PBL24
-
Upload
aneleselle -
Category
Documents
-
view
8 -
download
3
description
Transcript of PBL24
Makalah Mandiri Problem Based Learning Blok 23
Makalah Mandiri Problem Based Learning Blok 23Selena Christy
102008008
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
Pendahuluan
Pembesaran pada kelenjar getah bening di beberapa tempat merupakan gejala dari berbagai macam penyakit. Salah satunya yang mungkin adalah adanya keganasan pada kelenjar tersebut yang dikenal sebagai Limfoma. Limfoma sendiri terbagi atas beberapa macam dan hanya dapat dibedakan dengan menggunakan pemeriksaan patologi anatomi.
Penentuan diagnosis tidak hanya berdasarkan pemeriksaan penunjang yang baik dan spesifik, namun diperlukan juga anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sangat teliti dan benar untuk menentukan apakah working diagnosis yang paling mungkin untuk seorang pasien. Karena diagnosis ditegakkan bukan berdasarkan pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik, namun didukung oleh anamnesis yang baik dan benar.Penyakit keganasan bukan lagi menjadi masalah yang jarang didengar oleh masyarakat umum saat ini. Banyak sekali pasien yang datang dengan kecurigaan dirinya mengalami masalah atau penyakit keganasan. Biasanya, bentuk keganasan yang muncul disebut dengan sebutan kanker atau tumor secara awam. Namun beberapa bentuk keganasan mempunyai klasifikasi tersendiri menurut nama, bentuk dan lokasinya.Makalah mandiri ini dibuat dalam rangka pemenuhan nilai tugas problem based learning (PBL) semester 6, blok 24 yaitu Hematologi dan Onkologi. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang cukup menambah pengetahuan pembaca serta dapat memenuhi nilai tugas pada blok 24 ini.Isi
1. Working diagnosis: Limphoma Hodgkin
1.1. Anamnesis
Penting sekali bagi seorang dokter sebelum menanyakan lebih dulu apa yang menjadi keluhan utama pasien untuk mengetahui identitas pasien yang meliputi nama, umur, tempat tinggal, pendidikan dan ras untuk membantu menegakkan diagnosis secara tidak langsung.
Untuk keluhan utama pasien perlu diketahui apa yang dirasakan pasien dan sejak kapan. Pada pembesaran kelenjar lymph, perlu diketahui bagaimana konsistensi dari benjolan, letaknya dimana saja, apakah terdapat rasa sakit atau tidak, apakah terus membesar dan dalam jangka waktu berapa lama menjadi semakin besar.Selain keluhan yang diajukan pasien, perlu juga untuk ditanyakan apakah terdapat keluhan sistemik yang tampaknya tidak berhubungan dengan keluhan utamanya secara langsung. Misalnya adakah keluhan demam? Berkeringat di malam hari? Berat badan yang menurun dengan cepat dalam waktu yang singkat? Dan sebagainya. Dengan menanyakan hal-hal tersebut, dapat mendukung diagnosis yang akan ditegakkan. 11.2. Pemeriksaan
1.2.1. Fisik
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri. Pada pemeriksaan palpasi hepar dan limpa akan ditemukan hepatosplenomegali.Suhu tubuh dan berat badan juga perlu diukur untuk mengetahui adakah dampak sistemik yang terjadi pada tubuh pasien. Pada penyakit Hodgkin akan didapati demam dan turunnya berat badan yang drastis dalam waktu singkat. 11.2.2. Penunjang
1.2.2.1. Biopsi jaringan secara patologi anatomi
Gambaran histologi yang khas adalah ditemukannya sel Reed-Stenberg yang merupakan sel berinti dua atau lebih, besar, maligna yang mengandung dua atau lebih nukleoli besar.
Menurut Yarbro (2000) pada 60-80% pasien yang diobservasi didapati jenis histologi yang paling sering ditemukan berupa sklerosis nodular. Diikuti dengan selularitas campuran pada 15-50% pasien penyakit hodgkin. 21.2.2.2. Radiologi
Pada pemeriksaan foto torak untuk melihat limfadenopati hiliar dan mediastinal, efusi pleura atau lesi parenkim paru. Obstruksi aliran limfotik mediastinal dapat menyebabkan efusi khilus (seperti susu).
