PB 2017 Vol 11 No 3 Kiat Mensejahterakan...

6
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Ringkasan Eksekutif • Perhutanan Sosial (PS) dipandang sebagai pendekatan yang sesuai dalam pengelolaan hutan agar terjadi pemerataan kesempatan, kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat setempat. Namun sasaran kebijakan pengembangan PS 12,7 juta ha pada tahun 2019 masih menghadapi tantangan cukup besar dikarenakan kapasitas ditingkat lokal yang sangat beragam. • Pengajuan usulan areal hutan untuk PS perlu mempertimbangkan adanya kegiatan usaha budidaya tanaman yang telah dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai pemungut hasil hutan, penambang, berburu, dan lain-lain sehingga pengembangan PS selain perlu diawali dengan identifikasi potensi sumber daya, juga perlu prakondisi masyarakat untuk merubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat agar mempunyai motivasi dan keterampilan sebagai pembudidaya tanaman. • Hasil hutan bukan kayu (HHBK) berperan penting selama menunggu saat panen kayu, sehingga pengembangan PS direkomendasikan menggunakan teknik agroforestri yang mengkombinasikan tanaman kayu dengan jenis-jenis tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan, tanaman semusim/pangan, empon-empon, tanaman hijauan pakan ternak, menghasilkan berbagai jenis HHBK secara berkesinambungan. • Produk PS yang komersial mempunyai rantai pemasaran lengkap dari petani sampai pengguna akhir seperti industri/eksportir, sepanjang rantai pemasaran tercipta nilai tambah yang dinikmati oleh para pihak yang terlibat, dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor, permintaannya tinggi dan pasarnya luas. Untuk itu diperlukan sarana prasarana jalan dan angkutan agar hasil PS dapat dipasarkan dengan mudah dan biaya angkut yang murah. 1 Kiat Mensejahterakan Masyarakat Lokal Melalui Perhutanan Sosial Volume 11 No. 03 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Setiasih Irawanti, Aneka Prawesti Suka, Surati Kiat Mensejahterakan Masyarakat Lokal Melalui Perhutanan Sosial Sumber foto: www.mongabay.co.id

Transcript of PB 2017 Vol 11 No 3 Kiat Mensejahterakan...

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASIKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

POLICYBRIEF

RingkasanEksekutif

• Perhutanan Sosial (PS) dipandang sebagai pendekatan yang sesuai dalam pengelolaan hutan agar terjadi pemerataan kesempatan, kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat setempat. Namun sasaran kebijakan pengembangan PS 12,7 juta ha pada tahun 2019 masih menghadapi tantangan cukup besar dikarenakan kapasitas ditingkat lokal yang sangat beragam.

• Pengajuan usulan areal hutan untuk PS perlu mempertimbangkan adanya kegiatan usaha budidaya tanaman yang telah dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai pemungut hasil hutan, penambang, berburu, dan lain-lain sehingga pengembangan PS selain perlu diawali dengan identifikasi potensi sumber daya, juga perlu prakondisi masyarakat untuk merubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat agar mempunyai motivasi dan keterampilan sebagai pembudidaya tanaman.

• Hasil hutan bukan kayu (HHBK) berperan penting selama menunggu saat panen kayu, sehingga pengembangan PS direkomendasikan menggunakan teknik agroforestri yang mengkombinasikan tanaman kayu dengan jenis-jenis tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan, tanaman semusim/pangan, empon-empon, tanaman hijauan pakan ternak, menghasilkan berbagai jenis HHBK secara berkesinambungan.

• Produk PS yang komersial mempunyai rantai pemasaran lengkap dari petani sampai pengguna akhir seperti industri/eksportir, sepanjang rantai pemasaran tercipta nilai tambah yang dinikmati oleh para pihak yang terlibat, dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor, permintaannya tinggi dan pasarnya luas. Untuk itu diperlukan sarana prasarana jalan dan angkutan agar hasil PS dapat dipasarkan dengan mudah dan biaya angkut yang murah.

