Patogenisitas Jamur Beauveria Bassiana

download Patogenisitas Jamur Beauveria Bassiana

of 4

description

ihjkghsgjhsgl.

Transcript of Patogenisitas Jamur Beauveria Bassiana

  • Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.13 No.2 Tahun 2013

    33 Patogenisitas Jamur Beauveria Bassiana Terhadap Hama Spedoptera Exigua

    PENDAHULUAN Ulat bawang Spodoptera exigua (Hbner))

    merupakan jenis ulat grayak yang paling sering menyerang pertanaman bawang merah dan bawang putih. Gejala serangan hama ulat bawang pada tanaman bawang merah ditandai dengan adanya bercak putih transparan pada daun (Sudewo, 2010).

    Ulat Spodoptera exigua (Hbner) menyerang daun dengan menggerek ujung pinggiran daun, terutama daun yang masih muda. Akibatnya, pinggiran dan ujung daun terlihat bekas gigitan. Mula-mula ulat bawang merah melubangi bagian ujung daun lalu masuk ke dalam daun bawang. Akibatnya, ujung-ujung daun nampak terpotong-potong. Tidak hanya itu saja, jaringan bagian dalam daunpun dimakannya pula. Akibat serangan ulat ini, daun bawang terlihat menerawang tembus cahaya atau terlihat bercak-bercak putih, akibatnya daun jatuh terkulai (Wibowo, 2004). .

    Spodoptera exigua hubner termasuk dalam filum Arthropoda. Kelas insecta. Sub class Pterygota. Ordo Lepidoptera. Sub ordo Frenatae. Family Noctuidae. Dan genus Spedoptera (Kalshoven. 1981).

    Hama ini dahulunya dikenal dengan nama Laphygma exigua (Kranz. Schumutlerer and Koch. 1977). Di indonesia dikenal dengan nama ulat bawang, ulat daun, ulat penggerek daun, dan ulat grayak hijau (Kalshoven. 1981 : Asandi, 1989 ). Sedangkan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Lesser cotton leaf worm dan Beet armyworm (Kranz et al, 1977).

    Hama S. exigua memiliki banyak tanaman inang diantaranya ; Jagung, kentang, beet, tebu, kubis, bawang, tomat, cabe dan kacang-kacangan (Kranz et al 1977).

    Dalam pertumbuhannya hama S. exigua

    1 Dosen Fak. Pertanian Universitas Batanghari

    mengalami empat stadia hidup atau mengalami metamorfosa lengkap, yaitu ; Stadia telur, stadia larva, stadia pupa, dan stadia imago (dewasa) (Kranz et al, 1977).

    Telur yang dihasilkan oleh imago betina umumnya diletakkan pada malam hari secara berkelompok pada daun bawang (Kalshoven, 1981). Dalam suatu kelompok telur terdapat 15-87 butir (Prayitno, 1983).

    Telur S. exigua bebentuk bulat dengan bagian atas bergerigi dan bagaian bawah sesuai dengan permukaan tempat telur diletakkan. Warna kelompok telur pada mulanya putih seperti laju. Menjelang larva keluar berubah seperti beludru hitam yang terlihat adanya titik-titik hitam. Telur yang tidak menetas warnanya jadi putih. Lamanya stadia telur 3-4 hari (Prayitno, 1983 : Kalshoven, 1981).

    Larva hama ini terdiri dari terdiri dari 5 instar. Ciri khas dari larva hama ini adalah jika tersentuh atau terkena sesuatu yang dianggap berbahaya bagi dirnya maka larva akan menjatuhkan diri dan langsung melingkarkan tubuh tanpa bergerak atau berdiam diri seolah-olah mati (Prayitno, 1983). Lamanya stadia larva menurut Kalshoven (1981) adalah 9-14 hari di dalam daun bawang.

