pbl14
-
Upload
baraa-kerinduantigabelas -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
description
Transcript of pbl14
Dislokasi Sendi Glenohumeral
Pendahuluan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, seseorang dapat saja terkena gangguan atau cedera.
Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan
muskuloskeletal dianggap berkaitan dengan kerja jika lingkungan dan pelaksanaan kerja
berperan secara bermakna dalam timbulnya gangguan tersebut. Dengan demikian jelas bahwa
gangguan muskuloskeletal yang berkaitan dengan kerja dapat dibedakan dari penyakit akibat
kerja, dimana penyakit akibat kerja mempunyai hubungan sebab-akibat langsung antara suatu
bahan/bahaya dengan suatu penyakit spesifik, sedangkan gangguan muskuloskeletal yang
berkaitan dengan kerja tidak.1 Dislokasi pada sendi merupakan salah satu masalah
muskuloskeletal yang berkaitan dengan kerja yang dilakukan seorang individu.
Anamnesis
Awal anamnesis untuk gangguan pada muskuloskeletal serupa dengan anamnesis lain, yaitu
dapat dimulai dengan menanyakan:
Identitas penderita
Nama, alamat, umur, pekerjaan dan usia. Penyakit muskuloskeletal dapat menyerang
semua umur dan jenis kelamin, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada kelompok
umur dan jenis kelamin tertentu. Misalnya Osteoartritis lebih sering ditemukan pada
pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Sebaliknya SLE lebih sering
ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.1
Keluhan Utama
Pasien dengan gangguan muskuloskeletal biasanya datang dengan keluhan nyeri sendi.
Penting untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan nyeri
yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah
istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis. Sebaliknya
nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku
sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.
Pada artritis reumatoid nyeri yang paling berat biasanya pada pagi hari, membaik pada
siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari. Sedangkan, pada osteoartritis nyeri
1
paling berat pada malam hari dan pada artritis gout nyeri yang terjadi biasanya berupa
serangan yang hebat pada waktu bangunn pagi hari, sedangkan pada malam hari
sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa.1
Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi: bagian tubuh mana yang memberikan keluhan lokasi harus spesifik
Kualitas: Seperti apa keluhannya?
Keparahan: Seberapa berat keluhan dirasakan pasien, seberapa jauh mengganggu aktifitas
(bertujuan untuk memberi gambaran tingkat nyeri, mengetahui perkembangan sakit/ nyeri
dan membantu dalam menentukan jenis obat)
Waktu: Onset (sejak kapan keluhannya dirasakan), Durasi (berapa lama keluhannya
dirasakan) dan Frekuensi (berapa kali, berapa sering).
Situasi dan kondisi saat terjadi (faktor pencetus): Mencakup faktor lingkungan, aktifitas
personal, riwayat alergi, riwayat minum obat
Faktor yang memperingan atau memperberat: Riwayat pengobatan
Manifestasi gejala lain yang terkait: Gejala-gejala lain yang menyertai keluhan utama
Riwayat Penyakit Dahulu: bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan
adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit berat
dan mengalami operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan,
apakah sembuh sempurna atau tidak.1
Riwayat Penyakit Keluarga: penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,
familial atau infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga ditanyakan
riwayat kehamilan dan kelahiran.1
Riwayat Personal Sosial
Dewasa (Pendidikan, Situasi pekerjaan/rumah/keluarga/perkawinan, kebiasaan, lifestyle)
Anak (Riw. Kehamilan, ibu, perinatal, nutrisi, imunisasi)
Pemeriksaan Fisik Umum
Dalam pemeriksaan fisik, lihatlah pasien dan cari adanya deformitas yang terlihat jelas dan
postur abnormal dari tubuh pasien langsung. Cari pengecilan otot yang terlihat jelas: apakah
massa otot tampak normal? Lihat bahu, pantat, tangan, dan otot disekitar cedera dan lainnya.
Cari kelainan terkait; misalnya nodul reumatoid, tofi gout, psoriasis, atau tanda-tanda reumatoid
2
sistemik. Periksa sendi untuk mencari adanya pembengkakan, deformitas, efusi, eritema, dan
nilailah kisaran gerak aktif dan pasif pasien.2 Untuk memeriksa bahu dan artikulatio sterno-
klavikularis dapat dilakukan inspeksi untuk mencari deformitas sendi, pembengkakan dan nyeri
tekan. Periksa gerak abduksi, adduksi, rotasi internal dan eksternal, serta fleksi dan ekstensi.
Pemeriksa bisa meminta psaien untuk meletakkan lengan di belakang kepala.3
Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri, terdapat
tonjolan dan edema pada bagian depan bahu, posisi lengan adduksi – endorotasi, nyeri tekan, dan
adanya gangguan gerak sendi bahu.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu anteroposterior (AP) dan
lateral, posisi Axial dan posisi ”Y” scapular view. Selain itu juga dianjurkan melakukan
pemeriksaan pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat dislokasi posterior.
