Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum
Transcript of Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum
BAB IKONSEP DAN ARAH KEBIJAKAN
PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN
YANG BAIK
A. Konsep Tata Pemerintahan Yang Baik
Good governance yang diterjemahkan sebagai
tata pemerintahan yang baik merupakan tema
umum kajian yang populer, baik di
pemerintahan, civil society maupun di dunia
swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin
kompleksnya permasalahan, seolah
menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan
yang baik di negeri ini. Di pemerintahan (public
governance), tema ini begitu menyentuh.
Banyak pihak yang “menunjuk hidung” bahwa
masalah mendasar bangsa ini akan
terselesaikan kalau birokrasi pemerintahnya
sudah kembali ke jalan yang baik. Karenanya
bagi aparatur pemerintah, good governance
adalah kewajiban yang harus diwujudkan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
1
Governance, yang diterjemahkan menjadi tata
pemerintahan, adalah penggunaan wewenang
ekonomi, politik dan administrasi guna
mengelola urusan-urusan negara pada semua
tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga
dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan
mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan-
perbedaan diantara mereka (Loina Lalolo,
2003).
Definisi lain menyebutkan governance adalah
mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi
dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor
negara dan sektor non-pemerintah dalam
suatu usaha kolektif. Definisi ini
mengasumsikan banyak aktor yang terlibat
dimana tidak ada yang sangat dominan yang
menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama
dari terminologi governance membantah
pemahaman formal tentang bekerjanya
institusi-institusi negara. Governance
mengakui bahwa di dalam masyarakat
terdapat banyak pusat pengambilan keputusan
yang bekerja pada tingkat yang berbeda (Loina
Lalolo, 2003).Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik2
Bappanes (2002) mengemukakan bahwa tata
pemerintahan yang baik memiliki 14 (empat
belas) karakteristik. Keempat belas
karakteristik tersebut adalah :
1. Tata pemerintahan yang berwawasan ke
depan; wawasan ke depan mengandung
pengertian adanya pemahaman mengenai
permasalahan, tantangan dan potensi yang
dimiliki oleh suatu unit pemerintahan, dan
mampu merumuskan gagasan-gagasan
dengan visi dan misi untuk perbaikan
maupun pengembangan pelayanan dan
menuangkannya dalam strategi
pelaksanaan, rencana kebijakan dan
program-program kerja ke depan berkaitan
dengan bidang tugasnya.
2. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka;
Bersifat terbuka dalam penyelenggaraan
pemerintahan di setiap tahap pengambilan
keputusan dapat ditengarai dengan derajad
aksesibilitas publik terhadap informasi
terkait dengan suatu kebijakan publik.
Setiap kebijakan publik termasuk kebijakan
alokasi anggaran, pelaksanaannya maupun
hasil hasilnya mutlak harus diinformasikan
kepada publik atau dapat diakses oleh Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
3
publik selengkap-lengkapnya melalui
berbagai media dan forum untuk mendapat
respon.
3. Tata pemerintahan yang cepat tanggap;
Kebutuhan akan karakteristik ini karena
selalu adanya kemungkinan munculnya
situasi yang tidak terduga atau adanya
perubahan yang cepat dari kebutuhan
masyarakat akan pelayanan publik ataupun
yang memerlukan suatu kebijakan.
Karakteristik ini juga dibutuhkan karena
tidak ada rancangan yang sempurna
sehingga berbagai prosedur dan
mekanisme baku dalam rangka pelayanan
publik perlu segera disempurnakan atau
diambil langkah-langkah penanganan
segera. Bentuk kongkritnya dapat berupa
tersedianya mekanisme pengaduan
masyarakat sampai dengan adanya unit
yang khusus menangani krisis, dan
pengambilan keputusan serta tindak
lanjutnya selalu dilakukan dengan cepat.
4. Tata pemerintahan yang akuntabel;
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan dituntut di semua tahap
mulai dari penyusunan program kegiatan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik4
dalam rangka pelayanan publik,
pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya,
maupun hasil dan dampaknya.
Akuntabilitas juga dituntut dalam
hubungannya dengan masyarakat/publik,
dengan instansi atau aparat di bawahnya
maupun dengan instansi atau aparat di
atas. Secara substansi, penyelenggaraan
pemerintahan harus berdasar-kan pada
sistem dan prosedur tertentu, memenuhi
ketentuan perundangan, dapat diterima
secara politis, berdasarkan pada metode
dan teknik tertentu maupun nilai-nilai etika
tertentu, serta dapat menerima
konsekuensi bila keputusan yang diambil
tidak tepat.
5. Tata pemerintahan yang berdasarkan
profesionalitas dan kompetensi; Tata
pemerintahan dengan karakteristik seperti
ini akan tampak dari upaya-upaya
mengorganisasi-kan kegiatan dengan cara
mengisi posisi-posisi dengan aparat yang
sesuai dengan kompetensi, termasuk di
dalamnya kriteria jabatan dan mekanisme
penempatannya. Disamping itu, terdapat
upaya-upaya sistematik untuk
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
5
mengembangkan profesionalitas sumber
daya manusia yang dimiliki unit yang
bersangkutan melalui berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan.
6. Tata pemerintahan yang menggunakan
struktur dan sumber daya secara efisien
dan efektif; Upaya untuk menggunakan
struktur dan sumber daya secara efisien
dan efektif merupakan salah satu respon
atas tuntutan akuntabilitas. Kinerja
penyelenggaraan pemerintahan perlu
secara terus menerus ditingkatkan dan
dioptimalkan melalui pemanfaatan sumber
daya dan organisasi yang efektif dan
efisien, termasuk upaya-upaya
berkoordinasi untuk menciptakan sinergi
dengan berbagai pihak dan organisasi lain.
7. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi;
Tata pemerintahan yang memiliki
karakteristik seperti ini tampak dari adanya
pendelegasian wewenang sepenuhnya yang
diberikan kepada aparat dibawahnya
sehingga pengambilan keputusan dapat
terjadi pada tingkat dibawah sesuai lingkup
tugasnya. Pendelegasian wewenang
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik6
tersebut semakin mendekatkan aparat
pemerintah kepada masyarakat.
8. Tata pemerintahan yang demokratis dan
berorientasi pada konsensus; Prinsip ini
menjunjung tinggi penghormatan hak dan
kewajiban pihak lain. Dalam suatu unit
pemerintahan, pengambilan keputusan
yang diambil melalui konsensus perlu
dihormati.
9. Tata pemerintahan yang mendorong
partisipasi masyarakat; Partisipasi
masyarakat pada hakekatnya
mengedepankan keterlibatan aktif
masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan.
10.Tata pemerintahan yang mendorong
kemitraan dengan swasta dan Masyarakat;
Pemerintah dan masyarakat saling
melengkapi dan mendukung (mutualisme)
dalam penyediaan "public goods" dan
pemberian pelayanan terhadap publik.
11.Tata pemerintahan yang menjunjung
supremasi hukum; Tata pemerintahan
dengan karakter seperti ini tampak dengan
praktik-praktik penyelenggaraan Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
7
pemerintahan yang selalu mendasarkan diri
pada ketentuan perundangan yang berlaku
dalam setiap pengambilan keputusan,
bersih dari unsur “KKN” dan pelanggaran
HAM, serta ditegakkannya hukum terhadap
seseorang atau sekelompok orang yang
melakukan pelanggaran hukum.
12.Tata pemerintahan yang memiliki
komitmen pada pengurangan Kesenjangan;
Prinsip ini berpihak kepada kepentingan
kelompok masyarakat yang tidak mampu,
tertinggal atau termarjinalkan.
13.Tata pemerintahan yang memiliki
komitmen pada pasar; Prinsip ini
menyatakan dibutuhkannya keterlibatan
pemerintah dalam pemantapan mekanisme
pasar.
14.Tata pemerintahan yang memiliki
komitmen pada lingkungan hidup; Prinsip
ini menegaskan keharusan setiap kegiatan
pemerintahan dan pembangunan untuk
memperhatikan aspek lingkungan termasuk
melakukan analisis secara konsisten
dampak kegiatan pembangunan terhadap
lingkungan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik8
B. Arah Dan Kebijakan Penciptaan Tata Pemerintahan Yang Baik
Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas sumber daya manusia aparatur; dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif (RPJM, Bab 14).
Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal tersebut terkait dengan tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan. Demikian pula, masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
9
terhadap kinerja aparatur negara merupakan cerminan dari kondisi kinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan. Banyaknya permasalahan birokrasi tersebut di
atas, belum sepenuhnya teratasi baik dari sisi
internal maupun eksternal. Dari sisi internal,
berbagai faktor seperti demokrasi,
desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri,
masih berdampak pada tingkat kompleksitas
permasalahan dan dalam upaya mencari solusi
lima tahun ke depan. Sedangkan dari sisi
eksternal, faktor globalisasi dan revolusi
teknologi informasi juga akan kuat
berpengaruh terhadap pencarian alternatif-
alternatif kebijakan dalam bidang aparatur
negara.
Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan
desentralisasi telah membawa dampak pada
proses pengambilan keputusan kebijakan
publik. Dampak tersebut terkait dengan, makin
meningkatnya tuntutan akan partisipasi
masyarakat dalam kebijakan publik;
meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-
prinsip tata kepemerintahan yang baik antara
lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas
kinerja publik serta taat pada hukum;
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik10
meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan
tanggungjawab, kewenangan dan pengambilan
keputusan.
Demikian pula, secara khusus dari sisi internal
birokrasi itu sendiri, berbagai permasalahan
masih banyak yang dihadapi. Permasalahan
tersebut antara lain adalah: pelanggaran
disiplin, penyalahgunaan kewenangan dan
masih banyaknya praktek KKN; rendahnya
kinerja sumber daya manusia dan
kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan
(organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen)
pemerintahan yang belum memadai;
rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja;
rendahnya kualitas pelayanan umum;
rendahnya kesejahteraan PNS; dan banyaknya
peraturan perundang-undangan yang sudah
tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
dan tuntutan pembangunan.
Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan
revolusi teknologi informasi (e-Government)
merupakan tantangan tersendiri dalam upaya
menciptakan pemerintahan yang bersih, baik
dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan
makin meningkatnya ketidakpastian akibat
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
11
perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi,
dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin
derasnya arus informasi dari manca negara
yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan
terjadinya kesenjangan informasi dalam
masyarakat (digital divide). Perubahan-
perubahan ini, membutuhkan aparatur negara
yang memiliki kemampuan pengetahuan dan
keterampilan yang handal untuk melakukan
antisipasi, menggali potensi dan cara baru
dalam menghadapi tuntutan perubahan. Di
samping itu, aparatur negara harus mampu
meningkatkan daya saing, dan menjaga
keutuhan bangsa dan wilayah negara. Untuk
itu, dibutuhkan suatu upaya yang lebih
komprehensif dan terintegrasi dalam
mendorong peningkatan kinerja birokrasi
aparatur negara dalam menciptakan
pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang
merupakan amanah reformasi dan tuntutan
seluruh rakyat Indonesia.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan
manajemen pelayanan publik yang bermutu,
transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat,
patut dan adil kepada seluruh masyarakat
guna menunjang kepentingan masyarakat dan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik12
dunia usaha, serta mendorong partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Secara umum sasaran penyelenggaraan
negara Tahun 2004–2009 adalah terciptanya
tata pemerintahan yang baik, bersih,
berwibawa, profesional, dan
bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan
sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan
efektif serta dapat memberikan pelayanan
yang prima kepada seluruh masyarakat.
Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, secara
khusus sasaran yang ingin dicapai adalah:
1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi
di birokrasi, dan dimulai dari tataran
(jajaran) pejabat yang paling atas;
2. Terciptanya sistem kelembagaan dan
ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih,
efisien, efektif, transparan, profesional dan
akuntabel;
3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek
yang bersifat diskriminatif terhadap warga
negara, kelompok, atau golongan
masyarakat;
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
13
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik;
5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan
pusat dan daerah, dan tidak bertentangan
peraturan dan perundangan di atasnya.
Dalam upaya untuk mencapai sasaran
pembangunan penyelenggaraan negara dalam
mewujudkan Tata Pemerintahan yang Bersih
dan Berwibawa, maka kebijakan
penyelenggaraan negara 2004–2009 diarahkan
untuk:
1. Menuntaskan penanggulangan
penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk
praktik-praktik KKN dengan cara:
a. Penerapan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik (good
governance) pada semua tingkat dan lini
pemerintahan dan pada semua
kegiatan;
b. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya
bagi pelaku KKN sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik14
c. Peningkatan efektivitas pengawasan
aparatur negara melalui koordinasi dan
sinergi pengawasan internal, eksternal
dan pengawasan masyarakat;
d. Peningkatan budaya kerja aparatur yang
bermoral, profesional, produktif dan
bertanggung jawab;
e. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut
hasil-hasil pengawasan dan
pemeriksaan;
f. Peningkatan pemberdayaan
penyelenggara negara, dunia usaha dan
masyarakat dalam pemberantasan KKN.
2. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan
administrasi negara melalui:
a. Penataan kembali fungsi-fungsi
kelembagaan pemerintahan agar dapat
berfungsi secara lebih memadai, efektif,
dengan struktur lebih proporsional,
ramping, luwes dan responsif;
b. Peningkatan efektivitas dan efisiensi
ketata-laksanaan dan prosedur pada
semua tingkat dan lini pemerintahan;
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
15
c. Penataan dan peningkatan kapasitas
sumber daya manusia aparatur agar
lebih profesional sesuai dengan tugas
dan fungsinya untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat;
d. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan
pemberlakuan sistem karier
berdasarkan prestasi;
e. Optimalisasi pengembangan dan
pemanfaatan e-Government, dan
dokumen/ arsip negara dalam
pengelolaan tugas dan fungsi
pemerintahan.
3. Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan:
a. Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan pelayanan unggulan;
b. Peningkatan kapasitas masyarakat
untuk dapat mencukupi kebutuhan
dirinya, berpartisipasi dalam proses
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik16
pembangunan dan mengawasi jalannya
pemerintahan;
c. Peningkatan transparansi, partisipasi
dan mutu pelayanan melalui
peningkatan akses dan sebaran
informasi.
Dalam rangka penciptaan tata pemerintahan
yang bersih dan berwibawa maka ditetapkan 7
program pembangunan. Ketujuh program
pembangunan dalam bidang ketata
pemerintahan tersebut adalah:
a. Program Penerapan Kepemerintahan yang
Baik,
b. Program Peningkatan Pengawasan dan
Akun-tabilitas Aparatur Negara,
c. Program Penataan Kelembagaan dan
Ketata-laksanaan,
d. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Aparatur,
e. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik,
f. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur Negara, dan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
17
g. Program Penyelenggaraan Pimpinan
Kenegaraan dan Kepemerintahan.
Program peningkatan kualitas pelayanan publik
mempunyai sembilan kegiatan pokok.
Kesembilan kegiatan pokok tersebut adalah :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat dan dunia usaha.
2. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good
governance dalam setiap proses pemberian
pelayanan publik khususnya dalam rangka
mendukung penerimaan keuangan negara
seperti perpajakan, kepabeanan, dan
penanaman modal;
3. Meningkatkan upaya untuk menghilangkan
hambatan terhadap penyelenggaraan
pelayanan publik melalui deregulasi,
debirokratisasi, dan privatisasi;
4. Meningkatkan penerapan sistem merit
dalam pelayanan;
5. Memantapkan koordinasi pembinaan
pelayanan publik dan pengembangan
kualitas aparat pelayanan publik;
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik18
6. Optimalisasi pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi dalam pelayanan
publik;
7. Mengintensifkan penanganan pengaduan
masyarakat;
8. Mengembangkan partisipasi masyarakat di
wilayah kabupaten dan kota dalam
perumusan program dan kebijakan layanan
publik melalui mekanisme dialog dan
musyawarah terbuka dengan komunitas
penduduk di masing-masing wilayah; dan
9. Mengembangkan mekanisme pelaporan
berkala capaian kinerja penyelenggaraan
pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota kepada publik.
C. Peran Strategis Pelayanan Publik
Pertanyaan yang paling mendasar adalah,
mengapa reformasi pelayanan publik menjadi
titik strategis untuk membangun praktik good
governance! Mengapa bukan aspek-aspek
kegiatan pemerintahan lainnya? Bukankah
terdapat banyak persoalan yang dihadapi
pemerintah yang juga sangat mendesak untuk
ditangani oleh pemerintah di luar praktik
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
19
penyelenggaraan pelayanan publik?
Pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting
untuk dijawab agar pilihan membangun praktik
penyelenggaraan pelayanan melalui reformasi
pelayanan publik benar-benar diyakini dapat
membawa pemerintah Indonesia menuju pada
praktik good governance. Atau dengan kalimat
lain, reformasi pelayanan publik di Indonesia
dapat memiliki dampak yang meluas terhadap
perubahan aspek-aspek kehidupan
pemerintahan lainnya sehingga perubahan pada
praktik penyelenggaraan pelayanan publik
dapat menjadi lokomotif bagi upaya perubahan
menuju good governance.
Ada beberapa pertimbangan mengapa
pelayanan publik menjadi titik strategis untuk
memulai pengembangan good governance di
Indonesia. Salah satunya, pelayanan publik
selama ini menjadi ranah dimana Negara yang
diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan
lembaga-lembaga non-pemerintah. Dalam
ranah ini terjadi pergumulan yang sangat
intensif antara pemerintah dengan warganya.
Buruknya praktik governance dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sangat
dirasakan oleh warga dan masyarakat luas. Ini
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik20
berarti jika terjadi perubahan yang signifikan
pada ranah pelayanan publik dengan
sendirinya dapat dirasakan manfaatnya secara
langsung oleh warga dan masyarakat luas.
Keberhasilan dalam mewujudkan praktik good
governance dalam ranah pelayanan publik
mampu membangkitkan dukungan dan
kepercayaan dari masyarakat luas bahwa
membangun good governance bukan hanya
sebuah mitos tetapi dapat menjadi suatu
kenyataan. Kepercayaan diri sangat penting
dalam kondisi kejiwaan bangsa seperti
sekarang ini, mengingat kegagalan-kegagalan
program reformasi pemerintahan selama ini
telah menggerogoti semangat warga bangsa
sehingga merasa pesimis untuk benar-benar
dapat mewujudkan Indonesia baru yang
bercirikan praktik good governance. Meluasnya
praktik bad governance di banyak daerah
seiring dengan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah sering meruntuhkan semangat
pembaharuan yang dimiliki oleh sebagian
warga bangsa, dan sebaliknya, semakin
menumbuhkan pesimisme dan apatisme di
kalangan mereka.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
21
Semakin meluasnya apatisme dan pesimisme
ini tentu sangat berbahaya karena dalam
beberapa hal dapat menumbuhkan toleransi
yang semakin meluas terhadap praktik bad
governance. Praktik bad governance semakin
dianggap sebagai hal yang wajar dan dapat
diterima dalam kehidupan mereka. Warga dan
masyarakat luas menjadi semakin terbiasa
memberikan pembenaran terhadap praktik bad
governance dengan mengembangkan
mekanisme survival untuk menyiasati praktik
bad governance ini. Hasil Governance and
Decentralization Survey 2002 (CDS 2002) yang
menunjukkan bahwa sebagian besar warga
menganggap wajar terhadap praktik pungutan
liar (pungli) dan justru merasa lega karena
proses pelayanan dapat segera selesai,
menjadi indikator bahwa warga bangsa
menjadi semakin toleran terhadap praktik bad
governance. Hal ini tidak saja dapat
mendorong warga untuk mengembangkan
mekanisme survival dengan adanya praktik bad
governance, tetapi juga menghindari upaya
untuk membangun good governance. Kalau hal
seperti ini terus terjadi dan semakin meluas
tentu sangat berbahaya bagi kelangsungan
kehidupan bangsa.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik22
Dengan menjadikan praktik pelayanan publik
sebagai pintu masuk dalam membangun
good governance, maka diharapkan toleransi
terhadap praktik bad governance yang
semakin meluas dapat dihentikan. Kesadaran
warga bangsa yang beranggapan bahwa
membayar pungli adalah bagian dari bad
governance dapat ditumbuhkan. Keberanian
untuk mengatakan tidak pada bad governance
akan tumbuh meluas dan semangat perubahan
dapat ditumbuhkembangkan. Keberanian dan
semangat untuk melakukan perubahan ini
perlu dipelihara agar api semangat semakin
meluas sehingga cahayanya mampu menyinari
perjalanan warga bangsa menuju praktik good
governance.
D. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Keterbatasan dana pemerintah menjadi
hambatan utama untuk meningkatkan fungsi
pelayanan publik. Sebagai salah satu upaya
mengatasi kendala tersebut, Pemerintah
mencurahkan upaya melibatkan sektor swasta
kedalam jasa pelayanan publik tersebut.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
23
Namun demikian usaha yang sedang dilakukan
perlu memahami kondisi internal dari fungsi
pelayanan publik yang selama ini
dilaksanakan, sehingga kebijakan yang dibuat
dapat realistis dan tidak melepaskan
tanggungjawab pemerintah sebagai pemegang
kendali pelayanan publik (Darwin Djajawinata,
2003)
Kebijakan untuk memperbaiki pelayanan publik
perlu membentuk suatu iklim usaha yang
dapat meminimalkan resiko berusaha. Dari
sekian banyak resiko yang timbul dalam suatu
usaha dibidang pelayanan publik, terdapat dua
resiko utama yang akan menjadi patokan awal,
yaitu: resiko politis dan resiko pengaturan.
Resiko politis timbul bilamana tidak ada
kejelasan fungsi/peran dari pemerintah,
sementara resiko pengaturan timbul karena
adanya penyalahgunaan fungsi/peran dari
pengaturan itu sendiri. Dalam kaitan tersebut,
tulisan ini mengemukakan suatu kerangka
refleksi peran dan fungsi sektor, sekaligus
melihat kebijakan pada sektor terkait
infrastruktur/ pelayanan publik (Darwin
Djajawinata, 2003).
