Paper Terapi Nutrisi Pada Klien Di Icu Dan Iccu
-
Upload
vic-fuentes-scremo -
Category
Documents
-
view
91 -
download
10
Transcript of Paper Terapi Nutrisi Pada Klien Di Icu Dan Iccu
TERAPI NUTRISI PADA KLIEN DI ICU DAN ICCU
disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Kritis II
Dosen Pengampu : Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep.
Oleh:
Kelompok 4
Riezky Dwi Eriawan (082310101011)
Ahdya Islaha W. (082310101055)
Agung Maulana (082310101070)
Feri Ekaprasetia (092310101005)
Risma Hendrastuti (092310101040)
R. R. Ayu Marta E.P (092310101068)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
PEMBAHASAN
1. PENDAHULUAN
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk
energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal
setiap organ dan jaringan tubuh (Rock CL, 2004). Status nutrisi normal menggambarkan
keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi (Denke, 1998; Klein S,
2004). Kekurangan nutrisi memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi
hampir semua organ dan sistem tubuh (Suastika, 1992). Pasien kritikal adalah pasien dengan
kondisi tak stabil dengan tanda vital abnormal dengan indikator seperti kehilangan gairah,
mobilitas kurang atau kesadaran yang menurun. Kebutuhan nutrisi pada pasien kondisi kritis
tergantung dari berat ringannya penyakit dan status nutrisi sebelumnya. (Trihatmaji, 2008)
Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien yang masuk ke
rumah sakit. Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan nutrien,
gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi. Untuk pasien kritis yang dirawat di
Intensive Care Unit (ICU) sering kali menerima nutrisi yang tidak adekuat akibat dari salah
memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian
nutrisi. Pasien-pasien yang masuk ke ICU umumnya bervariasi, yaitu pasien pasca operasi
mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, sepsis atau gagal napas. Pada hampir semua
pasien yang sakit kritis, dijumpai anoreksia atau tidak sanggup makan karena kesadaran yang
terganggu, sedasi, ataupun karena intubasi jalan nafas bagian atas.
Tujuan pemberian nutrisi bagi pasien sakit kritis (The American Society for Parenteral and
Enteral Nutrition) adalah:
1. Menyediakan nutrisi yang konsisten dengan kondisi medis pasien dan ketersediaan rute
pemberian nutrisi.
2. Mencegah dan mengatasi defisiensi makronutrian dan mikronutrien.
3. Menyediakan dosis nutrien yang sesuai dengan metabolisme yang telah ada.
4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan teknik pemberian nutrisi.
5. Meningkatkan outcome pasien, mengurangi morbiditas, mortalitas dan waktu penyembuhan.
2. BEBERAPA CARA MENGUKUR KEBUTUHAN NUTRISI
a. Metabolic Chart-Indirect Calorimetry Resting Energy Expenditure (REE)
[(konsumsi O2)(3.94) + (produksi CO2)(1.11)] x 1440.
Rumus ini menjadi kurang akurat pada pasien-pasien dengan FIO2 >40%.
b. Persamaan Harrison-Benedict
Basal Energy Expenditure (BEE)
1) Pria
66 + [13.7 x BB (kg)] + [5 x TB (cm)] [6.8 x umur]
2) Wanita
655 + [9.6 x BB] + [1.8 x TB] [4.7 x umur]
BB: berat badan, TB: tinggi badan
Untuk penghitungan BEE, harus disesuaikan dengan faktor-faktor metabolik, seperti
demam, operasi, sepsis, luka bakar, dan lain-lain.
c. 25-30 kkal/kg BB ideal/hari
d. Mengukur balance nitrogen dengan menggunakan urea urin 24 jam dan dalam
hubungannya dengan urea darah dan albumin. Tiap gram nitrogen yang dihasilkan
menggunakan energi sebesar 100-150 kkal.
3. INDIKASI TERAPI NUTRISI
Terapi nutrisi diberikan kepada penderita malnutrisi atau pada penderita yang dalam
perjalanan penyakitnya diperkirakan akan menjadi malnutrisi. Secara praktis bila didapatkan 2
dari 3 berikut ini, yaitu adanya penurunan berat badan > 10% dalam kurun waktu 3 bulan, kadar
trasferin serum < 150 mg/dl, kadar albumin serum < 3,4 g/dl merupakan indikasi pemberian
terapi nutrisi (Waller, 1996; Boediwarsono, 2006).