Pemeriksaan pandangan oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih mudah diintepretasi.4
Diagnosis 5,6
Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau
alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat memberikan
informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih
membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah ada dan
yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai riwayat penyakit
pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk mempertimbangkan penanganan yang akan
diambil.
Ada 2 tanda khas pada kasus dislokasi sendi bahu terutama pada dislokasi anterior yaitu
sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah
akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu
menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak
dapat menyetuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada normal, bahu
terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna. Posisi badan
penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat skapula bergerak
pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada scapula. Jika pasien tidak
3
terlalu banyak menggerakan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat
diraba dibawah prosesus korakoideus.5,7-10
Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu dapat menggunakan tanda cemas
(apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam
abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring.
Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas dan tubuhnya
menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana
dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif.5
Definisi Dislokasi Bahu
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi), atau suatu keadaan dimana permukaan sendi
tulang yang membentuk sendi tidak lagi dalam posisi anatomis. Secara kasar adalah tulang
terlepas dari persendian. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.5,8
Anatomi fungsional sendi bahu1,5,7
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas
bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan
seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari.
Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan
ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-
tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone), dan
sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi
glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut
bekerjasama secara secara sinkron.
1. Sendi glenohumeralis
4
Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan
adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam.
Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas.
Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus, dan
ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu
dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.
2. Sendi Sternoclaviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavicularis, dengan incisura clavicularis sterni. Menurut
bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantara kedua facies
articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuaikan kedua facies
articularisnya dan sebagai cavum articulare. Capsula articularis luas, sehingga kemungkinan
gerakan luas.
3. Sendi Acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion scapulae.
Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara facies articularis
ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies
articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.
4. Sendi Scapulothoracicus
Sendi scapulothoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan scapula terhadap
dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002]. Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kearah
medial lateral yang dalam klinis disebut down ward-up, wardrotasi juga gerak kearah cranial-
caudal yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi. Pada sendi ini, skapula bergerak
menggelincir pada dinding thoraks. Gerakannya ada dua tipe, yaitu translasi (gerak dari skapula
ke atas, ke bawah, ke depan dan ke belakang) dan gerak rotasi melalui sumbu tegak lurus.
Biasanya gerak skapula adalah gerak kombinasi daripada kedua gerak ini.
Etiologi6,10
Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun
trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya tidak
sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan
congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale
Dislokasi dapat disebabkan oleh :
5
1. Cedera olah raga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah
raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain
basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari
karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terpeleset diatas lantai yang licin
4. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang
Epidemiologi
Ketidakstabilan sendi bahu yang salah satunya adalah dislokasi sendi bahu anterior merupkan 95
% dari keseluruhan kasus ketidakstabilan sendi. Dislokasi anterior sering terjadi pada usia muda.
Antara lain pada atlet akibat kecelakaan olahraga. Kejadian ini dapat berupa kejadian yang
pertama (primer) atau ulangan,dimana kasus dislokasi berulang terjadi pada lebih dari 50%
pasien yang berumur dibawah 25 tahun dan pada sekitar 20% pasien yang lebih tua. 9 Stabilitas
sendi bahu tergantung dari otot - otot dan kapsul tendon yang mengitari sendi bahu. Sedangkan
hubungan antara kepala humerus dengan cekungan glenoid terlalu dangkal. Oleh karena itu pada
sendi glenohumoral sering terjadi dislokasi, baik akibat trauma maupun pada saat serangan
epilepsi. Melihat lokasi kaput humeri terhadap glenoidalis, dislokasi paling sering ke arah
anterior dan lebih jarang ke arah posterior.
Patofisiologi dan Patogenesis6
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh yang bertumpu pada tangan dan bahu. Humerus
terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang
bagian posterolateral kaput hancur. Meski jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke
bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah; lengan ini hampir selalu
jatuh membawa kaput ke posisi di bawah coracoid).
6
Pada dislokasi berulang labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior glenoid.
Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum glenohumerus
keduanya terlepas atau terentang keraha anterior dan inferior. Selain itu mungkin ada indentasi
pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs), yaitu suatu fraktur kompresi akibat
kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.2
Diskolasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Dislokasi Congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi Patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
3. Dislokasi Traumatik : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dislokasi traumatik dibagi :
1. Dislokasi Akut: Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Kronik
3. Dislokasi Berulang: Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi
dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi 96% dislokasi anterior, 3,4% dislokasi posterior
dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto).
Manifestasi Klinis8,10
Pasien merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya, dan lengan yang
cedera ditopang oleh tangan sebelah lain. Pundak terasa sakit sekali, Lengan terletak berotasi
internal dan adduksi pada dislokasi posterior dan berotasi eksternal dan abduksi pada dislokasi
anterior, bentuk pundak asimetris, posisi badan pendeita miring ke arah sisi yang sakit, bentuk
7
deltoid pada sisi yang cedera tampak mendatar, hal ini disebabkan kepala humerus sudah keluar
dari cekungan glenoid ke depan. Pada palpasi daerah subacromius jelas teraba cekungan.
