Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

267
BAB I KONSEP DAN ARAH KEBIJAKAN PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK A. Konsep Tata Pemerintahan Yang Baik Good governance yang diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik di negeri ini. Di pemerintahan (public governance), tema ini begitu menyentuh. Banyak pihak yang “menunjuk hidung” bahwa masalah mendasar bangsa ini akan terselesaikan kalau birokrasi pemerintahnya sudah kembali ke jalan yang baik. Karenanya Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik 1

Transcript of Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Page 1: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

BAB IKONSEP DAN ARAH KEBIJAKAN

PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

YANG BAIK

A. Konsep Tata Pemerintahan Yang Baik

Good governance yang diterjemahkan sebagai

tata pemerintahan yang baik merupakan tema

umum kajian yang populer, baik di

pemerintahan, civil society maupun di dunia

swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin

kompleksnya permasalahan, seolah

menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan

yang baik di negeri ini. Di pemerintahan (public

governance), tema ini begitu menyentuh.

Banyak pihak yang “menunjuk hidung” bahwa

masalah mendasar bangsa ini akan

terselesaikan kalau birokrasi pemerintahnya

sudah kembali ke jalan yang baik. Karenanya

bagi aparatur pemerintah, good governance

adalah kewajiban yang harus diwujudkan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

1

Page 2: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Governance, yang diterjemahkan menjadi tata

pemerintahan, adalah penggunaan wewenang

ekonomi, politik dan administrasi guna

mengelola urusan-urusan negara pada semua

tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh

mekanisme, proses dan lembaga-lembaga

dimana warga dan kelompok-kelompok

masyarakat mengutarakan kepentingan

mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi

kewajiban dan menjembatani perbedaan-

perbedaan diantara mereka (Loina Lalolo,

2003).

Definisi lain menyebutkan governance adalah

mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi

dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor

negara dan sektor non-pemerintah dalam

suatu usaha kolektif. Definisi ini

mengasumsikan banyak aktor yang terlibat

dimana tidak ada yang sangat dominan yang

menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama

dari terminologi governance membantah

pemahaman formal tentang bekerjanya

institusi-institusi negara. Governance

mengakui bahwa di dalam masyarakat

terdapat banyak pusat pengambilan keputusan

yang bekerja pada tingkat yang berbeda (Loina

Lalolo, 2003).Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik2

Page 3: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Bappanes (2002) mengemukakan bahwa tata

pemerintahan yang baik memiliki 14 (empat

belas) karakteristik. Keempat belas

karakteristik tersebut adalah :

1. Tata pemerintahan yang berwawasan ke

depan; wawasan ke depan mengandung

pengertian adanya pemahaman mengenai

permasalahan, tantangan dan potensi yang

dimiliki oleh suatu unit pemerintahan, dan

mampu merumuskan gagasan-gagasan

dengan visi dan misi untuk perbaikan

maupun pengembangan pelayanan dan

menuangkannya dalam strategi

pelaksanaan, rencana kebijakan dan

program-program kerja ke depan berkaitan

dengan bidang tugasnya.

2. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka;

Bersifat terbuka dalam penyelenggaraan

pemerintahan di setiap tahap pengambilan

keputusan dapat ditengarai dengan derajad

aksesibilitas publik terhadap informasi

terkait dengan suatu kebijakan publik.

Setiap kebijakan publik termasuk kebijakan

alokasi anggaran, pelaksanaannya maupun

hasil hasilnya mutlak harus diinformasikan

kepada publik atau dapat diakses oleh Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

3

Page 4: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

publik selengkap-lengkapnya melalui

berbagai media dan forum untuk mendapat

respon.

3. Tata pemerintahan yang cepat tanggap;

Kebutuhan akan karakteristik ini karena

selalu adanya kemungkinan munculnya

situasi yang tidak terduga atau adanya

perubahan yang cepat dari kebutuhan

masyarakat akan pelayanan publik ataupun

yang memerlukan suatu kebijakan.

Karakteristik ini juga dibutuhkan karena

tidak ada rancangan yang sempurna

sehingga berbagai prosedur dan

mekanisme baku dalam rangka pelayanan

publik perlu segera disempurnakan atau

diambil langkah-langkah penanganan

segera. Bentuk kongkritnya dapat berupa

tersedianya mekanisme pengaduan

masyarakat sampai dengan adanya unit

yang khusus menangani krisis, dan

pengambilan keputusan serta tindak

lanjutnya selalu dilakukan dengan cepat.

4. Tata pemerintahan yang akuntabel;

Akuntabilitas dalam penyelenggaraan

pemerintahan dituntut di semua tahap

mulai dari penyusunan program kegiatan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik4

Page 5: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dalam rangka pelayanan publik,

pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya,

maupun hasil dan dampaknya.

Akuntabilitas juga dituntut dalam

hubungannya dengan masyarakat/publik,

dengan instansi atau aparat di bawahnya

maupun dengan instansi atau aparat di

atas. Secara substansi, penyelenggaraan

pemerintahan harus berdasar-kan pada

sistem dan prosedur tertentu, memenuhi

ketentuan perundangan, dapat diterima

secara politis, berdasarkan pada metode

dan teknik tertentu maupun nilai-nilai etika

tertentu, serta dapat menerima

konsekuensi bila keputusan yang diambil

tidak tepat.

5. Tata pemerintahan yang berdasarkan

profesionalitas dan kompetensi; Tata

pemerintahan dengan karakteristik seperti

ini akan tampak dari upaya-upaya

mengorganisasi-kan kegiatan dengan cara

mengisi posisi-posisi dengan aparat yang

sesuai dengan kompetensi, termasuk di

dalamnya kriteria jabatan dan mekanisme

penempatannya. Disamping itu, terdapat

upaya-upaya sistematik untuk

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

5

Page 6: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

mengembangkan profesionalitas sumber

daya manusia yang dimiliki unit yang

bersangkutan melalui berbagai kegiatan

pendidikan dan pelatihan.

6. Tata pemerintahan yang menggunakan

struktur dan sumber daya secara efisien

dan efektif; Upaya untuk menggunakan

struktur dan sumber daya secara efisien

dan efektif merupakan salah satu respon

atas tuntutan akuntabilitas. Kinerja

penyelenggaraan pemerintahan perlu

secara terus menerus ditingkatkan dan

dioptimalkan melalui pemanfaatan sumber

daya dan organisasi yang efektif dan

efisien, termasuk upaya-upaya

berkoordinasi untuk menciptakan sinergi

dengan berbagai pihak dan organisasi lain.

7. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi;

Tata pemerintahan yang memiliki

karakteristik seperti ini tampak dari adanya

pendelegasian wewenang sepenuhnya yang

diberikan kepada aparat dibawahnya

sehingga pengambilan keputusan dapat

terjadi pada tingkat dibawah sesuai lingkup

tugasnya. Pendelegasian wewenang

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik6

Page 7: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

tersebut semakin mendekatkan aparat

pemerintah kepada masyarakat.

8. Tata pemerintahan yang demokratis dan

berorientasi pada konsensus; Prinsip ini

menjunjung tinggi penghormatan hak dan

kewajiban pihak lain. Dalam suatu unit

pemerintahan, pengambilan keputusan

yang diambil melalui konsensus perlu

dihormati.

9. Tata pemerintahan yang mendorong

partisipasi masyarakat; Partisipasi

masyarakat pada hakekatnya

mengedepankan keterlibatan aktif

masyarakat dalam proses pengambilan

keputusan.

10.Tata pemerintahan yang mendorong

kemitraan dengan swasta dan Masyarakat;

Pemerintah dan masyarakat saling

melengkapi dan mendukung (mutualisme)

dalam penyediaan "public goods" dan

pemberian pelayanan terhadap publik.

11.Tata pemerintahan yang menjunjung

supremasi hukum; Tata pemerintahan

dengan karakter seperti ini tampak dengan

praktik-praktik penyelenggaraan Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

7

Page 8: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pemerintahan yang selalu mendasarkan diri

pada ketentuan perundangan yang berlaku

dalam setiap pengambilan keputusan,

bersih dari unsur “KKN” dan pelanggaran

HAM, serta ditegakkannya hukum terhadap

seseorang atau sekelompok orang yang

melakukan pelanggaran hukum.

12.Tata pemerintahan yang memiliki

komitmen pada pengurangan Kesenjangan;

Prinsip ini berpihak kepada kepentingan

kelompok masyarakat yang tidak mampu,

tertinggal atau termarjinalkan.

13.Tata pemerintahan yang memiliki

komitmen pada pasar; Prinsip ini

menyatakan dibutuhkannya keterlibatan

pemerintah dalam pemantapan mekanisme

pasar.

14.Tata pemerintahan yang memiliki

komitmen pada lingkungan hidup; Prinsip

ini menegaskan keharusan setiap kegiatan

pemerintahan dan pembangunan untuk

memperhatikan aspek lingkungan termasuk

melakukan analisis secara konsisten

dampak kegiatan pembangunan terhadap

lingkungan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik8

Page 9: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

B. Arah Dan Kebijakan Penciptaan Tata Pemerintahan Yang Baik

Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas sumber daya manusia aparatur; dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif (RPJM, Bab 14).

Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal tersebut terkait dengan tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan. Demikian pula, masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

9

Page 10: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

terhadap kinerja aparatur negara merupakan cerminan dari kondisi kinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan. Banyaknya permasalahan birokrasi tersebut di

atas, belum sepenuhnya teratasi baik dari sisi

internal maupun eksternal. Dari sisi internal,

berbagai faktor seperti demokrasi,

desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri,

masih berdampak pada tingkat kompleksitas

permasalahan dan dalam upaya mencari solusi

lima tahun ke depan. Sedangkan dari sisi

eksternal, faktor globalisasi dan revolusi

teknologi informasi juga akan kuat

berpengaruh terhadap pencarian alternatif-

alternatif kebijakan dalam bidang aparatur

negara.

Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan

desentralisasi telah membawa dampak pada

proses pengambilan keputusan kebijakan

publik. Dampak tersebut terkait dengan, makin

meningkatnya tuntutan akan partisipasi

masyarakat dalam kebijakan publik;

meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-

prinsip tata kepemerintahan yang baik antara

lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas

kinerja publik serta taat pada hukum;

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik10

Page 11: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan

tanggungjawab, kewenangan dan pengambilan

keputusan.

Demikian pula, secara khusus dari sisi internal

birokrasi itu sendiri, berbagai permasalahan

masih banyak yang dihadapi. Permasalahan

tersebut antara lain adalah: pelanggaran

disiplin, penyalahgunaan kewenangan dan

masih banyaknya praktek KKN; rendahnya

kinerja sumber daya manusia dan

kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan

(organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen)

pemerintahan yang belum memadai;

rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja;

rendahnya kualitas pelayanan umum;

rendahnya kesejahteraan PNS; dan banyaknya

peraturan perundang-undangan yang sudah

tidak sesuai dengan perkembangan keadaan

dan tuntutan pembangunan.

Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan

revolusi teknologi informasi (e-Government)

merupakan tantangan tersendiri dalam upaya

menciptakan pemerintahan yang bersih, baik

dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan

makin meningkatnya ketidakpastian akibat

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

11

Page 12: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi,

dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin

derasnya arus informasi dari manca negara

yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan

terjadinya kesenjangan informasi dalam

masyarakat (digital divide). Perubahan-

perubahan ini, membutuhkan aparatur negara

yang memiliki kemampuan pengetahuan dan

keterampilan yang handal untuk melakukan

antisipasi, menggali potensi dan cara baru

dalam menghadapi tuntutan perubahan. Di

samping itu, aparatur negara harus mampu

meningkatkan daya saing, dan menjaga

keutuhan bangsa dan wilayah negara. Untuk

itu, dibutuhkan suatu upaya yang lebih

komprehensif dan terintegrasi dalam

mendorong peningkatan kinerja birokrasi

aparatur negara dalam menciptakan

pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang

merupakan amanah reformasi dan tuntutan

seluruh rakyat Indonesia.

Program ini bertujuan untuk mengembangkan

manajemen pelayanan publik yang bermutu,

transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat,

patut dan adil kepada seluruh masyarakat

guna menunjang kepentingan masyarakat dan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik12

Page 13: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dunia usaha, serta mendorong partisipasi dan

pemberdayaan masyarakat.

Secara umum sasaran penyelenggaraan

negara Tahun 2004–2009 adalah terciptanya

tata pemerintahan yang baik, bersih,

berwibawa, profesional, dan

bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan

sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan

efektif serta dapat memberikan pelayanan

yang prima kepada seluruh masyarakat.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, secara

khusus sasaran yang ingin dicapai adalah:

1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi

di birokrasi, dan dimulai dari tataran

(jajaran) pejabat yang paling atas;

2. Terciptanya sistem kelembagaan dan

ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih,

efisien, efektif, transparan, profesional dan

akuntabel;

3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek

yang bersifat diskriminatif terhadap warga

negara, kelompok, atau golongan

masyarakat;

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

13

Page 14: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam

pengambilan kebijakan publik;

5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan

pusat dan daerah, dan tidak bertentangan

peraturan dan perundangan di atasnya.

Dalam upaya untuk mencapai sasaran

pembangunan penyelenggaraan negara dalam

mewujudkan Tata Pemerintahan yang Bersih

dan Berwibawa, maka kebijakan

penyelenggaraan negara 2004–2009 diarahkan

untuk:

1. Menuntaskan penanggulangan

penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk

praktik-praktik KKN dengan cara:

a. Penerapan prinsip-prinsip tata

pemerintahan yang baik (good

governance) pada semua tingkat dan lini

pemerintahan dan pada semua

kegiatan;

b. Pemberian sanksi yang seberat-beratnya

bagi pelaku KKN sesuai dengan

ketentuan yang berlaku;

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik14

Page 15: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

c. Peningkatan efektivitas pengawasan

aparatur negara melalui koordinasi dan

sinergi pengawasan internal, eksternal

dan pengawasan masyarakat;

d. Peningkatan budaya kerja aparatur yang

bermoral, profesional, produktif dan

bertanggung jawab;

e. Percepatan pelaksanaan tindak lanjut

hasil-hasil pengawasan dan

pemeriksaan;

f. Peningkatan pemberdayaan

penyelenggara negara, dunia usaha dan

masyarakat dalam pemberantasan KKN.

2. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan

administrasi negara melalui:

a. Penataan kembali fungsi-fungsi

kelembagaan pemerintahan agar dapat

berfungsi secara lebih memadai, efektif,

dengan struktur lebih proporsional,

ramping, luwes dan responsif;

b. Peningkatan efektivitas dan efisiensi

ketata-laksanaan dan prosedur pada

semua tingkat dan lini pemerintahan;

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

15

Page 16: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

c. Penataan dan peningkatan kapasitas

sumber daya manusia aparatur agar

lebih profesional sesuai dengan tugas

dan fungsinya untuk memberikan

pelayanan yang terbaik bagi

masyarakat;

d. Peningkatan kesejahteraan pegawai dan

pemberlakuan sistem karier

berdasarkan prestasi;

e. Optimalisasi pengembangan dan

pemanfaatan e-Government, dan

dokumen/ arsip negara dalam

pengelolaan tugas dan fungsi

pemerintahan.

3. Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan:

a. Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan pelayanan unggulan;

b. Peningkatan kapasitas masyarakat

untuk dapat mencukupi kebutuhan

dirinya, berpartisipasi dalam proses

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik16

Page 17: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pembangunan dan mengawasi jalannya

pemerintahan;

c. Peningkatan transparansi, partisipasi

dan mutu pelayanan melalui

peningkatan akses dan sebaran

informasi.

Dalam rangka penciptaan tata pemerintahan

yang bersih dan berwibawa maka ditetapkan 7

program pembangunan. Ketujuh program

pembangunan dalam bidang ketata

pemerintahan tersebut adalah:

a. Program Penerapan Kepemerintahan yang

Baik,

b. Program Peningkatan Pengawasan dan

Akun-tabilitas Aparatur Negara,

c. Program Penataan Kelembagaan dan

Ketata-laksanaan,

d. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Aparatur,

e. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan

Publik,

f. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana

Aparatur Negara, dan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

17

Page 18: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

g. Program Penyelenggaraan Pimpinan

Kenegaraan dan Kepemerintahan.

Program peningkatan kualitas pelayanan publik

mempunyai sembilan kegiatan pokok.

Kesembilan kegiatan pokok tersebut adalah :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada

masyarakat dan dunia usaha.

2. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good

governance dalam setiap proses pemberian

pelayanan publik khususnya dalam rangka

mendukung penerimaan keuangan negara

seperti perpajakan, kepabeanan, dan

penanaman modal;

3. Meningkatkan upaya untuk menghilangkan

hambatan terhadap penyelenggaraan

pelayanan publik melalui deregulasi,

debirokratisasi, dan privatisasi;

4. Meningkatkan penerapan sistem merit

dalam pelayanan;

5. Memantapkan koordinasi pembinaan

pelayanan publik dan pengembangan

kualitas aparat pelayanan publik;

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik18

Page 19: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

6. Optimalisasi pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi dalam pelayanan

publik;

7. Mengintensifkan penanganan pengaduan

masyarakat;

8. Mengembangkan partisipasi masyarakat di

wilayah kabupaten dan kota dalam

perumusan program dan kebijakan layanan

publik melalui mekanisme dialog dan

musyawarah terbuka dengan komunitas

penduduk di masing-masing wilayah; dan

9. Mengembangkan mekanisme pelaporan

berkala capaian kinerja penyelenggaraan

pemerintah pusat, provinsi dan

kabupaten/kota kepada publik.

C. Peran Strategis Pelayanan Publik

Pertanyaan yang paling mendasar adalah,

mengapa reformasi pelayanan publik menjadi

titik strategis untuk membangun praktik good

governance! Mengapa bukan aspek-aspek

kegiatan pemerintahan lainnya? Bukankah

terdapat banyak persoalan yang dihadapi

pemerintah yang juga sangat mendesak untuk

ditangani oleh pemerintah di luar praktik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

19

Page 20: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

penyelenggaraan pelayanan publik?

Pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting

untuk dijawab agar pilihan membangun praktik

penyelenggaraan pelayanan melalui reformasi

pelayanan publik benar-benar diyakini dapat

membawa pemerintah Indonesia menuju pada

praktik good governance. Atau dengan kalimat

lain, reformasi pelayanan publik di Indonesia

dapat memiliki dampak yang meluas terhadap

perubahan aspek-aspek kehidupan

pemerintahan lainnya sehingga perubahan pada

praktik penyelenggaraan pelayanan publik

dapat menjadi lokomotif bagi upaya perubahan

menuju good governance.

Ada beberapa pertimbangan mengapa

pelayanan publik menjadi titik strategis untuk

memulai pengembangan good governance di

Indonesia. Salah satunya, pelayanan publik

selama ini menjadi ranah dimana Negara yang

diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan

lembaga-lembaga non-pemerintah. Dalam

ranah ini terjadi pergumulan yang sangat

intensif antara pemerintah dengan warganya.

Buruknya praktik governance dalam

penyelenggaraan pelayanan publik sangat

dirasakan oleh warga dan masyarakat luas. Ini

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik20

Page 21: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

berarti jika terjadi perubahan yang signifikan

pada ranah pelayanan publik dengan

sendirinya dapat dirasakan manfaatnya secara

langsung oleh warga dan masyarakat luas.

Keberhasilan dalam mewujudkan praktik good

governance dalam ranah pelayanan publik

mampu membangkitkan dukungan dan

kepercayaan dari masyarakat luas bahwa

membangun good governance bukan hanya

sebuah mitos tetapi dapat menjadi suatu

kenyataan. Kepercayaan diri sangat penting

dalam kondisi kejiwaan bangsa seperti

sekarang ini, mengingat kegagalan-kegagalan

program reformasi pemerintahan selama ini

telah menggerogoti semangat warga bangsa

sehingga merasa pesimis untuk benar-benar

dapat mewujudkan Indonesia baru yang

bercirikan praktik good governance. Meluasnya

praktik bad governance di banyak daerah

seiring dengan pelaksanaan desentralisasi dan

otonomi daerah sering meruntuhkan semangat

pembaharuan yang dimiliki oleh sebagian

warga bangsa, dan sebaliknya, semakin

menumbuhkan pesimisme dan apatisme di

kalangan mereka.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

21

Page 22: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Semakin meluasnya apatisme dan pesimisme

ini tentu sangat berbahaya karena dalam

beberapa hal dapat menumbuhkan toleransi

yang semakin meluas terhadap praktik bad

governance. Praktik bad governance semakin

dianggap sebagai hal yang wajar dan dapat

diterima dalam kehidupan mereka. Warga dan

masyarakat luas menjadi semakin terbiasa

memberikan pembenaran terhadap praktik bad

governance dengan mengembangkan

mekanisme survival untuk menyiasati praktik

bad governance ini. Hasil Governance and

Decentralization Survey 2002 (CDS 2002) yang

menunjukkan bahwa sebagian besar warga

menganggap wajar terhadap praktik pungutan

liar (pungli) dan justru merasa lega karena

proses pelayanan dapat segera selesai,

menjadi indikator bahwa warga bangsa

menjadi semakin toleran terhadap praktik bad

governance. Hal ini tidak saja dapat

mendorong warga untuk mengembangkan

mekanisme survival dengan adanya praktik bad

governance, tetapi juga menghindari upaya

untuk membangun good governance. Kalau hal

seperti ini terus terjadi dan semakin meluas

tentu sangat berbahaya bagi kelangsungan

kehidupan bangsa.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik22

Page 23: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Dengan menjadikan praktik pelayanan publik

sebagai pintu masuk dalam membangun

good governance, maka diharapkan toleransi

terhadap praktik bad governance yang

semakin meluas dapat dihentikan. Kesadaran

warga bangsa yang beranggapan bahwa

membayar pungli adalah bagian dari bad

governance dapat ditumbuhkan. Keberanian

untuk mengatakan tidak pada bad governance

akan tumbuh meluas dan semangat perubahan

dapat ditumbuhkembangkan. Keberanian dan

semangat untuk melakukan perubahan ini

perlu dipelihara agar api semangat semakin

meluas sehingga cahayanya mampu menyinari

perjalanan warga bangsa menuju praktik good

governance.

D. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Keterbatasan dana pemerintah menjadi

hambatan utama untuk meningkatkan fungsi

pelayanan publik. Sebagai salah satu upaya

mengatasi kendala tersebut, Pemerintah

mencurahkan upaya melibatkan sektor swasta

kedalam jasa pelayanan publik tersebut.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

23

Page 24: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Namun demikian usaha yang sedang dilakukan

perlu memahami kondisi internal dari fungsi

pelayanan publik yang selama ini

dilaksanakan, sehingga kebijakan yang dibuat

dapat realistis dan tidak melepaskan

tanggungjawab pemerintah sebagai pemegang

kendali pelayanan publik (Darwin Djajawinata,

2003)

Kebijakan untuk memperbaiki pelayanan publik

perlu membentuk suatu iklim usaha yang

dapat meminimalkan resiko berusaha. Dari

sekian banyak resiko yang timbul dalam suatu

usaha dibidang pelayanan publik, terdapat dua

resiko utama yang akan menjadi patokan awal,

yaitu: resiko politis dan resiko pengaturan.

