janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang dibandingkan pada kehamilan berikutnya, keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada bayi.

Menurut Wibowo (1992), komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu golongan paritas tinggi akan mempengaruhi perkembangan janin yang dikandungnya, hal ini disebabkan adanya gangguan pada plasenta dan sirkulasi darah ke janin, sehingga pertumbuhan janin terhambat. Jika keadaan ini berlangsung lama akan mempengaruhi kondisi bayi dan kemungkinan besar terjadi abortus

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ernawaty Pasaribu (2011), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara paritas ibu hamil dengan kejadian abortus dengan nilai p=0,037. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ambarsari (2010) juga mendapatkan hasil yang sama bahwa terdapat hubungan bermakna (p=0,01) antara paritas dengan abortus dan ibu dengan paritas 3 mempunyai abortus 2,9 kali lebih besar.

Karena semakin tinggi paritas maka semakin tinggi resiko terjadinya abortus, untuk itu risiko pada paritas tinggi ini dapat dikurangi atau dicegah dengan pemeriksaan antenatal rutin yang bertujuan untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin, dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai dan konseling tentang KB yang bertujuan untuk memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai akses ke

informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan tidak ada kelahiran yang tidak didinginkan. Pengaruh antara usia dan paritas ibu terhadap kejadian abortus

Hasil uji binary logistic regression untuk variabel usia ibu menunjukkan bahwa usia memiliki pengaruh bermakna terhadap kejadian abortus dengan nilai p=0,030 dan hasil uji Wald test sebesar 4,715. Hal ini menunjukkan bahwa variabel usia ibu punya kontribusi pada persamaan model regresi. Nilai Odds Ratio (OR) atau Exp(B) sebesar 0,226, menunjukkan usia ibu saat hamil akan memberikan efek kejadian abortus hanya sebesar 0,226 kali. Dikarenakan OR<1 maka faktor usia merupakan faktor protektif kejadian abortus.

Menurut Hanafi (2004:23), usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Usia yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun beresiko untuk hamil dan melahirkan. Abortus meningkat seiring dengan penambahan usia ibu karena dengan meningkatnya usia akan terjadi perubahan-perubahan pada pembuluh darah dan menurunnya fungsi hormon yang mengatur siklus reproduksi (endometrium). Salah satu contoh hormon itu adalah esterogen. Esterogen adalah hormon yang disekresikan oleh ovarium akibat respon dua hormon dari kelenjar hipofisis anterior. Penurunan produksi hormon juga diikuti oleh penurunan fungsi hormon itu sendiri. Esterogen mempunyai beberapa fungsi salah satunya adalah meningkatkan aliran darah uterus. Fungsi lain esterogen adalah esterogen dapat menyebabkan proliferasi endometrium yang nyata dan perkembangan kelenjar endometrium yang kemudian digunakan untuk membantu penyaluran nutrisi dari ibu ke janin. Apabila kadar esterogen rendah dan perkembangan endometrium tidak sempurna, maka aliran darah ke uterus juga akan ikut menurun sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke janin. Selain menurunnya hormon esterogen akibat penambahan usia, hormon lain yang juga menurun adalah progesteron. Fungsi progesteron dalam masa kehamilan adalah mempertahankan agar kehamilan tetap berlanjut, progesteron ini mulai dihasilkan segera setelah plasenta terbentuk dan apabila kadar progesteron ini sedikit, maka persalinan akan dapat terjadi meskipun usia kehamilan masih belum cukup bulan.

Page 37: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

177 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pebri Susanti (2011), bahwa usia ibu mempunyai hubungan bermakna terhadap kejadian abortus dengan nilai OR= 3,338; CI 95% (1,976-7,434); p=0,001. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tyagita khrisna Ayuningtyas (2012) dengan hasil penelitian OR=1,529; p=0,183; Cl (0,817-2,861).

Meskipun memiliki hubungan yang sama-sama bermakna dengan penelitian yang dilakukan oleh Pebri Susanti yakni p<0,05, namun penelitian yang dilakukan Pebri Susanti (2011) memiliki OR yang lebih tinggi yakni 3,338. Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dimungkinkan karena adanya perbedaan jumlah sampel yang diambil dan lokasi penelitian sehingga berpengaruh terhadap karakteristik ibu hamil khususnya usia ibu yang mengakibatkan perbedaan dalam hasil uji statistik.

Hasil uji binary logistic regression untuk variabel paritas ibu menunjukkan uji Wald test diperoleh nilai 14,799; p=0,000, artinya variabel paritas mempunyai pengaruh bermakna terhadap kejadian abortus dan memiliki kontribusi pada persamaan model regresi logistik. Nilai Odds Ratio (OR) atau Exp(B) sebesar 0,071, artinya paritas akan memberikan efek kejadian abortus hanya sebesar 0,071 kali. Dikarenakan OR<1 maka faktor paritas merupakan faktor protektif kejadian abortus.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Cunningham (2005), bahwa semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu semakin tinggi risikonya untuk mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas, karena terdapatnya jaringan parut akibat kehamilan dan persalinan terdahulu. Jaringan parut tersebut mengakibatkan persediaan darah ke plasenta tidak adekuat, perlekatan plasenta tidak sempurna sehingga plasenta menjadi tipis dan mencakup uterus lebih luas. Akibat lain dari perlekatan plasenta yang tidak adekuat ini adalah terganggunya penyaluran nutrisi yang berasal dari ibu ke janin sehingga penyaluran nutrisi dari ibu ke janin menjadi terhambat atau kurang mencukupi kebutuhan janin.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tyagita Khrisna Ayuningtyas (2012), dengan hasil OR=3,272; p=0,001; Cl=1,652-6,483. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pebri Susanti dengan hasil yang menyatakan bahwa faktor risiko jumlah paritas secara statistik tidak mempunyai

hubungan bermakna dengan kejadian abortus dengan OR=0,373; CI 95% (0,181-0,769); p=0,073 (p=>0,05).

Meskipun memiliki hubungan yang sama-sama bermakna dengan penelitian yang dilakukan oleh Tyagita Khrisna Ayuningtias yakni p<0,05, namun penelitian yang dilakukan Tyagita Khrisna Ayuningtias (2012) memiliki OR yang lebih tinggi yakni 3,272. Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dimungkinkan karena adanya perbedaan jumlah sampel yang diambil dan lokasi penelitian dilaksanakan sehingga berpengaruh terhadap karakteristik ibu hamil khususnya usia ibu yang mengakibatkan perbedaan dalam hasil uji statistik.

Persamaan model regresi logistik atau Logit (Y) sebagai prediktor abortus pada ibu hamil adalah:

Logit (Y)= 0,924-2,651 (paritas)-1,488(usia)

Dari persamaan tersebut bisa

disimpulkan bahwa pada awalnya tidak semua ibu hamil beresiko untuk mengalami abortus. Resiko kejadian abortus dapat dikurangi sebesar 2,651 kali jika paritas ibu primipara dan sebesar 1,488 kali jika usia ibu tidak beresiko.

Jika kehamilan dengan paritas multipara disertai usia beresiko, maka resiko wanita tersebut mengalami abortus akan semakin tinggi dibandingkan ibu hamil dengan paritas multipara yang disertai usia tidak beresiko, atau ibu hamil dengan paritas primipara yang disertai usia beresiko. Resiko kejadian abortus ini justru akan turun jika ibu hamil tersebut paritasnya primipara dan usianya tidak beresiko.

Baik paritas maupun usia sama-sama merupakan penyebab kematian maternal secara tidak langsung, yaitu 4 Terlambat dan 4 Terlalu diantaranya terlalu muda hamil yaitu usia kurang dari 20 tahun, terlalu tua untuk hamil lagiyaitu usia >35 tahun, terlalu pendek jarak hamil dan persalinan, serta terlalu banyak anak (paritas), bisa menimbulkan komplikasi dalam kehamilan yang salah satunya bisa menyebabkan abortus (Manuaba, 2007:904). Pada penelitian ini faktor paritas lebih dominan dibandingkan dengan usia. Hal ini mungkin dikarenakan persepsi masyarakat tentang banyak anak banyak rejeki masih tinggi, selain itu jika banyak anak maka banyak pula yang membantu menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga sekaligus membantu mencari nafkah, sehingga paritas ibu merupakan hal yang dominan. Meskipun begitu pengendalian paritas yang tinggi dan usia yang beresiko sangat diperlukan, agar

Page 38: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

178 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

terjadi kehamilan yang sehat dan terhindar dari abortus.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada ibu yang mengalami tanda dan gejala abortus di RSUD dr. Sayidiman Magetan tahun 2012, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ibu hamil yang mengalami tanda dan

gejala abortus sebagian besar mengalami abortus.

2. Ibu hamil yang mengalami tanda dan gejala abortus sebagian besar terjadi pada kelompok usia beresiko.

3. Ibu hamil yang mengalami tanda dan gejala abortus sebagian besar terjadi pada kelompok paritas multipara.

4. Ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian abortus.

5. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian abortus.

6. Pada awalnya tidak semua ibu hamil beresiko untuk mengalami abortus. Resiko kejadian abortus dapat dikurangi jika paritas ibu primipara dan usia ibu tidak beresiko.

Saran

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan

simpulan, maka saran yang dapat diberikan adalah: 1. Bagi tenaga kesehatan

Perlu mengoptimalkan program pelayanan antenatal pada ibu hamil yang memiliki faktor resiko terjadinya abortus. Pentingnya peran aktif tenaga kesehatan untuk mengembangkan asuhan kebidanan pada ibu hamil secara komprehensif salah satunya yaitu kegiatan preventif dan promotif sehingga kejadian abortus dapat ditekan atau dihindari.

2. Bagi rumah sakit Sebagai tempat rujukan harus mampu memberikan pelayanan dan penatalaksanaan yang baik pada setiap kasus abortus, sehingga perlu dipersiapkan nakes yang kompeten.

3. Institusi pendidikan Perlu mengadakan pengembangan ilmu mengenai asuhan kebidanan klinik pada ibu hamil patologik terutama penanganan abortus.

4. Bagi peneliti lain Perlu penelitian yang sama dengan metode yang berbeda sehingga benar-

benar dapat digambarkan hubungan usia dan paritas dengan kejadian abortus.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, Arum Nanik Setijowati. 2010.

Hubungan Faktor-Faktor Resiko dnegan Terjadinya Abortus Spontan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Periode Januari-Desember 2003.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Aziz. 2011. Kuantitatif Metode Penelitian Kesehatan Paradigma. Surabaya: Kelapa Pariwara.

Benson, Ralph C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku saku obstretri & ginekologi. Jakarta: EGC.

Cunningham, F.G, dkk. 2005. Obstetri William. Jakarta: EGC.

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Firman. 2011. Hubungan Karakteristik ibu Hamil dengan Kejadian Abortus di Rumah Sakit Umum Daerah Soerang Kabupaten Bandung Periode Januari 2008-2010.

Glasier, Anna. 2006. Keluarga Berencana. Jakarta:EGC.

Gunawan, Surya. 2010. Mau Anak Laki-laki atau Perempuan Bisa Diatur. Jakarta: PT

Agromedia Pustaka. Hanafi. 2004. Keluarga Berncana dan

Kontrasepsi. Jakarta: CV Mulia. Haws, Paulette. 2007. Asuhan Neonatus.

Jakarta: EGC. L. John, Derek. 2003. Kesehatan Wanita.

Jakarta: CV Bintang Harapan. Leveno, Kenneth, dkk. 2009. Obstetri

Williams: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC.