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik24
Untuk mendapatkan informasi lanjut tentang
pokok pengelolaan pelayanan publik yang
memerlukan perhatian segera, dapat juga
ditambahkan tingkat kepentingan (degree of
importances) serta status dari setiap pokok,
dengan membentuk kriteria dan bobot
kedalam daftar pertanyaan ini. Dengan
mengkaji perbedaan (gap) persepsi dari setiap
pemberi pendapat tentang mana dan
bagaimana tingkat kepentingan dari setiap
pokok, akan terdapat informasi lanjut tentang
pokok pengelolaan pelayanan publik yang
memerlukan perhatian segera (Darwin
Djajawinata, 2003).
Darwin Djajawinata (2003) mengemukakan
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam peningkatan pelayanan publik,
khususnya pada pelayanan publik bidang
infrastruktur. Beberapa hal tersebut adalah :
1. Organisasi, Insentif, dan Koordinasi; Untuk
merefleksi pelayanan publik, hal yang
pertama dilihat adalah bagaimana
kewajiban dan kewenangan sektor telah
diorganisasi dan bagaimana hal tersebut
dikenal/dipahami oleh setiap pihak. Untuk
kemudian diperhatikan bagaimana Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
25
koordinasi/keterpaduan antar organisasi
berjalan, serta insentif yang diberikan
dalam pelayanan publik. Pada bagian ini,
dikemukakan suatu bentuk refleksi
terhadap ”organisasi, insentif dan
koordinasi” dari pelayanan/sektor yang
ditinjau.
2. Informasi dan Standar Dalam Meningkatkan
Kuantitas dan Kualitas Pelayanan; Standar
pelayanan publik disusun dalam rangka
mengukur kinerja pelayanan yang telah
diberikan. Bagian yang sangat menentukan
dalam mengukur kinerja pelayanan
tersebut adalah akurasi dan ketepatan
waktu penyampaian dari suatu informasi.
Refleksi yang dapat dilakukan untuk
merumuskan kondisi eksisting dari
pengelolaan informasi dan standar yang
ditetapkan sebagai acuan kualitas &
kuantitas pelayanan.
3. Penyusunan Kebijakan dan Alokasi Sumber
Daya; Sebagai tolok ukur dari upaya
meningkatkan iklim usaha pelayanan publik
terletak pada persepsi pihak pemberi
layanan menanggapi kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah. Kebijakan ini akan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik26
menjadi landasan bagi peletakkan dasar-
dasar perhitungan usaha dengan
menimbang resiko-resiko yang mungkin
timbul. Selayaknya kita melihat kedalam
(inward looking) terhadap kebijakan yang
telah dan akan disusun. Dengan demikian
Kebijakan yang disusun realistis dengan
mempertimbangkan kemampuan sektor
dalam mengalokasikan sumber daya yang
dimiliki. Sumber daya yang ada agar
digerakkan dan dioptimalkan untuk
mewujudkan sasaran yang dituju dari suatu
kebijakan.
4. Azas Pemulihan Biaya Bagi Pelayanan
Berkelanjutan; Suatu pelayanan publik akan
dapat berjalan secara berkesinambungan
apabila terdapat cukup dana bagi
pembiayaan operasi, pemeliharaan,
peningkatan dan reinvestasi. Secara ideal,
dana tersebut diupayakan sepenuhnya
dikembalikan dari tarif pembayaran atas
jasa pelayanan tersebut. Namun demikian
pada kenyataannya, tidak sepenuhnya
biaya-biaya diatas dapat dipulihkan oleh
pembayaran tarif, masih perlu suatu
insentif terhadap pelayanan tersebut
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
27
sebagai suatu pertimbangan kepada
golongan kemampuan rendah dalam
membayar pelayanan.
5. Kompetisi dan Efisiensi; Suatu pelayanan
yang efisien akan dimungkinkan oleh
adanya kompetisi dalam memberikan
pelayanan. Kompetisi akan menuntut
adanya kontrol atas biaya produksi serta
kualitas pelayanan. Sehingga dengan
demikian pemberi layanan dipaksa untuk
meningkatkan kemampuan pelayanannya
sekaligus melakukan inovasi supaya tidak
tertinggal dalam persaingan. Tuntutan
kearah tersebut semakin nyata mengingat
semakin kritisnya publik terhadap
rendahnya kualitas pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa yang
monopolistik. Kecenderungan
penyalahgunaan kewenangan (abuse of
power) dengan pemberi layanan
monopolistik akan merendahkan mutu
pelayanan karena kecenderungan ketidak
pedulian atas adanya kritik publik
6. Pengaturan dan Kompetisi; Untuk
melindungi kepentingan publik dan juga
memberikan ruang bagi pemberi layanan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik28
dalam melakukan pelayanan publik, suatu
koridor terhadap kompetisi adalah bagian
kritis yang harus segera disusun. Dengan
adanya kerangka pengaturan yang adil,
diharapkan akan membawa interaksi imbal
balik yang saling menunjang dan sepadan
dengan tujuan pengaturan itu sendiri.
Selanjutnya adalah membentuk insrumen
pengaturan yang akan meliputi pengaturan
baru atau pembentukkan lembaga yang
menjamin pelaksanaan pelayanan
dilaksanakan sesuai dengan koridor yang
ditetapkan. Dalam hal ini fungsi-fungsi dari
lembaga terlibat didefinisikan secara tegas,
terhindar dari konflik kepentingan. Apabila
definisi tersebut masih samar dan
mengandung fungsi yang masih berlainan
akan membawa implikasi inefisiensi dari
pelayanan itu sendiri.
7. Dukungan Pemerintah Dalam Peningkatan
Pelayanan Publik; Suatu hal yang tidak
dapat dihindari saat ini adalah
diperlukannya dukungan pemerintah
terhadap pelaksanaan pelayanan publik.
Berbagai macam bentuk dukungan dapat
diberikan kepada pemberi layanan, baik
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
29
dalam bentuk subsidi, atau kemudahan.
Namun demikian, pemberi layanan terus
didorong meningkatkan melakukan inovasi,
agar pada akhirnya jumlah dukungan
pemerintah tersebut dapat dikurangi dan
pemberi layanan mampu berjalan secara
mandiri. Untuk mengetahui bentuk dan
jumlah dukungan yang telah diberikan oleh
pemerintah kepada pemberi layanan.
8. Manajemen Pemberi Layanan; Kondisi
internal manajemen merupakan satu aspek
yang penting dilihat. Kondisi manajemen
akan berpengaruh terhadap kualitas dari
pelayanan yang diberikan. Kualifikasi
direksi dan eksekutif pelaksana pelayanan
sangat menentukan output pemberi
layanan, demikian juga dengan mekanisme/
bentuk pengawasan/kontrol dari komisaris
dan pemegang saham.
9. Hambatan Krisis Moneter; Krisis moneter
yang mengimbas kepada kenaikan harga
pokok barang produksi dan menurunkan
daya beli masyarakat, telah mengurangi
kemampuan pemberi layanan dalam
memberikan layanan secara signifikan.
Dampak dari krisis ekonomi terhadap
pelayanan publik ini akan menjadi satu Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik30
fokus refleksi yang khusus, terlebih lagi
terhadap struktur finansial dari pelayanan
publik tersebut. Hal ini ditandai dengan
kesulitan pembayaran hutang dan
berkurangnya jumlah transaksi/investasi
yang dialami oleh sebagian besar pemberi
layanan.
10.Akuntabilitas Pemberi Layanan dan
Regulator; Tuntutan terhadap akuntabilitas
dari suatu pelayanan publik saat ini
semakin mengemuka, dengan kenyataan
bahwa publik semakin kritis terhadap tarif
dan kualitas pelayanan yang telah
diberikan. Dengan adanya akuntabilitas
pelayanan, baik itu dengan diketahuinya
program, target dan anggaran dari
pemberian layanan, paling tidak pihak
terkait dapat turut mengontrol proses
pelayanan sehingga pada satu waktu dapat
dipahami mengapa diperlukan peningkatan
tarif dan lain sebagainya. Selain daripada
itu, dengan dilaksanakannya pelayanan
publik oleh lembaga yang akuntabel, maka
publik akan percaya dan ikut mendorong
pelaksanaan pelayanan yang berkelanjutan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
31
Untuk memahami akuntabilitas dari
pelayanan publik tersebut.
E. Indikator Kualitas Pelayanan Publik Yang Ideal
Salah satu produk organisasi publik adalah
pelayanan publik. Apabila kita meminjam
pendapat Lenvine (1990: 188), maka produk
dari pelayanan publik di dalam negara
demokrasi paling tidak harus memenuhi tiga
indikator, yakni responsiveness, responsibility,
dan accountability.
1. Responsiveness atau responsivitas adalah
daya tanggap penyedia layanan terhadap
harapan, keinginan, aspirasi maupun
tuntutan pengguna layanan.
2. Responsibility atau responsibilitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
jauh proses pemberian pelayanan publik itu
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau
ketentuan-ketentuan administrasi dan
organisasi yang benar dan telah ditetapkan.
3. Accountability atau akuntabilitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
besar proses penyelenggaraan pelayanan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik32
sesuai dengan kepentingan stakeholders
dan norma-norma yang berkembang dalam
masyarakat.
Sementara itu, Gibson, Ivancevich & Donnelly
(1996) memasukkan dimensi waktu, yaitu
menggunakan ukuran jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang dalam melihat
kinerja organisasi publik. Dalam hal ini, kinerja
pelayanan publik terdiri dari produksi, mutu,
efisiensi, fleksibilitas, dan kepuasan untuk
ukuran jangka pendek; persaingan dan
pengembangan untuk jangka menengah; serta
kelangsungan hidup.
1. Produksi adalah ukuran yang menunjukkan
kemampuan organisasi untuk menghasilkan
keluaran yang dibutuhkan oleh
lingkungannya.
2. Mutu adalah kemampuan organisasi untuk
memenuhi harapan pelanggan dan clients.
3. Efisiensi adalah perbandingan terbaik
antara keluaran (output) dan masukan
(input).
4. Fleksibilitas adalah ukuran yang
menunjukkan daya tanggap organisasi
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
33
terhadap tuntutan perubahan internal dan
eksternal. Fleksibilitas berhubungan dengan
kemampuan organisasi untuk mengalihkan
sumberdaya dari aktivitas yang satu ke
aktivitas yang lain guna menghasilkan
produk dan pelayanan baru yang berbeda
dalam rangka menanggapi permintaan
pelanggan.
5. Kepuasan menunjuk pada perasaan
karyawan terhadap pekerjaan dan peran
mereka di dalam organisasi.
6. Persaingan menggambarkan posisi
organisasi di dalam berkompetisi dengan
organisasi lain yang sejenis.
7. Pengembangan adalah ukuran yang
mencerminkan kemampuan dan
tanggungjawab organisasi dalam
memperbesar kapasitas dan potensinya
untuk berkembang melalui investasi
sumberdaya.
8. Kelangsungan hidup adalah kemampuan
organisasi untuk tetap eksis di dalam
menghadapi segala perubahan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik34
Sedangkan Zeithaml, Parasuraman & Berry
(1990: 26) menggunakan ukuran tangibles,
reliability, responsiveness, assurance, empathy.
1. Tangibles, yaitu fasilitas fisik, peralatan,
pegawai, dan fasilitas-fasilitas komunikasi
yang dimiliki oleh penyedia layanan;
2. Reliability atau reliabilitas adalah
kemampuan untuk menyelenggarakan
pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
3. Responsiveness atau responsivitas adalah
kerelaan untuk menolong pengguna layanan
dan menyelenggarakan pelayanan secara
ikhlas.
4. Assurance atau kepastian adalah
pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan
para petugas penyedia layanan dalam
memberikan kepercayaan kepada pengguna
layanan.
5. Empathy adalah kemampuan memberikan
perhatian kepada pengguna layanan secara
individual.
Menurut KepMenPan 81/1995, kinerja
organisasi publik dalam memberikan pelayanan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
35
publik dapat dilihat dari indikator-indikator,
seperti keseder-hanaan, kejelasan dan
kepastian, keamanan, keter-bukaan, efisien,
ekonomis, keadilan yang merata, dan ketepatan
waktu.
1. Kesederhanaan, yaitu prosedur atau tata
cara pelayanan umum harus didesain
sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan
pelayanan umum menjadi mudah, lancar,
cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan dan kepastian tentang tata cara,
rincian biaya layanan dan cara
pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian
layanan, dan unit kerja atau pejabat yang
berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan umum.
3. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan
rasa aman dan bebas pada pelanggan dari
adanya bahaya, resiko, dan keragu-raguan.
Proses serta hasil pelayanan umum dapat
memberikan keamanan dan kenyamanan
serta dapat memberikan kepastian hukum.
4. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan dapat
mengetahui seluruh informasi yang mereka
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik36
butuhkan secara mudah dan jelas, yang
meliputi informasi tata cara, persyaratan,
waktu penyelesaian, biaya, dan lain-lain.
5. Efisien, yaitu persyaratan pelayanan umum
hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran
pelayanan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan antara persyaratan dan produk
pelayanan publik yang diberikan. Di
samping itu, juga harus dicegah adanya
pengulangan di dalam pemenuhan
kelengkapan persyaratan, yaitu
mempersyaratkan kelengkapan persyaratan
dari satuan kerja atau instansi pemerintah
lain yang terkait.
6. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya
pelayanan ditetapkan secara wajar dengan
memperhatikan nilai barang/jasa dan
kemampuan pelanggan untuk membayar.
7. Keadilan yang merata, yaitu cakupan atau
jangkauan pelayanan umum harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi
yang merata dan diperlakukan secara adil.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
37
8. Ketepatan waktu, yaitu agar pelaksanaan
pelayanan umum dapat diselesaikan dalam
kurun waktu yang telah dilentukan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui
bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan
publik tidak cukup hanya menggunakan
indikator tunggal, tetapi harus menggunakan
multi-indicator atau indikator ganda. Kualitas
pelayanan publik dapat dilihat dari aspek proses
pelayanan dan dari aspek out-put atau hasil
pelayanan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik38
BAB IIKONSEP PENGUKURAN KINERJA
PELAYANAN PUBLIK
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
39
A. Konsepsi Pelayanan Publik
Kemunculan sektor pelayanan publik
berhubungan dengan bagaimana peningkatan
kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam
menyediakan kebutuhan yang dianggap pokok
bagi seluruh anggota masyarakat. Konsep
kebutuhan pokok terus berkembang seiring
dengan tingkat perkembangan sosio-ekonomi
masyarakat. Artinya suatu jenis barang dan
jasa yang sebelumnya dianggap sebagai
barang mewah dan terbatas kepemilikannya
dapat berubah menjadi barang yang pokok
diperlukan bagi sebagian besar lapisan
masyarakat. Perkembangan konsep kebutuhan
pokok dengan demikian terkait erat dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi, industrialisasi,
serta perubahan politik. Hasil-hasil
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi pada
gilirannya harus didistribusikan dan
dialokasikan kepada tiap anggota masyarakat
yang turut berpartisipasi dalam mendorong
pertumbuhan tersebut. Fungsi distribusi dan
alokasi tersebut dijalankan oleh birokrasi
lembaga-lembaga pemerintahan sebagai
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik40
wujud dari fungsi pelayanan berdasarkan
kepentingan publik yang dilayaninya (ICW,
2000).
Menurut Black (1979) pelayanan publik
didefinisikan sebagai :
Something in which the public, the
community at large, has some pecuniary
interest, or some interest by which their
legalrights or liabilities are affected. It does
not mean anything so narrow as mere, or as
the interest of particular localities.
Departemen Dalam Negeri (Depdagri) (2004)
menyebut pelayanan publik dengan pelayanan
umum. Definisi Pelayanan Umum adalah suatu
proses bantuan kepada orang lain dengan
cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan
dan hubungan interpersonal tercipta
kepuasaan dan keberhasilan. Setiap pelayanan
menghasilkan (produk), baik berupa barang
dan jasa. Hasil pelayanan berupa jasa tidak
dapat diinventarisasi, tidak dapat ditumpuk
atau digudangkan, melainkan hasil tersebut
diserahkan secara langsung kepada pelanggan
atau konsumen.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
41
Berdasarkan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) No. 81
Tahun 1993, pengertian pelayanan umum
adalah segala bentuk pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di
pusat, di daerah dan lingkungan Badan Usaha
Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau
jasa, baik rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanakan ketentuan peraturan-peraturan
perundang-perundangan.
Di Indonesia, banyak dari kantor-kantor
pelayanan publik masih berada dibawah
birokrasi pemerintahan sehingga dalam situasi
yang demikian birokrasi yang diacu lebih
kepada birokrasi pemerintahan. Secara teoritik
ada tiga fungsi yang dijalankan oleh birokrasi
yaitu fungsi pelayanan, fungsi pembangunan,
dan fungsi pemerintah umum. Fungsi
pelayanan berhubungan dengan unit
organisasi pemerintahan yang pada hakikatnya
merupakan bagian atau berhubungan dengan
masyarakat. Fungsi utamanya adalah
pelayanan (service) langsung kepada
masyarakat. Lalu fungsi pembangunan
berhubungan dengan organisasi pemerintahan
yang menjalankan salah satu bidang sektor Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik42
khusus guna mencapai tujuan pembangunan.
Fungsi pokoknya adalah development function
atau adaptive function. Yang ketiga adalah
fungsi pemerintah umum berhubungan dengan
rangkaian organisasi pemerintahan yang
menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum
termasuk memelihara ketertiban dan
keamanan. Fungsinya lebih kepada fungsi
pengaturan (regulative function) (ICW, 2000).
Sektor pelayanan publik lebih berkaitan
dengan pelaksanaan tugas-tugas umum
pemerintahan, kegiatan pemberian berbagai
pelayanan umum maupun fasilitas sosial
kepada masyarakat seperti penyediaan
pendidikan, kesehatan, pengurusan sampah,
air minum, dan sebagainya. Singkatnya
pelayanan publik adalah kegiatan yang
dilakukan oleh individu atau sekelompok
individu dengan landasan faktor material
melalui sistem, prosedur, metode tertentu
dalam usaha memenuhi kepentingan orang
lain sesuai dengan haknya. Apabila mengacu
pada aturan pemerintah pelayanan umum
didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di tingkat pusat, daerah, dan di
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
43
lingkungan BUMN dalam bentuk barang atau
jasa, baik dalam rangka pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan
(ICW, 2000).
Stiglitz (1986)mengemukakan bahwa terdapat
dua elemen yang selalu ada pada setiap
pelayanan publik. Pertama, adanya
ketidakmungkinan untuk menjatah (rationing)
barang-barang atau jasa-jasa publik bagi tiap
individu. Kedua, apabila hal tersebut mungkin
dilakukan maka hal itu amatlah sulit.
Depdagri (2004) mengemukakan bahwa
pelayanan umum terkait dengan beberapa hal
dalam administrasi negara. Beberapa hal
tersebut antara lain adalah instansi
pemerintah, tatalaksana, tatakerja, prosedur
kerja, sistem kerja dan kewajiban. Penjelasan
masing-masing aspek tersebut adalah sebagai
berikut.
Instansi pemerintah; merupakan sebutan
kolektif yang meliputi satuan kerja atau satuan
organisasi suatu departemen, lembaga
pemerintah bukan departemen, instansi
pemerintah lainnya, baik instansi pemerintah
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik44
di tingkat pusat maupun instansi pemerintah di
tingkat daerah, termasuk BUMN dan BUMD.
Tatalaksana; adalah segala aturan yang
ditetapkan oleh pemerintah yang menyangkut
tatacara, prosedur dan sistem kerja dalam
melaksanakan kegiatan yang berkenaan
dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi
pemerintah dan pembangunan di bidang
pelayanan umum.
Tatakerja; merupakan sebagai cara-cara
pelaksanaan kerja yang efisien mengenai satu
atau serangkaian tugas dengan
memperhatikan segi-segi tujuan, peralatan,
fasilitas, tenaga, waktu, ruang dan biaya yang
tersedia.
Prosedur kerja; yang dimaksud dengan
prosedur kerja adalah rangkaian tata kerja
yang berkaitan satu sama lain, sehingga
menunjukkan adanya urutan secara jelas dan
pasti serta cara-cara yang harus ditempuh
dalam rangka penyelesaian yang tersedia.
Sistem kerja; sistem kerja di sini diartikan
dengan rangkaian tata kerja dan prosedur
kerja yang membentuk suatu kebulatan pola
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
45
kerja tertentu dalam rangka mencapai hasil
kerja yang diharapkan.
Kewajiban; kewajiban diartikan sebagai
kewajiban aparatur penyelenggara pelayanan
umum untuk mengambil tindakan dalam
rangka pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka memuaskan masyarakat
sebagai pelanggan kewajiban bukan hanya
melekat pada pejabat, tetapi setiap aparatur
dalam lingkungan kerja ketika bertemu dengan
pelanggan.
Hal penting yang menunjang pelaksanaan
fungsi-fungsi tersebut adalah kemampuan dan
kapabilitas birokrasi pemerintah dalam
mengelola dan menghasilkan barang dan jasa
(pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien,
dan akuntabel kepada seluruh masyarakat.
Pelaksanaan fungsi tersebut idealnya
didasarkan pada prinsip equity yang artinya
birokrasi pemerintahan tidak boleh
memberikan pelayanan diskriminatif yang
memandang masyarakat yang dilayani atas
landasan status, pangkat, dan golongan,
meskipun pada kenyataannya di banyak
negara berkembang prinsip tersebut masih
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik46
diabaikan karena adanya bias birokrasi dan
kelas sosial (Nawir Messi, 1999).
Secara ekonomi, pelayanan dan jasa-jasa
publik terdiri dari kategori yang mencakup
barang-barang publik (public goods) dan
barang-barang privat (private goods). Apabila
barang dan jasa tersebut masuk dalam
ketegori private goods, tetapi merupakan
bagian dari jasa-jasa publik maka ia disebut
publicly provided private goods, atau barang-
barang privat yang disediakan negara seperti
SIM, air minum, dan listrik. Sementara apabila
barang dan jasa masuk kategori public good
dan merupakan bagian dari jasa-jasa publik
maka ia disebut pure public goods. Baik barang
publik maupun privat di sektor permintaan
(demand) ditentukan oleh selera konsumen.
