pdf_1053995023

38
__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003 1 Jawaban Menteri Negara Lingkungan Hidup Pada Rapat Kerja Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2004 Dengan Komisi VIII DPR RI Jakarta, 26 Mei 2003 I. HAL-HAL YANG PERLU DIINFORMASIKAN Informasi di bawah ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dalam tiga bulan terakhir. Sebagian dari kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari kesimpulan Rapat Kerja Dengan Komisi VIII DPR RI tanggal 24 Februari 2003. 1. Lomba Emisi Kendaraan Bermotor Dalam upaya pengendalian pencemaran udara, pada tahun 2003 ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengadakan lomba emisi untuk kendaraan dinas/operasional kantor. Lomba ini dilaksanakan dalam rangka pengendalian pencemaran gas buang kendaraan bermotor dan sekaligus dalam upaya mendorong masyarakat agar melaksanakan pemeriksaan dan perawatan kendaraan. Lomba emisi kendaraan dinas/operasional kantor yang diikuti oleh 39 instansi secara resmi dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup tanggal 13 Mei 2003 di Kantor KLH. Pengumuman pemenang dan penyerahan penghargaan akan kami lakukan pada rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, dalam acara Pekan Lingkungan Hidup di Jakarta Convention Center tanggal 19 - 22 Juni 2003. 2. Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati 2003 ( 22 Mei 2003 ) Salah satu upaya untuk mengangkat kembali isu keanekaragaman hayati sebagai isu penting baik di tingkat nasional maupun global maka setiap tanggal 22 Mei diperingati Hari Keanekaragaman Hayati. Keanekaragaman hayati adalah istilah untuk menggambarkan keragaman kehidupan di bumi dan pola saling ketergantungan yang menyusunnya, yang meliputi keberagaman jenis tumbuhan, satwa dan mikro organisme. Keanekaragaman hayati memegang peranan yang penting dalam pembangunan nasional baik sebagai sumber daya hayati (biological resources) maupun sebagai sistem penyangga kehidupan.

Transcript of pdf_1053995023

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

1

Jawaban Menteri Negara Lingkungan Hidup Pada

Rapat Kerja Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2004

Dengan Komisi VIII DPR RI

Jakarta, 26 Mei 2003

I. HAL-HAL YANG PERLU DIINFORMASIKAN Informasi di bawah ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dalam tiga bulan terakhir. Sebagian dari kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari kesimpulan Rapat Kerja Dengan Komisi VIII DPR RI tanggal 24 Februari 2003. 1. Lomba Emisi Kendaraan Bermotor Dalam upaya pengendalian pencemaran udara, pada tahun 2003 ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengadakan lomba emisi untuk kendaraan dinas/operasional kantor. Lomba ini dilaksanakan dalam rangka pengendalian pencemaran gas buang kendaraan bermotor dan sekaligus dalam upaya mendorong masyarakat agar melaksanakan pemeriksaan dan perawatan kendaraan. Lomba emisi kendaraan dinas/operasional kantor yang diikuti oleh 39 instansi secara resmi dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup tanggal 13 Mei 2003 di Kantor KLH. Pengumuman pemenang dan penyerahan penghargaan akan kami lakukan pada rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, dalam acara Pekan Lingkungan Hidup di Jakarta Convention Center tanggal 19 - 22 Juni 2003. 2. Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati 2003 ( 22 Mei 2003 ) Salah satu upaya untuk mengangkat kembali isu keanekaragaman hayati sebagai isu penting baik di tingkat nasional maupun global maka setiap tanggal 22 Mei diperingati Hari Keanekaragaman Hayati. Keanekaragaman hayati adalah istilah untuk menggambarkan keragaman kehidupan di bumi dan pola saling ketergantungan yang menyusunnya, yang meliputi keberagaman jenis tumbuhan, satwa dan mikro organisme. Keanekaragaman hayati memegang peranan yang penting dalam pembangunan nasional baik sebagai sumber daya hayati (biological resources) maupun sebagai sistem penyangga kehidupan.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

2

Pada tahun 2003 ini Hari Keanekaragaman Hayati diperingati dengan tema “Keanekaragaman Hayati dan Pengentasan Kemiskinan - Tantangan bagi Pembangunan Berkelanjutan”. Tema ini dipilih sebagai tindak lanjut dari hasil World Summit on Sustainable Development (WSSD). Dalam memperingatinya tahun ini, KLH menyelenggarakan serangkaian kegiatan antara lain: (a) sosialisasi kepada masyarakat luas baik melalui media cetak, elektronik maupun sosialisasi ke sekolah-sekolah; (b) pembuatan publikasi; (c) diskusi panel membahas mengenai permasalahan taksonomi terkait dengan pemanfaatan ilmu ini di dalam pengelolaan keanekaragaman hayati, tanggal 21 Mei 2003; (d) workshop dan pameran serta dimeriahkan oleh artis-artis yang peduli terhadap lingkungan di Millenium Hotel, tanggal 22 Mei 2003. 3. Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2003

Diawali di Stockholm, Swedia, tahun 1972, Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Manusia menetapkan Deklarasi Stockholm, yang menyerukan perlunya komitmen, pandangan dan prinsip bersama bangsa-bangsa di dunia untuk melindungi kualitas lingkungan hidup dan umat manusia. Kemudian, setiap tahunnya pada tanggal 5 Juni diperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia guna mengingatkan kita semua akan perlunya kerja sama penanganan masalah lingkungan. Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2003 memilih tema: Air, Dua Milyar Penduduk Kesulitan Memperolehnya. Tema ini memperingatkan kepada kita semua untuk membantu menyelamatkan sumber kehidupan dari planet kita – air. Tema ini dipilih sebagai kesepakatan bangsa-bangsa akan arti pentingnya air, maka tahun 2003 ini ditetapkan sebagai Tahun Air Internasional. Secara internasional perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 5 Juni 2003 dengan tema: Water – Two Billion People are Dying for It! diadakan di Beirut, Lebanon. Agenda perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia diselenggarakan oleh berbagai kalangan di seluruh dunia dengan berbagai aktivitas seperti reli sepeda, konser lingkungan, lomba membuat poster, sajak, menanam pohon dan termasuk juga kampanye daur ulang sampah dan kebersihan lingkungan. Di Indonesia, perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia secara nasional akan dipusatkan di Lapangan Monas. Sebagaimana pada perayaan tahun-tahun yang lalu (sejak tahun 1980), Presiden akan memberikan penghargaan Kalpataru kepada mereka baik perorangan maupun kelompok yang berjasa dalam menyelamatkan lingkungan hidup. Penghargaan lingkungan lain juga akan diberikan dalam peringatan tahun ini seperti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dan Program Bangun Praja.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

3

Berbagai kegiatan baik yang diselenggarakan oleh KLH maupun pihak lain, antara lain: a. Puncak peringatan, 5 Juni 2003 di Lapangan Monas b. Pekan Lingkungan Indonesia, 19 – 22 Juni 2003: di Balai Sidang

Jakarta, dengan berbagai kegiatan yaitu: (i) Pameran Lingkungan; (ii) Lomba menggambar dan mewarnai untuk SD; (iii) Lomba cipta jingle untuk SLTA; (iv) Lomba kreativitas kemasan bekas; (v) Lomba baca puisi “Langit Biru”; (vi) Workshop/konferensi.

c. Dharma Wanita KLH, Juni – Juli 2003 akan menyelenggarakan: (i) Seminar dengan Tema: Peran Perempuan dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup, 3 Juni 2003 di KLH; (ii) Bazar dengan tema: Promosi dan Penjualan Produk menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, 3 Juni 2003 di halaman Kantor KLH; (iii) Penghijauan dan Penanaman Pohon, Juni – Juli 2003; (iv) Lomba Lukis Anak, Juli 2003.

d. Forum Danau Indonesia dengan tema “Menjamin kelestarian danau untuk menanggulangi krisis air bersih dan meningkatkan kelestarian lingkungan hidup”, 4 – 5 Juni 2003.

e. Peluncuran Pusat Layanan Informasi Lingkungan yang terdiri dari Perpustakaan Modern, Ruang Audio Visual, Ruang Eksibisi Permanen dan Perpustakaan Keliling, 12 Juni 2003.

4. Peradilan Khusus Lingkungan Hidup a. Pada Tahun Anggaran (TA) 2003, KLH telah berkoordinasi dengan

Mahkamah Agung dalam proses penerbitan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung ke Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi agar kasus lingkungan diselesaikan oleh hakim yang telah mengikuti pendidikan di bidang lingkungan hidup. Pembentukan “Peradilan Lingkungan Hidup” dilakukan melalui terobosan dengan penunjukan Hakim Detasering, yang didukung dengan pendanaan sebesar Rp. 184.000.000,-

b. TA 2004 – 2005, KLH bekersama dengan Mahkamah Agung dan

Departemen Kehakiman dan HAM akan melakukan terobosan pembentukan kamar-kamar lingkungan di Pengadilan Umum di Wilayah Prioritas, yaitu Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan penetapan kasus prioritas. Kegiatan memerlukan dana sebesar Rp. 1.500.000.000,-

c. TA 2006, KLH akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Departemen Kehakiman dan HAM untuk menyusun Draft Akademik guna pembentukan peradilan khusus lingkungan. Kegiatan ini memerlukan dana sebesar Rp. 1.500.000.000,-

d. TA 2007, KLH akan melakukan pembahasan antar departeman tentang

Rancangan Undang-undang (RUU) Peradilan Khusus Lingkungan. Kegiatan ini memerlukan dana sebesar Rp. 2.500.000.000,-

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

4

e. TA 2008, KLH akan melakukan pembahasan RUU Peradilan Khusus di DPR dengan Panitia Kerja dan Panitia Khusus Pembahasan Rancangan Undang-undang. Kegiatan memerlukan dana sebesar Rp. 3.000.000.000,-

5. Koordinasi Penanganan Kerusakan Hutan di Pulau Jawa Dalam upaya penanganan kerusakan hutan di Pulau Jawa, KLH telah melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Terjadinya tanah longsor di Kabupaten Garut diakibatkan adanya kegiatan illegal logging dan penanaman tanaman produktif (tumpang sari) di kawasan hutan lindung sampai kemiringan 45 derajat. Berbagai upaya yang telah dilakukan KLH adalah sebagai berikut: a. Mendorong melaksanakan moratorium se Jawa-Bali dengan Gubernur

Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Timur, Gubernur Banten, Gubernur DI. Yogjakarta, dan Gubernur Bali untuk tidak melakukan penebangan hutan yang tidak terencana dan dan mencegah terjadinya praktek illegal logging serta pelaksanaan reboisasi hutan di Pulau Jawa.

b. Melakukan tindakan hukum kepada pelaku illegal logging di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

