Pcp

13
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit infeksi masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, termasuk infeksi jamur atau mikosis. Mikosis paru adalah gangguan paru (termasuk saluran napas) yang disebabkan oleh infeksi jamur atau reaksi hipersensitifitas terhadap jamur. Frekuensi mikosis paru semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya jumlah pasien yang mengalami gangguan sistem imun misalnya pasien keganasan, transplantasi organ, infeksi HIV/ AIDS, penyakit kronik sistemik, maupun terdapatnya faktor resiko misalnya penggunaan jangka panjang antibiotik dan kortikosteroid. (1) Mikosis paru yang paling sering dilaporkan adalah Pneumocystis Pneumonia (PCP). Perlu diketahui juga infeksi jamur yang ditemukan pada daerah atau kondisi geografis tertentu (mikosis endemik), meliputi histoplasmosis, blastomikosis, koksidioidomikosis, parakoksidioidomikosis serta pinisiliosis. (1) Diagnosis mikosis paru masih dianggap sulit sehingga penatalaksanaan sering terlambat. Perkembangan pengetahuan tentang mikosis memang belum sepesat penyakit yang ditimbulkan bakteri atau virus. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya gejala klinis dan hasil pemeriksaan tidak khas serta faktor resiko yang luput dari perhatian. Pemahaman lebih baik mengenai epidemiologi, patogenesis termasuk faktor resiko mikosis

Transcript of Pcp

Page 1: Pcp

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit infeksi masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, termasuk infeksi

jamur atau mikosis. Mikosis paru adalah gangguan paru (termasuk saluran napas) yang

disebabkan oleh infeksi jamur atau reaksi hipersensitifitas terhadap jamur. Frekuensi mikosis

paru semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya jumlah

pasien yang mengalami gangguan sistem imun misalnya pasien keganasan, transplantasi organ,

infeksi HIV/ AIDS, penyakit kronik sistemik, maupun terdapatnya faktor resiko misalnya

penggunaan jangka panjang antibiotik dan kortikosteroid.(1)

Mikosis paru yang paling sering dilaporkan adalah Pneumocystis Pneumonia (PCP).

Perlu diketahui juga infeksi jamur yang ditemukan pada daerah atau kondisi geografis tertentu

(mikosis endemik), meliputi histoplasmosis, blastomikosis, koksidioidomikosis,

parakoksidioidomikosis serta pinisiliosis. (1)

Diagnosis mikosis paru masih dianggap sulit sehingga penatalaksanaan sering terlambat.

Perkembangan pengetahuan tentang mikosis memang belum sepesat penyakit yang ditimbulkan

bakteri atau virus. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya gejala klinis dan hasil

pemeriksaan tidak khas serta faktor resiko yang luput dari perhatian. Pemahaman lebih baik

mengenai epidemiologi, patogenesis termasuk faktor resiko mikosis paru diharapkan membantu

klinisi menegakan diagnosa serta menentukan strategi penatalaksaan yang lebih baik. (1)

Page 2: Pcp

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan etiologi

Pneumocystis carinii pneumonia (selanjutnya disebut PCP) merupakan infeksi pada paru

yang disebabkan oleh jamur Pneumocystis carinii sekarang dikenal dengan nama Pneumocitis

jiroveci sebagai tanda penghormatan kepada ahli parasitologi kebangsaan Cechnya ( Otto

Jerovec). Organisme ini pertama kali ditemukan oleh Chagas (1909). Pada tahun 1915 Carinii

dan Maciel menemukan organisme ini pada paru Guinea pig, awalnya diduga sebagai salah satu

tahap dalam siklus hidup Tripanosoma cruzi . Pada tahun 1942, Meer dan Brug pertama kali

menyatakan bahwa organisme ini merupakan salah satu jenis parasit yang patogen pada

manusia. Baru pada tahun 1952, Vanek bekerja sama dengan Otto Jirovec menggambarkan

siklus paru dan patologi dari penyakit yang dikenal sebagai parasitic pneumonia . Sekarang

penyakit ini merupakan infeksi oportunis berbahaya yang banyak terjadi pada pasien AIDS atau

pasien dengan penurunan kekebalan tubuh kronik. (2-5)

B. Patogenesis dan Patologi

Tranmisi Pneumocystis jiroveci dari orang ke orang diduga terjadi melalui respiratory

droplet infection (Brown , 1975). Kebanyakan peneliti menganggap transmisi terjadi dari orang

ke orang melalui inhalasi, dan juga dilaporkan bahwa transmisi dapat terjadi secara in utero dari

ibu kepada bayi yang dikandungnya melalui transplasenta (Singer et al, 1975).