Kasdu, Dini. 2005. Solusi Problem Persalinan. Jakarta: Puspa Swara.

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

______, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

______, Ida Bagus Gde. 2003. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstretri & Ginekologi.

Jakarta: EGC. ______, I.B.G, I.A Chandrawinata Manuaba,

dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Muchtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Murphy. 2000. Reproduksi Health. Geneva:WHO

Page 39: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

179 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Nadesul, Hendrawan. 2001. Cara Sehat Selama Hamil. Jakarta: Niaga Swadaya.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, 2005. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pasaribu, Ernawati. 2011. Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian Abortus Spontan di Instalasi Rawat Inap Kebidanan RSU Dr. M. Soewandhi Surabaya Periode 1 Januari sampai 10 Juni 2011.

Susanti, Pebri dan Yasmini Fitriyati. 2011. Faktor Resiko Kejadian Abortus di Puskesmas Padas Kabupaten Ngawi Tahun 2010.

Profil Kesehatan Jawa Timur. 2011. (http://dinkes.jatimprov.go.id/dokumen/dokumen_publikasi.html). Diakses tanggal 12 Maret 2013.

Saifuddin. 2000. Abortus. Jakarta: Depkes

RI. _____.2008. Buku Panduan Praktis

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sastrawinata, Sulaiman, dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi.

Jakarta: EGC. Sinclair, Constance. 2009. Buku Saku

Kebidanan. Jakarta: EGC. Stright, Barbara R.2004. Keperawatan Ibu-

Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC. Sugiyono, 2011. Statistik untuk Penelitian.

Bandung: Alfabeta. Ayuningtias, Tyagita Khrisna. 2012.

Hubungan Faktor Maternal dengan Kejadian Abortus Inkompletus di RSUD Tugurejo Periode Januari-Desember 2011.

Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica (YEM).

Imansari, Umma Alifiah. 2011. Hubungan Antara Usia Ibu dengan Kejadian Abortus di RSUD Sidoarjo tahun 2011.

Varney. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Wijayarini, Maria A. 2001. Safe Motherhood Modul Dasar Bidan: Bidan di Masyarakat Materi Pendidikan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Balai Pustaka

Page 40: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

180 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PERAN MOTIVASI MENINGKATKAN KINERJA BIDAN DI DESA DALAM

PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN

KOMPLIKASIDI KABUPATEN TULUNGAGUNG

Esyuananik (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya Henni Djuhaeni

(Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, FK Unpad, RS Hasan Sadikin Bandung)

Anita D. Anwar (Departemen Obstetri dan Ginekologi,

FK Unpad, RS Hasan Sadikin Bandung)

ABSTRAK

Latar belakang: Salah satu upaya penting yang sedang ditempuh pemerintah untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah deteksi dini risiko komplikasi melalui program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K). Pelaksanaan P4K melalui pemasangan stiker wajib dilakukan oleh bidan di desa, namun dari 135 ibu hamil hanya 60% yang rumahnya terpasang stiker. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran motivasi dalam meningkatkan kinerja bidan di desa dalam menempelkan stiker P4K di rumah ibu hamil. Metode: Subyek penelitian adalah 111 bidan di desa di Kabupaten Tulungagung, yang terpilih melalui multi stage cluster random sampling. Motivasi internal dan eksternal dipilih sebagai variabel independen dan kinerja sebagai variabel dependen. Data dikumpulkan melalui kuesioner, selanjutnya dianalisis dengan structural equation modeling (SEM). Hasil: Prestasi merupakan kontributor dominan dari motivasi internal, sedangkan kontributor dominan dari motivasi eksternal adalah hubungan sosial dan hasil kerja merupakan kontributor dominan dari kinerja. Walaupun kedua motivasi mempunyai peran tidak jauh berbeda, namun motivasi eksternal lebih bermakna (0,51) dibandingkan dengan motivasi internal (0,45). Kesimpulan: Semakin tinggi motivasi bidan di desa, semakin meningkat kinerja dalam melaksanakan P4K. Saran: Pemberian penghargaan akan memberikan motivasi sehingga meningkatkan kinerja bidan yang secara tidak langsung mempunyai daya ungkit terhadap penurunan AKI.

Kata kunci: Kinerja, bidan di desa, motivasi, P4K

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus agar ibu dan janin yang dikandungnya dalam keadaan sehat. Diperkirakan sekitar 15% wanita hamil akan mengalami komplikasi selama kehamilannya, dan membutuhkan intervensi medis serta sekitar 7% di antaranya akan mengalami komplikasi serius, sehingga membutuhkan rujukan ke tingkat yang lebih tinggi.

1

Menteri Kesehatan pada tahun 2007 telah mencanangkan pelaksanaan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) dengan stiker sebagai salah satu kegiatan membangun potensi masyarakat, khususnya kepedulian masyarakat untuk persiapan dan bertindak dalam menyelamatkan serta mencegah kematian ibu dan bayi baru lahir. Stiker yang telah diisi bidan berguna sebagai notifikasi bahwa di rumah tersebut ada ibu hamil yang perlu dipantau untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar.

2

Diperlukan motivasi yang besar agar pelaksanaan suatu pekerjaan menghasilkan kinerja yang memuaskan. Adanya motivasi yang timbul dari dalam (internal) akan mendorong seseorang untuk berprestasi, bertanggung jawab serta memperoleh kemajuan. Dorongan dari luar (eksternal) yang meningkatkan kinerja seseorang adalah mendapatkan gaji atau insentif, lingkungan kerja yang mendukung, serta hubungan antar pekerja. Di pihak lain, usaha kerja yang sebelumnya memuaskan secara instrinsik karena berhubungan dengan isi pekerjaan itu sendiri, dengan adanya pengenalan ekstrinsik seperti imbalan pekerjaan cenderung menurunkan seluruh motivasi.

3

Kinerja mempunyai hubungan kausal dengan kompetensi. Kinerja merupakan fungsi dari kompetensi, sikap, dan tindakan.

4

Salah satu penilaian kinerja dapat dilihat dari pencapaian target kerja. Profil kesehatan kabupaten Tulungagung dalam 3 tahun ini menunjukkan adanya penurunan pencapaian target deteksi risiko tinggi kehamilan dari 9,41% pada tahun 2008, dan naik menjadi 84,12% pada tahun 2009 serta tahun 2010 turun hanya mencapai 44,82%. Berdasarkan hasil survei lapangan di salah satu puskesmas pada bulan September 2011 terdapat 135 ibu hamil tetapi hanya 81 rumah (60%) yang tertempel stiker P4K, di pihak lain jumlah bidan di desa tersebut cukup banyak yaitu 18 orang.

5

Page 41: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

181 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Tenaga bidan di desa merupakan tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat. Bidan di desa mempunyai wilayah kerja satu sampai dua desa dan dalam melaksanakan tugas pelayanan medis, baik di dalam dan di luar jam kerja serta harus bertanggung jawab langsung kepada kepala puskesmas. Sebagai fasilitator, bidan di desa diharapkan mampu membuat masyarakat mengenali masalahnya secara mandiri termasuk merencanakan persalinan yang aman dan mencegah komplikasi.

2,6 Apakah ada

pengaruh motivasi internal dan eksternal serta motivasi manakah yang paling berpengaruh terhadap kinerja bidan di desa dalam P4K di Tulungagung belum diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh motivasi internal dan eksternal serta menganalisis faktor motivasi yang paling berpengaruh terhadap kinerja bidan di desa dalam P4K.

METODE PENELITIAN

Telah dilakukan survey eksplanatoris dengan rancangan potong silang terhadap 105 bidan di desa dan 6 bidan di kelurahan yang terpilih melalui multi stage cluster random sampling, dengan menggunakan kuesioner. Besaran sampel menggunakan maximum likelihood estimator (MLE).

7

Kriteria insklusi adalah bidan yang mempunyai tempat pelayanan pos kesehatan desa/pos kesehatan kelurahan (poskesdes/poskeskel), masa kerja 3 tahun atau lebih, dan pendidikan minimal diploma 3 (D3) kebidanan.

Variabel yang diteliti merupakan unobserved variables terdiri dari dua variabel eksogen, pertama motivasi internal yang dibangun dari 4 kontributor yaitu tanggungjawab, aktualisasi diri, prestasi, dan penghargaan. Kedua, motivasi eksternal yang dibangun dari 3 kontributor yaitu hubungan sosial, lingkungan kerja serta gaji, dan/atau upah. Variabel endogen dibangun dari 3 kontributor yaitu hasil kerja, perilaku kerja dan sifat pribadi. Hasil survey dianalisis dengan metode structural equation modeling (SEM) menggunakan program linear structural relationship (LISREL) 8,54

dengan pertimbangan pengujian pengaruh antar variabel serta kelemahan dapat dilihat serentak dalam satu waktu.

HASIL PENELITIAN

Hasil analisis konstruk menunjukkan bahwa motivasi internal dapat direpresentasikan oleh tanggung jawab, aktualisasi diri, prestasi serta penghargaan,

dengan kontribusi tidak jauh berbeda, dan didominasi oleh prestasi (Gambar 1).

Chi-kuadrat=0,43, df=2, p=0,81, goodness of fit index (GFI)=1,00, adjusted goodness of

fit index (AGFI)=0,99, root mean square (RMR)=0,01, dan root mean square error of

approximation (RMSEA)=0,00

Gambar 1. Hasil Pengukuran Konstruk Motivasi Internal

Hasil analisis konstruk menunjukkan

bahwa lingkungan, hubungan sosial serta gaji dan atau upah dapat merepresentasikan motivasi eksternal dengan kontributor dominan adalah lingkungan (Gambar 2).

Chi-kuadrat=0,00, df=0, p=1,00

Gambar 2. Hasil Pengukuran Konstruk Motivasi Eksternal

Hasil analisis konstruk kinerja bidan

dalam P4K menunjukkan bahwa hasil kerja, sifat pribadi dan perilaku kerja merupakan kontributor untuk kinerja, yang didominasi oleh sifat pribadi (Gambar 3).

Chi-kuadrat=0,00, df=0, p=1,00

Gambar 3. Hasil Pengukuran Konstruk Kinerja Bidan di Desa dalam P4K

Page 42: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

182 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Selain itu, hasil analisis semua konstruk yang digunakan untuk membentuk model penelitian, telah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan yaitu root mean square error of approximation (RMSEA)<0,08, root mean square (RMR)<0,05, goodness of fit index (GFI)>0,90 dan adjusted goodness of fit index (AGFI)>0.90 yang mengindikasikan

data yang ada sesuai/cocok dengan teori.7

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ada pengaruh motivasi internal dengan kontributor terbesar prestasi dan motivasi eksternal dengan kontributor terbesar hubungan sosial terhadap kinerja bidan di desa dalam P4K dengan kontributor terbesar adalah hasil kerja (Gambar 4).

Hasil analisis semua konstruk yang digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis full model SEM telah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan. Nilai probabilitas pada analisis ini menunjukkan nilai di atas batas signifikansi yaitu sebesar p>0,05. Nilai ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara hasil penelitian dengan teori. Ukuran goodness of fit lain juga menunjukkan pada kondisi yang baik GFI 0,96 dan AGFI 0,90 serta RMSEA 0,01 berarti model ini fit (data sesuai dengan teori).

Korelasi antara variabel laten eksogen motivasi internal dan eksternal sangat kuat. Walaupun pengaruhnya tidak terlalu jauh berbeda, namun motivasi eksternal mempunyai pengaruh lebih bermakna di banding motivasi internal terhadap kinerja bidan di desa dalam P4K.

