Paper Perjanjian Jenis Baru (Anjak piutang)
-
Upload
maria-yohana-kristyadewi -
Category
Documents
-
view
684 -
download
6
Transcript of Paper Perjanjian Jenis Baru (Anjak piutang)
1
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Usaha jasa pembiayaan mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1988
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20
Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan atau yang lebih dikenal dengan Paket
Kebijaksanaan Desember 1988. Kegiatan Anjak Piutang merupakan salah satu
kegiatan dari perusahaan pembiayaan. Dimana perusahaan pembiayaan adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau
barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam
bentuk giro,deposito, tabungan serta surat sanggup bayar/Promissory Note.
Perusahaan Anjak Piutang dapat menerbitkan Surat Sanggup Bayar hanya
sebagai jaminan atas utang kepada bank yang sebagai krediturnya. Ketentuan tersebut
di atas berdasarkan Surat Keputusan Presiden No.61 Tahun 1998. Ketentuan diatas
dipertegas kembali oleh Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan yang
menyatakan bahwa, Perusahaan Pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung
dari masyarakat dalam bentuk giro,deposito,tabungan dan atau bentuk lain.
Selain itu Perusahaan Pembiayaan dilarang menerbitkan Surat Sanggup Bayar
(Promissory Note) kecuali sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi
krediturnya. Surat Sanggup Bayar Promissory Note) yang dibuat dan dikeluarkan
oleh Perusahaan Pembiayaan tidak dapat dialihkan dan wajib dicantumkan kata-kata “
tidak dapat dialihkan dan wajib dicantumkan (non-negotiable)”1.
Melalui Anjak Piutang, perusahaan akan dengan mudah dan cepat
mendapatkan sumber pembiayaan dalam bentuk uang tunai sampai 80 % dari nilai
faktur penjualannya secara kredit. Dengan demikian, kesinambungan cash flow dapat
teratasi dengan baik sehingga pada gilirannya perusahaan dapat lebih berkonsentrasi
pada kegiatan peningkatan produksi dan penjualan. Kehadiran lembaga pembiayaan
anjak piutang sangat diperlukan oleh perusahaan guna mengatasi berbagai dampak
negatif dari sistem penjualan kredit.
1 Budi Rachmat,2003,Anjak Piutang:Solusi Cash Flow Problem,Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama, hal.xii-xiv
2
Maka dari itu dalam makalah ini, penulis akan membahas seluk beluk usaha
anjak piutang sebagai salah satu bentuk usaha dari lembaga pembiayaan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah subjek dan objek dari perjanjian Anjak Piutang (Factoring)?
2. Bagaimana isi dan bentuk perjanjian Anjak Piutang (Factoring)?
3. Apa saja keunggulan dan kelemahan perjanjian Anjak Piutang (Factoring)?
C. TUJUAN
1. Mengetahui subjek dan objek dari perjanjian Anjak Piutang (Factoring).
2. Mengetahui isi dan bentuk perjanjian Anjak Piutang (Factoring).
3. Mengetahui keunggulan dan kelemahan perjanjian Anjak Piutang (Factoring).
3
BAB IILANDASAN TEORI
A. Pengertian Anjak Piutang (Factoring)
Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjak Piutang,
maksudnya piutang yang dialihkan. Sedangkan pengertian Factoring atau Anjak
Piutang menurut John Downes dan Jordan Elliot Goodman dalam Dictionary of
Finance and Investment Terms adalah “Type financial service whereby a firm sells or
transfer title to its account receivable to a factoring company,which then acts as a
principal,not as agent. The receivables are sold without recourse, meaning that the
factor can not turn to the seller in the event accounts prove un collectible.”
Pengertian Factoring atau Anjak Piutang di Indonesia yang merupakan hasil
adopsi dari Common Law System, juga dijumpai dalam referensi formal isi kamus
Bank Indonesia, yaitu pengertian anjak piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka
pendek suatu perusahaan atas transaksi perdagangan dalam atau luar negeri,
sedangkan perusahaan yang melakukan anjak piutang disebut penganjak piutang
(Factoring). Pengertian penganjak-piutang adalah pihak yang kegiatannya membeli
piutang pihak lain dengan menangung risiko tak terbayarnya utang (Factor)2.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.448/KMK.017/2000,
pengertian Anjak Piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan
atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu
perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
Unsur-unsur utama pengertian anjak piutang dapat dirinci sebagai berikut:
1. Subjek anjak piutang yaitu perusahaan anjak piutang (factoring company),
klien(supplier), dan nasabah (customer);
2. Objek anjak piutang, yaitu piutang jangka pendek milik klien (supplier);
3. Peristiwa anjak piutang, yaitu kontrak pengalihan piutang jangka pendek
antara pihak klien (supplier) dengan perusahaan anjak piutang (factoring
company);
2 Rinus Pantouw,2006, Hak Tagih Atas Piutang Dagang Anjak Piutang (Factoring),Jakarta:Kencana Predana Media Group,hal.7-8
4
4. Hubungan anjak piutang yaitu hubungan kewajiban dan hak antara klien
dan perusahaan anjak piutang.
