Patomekanisme CTS.docx

8
Patomekanisme CTS adalah suatu penyakit inflamasi. Inflamasi yang terjadi terus-menerus pada terowongan karpal menyebabkan nervus medianus yang terdapapat di dalam terowongan ini terjebak. Terdapat beberapa keadaan atau kondisi medis yang bisa menyebabkan munculnya CTS misalnya arthritis rematoid, diabetes mellitus, penyakit tiroid, kehamilan, dan menopause. Factor mekanik dan vascular diduga merupakan factor terpenting dalam pathogenesis terjadinya CTS. Pada penderita CTS ditemukan pembengkakan pada tenosinovium yang mengelilingi nervus medianus pada terowongan karpal. Tenosinovium mengandingi cairan synovial yang berguna untuk lubrikasi dan melindngi tendon dari gesekan. Pembengkakan ini diduga terjadi karena produksi cairan sinovium yang berlebihan. Ligamentum transversum yang merupakan atap pada terowongan karpal menebal pada CTS. Pada operasi, ditemukan adanya sklerosis dan edema vaskular pada jaringan tenosinovium. Selain itu, deposit amiloid pada tenosinovium juga dilaporkan terjadi pada CTS. Tekanan pada terowongan karpal meningkat akibat pembengkakan tenosinovium dan penebalan ligamentum transversum. Peningkatan tekanan yang terjadi menyebabkan peregangan dan proses iskemia pada nervus medianus. Tekanan dalam terowongan aalah 2mmHG pada orang normal. Pada tekanan 20 – 30 mmHg, terjadi perlambatan aliran darah ke epineurium saraf. Pada tekanan 30 mmHg, transport aksonal terganggu. Perubahan neurologis berupa disfungsi motorik dan sensorik

description

-

Transcript of Patomekanisme CTS.docx

Page 1: Patomekanisme CTS.docx

Patomekanisme

CTS adalah suatu penyakit inflamasi. Inflamasi yang terjadi terus-menerus pada

terowongan karpal menyebabkan nervus medianus yang terdapapat di dalam terowongan ini

terjebak. Terdapat beberapa keadaan atau kondisi medis yang bisa menyebabkan munculnya

CTS misalnya arthritis rematoid, diabetes mellitus, penyakit tiroid, kehamilan, dan

menopause. Factor mekanik dan vascular diduga merupakan factor terpenting dalam

pathogenesis terjadinya CTS.

Pada penderita CTS ditemukan pembengkakan pada tenosinovium yang mengelilingi

nervus medianus pada terowongan karpal. Tenosinovium mengandingi cairan synovial yang

berguna untuk lubrikasi dan melindngi tendon dari gesekan. Pembengkakan ini diduga terjadi

karena produksi cairan sinovium yang berlebihan. Ligamentum transversum yang merupakan

atap pada terowongan karpal menebal pada CTS. Pada operasi, ditemukan adanya sklerosis

dan edema vaskular pada jaringan tenosinovium. Selain itu, deposit amiloid pada

tenosinovium juga dilaporkan terjadi pada CTS.

Tekanan pada terowongan karpal meningkat akibat pembengkakan tenosinovium dan

penebalan ligamentum transversum. Peningkatan tekanan yang terjadi menyebabkan

peregangan dan proses iskemia pada nervus medianus. Tekanan dalam terowongan aalah

2mmHG pada orang normal. Pada tekanan 20 – 30 mmHg, terjadi perlambatan aliran darah

ke epineurium saraf. Pada tekanan 30 mmHg, transport aksonal terganggu. Perubahan

neurologis berupa disfungsi motorik dan sensorik muncul pada tekanan sebesar 40 mmHg.

Tekanan sebesar 60 – 80 mmHg mengakibatkan aliran darah intraneural terhenti yang

menyebabkan iskemia sehingga terjadi kerusakan sel saraf. Walaupun saraf perifer lebih

resisten terhadap iskemia, namun peregangan dan kompresi yang berkepanjangan dapat

menyebabkan terjadinya proses iskemia tersebut.

