Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

22
PAUGERAN BATIK PARANG Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

description

Dengan mengenal dan memahami bagaimana proses terbentuknya serta sejarah motif parang, mengerti nilai-nilai makna, estetik serta fungsi, akan lebih mudah bagi kita untuk lebih menghargai nilai batik terutama motif parang yang sarat akan tradisi budaya. Dengan memahaminya pula, kita dapat mencoba untuk meneladani hal-hal yang dilakukan Panembahan Senopati dalam menciptakan motif parang, ketekunan pembatik dalam membuat sedikit demi sedikit hingga menjadi batik, hingga kita dapat untuk lebih mensyukuri menghargai batik. Kitabatik

Transcript of Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Page 1: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

PAUGERANBATIK PARANG

Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

Page 2: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati
Page 3: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

PAUGERANBATIK PARANG

Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

Page 4: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Yogyakarta dan Batik

Yogyakarta merupakan suatu kota yang memiliki kekayaan budaya yang teramat kental. Berbagai tradisi serta aturan yang memiliki kandungan nilai-nilai budaya sudah diturunkan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Keraton Jogja selaku pemegang pemerintahan serta simbol keberadaan budaya yang berkembang di Yogyakarta, mewarisi berbagai budaya yang diturunkan sejak zaman kerajaan Mataram. Salah satu warisannya adalah budaya dalam berbusana/berpakaian, yaitu Batik.

Batik merupakan seni menghias kain menggunakan lilin/malam dalam teknik memberikan motif/corak serta pewarnaannya. Kata batik berasal dari baha-sa Jawa, yaitu amba yang berati menulis, dan nitik yang berati membuat titik. Berbagai motif batik da-lam budaya di Yogyakarta memiliki makna tfilosofi, fungsi, serta estetik tersendiri.

Yogyakarta sendiri telah ditetapkan sebagai Kota Batik oleh World Craft Council (WCC) pada tahun 2014. Batik merupakan kekayaan asli yang dimiliki oleh Indonesia dan telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO pada tanggal 2 bulan Oktober tahun 2009, dan pada hari itu dinyatakan sebagai Hari Batik Nasional.

Dalam sejarah perkembangannya, salah satu motif batik tertua yang juga sebagai motif pelopor motif-motif yang berkembang di Yogyakarta adalah motif batik parang. Batik parang telah lahir sejak berdirinya keraton Mataram, yang kemudian pecah menjadi dua bagian dan salah satu bagiannya menjadi Keraton Yogyakarta. Yogyakarta diwarisi motif batik parang agar motif ini dapat tetap terjaga dan terlestari, motif ini juga salah satu cara untuk mengingat leluhur.

Batik merupakan salah satu wari-san budaya tertua yang mem-pelopori berkembangnya berb-agai budaya yang berkembang di Yogyakarta. Bagi masyarakat Jawa Batik sarat dengan filosofi dan kepercayaan yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari. Sebagai warisan budaya, motif batik memiliki nilai makna yang tinggi. Batik merupakan doa serta harapan yang diciptakan leluhur serta ditulis dengan kes-ungguhan pembatik.

Inilah motif parang yang kaya akan nilai makna filosofis, estetik juga sarat akan tradisi budaya.

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

1 2

Page 5: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Mengenal Motif Parang

Jika ingin mendalami motif parang lebih jauh lagi, kita mesti meli-hat sejarah yang telah dilalui Parang hingga saat ini.Bahkan kita juga mesti melihat nilai-nilai yang terkandung yang ada didalamnya, apa sajakah makna yang terkandung didalam motif parang sendiri sudah diketahui ?

Parang terlahir dari beberapa kejadian alam. Kejadian-kejadian itu terjadi di sekitar pantai selatan. Hal tersebut diresapi oleh penciptanya sehingga mengilhaminya untuk menciptakan motif parang yang kita kenal seperti saat ini.

Parang dan Kejadian Alam

Lalu, siapakah yang menciptakannya ?

Page 6: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Di salah satu tempat bertapa tersebut, ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena terkikis deburan ombak laut selatan. Ketika beliau sedang melintasi di tepian lereng/tebing miring yang dekat dengan pantai, Panembahan Senopati melakukan meditasi. Panembahan Senopati terinspirasi ketika melihat ilham berupa gelombang besar yang memecah karang hingga rusak. Sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan sebuah motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak.