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) kurang sensitif untuk mendiagnosis limfadenopati.Untuk pemeriksaan dengan CT-scan torak untuk mendiagnosis kelainan parenkim paru dan mediastinal. Sedangkan CT-scan abdomen memberikan gambaran limfadenopati retroperitoneal, mesenterik, portal, hepatospleno megali atau lesi di ginjal. 11.2.2.3. Laboratorium1.2.2.3.1. Laju endap darah
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Wintrobe dan Westergreen.
Metode Wintrobe
Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa
Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai tanda 0
Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus
Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit
Nilai normal pemeriksaan LED cara Wintrobe
Pria dewasa
= 0-9 mm per jam
Wanita dewasa= 0-15 mm per jam. Metode Westergreen
Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel sebelum diperiksa
Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Westergreen sampai tanda/skala 0
Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar matahari langsung
Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit
Nilai normal pemeriksaan LED cara Westergreen
Pria dewasa
= 0-15 mm per jam
Wanita dewasa= 0-20 mm per jamPada pasien dengan penyakit Hodgkin akan didapatkan peningkatan laju endap darah. 1, 31.2.2.3.2. Kadar hemoglobin
Tujuan pemeriksaan adalah untuk memantau kadar hemoglobin dalam sel darah merah, membantu mendiagnosis anemia, dan menentukan defisit cairan tubuh akibat peningkatan kadar hemoglobin.
Pemeriksaan ini tidak memerlukan persiapan khusus seperti puasa atau menghindari makanan tertentu. Sampel yang digunakan adalah darah vena atau darah kapiler.
Nilai rujukan pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah
Pria dewasa= 13,5-17 gr/dL
Wanita dewasa= 12-15 gr/dL
Didapati anemia pada pasien penyakit Hodgkin. 1, 31.2.2.3.3. Hitung jenis sel darah putihNilai rujukan pemeriksaan hitung jenis sel darah putih:Jenis% normal
Basofil0-1
Eosinofil1-3
Batang1-5
Segmen50-70
Limfosit20-40
Monosit1-6
Pada pasien penyakit Hodgkin, ditemukan eosinofilia, yaitu meningkatnya jumlah eosinofil. 1, 31.3. Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui. Namun untuk membedakan proses patologi seperti infeksi virus, lingkungan dan respon imun tubuh yang secara genetik dimungkinkan berperan dalam pembentukan penyakit. 11.4. Epidemiologi
Di Amerika, terdapat 7500 kasus baru penyakit hodgkin setiap tahunnya. Perbandingan antara pasien laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda yaitu 1,3-1,4 berbanding dengan 1. Distribusi umur pasien dengan penyakit hodgkin terbagi atas dua kelompok yaitu umur 15-34 tahun dan diatas 55 tahun.
Faktor resiko adalah adanya infeksi virus yang merupakan infeksi onkogenik dan berperan dalam timbulnya lesi genetik. Virus-virus yang dikhawatirkan menyebabkan lesi genetik yang berpengaruh adalah virus Epstein-Barr (EBV), Sitomegalovirus (CMV), Human Immunodeficiency virus (HIV), dan Human Herpes virus-6 (HHV-6).
Faktor resiko lain adalah defisiensi imun, misalnya pada pasien transplantasi organ dengan pengobatan imunosupresif atau pada pasien cangkok sumsum tulang. Pasien dengan riwayat keluarga dengan penyakit hodgkin mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita penyakit hodgkin. 11.5. Patofisiologi
Sel Reed-Stenberg memproduksi sitokin dan growth factor yang memicu timbulnya fibrosis dan membentuk sebuah campuran dari berbagai sel inflamasi. 4Klasifikasi menurut WHO
Nodular Lymphocyte Predominance Hodgkin Lymphoma (Nodular LPHL): saat ini dikenal sebagai indolent B-cell non-Hodgkin lymphoma dan bukan true Hodgkin disease. Tipe ini m empunyai sel limfosit dan histiosit, CD20 positif namun tidak memberikan gambaran sel Reed-Stenberg.
Classic Hodgkin Lymphoma: gambaran kaya akan limfosit, sklerosis nodular, selularitas campuran, dan deplesi limfosit. 1Staging ditentukan menurut Cotswolds (1990) yang merupakan modifikasi dari klasifikasi Ann Arbor (1971).
Stadium I: terdapat keterlibatan satu regio kelenjar getah bening atau struktur jaringan limfoid (limpa, timus, dan cincin waldeyer) atau adanya keterlibatan dari satu kelenjar ekstralimfatik. Stadium II: teradapat keterlibatan lebih dari dua regio kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama. (bila kelenjar hilus yang terkena pada kedua sisi termasuk stadium II). Keterlibatan lokal satu organ ekstranodal atau satu tempat dan kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama. Jumlah regio anatomik yang terlibat ditulis dengan angka, misalnya: II3. Stadium III: terdapat keterlibatan satu organ ekstranodal (IIIE) atau keduanya (IIISE)
III1: dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening splenik, hilar, seliak atau portal.
