Patofisiologi Kejang Demam

9
Patofisiologi Kejang Demam Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Kenaikan suhu tubuh tertentu dapat mempengaruhi keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium dari membrane tadi, dengan akibat lepasnya muatan listrik Lepasnya muatan listrik ini demikan besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, pada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38ºC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau lebih. Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea, asidosis lactate, hipotensi. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah kejang berlangsung lama yang dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsy spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehinggga terjadi epilepsy (Hasan & Alatas, dkk, 2002). Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik (kelojotan), fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak

description

dsssfdsfffff

Transcript of Patofisiologi Kejang Demam

Patofisiologi Kejang Demam

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Kenaikan suhu tubuh tertentu dapat mempengaruhi keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium dari membrane tadi, dengan akibat lepasnya muatan listrik Lepasnya muatan listrik ini demikan besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, pada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea, asidosis lactate, hipotensi. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah kejang berlangsung lama yang dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsy spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehinggga terjadi epilepsy (Hasan & Alatas, dkk, 2002). Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik (kelojotan), fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Untuk ini Livingston membuat kriteria kejang demam atas 2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrileconvulsion )2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam (Epilepsy triggered of by fever )

Menurut Hasan & Alatas, dkk (2002) dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik atau tidak perlu menyebabkan kematian. Risiko yang dihadapi oleh seorang anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (Ngastiyah, 1997). Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor resiko yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Faktor resiko lainnya adalah riwayat keluarga kejang demam, problem pada masa neonatus, kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% akan mengalami 3X recurrent atau lebih. (Manjoer, 2000). Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dngan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel terdapat keadaan sebaliknya). Karena perbedaan jenis dan konsentrasi didalam dan diluar sel, maka disebut potensial membrane. Untuk menjaga keseimbangan potensail membaran diperlukan sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:

1. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam

3. Kejang yang berlangung lama atau kejang fokalBerdasarakan referensi lain, mekanisme kejang yang tepat belum diketahui, tampak ada beberapa faktor fisiologis yang menyebabkan perkembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge (rabas) yang berarti dan sistem hambatan GABAergik. Perjalanan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glumaterik. Bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmiter asam amino (glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan eksistasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel baru yang dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis (termasuk glioma tumbuh lambat hematoma, gliosis, dan malformasi arteriovenosus) menyebabkan kejang. Dan bila jaringan abnormal diambil secara bedah. Kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat ditimbulkan pada binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini, stimulasi otak subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan konvulsi berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan terjadinya epilepsi pada manusia pasca cedera otak. Pada manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang berulang-ulang dari lobus temporalis normal kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus kallosum. Faktor genetik menyebabkan setidaknya 20% dari semua kasus epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi famili telah dikenali, termasuk konvulsi neonatus benigna, epilepsi mioklonik juvenil , dan epilepsi mioklonik progresif adalah amat mungkin bahwa dalam waktu dekat dasar molekular epilepsi tambahan, seperti epilepsi rolandik benigna dan kejang-kejang linglung, akan dikenali. Juga diketahui bahwa substansia abu-abu memegang peran integral pada terjadinya kejang menyeluruh. Aktivitas kejang elektrografi menyebar dalam substansia abu-abu, menyebabkan peningkatan pada ambilan 2 deoksiglukosa pada binatang dewasa, tetapi ada sedikit atau tidak ada aktivitas metabolik dalam substansia abu-abu bila binatang imatur mengalami kejang. Telah diduga bahwa imaturitas fungsional substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan kerentanan kejang otot imatur. Lagipula, neuron pars retikulata substansia abu-abu (substantia nigra pars reticulata (SNR) sensitif-asam gama aminobutirat (GABA) memainkan peran pada pencegahan kejang. Agaknya bahwa saluran aliran keluar substansia abu-abu mengatur dan memodulasi penyebaran kejang tetapi tidak menyebabkan mulainya kejang. Penelitian eksitabilitas neuron, mekanisme hambatan tambahan, pencairan mekanisme non-sipnapsis perambatan kejang dan kelainan seseptor GABA. Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 300C atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik-tonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pascakejang. Kejang demam yang menetap lebih lama 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Jika ada keragu-raguan berkenaan dengan kemungkinan meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis (CSS) terindikasi. Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler .Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air . Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na K ATPase yang terdapat pada permukaan sel . Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang . Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380 C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang .Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia . Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak . Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi .

MANIFESTASI KLINIK KEJANG DEMAM

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 390C atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca kejang. Anak tampak mengantuk setelah kejang dikarenakan anak kelelahan dan membutuhkan waktu untuk istirahat. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi, seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis . Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparese sementara (hemiparese Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti hemiparese yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama .