Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

11
PERBANDINGAN KADAR ESTRADIOL TERHADAP STATUS HIPERTENSI PADA PEREMPUAN USIA SUBUR YANG MENGALAMI GANGGUAN MENSTRUASI Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, Indonesia Abstrak Tingginya prevalensi hipertensi di Indonesia telah lama menjadi perhatian khususnya dalam perannya sebagai faktor risiko berbagai penyakit sistemik. Pada berbagai penelitian ditunjukkan terdapat perbandingan positif antara tekanan darah dan kadar estradiol di dalam darah. Penelitian mengenai topik ini pada perempuan usia subur dengan gangguan menstruasi belum dijumpai pada penelusuran literatur ilmiah. Penelitian ini merupakan studi cross sectional komparatif pada perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan laboratorium serta kuesioner SCL-90 pada penelitian ”Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik”. Variabel bebas yang diuji adalah gejala mental emosional, aktivitas fisik, obesitas, kadar kolesterol, status SOPK, serta status hipertensi. Berdasarkan analisis, didapatkan bahwa kadar estradiol pada perempuan dengan hipertensi sistolik memiliki median yang lebih tinggi (90,5: 32 - 190) dibandingkan dengan perempuan tanpa hipertensi (38: 10 - 231). Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna dengan p = 0,020. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan statistik yang bermakna kadar estradiol berdasarkan aktivitas fisik, kadar kolesterol, status gizi, gejala mental emosional, serta status SOPK pada perempuan dengan gangguan menstruasi. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peranan hipertensi dalam perbedaan kadar estradiol pada perempuan dengan gangguan menstruasi Abstract The high prevalence of hypertension in Indonesia has long been a center of attention, specifically on it’s role on being one of the major risk factors of the occurence of many systemic complications. It’s high complicability and it’s mortality rate has made myriads of studies concerning its prevention have been conducted. In most of the the studies, it is shown that there is a positive correlation between blood pressure and the estradiol levels. Studies concerning this issue are rarely conducted on women with abnormality in menstrual cycle. This study is an Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Transcript of Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

Page 1: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

PERBANDINGAN KADAR ESTRADIOL TERHADAP STATUS HIPERTENSI

PADA PEREMPUAN USIA SUBUR YANG MENGALAMI GANGGUAN MENSTRUASI

Patria Pradana

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Jakarta, Indonesia

Abstrak

Tingginya prevalensi hipertensi di Indonesia telah lama menjadi perhatian khususnya dalam perannya sebagai faktor risiko berbagai penyakit sistemik. Pada berbagai penelitian ditunjukkan terdapat perbandingan positif antara tekanan darah dan kadar estradiol di dalam darah. Penelitian mengenai topik ini pada perempuan usia subur dengan gangguan menstruasi belum dijumpai pada penelusuran literatur ilmiah. Penelitian ini merupakan studi cross sectional komparatif pada perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan laboratorium serta kuesioner SCL-90 pada penelitian ”Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik”. Variabel bebas yang diuji adalah gejala mental emosional, aktivitas fisik, obesitas, kadar kolesterol, status SOPK, serta status hipertensi. Berdasarkan analisis, didapatkan bahwa kadar estradiol pada perempuan dengan hipertensi sistolik memiliki median yang lebih tinggi (90,5: 32 - 190) dibandingkan dengan perempuan tanpa hipertensi (38: 10 - 231). Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna dengan p = 0,020. Sementara itu, tidak terdapat perbedaan statistik yang bermakna kadar estradiol berdasarkan aktivitas fisik, kadar kolesterol, status gizi, gejala mental emosional, serta status SOPK pada perempuan dengan gangguan menstruasi. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peranan hipertensi dalam perbedaan kadar estradiol pada perempuan dengan gangguan menstruasi

Abstract

The high prevalence of hypertension in Indonesia has long been a center of attention, specifically on it’s role on being one of the major risk factors of the occurence of many systemic complications. It’s high complicability and it’s mortality rate has made myriads of studies concerning its prevention have been conducted. In most of the the studies, it is shown that there is a positive correlation between blood pressure and the estradiol levels. Studies concerning this issue are rarely conducted on women with abnormality in menstrual cycle. This study is an