6. Pengelolaan Daur Ulang Aki Bekas Dalam rangka mencari penyelesaian masalah usaha pengelolaan aki bekas agar tidak terjadi usaha daur ulang illegal, maka Pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain: a. Membentuk Tim Teknis Penaatan Pola Distribusi Aki Bekas guna

mencari solusi terbaik di dalam menangani permasalahan aki bekas dalam negeri yang melibatkan Kantor Menko Perekonomian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Dalam Negeri, Ditjen Binawas-Depnakertrans dan APLINDO (Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia) dan KLH sendiri. Tim Teknis bertugas untuk: (i) mengkaji supply-demand aki bekas di dalam negeri; (ii) menata pola distribusinya untuk industri daur ulang aki bekas; (iii) mengurangi dampak pencemaran terutama yang ditimbulkan oleh industri kecil pengolah aki bekas illegal; (iv) mengalihkan suplai aki bekas dalam negeri kepada industri daur ulang aki bekas yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilakukan secara optimal. Kerja dari Tim Teknis tersebut diharapkan dalam 3 bulan sudah kelihatan, dimana fokus distribusi aki bekas mengarah pada 3 industri besar yaitu PT. IMLI, PT. Non Ferindo Utama, dan PT. Muhtomas.

b. Menerapkan kebijakan bahwa industri yang mengolah aki bekas tidak menjadi sumber pencemar yaitu memenuhi persyaratan lingkungan,

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

5

dengan disertai pembinaan dari Pemerintah (tanpa harus mendirikan industri baru).

c. Melakukan inventarisasi terhadap industri aki bekas skala kecil yang ada di Indonesia yang diperkirakan mengolah aki bekas lokal sebesar 84.280 ton. Selanjutnya dilakukan program pembinaan agar industri dapat mengolah aki bekas yang memenuhi persyaratan lingkungan, termasuk ditekannya paparan zat pencemar terutama Pb (plumbum, timah hitam) kepada pekerja.

d. Memberikan alternatif bagi industri-industri aki bekas skala kecil yang tidak memenuhi persyaratan lingkungan untuk menjadi pengolah yang dapat memenuhi persyaratan atau sebagai pengumpul aki bekas yang dapat menyalurkan kepada industri yang memenuhi persyaratan lingkungan.

e. Memberlakukan mekanisme pengumpulan aki bekas dalam negeri, sehingga setiap penghasil aki bekas hanya dapat menyerahkan limbah aki bekasnya untuk dikelola oleh industri-industri daur ulang aki bekas yang telah memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk mendukung upaya tersebut, KLH akan meminta Pemerintah Daerah, asosiasi dan industri-industri untuk mendukung dan melaksanakan mekanisme tersebut.

f. Dalam rangka mendukung pemanfaatan aki bekas dalam negeri agar berwawasan lingkungan, pemerintah akan membuat regulasi tentang tata cara dan persyaratan teknis pemanfaatan atau daur ulang aki bekas.

7. Penambangan Emas Tanpa Ijin Langkah konkrit KLH dalam penanganan PETI (Pertambangan Tanpa Ijin) agar memberi sanksi berat kepada pihak yang menjadi aktor utama adalah: a. Mendorong Menko Polkam sebagai penanggung jawab Tim

Penanganan PETI Pusat (TP3 PETI) untuk secepatnya memberantas aktor utama dalam usaha PETI dan beking-beking yang melibatkan oknum-oknum aparat keamanan.

b. Mendorong Kepolisian untuk melakukan penyidikan tentang terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan akibat kegiatan PETI dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

c. Mendorong Departemen/Dinas Perhubungan dan Bea Cukai untuk menertibkan keluarnya batubara serta menutup pelabuhan-pelabuhan liar yang digunakan untuk pengangkutan keluar.

d. Mendorong Departemen ESDM dan Pemerintah Daerah yang mengeluarkan izin kuasa penambangan untuk secepatnya menertibkan penambang. Hal ini disebabkan karena masih banyak perusahaan yang berizin namun melakukan penambangan pada lokasi yang bukan miliknya.

e. KLH akan mengirimkan PPNS LH untuk melakukan penyidikan terhadap Penambangan Tanpa Izin.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

6

f. Khusus untuk PETI Batubara di Kabupaten Kotabaru akan direncanakan pencanangan Penghentian Pelaku PETI. Dalam hal ini Bupati Kabupaten Kotabaru yang akan menjadi peran utama.

8. Status Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan

(Per tanggal 1 Mei 2003)

a. RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (RUU PSDA).

i. Kegiatan penyusunan RUU PSDA sampai saat ini masih terus dilakukan secara intensif sesuai dengan jadual yang disepakati antara pihak-pihak terkait. Pembahasan RUU PSDA dilakukan secara simultan dengan pembahasan lain melalui Focus Discussion Group (FDG) yang melibatkan para ahli antara lain dalam forum bioregion, forum bisnis dan forum ekonomi. Untuk forum dengan masyarakat adat sedang diatur jadualnya, kegiatan ini dikoordinasikan oleh LSM yang terlibat dalam penyusunan RUU PSDA (Yayasan KEHATI) dan HUMA (Hukum Masyarakat). Semua masukan tersebut termasuk hasil konsultasi publik selanjutnya dianalisis oleh tim sebagai bahan penyempurnaan RUU PSDA.

ii. KLH sampai saat ini telah menerima masukan tertulis untuk

penyempurnaan RUU PSDA dari 11 instansi (Ditjen Potensi Pertahanan-Dephankam, Depkes, Kementeran Ristek, Dep. Pertanian, Dep. Kehutanan, Menko Kesra, Deperindag, DKP, Kementerian PPKTI, Depdagri, dan BPHN). Berdasarkan masukan tertulis tersebut pada tanggal 22-23 April 2003 dibahas oleh Tim Inti dan Tim Teknis. Selain masukan tertulis, dalam setiap pertemuan dengan wakil antardep, semua masukan secara lisan direkam oleh Sekretariat. Namun, untuk sementara ini perbaikan RUU baru menggunakan masukan yang disampaikan secara tertulis, karena hal ini dapat dijadikan pegangan yang otentik.

iii. Pada tanggal 29-30 April 2003 telah dilakukan pembahasan antardep

secara lebih mendalam. Dari pembahasan tersebut telah dihasilkan beberapa perubahan dalam RUU PSDA. Hasil antardep tersebut pada tanggal 18 Mei 2003 ditata kembali oleh Tim Inti dan Tim Teknis. Hasil perbaikannya selanjutnya menjadi bahan pembahasan antardep pada tanggal 23-24 Mei 2003.

iv. Pembahasan antardep yang dilakukan tanggal 29-30 April 2003 yang

lalu setidaknya secara prinsip beberapa substansinya + 20 pasal dari 43 pasal telah disepakati dan 10 pasal ditunda. Pasal yang ditunda pembahasannya antara lain adalah pengaturan masalah bioregion, masyarakat adat, dan Dewan Nasional Pembangunan Berkelanjutan. Penundaan ini dimaksudkan agar tim mempunyai argumentasi yang kuat untuk tetap mempertahankan konsep tersebut.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

7

v. Status terakhir RUU PSDA hasil pembahasan antardep tanggal 29-30

April 2003 telah disampaikan kepada Pimpinan Komisi VIII DPR-RI dengan tembusan kepada Ketua Kaukus Lingkungan melalui surat Menteri Negara LH Nomor: B-2348/MENLH/5/2003 tanggal 22 Mei 2003.

b. RUU Pemanfaatan dan Pelestarian Sumber Daya Genetik (RUU PPSDG).

i. Izin prakarsa penyusunan RUU PPSDG telah disetujui oleh Presiden

berdasarkan surat Nomor: B-417 tertanggal 17 Desember 2002 yang ditandatangani oleh Sekretaris Negara.

ii. Menurut rencana pada bulan Juli 2003 akan dimulai pembahasan

antardep tentang RUU PPSDG.

c. RPP Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.

i. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik direncanakan pembahasan antardepnya akan dilakukan pada bulan Juni 2003 dan diharapkan akan diserahkan kepada Presiden pada tahun ini untuk disahkan menjadi Peraturan Pemerintah.

ii. Dalam proses penyusunan RPP ini KLH bekerjasama dengan

Departemen Pertanian dan melibatkan beberapa pakar.

d. Rancangan Keppres tentang Penanggulangan Keadaan Darurat

Tumpahan Minyak Di Laut.

i. Pada tanggal 17 Pebruari 2003 Sekretariat Negara telah mengundang KLH untuk membahas Rancangan Keppres tersebut. Dari hasil pembahasan, Sekretariat Negara minta agar dilakukan beberapa perbaikan terhadap isi Rancangan Keppres tersebut dengan memperhatikan: (1) karena sifatnya darurat maka perlu cepat, tepat dan terkoordinasi serta tidak tunduk pada pendekatan batas wilayah administratif; (2) fokus Rancangan Keppres tidak mengkaitkan tindakan pemulihan karena pemulihan sifat penanggulangannya tidak termasuk darurat; (3) perlu adanya konsistensi dalam beberapa perumusan normanya.

ii. Pada tanggal 24-25 April 2003 diadakan pembahasan dengan sektor

terkait untuk membicarakan masukan dari Sekretariat Negara. Hasil kesepakatan rapat tersebut telah dituangkan menjadi Rancangan. Keppres.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

8

iii. Dengan surat Menteri Negara LH Nomor: B-2347/MENLH/5/2003

tanggal 22 Mei 2003 Rancangan Keppres tersebut telah dikirimkan kembali kepada Sekretariat negara guna proses lebih lanjut.

9 Perdagangan Pasir Timah Berkaitan dengan perdagangan pasir timah ke Singapura dan pemanfaatan bekas penambangannya serta revisi Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, disampaikan informasi sebagai berikut: a. Selain timah, pasir timah juga mengandung batuan yang mengandung

unsur radioaktif, yaitu batuan Monazit dan Ilmenite. Kedua batuan radioaktif yang dihasilkan dari penambangan yang dilakukan oleh PT. Timah Tbk. dan PT. Kobatin selama ini belum dapat dimanfaatkan dan disimpan pada tempat dengan pengamanan khusus di bawah pengawasan Badan Tenaga Nuklir Nasional. Kedua perusahaan telah mencoba untuk memasarkan batuan aktif tersebut, dan telah ada negara yang bersedia untuk membeli, namun karena jumlahnya masih sedikit, kedua batuan tersebut belum dapat diekspor.

b. Saat ini di Propinsi Bangka Belitung terdapat 887 lubang bekas

penambangan pasir timah (kolong), dengan luas 11.712,65 Ha, yang terdiri dari Pulau Bangka 544 kolong dengan luas 1.035,51 Ha dan Pulau Belitung sebanyak 343 kolong dengan luas 677,14 Ha. Luas kolong tersebut mencapai 0,10% dari luas Pulau Bangka dan Belitung. Pada umumnya kolong-kolong pasca penambangan timah telah dimanfaatkan penduduk untuk MCK dan kebutuhan air minum. Pemanfaatan ini umumnya terjadi pada musim kemarau yang panjang. Pada prinsipnya kolong dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

i. Pengembangan perikanan; ii. Pengembangan untuk kegiatan sehari-hari (MCK dan sumber air

minum); iii. Rekreasi (pemancingan, olahraga air dll).