Hanya, apabila pada barang privat sektor
persediaan (supply) ditentukan oleh produsen
yang bertujuan mencari untung (profit
motives), maka persediaan barang-barang
publik ditetapkan melalui proses politik (ICW,
200)
Pada tingkat pelaksanaan tidak semua fungsi
tersebut harus dikerjakan oleh pemerintah, ada
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
47
bagian dari fungsi-fungsi tersebut yang
dilaksanakan oleh pihak swasta dengan pola
kemitraan. Pola kerjasama antara pemerintah
dengan swasta dalam memberikan berbagai
berbagai pelayanan kepada masyarakat
tersebut sejalan dengan gagasan reinventing
government yang dikembangkan oleh Osborne
dan Gaebler. Oleh karenanya pola kemitraan
dalam pelayanan publik tetap memperhatikan
kepuasan dari publik dalam mengkonsumsi
barang atau jasa yang disediakan baik oleh
swasta maupun pemerintah seperti gagasan
dasar Osborne dan Gaebler (ICW, 2000)
B. Pelayanan Publik yang Baik
Depdagri (2004) menyebutkan pelayanan
publik yang baik sebagai pelayanan umum
yang prima. Pelayanan umum prima
merupakan pelayanan yang memenuhi
pelayanan standar terhadap permintaan
pelanggan. Pelayanan yang memenuhi standar
adalah kualitas yang diharapkan oleh
pelanggan. Oleh karena itu terdapat dua hal
yang berkaitan, yaitu antara pelanggan dan
kualitas.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik48
Lebih lanjut Depdagri (2004) mengemukakan 3
prinsip-prinsip pelayanan umum yang prima.
Ketiga prinsip tersebut adalah :
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas
pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum;
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem
dan tatalaksana pelayanan, sehingga
pelayanan umum dapat diselenggarakan
secara lebih berdaya guna dan berhasil
guna (efisien dan efektif);
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa
dan peran serta masyarakat dalam
pembangunan serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat luas.
Rangkuti (2002) mendefinisikan kualitas jasa
atau pelayanan sebagai penyampaian jasa
yang akan melebihi tingkat kepentingan
pelanggan. Pengukuran kualitas
jasa/pelayanan dapat dilakukan dua aspek.
yaitu :
1. Kualitas teknis (outcomes); yaitu kualitas
hasil kerja penyampaian jasa/pelayanan
tersebut.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
49
2. Kualitas pelayanan (process); kualitas cara
penyampaian jasa tersebut.
Depdagri (2004) mengemukakan bahwa
terdapat 7 sifat pelayanan umum prima.
Ketujuh sifat tersebut adalah (1) sederhana, (2)
terbuka, (3) lancar, (4) tepat, (5) lengkap, (6)
wajar, dan (7) terjangkau. Ketujuh sifat
pelayanan prima tersebut diuraikan sebagai
berikut:
Pelayanan umum yang sederhana;
mengandung pengertian bahwa dalam
pelayanan umum tidak menyulitkan,
prosedurnya tidak berbelit-belit, persyaratan
yang harus dipenuhi pelanggan mudah
dipenuhi, tidak bertele-tele, tidak mencari
kesempatan dalam kesempitan dan
sebagainya.
Pelayanan Umum Yang terbuka;
mengandung pengertian bahwa
petugas/aparatur harus memberikan
penjelasan sejujur-jujurnya, apa adanya seperti
yang tercantum dalam peraturan atau dalam
norma, tidak memberikan penjelasan untuk
membuat takut pelanggan, dan tidak boleh
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik50
merasa berjasa dalam memberikan pelayanan
sehingga timbul keinginan mengharapkan
imbalan dari pelanggan. Oleh karena itu,
standar pelayanan harus diumumkan atau
disosialisasikan seluas-luasnya atau ditempel
di pintu kantor atau loket yang bersangkutan.
Pelayanan umum yang lancar; pelayanan
umum memerlukan prosedurnya yang tidak
berbelit-belit dan aparatur pemberi pelayanan
harus ikhlas melakukan pelayanan sepenuhnya
hati dengan menghadapi tantangan dalam diri
sendiri. Disamping itu, diperlukan sarana yang
menunjang kecepatan dalam menghasilkan
hasil.
Pelayanan Umum yang dapat menyajikan
secara tepat; Yang dimaksud dengan tepat
mengandung pengertian bahwa pelayanan
umum harus mampu memberikan arah,
sasaran pelayanan, dan tepat waktu.
Pelayanan Umum yang lengkap; Pelayanan
umum yang lengkap dapat diartikan sebagai
pelayanan umum seharusnya mampu
memberikan pelayanan yang diperlukan oleh
pelanggan. Cukup pelanggan datang sekali di
suatu instansi/kantor pemerintah dapat Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
51
diperoleh hampir semua pelayanan yang
dibutuhkan.
Pelayanan Umum yang Wajar; pelayanan
umum yang wajar artinya tidak dapat
ditambah-tambah atau tidak ada persyaratan
yang tidak wajar sehingga memberikan
pelanggan. Pelayanan yang biasa sebagaimana
perlunya, tidak dibuat-buat dan pelayanan
tersebut harus sebagaimana mestinya seperti
yang tercantum dalam ketentuan-ketentuan
yang terkait dengan pelayanan tersebut.
Pelayanan Umum Yang Terjangkau;
pelayanan umum harus mudah dijangkau baik
dari segi tempat, biaya dan waktu tempuh.
Rangkuti (2002) mengemukakan bahwa suatu
pelayanan/jasa yang baik mempunyai kriteria
yang mencakup 5 dimensi. Kelima dimensi
tersebut adalah:
1. Ketanggapan (responsiveness); yaitu
kemampuan untuk menolong pelanggan
dan ketersediaan untuk melayani
pelanggan dengan baik;
2. Keandalan (reliability); yaitu kemampuan
untuk melakukan pelayanan sesuai yang
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik52
dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan;
3. Empati (emphaty); yaitu rasa peduli untuk
memberikan perhatian secara individual
kepada pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan, serta kemudahan untuk
dihubungi;
4. Jaminan (assurance); yaitu pengetahuan,
kesopanan petugas serta sifatnya yang
dapat dipercaya sehingga pelanggan
terbebas dari resiko;
5. Bukti langsung (tangible); meliputi fasilitas
fisik, perlengkapan, kapan karyawan dan
sarana komunikasi.
C. Transparansi Dalam Pelayan Publik
Transparansi tidak hanya penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan tetapi juga
dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Banyak warga yang menggunakan pelayanan
publik sering tidak memiliki akses terhadap
informasi mengenai berbagai hal yang terkait
dengan pelayanan publik yang mereka perlukan.
Bagi para pengguna, penyelenggaraan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
53
pelayanan publik di Indonesia ibaratnya seperti
hutan belantara yang sangat sulit diketahui
isinya. Warga yang menggunakan pelayanan
sering tidak memahami hak dan kewajibannya
sebagai pengguna. Mereka sering tidak
mengetahui persyaratan apa saja yang harus
dipenuhi dan mengapa persyaratan tersebut
diperlukan. Mereka juga sering tidak mengetahui
hak dan kewajiban dari para penyelenggara
pelayanan. Akibatnya, ketika berhubungan
dengan para penyelenggara, para pengguna
sering tidak dapat secara mudah mengetahui
apakah mereka diperlakukan secara wajar atau
sebaliknya.
Dalam kondisi seperti ini, perlakuan yang tidak
wajar sering dialami oleh para pengguna.
Ketika berhubungan dengan birokrasi
pelayanan publik, mereka sering diperlakukan
seenaknya menurut selera para penyelenggara
layanan. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa
karena haknya sebagai pengguna sering tidak
diatur dalam prosedur pelayanan. Prosedur
pelayanan biasanya hanya mengatur kewajiban
dari para pengguna. Kalau seandainya hak-hak
pengguna diatur dalam prosedur pelayanan,
hak-hak tersebut sering tidak diberitahukan
dengan jelas oleh para penyelenggara layanan. Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik54
Akibatnya para pengguna sering tidak
memahami dengan jelas apa yang menjadi hak
mereka sebagai pengguna layanan birokrasi
pemerintah. Karena itu sangat sulit bagi para
warga untuk melindungi hak-hak mereka seba-
gai pengguna pelayanan.
Kecenderungan mengembangkan prosedur
pelayanan dengan semangat untuk mengontrol
sering menjadi penyebab utama dari
kompleksitas pelayanan publik di Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah
Indonesia belum berhasil membangun
pemerintahan berdasarkan kepercayaan (trust).
Pemerintah masih beranggapan bahwa
warganya cenderung melakukan moral hazards
sehingga prosedur pelayanan dirancang untuk
mencegah jangan sampai memberi peluang
terjadinya moral hazards. Akibatnya prosedur
pelayanan cenderung berisi mengenai
berbagai persyaratan yang harus dipenuhi
oleh warga pengguna dan upaya untuk
mencegah mereka melakukan moral hazards.
Kewajiban pemerintah untuk melayani warga
kurang memperoleh tempat yang wajar dalam
praktik penyelenggaraan pelayanan publik.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
55
Prosedur pelayanan yang panjang dan rumit
tentu menciptakan opportunity costs yang
tinggi bagi para pengguna untuk berhubungan
dengan para penyelenggara layanan.
Akibatnya para pengguna menjadi terdorong
mencari cara mudah untuk menyiasati
prosedur pelayanan yang amat sulit dipenuhi
itu dengan cara yang tidak wajar pula.
Keinginan para pengguna untuk memperoleh
pelayanan yang mudah tersebut bertemu
dengan keinginan para pejabat birokrasi
pelayanan yang ingin memperoleh rente dari
penggunaan kekuasaan yang mereka miliki.
Akibatnya terjadilah praktik pungutan liar
(pungli) di hampir semua birokrasi pelayanan
publik. Praktik semacam ini sangat lazim dan
mudah dijumpai. Lebih dari itu, praktik
semacam ini dianggap saling menguntungkan
baik bagi para pengguna ataupun para
penyelenggara layanan.
Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban
pengguna dan penyelenggara layanan meng-
indikasikan beberapa hal. Pertama, kondisi ini
menunjukkan betapa lemahnya posisi tawar
warga dihadapan pemerintah. Pemerintah
memiliki posisi yang terlalu kuat dihadapan
para warganya. Pemerintah dapat Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik56
mendiktekan keinginannya dalam proses
penyelenggaraan pelayanan. Pemerintah dapat
menuntut warga pengguna untuk melakukan
banyak hal agar dapat mengakses pelayanan,
sementara pada saat yang sama hak-hak warga
pengguna tidak diperhatikan. Tentu hal ini
menunjukkan bahwa betapa buruknya
pengelolaan tata pemerintahan (bad
governance).
Kedua, ketidakseimbangan antara hak dan
kewajiban yang sering ditemui dalam
penyelenggaraan pelayanan menunjukkan
inkonsistensi pemerintah dalam mewujudkan
transparansi. Para pejabat birokrasi pelayanan
sering mengatakan bahwa mereka sudah
melakukan transparansi dalam pelayanan
karena mereka telah mengumumkan prosedur
pelayanan di loket pelayanan. Namun karena
prosedur pelayanan hanya mengatur kewajiban
dari para pengguna dan mengabaikan hak-hak
mereka, maka fenomena tersebut menunjukkan
bahwa pemerintah dapat berperilaku ganda
terkait dengan transparansi. Pemerintah
cenderung bertindak transparan untuk hal-hal
yang terkait dengan kewajiban warga tetapi
pemerintah tidak bertindak transparan untuk
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
57
hal yang terkait dengan hak-hak warga. Ini
terjadi karena pemerintah merasa takut jika
warga menyadari hak-hak yang dimiliki,
akhirnya menuntut pemerintah ketika gagal
memenuhi hak-hak warga.
Dalam hal transparansi, pemerintah memang
sering berperilaku ganda. Pemerintah dalam
waktu yang sama dapat bertindak transparan
dan sekaligus tidak transparan, tergantung
pada kepentingannya. Kalau pemerintah tidak
mempunyai kepentingan yang terkait dengan
perilaku transparansinya, maka pemerintah
cenderung bertindak transparan. Tetapi untuk
hal yang memberi peluang kepada pemerintah
dan pejabatnya untuk melakukan praktik KKN,
biasanya pemerintah dan pejabatnya menjadi
tidak bertindak transparan. Dengan kata lain,
bertindak transparan atau tidak, bagi
pemerintah dan pejabatnya sangat ditentukan
oleh ada atau tidak adanya kesempatan untuk
melakukan KKN.
Perilaku ganda pemerintah dalam hal
transparansi dengan mudah dapat dijumpai
dalam pengelolaan pelayanan pendidikan, kese-
hatan, maupun pelayanan publik lainnya. Dalam
pelayanan kesehatan, misalnya, pemerintah
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik58
dinilai oleh para pimpinan Puskesmas telah
bertindak transparan ketika pemerintah
mengembangkan program pelayanan
kesehatan, tetapi menjadi tidak transparan
ketika mengalokasikan anggaran serta
melakukan pengadaan peralatan dan obat-
obatan. Pemerintah bertindak transparan ketika
merumuskan program pelayanan kesehatan
karena dengan bertindak transparan atau tidak
transparan, keuntungan dan kerugiannya tidak
banyak bagi kepentingan pribadi para pejabat.
Mengembangkan program pelayanan
kesehatan tidak terkait dengan kesempatan
para pejabat untuk melakukan KKN.
Namun ketika melakukan pengadaan obat-
obatan dan peralatan serta mengalokasikan
anggaran, birokrasi pelayanan kesehatan
ternyata gagal melakukan transparansi. Hal ini
terjadi karena kegiatan pengadaan obat-obatan
dan peralatan memberikan peluang untuk
melakukan praktik KKN. Ketika ada peluang
untuk melakukan KKN maka pejabat birokrasi
memiliki disinsentif untuk melakukan trans-
paransi. Mereka menjadi cenderung tertutup
agar perilaku KKN mereka tidak dapat diketahui
oleh publik. Semakin transparan semakin sulit
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
59
bagi para pejabat birokrasi melakukan praktik
KKN.
Karena itu tidak mengherankan kalau perilaku
ganda dengan mudah dapat dijumpai dalam
birokrasi pelayanan yang lain. Dalam
pelayanan pendidikan, misalnya, Dinas
Pendidikan di kabupaten dan kota cenderung
menjadi sangat partisipatif dan transparan
ketika mereka melakukan berbagai kegiatan
yang tidak memberikan peluang bagi mereka
untuk melakukan KKN, misalnya dalam
pengembangan kurikulum, meningkatkan
disiplin siswa, dan mengembangkan program-
program pendidikan. Tetapi ketika
mengimplementasikan kegiatan yang memiliki
peluang melakukan KKN maka Dinas Pendidikan
menjadi tidak transparan. Misalnya, dalam
pengadaan buku, pembangunan gedung
sekolah, dan pengalokasian anggaran, mereka
menjadi sangat tertutup dan tidak mau
melibatkan stakeholders lainnya.
D. Pelayanan Publik yang Efisien
Efisiensi dapat didefinisikan sebagai
perbandingan yang terbaik antara input dan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik60
output. Ini berarti apabila suatu output dapat
dicapai dengan input yang minimal maka
tingkat efisiensi semakin baik. Input dalam
pelayanan publik dapat berupa uang, tenaga,
waktu dan materi lain yang digunakan untuk
menghasilkan atau mencapai suatu output.
Harga pelayanan publik harus dapat terjangkau
oleh kemampuan ekonomi masyarakat.
Disamping itu masyarakat dapat memperoleh
pelayanan publik dalam waktu yang relatif
singkat dan tidak membutuhkan tenaga.
Dengan menggunakan bantuan teknologi
modern maka proses pelayanan publik dapat
dilakukan dengan cepat dan hemat tenaga.
Efisiensi dalam pelayanan publik dapat dilihat
dari perspektif pemberi layanan dan dari
perspektif pengguna layanan. Dari perspektif
pemberi layanan, organisasi pemberi layanan
harus mengusahakan agar harga pelayanan
murah dan tidak terjadi pemborosan
sumberdaya publik. Pelayanan publik
sebaiknya melibatkan sedikit mungkin pegawai
dan diberikan dalam waktu yang singkat.
Demikian juga dari perspektif pengguna
layanan, mereka menghendaki pelayanan
publik dapat dicapai dengan biaya yang
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
61
murah, waktu singkat dan tidak banyak
membuang energi. Sebagai contoh KTP (Kartu
Tanda Penduduk) yang sudah habis masa
berlakunya dapat diperpanjang dengan cara
pengiriman langsung KTP baru ke alamat
pemiliknya. Selama ini prosedur perpanjangan
KTP sama seperti prosedur mencari KTP baru
yang diawali dari surat pengantar ketua RT,
disahkan oleh ketua RW kemudian dibawa ke
kelurahan atau balai desa. Dari kelurahan
mendapat surat yang harus dibawa ke
Kecamatan. Sampai di Kecamatan KTP
diproses selama 5 hari, setelah KTP jadi baru
kemudian bisa diambil oleh pemiliknya.
E. Pelayanan Publik yang Responsif
Responsivitas atau daya tanggap adalah
kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi
kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas
kebutuhan, dan mengembangkannya ke dalam
berbagai program pelayanan. Responsivitas
mengukur daya tanggap organisasi terhadap
harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan
warga pengguna layanan. Tujuan utama
pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan
warga pengguna agar dapat memperoleh
pelayanan yang diinginkan dan memuaskan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik62
Karena itu penyedia layanan harus mampu
mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan
warga pengguna, kemudian memberikan
pelayanan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan warga tersebut. Beberapa pakar
menejemen, seperti Peters dan Waterman,
Drucker dan Deming, menempatkan
pentingnya mendengarkan pelanggan atau
pengguna. Mereka memberikan nasehat
kepada para manajer untuk mempertemukan
karyawan mereka secara langsung dengan
pelanggan. Hewlett-Packard meminta para
pelanggan untuk membuat presentasi yang
menggambarkan kebutuhan mereka (Osborne
dan Gaebler, 1996:194). Untuk meningkatkan
responsivitas organisasi terhadap kebutuhan
pelanggan, terdapat dua strategi yang dapat
digunakan, yaitu menerapkan strategi KYC
(know your customers) dan menerapkan model
citizen’s charter.
Dalam dunia perbankan sekarang
dikembangkan konsep Know Your Customers
(KYC), yaitu sebuah prinsip kehati-hatian
sebelum melakukan transaksi. Prinsip ini
mengharuskan bank untuk berhati-hati dalam
bertindak guna melindungi bank dari berbagai Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
63
resiko di dalam berhubungan dengan nasabah
dan conter-party. Dalam konteks pelayanan
publik, prinsip KYC dapat digunakan oleh
birokrasi publik untuk mengenali kebutuhan
dan kepentingan pelanggan sebelum
memutuskan jenis pelayanan yang akan
diberikan. Untuk mengetahui keinginan,
kebutuhan dan kepentingan pengguna atau
pelanggan, birokrasi pelayanan publik harus
mendekatkan diri pada pelanggan. Tidak ada
alasan bagi birokrasi pemerintah untuk tidak
berbuat seperti itu (Osborne dan Gaebler,
1996).
Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan dan
kepentingan pengguna atau pelanggan,
birokrasi pelayanan publik harus mendekatkan
diri dengan pelanggan. Tidak ada alasan bagi
birokrasi pemerintah untuk tidak berbuat seperti
itu (Osborne dan Gaebler, 1996). Beberapa
metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui keinginan dan kebutuhan para
pelanggan adalah survai, wawancara, dan
observasi. Apabila menggunakan metode survai
maka seperangkat daftar pertanyaan harus
dipersiapkan untuk mengidentifikasi keinginan,
kebutuhan, dan aspirasi para pelanggan. Aparat
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik64
birokrasi juga dapat melakukan wawancara
dengan para pelanggan dan sekaligus
melakukan observasi untuk mengetahui
keinginan mereka.
Birokrasi pemerintah seringkali tidak
mengetahui siapa yang menjadi pelanggan
mereka. Mereka menganggap bahwa eksekutif
atau atasan dan anggota parlemen adalah
pelanggan yang harus mereka layani karena
dari merekalah dana diperoleh. Hal ini
menyebabkan pelayanan lebih berorientasi
pada kepentingan eksekutif dan anggota
parlemen, bukan kepentingan dan kebutuhan
para pelanggan atau pengguna jasa mereka.
Karena itu, suatu unit birokrasi pemerintah
perlu mendefinisikan kembali siapa yang
menjadi pelanggan atau pengguna jasa mereka
sehingga untuk selanjutnya mereka dapat
mengorientasikan pelayanan kepada kebutuhan
pelanggan atau pengguna tersebut. Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten, misalnya, harus
mampu mengidentifikasi pelanggan atau
pengguna jasa mereka, yaitu apakah Bupati,
DPRD atau para pembayar pajak dan retribusi ?
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
65
Pemerintah yang demokratis lahir untuk
melayani warganya. Karena itu, tugas
pemerintah adalah mencari cara untuk
menyenangkan warganya. Seperti halnya yang
berlaku di dunia bisnis, jika bisnis dapat
menyenangkan pelanggan maka jumlah
penjualan akan meningkat. Sebaliknya, apabila
pihak pesaing yang dapat menyenangkan
pelanggan maka penjualan akan turun. Bisnis
berada dalam lingkungan kompetitif dan belajar
untuk memberikan perhatian yang besar kepada
pelanggan.
Osbonie dan Gaebler (1996: 208-212)
mengidentifikasi beberapa keuntungan sistem
administrasi dan manajemen yang
menempatkan pelanggan pada posisi sentral,
yaitu:
1. Sistem yang berorientasi pada pelanggan
memaksa pemberi jasa untuk
bertanggungjawab kepada pelanggannya. Ini
berarti pemberi jasa harus selalu mencari
umpan balik untuk mengetahui keinginan
dan kebutuhan pelanggannya. Para birokrat
pemerintah hanya akan menghasilkan
barang dan jasa atau pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik66
2. Sistem yang berorientasi pada pelanggan
mendepolitisasi keputusan pilihan pemberi
jasa. Depolitisasi keputusan terjadi karena
dasar pembuatan keputusan ada pada
kebutuhan pelanggan, bukan pada
pertimbangan politik pembuat keputusan.
Ini juga berarti menempatkan pelanggan
pada posisi pengemudi.
