Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

26
LEMBAR JAWABAN LANDASAN PEDAGOGIK (UJIAN AKHIR SEMESTER) Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Landasan Pedagogik (PS701) yang diampu oleh Dr. Ocih Setiasih, M. Pd. Penulis: (1302448) Syakti Perdana Sriyansyah Program Studi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung 2014

description

Soal Jawab

Transcript of Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

Page 1: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

LEMBAR JAWABAN

LANDASAN PEDAGOGIK (UJIAN AKHIR SEMESTER)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Menyelesaikan

Mata Kuliah Landasan Pedagogik (PS701) yang diampu oleh

Dr. Ocih Setiasih, M. Pd.

Penulis:

(1302448) Syakti Perdana Sriyansyah

Program Studi Pendidikan Fisika

Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung

2014

Page 2: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

LEMBAR JAWABAN

LANDASAN PEDAGOGIK (UJIAN AKHIR SEMESTER)

Penulis: Syakti Perdana Sriyansyah

Copyright©2014 oleh Syakti Perdana Sriyansyah

All right reserved

Hak penerbitan pada Syakti P. Sriyansyah

Cetakan I, Januari 2014

Diterbitkan oleh Syakti P. Sriyahsyah

Jl.Pak Gatot V No. KPAD 10H RT 01/RW 02

Geger Kalong, Bandung, 40153

Telp. +6281917130062

email: [email protected]

Desain sampul: Syada

©2013 by Syakti Perdana S.

Indonesia University of Education

Postgraduate School

Department of Physics

Bandung

Page 3: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan

karunia-Nya, lembar jawaban yang berjudul ”Lembar Jawaban Landasan

Pedagogik (Ujian Akhir Semester)” dapat terselesaikan dengan baik.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi

sebagian dari syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Landasan Pedagogik

(PS701) yang diampu oleh Dr. Ocih Setiasih, M.Pd. pada Program Studi

Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Lembar jawaban ini berisi jawaban Ujian Akhir Semester (UAS) dengan metode

Take Home pada Mata Kuliah Landasan Pedagogik.

Teriring ucapan terima kasih kepada Dr. Ocih Setiasih, M.Pd. yang

telah membimbing dengan sabar selama perkuliahan, rekan-rekan mahasiswa

fisika pascasarjana angkatan 2013, dan semua pihak yang telah membantu hingga

terselesaikannya tugas ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari jawaban ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk

kesempurnaan tulisan berikutnya. Penulis juga berharap semoga jawaban ini dapat

bermanfaat untuk semua pihak. Amiin.

Bandung, 1 Januari 2014

Penulis,

Page 4: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................... i

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii

Daftar isi .............................................................................................................. iii

SOAL 1 ................................................................................................................ 1

SOAL 2 ................................................................................................................ 4

SOAL 3 ............................................................................................................... 11

SOAL 4 ............................................................................................................... 13

SOAL 5 ............................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 36

Page 5: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

1

1. Rujuk Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003, jika diperlukan pasal lain dapat dirujuk. Analisis kandungan

nilai-nilai pedagogik yang terdapat di dalam pasal tersebut, dan

implikasinya terhadap kurikulum/program pendidikan serta

peranan pendidik khususnya pada jenjang SLTP dan SLTA.

Jawaban:

Berikut bunyi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang pengertian pendidikan:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara”

dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab”

Berdasarkan analisis saya, saya mengawali penjelasan dengan

meninjau Pasal 1 ayat 1 terlebih dahulu. Terdapat beberapa poin penting

yang saya garis bawahi. Secara umum apabila kita bandingkan dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentu akan semakin nampak

perbedaan esensial antara hakekat pendidikan yang dirumuskan di dalam

Page 6: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

2

kedua Undang-Undang tersebut. Saya akan mengambil beberapa poin

penting dalam menyampaikan penjelasan saya.

Pertama, pada UU No. 20 Tahun 2003 tertulis: “…peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya …” Hal ini menunjukkan

bahwa orientasi filosofis yang digunakan pada UU No. 20 Tahun 2003 telah

berubah dibanding sebelumnya. Kalimat ini mengindikasikan bahwa

pembelajaran lebih mengarah kepada siswa dimana siswa yang dituntuk

untuk lebih aktif mengembangkan potensinya sendiri. Pengertian ini

memandang siswa sebagai subjek utama pembelajaran di kelas, sehingga

siswa dituntut untuk aktif dalam rangka “…mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran belajar…” yang kondusif. Nampak jelas bahwa

peran guru hanya sebagai fasilitator dimana guru hanya membantu bukan

memberi pengetahuan. Perubahan filosofis pendidikan ini mengarah kepada

filosofi progresivisme yang lebih modern, dimana pendidikan telah

diarahkan kepada kebutuhan, minat, bakat siswa.

Perubahan filosofis ini sejalan dengan filosofis yang digunakan para

ahli pendidikan dalam rangka menyusun kurikulum yang berpusat pada

siswa (Orstein, 2011). Jika sebelumnya Pasal 1 ayat 1 UU No. 2 Tahun

1989 merujuk kepada kurikulum yang berpusat pada pelajaran, dimana guru

lebih banya menyampaikan isi pelajaran dan siswa hanya diam

mendengarkan dan mencatat. Hal ini nampak jelas pada implementasi

kurikulum 1989 sampai dengan 1994 pada saat itu. Tentu saja kurikulum

merupakan implikasi dari hakekat pendidikan yang dirumuskan pada saat

itu.