Aliran darah dan asupan oksigen ke nervus medianus yang berkurang memperlambat

transmisi sinyal yang melewati terowongan karpal, menyebabkan timbul gejala nyeri,

kesemutan, dan baal pada daerah yang dipersarafi oleh nervus medianus. Pada penderita

CTS, nervus medianus mengalami proses demielinisasi atau kerusakan aksonal pada kasus

yang lebih parah. Jika proses kerusakan baru mengenai myelin, maka perbaikan akan terjadi

lebih cepat, dapat beberapa hari sampai beberapa minggu. Jika terjadi kerusakan aksonal,

maka regenerasi akson akan terjadi satu sampai tiga milimeter per hari dimulai dari otot yang

menjadi daerah persarafan.

Page 2: Patomekanisme CTS.docx

Sistem imun yang berperan dalam proses inflamasi juga mempunyai peranan penting

dalam patofisiologi terjadinya nyeri. Penelitian yang dilakukan oleh Bennet menunjukkan

bahwa pada kerusakan saraf dapat terjadi interaksi neuroimunologis yang berkontribusi pada

sensasi nyeri. Penelitian lain menunjukkan bahwa penderita CTS mengaalami perubahan

berupa edema, peningkatan prostaglandin, vascular endothelial growth factor (VEGF), tumor

necrosis factor (TNF) α, dan interleukin-6 (IL-6).

Awalnya kerusakan pada nervus medianus bersifat sementara tetapi pada peningkatan

tekanan kronis yang mengganggu aliran darah dan memperburuk transport aksonal akan

akhirnya mengakibatkan kerusakan epineurium yang bersifat menetap.

Etiologi

Penyebab pasti CT masih belum dketahui tetapi hasil penelitian menunjukkan bahawa

pergerakan berulang pada pergelangan tangan mempunyai hubungan yang kuat dengan

kejadian CTS. Pengulangan gerakan fleksi dan ektensi pada pergelangan dapat menyebabkan

peningkatan tekanan pada terowongan karpal.

Pekerjaan mempunyai hubungan yang penting dengan risiko terjadinya CTS.

Penelitian mengemukakan beberapa factor risiko penting suatu pekerjaan yang dapat

menyebabkan CTS yaitu gerakan berulang, gerakan kecepatan tinggi, posisi sendi yang tidak

nyaman, tekanan langsung pada pergelangan tangan, vibrasi dan postur ergelangan tangan

yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama.

Bagan di bawah menunjukkan faktor lokal dan sistemik yang mempengaruh kejadian

CTS.

Faktor lokal Faktor sistemik

Tumor

Kehamilan

Menyusui

Trauma pergelangan

Kista ganglion

Penonjolan tulang

Osteofit

Fraktur lama

Diabetes mellitus

Neuropati herediter

Hipotiroid

Akromegali

Amiloidosis

Gagal ginjal kronis

Obesitas

Obat: interleukin2, warfarin

Page 3: Patomekanisme CTS.docx

Tofus gout

Lipoma

Anomali pembuluh darah

Anomali otot dan tendon

Stenosis kongenital

Merokok

Alkohol

Gejala klinis

Gejala sindroma terowongan karpal dapat muncul mendadak namun kebanyakan

kasus muncul bertahap. Karena nervus medianus lebih banyak mempersarafi sensorik, gejala

yang muncul pertama adalah gejala sensorik. Nervus medianus mempersarafi 94% sensorik

dan 6% motorik. Gejala motorik biasanya muncul pada tahap lanjut. Gejala CTS yang sering

membawa penderita berobat ke dokter adalah baal, kesemutan atau nyeri terutama pada jari

tengah dan jari manis yang murni dipersarafi oleh nervus medianus. Ada juga penderita yang

mengeluhkan jari terasa bengkak atau tebal. Gejala awalnya lebih dirasakan pada malam hari

sehingga penderita terjaga dari tidur, suatu keadaan yang dinamakan nocturnal

acroparesthesias. Lama-kelamaan, gejala dirasakan bahkan pada siang hari. Dari anamnesis,

gejala CTS dapat berkurang apabila penderita mengibas-ngibaskan tangannya, keadaan yang

dinamakan tanda flick. Tanpa penanganan yang baik, gejala kelemahan dapat muncul. Dari

anamnesis, penderita mengeluhkan sulit menggenggam barang. Pada keadaan yang lebih

lanjut, dapat ditemukan atofi pada otot tenar telapak tangan.