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 2: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

comparative cross-sectional study on women in reproductive age (15-45 years old) with abnormalities in menstrual cycle. The study is conducted using secondary data from the outcome from laboratory findings and interview instrument of SCL-90 from the study “Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik”. The independent variables used in thi study consist of mental and emotional symptoms, physical activity, obesity, total cholesterol levels, PCOS state, and hypertensive state. It is found that women with hypertensive blood pressure has more levels of estradiol (90,5: 32 - 190) than women without hypertension (38,0: 10 – 231). Statistically, this difference made huge significance with p=0.020. Meanwhile, there are no significane differences on the independent variables shown in stress and mental state, physical activity, obesity, PCOS state and total cholesterol. It can be concluded that there is a positive correlation between hypertension state and estradiol levels. Keyword: Estradiol, hypertension, reproductive, menstrual abnormalities

Pendahuluan

Hipertensi adalah salah satu penyakit yang prevalens di Indonesia dan angka yang menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan riskesdas pada tahun 2007 mencapai 32,2%. Angka inipun semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)1 tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004.2 Individu dengan kelebihan berat badan dan memiliki hiperkolesterolemia akan lebih rentan untuk terkena hipertensi. Faktor risiko tersebut dapat disebabkan pola hidup yang tidak sehat. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk terkena hipertensi (50,3%).2

Estradiol merupakan salah satu hormon seksual terpenting dalam metabolisme perempuan. Hormon ini

merupakan hormon estrogen yang paling dominan pada perempuan usia subur. Bersama progesteron, estradiol menjadi hormon yang esensial dalam perkembangan serta pertumbuhan seksual sekunder perempuan. Estradiol merupakan salah satu hormon steroid yang harus melalui sintesis hormon steroid atau steroidogenesis. Diketahui mekanisme steroidogenesis sendiri melibatkan kolesterol yang merupakan salah satu faktor risiko hipertensi di Indonesia. Kadar estradiol yang tinggi memiliki efek samping di antaranya instabilitas emosional hingga menjadi faktor risiko dalam proliferasi dalam terjadinya penyakit seperti kanker payudara dan kanker serviks.

Tingginya angka hipertensi serta kaitannya dengan fisiologi hormon estradiol dapat menjadikan hipertensi sebagai salah satu faktor risiko terjadi ketidakseimbangan hormon seksual sekunder pada perempuan usia subur secara spesifik hormon estradiol. Untuk dapat menentukan hal tersebut,

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 3: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

dibutuhkan penelitian lebih lanjut khususnya pada perempuan di Indonesia.

Atas permasalahan tersebut, peneliti ingin mengidentifikasi perbandingan kadar hormon estradiol berdasarkan status hipertensi pada perempuan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi di Klinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2009 hingga 2011. Klinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo merupakan tempat yang memungkinkan untuk diadakan penelitian karena subjek penelitian dapat menjangkau populasi target, yaitu perempuan usia subur berusia 15 tahun sampai dengan 45 tahun.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, peneliti merumuskan masalah pada penelitian, yaitu:

1. Bagaimana perbandingan kadar hormon etradiol berdasarkan status hipertensi pada perempuan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi?

2. Bagaimana perbandingan kadar hormon estradiol berdasarkan, gejala stres mental dan emosional, gizi, dan kadar kolesterol pada perempuan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi?

Tujuan umum penelitian ini adalah Diketahui adanya peranan tekanan darah terhadap kadar hormon estradiol pada perempuan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode

comparative cross-sectional, hal ini dikarenakan hubungan antara kadar hormon estradiol dengan berbagai faktor seperti gejala mental emosional, aktivitas fisik, obesitas, kadar kolesterol, riwayat SOPK, dan riwayat hipertensi pada perempuan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi ditemukan berdasarkan data yang diperoleh pada saat yang sama. Data tersebut merupakan data sekunder dari penelitian ”Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik”. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner dan pemeriksaan laboratorium terhadap perempuan dengan gangguan mensturasi pada Klinik Yasmin dan Laboratorium Prodia Kramat pada tahun 2009.