4. Jenis Pemberian Nutrisi
Dalam pemberian nutrisi terdapat tiga pilihan pemberian yaitu diet oral, nutrisi enteral dan
nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi bagi pasien sakit kritis dapat secara enteral maupun
parenteral. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga penentuannya harus
melihat dan mempertimbangkan semua aspek yang ada dari kasus per kasus. Selain itu jumlah,
perhitungan kalori, jenis nutrien, serta saat pemberian juga mempengaruhi keadaan pasien secara
keseluruhan. Namun, pada klien yang dirawat di ICU dan ICCU, penggunaan nutrisi parenteral
lebih sering dilakukan.
a. Diet Oral
Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan cukup makanan dan
keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, ahli gizi, penderita dan
keluarga.
b. Terapi Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral adalah cara pemberian makanan melalui selang atau tube ke saluran
pencernaan. Pemasangan selang yang umum adalah melalui hidung sampai kelambung
(Nasogastric tube). Nutrisi enteral direkomendasikan bagi pasien-pasien yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya secara volunter melalui asupan oral. Nutrisi enteral bila
penderita tidak bisa menelan dalam jumlah cukup, sedangkan fungsi pencernaan dan
absorbsi usus masih cukup baik. Selama sistem pencernaan masih berfungsi atau
berfungsi sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka diet enteral (EN) harus
dipertimbangkan, karena diet enteral lebih fisiologis karena meningkatkan aliran darah
mukosa intestinal, mempertahankan aktivitas metabolik serta keseimbangan hormonal
dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan liver. Dosis nutrisi enteral biasanya
berkisar antara 14-18 kkal/kgbb/ hari atau 60-70% dari tujuan yang hendak dicapai. Pada
pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan daripada oral, kecuali pada keadaan
fraktur basis cranii resiko penetrasi ke intrakranial. Pipa naso jejunal dapat digunakan
jika terjadi kelainan pengosongan lambung yang menetap dengan pemberian obat
prokinetik atau pada pankreatitis.
1) Indikasi
a) Pasien dengan malnutrisi berat yang akan menjalani pembedahan saluran cerna
bagian bawah.
b) Pasien dengan malnutrisi sedang-berat yang akan menjalani prosedur mayor
elektif saluran cerna bagian atas.
c) Asupan makanan yang diperkirakan tidak adekuat selama >5-7 hari pada pasien
malnutrisi, >7-9 hari pada pasien yang tidak malnutrisi.
d) Atau dalam keadaan pasca bedah mulut, esophagus, lambung, saluran empedu,
dan kolon. Serta pasien yang mengalami anoreksia, depresi berat, trauma kepala /
otak, luka bakar yang luas, sepsis, penderita kanker, malabsorpsi / maldigesti,
fistula, penderita dengan kebutuhan kalori ekstrim.
2) Kontraindikasi
a) Pasien yang diperbolehkan untuk asupan oral non-restriksi dalam waktu <7 hari
b) Obstruksi usus
c) Pankreatitis akut berat
d) Perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas
e) Muntah atau diare berat
f) Instabilitas hemodinamik
g) Ileus paralitik
3) Komplikasi nutrisi enteral
a) Komplikasi mekanik
Komplikasi mekanik berhubungan dengan sondenya sendiri yang dapat
mengalami dislokasi atau penyumbatan.
b) Komplikasi kimiawi
Hal ini berhubungan dengan osmolaritas serta komposisi kimiawi cairan nutrisi
enteral yang terlalu tinggi. Rasa mual sampai muntah dan kram perut atau diare
merupakan gejala yang menonjol.
c) Komplikasi bakteriologik
Kontaminasi dengan bakteri gram negatif pada waktu penyediaan nutrisi enteral
atau kantong plastiknya dapat menimbulkan syok septik.
d) Komplikasi metabolic
Dehidrasi hipertonik dapat terjadi bila komposisi nutrisi enteralnya memilki
osmolaritas yang tinggi. Pemberian kadar secara bertahap dapat mengurangi
komplikasi ini.