Organisme ini merupakan patogen ekstraseluler. Paru merupakan tempat primer infeksi,

biasanya melibatkan kedua paru kiri dan kanan, tetapi dilaporkan bahwa infeksi Pneumocystis

jiroveci bisa juga menginfeksi ekstrapulmonal yaitu di hati, limpa, kelenjar getah bening dan

sumsum tulang (Jarnum et all, 1986; Barnet all, 1969; Arean, 1971).

Organisme umumnya masuk melalui inhalasi dan melekat pada sel alveolar. Di paru,

pertumbuhannya terbatas pada permukaan surfaktan yang ada di permukaan alveolar. P. jiroveci

berkembang biak di paru dan merangsang pembentukkan eksudat yang eosinofilik dan berbuih

Page 3: Pcp

yang mengisi ruangan alveolar, mengandung histiosit, limfosit dan sel plasma yang

menyebabkan kerusakan ventilasi dalam paru sehingga menurunkan oksigenasi dan fibrosis.

Pada akhirnya hal ini mengakibatkan kematian karena kegagalan pernafasan akibat asfiksia yang

terjadi karena blockade alveoli dan bronkial oleh masa jamur yang berproliferasi.(16)

C. Gejala Klinis

Pada pemeriksaan fisik diagnostik tidak dijumpai tanda yang spesifik tergantung pada

kelaianan anatomi yang terjadi pada paru. Pada auskultasi dapat terdengar ronkhi kering.(10) Lesi

ekstra pulmonal jarang terjadi, hanya kurang dari 3%, namun dapat melibatkan limpa, hati,

kelenjar getah bening dan sumsum tulang. Pada penderita anak-anak sehubungan dengan

malnutrisi, onset penyakit berjalan perlahan, dijumpai kegagalan tumbuh kembang (failure two

thrive), yang akhirnya diikuti takipneu dan sianosis, sedangkan pada penderita imunosupresif

baik anak maupun dewasa, onset perjalanan penyakit berjalan cepat (1-2,5-8,10,11,13).

PCP meliputi trias gejala antara lain demam yang tidak terlalu tinggi, dispneu terutama saat

beraktifitas dan batuk non produktif. Progresifitas gejala berjalan berlahan, dapat berminggu

sampai berbulan-bulan. Semakin lama dispneu akan bertambah hebat, disertai dengan takipneu,

sianosis dan gagal nafas.(17)

D. Diagnosa

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis mikosis paru antara lain pemeriksaan radiologi,

pemeriksaan laboratorium klinik tertentu, serta pemeriksaan mikologi.(1). Pada pemeriksaan

radiologi paru terlihat gambaran yang khas berupa infiltrat bilateral simetris, mulai dari hilus

hingga perifer, bisa meliputi seluruh lapangan paru. Daerah yang kolaps, diselingi dengan daerah

yang emfisematosa menimbulkan gambaran seperti sarang tawon (honey comb appereance) pada

rontgen. Hal tersebut juga disebabkan oleh dinding alveolus yang menebal dan alveolus berisi

eksudat amorf serta eosinofilik mengandung histiosit, limfosit, sel plasma dan organisme itu

sendiri.(6,12,15)

Page 4: Pcp

Contoh Gambaran Radiologi Thorax pada PCP

Diagnosa laboratorium sulit ditegakkan, namun sering terdapat peningkatan jumlah sel

eosinofil. Diagnosa pasti dilakukan dengan menemukan Pneumocystis jiroveci pada sediaan paru

atau bahan yang berasal dari paru, antara lain pada sediaan yang diperoleh dari Induksi sputum,

biopsi paru, BAL (Broncho Alveolar Lavage) yang dilakukan bila hasil sputum negatif dan

sediaan biopsi paru.(1,13-14)

Pengiriman specimen harus disertai keterangan klinis yang cukup dan permintaan yang jelas.