3. Sistem yang berorientasi pada pelanggan
merangsang lebih banyak inovasi. Ketika
pemberi jasa harus bersaing, ia akan selalu
mencari cara-cara baru dan terbaik untuk
memuaskan pelanggan atau pengguna jasa.
Badan-Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah, seperti Bank Pemerintah, Rumah
Sakit Milik Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi yang
termasuk dalam Badan Hukum Milik Negara
harus bersaing secara ketat dengan institusi
swasta yang sejenis untuk mendapatkan
nasabah, pasien, dan calon mahasiswa yang
potensial. Untuk itu, berbagai metode dan
cara-cara baru dalam dunia perbankan,
kesehatan, dan pendidikan harus diadopsi
untuk dapat memberikan pelayanan yang
optimal bagi pengguna jasa.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
67
4. Sistem yang berorientasi pada pelanggan
memberikan kesempatan kepada orang lain
untuk memilih di antara berbagai macam
pelayanan. Orientasi pelayanan pada
kebutuhan pengguna jasa akan
menyebabkan adanya berbagai Jenis
pelayanan untuk sektor yang sama sehingga
pengguna jasa dapat memilih. Sebagai
contoh, di sektor jasa transportasi publik,
pemerintah kota tidak boleh hanya
menyediakan satu jenis sarana transportasi
publik, misalnya bus kota. Sebaliknya,
pemerintah kota harus menyediakan
berbagai jenis sarana transportasi publik
selain bus kota, seperti: taksi, trem,
subway, mikrolet, dan sebagainya. Dengan
demikian, masyarakat memiliki peluang
untuk memilih sesuai dengan kebutuhannya.
5. Sistem yang berorientasi pada pelanggan
menghindari pemborosan karena pasokan
disesuaikan dengan permintaan. Peme-
rintah kota, misalnya, sebaiknya tidak
menyediakan pelayanan yang tidak
dibutuhkan oleh warganya. Sebagai contoh,
apabila di wilayah tertentu sudah tersedia
banyak Sekolah Dasar swasta yang
bermutu dan masyarakat mampu Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik68
membayarnya, maka pemerintah tidak
perlu memaksakan diri untuk mendirikan
SD Negeri di wilayah tersebut.
6. Sistem yang berorientasi pada pelanggan
mendorong pelanggan untuk lebih memiliki
komitmen. Penelitian di sektor pendidikan di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa siswa
lebih memiliki komitmen terhadap
pendidikan di sekolah yang mereka pilih
sendiri.
7. Sistem yang berorientasi pada pelanggan
menciptakan peluang yang lebih besar bagi
keadilan. Pemberian dana pemerintah
kepada individu lebih dapat mendorong
keadilan daripada diberikan kepada
lembaga. Sebagai contoh, ketika pemerintah
memberikan subsidi kepada universitas
negeri yang bermutu, yang menikmati justru
golongan menengah ke atas. Namun
apabila pemerintah berorientasi kepada
kebutuhan individu maka aspek keadilan
dapat terpenuhi.
F. Pengukuran Kinerja Pelayanan Publik
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
69
Pengukuran kinerja pelayanan publik pada
dasarnya adalah membandingkan antara
tingkat pelayanan yang diinginkan (expected
service) dengan tingkat pelayanan yang
diterima/ dipersepsikan (perceived service).
Tingkat pelayanan yang diinginkan biasanya
ditentukan oleh masyarakat maupun
penyelenggara pelayanan publik. Tingkat
pelayanan tersebut dapat berupa standar
pelayanan minimum yang harus diberikan,
waktu yang dibutuhkan mendapatkan
pelayanan, dan biaya yang harus dikeluarkan
untuk memperoleh pelayanan tersebut.
Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam
Rangkuti (2002) telah membuat satu model
konseptual mengenai tingkat kepentingan
pelanggan. Model tersebut dapat digunakan
sebagai dasar untuk mengukur kinerja
pelayanan publik. Berdasarkan model tersebut
terdapat dua tingkat kepentingan pelanggan
yaitu adequate service dan desire service.
Adequate service adalah tingkat kinerja jasa
minimal yang masih dapat diterima
berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan
diterima dan tergantung pada alternatif yang
tersedia. Sementara desired service adalah
tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik70
akan diterimanya, yang merupakan gabungan
antara kepercayaan pelanggan mengenai apa
yang dapat dan harus diterima. Diantara
desired service dengan adequate service
terdapat zona toleransi (zone of tolerance).
Zona toleransi adalah daerah dimana variasi
pelayanan yang masih dapat diterima oleh
pelanggan. Zona ini dapat mengembang dan
menyusut serta berbeda-beda untuk setiap
individu, perusahaan, situasi dan aspek jasa.
Apabila pelayanan yang diterima oleh
pelanggan berada di bawah adequate service,
pelanggan akan frustasi dan kecewa.
Sedangkan apabila pelayanan yang diterima
pelanggan melebihi desired service, pelanggan
akan sangat puas dan bahkan mungkin akan
terkejut.
Adequate dan desired service bukan
merupakan sesuatu yang statis, melainkan
sesuatu yang berubah-ubah tergantung pada
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Adequate service dipengaruhi oleh keadaan
darurat, ketersediaan alternatif, derajat
keterlibatan masyarakat, pelayanan yang
diperkirakan dan faktor-faktor lain yang
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
71
tergantung situasi. Sementara disired service
dipengaruhi oleh keinginan untuk dilayani
secara baik dan benar, kebutuhan perorangan,
janji secara langsung, janji secara tidak
langsung, komunikasi dari mulut ke mulut dan
pengalaman masa lalu.
Terdapat beberapa teknik untuk mengukur
tingkat kinerja pelayanan publik. Beberapa
teknik tersebut adalah (1) pendekatan
tradisional dengan tabel Likert, (2) analisis
deskriptif yang meliputi menghitung nilai rata-
rata, analisis tabel kontigensi, analisis
importance dan performance matrix, dan (3)
analisis pengambilan keputusan dengan
kriteria jamak.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik72
BAB IIIMETODE PENGUKURAN KINERJA
PELAYANAN PUBLIK
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
73
A. Lingkup dan Pengguna Pengukuran
Kinerja Pelayanan Publik
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, terdapat dua macam
urusan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Kedua jenis urusan tersebut adalah urusan
untuk menye-lenggarakan urusan yang wajib
dan urusan yang bersifat pilihan.
Urusan yang bersifat wajib terdiri dari 16
urusan yaitu (1) perencanaan dan
pengendalian pembangunan, (2) perencanaan,
pemanfaatan dan pengawasan tata ruang, (3)
penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat, (4) penyediaan
sarana dan prasarana umum, (5) penanganan
bidang kesehatan, (6) penyelenggaraan
pendidikan, (7) penanggulangan masalah
sosial, (8) pelayanan bidang ketenagakerjaan,
(9) fasilitas pengembangan koperasi, usaha
kecil dan menengah, (10) pengendalian
lingkungan, (11) pelayanan pertanahan, (12)
pelayanan kependudukan dan catatan sipil,
(13) pelayanan administrasi umum
pemerintahan, (14) pelayanan administrasi
penanaman modal, (15) penyelenggaraan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik74
pelayanan dasar lainnya, (16) urusan wajib
lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan pemerintah kabupaten/kota yang
bersifat pilihan meliputi urusan pemerintah
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
Panduan ini hanya akan mengukur kinerja
pelaksanaan/pelayanan 14 urusan wajib dari
16 urusan yang ada. Hal ini dikarenakan dua
urusan dari 16 urusan sebagaimana disebutkan
Dalam Pasal 14 UU No. 32 Tahun 2004 tidak
menunjukkan batasan pengertian yang jelas
pengertiannya karena dinyatakan, ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan lainnya
atau disebutkan sebagai urusan wajib lainnya.
Oleh karena itu pengukuran kinerja pelayanan
publik hanya diarahkan untuk menilai kinerja
14 urusan wajib bagi pemerintah
kabupaten/kota. Keempat belas kewenangan
wajib tersebut adalah :
1. perencanaan dan pengendalian
pembangunan; Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
75
2. perencanaan, pemanfaatan dan
pengawasan tata ruang;
3. penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat;
4. penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. penanganan bidang kesehatan;
6. penyelenggaraan pendidikan;
7. penanggulangan masalah sosial;
8. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. fasilitas pengembangan koperasi, usaha
kecil dan menengah;
10. pengendalian lingkungan;
11. pelayanan pertanahan;
12. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13. pelayanan administrasi umum
pemerintahan; dan
14. pelayanan administrasi penanaman modal.
Metode pengukuran kinerja pelayanan publik
ini diharapkan dapat digunakan oleh
Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk mengukur tingkat
pelayanan publik masing-masing daerah. Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik76
Pemerintah Provinsi; penggunaan metode
pengukuran ini diarahkan untuk mengukur
kinerja pelayanan publik bagi Kabupaten/Kota
yang termasuk di wilayahnya dalam rangka
mengetahui dan membandingkan kinerja
pelayanan publik di masing-masing
Kabupaten/Kota. Unit terkecil analisis kinerja
pelayanan publik ini adalah wilayah
Kabupaten/Kota. Metode yang digunakan untuk
pengukuran kinerja pelayanan publik ini hanya
menggunakan data obyektif.
Pemerintah Kabupaten/Kota; penggunaan
metode ini diarahkan lebih detail untuk
mengukur kinerja pelayanan publik. Unit
analisis terkecil kinerja pelayanan publik
adalah jenis pelayanan publik yang terdapat di
wilayah Kabupaten/Kota tersebut. Oleh karena
itu pengukuran kinerja pelayanan publik
disamping menggunakan data obyektif juga
perlu dilengkapai dengan pengukuran
kepuasan masyarakat dengan menggunakan
data subyektif yang dikumpulkan penyebaran
angket atau wawancara dengan masyarakat.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
77
B. Metode Pengukuran Kinerja
Pelayanan Publik
Terdapat beberapa metode untuk mengukur
tingkat kinerja pelayanan publik atau kinerja
pemerintah Daerah. Berdasarkan jenis data
yang digunakannya, metode pengukuran
kinerja pembangunan tersebut dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu metode
pengukuran yang menggunakan data obyektif
dan metode pengukuran yang menggunakan
data subyektif. Metode pengukuran dengan
menggunakan data obyektif. Metode ini
menggunakan data sekunder yang telah
dipublikasikan oleh berbagai instansi
pemerintah. Contoh penerapan ini metode
pengukuran ini adalah Penyusunan Indeks
Pembangunan Daerah, yang disusun Oleh
Bappenas Tahun 2003, Pengukuran Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang telah
disusun oleh Bappenas bekerjasama dengan
UNDP, Pengukuran Daya Saing Daerah Yang
telah disusun oleh beberapa instansi antara
lain BI, Kadin dan BPPT. Metode pengukuran
yang menggunakan data subyektif, pada
umumnya menggunakan data primer, hasil
wawancara dengan sejumlah responden untuk
mengetahui tingkat kepuasan, persepsi, opini Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik78
dan sebagainya. Contoh penggunaan metode
ini adalah teknik pengukuran kepuasan
pelanggan (Customer Satisfaction),
pengukuran persepsi pelanggan terhadap
suatu pelayanan dan sebagainya.
Setelah data terkumpul maka perlu dianalisis
untuk memperoleh informasi tingkat kinerja
pelayanan publik. Beberapa metode analisis
yang dapat digunakan tersebut antara lain
adalah (1) pendekatan tradisional dengan tabel
Likert, (2) analisis deskriptif yang meliputi
menghitung nilai rata-rata, analisis tabel
kontigensi, analisis importance dan
performance matrix, dan (3) penyusunan
indeks komposit.
Dalam panduan pengukuran ini maka digunakan teknik penyusunan indek komposit yang diperoleh dari berbagai variabel untuk mengetahui tingkat kinerja pelayanan publik.
1. Metode Pengukuran Dengan Data Obyektif
Pengukuran kinerja pelayanan publik akan
mengukur 14 urusan yang wajib dilakukan
oleh pemerintah daerah. Dalam rangka
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
79
mengukur kinerja pelayanan 14 urusan
tersebut akan membutuhkan beberapa
variabel. Berdasarkan kenyataan itu, maka
dalam rangka pengukuran kinerja
pelayanan publik tersebut akan
dikembangkan indeks komposit yang terdiri
dari beberapa variabel pada masing-masing
jenis urusan. Indeks komposit yang akan
disusun tersebut diberi nama Indeks Kinerja
Pelayanan Publik (IKPP).
Karena pengukuran tersebut menggunakan
beberapa variabel dan beberapa jenis
urusan, maka metode yang digunakan
untuk menyusun indeks tersebut adalah
sistem pengambilan keputusan dengan
kriteria jamak (Multi Criterias Decesion
System). Penggunaan sistem tersebut
diharapkan akan mampu menghitung bobot
dan skor masing-masing variabel.
Pengembangan teknik untuk mendekati/
menggambarkan tingkat merupakan salah
satu fokus yang menarik pada literatur-
literatur tentang analisis pengambilan
keputusan. Teknik menggambarkan tingkat
preferensi tersebut telah dikembangkan
pada Metode analytic hierarchy process
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik80
(AHP) dan metode value tree analysis
(analisis pohon nilai). Berdasarkan metode
yang dikembangkan tersebut maka tingkat
preferensi dapat diekpresikan dalam
interval penilaian. Berdasarkan interval
penilaian tersebut maka pengambil
keputusan dapat menyusun serangkaian
rentang nilai untuk menunjukkan tingkat
kepentingan relatif dua faktor pada satu
kesempatan. Hasil dari pembatasan linear
(linear constraints) terhadap nilai bobot
kriteria pada masing-masing prioritas
sesuai dengan pernyataan pengambil
keputusan yang bersifat kualitatif (A. Salo
et all, 2004 dalam http:
//www.sal.hut.fi/Research/index2.html)
Dalam rangka menyusun indeks komposit
kinerja pelayanan publik (IKKP) maka
digunakan Analisis Proses Berjenjang (AHP)
untuk menilai kinerja pelayanan publik. AHP
merupakan salah satu metode pengambilan
keputusan dengan jamak yang telah
dikembangkan oleh Profesor Saaty pada
Tahun 1980-an. Metode ini saat ini telah
banyak digunakan untuk berbagai
penggunaan. Beberapa contoh penggunaan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
81
metode AHP ini adalah pengukuran Indeks
Pembanguan Daerah (IPD) yang dilakukan
(Bappenas, 2001), Penentuan Komoditas
Unggulan yang telah dilakukan
(Kementerian PPKTI, 2004), dan Penentuan
bentuk kelembagaan yang sesuai untuk
pengembangan kawasan perbatasan
(Bappeda Kabupaten Nunukan, 2003).
Analisisi proses berjenjang adalah suatu
pendekatan untuk pengambilan keputusan
dengan cara menyusun kriteria-kriteria
pemilihan alternatif keputusan ke dalam
struktur yang berjenjang, membandingkan
tingkat kepentingan masing-masing kriteria,
membandingkan alternatif pada kriteria-
kriteria tersebut dan menentukan rangking
total dari alternatif-alternatif pengambilan
keputusan.
Metode AHP mempunyai empat aksioma
yang harus dipenuhi. Keempat aksioma
tersebut adalah :
1) Reciprocal Comparison; aksioma ini
berarti bahwa si pembuat keputusan
harus bisa membuat perbandingan dan
menyatakan preferensinya;
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik82
2) Homogenity; artinya bahwa preferensi
dapat dinyatakan dalam skala terbatas
atau masing-masing kriteria dapat
diperbandingkan satu dengan yang lain;
3) Independence; preferensi dinyatakan
dengan mengasumsikan bahwa satu
kriteria tidak dipengaruhi oleh oleh
alternatif-alternatif yang ada, melainkan
oleh obyektif secara keseluruhan;
4) Expectations; untuk tujuan pengambilan
keputusan, struktur diasumsikan
lengkap (Brojonegoro, 1992).
Penerapan metode AHP ini untuk mengukur
kinerja pelayanan publik akan
menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Menyusun struktur variabel kinerja
pelayanan publik;
Struktur ini meliputi penetapan jenis-
jenis pelayanan publik dan perumusan
variabel-variabel untuk pengukuran
serta hirarki masing-masing variebel
tersebut. Struktur variabel kinerja Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
83
pelayanan publik tersebut akan disusun
dalam 4 hirarki. Keempat hirarki
tersebut adalah sebagai berikut :
Hirarki pertama ; berupa tujuan dari
analisis ini yaitu pengukuran kinerja
pelayanan publik;
Hirarki Kedua ; berisi tiga jenis
kelompok besar pelayanan publik
yang menjadi urusan pemerintah
daerah. Ketiga jenis pelayanan publik
tersebut adalah (1) pelayanan dasar,
(2) pelayanan perijinan, dan (3)
pelayanan pembangunan,
Hirarki Ketiga ; merupakan penjabaran
jenis-jenis pelayanan publik pada
masing-masing kelompok tersebut.
Pada kelompok pelayanan dasar
terdapat 5 jenis pelayanan, yaitu
pelayanan kesehatan, pelayanan
pendidikan, pelayanan tenaga kerja,
pelayanan sarana prasarana umum,
dan pengendalian lingkungan.
Pelayanan perijinan memiliki 5 jenis
pelayanan juga, yaitu Pelayanan
Koperasi dan UKM, Pelayanan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik84
Penanaman Modal (Investasi),
Pelayanan Kependudukan, Pelayanan
Administrasi Umum dan Pelayanan
Pertanahan. Pelayanan pembangunan
meliputi 4 jenis pelayanan yaitu
Perencanaan dan Pengendalian Tata
Ruang, Penanganan Permasalahan
Sosial, Pengendalian (manajemen)
Pembangunan dan Penyelanggaraan
Ketertiban Umum.
Hirarki Keempat ; merupakan variabel-
variabel yang digunakan sebagai alat
ukur kinerja pelayanan publik.
Variabel-variabel yang digunakan
untuk mengukur kinerja pelayanan
publik tersebut berjumlah 60 variabel.
Gambar Struktur pelayanan dan variabel yang digunakan untuk pengukuran kinerja pelayanan
publik disajikan dalam Gambar 4.1.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
85
Gambar 3.1Struktur Pelayanan dan Variabel Pengukuran Kinerja
Publik
c). Menentukan bobot masing-masing
variabel
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik86
Pada setiap hirarki, masing-masing
kriteria/ variabel tersebut akan
dibandingkan tingkat kepentingannya.
Perbandingan ini untuk mendapatkan
bobot relatif masing-masing kriteria
tersebut. Penilaian tingkat kepentingan
kriteria tersebut diwujudkan dalam
pemberian skala 1 sampai 9. Perincian
tingkat kepentingan kriteria tersebut
adalah sebagai berikut:
Skala 1 = Sama Penting (Equal);
Skala 2 = Diantara Sama penting dan
sedikit lebih penting (Equal To
Moderate);
Skala 3 = Sedikit Lebih Penting
(Moderate);
Skala 4 = Diantara Sedikit Lebih
Penting dan Penting (Moderate To
Strong);
Skala 5 = Lebih Penting (Strong);
Skala 6 = Diantara lebih penting dan
sangat penting (Strong To Very
Strong);
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
87
Skala 7 = Lebih Sangat Penting (Very
Strong);
Skala 8 = Diantara sangat penting
dan amat sangat penting (Very Strong
To Extreme);
Skala 9 = Lebih amat sangat penting
(Extreme).
Berdasarkan penilaian tingkat
kepentingan tersebut, selanjutnya akan
dihitung bobot masing-masing kriteria
dengan menggunakan rumus yang
dikembangkan oleh Eigen yang berupa
nilai Eigen (Eigen value). Perhitungan
nilai Eigen ini akan dihitung dengan
menggunakan perangkat lunak Expert
Choiche versi 8 (EC versi 8). Perangkat
Lunak EC versi 9, ini sekaligus akan
dapat menghitung tingkat konsistensi
dari penilaian tingkat kepentingan
masing-masing kriteria. Tingkat
konsistensi ini diwujudkan dalam nilai
rasio inkonsistensi (Inconsistency Ratio).
Apabila nilai rasio inkonsistensi lebih
kecil dari 0,1 maka penilaian tingkat
kepentingan tersebut dapat diterima.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik88
Pada perangkat lunak EC ver. 9,
perhitungan bobot masing-masing jenis
pelayanan dan variabel dilakukan
dengan penilaian tingkat kepentingan
jenis layanan atau variabel. Penilaian
tersebut terdapat tiga metode untuk
menilai tingkat kepentingan yaitu cara
verbal, matriks dan questioner. Cara
verbal membandingkan masing-masing
per pasangan variabel. Cara matriks dan
questioner papa prinsipnya
membandingkan tingkat kepentingan
antar variabel secara keseluruhan.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
89
Gambar 3.2Contoh Penilaian Tingkat Kepentingan dengan Teknik
Verbal Pada Perangkat Lunak EC versi 9
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik90
SEHAT : Pelayanan KesehatanIs EQUALLY to MODERATELY more
PREFERABLE thanPENDIDIK : Pelayanan Pendidikan
With respect to DASAR < GOAL
Gambar 3.3Contoh Penilaian Tingkat Kepentingan dengan
Teknik Matriks Pada Perangkat Lunak EC versi 9
Perhitungan Bobot masing-masing jenis
pelayanan dan kriteria pada masing-
masing hirarki dihitung dengan
menggunakan EC versi 9. Perhitungan
bobot juga secara otomatis akan
menghitung Rasio Inkonsistensi (RI).
Hasil perhitungan tersebut disajikan
dalam uraian di bawah ini.
Pada Hirarki II perhitungan untuk
menentukan bobot tiga kelompok
pelayanan. Ketiga kelompok pelayanan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
91
tersebut adalah (1) Pelayanan
Kebutuhan Dasar, (2) Pelayanan
Perijinan dan (3) Pelayanan
Pembangunan. Perhitungan dengan
menggunakan EC Versi 9 menunjukkan
bahwa Bobot Pelayanan Dasar Paling
besar dibandingkan kedua pelayanan
tersebut. Hasil perhitungan tersebut
disajikan dalam Gambar 4.3
INCONSISTENCY RATIO = 0.01
An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.