Sampel yang diteliti merupakan data sekunder dari penelitian ”Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik” pada perempuan yang mengalami gangguan menstruasi yang datang ke Klinik Yasmin. Data yang didapatkan berasal dari pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium Prodia Kramat, Jakarta Pusat pada tahun 2009.

Pengambilan data dilakukan di Klinik Yasmin RS Ciptomangunkusumo. Pengolahan data dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Waktu penelitian berlangsung dari Oktober 2012 sampai Desember 2012.

Populasi target yang dipilih pada penelitian ini adalah perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi.

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 4: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah perempuan usia subur (15 - 45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi di Klinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo pda tauhn 2009 hingga 2011 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi.

Cara pemilihan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Pasien yang diambil sebagai subyek penelitian merupakan pasien yang memenuhi poin-poin kriteria inklusi serta tidak memenuhi kriteria eksklusi, dan memiliki data yang lengkap.

Data yang terkumpul kemudian ditandai dan dimasukkan ke dalam program SPSS for Windows versi 17.0 untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.Sebelum dilakukan deskripsi karakteristik, data yang ada diuji normalitas dengan uji Kolmogorov-smirnoff/Shapiro-Wilke. Karena sebaran data yang diperoleh tidak normal (p< 0,005), data akan disajikan dalam bentuk median dan disertai dengan nilai minimal dan maksimal. Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis perbandingan median kadar estradiol pada subjek dengan berbagai kategori, yakni gejala mental emosional, status SOPK, aktivitas fisik,obesitas, serta status hipertensi. Analisis dilakukan dengan uji Mann-Whittney karena sebaran data kadar estradiol yang tidak normal.

Hasil dan Pembahasan

Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini diperoleh dari data sekunder dari wawancara menggunakan teknik SCL-90 serta hasil pemeriksaan laboratotium

kadar hormon dari perempuan usia subur yang datang ke Klinik Yasmin selama tahun 2009. Sepanjang periode tersebut, ditemukan sebanyak 95 orang menuntaskan pemeriksaan laboratorium pada fase folikuler serta mengisi kuesioner secara lengkap dan benar sehingga kemudian dilakukan teknik systematic random sampling. Pada pengambilan kemudian didapatkan 77 data yang mewakili populasi terjangkau pada penelitian ini.

Pemeriksaan telah dilakukan terhadap 77 perempuan usia subur. Karakteristik deskriptif data penelitian berdasarkan beberapa faktor yang memengaruhi, yakni status sosiodemografis, status gizi, gejala mental emosional, riwayat penyakit hipertensi, riwayat penyakit SOPK serta kadar estradiol, dapat dilihat pada Tabel 4.1 – 4.3

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 5: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

Terdapat berbagai faktor yang didapatkan dapat memengaruhi kadar estradiol. Pada penelitian ini akan terfokus faktor-faktor di antaranya gejala mental emosional, aktivitas fisik, status nutrisi, kadar kolesterol, status SOPK, dan hipertensi. Berikut merupakan hasil analisis hubungan kadar estradiol dengan pelbagai faktor yang dapat dilihat pada tabel 4.4.

Berdasarkan data gejala mental emosional yang diperoleh dengan menggunakan SCL-90, subjek yang dikategorikan mengalami gejala gangguan

mental emosional, yaitu subjek dengan hasil SCL lebih sama dengan 61, cenderung memiliki median kadar FSH yang lebih rendah dibandingkan dengan kategori subjek yang tidak mengalami stress mental emosional. Meski demikian, berdasarkan uji kemaknaan yang dilakukan, tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik karena didapatkan hasil 0,539

Pada pemeriksaan kadar estradiol menurut aktivitas fisik yang direpresentasikan berdasarkan pekerjaannya, yakni pekerja lapangan yang dianggap memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi serta pekerja administratif, terlihat bahwa median kadar estradiol subjek pada pekerja lapangan lebih tinggi dibandingkan kategori pekerja administratif. Meski demikian, berdasarkan uji kemaknaan Mann-Whitney didapatkan hasil 0,387 atau berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik.

Berdasarkan status gizi yang digolongkan berdasarkan IMT, subjek dengan IMT lebih besar sama dengan 23,49 kg/m2, atau dapat digolongkan sebagai obes, memiliki median kadar estradiol yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek pada kategori tidak obes. Meski demikian, berdasarkan hasil uji kemaknaan, didapatkan p = 0,312 atau yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik.

Penilaian kadar estradiol berdasarkan kadar kolesterol darah, menunjukkan individu dengan kadar kolesterol darah di atas normal memiliki kadar estradiol lebih tinggi dibanding dengan kadar estradiol pada individu dengan kadar kolesterol normal. Meski demikian, berdasarkan uji kebermaknaan Mann-Whitney didapatkan

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 6: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

hasil 0,080 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik

Berdasarkan riwayat penyakit SOPK, subjek yang mengalami SOPK memiliki median kadar estradiol yang lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang tidak mengalami SOPK. Meski demikian, ditinjau dari uji kebermaknaan Mann-Whitney didapatkan hasil 0,499 atau berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik.

Faktor terakhir yang akan dibahas hubungannya dengan kadar estradiol adalah riwayat penyakit hipertensi. Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa subjek dengan riwayat hipertensi memiliki median kadar estradiol yang lebih tinggi daripada pada subjek tanpa riwayat hipertensi. Berdasarkan hasil uji kebermaknaan Mann-Whitney yang dilakukan, didapatkan hasil 0,020 dengan kata lain terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada perbandingan proporsi pada perbedaan status hipertensi.

Dari uji kebermaknaan ditunjukkan status hipertensi menunjukkan perbandingan yang bermakna di antara hubungannya dengan kadar estradiol. Faktor lainnya yang diteliti seperti status stress mental, obesitas, serta kadar kolesterol tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kadar estradiol.

Salah satu hal yang kurang dari perolehan serta analisis data pada penelitian ini adalah data yang diambil merupakan data sekunder di mana beberapa modalitas data banyak yang kurang sehingga banyak data yang harus masuk ke dalam kriteria eksklusi. Keterbatasan yang ditemukan pada penelitian ini terlihat pada perbandingan antara jumlah sampel yang mengalami

hipertensi sebanyak 10,4%, jauh lebih kecil daripada jumlah sampel yang tidak mengalami hipertensi. Keterbatasan jumlah ini dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan penelitian

Perbandingan kadar estradiol pada individu dengan status mental menunjukkan hasil pada individu dengan gejala psikopatologi, didapati individu yang median kadar estradiol yang lebih rendah bila dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami gejala psikopatologi. Hasil yang didapat dari mediannya adalah pada pasien dengan stress mental didapati kadar estradiol yang lebih rendah daripada tanpa stress mental. Meskipun demikian, uji Mann-Whitney menunjukkan hasil bahwa perbedaan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,539).

Gonda et al11 menyatakan bahwa pada wanita sehat, fase di mana kadar estradiol rendah sering dikaitkan dengan perilaku mood negatif. Pada studi yang dilakukan oleh Bowman et al23 juga dikatakan bahwa masukan estradiol dalam penerapannya dalam terapi estradiol dapat menurunkan respons stress akut. Penelitian oleh Steiner et al24 juga memiliki simpulan yang sama bahwa pada wanita yang menjalani terapi estradiol, didapati estradiol dapat menurunkan stress berupa cemas dan meningkatkan perilaku menghindar.