5. Jangka waktu anjak piutang yaitu sesuai dengan piutang jangka pendek.
Piutang perdagangan jangka pendek umumnya berkisar antara 30-90 hari.
Ini berarti setelah penyerahan barang kepada pembeli (debitur), penjual
harus menunggu pembayaran sampai penjualan kredit itu jatuh tempo 3.
B. Peraturan-Peraturan Anjak Piutang (Factoring)
1. Segi Hukum Perdata
Ada dua sumber hukum perdata yang mendasari kegiatan Anjak Piutang, yaiatu asas
kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang hukum perdata.
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan Anjak Piutang selalu
dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum menjadi
dasar kepastian hukum (legal certainty). Perjanjian Anjak Piutang ini
dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang memuat rumusan
kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan Anjak Piutang
sebagai pihak penerima pengalihan piutang, dan Clien sebagai pihak
yang mengalihkan piutang.
Perjanjian Anjak Piutang (Factoring agreement) merupakan dokumen
hukum umum (main legal dokumen) yang dibuat secara sah dan
memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320
KUHPerdata, akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka
akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak, yaitu
perusahaan Anjak Piutang dan Clien(Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata). Konsekuensi yuridis selanjutnya perjanjian tersebut
harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat
dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoinable). Perjanjian Anjak
Piutang berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi perusahaan
Anjak Piutang dan Client.
2. Undang-Undang di Bidang Hukum Perdata
3 Abdulkadir Muhammad,Rilda Murniati,2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal.228
5
Perjanjian Anjak Piutang merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang
tunduk pada ketentuan Buku II dan Buku III KUHPerdata. Sumber hukum utama
Anjak Piutang adalah ketentuan mengenai :
a. Perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal 1457-1540 buku III
KUHPerdata sejauh ketentuan-ketentuan itu relevan dengan Anjak
Piutang.
b. Pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 ayat (1)
dan (2) buku II KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut,
penyerahan piutang atas nama dilakukan dengan cessie, yaitu dengan
akta otentik atau tidak otentik yang menyatakan pengalihan hak tagih
kepada perusahaan Anjak Piutang disertai notifikasi kepada nasabah
(debitur).
c. Subrogasi yang diatur dalam Pasal 1400-1403 buku III KUHPerdata,
penyerahan dengan cessie akan mengakibatkan adanya subrogasi,
yaitu pengantian status kreditur lama (Client ) oleh kreditor baru
(perusahaan Anjak Piutang) terhadap nasabah (debitur).
Selain dari ketentuan-ketentuan dalam buku II dan buku III
KUHPerdata yang relevan dengan Anjak Piutang terdapat juga ketentuan-
ketentuan berbagai undang-undang diluar KUHPerdata yang mengatur aspek
Anjak Piutang. Undang-undang tersebut adalah :
a. Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan
peraturan pelaksanaannya, berlakunya undang-undang ini apabila
Anjak Piutang mempunyai bentuk hukum Perseroan Terbatas.
b. Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan
Peraturan Pelaksanaanya. Ketentuan ini berlaku apabila Perusahaan
Anjak Piutang berbentuk koperasi.
c. Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria
dan Peraturan Pelaksanaannya. Ketentuan ini berlaku apabila
perusahaan Anjak Piutang mengadakan perjanjian mengenai hak atas
tanah.
d. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila
perusahaan Anjak Piutang sebagai produsen melakukan pelanggaran
6
atas kewajiban dan larangan undang-undang yang secara perdata
merugikan konsumen
3. Segi Hukum Publik
Sebagai usaha yang bergerak di bidang Jasa Pembiayaan, Anjak Piutang banyak
menyangkut kepentingan publik terutama yang bersifat administratif. Oleh karena itu
ketentuan yang bersifat publik yang relevan berlaku pula pada Anjak Piutang.
Ketentuan tersebut adalah:
a. Undang-Undang di Bidang Hukum Publik
Berbagai undang-undang di bidang administrasi negara yang menjadi sumber hukum
utama Anjak Piutang adalah sebagai berikut :
1) Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dan
Peraturan Pelaksanaannya.
2) Undang-Undang No. 7 tahun 1992 Jo. Undang-Undang No. 10 tahun 1998
tentang Perbankan dan Peraturan Pelaksanaannya.
3) Undang-Undang No. 12 tahun 1985, Undang-Undang No. 7 tahun 1991,
Undang-Undang No. 8 tahun 1991 dan Peraturan Pelaksanaannya,
semuanya tentang Perpajakan.