1Kiat Mensejahterakan Masyarakat Lokal Melalui Perhutanan Sosial

Volume 11 No. 03Tahun 2017

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL,EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM

Setiasih Irawanti, Aneka Prawesti Suka, Surati

Kiat Mensejahterakan Masyarakat Lokal

Melalui Perhutanan Sosial

Sumber foto: www.mongabay.co.id

PernyataanMasalah

2

• Pada umumnya masyarakat desa di dalam dan sekitar kawasan hutan adalah masyarakat yang tertinggal, hidup di sektor tradisional, memiliki tatanan sosial yang lokal spesifik, dan sangat tergantung pada sumber daya hutan. Jumlah penduduk miskin Indonesia yang tinggal di desa hutan sekitar 12 juta j iwa atau 32,4% dari penduduk pedesaan sekitar hutan, atau 66,3% dari penduduk yang tergolong miskin ( S u h a r j i t o , 2 0 1 4 ) . K e b i j a k a n pengembangan P S menghadapi berbagai tantangan cukup besar dikarenakan kapasitas di tingkat lokal sangat beragam, seperti keragaman tingkat ketertinggalan, tatanan sosial, tradisi yang lokal spesifik, potensi sumber daya alam dan sumber daya m a n u s i a y a n g b e r a g a m , s e r t a keragaman akses terhadap pasar, penguasaan teknologi dan lain-lain.

• Program PS dituangkan dalam Rencana

Pengelolaan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 yang mana kawasan hutan seluas 12,7jt ha akan dikelola oleh m a s y a r a k a t s e t e m p a t m e l a l u i pendekatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Kemitraan Kehutanan, dan Hutan Adat untuk mencapai tujuan masyakat sejahtera hutan lestari. Target RPJM 2015-2019 adalah peningkatan akses masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan dari 2,5 juta ha baseline pada tahun 2014 menjadi 12,7 juta ha pada tahun 2019. Bila dikelola secara bijaksana, sumber d a y a h u t a n I n d o n e s i a a k a n b e r k o n t r i b u s i n y a t a d a l a m penanggulangan kemiskinan. Untuk mendukung keberhasilan program PS, beberapa penelitian PS menemukan kiat-kiat untuk mensejahterakan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.

Policy Brief Volume 11 No. 03 Tahun 2017

Sumber foto: borneoclimatechange.org

• B e b e r a p a f a k t a l a p a n g a n mengidikasikan perlunya upaya prakondisi masyarakat. Sebagai contoh masyarakat Plaehari di Kabupaten Tanah Laut memiliki mata pencaharian sebagai pemungut hasil hutan, penambang emas, batu, pasir, sehingga membiarkan lahannya menjadi lahan tidur kemudian dijual ke transmigan dari Jawa. Pada waktu pemerintah memberikan bantuan pupuk, cangkul, bibit karet, mereka segera menjualnya pada transmigran. Fakta serupa terjadi di Sanggau, proyek Perhutanan Sosial/Social Forestry Development Project (SFDP) pernah memberi bantuan bibit karet unggul kepada masyarakat namun mereka tidak bersedia menanam, demikian pula bantuan pupuk, bibit, obat, oleh masyarakat juga dijual, serta bantuan bibit sapi dan kambing lalu dipotong.

• Di beberapa lokasi studi (Pati , Banyumas, Tanggamus, Banjar), pemilikan lahan oleh petani umumnya terdiri atas lahan pekarangan, sawah, dan lahan kering jauh dari rumah berupa tegalan, kebun, hutan rakyat. Di pekarangan dan lahan kering petani membangun agroforestri sehingga

dihasilkan kayu, buah-buahan, hasil perkebunan, bahan pangan, obat-obatan, dan hijauan pakan ternak. Petani juga memelihara ternak kambing, sapi , ayam sehingga dihasilkan pupuk kandang untuk menyuburkan lahan dan pakan ternak yang disediakan dari lahan.

• Namun harga kayu sengon di hutan rakyat Pati akan makin rendah bila lokasi petak tebang makin jauh dari jalan, karena biaya panen makin tinggi. Dari petak tebang sampai pinggir jalan aspal yang dilalui truk, kayu bulat sengon terlebih dahulu harus diangkut dengan sejumlah kendaraan roda dua. Demikian pula pengangkutan kopi dan p i sang dar i da lam area l H K m Tanggamus sampai ke pemukiman penduduk dilakukan menggunakan kendaraan roda dua melewati petak-petak garapan masyarakat. Bahkan panen ketela pohon dari areal HKm Sanggau tidak dijual oleh petani karena biaya angkut dari lahan garapan sampai ke pemukiman lebih tinggi daripada harga jual di rumah petani. Akibatnya ketela pohon hanya dijadikan pakan ternak babi. Tersedianya sarana dan prasarana jalan, pengangkutan, dan perhubungan sangat memengaruhi keberhasilan PS.