Resiko politis timbul bilamana tidak ada

kejelasan fungsi/peran dari pemerintah,

sementara resiko pengaturan timbul karena

adanya penyalahgunaan fungsi/peran dari

pengaturan itu sendiri. Dalam kaitan tersebut,

tulisan ini mengemukakan suatu kerangka

refleksi peran dan fungsi sektor, sekaligus

melihat kebijakan pada sektor terkait

infrastruktur/ pelayanan publik (Darwin

Djajawinata, 2003).

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik24

Page 25: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Untuk mendapatkan informasi lanjut tentang

pokok pengelolaan pelayanan publik yang

memerlukan perhatian segera, dapat juga

ditambahkan tingkat kepentingan (degree of

importances) serta status dari setiap pokok,

dengan membentuk kriteria dan bobot

kedalam daftar pertanyaan ini. Dengan

mengkaji perbedaan (gap) persepsi dari setiap

pemberi pendapat tentang mana dan

bagaimana tingkat kepentingan dari setiap

pokok, akan terdapat informasi lanjut tentang

pokok pengelolaan pelayanan publik yang

memerlukan perhatian segera (Darwin

Djajawinata, 2003).

Darwin Djajawinata (2003) mengemukakan

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam peningkatan pelayanan publik,

khususnya pada pelayanan publik bidang

infrastruktur. Beberapa hal tersebut adalah :

1. Organisasi, Insentif, dan Koordinasi; Untuk

merefleksi pelayanan publik, hal yang

pertama dilihat adalah bagaimana

kewajiban dan kewenangan sektor telah

diorganisasi dan bagaimana hal tersebut

dikenal/dipahami oleh setiap pihak. Untuk

kemudian diperhatikan bagaimana Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

25

Page 26: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

koordinasi/keterpaduan antar organisasi

berjalan, serta insentif yang diberikan

dalam pelayanan publik. Pada bagian ini,

dikemukakan suatu bentuk refleksi

terhadap ”organisasi, insentif dan

koordinasi” dari pelayanan/sektor yang

ditinjau.

2. Informasi dan Standar Dalam Meningkatkan

Kuantitas dan Kualitas Pelayanan; Standar

pelayanan publik disusun dalam rangka

mengukur kinerja pelayanan yang telah

diberikan. Bagian yang sangat menentukan

dalam mengukur kinerja pelayanan

tersebut adalah akurasi dan ketepatan

waktu penyampaian dari suatu informasi.

Refleksi yang dapat dilakukan untuk

merumuskan kondisi eksisting dari

pengelolaan informasi dan standar yang

ditetapkan sebagai acuan kualitas &

kuantitas pelayanan.

3. Penyusunan Kebijakan dan Alokasi Sumber

Daya; Sebagai tolok ukur dari upaya

meningkatkan iklim usaha pelayanan publik

terletak pada persepsi pihak pemberi

layanan menanggapi kebijakan yang dibuat

oleh pemerintah. Kebijakan ini akan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik26

Page 27: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

menjadi landasan bagi peletakkan dasar-

dasar perhitungan usaha dengan

menimbang resiko-resiko yang mungkin

timbul. Selayaknya kita melihat kedalam

(inward looking) terhadap kebijakan yang

telah dan akan disusun. Dengan demikian

Kebijakan yang disusun realistis dengan

mempertimbangkan kemampuan sektor

dalam mengalokasikan sumber daya yang

dimiliki. Sumber daya yang ada agar

digerakkan dan dioptimalkan untuk

mewujudkan sasaran yang dituju dari suatu

kebijakan.

4. Azas Pemulihan Biaya Bagi Pelayanan

Berkelanjutan; Suatu pelayanan publik akan

dapat berjalan secara berkesinambungan

apabila terdapat cukup dana bagi

pembiayaan operasi, pemeliharaan,

peningkatan dan reinvestasi. Secara ideal,

dana tersebut diupayakan sepenuhnya

dikembalikan dari tarif pembayaran atas

jasa pelayanan tersebut. Namun demikian

pada kenyataannya, tidak sepenuhnya

biaya-biaya diatas dapat dipulihkan oleh

pembayaran tarif, masih perlu suatu

insentif terhadap pelayanan tersebut

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

27

Page 28: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

sebagai suatu pertimbangan kepada

golongan kemampuan rendah dalam

membayar pelayanan.

5. Kompetisi dan Efisiensi; Suatu pelayanan

yang efisien akan dimungkinkan oleh

adanya kompetisi dalam memberikan

pelayanan. Kompetisi akan menuntut

adanya kontrol atas biaya produksi serta

kualitas pelayanan. Sehingga dengan

demikian pemberi layanan dipaksa untuk

meningkatkan kemampuan pelayanannya

sekaligus melakukan inovasi supaya tidak

tertinggal dalam persaingan. Tuntutan

kearah tersebut semakin nyata mengingat

semakin kritisnya publik terhadap

rendahnya kualitas pelayanan yang

diberikan oleh pemberi jasa yang

monopolistik. Kecenderungan

penyalahgunaan kewenangan (abuse of

power) dengan pemberi layanan

monopolistik akan merendahkan mutu

pelayanan karena kecenderungan ketidak

pedulian atas adanya kritik publik

6. Pengaturan dan Kompetisi; Untuk

melindungi kepentingan publik dan juga

memberikan ruang bagi pemberi layanan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik28

Page 29: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dalam melakukan pelayanan publik, suatu

koridor terhadap kompetisi adalah bagian

kritis yang harus segera disusun. Dengan

adanya kerangka pengaturan yang adil,

diharapkan akan membawa interaksi imbal

balik yang saling menunjang dan sepadan

dengan tujuan pengaturan itu sendiri.

Selanjutnya adalah membentuk insrumen

pengaturan yang akan meliputi pengaturan

baru atau pembentukkan lembaga yang

menjamin pelaksanaan pelayanan

dilaksanakan sesuai dengan koridor yang

ditetapkan. Dalam hal ini fungsi-fungsi dari

lembaga terlibat didefinisikan secara tegas,

terhindar dari konflik kepentingan. Apabila

definisi tersebut masih samar dan

mengandung fungsi yang masih berlainan

akan membawa implikasi inefisiensi dari

pelayanan itu sendiri.

7. Dukungan Pemerintah Dalam Peningkatan

Pelayanan Publik; Suatu hal yang tidak

dapat dihindari saat ini adalah

diperlukannya dukungan pemerintah

terhadap pelaksanaan pelayanan publik.

Berbagai macam bentuk dukungan dapat

diberikan kepada pemberi layanan, baik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

29

Page 30: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dalam bentuk subsidi, atau kemudahan.

Namun demikian, pemberi layanan terus

didorong meningkatkan melakukan inovasi,

agar pada akhirnya jumlah dukungan

pemerintah tersebut dapat dikurangi dan

pemberi layanan mampu berjalan secara

mandiri. Untuk mengetahui bentuk dan

jumlah dukungan yang telah diberikan oleh

pemerintah kepada pemberi layanan.

8. Manajemen Pemberi Layanan; Kondisi

internal manajemen merupakan satu aspek

yang penting dilihat. Kondisi manajemen

akan berpengaruh terhadap kualitas dari

pelayanan yang diberikan. Kualifikasi

direksi dan eksekutif pelaksana pelayanan

sangat menentukan output pemberi

layanan, demikian juga dengan mekanisme/

bentuk pengawasan/kontrol dari komisaris

dan pemegang saham.

9. Hambatan Krisis Moneter; Krisis moneter

yang mengimbas kepada kenaikan harga

pokok barang produksi dan menurunkan

daya beli masyarakat, telah mengurangi

kemampuan pemberi layanan dalam

memberikan layanan secara signifikan.

Dampak dari krisis ekonomi terhadap

pelayanan publik ini akan menjadi satu Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik30

Page 31: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

fokus refleksi yang khusus, terlebih lagi

terhadap struktur finansial dari pelayanan

publik tersebut. Hal ini ditandai dengan

kesulitan pembayaran hutang dan

berkurangnya jumlah transaksi/investasi

yang dialami oleh sebagian besar pemberi

layanan.

10.Akuntabilitas Pemberi Layanan dan

Regulator; Tuntutan terhadap akuntabilitas

dari suatu pelayanan publik saat ini

semakin mengemuka, dengan kenyataan

bahwa publik semakin kritis terhadap tarif

dan kualitas pelayanan yang telah

diberikan. Dengan adanya akuntabilitas

pelayanan, baik itu dengan diketahuinya

program, target dan anggaran dari

pemberian layanan, paling tidak pihak

terkait dapat turut mengontrol proses

pelayanan sehingga pada satu waktu dapat

dipahami mengapa diperlukan peningkatan

tarif dan lain sebagainya. Selain daripada

itu, dengan dilaksanakannya pelayanan

publik oleh lembaga yang akuntabel, maka

publik akan percaya dan ikut mendorong

pelaksanaan pelayanan yang berkelanjutan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

31

Page 32: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Untuk memahami akuntabilitas dari

pelayanan publik tersebut.

E. Indikator Kualitas Pelayanan Publik Yang Ideal

Salah satu produk organisasi publik adalah

pelayanan publik. Apabila kita meminjam

pendapat Lenvine (1990: 188), maka produk

dari pelayanan publik di dalam negara

demokrasi paling tidak harus memenuhi tiga

indikator, yakni responsiveness, responsibility,

dan accountability.

1. Responsiveness atau responsivitas adalah

daya tanggap penyedia layanan terhadap

harapan, keinginan, aspirasi maupun

tuntutan pengguna layanan.

2. Responsibility atau responsibilitas adalah

suatu ukuran yang menunjukkan seberapa

jauh proses pemberian pelayanan publik itu

dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau

ketentuan-ketentuan administrasi dan

organisasi yang benar dan telah ditetapkan.

3. Accountability atau akuntabilitas adalah

suatu ukuran yang menunjukkan seberapa

besar proses penyelenggaraan pelayanan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik32

Page 33: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

sesuai dengan kepentingan stakeholders

dan norma-norma yang berkembang dalam

masyarakat.

Sementara itu, Gibson, Ivancevich & Donnelly

(1996) memasukkan dimensi waktu, yaitu

menggunakan ukuran jangka pendek, jangka

menengah, dan jangka panjang dalam melihat

kinerja organisasi publik. Dalam hal ini, kinerja

pelayanan publik terdiri dari produksi, mutu,

efisiensi, fleksibilitas, dan kepuasan untuk

ukuran jangka pendek; persaingan dan

pengembangan untuk jangka menengah; serta

kelangsungan hidup.

1. Produksi adalah ukuran yang menunjukkan

kemampuan organisasi untuk menghasilkan

keluaran yang dibutuhkan oleh

lingkungannya.

2. Mutu adalah kemampuan organisasi untuk

memenuhi harapan pelanggan dan clients.

3. Efisiensi adalah perbandingan terbaik

antara keluaran (output) dan masukan

(input).

4. Fleksibilitas adalah ukuran yang

menunjukkan daya tanggap organisasi

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

33

Page 34: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

terhadap tuntutan perubahan internal dan

eksternal. Fleksibilitas berhubungan dengan

kemampuan organisasi untuk mengalihkan

sumberdaya dari aktivitas yang satu ke

aktivitas yang lain guna menghasilkan

produk dan pelayanan baru yang berbeda

dalam rangka menanggapi permintaan

pelanggan.

5. Kepuasan menunjuk pada perasaan

karyawan terhadap pekerjaan dan peran

mereka di dalam organisasi.

6. Persaingan menggambarkan posisi

organisasi di dalam berkompetisi dengan

organisasi lain yang sejenis.

7. Pengembangan adalah ukuran yang

mencerminkan kemampuan dan

tanggungjawab organisasi dalam

memperbesar kapasitas dan potensinya

untuk berkembang melalui investasi

sumberdaya.

8. Kelangsungan hidup adalah kemampuan

organisasi untuk tetap eksis di dalam

menghadapi segala perubahan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik34

Page 35: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Sedangkan Zeithaml, Parasuraman & Berry

(1990: 26) menggunakan ukuran tangibles,

reliability, responsiveness, assurance, empathy.

1. Tangibles, yaitu fasilitas fisik, peralatan,

pegawai, dan fasilitas-fasilitas komunikasi

yang dimiliki oleh penyedia layanan;

2. Reliability atau reliabilitas adalah

kemampuan untuk menyelenggarakan

pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

3. Responsiveness atau responsivitas adalah

kerelaan untuk menolong pengguna layanan

dan menyelenggarakan pelayanan secara

ikhlas.

4. Assurance atau kepastian adalah

pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan

para petugas penyedia layanan dalam

memberikan kepercayaan kepada pengguna

layanan.

5. Empathy adalah kemampuan memberikan

perhatian kepada pengguna layanan secara

individual.

Menurut KepMenPan 81/1995, kinerja

organisasi publik dalam memberikan pelayanan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

35

Page 36: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

publik dapat dilihat dari indikator-indikator,

seperti keseder-hanaan, kejelasan dan

kepastian, keamanan, keter-bukaan, efisien,

ekonomis, keadilan yang merata, dan ketepatan

waktu.

1. Kesederhanaan, yaitu prosedur atau tata

cara pelayanan umum harus didesain

sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan

pelayanan umum menjadi mudah, lancar,

cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami

dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan dan kepastian tentang tata cara,

rincian biaya layanan dan cara

pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian

layanan, dan unit kerja atau pejabat yang

berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan umum.

3. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan

rasa aman dan bebas pada pelanggan dari

adanya bahaya, resiko, dan keragu-raguan.

Proses serta hasil pelayanan umum dapat

memberikan keamanan dan kenyamanan

serta dapat memberikan kepastian hukum.

4. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan dapat

mengetahui seluruh informasi yang mereka

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik36

Page 37: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

butuhkan secara mudah dan jelas, yang

meliputi informasi tata cara, persyaratan,

waktu penyelesaian, biaya, dan lain-lain.

5. Efisien, yaitu persyaratan pelayanan umum

hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan

langsung dengan pencapaian sasaran

pelayanan dengan tetap memperhatikan

keterpaduan antara persyaratan dan produk

pelayanan publik yang diberikan. Di

samping itu, juga harus dicegah adanya

pengulangan di dalam pemenuhan

kelengkapan persyaratan, yaitu

mempersyaratkan kelengkapan persyaratan

dari satuan kerja atau instansi pemerintah

lain yang terkait.

6. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya

pelayanan ditetapkan secara wajar dengan

memperhatikan nilai barang/jasa dan

kemampuan pelanggan untuk membayar.

7. Keadilan yang merata, yaitu cakupan atau

jangkauan pelayanan umum harus

diusahakan seluas mungkin dengan distribusi

yang merata dan diperlakukan secara adil.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

37

Page 38: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

8. Ketepatan waktu, yaitu agar pelaksanaan

pelayanan umum dapat diselesaikan dalam

kurun waktu yang telah dilentukan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui

bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan

publik tidak cukup hanya menggunakan

indikator tunggal, tetapi harus menggunakan

multi-indicator atau indikator ganda. Kualitas

pelayanan publik dapat dilihat dari aspek proses

pelayanan dan dari aspek out-put atau hasil

pelayanan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik38

Page 39: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

BAB IIKONSEP PENGUKURAN KINERJA

PELAYANAN PUBLIK

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

39

Page 40: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

A. Konsepsi Pelayanan Publik

Kemunculan sektor pelayanan publik

berhubungan dengan bagaimana peningkatan

kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam

menyediakan kebutuhan yang dianggap pokok

bagi seluruh anggota masyarakat. Konsep

kebutuhan pokok terus berkembang seiring

dengan tingkat perkembangan sosio-ekonomi

masyarakat. Artinya suatu jenis barang dan

jasa yang sebelumnya dianggap sebagai

barang mewah dan terbatas kepemilikannya

dapat berubah menjadi barang yang pokok

diperlukan bagi sebagian besar lapisan

masyarakat. Perkembangan konsep kebutuhan

pokok dengan demikian terkait erat dengan

tingkat pertumbuhan ekonomi, industrialisasi,

serta perubahan politik. Hasil-hasil

pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi pada

gilirannya harus didistribusikan dan

dialokasikan kepada tiap anggota masyarakat

yang turut berpartisipasi dalam mendorong

pertumbuhan tersebut. Fungsi distribusi dan

alokasi tersebut dijalankan oleh birokrasi

lembaga-lembaga pemerintahan sebagai

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik40

Page 41: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

wujud dari fungsi pelayanan berdasarkan

kepentingan publik yang dilayaninya (ICW,

2000).

Menurut Black (1979) pelayanan publik

didefinisikan sebagai :

Something in which the public, the

community at large, has some pecuniary

interest, or some interest by which their

legalrights or liabilities are affected. It does

not mean anything so narrow as mere, or as

the interest of particular localities.

Departemen Dalam Negeri (Depdagri) (2004)

menyebut pelayanan publik dengan pelayanan

umum. Definisi Pelayanan Umum adalah suatu

proses bantuan kepada orang lain dengan

cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan

dan hubungan interpersonal tercipta

kepuasaan dan keberhasilan. Setiap pelayanan

menghasilkan (produk), baik berupa barang

dan jasa. Hasil pelayanan berupa jasa tidak

dapat diinventarisasi, tidak dapat ditumpuk

atau digudangkan, melainkan hasil tersebut

diserahkan secara langsung kepada pelanggan

atau konsumen.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

41

Page 42: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Berdasarkan Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) No. 81

Tahun 1993, pengertian pelayanan umum

adalah segala bentuk pelayanan umum yang

dilaksanakan oleh instansi pemerintah di

pusat, di daerah dan lingkungan Badan Usaha

Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau

jasa, baik rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka

pelaksanakan ketentuan peraturan-peraturan

perundang-perundangan.

Di Indonesia, banyak dari kantor-kantor

pelayanan publik masih berada dibawah

birokrasi pemerintahan sehingga dalam situasi

yang demikian birokrasi yang diacu lebih

kepada birokrasi pemerintahan. Secara teoritik

ada tiga fungsi yang dijalankan oleh birokrasi

yaitu fungsi pelayanan, fungsi pembangunan,

dan fungsi pemerintah umum. Fungsi

pelayanan berhubungan dengan unit

organisasi pemerintahan yang pada hakikatnya

merupakan bagian atau berhubungan dengan

masyarakat. Fungsi utamanya adalah

pelayanan (service) langsung kepada

masyarakat. Lalu fungsi pembangunan

berhubungan dengan organisasi pemerintahan

yang menjalankan salah satu bidang sektor Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik42

Page 43: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

khusus guna mencapai tujuan pembangunan.

Fungsi pokoknya adalah development function

atau adaptive function. Yang ketiga adalah

fungsi pemerintah umum berhubungan dengan

rangkaian organisasi pemerintahan yang

menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum

termasuk memelihara ketertiban dan

keamanan. Fungsinya lebih kepada fungsi

pengaturan (regulative function) (ICW, 2000).

Sektor pelayanan publik lebih berkaitan

dengan pelaksanaan tugas-tugas umum

pemerintahan, kegiatan pemberian berbagai

pelayanan umum maupun fasilitas sosial

kepada masyarakat seperti penyediaan

pendidikan, kesehatan, pengurusan sampah,

air minum, dan sebagainya. Singkatnya

pelayanan publik adalah kegiatan yang

dilakukan oleh individu atau sekelompok

individu dengan landasan faktor material

melalui sistem, prosedur, metode tertentu

dalam usaha memenuhi kepentingan orang

lain sesuai dengan haknya. Apabila mengacu

pada aturan pemerintah pelayanan umum

didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan

pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi

pemerintah di tingkat pusat, daerah, dan di

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

43

Page 44: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

lingkungan BUMN dalam bentuk barang atau

jasa, baik dalam rangka pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka

pelaksanaan ketentuan perundang-undangan

(ICW, 2000).

Stiglitz (1986)mengemukakan bahwa terdapat

dua elemen yang selalu ada pada setiap

pelayanan publik. Pertama, adanya

ketidakmungkinan untuk menjatah (rationing)

barang-barang atau jasa-jasa publik bagi tiap

individu. Kedua, apabila hal tersebut mungkin

dilakukan maka hal itu amatlah sulit.

Depdagri (2004) mengemukakan bahwa

pelayanan umum terkait dengan beberapa hal

dalam administrasi negara. Beberapa hal

tersebut antara lain adalah instansi

pemerintah, tatalaksana, tatakerja, prosedur

kerja, sistem kerja dan kewajiban. Penjelasan

masing-masing aspek tersebut adalah sebagai

berikut.

Instansi pemerintah; merupakan sebutan

kolektif yang meliputi satuan kerja atau satuan

organisasi suatu departemen, lembaga

pemerintah bukan departemen, instansi

pemerintah lainnya, baik instansi pemerintah

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik44

Page 45: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

di tingkat pusat maupun instansi pemerintah di

tingkat daerah, termasuk BUMN dan BUMD.

Tatalaksana; adalah segala aturan yang

ditetapkan oleh pemerintah yang menyangkut

tatacara, prosedur dan sistem kerja dalam

melaksanakan kegiatan yang berkenaan

dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi

pemerintah dan pembangunan di bidang

pelayanan umum.

Tatakerja; merupakan sebagai cara-cara

pelaksanaan kerja yang efisien mengenai satu

atau serangkaian tugas dengan

memperhatikan segi-segi tujuan, peralatan,

fasilitas, tenaga, waktu, ruang dan biaya yang

tersedia.

Prosedur kerja; yang dimaksud dengan

prosedur kerja adalah rangkaian tata kerja

yang berkaitan satu sama lain, sehingga

menunjukkan adanya urutan secara jelas dan

pasti serta cara-cara yang harus ditempuh

dalam rangka penyelesaian yang tersedia.

Sistem kerja; sistem kerja di sini diartikan

dengan rangkaian tata kerja dan prosedur

kerja yang membentuk suatu kebulatan pola

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

45

Page 46: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

kerja tertentu dalam rangka mencapai hasil

kerja yang diharapkan.

Kewajiban; kewajiban diartikan sebagai

kewajiban aparatur penyelenggara pelayanan

umum untuk mengambil tindakan dalam

rangka pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka memuaskan masyarakat

sebagai pelanggan kewajiban bukan hanya

melekat pada pejabat, tetapi setiap aparatur

dalam lingkungan kerja ketika bertemu dengan

pelanggan.

Hal penting yang menunjang pelaksanaan

fungsi-fungsi tersebut adalah kemampuan dan

kapabilitas birokrasi pemerintah dalam

mengelola dan menghasilkan barang dan jasa

(pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien,

dan akuntabel kepada seluruh masyarakat.

Pelaksanaan fungsi tersebut idealnya

didasarkan pada prinsip equity yang artinya

birokrasi pemerintahan tidak boleh

memberikan pelayanan diskriminatif yang

memandang masyarakat yang dilayani atas

landasan status, pangkat, dan golongan,

meskipun pada kenyataannya di banyak

negara berkembang prinsip tersebut masih

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik46

Page 47: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

diabaikan karena adanya bias birokrasi dan

kelas sosial (Nawir Messi, 1999).

Secara ekonomi, pelayanan dan jasa-jasa

publik terdiri dari kategori yang mencakup

barang-barang publik (public goods) dan

barang-barang privat (private goods). Apabila

barang dan jasa tersebut masuk dalam

ketegori private goods, tetapi merupakan

bagian dari jasa-jasa publik maka ia disebut

publicly provided private goods, atau barang-

barang privat yang disediakan negara seperti

SIM, air minum, dan listrik. Sementara apabila

barang dan jasa masuk kategori public good

dan merupakan bagian dari jasa-jasa publik

maka ia disebut pure public goods. Baik barang

publik maupun privat di sektor permintaan

(demand) ditentukan oleh selera konsumen.