Namun permasalahan yang dihadapai masyarakat dalam pemanfaatan kolong pasca penambangan timah di wilayah Bangka Belitung adalah kontinuitas pakan, kontinuitas bibit dan pemasaran. Selain itu masyarakat Bangka Belitung belum terbiasa mengkonsumsi ikan tawar, karena mereka lebih menyukai ikan laut. Kolong yang dapat dimanfaatkan pada umumnya kolong-kolong tua. Air kolong baru pada umumya bersifat asam sehingga tidak produktif dikembangkan untuk perikanan. c. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

443/MPP/Kep/5/2002 tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/12/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Eksport Sebagaimana Telah Diubah Beberapa Kali Terakhir Dengan Keputusan Menteri Perindustrian Dan

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

9

Perdagangan Nomor 57/MPP/Kep/1/2002, bijih timah dan pekatannya merupakan salah satu jenis barang yang dilarang diekspor. Larangan ekspor bijih timah tersebut berlaku mulai 1 Juli 2002.

10. Industri Kecil Dalam rangka pembinaan terhadap industri rakyat yang kegiatan usahanya berdampak terhadap lingkungan, KLH telah dan sedang melakukan serangkaian kegiatan terhadap industri rakyat tersebut, antara lain: a. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha kecil yang berpotensi

mencemari lingkungan dan memberikan bimbingan untuk mengatasi pencemaran dan mengurangi limbah yang dihasilkan antara lain: (i) menganjurkan untuk menerapkan produksi bersih; (ii) memanfaatkan kembali limbah (misalnya merecovery chrom untuk kegiatan penyamakan kulit di Garut dan Magetan, memanfaatkan air kelapa sebagai limbah dari kegiatan pembuatan tepung kelapa menjadi nata de coco di Sulawesi Utara).

b. Bekerjasama dengan Pemerintah Daerah melakukan pengendalian pencemaran melalui:

i. Merehabilitasi instalasi pengolahan limbah yang rusak/tidak berfungsi di beberapa kabupaten seperti di Kabupaten Garut untuk kegiatan penyamakan kulit, di Kabupaten Tasikmalaya untuk kegiatan sarung bantal dari kantung terigu, dan di Kabupaten Pati untuk perbaikan saluran pembuangan limbah.

ii. Membangun sarana pengolahan limbah seperti di Kabupaten Sidoarjo untuk kegiatan industri kecil elektroplating, sarana penjemuran limbah tapioka di Kabupaten Batang, serta IPAL (instalasi pengolaham air limbah) limbah tahu di Kabupaten Sumedang.

c. Melakukan pemetaan dan pembuatan basisdata terhadap kegiatan

usaha kecil yang berpotensi mencemari lingkungan untuk Pulau Jawa (tahun 2002) dan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi (2003), Maluku dan Papua (2004).

Informasi ini dapat diakses secara online melalui website Kementerian Lingkungan Hidup, www.menlh.go.id. 11. Tailing PT. Freeport Indonesia Khusus berkaitan dengan upaya–upaya pengelolaan tailing PT. Freeport Indonesia, telah disiapkan konsep Keputusan Menteri Negara LH tentang penyempurnaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) PT. Freeport Indonesia, yang memuat antara lain: a. Penetapan batas wilayah Daerah Pengendapan Ajkwa (DPA) tidak boleh

melebihi areal seluas 230 km2;

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

10

b. Penetapan batas maksimal untuk parameter padatan tersuspensi (TSS) dari tailing yang boleh keluar dari wilayah DPA ke lingkungan estuari;

c. Penetapan titik-titik pemantauan terhadap ketentuan batas maksimal TSS;

d. Penetapan persyaratan RKL DPA pasca tambang. 12. Program Penilaian Peringkat Kinerja Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) merupakan salah satu upaya yang dilakukan KLH untuk mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Prinsip dasar pelaksanaan PROPER adalah mendorong perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui insentif citra/reputasi (peringkat emas dan hijau) bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan yang baik dan disinsentif citra/reputasi (peringkat merah dan hitam) bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan yang buruk. Penilaian kinerja meliputi berbagai aspek, antara lain: penaatan perizinan, pengendalian pencemaran (tanah, air, udara dan B3), sistem manajemen lingkungan dan community development. Selain insentif dan disinsentif yang diperoleh perusahaan, hasil penilaian PROPER pada akhirnya merupakan ulasan terhadap efektivitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan yang telah dilakukan pemerintah saat ini. Secara tidak langsung PROPER dapat menjadi indikator kinerja pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya, PROPER menerapkan prinsip-prinsip Good Environmental Governance (GEG) yang memuat antara lain transparansi, fairness, partisipasi dari multistakeholder dan akuntabel. Tujuan PROPER adalah: a. Meningkatkan komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian

lingkungan; b. Meningkatkan kesadaran perusahaan untuk mentaati peraturan

perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; c. Mengurangi dampak negatif kegiatan perusahaan terhadap lingkungan; d. Mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan; e. Meningkatkan kepedulian perusahaan terhadap reputasi/citra

perusahaannya. Sasaran PROPER adalah: a. Mendorong perusahaan untuk mentaati peraturan perundang-undangan

melalui instrumen insentif dan disinsentif reputasi/citra perusahaan; b. Mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk

menerapkan produksi bersih; c. Menurunnya beban pencemaran pada media lingkungan penerima,

untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Tolok Ukur Keberhasilan: a. Menurunnya beban pencemaran terhadap lingkungan;

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

11

b. Menurunnya kasus pencemaran & kerusakan lingkungan; c. Meningkatnya kualitas lingkungan; d. Meningkatnya jumlah perusahaan yang mentaati peraturan lingkungan; e. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja perusahaan. Pelaksanaan PROPER dilandasi peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, antara lain: a. Undang–Undang (UU) No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup; b. Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara; c. PP. No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun, jo PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan atas PP No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

d. PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

e. PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut;

f. PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;

g. PP. No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; beserta peraturan pelaksananya.

PROPER merupakan kegiatan untuk mendukung program penaatan dari sumber-sumber institusi seperti perusahaan swasta, BUMN serta institusi pemerintah yang kegiatannya berpotensi menurunkan kualitas lingkungan. PROPER merupakan instrumen non hukum dalam rangka penaatan sumber-sumber institusi. Melalui PROPER diharapkan institusi-institusi tersebut mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya yang berkaitan dengan lingkungan. Kegiatan PROPER pada tahun 2002 dilakukan terhadap pabrik gula dan industri kelapa sawit. Jumlah industri yang diikutsertakan dalam PROPER berjumlah 14 industri terdiri dari 8 pabrik gula dan 6 industri kelapa sawit yang berada di Provinsi Riau, Lampung dan Jawa Timur, dengan perincian sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1: Daftar Industri Peserta PROPER Tahun 2002

No. Jenis Industri Nama Industri Provinsi

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

12

1 Gula PG Kebon Agung Jatim 2 Gula PG Krebet Baru Jatim 3 Gula PG Lestari Jatim 4 Gula PG Mrican Jatim 5 Gula PT. Gula Putih Mataram Lampung 6 Gula PT. Sweet Indo Lampung Lampung 7 Gula PT. Indo Lampung Perkasa Lampung 8 Gula PT. Gunung Madu Plantation Lampung 9 Kelapa Sawit PT. Sari Lembah Subur Riau 10 Kelapa Sawit PT. Tunggal Perkasa Plantation Riau 11 Kelapa sawit PTPN V Trantam Riau 12 Kelapa Sawit PTPN V Tandum Riau 13 Kelapa Sawit PT. Tunas Baru Lampung Lampung 14 Kelapa sawit PTPN VII Unit Rejosari Lampung

Hasil dari penilaian tersebut masih dalam pembahasan Dewan PROPER untuk menyimpulkan peringkat akhir dari masing-masing industri. Dalam TA 2003 kegiatan penilaian PROPER industri pertanian dan kehutanan ini dilaksanakan pada 60 industri terdiri dari 12 industri gula, 8 industri plywood, 9 industri HTI, 5 industri pestisida, 6 industri karet, 4 industri tapioka dan 16 industri kelapa sawit. Secara detil industri Proper yang akan dimulai pada TA 2003 disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2: Daftar Industri Peserta PROPER Tahun 2003

No Kota/Provinsi Jumlah Industri

Jenis Industri

1 Surabaya 5 Gula (4), Plywood (1) 2 Semarang 6 Gula (2), HTI(1), Plywood (1),

Pestisida (2) 3 Yogyakarta 1 Gula (1) 4 Bandung 4 Gula (1), Pestisida (3) 5 Serang 1 Plywood (1) 6 Lampung 12 Gula (4), Sawit (3), Karet (2), Tapioka

(3) 7 Palembang 4 Sawit (1), Karet (1), Tapioka (1), HTI

(1) 8 Jambi 4 Sawit (2), Karet (1), HTI (1) 9 Pekanbaru 10 Sawit (4), Karet (2), Plywood (2), HTI

(2) 10 Medan 5 Sawit (4), HTI (1) 11 Pontianak 2 Plywood (1), HTI (1) 12 Banjarmasin 3 Sawit (1), Plywood (1), HTI (1) 13 Samarinda 3 Sawit (1), Plywood (1), HTI (1) 60

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

13

Industri-industri yang dinilai pada tahun 2002 akan dinilai kembali pada tahun 2003 sehingga dapat diketahui peringkat dan kecenderungan pengelolaan lingkungan industri tersebut. Kegiatan PROPER yang dilaksanakan oleh KLH dalam beberapa tahun terakhir ini hanya merupakan inisiasi bagi kegiatan PROPER yang akan dilaksanakan di masing-masing daerah. Sedangkan pengawasan pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) yang terintegrasi dengan kegiatan PROPER tersebut masih menjadi kewenangan KLH. Dengan adanya PROPER, diharapkan industri-industri secara proaktif meningkatkan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat menurunkan tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan industri pertanian dan kehutanan. 13. Ladia Galaska Perkembangan penanganan yang dilakukan KLH: Pada tanggal 13 Mei 2003 telah diadakan pertemuan koordinasi yang melibatkan Komisi VIII DPR RI, Departemen Kehutanan, Bappenas, Depdagri, dan beberapa LSM (SKEPHI, WALHI, WWF, ICEL, JARI Indonesia, KOPHALINDO, ICW dan Unit Manajemen Leuser). Pada pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan antara lain: a. DPR: Komisi VIII DPR RI akan melakukan koordinasi dengan Komisi III

DPR RI berkaitan dengan pembangunan jalan Ladia Galaska; b. KLH: Menteri Negara LH melakukan koordinasi dengan Menteri-menteri

terkait lainnya (Dephut, Kimpraswil, Depdagri, Bapenas dan Menko Perekonomian) dan diharapkan berperan aktif dalam sidang-sidang kabinet;

c. LSM: akan melanjutkan persiapan tindakan hukum terhadap pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam kaitan dengan pembangunan jalan Ladia Galaska, Menteri Negara LH mendapat dukungan dari LSM Internasional yang dikirim melalui elektronik mail sebanyak 7284 (per 23 Mei 2003) yang isinya mendukung penolakan pembangunan jalan yang melintasi Taman Nasional Gunung Leuser. 14. Impor dan Penanaman Bibit Transgenik

Dalam pengawasan dampak lingkungan yang terjadi berkenaan dengan impor dan penanaman bibit transgenik, KLH telah menyiapkan beberapa perangkat peraturan, yaitu: a. RPP tentang Keamanan Produk Rekayasa Genetik. Saat ini telah

sampai pada proses pembahasan Panitia Antar Departemen. Dalam RPP tersebut tercakup pengaturan berkenaan dengan impor maupun

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

14

penanaman produk transgenik. RPP tersebut juga sudah disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan dan juga anggota Kaukus Lingkungan Hidup Komisi VIII DPR;

b. Pedoman Pengkajian Keamanan Produk Rekayasa Genetik yang terdiri dari lima seri, yaitu: Seri Umum, Tanaman, Hewan, Jasad Renik, Ikan, dan Pangan. Dalam pedoman ini diuraikan mengenai tata cara risk assessment dan risk management yang harus dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai status aman hayati/aman pangan/aman pakan bagi produk transgenik yang akan dilepas di pasaran. Saat ini pedoman tersebut sedang dalam proses penyempurnaan.