Hal itu akan mempermudah staf laboratorium mengarahkan pemeriksaan yang diperlukan dan

menghindari kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan. Spesimen harus diletakan dalam wadah

steril yang tertutup, rapat, tanpa bahan pengawet dan di lebel dengan baik. Selanjutnya specimen

dikirim ke laboratorium dalam waktu paling lama dua jam setelah prosedur pengambilan. Bila

tidak memungkinkan segera diproses dalam dua jam, specimen dapat disimpan dalam suhu

empat derajat celcius. Bila specimen disimpan terlalu lama, keberhasilan pemeriksaan dapat

menurun. Sputum sebaiknya diambil pagi hari sebelum makan, dilakukan tiga hari berturut-turut.

Sputum dikeluarkan dengan cara dibatukkan. Induksi sputum lebih dianjurkan karena

mempresentasikan specimen saluran napas bawah atau paru. Jumlah sputum yang diperlukan

sekitar 10 sampai 15 ml. Sebagai pemeriksaan laboratorium tambahan dapat dilakukan

pemeriksaan gas darah yang akan menghasilkan penurunan level O2. PaO2 ( tekanan oksigen

partial arteri) bisa < 75 mmHg.(1,2,4,16)

Page 5: Pcp

E. Pengobatan

Obat pilihan utama adalah kombinasi trimetoprim 20 mg/kgBB/hari + sulfametoksazol

100mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 4 dosis dengan interval 6 jam selama 12-14 hari. Obat

alternative lain adalah pentamidin isethionat dengan dosis 4mg/kgBB/hari diberikan 1x/ hari

secara IM atau IV selama 12-14 hari. Pentamidin isethionat biasanya diberikan pada pasien yang

tidak respon ataupun tidak dapat bertoleransi terhadap pemberian trimetoprim dan

sulfametoksazol.

Pengobatan PCP (6)

Aturan pengobatan Dosis Umum efek samping Trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim, Septra)

5 mg per kg komponen trimetoprim setiap 8 jam, IV atau oral (untuk sebagian besar pasien, dosis oral 2 ganda kekuatan tablet tiga kali sehari)

Makulopapular ruam, demam, penekanan sumsum tulang, hepatitis, mual, muntah, hiperkalemia

Pentamidin 4 mg per kg IV sekali sehari, diinfuskan selama 60 menit

Hipo-atau hiperglikemia dan selanjutnya diabetes melitus, aritmia, perpanjangan interval QT, leukopenia, pankreatitis, penekanan sumsum tulang, hepatitis, demam

Trimetreksat (Neutrexin) dan leucovorin

Trimetreksat §: untuk pasien <50 kg-1,5 mg per kg per hari IV; untuk pasien 50 sampai 80 kg-1.2 mg per kg per hari IV; untuk pasien> 80 kg-1.0 mg per kg per hari IV

Neutropenia, trombositopenia

Leucovorin §: untuk pasien <50 kg-0,8 mg per kg IV atau oral setiap 6 jam; untuk pasien ≥ 50 kg-0,5 mg per kg IV atau oral setiap 6 jam (putaran ke dosis tertinggi berikutnya saat menggunakan leucovorin oral); terus leucovorin selama 72 jam setelah dosis trimetreksat lalu. Dapat menambahkan dapson, 100 mg per hari secara oral.

Trimetoprim (Proloprim) dan dapson

Trimetoprim, 5 mg per kg secara oral setiap 8 jam dan dapson, 100 mg oral sekali sehari

Mual, muntah, demam, ruam, penekanan sumsum tulang, hepatitis, hemolisis, methemoglobinemia

Klindamisin (Cleocin) dan primakuin

Klindamisin, 600 hingga 900 mg IV atau 300 sampai 400 mg oral setiap 6 sampai 8 jam Primakuin dasar, 15 sampai 30 mg

Ruam, anemia, neutropenia, methemoglobinemia, hemolisis

Page 6: Pcp

Aturan pengobatan Dosis Umum efek samping

oral sekali sehari ∥ Atovakuon (Mepron)

750 mg secara oral suspensi tiga kali sehari dengan makanan berlemak (jangan gunakan pada pasien dengan diare atau malabsorpsi)

Mual, muntah, ruam

F. Prognosis

Prognosis kurang baik karena onset penyakit berjalan cepat pada penderita dengan

immunodefisiensi/ immunocompromized. Bila PCP ditemukan pada penderita dengan

immunodefisiensi, presentase kematian dapat mencapai 100%. Namun bila infeksi dapat

didiagnosa sejak dini dan diberikan terapi yang adekuat, persentasi kematian akan turun hingga

10%. (3)

Page 7: Pcp

BAB III

KESIMPULAN

PCP merupakan infeksi pada paru yang disebabkan oleh jamur Pneumocystis jiroveci.