DASAR .540
PERIJIN .297
PEMBANG.163
Gambar 3.4Perhitungan Bobot Kelompok Pelayanan Yang Menjadi Urusan Pemerintah Daerah
Berdasarkan Gambar tersebut maka
Pelayanan dasar Mempunyai Bobot
0,540, Pelayanan Perijinan Mempunyai
bobot 0,297 dan Pelayanan
Pembangunan sebesar 0,163. Hasil
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik92
perhitungan bobot tersebut dapat
dipakai karena Rasio Ikonsistensi (RI)
sebesar 0,01 (nilai RI terbesar yang
diperbolehkan adalah 0,1).
Pada Hirarki III dilakukan perhitungan
bobot pada tiap-tiap kelompok
pelayanan. Jumlah pelayanan pada
masing-masing kelompok pelayanan
adalah sebagai berikut Kelompok
Pelayanan Dasar terdapat lima (5)
pelayanan, Kelompok Pelayanan
Perijinan terdapat 5 pelayanan dan
Kelompok Pelayanan Pembangunan
terdapat 4 pelayanan. Bobot masing-
masing pelayanan sebagaimana
diuraikan berikut.
Pada Kelompok Pelayanan Dasar
terdapat 5 jenis pelayanan. Kelima jenis
pelayanan tersebut adalah (1)
Pelayanan Kesehatan (SEHAT), (2)
Pelayanan Pendidikan (PENDIDIK), (3)
Pelayanan Ketenagakerjaan (NAKER), (4)
Pelayanan Sarana dan Prasarana Umum
(SARPRAS), dan (5) Pengendalian
Lingkungan (LINGKUNG). Berdasarkan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
93
Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa
berdasarkan perhitungan bobot lima
jenis pelayanan pada kelompok
pelayanan dasar, pelayanan kesehatan
memiliki bobot yang paling besar, yaitu
sebesar 0,369. Sementara pelayanan
sarana prasarana umum dan
pengendalian lingkungan mempunyai
bobot yang paling rendah dengan bobot
sebesar 0,109.
INCONSISTENCY RATIO = 0.0
An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.
SEHAT .369
PENDIDIK .206
NAKER .206
SARPRAS .109
LINGKUNG .109
Gambar 3.5Perhitungan Bobot Pelayanan pada Kelompok
Pelayanan Dasar
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik94
Pada Kelompok pelayanan perijinan
terdapat 5 jenis pelayanan. Kelima jenis
pelayanan tersebut adalah (1)
Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (KUKM), (2) Pelayanan
Perijinan Penanaman Modal (MODAL),
(3) Pelayanan Kependudukan dan
Catatan Sipil, (4) pelayanan administrasi
umum pemerintahan (ADMUM), dan (5)
pelayanan pertanahan (PERTANH).
Berdasarkan perhitungan dengan EC
versi 8 maka diperoleh hasil
sebagaimana terlihat dalam Gambar 4.5.
Berdasarkan perhitungan tersebut,
bobot terbesar terdapat pada Pelayanan
Kependudukan dengan bobot sebesar
0,329. Sementara pelayanan perijinan
penanaman modal mempunyai bobot
yang paling kecil (0,127).
INCONSISTENCY RATIO = 0.02
An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.
KUKM .190
MODAL .127
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
95
PENDUDUK .329
ADMUM .165
PERTANAH .190
Gambar 3.6Perhitungan Bobot Pelayanan pada
Kelompok Pelayanan Perijinan
Pada Kelompok pelayanan
pembangunan terdapat 4 jenis
pelayanan. Keempat jenis pelayanan
tersebut adalah (1) perencanaan,
pemanfaatan dan pengawasan tata
ruang (PPTR), (2) penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat (TIBUM), (3)
penanggulangan masalah sosial
(SOSIAL), dan (4) perencanaan dan
pengendalian pembangunan (PPBANG).
Berdasarkan perhitungan bobot
terhadap keempat jenis pelayanan
tersebut maka penanggulangan masalah
sosial (SOSIAL) dan Penyelenggaraan
ketertiban umum dan kententraman
masyarakat (TIBUM) mempunyai bobot
yang paling besar (0,333).
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik96
INCONSISTENCY RATIO = 0.0
An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.
PPTTR .167
TIBUM .333
SOSIAL .333
PPBANG .167
Gambar 3.7Perhitungan Bobot Pelayanan pada Kelompok Pelayanan Pembangunan
Perhitungan bobot variabel untuk tiap-
tiap jenis pelayanan dilakukan dengan
cara yang sama dengan penghitungan
bobot jenis pelayanan. Variabel-variabel
yang digunakan untuk pengukuran
kinerja pelayanan publik pada dasarnya
terdiri dari 2 atau 3 kelompok variabel.
Kelompok variabel tersebut adalah (1)
variabel yang menunjukkan dampak
pelayanan yang telah dicapai, atau (2)
variabel yang menunjukkan upaya
pemerintah daerah untuk meningkatkan
tingkat pelayanan pemerintah, atau (3)
Ketersediaan prasarana dan tenaga Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
97
pendukung pelayanan publik. Bobot
masing-masing variabel per jenis
pelayanan disajikan dalam uraian
berikut :
(1) Pelayanan Kesehatan; kinerja
pelayanan kesehatan diukur dengan
menggunakan 5 variabel. Kelima
variabel tersebut adalah Angka
Harapan Hidup, Tingkat Kesakitan
(Morbidity Level), Rasio Prasarana
Kesehatan Dengan Penduduk, Rasio
Tenaga Kesehatan dengan
Penduduk, dan Persentase Desa Yang
Memiliki Prasarana Kesehatan. Bobot
masing-masing variabel tersebut
dihitung dengan menggunakan EC
ver. 9 sehingga diperoleh bobot
untuk Angka Harapan Hidup dan
Tingkat Kesakitan paling besar
(0,333). Bobot Selengkapnya
disajikan dalam Gambar 4.7.
INCONSISTENCY RATIO = 0.0
An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.
AHH .333
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik98
MOBIDITY .333
RS/Pk/PI .111
PARAMED .111
DRS/Pk/P .111
Gambar 3.8Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan
Kesehatan
(2) Pelayanan Pendidikan; pengukuran
kinerja pelayanan pendidikan
menggunakan 6 variabel. Keenam
variabel tersebut meliputi Rata-Rata
Lama Sekolah, Tingkat Partisipasi
Pendidikan Dasar, Tingkat Melek
Huruf, Rasio Murid dengan Ruang
Sekolah, Rasio Murid Dengan Guru
dengan Murid, dan Persentase Desa
Yang Memiliki Pendidikan Dasar.
Hasil perhitungan bobot masing-
masing variabel disajikan dalam
Tabel 3.1.
Tabel 3.1Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan
Pendidikan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
99
VARIABEL
NAMA VARIABELBOBO
T
RRLS Rata-Rata Lama Sekolah0,0278
3
TPSDTingkat Partisipasi Pendidikan Dasar
0,02783
ILLITERT Tingkat Melek Huruf0,0278
3
RSKLH Rasio Murid dengan Ruang Sekolah
0,00928
RGURU Rasio Murid Dengan Guru dengan Murid
0,00928
DSDSMP Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan Dasar
0,00928
Sumber : hasil perhitungan
(3) Pelayanan Ketenagakerjaan; Kinerja
pelayanan ketenagakerjaan diukur
dengan menggunakan 5 variabel.
Kelima variabel tersebut adalah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja,
Tingkat Pengangguran, Rasio Balai
Latihan Kerja terhadap Angkatan
Kerja, Persentase Angkatan Kerja
Yang Terdaftar dan Rasio
Penempatan Angkatan Kerja Yang
Terdaftar. Bobot kelima variabel Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik100
tersebut dihitung dengan
menggunakan EC Ver. 9. Hasil
perhitungan tersebut disajikan dalam
gambar berikut :INCONSISTENCY RATIO = 0.0
An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.
TPAK .274
UNEMPLOY .430
RBLK .099
RAKTD .099
RPAKTD .099
Gambar 3.9Perhitungan Bobot Variabel
Kinerja Pelayanan Ketenagakerjaan
(4) Pelayanan Sarana dan Prasarana Umum; Pengukuran kinerja pelayanan sarana dan prasarana umum difokuskan pada penyediaan pelayanan prasarana sarana dasar (PSD). Variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan tersebut adalah Rasio panjang jalan dengan luas wilayah, Persentase
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
101
Rumah Tangga Yang Mempunyai Akses Ke Air Bersih, Tingkat Elektrifikasi Daerah, dan Rasio Rumah Tangga Yang Berlangganan Telpon. Hasil perhitungan bobot masing-masing variabel disajikan dalam Gambar 4.9.
INCONSISTENCY RATIO = 0.02An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some
investigation.
RJLNW .304
PAAB .464
TED .121
RTTELP .111
Gambar 3.10Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan
Sarana Prasarana Umum
(5) Pengendalian Lingkungan;
Keberhasilan pengendalian
lingkungan akan dilihat dari sejauh
mana pemerintah daerah mampu
mengurangi daerah-daerah yang
kritis terhadap pencemaran Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik102
lingkungan, lahan-lahan kritis dan
mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana alam.
Berdasarkan pemikiran tersebut
maka ditetapkan 5 variabel untuk
mengukur kinerja pengendalian
lingkungan yaitu Persentase Desa
Yang Terkena Pencemaran
Lingkungan, Persentase Desa Yang
Tergenang Banjir, Pertumbuhan
Lahan-Lahan Kritis, Frekuensi
Monitoring Kualitas Lingkungan dan
Persentase Desa Kritis Lingkungan.
Tabel 3.2Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pengendalian Lingkungan
KODE VARIABEL BOBOT
RDKPL Persentase Desa Yang Terkena
Pencemaran Lingk.
0,01361
RDTAB Persentase Desa Yang
Tergenang Banjir
0,01361
PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan
Kritis
0,01361
MONITO Frekuensi Monitoring Kualitas 0,00454
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
103
R Lingkungan
PDKL Persentase Desa Kritis
Lingkungan
0,01361
Sumber : hasil perhitungan
(6) Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah; pelayanan KUKM
dianggap berhasil apabila mampu
menumbuhkan usaha-usaha KUKM
dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang ditujukkan dengan
meningkatnya kontribusi KUKM
dalam pendapatan dari sektor
industri. Berdasarkan asumsi-asumsi
tersebut maka ditetapkan beberapa
variabel berikut sebagai pengukur
kinerja pelayanan koperasi. Variabel-
variabel tersebut adalah
Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5
Tahun Terakhir, Persentase Koperasi
dan UKM di LIK, Pertumbuhan
Kontribusi UKM terhadap PDRB
Industri dan Pertumbuhan Alokasi
Anggaran untuk UKM. Bobot masing-
masing variabel disajikan dalam
Tabel berikut :
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik104
Tabel 3.3Hasil Perhitungan Bobot Variabel
Kinerja Pelayanan Koperasi
KODE VARIABEL BOBOT
PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5 Tahun Terakhir 0,0141
2
PUKMLIK
Persentase Koperasi dan UKM di LIK 0,0088
7
KUKMI Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap PDRB Industri 0,0274
9
PADUKM
Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk UKM
0,00582
Sumber : hasil perhitungan
(7) Pelayanan Administrasi Penanaman
Modal; Keberhasilan pelayanan
administrasi terlihat dari rasio antara
realisasi investasi dengan
persetujuan investasi. Salah satu
langkah yang sebaiknya diambil oleh
pemerintah adalah memberikan
kemudahan-kemudahan dan
kepastian perijinan investasi baik Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
105
berupa kemudahan perijinan dan
kepastian waktu penyelesaian
perijinan dengan mendirikan kantor
pelayanan satu atap dan insentif
serta disinsentif bagi penanaman
modal. Berdasarkan pemikiran
tersebut maka ditetapkan beberapa
variabel untuk mengukur kinerja
pelayanan administrasi penanaman
modal sebagai berikut Rasio Antara
Persetujuan dengan Realisasi
Investasi, Keberadaan Pelayanan
Investasi Satu Atap, Rata-Rata Waktu
Penyelesaian Perijinan Investasi dan
Keberadaan Insentif/Disisentif
Investasi. Hasil perhitungan bobot
masing-masing disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan
Administrasi Penanaman Modal
KODE VARIABEL BOBOT
RRIPI Rasio Antara Persetujuan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik106
dengan Realisasi Investasi 0,01679
SATAP Keberadaan Pelayanan Investasi Satu Atap 0,0042
0
RWPII Rata-Rata Waktu Penyelesaian Perijinan Investasi
0,00839
IDPM Keberadaan Insentif/Disisentif Investasi
0,00839
Sumber : hasil perhitungan
(8) Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil; keberhasilan Pelayanan kependudukan dan cacatan sipil diasumsikan ditentukan oleh seberapa banyak proporsi penduduk yang memiliki KTP dan Akte kelahiran. KTP atau akte kelahiran sering merupakan dokumen yang menjadi persyaratan pada hampir semua pelayanan-pelayanan publik lainnya. Oleh karena itu pengukuran kinerja pelayanan kependudukan dan catatan sipil akan menggunakan varariabel Rasio Penduduk Yang ber
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
107
KTP, Rasio Balita Ber Akte Kelahiran, Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan dan Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP. Bobot masing-masing variabel dihitung dengan EC, disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.5
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil
KODE VARIABEL BOBOT
RPKTP Rasio Penduduk Yang ber KTP
0,03383
RBPAK Rasio Balita Ber Akte Kelahiran
0,03383
SIKD Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan 0,00960
RWPKTP
Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP 0,02046
Sumber : hasil perhitungan
(9) Pelayanan Administrasi Umum Pemerintahan; pelayanan administrasi umum difokuskan pada pelayanan internal kepada peningkatan kualitas aparat/ pegawai pemerintah. Beberapa variabel yang
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik108
digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan ini adalah Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan, Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk Administrasi Umum Pemerintahan, Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional dan Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas. Hasil perhitungan bobot masing-masing variabel disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.6Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pelayanan Administrasi umum Pemerintahan
KODE
VARIABEL BOBOT
SIPUD Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan 0,00589
PAAUD
Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk ADUMPEM 0,00542
PPJF Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional 0,02268
PPDS1 Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas 0,01487
Sumber : hasil perhitungan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
109
(10) Pelayanan Pertanahan; Tanah
merupakan sumberdaya yang cukup
penting bagi masyarakat, oleh
karena itu perlu pelayanan
pencatatan dan surat pengakuan hak
penguasaan tanah oleh masyarakat.
Dalam rangka pengukuran kinerja
pelayanan pertanahan maka
digunakan variabel-variabel sebagai
berikut Persentase Luas Lahan Yang
Telah Tersertifikat, Rata-Rata Lama
Pengurusan Sertifikat Tanah,
Kemudahan Pelayanan Pendaftaran
Tanah, dan Keberadaan Sistem
Informasi Pertanahan Daerah. Hasil
perhitungan bobot untuk masing-
masing variabel disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 3.7Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pelayanan Pertanahan
KODE VARIABEL BOBOT
PTTS Persentase Luas Lahan Yang Telah Tersertifikat
0,02813
RWPST
Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat Tanah
0,01443
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik110
JPPT Kemudahan Pelayanan Pendaftaran Tanah 0,0093
9
SIPPD Keberadaan Sistem Informasi Pertanahan Daerah
0,00436
Sumber : hasil perhitungan
(11) Perencanaan, Pemanfaatan Dan Pengawasan Tata Ruang; Rencana Tata Ruang merupakan acuan keruangan bagi upaya pembangunan daerah. Oleh karena itu dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus memuat arahan bagi perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang wilayah. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja pengelolaan tata ruang adalah Keberadaan Dokumen RTRWN Yang Valid, Keberadaan BKPRD, Keberadaan Perda RTRWN, Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun terakhir dan Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun Terakhir. Hasil perhitungan bobot masing-masing variabel disajikan dalam tabel berikut.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
111
Tabel 3.8Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pengelolaan Tata Ruang
KODE VARIABEL BOBOT
DOKTTR
Keberadaan Dokumen RTRWN Yang Valid
0,00266
KBKPRD
Keberadaan BKPRD 0,00301
PERDATR
Keberadaan Perda RTRWN 0,00353
PKKL Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun terakhir
0,00902
PKLL Kondisi Kemacetan Lalu Lintas 5 Tahun Terakhir
0,00902
Sumber : hasil perhitungan
(12) Penyelenggaraan Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat; Kinerja penyelenggaraan Kamtibmas diasumsikan dengan berkurangnya angka kriminalitas, pelanggaran terhadap peraturan daerah (perda) dan bangunan/permukiman liar. Kinerja penyelenggaraan Kamtibmas tersebut dapat terwujud apabila terdapat kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan didukung oleh aparat dan peralatan yang memadai. Berdasarkan asumsi tersebut maka variabel yang digunakan untuk
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik112
mengukur kinerja ini adalah sebagai berikut Rasio Polisi PP terhadap Penduduk, Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir, Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman Liar dan Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda.
Tabel 3.9Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Pengelolaan Tata Ruang
KODE VARIABELBOBO
T
RPOLPP
Rasio Polisi PP terhadap Penduduk 0,0066
6
PTK Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir 0,0230
7
PDPL Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman Liar 0,0123
7
PPPD Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda 0,0123
7 Sumber : hasil perhitungan
(13) Penanggulangan Masalah Sosial;
kinerja penanggulangan masalah
sosial ini terutama terlihat dari
berkurangnya jumlah penyandang
penyakit sosial atau masyarakat Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
113
dengan permasalahan sosial seperti
gelandangan, pengemis, tuna susila,
tawuran dan sebagainya.
Berdasarkan asumsi tersebut maka
dipilih beberapa variabel yang
digunakan sebagai alat ukur kinerja
penanggulangan sosial. Variabel-
variabel dan bobotnya disajikan
dalam tabel berikut.
Tabel 3.10Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja
Penanggulangan Masalah Sosial
KODE VARIABELBOBO
T
PPPSM Persentase Penyandang Penyakit Sosial Terdaftar 0,0168
1
PPPSMSP
Persentase Penyangdang Penyakit Sosial Tersantuni 0,0235
9
RPSMP Rasio PSM terhadap Penduduk
0,00896
RAPPSM
Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk Penanganan Sos
0,00512
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik114
Sumber : hasil perhitungan
(14) Perencanaan Dan Pengendalian Pembangunan; perencanaan dan pengendalian pembangunan (manajemen pembangunan) merupakan urusan yang harus ada di pemerintah daerah. Kewenangan ini memungkinkan dicapainya tujuan pembangunan secara tepat guna dan berhasil guna. Beberapa variabel digunakan untuk melihat kinerja perencanaan dan pengendalian pembangunan. Nama variabel, kode dan bobot masing-masing disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.11Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Perencanaan
dan Pengendalian Pembangunan Daerah
KODE VARIABEL BOBOT
KTPPD Keberadaan Tim Pengendali Pembangunan
0,00340
PROS Proses Rapat Koordinasi Pembangunan
0,00340
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
115
PBRP Persentase Penyimpangan Dari Rencana Pembangunan
0,01021
PDPRTRW Klasifikasi Simpangan Rencana Tata Ruang Wilayah
0,01021
Sumber : hasil perhitungan
3. Menentukan skor variabel-variabel
kinerja pelayanan publik
Langkah berikutnya dalam penilaian
kinerja pelayanan publik adalah
penentuan skor masing-masing kriteria
pada Hirarki terendah (variabel kinerja
pelayanan publik). Nilai skor ini akan
disusun dengan nilai 1, 2 dan 3. Urutan
skor tersebut menunjukkan nilai yang
berurutan, dimana nilai 1 menunjukkan
yang terendah, sementara nilai 3
menunjukkan nilai skor yang paling
tinggi. Pemberian nilai skor ini akan
memperhatikan tiga hal. Ketiga hal
tersebut adalah :
Hubungan/korelasi antara variabel
dengan tingkat kinerja pelayanan
publik. Korelasi tersebut dapat positif
dan negatif. Hubungan positif berarti
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik116
bahwa semakin besar nilai variabel,
maka semakin besar pula kinerja
pelayanan publik. Sebaliknya
hubungan negatif menunjukkan
semakin besar nilai suatu variabel
maka kinerja pelayanan publik
semakin rendah.
Nilai skor masing-masing variabel
akan tergantung pada standar
pelayanan minimum (SPM).
Pertimbangan SPM ini akan
digunakan pada pelayanan publik
yang telah terdapat standar
pelayanan minimumnya,
Apabila variabel kinerja pelayanan
minimum tersebut belum memiliki
standar pelayanan minimum, maka
digunakan nilai rata-rata nasional
untuk menyusun nilai skor.
Perhitungan skor masing-masing
menggunakan data nilai maksimum dan
minimum masing-masing variabel
secara nasional dan hubungan korelasi
antara tiap variabel dengan kinerja
Berdasarkan :Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
117
Melakukan perhitungan total skor
dan klasifikasi kinerja; berdasarkan
bobot, skor masing-masing kriteria
selanjutnya dilakukan perhitungan
total skor. Selanjutnya total skor
tersebut ditentukan klasifikasi tingkat
kinerja. Klasifikasi tingkat kinerja ini
akan ditetapkan ke dalam tiga
klasifikasi, yaitu rendah, sedang dan
tinggi
Penghitungan total skor dilakukan
pada kabupaten/kota sampel.
Perhitungan total skor dilakukan
dengan penjumlahan perkalian
antara bobot dan nilai skor masing-
masing kriteria. Formula pengitungan
total skor tersebut adalah:
SkorTot = Bobot Ki . Skor Kix ,
dimana
SkorTot = Skor Total Kinerja
Pelayanan
Bobot Kix = Bobot Kriteria i pada
daerah x,
Skor Kix = Skor Kriteria i pada daerah
x.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik118
Melakukan Klasifikasi Tingkat Kinerja
Pelayanan Publik; Berdasarkan total
skor yang diperoleh maka kemudian
ditentukan klasifikasi tingkat kinerja
pelayanan publik. Tingkat kinerja
pelayanan publik akan
diklasifikasikan ke dalam 3 tingkatan,
yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Klasifikasi tersebut diperoleh dengan
menghitung interval dari total skor.
