Paper Studi Kasus Agraria di Mesuji
-
Upload
putu-aria-singsingan -
Category
Documents
-
view
167 -
download
5
description
Transcript of Paper Studi Kasus Agraria di Mesuji
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
ABSTRAKSI
Permasalahan agraria merupakan bahasan yang tiada hentinya diberitakan.
Banyak dari kasus-kasus yang disengketakan berujung pada permasalahan yang lebih
besar. Desentralisasi telah dimaknai sepihak oleh penguasa-pengusa lokal di daerah.
Pemberian lahan pada pihak swasta dengan berdalih investasi malah semakin marak.
Bukannya mensejahtrakan dan lebih berpihak pada khalayak banyak pada umumnya.
Pemerintah setempat cenderung membela para investor-investor yang menjadi
lumbung keuangan daerah. Alhasil, konflik diranah lokal pun tidak dapat dihindarkan.
Buruknya penyelesaian konflik agraria di daerah membuat permasalahan pertanahanan
ini menjadi sasaran investor untuk tetap berlindung dibawah payung hukum yang masih
lemah. Sehingga tidak jarang kita menemukan kasus-kasus permasalahan agraria
mencuat sampai ke level nasional
Keyword : Konflik, Agraria, Desentralisasi.
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
Mesuji Berdarah Mesuji Marah(sebuah analisa dalam manajemen konflik)
Lampung merupakan salah satu kawasan di daerah Sumatera bagian selatan.
Daerah ini selain dikenal sebagai pintu masuk penghubung antar Jawa dan Sumatera,
tetapi kawasan ini juga dikenal memiliki kekayaan alam yang melimpah, terutama
bagian perkebunan dan kehutanan. Luasnya cakupan wilayah daerah ini juga diimbangi
dengan luas kawasan perkebunan dan kehutanan yang dapat ditemui hampir disetiap
sudut wilayahnya. Selain kaya akan kekayaan alam, budaya nagari yang ada didaerah
yang sempat menjadi sasaran transmigrasi pada era Orde Baru ini juga sangat
beragam.
Dipenghujung tahun 2011 Lampung menjadi sorotan nasional. Tetapi bukan
karena faktor kekayaan alam dan budayanya yang disorot melainkan suatu kejadian
memilukan yang terjadi disalah satu daerah bagian Lampung. Daerah tersebut adalah
Mesuji. Didaerah tersebut telah terjadi pengambil alihan lahar secara sepihak oleh PT
Silvani Inhutani (PT SIL) dan konon disertai pembantaian warga yang tinggal disana.
Dalam makalah ini akan mencoba menguraikan bagaimana konflik tersebut bisa terjadi
dan langkah apa saja yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait serta tentunya
kaitannya dengan manajemen sebuah konflik sesuai bahasan dalam perkuliahan.
A. Penyebab dan Pemicu Konflik Kasus Mesuji
Awal mula terkuaknya kasus ini berkat pengaduan warga masyarakat Mesuji
yang melaporkan kejadian ini ke Komisi Hukum DPR pada 14 Desember 2011 lalu.
Dengan mengantongi sejumlah bukti foto dan video serta beberapa saksi mata, warga
membeberkan aksi pengambil alihan lahan secara paksa oleh Pamswakarsa yang
disewa perusahaan asal Malaysia, PT. Silvani Inhutani. Membawa segepok bukti,
termasuk video dan foto, plus saksi mata, rombongan asal Lampung itu juga
melaporkan dugaan pembantaian 30 petani di Mesuji, Lampung, sejak pemerintahan
SBY. Pembantaian itu diduga dilakukan Pamswakarsa yang tidak lain oknum
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
pelindung tersebut adalah Brimob (salah satu divisi di Kepolisian). Sontak kasus ini
menjadi buah bibir dipenghuung tahun 2011. Kecaman dari berbagai pihak mulai
berdatangan, baik itu dari individu, ormas, maupun segelintir tokoh nasional dalam
negeri.
Dengan tersebarnya video kasus kekerasan dikalangan masyarakat memaksa
pemerintah untuk turun tangan dan menyeselasikan permasalahan yang terjadi di
Mesuji. Terlepas dari kebenaran apakah asli atau tidak video yang beredar tersebut?