Parang merupakan salah satu motif batik tertua yang dimi-liki Yogyakarta. Dia diciptakan pertama kali oleh Pangeran Sutawijaya, yang nantinya beliau mendapatkan gelar Panem-bahan Senopati, putra dari Ki Ageng Pamanahan, berkisar antara tahun 1613-1645. Motif ini diciptakan oleh Panembahan Senopati sendiri selaku pendiri Kerajaan Mataram. Konon, sang raja sering bertapa di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi oleh jajaran pegunungan seribu yang terlihat seperti pereng(tebing) berbaris.

Panembahan SenopatiSejarah Motif Parang

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

5 6

Page 7: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Motif Parang terlahir dari beberapa kejadian alam yang diresapi Panembahan Senopati ketika bermeditasi disekitar Pantai Selatan. Beberapa makna yang terkandung di dalamn-ya antara lain.

Motif parang mengandung petuah dari leluhur agar melanjutkan perjuangan yang telah dirintis. Garis lurus diagonal melambangkan rasa hormat dan keteladanan, serta kesetiaan pada nilai-nilai kebenaran. Aura dinamis dalam motif ini juga menganjurkan kecekatan, kesigapan, dan kesinambungan.

Terinspirasi dari beberapa kejadian alam

Filosofi Estetik

Lereng“Garis lurus diagonal menyimbolkan rasa hormat, keteladanan serta ketaatan pada nilai-nilai kebenaran.”

Ombak“Ketegaran dan semangat pantang menyer-ah. Ibarat ombak yang tak pernah berhenti/ putus, serta kobaran semangat yang tak pernah berhenti memecah karang yang kokoh”

Batik parang memiliki makna petuah untuk tidak pernah menyerah, ibarat ombak laut yang tak pernah berhenti bergerak. Batik Parang juga menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus, baik dalam arti upaya untuk memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kes-ejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga. Susunan motif S jalin-menjalin tidak ter-putus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar huruf S diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat yang tidak pernah padam.

Pusaran Ombak“Perjuangan yang tak pernah berhenti un-tuk mensejahterakan. Dalam pusaran atau perumpamaan masalah, seorang pemimpin jika berhasil memecahkan masalah tersebut mendapatkan intan di tengah pusaran. Intan tersebut biasa dinamakan mlinjon.”

Kepala Burung“Kecerdasan”

Paruh“Manifestasi dari isi mulut (ucapan) seorang pemimpin. Dilukiskan sebagai Lidah Api atau biasa dinamai Unceng.”

Tubuh“Kekuatan fisik”

Sayap“Kecekatan dan ulet dalam beraktifitas dan bermobilitas.”

Burung Rajawali

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

7 8

Page 8: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Kepala

Sayap

Tubuh

Ombak

Pusaran/Intan

Lereng

Kejadian alam yang membentuk motif parang dapat di lihat dalam ilustrasi disamping, menunjukan posisi-posisi kejadian alam yang membentuk motif parang.

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

9 10

Page 9: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Setelah mendapatkan inspirasi berupa kejadian-kejadian alam tersebut, Panembahan Senopati menciptakan motif parang rusak yang memiliki nilai-nilai makna serta harapan tersebut. Kemudian Panembahan Senopati menyuruh pembatik (pengrajin batik) untuk membuat motif tersebut ke dalam kain batik. Maka terciptalah motif Parang Rusak yang dikenal saat ini.

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

11

Page 10: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Pembuatan kain batik oleh pembatik memiliki tahap-tahap yang lumayan panjang, dimu-lai dari pembatik menuliskan garis demi garis membentuk motif tersebut kedalam media kain menggunakan canting. Dalam istilah perbatikan, hal ini disebut Nglengreng. Canting merupakan alat untuk menuliskan malam yang telah dipanaskan menggunakan wajan dengan panas berkisar 80 derajat celcius. Dalam mengambil malam, canting sebaiknya dicelupkan selama tiga detik untuk menyesuaikan suhu. Malam tersebut berfungsi untuk menutupi kain yang tidak ingin terkena warna dalam proses pencelupan kain.