Tata Laksana6,9
Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :
Lakukan reposisi segera.
Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :
(dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), dislokasi bahu, siku atau
jari dapat direposisi dengan anestesi local; dan obat penenang misalnya valium.
Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat.
Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar
tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan
mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Terdapat 2 cara untuk mereposisi dislokasi bahu anterior, yaitu :
1. Cara Stimson
Cara ini mudah dan tidak memerlukan anestesia. Penderita tidur tengkurang di atas
meja, lengan yang cedera dibiarkan tergelantung ke bawah. Lengan diberi beban
seberat 5 – 7 ½ kg. Pada saat otot bahu dalam keadaan relaksasi, diharapkan terjadi
reposisi akibat berat lengan yang tergantung di samping tempat tidur tersebut. Hal ini
dilakukan selama 20 – 25 menit.
2. Cara Hippocrates
Bila cara stimson gagal maka dilakukan cara hippocrates. Penderita tidur terlentang di
atas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit ditarik ke distal, posisi lengan sedikit
abduksi. Sementara itu kaki penolong ditekankan ke aksila untuk mengungkit kaput
8
humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam
posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu.
Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan, maka dapat
dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi adalah :
1. Dislokasi yang berkali – kali, terutama bila terdapat nyeri
2. Subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah
keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.
Komplikasi5,10
Komplikasi yang dapat terjadi adalah timbulnya lesi pleksus brakialis dan nervus aksilaris, serta
interposisi tendo bisep kaput longum. Robekan arteri aksilaris juga dapat terjadi terutama pada
orang tua yang dilakukan reduksi dislokasi dengan tenaga yang berlebihan. Langkah antisipatif
yang dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan melakukan penekanan kuat pada aksila.
Komplikasi lanjut dapat berupa:
Kaku sendi yaitu Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang
secara otomatis membatasi Abduksi
Dislokasi rekurens yaitu : terjadi jika labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid
Preventif dan Edukasi
a. Pencegahan Melalui Lingkungan:
Sebelum berolahraga (berlatih atau bertanding), seorang pemain atau pelatih harus
mempersiapkan lapangan dan sarananya, baik kelayakannya, situasi dan kondisi lapangan, cuaca,
dan kebersihan lapangan sehingga aktivitas dapat dilakukan dengan aman dan nyaman.
b. Pencegahan melalui Perlengkapan yang Dipakai (Equipment)
Pemilihan dan penggunaan pakaian, sepatu atau perlengkapan lainya harus disesuaikan dengan
kondisi lapanganatau cuaca. Pakaian harus bisa menyerap panas dan keringats edangkan
pemilihan jenis sepatu yang baik disesuaikan dengankondisi tanah atau lapangan.
9
c. Pencegahan melalui Latihan
Latihan merupakan proses untuk meningkatkan dan menyempurnakan keterampilan dan
otomatisasi gerakan sehingga tubuh akan adaptif, fisik, kekuatan, dan daya tahan tubuh
meningkat. Dengan meningkatnya adaptasi tubuh tersebut kemungkinan terjadinya cedera dapat
dicegah atau diminimalisasi.
d. Pencegahan melalui Pemanasan, Penguluran, dan Pendinginan
Pemanasan, penguluran, dan pendinginan (sebelum dan sesudah latihan) memberikan banyak
manfaat seperti menyiapkan organ tubuh, mempersingkat waktu istirahat (recovery), mengurangi
ketegangan otot dan stress/tekanan jiwa. Pemanasan-penguluran dan pendinginan yang baik
diharapkan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya cedera
Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi.
Kesimpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Diagnosa dislokasi dapat ditegakkan melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. Pada skenario ditemukan beberapa
tanda diantaranya adanya nyeri, gangguan gerak sendi bahu, terdapat tonjolan dan edema pada
bagian depan bahu yang menandakan dislokasi glenohumeral anterior, posisi lengan adduksi –
endorotasi yang merupakan ciri khas dislokasi glenohumeral posterior, sehingga untuk lebih
memeastikan diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan radiologis yaitu rontgen foto bahu
pandangan oblik.
Daftar pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 27, 2445-46, 2705,
2. Gleadle J. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2007.h.40-1.
10
3. BMJ Publishing Group. British Medical Journal. Preventing fractures in elderly people.
2003 July 12; 327 (7406): 89-95. Diunduh dari www.ncbi.nlm.nih.gov , 24 Maret 2013.
4. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins
5. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif
Watampone (Anggota IKAPI).
6. http://www.scribd.com/doc/75296840/shoulder-dislocation [diunduh : 20 Februari 2012]
7. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal system. Lea
and Febriger Philadelphia, London halaman 225-234.
8. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku
Kedoktern EGC. Jakarta
9. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,
Information Services Company.
10. http://www.msdlatinamerica.com/ebooks/RockwoodGreensFracturesinAdults/sid930742.html
[diunduh : 20 Februari 2012]
11