Sesuai dengan hakekat pendidikan yang tercantum pada UU No. 20

Tahun 20013 tersebut, maka penyusunan kurikulum pun berorientasi pada

siswa sebagai subjek pembelajar. Hal ini telah terlihat dalam kebijakan

pemerintah merancang kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan

saintifik, dimana siswa yang dituntut untuk menemukan dan membangun

sendiri pengetahuannya. Sementara peran guru hanya sebagai pembimbing

Page 7: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

3

sekaligus fasilitator yang mengarahkan ke arah pencapaian tujuan

pembelajaran yang diharapkan.

Kedua, pada UU No. 20 Tahun 2003 tertulis “…kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya…” Hal ini semakin menegaskan

bahwa potensi yang diharapkan berkembang dalam diri siswa bukanlah

potensi kognitif (kecerdasan) semata, melainkan juga keterampilan

(kompetensi) dan juga karakter. Sudah tentu ini akan berimplikasi pada

penyusunan kurikulum, diman orientasi penyusunan kurikulum diarahkan

menuju pencapaian ketiga aspek ini, yaitu kecerdasan (kognitif),

keterampilan (kompetensi/psikomotor), dan karaketer (afektif).

Implementasi yang nyata pada kurikulum 2013 ialah adanya pendidikan

karakter yang diintegrasikan ke setiap pembelajaran. Hal ini menandakan

bahwa hakikat pendidikan yang dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 1 UU No.

20 Tahun 2003 memang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta

didik seutuhnya, seperti yang tertulis dalam Pasal 3 ayat 2 “…bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab”. Sejalan dengan itu, fungsi pendidikan

dalam UU No. 20 Tahun 2003 juga lebih menjurus ke sasaran, yaitu “

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”, melalui berkembangnya

kemampuan dan terbentuknya karakter serta peradaban bangsa.

Kemudian kaitan peran guru dalam pendidikan karakter adalah

sebagai teladan bagi peserta didik. Peran guru selengkapnya tersirat dalam

Pasal 4 ayat 4 yang menyebutkan bahwa ”Pendidikan diselenggarakan

dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan

kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran” Hal ini jelas terlihat

jika peran guru adalah sebagai teladan, motivator, dan pemicu semangat

siswa dalam suatu proses pembelajaran.

Page 8: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

4

Lebih dalam lagi, makna penyelenggaraan pendidikan bukanlah

hanya sebatas sebagai tempat proses pemerolehan pengetahuan semata,

melainkan tempat pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang

berlangsung sepanjang hayat. Dengan jelas terlihat bahwa ini mengarah

pada pendidikan seumur hidup. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 ayat 3 UU

No. 20 Tahun 2003.

“Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses

pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang

berlangsung sepanjang hayat”

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diambil beberapa garis besar:

a) pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 bukanlah hanya sebagai

proses memperoleh pengetahuan melainkan suatu proses

pemberdayaan segalam kemampuan, nilai, dan sikap dalam rangka

mengmbangkan kemampuan (intelektual, sosial, kultur, dan

ekonomi) dan membentuk watak (karakter).

b) pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 memandang peserta

didik sebagai subjek pembelajar di kelas yang dapat

mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang

terencana dan menyenangkan.

2. Rujuk Buku Karya : “Ki Hadjar Dewantara”.

a. Kemukakan filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang

meliputi pandangannya tentang: hakikat pendidikan, tujuan

pendidikan, isi pendidikan, alat pendidikan, hakikat pendidik

dan hakikat peserta didik. Berikan analisis saudara atas

pandangan beliau tentang hal tersebut di atas!

b. Jelaskan pula nilai-nilai pendidikan Taman Siswa yang relevan

dengan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia saat ini, serta

implikasinya bagi penyelenggaraan pendidikan.

Page 9: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

5

Jawaban:

a. Berikut dijabarkan filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Hakekat Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara dalam tulisannya (Soemantrie, 2010)

menerangkan bahwa menurut pengertian umum, “Pendidikan yaitu tuntunan

di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan

yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar

mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah

mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya”

Pengertian pendidikan lainnya yang diajukan oleh KHD sebagai berikut

Soemantrie, 2010):

“Pendidikan. umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan

bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan – batin, karakter), pikiran

(intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak

boleh dipisah-pisahkan dengan bagian–bagian itu, agar supaya

kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan

dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan

dunianya..”

Sedangkan menurut beliau Pendidikan Nasional didefinisikan sebagai

berikut:

“Pendidikan nasional menurut paham Taman Siswa ialah

pendidikan yang beralaskan garis-hidup dari bangsanya

(cultureel–national) dan ditujukan untuk keperluan

perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat

derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama

dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia

diseluruh dunia”

Apabila kita analisis dari definisi yang beliau berikan tentang

pendidikan, terlihat KHD menekankan pada pendidikan budi pekerti luhur.