KondisiSaat Ini

Penelitian PS telah dilakukan di Hutan Rakyat Kabupaten Pati (tahun 2011-2017), Pengelolaan Hutan bersama masyarakat (PHBM) di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Banyumas Timur dan HKm di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Batutegi (tahun 2015), HKm Sanggau (tahun 2016), HKm di KPH Tanah Laut dan agroforestri tradisional di Kabupaten Banjar (tahun

2016), menggunakan metode wawancara dan focus group discussion (FGD), ranking matriks dan diagram rantai pemasaran, dimensi sosial, dan nilai tambah. Butir-butir penting temuan penelitian tersebut selanjutnya disintesa menjadi masukan kebijakan tentang Kiat Mensejahterakan Masyarakat Lokal Melalui Perhutanan Sosial.

Metode

Kiat Mensejahterakan Masyarakat Lokal Melalui Perhutanan Sosial 3

mata pencaharian dan pendapatan rumah tangga, sehingga mampu memberdayakan masyarakat.

• Pengungkit pemberdayaan masyarakat adalah intervensi yang diperlukan agar kemampuan produk PS tersebut dalam memberdayakan masyarakat makin kuat. Intervensi dapat dilakukan di lahan (on farm) serta di pengolahan paska panen dan pemasaran produk (off farm).

• Membangun agroforestri secara benar akan mengembalikan fungsi ekologi lahan. Rapatnya dedaunan pada agroforestri dapat menahan kekuatan dan kecepatan jatuhnya butir-butir air hujan ke permukaan tanah, melalui ranting dan batang pohon sehingga lebih lambat. Berkurangnya laju kecepatan air di permukaan tanah akan meresapkan air ke dalam tanah dengan kecepatan yang lambat pula sehingga membentuk mata air yang akan menekan potensi kekeringan pada musim kemarau.

4. Menghasilkan Produk Komersial yang Pasarnya Luas

• Produk PS yang komersial mempunyai rantai pemasaran yang lengkap dari petani sampai pengguna akhir seperti industri/eksportir, dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor, permintaannya tinggi dan pasarnya luas. Sepanjang rantai pemasaran selalu tercipta nilai tambah yang dinikmati oleh para pihak yang terlibat.

• HHBK dan kayu sengon memiliki peran besar dalam ekonomi rumah tangga petani hutan rakyat Pati, lebih dari 92% hasil kayu berasal dari jenis sengon, permintaannya tinggi, produk olahannya dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor.

• HKM Tanggamus di Kawasan hutan lindung Way Besay Lampung seluas 31.572 ha sejak tahun 1950 telah ditanami kopi oleh masyarakat, pedagang mendatangi rumah petani, selanjutnya dijual ke eksportir, kopi m e n j a d i p r o d u k k o m e r s i a l , permintaannya tinggi, 80% dari biji kopi kering di ekspor.

• Getah karet yang dihasilkan oleh

agroforestri tradisional Kiram di Kalimantan Selatan, pedagang datang ke desa, selanjutnya dijual ke pabrik pengolahan di Banjarmasin, produk olahannya di ekspor.

5. Tersedia Sarana Prasarana Jalan dan Angkutan

• Agar hasil PS dapat dipasarkan dengan mudah, dukungan sarana prasarana perhubungan dan pengangkutan menjadi kebutuhan mendesak. Ketersediaan sarana angkutan dan perhubungan dapat memperluas pasar internal dan eksternal, menurunkan biaya angkut, menaikan intensitas perdagangan di dalam atau ke luar dari wilayah sehingga perekonomian masyarakat lebih maju.

6. Dapat Bersaing dengan Usaha Pemanfaatan Lahan Lainnya

• Di lapangan, petani dihadapkan pada berbagai pilihan pemanfaatan lahan seperti untuk budidaya tanaman p e r t a n i a n , b u d i d a y a t a n a m a n perkebunan misal kelapa sawit, budidaya ternak, dan budidaya tanaman kehutanan.