Pemeriksaan

Antara pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan untuk CTS adalah:

1. Pemeriksaan sensorik

Defisit sensorik pada area yang dipersarafi nervus medianus, bagian volar

manus digiti 1, 2, 3 dan setengah lateral digiti 4

Sensibilitas getar menurun

Gangguan diskriminasi dua titik

2. Tes provokasi

Page 4: Patomekanisme CTS.docx

Tanda tinel

Pada tes ini dilakukan perkusi di daerah nervs medianus di sekitar pergelangan

tangan. Hasil positif bila timbul kesemutan pada ibu jari, jari telunjuk, jari

tengah dan setengah bagian medial jari manis. Tes ini memiliki sensitivitas 44

– 77% dan spesifisitas 94%.

Tes phalen

Pada tes ini dilakukan fleksi maksimum pada pergelangan tangan selama 60

detik. Hasil positifbila terasa nyeri, kesemutan atau tebal pada daerah dstribusi

nervus medianus. Tes ini memiliki sensitivitas 70 – 80% dan spesifisitas 80%.

Tes kompresi karpal

Pada tes ii dilakukan penekanan pada terowongan karpal selama 30 detik.

Hasil positif bila timbul rasa nyeri atau kesemutan pada daerah yang

dipersarafi nervus medianus. Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas

90%.

Tes torniket

Pada tes ini dilakukan penekanan dengan tensimeter pada tekanan darah di

atas sistolik selama satu menit. Hasil positif bila timbul parestesi atau baal.

Tes ini tidak sensitive dan tidak spesifik.

3. Tes flick

Pada tes ini penderita diminta untuk mengibaskan tangan. Bila keluhan berkuran atau

menghilang dikatakan positif.

4. Kelemahan pada otot tangan

5. Atrofi otot tenar

Diagnosis

Diagnosis CTS dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan neurologis. Menurut

Harrington (1998), CTS dapat ditegakkan bila nyeri atau parestesi atau anestesi pada

distribusi nervus medianus dengan salah satu dari gejala berikut; tanda tinel positif, tanda

phalen positif, gejala eksaserbasi pada malam hari, kelemahan atau atrofi dari otot abductor

polisis brevis, atau gangguan konduksi saraf pada pemeriksaan NCS.

Page 5: Patomekanisme CTS.docx

Kriteria lain menurut Rempel (1998), diagnosis CTS dapat ditegakkan bila didapatkan

kombinasi ketiga hal berikut yaitu gejala klinis berupa nyeri atau parestesi atau anestesi pada

pada distribusi nervus medianus atau adanya kelemahan pada tangan, tanda yang khas pada

pemeriksaan fisik berupa tes tinel atau tes phalen yang positif dan adanya abnormalitas pada

pemeriksaan neurofisiologis yang mendukung diagnosis CTS. Pada 15% penderita dapat

ditemukan gejala khas, walaupun pemeriksaan neurofisiologis normal. Sedangkan beberapa

penderita dapat ditemukan sebaliknya, yaitu gambaran abnormal pada pemeriksaan

neurofisiologis namun tidak ada gejala khas bahkan tidak ada keluhan sama sekali.

Pemeriksaan NCS juga dapat digunakan untuk mengetahui efek dari pengobatan yang

diberikan.

Salah satu langkah penting dalam diagnosis CTS adalah mencari adanya keadaan atau

kondisi medis yang menjadi dasar terjadinya sindrom tersebut, selain adanya aktivitas

berulang. Van Djik dalam penelitiannya menemukan bahwa prevalensi CTS memang tinggi

pada penderita diabetess mellitus, arthritis rematoid dan hipotiroid namun pemeriksaan

laboratorium untuk mencari kondisi medis yang mendasari harus atas indikasi.

Diagnosis banding

1. Cervical radiculopathy

Distribusi gangguan sensorik sesuai dengan dermatom. Secara klinis keluhan

berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah bila leher banyak gerakan.

2. de Quervain’s syndrome

Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor policis longus dan ekstensor policis

brevis, biasanya terjadi akibat gerakan tangan yang repetitive. Gejala yang bisa

ditemukan adalah nyeri pada pergelangan tangan dekat ibu jari. Tes Finkelstein :

palpasi otot abductor pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.

3. Inoracic outlet syndrome

Terdapat atrofi pada otot-otot tangan selain muskulus thenar. Gangguan sensibilitas

sesuai dengan persarafan nervus ulnaris lengan bawah.

4. Pronator teres syndrome

Terdapat keluhan yang menonjol di daerah telapak tangan.

Page 6: Patomekanisme CTS.docx

Pemeriksaan penunjang

NCS

Foto manus

USG

MRI tangan