pbl14

17
Dislokasi Sendi Glenohumeral Pendahuluan Dalam melaksanakan pekerjaannya, seseorang dapat saja terkena gangguan atau cedera. Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal dianggap berkaitan dengan kerja jika lingkungan dan pelaksanaan kerja berperan secara bermakna dalam timbulnya gangguan tersebut. Dengan demikian jelas bahwa gangguan muskuloskeletal yang berkaitan dengan kerja dapat dibedakan dari penyakit akibat kerja, dimana penyakit akibat kerja mempunyai hubungan sebab- akibat langsung antara suatu bahan/bahaya dengan suatu penyakit spesifik, sedangkan gangguan muskuloskeletal yang berkaitan dengan kerja tidak. 1 Dislokasi pada sendi merupakan salah satu masalah muskuloskeletal yang berkaitan dengan kerja yang dilakukan seorang individu. Anamnesis Awal anamnesis untuk gangguan pada muskuloskeletal serupa dengan anamnesis lain, yaitu dapat dimulai dengan menanyakan: Identitas penderita Nama, alamat, umur, pekerjaan dan usia. Penyakit muskuloskeletal dapat menyerang semua umur dan jenis kelamin, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada kelompok umur dan jenis kelamin tertentu. Misalnya Osteoartritis lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut 1

description

pbl

Transcript of pbl14

Page 1: pbl14

Dislokasi Sendi Glenohumeral

Pendahuluan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, seseorang dapat saja terkena gangguan atau cedera.

Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan

muskuloskeletal dianggap berkaitan dengan kerja jika lingkungan dan pelaksanaan kerja

berperan secara bermakna dalam timbulnya gangguan tersebut. Dengan demikian jelas bahwa

gangguan muskuloskeletal yang berkaitan dengan kerja dapat dibedakan dari penyakit akibat

kerja, dimana penyakit akibat kerja mempunyai hubungan sebab-akibat langsung antara suatu

bahan/bahaya dengan suatu penyakit spesifik, sedangkan gangguan muskuloskeletal yang

berkaitan dengan kerja tidak.1 Dislokasi pada sendi merupakan salah satu masalah

muskuloskeletal yang berkaitan dengan kerja yang dilakukan seorang individu.

Anamnesis

Awal anamnesis untuk gangguan pada muskuloskeletal serupa dengan anamnesis lain, yaitu

dapat dimulai dengan menanyakan:

Identitas penderita

Nama, alamat, umur, pekerjaan dan usia. Penyakit muskuloskeletal dapat menyerang

semua umur dan jenis kelamin, tetapi frekuensi setiap penyakit terdapat pada kelompok

umur dan jenis kelamin tertentu. Misalnya Osteoartritis lebih sering ditemukan pada

pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Sebaliknya SLE lebih sering

ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.1

Keluhan Utama

Pasien dengan gangguan muskuloskeletal biasanya datang dengan keluhan nyeri sendi.

Penting untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan nyeri

yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah

istirahat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis. Sebaliknya

nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku

sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.

Pada artritis reumatoid nyeri yang paling berat biasanya pada pagi hari, membaik pada

siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari. Sedangkan, pada osteoartritis nyeri

1

Page 2: pbl14

paling berat pada malam hari dan pada artritis gout nyeri yang terjadi biasanya berupa

serangan yang hebat pada waktu bangunn pagi hari, sedangkan pada malam hari

sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa.1

Riwayat Penyakit Sekarang

Lokasi: bagian tubuh mana yang memberikan keluhan lokasi harus spesifik

Kualitas: Seperti apa keluhannya?

Keparahan: Seberapa berat keluhan dirasakan pasien, seberapa jauh mengganggu aktifitas

(bertujuan untuk memberi gambaran tingkat nyeri, mengetahui perkembangan sakit/ nyeri

dan membantu dalam menentukan jenis obat)

Waktu: Onset (sejak kapan keluhannya dirasakan), Durasi (berapa lama keluhannya

dirasakan) dan Frekuensi (berapa kali, berapa sering).

Situasi dan kondisi saat terjadi (faktor pencetus): Mencakup faktor lingkungan, aktifitas

personal, riwayat alergi, riwayat minum obat

Faktor yang memperingan atau memperberat: Riwayat pengobatan

Manifestasi gejala lain yang terkait: Gejala-gejala lain yang menyertai keluhan utama

Riwayat Penyakit Dahulu: bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan

adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.

Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit berat

dan mengalami operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan,

apakah sembuh sempurna atau tidak.1

Riwayat Penyakit Keluarga: penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,

familial atau infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga ditanyakan

riwayat kehamilan dan kelahiran.1

Riwayat Personal Sosial

Dewasa (Pendidikan, Situasi pekerjaan/rumah/keluarga/perkawinan, kebiasaan, lifestyle)

Anak (Riw. Kehamilan, ibu, perinatal, nutrisi, imunisasi)

Pemeriksaan Fisik Umum

Dalam pemeriksaan fisik, lihatlah pasien dan cari adanya deformitas yang terlihat jelas dan

postur abnormal dari tubuh pasien langsung. Cari pengecilan otot yang terlihat jelas: apakah

massa otot tampak normal? Lihat bahu, pantat, tangan, dan otot disekitar cedera dan lainnya.

Cari kelainan terkait; misalnya nodul reumatoid, tofi gout, psoriasis, atau tanda-tanda reumatoid

2

Page 3: pbl14

sistemik. Periksa sendi untuk mencari adanya pembengkakan, deformitas, efusi, eritema, dan

nilailah kisaran gerak aktif dan pasif pasien.2 Untuk memeriksa bahu dan artikulatio sterno-

klavikularis dapat dilakukan inspeksi untuk mencari deformitas sendi, pembengkakan dan nyeri

tekan. Periksa gerak abduksi, adduksi, rotasi internal dan eksternal, serta fleksi dan ekstensi.

Pemeriksa bisa meminta psaien untuk meletakkan lengan di belakang kepala.3

Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri, terdapat

tonjolan dan edema pada bagian depan bahu, posisi lengan adduksi – endorotasi, nyeri tekan, dan

adanya gangguan gerak sendi bahu.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu anteroposterior (AP) dan

lateral, posisi Axial dan posisi ”Y” scapular view. Selain itu juga dianjurkan melakukan

pemeriksaan pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat dislokasi posterior.

Pemeriksaan pandangan oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih mudah diintepretasi.4

Diagnosis 5,6

Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau

alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat memberikan

informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga dapat lebih

membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang mungkin telah ada dan

yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi mengenai riwayat penyakit

pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk mempertimbangkan penanganan yang akan

diambil.

Ada 2 tanda khas pada kasus dislokasi sendi bahu terutama pada dislokasi anterior yaitu

sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah

akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu

menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak

dapat menyetuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada normal, bahu

terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna. Posisi badan

penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat skapula bergerak

pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada scapula. Jika pasien tidak

3

Page 4: pbl14

terlalu banyak menggerakan bahunya, maka pada kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat

diraba dibawah prosesus korakoideus.5,7-10

Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu dapat menggunakan tanda cemas

(apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam

abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring.

Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas dan tubuhnya

menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana

dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif.5

Definisi Dislokasi Bahu

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat

hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari

tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi), atau suatu keadaan dimana permukaan sendi

tulang yang membentuk sendi tidak lagi dalam posisi anatomis. Secara kasar adalah tulang

terlepas dari persendian. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi

bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi

macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-

ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.5,8

Anatomi fungsional sendi bahu1,5,7

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas

bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan

seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari.

Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan

ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-

tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone), dan

sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi

glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut

bekerjasama secara secara sinkron.

1. Sendi glenohumeralis

4

Page 5: pbl14

Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan

adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam.

Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas.

Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus, dan

ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu

dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.

2. Sendi Sternoclaviculare

Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavicularis, dengan incisura clavicularis sterni. Menurut

bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantara kedua facies

articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuaikan kedua facies

articularisnya dan sebagai cavum articulare. Capsula articularis luas, sehingga kemungkinan

gerakan luas.

3. Sendi Acromioclaviculare

Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion scapulae.

Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara facies articularis

ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies

articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.

4. Sendi Scapulothoracicus

Sendi scapulothoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan scapula terhadap

dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002]. Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kearah

medial lateral yang dalam klinis disebut down ward-up, wardrotasi juga gerak kearah cranial-

caudal yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi. Pada sendi ini, skapula bergerak

menggelincir pada dinding thoraks. Gerakannya ada dua tipe, yaitu translasi (gerak dari skapula

ke atas, ke bawah, ke depan dan ke belakang) dan gerak rotasi melalui sumbu tegak lurus.