• Petani yang mengandalkan sumber mata pencaharian dan pendapatan dari lahan, dalam memilih jenis usaha tani akan mempertimbang-kan penguasaan teknologi budidaya, pengolahan paska panen, dan kemudahan pemasaran hasil.

• Hasil dari usaha pemanfaatan lahan selalu dikaitkan dengan kemam-puannya dalam memenuhi semua kebutuhan hidup rumah tangga, sehingga petani akan mempertim-bangkan kecepatan dalam mem-berikan hasil, tinggi rendahnya frekuensi panen, dan tinggi rendahnya nilai jual hasil.

• Teknik agroforestri dipandang dapat bersaing dengan jenis peman-faatan lahan yang lain karena berbagai jenis HHBK dapat dipanen lebih cepat, bergiliran satu jenis dengan jenis lain sehingga berkesinambungan, serta hasil kayu dapat dipanen saat masak tebangnya.

4 Policy Brief Volume 11 No. 03 Tahun 2017

K o n d i s i P e m u n g k i n U n t u k Keberhasilan Perhutanan Sosial

1. Menerapkan Teknik Agroforestri• P a n e n s e c a r a b e r g i l i r d a n

berkesinambungan Agroforestri yang dibangun di lahan pekarangan dan lahan kering dapat menghasilkan kayu dan HHBK. Berbagai hasil dari lahan dipanen secara bergilir, dari panen bulanan, tahunan, lebih dari lima tahun.Tingginya keragaman jenis tanaman memungkinkan petani m e m a n e n h a s i l s e c a r a berkesinambungan sehingga petani lebih sabar memanen kayu sampai masak tebang karena pendapatan dari berbagai HHBK diperoleh sebelum panen kayu.

• Memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang PS dengan t e k n i k a g r o f o r e s t r i m a m p u memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga sebesar 41,32% dan penyerapan tenaga kerja 2,39 orang/ha (Mayrowani dan Ashari, 2011). Potensi HHBK yang dapat dipanen dalam jangka pendek (mingguan) dan jangka menengah (bulanan atau tahunan), sedangkan kayu dipanen dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun), sehingga petani cenderung mempertahankan berbagai sumber mata pencaharian dan penerimaan finansial dari penjualan komersial produk-produk tersebut (Irawanti, 2014).

2. Identifikasi Potensi dan Prakondisi Masyarakat

· Bila areal yang diusulkan untuk pengembangan PS belum ada tanaman potensial dan kegiatan masyarakat, maka petani perlu dilibatkan untuk membangun hutan tanaman. Pilihan j e n i s s e s u a i d e n g a n a s p i r a s i m a s y a r a k a t d e n g a n mempertimbangkan penguasaan mereka a tas t ekn ik budidaya , pengolahan paska panen , dan pemasaran hasilnya. Bersamaan dengan pelaksanaan pembangunan tanaman, petani perlu disediakan

p e k e r j a a n a g a r m e m p e r o l e h pendapatan misalnya dari kerja sebagai buruh.

• A p a b i l a l a t a r b e l a k a n g m a t a pencaharian peserta program PS bukan petani, seperti pemungut hasil hutan, penambang, dan lain-lain, mereka perlu diberi pendampingan intensif untuk merubah pola pikir dari pemungut menjadi pembudidaya, diberi motivasi agar tidak malas, diberi pelatihan agar memiliki keterampilan.

3. Mempunyai Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Ekologi

Lokasi PS / Jenis2usaha tani

Alasan dianggap penting

HKm Tanggamus

Agrofo-restri Kiram

HR Pati/ Giling

HR Pati/ Payak

HR Pati/ Gn. sari

Kopi Pisang Getah karet

Ketela pohon

Sengon

Kopi

1. Untuk kebutuhan keluarga (konsumsi)

5 17 11 - - 8

2. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (dijual)

19 4 14 - - -

3. Untuk memenuhi kebutuhan besar dan sewaktu-waktu

24 - 4 6 13 12

4. Kontribusi terhadap pendapatan tahunan

30 - 6 14 14 14

5. Kemudahan dalam pengelolaan

4 19 8 5 4 4

6. Kemudahan pemasaran

10 10 8 5 5 5

TOTAL 92 50 51 30 36 43

Ranking matriks tersebut menyajikan lima jenis usaha tani utama pilihan para petani. Selanjutnya menggunakan sistem pembobotan, matriks diisi oleh para petani secara partisipatif, sehingga dihasilkan ranking pilihan usaha tani andalan dengan butir-butir uraian sebagai berikut. Petani sangat mengandalkan produk PS komersial untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup (kebutuhan konsumsi rumah tangga, kebutuhan sehari-hari yang harus dibeli menggunakan uang tunai, kebutuhan besar dan sewaktu-waktu yang memerlukan biaya besar, serta kontribusi usaha tani terhadap pendapatan tahunan).