Literatur menyatakan bahwa respons stress secara terutama berasal dari respons aksis HPA sehingga korteks adrenal mensekresi glukokortikoid. Sekresi ini kemudian menyebabkan produksi reseptor glukokortikoid yang menyebabkan respons

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 7: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

sistemik terhadap stress. Diketahui dari studi yang dilakukan oleh Krishnan et al25 yang mengatakan bahwa estradiol dapat menginhibisi produksi reseptor glukokortikoid dan memicu resistensi glukokortikoid. Resistensi glukokortikoid yang memungkinkan terjadinya abnormalitas pada siklus menstruasi yang salah satunya berpengaruh terhadap kadar estradiol.

Perbandingan kadar estradiol menurut status

hipertensi menggunakan batasan di mana

individu dengan tekanan darah yang

diklasifikasikan ke prehipertensi akan

dieksklusikan. Digunakan indikator di mana

prehipertensi dieksklusi sehingga dapat

dibandingkan kadar estradiol berdasarkan

status hipertensi dengan meninjau

keekstreman kriteria pembanding baik pada

individu dengan atau riwayat hipertensi.

Dari data yang didapat, terdapat peningkatan kadar estradiol hingga 69% pada individu dengan riwayat hipertensi dibandingkan individu tanpa riwayat hipertensi. Dari uji kebermaknaan Mann-Whitney ditemukan bahwa hasil yang menunjukkan perbedaan statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna

Hubungan antara tekanan darah dan hormon estradiol sering dikaitkan dari berbagai sisi. Penelitian yang dilakukan oleh Hughes, et al35 menunjukkan bahwa pada perempuan dengan hipertensi esensial terdapat peningkatan hormon estradiol. Estradiol memiliki hubungan yang kuat dalam aktivasi sistem renin-angiotensin

(Renin-Angiotensin System, RAS). Estradiol dapat meningkatkan sekresi angiotensinogen melalui kerjanya pada bagian promoter angiotensinogen. Estradiol juga berperan dalam konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Dilaporkan oleh Harvey et al36, pada peningkatan estradiol terdapat peningkatan angiotensin II dan di saat yang sama terdapat penurunan enzim pengkonversi angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme, ACE). Angiotensin II akan berperan sebagai vasokonstriktor poten yang akan menjadi pencetus meningkatnya tekanan darah. Angiotensin II juga dapat berperan dalam negative feedback aksis HPA sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan sekresi estradiol sebagai respons akut terhadap peningkatan tekanan darah sehingga dapat dikendalikan. Hipertensi memiliki hubungan dengan sejumlah hormon reproduksi melalui hormon leptin. Agata J, et al37 menjelaskan bahwa pada individu dengan hipertensi esensial ditemukan hormon leptin imunoreaktif tinggi. Fenomena ini dapat dikaitkan dengan studi bahwa hormon leptin sering dikaitkan dengan hormon reproduksi khususnya estradiol.

Hasil bermakna yang ditunjukkan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tekanan darah yang tinggi secara bermakna berhubungan dengan kadar estradiol dalam darah pada perempuan dengan gangguan menstruasi. Hipertensi dapat menjadi faktor risiko dalam terjadinya peningkatan kadar estradiol. Pemeriksaan tekanan darah dapat menjadi bentuk monitoring terhadap peningkatan kadar estradiol khususnya pada perempuan dengan gangguan menstruasi

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 8: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

seperti halnya PCOS. Perempuan dengan riwayat hipertensi pada keluarga dapat juga mengendalikan tekanan darahnya untuk dapat mencegah terjadinya kadar estradiol yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon dalam tubuh mengingat hormon estradiol yang berhubungan dengan bioavailabilitas hormon seksual lainnya.

Kesimpulan dan Saran

1. Pada perempuan dengan gangguan menstruasi terdapat perbedaan bermakna kadar estradiol pada kategori hipertensi (p= 0,020).

2. Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar estradiol pada kategori gejala mental emosional, aktivitas fisik, status gizi, kadar kolesterol total serta riwayat SOPK perempuan dengan gangguan menstruasi. Pada penelitian berikutnya,

dibutuhkan sampel dalam jumlah yang lebih besar sehingga lebih representatif terhadap populasi target untuk penelitian. Di samping itu dibutuhkan analisis terkait variabel lain yang bisa memengaruhi kadar estradiol. Definisi operasional faktor aktivitas fisik juga sebaiknya ditetapkan kriteria yang lebih tepat dan seragam sehingga perbedaan tingkat aktivitas fisik antar kategori subjek lebih bermakna representatif terhadap kategori tersebut.

Daftar Pustaka

1. Rahajeng H, Tuminah S. Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2009; 59 (12):580-7.

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Masalah Hipertensi di Indonesia [Internet] 2012 Mei 6. [cited 2012 November 23]; Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1909-masalah-hipertensi-di-indonesia.html

3. Kyrou, I. and Tsigos, C. Stress hormones: physiological stress and regulation of metabolism. Curr Opin Pharmacol. 2009; 9(6):787-93.

4. Charmandari, E., Tsigos, C. et al. Endocrinology of the stress response. Annu Rev Physiol. 2005; 67:259-84.

5. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 11th ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc., 2005. p. 1016-9.

6. Guilliams TG, Edwards L. Chronic Stress and the HPA Axis: Clinical Assessment and Therapeutic Considerations. Point Ins Nat Res. 2010; 9(2) : 4-6

7. O’ Connor TM, et al. The Stress and HPA Axis: From Molecule to Melancholia. Q J Med. 2000; 93: 323-33

8. Morgan, C. A., III, Rasmusson, A. et al. Relationships among plasma dehydroepiandrosterone and dehydroepiandrosterone sulfate, cortisol, symptoms of dissociation, and objective performance in humans exposed to underwater navigation stress. Biol Psychiatry. 2009; 66(4):334-40

9. Steiner M, D.E., Born L., Hormones and mood: from menarche to menopause and beyond. Journal of

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 9: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

Affective Disorders, 2003. 74(1): p. 67-83.

10. Gonda, X., et al., Patterns of mood changes throughout the reproductive cycle in healthy women withoutpremenstrual dysphoric disorders. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry, 2008. 32(8): p. 1782-8.

11. Veronica Harsh, S.M.-B., David R. Rubinow, Peter J. Schmidt. Reproductive Aging, Sex Steroids, and Mood Disorders Harvard Review of Psychiatry, 2009. 17(2): p. 87-102.

12. Korszun., E.Y.a.A. Sex, trauma, stress hormones and depression. Molecular Psychiatry, 2009. 15: p. 23-28.

13. Schmidt, P.J. and D.R. Rubinow, Sex hormones and mood in the perimenopause. Ann N Y Acad Sci, 2009. 1179: p. 70-85.

14. Bromberger JT, S.L., Kravitz HM, Sowers M, Avis NE, Gold EB, Randolph JF Jr, Matthews KA. Longitudinal change in reproductive hormones and depressive symptoms across the menopausal transition: results from the Study of Women's Health Across the Nation (SWAN). Archives of General Psychiatry, 2010. 67(6): p. 598-607.

15. Roesma, Jose. Krisis hipertensi. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009.

16. Mann DL. Pathophysiology of heart failure. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s heart disease: a textbook of cardiovascular medicine. 8th edition. Elsevier Saunders; 2008.

17. Lily LS, editor. Pathophysiology of heart disease: Hypertension. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. -. 303.

18. Hughes GS, Mathur RS, Margolius HS. Sex Steroid Hormones are Altered in Essential Hypertension. Journal of Hypertension. 1989; 7(3): 181-7

19. Ehrmann DA.Polycystic ovary syndrome.New England Journal of Medicine. 2005 March; 352:1223-36.

20. U.S Department of Health and Human Services. The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. NIH Publication: August 2004.