4) Undang-Undang No. 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dan
perautan Pelaksanaanya.
b. Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan
Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan yang mengatur Anjak Piutang antara lain :
1) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 61 tahun 1988 tanggal 20
Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Keputusan Presiden No. 61
tahun 1988 ini dikenal dengan Paket Deregulasi Desember 1988, yang
memperkenalkan Industri Multi Finance di Indonesia.
2) Keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia
No.607/KMK.017/1995 dan No.28/9/KEP/GBI tanggal 19 Desember 1995,
tentang Pelaksanaan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan oleh Bank
Indonesia.
3) Surat Edaran Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan
Republik Indonesia No.S-78/pj-311/1996, tanggal 19 April 1996 tentang
Pembebasan PPH.
7
4) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang perubahan
Keputusan Menteri Keuangan No.642/KMK.04/1995, tentang nilai lain sebagai
dasar No.292/KMK.04/1996, tanggal 18 April 1996, Pengenaan Pajak.
5) Surat Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia No.
S-78/PJ-311/1996 tanggal 19 April 1996, tentang Pembebasan Pph Pasal 23
atas Penghasilan yang Diperoleh Perusahaan Anjak Piutang.
6) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 130/KMK.04/1998
tanggal 27 Februari 1998 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih yang
Boleh di kurangkan sebagai Biaya.
7) Surat Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia
No.SE-19/PJ-42/1998 tanggal 10 Juli 1998 tentang Pelaksanaan Piutang Tak
Tertagih yang boleh dikurangkan sebagai biaya.
8) Peraturan Bank Indonesia No.1/9/PBI/1999 tanggal 24 Oktober 1999 Tentang
Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non
Bank.
9) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang perubahan
Keputusan Menteri Keuangan No.172/KMK.06/2002, tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Keuangan No.448/KMK.017/2002 tentang Perusahaan
Pembiayaan.
10) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang perubahan
Keputusan Menteri Keuangan No.185/KMK.06/2002 tanggal 24 April 2002,
tentang Penghentian Izin Usaha Pembiayaan4.
C. Unsur-Unsur dan Klasifikasi Anjak Piutang (Factoring)
1. Unsur-Unsur Anjak Piutang (Factoring)
Kegiatan Anjak Piutang merupakan jasa pembiayaan dalam bentuk
pembelian dan/atau pengalihan serta kepengurusan piutang yang berasal dari
transaksi perdagangan klien kepada Perusahaan Anjak Piutang, Dengan demikian
kegiatan Anjak Piutang terdapat unsure-unsur yaitu Perusahaan Anjak Piutang
(Factor), Penjual Piutang (Client) nasabah (Customer), adanya piutang dan proses
Pengalihan Piutang.
a. Perusahaan Anjak Piutang (Factor).
4 Ibid.,hal.214
8
Perusahaan Anjak Piutang adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan
piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan
dalam atau luar negeri. Adapun yang dimaksud dengan transaksi perdagangan
adalah transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya dilkakukan secara
kredit. Yang dapat menjadi perusahaan Anjak Piutang (Factor) adalah :
1) Perusahaan yang bergerak khusus dalam usaha anjak piutang.
2) Perusahaan multifinance, yang di samping bergerak di bidang anjak
piutang tetapi bergerak di bidang usaha finansial lainnya, seperti bidang
leasing, consumer finance, kartu kredit dan sebagainya.
3) Bank dapat juga diperkenankan beroperasi di bidang usaha anjak
piutang berdasarkan Undang-undang Perbankan (UU No. 7 Tahun 1992)
yaitu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 butir (1). Jo. Undang-Undang
No. 10 tahun 1988.
b. Penjual Piutang (Client)
Penjual piutang (Client) dalam hal ini adalah pihak yang mempunyai
piutang, piutang mana akan dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Pasal 1
huruf (m) Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1251/KMK.031/1998 memberi
arti kepada penjual piutang (Client) sebagai suatu perusahaan yang menjual
dan/atau mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi
perdagangan kepada perusahaan anjak piutang (Factor). Dengan demikian
penjual piutang (Client) diisyaratkan harus merupakan perusahaan, yang berarti
usaha dagang perorangan tidak dimungkinkan untuk menjual piutang nya dengan
cara anjak piutang.
c. Nasabah atau Pelanggan atau Customer
Customer merupakan pihak (debitur) yang berhutang kepada penjual
piutang (Client), yang selanjutnya dengan kegiatan anjak piutang, piutang yang
terbit dari hutang tersebut dialihkan kepada perusahaan anjak piutang (Factor)
nantinya nasabah (Customer) melunasi pembayaran hutangnya. Dengan kata lain
nasabah pihak yang membeli barang dari Client yang pembayarannya dilakukan
secara kredit. Dengan demikian kedudukan Customer adalah debitur (berutang)
dan kedudukan Client sebagai kreditur (berpiutang).