Infeksi ini sering terjadi pada penderita dengan immunodefisiensi, misalnya: pada penderita

HIV/AIDS, ALL (acute limfositik leukemia), maupun pada pasien yang mendapat terapi

kortikosteroid. Transmisi orang ke orang melalui Respirasi Droplet Infeksion.

PCP meliputi trias gejala demam yang tidak terlalu tinggi, dispneu terutama saat

beraktifitas, dan batuk non produktif. Semakin lama dispneu akan bertambah hebat, disertai

takipneu, sampai sianosis dan gagal nafas.

Diagnosis pasti dilakukan dengan menemukan Pneumocystis jiroveci pada sediaan paru

atau bahan yang berasal dari paru, yang diperoleh melalui induksi sputum, BAL (Broncho

Alveolar Lavage) maupun biopsy paru. Pada pemeriksaan radiologi paru dapat terlihat gambaran

infiltrate bilateral simetris dan honeycomb appearance.

Karena onset penyakit berjalan cepat pada penderita dengan immunodefisiensi, maka

prognosis PCP kurang baik dan infeksinya dapat fatal dengan terjadinya gagal nafas. Untuk itu

diperlukan diagnosa dini dan terapi yang adekuat untuk mengurangi persentasi mortalitas

penyakit ini. Pada pasien dengan immunodefisiensi misalnya: penderita HIV/AIDS dianjurkan

untuk mengkonsumsi regimen kemoprofilaksis kombinasi regimen trimetoprim +

sulfametoksazol (atau pentamidin inhaler sebagai alternative lain) untuk mencegah infeksi PCP.

Page 8: Pcp

DAFTAR PUSTAKA

1. Anna Rozaliyani, dkk. Mikosis Paru Pedoman Nasional Diagnosa dan

Tatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.

2011.

2. Sisirawaty, et all. Beberapa aspek pneumocystis carinii. Seminar

parasitologi nasional V. 1989.

3. Shulman ST, et all. Indonesian edition: Dasar Biologi dan Klinis penyakit

Infeksi. Fourth edition. Yogyakarta. Gajah mada university press. 1994:

43-46.

4. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Indonesian edition: Jawetz, Melnick

dan Adelberg. Mikrobiologi kedokteran edisi XX. EGC. 1996: 632-3

5. Heelan JS, Ingersol FW. Essential of Human Parasitology. United States.

Delmar.2002:130-1.

6. Pneumocysti infection (Pneumocystis jiroveci). Available at:

HTTP://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/ pneumocystis htm.

7. Hunter GW, Frye WW, Swartzwelder J. A Manual of Tropical Medicine.

3rd ed. London. WBsaunders company. 1963: 349-50

8. Brown HW, Neva FA. Basic clinical Parasitology. United State of

America. Appleton century Crofts. 1983: 76-7

9. Faust EC, Russel PF. Clinical Parasitologi. 7th ed. Philadelphia. Lea dan

febriger. 1964 :31, 306-9

10.Manson-bahr PH. Mansons Tropical Desease. 16th ed. London. ELBS

&BT and C. 1968:883-4.

11.Wilkin A, Feinberg J. Pneumocystis carinii Pneumonia : A Clinical

Review. Available at: http://www.aafp.org/afp/991015ap/1699.html

Page 9: Pcp

12.Pneumocystis pneumonia (PCP) available at:

http://www.aidsinfonet.org/factsheet_detail.php?

fsnumber=515&newlang=en.

13.Lung Parasites Incertae Sedis : Pneumocystis jiroveci (P. carinii).

Available at : http://www.edfound.to.id/html/lung.htm.

14.Molecular Epidemiology of Pneumocystis carinii Pneumonia. Emerging

Infection Disease vol.2 number 2. Available at: http://www.cdc.gov?

incidod/eid/vol2no2/beard.htm.

15.Pneumocystis carinii Pneumonia : Infection Disease. Available at:

http://www.pennhealth.com/article./000671.htm.

16.Cook G. Acute Lobar Pneumonia, Pneumocystis. Acquired immune

Deficiency Syndrome. In : Manson’s Tropical disease. 20th ed. London.

ELBS & WB Saunders.1996 : 79-80, 281, 394.

17.Kwon – Chung KJ, bernet JE. Medical Mycology. Philadelphia. Lea &

febriger. 1992 : 4, 369 .