15. Program Bangun Praja Bagi pemerintah daerah, upaya mewujudkan Good Environmental Governance (GEG), yang merupakan bagian penting dari pencapaian good governance, merupakan pekerjaan yang tidak ringan, karena kendati dalam era otonomi daerah sekarang ini pemda memiliki kewenangan yang lebih luas dalam menetapkan dan melaksanakan pembangunan, namun tantangan yang dihadapinya sangat besar. Di satu sisi tuntutan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan telah menjadi komitmen global, namun di sisi lain tekanan untuk meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) juga semakin besar. Seringkali terjadi kedua masalah tersebut saling berbenturan, sehingga perlu ditingkatkan kapasitas lingkungan hidup di daerah melalui kemitraan kerja antara KLH dengan pemerintah daerah, antara lain melalui Program Bangun Praja. Program ini bertujuan mendorong Pemerintah Daerah Kota atau Kabupaten memberikan perhatian penuh kepada isu-isu penting di bidang lingkungan hidup dalam upaya mewujudkan kota yang clean and green dalam arti sebenarnya. Melalui program ini diharapkan Pemerintah Daerah lebih serius dalam mengelola lingkungan dengan mengembangkan asas-asas transparansi, akuntabilitas dan partisipasi. Program Bangun Praja yang dicanangkan pada tanggal 5 Juni 2002 di Denpasar, Bali, merupakan salah satu program strategis KLH dalam upayanya mewujudkan pemerintahan yang baik di bidang pengelolaan lingkungan hidup (Good Environmental Governance) atau yang disebut dengan Tata Praja Lingkungan. Pada periode tahun 2002-2003 ini, program Bangun Praja diikuti sebanyak 59 Kota dan Kabupaten dengan klasifikasi 11 kota metropolitan, 11 kota besar, 22 kota sedang dan 15 kota kecil. Pada tahun berikutnya peserta program ini dipastikan akan meningkat menjadi sedikitnya 100 kota. Keiikutsertaan peserta program ini adalah sukarela.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

15

II. JAWABAN ATAS PERTANYAAN KOMISI VIII DPR RI Pertanyaan: 1. Berapa besarnya anggaran rutin untuk sub sektor SDA dan

lingkungan hidup yang dibebankan dalam RAPBN 2004? Dan berapa persentase kenaikan anggaran rutin tersebut dibandingkan realisasinya tahun 2002?

Jawaban: Besarnya anggaran rutin untuk sub sektor Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (SDA dan LH) yang dibebankan dalam RAPBN Tahun 2004 sebesar Rp. 26.198.900.734,- (dua puluh enam milyar seratus sembilan puluh delapan juta sembilan ratus ribu tujuh ratus tiga puluh empat rupiah). Presentasi kenaikan anggaran rutin tersebut sebesar 48% dibandingkan realisasi Tahun 2002 sebesar Rp. 17.650.845.491,- (tujuh belas milyar enam ratus lima puluh juta delapan ratus empat puluh lima ribu empat ratus sembilan puluh satu rupiah). Perbandingan realisasi anggaran SDA dan LH Tahun 2002 dengan DUK SDA dan LH Tahun 2004 sebagai berikut:

Tabel 3

NO. KODE MATA ANGGARAN REALISASI DUK KENAIKANMA KEGIATAN 2002 2004 %

1 5110 Belanja pegawai 9,595,666,791 11,881,460,458 24%2 5210 Keperluan sehari-hari perkantoran 487,449,016 814,851,516 67%3 5220 Inventaris kantor 276,458,825 828,149,000 200%4 5230 Langganan daya dan jasa 1,641,286,009 3,348,828,000 104%5 5250 Balanja barang Lainnya 1,788,261,964 2,889,447,760 62%6 5310 Pemeliharaan Kantor 394,954,861 846,716,000 114%7 5320 Pemeliharaan 30,400,000 0%8 5330 Pemeliharaan Kendaraan 242,881,625 619,071,000 155%9 5350 Pemeliharaan lainnya 144,682,100 477,911,000 230%10 5410 Perjalanan dinas 3,079,204,300 4,462,066,000 45%

Jumlah 17,650,845,491 26,198,900,734 48%

Pertanyaan: 2. Berapa besar estimasi (rencana) alokasi anggaran pembangunan

untuk sub-sektor SDA dan Lingkungan Hidup dalam RAPBN 2004? Berapa besar prosentasi kenaikannya dibanding realisasi tahun 2002? Berapa besar perkembangan daya serap (realisasi) anggaran

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

16

pembangunan sub-sektor SDA dan Lingkungan Hidup APBN 2003 sedang berjalan? Apa prioritas program dan proyek pelestarian Lingkungan Hidup di seluruh Indonesia pada tahun 2004 mendatang khususnya yang didanai oleh pinjaman luar negeri?

Jawaban: SDA mempunyai peranan sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari besarnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari SDA mempunyai kontribusi terbesar. Pada TA 2003 PNBP yang berasal dari SDA sebesar 73,9% dari total PNBP. Selain dari pada itu SDA mampu memberikan kontribusi terhadap PDB sekitar 30% dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 57% dari total angkatan kerja. Namun demikian pentingnya SDA dalam perekonomian tersebut belum diimbangi dengan upaya pelestarian yang tercermin dari kecilnya anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan SDA dan LH yang hanya < 1% untuk revenue (PNBP) atau hanya berkisar 1 - 1,5% dari total anggaran pembangunan. Besarnya anggaran pembangunan untuk pengelolaan lingkungan hidup yang dialokasikan di KLH antara tahun 2001-2003 berturut-turut adalah 50,1 milyar, 70,8 milyar dan 98,99 milyar. Sementara itu total anggaran pembangunan untuk subsektor SDA dan LH yang dialokasikan untuk seluruh sektor terkait pada tahun-tahun yang sama berturut-turut adalah 115,9 milyar, 164,850 milyar dan 183,65 milyar. Apabila dibandingkan dengan total anggaran pembangunan yaitu bidang ekonomi dan sosial maka anggaran subsektor SDA dan LH sangat kecil sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. Perbandingan (%) Anggaran Pembangunan untuk Subsektor SDA dan LH dengan sektor lainnya

Tabel 4

Tahun Bidang/Sektor 2001 2002 2003

SDA dan LH Ekonomi Sosial Lainnya

1,18 % 49,76 % 38,56 % 10,51 %

1,25 % 45,12 % 36,37 % 17,26 %

0,73 % 40,67 % 40,26 % 18,34 %

Total 100 % 100 % 100 % Berdasarkan tabel di atas memperlihatkan adanya ketidak seimbangan komposisi anggaran antara sektor-sektor SDA dan LH, Ekonomi serta Sosial yang kesemuanya adalah merupakan pilar-pilar pembangunan berkelanjutan sesuai hasil WSSD.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

17

Pasal 10 UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan, bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan. Amanat undang-undang tersebut menunjukkan bahwa daerah selain berwenang mengelola SDA juga bertanggung jawab memelihara kelestariannya. Namun demikian data menunjukkan bahwa kerusakan SDA malah semakin besar. Sebagai ilustrasi rata-rata kerusakan hutan per tahun pada tahun-tahun 1970-an, 1980-an, dan 1990-an, berturut-turut adalah 300 ribu ha, 800 ribu ha, dan 1 juta ha, sedangkan pada periode 1998 - 2000 (periode reformasi) meningkat secara dramatis menjadi sekitar 2,5 juta ha per tahun. Disamping masalah lemahnya penegakan hukum dan pengawasan, salah satu penyebabnya adalah masih belum memadainya komitmen pemerintah daerah terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang tercermin dalam alokasi anggaran pembangunan Sektor SDA dan LH yang hanya sekitar 3% dari total anggaran pembangunan daerah serta belum berfungsinya koordinasi pengelolaan lingkungan lintas wilayah baik antar provinsi maupun antar kabupaten/kota. Selain dari itu, dalam rangka penerapan pokok-pokok kebijakan dan komitmen yang telah dicapai dalam WSSD di Johannesburg beberapa waktu yang lalu, perlu upaya untuk mengantisipasi agar pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan lebih baik serta seimbang dengan bidang sosial dan ekonomi dengan mengubah porsi anggaran SDA dan LH dari sekitar 1% dari total anggaran pembangunan menjadi 3 - 4% dari total anggaran pembangunan. Kenaikan anggaran ini antara lain akan dialokasikan di daerah dalam rangka menerapkan asas dekonsentrasi maupun asas pembantuan. Di antara berbagai permasalahan SDA dan LH, banyak persoalan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan pemerintah tetapi lokasinya berada di daerah maupun lintas daerah. Dalam keadaan yang demikian ini maka penerapan asas dekonsentrasi maupun asas pembantuan dalam pengelolaan lingkungan hidup menjadi penting dan mendesak. Dalam era otonomi sudah waktunya daerah diberikan peran yang lebih banyak dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup yaitu dengan memberikan dana dekonsentrasi maupun pembantuan selain dari Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk dapat melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dengan lebih baik. Sementara itu untuk tahun 2004 estimasi anggaran KLH adalah sebesar Rp. 150,5 Milyar dengan rincian sebagai berikut:

a. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi SDA dan LH

Rp. 13,5 M; b. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan Konservasi Dan

Rehabilitasi Sumber Daya Alam Rp. 4,4 M; c. Program Pencegahan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup

Rp. 49,1 M;

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

18

d. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum dalam Pengelolaan SDA & Pelestarian LH Rp. 51,4 M;

e. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan SDA dan Pelestarian LH Rp. 24,1 M.

Persentasi kenaikan anggaran TA 2004 dibandingkan dengan realisasi TA 2002 sebesar Rp.68,633,661,000 adalah 118,5%. Bila dibandingkan dengan pagu anggaran TA 2003, persentasi kenaikan anggaran 2004 adalah 52%. Rincian kenaikan adalah sebagaimana tabel berikut:

Tabel 5: Perbandingan Anggaran Tahun 2002-2004

2002 2003 2004 DIP

(Juta) Realisasi

(Juta) (%) DIP

(Juta) Kenaikan

(%) Realisasi

(%)/ 21 Mei

DUP (Juta)

% %

71,218,907 68,633,661

96.37 98.921.750 44 13,47 150.000 52 118,5

Realisasi anggaran TA 2003 sampai 21 Mei 2003 adalah Rp.11.574.867.207 dari pagu DIP sebesar Rp. 98.921.750.000 atau sebesar 13,47% dari total anggaran. Besarnya realisasi ini cukup wajar mengingat bahwa sebagian besar DIP KLH baru cair pada pertengahan April 2003. Realisasi ini telah sesuai dengan rencana penyerapan anggaran per bulan.