Biasanya gerak skapula adalah gerak kombinasi daripada kedua gerak ini.

Etiologi6,10

Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat berolahraga ataupun

trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian berulang diantaranya tidak

sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-otot sekitar dan kelainan

congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale

Dislokasi dapat disebabkan oleh :

5

Page 6: pbl14

1. Cedera olah raga

Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah

raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain

basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari

karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.

3. Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terpeleset diatas lantai yang licin

4. Patologis

Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital

penghubung tulang

Epidemiologi

Ketidakstabilan sendi bahu yang salah satunya adalah dislokasi sendi bahu anterior merupkan 95

% dari keseluruhan kasus ketidakstabilan sendi. Dislokasi anterior sering terjadi pada usia muda.

Antara lain pada atlet akibat kecelakaan olahraga. Kejadian ini dapat berupa kejadian yang

pertama (primer) atau ulangan,dimana kasus dislokasi berulang terjadi pada lebih dari 50%

pasien yang berumur dibawah 25 tahun dan pada sekitar 20% pasien yang lebih tua. 9 Stabilitas

sendi bahu tergantung dari otot - otot dan kapsul tendon yang mengitari sendi bahu. Sedangkan

hubungan antara kepala humerus dengan cekungan glenoid terlalu dangkal. Oleh karena itu pada

sendi glenohumoral sering terjadi dislokasi, baik akibat trauma maupun pada saat serangan

epilepsi. Melihat lokasi kaput humeri terhadap glenoidalis, dislokasi paling sering ke arah

anterior dan lebih jarang ke arah posterior.

Patofisiologi dan Patogenesis6

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh yang bertumpu pada tangan dan bahu. Humerus

terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang

bagian posterolateral kaput hancur. Meski jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke

bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah; lengan ini hampir selalu

jatuh membawa kaput ke posisi di bawah coracoid).

6

Page 7: pbl14

Pada dislokasi berulang labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior glenoid.

Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum glenohumerus

keduanya terlepas atau terentang keraha anterior dan inferior. Selain itu mungkin ada indentasi

pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs), yaitu suatu fraktur kompresi akibat

kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.2

Diskolasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Dislokasi Congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2. Dislokasi Patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya

tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang

berkurang.

3. Dislokasi Traumatik : Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan

mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena

mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan

tulang dari jaringan disekelilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,

syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dislokasi traumatik dibagi :

1. Dislokasi Akut: Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan

pembengkakan di sekitar sendi.

2. Dislokasi Kronik

3. Dislokasi Berulang: Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi

dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.

Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Secara statistic dislokasi bahu biasanya terjadi 96% dislokasi anterior, 3,4% dislokasi posterior

dan 0,1% dislokasi inferior (luxatio erecto).

Manifestasi Klinis8,10

Pasien merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya, dan lengan yang

cedera ditopang oleh tangan sebelah lain. Pundak terasa sakit sekali, Lengan terletak berotasi

internal dan adduksi pada dislokasi posterior dan berotasi eksternal dan abduksi pada dislokasi

anterior, bentuk pundak asimetris, posisi badan pendeita miring ke arah sisi yang sakit, bentuk

7

Page 8: pbl14

deltoid pada sisi yang cedera tampak mendatar, hal ini disebabkan kepala humerus sudah keluar

dari cekungan glenoid ke depan. Pada palpasi daerah subacromius jelas teraba cekungan.

Tata Laksana6,9

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

Lakukan reposisi segera.

Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :

(dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), dislokasi bahu, siku atau

jari dapat direposisi dengan anestesi local; dan obat penenang misalnya valium.

Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika

dislokasi berat.

Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga

sendi.

Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar

tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan

mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi

Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

Terdapat 2 cara untuk mereposisi dislokasi bahu anterior, yaitu :

1. Cara Stimson

Cara ini mudah dan tidak memerlukan anestesia. Penderita tidur tengkurang di atas

meja, lengan yang cedera dibiarkan tergelantung ke bawah. Lengan diberi beban

seberat 5 – 7 ½ kg. Pada saat otot bahu dalam keadaan relaksasi, diharapkan terjadi

reposisi akibat berat lengan yang tergantung di samping tempat tidur tersebut. Hal ini

dilakukan selama 20 – 25 menit.