    Pada saat menjelang memasuki stadia pupa, ulat tua merayap atau menjatuhkan diri ke tanah untuk menjadi pupa. Sebelum menjadi pupa larva berdiam diri ke tanah untuk menjadi pupa. Sebelum menjadi pupa, larva berdiam diri dan pada saat itu larva memasuki prapupa. Larva mengeluarkan sutera untuk merangai partikel tanah menjadi gumpalan tanah. Semakin lama tubuh larva semakin memendek dan warnanya menjadi gelap (kecoklatan) (Prayitno, 1983).

    Imago yang keluar dari pupa akan berwarna coklat. Sayap dengan berwarna coklat yang ditandai dengan dua bercak, satu terletak ditengah dan yang satu lagi berbentuk elips. Kedua tersebut mempunyai warna yang lebih

    PATOGENISITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP HAMA Spedoptera exigua

    Yuza Defitri 1 Abstract

    Research about pathogenicity of the Beauveria bassiana to Spodoptera exigua was conducted in Batanghari Universitys laboratorium during three months. The aim of the research was to know the pathogenicisity of the B. bassiana as biological insecticide againts for Spodoptera exigua. Completely Randomized design that which had 3 treatments and 3 replications e.g. B0= without giving B.bassiana (kontrol), B1 = Placing a B. basssiana fungy suspensions on the back of S. exigua, B2 = Entering the onion leaf in to the B.bassiana fungy suspensions .

    The result of this research indicated that B. Beauveria bassiana bassiana was able to control Spodoptera exigua. The natural controling using the Beauveria bassiana fungy toward gave the efective result for caracteristic as the antagonsme fungy and pathonecity for S. exigua. Keyword : Beauveria bassiana, Spodoptera exigua, and patogenicity

  • Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.13 No.2 Tahun 2013

    34 Patogenisitas Jamur Beauveria Bassiana Terhadap Hama Spedoptera Exigua

    terang daripada warna dasarnya. Sayap belakang ditutupi oleh sisik yang sangat tipis berwarna putih (Prayitno, 1983).

    Stadia yang merusak dari hama S. exigua adalah stadia larva (Kalshoven, 1981). Selanjutnya dijelaskan oleh Wibowo (1989) bahwa dalam serangannya larva akan menimbulkan kerusakan pada daun yang merupakan tempat terjadinya proses asimilasi tanaman.kemudian lebih lanjut Kalshoven (1981) menjelaskan bahwa larva merusak dengan cara memakan jaringan daun sebelah dalam sedangkan lapisan epidermis luar ditinggalkan daun akan menjadi transfaran dan mengering pada lapisan tersebut. Sunarjono dan Soedomo (1983) menerangkan bahwa kadang- kadang kerusakan diakibatkan serangan larva S. exigua menyebabkan daun berlubang pada epidermis yang yang mengering dan ada kalanya sampai patah. Disekitar lubang tersebut dapat dijumpai kotoran larva.

    Usaha pengendalian terhadap hama dalam pertanian modern diarahkan kepada sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu : (1) Varietas tanaman sehat. (2) Kultur teknik. (3) Pengendalian hayati. Dalam pengendalian hayati dilakukan dengan pendayagunaan dan pelestarian musuh alami.

    Dengan makin meningkatnya penganut konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam pemberantasan hama. Para peneliti terdorong untuk mengintesifkan pemanfaatan organisme mikro sebagai bioinsektisida. Salah satu organisme yang akhir-akhir ini memperoleh perhatian ini untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida adalah jamur Beauveria bassiana (Soehardjan dan Sudarmaji, 1993)..

    Jamur Beauveria bassiana merupakan salah satu jamur entomopatogenik, yaitu dapat menyebabkan kondisi sakit dan kematian bagi serangga (Riyatno dan Santoso, 1991). Menurut Departemen Pertanian (1991) menyatakan bahwa jamur B. bassiana juga efektif untuk mengendalikan populasi Hypothenemus hampei. Dari hasil laporan diketahui bahwa agensia ini dapat menurunkan tingkat serangan dari 16% menjadi 4% .