Menurut beliau penekanan pada pendidikan budi pekerti ini harus

Page 10: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

6

menggunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa kebangsaan menuju

kepada kesucian, ketertiban, dan kedamaian lahir bathin dan orientasi

pendidikannya adalah kehidupan bermasyarakat dimana beliau juga

menekankan kepada sumber daya yang dihasilkan sesuai dengan tuntutan

zaman akan tetapi tidak mengabaikan kepribadian dan identitas kebangsaan,

melainkan justru akan mengangkat derajat negara dan rakyatnya.

Tujuan Pendidikan

Pendangan KHD mengenai tujuan pendidikan dapat di tinjai dari dua

sudut pandang tujuan, yaitu tujuan bagi individu dan bagi sosial

(Syaripudin, 2013).

Pertama, tujuan pendidikan bagi individu adalah memajukan hidupnya

lahir bathin anak, yaitu memerdekakan anak, memajukan tumbuhnya budi

pekerti, pikiran (intellect) dan tubuh anak agar dapat mencapai

kesempurnaan hidup atau mencapai tertib damai-selamat bahagia.

Kedua, tujuan pendidikan bagi sosial adalah mempertinggi hidup

masyarakat dalam arti memerdekakan masyarakat atau bangsa, serta

memelihara, memajukan, dan memperkembangkan kebudayaan menuju ke

arah keluhuran hidup kemanusiaan.

Sementara itu, tujuan pendidikan dalam Taman Siswa adalah tidak

hanya menghendaki pembentukan intelek, tetapi juga terutama pendidikan

dalam arti pemeliharaan dan latihan susila. Hal ini dapat dicapai dengan

menggunakan dasar kekeluargaan.

Apabila diperhatikan secara saksama, KHD menunjuk pada kata

“…memajukan hidupnya lahir bathin, yaitu memerdekakan anak…” Hal ini

memberi penguatan bahwa tujuan pendidikan yang diharapkan oleh KHD

harus mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya, seperti halnya

tujuan pendidikan nasional yan tercantum pada UU No.20 Tahun 2013.

Selain itu, arti kata “merdeka” di sini adalah pribadi yan bebas dari tekanan

politik, penjajahan, fisik, dan ekonomi. Tujuan pendidikan ini tetap juga

menyelaraskan dengan pentingnya keseimbangan intelektual dan spiritual

(karakter budi pekerti luhur), dimana tetap memegang identitas kebudayaan

Page 11: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

7

bangsa. Pemikiran ini memang akan sangat relevan digunakan sampai

sekarang, dimana pendidikan memang bertujuan untuk mempertinggi

derajat kemanusiaan menuju sempurnanya hidup manusia seingga mencapai

keselamatan dan kebahagiaan (Syaripudin, 2013).

Isi Pendidikan

KHD menuliskan 5 jenis ilmu syarat-syarat pendidikan atau

“hulpwetenschappen”, antara lain (Soemantrie, 2010):

a. ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa, psychologie);

b. ilmu hidup-jasmani manusia (fysiologie);

c. ilmu keadaan atau kesopanan (ethika atau moral);

d. ilmu keindahan atau ketertiban-lahir (aesthetika);

e. ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan);

Adapun dalam lingkungan Taman Siswa, KHD menanamkan

nasionalisme yang disebut nasionalisme kultural. Nasionalisme kultural ini

selaras dengan kebutuhan masyarakat, maka cara memberikan pendidikan

kebangsaan pada saat itu adalah dengan melalui pendidikan etika, sejarah

kebudayaan, pelajaran bahasa, kesenian termasuk antara lain: permainan,

nyanyian, tarian dan musik, kepemudaan (Soeratman, 1985).

Peralatan Pendidikan.

Menurut KHD, arti kata “peralatan” sebenarnya alat-alat yang pokok,

cara-caranya mendidik. Cara-cara tersebut sangat banyak, tapi jika harus

dibagi KHD membaginya secara pokok sebagai berikut:

a. memberi contoh (voorbeeld);

b. pembiasaan (pakulinan, gewoontevorming);

c. pengajaran (leering, wulang wuruk);

d. perintah, paksaan dan hukuman (regeering en tucht);

e. laku (zelfbeheersching, zelfdiscipline);

f. pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving).

Page 12: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

8

KHD meyebutkan alat-alat pendidikan yang dapat digunakan sangat

banyak, asalkan menghindari paksaan, alat perintah, dan hukuman. Metode

yang digunakan oleh KHD disebut metode “Among”. Semboyan

pelaksanaan metode ini adalah “Tut Wuri Andayani”. Semboyan ini artinya

mendorong para anak didik untuk mebiasakan diri mencari dan belajar

sendiri. Metode ini dapat dikatakan berorientasi pada siswa, tetapi sekalipun

berorientasi pada siswa KHD juga memikirkan keseimbangan antara konten

materi yang harus dipelajari oleh siswa.

Hakikat Pendidik dan Peserta Didik

Pendidik menurut pandangan KHD adalah mereka yang secara tulus

ikhlas karena memang panggilan jiwa mereka untuk mendidik anak-anak

dengan tidak terikat lahir bathin, suci hati, dan berniat untuk berdekatan

dengan Sang Anak. Implikasi logis dari hal ini menurut KHD adalah

pendidik hakekatnya adalah berhamba pada Sang Anak, dimana seorang

pendidik harus menyerahkan dirinya sepenuhnya demi Sang Anak.