Hanya, apabila pada barang privat sektor

persediaan (supply) ditentukan oleh produsen

yang bertujuan mencari untung (profit

motives), maka persediaan barang-barang

publik ditetapkan melalui proses politik (ICW,

200)

Pada tingkat pelaksanaan tidak semua fungsi

tersebut harus dikerjakan oleh pemerintah, ada

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

47

Page 48: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

bagian dari fungsi-fungsi tersebut yang

dilaksanakan oleh pihak swasta dengan pola

kemitraan. Pola kerjasama antara pemerintah

dengan swasta dalam memberikan berbagai

berbagai pelayanan kepada masyarakat

tersebut sejalan dengan gagasan reinventing

government yang dikembangkan oleh Osborne

dan Gaebler. Oleh karenanya pola kemitraan

dalam pelayanan publik tetap memperhatikan

kepuasan dari publik dalam mengkonsumsi

barang atau jasa yang disediakan baik oleh

swasta maupun pemerintah seperti gagasan

dasar Osborne dan Gaebler (ICW, 2000)

B. Pelayanan Publik yang Baik

Depdagri (2004) menyebutkan pelayanan

publik yang baik sebagai pelayanan umum

yang prima. Pelayanan umum prima

merupakan pelayanan yang memenuhi

pelayanan standar terhadap permintaan

pelanggan. Pelayanan yang memenuhi standar

adalah kualitas yang diharapkan oleh

pelanggan. Oleh karena itu terdapat dua hal

yang berkaitan, yaitu antara pelanggan dan

kualitas.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik48

Page 49: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Lebih lanjut Depdagri (2004) mengemukakan 3

prinsip-prinsip pelayanan umum yang prima.

Ketiga prinsip tersebut adalah :

1. Meningkatkan mutu dan produktivitas

pelaksanaan tugas dan fungsi instansi

pemerintah di bidang pelayanan umum;

2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem

dan tatalaksana pelayanan, sehingga

pelayanan umum dapat diselenggarakan

secara lebih berdaya guna dan berhasil

guna (efisien dan efektif);

3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa

dan peran serta masyarakat dalam

pembangunan serta meningkatkan

kesejahteraan masyarakat luas.

Rangkuti (2002) mendefinisikan kualitas jasa

atau pelayanan sebagai penyampaian jasa

yang akan melebihi tingkat kepentingan

pelanggan. Pengukuran kualitas

jasa/pelayanan dapat dilakukan dua aspek.

yaitu :

1. Kualitas teknis (outcomes); yaitu kualitas

hasil kerja penyampaian jasa/pelayanan

tersebut.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

49

Page 50: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

2. Kualitas pelayanan (process); kualitas cara

penyampaian jasa tersebut.

Depdagri (2004) mengemukakan bahwa

terdapat 7 sifat pelayanan umum prima.

Ketujuh sifat tersebut adalah (1) sederhana, (2)

terbuka, (3) lancar, (4) tepat, (5) lengkap, (6)

wajar, dan (7) terjangkau. Ketujuh sifat

pelayanan prima tersebut diuraikan sebagai

berikut:

Pelayanan umum yang sederhana;

mengandung pengertian bahwa dalam

pelayanan umum tidak menyulitkan,

prosedurnya tidak berbelit-belit, persyaratan

yang harus dipenuhi pelanggan mudah

dipenuhi, tidak bertele-tele, tidak mencari

kesempatan dalam kesempitan dan

sebagainya.

Pelayanan Umum Yang terbuka;

mengandung pengertian bahwa

petugas/aparatur harus memberikan

penjelasan sejujur-jujurnya, apa adanya seperti

yang tercantum dalam peraturan atau dalam

norma, tidak memberikan penjelasan untuk

membuat takut pelanggan, dan tidak boleh

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik50

Page 51: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

merasa berjasa dalam memberikan pelayanan

sehingga timbul keinginan mengharapkan

imbalan dari pelanggan. Oleh karena itu,

standar pelayanan harus diumumkan atau

disosialisasikan seluas-luasnya atau ditempel

di pintu kantor atau loket yang bersangkutan.

Pelayanan umum yang lancar; pelayanan

umum memerlukan prosedurnya yang tidak

berbelit-belit dan aparatur pemberi pelayanan

harus ikhlas melakukan pelayanan sepenuhnya

hati dengan menghadapi tantangan dalam diri

sendiri. Disamping itu, diperlukan sarana yang

menunjang kecepatan dalam menghasilkan

hasil.

Pelayanan Umum yang dapat menyajikan

secara tepat; Yang dimaksud dengan tepat

mengandung pengertian bahwa pelayanan

umum harus mampu memberikan arah,

sasaran pelayanan, dan tepat waktu.

Pelayanan Umum yang lengkap; Pelayanan

umum yang lengkap dapat diartikan sebagai

pelayanan umum seharusnya mampu

memberikan pelayanan yang diperlukan oleh

pelanggan. Cukup pelanggan datang sekali di

suatu instansi/kantor pemerintah dapat Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

51

Page 52: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

diperoleh hampir semua pelayanan yang

dibutuhkan.

Pelayanan Umum yang Wajar; pelayanan

umum yang wajar artinya tidak dapat

ditambah-tambah atau tidak ada persyaratan

yang tidak wajar sehingga memberikan

pelanggan. Pelayanan yang biasa sebagaimana

perlunya, tidak dibuat-buat dan pelayanan

tersebut harus sebagaimana mestinya seperti

yang tercantum dalam ketentuan-ketentuan

yang terkait dengan pelayanan tersebut.

Pelayanan Umum Yang Terjangkau;

pelayanan umum harus mudah dijangkau baik

dari segi tempat, biaya dan waktu tempuh.

Rangkuti (2002) mengemukakan bahwa suatu

pelayanan/jasa yang baik mempunyai kriteria

yang mencakup 5 dimensi. Kelima dimensi

tersebut adalah:

1. Ketanggapan (responsiveness); yaitu

kemampuan untuk menolong pelanggan

dan ketersediaan untuk melayani

pelanggan dengan baik;

2. Keandalan (reliability); yaitu kemampuan

untuk melakukan pelayanan sesuai yang

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik52

Page 53: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dijanjikan dengan segera, akurat dan

memuaskan;

3. Empati (emphaty); yaitu rasa peduli untuk

memberikan perhatian secara individual

kepada pelanggan, memahami kebutuhan

pelanggan, serta kemudahan untuk

dihubungi;

4. Jaminan (assurance); yaitu pengetahuan,

kesopanan petugas serta sifatnya yang

dapat dipercaya sehingga pelanggan

terbebas dari resiko;

5. Bukti langsung (tangible); meliputi fasilitas

fisik, perlengkapan, kapan karyawan dan

sarana komunikasi.

C. Transparansi Dalam Pelayan Publik

Transparansi tidak hanya penting dalam

penyelenggaraan pemerintahan tetapi juga

dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Banyak warga yang menggunakan pelayanan

publik sering tidak memiliki akses terhadap

informasi mengenai berbagai hal yang terkait

dengan pelayanan publik yang mereka perlukan.

Bagi para pengguna, penyelenggaraan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

53

Page 54: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pelayanan publik di Indonesia ibaratnya seperti

hutan belantara yang sangat sulit diketahui

isinya. Warga yang menggunakan pelayanan

sering tidak memahami hak dan kewajibannya

sebagai pengguna. Mereka sering tidak

mengetahui persyaratan apa saja yang harus

dipenuhi dan mengapa persyaratan tersebut

diperlukan. Mereka juga sering tidak mengetahui

hak dan kewajiban dari para penyelenggara

pelayanan. Akibatnya, ketika berhubungan

dengan para penyelenggara, para pengguna

sering tidak dapat secara mudah mengetahui

apakah mereka diperlakukan secara wajar atau

sebaliknya.

Dalam kondisi seperti ini, perlakuan yang tidak

wajar sering dialami oleh para pengguna.

Ketika berhubungan dengan birokrasi

pelayanan publik, mereka sering diperlakukan

seenaknya menurut selera para penyelenggara

layanan. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa

karena haknya sebagai pengguna sering tidak

diatur dalam prosedur pelayanan. Prosedur

pelayanan biasanya hanya mengatur kewajiban

dari para pengguna. Kalau seandainya hak-hak

pengguna diatur dalam prosedur pelayanan,

hak-hak tersebut sering tidak diberitahukan

dengan jelas oleh para penyelenggara layanan. Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik54

Page 55: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Akibatnya para pengguna sering tidak

memahami dengan jelas apa yang menjadi hak

mereka sebagai pengguna layanan birokrasi

pemerintah. Karena itu sangat sulit bagi para

warga untuk melindungi hak-hak mereka seba-

gai pengguna pelayanan.

Kecenderungan mengembangkan prosedur

pelayanan dengan semangat untuk mengontrol

sering menjadi penyebab utama dari

kompleksitas pelayanan publik di Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah

Indonesia belum berhasil membangun

pemerintahan berdasarkan kepercayaan (trust).

Pemerintah masih beranggapan bahwa

warganya cenderung melakukan moral hazards

sehingga prosedur pelayanan dirancang untuk

mencegah jangan sampai memberi peluang

terjadinya moral hazards. Akibatnya prosedur

pelayanan cenderung berisi mengenai

berbagai persyaratan yang harus dipenuhi

oleh warga pengguna dan upaya untuk

mencegah mereka melakukan moral hazards.

Kewajiban pemerintah untuk melayani warga

kurang memperoleh tempat yang wajar dalam

praktik penyelenggaraan pelayanan publik.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

55

Page 56: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Prosedur pelayanan yang panjang dan rumit

tentu menciptakan opportunity costs yang

tinggi bagi para pengguna untuk berhubungan

dengan para penyelenggara layanan.

Akibatnya para pengguna menjadi terdorong

mencari cara mudah untuk menyiasati

prosedur pelayanan yang amat sulit dipenuhi

itu dengan cara yang tidak wajar pula.

Keinginan para pengguna untuk memperoleh

pelayanan yang mudah tersebut bertemu

dengan keinginan para pejabat birokrasi

pelayanan yang ingin memperoleh rente dari

penggunaan kekuasaan yang mereka miliki.

Akibatnya terjadilah praktik pungutan liar

(pungli) di hampir semua birokrasi pelayanan

publik. Praktik semacam ini sangat lazim dan

mudah dijumpai. Lebih dari itu, praktik

semacam ini dianggap saling menguntungkan

baik bagi para pengguna ataupun para

penyelenggara layanan.

Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban

pengguna dan penyelenggara layanan meng-

indikasikan beberapa hal. Pertama, kondisi ini

menunjukkan betapa lemahnya posisi tawar

warga dihadapan pemerintah. Pemerintah

memiliki posisi yang terlalu kuat dihadapan

para warganya. Pemerintah dapat Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik56

Page 57: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

mendiktekan keinginannya dalam proses

penyelenggaraan pelayanan. Pemerintah dapat

menuntut warga pengguna untuk melakukan

banyak hal agar dapat mengakses pelayanan,

sementara pada saat yang sama hak-hak warga

pengguna tidak diperhatikan. Tentu hal ini

menunjukkan bahwa betapa buruknya

pengelolaan tata pemerintahan (bad

governance).

Kedua, ketidakseimbangan antara hak dan

kewajiban yang sering ditemui dalam

penyelenggaraan pelayanan menunjukkan

inkonsistensi pemerintah dalam mewujudkan

transparansi. Para pejabat birokrasi pelayanan

sering mengatakan bahwa mereka sudah

melakukan transparansi dalam pelayanan

karena mereka telah mengumumkan prosedur

pelayanan di loket pelayanan. Namun karena

prosedur pelayanan hanya mengatur kewajiban

dari para pengguna dan mengabaikan hak-hak

mereka, maka fenomena tersebut menunjukkan

bahwa pemerintah dapat berperilaku ganda

terkait dengan transparansi. Pemerintah

cenderung bertindak transparan untuk hal-hal

yang terkait dengan kewajiban warga tetapi

pemerintah tidak bertindak transparan untuk

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

57

Page 58: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

hal yang terkait dengan hak-hak warga. Ini

terjadi karena pemerintah merasa takut jika

warga menyadari hak-hak yang dimiliki,

akhirnya menuntut pemerintah ketika gagal

memenuhi hak-hak warga.

Dalam hal transparansi, pemerintah memang

sering berperilaku ganda. Pemerintah dalam

waktu yang sama dapat bertindak transparan

dan sekaligus tidak transparan, tergantung

pada kepentingannya. Kalau pemerintah tidak

mempunyai kepentingan yang terkait dengan

perilaku transparansinya, maka pemerintah

cenderung bertindak transparan. Tetapi untuk

hal yang memberi peluang kepada pemerintah

dan pejabatnya untuk melakukan praktik KKN,

biasanya pemerintah dan pejabatnya menjadi

tidak bertindak transparan. Dengan kata lain,

bertindak transparan atau tidak, bagi

pemerintah dan pejabatnya sangat ditentukan

oleh ada atau tidak adanya kesempatan untuk

melakukan KKN.

Perilaku ganda pemerintah dalam hal

transparansi dengan mudah dapat dijumpai

dalam pengelolaan pelayanan pendidikan, kese-

hatan, maupun pelayanan publik lainnya. Dalam

pelayanan kesehatan, misalnya, pemerintah

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik58

Page 59: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dinilai oleh para pimpinan Puskesmas telah

bertindak transparan ketika pemerintah

mengembangkan program pelayanan

kesehatan, tetapi menjadi tidak transparan

ketika mengalokasikan anggaran serta

melakukan pengadaan peralatan dan obat-

obatan. Pemerintah bertindak transparan ketika

merumuskan program pelayanan kesehatan

karena dengan bertindak transparan atau tidak

transparan, keuntungan dan kerugiannya tidak

banyak bagi kepentingan pribadi para pejabat.

Mengembangkan program pelayanan

kesehatan tidak terkait dengan kesempatan

para pejabat untuk melakukan KKN.

Namun ketika melakukan pengadaan obat-

obatan dan peralatan serta mengalokasikan

anggaran, birokrasi pelayanan kesehatan

ternyata gagal melakukan transparansi. Hal ini

terjadi karena kegiatan pengadaan obat-obatan

dan peralatan memberikan peluang untuk

melakukan praktik KKN. Ketika ada peluang

untuk melakukan KKN maka pejabat birokrasi

memiliki disinsentif untuk melakukan trans-

paransi. Mereka menjadi cenderung tertutup

agar perilaku KKN mereka tidak dapat diketahui

oleh publik. Semakin transparan semakin sulit

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

59

Page 60: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

bagi para pejabat birokrasi melakukan praktik

KKN.

Karena itu tidak mengherankan kalau perilaku

ganda dengan mudah dapat dijumpai dalam

birokrasi pelayanan yang lain. Dalam

pelayanan pendidikan, misalnya, Dinas

Pendidikan di kabupaten dan kota cenderung

menjadi sangat partisipatif dan transparan

ketika mereka melakukan berbagai kegiatan

yang tidak memberikan peluang bagi mereka

untuk melakukan KKN, misalnya dalam

pengembangan kurikulum, meningkatkan

disiplin siswa, dan mengembangkan program-

program pendidikan. Tetapi ketika

mengimplementasikan kegiatan yang memiliki

peluang melakukan KKN maka Dinas Pendidikan

menjadi tidak transparan. Misalnya, dalam

pengadaan buku, pembangunan gedung

sekolah, dan pengalokasian anggaran, mereka

menjadi sangat tertutup dan tidak mau

melibatkan stakeholders lainnya.

D. Pelayanan Publik yang Efisien

Efisiensi dapat didefinisikan sebagai

perbandingan yang terbaik antara input dan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik60

Page 61: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

output. Ini berarti apabila suatu output dapat

dicapai dengan input yang minimal maka

tingkat efisiensi semakin baik. Input dalam

pelayanan publik dapat berupa uang, tenaga,

waktu dan materi lain yang digunakan untuk

menghasilkan atau mencapai suatu output.

Harga pelayanan publik harus dapat terjangkau

oleh kemampuan ekonomi masyarakat.

Disamping itu masyarakat dapat memperoleh

pelayanan publik dalam waktu yang relatif

singkat dan tidak membutuhkan tenaga.

Dengan menggunakan bantuan teknologi

modern maka proses pelayanan publik dapat

dilakukan dengan cepat dan hemat tenaga.

Efisiensi dalam pelayanan publik dapat dilihat

dari perspektif pemberi layanan dan dari

perspektif pengguna layanan. Dari perspektif

pemberi layanan, organisasi pemberi layanan

harus mengusahakan agar harga pelayanan

murah dan tidak terjadi pemborosan

sumberdaya publik. Pelayanan publik

sebaiknya melibatkan sedikit mungkin pegawai

dan diberikan dalam waktu yang singkat.

Demikian juga dari perspektif pengguna

layanan, mereka menghendaki pelayanan

publik dapat dicapai dengan biaya yang

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

61

Page 62: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

murah, waktu singkat dan tidak banyak

membuang energi. Sebagai contoh KTP (Kartu

Tanda Penduduk) yang sudah habis masa

berlakunya dapat diperpanjang dengan cara

pengiriman langsung KTP baru ke alamat

pemiliknya. Selama ini prosedur perpanjangan

KTP sama seperti prosedur mencari KTP baru

yang diawali dari surat pengantar ketua RT,

disahkan oleh ketua RW kemudian dibawa ke

kelurahan atau balai desa. Dari kelurahan

mendapat surat yang harus dibawa ke

Kecamatan. Sampai di Kecamatan KTP

diproses selama 5 hari, setelah KTP jadi baru

kemudian bisa diambil oleh pemiliknya.

E. Pelayanan Publik yang Responsif

Responsivitas atau daya tanggap adalah

kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi

kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas

kebutuhan, dan mengembangkannya ke dalam

berbagai program pelayanan. Responsivitas

mengukur daya tanggap organisasi terhadap

harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan

warga pengguna layanan. Tujuan utama

pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan

warga pengguna agar dapat memperoleh

pelayanan yang diinginkan dan memuaskan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik62

Page 63: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Karena itu penyedia layanan harus mampu

mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan

warga pengguna, kemudian memberikan

pelayanan sesuai dengan keinginan dan

kebutuhan warga tersebut. Beberapa pakar

menejemen, seperti Peters dan Waterman,

Drucker dan Deming, menempatkan

pentingnya mendengarkan pelanggan atau

pengguna. Mereka memberikan nasehat

kepada para manajer untuk mempertemukan

karyawan mereka secara langsung dengan

pelanggan. Hewlett-Packard meminta para

pelanggan untuk membuat presentasi yang

menggambarkan kebutuhan mereka (Osborne

dan Gaebler, 1996:194). Untuk meningkatkan

responsivitas organisasi terhadap kebutuhan

pelanggan, terdapat dua strategi yang dapat

digunakan, yaitu menerapkan strategi KYC

(know your customers) dan menerapkan model

citizen’s charter.

Dalam dunia perbankan sekarang

dikembangkan konsep Know Your Customers

(KYC), yaitu sebuah prinsip kehati-hatian

sebelum melakukan transaksi. Prinsip ini

mengharuskan bank untuk berhati-hati dalam

bertindak guna melindungi bank dari berbagai Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

63

Page 64: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

resiko di dalam berhubungan dengan nasabah

dan conter-party. Dalam konteks pelayanan

publik, prinsip KYC dapat digunakan oleh

birokrasi publik untuk mengenali kebutuhan

dan kepentingan pelanggan sebelum

memutuskan jenis pelayanan yang akan

diberikan. Untuk mengetahui keinginan,

kebutuhan dan kepentingan pengguna atau

pelanggan, birokrasi pelayanan publik harus

mendekatkan diri pada pelanggan. Tidak ada

alasan bagi birokrasi pemerintah untuk tidak

berbuat seperti itu (Osborne dan Gaebler,

1996).

Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan dan

kepentingan pengguna atau pelanggan,

birokrasi pelayanan publik harus mendekatkan

diri dengan pelanggan. Tidak ada alasan bagi

birokrasi pemerintah untuk tidak berbuat seperti

itu (Osborne dan Gaebler, 1996). Beberapa

metode yang dapat digunakan untuk

mengetahui keinginan dan kebutuhan para

pelanggan adalah survai, wawancara, dan

observasi. Apabila menggunakan metode survai

maka seperangkat daftar pertanyaan harus

dipersiapkan untuk mengidentifikasi keinginan,

kebutuhan, dan aspirasi para pelanggan. Aparat

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik64

Page 65: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

birokrasi juga dapat melakukan wawancara

dengan para pelanggan dan sekaligus

melakukan observasi untuk mengetahui

keinginan mereka.

Birokrasi pemerintah seringkali tidak

mengetahui siapa yang menjadi pelanggan

mereka. Mereka menganggap bahwa eksekutif

atau atasan dan anggota parlemen adalah

pelanggan yang harus mereka layani karena

dari merekalah dana diperoleh. Hal ini

menyebabkan pelayanan lebih berorientasi

pada kepentingan eksekutif dan anggota

parlemen, bukan kepentingan dan kebutuhan

para pelanggan atau pengguna jasa mereka.

Karena itu, suatu unit birokrasi pemerintah

perlu mendefinisikan kembali siapa yang

menjadi pelanggan atau pengguna jasa mereka

sehingga untuk selanjutnya mereka dapat

mengorientasikan pelayanan kepada kebutuhan

pelanggan atau pengguna tersebut. Dinas

Pendapatan Daerah Kabupaten, misalnya, harus

mampu mengidentifikasi pelanggan atau

pengguna jasa mereka, yaitu apakah Bupati,

DPRD atau para pembayar pajak dan retribusi ?

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

65

Page 66: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pemerintah yang demokratis lahir untuk

melayani warganya. Karena itu, tugas

pemerintah adalah mencari cara untuk

menyenangkan warganya. Seperti halnya yang

berlaku di dunia bisnis, jika bisnis dapat

menyenangkan pelanggan maka jumlah

penjualan akan meningkat. Sebaliknya, apabila

pihak pesaing yang dapat menyenangkan

pelanggan maka penjualan akan turun. Bisnis

berada dalam lingkungan kompetitif dan belajar

untuk memberikan perhatian yang besar kepada

pelanggan.

Osbonie dan Gaebler (1996: 208-212)

mengidentifikasi beberapa keuntungan sistem

administrasi dan manajemen yang

menempatkan pelanggan pada posisi sentral,

yaitu:

1. Sistem yang berorientasi pada pelanggan

memaksa pemberi jasa untuk

bertanggungjawab kepada pelanggannya. Ini

berarti pemberi jasa harus selalu mencari

umpan balik untuk mengetahui keinginan

dan kebutuhan pelanggannya. Para birokrat

pemerintah hanya akan menghasilkan

barang dan jasa atau pelayanan yang

sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik66

Page 67: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

2. Sistem yang berorientasi pada pelanggan

mendepolitisasi keputusan pilihan pemberi

jasa. Depolitisasi keputusan terjadi karena

dasar pembuatan keputusan ada pada

kebutuhan pelanggan, bukan pada

pertimbangan politik pembuat keputusan.

Ini juga berarti menempatkan pelanggan

pada posisi pengemudi.

3. Sistem yang berorientasi pada pelanggan

merangsang lebih banyak inovasi. Ketika

pemberi jasa harus bersaing, ia akan selalu

mencari cara-cara baru dan terbaik untuk

memuaskan pelanggan atau pengguna jasa.