III2: dengan keterlibatan kelenjar getah bening para-aorta, iliaka, dan mesenterika.
Stadium IV: keterlibatan difus atau diseminata pada satu atau lebih organ ekstranodal atau jaringan dengan atau tanpa keterlibatak kelenjar getah bening.Keterangan untuk dicantumkan pada stadium meliputi:
A: tanpa gejala
B: disertai demam (suhu lebih dari 38 oC), keringat malam hari, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu 6 bulan.
X: adanya bulky disease yaitu pembesaran mediastinum lebih dari 1/3, adanya massa kelenjar dengan diameter maksimal 10 cm.
E: terdapat keterlibatan satu organ ekstranodal yang contiguous atau proksimal terhadap regio kelenjar getah bening.
CS: clinical stage
PS: pathologic stage, misalnya ditentukan dengan laparotomi. 11.6. Manifestasi klinis
Limfadenopati yang tidak nyeri Demam
Berkeringat di malam hari
Penurunan berat badan
Malaise
Pruritus
Hepatosplenomegali
Nyeri abdomen akibat spenomegali atau pembesaran kelenjar yang masif
Nyeri tulang akibat destruksi lokal atau infiltrasi sumsum tulang
Neuropati
Tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstremitas, sindroma vena cava, kompresi medula spinalis, dan disfungsi hollow viscera. 11.7. Penatalaksanaan
Terapi untuk limfoma Hodgkin dilakukan dengan radioterapi yang dikombinasikan dengan kemoterapi. Namun terapi yang dilakukan bergantung pada clinical staging dan faktor resiko.Radioterapi meliputi Extended Field Radiotherapy (EFRT), Involved Field Radiotherapy (IFR), dan radioterapi (RT) pada limfoma residual atau bulky disease.
Faktor resiko untuk terapi menurut German Hodgkins Lymphoma Study Grouup (GHSG) meliputi:
Massa mediastinal yang besar
Ekstranodal
Peningkatan LED lebih atau sama dengan 50 untuk tanpa gejala dan lebih atau sama dengan 30 untuk pasien dengan gejala
Tiga atau lebih regio yang terkena
Menurut EORTC/GELA (European Organization for Research and Treatment of Carcinoma atau Groupe dEtude des Lymphomes de IAdulte), yang menjadi faktor resiko adalah:
Massa mediastinal yang besar Usia 50 tahun atau lebih
Peningkatan LED
Empat regio yang terkena atau lebih.
Untuk kemoterapi, dalam guideline oleh National Comprehensive Cancer Network pada 2004, kemoterapi yang dianjurkan adalah ABVD dan Stanford V sebagai kemoterapi terpilih. 1Tabel 1
Kemoterapi ABVD
RegimenDosis (mg/m2)Cara PemberianJadwal (hari)Siklus (hari)
Adriamycin25IV1, 1528
Bleomycin10IV1, 1528
Vinblastine6IV1, 1528
Dacarbazine375IV1, 1528
Tabel 2
Kemoterapi Stanford V
RegimenDosisCara PemberianJadwal (minggu ke-)Siklus (minggu)
Mechlorethamine6IV1, 5, 912
Adriamycin25IV1, 3, 5, 9, 1112
Vinblastine6IV1, 3, 5, 9, 1112
Vincristine1,4IV2, 4, 6, 8, 10, 1212
Bleomycin5IV2, 4, 6, 8, 10, 1212
Etoposide60 x 2IV3, 7, 1112
Prednisone40PO1-9, tappering12
G-CSF-SC10-1212
Terapi lain yang masih dalam tahap penelitian adalah imunoterapi dengan antibodi monoklonal anti CD20, imunotoksin anti CD25, bispesifik monoklonal antibodi CD16/CD30 bispesifik antibodi dan immunoconjugates. 1Antikanker merupakan obat dengan indeks terapi sempit. Semua jenis antikanker ini mempunyai efek toksis yang berat. Karena kerjanya yang mempengaruhi sel yang masih hidup, maka efek sampingnya mengenai sistem hemopoietik dan gastrointestinal. Supresi terjadi pada sel-sel darah, yang terjadi ialah leukopenia (