Tetapi pengungkapan cara tersebut telah menimbulkan gejolak tersendiri di
pemerintahan, dan menjadi pemicu untuk dianggkat secara luas dan transparan.
Mengingat daerah lokal tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi
karena terbentur peraturan sistemik yang mengharuskan evaluasi dan pengambil
alihan kasus pengelolaan lahan yang skalanya besar menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat.
Namun jika ditelisik lebih jauh perjalanan kasus ini sudah cukup panjang
berjalan. Berikut kutipan kronologis dari LSM WALHI dan berbagai media atas kasus
yang terjadi di Mesuji1:
konflik kepemilikan lahan bermula pada 17 Februari 1997, Menhut
mengeluarkan SK No. 93/Kpts-II/1997 tentang Pemberian Hak Pengusahaan
HTI atas Areal Hutan seluas ± 43.100 Ha. kepada PT SIL Berdasarkan
Rekomendasi Gubernur Lampung dan Surat Dirjen Pengusahaan Hutan No.
1727/IV-PPH/1994 tanggal 29 Juni 1994 perihal Persetujuan Perluasan areal
HTI PT SIL seluas 10.500ha. Konsesi PT SIL selama 45 tahun.
Namun ternyata kewajiban-kewajiban pengelolaan kawasan hutan tidak
dipenuhi oleh PT SIL sehinggga pada tanggal 31 Oktober 2002 Hak
Pengusahaan HTI PT SIL dicabut dengan dikeluarkannya SK Menhut
No.9983/Kpts-II/2002
Pada Tahun 2004-2006
Dicabutnya pelarangan PT SIL dan ijin pengoperasiannya dikembalikan.
1 http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/kumpulan-kronologis-kasus-sda/1802-kronologis-kasus-register-45-mesuji-lampung.html, diunduh 10 januari 2012, pkl.20.18 WIB.
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
Gubernur Lampung mengirim surat tinjauan ulang keputuhan Menhut, hal ini
didasarkan penolakan warga terhadap penggunaan lahan sebagai kawasan
hutan produksi dengan alasan areal tersebut merupakan tanah marga
Tahun 2005 masyarakat dari berbagai daerah masuk ke wilayah Register 45
Masyarakat membuka lahan ± 1 ha per kepala keluarga, sekitar 1.700 jiwa.
Mereka membuat gubuk dengan pola pemukiman berkumpul.
18 Januari 2005 Menhut tetap tidak mengakomodir tuntutan reclaimming lahan
masyarakat adat Mesuji dengan mengeluarkan Surat No. S.23/Menhut-II/2005
Penolakan melalui Surat yang ditandatangani oleh Menhut M.S. Kaban itu tetap
tidak mau mengeluarkan areal seluas ± 7000 ha dari kawasan hutan yang
menjadi konsesi PT SIL karena berpegang pada SK Menhut sebelumnya.
14 Desember 2005, PT SIL melaporkan ke Kapolres Tulang Bawang tentang
adanya Perambahan di Hutan Tanaman Industri (HTI) Register 45 Tulang
Bawang Untuk pertama kalinya Laporan dilayangkan oleh PT SIL kepada aparat
kepolisian, setelah bertahun-tahun masyarakat membuka lahan di Register 45.
Padahal sebagian besar masyarakat yang membuka lahan dan menempati
pondok-pondok pemukiman adalah perawat tanaman, buruh panen dan buruh
babat dilahan tersebut.
28 Januari 2006 Kapolres Tulang Bawang mengeluarkan surat No. B/56/I/2006
tanggal 28 Januri 2006 kepada Pimpinan LSM serta Perambah Hutan Register
45 perihal Penertiban Perambah HTI Register 45 Ultimatum yang disertai
ancamana Pembongkaran dan Pengusiran secara Paksa ini membuat resah
masyarakat penggarap lahan Register 45 termasuk masyarakat Adat Mesuji.
Masyarakat hanya diberikan waktu sampai dengan tanggal 18 Januari 2006
untuk segera meninggalkan kawasan Register 45 dengan alasan bahwa
kawasan itu akan dikembalikan sesuai fungsinya, yaitu sebagai Hutan Tanaman
industry.