Perhitungan interval tersebut
menggunakan rumus :
SkorTot Maksimum – SkorTot Minimum
Interval (Int)= ------------------------------
Berdasarkan nilai interval tersebut maka
ditetapkan klasifikasi tingkat kinerja
pelayanan publik. Klasifikasi tingkat
kinerja pelayanan publik tersebut
menggunakan kisaran nilai Skor Total
sebagai berikut :
Rendah = (SkorTot Minimum) hingga
(SkorTot Minimum + Int )
Sedang = (SkorTot Minimum + Int)
hingga (SkorTot Minimum + 2 x Int)
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
119
Tinggi = (SkorTot Minimum + 2 x Int)
hingga SkorTot Maksimum
2. Metode Pengukuran Dengan Data
Subyektif
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana
telah ditetapkan dalam Keputusan Men.PAN
Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang
kemudian dikem-bangkan menjadi 14
unsur yang "relevan, valid' dan "reliabel,
sebagai unsur minimal yang harus ada untuk
dasar pengukuran indeks kepuasan
masyarakat adalah sebagai berikut:
Prosedur pelayanan, yaitu
kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari
sisi kesederhanaan alur pelayanan;
Persyaratan Pelayanan, yaitu
persyaratan teknis dan administrasi yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan
sesuai dengan jenis pelayanannya;
Kejelasan petugas pelayanan,
yaitu keberadaan dan kepastian
petugas yang memberikan pelayanan
(nama, jabatan serta urusan dan tanggung
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik120
jawabnya);
Kedisiplinan petugas pelayanan,
yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama
terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku;
Tanggungjawab petugas pelayanan,
yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan
dan penyelesaian pelayanan;
Kemampuan petugas pelayanan, yaitu
tingkat keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki petugas dalam
memberikan/menyelesaikan pelayanan
kepada masyarakat;
Kecepatan pelayanan, yaitu target
waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh
unit penyelenggara pelayanan;
Keadilan mendapatkan pelayanan,
yaitu pelaksanaan pelayanan dengan
tidak membedakan golongan/status
masyarakat yang dilayani;
Kesopanan dan keramahan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
121
petugas, yaitu sikap dan perilaku
petugas dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara sopan dan
ramah serta saling menghargai dan
menghormati;
Kewajaran biaya pelayanan, yaitu
keter-jangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit
pelayanan;
Kepastian biaya pelayanan, yaitu
kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang telah ditetapkan;
Kepastian jadwal pelayanan, yaitu
pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi
sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat
memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan;
Keamanan Pelayanan, yaitu
terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun
sarana yang digunakan, sehingga
masyarakat merasa tenang untuk
mendapatkan pelayanan terhadap Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik122
resiko-resiko yang diakibatkan dari
pelaksanaan pelayanan.
Pengumpulan data untuk mengukur indek
kepuasan masyarakat dilakukan dengan
kuesioner dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu:
Bagian I :Identitas responden meliputi usia,
jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaan, yang berguna untuk
menganalisis profil responden
dalam penilaiannya terhadap unit
pelayanan instansi pemerintah.
Bagian II : Identitas pencacah, berisi data
pencacah (apabila kuesioner diisi
oleh masyarakat, bagian ini tidak
diisi).
Bagian III :Mutu pelayanan publik adalah
pendapat penerima pelayanan
yang memuat kesimpulan atau
pendapat responden terhadap
unsur-unsur pelayanan yang
dinilai.
Bentuk jawaban pertanyaan dari setiap unsur
pelayanan secara umum mencerminkan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
123
tingkat kualitas pelayanan. yaitu dari yang
sangat baik sampai dengan tidak baik. Untuk
kategori tidak baik diberi nilai persepsi 1,
kurang baik diberi nilai persepsi 2, baik
diberi nilai persepsi 3. sangat baik diberi
nilai persepsi 4.
Responden dipilih secara acak yang ditentukan sesuai dengan cakupan wilayah masing-masing unit pelayanan. Untuk memenuhi akurasi hasil penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah populasi penerima layanan, dengan dasar ("Jumlah unsur" 10 = jumlah responden (14 +1) x 10 = 150 responden,
Nilai IKM dihitung dengan menggunakan "nilai rata-rata tertimbang" masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut:
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
Bobot nilai rata-rata = tertimbang
Jumlah bobot
= 1 = 0,071
tertimbang Jumlah Unsur
14
124
Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata-tata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
IKM =
Total dari Nilai Persepsi Per Unsur
x Nilai
Total unsure yang terisi Penimbang
125
BAB IVPENGUKURAN INDEKS KINERJA
PELAYANAN PUBLIK
A. PENGUKURAN INDEKS KINERJA PELAYANAN PUBLIK
Berdasarkan metode pengukuran kinerja
pelayanan publik yang telah pada bab
sebelumnya, maka pada sub bab ini akan
diuraikan panduan bagi pelaksanaan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik126
pengukuran indeks kinerja pelayanan publik.
Panduan pelaksanaan pengukuran indeks
kinerja pelayanan publik diuraikan sebagai
berikut :
1. Persiapan
Apabila pemerintah daerah memutuskan
untuk melakukan pengukuran kinerja
pelayanan publik, maka perlu dibentuk dua
macam Tim Penilai yang sekurang-
kurangnya terdiri dari :
a. Tim Pengarah yang mewakili unsur-
unsur pelaku pembangunan, dan
bertugas memberikan arahan
pelaksanaan penilaian kinerja pelayanan
publik ke Tim Pelaksana
b. Tim Pelaksana yang terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan sekurang-kurangnya tiga
orang anggota. Tim ini bertugas
melakukan pengumpulan data,
pengolahan, analisis dan menyusun
laporan penilaian kinerja pelayanan
publik.
2. Pengumpulan Data
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
127
Dalam rangka pengukuran penetapan
variabel-variabel yang digunakan untuk
pengukuran kinerja pelayanan publik,
terdapat beberapa pertimbangan-
pertimbangan atau dasar konsepsi
digunakan untuk memilih variabel-variabel
tersebut. Beberapa pertimbangan, konsep
atau indeks-indeks pembangunan yang
digunakan tersebut adalah :
a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM);
Indeks Pembangunan Manusia disusun
dari tiga komponen, yaitu (1) lamanya
hidup yang diukur dengan harapan
hidup saat lahir, (2) tingkat pendidikan
yang diukur dengan kombinasi antara
melek huruf pada penduduk dewasa dan
rata-rata lama sekolah, dan (3) tingkat
kehidupan yang layak diukur dengan
pengeluaran per kapita yang telah
disesuaikan dengan beberapa variabel
IPM digunakan untuk mengukur kinerja
pelayanan kesehatan dan pendidikan.
b. Indeks Kemiskinan Manusia (IKM);
merupakan kombinasi dari berbagai
dimensi kemiskinan manusia yang
dianggap sebagai indikator inti dari
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik128
ukuran keterbelakangan manusia.
Indeks ini disusun dari tiga indikator;
penduduk yang diperkirakan tidak
berumur panjang, ketertinggalan dalam
pendidikan dan keterbatasan terhadap
pelayanan dasar. Berdasarkan ketiga
indikator tersebut dirumuskan variabel
IKM yaitu angka harapan hidup, angka
melek huruf, persentase penduduk
tanpa akses terhadap air bersih,
persentase yang tidak memiliki akses ke
sarana kesehatan, dan persentase anak
berumur lima tahun ke bawah dengan
status gizi kurang.
c. Standar Pelayanan Minimum; Salah satu
aspek yang digunakan untuk mengukur
kualitas pelayanan adalah dengan
melihat standar pelayanan yang
minimum harus dipenuhi oleh suatu jenis
pelayanan. Dalam perencanaan
prasarana standar pelayanan minimum
ini sering diwujudkan dengan rasio
antara jumlah sarana prasarana
pelayanan dengan jumlah penduduk
yang akan dilayani.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
129
d. Ketersediaan data; Ketersediaan data
merupakan aspek yang akan
dipertimbangkan dalam pemilihan
variabel-variabel pengukuran pelayanan
publik. Beberapa sumber data yang
diharapkan dapat digunakan antara lain
adalah (1) Laporan Pembangunan
Manusia yang diterbitkan oleh
Bappenas-UNDP Tahun 2001 dan 2004,
(2) Data Potensi Desa Yang telah
diterbitkan oleh BPS Tahun 2000, 2003
dan 2005, dan (3) Publikasi Data
Statistik Tahunan yang diterbitkan oleh
Kantor BPS Daerah dan Instansi-Instansi
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan konsep, pertimbangan dan indeks yang ada tersebut maka ditetapkan 63 variabel. Ke-63 variabel tersebut dikelompokan dalam 3 kelompok variabel yaitu (1) variabel yang menunjukkan dampak pelayanan yang telah dicapai, atau (2) variabel yang menunjukkan upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan tingkat pelayanan pemerintah, atau (3) Ketersediaan prasarana dan tenaga pendukung pelayanan publik.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik130
Data yang digunakan untuk pengukuran indeks kinerja pelayanan publik ini semuanya adalah data sekunder yang dikumpulkan di instansi terkait. Oleh karena itu dalam rangka memberikan panduan pengumpulan data tersebut maka berikut disampaikan definisi 63 variabel yang digunakan untuk pengukuran kinerja pelayanan publik, sumber datanya, bobot dan nilai skor masing-masing variabel.
1) Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat atau terbitan Indonesia Laporan Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 62,23 Tahun = 1
62,24 – 66,67 Tahun = 2
Lebih dari 66,68 Tahun = 3
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
131
2) Angka Morbiditas adalah
proporsi dari keseluruhan penduduk
yang menderita akibat masalah
kesehatan hingga mengganggu aktivitas
sehari-hari selama satu bulan terakhir.
Sumber data ini dapat diperoleh data
Susenas yang diterbitkan oleh BPS atau
terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan
oleh Bappenas bekerjasama dengan
UNDP.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 22,92 % = 1
22,93 – 30,36 % = 2
Lebih dari 30,37 % = 3
3) Rasio Prasarana Kesehatan Dengan
Penduduk adalah perbandingan antara
Rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik atau
Balai Kesehatan lainnya dengan jumlah
penduduk di suatu daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik132
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 1 : 10.001 = 1
1: 5.000 – 1 : 10.000 = 2
Kurang dari 1 : 5.000 = 3
4) Rasio Tenaga Kesehatan dengan
Penduduk adalah perbandingan antara
dokter, manteri kesehatan dan tenaga
paramedis lain (tidak termasuk dukun
yang menolong persalinan) terhadap
jumlah penduduk di suatu daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 1 : 5.001 = 1
1: 3.000 – 1 : 5.000 = 2
Kurang dari 1 : 3.000 = 3
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
133
5) Persentase Desa Yang Memiliki
Prasarana Kesehatan adalah proporsi
desa atau kelurahan yang terdapat balai
pengobatan atau poliklinik atau
puskesmas pembantu atau puskesmas
atau rumah sakit.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan data
Potensi Desa (Podes) yang diterbikan
oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 %= 1
31 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
6) Rata-Rata Lama Sekolah adalah rata-
rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh
penduduk berusia 15 tahun ke atas
untuk menempuh semua jenis
pendidikan yang pernah dijalani.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS
Pusat atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan
oleh Bappenas bekerjasama dengan
UNDP.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik134
Skor Variabel ini :
Kurang dari 6,7 Tahun = 1
6,8 – 8,2 Tahun = 2
Lebih dari 8,2 Tahun = 3
7). Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar adalah proporsi dari keseluruhan penduduk pada kelompok usia 7 – 15 tahun yang masih duduk di bangku sekolah.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat atau terbitan Indonesia Laporan Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 79 %= 1
79 – 89 % = 2
Lebih dari 89 % = 3
8) Tingkat Melek Huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat atau terbitan Indonesia Laporan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
135
Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 80 % = 1
80 – 89 % = 2
Lebih dari 89 % = 3
9) Rasio Murid dengan Ruang Sekolah adalah adalah perbandingan antara total sekolah dengan jumlah murid yang terdapat di suatu daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 1: 3.000 = 1
1: 1.000 – 1 :3.000 = 2
Kurang dari 1 : 1.000 = 3
10) Rasio Murid Dengan Guru adalah perbandingan antara total dengan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik136
jumlah keseluruhan murid di Suatu daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 1 : 60 = 1
1 :30 – 1 : 60 = 2
Kurang dari 1 : 30 = 3
11) Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan Dasar adalah proporsi desa atau kelurahan yang memiliki fasilitas pendidikan dasar (SD dan SLTP atau fasilitas yang sederajat dengannya).
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
137
Lebih dari 60 % = 3
12) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
adalah proporsi penduduk usia kerja (15
– 65 tahun) yang termasuk angkatan
kerja. Angkatan kerja adalah penduduk
usia kerja yang bekerja atau sedang
mencari pekerjaan.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS
Pusat atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan
oleh Bappenas bekerjasama dengan
UNDP.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 65 %= 1
65 – 70 % = 2
Lebih dari 70 % = 3
13) Tingkat Pengangguran adalah proporsi dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau bekerja kurang dari jam kerja normal (kurang dari 4 jam dalam seminggu).
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat atau terbitan Indonesia Laporan Pembangunan Manusia yang diterbitkan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik138
oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 % = 1
5% - 10 % = 2
Kurang dari 5 % = 3
14) Rasio Balai Latihan Kerja terhadap Angkatan Kerja adalah perbandingan antara angkatan kerja dengan balai latihan kerja di suatu daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 1: 3.000 = 1
1:1000 – 1:3000 = 2
Kurang dari 1:1.000 = 3
15) Persentase Angkatan Kerja Yang Terdaftar adalah proporsi angkatan kerja yang terdaftar sebagai pencari kerja di Kantor ketenaga-kerjaan setempat.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
139
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1 30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
16) Rasio Penempatan Angkatan Kerja Yang Terdaftar adalah proporsi pencari kerja yang telah disalurkan dengan pencari kerja yang terdaftar di suatu daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
17) Rasio Panjang Jalan dengan Kondisi Baik dengan Luas Wilayah adalah perbandingan antara jalan dengan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik140
kondisi permukaan baik dengan luas suatu wilayah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbikan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 Km2 = 1
5 – 10 Km2 = 2
Kurang dari 5 Km2 = 3
18) Persentase RT Yang Mempunyai Akses
ke Air Bersih adalah persentase rumah
tangga yang menggunakan air minum
yang berasal dari mineral, air
leding/PAM, pompa air, sumur atau mata
air yang terlindungi.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS
Pusat atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan
oleh Bappenas bekerjasama dengan
UNDP.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 36 % = 1
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
141
36 – 50 % = 2
Lebih dari 50 % = 3
19) Tingkat Elektrifikasi adalah proporsi
rumah tangga yang berlangganan listrik
baik dari PLN maupun dari Non PLN.
Sumber data ini dapat diperoleh di BPS
Pusat atau terbitan Indonesia Laporan
Pembangunan Manusia yang diterbitkan
oleh Bappenas bekerjasama dengan
UNDP.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
20) Persentase RT Yang Berlangganan Telpon adalah proporsi rumah tangga yang berlangganan telpon tetap (Fix Telephon).
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik142
Skor Variabel ini :
Kurang dari 20 % = 1
20 – 40 % = 2
Lebih dari 40 % = 3
21) Persentase Desa/Kelurahan Yang Terkena Permasalahan Sampah adalah persentase desa yang terkena permasalahan sampah baik berupa kondisi kebersihan, bau, penyakit, pencemaran dan dampak-dampak lain yang disebabkan karena kekurangtepatan pengelolaan sampah.
Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS
Skor Variabel ini :
Lebih Dari 60 % = 1 30 – 60 % = 2 Kurang Dari 30 % = 3
22) Persentase Desa Yang Terkena
Pencemaran Lingkungan adalah proporsi
desa atau kelurahan yang terdapat Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
143
pencemaran lingkungan baik
pencemaran air, udara dan tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 20 % = 1
20 – 40 % = 2
Lebih dari 40 % = 3
23) Persentase Desa Yang Tergenang
Banjir adalah proporsi desa atau
kelurahan yang sering tergenang banjir.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 %= 1
30 – 60 % = 2
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik144
Lebih dari 60 % = 3
24) Pertumbuhan Lahan-Lahan Kritis
adalah pertumbuhan luas lahan-lahan
kritis selama kurun waktu lima tahun
terakhir.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 % = 1
5 – 10 % = 2
Kurang dari 5 % = 3
25) Frekuensi Monitoring Kualitas
Lingkungan adalah upaya-upaya
monitoring kualitas lingkungan yang
berupa salah satu dari lingkungan udara
atau air atau tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
145
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang Dari 1 Tahun sekali = 1
Setiap Triwulan Sekali = 2
Lebih dari Satu Triwulan Sekali = 3
26) Persentase Desa Kritis Lingkungan adalah proporsi desa yang terdapat lahan-lahan kritis.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 30 % = 1
15 – 30 % = 2
Kurang dari 15 %= 3
27) Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5
Tahun Terakhir adalah tingkat
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik146
pertambahan jumlah koperasi dan UKM
selama 5 tahun terakhir.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 5 % = 1
15 – 10 % = 2
Labih dari 10 % = 3
28) Persentase Koperasi dan UKM di LIK
adalah persentase UKM yang berlokasi
di Lingkungan Industri Kecil (Kawasan
industri untuk usaha kecil dan
menengah)
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
147
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
29) Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap
PDRB Industri adalah pertumbuhan
kontribusi output/pendapatan KUKM
terhadap pendapatan/output sektor
industri.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 5 %= 1
5 – 10 % = 2
Lebih dari 10 % = 3
30) Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk
UKM adalah pertumbuhan alokasi
pendanaan yang disalurkan oleh
pemerintah dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah selama
5 tahun terakhir.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik148
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 5 %= 1
5 – 10 % = 2
Lebih dari 10 % = 3
31) Rasio Antara Persetujuan dengan
Realisasi Investasi adalah proporsi nilai
realisasi penanaman modal dengan nilai
persetujuan penanaman modal.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
149
32) Keberadaan Pelayanan Investasi Satu
Atap adalah kantor pelayanan satu atap
yang diarahkan untuk mempermudah
pelayanan perijinan penanaman modal
baik PMA mupun PMDN.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat, Bappeda atau
Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)
yang diterbitkan oleh BPS.
Skor Variabel ini :
Tidak ada = 1
Ada, belum beroperasi =
2
Ada dan sudah beroperasi = 3
33) Rata-Rata Waktu Penyelesaian
Perijinan Investasi adalah rata-rata
waktu total yang dibutuhkan untuk
mengurus perijinan prinsip hingga
perijinan implementasi investasi.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik150
Kantor BPS setempat atau kantor
pelayanan investasi setempat.
Skor Variabel ini :
Lebih dari satu bulan = 1
15 – 30 Hari = 2
Kurang dari 15 Hari = 3
34) Keberadaan Insentif/Disisentif
Investasi adalah kemudahan-
kemudahan fiskal dan moneter serta
administrasi yang diberikan dalam
mendorong peningkatan penanaman
modal.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau kantor
pelayanan investasi setempat.
Skor Variabel ini :
Tidak ada insentif =
1
Ada Insentif Fiskal atau Moneter =
2
Insentif Fiskal dan Moneter = 3
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
151
35) Rasio Penduduk Yang ber KTP adalah
proporsi penduduk berusia 17 tahun ke
atas yang memiliki KTP.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Kecamatan setempat.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
36) Rasio Balita Ber Akte Kelahiran adalah
proporsi Anak-anak berusia Lima Tahun
Ke bawah yang memiliki Akte Kelahiran
dari Kantor Catatan Sipil.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Kecamatan setempat.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik152
Lebih dari 60 % = 3
37) Keberadaan Sistem Informasi
Kependudukan adalah keberadaan
sistem informasi kependudukan dan
keluarga yang memuat informasi jumlah
penduduk, regristasi penduduk dan
data-data kependudukan lainnya.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Catatan Sipil setempat.
Skor Variabel ini :
Tidak Ada = 1
Ada, belum online = 2
Ada dan online = 3
38) Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP
adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan
seseorang untuk mengurus pembuatan
atau perpanjangan KTP.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
153
Kantor BPS setempat atau Kantor
Kecamatan setempat.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 14 Hari = 1
7 – 14 Hari = 2
Kurang dari 7 Hari = 3
39) Keberadaan Sistem Informasi
Pemerintahan adalah sistem informasi
yang memuat profil pemerintah daerah
dan informasi tentang pegawai.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Kecamatan setempat.
Skor Variabel ini :
Tidak Ada = 1
Ada, belum online = 2
Ada dan online = 3
40) Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk
ADUMPEM adalah pertumbuhan alokasi
anggaran untuk administrasi umum
pemerintah tidak termasuk anggaran Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik154
untuk pos penggajian selama 5 tahun
terakhir.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Kecamatan setempat.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 5 % = 1
5 – 10 % = 2
Lebih dari 10 % = 3
41) Persentase Pegawai Berpangkat
Fungsional adalah proporsi pegawai
pemerintah daerah yang mempunyai
pangkat fungsional.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Kepegawaian daerah.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
155
42) Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke
atas adalah proporsi pegawai yang
mempunyai jenjang pendidikan formal
sarjana ke atas.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Kepegawaian daerah.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
43) Persentase Luas Lahan Yang Telah
Tersertifikat adalah proporsi luas tanah
yang telah memiliki sertifikat baik yang
dikuasai oleh perorangan, perusahaan
maupun pemerintah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Pertanahan Daerah.
Skor Variabel ini :
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik156
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
44) Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat
Tanah adalah rata-rata lama pengurusan
untuk menyelesaikan pembuatan atau
pemindahan hak milik tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Pertanahan Daerah.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 6 Bulan = 1
3 – 6 bulan = 2
Kurang dari 3 = 3
45) Kemudahan Pelayanan Pendaftaran
Tanah adalah kemudahan-kemudahan
yang diberikan kantor pertanahan
terhadap pengurusan pendaftaran
tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
157
Kantor BPS setempat atau Kantor
Pertanahan Daerah.
Skor Variabel ini :
Tidak ada Kemudahan = 1
Kemudahan Lokasi =
2
Kemudahan Lokasi dan Biaya =
3
46) Keberadaan Sistem Informasi
Pertanahan Daerah adalah keberadaan
sistem informasi pertanahan yang
memuat informasi tentang penguasaan
tanah, prosedur pengurusan tanah dan
transaksi tanah serta perolehan hak atas
tanah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Pertanahan Daerah.