Di samping itu prioritas program dan proyek pelestarian lingkungan hidup di seluruh Indonesia pada tahun 2004 mendatang khusus yang didanai melalui pinjaman luar negeri adalah: a. West Java Environmental Management Program (WJEMP) Kegiatan ini dibiayai dari dana Bank Dunia sebesar US$ 2 juta dan hibah dari GEF sebesar US$ 10 juta, dengan kegiatan: (i) peningkatan kepedulian masyarakat perkotaan; (ii) pengelolaan limbah domestik pada 14 kabupaten/kota di Jawa Bagian Barat; (iii) pembentukan model pembuatan limbah rumah sakit di Kabupaten Serang dan (iv) pembuatan model deteksi dini di lingkungan industri. b. Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap II. Penyaluran kredit kepada industri dalam pengadaan peralatan pengelolaan limbah bantuan Pemerintah Jerman sebesar EU 9 juta melalui KfW. Pertanyaan: 3. Problema banjir di kawasan perkotan bukan hanya ditimbulkan

oleh aktivitas di hulu. Penduduk yang tinggal di sektiar bantaran

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

19

sungai juga ikut memberikan kontribusi terhadap problema merosotnya daya dukung lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Kegitan apa yang akan dilakukan dalam upaya pencegahan banjir di daerah perkotaan? Dan berapa estimasi anggaran untuk sektor lingkungannya yang dibebankan dalam RAPBN 2004?

Jawaban: Salah satu penyebab banjir di perkotaan terutama pada musim hujan adalah tersumbatnya saluran pembuangan/draenase oleh sampah. Dalam upaya pencegahan banjir yang disebabkan oleh sampah maka kegiatan yang akan dilakukan adalah: a. Melakukan pembinaan melalui sosialisasi peningkatan rasa kepedulian

masyarakat terhadap permasalah sampah di sekitar kali (Misal, Sungai Ciliwung);

b. Melakukan sosialisasi pengelolaan sampah dari sumbernya; c. Peningkatan kemampuan dan kemauan masyarakat dalam

mengantisipasi kejadian banjir; d. Menyusun peraturan perundang-undangan tentang persampahan (Draft

Akademis); e. Melakukan Program WJEMP (West Java Environmental Management

Project) yang didanai oleh bank dunia/GEF untuk subsidi produksi kompos untuk mengurangi volume sampah;

f. Meningkatkan pengelolaan ruang terbuka hijau untuk tercapainya penataan ruang yang ideal;

g. Menyusun peraturan yang mengatur mekanisme koordinasi (SOP) sebelum, saat dan pasca banjir;

h. Mendorong pelaksanaan kerjasama antar daerah di dalam early warning.

i. Mendorong peningkatan good governance; j. Membantu, mendorong dan mendukung Pemerintah Daerah melakukan

pembenahan tata ruang; k. Melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang dan

AMDAL; l. Mendorong melakukan normalisasi sungai dan pembangunan situ-situ; m. Mendorong penertiban permukiman di bantaran sungai; n. Mendorong pembenahan dan pembangunan prasarana metropolitan

(drainase, air bersih, jalan, dll.). Pertanyaan:

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

20

4. Program apa saja yang menjadi prioritas Kementerian Lingkungan Hidup dalam menanggulangi dampak lingkungan? Berapa besar anggaran yang dibebankan dalam RAPBN 2004?

Jawaban: Dalam upaya penanggulangan dampak lingkungan, program yang menjadi prioritas KLH adalah: a. Mendorong pemerintah daerah untuk menjadi peka dan tanggap

terhadap permasalahan lingkungan; b. Memberdayakan masyarakat untuk mampu secara aktif melakukan

tuntutan terhadap lingkungan yang bersih dan sehat; c. Mendorong pemerintah daerah untuk menjadi peka dan tanggap

terhadap permasalahan lingkungan; d. Memberdayakan masyarakat untuk mampu secara aktif melakukan

tuntutan terhadap lingkungan yang bersih dan sehat; e. Meningkatkan penaatan terhadap peraturan perundang-undangan

pada sumber-sumber institusi maupun non institusi yang kegiatannya berpotensi menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan, dan

f. Melestarikan lingkungan alam. Untuk melaksanakan hal tersebut KLH telah merumuskan 7 program yang terdiri atas 5 program utama dan 2 program pendukung yaitu: Program Utama terdiri dari: a. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah untuk Menyelenggarakan

Tata Praja Lingkungan; b. Pemberdayaan Masyarakat (Warga Madani); c. Penaatan dari Sumber-sumber Institusi; d. Penaatan dari Sumber-sumber Non Institusi; e. Pelestarian Lingkungan Alam. Sedangkan Program Pendukung terdiri dari: a. Pengembangan Kelembagaan; dan b. Pengembangan Sistem Komunikasi dan Informasi. Besarnya anggaran yang akan dilokasikan untuk pembiayaan program-program tersebut di atas pada TA 2004 sampai saat ini sedang dalam proses penghitungan. Berdasarkan pengalaman menunjukkan bahwa plafon anggaran yang ditetapkan mengalami kenaikan sekitar 20 - 30% dibandingkan anggaran tahun berjalan (tahun 2003). Berdasarkan hal tersebut diperkirakan plafon anggaran untuk KLH pada TA 2004 berkisar antara Rp 120 – 130 milyar. Namun demikian mengingat bahwa pada TA 2004 kami akan mulai melaksanakan asas dekonsentrasi/asas pembantuan dengan cara mengalokasikan dana untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di daerah maka diperlukan tambahan anggaran yang pengelolaannya ada di daerah.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

21

Sementara itu, beberapa program prioritas yang berlanjut dalam penanggulangan dampak lingkungan antara lain: a. Pemulihan kualitas lingkungan; b. Pemulihan nasib masyarakat yang terkena dampak pencemaran dan

kerusakan lingkungan; c. Peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat kecil di daerah yang

terkena dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan seperti masyarakat di sekitar Kali Banger; Bantar Gebang dan Kedung Ombo;

d. Penghijauan dengan pendekatan investasi tidak sebagai proyek dalam rangka mengurangi luas lahan kritis;

e. Penanggulangan illegal logging; f. Penanggulangan dan pemulihan dampak banjir; g. Penanggulangan dampak kebakaran hutan. Untuk itu, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan di atas pada TA 2004 diperkirakan sebesar Rp. 60 Milyar. Pertanyaan: 5. Dari laporan kerja ke daerah-daerah pada Bapedalda tingkat

Propinsi Kabupaten/Kota terdapat sangat kurang tenaga penyidik lingkungan. Dalam upaya mengurangi tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan apa upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka menyiapkan sumber daya penyidik lingkungan.

Jawaban: KLH telah melakukan upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia terutama untuk aparat penegak hukum lingkungan baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain: a. Mendidik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup (PPNS LH)

sebanyak 136 orang yang tersebar di berbagai Propinsi dan Kabupaten/Kota.

b. Bekerjasama dengan Mabes Polri, pada tahun 2003 akan melaksanakan pelatihan dan pendidikan PPNS LH Eksekutif bagi eselon II dan III sebanyak 30 orang.

c. Bekerjasama dengan Mabes Polri, pada tahun 2003 ini akan melaksanakan pelatihan PPNS LH Reguler untuk tingkat Pusat dan Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota. Kendala yang dihadapi dalam penyiapan PPNS LH selama ini adalah, bahwa pelatihan dan pendidikan PPNS LH tidak bisa dilakukan di tingkat Polda tetapi harus di Mabes Polri, sehingga jumlah PPNS LH yang dididik terbatas per tahunnya dan membutuhkan biaya lebih besar.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

22

d. Pendidikan dan pelatihan bagi penyidik lingkungan. Catatan: Pendidikan ini kurang mendapat respon dari daerah karena terlalu lama harus meninggalkan tugas (± 2 bulan). Sedangkan sumber daya manusia yang ada terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan pembicaraan dengan pihak Polri untuk meninjau kurikulum Diklat termasuk lama penyelenggaraan Diklat.

Pertanyaan: 6. Program-program apa yang dilakukan pemerintah untuk

menanggulangi dampak lingkungan? Berapa besar anggaran yang dibebankan dalam RAPBN 2004 sehubungan dengan program tersebut?

Jawaban: Program-program pemerintah dalam rangka menanggulangi dampak lingkungan tetap mengacu pada program pemerintah yang dituangkan dalam Propenas 2000 – 2004 yang terdiri atas: a. Program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya

alam; b. Program peningkatan efektifitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi

sumber daya alam; c. Program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran

lingkungan hidup; d. Program penataan kelembagaan dan penegakan hukum pengelolaan

sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup; e. Program peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan sumber

daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Beban anggaran dalam RAPBN 2004 dalam rangka pelaksanaan program-program pemerintah untuk menanggulangi dampak lingkungan sedang disusun baik oleh KLH maupun instansi terkait. Namun dalam rangka merespon dan menindaklanjuti hasil-hasil WSSD di Johannesburg, kiranya perlu dipertimbangkan agar alokasi untuk bidang lingkungan hidup seimbang dengan bidang ekonomi dan sosial. Mengingat bahwa salah satu sifat pengelolaan lingkungan hidup adalah lintas daerah maka pemerintah perlu segera melaksanakan asas dekonsentrasi maupun pembantuan dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang kewenangannya ada pada pemerintah tetapi lokasinya di daerah sudah selayaknya untuk segera didekonsentrasikan maupun pembantuan kepada daerah yang merupakan komitmen pemerintah. Untuk mewujudkan komitmen pemerintah di bidang lingkungan hidup, pada TA 2004 perlu dilakukan langkah-langkah yang mendorong pemerintah

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

23

daerah untuk meningkatkan kapasitasnya dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyelenggaraan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yaitu pendelegasian sebagian kewenangan di bidang lingkungan hidup kepada pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999, PP 39 Tahun 2001, dan PP. No. 52 Tahun 2001. Rencana anggaran yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dan pembantuan merupakan bagian dari anggaran sektor lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan komitmen bersama antara Pemerintah dan DPR. Pertanyaan: 7. Upaya menyelamatkan lingkungan hidup sangat membutuhkan

landasan hukum yang kokoh sekaligus mekanisme penegakan hukum (law enforcement) yang efektif. Namun mustahil bagi suatu negara untuk menciptakan landasan hukum tanpa memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Jarang sekali dilakukan penegakan hukum yang berkaitan dengan perusakan dan pengurangan kualitas lingkungan hidup. Dalam kaitan dan hal tersebut, sejauhmana peran aktif Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam menegakkan hukum terhadap perusak lingkungan?