2. Cara Hippocrates

Bila cara stimson gagal maka dilakukan cara hippocrates. Penderita tidur terlentang di

atas meja, lengan penderita pada sisi yang sakit ditarik ke distal, posisi lengan sedikit

abduksi. Sementara itu kaki penolong ditekankan ke aksila untuk mengungkit kaput

8

Page 9: pbl14

humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam

posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu.

Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan, maka dapat

dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi adalah :

1. Dislokasi yang berkali – kali, terutama bila terdapat nyeri

2. Subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah

keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.

Komplikasi5,10

Komplikasi yang dapat terjadi adalah timbulnya lesi pleksus brakialis dan nervus aksilaris, serta

interposisi tendo bisep kaput longum. Robekan arteri aksilaris juga dapat terjadi terutama pada

orang tua yang dilakukan reduksi dislokasi dengan tenaga yang berlebihan. Langkah antisipatif

yang dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan melakukan penekanan kuat pada aksila.

Komplikasi lanjut dapat berupa:

Kaku sendi yaitu Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,

terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang

secara otomatis membatasi Abduksi

Dislokasi rekurens yaitu : terjadi jika labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari

bagian depan leher glenoid

Preventif dan Edukasi

a. Pencegahan Melalui Lingkungan:

Sebelum berolahraga (berlatih atau bertanding), seorang pemain atau pelatih harus

mempersiapkan lapangan dan sarananya, baik kelayakannya, situasi dan kondisi lapangan, cuaca,

dan kebersihan lapangan sehingga aktivitas dapat dilakukan dengan aman dan nyaman.

b. Pencegahan melalui Perlengkapan yang Dipakai (Equipment)

Pemilihan dan penggunaan pakaian, sepatu atau perlengkapan lainya harus disesuaikan dengan

kondisi lapanganatau cuaca. Pakaian harus bisa menyerap panas dan keringats edangkan

pemilihan jenis sepatu yang baik disesuaikan dengankondisi tanah atau lapangan.

9

Page 10: pbl14

c. Pencegahan melalui Latihan

Latihan merupakan proses untuk meningkatkan dan menyempurnakan keterampilan dan

otomatisasi gerakan sehingga tubuh akan adaptif, fisik, kekuatan, dan daya tahan tubuh

meningkat. Dengan meningkatnya adaptasi tubuh tersebut kemungkinan terjadinya cedera dapat

dicegah atau diminimalisasi.

d. Pencegahan melalui Pemanasan, Penguluran, dan Pendinginan

Pemanasan, penguluran, dan pendinginan (sebelum dan sesudah latihan) memberikan banyak

manfaat seperti menyiapkan organ tubuh, mempersingkat waktu istirahat (recovery), mengurangi

ketegangan otot dan stress/tekanan jiwa. Pemanasan-penguluran dan pendinginan yang baik

diharapkan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya cedera

Prognosis

Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi.

Kesimpulan

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat

hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari

tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Diagnosa dislokasi dapat ditegakkan melalui

anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. Pada skenario ditemukan beberapa

tanda diantaranya adanya nyeri, gangguan gerak sendi bahu, terdapat tonjolan dan edema pada

bagian depan bahu yang menandakan dislokasi glenohumeral anterior, posisi lengan adduksi –

endorotasi yang merupakan ciri khas dislokasi glenohumeral posterior, sehingga untuk lebih

memeastikan diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan radiologis yaitu rontgen foto bahu

pandangan oblik.

Daftar pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 27, 2445-46, 2705,

2. Gleadle J. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2007.h.40-1.

10

Page 11: pbl14

3. BMJ Publishing Group. British Medical Journal. Preventing fractures in elderly people.

2003 July 12; 327 (7406): 89-95. Diunduh dari www.ncbi.nlm.nih.gov , 24 Maret 2013.

4. Salter Robert bruce. 1999. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal

System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins

5. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif

Watampone (Anggota IKAPI).

6. http://www.scribd.com/doc/75296840/shoulder-dislocation [diunduh : 20 Februari 2012]

7. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal system. Lea

and Febriger Philadelphia, London halaman 225-234.

8. Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku

Kedoktern EGC. Jakarta

9. Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,

Information Services Company.

10. http://www.msdlatinamerica.com/ebooks/RockwoodGreensFracturesinAdults/sid930742.html

[diunduh : 20 Februari 2012]

11