Badan-Badan Usaha Milik Negara atau

Daerah, seperti Bank Pemerintah, Rumah

Sakit Milik Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi yang

termasuk dalam Badan Hukum Milik Negara

harus bersaing secara ketat dengan institusi

swasta yang sejenis untuk mendapatkan

nasabah, pasien, dan calon mahasiswa yang

potensial. Untuk itu, berbagai metode dan

cara-cara baru dalam dunia perbankan,

kesehatan, dan pendidikan harus diadopsi

untuk dapat memberikan pelayanan yang

optimal bagi pengguna jasa.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

67

Page 68: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

4. Sistem yang berorientasi pada pelanggan

memberikan kesempatan kepada orang lain

untuk memilih di antara berbagai macam

pelayanan. Orientasi pelayanan pada

kebutuhan pengguna jasa akan

menyebabkan adanya berbagai Jenis

pelayanan untuk sektor yang sama sehingga

pengguna jasa dapat memilih. Sebagai

contoh, di sektor jasa transportasi publik,

pemerintah kota tidak boleh hanya

menyediakan satu jenis sarana transportasi

publik, misalnya bus kota. Sebaliknya,

pemerintah kota harus menyediakan

berbagai jenis sarana transportasi publik

selain bus kota, seperti: taksi, trem,

subway, mikrolet, dan sebagainya. Dengan

demikian, masyarakat memiliki peluang

untuk memilih sesuai dengan kebutuhannya.

5. Sistem yang berorientasi pada pelanggan

menghindari pemborosan karena pasokan

disesuaikan dengan permintaan. Peme-

rintah kota, misalnya, sebaiknya tidak

menyediakan pelayanan yang tidak

dibutuhkan oleh warganya. Sebagai contoh,

apabila di wilayah tertentu sudah tersedia

banyak Sekolah Dasar swasta yang

bermutu dan masyarakat mampu Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik68

Page 69: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

membayarnya, maka pemerintah tidak

perlu memaksakan diri untuk mendirikan

SD Negeri di wilayah tersebut.

6. Sistem yang berorientasi pada pelanggan

mendorong pelanggan untuk lebih memiliki

komitmen. Penelitian di sektor pendidikan di

Amerika Serikat menunjukkan bahwa siswa

lebih memiliki komitmen terhadap

pendidikan di sekolah yang mereka pilih

sendiri.

7. Sistem yang berorientasi pada pelanggan

menciptakan peluang yang lebih besar bagi

keadilan. Pemberian dana pemerintah

kepada individu lebih dapat mendorong

keadilan daripada diberikan kepada

lembaga. Sebagai contoh, ketika pemerintah

memberikan subsidi kepada universitas

negeri yang bermutu, yang menikmati justru

golongan menengah ke atas. Namun

apabila pemerintah berorientasi kepada

kebutuhan individu maka aspek keadilan

dapat terpenuhi.

F. Pengukuran Kinerja Pelayanan Publik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

69

Page 70: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pengukuran kinerja pelayanan publik pada

dasarnya adalah membandingkan antara

tingkat pelayanan yang diinginkan (expected

service) dengan tingkat pelayanan yang

diterima/ dipersepsikan (perceived service).

Tingkat pelayanan yang diinginkan biasanya

ditentukan oleh masyarakat maupun

penyelenggara pelayanan publik. Tingkat

pelayanan tersebut dapat berupa standar

pelayanan minimum yang harus diberikan,

waktu yang dibutuhkan mendapatkan

pelayanan, dan biaya yang harus dikeluarkan

untuk memperoleh pelayanan tersebut.

Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam

Rangkuti (2002) telah membuat satu model

konseptual mengenai tingkat kepentingan

pelanggan. Model tersebut dapat digunakan

sebagai dasar untuk mengukur kinerja

pelayanan publik. Berdasarkan model tersebut

terdapat dua tingkat kepentingan pelanggan

yaitu adequate service dan desire service.

Adequate service adalah tingkat kinerja jasa

minimal yang masih dapat diterima

berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan

diterima dan tergantung pada alternatif yang

tersedia. Sementara desired service adalah

tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik70

Page 71: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

akan diterimanya, yang merupakan gabungan

antara kepercayaan pelanggan mengenai apa

yang dapat dan harus diterima. Diantara

desired service dengan adequate service

terdapat zona toleransi (zone of tolerance).

Zona toleransi adalah daerah dimana variasi

pelayanan yang masih dapat diterima oleh

pelanggan. Zona ini dapat mengembang dan

menyusut serta berbeda-beda untuk setiap

individu, perusahaan, situasi dan aspek jasa.

Apabila pelayanan yang diterima oleh

pelanggan berada di bawah adequate service,

pelanggan akan frustasi dan kecewa.

Sedangkan apabila pelayanan yang diterima

pelanggan melebihi desired service, pelanggan

akan sangat puas dan bahkan mungkin akan

terkejut.

Adequate dan desired service bukan

merupakan sesuatu yang statis, melainkan

sesuatu yang berubah-ubah tergantung pada

faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Adequate service dipengaruhi oleh keadaan

darurat, ketersediaan alternatif, derajat

keterlibatan masyarakat, pelayanan yang

diperkirakan dan faktor-faktor lain yang

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

71

Page 72: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

tergantung situasi. Sementara disired service

dipengaruhi oleh keinginan untuk dilayani

secara baik dan benar, kebutuhan perorangan,

janji secara langsung, janji secara tidak

langsung, komunikasi dari mulut ke mulut dan

pengalaman masa lalu.

Terdapat beberapa teknik untuk mengukur

tingkat kinerja pelayanan publik. Beberapa

teknik tersebut adalah (1) pendekatan

tradisional dengan tabel Likert, (2) analisis

deskriptif yang meliputi menghitung nilai rata-

rata, analisis tabel kontigensi, analisis

importance dan performance matrix, dan (3)

analisis pengambilan keputusan dengan

kriteria jamak.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik72

Page 73: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

BAB IIIMETODE PENGUKURAN KINERJA

PELAYANAN PUBLIK

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

73

Page 74: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

A. Lingkup dan Pengguna Pengukuran

Kinerja Pelayanan Publik

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, terdapat dua macam

urusan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Kedua jenis urusan tersebut adalah urusan

untuk menye-lenggarakan urusan yang wajib

dan urusan yang bersifat pilihan.

Urusan yang bersifat wajib terdiri dari 16

urusan yaitu (1) perencanaan dan

pengendalian pembangunan, (2) perencanaan,

pemanfaatan dan pengawasan tata ruang, (3)

penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat, (4) penyediaan

sarana dan prasarana umum, (5) penanganan

bidang kesehatan, (6) penyelenggaraan

pendidikan, (7) penanggulangan masalah

sosial, (8) pelayanan bidang ketenagakerjaan,

(9) fasilitas pengembangan koperasi, usaha

kecil dan menengah, (10) pengendalian

lingkungan, (11) pelayanan pertanahan, (12)

pelayanan kependudukan dan catatan sipil,

(13) pelayanan administrasi umum

pemerintahan, (14) pelayanan administrasi

penanaman modal, (15) penyelenggaraan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik74

Page 75: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pelayanan dasar lainnya, (16) urusan wajib

lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Urusan pemerintah kabupaten/kota yang

bersifat pilihan meliputi urusan pemerintah

yang secara nyata ada dan berpotensi untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi

unggulan daerah yang bersangkutan.

Panduan ini hanya akan mengukur kinerja

pelaksanaan/pelayanan 14 urusan wajib dari

16 urusan yang ada. Hal ini dikarenakan dua

urusan dari 16 urusan sebagaimana disebutkan

Dalam Pasal 14 UU No. 32 Tahun 2004 tidak

menunjukkan batasan pengertian yang jelas

pengertiannya karena dinyatakan, ditentukan

oleh peraturan perundang-undangan lainnya

atau disebutkan sebagai urusan wajib lainnya.

Oleh karena itu pengukuran kinerja pelayanan

publik hanya diarahkan untuk menilai kinerja

14 urusan wajib bagi pemerintah

kabupaten/kota. Keempat belas kewenangan

wajib tersebut adalah :

1. perencanaan dan pengendalian

pembangunan; Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

75

Page 76: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

2. perencanaan, pemanfaatan dan

pengawasan tata ruang;

3. penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat;

4. penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. penanganan bidang kesehatan;

6. penyelenggaraan pendidikan;

7. penanggulangan masalah sosial;

8. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9. fasilitas pengembangan koperasi, usaha

kecil dan menengah;

10. pengendalian lingkungan;

11. pelayanan pertanahan;

12. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

13. pelayanan administrasi umum

pemerintahan; dan

14. pelayanan administrasi penanaman modal.

Metode pengukuran kinerja pelayanan publik

ini diharapkan dapat digunakan oleh

Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah

Kabupaten/Kota untuk mengukur tingkat

pelayanan publik masing-masing daerah. Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik76

Page 77: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pemerintah Provinsi; penggunaan metode

pengukuran ini diarahkan untuk mengukur

kinerja pelayanan publik bagi Kabupaten/Kota

yang termasuk di wilayahnya dalam rangka

mengetahui dan membandingkan kinerja

pelayanan publik di masing-masing

Kabupaten/Kota. Unit terkecil analisis kinerja

pelayanan publik ini adalah wilayah

Kabupaten/Kota. Metode yang digunakan untuk

pengukuran kinerja pelayanan publik ini hanya

menggunakan data obyektif.

Pemerintah Kabupaten/Kota; penggunaan

metode ini diarahkan lebih detail untuk

mengukur kinerja pelayanan publik. Unit

analisis terkecil kinerja pelayanan publik

adalah jenis pelayanan publik yang terdapat di

wilayah Kabupaten/Kota tersebut. Oleh karena

itu pengukuran kinerja pelayanan publik

disamping menggunakan data obyektif juga

perlu dilengkapai dengan pengukuran

kepuasan masyarakat dengan menggunakan

data subyektif yang dikumpulkan penyebaran

angket atau wawancara dengan masyarakat.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

77

Page 78: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

B. Metode Pengukuran Kinerja

Pelayanan Publik

Terdapat beberapa metode untuk mengukur

tingkat kinerja pelayanan publik atau kinerja

pemerintah Daerah. Berdasarkan jenis data

yang digunakannya, metode pengukuran

kinerja pembangunan tersebut dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu metode

pengukuran yang menggunakan data obyektif

dan metode pengukuran yang menggunakan

data subyektif. Metode pengukuran dengan

menggunakan data obyektif. Metode ini

menggunakan data sekunder yang telah

dipublikasikan oleh berbagai instansi

pemerintah. Contoh penerapan ini metode

pengukuran ini adalah Penyusunan Indeks

Pembangunan Daerah, yang disusun Oleh

Bappenas Tahun 2003, Pengukuran Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) yang telah

disusun oleh Bappenas bekerjasama dengan

UNDP, Pengukuran Daya Saing Daerah Yang

telah disusun oleh beberapa instansi antara

lain BI, Kadin dan BPPT. Metode pengukuran

yang menggunakan data subyektif, pada

umumnya menggunakan data primer, hasil

wawancara dengan sejumlah responden untuk

mengetahui tingkat kepuasan, persepsi, opini Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik78

Page 79: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dan sebagainya. Contoh penggunaan metode

ini adalah teknik pengukuran kepuasan

pelanggan (Customer Satisfaction),

pengukuran persepsi pelanggan terhadap

suatu pelayanan dan sebagainya.

Setelah data terkumpul maka perlu dianalisis

untuk memperoleh informasi tingkat kinerja

pelayanan publik. Beberapa metode analisis

yang dapat digunakan tersebut antara lain

adalah (1) pendekatan tradisional dengan tabel

Likert, (2) analisis deskriptif yang meliputi

menghitung nilai rata-rata, analisis tabel

kontigensi, analisis importance dan

performance matrix, dan (3) penyusunan

indeks komposit.

Dalam panduan pengukuran ini maka digunakan teknik penyusunan indek komposit yang diperoleh dari berbagai variabel untuk mengetahui tingkat kinerja pelayanan publik.

1. Metode Pengukuran Dengan Data Obyektif

Pengukuran kinerja pelayanan publik akan

mengukur 14 urusan yang wajib dilakukan

oleh pemerintah daerah. Dalam rangka

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

79

Page 80: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

mengukur kinerja pelayanan 14 urusan

tersebut akan membutuhkan beberapa

variabel. Berdasarkan kenyataan itu, maka

dalam rangka pengukuran kinerja

pelayanan publik tersebut akan

dikembangkan indeks komposit yang terdiri

dari beberapa variabel pada masing-masing

jenis urusan. Indeks komposit yang akan

disusun tersebut diberi nama Indeks Kinerja

Pelayanan Publik (IKPP).

Karena pengukuran tersebut menggunakan

beberapa variabel dan beberapa jenis

urusan, maka metode yang digunakan

untuk menyusun indeks tersebut adalah

sistem pengambilan keputusan dengan

kriteria jamak (Multi Criterias Decesion

System). Penggunaan sistem tersebut

diharapkan akan mampu menghitung bobot

dan skor masing-masing variabel.

Pengembangan teknik untuk mendekati/

menggambarkan tingkat merupakan salah

satu fokus yang menarik pada literatur-

literatur tentang analisis pengambilan

keputusan. Teknik menggambarkan tingkat

preferensi tersebut telah dikembangkan

pada Metode analytic hierarchy process

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik80

Page 81: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

(AHP) dan metode value tree analysis

(analisis pohon nilai). Berdasarkan metode

yang dikembangkan tersebut maka tingkat

preferensi dapat diekpresikan dalam

interval penilaian. Berdasarkan interval

penilaian tersebut maka pengambil

keputusan dapat menyusun serangkaian

rentang nilai untuk menunjukkan tingkat

kepentingan relatif dua faktor pada satu

kesempatan. Hasil dari pembatasan linear

(linear constraints) terhadap nilai bobot

kriteria pada masing-masing prioritas

sesuai dengan pernyataan pengambil

keputusan yang bersifat kualitatif (A. Salo

et all, 2004 dalam http:

//www.sal.hut.fi/Research/index2.html)

Dalam rangka menyusun indeks komposit

kinerja pelayanan publik (IKKP) maka

digunakan Analisis Proses Berjenjang (AHP)

untuk menilai kinerja pelayanan publik. AHP

merupakan salah satu metode pengambilan

keputusan dengan jamak yang telah

dikembangkan oleh Profesor Saaty pada

Tahun 1980-an. Metode ini saat ini telah

banyak digunakan untuk berbagai

penggunaan. Beberapa contoh penggunaan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

81

Page 82: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

metode AHP ini adalah pengukuran Indeks

Pembanguan Daerah (IPD) yang dilakukan

(Bappenas, 2001), Penentuan Komoditas

Unggulan yang telah dilakukan

(Kementerian PPKTI, 2004), dan Penentuan

bentuk kelembagaan yang sesuai untuk

pengembangan kawasan perbatasan

(Bappeda Kabupaten Nunukan, 2003).

Analisisi proses berjenjang adalah suatu

pendekatan untuk pengambilan keputusan

dengan cara menyusun kriteria-kriteria

pemilihan alternatif keputusan ke dalam

struktur yang berjenjang, membandingkan

tingkat kepentingan masing-masing kriteria,

membandingkan alternatif pada kriteria-

kriteria tersebut dan menentukan rangking

total dari alternatif-alternatif pengambilan

keputusan.

Metode AHP mempunyai empat aksioma

yang harus dipenuhi. Keempat aksioma

tersebut adalah :

1) Reciprocal Comparison; aksioma ini

berarti bahwa si pembuat keputusan

harus bisa membuat perbandingan dan

menyatakan preferensinya;

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik82

Page 83: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

2) Homogenity; artinya bahwa preferensi

dapat dinyatakan dalam skala terbatas

atau masing-masing kriteria dapat

diperbandingkan satu dengan yang lain;

3) Independence; preferensi dinyatakan

dengan mengasumsikan bahwa satu

kriteria tidak dipengaruhi oleh oleh

alternatif-alternatif yang ada, melainkan

oleh obyektif secara keseluruhan;

4) Expectations; untuk tujuan pengambilan

keputusan, struktur diasumsikan

lengkap (Brojonegoro, 1992).

Penerapan metode AHP ini untuk mengukur

kinerja pelayanan publik akan

menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut :

1) Menyusun struktur variabel kinerja

pelayanan publik;

Struktur ini meliputi penetapan jenis-

jenis pelayanan publik dan perumusan

variabel-variabel untuk pengukuran

serta hirarki masing-masing variebel

tersebut. Struktur variabel kinerja Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

83

Page 84: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pelayanan publik tersebut akan disusun

dalam 4 hirarki. Keempat hirarki

tersebut adalah sebagai berikut :

Hirarki pertama ; berupa tujuan dari

analisis ini yaitu pengukuran kinerja

pelayanan publik;

Hirarki Kedua ; berisi tiga jenis

kelompok besar pelayanan publik

yang menjadi urusan pemerintah

daerah. Ketiga jenis pelayanan publik

tersebut adalah (1) pelayanan dasar,

(2) pelayanan perijinan, dan (3)

pelayanan pembangunan,

Hirarki Ketiga ; merupakan penjabaran

jenis-jenis pelayanan publik pada

masing-masing kelompok tersebut.

Pada kelompok pelayanan dasar

terdapat 5 jenis pelayanan, yaitu

pelayanan kesehatan, pelayanan

pendidikan, pelayanan tenaga kerja,

pelayanan sarana prasarana umum,

dan pengendalian lingkungan.

Pelayanan perijinan memiliki 5 jenis

pelayanan juga, yaitu Pelayanan

Koperasi dan UKM, Pelayanan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik84

Page 85: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Penanaman Modal (Investasi),

Pelayanan Kependudukan, Pelayanan

Administrasi Umum dan Pelayanan

Pertanahan. Pelayanan pembangunan

meliputi 4 jenis pelayanan yaitu

Perencanaan dan Pengendalian Tata

Ruang, Penanganan Permasalahan

Sosial, Pengendalian (manajemen)

Pembangunan dan Penyelanggaraan

Ketertiban Umum.

Hirarki Keempat ; merupakan variabel-

variabel yang digunakan sebagai alat

ukur kinerja pelayanan publik.

Variabel-variabel yang digunakan

untuk mengukur kinerja pelayanan

publik tersebut berjumlah 60 variabel.

Gambar Struktur pelayanan dan variabel yang digunakan untuk pengukuran kinerja pelayanan

publik disajikan dalam Gambar 4.1.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

85

Page 86: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 3.1Struktur Pelayanan dan Variabel Pengukuran Kinerja

Publik

c). Menentukan bobot masing-masing

variabel

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik86

Page 87: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pada setiap hirarki, masing-masing

kriteria/ variabel tersebut akan

dibandingkan tingkat kepentingannya.

Perbandingan ini untuk mendapatkan

bobot relatif masing-masing kriteria

tersebut. Penilaian tingkat kepentingan

kriteria tersebut diwujudkan dalam

pemberian skala 1 sampai 9. Perincian

tingkat kepentingan kriteria tersebut

adalah sebagai berikut:

Skala 1 = Sama Penting (Equal);

Skala 2 = Diantara Sama penting dan

sedikit lebih penting (Equal To

Moderate);

Skala 3 = Sedikit Lebih Penting

(Moderate);

Skala 4 = Diantara Sedikit Lebih

Penting dan Penting (Moderate To

Strong);

Skala 5 = Lebih Penting (Strong);

Skala 6 = Diantara lebih penting dan

sangat penting (Strong To Very

Strong);

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

87

Page 88: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Skala 7 = Lebih Sangat Penting (Very

Strong);

Skala 8 = Diantara sangat penting

dan amat sangat penting (Very Strong

To Extreme);

Skala 9 = Lebih amat sangat penting

(Extreme).

Berdasarkan penilaian tingkat

kepentingan tersebut, selanjutnya akan

dihitung bobot masing-masing kriteria

dengan menggunakan rumus yang

dikembangkan oleh Eigen yang berupa

nilai Eigen (Eigen value). Perhitungan

nilai Eigen ini akan dihitung dengan

menggunakan perangkat lunak Expert

Choiche versi 8 (EC versi 8). Perangkat

Lunak EC versi 9, ini sekaligus akan

dapat menghitung tingkat konsistensi

dari penilaian tingkat kepentingan

masing-masing kriteria. Tingkat

konsistensi ini diwujudkan dalam nilai

rasio inkonsistensi (Inconsistency Ratio).

Apabila nilai rasio inkonsistensi lebih

kecil dari 0,1 maka penilaian tingkat

kepentingan tersebut dapat diterima.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik88

Page 89: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pada perangkat lunak EC ver. 9,

perhitungan bobot masing-masing jenis

pelayanan dan variabel dilakukan

dengan penilaian tingkat kepentingan

jenis layanan atau variabel. Penilaian

tersebut terdapat tiga metode untuk

menilai tingkat kepentingan yaitu cara

verbal, matriks dan questioner. Cara

verbal membandingkan masing-masing

per pasangan variabel. Cara matriks dan

questioner papa prinsipnya

membandingkan tingkat kepentingan

antar variabel secara keseluruhan.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

89

Page 90: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 3.2Contoh Penilaian Tingkat Kepentingan dengan Teknik

Verbal Pada Perangkat Lunak EC versi 9

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik90

SEHAT : Pelayanan KesehatanIs EQUALLY to MODERATELY more

PREFERABLE thanPENDIDIK : Pelayanan Pendidikan

With respect to DASAR < GOAL

Page 91: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 3.3Contoh Penilaian Tingkat Kepentingan dengan

Teknik Matriks Pada Perangkat Lunak EC versi 9

Perhitungan Bobot masing-masing jenis

pelayanan dan kriteria pada masing-

masing hirarki dihitung dengan

menggunakan EC versi 9. Perhitungan

bobot juga secara otomatis akan

menghitung Rasio Inkonsistensi (RI).

Hasil perhitungan tersebut disajikan

dalam uraian di bawah ini.

Pada Hirarki II perhitungan untuk

menentukan bobot tiga kelompok

pelayanan. Ketiga kelompok pelayanan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

91

Page 92: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

tersebut adalah (1) Pelayanan

Kebutuhan Dasar, (2) Pelayanan

Perijinan dan (3) Pelayanan

Pembangunan. Perhitungan dengan

menggunakan EC Versi 9 menunjukkan

bahwa Bobot Pelayanan Dasar Paling

besar dibandingkan kedua pelayanan

tersebut. Hasil perhitungan tersebut

disajikan dalam Gambar 4.3

INCONSISTENCY RATIO = 0.01

An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.

DASAR .540

PERIJIN .297

PEMBANG.163

Gambar 3.4Perhitungan Bobot Kelompok Pelayanan Yang Menjadi Urusan Pemerintah Daerah

Berdasarkan Gambar tersebut maka

Pelayanan dasar Mempunyai Bobot

0,540, Pelayanan Perijinan Mempunyai

bobot 0,297 dan Pelayanan

Pembangunan sebesar 0,163. Hasil

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik92

Page 93: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

perhitungan bobot tersebut dapat

dipakai karena Rasio Ikonsistensi (RI)

sebesar 0,01 (nilai RI terbesar yang

diperbolehkan adalah 0,1).