Skor Variabel ini :
Tidak ada = 1
Ada, belum online = 2
Ada, sudah online = 3
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik158
47) Keberadaan Dokumen RTRWN Yang
Valid adalah Rencana Tata Ruang
Wilayah Yang sudah diperdakan dan
usia perencanaan masih valid (dibawah
lima tahun).
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Bappeda
Skor Variabel ini :
Belum Ada Rencana = 1
Dokumen ada, Belum diperdakan =
2
Dokumen ada, sudah diperdakan =
3
48) Keberadaan BKPRD adalah
keberadaan Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah sebagai wadah koordinasi
untuk perencanaan, pengawasan dan
pengendalian Tata Ruang.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Bappeda
Skor Variabel ini :
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
159
Belum Ada BKPRD =
1
Sudah dibentuk, tidak aktif = 2
Sudah dibentuk, dan aktif = 3
49) Keberadaan Perda RTRWN adalah
Perda yang menetapkan Dokumen
Rencana Tata Ruang sebagai salah satu
acuan pembangunan daerah terutama
dalam mengelola ruang (struktur dan
pola pemanfaatan ruang).
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Bappeda
Skor Variabel ini :
Belum ada Perda TTR = 1
Perda, belum sinkron dengan RPJMD
= 2
Perda, sinkron dengan RPJMD = 3
50) Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5
Tahun terakhir adalah pertumbuhan
desa/kota yang mempunyai
permasalahan lingkungan baik berupa
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik160
pencemaran lingkungan maupun lahan-
lahan kritis.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Dinas
Perhubungan setempat.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 % = 1
5 – 10 % = 2
Kurang dari 5 % = 3
51) Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun
Terakhir adalah pertumbuhan
keberadaan titik-titik kemacetan
lalulintas di daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Dinas
Kehutanan/Pertanian setempat.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 % = 1
5 – 10 % = 2
Kurang dari 5 % = 3Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
161
52) Rasio Polisi PP terhadap Penduduk
adalah perbandingan antara jumlah
Polisi Pamong Praja dengan Penduduk.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Linmas/Satuan Polisi Pamong Praja.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 1 : 5.001 = 1
1: 3.000 – 1 : 5.000 = 2
Kurang dari 1 : 3.000 = 3
53) Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun
Terakhir adalah pertumbuhan tindak
kriminal yang terjadi selama 5 tahun
terakhir.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Linmas/Satuan Polisi Pamong Praja.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 % = 1
5 – 10 % = 2
Kurang dari 5 % = 3
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik162
54) Persentase Desa Yang Memiliki
Permukiman Liar adalah pertumbuhan
desa atau kelurahan yang terdapat
rumah-rumah liar.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Linmas/Satuan Polisi Pamong Praja.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 % = 1
5 – 10 % = 2
Kurang dari 5 % = 3
55) Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran
Perda adalah pertumbuhan pendirian
bangunan-bangunan yang melanggar
spesifikasi dan alokasi peruntukan.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Dinas PU/Tata
Bangunan
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 % = 1
5 – 10 % = 2Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
163
Kurang dari 5 % = 3
56) Persentase Penyandang Penyakit
Sosial Terdaftar adalah proporsi
penyandang penyakit sosial seperti
orang gila, gelandangan, pengemis, tuna
wisma dan anak jalanan terhadap total
penduduk.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Dinas
Sosial/Linmas.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 10 % = 1
5 – 10 % = 2
Kurang dari 5 % = 3
57) Persentase Penyandang Penyakit
Sosial Tersantuni adalah proporsi
penyandang penyakit sosial yang telah
mendapat santunan atau pembinaan
dari pemerintah daerah.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Dinas
Sosial/Linmas.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik164
Skor Variabel ini :
Kurang dari 30 % = 1
30 – 60 % = 2
Lebih dari 60 % = 3
58) Rasio PSM terhadap Penduduk adalah
rasio petugas Sosial Masyarakat yang
dipunyai oleh Pemerintah daerah
dibandingkan dengan total penduduk.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Dinas Sosial.
Skor Variabel ini :
Lebih dari 1 : 5.001 = 1
1: 3.000 – 1 : 5.000 = 2
Kurang dari 1 : 3.000 = 3
59) Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk
Penanganan Sosial adalah pertumbuhan
alokasi anggaran untuk penanganan
permasalahan sosial masyarakat selama
5 tahun terakhir (tidak termasuk gaji
pegawai dan pengeluaran rutin).
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
165
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Dinas Sosial.
Skor Variabel ini :
Kurang dari 5 % = 1
5 – 10 % = 2
Lebih dari 10 % = 3
60) Keberadaan Tim Pengendali
Pembangunan adalah keberadaan tim
yang bertugas memonitor dan
mengendalikan pelaksanaan
pembangunan baik terhadap pencapai
sasaran pembangunan dan manajemen
proyek/keuangan.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Bawasda dan bappeda.
Skor Variabel ini :
Tidak ada = 1
Ada, hanya mengendalikan sasaran
atau menajemen proyek = 2
Ada, mengendalikan kedua aspek
tersebut = 3
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik166
61) Keberadaan Evaluasi Pembangunan
Paruh Waktu adalah evaluasi
pembangunan yang dilakukan secara
rutin.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Bawasda dan bappeda.
Skor Variabel ini :
Tidak ada = 1
Ada, berupa laporan intern = 2
Ada, berupa publikasi = 3
62) Persentase Penyimpangan Dari
Rencana Pembangunan adalah
persentase penyimpangan sasaran dan
kegiatan dari rencana semula.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Bawasda dan bappeda.
Skor Variabel ini :
Penyimpangan lebih dari 30 % =
1Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
167
Penyimpangan 15 – 30 % =
2
Penyimpangan Kurang dari 15 % =
3
63) Klasifikasi Simpangan Rencana Tata
Ruang Wilayah adalah penyimpangan
tata ruang dapat berupa penyimpangan
alokasi, peruntukan dan spesifikasi
area/bangunan.
Sumber data ini dapat diperoleh
publikasi statistik yang diterbitkan oleh
Kantor BPS setempat atau Kantor
Bawasda dan bappeda.
Skor Variabel ini :
Penyimpangan Alokasi = 1
Penyimpangan Peruntukan = 2
Penyimpangan Spesifkasi = 3
3. Pengolahan Data dan Penghitungan
Indeks Kinerja Pelayanan Publik
Pengolahan indeks pengukuran publik
tersebut dilakukan dengan menggunakan
komputer atau manual. Penggunaan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik168
komputer akan memasukkan skor masing-
masing variabel ke dalam Program
Spreatsheet (seperti Lotus, Excell dan
Supercal). Pemasukan Kinerja pelayanan
publik tersebut secara otomatis akan
dihitung dengan menggunakan aplikasi
komputer tersebut. Rumus perhitungan
indeks kinerja pelayanan publik tersebut
adalah :
SkorTot = Bobot Ki . Skor Kix , dimana
SkorTot = Skor Total Kinerja Pelayanan
Bobot Kix = Bobot Variabel i pada daerah x,
Skor Kix = Skor Variabel i pada daerah x.
Berdasarkan perkalian skor dan total
tersebut maka akan didapat total skor
berkisar pada nilai 1 dan 3. Berdasarkan
skor total tersebut maka disusun tingkat
kinerja pelayanan publik sebagai berikut:
Tabel 4.1Tingkat Kinerja Pelayanan Publik
Berdasarkan Nilai Total Skor
Tingkat Kinerja Nilai Skor Total
Rendah 1,0 – 1,6
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
169
Sedang 1,7 – 2,3
Tinggi 2,4 – 3,0
Sumber : Hasil Analisis, 2006
B. PENGUKURAN INDEKS KEPUASAN
MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN
PUBLIK
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana
telah ditetapkan dalam Keputusan Men.PAN
Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian
dikembangkan menjadi 14 unsur yang
"relevan, valid' dan "reliaber, sebagai unsur
minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran
indeks kepuasan masyarakat sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Penetapan Pelaksana
1) Apabila dilaksanakan secara swakelola,
perlu membentuk Tim penyusunan
indeks kepuasan masyarakat yang
terdiri dari:
a) Pengarah;
b) Pelaksana yang terdiri dari:
(1) Ketua.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik170
(2) Anggota sekaligus sebagai
surveyor sebanyak-banyaknya 5
orang.
c) Sekretariat sebanyak-banyaknya 3
orang.
2. Apabila dilaksanakan oleh unit
independen yang sudah
berpengalaman, perlu dilakukan
melalui "Perjanjian kerja sama" dengan
unit independen. Unit independen
tersebut dapat dilaksanakan oleh:
1) Badan Pusat statistik (BPS).
2) Perguruan Tinggi (Pakar).
3) Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM).
4) Pelaku Usaha atau
5) Kombinasi dari unit tersebut 1 s.d.
4.
2. Penyiapan bahan.
a. Kuesioner
Dalam penyusunan IKM digunakan
kuesioner sebagai alat bantu
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
171
pengumpulan data kepuasan masyarakat
penerima pelayanan.
Kuesioner disusun berdasarkan tujuan
survei terhadap tingkat kepuasan
masyarakat.
b. Bagian dari kuesioner
Kuesioner dibagi atas 3 (tiga) bagian
yaitu :
Bagian I : Identitas responden
meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan dan pekerjaan, yang
berguna untuk menganalisis
profil responden dalam
penilaiannya terhadap unit
pelayanan instansi pemerintah.
Bagian II : Identitas pencacah, berisi
data pencacah. (apabila
kuesioner diisi oleh
masyarakat, bagian ini tidak
diisi).
Bagian III : Mutu pelayanan publik
adalah pendapat penerima
pelayanan yang memuat
kesimpulan atau pendapat
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik172
responden terhadap unsur-
unsur pelayanan yang dinilai.
c. Bentuk Jawaban
Bentuk jawaban pertanyaan dari setiap
unsur pelayanan secara umum
mencerminkan tingkat kualitas pelayanan,
yaitu dari yang sangat baik sampai
dengan tidak baik. Untuk kategori tidak
baik diberi nilai persepsi 1, kurang baik
diberi nilai persepsi 2, baik diberi
nilai persepsi 3. sangat baik diberi nilai
persepsi 4.
3. Penetapan Responden, Lokasi dan
Waktu Pengumpulan Data
a. Jumlah Responden
Responden dipilih secara acak yang
ditentukan sesuai dengan cakupan
wilayah masing-masing unit pelayanan.
Untuk memenuhi akurasi hasil
penyusunan indeks, responden terpilih
ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah
populasi penerima layanan, dengan dasar
("Jumlah unsur" 10 = jumlah responden
(14 +1) x 10 = 150 responden,Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
173
b. Lokasi dan Waktu Pengumpulan
Data
Pengumpulan data dapat dilakukan di :
Lokasi masing-masing unit pelayanan
(seperti unit pelayanan SIM, STNK,
transportasi dan sebagainya) pada
saat sibuk;
Di lingkungan perumahan untuk
penerima layanan tertentu (seperti:
telepon, air bersih, pendidikan dan
sebagainya) pada saat responden di
rumah.
4. Penyusunan Jadwal.
Penyusunan indeks kepuasan masyarakat
diperkirakan memerlukan waktu selama 1
(satu) bulan dengan rincian sebagai berikut:
a. Persiapan, 6 hari kerja;
b. Pelaksanaan pengumpulan data, 6 hari
kerja;
c. Pengolahan data indeks, 6 hari kerja;
d. Penyusunan dan pelaporan hasil, 6 hari
kerja.
5. Pelaksanaan Pengumpulan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik174
a. Pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang akurat dan
obyektif perlu ditanyakan kepada
masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan
yang telah ditetapkan.
b. Pengisian kuesioner
Pengisian kuesioner dapat dilakukan
dengan salah satu dari kemungkinan dua
cara sebagai berikut:
1) Dilakukan sendiri oleh penerima
layanan dan hasilnya dikumpulkan di
tempat yang
2) Dilakukan oleh pencacah melalui
wawancara oleh:
a) Unit pelayanan sendiri,
walaupun sebenarnya dengan
cara ini hasilnya kemungkinan
besar akan subyektif, karena
dikhawatirkan jawaban yang
kurang baik mengenai
instansinya akan mempengaruhi
obyektivitas penilaian. Untuk
mengurangi subyektifitas hasil
penyusunan indeks, dapat
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
175
melibatkan unsur pengawasan
atau sejenisnya yang terkait.
b) Unit independen yang sudah
berpengalaman, baik untuk
tingkat Pusat, Provinsi maupun
Kabupaten/ Kota. Independensi
ini perlu ditekankan untuk
menghindari jawaban yang
subyektif. Unit independen dapat
terdiri dari unsur instansi terkait
antara lain Badan Pusat Statistik
(BPS) atau Perguruan Tinggi
(pakar) atau Lembaga Swadaya
Masyarakat, Pelaku Usaha atau
kombinasi di antara unit
tersebut.
6. Pengolahan Data
a. Metode Pengolahan Data
Nilai IKM dihitung dengan
menggunakan "nilai rata-rata
tertimbang" masing-masing unsur
pelayanan. Dalam penghitungan indeks
kepuasan masyarakat terhadap 14
unsur pelayanan yang dikaji, setiap
unsur pelayanan memiliki penimbang
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik176
yang sama dengan rumus sebagai
berikut:
Bobot nilai rata-rata = tertimbang
Jumlah bobot
= 1 = 0,071
tertimbang Jumlah Unsur
14
Untuk memperoleh nilai IKM unit
pelayanan digunakan pendekatan
nilai rata-rata tertimbang dengan
rumus sebagai berikut:
IKM
=
Total dari Nilai Persepsi Per
Unsur
x Nilai
Total unsure yang terisi Penimban
gUntuk memudahkan interpretasi terhadap
penilaian IKM yaitu antara 25-100 maka
hasil penilaian tersebut diatas
dikonversikan dengan nilai dasar 25,
dengan rumus sebagai berikut:
IKM Unit Pelayanan x 25
Mengingat unit pelayanan mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda, maka
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
177
setiap unit pelayanan dimungkinkan
untuk:
Menambah unsur yang dianggap
relevan.
Memberikan bobot yang berbeda
terhadap 14 (empat belas) unsur yang
dominan dalam unit pelayanan,
dengan catatan jumlah bobot seluruh
unsur tetap 1.
Tabel 4.2.
Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit
Pelayanan
NILAIPERSEPSI
NILAIINTERVAL
IKM
NILAIINTERVALKONVERSI
IKM
MUTUPELAYANA
N
KINERJAUNIT
PELAYANAN
1 1,00- 1.75
25-43.75 P Tidak baik
2 1,76 - 2,50
43,76-62,50
C Kurang baik
3 2,51 - 3,25
62,51-81,25
B Baik
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik178
4 3.26 - 4,00
81,26-100,00
A Sangat baik
Sumber : Kepmen PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003
b. Perangkat pengolahan
1) Pengolahan dengan komputerData entry dan penghitungan indeks dapat dilakukan dengan program komputer/sistem data base.
2) Pengolahan secara manuala) Data isian kuesioner dari setiap
responden dimasukkan ke dalam formulir mulai dari unsur 1 (U1) sampai dengan unsur 14 (U14).
b) Langkah selanjutnya untuk mendapatkan nilai rata-rata per unsur pelayanan dan nilai indeks unit pelayanan adalah sebagai berikut :
(1) Nilai rata-rata per unsur pelayanan.
Nilai masing-masing unsur pelayanan dijumlahkan (ke bawah) sesuai dengan jumlah kuesioner yang diisi oleh
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
179
responden, kemudian untuk mendapatkan nilai rata-rata per unsur pelayanan, jumlah nilai masing-masing unsur pelayanan dibagi dengan jumlah responden yang mengisi.
Untuk mendapatkan nilai rata-rata tertimbang per unsur pelayanan, jumlah nilai rata-rata per unsur pelayanan dikalikan dengan 0,071 sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang.
(b) Nilai indeks pelayanan
Untuk mendapatkan nilai indeks unit pelayanan, dengan cara menjumlah-kan 14 unsur dari nilai rata-rata tertimbang.
3. Pengujian Kualitas
Data
Data pendapat masyarakat yang telah
dimasukkan dalam masing-masing kuesioner,
disusun dengan mengkompilasikan data
responden yang dihimpun berdasarkan
kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan
terakhir dan pekerjaan utama.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik180
Informasi ini dapat digunakan untuk
mengetahui profil responden dan
kecenderungan jawaban yang diberikan,
sebagai bahan analisis obyektivitas.
C. TIPOLOGI KINERJA PELAYANAN PUBLIK
Penyusunan tipologi pada dasarnya digunakan
untuk mengetahui karakteristik dari tingkat
pelayanan publik dalam rangka menetapkan
strategi atau rencana tindak (action plan)
untuk peningkatan kinerja pelayanan publik.
Oleh karena itu dalam rangka menyusun
strategi dan rencana peningkatan pelayanan
publik, pemerintah daerah dapat mengawali
dengan membuat pemetaan status kinerja
pelayanan publik. Pemetaan status kinerja
pelayanan publik ini dapat diwujudkan dalam
suatu plot diagram.
Dalam rangka penyusunan strategi atau
rencana tindak untuk memperbaiki kinerja
pelayanan publik tersebut dapat dilakukan
dengan dua cara. Kedua cara tersebut adalah :
1. Menguraikan indeks Kinerja Pelayanan
Publik. Upaya untuk menguraikan indeks
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
181
kinerja pelayanan publik ini adalah upaya
untuk mengetahui jenis pelayanan apa saja
yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap kinerja pelayanan publik tersebut.
Berdasarkan pengetahuan tersebut maka
akan dapat dilakukan perbaikan terhadap
pelayanan-pelayanan yang masih rendah
kinerjanya. Beberapa indikator yang dapat
digunakan untuk melihat kinerja tersebut
adalah jumlah pelayanan atau jenis-jenis
pelayanan yang memberikan kontribusi
terbesar (misalnya jenis pelayanan dasar
yang termasuk dalam kelompok pelayanan
dasar). Tipologi tersebut dapat disajikan
dalam Kuadran I sampai Kuadran IV
sebagaimana disajikan dalam Gambar 4.1.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik182
Gambar 4.1
Plot Diagram Dalam Rangka Penentuan Kinerja Pemerintah Daerah di Bidang Pelayanan Publik
Berdasarkan Jumlah Kantor Pelayanan Yang saat ini Dimiliki
2. Melakukan perbandingan dengan indikator
di luar indeks kinerja pelayanan publik.
Penyusunan tipologi ini menggunakan
variabel pembanding yang bukan berupa
jenis pelayanan dan variabel yang
terdapat di indeks kinerja pelayanan
publik. Beberapa variabel di luar indeks
pelayanan publik yang dapat digunakan
sebagai indikator pembanding antara lain
adalah kemampuan pemerintah daerah
yang dicerminkan dengan Fiscal Gap (rasio
antara pendapatan asli daerah dengan
Total Anggaran Belanja Pemerintah),
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
dan Total Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) pada pelayanan 14 pelayanan
kewenangan pemerintah daerah. Contoh
pembuatan tipologi ini disajikan dalam
gambar berikut :
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
183
Gambar 4.2
Plot Diagram Dalam Rangka Penentuan Kinerja Pemerintah Daerah di Bidang Pelayanan Publik
Berdasarkan Kemampuan Keuangan Daerah
BAB VAPLIKASI KOMPUTER
PENGUKURAN INDEKS KINERJA PELAYANAN PUBLIK
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik184
A. SISTEM INFORMASI UNTUK PENGUKURAN
KINERJA PEMERINTAH DAERAH BIDANG
PELAYANAN PUBLIK
Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan
elemen/bagian yang saling terkait dan
membentuk satu kesatuan yang utuh.
Kesatuan yang utuh tersebut mengandung dua
konsekuensi. Kedua konsekuensi tersebut
adalah (1) sekumpulan elemen yang saling
terkait tersebut mendukung satu atau
beberapa tujuan, dan (2) perubahan pada
suatu elemen akan berpengaruh pada
perubahan para-meter elemen-elemen yang
lainnya (Curtis, 1995: 15, dengan perubahan).
Informasi adalah data yang telah diolah utuk
suatu tujuan. Salah satu tujuan pengolahan
data menjadi informasi tersebut adalah untuk
mendukung/ membantu berbagai pengambilan
keputusan. Selanjutnya untuk dapat
mengambil keputusan yang tepat diperlukan
pemahaman tentang tujuan organisasi, dan
mempunyai kemampuan memproses serta
mengapresiasi informasi yang telah diolah
(Curtis, 1995 : 5).
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
185
Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan komponen yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan.
Kumpulan komponen tersebut mempunyai beberapa tujuan
Perubahan parameter pada satu komponen akan berpengaruh pada komponen yang lain
Dapat dikatakan Lingkup sistem informasi adalah
Pengumpulan dan Inputing Data
Pengolahan Data menjadi Informasi
Penyimpanan dan Penyajian Data & Informasi
Pemberian Umpan Balik Kontrol (feedback control)
Sumber : Curtis (1995)
Gambar 5.1Pengertian Sistem Informasi
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik186
E-Goverment adalah aplikasi teknologi
informasi berbasis internet dan perangkat
digital lainnya yang dikelola oleh pemerintah
untuk keperluan penyampaian informasi
pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis,
pegawai, badan usaha dan lembaga-lembaga
lain secara online (P3TIE-BPPT, 2003).
Berdasarkan definisi tersebut maka lingkup E-
Goverment adalah penyampaian informasi dari
pemerintah (G) ke Masyarakat (C), Bisnis (B)
dan pemerintah (G) yang terdiri dari instansi
pemerintah sektoral maupun pemerintah
pusat-daerah.
G B C
G G2G G2B G2C
B B2G B2B B2C
C C2G C2B C2C
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
187
Gambar 5.2Lingkup E-Goverment
Pengembangan e-government merupakan
komitmen pemerintah untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang
berbasis elektronik dalam rangka
meningkatkan kualitas layanan publik secara
efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-
government dilakukan penataan sistem
manajemen dan proses kerja di lingkungan
pemerintah dengan mengoptimasikan
pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan
teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua)
aktivitas yang berkaitan yaitu :
1. pengolahan data, pengelolaan informasi,
sistem manajemen dan proses kerja secara
elektronis;
2. pemanfaatan kemajuan teknologi informasi
agar pelayanan publik dapat diakses secara
mudah dan murah oleh masyarakat di
seluruh wilayah negara.