• Produk PS yang menjadi andalan sumber pandapatan petani tidak selalu kayu, seperti kopi, pisang, getah karet, ketela pohon. Hutan rakyat di Pati, kontribusi pendapatan rata-rata dari HHBK sebesar 64% dan dari kayu sebesar 36% terhadap total pendapatan dari lahan.

• Produk PS mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidup petani, berarti mampu memandirikan petani secara sosial dan ekonomi karena menjadi sumber utama

Pilihan danRekomendasi

Kebijakan

Kiat Mensejahterakan Masyarakat Lokal Melalui Perhutanan Sosial 5

RekomendasiKebijakan

1. Pada tahap persiapan pengem-bangan PS perlu dilakukan identifikasi potensi sumber daya alam dan s u m b e r d a y a m a n u s i a , s e r t a dilakukan prakondisi masyarakat untuk merubah pola pikir dari pemungut menjadi pembudidaya, memotivasi agar tidak malas, diberi p e l a t i h a n a g a r m e m i l i k i keterampilan.

2. Produk PS yang menjadi andalan sumber pandapatan petani tidak s e l a l u k a y u n a m u n m a m p u memandirikan petani secara sosial d a n e k o n o m i s e h i n g g a u n t u k meningkatkan kemampuannya dalam m e m b e r d a y a k a n m a s y a r a k a t diperlukan intervensi di tingkat on farm dan/atau off farm.

3. Produk komersial yang pasarnya luas mempunyai rantai pemasaran yang lengkap dari petani sampai pengguna akhir seperti industri/eksportir, dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor, permintaannya tinggi, dan sepanjang rantai pemasaran selalu

tercipta nilai tambah. Untuk itu diperlukan sarana prasarana jalan dan angkutan agar hasil P S dapat dipasarkan dengan mudah, dapat memperluas pasar internal dan eksternal, menurunkan biaya angkut, menaikan intensitas perdagangan di dalam atau ke luar dari wilayah, perekonomian masyarakat makin maju.

4 . D a l a m m e m i l i h j e n i s u s a h a pemanfaatan lahan, petani selalu mengaitkan dengan kemam-puannya dalam memenuhi semua kebutuhan rumah tangga, yaitu kecepatan memberikan hasil, tinggi rendahnya f r e k u e n s i p a n e n , d a n t i n g g i rendahnya nilai jual hasil.Penerapan t e k n i k a g r o f o r e s t r i a k a n menghasilkan kayu dan HHBK, panen dapat dilakukan secara bergilir dan berke-sinambungan, serta mampu memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang sehingga dipandang dapat bersaing dengan usaha pemanfaatan lahan lainnya.

6 Policy Brief Volume 11 No. 03 Tahun 2017

Rujukan Untuk

Konsultasi

Setiasih Irawanti ([email protected] )Aneka Prawesti Suka ([email protected])

Surati ( )[email protected]

Referensi Irawanti S, Ginoga KL, Suka AP, Race D (2014) Commercialising community forestry in Indonesia: Lessons about the barriers and opportunities in Central Java. Small-scale Forestry, 13(4): 515-526.

Mayrowani, H. dan Ashari (2011) Pengembangan a g r o f o r e s t r i u n t u k m e n d u k u n g

ketahanan pangan dan pemberdayaan petani sekitar hutan. Jurnal Penelitian Agro Ekonomi, 29(2): 63-68

Suharjito D (2014). Devolusi pengelolaan hutan dan pembangunan masyarakat pedesaan. (Orasi I lmiah Guru Besar IPB). IPB.Auditorium Rektorat, 03 Mei 2014.

Sumber foto: www.greeners.co