Pada Hirarki III dilakukan perhitungan

bobot pada tiap-tiap kelompok

pelayanan. Jumlah pelayanan pada

masing-masing kelompok pelayanan

adalah sebagai berikut Kelompok

Pelayanan Dasar terdapat lima (5)

pelayanan, Kelompok Pelayanan

Perijinan terdapat 5 pelayanan dan

Kelompok Pelayanan Pembangunan

terdapat 4 pelayanan. Bobot masing-

masing pelayanan sebagaimana

diuraikan berikut.

Pada Kelompok Pelayanan Dasar

terdapat 5 jenis pelayanan. Kelima jenis

pelayanan tersebut adalah (1)

Pelayanan Kesehatan (SEHAT), (2)

Pelayanan Pendidikan (PENDIDIK), (3)

Pelayanan Ketenagakerjaan (NAKER), (4)

Pelayanan Sarana dan Prasarana Umum

(SARPRAS), dan (5) Pengendalian

Lingkungan (LINGKUNG). Berdasarkan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

93

Page 94: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa

berdasarkan perhitungan bobot lima

jenis pelayanan pada kelompok

pelayanan dasar, pelayanan kesehatan

memiliki bobot yang paling besar, yaitu

sebesar 0,369. Sementara pelayanan

sarana prasarana umum dan

pengendalian lingkungan mempunyai

bobot yang paling rendah dengan bobot

sebesar 0,109.

INCONSISTENCY RATIO = 0.0

An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.

SEHAT .369

PENDIDIK .206

NAKER .206

SARPRAS .109

LINGKUNG .109

Gambar 3.5Perhitungan Bobot Pelayanan pada Kelompok

Pelayanan Dasar

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik94

Page 95: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pada Kelompok pelayanan perijinan

terdapat 5 jenis pelayanan. Kelima jenis

pelayanan tersebut adalah (1)

Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil

Menengah (KUKM), (2) Pelayanan

Perijinan Penanaman Modal (MODAL),

(3) Pelayanan Kependudukan dan

Catatan Sipil, (4) pelayanan administrasi

umum pemerintahan (ADMUM), dan (5)

pelayanan pertanahan (PERTANH).

Berdasarkan perhitungan dengan EC

versi 8 maka diperoleh hasil

sebagaimana terlihat dalam Gambar 4.5.

Berdasarkan perhitungan tersebut,

bobot terbesar terdapat pada Pelayanan

Kependudukan dengan bobot sebesar

0,329. Sementara pelayanan perijinan

penanaman modal mempunyai bobot

yang paling kecil (0,127).

INCONSISTENCY RATIO = 0.02

An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.

KUKM .190

MODAL .127

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

95

Page 96: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

PENDUDUK .329

ADMUM .165

PERTANAH .190

Gambar 3.6Perhitungan Bobot Pelayanan pada

Kelompok Pelayanan Perijinan

Pada Kelompok pelayanan

pembangunan terdapat 4 jenis

pelayanan. Keempat jenis pelayanan

tersebut adalah (1) perencanaan,

pemanfaatan dan pengawasan tata

ruang (PPTR), (2) penyelenggaraan

ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat (TIBUM), (3)

penanggulangan masalah sosial

(SOSIAL), dan (4) perencanaan dan

pengendalian pembangunan (PPBANG).

Berdasarkan perhitungan bobot

terhadap keempat jenis pelayanan

tersebut maka penanggulangan masalah

sosial (SOSIAL) dan Penyelenggaraan

ketertiban umum dan kententraman

masyarakat (TIBUM) mempunyai bobot

yang paling besar (0,333).

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik96

Page 97: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

INCONSISTENCY RATIO = 0.0

An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.

PPTTR .167

TIBUM .333

SOSIAL .333

PPBANG .167

Gambar 3.7Perhitungan Bobot Pelayanan pada Kelompok Pelayanan Pembangunan

Perhitungan bobot variabel untuk tiap-

tiap jenis pelayanan dilakukan dengan

cara yang sama dengan penghitungan

bobot jenis pelayanan. Variabel-variabel

yang digunakan untuk pengukuran

kinerja pelayanan publik pada dasarnya

terdiri dari 2 atau 3 kelompok variabel.

Kelompok variabel tersebut adalah (1)

variabel yang menunjukkan dampak

pelayanan yang telah dicapai, atau (2)

variabel yang menunjukkan upaya

pemerintah daerah untuk meningkatkan

tingkat pelayanan pemerintah, atau (3)

Ketersediaan prasarana dan tenaga Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

97

Page 98: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pendukung pelayanan publik. Bobot

masing-masing variabel per jenis

pelayanan disajikan dalam uraian

berikut :

(1) Pelayanan Kesehatan; kinerja

pelayanan kesehatan diukur dengan

menggunakan 5 variabel. Kelima

variabel tersebut adalah Angka

Harapan Hidup, Tingkat Kesakitan

(Morbidity Level), Rasio Prasarana

Kesehatan Dengan Penduduk, Rasio

Tenaga Kesehatan dengan

Penduduk, dan Persentase Desa Yang

Memiliki Prasarana Kesehatan. Bobot

masing-masing variabel tersebut

dihitung dengan menggunakan EC

ver. 9 sehingga diperoleh bobot

untuk Angka Harapan Hidup dan

Tingkat Kesakitan paling besar

(0,333). Bobot Selengkapnya

disajikan dalam Gambar 4.7.

INCONSISTENCY RATIO = 0.0

An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.

AHH .333

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik98

Page 99: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

MOBIDITY .333

RS/Pk/PI .111

PARAMED .111

DRS/Pk/P .111

Gambar 3.8Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan

Kesehatan

(2) Pelayanan Pendidikan; pengukuran

kinerja pelayanan pendidikan

menggunakan 6 variabel. Keenam

variabel tersebut meliputi Rata-Rata

Lama Sekolah, Tingkat Partisipasi

Pendidikan Dasar, Tingkat Melek

Huruf, Rasio Murid dengan Ruang

Sekolah, Rasio Murid Dengan Guru

dengan Murid, dan Persentase Desa

Yang Memiliki Pendidikan Dasar.

Hasil perhitungan bobot masing-

masing variabel disajikan dalam

Tabel 3.1.

Tabel 3.1Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan

Pendidikan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

99

Page 100: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

VARIABEL

NAMA VARIABELBOBO

T

RRLS Rata-Rata Lama Sekolah0,0278

3

TPSDTingkat Partisipasi Pendidikan Dasar

0,02783

ILLITERT Tingkat Melek Huruf0,0278

3

RSKLH Rasio Murid dengan Ruang Sekolah

0,00928

RGURU Rasio Murid Dengan Guru dengan Murid

0,00928

DSDSMP Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan Dasar

0,00928

Sumber : hasil perhitungan

(3) Pelayanan Ketenagakerjaan; Kinerja

pelayanan ketenagakerjaan diukur

dengan menggunakan 5 variabel.

Kelima variabel tersebut adalah

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja,

Tingkat Pengangguran, Rasio Balai

Latihan Kerja terhadap Angkatan

Kerja, Persentase Angkatan Kerja

Yang Terdaftar dan Rasio

Penempatan Angkatan Kerja Yang

Terdaftar. Bobot kelima variabel Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik100

Page 101: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

tersebut dihitung dengan

menggunakan EC Ver. 9. Hasil

perhitungan tersebut disajikan dalam

gambar berikut :INCONSISTENCY RATIO = 0.0

An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some investigation.

TPAK .274

UNEMPLOY .430

RBLK .099

RAKTD .099

RPAKTD .099

Gambar 3.9Perhitungan Bobot Variabel

Kinerja Pelayanan Ketenagakerjaan

(4) Pelayanan Sarana dan Prasarana Umum; Pengukuran kinerja pelayanan sarana dan prasarana umum difokuskan pada penyediaan pelayanan prasarana sarana dasar (PSD). Variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan tersebut adalah Rasio panjang jalan dengan luas wilayah, Persentase

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

101

Page 102: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Rumah Tangga Yang Mempunyai Akses Ke Air Bersih, Tingkat Elektrifikasi Daerah, dan Rasio Rumah Tangga Yang Berlangganan Telpon. Hasil perhitungan bobot masing-masing variabel disajikan dalam Gambar 4.9.

INCONSISTENCY RATIO = 0.02An Inconsistency Ratio of.1 or more may warrant some

investigation.

RJLNW .304

PAAB .464

TED .121

RTTELP .111

Gambar 3.10Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan

Sarana Prasarana Umum

(5) Pengendalian Lingkungan;

Keberhasilan pengendalian

lingkungan akan dilihat dari sejauh

mana pemerintah daerah mampu

mengurangi daerah-daerah yang

kritis terhadap pencemaran Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik102

Page 103: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

lingkungan, lahan-lahan kritis dan

mengantisipasi kemungkinan

terjadinya bencana alam.

Berdasarkan pemikiran tersebut

maka ditetapkan 5 variabel untuk

mengukur kinerja pengendalian

lingkungan yaitu Persentase Desa

Yang Terkena Pencemaran

Lingkungan, Persentase Desa Yang

Tergenang Banjir, Pertumbuhan

Lahan-Lahan Kritis, Frekuensi

Monitoring Kualitas Lingkungan dan

Persentase Desa Kritis Lingkungan.

Tabel 3.2Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja

Pengendalian Lingkungan

KODE VARIABEL BOBOT

RDKPL Persentase Desa Yang Terkena

Pencemaran Lingk.

0,01361

RDTAB Persentase Desa Yang

Tergenang Banjir

0,01361

PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan

Kritis

0,01361

MONITO Frekuensi Monitoring Kualitas 0,00454

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

103

Page 104: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

R Lingkungan

PDKL Persentase Desa Kritis

Lingkungan

0,01361

Sumber : hasil perhitungan

(6) Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil

Menengah; pelayanan KUKM

dianggap berhasil apabila mampu

menumbuhkan usaha-usaha KUKM

dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang ditujukkan dengan

meningkatnya kontribusi KUKM

dalam pendapatan dari sektor

industri. Berdasarkan asumsi-asumsi

tersebut maka ditetapkan beberapa

variabel berikut sebagai pengukur

kinerja pelayanan koperasi. Variabel-

variabel tersebut adalah

Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5

Tahun Terakhir, Persentase Koperasi

dan UKM di LIK, Pertumbuhan

Kontribusi UKM terhadap PDRB

Industri dan Pertumbuhan Alokasi

Anggaran untuk UKM. Bobot masing-

masing variabel disajikan dalam

Tabel berikut :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik104

Page 105: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Tabel 3.3Hasil Perhitungan Bobot Variabel

Kinerja Pelayanan Koperasi

KODE VARIABEL BOBOT

PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5 Tahun Terakhir 0,0141

2

PUKMLIK

Persentase Koperasi dan UKM di LIK 0,0088

7

KUKMI Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap PDRB Industri 0,0274

9

PADUKM

Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk UKM

0,00582

Sumber : hasil perhitungan

(7) Pelayanan Administrasi Penanaman

Modal; Keberhasilan pelayanan

administrasi terlihat dari rasio antara

realisasi investasi dengan

persetujuan investasi. Salah satu

langkah yang sebaiknya diambil oleh

pemerintah adalah memberikan

kemudahan-kemudahan dan

kepastian perijinan investasi baik Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

105

Page 106: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

berupa kemudahan perijinan dan

kepastian waktu penyelesaian

perijinan dengan mendirikan kantor

pelayanan satu atap dan insentif

serta disinsentif bagi penanaman

modal. Berdasarkan pemikiran

tersebut maka ditetapkan beberapa

variabel untuk mengukur kinerja

pelayanan administrasi penanaman

modal sebagai berikut Rasio Antara

Persetujuan dengan Realisasi

Investasi, Keberadaan Pelayanan

Investasi Satu Atap, Rata-Rata Waktu

Penyelesaian Perijinan Investasi dan

Keberadaan Insentif/Disisentif

Investasi. Hasil perhitungan bobot

masing-masing disajikan dalam tabel

berikut:

Tabel 3.4

Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Pelayanan

Administrasi Penanaman Modal

KODE VARIABEL BOBOT

RRIPI Rasio Antara Persetujuan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik106

Page 107: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dengan Realisasi Investasi 0,01679

SATAP Keberadaan Pelayanan Investasi Satu Atap 0,0042

0

RWPII Rata-Rata Waktu Penyelesaian Perijinan Investasi

0,00839

IDPM Keberadaan Insentif/Disisentif Investasi

0,00839

Sumber : hasil perhitungan

(8) Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil; keberhasilan Pelayanan kependudukan dan cacatan sipil diasumsikan ditentukan oleh seberapa banyak proporsi penduduk yang memiliki KTP dan Akte kelahiran. KTP atau akte kelahiran sering merupakan dokumen yang menjadi persyaratan pada hampir semua pelayanan-pelayanan publik lainnya. Oleh karena itu pengukuran kinerja pelayanan kependudukan dan catatan sipil akan menggunakan varariabel Rasio Penduduk Yang ber

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

107

Page 108: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

KTP, Rasio Balita Ber Akte Kelahiran, Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan dan Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP. Bobot masing-masing variabel dihitung dengan EC, disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.5

Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja

Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil

KODE VARIABEL BOBOT

RPKTP Rasio Penduduk Yang ber KTP

0,03383

RBPAK Rasio Balita Ber Akte Kelahiran

0,03383

SIKD Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan 0,00960

RWPKTP

Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP 0,02046

Sumber : hasil perhitungan

(9) Pelayanan Administrasi Umum Pemerintahan; pelayanan administrasi umum difokuskan pada pelayanan internal kepada peningkatan kualitas aparat/ pegawai pemerintah. Beberapa variabel yang

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik108

Page 109: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan ini adalah Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan, Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk Administrasi Umum Pemerintahan, Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional dan Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas. Hasil perhitungan bobot masing-masing variabel disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.6Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja

Pelayanan Administrasi umum Pemerintahan

KODE

VARIABEL BOBOT

SIPUD Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan 0,00589

PAAUD

Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk ADUMPEM 0,00542

PPJF Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional 0,02268

PPDS1 Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas 0,01487

Sumber : hasil perhitungan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

109

Page 110: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

(10) Pelayanan Pertanahan; Tanah

merupakan sumberdaya yang cukup

penting bagi masyarakat, oleh

karena itu perlu pelayanan

pencatatan dan surat pengakuan hak

penguasaan tanah oleh masyarakat.

Dalam rangka pengukuran kinerja

pelayanan pertanahan maka

digunakan variabel-variabel sebagai

berikut Persentase Luas Lahan Yang

Telah Tersertifikat, Rata-Rata Lama

Pengurusan Sertifikat Tanah,

Kemudahan Pelayanan Pendaftaran

Tanah, dan Keberadaan Sistem

Informasi Pertanahan Daerah. Hasil

perhitungan bobot untuk masing-

masing variabel disajikan dalam

tabel berikut:

Tabel 3.7Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja

Pelayanan Pertanahan

KODE VARIABEL BOBOT

PTTS Persentase Luas Lahan Yang Telah Tersertifikat

0,02813

RWPST

Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat Tanah

0,01443

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik110

Page 111: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

JPPT Kemudahan Pelayanan Pendaftaran Tanah 0,0093

9

SIPPD Keberadaan Sistem Informasi Pertanahan Daerah

0,00436

Sumber : hasil perhitungan

(11) Perencanaan, Pemanfaatan Dan Pengawasan Tata Ruang; Rencana Tata Ruang merupakan acuan keruangan bagi upaya pembangunan daerah. Oleh karena itu dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus memuat arahan bagi perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang wilayah. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja pengelolaan tata ruang adalah Keberadaan Dokumen RTRWN Yang Valid, Keberadaan BKPRD, Keberadaan Perda RTRWN, Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun terakhir dan Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun Terakhir. Hasil perhitungan bobot masing-masing variabel disajikan dalam tabel berikut.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

111

Page 112: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Tabel 3.8Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja

Pengelolaan Tata Ruang

KODE VARIABEL BOBOT

DOKTTR

Keberadaan Dokumen RTRWN Yang Valid

0,00266

KBKPRD

Keberadaan BKPRD 0,00301

PERDATR

Keberadaan Perda RTRWN 0,00353

PKKL Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun terakhir

0,00902

PKLL Kondisi Kemacetan Lalu Lintas 5 Tahun Terakhir

0,00902

Sumber : hasil perhitungan

(12) Penyelenggaraan Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat; Kinerja penyelenggaraan Kamtibmas diasumsikan dengan berkurangnya angka kriminalitas, pelanggaran terhadap peraturan daerah (perda) dan bangunan/permukiman liar. Kinerja penyelenggaraan Kamtibmas tersebut dapat terwujud apabila terdapat kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan didukung oleh aparat dan peralatan yang memadai. Berdasarkan asumsi tersebut maka variabel yang digunakan untuk

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik112

Page 113: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

mengukur kinerja ini adalah sebagai berikut Rasio Polisi PP terhadap Penduduk, Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir, Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman Liar dan Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda.

Tabel 3.9Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja

Pengelolaan Tata Ruang

KODE VARIABELBOBO

T

RPOLPP

Rasio Polisi PP terhadap Penduduk 0,0066

6

PTK Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir 0,0230

7

PDPL Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman Liar 0,0123

7

PPPD Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda 0,0123

7 Sumber : hasil perhitungan

(13) Penanggulangan Masalah Sosial;

kinerja penanggulangan masalah

sosial ini terutama terlihat dari

berkurangnya jumlah penyandang

penyakit sosial atau masyarakat Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

113

Page 114: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

dengan permasalahan sosial seperti

gelandangan, pengemis, tuna susila,

tawuran dan sebagainya.

Berdasarkan asumsi tersebut maka

dipilih beberapa variabel yang

digunakan sebagai alat ukur kinerja

penanggulangan sosial. Variabel-

variabel dan bobotnya disajikan

dalam tabel berikut.

Tabel 3.10Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja

Penanggulangan Masalah Sosial

KODE VARIABELBOBO

T

PPPSM Persentase Penyandang Penyakit Sosial Terdaftar 0,0168

1

PPPSMSP

Persentase Penyangdang Penyakit Sosial Tersantuni 0,0235

9

RPSMP Rasio PSM terhadap Penduduk

0,00896

RAPPSM

Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk Penanganan Sos

0,00512

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik114

Page 115: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Sumber : hasil perhitungan

(14) Perencanaan Dan Pengendalian Pembangunan; perencanaan dan pengendalian pembangunan (manajemen pembangunan) merupakan urusan yang harus ada di pemerintah daerah. Kewenangan ini memungkinkan dicapainya tujuan pembangunan secara tepat guna dan berhasil guna. Beberapa variabel digunakan untuk melihat kinerja perencanaan dan pengendalian pembangunan. Nama variabel, kode dan bobot masing-masing disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.11Hasil Perhitungan Bobot Variabel Kinerja Perencanaan

dan Pengendalian Pembangunan Daerah

KODE VARIABEL BOBOT

KTPPD Keberadaan Tim Pengendali Pembangunan

0,00340

PROS Proses Rapat Koordinasi Pembangunan

0,00340

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

115

Page 116: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

PBRP Persentase Penyimpangan Dari Rencana Pembangunan

0,01021

PDPRTRW Klasifikasi Simpangan Rencana Tata Ruang Wilayah

0,01021

Sumber : hasil perhitungan

3. Menentukan skor variabel-variabel

kinerja pelayanan publik

Langkah berikutnya dalam penilaian

kinerja pelayanan publik adalah

penentuan skor masing-masing kriteria

pada Hirarki terendah (variabel kinerja

pelayanan publik). Nilai skor ini akan

disusun dengan nilai 1, 2 dan 3. Urutan

skor tersebut menunjukkan nilai yang

berurutan, dimana nilai 1 menunjukkan

yang terendah, sementara nilai 3

menunjukkan nilai skor yang paling

tinggi. Pemberian nilai skor ini akan

memperhatikan tiga hal. Ketiga hal

tersebut adalah :

Hubungan/korelasi antara variabel

dengan tingkat kinerja pelayanan

publik. Korelasi tersebut dapat positif

dan negatif. Hubungan positif berarti

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik116

Page 117: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

bahwa semakin besar nilai variabel,

maka semakin besar pula kinerja

pelayanan publik. Sebaliknya

hubungan negatif menunjukkan

semakin besar nilai suatu variabel

maka kinerja pelayanan publik

semakin rendah.

Nilai skor masing-masing variabel

akan tergantung pada standar

pelayanan minimum (SPM).

Pertimbangan SPM ini akan

digunakan pada pelayanan publik

yang telah terdapat standar

pelayanan minimumnya,

Apabila variabel kinerja pelayanan

minimum tersebut belum memiliki

standar pelayanan minimum, maka

digunakan nilai rata-rata nasional

untuk menyusun nilai skor.

Perhitungan skor masing-masing

menggunakan data nilai maksimum dan

minimum masing-masing variabel

secara nasional dan hubungan korelasi

antara tiap variabel dengan kinerja

Berdasarkan :Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

117

Page 118: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Melakukan perhitungan total skor

dan klasifikasi kinerja; berdasarkan

bobot, skor masing-masing kriteria

selanjutnya dilakukan perhitungan

total skor. Selanjutnya total skor

tersebut ditentukan klasifikasi tingkat

kinerja. Klasifikasi tingkat kinerja ini

akan ditetapkan ke dalam tiga

klasifikasi, yaitu rendah, sedang dan

tinggi

Penghitungan total skor dilakukan

pada kabupaten/kota sampel.

Perhitungan total skor dilakukan

dengan penjumlahan perkalian

antara bobot dan nilai skor masing-

masing kriteria. Formula pengitungan

total skor tersebut adalah:

SkorTot = Bobot Ki . Skor Kix ,

dimana

SkorTot = Skor Total Kinerja

Pelayanan

Bobot Kix = Bobot Kriteria i pada

daerah x,

Skor Kix = Skor Kriteria i pada daerah

x.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik118

Page 119: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Melakukan Klasifikasi Tingkat Kinerja

Pelayanan Publik; Berdasarkan total

skor yang diperoleh maka kemudian

ditentukan klasifikasi tingkat kinerja

pelayanan publik. Tingkat kinerja

pelayanan publik akan

diklasifikasikan ke dalam 3 tingkatan,

yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Klasifikasi tersebut diperoleh dengan

menghitung interval dari total skor.