Pandangan KHD ini menggambarkan ketulusan yang sudah semestinya

dimiliki oleh seorang pendidik, sehingga mendidik bukanlah sebuah

tuntutan pekerjaan semata, melainkan adalah panggilan jiwa.

Dalam pandangan ini, hakikat anak dipandang sebagai mahluk yang

merdeka, mahluk yang memiliki potensi difat luhur dan halus, dimana

seorng pendidiklah yang bertugas untuk mengembangkan potensi tersebut.

Secara garis besar, saya melihat keseluruhan ensensi pemikiran KHD

yang beliau tuangkan dalam Taman Siswa merupakan pemikiran esensial

yang menjadi dasar bagi pendidikan sepanjang hayat. Pemikiran tersebut

masih relevan hingga zaman sekarang, hanya saja yang menjadi

pertimbangan adalah penyesuaian muatan konten dengan kebutuhan peserta

didik pada zaman sekarang. Akan tetapi hal ini bukan berarti meninggal

esensi pemikiran KHD tentang isi pendidikan. Beliau menekankan pada

orientasi pendekatan berpusat pada siswa dimana kurikulumnya

Page 13: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

9

dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman tanpa

harus mengabaikan identitas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.

b. Pada dasarnya setiap nilai yang terkandung dalam pendidikan Taman

Siswa adalah relevan sampai sistem pendidikan saat ini, karena akar dari

pendidikannya adalah karakter berbudi luhur yang mendasari semua

perilaku manusia.. Nilai-nilai pendidikan Taman Siswa yang relevan

dengan Sistem Pendidika Nasional beserta implikasinya bagi

penyelenggaraan pendidikan saat ini dijelaskan sebagai berikut (Ki

Supriyoko, 2013):

(1) Metode “Among”

Konsep ini menjelaskan bahwa mendidik anak itu harus dilandasi

denga rasa ikhlas untuk mengasuh dan membimbing sebagaimana

layaknya seorang “pengemong”. Mendidik tidak terbatas hanya di kelas

saja melainkan terus-menerus selama 24 jam.

(2) Nilai Kekeluargaan

Nilai ini menyatakan hendaknya pendidikan sebaiknya dilakukan

dalam suasana kekeluargaan, sebagaimana hubungan antara ayah dan

anak atau ibu dengan anak.

(3) Konsep Tut Wuri Andayani

Konsep ini meyatakan bahwa dalam mendidik hendaknya

memberikan kesempatan kepada anak utuk mencoba sendiri dahulu, jika

ada yang keluar dari petunjuk, maka tugas guru mengarahkan ke arah

yang benar. Hal ini sesuai dengan konsep kurikulum 2013 sekarang ini

yang mengacu pada pendekatan berpusat pada siswa.

(4) Konsep ngerti, ngrasa, dan ngelakoni

Konsep ini lebih diterapkan dalam pembelajaran bagi peserta

didik, dimana untuk mengoptimalkan pembelajaran peserta didik harus

menguasai terlebih dahulu (ngerti), merespon positif materi (ngrasa),

dan kemudian mempraktekkan (ngelakoni). Hal ini menjadi dasar

pengembangan model-model pembelajaran di kelas. Pendidik harus

Page 14: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

10

memperhatikan tiap tahapan agar dapat memastikan bahwa di tiap

tahapan yang dilalui peserta didik telah menguasai.

(5) Konsep Trisakti Jiwa

Konsep ini berkaitan dengan optimalisasi cipta, rasa, dan karsa.

Konsep ini berkaitan erat dengan setiap keterampilan berpikir dan

keterampilan lainnya yang akan dikembangkan pada anak. Konsep ini

menjelaskan tentang daya cipta atau kreativitas (cipta), daya

pemahaman dan perasaannya (rasa), dan juga dibangun motivasinya

(karsa) untuk mempelajari sesuatu.

(6) Nilai Kebangsaan

Nilai ini menyatakan bahwa pendidikan harus mampu

menghantarkan Sang Anak memiliki jiwa dan semangat kebangsaan

yang mendudukkan Indonesia di atas segalanya tanpa perbedaan

apapun.

(7) Konsep Trisentra Pendidikan

Konsep ini terdiri dari keluarga, perguruan, dan pergerakan.

Ketiga elemen penting ini saling berhubungan dan memiliki fungsi

masing-masing, dimana keluaraga memegang fungsi utama dalam

membentuk dan mendasari pendidikan budi pekerti dan tingkah laku

pada anak. Konsep ini pada kenyataan sekarang ini sudah banyak

ditinggalkan. Orang tua banyak lepas tangan terhadap pendidikan dalam

keluarga dikarenakan oleh alasan kesibukan dan lainnya.

(8) Konsep Dasar dan Ajar

Konsep ini menitikberatkan pada perkembangan jiwa Sang Anak

tergantung dari (1) bakat atau kemampuan awal pemberian Tuhan YME

dan (2) pendidikan serta pelatihan dari pendidik.

(9) Konsep Keseimbangan

Konsep ini mengacu pada keseimbangan antara kecerdasan

intelektual dengan kepribadian (budi pekerti dan tingkah laku).