19 Februari 2006 Sehari sebelum penggusuran Aparat Kepolisian melakukan
intimidasi Berdasarkan laporan dari masyarakat, satu truck Polisi mondar-mandir
dari Alba IV keluar masuk Simpang D, Mesuji. Selain itu warga juga mendapat
intimidasi dari pihak security PT SIL
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
20 Februari 2006, 74 rumah dirobohkan secara paksa oleh aparat, 1 (satu) orang
warga ditangkap karena kedapatan mengambil gambar foto pada saat
penggusuran.
April 2011, terjadi penggusuran paksa dan pembantaian warga pada areal
register 45, seperti yang diberitakan dimedia-media lain. Konon kasus yang
membelit warga dengan pemilik modal ini telah menelan sampai 30 korban jiwa.
B. Aktor Utama dalam Konflik
PT SIL dan Warga Mesuji Register 45 adalah aktor utama dalam konflik ini.
Sengketa lahan yang terjadi di wilayah Lampung ini setidaknya melibatkan 2
kelompok yang saling bersinggungan kepentingan. Adapun dasar dan
keterlibatannya sebagai berikut :
PT Silvani Inhutani (SIL)
Semenjak diberikannya ijin HPH oleh Menhut pada tahun 1997, perusahaan
milik Malaysia ini terus mengembangkan areal perkebunannya. Cakupan luas
perkebunan yang dikelola PT SIL ini mencapai 10.500 ha. Hal ini tergolong
fantastis karena didukung dengan SK Menhut yang melegalkan perijinan
tersebut. Padahal sebelum deal perijinan tersebut wilayah areal register 45 telah
ditempati warga sejak tahun 1989. Ini adalah salah satu permasalahan awal
yang menjadi latar belakang kasus yang ada di Mesuji.
Permalasahan diatas dapat diredam dengan adanya perjanjian antara warga
dengan pengelola PT SIL yang akan membagi keuntungan wilayah perkebunan
dan tetap mengijinkan warga untuk tetap mempergunakan areal perkebunan
sebagai tempat tinggal dan mata pencaharian. Namun yang terjadi adalah
sebaliknya, janji tinggalah sebuah janji, PT SIL dari kurun 1997-2002 tidak
kunjung memberikan kompensasi apapun terhadap warga sekitar, inilah
penyebab kedua yang membuat warga berang dan memprotes keberadaan PT
SIL karena tidak mematuhi kesepakan antara warga sebagai pemilik tanah lokal
dan perusahaan sebagai pengelola kawasan. Kemudian perihal ini dilaporkan ke
Gubernur Lampung dan pada tahun 2002 ijin kawasan PT SIL dicabut atas
desakan warga.
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
Kemudian permasalahan selanjutnya adalah dengan di berikannya ijin
kembali oleh Kementrian Kehutanan serta aksi yang lebih frontal dari PT SIL
dengan mengusir warga dari kawasan register 45, bahkan pengusiran dilakukan
secara paksa dan menggunakan cara-cara kekerasan. Yang tidak kalah
pentingnya PT SIL menyewa “Pelindung Masyarakat” untuk membabat habis
“Hama” yang ada di areal register 45 yang tidak lain adalah warga Mesuji itu
sendiri.
Kejadian yang beruntun ini lah yang menjadikan permasalahan ini cukup
pelik karena terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Bahkan sampai
memakan korban.
Warga Mesuji Register 45
Sebagai warga asli Mesuji dan pendatang diwilayah tersebut. Kepemilikan
atas tanah memang tidak menjadi hal yang diperhatikan warga. Dengan
mengatas namakan tanah ulayat warga mendapat perlindungan tersendiri, meski
tidak didasari dengan penggunaan kekuatan hukum yang jelas, seperti halnya :
sertifikat tanah, sertifikat hak guna, dan sebagainya.
Lampung merupakan wilayah yang banyak memiliki tanah-tanah ulayat
atau pengelolaannya dikelola oleh masyarakat adat setempat. Sebagai pemilik
lokal kawasan tentunya keberadaan PT SIL sedikit banyak telah menggangu
aktifitas warga. Hal ini membuat warga tidak terima dan melakukan konfrontasi
balik. Karena merasa hak-haknya sebagai warga asli kawasan tersebut
dilanggar, pertikaian pun tidak dapat dihidarkan.
C. Konflik Mesuji dalam dimensi ekonomi - politis
Penguraian permaslahan yang terjadi antara koorporasi dan petani ini dapat
ditinjau dari bebagai segi. Baik itu dari segi ekonomi maupun politis. Tinjauan segi
ekonomi dapat dilihat dari penyebab permsalahan yang terjadi. dalam paparan
diatas jelas bahwa konflik yang terjadi didasari atas perebutan lahan yang menjadi
bahan komoditi masing-masing pihak. Masyarakat sebagai penduduk lokal merasa
berkuasa penuh atas lahan yang didudukinya karena lahan tersebut menjadi satu-
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
satunya sumber mata pencaharian. Seolah tidak mau kalah, perusahaan sebagai
pemilik modal juga merasa berhak atas tanah di areal tersebut karena merasa telah
diijinkan pemerintah untuk mengelola.
Dari segi politis, tata kelola birokratif memang melemahkan masyarakat
dihadapaan koorporasi, pasalnya Negara sebagai regulator berhak menentukan
keputusan-keputusan penting terutama menyangkut investasi dalam skala besar.
Selain itu Undang- undang nomer 18 tahun 2004 tentang Perkebunan
menurut Pengamat Politik dan Demokrasi, DR Tarech Rasyid perlu dicabut karena
undang- undang ini dianggap memberi ruang untuk terciptanya konflik- konflik
antara petani dan koorporasi. Menurutnya di dalam undang- undang tersebut, yaitu
pasal 20, memberikan kewenangan kepada perusahaan perkebunan untuyk
melakukan pengamanan usaha perkebunan dengan melakukan koordinasi dengan
aparat keamanan dan masyarakat setempat. “ Atas dasar hukum inilah lalu
perusahaan merasa sah untuk mengadakan pengusiran terhadap masyarakat yang
dianggap mengganggu, Dampak dari hal ini,lanjutnya, adalah konflik fisik buahkan
konflik horizontal sesama warga hingga hilanggnya nyawa. “Seperti yang terjadi di
Mesuji. Pasal itu dimanfaatkan perusahaan untuk membentuk Tim Pengamanan
Perusahaan yang dikenal sebagai Pam Swakarsa. Terkadang anggota Pam
Swakarsa adalah para preman yang mendapat dukungan penuh dari perusahaan.
Akibatnya tim ini bukan hanya mengintimidasi dan terror, bahkan melakukan
penggusuran secara paksa dengan diiringi penganiayaan dan pembunuhan
terhadap petani atau warga yang dianggap kehadirannya merugikan perusahaan2
Melihat dimensi potensi konflik diatas dapat disimpulkan bahwa
permaslahan yang terjadi di Mesuji bukanlah sekedar konflik biasa. Ini bukan hanya
soal tentang perebutan wilayah, melainkan sudah kedalam tahapan yang lebih
tinggi karena telah mengabaikan hak-hak hidup serta tindakan kekerasan yang
berujung jatuhnya korban.
D. Eskalasi Konflik Sebagai Akibat Dari Pemberitaan Media Dan Pengungkapan
Kasus ke Publik
2 http://pulaukabal.wordpress.com/2011/12/24/refleksi-kasus-sodong-mesuji-revisi-uu-perkebunan/, diunduh 10 januari 2012, pkl. 20.45 WIB.
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
Salah satu pihak yang sangat berkontribusi besar dalam konflik ini adalah
media. Efek media terhadap konflik dapat menyebarkan propaganda atau bersifat
memihak dalam bentuk eskalasi ketegangan dan memprovokasi terjadinya konflik.
Propaganda yang dilakukan media akan menciptakan konflik serta dapat
memprovokasi atau mengeskalasi konflik yang ada. Umumnya konflik yang terjadi
di daerah dan nasional pada umumnya pasti akan menjadi bahan bagi media
sebagai komodi pemberitaan. Seperti halnya pada kasus Mesuji. Karena konflik ini
bermula dari pertarungan masyarakat dan koorporasi asing di daerah, dimana
penanganan konflik serta penyelesaian masalah yang ada pada saat itu cenderung
stagnan, hal ini yang dilihat sebagai peluang oleh masyarakat Mesuji untuk
mengungkapnya ke ranah publik.
Akibat tergiringnya opini publik dan tuntutan penyelesaian permasalahan
menjadi tanggung jawab negara. Konflik ini pun berkembang tingkatannya, dimana
semula konflik yang ada hanya antara masyarakat v.s koorporasi namun semenjak
pengungkapan dan pemberitaan kian marak terkadi, konflik berubah menjadi
persoalan antara masyarkat v.s Negara.
E. Pihak Lain yang Berpengaruh dalam Konflik
Selain media sebagai salah satu point vital berkembangnya konflik ini, ada
salah seorang yang turut andil melambungkan kasus ini sampai tingkat nasional.
Namanya Saurip Kadi (60). Mayjen Purnawirawan TNI asal Brebes ini, Dia
memimpin rombongan Lembaga Adat Megoupak menghadap Komisi III DPR
melaporkan soal dugaan pembantaian terhadap 30 petani di Kabupaten Mesuji,
Lampung, sejak pemerintahan SBY3.
Saurip Kadi tak hanya melaporkan kasus tersebut secara lisan atau tertulis.
Ia memperkuat laporannya dengan foto foto dan video berisi kisah pembantaian
yang diduga dilakukan Pamswakarsa yang dibekengi sebuah perusaan sawit , PT
Silva Inhutani, asal Malaysia4 Terlepas dari alasan apapun juga, Saurip Kardi
merupakan salah satu aktor yang berpengaruh terhadap pengungkapan kasus ini.
3 http://lampung.tribunnews.com/2011/12/15/saurip-kadi-sang-pengungkap-kasus-mesuji, diunduh pada 10 januari 2012, pkl.21.48 WIB.4 http://www.realitahukum.com/?p=1512, diunduh pada 10 januari 2012, pkl.21.49 WIB.
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
F. Solusi Konflik Mesuji
Sebagai respon meningkatnya kecaman publik atas permaslahan yang
membelit masyarakat lampung dengan koorporasi swasta tersebut maka
dikeluarkanlah kebijakan sementara untuk meredam gejolak opini publik yang ada.
Pemerintah sepakat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TPF) untuk
mengusut kasus yang terjadi di Mesuji, baik di Mesuji Lampung maupun Mesuji
Sumatera Selatan. Tim diketuai oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny
Indrayana. TPF bentukan pemerintah ini terdiri dari unsur Kementerian Koordinator
Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian
Kehutanan, Kepolisian RI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pemerintah Daerah
Lampung, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan, dan tokoh masyarakat setempat5.
Tujuan pembentukan tim pencari fakta (TPF) adalah untuk mencari akar
permasalahan dari kasus yang terjadi di Mesuji. Nantinya tim bentukan pemerintah
ini akan memberikan paparan permasalahan yang rinci dan memberikan
rekomendasi penyelesaian konflik kepada pemerintah.
Jika dikaji lebih lanjut upaya yang ditempuh pemerintah merupakan salah
satu bagian dari negosisasi politik untuk menyelesaikan masalah terkait. Negosiasi
itu sendiri di tempuh agar terjadi kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak,
meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak
sepakat. Negara yang diwakilkan TPF mencoba menawarkan bentuk negosiasi
yang sifatnya Akomodatif.
Bentuk dari negosiasi ini bersifat I lose, you win, atau dengan kata lain
berusaha mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan
kepentingan pribadi/kelompok. Negara sebagai pelindung warga, dinilai sangat
bertanggung jawab atas kejadian ini serta memiliki poisii tawar yang lemah. Maka
upaya yang ditempuh adalah dengan membangun kembali relasi serta mengambil
hati kembali para citizen yang terbelit masalah dengan mengakomodir tuntutan
serta menjadi bagian dari upaya mencapai solusi bersama.6
5 http://nasional.vivanews.com/news/read/272772-polri-siap-dukung-penuh-tpf-mesuji, diunduh pada 10 januari 2012, pkl. 22.00 WIB.6 Didaptasi dari bahan perkuliahan, ppt. Negosiasi oleh Arie Ruhyanto.
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
Sampai makalah ini dibuat proses penyelesaian konflik masih berlangsung.
Dan upaya-upaya konsolidasi terus diupayakan baik itu dari pemerintah,
masyarakat maupun swasta.
G. Konflik Mesuji Jika Ditinjau Dari Segitiga Konflik
Struktural
(Kondisi objektif: pendidikan, pekerjaan, kelas)
Perilaku Kultural
(agresif / tidak agressif) (terkait sikap, orientasi, persepsi)
Segitiga konflik digunakan sebagai analisis konflik yang melihat dari tiga faktor
yang saling berkaitan yaitu faktor struktural, perilaku, dan kultural. Ketiga faktor tersebut
saling berhubungan satu sama lain dan disetiap sisinya terdapat panah yang bolak-
balik. Keberadaan panah tersebut menggambarkan bahwa ketiga faktor tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain. Penggunaan segitiga konflik ini memiliki tujuan untuk
mengidentifikasikan struktural, perilaku dan kultural dari setiap pihak utama. Hal
tersebut dilakukan untuk menganalis bagaimana faktor-faktor itu saling mempengaruhi,
untuk menghubungkan faktor-faktor itu dengan kebutuhan dan ketakutan masing-
masing pihak, dan untuk mengidentifikasi titik awal intervensi dalam suatu situasi
(Simon Fisher: 2000).
Jika ditinjau dari segitiga konflik, maka konflik yang terjadi antara Masyarakat
dengan Koorporasi ini adalah bagian dari konflik struktural. Konflik struktural cenderung
bersifat destruktif. Karena masyarakat yang berada dalam struktur terbawah dalam
sebuah system tidak dapat berbuat banyak untuk melawan kekuatan koorporasi yang
secara structural dilindungi Negara. Koorporasi berusaha menekan terus masyarakat
dengan tindakan yang agresif, karena sudah memiliki backup undang-undang seperti
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
yang dijelaskan diatas, untuk bertindak lebih tegas menyikapi tindakan masyarkat diluar
kehendak koorporasi. Sehingga hal ini menciptakan kondisi kultur/ lingkungan yang
tidak harmonis antara masyarakat dengan koorporasi tersebut. Yang kemudian akan
mengarah pada terciptanya sebuah persepsi atau orientasi negative terhadap
perusahaan yang ada diwilayah mereka.
Pemetaan dan Analisa Konflik
Permasalahan pengambil alihan lahan oleh pihak swasta dapat mengarah pada
hal yang bersifat laten maupun dapat bersifat manifest. Dahendrof menjelaskan
kepentingan yang termanifestasikan dalam harapan atau peran yang sifatnya obyektif
dan ditentukan secara struktural tersebut tidak selalu disadari oleh individu- individu
baik yang berada pada posisi superordinasi maupun posisi subordinasi. Kepentingan
seperti ini oleh Dahrendorf disebut sebagai kepentingan laten‟ (latent interest)7”. Dapat
7 OTORITAS DAN KONFLIK SOSIAL, Haryanto, dalam Bahan Kuliah “Manajemen Konflik” S-1 JPP-Fisipol UGM Yogyakarta; untuk kepentingan internal. Hal.4
Perebutan Lahan dan Pembantaian
LATENProtes warga karena tidak
mendapat jatah pengelolaan perkebunan, dll
MANIFESTWarga marah ketika di usir dan
balik melawan PT SIL
ACTUAL KONFLIKDemonstrasi, menuntut pihak yang berwenang
u/mengusut tuntas
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
diartikan bahwa situasi konflik dapat dikatakan bersifat laten jika masing-masing
individu, dalam hal ini masyarakat, tidak terlalu terlibat secara masif atau tidak memiliki
konsensus yang sama dengan berbagai alasan.
Selanjutnya apabila kepentingan laten tersebut kemudian disadari dan
dijadikan tujuan yang harus digapai, maka kepentingan itu tidak lagi merupakan
kepentingan laten. Kepentingan tersebut berubah menjadi “kepentingan manifest‟8.