4) Prosedur teknik pemberian nutrisi enteral / diet sonde
a) Pemilihan sonde
Kekurangan dari sonde-sonde ini selain diameternya besar, sonde mudah menjadi
kaku setelah zat pelemasnya habis (setelah 24 jam pemakaian), juga tidak tahan
terhadap pengaruh cairan lambung maupun duodenum. Sonde yang menjadi kaku
akan sangat mengganggu penderita karena selain terasa tidak enak juga dapat
menimbulkan erosi atau perlukaan saluran napas atau saluran cerna. Saat ini
sonde-sonde yang dipakai untuk nutrisi enteral terbuat dari silikon atau poliuretan
yang selain diameternya kecil (2,5 mm), kelemasan dan kelenturannya bertahan
lama serta tahan terhadap pengaruh cairan lambung dan cairan duodenum.
b) Teknik pemberian nutrisi enteral
Teknik pemberian secara tetes merupakan yang paling aman. Pola lama yang
memberikan scara bolus mengandung banyak komplikasi berupa muntah,
regurgitasi sampai aspirasi ke dalam paru, terutama pada penderita yang
kesadarannya menurun atau pada penderita yang berbaring. Guna mengurangi
komplikasi-komplikasi di atas, sebaiknya penderita diposisikan setengah duduk
selama pemberian nutrisi enteral. Untuk menjaga ketepatan dan ketetapan tetes
cairan nutrisi enteral dapat digunakan portable pump. Guna menjaga toleransi
penerimaan usus, kadar cairan nutrisi enteral sebaiknya dinaikkan secara
bertahap. Dimulai dengan pengenceran ½ pada hari pertama, kemudian
pengenceran 2/3 pada hari kedua dan takaran penuh pada hari ketiga dan
seterusnya, sambil mengawasi dan mengevaluasi keluhan maupun gejala-gejala
yang timbul.
c) Kebutuhan kalori
Kebutuhan metabolisme basal dapat dihitung dengan indeks BROCA, sebagai
berikut : BMR = Indeks stress (tinggi badan – 100) x 20
Indeks stress : - paska bedah + 10% BMR- fraktur multiple + 25-30% BMR
+10%- sepsis, tiap kenaikan 1 BMR
Jadi, seorang dengan tinggi badan 165 cm tanpa stress memiliki BMR (165-
100)x20 = 1300 kkal. Dengan menambah 10-20% dari kebutuhan BMR dapat
diperoleh kebutuhan kalori pada saat aktivitas yang sangat terbatas. Sedangkan
pada suatu keadaan katabolik yang tinggi diperlukan penambahan 30-100% dari
kebutuhan BMR.
d) Pemantauan
Kemajuan atau kemunduran keadaan umum penderita dievaluasi setiap harinya
termasuk keseimbangan cairan dan elektrolitnya bila ada fasilitas. Pengukuran
berat badan atau lingkar lengan atas (LLA) setiap minggu merupakan parameter
yang objektif.
Selain itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan, antara lain:
Darah : Hb, Hmt, leukosit
b. Serum : glukosa, ureum, protein total, albumin total
c. Volume dan urin rutin
Diet enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon
usus seperti gastrin, neurotensin, bombesin, enteroglucagon. Gastrin mempunyai
efek tropik pada lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan
integritas usus,mencegah atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara
gut-associated lymphoid tissue (GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa
usus.
5) Manfaat dari pemberian nutrisi enteral antara lain:
a) Mempertahankan fungsi pertahanan dari usus
b) Mempertahankan integritas mukosa saluran cerna
c) Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna
d) Mengurangi proses katabolic
e) Menurunkan resiko komplikasi infeksi secara bermakna
f) Mempercepat penyembuhan luka
g) Lebih murah dibandingkan nutrisi parenteral
h) Lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek dibandingkan dengan
Nutrisi Parenteral
c. Nutrisi Parenteral
Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung
melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Berdasarkan cara pemberian
Nutrisi Parenteral dibagi atas (ASPEN, 1995):
1) Nutrisi Parenteral Sentral.
2) Nutrisi Parenteral Perifer.
1) Indikasi nutrisi parenteral, yaitu:
a) Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia
intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
b) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status
preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri
mesenterika, diare berulang.
c) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-
obstruksi dan skleroderma.
d) Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan,
muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.
Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-
kondisi klinis sebagai berikut, yaitu:
a) Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.
b) Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.
c) Pankreatitis akut ringan.
d) Kolitis akut.
e) AIDS.
f) Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.
g) Luka bakar.
h) Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).
Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan
untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit
memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi
parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih
membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita
kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas
seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga
membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang
kebutuhan nutrisinya normal.
Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan
nutrisi 7 sampai dengan 14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat
sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan
dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 hari (ASPEN, 2002). Nutrisi Parenteral pada
pasien anak-anak diberikan lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien dewasa,
biasanya 1 hari setelah lahir pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahir yang
rendah, dan antara 5 sampai 7 hari bagi anak-anak yang lebih dewasa yang tidak
dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya hanya melalui oral maupun enteral (ASPEN,
2002; Ziegler et al, 2002).