Page 15: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

11

(10) Konsep Trihayu

Konsep ini terdiri dari memayu hayuning salira, memayu hayuning

bangsa, dan memayu hayuning manungsa (bawana) menyatakan bahwa

pendidikan hendaknya dapat bermanfaat bagi diri sendiri, bagi bangsam dan

bagi masyarakat dunia.

(11) Konsep Tripantangan

Konsep ini merupakan larangan bagi para penyelenggara pendidikan

agar tidak memburu harta, tahta, dan wanita.

Secara umum, semua konsep tersebut berimplikasi logis terhadap

penyelenggaraan pendidikan, baik dari aspek pendidiknya, peserta didik, metode

dan model pembelajaran yang digunakan, orientasi pengembangan kurikulum, dan

bagaimana pendidikan seharunya diselenggarakan. Kurikulum yang dikembangkan

harus berorientasi pada siswa seperti halnya kurikulum 2013 sekarang, pendekatan

yang digunakan haruslah mengaktifkan siswa, dan menjaga keseimbangan antara

pendidikan akademik dengan karakter.

3. Menghadapi berbagai tantangan di era global, modal dasar yang

penting bagi setiap bangsa adalah sumber daya manusia. Sekaitan

dengan pernyataan di atas, kemukakan pandangan saudara tentang

peran pendidikan keluarga dalam mengembangkan potensi sumber

daya manusia Indonesia.

Jawaban:

Menurut pandangan saya, keluarga adalah lembaga pendidikan

pertama untuk anak. Keluarga memberikan pelajaran dasar kepada anak

sebagai bekal anak melewati masa selanjutnya. Kaitannya dengan

mengembangkan potensi sumber daya manusia Indonesia, tentunya calon

sumber daya manusia yang unggul harus memiliki fondasi yang unggul

pula. Layaknya sebuah rumah yang kokoh, itu karena rumah tersebut

fondasinya pun kokoh. Dengan demikian, guna mencetak sumber daya

manusia yang berkualitas, dasarnya pun harus berkualitas. Sekarang yang

Page 16: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

12

menjadi pertanyaan adalah dimana dasar itu dibentuk? oleh siapa? dan dari

dengan materi apa?

Ketiga jawaban tersebut akan menunjukkan betapa pentingnya peran

keluarga dalam rangka memberikan pendidikan dasar yang pertama.

Fondasi dasar itu dibentuk di keluarga, oleh orang tua, dan materinya adalah

budi pekerti dan agama. Keluarga mempunyai peran penting dalam rangka

membangun fondasi mental dan karakter yang kokoh sehingga sumber daya

tersebut akan lahir menjadi sumber daya yang siap untuk mengembangkan

intelektualitasnya. Mengapa keluarga tidak memberikan pendidikan

intelektual? karena tidak semua keluarga (orang tua) yang mampu untuk

memberikan pengetahuan intelektual kepada anak. Orang tua berperan

dalam menanamkan nilai-nilai luhur melalui keteladanan moral dan akhlak,

sehingga terbentuknya pribadi yang berbudi pekerti luhur. Apalagi massa

perkembangan emas seorang anak, mereka lalui dalam keluarga. Pada

massa tersebut anak menjadi sangat peka terhadap lingkungannya. Apabila

lingkungan keluarganya tidak baik, maka akan berpengaruh terhadap

karakter anak tersebut. begitu juga sebaliknya jika keluarganya

menanamkan nilai luhur, maka anak akan tumbu dan berkembang menjadi

sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan era global. Perihal

mengembangkan intelektualitas adalah tugas dari lembaga pendidikan

selanjutnya setelah keluarga, yaitu sekolah.

Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ki Hadjar Dewantara yang

dituangkan dalam “Sistem Tripusat/Trisentra Pendidikan” (Soeratman,

1985), yaitu:

(1) keluarga: pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting

guna mendidik budi pekerti dan laku sosial.

(2) perguruan: pusat pendidikan sebagai balai wiyata yang

berkewajiban mengusahakan keceradasan pikiran dan memberi

ilmu pengetahuan.

Page 17: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

13

(3) pergerakan pemuda: sebagai daerah merdekanya kaum pemuda

atau “Kerajaan Pemuda” untuk melakukan penguasaan diri, yang

amat penting untuk pembentukan watak.

(4) Sesuai dengan tugasnya sebagai pendidik, tugas dan tanggung

jawab guru guru bukan hanya mentransfer pengetahuan kepada

peserta didik tetapi “mendidik”. Sekaitan dengan pernyataan

tersebut, kemukakan pendapat saudara tentang penerapan

landasan pedagogik dalam pendidikan fisika atau pendidikan IPA.

Jawaban:

Seperti yang telah dipelajari bahwa pedagogik adalah ilmu tentang

bagaimana mendidik dan membimbing anak. Apabila mengacu pada

pengertian yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara (Soeratman,

1982), bahwa “mendidik berarti menuntut tumbuhnya budi pekerti dalam

hidup anak didik kita, supaya mereka kelak menjadi manusia yang

berpribadi yang beradab dan susila”. Hal ini berarti tidak hanya mentransfer

pengetahuan semata, melainkan memberi teladan dan membimbing sampai

siswa benar-benar mengerti dan memahami. Selain itu juga, dalam

pembelajaran juga kita sebagai pendidik perlu menyampaikan pesan moral,

baik secara tersirat (keteladanan) maupun tersurat (mengaitkan dengan

materi pembelajaran).