PEMBAHASAN

Prestasi menjadi kontributor terbesar untuk terbentuknya motivasi internal bidan di

desa dalam kegiatan P4K. Motivasi berprestasi menjadi dorongan kuat dari dalam diri seseorang untuk bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan melaksanakan tugasnya, dan tidak melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.

3 Keinginan untuk berprestasi yang

dimiliki bidan di desa di kabupaten Tulungagung secara dominan membentuk motivasi internal, keadaan ini menunjukkan bahwa adanya keinginan untuk menjadi lebih baik dari sekarang.

Hal ini sesuai dengan teori Mc.Clelland yang mengemukakan bahwa seseorang dianggap mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi apabila dia mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik daripada orang lain dalam banyak situasi.

3,8 Seseorang

dengan kebutuhan akan berprestasi yang tinggi memperoleh kepuasan karena memperoleh sukses pribadi dalam menyelesaikan suatu tugas yang sulit atau mencapai suatu standar keunggulan.

Rasa tanggung jawab menjadi indikator yang kedua, bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi, artinya ada tahapan/tingkatan sebelumnya yang telah dicapai oleh seorang individu dalam bentuknya rasa tanggung jawab ini, yakni sikap menerima, merespons, serta menghargai. Tanggung jawab merupakan suatu kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsi yang telah diterima sesuai dengan arahan dan dijalankan dengan sukarela.

3 Dapat

dikatakan bahwa bidan di desa secara otomastis telah melalui proses tingkatan pengetahuan, penerimaan terhadap kegiatan P4K, memberikan respons yang positif untuk

Chi-kuadrat=25,30, df=25, p=0,45, GFI=0,96, AGFI=0,90, RMR=0,04 dan RMSEA=0,01

Gambar 4. Model Pengaruh Motivasi Internal dan Eksternal Terhadap Kinerja Bidan Di Desa Dalam P4K

Page 43: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

183 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

menghargai yang pada akhirnya berpartisipasi dalam kegiatan P4K.

Aktualisasi diri menjadi indikator terbesar ketiga yang membentuk motivasi internal, hal ini karena aktualisasi diri rata-rata dimiliki oleh mereka yang telah cukup dalam berbagai hal. Aktualisasi merupakan kecenderungan kreatif dari kodrat manusia. Setiap kebutuhan adalah sesuatu keadaan kekurangan yang mendorong orang untuk menutup kekurangan itu.

3 Bidan di desa

tidak menuntut apa-apa dari keterlibatannya dengan kegiatan P4K, hanya merupakan keinginan menjalankan program dari pemerintah untuk membantu mendeteksi risiko komplikasi kehamilan dan merencanakan persalinan yang aman.

Pemuasan setiap kebutuhan tertentu berada pada bagian terdepan bila menjadi syarat bagi realisasi diri dan seluruh organisme. Aktualisasi merupakan kecenderungan kreatif dari kodrat manusia. Setiap kebutuhan adalah sesuatu keadaan kekurangan yang mendorong orang untuk menutup kekurangan itu.

3,8 Pemenuhan

kebutuhan aktualiasi diri setiap orang akan berbeda. Kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi semata-mata dari luar individu, tetapi lebih utama adalah usaha dari individu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso dalam Winardi

3 yang

mengatakan bahwa, seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya serta sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja.

Penghargaan memberikan kontribusi yang terakhir dalam membentuk motivasi internal. Pemberian penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada pegawai atas prestasi kerja yang dicapainya. Pegawai akan bekerja keras dan semakin rajin, jika mereka terus-menerus mendapat pengakuan dan kepuasan diri dari usahanya. Dalam memberikan penghargaan kepada pekerja hendaknya dijelaskan bahwa dia patut menerima penghargaan, karena prestasi kerja atau jasa yang telah diberikannya. Pengakuan dan pujian harus diberikan dengan ikhlas dihadapan umum supaya nilainya semakin besar.

3,8 Hasil

penelitian Ayuningtyas,9 di kota Tasikmalaya

tahun 2007 menunjukkan bahwa sebagian besar bidan belum menerima imbalan (selain gaji) secara adil dan wajar sesuai beban kerja, serta pemberian reward and punishment system dari atasan terhadap hasil kerja bidan belum berjalan baik.

Perilaku hubungan sosial dengan kedekatan sesama seperti teman sejawat, atasan, masyarakat sekitar akhirnya membuat keterikatan yang kuat dengan

tetangga. Perasaan keakraban dengan sesamanya ini merupakan sifat dasar manusia yang melekat pada orang Indonesia. Melalui keakraban dan kekerabatan yang kental mempunyai dampak yang lebih jauh dengan skala lebih besar yakni mudah terciptanya kerja gotong-royong di antara mereka. Budaya gotong-royong ini masih sangat dominan berlaku di masyarakat pedesaan. Bidan di desa oleh masyarakat dianggap tidak hanya memberikan pertolongan persalinan tetapi juga harus dapat memberikan pengobatan umum.

3,8,10 Penelitian Fikawati dkk.

11 di

Tangerang menyatakan bahwa bidan di desa yang merasa mendapat dukungan dari masyarakat serta bersedia tinggal di desa dapat meningkatkan kinerjanya.

Seringnya bidan di desa berinteraksi dengan masyarakat, teman sejawat, atasan dan dinas kesehatan serta pihak lain yang membantu kegiatan P4K, menjadikan bidan di desa merasa nyaman dengan lingkungan kerjanya. Motivasi dari lingkungan atau sering disebut iklim organisasi dapat membangkitkan motivasi yang ada. Sesuai dengan penelitian Dieleman dkk.

12 di

Vietnam menyatakan bahwa motivasi utama tenaga kesehatan bekerja dipengaruhi oleh hubungan teman sejawat, masyarakat sekitar, pekerjaan yang stabil serta mengesampingkan gaji rendah.

Lingkungan kerja merupakan lingkungan sosial yang sangat penting. Di sana setiap orang dapat mengalami diterima atau ditolak oleh orang lain. Ada 3 hal yang perlu kita perhatikan agar diterima dengan baik ditengah lingkungan kerja yaitu penampilan fisik yang menarik, cara berpakaian, dan unjuk kerja.

3,4 Penelitian tahun 2009 di

Kenya menyatakan bahwa studi manajemen

memiliki pengaruh penting pada motivasi bekerja.

13 Manajemen yang efektif di tingkat

rumah sakit dapat menciptakan lingkungan kerja yang mengatur dampak dari kekurangan sumber daya manusia. Lingkungan kerja merupakan elemen organisasi yang berpengaruh kuat dalam pembentukan perilaku individu pada organisasi dan berpengaruh terhadap prestasi organisasi. Lingkungan kerja meliputi lingkungan sosial budaya dan fisik. Untuk mewujudkan semangat dan kinerja yang baik tidak terlepas dari motivasi kerja yang tinggi.

Dinas kesehatan Tulungagung

membuat rencana setiap polindes/poskeskel juga ditempatkan satu perawat untuk bersama-sama melayani kesehatan masyarakat serta dapat membuat lingkungan kerja yang nyaman.

Penelitian tahun 2007 secara review tentang desain program insentif

Page 44: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

184 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

menunjukkan hasil bahwa tenaga kesehatan di Kamerun, Ghana, Afrika Selatan, Uganda dan Zimbabwe paling sering menganggap gaji sebagai salah satu faktor kunci yang akan memotivasi mereka untuk tetap tinggal di negaranya.

14 Faktor-faktor non finansial

sangat penting untuk mereka dalam mengambil keputusan bermigrasi di antaranya lingkungan kerja dan kesempatan pendidikan serta pelatihan di negara lain.

Uang/gaji merupakan suatu motif yang sangat rumit, terlibat sedemikian rupa dengan semua macam kebutuhan, selain kebutuhan fisiologis, sehinga sangat sulit menentukannya. Hezberg dalam Winardi

3

menyatakan bahwa uang dapat mencegah timbulnya ketidak puasan, tetapi uang tidak dapat menyebabkan timbulnya motivasi. Penelitian Fort dan Voltero

15 di Armenia

tahun 2004 menyatakan bahwa tenaga kesehatan baik itu perawat atau bidan kurang menanggapi penerimaan upah atau gaji dapat menimbulkan kinerja yang baik.

Hasil kerja berpengaruh yang kuat dan merupakan kontributor paling besar kepada kinerja. Setiap pegawai mempunyai tujuan atau objektif yang harus dicapainya. Bidan di desa tidak hanya melaporkan ibu hamil yang telah mendapat stiker P4K, namun stiker itu harus diisi lengkap dengan diskusi bersama antara bidan dan ibu, keluarga atau masyarakat sekitar dan ditempel di rumah yang dapat dengan cepat dilihat orang yang berkunjung ke rumah ibu hamil. Penelitian Ma‟ruf dan Siswanto

10 menyatakan bahwa

semangat kerja bidan yang mempunyai masa kerja lebih lima tahun di desa kabupaten Malang, cenderung lebih berani melaporkan hasil kinerja secara jujur.

Sifat pribadi sehubungan dengan pekerjaan merupakan kontributor kedua pada kinerja. Keuntungan pendekatan sifat pribadi ini dinilai murni sebagai karakteristik yang melekat pada pribadi karyawan dan ada atau tidak sedikit hubungan dengan pekerjaan karyawan. Sifat pribadi yang dinilai hanya yang berhubungan dengan pekerjaan. Sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan memberikan manfaat, terutama bagi perusahaan/bisnis jasa.

4

Motivasi bidan di desa merupakan sumber kekuatan semangat, keberanian untuk jujur dan menikmati apa yang mereka lakukan dalam mencapai kinerja yang tinggi. Bidan di desa memerlukan keterampilan yang khusus, sebab bukan hanya keterampilan teknis kebidanan saja yang diperlukan, namun perlu juga meningkatkan kompetensi sosial dan manajemen.

10

Perilaku kerja merupakan kontributor terakhir pada kinerja. Perilaku kerja merupakan tingkat antara sikap kerja

pegawai dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan kompetensi, dan tingkat kehadiran sebagaimana yang diisyaratkan dalam satu periode tertentu.

4

Penelitian tahun 2006 di Mali menunjukkan hasil bahwa motivasi utama tenaga kesehatan bekerja terkait dengan tanggung jawab, pelatihan dan pengakuan, di samping gaji yang mempengaruhi.

16 Hal ini dapat

dipengaruhi oleh kinerja manajemen yaitu uraian pekerjaan, supervisi, pendidikan berkelanjutan dan penilaian kinerja. Seorang bidan memerlukan perilaku kerja yang dapat bekerja sesuai dengan standar, kode etik, dan dapat menempatkan diri serta bekerja sama dengan masyarakat. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi, faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi, faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design.

3,4 Penelitian

Ojokuku dan Salami17

di Nigeria menyatakan bahwa pemberian sistem finansial dan non finansial dapat meningkatkan kinerja tenaga kesehatan di rumah sakit.

Faktor motivasi eksternal memberikan pengaruh yang lebih bermakna, dibandingkan dengan faktor motivasi internal dalam kinerja bidan di desa dalam P4K. Walaupun pengaruh motivasi eksternal lebih bermakna tetapi pengaruhnya tidak terlalu jauh perbedaannya dengan motivasi internal. Hal ini sesuai dengan teori evaluasi kognitif yang memperlihatkan bahwa pengaruh motivasi internal akan berkurang apabila seseorang telah termotivasi oleh dorongan yang bersifat eksternal. Teori ini mengatakan bahwa apabila faktor motivasi yang bersifat eksternal kuat, maka motivasi internal melemah.