Berdasarkan lingkup E-Goverment dan
aktivitas pemanfaatan teknologi informasi
maka diidentifikasi terdapat tiga lapis aplikasi
yang dikembangkan di dalamnya. Ketiga lapis
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik188
aplikasi tersebut adalah (1) aplikasi dasar
umum, (2) aplikasi fungsi kepemerintahan dan
kelembagaan, dan (3) aplikasi pelayanan. Pada
ketiga lapis aplikasi tersebut memungkinkan
untuk saling berkomunikasi karena sama-sama
berbasis internet. Aplikasi E-Goverment
tersebut karena menggunakan basis yang
sama maka antar aplikasi dapat berkomunikasi
secara mudah, sehingga diperoleh suatu
sistem aplikasi yang terintegrasi dan
komprehensif. Selanjutnya, aplikasi E-
Goverment dapat diakses oleh pengguna
dengan cakupan daerah yang nyaris tidak
terbatas maka aplikasi ini perlu dilengkapi
dengan sistem keamanan yang memadai,
untuk mencegah munculnya gangguan
(hacker) terhadap E-Goverment.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
189
Gambar 5.3Lapis Aplikasi Dalam E-Goverment
Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU
32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Tidak
semua keterangan tentang pemerintah daerah
dijelaskan disini, tetapi hanya diuraikan
beberapa pokok bahasan yang berhubungan
dengan sistem aplikasi e-Government.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik190
Asas Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah; Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan menurut asas
Otonomi dan Tugas Pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya. Unsur
penyelenggara pemerintahan daerah adalah
Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau
Walikota), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan Perangkat Daerah. Sedangkan
Pemerintah Pusat (disebut Pemerintah), adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dalam
menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah
menggunakan asas Desentralisasi, Tugas
Pembantuan, dan Dekonsen-trasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Urusan Pemerintah meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan (termasuk urusan diluar yang tersebut diatas), Pemerintah dapat menyeleng-garakan sendiri atau melimpahkan sebagian
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
191
urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah berdasarkan asas tugas pembantuan.
Unsur penyelenggara; pemerintahan daerah adalah Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Perangkat Daerah. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Daerah dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Organisasi tipikal Pemerintah Daerah.
Kewenangan, hak dan kewajiban serta
fungsi; kewenangan pemerintah daerah
sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun
2004 tentang Perubahan UU No. 22 Tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah. Berdasarkan
UU tersebut terdapat 16 jenis kewenangan
pemerintah daerah (pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota). Berdasarkan peraturan yang
sama, terdapat 8 hak-hak pemerintah daerah
dan 13 jenis kewajiban.
Sebagaimana telah diuraikan pada sub bab
sebelumnya tujuan pengembangan E-
Government merupakan upaya untuk
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik192
mengembangkan penyelenggaraan
kepemerintahan yang berbasis elektronik
dalam rangka meningkatkan kualitas layanan
publik secara efektif dan efisien. Tujuan ini
dapat dicapai karena saat ini kemajuan
teknologi informasi telah memungkinkan hal
tersebut.
Pengembangan E-Goverment yang berbasis
web memungkinkan untuk peningkatan
kualitas dan jangkauan pelayanan publik.
Peningkatan kualitas dan pelayanan publik ini
dapat terjadi karena jangkauan sistem internet
yang hampir tidak mengenal batas-batas
geografis serta kecepatan komunikasi data
yang semakin meningkat. Penerapan E-
Goverment berbasis web ini akan
memungkinkan dipangkasnya proses
pelayanan karena tingginya waktu antrian di
loket-loket pelayanan konvensional, biaya
transportasi dari dan ke lokasi pelayanan dan
waktu penyampaian persyaratan pelayanan.
Pengembangan E-Goverment yang berbasis
internet juga dapat dikombinasikan dengan
pendirian pusat-pusat pelayanan konvensional
baru dengan skala yang relatif lebih kecil dan
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
193
lokasi yang menyebar. Pendirian pusat-pusat
pelayanan konvensional ini dimungkinkan
apabila dikembangkan sistem informasi
dengan data yang terdistribusi maupun data
yang tersentral. Kedua sistem data tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-
masing. Data terdistribusi akan menyebabkan
lalu lintas data ke server pusat akan dapat
dikurangi. Lalu lintas data ke pusat data pada
sistem terdistribusi akan lebih sedikit, sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya
kemacetan lalu lintas data atau peluang
terjadinya tubrukan data (data collision).
Kelemahan sistem ini adalah pada
pembangunan titik-titik lokasi pelayanan yang
relatif lebih mahal karena pengadaan
computer server dan terminal komputer.
Sementara sistem tersentral akan
memungkinkan pembangunan titik-titik lokasi
pelayanan yang relatif lebih murah, namun
memiliki potensi terjadinya crash atau data
collision yang tinggi karena trafic data dari
lokasi pelayanan ke pusat data relatif lebih
tinggi.
B. KONSEP APLIKASI PENGUKURAN INDEKS
KINERJA PELAYANAN PUBLIKPedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik194
Dalam rangka meningkatkan kemudahan
pengukuran dan penilaian kinerja pemerintah
daerah di bidang pelayanan publik, maka perlu
dibangun aplikasi komputer. Aplikasi komputer
tersebut diharapkan mampu membantu :
1. Manajemen data yang meliputi pemasukan,
edit dan penyimpanan data; salah satu
kemampuan yang harus ada dalam aplikasi
ini adalah manajemen data wilayah yang
akan digunakan untuk pengukuran kinerja
pelayanan publik. Pemasukan data tersebut
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
pengukuran kinerja pelayanan publik yang
berjumlah 63 variabel. Fungsi ini
diwujudkan dalam modul entri data.
2. Penghitungan Total Skor Indeks Kinerja
Pelayanan Publik; perghitungan total skor
kinerja pelayanan publik merupakan
kemampuan yang paling penting dari
aplikasi ini. Kemampuan ini diwujudkan
dalam modul perhitungan indeks yang
berfungsi menghitung tingkat kinerja
pelayanan publik. Modul ini terkait dengan
modul entri data maupun modul tipologi.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
195
3. Ploting Hasil Indeks Pelayanan Publik pada
berbagai Tipologi yang telah ditetapkan;
Perhitungan kinerja pelayanan publik tidak
akan banyak berarti apabila tidak
dilengkapi dengan arahan upaya-upaya
yang perlu dilakukan untuk perbaikan atau
peningkatan pelayanan publik. Oleh karena
itu aplikasi pengukuran kinerja pelayanan
publik juga harus mampu menampilkan
berbagai tipologi kinerja pemerintah daerah
dalam pelayanan publik. Fungsi ini
diwujudkan dalam modul tipologi.
4. Perawatan dan pemutahiran data untuk
mengantisipasi perubahan variasi data;
Pengukuran kinerja pemerintah daerah
dalam pelayanan publik ini akan dilakukan
dibeberapa daerah dan beberapa waktu.
Selama beberapa waktu tersebut
dimungkinkan terjadi perubahan data baik
data wilayah maupun data yang akan
berpengaruh pada skor nilai variabel. Oleh
karena itu aplikasi ini harus memungkinkan
untuk melakukan perubahan-perubahan
tersebut.
Struktur aplikasi komputer pada dasarnya
terdiri dari empat komponen utama. Keempat
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik196
komponen tersebut adalah (1) Data Input, (2)
Data processing, (3) data output dan (4)
Control dan Storage. Gambar sematis
hubungan keempat komponen struktur aplikasi
tersebut disajikan dalam Gambar 5.4.
Input Output
Data Informasi
Gambar 5.4Struktur Generik Aplikasi Komputer
Struktur aplikasi pengukuran kinerja pelayanan
pemerintah dalam pelayanan publik, hampir
sama dengan sistem generik tersebut. Struktur
aplikasi ini terdiri dari tiga modul, yaitu (1)
modul input data, (2) modul perhitungan dan
(3) modul tipologi. Hubungan antar ketiga
modul tersebut disajikan dalam gambar berikut
:
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
197
Gambar 5.5
Struktur Aplikasi Komputer Pengukuran Kinerja Pemerintah Bidang Pelayanan Publik
C. PENGGUNAAN SPREADSHEET UNTUK
PENGUKURAN KINERJA PELAYANAN
PUBLIK
Aplikasi Pengukuran Kinerja Pemerintah Dalam Pelayanan Publik ini akan menggunakan SpreadSheet (program pengolah angka) yang dikeluarkan oleh Microsoft, yaitu MS Excell. Penggunaan MS Excell ini disebabkan program ini telah populer dan mudah digunakan di kalangan pemerintah daerah. Karena program excell ini telah populer maka tidak diperlukan upaya pelatihan yang cukup lama untuk program aplikasi ini.
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik198
Program aplikasi ini akan menggunakan berbagai kemampuan yang digunakan dalam aplikasi ini adalah :
1. Operasi matematika sederhana; fasilitas ini
digunakan untuk menghitung total skor
kinerja pelayanan publik dan melakukan
pengolahan beberapa data wilayah untuk
mencari nilai beberapa variabel yang
digunakan untuk pengukuran kinerja
pelayanan publik;
2. Fungsi Logika; fungsi logika ini digunakan untuk memberi nilai skor secara otomatis pada nilai variabel tertentu. Fungsi Logika yang dipakai adalah fungsi IF. Dengan menggunakan fungsi ini pemakai hanya cukup memasukkan nilai-nilai variabel pengukuran kinerja pelayanan publik, kemudian secara otomatis aplikasi ini akan memberikan nilai skor dan langsung mangalikannya dengan bobot. Fungsi ini juga memungkinkan aplikasi ini langsung menampilkan hasil tingkat kinerja pelayanan publik.
3. Fungsi Graph; fungsi ini digunakan untuk menampilkan hasil pengukuran kinerja pelayanan publik dalam bentuk grafik. Fungsi ini juga akan digunakan untuk
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
199
menampilkan grafik perbandingan antara indeks kinerja pelayanan publik dengan beberapa variabel lain seperti PDRB, Fiscal Gap dan sebagainnya.
Gambar 5.6Contoh Tampilan Menu Perhitungann Indeks Kinerja Pelayanan Publik dengan Menggunakan MS Excell
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik200
Anonim, 2003, Penyusunan Standar Pelayanan Publik, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta
______, 2003, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Bab 14 : Penciptaan Tata Pemerintah Yang Bersih dan Berwibawa, Bappenas, Jakarta
______,2004, Modul Pelayanan Prima Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Atap. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Departemen dalam Negeri, Jakarta
______, 2004, Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Jakarta
______, 2002, Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah Terhadap Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta
Baharudin Aritonang (ed), 2004, Undang-Undang Otonomi Daerah, Penerbit Pustaka
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
201
Pergaulan, Jakarta
Bambang Permadi S. 1992, AHP, PAU Studi Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta
Darwin T Djajawinata, 2003, Kerangka Refleksi Sektor Pelayanan Publik, Working Paper pada Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur, Jakarta.
Loina Lalolo Krina P. 2003, Indikator & Alat Ukur Prinsip Kuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta
Rangkuti, Fredy, 2002, Pengukuran Kepuasan Pelanggan. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Soenarto, 2002, Otonomi Daerah Dan Pelayanan Publik, http://www.pu.go.id /itjen/buletin/3031otoda.htm
Tim Peneliti Departemen Riset dan Kajian Strategis. 2000. Hasil Survey Korupsi Di Pelayanan Publik :Studi Kasus di Lima Kota: Jakarta, Palangkaraya, Samarinda, Mataram dan Kupang, Indonesian Corruption Wacth, Jakarta
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik202
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
203
Lampiran 1
Hasil Perhitungan Bobot Variabel Yang Digunakan Untuk Mengukur Kinerja Pelayanan
Publik Berdasarkan Jenis Pelayanan
GR
OU
P
SER
VIC
E
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT
PELA
YA
NA
N D
AS
AR
SE
HA
T
1 AHH Angka Harapan Hidup 0,06636
2 MOBIDITY Persentase Angka Kesakitan 0,06636
3 RS/Pk/Pl Rasio Prasarana Kesehatan Dg Penduduk 0,02212
4 PARAMED Rasio Tenaga Kesehatan dg Penduduk 0,02212
5 DRS/Pk/P Persentase Desa Yang Memiliki Prasarana Kesehatan 0,02212
PE
ND
IDIK
AN
6 RRLS Rata-Rata Lama Sekolah 0,02783
7 TPSD Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar 0,02783
8 ILLITERT Tingkat Melek Huruf 0,02783
9 RSKLH Rasio Murid dengan Ruang Sekolah 0,00928
10 RGURU Rasio Murid Dengan Guru 0,00928
11 DSDSMP Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan Dasar 0,00928
NA
KER
12 TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
0,03051
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik204
GR
OU
P
SER
VIC
E
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT
13 UNEMPLOY Tingkat Pengangguran
0,04791
14 RBLK Rasio Balai Latihan Kerja terhadap Angkatan Kerja 0,01096
15 RAKTD Persentase Angkatan Kerja Yang Terdaftar 0,01096
16 RPAKTD Rasio Penempatan Angkatan Kerja Yang Terdaftar
0,01096
SA
RPR
AS
17 RJLNW Rasio Panjang Jalan dengan Luas Wilayah 0,01794
18 PAAB Persentase RT Yang Mempunyai Akses ke Air Bersih 0,02737
19 TED Tingkat Elektrifikasi 0,00711
20 RTTELP Persentase RT Yang Berlangganan Telpon Fix
0,00654
LIN
GK
21 RDKPL Persentase Desa Yang Terkena Pencemaran Lingk. 0,01361
22 RDTAB Persentase Desa Yang Tergenang Banjir 0,01361
23 PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan Kritis 0,01361
24 MONITOR Frekuensi Monitoring Kualitas Lingkungan
0,00454
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
205
GR
OU
P
SER
VIC
E
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT
25 PDKL Persentase Desa Kritis Lingkungan 0,01361
PELA
YA
NA
N P
ER
IJIN
AN
KU
KM
26 PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5 Tahun Terakhir 0,01412
27 PUKMLIK Persentase Koperasi dan UKM di LIK 0,00887
28 KUKMI Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap PDRB Industri 0,02749
29 PADUKM Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk UKM 0,00582
MD
L
30 RRIPI Rasio Antara Persetujuan dengan Realisasi Investasi 0,01679
31 SATAP Keberadaan Pelayanan Investasi Satu Atap 0,00420
32 RWPII Rata-Rata Waktu Penyelesaian Perijinan Investasi 0,00839
33 IDPM Keberadaan Insentif/Disisentif Investasi 0,00839
PE
ND
UD
UK
34 RPKTP Rasio Penduduk Yang ber KTP 0,03383
35 RBPAK Rasio Balita Ber Akte Kelahiran 0,03383
36 SIKD Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan
0,00960
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik206
GR
OU
P
SER
VIC
E
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT
37 RWPKTP Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP 0,02046
AD
MU
M
38 SIPUD Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan 0,00589
39 PAAUD Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk ADUMPEM 0,00542
40 PPJF Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional 0,02268
41 PPDS1 Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas 0,01487
PTA
NA
H
42 PTTS Persentase Luas Lahan Yang Telah Tersetifikat 0,02813
43 RWPST Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat Tanah 0,01443
44 JPPT Kemudahan Pelayanan Pendaftaran Tanah 0,00939
45 SIPPD Keberadaan Sistem Informasi Pertanahan Daerah 0,00436
MA
NA
JEM
EN
PPTTR
46 DOKTTR Keberdaan Dokumen RTRWN Yang Valid 0,00266
47 KBKPRD Keberadaan BKPRD 0,00301
48 PERDATR Keberadaan Perda RTRWN 0,00353
49 PKKL Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun terakhir
0,00902
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
207
GR
OU
P
SER
VIC
E
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT
PEM
BA
NG
UN
AN
50 PKLL Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun Terakhir 0,00902
TB
UM
51 RPOLPP Rasio Polisi PP terhadap Penduduk 0,00666
52 PTK Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir 0,02307
53 PDPL Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman Liar 0,01237
54 PPPD Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda 0,01237
SO
SIA
L
55 PPPSM Persentase Penyandang Penyakit Sosial Terdaftar 0,01681
56 PPPSMSP Persentase Penyangdang Penyakit Sosial Tersantuni 0,02359
57 RPSMP Rasio PSM terhadap Penduduk 0,00896
58 RAPPSM Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk Penanganan Sos 0,00512
PE
MB
AN
G
59 KTPPD Keberadaan Tim Pengendali Pembangunan 0,00340
60 KEPPW Keberadaan Evaluasi Pembangunan Paruh Waktu 0,00340
61 PBRP Persentase Penyimpangan Dari Rencana Pembangunan
0,01021
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik208
GR
OU
P
SER
VIC
E
NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT
62 PDPRTRW Klasifikasi Simpangan Rencana Tata Ruang Wilayah 0,01021
Sumber : hasil perhitungan, 2006
Lampiran 2
Tabel 4.2
Variabel, Satuan dan Hubungan Korelasi dengan Kinerja Pelayanan Publik
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
209
NO
VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN
HUBUNGAN
1 AHH Angka Harapan Hidup Tahun Positif
2 MOBIDITY Persentase Angka Kesakitan
% Negatif
3 RS/Pk/Pl Rasio Prasarana Kesehatan Dg Penduduk
Tanpa Sat
Positif
4 PARAMED Rasio Tenaga Kesehatan dengan Penduduk
Tanpa Sat
Positif
5 DRS/Pk/P Persentase Desa yang Memiliki Prasarana Kesehatan
% Positif
6 RRLS Rata-Rata Lama Sekolah Tahun Positif
7 TPSD Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar
% Positif
8 ILLITERT Tingkat Melek Huruf % Positif
9 RSKLH Rasio Murid dengan Ruang Sekolah
Tanpa Sat
Negatif
10 RGURU Rasio Murid Dengan Guru
Tanpa Sat
Negatif
11 DSDSMP Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan Dasar
% Positif
12 TPAK Tingkat Partisipasi Tanpa Positif
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik210
NO
VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN
HUBUNGAN
Angkatan Kerja Sat
13 UNEMPLOY
Tingkat Pengangguran % Negatif
14 RBLK Rasio Balai Latihan Kerja terhadap Angkatan Kerja
Tanpa Sat
Negatif
15 RAKTD Persentase Angkatan Kerja Yang Terdaftar
% Positif
16 RPAKTD Rasio Penempatan Angkatan Kerja Yang Terdaftar
Tanpa Sat
Positif
17 RJLNW Rasio Panjang Jalan dengan Luas Wilayah
Tanpa Sat
Positif
18 PAAB Persentase RT Yang Mempunyai Akses ke Air Bersih
% Positif
19 TED Tingkat Elektrifikasi % Positif
20 RTTELP Persentase RT Yang Berlangganan Telpon Fix
% Positif
21 RDKPL Persentase Desa Yang Terkena Pencemaran Lingkungan
% Negatif
22 RDTAB Persentase Desa Yang Tergenang Banjir
% Negatif
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
211
NO
VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN
HUBUNGAN
23 PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan Kritis
% Negatif
24 MONITOR Frekuensi Monitoring Kualitas Lingkungan
Bulan Positif
25 PDKL Persentase Desa Kritis Lingkungan
% Negatif
26 PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5 Tahun Terakhir
% Positif
27 PUKMLIK Persentase Koperasi dan UKM di LIK
% Positif
28 KUKMI Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap PDRB Indust
% Positif
29 PADUKM Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk UKM
% Positif
30 RRIPI Rasio Antara Persetujuan dengan Realisasi Investasi
Tanpa Sat
Positif
31 SATAP Keberadaan Pelayanan Investasi Satu Atap
Ada/Tidak
Positif
32 RWPII Rata-Rata Waktu Penyelesaian Perijinan Investasi
Hari Negatif
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik212
NO
VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN
HUBUNGAN
33 IDPM Keberadaan Insentif/Disisentif Investasi
Ada/Tidak
Positif
34 RPKTP Rasio Penduduk Yang ber KTP
Tanpa Sat
Positif
35 RBPAK Rasio Balita Ber Akte Kelahiran
Tanpa Sat
Positif
36 SIKD Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan
Ada/Tidak
Positif
37 RWPKTP Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP
Hari Negatif
38 SIPUD Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan
% Positif
39 PAAUD Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk ADUMPEM
% Positif
40 PPJF Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional
% Positif
41 PPDS1 Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas
% Positif
42 PTTS Persentase Luas Lahan Yang Telah Tersetifikat
% Positif
43 RWPST Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat Tanah
% Negatif
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
213
NO
VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN
HUBUNGAN
44 JPPT Kemudahan Pelayanan Pendaftaran Tanah
Positif
45 SIPPD Keberadaan Sistem Informasi Pertanahan Daerah
Ada/Tidak
Positif
46 DOKTTR Keberdaan Dokumen RTRWN Yang Valid
Ada/Tidak
Positif
47 KBKPRD Keberadaan BKPRD Ada/Tidak
Positif
48 PERDATR Keberadaan Perda RTRWN
Ada/Tidak
Positif
49 PKKL Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun terakhir
Itensitas Negatif
50 PKLL Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun Terakhir
Itensitas Negatif
51 RPOLPP Rasio Polisi PP terhadap Penduduk
Tanpa Sat
Positif
52 PTK Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir
% Negatif
53 PDPL Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman Liar
% Negatif
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik214
NO
VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN
HUBUNGAN
54 PPPD Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda
% Negatif
55 PPPSM Persentase Penyandang Penyakit Sosial Terdaftar
% Negatif
56 PPPSMSP Persentase Penyandang Penyakit Sosial Tersantuni
% Positif
57 RPSMP Rasio PSM terhadap Penduduk
Tanpa Sat
Positif
58 RAPPSM Pertumbuhan Alokasi Anggaran Penanganan Sos
% Positif
59 KTPPD Keberadaan Tim Pengendali Pembangunan
Ada/Tidak
Positif
60 KEPPW Keberadaan Evaluasi Pembangunan Paruh Waktu
Ada/Tidak
Positif
61 PBRP Persentase Penyimpangan Dari Rencana Pembangunan
% Negatif
62 PDPRTRW Klasifikasi Simpangan Rencana Tata Ruang Wilayah
A,B,C Negatif
Sumber : hasil perhitungan, 2006
Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik
215