Patomekanisme CTS.docx
description
Transcript of Patomekanisme CTS.docx
Patomekanisme
CTS adalah suatu penyakit inflamasi. Inflamasi yang terjadi terus-menerus pada
terowongan karpal menyebabkan nervus medianus yang terdapapat di dalam terowongan ini
terjebak. Terdapat beberapa keadaan atau kondisi medis yang bisa menyebabkan munculnya
CTS misalnya arthritis rematoid, diabetes mellitus, penyakit tiroid, kehamilan, dan
menopause. Factor mekanik dan vascular diduga merupakan factor terpenting dalam
pathogenesis terjadinya CTS.
Pada penderita CTS ditemukan pembengkakan pada tenosinovium yang mengelilingi
nervus medianus pada terowongan karpal. Tenosinovium mengandingi cairan synovial yang
berguna untuk lubrikasi dan melindngi tendon dari gesekan. Pembengkakan ini diduga terjadi
karena produksi cairan sinovium yang berlebihan. Ligamentum transversum yang merupakan
atap pada terowongan karpal menebal pada CTS. Pada operasi, ditemukan adanya sklerosis
dan edema vaskular pada jaringan tenosinovium. Selain itu, deposit amiloid pada
tenosinovium juga dilaporkan terjadi pada CTS.
Tekanan pada terowongan karpal meningkat akibat pembengkakan tenosinovium dan
penebalan ligamentum transversum. Peningkatan tekanan yang terjadi menyebabkan
peregangan dan proses iskemia pada nervus medianus. Tekanan dalam terowongan aalah
2mmHG pada orang normal. Pada tekanan 20 – 30 mmHg, terjadi perlambatan aliran darah
ke epineurium saraf. Pada tekanan 30 mmHg, transport aksonal terganggu. Perubahan
neurologis berupa disfungsi motorik dan sensorik muncul pada tekanan sebesar 40 mmHg.
Tekanan sebesar 60 – 80 mmHg mengakibatkan aliran darah intraneural terhenti yang
menyebabkan iskemia sehingga terjadi kerusakan sel saraf. Walaupun saraf perifer lebih
resisten terhadap iskemia, namun peregangan dan kompresi yang berkepanjangan dapat
menyebabkan terjadinya proses iskemia tersebut.
Aliran darah dan asupan oksigen ke nervus medianus yang berkurang memperlambat
transmisi sinyal yang melewati terowongan karpal, menyebabkan timbul gejala nyeri,
kesemutan, dan baal pada daerah yang dipersarafi oleh nervus medianus. Pada penderita
CTS, nervus medianus mengalami proses demielinisasi atau kerusakan aksonal pada kasus
yang lebih parah. Jika proses kerusakan baru mengenai myelin, maka perbaikan akan terjadi
lebih cepat, dapat beberapa hari sampai beberapa minggu. Jika terjadi kerusakan aksonal,
maka regenerasi akson akan terjadi satu sampai tiga milimeter per hari dimulai dari otot yang
menjadi daerah persarafan.
Sistem imun yang berperan dalam proses inflamasi juga mempunyai peranan penting
dalam patofisiologi terjadinya nyeri. Penelitian yang dilakukan oleh Bennet menunjukkan
bahwa pada kerusakan saraf dapat terjadi interaksi neuroimunologis yang berkontribusi pada
sensasi nyeri. Penelitian lain menunjukkan bahwa penderita CTS mengaalami perubahan
berupa edema, peningkatan prostaglandin, vascular endothelial growth factor (VEGF), tumor
necrosis factor (TNF) α, dan interleukin-6 (IL-6).
Awalnya kerusakan pada nervus medianus bersifat sementara tetapi pada peningkatan
tekanan kronis yang mengganggu aliran darah dan memperburuk transport aksonal akan
akhirnya mengakibatkan kerusakan epineurium yang bersifat menetap.
Etiologi
Penyebab pasti CT masih belum dketahui tetapi hasil penelitian menunjukkan bahawa
pergerakan berulang pada pergelangan tangan mempunyai hubungan yang kuat dengan
kejadian CTS. Pengulangan gerakan fleksi dan ektensi pada pergelangan dapat menyebabkan
peningkatan tekanan pada terowongan karpal.
Pekerjaan mempunyai hubungan yang penting dengan risiko terjadinya CTS.
Penelitian mengemukakan beberapa factor risiko penting suatu pekerjaan yang dapat
menyebabkan CTS yaitu gerakan berulang, gerakan kecepatan tinggi, posisi sendi yang tidak
nyaman, tekanan langsung pada pergelangan tangan, vibrasi dan postur ergelangan tangan
yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama.
Bagan di bawah menunjukkan faktor lokal dan sistemik yang mempengaruh kejadian
CTS.