3,8

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan dengan teori dua faktor dari Herzberg dalam Winardi

3 yang menyatakan

bahwa faktor motivasi eksternal (hygiene faktor) tidak akan mendorong seseorang untuk bekerja lebih baik, namun adanya faktor yang dianggap tidak dapat memuaskan di dalam penelitian ini seperti gaji tidak memadai, lingkungan yang kurang menyenangkan, maka faktor ini menjadi sumber ketidak puasan yang potensial untuk penurunan tingkat motivasi.

Kaum psikologi

internal berpendapat bahwa manusia merupakan makluk yang aktif dalam menentukan dirinya, sehingga apa yang dilakukan lebih banyak berasal dari dalam dirinya. Istilah self regulation digunakan oleh aliran teori sosial kognitif ini sebagai hal

Page 45: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

185 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

internal yang mengatur dan menguasai diri kita.

3 Penelitian mengenai motivasi bidan di

desa dalam kegiatan P4K ini lebih sesuai dengan teori evaluasi kognitif yang mengatakan bahwa pengaruh motivasi internal dapat berkurang apabila seorang telah termotivasi oleh dorongan yang bersifat eksternal, mengingat bidan di desa merupakan makluk sosial yang berinteraksi dengan masyarakat tidak memperhitungkan/ melemahkan motivasi internal yang mereka miliki.

3,8,10 Motivasi internal dan eksternal

yang dimiliki bidan di desa dalam pelaksanaan P4K di kabupaten Tulungagung saling mempunyai pengaruh sedang. Dapat disimpulkan bahwa kedua motivasi akan saling melengkapi kekurangan dan kelebihan dari masing-masing indikatornya. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Semakin tinggi motivasi internal dan eksternal yang dimiliki bidan di desa, kinerja dalam melaksanakan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi semakin meningkat. Walaupun pengaruhnya tidak terlalu jauh berbeda, tetapi pengaruh motivasi eksternal lebih bermakna dibanding pengaruh motivasi internal terhadap kinerja bidan didesa dalam P4K.

Saran

Sebagai saran ilmiah, diperlukan penelitian lanjutan tentang motivasi bidan di desa dengan metode kualitatif sehingga faktor penyebab tingkat motivasi bidan akan lebih tergali. Sebagai saran praktis, diharapkan dinas kesehatan memberikan penghargaan/ selamat atas pencapaian program secara teratur kepada bidan di desa serta memberikan tunjungan insentif/gaji kepada bidan di desa setelah menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat

DAFTAR PUSTAKA

Sastrawinata US. Optimalisasi persalinan non-institusional untuk menurunkan angka kematian ibu era Millenium Development Goals. MKB. 2009;41:1(4):212−9.

Kemenkes RI. Program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) dengan stiker. Jakarta; 2009. hlm. 1−4.

Winardi J. Motivasi dan perilaku. Dalam: Motivasi dan pemotivasian dalam managemen. Edisi ke-1. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta; 2008. hlm. 21−52.

Wirawan. Istilah evaluasi kinerja. Dalam: Evaluasi kinerja sumber daya manusia,

teori, aplikasi dan penelitian. Salemba Empat. Jakarta; 2009. hlm.1−29.

Dinkes kabupaten Tulungagung. Profil kesehatan kabupaten Tulungagung 2010; Tulungagung: 2010. hlm. 6−8.

Ensor T, Quayyum Z, Nadjib M, Sucahya P. Level and determinants of incentives for village midwives in Indonesia. Health Policy Plan 2009;24(1):26–35.

Wijanto SH. Konsep SEM. Dalam: Struktural equation modelling dengan LISREL 8,8 konsep dan tutorial. Edisi ke-1. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2008. hlm. 9−28.

Djuhaeni H, Gondodiputro S, Suparman R. Motivasi kader meningkatkan keberhasilan kegiatan posyandu. MKB. 2010;42(4):140−8.

Ayuningtyas D, Suherman, Riastuti KW. Hubungan kinerja bidan dalam penatalaksanaan antenatal care dengan quality work life di kota Tasikmalaya tahun 2007. JMPK. 2008;11(4):179−84.

Ma‟ruf NA, Siswanto. Pengaruh motivasi terhadap peningkatan kompetensi bidan desa di kabupaten Malang. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2010:13(1):77−82.

Fikawati S, Musbir W, Syafiq A. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesediaan bidan desa untuk tetap tinggal di desa di kabupaten Tangerang propinsi Banten tahun 2003. Makara Kesehatan. 2004;8(1):7−13.

Dieleman M, Cuong PV, Anh LV, Martineau T. Identifying factor for job motivation of rural health workers in North Viet Nam. Hum Resour Health. 2003;1(1):10.

Mbindyo P, Gilson L, Blaauw D, English M. Contextual influences on health worker motivation in district hospitals in Kenya. Implement Scie. 2009;4:43.

Barnighausen T, Bloom DE. Designing financial-incentive programmes for return of medical service in underserved areas: seven management functions. Hum Resour Health. 2009;7:52.

Fort AL,Voltero L. Factors affecting the performance of maternal health care providers in Armenia. Hum Resour Health. 2004;2(1):8.

Dieleman M, Toonen J, Touré H, Martineau T. The match between motivation and performance management of health sector workers in Mali. Hum Resour Health. 2006;4:2.

Ojokuku RM, Salami AO. Contextual influences of health workers motivations on performance in University of llorin Teaching Hospital. AJSIR. 2011;2(2):216−23.

Page 46: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

186 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

PERAN MEDIA AUDIOVISUAL (VIDEO) TERHADAP KETERAMPILAN

MAHASISWA DALAM PEMASANGAN IUD (INTRA UTERINE DEVICE) DI AKADEMI

KEBIDANAN INDRAGIRI RENGAT

Findy Hindratni (Akademi Kebidanan Indragiri Rengat)

Nanan Sekarwana (FK, Universitas Padjadjaran)

Udin Sabarudin (FK, Universitas Padjadjaran)

ABSTRACT

Background: The quality of education related to the quality of its graduates and graduates is determined by the quality of the learning process. Many students are less enthusiastic and less interested in learning because of the methods used do not vary with the marked decrease in the achievement of students of midwifery, one of which in the course of Reproductive Health and Family Planning is the practice of IUD insertion. Method: This research is a quasi-experimental design with analytic on two groups of students. The total sample of 104 people in the period 17 to 30 April 2014 at Midwifery Academy Indragiri Rengat. Data were analyzed with the Mann Whitney test for differences in students' skills in IUD insertion in students who earn a method audiovisual demonstration continued and students who earn a method demonstration only. To determine the role of the treatment group used analytical skills Odds Ratio (OR). The instruments used in this study were questionnaires and checklists. Result: The results showed there were significant differences between the skills that students are given methods and audiovisual demonstrations by students who were given a demonstration method alone. Students were given a demonstration of continued audiovisual method has a better skill level than students who were given a demonstration method (p <0.05). Continued audiovisual demonstration method assign roles / greater opportunity the which is equal to 2,931 times who produce students are skilled in IUD insertion Compared to the method of demonstration only. Conclusion: The students' skills in IUD insertion by using the method of demonstration followed audiovisual media better than students using demonstration method. Audiovisual media has a significant role in improving students' skills in IUD insertion.

Keywords: Audiovisual, IUD Insertion, Media, Skills

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jumlah penduduk dari tahun ketahun mengalami peningkatan, hal ini merupakan masalah yang cukup serius tidak saja bagi negara-negara yang berkembang seperti Indonesia tetapi juga negara-negara lain di dunia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi sudah tentu menimbulkan masalah yang rumit bagi pemerintah dalam usaha mengembangkan dan meningkatkan taraf hidup warga negaranya (Setianingsih, 2011).

Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke empat di dunia. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini adalah 1,3% dengan angka fertilitas yang masih cukup tinggi yaitu 2,6 anak per wanita. Sebanyak 61,4% dari wanita kawin menggunakan kontrasepsi dan 9,1% dari mereka adalah unmetneed. Dijelaskan lebih lanjut bahwa 2 dari setiap 10 kelahiran yang terjadi dalam lima tahun sebelum survei merupakan kelahiran yang tidak direncanakan (Juliaan, 2009).

Usaha untuk mengendalikan jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi, pemerintah mencanangkan suatu gerakan Keluarga Berencana (KB) dengan tujuan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia (Setianingsih, 2011).

Program KB dapat berjalan dengan lancar tentunya didukung oleh pendidikan kebidanan sehingga pelayanan KB termasuk dalam kurikulum program studi D3 Kebidanan yang merupakan salah satu mata kuliah penting mengingat program KB mempunyai peranan dalam menekan laju pertumbuhan penduduk.

Masalah yang sering dihadapi mahasiswa dalam pendidikan adalah masalah prestasi belajar. Banyak mahasiswa yang kurang antusias dan kurang berminat dalam belajar yang ditandai dengan menurunnya prestasi belajar mahasiswa kebidanan yang salah satunya pada mata kuliah Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana yaitu pada praktik pemasangan IUD (Intra Uterine Device).

Bidan memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan pemasangan IUD sehingga dituntut untuk terampilan dalam melakukan pemasangan IUD. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Page 47: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

187 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dalam pasal 13 ayat (1) bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit.

Metode pembelajaran praktikum yang dipilih harus bervariasi agar dapat diketahui metode yang lebih efektif terhadap kompetensi mahasiswa. Metode yang digunakan dapat berupa media audiovisual (video) dan metode demonstrasi.

Sebelum mahasiswa melakukan Praktik Klinik Kebidanan (PKK), mahasiswa akan mengikuti ujian praktik di kampus untuk melihat keterampilan dan kompetensi mahasiswa dalam melakukan praktik dimana penilaian dilakukan secara obyektif. Berdasarkan data hasil ujian praktik pemasangan IUD mahasiswa Akbid Indragiri, didapatkan bahwa 35% mahasiswa memperoleh nilai < 68 atau mendapat nilai C. Tujuan Peneltian

Tujuan penelitian ini: (1) mengukur

perbedaan keterampilan mahasiswa dalam pemasangan IUD menggunakan metode demonstrasi dan metode demonstrasi dilanjutkan media audiovisual (video). (2) menganalisis peran media audiovisual (video) terhadap peningkatan keterampilan mahasiswa dalam pemasangan IUD.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

analitik dengan desain quasi eksperiment terhadap dua kelompok mahasiswa. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester IV Akademi Kebidanan Indragiri Rengat. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester IV Akademi Kebidanan Indragiri Rengat yang berjumlah 104 orang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas A berjumlah 52 orang dan kelas B berjumlah 52 orang periode 17 - 30 April 2014. Untuk menentukan kelas yang mendapatkan metode demonstrasi dilanjutkan media audiovisual dan metode demonstrasi saja akan digunakan sistem lotre. Kriteria inklusi pada kedua kelompok adalah mahasiswa semester IV yang mengikuti mata kuliah Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana sedangkan kriteria eksklusi pada kedua kelompok adalah mahasiswa yang sedang mengulang mata kuliah Kesehatan

Reproduksi Keluarga Berencana dan sakit atau berhalangan saat dilakukan penelitian.

Data dianalisis dengan Mann Whitney untuk menguji perbedaan keterampilan mahasiswa dalam pemasangan IUD pada mahasiswa yang mendapatkan metode demonstrasi dilanjutkan audiovisual dan mahasiswa yang mendapatkan metode demonstrasi saja. Untuk mengetahui peran dari kelompok perlakuan terhadap keterampilan digunakan analisis Odds Ratio (OR). Instrument evaluasi yang digunakan adalah kuesioner yang telah dilakukan uji coba, untuk mengetahui validitas menggunakan Product Moment Pearson

sedangkan untuk mengetahui koefisien reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach (Satari dkk, 2011).