Jawaban: KLH telah memberikan advokasi dan litigasi penegakan hukum lingkungan terhadap masyarakat korban pencemaran dan atau perusakan lingkungan, bentuk kegiatan ini adalah litigasi meliputi perdata dan pidana, serta non litigasi yang meliputi penguatan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan hidup, komunikasi, informasi dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat korban pencemaran/kerusakan lingkungan hidup. Adapun kegiatan advokasi dan litigasi yang sedang dilakukan adalah: a. Mengadvokasi masyarakat dalam penanganan kasus Akademi Penyuluh

Pertanian Kotamadya Malang dengan melibatkan LSM setempat; b. Mengadvokasi masyarakat dalam penanganan kasus Kali Banger,

Pekalongan dengan melibatkan LSM dan LBH setempat; c. Mengadvokasi masyarakat, dalam penanganan kasus pencemaran dan

perusakan lingkungan di Rancaekek, Bandung; d. Mengadvokasi masyarakat dalam penanganan kasus pencemaran dan

perusakan lingkungan di Munjul, Jakarta Timur; e. Mengadvokasi masyarakat dalam penanganan kasus pencemaran dan

perusakan lingkungan di Kabupaten Karanganyar; f. Melakukan pelatihan di bidang penegakan hukum lingkungan yang

diikuti oleh Hakim, Polisi dan Jaksa.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

24

Dalam penegakan hukum di bidang lingkungan telah dilakukan bagi pelaku pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup pada kasus: a. Kebakaran Hutan dan Lahan:

i. Propinsi Riau 8 kasus ii. Propinsi Kalimantan Tengah 3 kasus iii. Propinsi Kalimantan Barat 1 Kasus iv. Propinsi Sumatera Utara 1 kasus

b. Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Industri:

i. Propinsi Jawa Barat 5 kasus ii. Propinsi Jawa Tengah 5 kasus iii. Propinsi Riau 5 kasus iv. Propinsi DKI Jakarta 2 Kasus v. Propinsi Jawa Timur 1 Kasus vi. Propinsi Bengkulu 1 kasus vii. Propinsi Banten 3 kasus

c. Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan:

i. Propinsi Kalimantan Tengah 1 Kasus ii. Propinsi Bengkulu 1 kasus iii. Propinsi Sulawesi Utara 1 kasus iv. Propinsi Papua 1 Kasus

d. Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Tumpahan Minyak: i. Propinsi Jawa Tengah 1 Kasus ii. Propinsi Daerah Istimewa Yogjakarta 1 kasus iii. Propinsi Riau 1 kasus

e. Perambahan Hutan dan Illegal Logging: i. Propinsi Jawa Barat 1 kasus

Disamping itu, KLH juga melakukan supervisi terhadap penegakan hukum lingkungan baik perdata maupun pidana yang dilakukan di Propinsi, Kabupaten/Kota pada pelaku pencemaran dan atau pengrusakan lingkungan. Saat ini KLH telah melakukan upaya penegakan hukum bagi pelaku pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup pada kasus Tindak Pidana Lingkungan. Pengadilan Negeri Medan tanggal 10 Maret 2003 pada PT Everbright telah divonis Hakim 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Sedangkan kasus tindak pidana dan perdata lingkungan yang sedang dalam proses persidangan dan penyidikan adalah:

i. Kasus Kebakaran Hutan/lahan: 1). Propinsi Riau 8 kasus 2). Propinsi Kalimantan Tengah 3 kasus

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

25

3). Propinsi Kalimantan Barat 1 kasus 4). Propinsi Sumatera Utara 1 kasus

ii. Kasus Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan akibat kegiatan

industri: 1). Propinsi Jawa Barat 5 kasus 2). Propinsi Jawa Tengah 5 kasus 3). Propinsi Riau 5 kasus 4). Propinsi DKI Jakarta 2 kasus 5). Propinsi Jawa Timur 1 kasus 6). Propinsi Bengkulu 1 kasus 7). Propinsi Banten 3 kasus

iii. Kasus Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan

Pertambangan: 1). Propinsi Sulawesi Utara 1 kasus 2). Propinsi Papua 1 kasus 3). Propinsi Kalimantan Tengah 1 kasus 4). Propinsi Bengkulu kasus

iv. Kasus Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Akibat Tumpahan

Minyak: 1). Propinsi Jawa Tengah 1 kasus 2). Propinsi D.I. Yogjakarta 1 kasus 3). Propinsi Riau 1 kasus

v. Kasus Perambahan Hutan dan Illegal Logging:

1). Propinsi Jawa Barat 1 kasus vi. Sebagai Supervisi upaya-upaya penegakan hukum lingkungan baik

perdata maupun pidana yang dilakukan oleh Propinsi, Kabupaten/Kota terhadap pelaku pencemaran dan atau pengrusakan lingkungan di daerah.

Pertanyaan: 8. Program apa yang dilakukan pemerintah dalam mengetahui

aspirasi dan kepentingan masyarakat untuk menciptakan landasan hukum yang kuat dalam bidang lingkungan hidup?

Jawaban: Seminar, road show, lokakarya tentang upaya penegakan hukum lingkungan serta memberikan advokasi dan litigasi terhadap masyarakat dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah Daerah. Bentuk kegiatan advokasi dan litigasi antara lain:

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

26

a. Memberikan pemahaman tentang hak dan kewajiban masyarakat terhadap lingkungan.

b. Memberikan pemahaman tentang upaya penegakan hukum lingkungan baik perdata maupun pidana terhadap masyarakat.

Pertanyaan: 9. Berapa alokasi anggaran yang dilakukan sehubungan dengan

program penegakan hukum tentang lingkungan hidup tahun 2004.

Jawaban: Program penegakan hukum tentang lingkungan hidup meliputi: a. Penyidikan kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup b. Penyidikan kasus kebakaran lahan c. Penyidikan kasus pencemaran limbah B3 dan B3 d. Pengembangan Penegakan Hukum Lingkungan e. Peradilan Lingkungan f. Advokasi dan Litigasi terhadap masyarakat korban pencemaran dan

atau perusakan lingkungan g. Pembentukan Hakim dan Jaksa khusus Lingkungan hidup h. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup i. Pengelolaan Pengaduan kasus lingkungan hidup dan j. Asistensi dan pemberdayaan Lingkungan Hidup di daerah. Alokasi anggaran untuk menyelesaikan kasus sebelumnya maupun penanganan kasus baru yang kemungkinan muncul pada tahun 2004, maka diperlukan anggaran sebesar Rp. 6.240.000.000,- (Enam Milyar Dua Ratus Empat Puluh Juta Rupiah). Pertanyaan: 10. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengatasi

kerusakan hutan Mangrove khususnya yang ada di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB)

Jawaban: Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kerusakan hutan mangrove, khususnya yang ada di daerah Nusa Tenggara Barat Sejak tahun 1996, Kantor Menteri Negara LH sudah mencanangkan Program Pantai dan Laut Lestari. Program Pantai dan Laut Lestari merupakan program payung, di dalamnya terdapat 3 (tiga) program yaitu: a. Pantai Wisata b. Bandar Indah

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

27

c. Teman Lestari Kegiatan Teman Lestari adalah ‘terumbu karang dan mangrove’ lestari. Program Teman Lestari ditujukan untuk pelestarian ekosistem terumbu karang dan mangrove.

Program Pantai dan Laut Lestari dijalankan di Nusa Tenggara Barat sejak program tersebut diluncurkan pada tahun 1996. Program ini bertujuan untuk mendorong kemampuan dan kapasitas pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pengelolaan lingkungan pesisirnya. Berkaitan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah, maka kewenangan pengelolaan lingkungan daerah ada di pemerintahan daerah. Instansi pusat bertanggungjawab untuk memberikan guideline dan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan program. Daerah bertanggung jawab penuh terhadap untuk mengelolan wilayahnya.

Sampai saat ini di KLH sedang dikembangkan Kriteria Baku Kerusakah Hutan Mangrove, sedangkan Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di Indonesia yang diterbitkan tahun 1997 sedang dalam tahap revisi dengan memasukkan asas desentralisasi yang tertuang di dalam UU Nomor 22 tahun 1999.

Upaya rehabilitasi hutan mangrove di NTB telah dilakukan secara terus-menerus bersama dengan instansi dinas di daerah antara lain Bapedalda, Dinas Perikanan dan Kelautan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat, khususnya dalam hal penyadaran masyarakat tentang arti pentingnya peran hutan mangrove dan peningkatan pemahaman pemerintah kabupaten dalam hal kebijakan yang berdampak langsung terhadap perubahan status hutan mangrove, mengingat upaya pelestarian lingkugngan tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek tetapi harus dilakukan secara terus-menerus, konsisten dan berjangka panjang. Hal itu mengingat kegiatan pengelolaan hutan mangrove terkait erat dengan kesadaran dan alternative pendapatan masyarakat yang terbatas.

Pertanyaan: 11. Berkaitan dengan pembuangan Tailing yang dilakukan PT Newmont

Nusa Tenggara ke “Palung Laut” di sekitar lokasi penambangan. Bagaimana dengan adanya kemungkinan perubahan ekosistem laut

Jawaban: Kemungkinan perubahan ekosistem laut akibat pembuangan tailing PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT)

Setiap pembuangan limbah, baik limbah padat cair ataupun slurry (campuran padat dan cair) pasti akan mengakibatkan perubahan dalam ekosistem. Seperti diketahui, PT. NNT merupakan perusahaan pertambangan emas yang

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

28

pasti mempunyai limbah padat dalam upayanya mengekstrak emas. PT. NNT telah membuktikan bahwa sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal Nomor Kep-03/Bapedal/09/1995 tailing PT. NNT bukan merupakan B3.

Walaupun tailing PT. NNT bukan dikategorikan B3, tetapi karena dibuang dalam jumlah besar yaitu dalam satu hari berjumlah 110.000 ton masuk ke dalam lingkungan laut pantai Selatan Sumbawa bagian barat, maka pasti akan mempengaruhi ekosistem laut. Untuk itu dalam dokumen Amdal, perlu dilengkapi dengan RKL dan RPL, yang apabila terjadi sesuatu kesalahan atau misleading maka langkah tindak akan dapat cepat diambil sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar.

Perubahan ekosistem laut pasti terjadi, tetapi hal ini sudah diantisipasi dalam dokumen Amdalnya. Daerah sensitive sudah teridentifikasi di dalam Amdal dan tertuang dalam RKL dan RPL.

Data pemantauan pada tahun 2001 – 2002 menunjukkan bahwa:

a. Tidak ada dampak terhadap ekosistem terumbu karang, pantai, atau habitat atau organisme sekitar pantai;

b. Tidak ada dampak pada plankton yang hidup di bagian atas zona campuran laut di sekitar pembuangan tailing;

c. Tidak ada dampak pada ikan komersial, pelagis, dan demersal yang hidup di sepanjang pantai Selatan Sumbawa;

d. Dampak jangka pendek dialami oleh organisme benthic yang terkubur oleh endapan tailing.