Setelah diberi malam, kain tersebut dicelupkan kedalam pewarna. Lalu tiriskan agar war-na tersebut meresap kedalam kain. Diperlukan beberapa kali celupan untuk mendapatkan warna yang sesuai. Bila menggunakan beberapa warna maka penutupan menggunakan malam dilakukan lagi agar warna yang telah diberikan kepada kain tidak hilang ketika dicelupkan ke pewarna lagi. Setelah selesai diwarna, rebus kain kedalam air mendidih 100 derajat celcius untuk melirihkan malam yang menempel, tahap ini bisasa disebut nglorod. Cuci kain tersebut dengan air bersih agar lilin yang tersisa dapat dihilangkan.

Kain Mori Bandulan

Kompor

CantingKemplonganWajan

GawanganDingklik

Malam/Lilin

Kipas

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

13 14

Page 11: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Motif parang terus dikembangkan dan diwa-riskan dari generasi ke generasi dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Sultang Agung yang merupakan Sultan ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645, turut mengembangkan batik parang tersebut. Ditanganya, beliau mencip-takan motif batik parang barong.

Pembuatan motif ini bermula ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma ingin menunjukkan ekspresinya sebagai seorang raja yang penuh dengan tanggung jawab sekaligus manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta. Motif parang barong adalah motif parang yang ukurang motifnya lebih besar daripada parang rusak. Berasal dari kata batu karang dan barong (singa), motif batik yang punya ukuran lebih be-sar ini hanya boleh dikenakan oleh raja. Parang barong memiliki makna pengendalian diri dalam dinamika usaha yang terus-menerus, kebijak-sanaan dalam gerak, dan kehati-hatian dalam bertindak.

Sultan Agung

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

15

Page 12: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Perjalanan batik Yogyakarta tidak bisa lepas dari per-janjian Giyanti 1755. Yang hasilnya antara lain, Daerah atau Wilayah Mataram dibagi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB II di Surakarta Hadiningrat , sebagian lagi dibawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah dinobatkan sebagai raja bergelar “Ngersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senopa-ti ing Ngalaga Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang jumeneng kaping I “, yang kemudian wilayahnya dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Begitu Mataram terbelah dua, budaya busana/pakaian kerajaan Mataram diwariskan ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan.Busana atau pakaian adalah ekspresi identitas budaya pakaian dengan berbagai lambang simboliknya mencer-minkan norma serta nilai budaya masyarakat pemakain-ya, demikian pula bagi masyarakat Jawa.Secara keseluruhan penampilan busana yang megah dan mewah dalam suatu upacara ritual juga merupakan jaminan legitimasi power dari pemakainya. Di sini terlihat bahwa penyajian busana adat kraton tidak dapat dipisah-kan dari posisi dan kedudukan pemakainya.

Perjanjian Giyanti

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

17 18

Page 13: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Karena kedalaman makna yang terkandung didalam motif parang, serta penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram sendiri, maka oleh keturunannya pola-pola parang tersebut hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di lingkungan istana. batik bermotif parang tersebut menjadi pakaian keprabonan(busana) kerajaan Mataram. Dan kemudian motif-motif larangan tersebut di-canangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785.

Motif Parang Sebagai Busana Keraton

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

19

Page 14: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Pada akhir abad XIX (1890-1900), pada masa Sri Sultan HB VII adalah masa revolusi industri pada tahun 1870 membawa pengaruh pada pewarnaan tekstil. Oleh karena hal tersebut pada masa pemerintahan Sri Sultan HB ke VIII dengan kemajuan perbatikan terdoronglah kelahiran UU yang disebut “Pranatan Dalem BAB Namanipun Panganggo ing Nagara ing Ngayogyakarta Hadiningrat” pada tahun 1927. Yang bertujuan mengatur penggunaan busana keprabon dan melarang penggunaan motif tradisional tertentu bagi kalangan di luar keraton.Pengaturan ini dibuat demi menjaga citra keraton dalam men-jalankan upacara adat penting. Pengaturan yang mungkin malah menjadi bibit dari sem-pitnya ruang gerak pengembangan kreatifitas motif batik tradisional oleh masyarakat.

Fungsi Motif Parang Di Dalam Keraton

Motif parang, terutama motif parang barong diperuntukan sebagai busana raja. Dalam peng-gunaannya hingga saat ini motif parang telah digunakan terus sebagai busana raja walau pun dalam setiap sultan motif parangnya di kombinasikan dengan motif-motif tertentu.

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

21 22

Page 15: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Motif parang juga digunakan oleh keluarga raja. Ilustrasi ini merupa-kan salah satu busana laki-laki mau-pun perempuan yang digunakan di lingkungan keraton maupun dalam keadaan tertentu.