Tabel 1. Kesetaraan Subyek Penelitian

Variabel

Metode

Nilai p

Demonstrasi + Audiovisual

(n=52)

Demonstrasi (n=52)

Indeks Prestasi

Memuaskan (2,00 - 2,75)

32 (61,5%) 31 (59,6%)

0,500* Sangat

Memuaskan (2,76 - 3,50)

19 (36,6%) 19 (36,6%)

Cum Laude (3,51 - 4,00)

1 (1,9%) 2 (3,8%)

Motivasi Belajar Rendah

(< Median) 26 (50%) 29 (55,8%)

Tinggi

(> Median) 26 (50%) 23 (44,2%)

0,347**

Keterangan: *) Uji Kolmogorov Smirnov, **) Uji Chi Square

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 1 terlihat bahwa Indeks Prestasi (IP) dan motivasi belajar dinyatakan tidak berbeda secara bermakna yang ditunjukkan oleh nilai p pada kelompok IP (p=0,500) dan nilai p pada kelompok motivasi belajar (p=0,347), ini berarti p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok sampel homogen dan layak untuk diperbandingkan.

Tabel 2. Uji Normalitas Data

Metode Nilai p* Ket.

Demonstrasi + Audiovisual

0,014 Tidak Normal

Demonstrasi 0,144 Normal

Keterangan: *) Uji Kolmogorov Smirnov

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa data kelompok demonstrasi dilanjukan audiovisual tidak berdistribusi normal

Page 48: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

188 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

sedangkan data kelompok demonstrasi berdistribusi normal.

Tabel 3. Perbedaan Keterampilan Mahasiswa dalam Pemasangan IUD pada

Kedua Kelompok perlakuan

Metode Rata-rata

(SD) Median (Range)

Nilai p*

Demonstrasi + Audiovisual

71,85 (5,50)

73 (60 - 83)

0,006

Demonstrasi 68,48 (6,48)

67 (60 - 84)

Keterangan : *) Uji Mann Whitney

Berdasarkan Tabel 3 diketahui rata-rata keterampilan kelompok demonstrasi

dilanjutkan audiovisual sebesar 71,85 5,50 dengan median 73, lebih tinggi dari rata-rata keterampilan kelompok demonstrasi sebesar

68,48 6,48 dengan median 67. Berdasarkan uji perbedaan menggunakan Mann Whitney, diperoleh nilai p sebesar 0,006 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan keterampilan yang bermakna. Keterampilan mahasiswa pada kelompok demonstrasi dilanjutkan audiovisual lebih baik dibandingkan dengan metode demonstrasi. Tabel 4. Peran Media Audiovisual Terhadap

Keterampilan Mahasiswa

Metode

Keterampilan

Nilai p*

OR

Terampil ( > 68)

Tidak terampil ( < 68)

Demonstrasi + Audiovisual

38 (73,1%)

14 (26,9%)

0,016 2,931

(1,292-6,652)

Demonstrasi 25

(48,1%) 27

(51,9%)

Keterangan : *) Uji Chi Square

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil uji Chi Square dengan nilai p=0,016 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa keterampilan mahasiswa berhubungan secara bermakna dengan metode yang diberikan dengan nilai Odds Ratio = 2,931 yang berarti metode demonstrasi dilanjukan audiovisual berperan meningkatkan keterampilan pemasangan IUD 2,931 kali dibandingkan metode demonstrasi saja. PEMBAHASAN

Keterampilan mahasiswa pada kelompok demonstrasi dilanjutkan audiovisual lebih

baik dibandingkan dengan metode demonstrasi saja. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan M Afzal Mir,dkk dengan judul “Comparison between Videotape and Personal Teaching as Methods of Communicating Clinical Skills to Medical Students” dalam British Medical Journal mengatakan bahwa video rekaman efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam transmisi klinis.

Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Endah Dewi Retno yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan belajar psikomotorik penggunaan metode demonstrasi dan metode audiovisual pada pembelajaran senam hamil (Dewi, 2009).

Keterampilan pemasangan IUD memiliki standar penilaian yaitu tes unjuk kerja atau tes yang dilaksanakan dengan mengamati kegiatan atau hasil pekerjaaan peserta didik. Tes ini digunakan untuk mengukur kompetensi peserta didik dalam melakukan suatu tindakan. Standar penilaian pada pembelajaran praktikum berorientasi pada kompetensi dasar dan metode pembelajaran yang digunakan (Pusdiknakes, 2010).

Metode demonstrasi bertujuan agar mahasiswa mendapatkan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannya, harapan yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara lain serta untuk mengetahui dan melihat kebenaran sesuatu (Nursalam, 2009) sedangkan audiovisual (video) dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran sebab cukup efektif meningkatkan hasil belajar peserta didik, penggunaan video cocok untuk mengajarkan suatu proses atau tahapan dan dapat dipakai oleh siswa secara individual (belajar mandiri). Mahasiswa diajak terlibat secara auditif, visual dan kinetik sehingga informasi yang disampaikan mudah dimengerti (Munadi, 2013).

Kelebihan metode audiovisual adalah mampu menyampaikan pesan yang lebih lengkap, rumit dan realistis, informasi visual yang disajikan merupakan pengetahuan baru yang cukup menarik serta bahan yang disajikan dengan gerakan cepat dapat menggunakan teknik slow motion (Djamarah, 2000).

Kekurangan dari metode demonstrasi dapat diatasi dengan penggunanan media audiovisual sehingga penggabungan metode ini akan lebih efektif. Saat dilakukan pemberian metode pembelajaran, mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok baik pada kelompok kontrol atau kelompok

Page 49: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

189 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

intervensi sehingga tiap kelompok berjumlah 26 orang, dengan metode demonstrasi tidak semua mahasiswa dapat melihat secara detail teknik pemasangan IUD sehingga dengan adanya video pemasangan IUD mahasiswa dapat lebih detail melihat baik alat maupun teknik pemasangan IUD.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Felton,dkk pada tahun 2001 yang berjudul “Comparison of Video Instruction and Conventional Learning Methods on Student‟s Understanding of Tablet Manufacturing” menunjukkan bahwa penggunaan media dalam proses pembelajaran secara signifikan mampu meningkatkan pencapaian hasil belajar (Felton dkk, 2001).

Kesuksesan belajar mahasiswa sangat dipengaruhi oleh cara seorang pengajar mengelola proses pembelajaran atau penggunaan metode dalam pembelajaran. Hakikat mengajar atau teaching adalah membantu mahasiswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Kenyataan sesungguhnya, hasil akhir atau hasil jangka panjang dari proses pembelajaran ialah the student's in creased capabilities to learn more easily and effectively in the future, yaitu kemampuan mahasiswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif dimasa yang akan datang (Winataputra, 2005).

Assesment yang digunakan sudahkah memperhitungkan keterampilan mahasiswa sebagai tujuan yang ingin dibangun melalui assesment yang diberikan kepada mahasiswa tersebut? Dalam hal ini dosen sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terbangunnya kecenderungan berpikir kritis memiliki peran utama dalam menentukan assessment yang diberikan (Harasym, 2008).

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat tiga komponen pokok, yaitu masukan (input),proses dan keluaran (output). Masukan berhubungan dengan subjek atau sasaran belajar, proses berhubungan dengan mekanisme terjadinya perubahan kemampuan pada diri subjek belajar dan keluaran merupakan hasil belajar yang terdiri dari kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar (Notoadmodjo, 2003).

Slameto menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang, faktor tersebut antara lain faktor jasmaniah, psikologi dan kelelahan. Faktor psikologi terdiri dari inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif dan kematangan seseorang (Slameto, 2003).

Berdasarkan kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati, mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran maka semakin banyak pengalaman siswa. Semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa (Sanjaya, 2007).

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil uji Chi Square dengan nilai p=0,016 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa keterampilan mahasiswa berhubungan secara bermakna dengan metode yang diberikan dengan nilai Odds Ratio = 2,931 yang berarti metode demonstrasi dilanjukan audiovisual berperan meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam pemasangan IUD 2,931 kali dibandingkan metode demonstrasi saja.

Video dapat digunakan pada bidang studi yang banyak mempelajari keterampilan motorik. Melatih keterampilan melakukan kegiatan dengan prosedur tertentu akan terbantu dengan pemanfaatan media video. Kemampuan video untuk menyajikan gerakan lambat (slow motion) dapat membantu dosen untuk menjelaskan gerakan atau prosedur tertentu dengan lebih rinci. Keterampilan yang dapat dilatih melalui media video tidak hanya berupa keterampilan fisik saja, tetapi juga keterampilan interpersonal seperti keterampilan dalam bidang psikologi dan hubungan masyarakat (Pribadi, 2005).

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan dari pihak lain (Notoadmodjo, 2003)

Tujuan pemberian video untuk memberikan hiburan, dokumentasi dan pendidikan. Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit dan mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu dan mempengaruhi sikap (Arsyad, 2007)

Menurut Notoatmodjo, semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Alat peraga dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek, sehingga

Page 50: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

190 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

mempermudah persepsi (Notoadmodjo, 2003).

Pembelajaran dengan metode demonstrasi melibatkan semua panca indra jadi pengalaman diperoleh secara langsung dan dapat langsung dipraktikkan sedangkan pembelajaran dengan video menggunakan indera pandang dan dengar. Pengalaman yang diperoleh tidak langsung tapi memerlukan penghayatan yang tinggi (Arsyad, 2007).

Video digunakan oleh dosen apabila materi yang disajikan terlalu sulit atau memakan waktu yang panjang, bahkan bisa juga karena kurangnya fasilitas dan kurangnya kemampuan guru dalam memperagakan suatu keterampilan. Video dapat di gunakan pada kelompok yang besar akan tetapi partisipasi penonton tidak bisa langsung di praktikkan. Komunikasi dari video yang bersifat satu arah membutuhkan umpan balik dimana dosen sebagai fasilitas atas pertanyaan mahasiswa (Arsyad, 2007).

Melalui metode demonstrasi dilanjutkan media audiovisual ternyata didapatkan hasil yang bermakna terhadap keterampilan mahasiswa dalam pemasangan IUD. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lida Khalimatus yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan metode peembelajaran demonstrasi, ceramah dan video terhadap pengetahuan pemasangan kontrasepsi IUD dengan nilai p = 0,971 (p>0,05) (Saidyah, 2013).

Menurut Magnesen, manusia pada hakikatnya dapat belajar 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Menurut Peoples, seluruh pengetahuan yang diperoleh 88% didapatkan dari melihat dan mendengar. Dale membuat klasifikasi 11 tingkatan pengalaman belajar yaitu kata, tulisan, radio, film, televisi, pameran, field trip, demonstrasi, sandiwara, benda tiruan serta benda asli. Dari 11 tingkatan, bermain sandiwara (simulasi) mempunyai intensitas yang lebih baik yaitu pada tingkat 9 dibanding penyampaian bahan dengan kata-kata dan tulisan yang mempunyai intensitas paling rendah dalam hal mempersepsikan bahan pendidikan/pengajaran (Aqib, 2013, Notoadmodjo, 2007)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, diperoleh simpulan penelitian bahwa keterampilan mahasiswa dalam pemasangan IUD dengan menggunakan metode demonstrasi

dilanjutkan media audiovisual lebih baik dibandingkan metode demonstrasi dan media audiovisual (video) berperan terhadap peningkatan keterampilan mahasiswa dalam pemasangan IUD setelah sebelumnya diberi metode pembelajaran demonstrasi. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan melibatkan variabel-variabel yang diduga dapat memengaruhi keterampilan mahasiswa dalam pemasangan IUD yang meliputi metode, tenaga pengajar, sarana dan prasarana yang berkualitas.