Di samping itu, PT. NNT mempunyai kewajiban lain selain kewajiban yang tertuang dalam RKL dan RPL, antara lain:

a. Memenuhi kriteria kualitas tailing yang keluar dari pabrik pengolahan tembaga-emas;

b. Melakukan pemantauan tailing pada tail box dan air laut di perairan sekitar tempat pembuangan tailing;

c. Tailing yang dihasilkan hanya boleh dibuang ke hulu Ngarai Senunu pada daerah sekitar titik koordinat 9o03’LS : 116o48’BT pada kedalaman 108 meter;

d. Secara terus-menerus melakukan pengkajian hasil pemantauan untuk mengetahui dampak tailing terhadap kualitas air laut dan biota laut;

e. PT. NNT akan mengambil langkah perbaikan jika terjadi kondisi tidak normal, kerusakan, atau kegagalan proses pengolahan bijih yang menyebabkan baku mutu pada angka 1 terlampaui.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

29

Dalam kaitan dengan penerapan teknologi penempatan tailing di bawah laut PT. NNT telah mendapat izin dari KLH (Keputusan Menteri Negara LH No. 24 Tahun 2002). Izin pembuangannya mulai berlaku tahun 2002 dan berlaku 3 tahun sejak izin diberikan. Dalam izin tersebut ditetapkan beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh PT NNT yaitu: a. Kualitas tailing yang dibuang harus memenuhi kriteria yang ditetapkan; b. Jumlah tailing yang boleh ditempatkan sebesar 58.400.000 Metrik Ton; c. Melaksanakan pemantauan terhadap kualitas air laut, biota laut, dan

pola sebaran tailing. Opsi pembuangan tailing ke laut dipilih karena dampak yang akan ditimbulkan relatif lebih kecil dibandingkan dengan apabila tailing dibuang ke darat. Tabel berikut menunjukkan perbandingan dampak jika tailing dibuang di darat dan di bawah laut. Tabel 6: Perbandingan Sistem Pembuangan Tailing – di Darat dan di

Bawah Laut.

Pembuangan di Darat Pembuangan di Bawah Laut

Luas tanah yang terkena dampak (ha)

2310 444

Luas hutan yang terkena dampak (ha)

2104 220

Jumlah orang yang terkena dampak (ha)

2100 115

Jumlah perkampungan yang harus pindah

4 Sekongkang Bawah Sekongkang Atas Sejorong, Tonggo

None

Biaya ($) 500 Juta 65 Juta Resiko kerusakan akibat gempa

Tinggi Rendah

Pengelolaan yang dibutuhkan setelah penutupan

Tak tentu Tidak tentu untuk waduk sejorong, tidak untuk waduk yang laiinnya.

Perkiraan waktu pemulihan ekosistem setelah penutupan (tahun)

50 2

Pada pembuangan tailing di bawah laut dipertimbangkan peletakan jalur pipa tailing agar tidak mengganggu atau merusak terumbu karang dan penyebaran tailing diatur sedemikian rupa penempatannya pada dasar laut dengan kedalaman tertentu sehingga tidak menutupi daerah dasar laut yang produktif. Pertanyaan:

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

30

12. Komisi VIII DPR RI prihatin dengan minimnya kualitas Sumber

Daya Manusia yang ada di Bapedalda NTB. Menurut kami lembaga ini harus memiliki SDM yang mempunyai kualitas memadai. Apa yang telah dilakukan oleh KLH dalam peningkatan kualitas SDM-nya. Khususnya di Bapedalda NTB.

Jawaban: Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh KLH dalam peningkatan kualitas SDM Bapedalda Nusa Tenggara Barat antara lain: a. Bekerjasama dengan AusAID dan Bapedalda (Propinsi dan

Kabupaten/kota) Nusa Tenggara Barat, sejak tahun 1999 telah dilaksanakan pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) sebagai berikut:

i. Kursus AMDAL (Dasar-dasar, Penyusun dan Penilai); ii. Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di NTB; iii. Mitigasi Kerusakan Lingkungan di NTB; iv. Pengumpulan data primer dan sekunder untuk pengendalian dan

pemulihan lahan kritis di DAS Dodokan dengan menggunakan teknik GIS;

v. Isu lingkungan dan operasi penambangan PT. NNT; vi. Pelatihan Kualitas Laboratorium Isu Wilayah NTB; vii. Analisis Laboratorium; viii. Strategi Perencanaan Propinsi NTB; ix. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air Berkelanjutan; x. Pertemuan di Desa Selengan, Lombok Utara, untuk menguatkan

rencana-rencana yang telah dikembangkan selama tahun 2001; xi. Studi banding ke Wonogiri, Jawa Tengah.

Sedangkan pelatihan yang akan dilaksanakan, dalam waktu dekat ini KLH akan mengundang staf Bapedalda NTB untuk mengikuti:

i. Pelatihan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup; ii. Pelatihan Air Limbah; iii. Pelatihan Air Limbah Domestik.

b. Mendorong dan memfasilitasi Bapedalda (Propinsi, Kabupaten/kota) untuk menjadi tenaga profesional dengan melalui Jenjang Jabatan Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan.

c. Mendorong dan memfasilitasi Bapedalda untuk melakukan Penyusunan Kajian Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan Hidup di daerah (Propinsi, Kabupaten/kota).

Pertanyaan:

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

31

13. Sebagaimana disampaikan oleh Gubernur NTB, bahwa penebangan hutan yang dilakukan secara liar (illegal logging) sudah kian marak dan membahayakan. Oleh karena itu perlu segera dilakukan reboisasi dalam rangka merehabilitasi hutan yang terjarah. Sejauhmana KLH mengatasi penjarahan liar terhadap hutan-hutan kita dan upaya apa yang dilakukan dalam merehabilitasi hutan-hutan yang rusak?

Jawaban: Dalam upaya pemberantasan penebangan liar pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal (Illegal Logging) dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Puting dengan Menko Bidang Politik dan Keamanan sebagai koordinator dan anggota terdiri dari Menteri Kehutanan, Panglima TNI, Menteri Perindag, Menteri Perhubungan, Menteri Kehakiman dan HAM, Jaksa Agung dan Kapolri. Untuk memberi efek jera terhadap pelaku penebangan liar, maka KLH bersama instansi terkait lain telah berhasil membawa pelaku penebangan liar di Sukabumi ke pengadilan. Dalam kasus tersebut Majelis Hakim PN Sukabumi telah memvonis 17 koordinator pelaku pencurian kayu dengan hukuman 2 tahun kurungan. Sedangkan aktor intelektual dari kegiatan tersebut masih dalam proses persidangan yang dalam waktu tidak terlalu lama akan ada putusan pengadilan. Dalam upaya merehabilitasi hutan yang rusak maka Pemerintah telah mengalokasikan dana yang tercermin melalui Surat Edaran Bersama 4 Menteri yaitu Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Kepala BAPPENAS, perihal Pedoman Umum Pengelolaan Dana Alokasi Khusus dan Dana Reboisasi (DAK-DR) untuk Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Reboisasi dan Penghijauan) Tahun 2001. 31 Maret 2003. Dalam SKB tersebut, Menteri Negara LH ditunjuk Untuk mempercepat rehabilitasi lahan dan hutan pemerintah telah mencanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menko Bidang Kesra, Menko Bidang Perekonomian, dan Menko Polkam tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional tanggal menjadi ketua Kelompok Kerja Sektor Pencegahan Perusakan Lingkungan. Pertanyaan: 14. Problematika ekologis makin krusial di masa mendatang. Terlebih

dalam era liberalisasi dimana terjadi kecenderungan relokasi industri negara maju ke negara berkembang yang sering dijadikan pollution heaven alias taktik mengekspor industri polutan oleh

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

32

produsen negara maju ke negara berkembang karena standarisasi lingkungan di negara berkembang masih relatif rendah.

a. Apakah usaha pemerintah untuk membuat standarisasi lingkungan

hidup yang ketat agar Indonesia tidak menjadi sasaran pollution heaven negara maju?

Jawaban: Pemerintah dalam membuat standarisasi lingkungan hidup dengan menerapkan prinsip dapat diterima berdasarkan keilmuan terukur, dapat dicapai/diterapkan, relevan dan transparan. Standarisasi Lingkungan disusun dengan melibatkan semua perangkat kepentingan (stakeholders) antara lain wakil dari pemerintah, produsen, konsumen, lembaga penelitian/perguruan tinggi, asosiasi, lembaga pengujian dan laboratorium yang proses penyusunanya melalui rapat teknis, pra konsensus dan konsensus serta akhirnya di-sahkan menjadi standar lingkungan. Standar lingkungan yang telah disahkan sudah dapat diterima oleh semua stakeholders dengan tujuan agar dapat meningkatkan produktivitas bagi industri, kepentingan konsumen terlindungi, pemanfaatan SDA yang efisien sehingga kelestarian fungsi lingkungan hidup dapat terjamin. Dengan adanya standar lingkungan maka produk dari industri tersebut dapat memasuki pasar mancanegara, disisi lain produk-produk dari luar negeri juga akan terseleksi masuknya ke Indonesia.

Pertanyaan:

b. Kebijakan eco-labelling (isu lingkungan) yang diterapkan oleh

negara maju terhadap produk ekspor negara berkembang pada dasarnya adalah baik dan positif. Tetapi secara implisit, negara maju secara tidak langsung menekan perekonomian dan perdagangan LN negara berkembang yang ekspornya sebagian besar diperoleh dari hasil eksploitasi SDA. Padahal hambatan non-tarif ini tidak terjadi terutama dalam konteks pasar global. Bagaimana sikap pemerintah menghadapi kebijakan (tuntutan) eco-labelling dan apa prioritas kebijakan yang diambil pemerintah tahun 2004 mendatang?

Jawaban: Salah satu kekhawatiran negara-negara berkembang adalah jika isu lingkungan dijadikan sebagai alat proteksi perdagangan serta tuntutan standar yang tinggi terhadap produk yang diperdagangkan dengan dalih lingkungan, sehingga produk yang berasal dari negara berkembang sulit bersaing! Dalam menghadapi tuntutan tersebut, sikap pemerintah atas

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

33

masukan persyaratan-persyaratan lingkungan ke dalam perundingan perdagangan global adalah menerima globalisasi perdagangan dan lingkungan yang dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan pembangunan nasional serta memperhatikan tingkat pembangunan dan diupayakan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karenanya, penerapan ekolabel harus bersifat sukarela (voluntary), tidak boleh dijadikan hambatan dalam berdagangan global, tidak diskriminatif, transparan dan tidak mempunyai konflik kegiatan yang dilakukan sesuai perjanjian lingkungan. Sejak tahun 1997, pemerintah telah memulai upaya-upaya pengembangan ekolabel. Saat ini pemerintah sedang melakukan inventarisasi persyaratan kontrak dagang yang terkait dengan aspek lingkungan dan standar lingkungan yang dituntut atau diberlakukan oleh negara importir. Pada tahun 2004, prioritas kebijakan yang akan diambil adalah melanjutkan pengembangan dan penyusunan kriteria produk ramah lingkungan untuk produk manufaktur serta melanjutkan pengembangan infrastruktur pengujian/verifikasi dan sertifikasi produk ramah lingkungan. Dalam hal ini KLH berkerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN), laboratorium pengujian serta lembaga sertifikasi akan mengembangkan panduan bagi produsen dalam membuat permintaan produk ramah llingkungan secara bertanggungjawab (accountable) dengan memperhatikan standar-standar internasional dan peraturan tentang perlindungan konsumen. Saat ini sudah mulai dilakukan inventarisasi persyaratan kontrak dagang yang terkait dengan aspek lingkungan baik yang diminta individu (kelompok perusahaan) maupun pemerintah, negara importir, termasuk standar produk mereka. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama antara KLH, Depperindag, Asosiasi Industri, Pemda dan pihak yang terkait. Pengkajian hasil inventarisasi untuk mengidentifikasi persyaratan-persyaraatan yang sesuai atau tidak sesuai dengan lingkungan. Untuk menindaklanjuti hasil kajian tersebut perlu ada forum komunikasi yang berkesinambungan antara pemerintah dan kelompok dunia usaha. Bila diperluas persyaratan yang merugikan bagi Indonesia dimintakan klarifikasi dari pihak yang memberlakukan persyaratan tersebut dengan memberikan argumen-argumen ilmiah yang memadai. Sementara itu bagi persyaratan yang bisa ditoleransi untuk perlindungan lingkungan, maka dunia usaha perlu dibina dengan difasilitasi untuk memenuhi persyaratan tersebut, sambil mengurangi dampak lingkungan negatif di Indonesia. Selanjutnya melalui pembinaan pemerintah akan mempromosikan produk unggulan nasional dan daerah yang lebih ramah lingkungan, bekerjasama dengan dunia usaha termasuk UKM, Pemda, Instansi terkait. KLH (sebagai fasilitator) sedang menyusun kriteria produk ramah lingkungan untuk produk manufaktur prioritas dan produk yang mempunyai dampak lingkungan signifikan di Indonesia, antara lain deterjen, tekstil, kertas.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