Menurut pandangan saya, penerapan landasan pedagogik dalam

pendidikan fisika tidak hanya terjadi dalam proses pembelajaran saja, tetapi

setiap saat, baik itu dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Hal

ini sesuai dengan konsep “Among” yang dikemukakan KHD. Apalagi kalau

mengingat bahwa fisika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh

siswa, tidak sedikit siswa yang mempunyai banyak masalah dengan fisika,

maka terkadang dalam proses pembelajaran terdapat siswa yang malas

belajar, acuh tak acuh, bingung, putus asa, atau bahkan mengganggu yang

lain. Keadaan yang seperti ini tentu tidak akan mampu membuat siswa

Page 18: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

14

mengerti jika hanya mengajarkan pelajaran, tapi butuh lebih dari itu, yaitu

mendidik. Salah satunya adalah mendidik menggunakan konsep

kekeluargaan seperti yang dikemukakan oleh KHD, membuat siswa merasa

nyaman dengan kita terlebih dahulu, membuat siswa merasa kita adalah

sahabat/orang tua kedua/kakak terbaik untuk mereka, setelah mereka merasa

nyaman barulah kita mendekatinya atau bahkan mereka yang membuka diri,

sehingga mudah bagi kita membantu untuk mengatasi kesulitan belajar yang

dialaminya. Sampai mereka bener-bener memahami.

Berdasarkan pengalaman, apabila siswa telah merasa nyaman maka

siswa tidak akan sungkan untuk bertanya tentang kesulitan yang mereka

hadapi bahkan sampai mencurahkan isi hatinya. Hal ini tidak hanya terjadi

di dalam kelas, melainkan di luar kelas setelah atau sebelum pembelajaran.

Sebagai guru, kita dituntut ikhlas dalam mendidik, menuntun siswa sampai

memahami, memberi panutan dan contoh, penyemangat serta tidak melalui

kekerasan, meskipun dalam keadaan terdesak.

Selain itu, dalam proses pembelajaran kita tidak hanya mengajar

melainkan sebagai teladan dalam segala hal, baik berpakaian, berbicara,

bertingkah laku, mengemukakan pendapat, mengawali dan menutup

pelajaran dengan doa, mengucapkan salam, dan berjabat tangan ketika

bertemu. Semuanya adalah sebuah proses untuk mewujudkan konsep

kekeluargaan sehingga tidak ada yang membuat siswa merasa takut, tidak

akrab, atau bahkan menjauhi kita. Dengan demikian, landasan pedagogik

sangat diperlukan untuk mendekatkan diri kita sebagai guru dengan siswa

dan antara siswa dengan pelajaran serta membentuk karakter-karakter dalam

diri mereka secara tidak langsung melalui keteladanan.

4. Buatlah sebuah Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata

Pelajaran Fisika yang merepresentasikan disain pembelajaran yang

bermakna pedagogis.

Jawaban:

(Terlampir)

Page 19: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

15

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER

1. Rujuk Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003, jika diperlukan pasal lain dapat dirujuk. Analisis kandungan

nilai-nilai pedagogik yang terdapat di dalam pasal tersebut, dan

implikasinya terhadap kurikulum/program pendidikan serta peranan

pendidik khususnya pada jenjang SLTP dan SLTA.

2. Rujuk Buku Karya : “Ki Hadjar Dewantara”.

a) Kemukakan filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang meliputi

pandangannya tentang: hakikat pendidikan, tujuan pendidikan, isi

pendidikan, alat pendidikan, hakikat pendidik dan hakikat peserta

didik. Berikan analisis saudara atas pandangan beliau tentang hal

tersebut di atas!

b) Jelaskan pula nilai-nilai pendidikan Taman Siswa yang relevan

dengan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia saat ini, serta

implikasinya bagi penyelenggaraan pendidikan.

3. Menghadapi berbagai tantangan di era global, modal dasar yang penting

bagi setiap bangsa adalah sumber daya manusia. Sekaitan dengan

pernyataan di atas, kemukakan pandangan saudara tentang peran

pendidikan keluarga dalam mengembangkan potensi sumber daya

manusia Indonesia.

4. Sesuai dengan tugasnya sebagai pendidik, tugas dan tanggung jawab

guru guru bukan hanya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik

tetapi “mendidik”. Sekaitan dengan pernyataan tersebut, kemukakan

pendapat saudara tentang penerapan landasan pedagogik dalam

pendidikan fisika atau pendidikan IPA.

5. Buatlah sebuah Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata

Pelajaran Fisika yang merepresentasikan disain pembelajaran yang

bermakna pedagogis.

Page 20: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

16

DAFTAR PUSTAKA

Ornstein, A.C., Levine, D.U, Gutek, G.L. 2011. Foundation of Education.

Belmont: Wadsworth.

Soedijarto. 2013. Pemikiran Kependidikan Bapak Pendidikan Nasional (Ki

Hadjar Dewantara) dan Relevansinya dengan Pendidikan Guru di

Era Globalisasi dalam Upaya Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan

Memajukan Kebudayaan Nasional. di seminarkan pada Seminar

“Menggali Nilai-Nilai Pedagogik Ki Hajar Dewantara dan

Relevansinya dengan Pendidikan Guru dan Kebangsaan” pada

tanggal 17 Desember 2013. Bandung: SPs UPI.