Penerapan media audiovisual dapat dikembangkan pada pembelajaran yang memerlukan penguasaan keterampilan mahasiswa bukan hanya pada praktik pemasangan IUD agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal serta didukung dengan ketersediaan fasilitas dan tempat, manejemen waktu, penataan ruang dan alat yang tepat. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad A. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Aqib Z. 2013. Model-model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). 1 ed. Bandung: Yrama Widya.

Dewi ER. 2009. Perbedaan Hasil belajar Psikomotorik Penggunaan Metode Demonstrasi dan Metode Audiovisual pada Pembelajaran Senam Hamil. R Medicine. 64:1-64.

Djamarah. 2000. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru Surabaya: Usaha Nasional.

Felton L, Keesee K, Mattox R, McCloskey R, Medley G. 2001. Comparison of Video Instruction and Conventional Learning Methods on Student's Understanding of Tablet Manufacturing. Am J Pharm Educ;65:53-6.

Harasym PH TT, Hemmati P. Kaohsiung J. 2008. Current trends in developing medicalstudents‟ critical thinking abilities. Med science.

Juliaan F. 2009. Unmetneed dan Kebutuhan Pelayanan KB di Indonesia. Jakarta: BKKBN.

Munadi Y. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: GP Press Group.

Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, Efendi F. 2009. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Page 51: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

191 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Pribadi B, A dan Putri, D,P. 2005. Ragam Media dalam Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI.

Pusdiknakes. 2010. Standar Proses pembelajaran Pendidikan tenaga Kesehatan. Jakarta: Kemenkes.

Sanjaya W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sa'diyah LK. 2013. Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran dan Minat Belajar terhadap Pengetahuan Pemasangan IUD L Education.

Setianingsih E. 2011. Pembuatan Media Interaktif Berbasis Multimedia Pengenalan Program KB. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka cipta.

Winataputra U, S. 2005. Model- Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: PAU-PPAI.

Page 52: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

192 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

EFEKTIFITAS PENYULUHAN TENTANG MEDIS OPERATIF PRIA (MOP)

TERHADAP SIKAP SUAMI TENTANG MOP

DI DESA SUMBER PINANG KECAMATAN PAKUSARI

Linda Ika Puspita Ariati (Akademi Kebidanan Jember)

ABSTRAK

Latar belakang: Medis Operatif Pria (MOP) adalah pemotongan saluran sperma kiri dan kanan, agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. Komponen sikap terdiri dari komponen afektif, kognitif dan konatif. Tujuan: Penelitian ini hendak menganalisis efektifitas penyuluhan tentang MOP terhadap sikap suami tentang MOP di PUSTU Sumber Pinang kecamatan Pakusari. Metode: Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan tipe one-group pre test post test dengan populasi sebanyak 65 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling, dengan sampel sebanyak 56 orang. Pengumpulan data dengan kuesioner. Analisa data dengan menggunakan chi-square dengan taraf α 5% Hasil: Didapatkan harga chi-square hitung 0,84 dan chi-square tabel dengan kebebasan 1 adalah 3,841. Sehingga chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel (0,84<3,841), yang artinya H0 diterima. Kesimpulan: Penyuluhan tentang Medis Operatif Pria (MOP) tidak efektif terhadap sikap suami tentang MOP di PUSTU Sumber Pinang Kecamatan Pakusari. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya masih banyak suami yang menganggap bahwa KB adalah urusan wanita, dsb. Kata kunci: Sikap, medis operatif pria, penyuluhan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Berdasarkan jumlah sensus tahun 2012 telah terjadi 20 juta jiwa dari data sensus sebelumnya. Pada sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia berkisar 237.556.363 jiwa yang menempati luas wilayah memiliki luas kurang lebih 1,904,569 km

2 dan pada tahun 2012

penduduk di Indonesia telah mencapai angka 257.516.167 jiwa. Salah satu upaya untuk mencegah peningkatan jumlah penduduk yang signifikan yaitu dengan ber-KB. Pembagunan Gerakan Keluarga Berencana Nasional menjadi aspek terpenting yang wajib digalakkan karena memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan mewujudkan visi KB Nasional yaitu Keluarga yang berkualitas tahun 2015, Salah satu upaya dalam mensukseskan visi dan misi diatas adalah dengan mengikutsertakan suami untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program KB baik mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator atau promotor, merencanakan jumlah anak pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal (BKKBN 2006). Tidak hanya wanita saja yang dapat menggunakan KB, tetapi pria juga dapat berpartisipasi dalam menggunakan KB. KB yang dapat digunakan oleh pria adalah kondom dan MOP (MedisOperatifPria). MOP adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensiasi sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (Saifuddin,2003).

Dari BKKBN pusat sejak tahun 2006 lalu jumlah akseptor baru KB secara keseluruhan meningkat mencapai 5,5 juta dan bertambah menjadi 6 juta pada tahun 2007, sedangkan tahun 2008 pemakaian KB baru mencapai 6,6 juta dan tahun 2009 meningkat kembali sekitar 7 juta akseptor baru di Indonesia, dari jumlah tersebut BKKBN menyebutkan keikutsertaan KB telah mencapai 61,4%, sementara pria yang tertarik mengikutihanya 1,5%. Berdasarkan SDKI tahun 2007 partisipasi pria dalam ber-KB secara nasional hanya mencapai 1,5% diantaranya 1,3% akseptor kondom dan 0,2% akseptor MOP. Dari data diatas dapat dilihat bahwa angka partisipasi pria ber-KB secara nasional masih rendah jika dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun 2009 yaitu sebesar 4,5%. Padahal dinegara lain seperti Pakistan angka partisipasi pria

Page 53: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

193 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

mencapai 5,2%, Bangladesh 13,9%, Nepal 24%, Malaysia 16,8%, dan Jepang 80% (BKKBN 2006).

Di Jawa Timur pengguna MOP pada awal tahun 2007 hanya sebesar 0,11% dari akseptor KB secara keseluruhan. Berdasarkan data pencapaian peserta KB aktif tahun 2012 di Kabupaten Jember didapatkan akseptor IUD sebesar 24,889%, MOW 2,57%, MOP 0,266%, Kondom 0,75%, Implant 7,13%, Suntik 32,698%, Pil 31,68%. Sedangkan akseptor KB baru tahun 2012 di Kabupaten Jember didapatkan akseptor KB IUD 9,198%, MOW 0,978%, MOP 0,038%, Kondom 2,032%, Implant 6,925%, Suntik 42,108%, Pil 37,301% (BPPKB). Di kecamatan Pakusari dari 11.026 PUS pada tahun 2012 didapatkan pencapaian akseptor KB baru IUD sebesar 75,20% terhadap PPM (Perkiraan Permintaan Masyarakat), MOW 400% terhadap PPM, MOP 0% terhadap PPM, Kondom 115,69% terhadap PPM, Implant 167,24% terhadap PPM.

Rendahnya partisipasi pria dalam menggunakan alat kontrasepsi khususnya MOP dipengaruhi oleh beberapa faktor antaralain: pengetahuan, sikap dan sosial budaya masyarakat. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkahlaku (Dayakisni & Hudaniah, 2003). Menurut Notoatmodjo sebelum orang menghadapi perilaku baru diawali mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus kemudian tertarik dan akhirnya mencoba. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan berperan besar dalam memberikan wawasan terhadap pembentukan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Pria yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB tidak akan termotivasi untuk berperan serta dalam menggunakan alat kontrasepsi. Dari studi pendahuluan yang dilakuan di daerah Sumber Pinang yang dilakukan ditemukan dari 7 orang pria hanya 1 (14%) orang mengetahui dan mendukung kontrasepsi MOP. Salah satu upaya untuk meningkatkan minat pria untuk berpartisipasi menggunakan KB MOP adalah dengan meningkatkan pengetahuan pria PUS tentang KB MOP yaitu dengan cara memberikan Penyuluhan Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) atau dengan cara memberikan pelayanan KB MOP gratis agar masyarakat luas mengetahuiadanya KB pria, sekaligus dapat langsung mendaftar untuk ikut KB pria. Penyuluhan kesehatan diartikan sebagai kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan keyakinan, dengan

demikian masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan (Maulana, 2009).

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi sikap suami tentang MOP sebelum diberi penyuluhan tentang MOP di PUSTU Sumber Pinang Kecamatan Pakusari.

2. Mengidentifikasi sikap suami tentang MOP setelah diberi penyuluhan tentang MOP di PUSTU Sumber Pinang Kecamatan Pakusari.

3. Menganalisis efektifitas penyuluhan tentang MOP terhadap sikap suami tentang MOP di PUSTU Sumber Pinang Kecamatan Pakusari.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan tipe one-group pre testpost test dengan pendekatan one shot model. Populasi dalam penelitian ini adalah semua suami ibu-ibu peserta KB baru di desa Sumber Pinang kecamatan Pakusari yang berumur ≥30 tahun dan mempunyai anak ≥2 sebanyak 65 orang, dengan jumlah sampel 56 orang suami. Sampel dipilih dengan teknik simple random sampling.

Variabel intervensi adalah penyuluhan tentang MOP, variabel tergantung adalah sikap suami tentang MOP di desa Sumber Pinang. Alat ukur sikap yang digunakan berupa skala likert, penyuluhan Tentang MOP disampaikan sesuai SAP yang telah dibuat. Teknik analisis data menggunakan uji statistic Chi Square dengan taraf signifikan 5% dengan perhitungan manual dan komputerisasi.

HASIL PENELITIAN

Sikap Suami Sebelum Diberi Penyuluhan

Tabel 1. Distribusi Sikap Suami tentang MOP Sebelum Diberi Penyuluhan di Desa

Sumber Pinang Kecamatan Pakusari

Sikap Jumlah Persentase

Positif 26 46% Negatif 30 54%

Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa

sebagian besar sikap responden adalah sikap negatif yaitu sebanyak 54% (30) responden.

Page 54: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

194 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Sikap Suami Setelah Diberi Penyuluhan

Tabel 1. Distribusi Sikap Suami tentang MOP Setelah Diberi Penyuluhan di Desa

Sumber Pinang Kecamatan Pakusari

Sikap Jumlah Persentase

Positif 33 59%

Negatif 23 41%

Total 56 100%

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa

sebagian besar sikap responden adalah sikap positif yaitu sebanyak 59% (33) responden.

Efektifitas Penyuluhan Terhadap Sikap Suami

Tabel 3. Efektifitas Penyuluhan Tentang Medis Operatif Pria (MOP) Terhadap Sikap

Suami Tentang MOP Di Desa Sumber Pinang Kecamatan Pakusari

Sesudah

Sebelum

Positif Negatif Total

Σ % Σ % Σ %

Positif 17 52% 16 48% 33 100%

Negatif 9 39% 14 61% 23 100%

Total 26 46% 30 54% 56 100%

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui

sikap suami tentang MOP yang positif dan tetap menjadi positif sebanyak 52% (17) responden, sikap positif menjadi negative sebanyak 39% (9) responden, sikap negatif menjadi positif sebanyak 48% (16) responden, dan sikap negatif tetap negative sebanyak 61% (14) responden.