Faktor lokal Faktor sistemik
Tumor
Kehamilan
Menyusui
Trauma pergelangan
Kista ganglion
Penonjolan tulang
Osteofit
Fraktur lama
Diabetes mellitus
Neuropati herediter
Hipotiroid
Akromegali
Amiloidosis
Gagal ginjal kronis
Obesitas
Obat: interleukin2, warfarin
Tofus gout
Lipoma
Anomali pembuluh darah
Anomali otot dan tendon
Stenosis kongenital
Merokok
Alkohol
Gejala klinis
Gejala sindroma terowongan karpal dapat muncul mendadak namun kebanyakan
kasus muncul bertahap. Karena nervus medianus lebih banyak mempersarafi sensorik, gejala
yang muncul pertama adalah gejala sensorik. Nervus medianus mempersarafi 94% sensorik
dan 6% motorik. Gejala motorik biasanya muncul pada tahap lanjut. Gejala CTS yang sering
membawa penderita berobat ke dokter adalah baal, kesemutan atau nyeri terutama pada jari
tengah dan jari manis yang murni dipersarafi oleh nervus medianus. Ada juga penderita yang
mengeluhkan jari terasa bengkak atau tebal. Gejala awalnya lebih dirasakan pada malam hari
sehingga penderita terjaga dari tidur, suatu keadaan yang dinamakan nocturnal
acroparesthesias. Lama-kelamaan, gejala dirasakan bahkan pada siang hari. Dari anamnesis,
gejala CTS dapat berkurang apabila penderita mengibas-ngibaskan tangannya, keadaan yang
dinamakan tanda flick. Tanpa penanganan yang baik, gejala kelemahan dapat muncul. Dari
anamnesis, penderita mengeluhkan sulit menggenggam barang. Pada keadaan yang lebih
lanjut, dapat ditemukan atofi pada otot tenar telapak tangan.
Pemeriksaan
Antara pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan untuk CTS adalah:
1. Pemeriksaan sensorik
Defisit sensorik pada area yang dipersarafi nervus medianus, bagian volar
manus digiti 1, 2, 3 dan setengah lateral digiti 4
Sensibilitas getar menurun
Gangguan diskriminasi dua titik
2. Tes provokasi
Tanda tinel
Pada tes ini dilakukan perkusi di daerah nervs medianus di sekitar pergelangan
tangan. Hasil positif bila timbul kesemutan pada ibu jari, jari telunjuk, jari
tengah dan setengah bagian medial jari manis. Tes ini memiliki sensitivitas 44
– 77% dan spesifisitas 94%.
Tes phalen
Pada tes ini dilakukan fleksi maksimum pada pergelangan tangan selama 60
detik. Hasil positifbila terasa nyeri, kesemutan atau tebal pada daerah dstribusi
nervus medianus. Tes ini memiliki sensitivitas 70 – 80% dan spesifisitas 80%.
Tes kompresi karpal
Pada tes ii dilakukan penekanan pada terowongan karpal selama 30 detik.
Hasil positif bila timbul rasa nyeri atau kesemutan pada daerah yang
dipersarafi nervus medianus. Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
90%.
Tes torniket
Pada tes ini dilakukan penekanan dengan tensimeter pada tekanan darah di
atas sistolik selama satu menit. Hasil positif bila timbul parestesi atau baal.
Tes ini tidak sensitive dan tidak spesifik.
3. Tes flick
Pada tes ini penderita diminta untuk mengibaskan tangan. Bila keluhan berkuran atau
menghilang dikatakan positif.
4. Kelemahan pada otot tangan
5. Atrofi otot tenar
Diagnosis
Diagnosis CTS dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan neurologis. Menurut
Harrington (1998), CTS dapat ditegakkan bila nyeri atau parestesi atau anestesi pada
distribusi nervus medianus dengan salah satu dari gejala berikut; tanda tinel positif, tanda
phalen positif, gejala eksaserbasi pada malam hari, kelemahan atau atrofi dari otot abductor
polisis brevis, atau gangguan konduksi saraf pada pemeriksaan NCS.
Kriteria lain menurut Rempel (1998), diagnosis CTS dapat ditegakkan bila didapatkan
kombinasi ketiga hal berikut yaitu gejala klinis berupa nyeri atau parestesi atau anestesi pada
pada distribusi nervus medianus atau adanya kelemahan pada tangan, tanda yang khas pada
pemeriksaan fisik berupa tes tinel atau tes phalen yang positif dan adanya abnormalitas pada
pemeriksaan neurofisiologis yang mendukung diagnosis CTS. Pada 15% penderita dapat
ditemukan gejala khas, walaupun pemeriksaan neurofisiologis normal. Sedangkan beberapa
penderita dapat ditemukan sebaliknya, yaitu gambaran abnormal pada pemeriksaan
neurofisiologis namun tidak ada gejala khas bahkan tidak ada keluhan sama sekali.
Pemeriksaan NCS juga dapat digunakan untuk mengetahui efek dari pengobatan yang
diberikan.
Salah satu langkah penting dalam diagnosis CTS adalah mencari adanya keadaan atau
kondisi medis yang menjadi dasar terjadinya sindrom tersebut, selain adanya aktivitas
berulang. Van Djik dalam penelitiannya menemukan bahwa prevalensi CTS memang tinggi
pada penderita diabetess mellitus, arthritis rematoid dan hipotiroid namun pemeriksaan
laboratorium untuk mencari kondisi medis yang mendasari harus atas indikasi.
Diagnosis banding
1. Cervical radiculopathy
Distribusi gangguan sensorik sesuai dengan dermatom. Secara klinis keluhan
berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah bila leher banyak gerakan.
2. de Quervain’s syndrome
Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor policis longus dan ekstensor policis
brevis, biasanya terjadi akibat gerakan tangan yang repetitive. Gejala yang bisa
ditemukan adalah nyeri pada pergelangan tangan dekat ibu jari. Tes Finkelstein :
palpasi otot abductor pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.
3. Inoracic outlet syndrome
Terdapat atrofi pada otot-otot tangan selain muskulus thenar. Gangguan sensibilitas
sesuai dengan persarafan nervus ulnaris lengan bawah.
4. Pronator teres syndrome
Terdapat keluhan yang menonjol di daerah telapak tangan.
Pemeriksaan penunjang
NCS
Foto manus
USG
MRI tangan