Soeratman, D. 1985. Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pendidikan Sejarah Perjuangan

Bangsa.

Somantrie, H. 2010. Perkembangan kurikulum sekolah menengah di

Indonesia (Suatu perspektif historis dari masa ke masa). Jakarta:

Kementerian Pendidikan Nasional Balitbang Pusat Kurikulum.

Supriyoko, K. 2013. Mendalami Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

di seminarkan pada Seminar “Menggali Nilai-Nilai Pedagogik Ki

Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan Guru dan

Kebangsaan” pada tanggal 17 Desember 2013. Bandung: SPs UPI.

Syaripudin, T. 2013. Menggali dan Revitalisasi Pedagogik Ki Hadjar

Dewantara serta Relevansinya Bagi Pendidikan Guru dan

Kebangsaan. di seminarkan pada Seminar “Menggali Nilai-Nilai

Pedagogik Ki Hajar Dewantara dan Relevansinya dengan Pendidikan

Guru dan Kebangsaan” pada tanggal 17 Desember 2013. Bandung:

SPs UPI.

Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Page 21: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

Satuan Pendidikan : MTsN

Mata Pelajaran : IPA Fisika

Kelas / Semester : VIII / I

Pertemuan Ke- : 2 (Dua)

Alokasi Waktu : 2 x 40 menit

Standar Kompetensi : Memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam kehidupan

sehari-hari.

Kompetensi Dasar : Menyelidiki tekanan pada benda padat, cair, dan gas serta

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Indikator :Mengaplikasikan prinsip bejana berhubungan dalam kehidupan

sehari-hari.

A. Tujuan Pembelajaran

A.1. Kognitif

Peserta didik dapat :

1. Menjelaskan tekanan dalam zat cair.

2. Menentukan tekanan zat cair.

3. Mengamati posisi permukaan zat cair dalam bejana berhubungan.

4. Menjelaskan pemanfaatan sifat permukaan zat cair yang selalu mendatar dalam

kehidupan sehari-hari.

5. Mengamati tinggi permukaan zat cair dalam pipa U.

6. Menjelaskan hubungan antara massa jenis dan tinggi zat cair dalam pipa U.

A.2. Psikomotorik

Peserta didik dapat

1. Melakukan percobaan sederhana untuk menentukan besar tekanan hidrostatis.

2. Mengamati posisi permukaan zat cair dalam bejana berhubungan (pipa U).

A.3. Afektif

Peserta didik dapat :

1. Bekerja sama dalam kelompok selama percobaan dan diskusi.

2.Aktif dan tertib selama melaksanakan diskusi.

B. Materi Pembelajaran

Tekanan Hidrostatis dan Bejana Berhubungan (pipa U)

Page 22: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

C. Metode Pembelajaran

Model Pembelajaran : Direct Interaction (DI), Inquiry dan Cooperatif Learning

Pendekatan : Induktif

Metode : 1. Eksperimen

2. Ceramah

2. Diskusi

3. Tanya jawab

D. Langkah-langkah Kegiatan

TAHAPAN FASE KEGIATAN KEGIATAN GURU KEGIATAN

SISWA

Kegiatan Awal

(5 menit)

(Pendahuluan)

Menyampaikan

tujuan dan

memotivasi siswa

Memeriksa kesiapan

siswa dalam

menerima pelajaran

dan mengumpulkan

tugas sebelumnya.

Menjelaskan

Indikator, tujuan

pembelajaran,

informasi, latar

belakang,

pentingnya

pelajaran,

mempersiapkan

untuk belajar

Memotivasi siswa

dengan mengaitkan

pelajaran dengan

pengetahuan

prasyarat (apersepsi

konsep tekanan

dalam kehidupan

sehari-hari).

Apersepsi dengan

pertanyaan:

Mengapa pancuran

tempat wudu

(BONG) lubangnya

terletak dibagian

paling bawah?

Bagaimanakah cara

mengukur

tekanannya?

Mengapa mulut

Menyiapkan alat-

alat tulis untuk

menerima

pelajaran.

Menyimak dan

termotivasi untuk

melanjutkan

pembelajaran.

Memberikan

respon dengan

bertanya jika ada

yang belum

dimengerti dalam

apersepsinya atau

menjawab

dengan alasan.

Page 23: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

ceret tidak boleh

lebih rendah dari

bagian tutup kepala

ceret?

Kegiatan Inti

(65 menit) (Pengembangan)

Menyajikan

informasi

(2 menit)

(Penerapan)

Mengorganisasikan

siswa ke dalam

kelompok belajar

(3 menit)

Membimbing

kelompok bekerja

dan belajar

(10 menit)

Menyajikan

informasi berupa

pengetahuan awal

tentang tekanan

hidrostatis dan

penjelasan langkah-

langkah percobaan

bertahap yang akan

dibimbing oleh guru.

Membentuk

kelompok.

Membagi kelompok

menjadi 6

kelompok yang

heterogen dan

masing-masing

kelompok berjumlah

5-6 orang anggota.