Motif parang memiliki makna sebuah tali persaudaraan yang tidak pernah putus, hal tersebut yang menjadi simbol kekuatan tali per-saudaraan yang dijunjung tinggi.

Selain keluarga raja, motif parang juga digu-nakan oleh beberapa abdi dalam serta prajurit yang memiliki gelar tertentu. Tidak sembaran-gan orang didalam lingkungan keraton yang dapat menggunakan motif batik parang.

Didalam motif parang juga terdapat mak-na untuk prajurit yang akan berangkat ke medan perang, agar tetap semngat dan pan-tang menyerah hingga dapat kembali dalam keadaan sehat dan selamat.

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

23 24

Page 16: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

Aturan mengenai larangan penggunaan beberapa motif batik tersebut telah dihapuskan oleh Sri Sultan HB IX. Hal tersebut dilakukan sebagai usaha untuk mensejahterakan mas-yarakat serta mengembangkan batik agar tetap dapat terus dilestarikan. Meskipun la-rangan telah dihapuskan, etika penggunaan motif parang tersebut masih tetap ada sebab parang sendiri memiliki nilai makna filosofi yang dalam dan terkandung dari segi estetik serta fungsi dan terus diwariskan.

Penggunaan motif batik parang yang masih menggunakan etika-etika sejak dahulu, biasa tetap diterapkan dalam upacara pelantikan maupun upacara-upacara adat lainnya yang didalam-nya masih perlu ditetapkannya status sosial tertentu guna menunjukan posisi serta tanggung jawabnya. Misalnya seorang senopati yang hendak berangkat perang, dilantik oleh raja di pen-dopo atau alun-alun, dengan harapan pulang membawa kemenangan, maupun dalam kondisi upacara penganugrahan gelar tertentu dan acara-acara adat lain. Saat ini, di luar keraton pun motif parang digunakan dalam wisuda sarjana, penganugerahan bintang tanda jasa atau peng-hargaan dalam lomba. Motif parang juga sering ditemukan dalam dunia pendidikan dalam bentuk sampul buku, seragam, piala, dan sebagainya karena secara eksplisit motif parang juga memiliki makna kecerdasan, semangat belajar ataupun bekerja.

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

25 26

Page 17: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

Fungsi Motif Parang Di Luar Keraton

Setelah dihilangkannya aturan mengenai motif larangan, perkem-bangan motif parang meningkat tajam. Permintaan kain batik terus meningkat termasuk motif parang. Terapan-terapan motif ini dilakukan banyak media terutama basis pendidikan.

Namun perkembangan batik dalam kondisi tersebut pernah men-galami “mati suri”. Hal itu terjadi sebab hilangnya pemahaman nilai serta makna batik tersebut, yang imbas dari hal tersebut adalah tidak tersejahterakannya pembatik serta pemaknaan kain batik dalam keadaan masyarakat.

Pengakuan bahwa Yogyakarta sendiri telah ditetapkan sebagai Kota Batik oleh World Craft Council (WCC) pada tahun 2014, dan juga pengakuan Batik merupakan kekayaan asli yang dimiliki oleh Indonesia dan telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO pada tanggal 2 bulan Oktober tahun 2009, telah membuat nilai batik terus terangkat dan diakui oleh masyarakat. Bahkan tanggal 2 Oktober tersebut dinyatakan sebagai Hari Batik Nasional.

Saat ini, muncul beberapa aturan tradisi tertentu mengenai motif parang. Sangat jarang motif parang digunakan untuk menghadiri upacara pernikahan, apalagi digunakan sebagai busana pengantin. Dari pemahaman mengenai filosofi mengenai motif batik parang, kalangan masyarakat Jawa menganggap, apabila menggunakan motif parang sebagai busana pernikahan akan menyebabkan rumah tangganya nanti dipenuhi dengan percecokan maupun kekerasan dalam rumah tangga. Anggapan-anggapan seperti itu terus bermunculan memperkaya serta mendekatkan motif batik parang kepada Masyarakat lokal sendiri.

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

27 28

Page 18: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

29 30

Dengan mengenal dan memahami bagaimana proses terbentuknya serta sejarah motif parang, mengerti nilai-nilai makna, estetik serta fungsi, akan lebih mudah bagi kita untuk lebih menghargai nilai batik terutama motif

parang yang sarat akan tradisi budaya. Dengan mema-haminya pula, kita dapat mencoba untuk meneladani hal-hal yang dilakukan Panembahan Senopati dalam

menciptakan motif parang, ketekunan pembatik dalam membuat sedikit demi sedikit hingga menjadi batik, hing-ga kita dapat untuk lebih mensyukuri menghargai batik.