Perhitungan interval tersebut

menggunakan rumus :

SkorTot Maksimum – SkorTot Minimum

Interval (Int)= ------------------------------

Berdasarkan nilai interval tersebut maka

ditetapkan klasifikasi tingkat kinerja

pelayanan publik. Klasifikasi tingkat

kinerja pelayanan publik tersebut

menggunakan kisaran nilai Skor Total

sebagai berikut :

Rendah = (SkorTot Minimum) hingga

(SkorTot Minimum + Int )

Sedang = (SkorTot Minimum + Int)

hingga (SkorTot Minimum + 2 x Int)

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

119

Page 120: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Tinggi = (SkorTot Minimum + 2 x Int)

hingga SkorTot Maksimum

2. Metode Pengukuran Dengan Data

Subyektif

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana

telah ditetapkan dalam Keputusan Men.PAN

Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang

kemudian dikem-bangkan menjadi 14

unsur yang "relevan, valid' dan "reliabel,

sebagai unsur minimal yang harus ada untuk

dasar pengukuran indeks kepuasan

masyarakat adalah sebagai berikut:

Prosedur pelayanan, yaitu

kemudahan tahapan pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat dilihat dari

sisi kesederhanaan alur pelayanan;

Persyaratan Pelayanan, yaitu

persyaratan teknis dan administrasi yang

diperlukan untuk mendapatkan pelayanan

sesuai dengan jenis pelayanannya;

Kejelasan petugas pelayanan,

yaitu keberadaan dan kepastian

petugas yang memberikan pelayanan

(nama, jabatan serta urusan dan tanggung

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik120

Page 121: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

jawabnya);

Kedisiplinan petugas pelayanan,

yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan terutama

terhadap konsistensi waktu kerja sesuai

ketentuan yang berlaku;

Tanggungjawab petugas pelayanan,

yaitu kejelasan wewenang dan tanggung

jawab petugas dalam penyelenggaraan

dan penyelesaian pelayanan;

Kemampuan petugas pelayanan, yaitu

tingkat keahlian dan ketrampilan yang

dimiliki petugas dalam

memberikan/menyelesaikan pelayanan

kepada masyarakat;

Kecepatan pelayanan, yaitu target

waktu pelayanan dapat diselesaikan

dalam waktu yang telah ditentukan oleh

unit penyelenggara pelayanan;

Keadilan mendapatkan pelayanan,

yaitu pelaksanaan pelayanan dengan

tidak membedakan golongan/status

masyarakat yang dilayani;

Kesopanan dan keramahan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

121

Page 122: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

petugas, yaitu sikap dan perilaku

petugas dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat secara sopan dan

ramah serta saling menghargai dan

menghormati;

Kewajaran biaya pelayanan, yaitu

keter-jangkauan masyarakat terhadap

besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit

pelayanan;

Kepastian biaya pelayanan, yaitu

kesesuaian antara biaya yang dibayarkan

dengan biaya yang telah ditetapkan;

Kepastian jadwal pelayanan, yaitu

pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi

sarana dan prasarana pelayanan yang

bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat

memberikan rasa nyaman kepada

penerima pelayanan;

Keamanan Pelayanan, yaitu

terjaminnya tingkat keamanan lingkungan

unit penyelenggara pelayanan ataupun

sarana yang digunakan, sehingga

masyarakat merasa tenang untuk

mendapatkan pelayanan terhadap Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik122

Page 123: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

resiko-resiko yang diakibatkan dari

pelaksanaan pelayanan.

Pengumpulan data untuk mengukur indek

kepuasan masyarakat dilakukan dengan

kuesioner dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu:

Bagian I :Identitas responden meliputi usia,

jenis kelamin, pendidikan dan

pekerjaan, yang berguna untuk

menganalisis profil responden

dalam penilaiannya terhadap unit

pelayanan instansi pemerintah.

Bagian II : Identitas pencacah, berisi data

pencacah (apabila kuesioner diisi

oleh masyarakat, bagian ini tidak

diisi).

Bagian III :Mutu pelayanan publik adalah

pendapat penerima pelayanan

yang memuat kesimpulan atau

pendapat responden terhadap

unsur-unsur pelayanan yang

dinilai.

Bentuk jawaban pertanyaan dari setiap unsur

pelayanan secara umum mencerminkan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

123

Page 124: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

tingkat kualitas pelayanan. yaitu dari yang

sangat baik sampai dengan tidak baik. Untuk

kategori tidak baik diberi nilai persepsi 1,

kurang baik diberi nilai persepsi 2, baik

diberi nilai persepsi 3. sangat baik diberi

nilai persepsi 4.

Responden dipilih secara acak yang ditentukan sesuai dengan cakupan wilayah masing-masing unit pelayanan. Untuk memenuhi akurasi hasil penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah populasi penerima layanan, dengan dasar ("Jumlah unsur" 10 = jumlah responden (14 +1) x 10 = 150 responden,

Nilai IKM dihitung dengan menggunakan "nilai rata-rata tertimbang" masing-masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut:

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

Bobot nilai rata-rata = tertimbang

Jumlah bobot

= 1 = 0,071

tertimbang Jumlah Unsur

14

124

Page 125: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata-tata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

IKM =

Total dari Nilai Persepsi Per Unsur

x Nilai

Total unsure yang terisi Penimbang

125

Page 126: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

BAB IVPENGUKURAN INDEKS KINERJA

PELAYANAN PUBLIK

A. PENGUKURAN INDEKS KINERJA PELAYANAN PUBLIK

Berdasarkan metode pengukuran kinerja

pelayanan publik yang telah pada bab

sebelumnya, maka pada sub bab ini akan

diuraikan panduan bagi pelaksanaan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik126

Page 127: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pengukuran indeks kinerja pelayanan publik.

Panduan pelaksanaan pengukuran indeks

kinerja pelayanan publik diuraikan sebagai

berikut :

1. Persiapan

Apabila pemerintah daerah memutuskan

untuk melakukan pengukuran kinerja

pelayanan publik, maka perlu dibentuk dua

macam Tim Penilai yang sekurang-

kurangnya terdiri dari :

a. Tim Pengarah yang mewakili unsur-

unsur pelaku pembangunan, dan

bertugas memberikan arahan

pelaksanaan penilaian kinerja pelayanan

publik ke Tim Pelaksana

b. Tim Pelaksana yang terdiri dari Ketua,

Sekretaris dan sekurang-kurangnya tiga

orang anggota. Tim ini bertugas

melakukan pengumpulan data,

pengolahan, analisis dan menyusun

laporan penilaian kinerja pelayanan

publik.

2. Pengumpulan Data

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

127

Page 128: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Dalam rangka pengukuran penetapan

variabel-variabel yang digunakan untuk

pengukuran kinerja pelayanan publik,

terdapat beberapa pertimbangan-

pertimbangan atau dasar konsepsi

digunakan untuk memilih variabel-variabel

tersebut. Beberapa pertimbangan, konsep

atau indeks-indeks pembangunan yang

digunakan tersebut adalah :

a. Indeks Pembangunan Manusia (IPM);

Indeks Pembangunan Manusia disusun

dari tiga komponen, yaitu (1) lamanya

hidup yang diukur dengan harapan

hidup saat lahir, (2) tingkat pendidikan

yang diukur dengan kombinasi antara

melek huruf pada penduduk dewasa dan

rata-rata lama sekolah, dan (3) tingkat

kehidupan yang layak diukur dengan

pengeluaran per kapita yang telah

disesuaikan dengan beberapa variabel

IPM digunakan untuk mengukur kinerja

pelayanan kesehatan dan pendidikan.

b. Indeks Kemiskinan Manusia (IKM);

merupakan kombinasi dari berbagai

dimensi kemiskinan manusia yang

dianggap sebagai indikator inti dari

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik128

Page 129: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

ukuran keterbelakangan manusia.

Indeks ini disusun dari tiga indikator;

penduduk yang diperkirakan tidak

berumur panjang, ketertinggalan dalam

pendidikan dan keterbatasan terhadap

pelayanan dasar. Berdasarkan ketiga

indikator tersebut dirumuskan variabel

IKM yaitu angka harapan hidup, angka

melek huruf, persentase penduduk

tanpa akses terhadap air bersih,

persentase yang tidak memiliki akses ke

sarana kesehatan, dan persentase anak

berumur lima tahun ke bawah dengan

status gizi kurang.

c. Standar Pelayanan Minimum; Salah satu

aspek yang digunakan untuk mengukur

kualitas pelayanan adalah dengan

melihat standar pelayanan yang

minimum harus dipenuhi oleh suatu jenis

pelayanan. Dalam perencanaan

prasarana standar pelayanan minimum

ini sering diwujudkan dengan rasio

antara jumlah sarana prasarana

pelayanan dengan jumlah penduduk

yang akan dilayani.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

129

Page 130: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

d. Ketersediaan data; Ketersediaan data

merupakan aspek yang akan

dipertimbangkan dalam pemilihan

variabel-variabel pengukuran pelayanan

publik. Beberapa sumber data yang

diharapkan dapat digunakan antara lain

adalah (1) Laporan Pembangunan

Manusia yang diterbitkan oleh

Bappenas-UNDP Tahun 2001 dan 2004,

(2) Data Potensi Desa Yang telah

diterbitkan oleh BPS Tahun 2000, 2003

dan 2005, dan (3) Publikasi Data

Statistik Tahunan yang diterbitkan oleh

Kantor BPS Daerah dan Instansi-Instansi

Pemerintah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan konsep, pertimbangan dan indeks yang ada tersebut maka ditetapkan 63 variabel. Ke-63 variabel tersebut dikelompokan dalam 3 kelompok variabel yaitu (1) variabel yang menunjukkan dampak pelayanan yang telah dicapai, atau (2) variabel yang menunjukkan upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan tingkat pelayanan pemerintah, atau (3) Ketersediaan prasarana dan tenaga pendukung pelayanan publik.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik130

Page 131: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Data yang digunakan untuk pengukuran indeks kinerja pelayanan publik ini semuanya adalah data sekunder yang dikumpulkan di instansi terkait. Oleh karena itu dalam rangka memberikan panduan pengumpulan data tersebut maka berikut disampaikan definisi 63 variabel yang digunakan untuk pengukuran kinerja pelayanan publik, sumber datanya, bobot dan nilai skor masing-masing variabel.

1) Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat atau terbitan Indonesia Laporan Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 62,23 Tahun = 1

62,24 – 66,67 Tahun = 2

Lebih dari 66,68 Tahun = 3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

131

Page 132: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

2) Angka Morbiditas adalah

proporsi dari keseluruhan penduduk

yang menderita akibat masalah

kesehatan hingga mengganggu aktivitas

sehari-hari selama satu bulan terakhir.

Sumber data ini dapat diperoleh data

Susenas yang diterbitkan oleh BPS atau

terbitan Indonesia Laporan

Pembangunan Manusia yang diterbitkan

oleh Bappenas bekerjasama dengan

UNDP.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 22,92 % = 1

22,93 – 30,36 % = 2

Lebih dari 30,37 % = 3

3) Rasio Prasarana Kesehatan Dengan

Penduduk adalah perbandingan antara

Rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik atau

Balai Kesehatan lainnya dengan jumlah

penduduk di suatu daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik132

Page 133: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 1 : 10.001 = 1

1: 5.000 – 1 : 10.000 = 2

Kurang dari 1 : 5.000 = 3

4) Rasio Tenaga Kesehatan dengan

Penduduk adalah perbandingan antara

dokter, manteri kesehatan dan tenaga

paramedis lain (tidak termasuk dukun

yang menolong persalinan) terhadap

jumlah penduduk di suatu daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 1 : 5.001 = 1

1: 3.000 – 1 : 5.000 = 2

Kurang dari 1 : 3.000 = 3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

133

Page 134: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

5) Persentase Desa Yang Memiliki

Prasarana Kesehatan adalah proporsi

desa atau kelurahan yang terdapat balai

pengobatan atau poliklinik atau

puskesmas pembantu atau puskesmas

atau rumah sakit.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan data

Potensi Desa (Podes) yang diterbikan

oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 %= 1

31 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

6) Rata-Rata Lama Sekolah adalah rata-

rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh

penduduk berusia 15 tahun ke atas

untuk menempuh semua jenis

pendidikan yang pernah dijalani.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS

Pusat atau terbitan Indonesia Laporan

Pembangunan Manusia yang diterbitkan

oleh Bappenas bekerjasama dengan

UNDP.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik134

Page 135: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Skor Variabel ini :

Kurang dari 6,7 Tahun = 1

6,8 – 8,2 Tahun = 2

Lebih dari 8,2 Tahun = 3

7). Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar adalah proporsi dari keseluruhan penduduk pada kelompok usia 7 – 15 tahun yang masih duduk di bangku sekolah.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat atau terbitan Indonesia Laporan Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 79 %= 1

79 – 89 % = 2

Lebih dari 89 % = 3

8) Tingkat Melek Huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat atau terbitan Indonesia Laporan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

135

Page 136: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pembangunan Manusia yang diterbitkan oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 80 % = 1

80 – 89 % = 2

Lebih dari 89 % = 3

9) Rasio Murid dengan Ruang Sekolah adalah adalah perbandingan antara total sekolah dengan jumlah murid yang terdapat di suatu daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 1: 3.000 = 1

1: 1.000 – 1 :3.000 = 2

Kurang dari 1 : 1.000 = 3

10) Rasio Murid Dengan Guru adalah perbandingan antara total dengan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik136

Page 137: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

jumlah keseluruhan murid di Suatu daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 1 : 60 = 1

1 :30 – 1 : 60 = 2

Kurang dari 1 : 30 = 3

11) Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan Dasar adalah proporsi desa atau kelurahan yang memiliki fasilitas pendidikan dasar (SD dan SLTP atau fasilitas yang sederajat dengannya).

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

137

Page 138: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Lebih dari 60 % = 3

12) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

adalah proporsi penduduk usia kerja (15

– 65 tahun) yang termasuk angkatan

kerja. Angkatan kerja adalah penduduk

usia kerja yang bekerja atau sedang

mencari pekerjaan.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS

Pusat atau terbitan Indonesia Laporan

Pembangunan Manusia yang diterbitkan

oleh Bappenas bekerjasama dengan

UNDP.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 65 %= 1

65 – 70 % = 2

Lebih dari 70 % = 3

13) Tingkat Pengangguran adalah proporsi dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau bekerja kurang dari jam kerja normal (kurang dari 4 jam dalam seminggu).

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS Pusat atau terbitan Indonesia Laporan Pembangunan Manusia yang diterbitkan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik138

Page 139: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

oleh Bappenas bekerjasama dengan UNDP.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % = 1

5% - 10 % = 2

Kurang dari 5 % = 3

14) Rasio Balai Latihan Kerja terhadap Angkatan Kerja adalah perbandingan antara angkatan kerja dengan balai latihan kerja di suatu daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 1: 3.000 = 1

1:1000 – 1:3000 = 2

Kurang dari 1:1.000 = 3

15) Persentase Angkatan Kerja Yang Terdaftar adalah proporsi angkatan kerja yang terdaftar sebagai pencari kerja di Kantor ketenaga-kerjaan setempat.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

139

Page 140: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1 30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

16) Rasio Penempatan Angkatan Kerja Yang Terdaftar adalah proporsi pencari kerja yang telah disalurkan dengan pencari kerja yang terdaftar di suatu daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

17) Rasio Panjang Jalan dengan Kondisi Baik dengan Luas Wilayah adalah perbandingan antara jalan dengan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik140

Page 141: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

kondisi permukaan baik dengan luas suatu wilayah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbikan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 Km2 = 1

5 – 10 Km2 = 2

Kurang dari 5 Km2 = 3

18) Persentase RT Yang Mempunyai Akses

ke Air Bersih adalah persentase rumah

tangga yang menggunakan air minum

yang berasal dari mineral, air

leding/PAM, pompa air, sumur atau mata

air yang terlindungi.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS

Pusat atau terbitan Indonesia Laporan

Pembangunan Manusia yang diterbitkan

oleh Bappenas bekerjasama dengan

UNDP.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 36 % = 1

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

141

Page 142: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

36 – 50 % = 2

Lebih dari 50 % = 3

19) Tingkat Elektrifikasi adalah proporsi

rumah tangga yang berlangganan listrik

baik dari PLN maupun dari Non PLN.

Sumber data ini dapat diperoleh di BPS

Pusat atau terbitan Indonesia Laporan

Pembangunan Manusia yang diterbitkan

oleh Bappenas bekerjasama dengan

UNDP.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

20) Persentase RT Yang Berlangganan Telpon adalah proporsi rumah tangga yang berlangganan telpon tetap (Fix Telephon).

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik142

Page 143: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Skor Variabel ini :

Kurang dari 20 % = 1

20 – 40 % = 2

Lebih dari 40 % = 3

21) Persentase Desa/Kelurahan Yang Terkena Permasalahan Sampah adalah persentase desa yang terkena permasalahan sampah baik berupa kondisi kebersihan, bau, penyakit, pencemaran dan dampak-dampak lain yang disebabkan karena kekurangtepatan pengelolaan sampah.

Sumber data ini dapat diperoleh publikasi statistik yang diterbitkan oleh Kantor BPS setempat, Bappeda atau Agregasi dari data Potensi Desa (Podes) yang diterbitkan oleh BPS

Skor Variabel ini :

Lebih Dari 60 % = 1 30 – 60 % = 2 Kurang Dari 30 % = 3

22) Persentase Desa Yang Terkena

Pencemaran Lingkungan adalah proporsi

desa atau kelurahan yang terdapat Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

143

Page 144: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pencemaran lingkungan baik

pencemaran air, udara dan tanah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 20 % = 1

20 – 40 % = 2

Lebih dari 40 % = 3

23) Persentase Desa Yang Tergenang

Banjir adalah proporsi desa atau

kelurahan yang sering tergenang banjir.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 %= 1

30 – 60 % = 2

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik144

Page 145: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Lebih dari 60 % = 3

24) Pertumbuhan Lahan-Lahan Kritis

adalah pertumbuhan luas lahan-lahan

kritis selama kurun waktu lima tahun

terakhir.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % = 1

5 – 10 % = 2

Kurang dari 5 % = 3

25) Frekuensi Monitoring Kualitas

Lingkungan adalah upaya-upaya

monitoring kualitas lingkungan yang

berupa salah satu dari lingkungan udara

atau air atau tanah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

145

Page 146: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang Dari 1 Tahun sekali = 1

Setiap Triwulan Sekali = 2

Lebih dari Satu Triwulan Sekali = 3

26) Persentase Desa Kritis Lingkungan adalah proporsi desa yang terdapat lahan-lahan kritis.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 30 % = 1

15 – 30 % = 2

Kurang dari 15 %= 3

27) Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5

Tahun Terakhir adalah tingkat

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik146

Page 147: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pertambahan jumlah koperasi dan UKM

selama 5 tahun terakhir.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 5 % = 1

15 – 10 % = 2

Labih dari 10 % = 3

28) Persentase Koperasi dan UKM di LIK

adalah persentase UKM yang berlokasi

di Lingkungan Industri Kecil (Kawasan

industri untuk usaha kecil dan

menengah)

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

147

Page 148: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

29) Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap

PDRB Industri adalah pertumbuhan

kontribusi output/pendapatan KUKM

terhadap pendapatan/output sektor

industri.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 5 %= 1

5 – 10 % = 2

Lebih dari 10 % = 3

30) Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk

UKM adalah pertumbuhan alokasi

pendanaan yang disalurkan oleh

pemerintah dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah selama

5 tahun terakhir.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik148

Page 149: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 5 %= 1

5 – 10 % = 2

Lebih dari 10 % = 3

31) Rasio Antara Persetujuan dengan

Realisasi Investasi adalah proporsi nilai

realisasi penanaman modal dengan nilai

persetujuan penanaman modal.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

149

Page 150: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

32) Keberadaan Pelayanan Investasi Satu

Atap adalah kantor pelayanan satu atap

yang diarahkan untuk mempermudah

pelayanan perijinan penanaman modal

baik PMA mupun PMDN.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat, Bappeda atau

Agregasi dari data Potensi Desa (Podes)

yang diterbitkan oleh BPS.

Skor Variabel ini :

Tidak ada = 1

Ada, belum beroperasi =

2

Ada dan sudah beroperasi = 3

33) Rata-Rata Waktu Penyelesaian

Perijinan Investasi adalah rata-rata

waktu total yang dibutuhkan untuk

mengurus perijinan prinsip hingga

perijinan implementasi investasi.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik150

Page 151: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Kantor BPS setempat atau kantor

pelayanan investasi setempat.

Skor Variabel ini :

Lebih dari satu bulan = 1

15 – 30 Hari = 2

Kurang dari 15 Hari = 3

34) Keberadaan Insentif/Disisentif

Investasi adalah kemudahan-

kemudahan fiskal dan moneter serta

administrasi yang diberikan dalam

mendorong peningkatan penanaman

modal.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau kantor

pelayanan investasi setempat.

Skor Variabel ini :

Tidak ada insentif =

1

Ada Insentif Fiskal atau Moneter =

2

Insentif Fiskal dan Moneter = 3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

151

Page 152: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

35) Rasio Penduduk Yang ber KTP adalah

proporsi penduduk berusia 17 tahun ke

atas yang memiliki KTP.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

36) Rasio Balita Ber Akte Kelahiran adalah

proporsi Anak-anak berusia Lima Tahun

Ke bawah yang memiliki Akte Kelahiran

dari Kantor Catatan Sipil.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik152

Page 153: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Lebih dari 60 % = 3

37) Keberadaan Sistem Informasi

Kependudukan adalah keberadaan

sistem informasi kependudukan dan

keluarga yang memuat informasi jumlah

penduduk, regristasi penduduk dan

data-data kependudukan lainnya.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Catatan Sipil setempat.

Skor Variabel ini :

Tidak Ada = 1

Ada, belum online = 2

Ada dan online = 3

38) Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP

adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan

seseorang untuk mengurus pembuatan

atau perpanjangan KTP.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

153

Page 154: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Kantor BPS setempat atau Kantor

Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 14 Hari = 1

7 – 14 Hari = 2

Kurang dari 7 Hari = 3

39) Keberadaan Sistem Informasi

Pemerintahan adalah sistem informasi

yang memuat profil pemerintah daerah

dan informasi tentang pegawai.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

Tidak Ada = 1

Ada, belum online = 2

Ada dan online = 3

40) Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk

ADUMPEM adalah pertumbuhan alokasi

anggaran untuk administrasi umum

pemerintah tidak termasuk anggaran Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik154

Page 155: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

untuk pos penggajian selama 5 tahun

terakhir.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Kecamatan setempat.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 5 % = 1

5 – 10 % = 2

Lebih dari 10 % = 3

41) Persentase Pegawai Berpangkat

Fungsional adalah proporsi pegawai

pemerintah daerah yang mempunyai

pangkat fungsional.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Kepegawaian daerah.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

155

Page 156: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

42) Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke

atas adalah proporsi pegawai yang

mempunyai jenjang pendidikan formal

sarjana ke atas.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Kepegawaian daerah.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

43) Persentase Luas Lahan Yang Telah

Tersertifikat adalah proporsi luas tanah

yang telah memiliki sertifikat baik yang

dikuasai oleh perorangan, perusahaan

maupun pemerintah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Pertanahan Daerah.

Skor Variabel ini :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik156

Page 157: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

44) Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat

Tanah adalah rata-rata lama pengurusan

untuk menyelesaikan pembuatan atau

pemindahan hak milik tanah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Pertanahan Daerah.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 6 Bulan = 1

3 – 6 bulan = 2

Kurang dari 3 = 3

45) Kemudahan Pelayanan Pendaftaran

Tanah adalah kemudahan-kemudahan

yang diberikan kantor pertanahan

terhadap pengurusan pendaftaran

tanah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

157

Page 158: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Kantor BPS setempat atau Kantor

Pertanahan Daerah.

Skor Variabel ini :

Tidak ada Kemudahan = 1

Kemudahan Lokasi =

2

Kemudahan Lokasi dan Biaya =

3

46) Keberadaan Sistem Informasi

Pertanahan Daerah adalah keberadaan

sistem informasi pertanahan yang

memuat informasi tentang penguasaan

tanah, prosedur pengurusan tanah dan

transaksi tanah serta perolehan hak atas

tanah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Pertanahan Daerah.

Skor Variabel ini :

Tidak ada = 1

Ada, belum online = 2

Ada, sudah online = 3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik158

Page 159: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

47) Keberadaan Dokumen RTRWN Yang

Valid adalah Rencana Tata Ruang

Wilayah Yang sudah diperdakan dan

usia perencanaan masih valid (dibawah

lima tahun).