Nutrisi parenteral (NPE) diberikan untuk mencukupi sumber nutrien essensial
tanpa menggunakan traktus gastrointestinal yaitu secara intravena (Askandar, 2001).
NPE dapat dibedakan menjadi NPE parsial (NPE-P) dan NPE total (NPE-T) dapat
melalui vena perifer atau sentral. Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada
penderita dengan gangguan proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi
(Bozzetti, 1989; Baron, 2005; Shike 1996; Mahon, 2004; Trujillo, 2005). Tumor
yang mengenai sistem pencernaan atau tindakan yang melibatkan sistem pencernaan
sehingga terjadi gangguan proses menelan dan pencernaan merupakan indikasi
pemberian NPE. Dalam pemberian NPE pertimbangkan jenis larutan yang
dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan makro dan mikronutrien, perhatikan
osmolaritas larutan (sebaiknya kurang dari 800-1000 mOsm/l dan bila tidak mungkin
lakukan infus cabang) (Askandar, 2005; Trujillo, 2005).
2) Hal-hal yang harus diperhatikan
a) Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan femoral.
b) Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat infeksi.
c) Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif.
d) Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.
e) Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik.
f) Kateter sekitar tempat insersi sering diolesidengan salep antimikroba.
g) Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.
5. Kebutuhan Energi
Energi expanditure harus dihitung agar keseimbangan nitrogen yang lebih baik dapat
dicapai dan dipertahankan. Metode yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi ada dua
cara yaitu dengan rumus Harris-Benedict dan indirect-calorimetry dengan expired gas analysis.
Harris-Benedict mengkalkulasikan kebutuhan energi seseorang dalam keadaan istirahat,
nonstres, setelah puasa overnigt. Pada keadaan metabolic-stress, maka harus dikalikan stress
faktor. Penggunaan klinis sehari-hari nilai BEE = 25-30 k cal/Kg/hari tidak jauh berbeda dengan
nilai yang didapat bila digunakan rumus Harris-Benedict. Indirect-calorimetry walaupun
memberi hasil yang lebih akurat tetapi karena membutuhkan pemeriksaan laboratorium,
teknologi, dan biaya mahal; maka jarang digunakan untuk perhitungan sehari-hari.
a. Karbohidrat sebagai Sumber Energi
Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan perbedaan jalur
metabolismenya adalah glukosa, fruktosa, sorbitol, maltose, dan xylitol. Tidak seperti
glukosa; maltosa, fruktosa, sarbitol, dan xylitol dapat menembus dinding sel tanpa
memerlukan insulin. Meskipun maltosa tidak memerlukan insulin untuk masuk sel, proses
intraselluler mutlak masih memerlukan untuk proses intrasel. Demikian pula pemberian
fruktosa yang berlebihan akan berakibat kurang baik. Oleh karena itu perlu diketahui dosis
aman dari masing-masing karbohidrat :
1) Glikosa (Dektrose) : 6 gram/kgBB/hari.
2) Fruktosa/ Sarbitol : 3 gram/kgBB/hari.
3) Xylitol/ Maltose : 1,5 gram/kgBB/hari.
Campuran glukosa, fruktosa, dan xylitol yang ideal secara metabolik adalah dengan
perbandingan glukosa : fruktosa : xylitol = 4:2:1.
b. Emulsi Lemak Intravena
Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam
linoleat) juga sebagai substrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus
stress yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam program nutrisi parenteral total
bersama substrat lainnya maka defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira
pada hari ketujuh dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah
keadaan ini diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu. Asam
lemak esensial berperan dalam fungsi platelet, penyembuhan luka, sintesa prostaglandin dan
immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan apabila diberikan bersama dengan
glukosa sebagai sumber energi dianjurkan 30-40% dari total kalori diberikan dari lemak.
Infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih dipilih dibanding pemberian intermitten.
Direkomendasikan untuk tidak memberikan lebih dari 60% kalori total diambil dari subtrat
lemak. Sebagai acuan tidak diberikan porsi lemak lebih dari 2 gr/kgBB/hari. Sebaiknya
lakukan pemeriksaan kadar triglised plasma sebelum pemberian emulsi lemak intravena
sebagai data dasar.
Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsetrasi 10% (1 kcal/ml) dan
20% (2 kcal/ml) dengan osmolalityas 270-340 m Osmol/L sehingga dapat diberikan melalui
perifer. Kontraindikasi absolut infus emulsi lemak adalah trigliserid 500 mg/l, kolesterol
400 mg/l. Kontraindikasi relatis : trigeliderid 300-500 mg/l. Kolesterol 300-400 mg/l
gangguan berat faal ginjal dan hepar.
c. Sumber Protein/Asam Amino
Selain kalori dari karbohidrat dan lemak, tubuh memerlukan asam amino untuk
regenerasi sel, enzim, dan visceral protein. Pemberian protein/ asam amino tidak untuk
menjadi sumber energi sehingga pemberian protein/ asam amino harus didukung dengan
kalori yang cukup, agar asam amino yang diberikan ini tidak dibakar menjadi energi
(glukoneogenesis). Sebaiknya tidak memberikan asam amino apabila kebutuhan kalori
belum dipenuhi.
Diperlukan perlindungan 150 kcal (karbohidrat) untuk setiap gram nitrogen atau 25
kcal untuk tiap gram asam amino. Kalori dari asam amino tidak termasuk dalam perhitungan
kebutuhan kalori. Satu gram N (nitrogen) setara 6,25 gram asam amino atau protein jika
diberikan protein 1 gram/kg = 50 gram/hari maka diperlukan karbohidrat (50:6,25) x 150
kcal = 1200 kcal atau 300 gram.
Kebutuhan Mikronutrien
Pemberian kalsium, magnesium, dan fosfat didasarkan kebutuhan setiap hari, masing-
masing;
a) Calcium : 0,2- 0,3 meq/ kg BB/ hari
b) Magnesium : 0,35- 0,45 meq/ kg BB/ hari
c) Fosfat : 30- 40 mmol/ hari
d) Zink : 3-10 mg/ hari
Mikronutrien terdiri dari vitamin, mineral dan frace elemen. Anjuran konsumsi
vitamin adalah vitamin C 300–400 mg/hari, vitamin A (β – carotene) sebagai anti oksidan
25.000 – 50.000 IU, vitamin E 100 – 400 unit/hari sebagai antioksidan. Anjuran konsumsi
kalium, natrium dan chlorida masing-masing 45–145 meq/hari, calcium 60 meq/hari,
magnesium 35 meq/hari, dan fosfat 23 mmol (Trujillo, 2004; Baron, 2005).
Imunonutrien
Perkembangan terbaru dalam tunjangan nutrisi diperkenalkannya immunonutrient.
Tiga grup nutrient utama yang termasuk dalam immunonutrient adalah:
a) Amino acids (arginine, glutamin, glycin);
b) Fatty acid;
c) Nucleotide.
Nutrisi-nutrisi tersebut memegang peran penting dalam proses peningkatan sistem
imun dan mencegah proses inflamasi untuk proses penyembuhan pada pasien-pasien critical
ill. Kombinasi dari nutrisi tersebut ditambahkan dalam nutrisi pendukung dengan nama
Immune Monulating Nutrition (IMN) atau immunonutrition.
Referensi:
http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/konsep-dasar-nutrisi-parenteral.html [10 November
2012].
Askandar Tjokroprawiro. (2001). Parenteral Nutrition in Patient with Diabetes Mellitus
(experiences In Clinicqal Practice). In: Syposium New In Sights into the Rationale
Parenteral Nutrition in Clinical Practice. Editor. Askandar Tjokroprawiro, Hendromartono,
Ari Sutjahjo, Hans Tandra, Agung Pranoto, Sri Murtiwi, Soebagiyo Adi. Mei 2001, hlm.
1-18.
Baron RB (2005): Nutrition. In: Current Medical Diagnosis and Treatment 44th ed editors :
Tierney LM, Phee SJ, Papadiks MA, McGraw-Hill New York, pp 124-1242.
Boediwarsono (2006): Terapi Nutrisi Pada Penderita Kanker. Dalam: Naskah Lengkap Surabaya
Hematology Oncology Update IV. Medical Care of the Cancer Patient, editor:
Boediwarsono, Soegianto, Ami Ashariati, Made Putra Sedana, Ugroseno. Hlm 134-141.
Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis:Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Klein S (2004): Protein – Energy Malnutrition. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors:
Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia pp 1315 – 1318.
Otsuka. 28 Februari 2009. Nutrisi Enteral. http://www.otsuka.co.id/?
content=article_detail&id=26&lang=id . PT Otsuka Indonesia. [14 November 2012].
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mahasiswa yang aktif : Ahdya Islaha W. (082310101055)
Mahasiswa yang kurang aktif : Agung Maulana (082310101070)