Hasil uji Chi-square adalah 0,84, sedangkan nilai chi-square table dengan kebebasan 1 adalah 3,841. Dengan demikian harga Chi-square hitung < Chi-square tabel (0,84<3,841), sehingga Ho diterima, yang artinya penyuluhan tentang Medis Operatif Pria (MOP) tidak efektif terhadap sikap suami tentang MOP di desa Sumber Pinang Kecamatan Pakusari.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap sikap suami tentang MOP sebelum dan sesudah di beri penyuluhan tentang MOP di desa sumber pinang kecamatan pakusari yang kemudian di tabulasikan dalam tabel silang 2x2 di dapatkan hasil bahwasannya sikap suami tentang MOP yang memiliki sikap positif dan tetap menjadi positif sebanyak 52% (17) responden, sikap positif menjadi negatif sebanyak 39% (9)

responden, sikap negatif menjadi positif sebanyak 48% (16) responden, dan sikap negatif tetap negatif sebanyak 61% (14) responden. Setelah dilakukan uji statistic chi-square secara manual dan SPSS dengan taraf signifikan 5% didapatkan harga chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel (0,84<3,841) sehingga Ho diterima dan Ha ditolak, yang artinya penyuluhan tentang Medis Operatif Pria (MOP) tidak efektif terhadap sikap suami tentang MOP di desa Sumber Pinang Kecamatan Pakusari.

Menurut teori yang ada sikap terbentuk dari tingkah laku seseorang dan perilakunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia ada 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dimana faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi sikap, antara lain pendidikan, dimana hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan adanya penyuluhan, suami akan belajar dan terjadi proses perkembangan atau perubahan kearah yang leibih tahu dan lebih baik pada diri individu, dari individu yang tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mampu mengatasi sendiri masalah masalah kesehatan menjadi mampu (Aprilia, 2003). Penyuluhan dilakukan dengan menyebarkan pesan menanamkan keyakinan sehingga individu tidak saja sadar, tahu, mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang berhubungan dengan kesehatan (Machfoedz, 2005). Penyuluhan yang dilakukan dihadiri oleh banyak responden dan bersifat terbuka sehingga hal ini secara tidak langsung juga mempengaruhi sikap suami tentang MOP, mungkin responden membutuhkan privasi untuk membahas KB yang berkaitan dengan alat kelamin, sehingga sebaiknya responden diberikan konseling agar responden lebih leluasa dapat bertanya dan menyampaikan pendapatnya tentang MOP serta mendapatkan informasi yang lebih jelas dibandingkan penyuluhan.

Menurut Azwar (2007) ada berbagai faktor lain yang mempengaruhi perubahan sikap. Antara lain yaitu pengalaman pribadi yang secara berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap. Kedua adalah pengaruh orang lain, dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Ketiga adalah kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Keempat adalah media masa, dengan pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. Kelima adalah lembaga

Page 55: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

195 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

pendidikan, hal ini di karenakan lembaga pendidikan meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Terakhir adalah faktor emosional, sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya sebagai penyaluran frustasi, yang demikian merupakan sikap sementara dan segera berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Dari data diatas sikap suami sebelum dan setelah diberi penyuluhan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan hal ini karena suami dalam menyikapi sesuatu kemungkinan di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya kesadaran serta sikap suami untuk berpartisipasi dalam ber-KB dimana masih banyak suami yang menganggap bahwa KB adalah urusan wanita, tradisi atau kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dsb.

Berdasarkan fakta yang didapatkan, dapat diketahui bahwasanya tidak ada perubahan yang signifikan pada sikap suami tentang MOP sebelum dan sesudah diberi penyuluhan tentang MOP di desa Sumber Pinang kecamatan Pakusari.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan: 1. Sikap suami tentang MOP sebelum diberi

penyuluhan tentang MOP di desa Sumber Pinang Kecamatan Pakusari diketahui bersikap negatif.

2. Sikap suami tentang MOP setelah diberi penyuluhan tentang MOP di desa Sumber Pinang Kecamatan Pakusari diketahui bersikap positif.

3. Penyuluhan tentang Medis Operatif Pria (MOP) tidak efektif terhadap sikap suami tentang MOP di desa Sumber Pinang Kecamatan Pakusari.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010) Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta

Azwar, S. (2009) Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta Fajar, Ibnu dkk. (2009) Statistika untuk

Praktisi Kesehatan, Graha Ilmu, Yogyakarta

Notoatmodjo, S. (2010) Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta

Handayani, sri (2010)Buku Ajar Pelayanan KB. Pustaka Rihama, Yogyakarta

Hartanto, H (2004) Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Hidayat, A (2010) Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba Medika, Jakarta

Wijono, D (2008) Paradigma dan Metodologi Penelitian Kesehatan, CV Duta Prima

Airlangga, Surabaya Wawan, dkk, (2010) Teori dan Pengukuran

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku manusia, Nuha Medika, Yogyakarta

Wulansari, P dan Huriwati H. (2006) Ragam Metode Kontrasepsi, EGC, Jakarta

Nuriah, Arma (2010) Hubungan Pengetahuan dan Sikap Suami Tentang Kontrasepsi Pria.http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18555. (diakses pada tanggal 10 januari 2014)

Subhan, Adi (2006) sikap kepala keluarga dalam penggunaan alat kontrasepsi Vasektomi di wilayah kerja puskesmas curup tahun 2006. http://lubmazresearch. wordpress.com/2012/08/13/sikap-kepala-keluarga- terhadap-penggunaan-alat-kontrasepsi-vasektomi-di-wilayah-kerja-puskesmas/. (diakses pada tanggal 10 Januari 2014)

Wijayanti, Ajeng (2009)Pengaruh penyuluhan kb vasektomi terhadap minat pria Dalam ber kb Vasektomi di wilayah kerja Puskesmas sukorame kota Kediri.http://poltekkes-malang.ac.id/ bukafile.php?pillch=20091013

Page 56: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

196 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK SUAMI YANG MEMILIKI ISTRI

MELAHIRKAN DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH

Sukesi (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Rijanto

(Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Heliyah Riskawati (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: AKB tahun 2007 di Indonesia masih tinggi yaitu 35/ 1000 kelahiran hidup dan dari seluruh kematian perinatal sekitar 38,30% disebabkan karena BBLR. Dari studi pendahuluan di Puskesmas Pragaan Sumenep menunjukkan peningkatan kasus BBLR, pada tahun 2011 (34 bayi) dan tahun 2012 (38 bayi). Selain itu tingginya ibu hamil (64,7%) dengan suami perokok yang memungkinkan bayi yang akan dilahirkan mengalami BBLR. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dengan kejadian BBLR di Puskesmas Pragaan Sumenep. Metode: Jenis penelitian ini adalah Analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasinya sebanyak 62 suami perokok dan diambil sampel sebanyak 54 responden yang memenuhi kriteria inklusi dengan menggunakan teknik simple random sampling. Variabel independentnya adalah perilaku merokok suami dan variabel dependentnya adalah bayi berat lahir rendah. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. Hasil: Dari 54 responden, yang memiliki perilaku merokok dapat ditoleransi sebayak 46,30% memiliki bayi BBLR 4,00% dan responden yang memiliki perilaku merokok yang tidak dapat ditoleransi sebayak 53,70% memiliki bayi BBLR 24,14%. Chi Square p value =0,042 < α (0,05) yang berarti H0 ditolak. Kesimpulan: ada hubungan perilaku merokok suami dengan kejadian BBLR. Saran: Bidan hendaknya memberikan penyuluhan mengenai faktor risiko terjadinya BBLR sebagai upaya preventif secara dini, serta konseling pada suami perokok dengan melibatkan keluarga yang terpapar asap rokok sehingga akan menambah pemahaman dan dapat berperilaku sehat dengan menghindari rokok.

Kata kunci: Perilaku merokok, BBLR

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Kematian bayi baru lahir (neonatus) yang terbanyak disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada masa neonatus, salah satunya bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Maryunani, 2009). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia tahun 2007 adalah 35 bayi per 1000 kelahiran hidup. Dalam Millenium Development Goals (MDG‟S), Indonesia

menargetkan pada tahun 2015 Angka Kematian Bayi (AKB) menurun menjadi 23 bayi per 1000 kelahiran hidup. Dari seluruh kematian perinatal sekitar 38,30% disebabkan karena BBLR. Berdasarkan Profil Dinkes Jawa Timur tahun 2011, Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa Timur adalah 29,24 bayi per 1000 kelahiran hidup. Dan berdasarkan Profil Dinkes Kabupaten Sumenep pada tahun 2010 Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Sumenep 15 per 1000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2011 AKB mengalami peningkatan yaitu 16 per 1000 kelahiran hidup. BBLR merupakan salah satu penyebab yang menyumbang Angka Kematian Bayi paling besar. Di Kabupaten Sumenep kejadian BBLR pada tahun 2010 sebanyak 2,5% dan terjadi peningkatan pada tahun 2011 yaitu 3%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Pragaan Kabupaten Sumenep terdapat 34 bayi lahir dengan BBLR dengan jumlah persalinan 940 pada tahun 2011. Pada tahun 2012 kejadian BBLR meningkat menjadi 38 bayi dengan jumlah persalinan 931 (Profil Puskesmas Pragaan Sumenep, 2012).

Menurut Jumilah (2008) faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR antara lain dari faktor ibu yakni gizi ibu saat hamil kurang, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kelahiran terlalu dekat, paritas, penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, kebiasaan merokok). Dan dari faktor kehamilan yaitu hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum dan komplikasi hamil seperti preeklamsi dan KPD. Sedangkan dari faktor janin antara lain cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan kelainan kromosom. Serta dari faktor lingkungan antara lain radiasi, zat-zat racun termasuk paparan asap rokok.

Page 57: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

197 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Perilaku kesehatan juga memberikan dampak terhadap kejadian BBLR. Salah satunya yaitu perilaku merokok suami terhadap ibu hamil. Perilaku merokok yang tidak dapat ditoleransi terhadap ibu hamil yaitu mereka yang merokok di dekat ibu hamil, merokok dalam satu ruangan dengan ibu hamil dan merokok di dalam rumah yang dalam keadaan pintu dan jendela rumah tertutup. Hal itu mengakibatkan ibu hamil menjadi perokok pasif yang dapat mengganggu kesehatan baik bagi ibu hamil itu sendiri maupun bagi janin yang dikandungnya (Trihono, 2010).

Dalam penelitian Surjadi tahun 2009 persentase jumlah rumah di Indonesia yang berpenghuni merokok adalah 70,5%. Dari besarnya angka persentase ini diperoleh gambaran mengenai besarnya potensi rumah menimbulkan pejanan asap rokok (Kasjono, 2008). Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Pragaan Sumenep pada tahun 2011 didapatkan bahwa sebagian besar yaitu 64,7% ibu hamil mempunyai suami perokok, sehingga dapat dikatakan bahwa 64,7% ibu hamil menjadi perokok pasif akibat perilaku merokok suami yang merokok di dalam rumah. Padahal asap rokok sangat berbahaya bagi kehamilan salah satunya dapat menyebabkan bayi lahir dengan BBLR.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mufdilah di Sulawesi Selatan dijelaskan bahwa rokok mengakibatkan kejadian plasenta previa yaitu sebesar 76,43% (Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, 2008). Dan penelitian yang dilakukan oleh Dian Laily Safitri dan Yuni Hariati di RB Sugiarti Surabaya dijelaskan bahwa asap rokok menyebabkan kejadian abortus sebesar 84,75% dan kejadian ISPA sebesar 51,52% (Jurnal Penelitian Poltekkes Kemenkes Surabaya, 2009).