    Menurut Riyatno dan Santoso (1991), terjadi infeksi spora oleh jamur B. bassiana pada serangga, dapat melalui jalan utama, yakni langsung pada bagian luar integumen, melalui saluran pencernaan, melalui saluran pernapasan dan melalui luka. Infeksi melalui permukaan kulit dimulai setelah integumen serangga terkontaminasi oleh spora jamur. Spora akan berkecambah serta menghasilkan enzim

    proteinase, lipase dan kitinase. Enzim-enzim tersebut berguna untuk melunakkan integumen serangga yang terdiri dari khitin. Setelah berhasil melakukan penetrasi ke dalam tubuh serangga, miselium jamur akan mengikuti aliran darah dan menyebar di seluruh bagian tubuh serangga, hifa akan memperbanyak diri dan memproduksi racu Beauverisin.

    Secara morfologi jamur B. bassiana bentuknya seperti tepung berwarna putih, sehingga terkenal dengan sebutan white muscardin. Konidianya keras dengan tabung kecambah berukuran 80 mikron, hifanya pendek dan bercabang (Soehardjan dan Sudarmaji, 1993).

    Departemen Pertanian (1991) menjelaskan bahwa serangga yang terinfeksi jamur B. bassiana gerakannya akan menjadi lamban, nafsu makan berkurang bahkan berhenti, lama kelamaan diam dan mati. Tubuh serangga memucat dan mengeras, serta permukaannya akan penuh dengan hadan-hadan buah dan spora berwarna putih. Waktu yang diperlukan untuk menyebabkan kematian ditentukan oleh berbagai faktor. Tetapi yang penting adalah virulensinya dan sifat resistensi inangnya, serta kondisi lingkungan. Waktu kematian serangga inang bervariasi antara 2 hari sampai 2 minggu. Menurut Soehardjan dan Sudarmaji (1993) spora yang terbentuk dapat tersebar oleh adanya angin, hujan dan kontak langsung dengan serangga sakit maupun terbawa oleh serangga parasit.

    Faktor-faktor yang memengaruhi aktifitas jamur ini antara lain ; Suhu, kelembapan, dan cahaya. Jamur B. bassiana dapat berkembang pada suhu 5-30C. Kelembapan adalah 90-100%. Hasil optimum infeksi B. bassiana yaitu apabila matahari cerah cerah sekitar 15.30 dan bila cuaca mendung atau sehabis hujan (Riyatno dan Santoso, 1991).

    Dinas Perkebunan (1991) menjelaskan bahwa jamur ini selain berperan sebagai parasit, juga bersifat saprofit yang dapat tumbuh pada media buatan atau inang pengganti. Dalam media buatan, spora akan tumbuh dan berkembang setelah 3-7 hari.

    Aplikasi jamur B. bassiana dapat dilakukan secara langsung, serta dengan alat semprot (basah). Secara langsung yaitu dengan cara mengoleskan suspensi jamur ke punggung hama S. exigua.

    Pada penelitian ini dilakukan pengendalian terhadap hama Spedoptera exigua dengan secara hayati yaitu menggunakan jamur Beauveria bassiana. Adapun tujuan dari

  • Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.13 No.2 Tahun 2013

    35 Patogenisitas Jamur Beauveria Bassiana Terhadap Hama Spedoptera Exigua

    penelitian ini adalah mengamati efektifitas dari jamur B. bassiana untuk mengendalikan hama S. exigua yang menyerang bawang. Judul penelitian ini adalah PATOGENISITAS JAMUR Beauveria bassiana TERHADAP JAMUR Spedoptera exigua. METODOLOGI

    Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Universitas Batanghari dari bulan oktober sampai desember 2012. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ; Larva Spedoptera exigua, isolat jamur B. bassiana, medium PDA, aquadest, kapas, alkohol 70% dan sebagainya. Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini antara lain ; Stoples plastik, autoclave, ent case, kantong plastik, petri plastik, petri dish kaca, gelas piala, erlemeyer, jarum ose dan sebagainya.