Memberikan LKS

pembelajaran yang

berisi pedoman

percobaan sederhana

yang disajikan dalam

4 bagian (A, B,

C,dan D). Masing-

masing bagian

memiliki kesimpulan

yang berbeda namun

merupakan tahapan

yang

berkesinambungan.

Menginstruksikan

pada kelompok

untuk

menyelesaikan

bagian A tentang

hubungan antara

tekanan zat cair

Menyimak dan

memahami apa

yang diterangkan

oleh guru.

Menanyakan apa

yang masih

belum

dimengerti.

Membentuk

kelompok belajar

dan

memperhatikan

penjelasan guru

untuk bertransisi

lebih efisien.

Menyelesaikan

LKS tentang

percobaan

mencari

hubungan

tekanan dalam

zat cair dengan

kedalaman.

Page 24: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

(Pengembangan)

Menyajikan

informasi

(5 menit)

Membimbing

kelompok bekerja

dan belajar

(15 menit)

dengan kedalaman.

Memimpin diskusi

kelas untuk

mendengarkan hasil

masing-masing

kelompok kemudian

menyimpulkannya.

Menyajikan

informasi berupa

cara menghitung

takanan dalam zat

cair (tekanan

hidrostatis). Dan

memberikan

contohnya

Menginstruksikan

pada kelompok lagi

untuk melanjutkan

ke bagian B tentang

bagaimana

menghitung tekanan

hidrostatis dalam zat

cair.

Membimbing siswa

yang masih

menemukan

kesulitan.

Setelah selesai

kemudian meminta

siswa melanjutkan

ke bagian C dan D.

Namun terlebih

dahulu menyajikan

informasi berupa

pengetahuan awal

tentang konsep

bejana berhubungan.

Setelah siswa

selesai melakukan

percobaan bagian C

dan D, guru

memimpin diskusi

Masing-masing

kelompok

menyampaikan

hasil

percobaannya

dan menyusun

kesimpulan

bersama.

Memperhatikan

contoh dan

bertanya bila

belum mengerti.

Menyelesaikan

LKS tentang

percobaan

menghitung

besar tekanan

hidrostatis dalam

zat cair.

Menyelesaikan

LKS tentang

percobaan

mengamati posisi

permukaan zat

cair dalam pipa

U.

Masing-masing

kelompok

menyampaikan

hasil

percobaannya

dan menyusun

kesimpulan

Page 25: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

(Pengembangan)

Menyajikan

informasi

(15 menit)

(5 menit)

Evaluasi

(10 menit)

kelas untuk

mendengarkan hasil

masing-masing

kelompok kemudian

menyimpulkannya

bersama.

Menjelaskan

kesimpulan tentang

hubungan massa

jenis zat cair dengan

kedalaman

kemudian

memberikan contoh

soal dan

menanyakan

pemahaman siswa.

Mengintruksikan

kepada kelompok

untuk menjawab

soal-soal

selanjutnya di LKS.

Mengawasi

kelompok yang

sedang mengerjakan

latihan secara

kontinu, jika ada

kelompok yang

mengalami

kesulitan maka guru

membimbing

kelompok tersebut

untuk

menyelesaikan

masalah yang

dihadapi.

Setelah kelompok

selesai mengerjakan

soal di LKS, guru

mengecek

pemahaman siswa

dengan game

labirin.

Guru kemudian

membahas jawaban

bersama.

Memperhatikan

contoh dan

bertanya bila

belum mengerti

Mencoba

menyelesaiakan

sendiri kalau

tidak bisa baru di

bantu oleh guru.

Menanyakan apa

yang masih

belum dimengerti

Menyelesaikan

game labirin

yang diberikan

oleh guru.

Page 26: Pedagogik, Tentang Ki Hadjar Dewantara

game dan menilai

hasil kerja masing-

masing kelompok.

Penutup

(10 menit)

Memberikan

penghargaan

Memberikan

penghargaan kepada

kelompok yang

memiliki kinerja dan

kerjasama yang baik.

Membimbing siswa

untuk

menyimpulkan

materi yang telah

dipelajari dan

memberi

kesempatan

bertanya.

Memberikan tugas

rumah.

Menginformasikan

materi selanjutnya,

yaitu hukum Pascal

dan Archimedes.

Menerima

penghargaan

yang diberikan.

Membuat

kesimpulan

sambil dibimbing

oleh guru.

Menayakan yang

belum

dimengerti.

Mengerjakan

tugas dan

mempersiapkan

materi

selanjutnya.

E. Sumber Belajar

Hariyanto, S.,dkk. 2011.Ilmu Pengetahuan Alam Carah SMP/MTs untuk Kelas VIII.

Surakarta: CV.Teguh Karya.

Kanginan, M. 2001. IPA FISIKA untuk SMP Kelas VIII. Jakarta : Erlangga.

Surya,Y. 1999. Fisika Itu Mudah. Tangerang: PT Bina Sumber Daya Mipa.

Simulasi flash player yang dibuat oleh tim media mahasiswa fisika FKIP UNRAM.

Alat-alat percobaan sederhana dari bahan-bahan di lingkungan sekitar.

F. Penilaian Hasil Belajar

Instrumen Penilaian Kognitif (Terlampir)

Teknik Penilaian : 1. Tes Tertulis

2. Penugasan

Bentuk Instrumen : 1. Tes Uraian

2. Unjuk Kerja