34

Pada prinsipnya ekolabel adalah voluntary. Pada tahun 2004 akan melanjutkan pengembangan infrastruktur untuk pengujian/verifikasi dan sertifikasi untuk produk ramah lingkungan bekerjasama dengan Badan Standardisasai Nasional (BSN) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN), laboratorium pengujian dan lembaga sertifikasi mengembangkan panduan untuk produsen dalam membuat permintaan produk ramah lingkungan secara bertanggung jawab (accountable) dengan memperhatikan panduan internasional dari ISO (Badan Standar Internasional) dan undang-undang perlindungan konsumen. Pertanyaan: c. Berapa alokasi anggaran yang dibutuhkan tahun 2004 sehubungan

dengan usaha diatas? Jawaban: Untuk tahun 2004 KLH mengalokasikan anggaran sebesar Rp 500.000.000 (Lima ratus Juta rupiah). Pertanyaan: 15. Harap dijelaskan langakah-langkah konkrit yang diambil oleh

KLH terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh beroperasinya Proyek PT. Toba Pulp Lestari, baik sejak beroperasinya PT. IIU dari awal mendapat izin sampai tahun 1999 maupun sesudah beroperasinya kembali dengan nama baru PT. TPL?

Jawaban: Sejak dioperasikannya PT. IIU pada bulan September 1988 untuk memproduksi pulp dan tahun 1993 untuk memproduksi serat rayon ternyata menimbulkan beberapa permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat sekitar pabrik. Keluhan-keluhan tersebut antara lain adalah : a. Menurunnya kualitas air Sungai Asahan yang dikarenakan baku mutu air

buangan yang ditetapkan dalam SKB tidak dilaksanakan secara konsisten (perusahaan mengacu pada baku mutu nasional yang lebih longgar) serta selama operasi, kolam aerasi di unit pengolah air limbah ‘jebol’ terjadi 2 kali (tahun 1989 dan 1994). Selama unit pengolah air limbah tidak dapat beroperasi karena jebolnya kolam aerasi tersebut PT. IIU membuang air limbah yang tidak diolah langsung ke sungai. Akibatnya terjadi penurunan kualitas air Sungai Asahan yang berdampak kepada:

i. perikanan rakyat; ii. penggunaan domestik air sungai seperti mandi dan cuci; serta

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

35

iii. meningkatkan biaya perawatan turbin di PLTA Siguragura dan PLTA Tangga.

b. Menurunnya kuantitas air Sungai Asahan akibat penebangan hutan di

hulu DAS Asahan. Hal tersebut berdampak kepada berkurangnya debit aliran yang menggerakkan turbin listrik 2 PLTA (Siguragura dan Tangga) yang dikelola Otorita Asahan.

c. Menurunnya kualitas udara ambien akibat dilepaskannya gas-gas fugitive yang menyebabkan bau, bersifat racun dan korosif. Keluhan masyarakat terutama adalah:

i. bau yang menyengat (karena mengandung sulfur dan merkaptan); ii. meningkatnya prevalensi penyakit pernapasan; iii. hujan asam yang mengakibatkan cepat bocornya atap seng di

perumahan penduduk .

d. Timbulnya masalah emisi dari PT. IIU yang berasal dari gas-gas Hidrogen sulfida (H2S), Methyl merkaptan, Dimethyl sulfida dan dimethyl disulfida yang tergolong sebagai NCG (Non Condensable Gases), gas CS2 dan gas Cl2 yang tidak dikelola dengan baik. Selain itu pada tahun 1993 terjadi kebocoran tanki gas Cl2 yang juga bersifat racun.

e. Rusaknya jalan-jalan di kawasan tersebut akibat beroperasinya truk-truk yang membawa bahan baku PT. IIU.

Akibat dampak negatif yang ditimbulkan tersebut, pada tahun 1995 KLH mewajibkan audit lingkungan. Hasil dari audit menyimpulkan bahwa: a. pengelolaan gas-gas fugitive yang tergolong NCG tidak memadai; b. kualitas air buangan (setelah beroperasinya unit pengolah air buangan

yang baru pada tahun 1995) pada umumnya telah memenuhi baku mutu kecuali pH dan sulfat;

c. pengelolaan limbah padat tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Namun audit lingkungan tersebut tidak memperbaiki kinerja PT. IIU dan tetap diprotes masyarakat. Akibat desakan manyarakat maka pada tanggal 19 Maret 1999 Presiden B. J. Habibie memutuskan untuk menutup sementara operasi PT. IIU.

Pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid diputuskan untuk mengoperasikan kembali PT. IIU yang telah berubah nama menjadi PT. TPL melalui keputusan Sidang Kabinet tanggal 10 Mei 2000. PT. TPL dapat dioperasikan kembali hanya untuk memproduksi pulp sedangkan pabrik serat rayon ditutup.

Pada Sidang Kabinet Terbatas tanggal 20 Januari 2003 yang membahas rencana dioperasikannya kembali PT. TPL diputuskan bahwa PT. TPL dapat dioperasikan kembali yang hanya memproduksi pulp (sama dengan Keputusan Sidang Kabinet 10 Mei 2000). Persiapan pengoperasian kembali pabrik dikoordinir oleh Menperindag.

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

36

Berkaitan dengan dioperasikannya kembali PT. TPL, KLH mengambil langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: a. Pengoperasian PT. TPL bersifat uji coba untuk kurun waktu tertentu

dalam rangka menilai kinerja perusahaan; b. Pengoperasian PT. TPL harus mengacu pada persyaratan khusus yang

lebih ketat dan memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal ini telah diusulkan oleh Menteri Negara LH kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan tanggal 14 Pebruari 2003 (Lampiran 2);

c. Pengawasan yang ketat dan seksama selama masa operasi uji coba dengan melibatkan unsur pusat, daerah dan masyarakat;

d. Pabrik dioperasikan setelah persyaratan teknis yang ditentukan dipenuhi oleh PT. TPL.

Pertanyaan: 16. Apa langkah konkrit Pemerintah sebagai tindak lanjut dari

kesimpulan Rapat Kerja tanggal 24 Februari 2003 yang lalu ? Jawaban: Langkah konkrit Pemerintah dalam menindaklanjuti permasalah PT. Toba Pulp Lestari Tbk adalah sebagai berikut: a. Mengundang pihak PT. TPL untuk mempresentasikan “Paradigma Baru

dalam Pengelolaan Lingkungan“ pada tanggal 13 Februari 2003. Paradigma baru tersebut diimplementasikan dalam bentuk:

i. Meminimalkan bau yang diakibatkan oleh gas sulfur dan merkaptan konsentrasi rendah, PT. TPL akan memasang scrubber (efisiensi 80%);

ii. Mengolah keseluruhan gas sulfur dan merkaptan baik konsentrasi rendah maupun tinggi akan dipasang alat incinerator;

iii. Membangun emergency pond; iv. Mengeluarkan dana abadi Rp. 5 Miliar kepada suatu yayasan dalam

rangka meningkatkan Community Development; b. Melakukan kunjungan lapangan oleh staf KLH pada tanggal 17-18

Februari 2003 untuk pengambilan sampel udara ambien, air sungai, sumur penduduk, dan efluen, sebelum beroperasi PT. TPL;

c. Melakukan kunjungan lapangan pada tanggal 16-17 Mei 2003 untuk pengumpulan data setelah pabrik beroperasi (pabrik mulai beroperasi tanggal 17 Maret 2003). Hasil analisa limbah cair yaitu COD, pH dan warna masih di bawah baku mutu yang dipersyaratkan oleh KLH.

Pertanyaan: 17. Apakah semua persyaratan-persyaratan beroperasinya kembali

PT. TPL telah dipatuhi oleh PT. TPL, sebagaimana Saudara laporkan pada Rapat Kerja tanggal 24 Februari 2003?

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

37

Jawaban: Sampai saat ini belum seluruhnya persyaratan teknis yang diminta oleh KLH dilaksanakan oleh PT. TPL. Adapun persyaratan yang telah dilaksanakan antara lain: b. Pemasangan scrubber, untuk mereduksi gas bau (sulfur dan

merkaptan); c. Pembuatan temporary storage (tempat penyimpanan sementara) untuk

tempat penimbunan limbah padat (dregs, grits dan fly ash); d. Pembuatan emergency pond (kolam darurat) untuk limbah cair jika ada

masalah dengan primary clarifier. Sedangkan persyaratan yang belum dilaksanakan oleh PT. TPL antara lain: a. Pemasangan alat incinerator untuk mengolah limbah gas baik

konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi. Incinerator tersebut sedang difabrikasi di luar negeri dan baru akan selesai pada November 2003.

Pertanyaan: 18. Bagaimana proses keluarnya PT. IIU dari BPPN dan bagaimana

proses perubahan nama PT. IIU ke PT. TPL? Siapakah sekarang pemilik saham PT. TPL?

Jawaban: Berdasarkan informasi yang kami miliki perubahan nama dari PT. Inti Indorayon Utama Tbk menjadi PT.Toba Pulp Lestari Tbk telah tercatat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sesuai dengan surat BKPM No. S-221/DU6-BKPM/2001 tertanggal 5 April 2001. Pertanyaan: 19. Apa sikap Meneg LH terhadap konflik horizontal dan vertikal yang

terjadi Porsea sebagai akibat pencemaran lingkungan hidup di sekitar pabrik PT. TPL?

Jawaban: KLH telah melakukan langkah-langkah upaya penyelesaian konflik horizontal dan vertikal yang terjadi di Porsea antara lain : a. Konflik Horizontal

i. KLH telah memfasilitasi pertemuan dengan masyarakat yang pro dan juga dengan masyarakat yang kontra untuk menyerap aspirasi dari masing-masing pihak dan menjembatani untuk mencarikan titik temu;

__________________________________________________________________________________ Raker dengan Komisi VIII DPR-RI Kementerian Lingkungan Hidup Senin, 26 Mei 2003

38

ii. KLH telah memfasilitasi pertemuan antara Menperindag dengan masyarakat yang pro dan juga masyarakat yang kontra terhadap keberadaan PT. TPL.

b. Konflik Vertikal

i. Memfasilitasi pertemuan dengan Bupati Toba Samosir dan Bapedalda Propinsi Sumatera Utara dalam rangka penanganan PT. TPL.

Jakarta, 26 Mei 2003

Menteri Negara Lingkungan Hidup,

Nabiel Makarim, MPA, MSM