    Telur dan larva hama Spedoptera exigua dibiakan di laboratorium. Telur dipindahkan ke cawan petri plastik yang dialas dengan kertas saring lembab. Untuk makanannya diberikan daun bawang. Telur dibiarkan sampai menetas menjadi larva. Kemudain larva ini yang akan digunakan untuk perlakuan penelitian ini. Media yang digunakan dalam membiakan jamur ini adalah media PDA. Jamur B. bassiana dipindahkan dari biakannya berupa nasi sebanyak 1 ose ke dalam petridish yang berisi PDA. Kemudian diinkubasikan selama 2 minggu. Setelah itu biakan diperlakukan pada hama S. exigua. Isolat jamur yang akan diperlakukan tersebut dibuat menjadi suspensi. Perbandingan suspensi larutan tersebut adalah 100 ml aquades per petridish isolat jamur.

    Adapun perlakuan tersebut dengan cara metode oles. Metode ini dilakukan dengan mengoleskan suspensi jamur dengan kuas pada bagian punggung larva. Larva diperlakukan sebanyak 10 ekor per petri dan diberi makan daun bawang segar. Pada penelitian ini ada 3 perlakuan yaitu ; (B0) Tanpa pemberian jamur B. basiana, (B1) dengan mengoleskan suspensi jamur B. basiana ke punggung larva S. exigua. (B2) mencelupkan daun bawang ke dalam suspensi jamur B. basiana. Kemudian masing-masing dilakukan denga 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis secara sidik ragam dengn uji lanjut DNMRT pada taraf 5%.

    Lamanya kematian larva dihitung dalam satuan hari, yang dihitung sejak pemberian perlakuan. Hasil pengamatan lama kematian ini kemudian dirata-ratakan.

    Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah imago yang mati disetiap selang waktu 24 jam. Persentase kematian ditentukan dengan

    menggunakan rumus : M = x 100% Dimana M = persentase mortalitas larva n = jumlah larva yang mati N = jumlah larva yang diperlakukan HASIL DAN PEMBAHASAN.

    Hasil pengamatan terhadap hari pertama kematian larva setelah diperlakukan dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah ini. Tabel 1. Rata-rata hari kematian larva S.

    exigua yang diperlakukan dengan jamur B.bassiana.

    Perlakuan Rata-rata saat kematian larva (hari) B2 B1 B0

    5.3 a 7.8 ab 11.5 c

    Keterangn: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti

    oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Dari hasil pengamatan terhadap lama kematian larva hama S. exigua yang diper- lakukan dengan jamur B. bassiana terlihat pada Tabel 1 bahwa perlakuan B2 rata-rata lama kematian larva S. exigua adalah 5,3 hari, sedangkan perlakuan B1 rata-rata lama kematian larva S. exigua adalah 7,8 hari. Pada perlakuan B0 rata-rata lama kematian larva adalah 11,5 hari.

    Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan B2 rata-rata lama kematian larva S. exigua lebih cepat dibandingkan perlakuan B1 dan B0. Hal ini berarti perlakuan dengan mencelupkan daun bawang ke dalam suspensi jamur B. bassiana lebih efektif karena jamur B. bassiana langsung masuk ke pencernaan larva dan miselium jamur akan mengikuti aliran darah kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh larva (Riyatno dan Santoso, 1991)

    Hasil pengamatan terhadap persentase kematian larva S. exigua yang diperlakukan dengan jamur B. bassiana dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Rata-rata presentase kematian larva S. exigua yang deiprlakukan dengan jamur B.bassiana. Perlakuan Rata-rata persentase kematian larva (%) B2 B1 B0

    0.80 a 0.50ab 0.12 c

    Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti

    huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% Dari tabel 2 terlihat bahwa pada perlakuan A kematian larva adalah 50% sedangkan pada perlakuan B kematian larva adalah sebanyak 80%. Hal ini berarti pada

  • Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.13 No.2 Tahun 2013

    36 Patogenisitas Jamur Beauveria Bassiana Terhadap Hama Spedoptera Exigua

    pelakuan B ternyata lebih efektif untuk mengendalikan hama S. exigua.