Berbeda dengan kepentingan laten, kepentingan manifest ini telah mencapai tahap
dimana konsesus itu terbentuk. Dan mengarahkan pada opini-opini what should do?
And what shoild be?. Dan kadang dibeberapa waktu, wujud konflik dapat ditunjukan
kepermukaan melalui bentuk-bentuk secara langsung atau actual konflik, seperti
demonstrasi dan aksi-aksi solidaritas terkait masalah yang terjadi.
Jika mengacu pada konteks kasus yang terjadi. sebenarnya permasalahan Mesuji
sudah berada pada tingkatan manifest. Warga yang sudah tidak tahan dengan
perlakuan PT SIL selama belasan tahun mencoba melawan balik dengan melakukan
pendudukan serta perlawanan terhadap pengelola perkebunan tersebut. Meski
berdampak pada jatuhnya korban, akan tetapi perlu kita sadari bahwa wujud
perlawanan tersebut merupakan bentuk kulminasi kekecewaan warga selama ini yang
sudah mencapai tahap konsensus. Karena ini bukan lagi menyangkut masalah pribadi
tertentu tapi sudah meluas lagi ke ranah komunal warga, yang eksistensinya terancam.
H. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, konflik yang terjadi di daerah Mesuji merupakan
suatu permasalahan yang bersifat sistemik. Rincunya legalitas hak akan tanah
ulayat dihadapan undang-undang agraria menjadi sasaran empuk investor untuk
8 Ibid.
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
merauk keuntungan lebih. Desentralisasi yang awalnya diharapkan lahir sebagai
sistem yang dapat membantu penyelesaian masalah-masalah publik didaerah justru
tidak berfungsi. Jika dihadapkan pada kasus Mesuji perijinan pengelolaan dan
penolakan masih jadi wewenang pusat sebagai pihak superordinasi, daerah
sebagai pihak subordinasi tidak dapat berbuat banyak dalam penyelesaian
sengketa lahan yang melibatkan masyarakat dengan koorporasi swasta tersebut.
Alih-alih justru Negara yang disalahkan balik atas terjadinya kasus ini, sehingga
menimbulkan bergesernya opini publik dan meng-eskalasi konflik menjadi lebih
serius sehingga pemerintah harus langsung turun tangan menyelesaikan
permasalahan yang ada.
Kedepannya diharapkan adanya perbaikan tentang UU Agraria yang
mengatur secara keseluruhan tentang mekanisme pengelolaan kawasan baik itu
tingkat darah maupun lokal. Agar pemerintah lokal dapat menyelesaikan
permasalahannya dengan lebih efisien dan tidak selalu terpusat sesuai dengan
amanat desentralisasi agar fungsi dari sistem pemerintahan lokal dapat berkinerja
lebih baik kedepannya.
Daftar Refrensi :
Bahan bacaan :
Putu Aria/195371Ilmu Pemerintahan UGM
OTORITAS DAN KONFLIK SOSIAL, Haryanto, dalam Bahan Kuliah
“Manajemen Konflik” S-1 JPP-Fisipol UGM Yogyakarta
Bahan Perkuliahan Manajemen Konflik
Internet :
http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/kumpulan-kronologis-kasus-sda/1802-
kronologis-kasus-register-45-mesuji-lampung.html, diunduh 10 januari 2012,
pkl.20.18 WIB.
http://pulaukabal.wordpress.com/2011/12/24/refleksi-kasus-sodong-mesuji-revisi-
uu-perkebunan/, diunduh 10 januari 2012, pkl. 20.45 WIB.
http://lampung.tribunnews.com/2011/12/15/saurip-kadi-sang-pengungkap-kasus-
mesuji, diunduh pada 10 januari 2012, pkl.21.48 WIB.
http://www.realitahukum.com/?p=1512 , diunduh pada 10 januari 2012, pkl.21.49
WIB.
http://nasional.vivanews.com/news/read/272772-polri-siap-dukung-penuh-tpf-
mesuji, diunduh pada 10 januari 2012, pkl. 22.00 WIB.