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Bappeda

Skor Variabel ini :

Belum Ada Rencana = 1

Dokumen ada, Belum diperdakan =

2

Dokumen ada, sudah diperdakan =

3

48) Keberadaan BKPRD adalah

keberadaan Badan Koordinasi Penataan

Ruang Daerah sebagai wadah koordinasi

untuk perencanaan, pengawasan dan

pengendalian Tata Ruang.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Bappeda

Skor Variabel ini :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

159

Page 160: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Belum Ada BKPRD =

1

Sudah dibentuk, tidak aktif = 2

Sudah dibentuk, dan aktif = 3

49) Keberadaan Perda RTRWN adalah

Perda yang menetapkan Dokumen

Rencana Tata Ruang sebagai salah satu

acuan pembangunan daerah terutama

dalam mengelola ruang (struktur dan

pola pemanfaatan ruang).

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Bappeda

Skor Variabel ini :

Belum ada Perda TTR = 1

Perda, belum sinkron dengan RPJMD

= 2

Perda, sinkron dengan RPJMD = 3

50) Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5

Tahun terakhir adalah pertumbuhan

desa/kota yang mempunyai

permasalahan lingkungan baik berupa

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik160

Page 161: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pencemaran lingkungan maupun lahan-

lahan kritis.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Dinas

Perhubungan setempat.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % = 1

5 – 10 % = 2

Kurang dari 5 % = 3

51) Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun

Terakhir adalah pertumbuhan

keberadaan titik-titik kemacetan

lalulintas di daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Dinas

Kehutanan/Pertanian setempat.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % = 1

5 – 10 % = 2

Kurang dari 5 % = 3Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

161

Page 162: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

52) Rasio Polisi PP terhadap Penduduk

adalah perbandingan antara jumlah

Polisi Pamong Praja dengan Penduduk.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Linmas/Satuan Polisi Pamong Praja.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 1 : 5.001 = 1

1: 3.000 – 1 : 5.000 = 2

Kurang dari 1 : 3.000 = 3

53) Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun

Terakhir adalah pertumbuhan tindak

kriminal yang terjadi selama 5 tahun

terakhir.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Linmas/Satuan Polisi Pamong Praja.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % = 1

5 – 10 % = 2

Kurang dari 5 % = 3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik162

Page 163: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

54) Persentase Desa Yang Memiliki

Permukiman Liar adalah pertumbuhan

desa atau kelurahan yang terdapat

rumah-rumah liar.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Linmas/Satuan Polisi Pamong Praja.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % = 1

5 – 10 % = 2

Kurang dari 5 % = 3

55) Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran

Perda adalah pertumbuhan pendirian

bangunan-bangunan yang melanggar

spesifikasi dan alokasi peruntukan.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Dinas PU/Tata

Bangunan

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % = 1

5 – 10 % = 2Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

163

Page 164: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Kurang dari 5 % = 3

56) Persentase Penyandang Penyakit

Sosial Terdaftar adalah proporsi

penyandang penyakit sosial seperti

orang gila, gelandangan, pengemis, tuna

wisma dan anak jalanan terhadap total

penduduk.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Dinas

Sosial/Linmas.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 10 % = 1

5 – 10 % = 2

Kurang dari 5 % = 3

57) Persentase Penyandang Penyakit

Sosial Tersantuni adalah proporsi

penyandang penyakit sosial yang telah

mendapat santunan atau pembinaan

dari pemerintah daerah.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Dinas

Sosial/Linmas.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik164

Page 165: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Skor Variabel ini :

Kurang dari 30 % = 1

30 – 60 % = 2

Lebih dari 60 % = 3

58) Rasio PSM terhadap Penduduk adalah

rasio petugas Sosial Masyarakat yang

dipunyai oleh Pemerintah daerah

dibandingkan dengan total penduduk.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Dinas Sosial.

Skor Variabel ini :

Lebih dari 1 : 5.001 = 1

1: 3.000 – 1 : 5.000 = 2

Kurang dari 1 : 3.000 = 3

59) Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk

Penanganan Sosial adalah pertumbuhan

alokasi anggaran untuk penanganan

permasalahan sosial masyarakat selama

5 tahun terakhir (tidak termasuk gaji

pegawai dan pengeluaran rutin).

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

165

Page 166: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Dinas Sosial.

Skor Variabel ini :

Kurang dari 5 % = 1

5 – 10 % = 2

Lebih dari 10 % = 3

60) Keberadaan Tim Pengendali

Pembangunan adalah keberadaan tim

yang bertugas memonitor dan

mengendalikan pelaksanaan

pembangunan baik terhadap pencapai

sasaran pembangunan dan manajemen

proyek/keuangan.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Bawasda dan bappeda.

Skor Variabel ini :

Tidak ada = 1

Ada, hanya mengendalikan sasaran

atau menajemen proyek = 2

Ada, mengendalikan kedua aspek

tersebut = 3

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik166

Page 167: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

61) Keberadaan Evaluasi Pembangunan

Paruh Waktu adalah evaluasi

pembangunan yang dilakukan secara

rutin.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Bawasda dan bappeda.

Skor Variabel ini :

Tidak ada = 1

Ada, berupa laporan intern = 2

Ada, berupa publikasi = 3

62) Persentase Penyimpangan Dari

Rencana Pembangunan adalah

persentase penyimpangan sasaran dan

kegiatan dari rencana semula.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Bawasda dan bappeda.

Skor Variabel ini :

Penyimpangan lebih dari 30 % =

1Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

167

Page 168: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Penyimpangan 15 – 30 % =

2

Penyimpangan Kurang dari 15 % =

3

63) Klasifikasi Simpangan Rencana Tata

Ruang Wilayah adalah penyimpangan

tata ruang dapat berupa penyimpangan

alokasi, peruntukan dan spesifikasi

area/bangunan.

Sumber data ini dapat diperoleh

publikasi statistik yang diterbitkan oleh

Kantor BPS setempat atau Kantor

Bawasda dan bappeda.

Skor Variabel ini :

Penyimpangan Alokasi = 1

Penyimpangan Peruntukan = 2

Penyimpangan Spesifkasi = 3

3. Pengolahan Data dan Penghitungan

Indeks Kinerja Pelayanan Publik

Pengolahan indeks pengukuran publik

tersebut dilakukan dengan menggunakan

komputer atau manual. Penggunaan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik168

Page 169: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

komputer akan memasukkan skor masing-

masing variabel ke dalam Program

Spreatsheet (seperti Lotus, Excell dan

Supercal). Pemasukan Kinerja pelayanan

publik tersebut secara otomatis akan

dihitung dengan menggunakan aplikasi

komputer tersebut. Rumus perhitungan

indeks kinerja pelayanan publik tersebut

adalah :

SkorTot = Bobot Ki . Skor Kix , dimana

SkorTot = Skor Total Kinerja Pelayanan

Bobot Kix = Bobot Variabel i pada daerah x,

Skor Kix = Skor Variabel i pada daerah x.

Berdasarkan perkalian skor dan total

tersebut maka akan didapat total skor

berkisar pada nilai 1 dan 3. Berdasarkan

skor total tersebut maka disusun tingkat

kinerja pelayanan publik sebagai berikut:

Tabel 4.1Tingkat Kinerja Pelayanan Publik

Berdasarkan Nilai Total Skor

Tingkat Kinerja Nilai Skor Total

Rendah 1,0 – 1,6

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

169

Page 170: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Sedang 1,7 – 2,3

Tinggi 2,4 – 3,0

Sumber : Hasil Analisis, 2006

B. PENGUKURAN INDEKS KEPUASAN

MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN

PUBLIK

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana

telah ditetapkan dalam Keputusan Men.PAN

Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian

dikembangkan menjadi 14 unsur yang

"relevan, valid' dan "reliaber, sebagai unsur

minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran

indeks kepuasan masyarakat sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Penetapan Pelaksana

1) Apabila dilaksanakan secara swakelola,

perlu membentuk Tim penyusunan

indeks kepuasan masyarakat yang

terdiri dari:

a) Pengarah;

b) Pelaksana yang terdiri dari:

(1) Ketua.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik170

Page 171: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

(2) Anggota sekaligus sebagai

surveyor sebanyak-banyaknya 5

orang.

c) Sekretariat sebanyak-banyaknya 3

orang.

2. Apabila dilaksanakan oleh unit

independen yang sudah

berpengalaman, perlu dilakukan

melalui "Perjanjian kerja sama" dengan

unit independen. Unit independen

tersebut dapat dilaksanakan oleh:

1) Badan Pusat statistik (BPS).

2) Perguruan Tinggi (Pakar).

3) Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM).

4) Pelaku Usaha atau

5) Kombinasi dari unit tersebut 1 s.d.

4.

2. Penyiapan bahan.

a. Kuesioner

Dalam penyusunan IKM digunakan

kuesioner sebagai alat bantu

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

171

Page 172: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

pengumpulan data kepuasan masyarakat

penerima pelayanan.

Kuesioner disusun berdasarkan tujuan

survei terhadap tingkat kepuasan

masyarakat.

b. Bagian dari kuesioner

Kuesioner dibagi atas 3 (tiga) bagian

yaitu :

Bagian I : Identitas responden

meliputi usia, jenis kelamin,

pendidikan dan pekerjaan, yang

berguna untuk menganalisis

profil responden dalam

penilaiannya terhadap unit

pelayanan instansi pemerintah.

Bagian II : Identitas pencacah, berisi

data pencacah. (apabila

kuesioner diisi oleh

masyarakat, bagian ini tidak

diisi).

Bagian III : Mutu pelayanan publik

adalah pendapat penerima

pelayanan yang memuat

kesimpulan atau pendapat

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik172

Page 173: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

responden terhadap unsur-

unsur pelayanan yang dinilai.

c. Bentuk Jawaban

Bentuk jawaban pertanyaan dari setiap

unsur pelayanan secara umum

mencerminkan tingkat kualitas pelayanan,

yaitu dari yang sangat baik sampai

dengan tidak baik. Untuk kategori tidak

baik diberi nilai persepsi 1, kurang baik

diberi nilai persepsi 2, baik diberi

nilai persepsi 3. sangat baik diberi nilai

persepsi 4.

3. Penetapan Responden, Lokasi dan

Waktu Pengumpulan Data

a. Jumlah Responden

Responden dipilih secara acak yang

ditentukan sesuai dengan cakupan

wilayah masing-masing unit pelayanan.

Untuk memenuhi akurasi hasil

penyusunan indeks, responden terpilih

ditetapkan minimal 150 orang dari jumlah

populasi penerima layanan, dengan dasar

("Jumlah unsur" 10 = jumlah responden

(14 +1) x 10 = 150 responden,Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

173

Page 174: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

b. Lokasi dan Waktu Pengumpulan

Data

Pengumpulan data dapat dilakukan di :

Lokasi masing-masing unit pelayanan

(seperti unit pelayanan SIM, STNK,

transportasi dan sebagainya) pada

saat sibuk;

Di lingkungan perumahan untuk

penerima layanan tertentu (seperti:

telepon, air bersih, pendidikan dan

sebagainya) pada saat responden di

rumah.

4. Penyusunan Jadwal.

Penyusunan indeks kepuasan masyarakat

diperkirakan memerlukan waktu selama 1

(satu) bulan dengan rincian sebagai berikut:

a. Persiapan, 6 hari kerja;

b. Pelaksanaan pengumpulan data, 6 hari

kerja;

c. Pengolahan data indeks, 6 hari kerja;

d. Penyusunan dan pelaporan hasil, 6 hari

kerja.

5. Pelaksanaan Pengumpulan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik174

Page 175: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

a. Pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang akurat dan

obyektif perlu ditanyakan kepada

masyarakat terhadap 14 unsur pelayanan

yang telah ditetapkan.

b. Pengisian kuesioner

Pengisian kuesioner dapat dilakukan

dengan salah satu dari kemungkinan dua

cara sebagai berikut:

1) Dilakukan sendiri oleh penerima

layanan dan hasilnya dikumpulkan di

tempat yang

2) Dilakukan oleh pencacah melalui

wawancara oleh:

a) Unit pelayanan sendiri,

walaupun sebenarnya dengan

cara ini hasilnya kemungkinan

besar akan subyektif, karena

dikhawatirkan jawaban yang

kurang baik mengenai

instansinya akan mempengaruhi

obyektivitas penilaian. Untuk

mengurangi subyektifitas hasil

penyusunan indeks, dapat

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

175

Page 176: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

melibatkan unsur pengawasan

atau sejenisnya yang terkait.

b) Unit independen yang sudah

berpengalaman, baik untuk

tingkat Pusat, Provinsi maupun

Kabupaten/ Kota. Independensi

ini perlu ditekankan untuk

menghindari jawaban yang

subyektif. Unit independen dapat

terdiri dari unsur instansi terkait

antara lain Badan Pusat Statistik

(BPS) atau Perguruan Tinggi

(pakar) atau Lembaga Swadaya

Masyarakat, Pelaku Usaha atau

kombinasi di antara unit

tersebut.

6. Pengolahan Data

a. Metode Pengolahan Data

Nilai IKM dihitung dengan

menggunakan "nilai rata-rata

tertimbang" masing-masing unsur

pelayanan. Dalam penghitungan indeks

kepuasan masyarakat terhadap 14

unsur pelayanan yang dikaji, setiap

unsur pelayanan memiliki penimbang

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik176

Page 177: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

yang sama dengan rumus sebagai

berikut:

Bobot nilai rata-rata = tertimbang

Jumlah bobot

= 1 = 0,071

tertimbang Jumlah Unsur

14

Untuk memperoleh nilai IKM unit

pelayanan digunakan pendekatan

nilai rata-rata tertimbang dengan

rumus sebagai berikut:

IKM

=

Total dari Nilai Persepsi Per

Unsur

x Nilai

Total unsure yang terisi Penimban

gUntuk memudahkan interpretasi terhadap

penilaian IKM yaitu antara 25-100 maka

hasil penilaian tersebut diatas

dikonversikan dengan nilai dasar 25,

dengan rumus sebagai berikut:

IKM Unit Pelayanan x 25

Mengingat unit pelayanan mempunyai

karakteristik yang berbeda-beda, maka

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

177

Page 178: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

setiap unit pelayanan dimungkinkan

untuk:

Menambah unsur yang dianggap

relevan.

Memberikan bobot yang berbeda

terhadap 14 (empat belas) unsur yang

dominan dalam unit pelayanan,

dengan catatan jumlah bobot seluruh

unsur tetap 1.

Tabel 4.2.

Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit

Pelayanan

NILAIPERSEPSI

NILAIINTERVAL

IKM

NILAIINTERVALKONVERSI

IKM

MUTUPELAYANA

N

KINERJAUNIT

PELAYANAN

1 1,00- 1.75

25-43.75 P Tidak baik

2 1,76 - 2,50

43,76-62,50

C Kurang baik

3 2,51 - 3,25

62,51-81,25

B Baik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik178

Page 179: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

4 3.26 - 4,00

81,26-100,00

A Sangat baik

Sumber : Kepmen PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003

b. Perangkat pengolahan

1) Pengolahan dengan komputerData entry dan penghitungan indeks dapat dilakukan dengan program komputer/sistem data base.

2) Pengolahan secara manuala) Data isian kuesioner dari setiap

responden dimasukkan ke dalam formulir mulai dari unsur 1 (U1) sampai dengan unsur 14 (U14).

b) Langkah selanjutnya untuk mendapatkan nilai rata-rata per unsur pelayanan dan nilai indeks unit pelayanan adalah sebagai berikut :

(1) Nilai rata-rata per unsur pelayanan.

Nilai masing-masing unsur pelayanan dijumlahkan (ke bawah) sesuai dengan jumlah kuesioner yang diisi oleh

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

179

Page 180: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

responden, kemudian untuk mendapatkan nilai rata-rata per unsur pelayanan, jumlah nilai masing-masing unsur pelayanan dibagi dengan jumlah responden yang mengisi.

Untuk mendapatkan nilai rata-rata tertimbang per unsur pelayanan, jumlah nilai rata-rata per unsur pelayanan dikalikan dengan 0,071 sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang.

(b) Nilai indeks pelayanan

Untuk mendapatkan nilai indeks unit pelayanan, dengan cara menjumlah-kan 14 unsur dari nilai rata-rata tertimbang.

3. Pengujian Kualitas

Data

Data pendapat masyarakat yang telah

dimasukkan dalam masing-masing kuesioner,

disusun dengan mengkompilasikan data

responden yang dihimpun berdasarkan

kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan

terakhir dan pekerjaan utama.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik180

Page 181: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Informasi ini dapat digunakan untuk

mengetahui profil responden dan

kecenderungan jawaban yang diberikan,

sebagai bahan analisis obyektivitas.

C. TIPOLOGI KINERJA PELAYANAN PUBLIK

Penyusunan tipologi pada dasarnya digunakan

untuk mengetahui karakteristik dari tingkat

pelayanan publik dalam rangka menetapkan

strategi atau rencana tindak (action plan)

untuk peningkatan kinerja pelayanan publik.

Oleh karena itu dalam rangka menyusun

strategi dan rencana peningkatan pelayanan

publik, pemerintah daerah dapat mengawali

dengan membuat pemetaan status kinerja

pelayanan publik. Pemetaan status kinerja

pelayanan publik ini dapat diwujudkan dalam

suatu plot diagram.

Dalam rangka penyusunan strategi atau

rencana tindak untuk memperbaiki kinerja

pelayanan publik tersebut dapat dilakukan

dengan dua cara. Kedua cara tersebut adalah :

1. Menguraikan indeks Kinerja Pelayanan

Publik. Upaya untuk menguraikan indeks

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

181

Page 182: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

kinerja pelayanan publik ini adalah upaya

untuk mengetahui jenis pelayanan apa saja

yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap kinerja pelayanan publik tersebut.

Berdasarkan pengetahuan tersebut maka

akan dapat dilakukan perbaikan terhadap

pelayanan-pelayanan yang masih rendah

kinerjanya. Beberapa indikator yang dapat

digunakan untuk melihat kinerja tersebut

adalah jumlah pelayanan atau jenis-jenis

pelayanan yang memberikan kontribusi

terbesar (misalnya jenis pelayanan dasar

yang termasuk dalam kelompok pelayanan

dasar). Tipologi tersebut dapat disajikan

dalam Kuadran I sampai Kuadran IV

sebagaimana disajikan dalam Gambar 4.1.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik182

Page 183: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 4.1

Plot Diagram Dalam Rangka Penentuan Kinerja Pemerintah Daerah di Bidang Pelayanan Publik

Berdasarkan Jumlah Kantor Pelayanan Yang saat ini Dimiliki

2. Melakukan perbandingan dengan indikator

di luar indeks kinerja pelayanan publik.

Penyusunan tipologi ini menggunakan

variabel pembanding yang bukan berupa

jenis pelayanan dan variabel yang

terdapat di indeks kinerja pelayanan

publik. Beberapa variabel di luar indeks

pelayanan publik yang dapat digunakan

sebagai indikator pembanding antara lain

adalah kemampuan pemerintah daerah

yang dicerminkan dengan Fiscal Gap (rasio

antara pendapatan asli daerah dengan

Total Anggaran Belanja Pemerintah),

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),

dan Total Indeks Kepuasan Masyarakat

(IKM) pada pelayanan 14 pelayanan

kewenangan pemerintah daerah. Contoh

pembuatan tipologi ini disajikan dalam

gambar berikut :

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

183

Page 184: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 4.2

Plot Diagram Dalam Rangka Penentuan Kinerja Pemerintah Daerah di Bidang Pelayanan Publik

Berdasarkan Kemampuan Keuangan Daerah

BAB VAPLIKASI KOMPUTER

PENGUKURAN INDEKS KINERJA PELAYANAN PUBLIK

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik184

Page 185: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

A. SISTEM INFORMASI UNTUK PENGUKURAN

KINERJA PEMERINTAH DAERAH BIDANG

PELAYANAN PUBLIK

Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan

elemen/bagian yang saling terkait dan

membentuk satu kesatuan yang utuh.

Kesatuan yang utuh tersebut mengandung dua

konsekuensi. Kedua konsekuensi tersebut

adalah (1) sekumpulan elemen yang saling

terkait tersebut mendukung satu atau

beberapa tujuan, dan (2) perubahan pada

suatu elemen akan berpengaruh pada

perubahan para-meter elemen-elemen yang

lainnya (Curtis, 1995: 15, dengan perubahan).

Informasi adalah data yang telah diolah utuk

suatu tujuan. Salah satu tujuan pengolahan

data menjadi informasi tersebut adalah untuk

mendukung/ membantu berbagai pengambilan

keputusan. Selanjutnya untuk dapat

mengambil keputusan yang tepat diperlukan

pemahaman tentang tujuan organisasi, dan

mempunyai kemampuan memproses serta

mengapresiasi informasi yang telah diolah

(Curtis, 1995 : 5).

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

185

Page 186: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan komponen yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan.

Kumpulan komponen tersebut mempunyai beberapa tujuan

Perubahan parameter pada satu komponen akan berpengaruh pada komponen yang lain

Dapat dikatakan Lingkup sistem informasi adalah

Pengumpulan dan Inputing Data

Pengolahan Data menjadi Informasi

Penyimpanan dan Penyajian Data & Informasi

Pemberian Umpan Balik Kontrol (feedback control)

Sumber : Curtis (1995)

Gambar 5.1Pengertian Sistem Informasi

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik186

Page 187: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

E-Goverment adalah aplikasi teknologi

informasi berbasis internet dan perangkat

digital lainnya yang dikelola oleh pemerintah

untuk keperluan penyampaian informasi

pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis,

pegawai, badan usaha dan lembaga-lembaga

lain secara online (P3TIE-BPPT, 2003).

Berdasarkan definisi tersebut maka lingkup E-

Goverment adalah penyampaian informasi dari

pemerintah (G) ke Masyarakat (C), Bisnis (B)

dan pemerintah (G) yang terdiri dari instansi

pemerintah sektoral maupun pemerintah

pusat-daerah.

G B C

G G2G G2B G2C

B B2G B2B B2C

C C2G C2B C2C

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

187

Page 188: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 5.2Lingkup E-Goverment

Pengembangan e-government merupakan

komitmen pemerintah untuk mengembangkan

penyelenggaraan kepemerintahan yang

berbasis elektronik dalam rangka

meningkatkan kualitas layanan publik secara

efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-

government dilakukan penataan sistem

manajemen dan proses kerja di lingkungan

pemerintah dengan mengoptimasikan

pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan

teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua)

aktivitas yang berkaitan yaitu :

1. pengolahan data, pengelolaan informasi,

sistem manajemen dan proses kerja secara

elektronis;

2. pemanfaatan kemajuan teknologi informasi

agar pelayanan publik dapat diakses secara

mudah dan murah oleh masyarakat di

seluruh wilayah negara.