    Larva S. exigua yang memakan daun bawang yang telah dicelupkan dengan suspensi jamur B. bassiana ini ternyata cepat menimbulkan kematian karena jamur B. bassiana langsung masuk ke pencernaan larva dan miselium jamur akan mengikuti aliran darah kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh larva. Di dalam tubuh larva, jamur akan memperbanyak diri dan memproduksi racun Beauverisin. Racun ini dapat merusak struktur membran sel, sehingga akan terjadi dehidrasi sel dan berakibat matinya serangga inang. Apabila serangga inang telah mati, hifa akan menembus keluar dan membentuk spora pada permukaan tubuh bagian luar (Buroes, 1981).

    Riyatno dan Santoso (1991) menjelaskan bahwa serangga yang terinfeksi jamur B. bassiana gerakannya akan menjadi lamban, nafsu makan berkurang bahkan berhenti, lama kelamaan diam dan mati. Tubuh serangga memucat dan mengeras serta permukaanya akan penuh dengan badan-badan buah dan spora berwarna putih. Waktu diperlukan untuk menyebabkan kematian ditentukan oleh berbagai faktor. Tetapi yang penting adalah virulensinya dan sifat resistensi inangnya, serta kondisi lingkungan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengendalian hayati dengan menggunakan

    jamur Beauveria bassiana terhadap hama Spedoptera exigua ternyata lebih efektif karena jamur tersebut bersifat antagonis dan bersifat patogenisitas terhadap hama S. exigua.

    2. Pemberian jamur B. bassiana ini yang baik adalah dengan cara mencelupkan daun bawang ke suspensi jamur, dimana daun bawang tersebut merupakan makanan bagi hama tersebut.

    DAFTAR PUSTAKA Buroes. H.D. 1981. Microbial control of

    pest and plant diseases. Academic Press. New York. 368 p.

    Departemen Pertanian. 1991. Materi pelatihan perkembangbiakan dan aplikasi cendawan B. bassiana. Tol 21-26 januari. Direktorat Jenderal Perkebunan. Bangelan Malang.

    Dinas Perkebunan. 1991. Laporan hasil pengaruh perbedaan partikel media terhadap jumlah spora cendawan Beauveria bassiana di laboratorium

    lapangan. Dinas perkebunan Daerah Tk.T Jawa Timur. Jombang. 7 hal.

    Kalshoven. L.G.E 1981. The pest of crop in indonesia. Revised and translated by Van Der Laan.P.T Ichtiar Baru. Van Hoeve.701 p.

    Kranz. H. Schumutlerer. And W. Koch. 1977. Disease, pest, and weed in tropical crops. Verlag Paul Parey Giessen and Stuhgart-Hohenheim. 666 pp.

    Prayitno. A. A. 1983. Biologi Spedoptera exigua Hubner (Lepidoptera:Noctuidae) pada daun bawang merah (Allium ascalonicum L.), pada daun kedelai (Glycine max (L.)merr.), dan daun kacang tanah (Arachis hypogea L.). Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.32 hal.

    Riyatno dan Santoso. 1991. Cendawan B.bassiana dan cara pengembangannya guna mengendalikan hama bubuk buah kodi. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. 2-5 hal.

    Soehardjan. M. Dan D. Sudarmaji. 1993. Pemanfaatan organisme mikro sebagai bioinsektisida di negara barkembang. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian Bogor. XII, 1: hal 7-11.

    Sunarjono. H. Dan P. Soedomo. 1983. Budidaya bawang merah (Allium ascalonicum L.). Sinar Baru. Bandung. 67 hal.

    Wibowo. S. 1989. Budidaya bawang putih, dan bombay. Penebar Swadaya. Jakarta. 194 hal.