Solusi yang dapat di berikan untuk meminimalisir terjadinya BBLR antara lain menganjurkan agar melakukan konsultasi atau konseling prahamil yang melibatkan suami. Maksudnya, mempersiapkan seorang wanita menghadapi kehamilan sampai persalinan dengan berbagai risikonya, baik secara fisik maupun batin dengan melibatkan peran suami. Menganjurkan agar ibu rajin untuk pemeriksaan kehamilan. Dengan adanya program pemerintah untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4x yaitu 1x pada trimester I, 1x pada trimester II dan 2x pada trimester III, diharapkan semua ibu hamil dapat terpantau kesehatan ibu dan janinnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Hubungan perilaku merokok dengan kejadian BBLR”.

Rumusan Masalah

Adakah hubungan perilaku merokok

suami yang memiliki istri melahirkan terhadap kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) di Puskesmas Pragaan Kabupaten Sumenep. Tujuan Penelitian

Diketahuinya hubungan perilaku merokok

suami yang memiliki istri melahirkan dengan kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) di Puskesmas Pragaan Kabupaten Sumenep. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode

analitik dengan rancangan cross sectional

yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).

Populasi dalam penelitian ini adalah suami perokok yang memiliki istri melahirkan di Puskesmas Pragaan Sumenep bulan Januari sampai Maret 2013 yang berjumlah 62 orang. Besar sampel adalah 54 orang. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan cara Simple Random sampling.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku merokok suami yang memiliki istri melahirkan. Instrumen yang digunakan adalah lembar kuesioner, dan Rekam medik. HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Kejadian BBLR

Berdasarkan Perilaku Toleran dari Suami Perokok

Perilaku merokok suami

Kejadian BBLR

Positif Negatif Total

Σ % Σ % Σ %

Toleran 1 4% 24 96% 25 100%

Tidak toleran 7 24% 22 76% 29 100%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari

25 ibu yang melahirkan dengan suami berperilaku merokok yang dapat ditoleransi di wilayah Puskesmas Pragaan Sumenep bulan Januari sampai dengan bulan April hampir seluruhnya (96,00%) memiliki bayi tidak BBLR sedangkan hanya sebagian kecil 1 (4,00%) yang memilki bayi BBLR. Dari 29 ibu melahirkan dari suami berperilaku merokok yang tidak dapat ditoleransi hampir seluruhnya 22 (75,86%) memiliki bayi tidak

Page 58: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

198 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BBLR dan sebagian kecil 7 (24,14%) memiliki bayi BBLR.

Selanjutnya dianalisis melalui uji statistik dengan Fisher Exact Test diperoleh hasil p-value (0.042) < α (0,05) yang berarti H0 ditolak, artinya ada hubungan perilaku merokok dengan kejadian BBLR. PEMBAHASAN

Perilaku merokok yang tidak dapat

ditoleransi mempunyai risiko 7,636 kali lebih tinggi terjadinya bayi BBLR dibandingkan dengan perilaku merokok yang dapat ditoleransi. Hal ini sesuai dengan teori Trihono (2010) bahwa perilaku merokok yang tidak dapat ditoleransi terhadap ibu hamil yaitu mereka yang merokok di dekat ibu hamil, merokok dalam satu ruangan dengan ibu hamil dan merokok di dalam rumah yang dalam keadaan pintu dan jendela rumah tertutup dapat mengakibatkan ibu hamil menjadi perokok pasif yang menyebabkan wanita hamil mendapat dampak buruk salah satunya yaitu berat badan lahir rendah (BBLR).

Dalam penelitian ini ditemukan suami perokok yang dapat ditoleransi memiliki 1 (4,00%) bayi BBLR. Sesuai dari data penelitian bahwa pendidikan suami perokok yang dapat ditoleransi tersebut memiliki status pendidikan dasar. Hal ini diperkirakan rendahnya pendidikan mengakibatkan minimnya pengatahuan tentang bahaya rokok maupun asap rokok, sehingga suami perokok cenderung tidak memperhatikan asap rokok yang dihembuskannya padahal asap rokok tersebut berbahaya terhadap kehamilan. Selain itu adanya persepsi masyarakat yang salah tentang rokok yang dianggap sebagai tren bagi laki-laki dan tidak adanya larangan untuk merokok baik dari segi agama maupun perundang-undangan. Apalagi bahaya rokok tidak seketika muncul dan dirasakan saat itu pula, sehingga perokok cenderung tetap merokok walaupun sudah banyak peringatan yang disampaikan tentang bahaya rokok baik di dalam bungkus rokok maupun di media massa.

Menurut Notoatmodjo (2003) faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia yaitu faktor predisposisi. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistim yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

Dalam penelitian ini juga ditemukan ibu yang melahirkan dari suami perokok yang tidak dapat ditoleransi memiliki 22 (75,86%) bayi tidak BBLR. Sesuai data penelitian

bahwa 22 suami perokok dari istri yang melahirkan tersebut ternyata 14 suami perokok kadang-kadang merokok lebih dari atau sama dengan 30 menit jika bersama dengan istrinya yang sedang hamil, dan 6 suami perokok kadang-kadang merokok dengan pintu dan jendela rumah dalam keadaan terbuka saat merokok di dalam rumah. Hal ini menyebabkan asap rokok yang dihembuskan di dalam rumah diperkirakan sudah menghilang ke udara atau hanya sedikit asap rokok yang masih berada di dalam rumah dan ibu hamil tidak sering serta tidak seberapa banyak menghirup asap rokok, sehingga bayi yang dilahirkan cenderung menjadi tidak BBLR.

Hal ini sesuai dengan teori Trihono (2010) bahwa terpapar asap rokok selama 8 jam sebanding dengan merokok langsung sebanyak 20 batang perhari. Bila terpapar dalam waktu sehari (24 jam) sama artinya dengan merokok langsung 60 batang perhari, atau identik dengan 30 menit terpapar asap rokok sama dengan merokok langsung 1 batang perhari. Asap rokok yang dibuang di dalam rumah akan tersebar selama 4-6 jam dalam ruangan. Partikel rokok yang menempel di dalam ruangan menyebabkan wanita hamil mendapat dampak buruk salah satunya yaitu berat badan lahir rendah (BBLR).

Sedangkan menurut Hery (2007) pria yang merokok dengan dosis 1 pak/ hari selama istrinya hamil, ternyata menurunkan berat badan bayi 120 g. Wanita perokok pasif yang terpapar selama 2 jam/ hari selama hamil menghadapi risiko berat badan bayi lahir rendah dua kali dibandingkan.

Suami perokok yang memiliki istri yang sedang hamil sebaiknya tidak merokok di dalam rumah atau tidak merokok di dekat istri yang hamil, karena dapat menyebabkan istri yang sedang hamil menghirup asap rokok yang lebih banyak mengandung bahan berbahaya sehingga istri yang sedang hamil menjadi perokok pasif yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama gangguan kesehatan bagi janin yang dikandungnya.

Asap rokok itu sendiri terdiri dari asap utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya. Perokok pasif menghisap 75% bahan berbahaya ditambah separuh dari asap yang dihembuskan keluar oleh perokok (Trihono, 2010).

Wanita hamil perokok pasif memiliki tingkat karbon monoksida lebih tinggi dalam darah dan berapapun tingkat monoksida yang ada dalam darah wanita hamil, tetap lebih tinggi dalam darah bayi. Sebagai racun,

Page 59: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

199 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

karbon monoksida akan mengurangi oksigen yang dibawa oleh darah. Semakin banyak karbon monoksida dalam darah bayi, maka akan semakin rendah berat badannya pada saat kelahiran. Berat bayi dari wanita perokok aktif maupun pasif sebesar 200 gr lebih ringan dari bayi wanita yang tidak merokok dan bayi yang memiliki berat badan rendah dapat menimbulkan masalah dan sulit untuk bertahan hidup (Brock, 2007). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat

dirumuskan suatu simpulan sebagai berikut: 1. Perilaku merokok suami dengan ibu yang

melahirkan di Puskesmas Pragaan Sumenep sebagian besar tidak dapat ditoleransi.

2. Berat badan lahir bayi di Puskesmas Pragaan Sumenep sebagian kecil BBLR.

3. Ada hubungan perilaku merokok suami dengan kejadian berat badan lahir rendah di Puskesmas Pragaan Sumenep.

Saran

1. Bagi petugas kesehatan Memberikan penyuluhan kesehatan terutama tentang faktor risiko terjadinya BBLR salah satunya tentang bahaya rokok sehingga dapat dilakukan upaya preventif secara dini, serta koseling pada suami perokok dengan melibatkan keluarga yang terpapar asap rokok baik secara kelompok ataupun perorangan sehingga akan menambah pemahaman dan dapat berperilaku sehat dengan menghindari rokok.

2. Bagi dinas kesehatan Menyediakan sarana dan prasarana lebih banyak lagi dalam mengurangi angka kejadian BBLR yang disebabkan oleh rokok seperti leaflet dan poster tentang bahaya rokok untuk diberikan ke puskesmas terutama di ruang KIA.

3. Bagi peneliti selanjutnya Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor usia ibu, paritas dan status gizi ibu dari bayi dengan berat badan lahir rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Brock, Katie. 2007. Nutrisi, Medikasi dan Senam Kehamilan. Jakarta. Prestasi

Pustaka. Crofton, John dan David Simpson. 2009.

Tembakau: Ancaman Global. Jakarta. Gramedia.

Dariyo, Agoes. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta. Grasindo Widiasarana Indonesia.

Gunawan, Arif. 2011. Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta. Hanggar Kreaton.

Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatandan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.

Hunter, Hannah Hulme. 2005. Makanan yang Aman Untuk Kehamilan. Jakarta: Arcan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Jumilah (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). http:// www.int/nutrition/ topics/ fetomaternal/en.htm. (di akses 03 Maret 2013).

Kasjono, Heru Subaris. 2008. Rokok Dalam Perspektif Lingkungan. http://www.dinkes.jogjaprov.go.id/index.php/clingksehat/read/104.html, (diakses 4 Maret 2013).

Lestari, Cindi. 2013. Kau Rusak Dirimu Kau Bunuh Bayimu. http://www.tanyadok.com/kesehatan/kau-rusak-dirimu-kau-bunuh-bayimu. (diakses tanggal 13 maret 2013).

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Maryunani, Anik dan Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Nianggolan. 2009. Anda Mau Berhenti Merokok? Pasti Bisa!. Bandung: Indonesia Publishing House.

Notoatmojo, Suokidjo. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta. ______. 2010. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakart: Reneka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Proverawati, A. 2010. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Yogyakarta: Nuha

Medika. R.I., Kementerian kesehatan. 2010. Panduan

Promosi Perilaku Tidak Merokok. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Page 60: PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL K · Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098 i 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Volume IV Nomor 3, Agustus 2014 ISSN: 2086-3098

200 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Rochjati, Poedji. 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga

University Press. Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suryani, Eko. 2009. Psikologi. Yogyakarta:

Fitramaya. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang

Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Segung Seto.

Trihono. 2010. Fakta Tembakau Permasalahannya di Indonesia Tahun 2010. Jakarta: TCSC-IAKMI.

Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Dan Radikal. Yogyakarta: Kanisius.

Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan.Jakarta: YBPSP

Yuliana. 2009. Merokok Meningkatkan Resiko Terjadinya Kelahiran BBLR.

http://pediatricinfo.wordpress.com/2009/02/23/merokok-meningkatkan-risiko-terjadinya-kelahiran-bblr/. (diakses 05 Maret 2013).