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

Page 19: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

31 32

Briliant Kurnia M

Mengenai pembuatan serta yang bersangutan

Paugeran Batik Parang

Paugeran, pauger atau uger-uger berasal dari bahasa Jawa yang jika di artikan menjadi “Syarat, Peraturan, contoh”. Jika disambungkan den-gan kalimat “Paugeran Batik Parang” dapat diartikan menjadi “Contoh atau syarat yang baik dalam menggunakan motif parang”

Contoh atau syarat yang baik adalah yang mengerti serta menghargai batik maupun motif parang agar doa, serta harapan luhur yang ditu-angkan kedalam motif tersebut dapat diamini disugestikan kedalam diri dan terjaga nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Paugeran Batik Parang

“Gede ing roso. kuat ing ati.” juga berasal dari bahasa Jawa, yang jika diartikan membentuk kalimat bersambung “Semakin besar rasa, Se-makin kuat juga hatinya.” maksutnya adalah jika dengan mengerti dan menghargai batik serta motif parang, hal tersebut akan membesarkan rasa serta kecintaan kita. Hal itu pun mempengaruhi kekuatan hati kita maupun kepercayaan diri kita ketika menggunakan batik motif parang tersebut.

Gede ing roso. Kuat ing ati.

Kitabatik merupakan sebuah kelompok belajar yang memiliki tujuan untuk menginformasikan makna serta nilai-nilai yang terkandung da-lam batik. Dalam hal ini “Paugeran Batik Parang” merupakan sebuah projek pertama yang memiliki fokus utama yaitu motif batik parang Yogyakarta.

Kitabatik.. Batik Kita.Anggota kelompok ini terdiri dari lima mahasiswa Desain Komunikasi Visual, angkatan 2013 ISI Yogyakarta.

Kitabatikkelompok belajar

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati. PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

Vino Satria S

Gringsing Pangestu Aji

Aditya R. Yuwono

Dyah Ayu Wulandari

Page 20: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati

33 34

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

Suyanto, A. N. 2002. Sejarah Batik Yogyakarta. Yogyakarta: Rumah Penerbitan MerapiWulandari, Ari. 2011. Batik Nusantara. Yogyakarta: Penerbit Andi

http://www.anneahira.com/batik-parang.htm/https://batikshuniyya.wordpress.com/batik-lawasan-cap-tulishttp://batik-tulis.com/blog/batik-yogyakarta http://bebasngetik.blogspot.co.id/2013/09/mengapa-batik-identik-dengan-kondangan-2.htmlhttp://www.dagedubrag.org/design-thinking-bagian-1-satu-tentang-design-thinking-2/#st- hashs.EnXo7ek.dpufhttps://id.wikipedia.org/wiki/Batik_Paranghttp://mtasuandi.blogspot.co.id/2009/11/sejarah-batik-yogyakarta.htmlhttps://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/a/ad/BatikKawungPicis.JPG/http://wisata-yogyakarta.com/budaya/mengenal-motif-batik-yogyakartahttp://winotosastro.com/batik/batikyogya.htmlhttp://www.museumbatik.com/artikel/2015/05/8/Makna-Filosofi-dan-cerita-di-Balik-Berbagai-Motif-Batik---seri-Parang.html#.VxamY2R96L0

Dalam mencari informasi, kami berkunjung kebeberapa museum batik antara lain Museum Sonobudoyo, Museum Batik Jogja, Sanggar Batik Jenggolo. Serta menemui beberapa nara-sumber antara lain pengelola serta penerus Batik Jenggolo yaitu Karina Rima Melati, S.Sn, M.Hum. Kemudian pengelola Museum Batik Jogja, Serta dosen batik fashion Dra. Djanjang Purwo Sedjati, M.Hum. Serta bantuan dari pengelola Batik Plentong selaku memperboleh-kan peminjaman tempat.

Terima Kasih

PAUGERAN BATIK PARANG / Gede ing Roso, Kuat ing Ati.

Page 21: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati
Page 22: Paugeran Batik Parang : Gede ing Roso Kuat ing Ati