Berdasarkan lingkup E-Goverment dan

aktivitas pemanfaatan teknologi informasi

maka diidentifikasi terdapat tiga lapis aplikasi

yang dikembangkan di dalamnya. Ketiga lapis

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik188

Page 189: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

aplikasi tersebut adalah (1) aplikasi dasar

umum, (2) aplikasi fungsi kepemerintahan dan

kelembagaan, dan (3) aplikasi pelayanan. Pada

ketiga lapis aplikasi tersebut memungkinkan

untuk saling berkomunikasi karena sama-sama

berbasis internet. Aplikasi E-Goverment

tersebut karena menggunakan basis yang

sama maka antar aplikasi dapat berkomunikasi

secara mudah, sehingga diperoleh suatu

sistem aplikasi yang terintegrasi dan

komprehensif. Selanjutnya, aplikasi E-

Goverment dapat diakses oleh pengguna

dengan cakupan daerah yang nyaris tidak

terbatas maka aplikasi ini perlu dilengkapi

dengan sistem keamanan yang memadai,

untuk mencegah munculnya gangguan

(hacker) terhadap E-Goverment.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

189

Page 190: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 5.3Lapis Aplikasi Dalam E-Goverment

Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU

32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Tidak

semua keterangan tentang pemerintah daerah

dijelaskan disini, tetapi hanya diuraikan

beberapa pokok bahasan yang berhubungan

dengan sistem aplikasi e-Government.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik190

Page 191: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Asas Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah; Pemerintahan Daerah adalah

penyelenggaraan urusan menurut asas

Otonomi dan Tugas Pembantuan dengan

prinsip otonomi seluas-luasnya. Unsur

penyelenggara pemerintahan daerah adalah

Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau

Walikota), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) dan Perangkat Daerah. Sedangkan

Pemerintah Pusat (disebut Pemerintah), adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Dalam

menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah

menggunakan asas Desentralisasi, Tugas

Pembantuan, dan Dekonsen-trasi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Urusan Pemerintah meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan (termasuk urusan diluar yang tersebut diatas), Pemerintah dapat menyeleng-garakan sendiri atau melimpahkan sebagian

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

191

Page 192: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah berdasarkan asas tugas pembantuan.

Unsur penyelenggara; pemerintahan daerah adalah Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Perangkat Daerah. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Daerah dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Organisasi tipikal Pemerintah Daerah.

Kewenangan, hak dan kewajiban serta

fungsi; kewenangan pemerintah daerah

sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun

2004 tentang Perubahan UU No. 22 Tahun

1999 tentang Pemerintah Daerah. Berdasarkan

UU tersebut terdapat 16 jenis kewenangan

pemerintah daerah (pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota). Berdasarkan peraturan yang

sama, terdapat 8 hak-hak pemerintah daerah

dan 13 jenis kewajiban.

Sebagaimana telah diuraikan pada sub bab

sebelumnya tujuan pengembangan E-

Government merupakan upaya untuk

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik192

Page 193: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

mengembangkan penyelenggaraan

kepemerintahan yang berbasis elektronik

dalam rangka meningkatkan kualitas layanan

publik secara efektif dan efisien. Tujuan ini

dapat dicapai karena saat ini kemajuan

teknologi informasi telah memungkinkan hal

tersebut.

Pengembangan E-Goverment yang berbasis

web memungkinkan untuk peningkatan

kualitas dan jangkauan pelayanan publik.

Peningkatan kualitas dan pelayanan publik ini

dapat terjadi karena jangkauan sistem internet

yang hampir tidak mengenal batas-batas

geografis serta kecepatan komunikasi data

yang semakin meningkat. Penerapan E-

Goverment berbasis web ini akan

memungkinkan dipangkasnya proses

pelayanan karena tingginya waktu antrian di

loket-loket pelayanan konvensional, biaya

transportasi dari dan ke lokasi pelayanan dan

waktu penyampaian persyaratan pelayanan.

Pengembangan E-Goverment yang berbasis

internet juga dapat dikombinasikan dengan

pendirian pusat-pusat pelayanan konvensional

baru dengan skala yang relatif lebih kecil dan

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

193

Page 194: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

lokasi yang menyebar. Pendirian pusat-pusat

pelayanan konvensional ini dimungkinkan

apabila dikembangkan sistem informasi

dengan data yang terdistribusi maupun data

yang tersentral. Kedua sistem data tersebut

mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-

masing. Data terdistribusi akan menyebabkan

lalu lintas data ke server pusat akan dapat

dikurangi. Lalu lintas data ke pusat data pada

sistem terdistribusi akan lebih sedikit, sehingga

mengurangi kemungkinan terjadinya

kemacetan lalu lintas data atau peluang

terjadinya tubrukan data (data collision).

Kelemahan sistem ini adalah pada

pembangunan titik-titik lokasi pelayanan yang

relatif lebih mahal karena pengadaan

computer server dan terminal komputer.

Sementara sistem tersentral akan

memungkinkan pembangunan titik-titik lokasi

pelayanan yang relatif lebih murah, namun

memiliki potensi terjadinya crash atau data

collision yang tinggi karena trafic data dari

lokasi pelayanan ke pusat data relatif lebih

tinggi.

B. KONSEP APLIKASI PENGUKURAN INDEKS

KINERJA PELAYANAN PUBLIKPedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik194

Page 195: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Dalam rangka meningkatkan kemudahan

pengukuran dan penilaian kinerja pemerintah

daerah di bidang pelayanan publik, maka perlu

dibangun aplikasi komputer. Aplikasi komputer

tersebut diharapkan mampu membantu :

1. Manajemen data yang meliputi pemasukan,

edit dan penyimpanan data; salah satu

kemampuan yang harus ada dalam aplikasi

ini adalah manajemen data wilayah yang

akan digunakan untuk pengukuran kinerja

pelayanan publik. Pemasukan data tersebut

diarahkan untuk memenuhi kebutuhan

pengukuran kinerja pelayanan publik yang

berjumlah 63 variabel. Fungsi ini

diwujudkan dalam modul entri data.

2. Penghitungan Total Skor Indeks Kinerja

Pelayanan Publik; perghitungan total skor

kinerja pelayanan publik merupakan

kemampuan yang paling penting dari

aplikasi ini. Kemampuan ini diwujudkan

dalam modul perhitungan indeks yang

berfungsi menghitung tingkat kinerja

pelayanan publik. Modul ini terkait dengan

modul entri data maupun modul tipologi.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

195

Page 196: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

3. Ploting Hasil Indeks Pelayanan Publik pada

berbagai Tipologi yang telah ditetapkan;

Perhitungan kinerja pelayanan publik tidak

akan banyak berarti apabila tidak

dilengkapi dengan arahan upaya-upaya

yang perlu dilakukan untuk perbaikan atau

peningkatan pelayanan publik. Oleh karena

itu aplikasi pengukuran kinerja pelayanan

publik juga harus mampu menampilkan

berbagai tipologi kinerja pemerintah daerah

dalam pelayanan publik. Fungsi ini

diwujudkan dalam modul tipologi.

4. Perawatan dan pemutahiran data untuk

mengantisipasi perubahan variasi data;

Pengukuran kinerja pemerintah daerah

dalam pelayanan publik ini akan dilakukan

dibeberapa daerah dan beberapa waktu.

Selama beberapa waktu tersebut

dimungkinkan terjadi perubahan data baik

data wilayah maupun data yang akan

berpengaruh pada skor nilai variabel. Oleh

karena itu aplikasi ini harus memungkinkan

untuk melakukan perubahan-perubahan

tersebut.

Struktur aplikasi komputer pada dasarnya

terdiri dari empat komponen utama. Keempat

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik196

Page 197: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

komponen tersebut adalah (1) Data Input, (2)

Data processing, (3) data output dan (4)

Control dan Storage. Gambar sematis

hubungan keempat komponen struktur aplikasi

tersebut disajikan dalam Gambar 5.4.

Input Output

Data Informasi

Gambar 5.4Struktur Generik Aplikasi Komputer

Struktur aplikasi pengukuran kinerja pelayanan

pemerintah dalam pelayanan publik, hampir

sama dengan sistem generik tersebut. Struktur

aplikasi ini terdiri dari tiga modul, yaitu (1)

modul input data, (2) modul perhitungan dan

(3) modul tipologi. Hubungan antar ketiga

modul tersebut disajikan dalam gambar berikut

:

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

197

Page 198: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Gambar 5.5

Struktur Aplikasi Komputer Pengukuran Kinerja Pemerintah Bidang Pelayanan Publik

C. PENGGUNAAN SPREADSHEET UNTUK

PENGUKURAN KINERJA PELAYANAN

PUBLIK

Aplikasi Pengukuran Kinerja Pemerintah Dalam Pelayanan Publik ini akan menggunakan SpreadSheet (program pengolah angka) yang dikeluarkan oleh Microsoft, yaitu MS Excell. Penggunaan MS Excell ini disebabkan program ini telah populer dan mudah digunakan di kalangan pemerintah daerah. Karena program excell ini telah populer maka tidak diperlukan upaya pelatihan yang cukup lama untuk program aplikasi ini.

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik198

Page 199: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Program aplikasi ini akan menggunakan berbagai kemampuan yang digunakan dalam aplikasi ini adalah :

1. Operasi matematika sederhana; fasilitas ini

digunakan untuk menghitung total skor

kinerja pelayanan publik dan melakukan

pengolahan beberapa data wilayah untuk

mencari nilai beberapa variabel yang

digunakan untuk pengukuran kinerja

pelayanan publik;

2. Fungsi Logika; fungsi logika ini digunakan untuk memberi nilai skor secara otomatis pada nilai variabel tertentu. Fungsi Logika yang dipakai adalah fungsi IF. Dengan menggunakan fungsi ini pemakai hanya cukup memasukkan nilai-nilai variabel pengukuran kinerja pelayanan publik, kemudian secara otomatis aplikasi ini akan memberikan nilai skor dan langsung mangalikannya dengan bobot. Fungsi ini juga memungkinkan aplikasi ini langsung menampilkan hasil tingkat kinerja pelayanan publik.

3. Fungsi Graph; fungsi ini digunakan untuk menampilkan hasil pengukuran kinerja pelayanan publik dalam bentuk grafik. Fungsi ini juga akan digunakan untuk

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

199

Page 200: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

menampilkan grafik perbandingan antara indeks kinerja pelayanan publik dengan beberapa variabel lain seperti PDRB, Fiscal Gap dan sebagainnya.

Gambar 5.6Contoh Tampilan Menu Perhitungann Indeks Kinerja Pelayanan Publik dengan Menggunakan MS Excell

DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik200

Page 201: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Anonim, 2003, Penyusunan Standar Pelayanan Publik, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta

______, 2003, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Bab 14 : Penciptaan Tata Pemerintah Yang Bersih dan Berwibawa, Bappenas, Jakarta

______,2004, Modul Pelayanan Prima Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Atap. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Departemen dalam Negeri, Jakarta

______, 2004, Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Jakarta

______, 2002, Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah Terhadap Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta

Baharudin Aritonang (ed), 2004, Undang-Undang Otonomi Daerah, Penerbit Pustaka

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

201

Page 202: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pergaulan, Jakarta

Bambang Permadi S. 1992, AHP, PAU Studi Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta

Darwin T Djajawinata, 2003, Kerangka Refleksi Sektor Pelayanan Publik, Working Paper pada Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur, Jakarta.

Loina Lalolo Krina P. 2003, Indikator & Alat Ukur Prinsip Kuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta

Rangkuti, Fredy, 2002, Pengukuran Kepuasan Pelanggan. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Soenarto, 2002, Otonomi Daerah Dan Pelayanan Publik, http://www.pu.go.id /itjen/buletin/3031otoda.htm

Tim Peneliti Departemen Riset dan Kajian Strategis. 2000. Hasil Survey Korupsi Di Pelayanan Publik :Studi Kasus di Lima Kota: Jakarta, Palangkaraya, Samarinda, Mataram dan Kupang, Indonesian Corruption Wacth, Jakarta

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik202

Page 203: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

203

Page 204: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

Lampiran 1

Hasil Perhitungan Bobot Variabel Yang Digunakan Untuk Mengukur Kinerja Pelayanan

Publik Berdasarkan Jenis Pelayanan

 GR

OU

P

SER

VIC

E        

NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

       

PELA

YA

NA

N D

AS

AR

SE

HA

T

1 AHH Angka Harapan Hidup 0,06636

2 MOBIDITY Persentase Angka Kesakitan 0,06636

3 RS/Pk/Pl Rasio Prasarana Kesehatan Dg Penduduk 0,02212

4 PARAMED Rasio Tenaga Kesehatan dg Penduduk 0,02212

5 DRS/Pk/P Persentase Desa Yang Memiliki Prasarana Kesehatan 0,02212

PE

ND

IDIK

AN

6 RRLS Rata-Rata Lama Sekolah 0,02783

7 TPSD Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar 0,02783

8 ILLITERT Tingkat Melek Huruf 0,02783

9 RSKLH Rasio Murid dengan Ruang Sekolah 0,00928

10 RGURU Rasio Murid Dengan Guru 0,00928

11 DSDSMP Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan Dasar 0,00928

NA

KER

12 TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

0,03051

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik204

Page 205: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

 GR

OU

P

SER

VIC

E        

NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

       

13 UNEMPLOY Tingkat Pengangguran

0,04791

14 RBLK Rasio Balai Latihan Kerja terhadap Angkatan Kerja 0,01096

15 RAKTD Persentase Angkatan Kerja Yang Terdaftar 0,01096

16 RPAKTD Rasio Penempatan Angkatan Kerja Yang Terdaftar

0,01096

SA

RPR

AS

17 RJLNW Rasio Panjang Jalan dengan Luas Wilayah 0,01794

18 PAAB Persentase RT Yang Mempunyai Akses ke Air Bersih 0,02737

19 TED Tingkat Elektrifikasi 0,00711

20 RTTELP Persentase RT Yang Berlangganan Telpon Fix

0,00654

LIN

GK

21 RDKPL Persentase Desa Yang Terkena Pencemaran Lingk. 0,01361

22 RDTAB Persentase Desa Yang Tergenang Banjir 0,01361

23 PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan Kritis 0,01361

24 MONITOR Frekuensi Monitoring Kualitas Lingkungan

0,00454

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

205

Page 206: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

 GR

OU

P

SER

VIC

E        

NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

       

25 PDKL Persentase Desa Kritis Lingkungan 0,01361

PELA

YA

NA

N P

ER

IJIN

AN

KU

KM

26 PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5 Tahun Terakhir 0,01412

27 PUKMLIK Persentase Koperasi dan UKM di LIK 0,00887

28 KUKMI Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap PDRB Industri 0,02749

29 PADUKM Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk UKM 0,00582

MD

L

30 RRIPI Rasio Antara Persetujuan dengan Realisasi Investasi 0,01679

31 SATAP Keberadaan Pelayanan Investasi Satu Atap 0,00420

32 RWPII Rata-Rata Waktu Penyelesaian Perijinan Investasi 0,00839

33 IDPM Keberadaan Insentif/Disisentif Investasi 0,00839

PE

ND

UD

UK

34 RPKTP Rasio Penduduk Yang ber KTP 0,03383

35 RBPAK Rasio Balita Ber Akte Kelahiran 0,03383

36 SIKD Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan

0,00960

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik206

Page 207: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

 GR

OU

P

SER

VIC

E        

NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

       

37 RWPKTP Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP 0,02046

AD

MU

M

38 SIPUD Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan 0,00589

39 PAAUD Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk ADUMPEM 0,00542

40 PPJF Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional 0,02268

41 PPDS1 Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas 0,01487

PTA

NA

H

42 PTTS Persentase Luas Lahan Yang Telah Tersetifikat 0,02813

43 RWPST Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat Tanah 0,01443

44 JPPT Kemudahan Pelayanan Pendaftaran Tanah 0,00939

45 SIPPD Keberadaan Sistem Informasi Pertanahan Daerah 0,00436

MA

NA

JEM

EN

PPTTR

46 DOKTTR Keberdaan Dokumen RTRWN Yang Valid 0,00266

47 KBKPRD Keberadaan BKPRD 0,00301

48 PERDATR Keberadaan Perda RTRWN 0,00353

49 PKKL Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun terakhir

0,00902

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

207

Page 208: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

 GR

OU

P

SER

VIC

E        

NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

       

PEM

BA

NG

UN

AN

50 PKLL Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun Terakhir 0,00902

TB

UM

51 RPOLPP Rasio Polisi PP terhadap Penduduk 0,00666

52 PTK Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir 0,02307

53 PDPL Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman Liar 0,01237

54 PPPD Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda 0,01237

SO

SIA

L

55 PPPSM Persentase Penyandang Penyakit Sosial Terdaftar 0,01681

56 PPPSMSP Persentase Penyangdang Penyakit Sosial Tersantuni 0,02359

57 RPSMP Rasio PSM terhadap Penduduk 0,00896

58 RAPPSM Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk Penanganan Sos 0,00512

PE

MB

AN

G

59 KTPPD Keberadaan Tim Pengendali Pembangunan 0,00340

60 KEPPW Keberadaan Evaluasi Pembangunan Paruh Waktu 0,00340

61 PBRP Persentase Penyimpangan Dari Rencana Pembangunan

0,01021

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik208

Page 209: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

 GR

OU

P

SER

VIC

E        

NO VARIABEL NAMA VARIABEL BOBOT

       

62 PDPRTRW Klasifikasi Simpangan Rencana Tata Ruang Wilayah 0,01021

Sumber : hasil perhitungan, 2006

Lampiran 2

Tabel 4.2

Variabel, Satuan dan Hubungan Korelasi dengan Kinerja Pelayanan Publik

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

209

Page 210: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

NO

VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN

HUBUNGAN

1 AHH Angka Harapan Hidup Tahun Positif

2 MOBIDITY Persentase Angka Kesakitan

% Negatif

3 RS/Pk/Pl Rasio Prasarana Kesehatan Dg Penduduk

Tanpa Sat

Positif

4 PARAMED Rasio Tenaga Kesehatan dengan Penduduk

Tanpa Sat

Positif

5 DRS/Pk/P Persentase Desa yang Memiliki Prasarana Kesehatan

% Positif

6 RRLS Rata-Rata Lama Sekolah Tahun Positif

7 TPSD Tingkat Partisipasi Pendidikan Dasar

% Positif

8 ILLITERT Tingkat Melek Huruf % Positif

9 RSKLH Rasio Murid dengan Ruang Sekolah

Tanpa Sat

Negatif

10 RGURU Rasio Murid Dengan Guru

Tanpa Sat

Negatif

11 DSDSMP Persentase Desa Yang Memiliki Pendidikan Dasar

% Positif

12 TPAK Tingkat Partisipasi Tanpa Positif

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik210

Page 211: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

NO

VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN

HUBUNGAN

Angkatan Kerja Sat

13 UNEMPLOY

Tingkat Pengangguran % Negatif

14 RBLK Rasio Balai Latihan Kerja terhadap Angkatan Kerja

Tanpa Sat

Negatif

15 RAKTD Persentase Angkatan Kerja Yang Terdaftar

% Positif

16 RPAKTD Rasio Penempatan Angkatan Kerja Yang Terdaftar

Tanpa Sat

Positif

17 RJLNW Rasio Panjang Jalan dengan Luas Wilayah

Tanpa Sat

Positif

18 PAAB Persentase RT Yang Mempunyai Akses ke Air Bersih

% Positif

19 TED Tingkat Elektrifikasi % Positif

20 RTTELP Persentase RT Yang Berlangganan Telpon Fix

% Positif

21 RDKPL Persentase Desa Yang Terkena Pencemaran Lingkungan

% Negatif

22 RDTAB Persentase Desa Yang Tergenang Banjir

% Negatif

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

211

Page 212: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

NO

VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN

HUBUNGAN

23 PLHKR Pertumbuhan Lahan-Lahan Kritis

% Negatif

24 MONITOR Frekuensi Monitoring Kualitas Lingkungan

Bulan Positif

25 PDKL Persentase Desa Kritis Lingkungan

% Negatif

26 PKUKM Pertumbuhan Koperasi dan UKM 5 Tahun Terakhir

% Positif

27 PUKMLIK Persentase Koperasi dan UKM di LIK

% Positif

28 KUKMI Pertumbuhan Kontribusi UKM terhadap PDRB Indust

% Positif

29 PADUKM Pertumbuhan Alokasi Anggaran untuk UKM

% Positif

30 RRIPI Rasio Antara Persetujuan dengan Realisasi Investasi

Tanpa Sat

Positif

31 SATAP Keberadaan Pelayanan Investasi Satu Atap

Ada/Tidak

Positif

32 RWPII Rata-Rata Waktu Penyelesaian Perijinan Investasi

Hari Negatif

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik212

Page 213: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

NO

VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN

HUBUNGAN

33 IDPM Keberadaan Insentif/Disisentif Investasi

Ada/Tidak

Positif

34 RPKTP Rasio Penduduk Yang ber KTP

Tanpa Sat

Positif

35 RBPAK Rasio Balita Ber Akte Kelahiran

Tanpa Sat

Positif

36 SIKD Keberadaan Sistem Informasi Kependudukan

Ada/Tidak

Positif

37 RWPKTP Rata-Rata Waktu Pengurusan KTP

Hari Negatif

38 SIPUD Keberadaan Sistem Informasi Pemerintahan

% Positif

39 PAAUD Pertumbuhan Alokasi Anggaran Untuk ADUMPEM

% Positif

40 PPJF Persentase Pegawai Berpangkat Fungsional

% Positif

41 PPDS1 Persentase Pegawai Pendidikan S1 Ke atas

% Positif

42 PTTS Persentase Luas Lahan Yang Telah Tersetifikat

% Positif

43 RWPST Rata-Rata Lama Pengurusan Sertifikat Tanah

% Negatif

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

213

Page 214: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

NO

VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN

HUBUNGAN

44 JPPT Kemudahan Pelayanan Pendaftaran Tanah

Positif

45 SIPPD Keberadaan Sistem Informasi Pertanahan Daerah

Ada/Tidak

Positif

46 DOKTTR Keberdaan Dokumen RTRWN Yang Valid

Ada/Tidak

Positif

47 KBKPRD Keberadaan BKPRD Ada/Tidak

Positif

48 PERDATR Keberadaan Perda RTRWN

Ada/Tidak

Positif

49 PKKL Kondisi Kawasan Kritis Lingkungan 5 Tahun terakhir

Itensitas Negatif

50 PKLL Kondisi Kemacetan Lalulintas 5 Tahun Terakhir

Itensitas Negatif

51 RPOLPP Rasio Polisi PP terhadap Penduduk

Tanpa Sat

Positif

52 PTK Pertumbuhan Kriminalitas 5 Tahun Terakhir

% Negatif

53 PDPL Persentase Desa Yang Memiliki Permukiman Liar

% Negatif

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik214

Page 215: Pedoman Pengukuran Pelayanan Umum

NO

VARIABEL NAMA VARIABEL SATUAN

HUBUNGAN

54 PPPD Pertumbuhan Jumlah Pelanggaran Perda

% Negatif

55 PPPSM Persentase Penyandang Penyakit Sosial Terdaftar

% Negatif

56 PPPSMSP Persentase Penyandang Penyakit Sosial Tersantuni

% Positif

57 RPSMP Rasio PSM terhadap Penduduk

Tanpa Sat

Positif

58 RAPPSM Pertumbuhan Alokasi Anggaran Penanganan Sos

% Positif

59 KTPPD Keberadaan Tim Pengendali Pembangunan

Ada/Tidak

Positif

60 KEPPW Keberadaan Evaluasi Pembangunan Paruh Waktu

Ada/Tidak

Positif

61 PBRP Persentase Penyimpangan Dari Rencana Pembangunan

% Negatif

62 PDPRTRW Klasifikasi Simpangan Rencana Tata Ruang Wilayah

A,B,C Negatif

Sumber : hasil perhitungan, 2006

Pedoman Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Bidang Pelayanan Publik

215