21. Pua YH, Ong PH. Anthropometric indices as screening tools for cardiovascular risk factors in Singaporean women. Asia Pac J Clin Nutr. 2005;14:74-9

22. Malati T, Mahesh MRU. Reference Intervals for Serum Total Cholesterol, HDL-Cholesterol, LDL-Cholesterol, Triglycerides, Lp (a), Apolipoprotein, A-I, A-II, B, C-II, C-III, and E in Healthy South Indians from Andhra Pradesh. Indian Journal of Clinical Biochemistry, 2009 / 24 (4) 343-55

23. Bowman RE, Ferguson D, Luine VN. Effects of chronic restraint stress and estradiol on open field activity, spatial memory, and monoaminergic neurotransmitters in ovariectomized rats. Neuroscience. 2002;113(2):401-10.

24. Steiner M, D.E., Born L., Hormones and mood: from menarche to menopause and beyond. Journal of

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 10: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

Affective Disorders, 2003. 74(1): p. 67-83.

25. Krishnan AV, Swami S, Feldman D. Estradiol inhibits glucocorticoid receptor expression and induces glucocorticoid resistance in MCF-7 human breast cancer cells. J Steroid Biochem Mol Biol. 2001 Apr;77(1):29-37.

26. Shors TJ, Pickett J, Wood G, Paczynski.Acute Stress Enhance Estrogen Levels in the Female Rat. Stress. 1999 Dec;3(2):163-71.

27. Schmitz KH, Lin H, Sammel MD, Gracia CR, Nelson DB, Kapoor S. Association of Physical Activity with Reproductive Hormones: The Penn Ovarian Aging Study. Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention. 2007 Oct; 16:2042.

28. Monti V, Carlson JJ, Hunt SC, Adams TD. Relationship of Ghrelin and Leptin Hormones with Body Mass Index and Waist Circumference in a Random Sample of Adults. Journal of The American Dietetic Association. 2006 June; 106(6): 822-8.

29. Geber S, Brandao AHF, Sampaio M. Effects of Estradiol and FSH on Leptin Levels with Suppressed Pituitary. Reproductive Biology and Endocrinology 2012, 10:4

30. Wranicz JK, Cygankiewicz I, Kula P, Walczak-Jedrzejowska R, Slowikowsa-Hillczer J, Kula K. Endogenous Estradiol and Testosterone may Predispose toward Atherogenic Lipid Profile, but Higher Blood Level of Testosterone is Associated with Lower Number of Stenoses in the Coronary

Arteries of Men with Coronary Disease. International journal of Biomedical science. June 2006 vol. 2 no. 2

31. Marx TL, Mehta AE. Polycystic Ovary Syndrome: Pathogenesis and Treatment Over the Short and Long Term. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 70 (1): p 36

32. Mendonca HC, Montenegro RM, Fos MC, Silva de Sa MF, Ferriani RA. Positive Correlation od Serum Leptin with Estradiol Levels in Patients with Polycystic Ovary Syndrome. Brazilian Journal of Medicine in Biological Research. 2004 May; 37 (5): 729-36

33. Franks S. Polycystic ovary syndrome. N Engl J Med 1995; 333:853–861.

34. Chang RJ, Katz SE. Diagnosis of polycystic ovary syndrome. Endocrinol Metab Clin North Am 1999; 28(2):397–408.

35. Hughes GS, Mathur RS, Margolius HS. Sex Steroid Hormones are Altered in Essential Hypertension. Journal of Hypertension. 1989; 7(3): 181-7

36. Harvey PJ, Morris BL, Miller JA, Floras JS. Estradiol Induces Discordant Angiotensin and Blood Pressure Responses to Orthostasis in Healthy Postmenopausal Women. Hypertension. 2005; 45: p 399-405

37. Agata J, Masuda A, Takada M, Higashiura K, Murakami H, Miyazaki Y. High Plasma Immunoreactive Leptin Level in Essential Hypertension. The American Journal of Hypertension. 1997; 10:1171-4.

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013

Page 11: Patria Pradana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ...

Perbandingan kadar..., Patria Pradana, FK-UI, 2013