Dalam transaksi Anjak Piutang, piutang Client tersebut selanjutnya
dilaihkan kepada Perusahaan Anjak Piutang. Melihat hubungan di atas, terlihat
9
bahwa Customer mempunyai kedudukan yang penting dalam transaksi Anjak
Piutang, karena Customer-nya yang menentukan macet tidaknya serta lunasnya
piutang Client yang telah dialihkan kepada Perusahaan Anjak Piutang.
d. Piutang atau Tagihan
Piutang yang merupakan objek bisnis anjak piutang adalah piutang dagang, yang
dapat dibagi sebagai berikut :
1) Piutang uang terdiri dari seluruh tagihan berdasarkan invoice (faktur) dari
suatu perusahaan yang belum jatuh tempo.
2) Piutang yang timbul dari surat-surat beharga yang belum jatuh tempo,
misalnya seperti Promissory Notes.
3) Piutang yang timbul dari suatu proses pengiriman barang.
e. Pengalihan Piutang
Dalam transaksi Anjak Piutang terjadi proses pengalihan piutang dari Client
kepada Perusahan Anjak Piutang. Agar peralihan piutang tersebut mempunyai
akibat hukum yang sah, maka dalam proses peralihannya harus dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan dalam KUHPerdata, khususnya dalam Pasal 613 ayat
(1) dan (2) tentang Cessie serta Pasal 1400 tentang Subrogasi.
Cessie adalah penyerahan piutang atas nama dari kreditur lama kepada
kreditur baru, sedangkan Subrogasi adalah pemindahan hak kreditur kepada pihak
ketiga sebagai akibat dibayarnya harga piutang oleh pihak ketiga tersebut. Jadi,
dalam Cessie menekankan pada segi pengalihan piutang sedangkan Subrogasi
menekankan pada segi pergantian kreditur.
Berdasarkan ketentuan tersebut dalam transaksi Anjak Piutang, pengalihan
piutang dari Client kepada Perusahaan Anjak Piutang dilakukan dengan akta
Cessie (Pasal 613 ayat (1) KUHPerdata). Selanjutnya, pengalihan piutang
tersebut diberitahukan (notification) kepada atau mendapat persetujuan
dari Customer (Pasal 613 ayat (2) KUHPerdata). Pengalihan piutang dengan
sepengetahuan atau persetujuan dari Customer disebut disclosed facility, adapun
jika tidak ada pemberitahuan kepada atau persetujuan dari
Customer disebut undisclosed facility, sehingga nasabah tidak berkewajiban
membayar tagihan secara langsung kepada Perusahaan Anjak Piutang (Factor).
10
Apabila perusahaan sudah membayar piutang kepada Client, maka sesuai
dengan Pasal 1400 KUHPerdata kedudukan hak tagih Client terhadap
Customer berpindah kepada Perusahaan Anjak Piutang.
Perusahaan Anjak Piutang biasanya membayar lebih dahulu harga
pembelian piutang Client yang besarnya hingga 80 % dari harga jual piutang.
Adapun sisanya akan dibayar setelah tagihan terhadap Nasabah dibayar lunas
setelah dipotong biaya-biaya untuk perusahaan Anjak Piutang.
Pembayaran lebih dahulu (prepayment) ini bukan merupakan panjar
(down payment) atau pembayaran tanda jadi karena prepayment merupakan
bagian dari pembiayaan atas seluruh harga jual piutang. Dengan demikian
fungsi prepayment adalah sebagai fasilitas bagi pembiayaan perusahaan Client,
sehingga kontinuitas usaha terjamin, arus kas (cash flow) tetap lancar, dan resiko
akibat kredit macet dapat dicegah5.
2. Klasifikasi Anjak Piutang (Factoring)
a. Berdasarkan tempat kedudukan pihak-pihak.
1) Domestic Factoring: anjak piutang dimana semua pihak berdomisili
dalam satu negara (dalam negeri).
2) International Factoring/ export factoring: anjak piutang dimana pihak
klien berdomisili dalam negeri sementara nasabah berdomisili di luar
negeri.
b. Berdasarkan jasa yang diberikan.
1) Full Service factoring: anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang
yang memberikan semua jenis jasa anjak piutang baik jasa pembiayaan
maupun jasa non pembiayaan.
2) Maturity factoring: anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang
hanya terbatas memberikan jasa-jasa non pembiayaan seperti jasa
pembukuan,proteksi dan pengontrolan kredit serta penagihannya.
3) Finance factoring: anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang
hanya menyediakan jasa pembiayaan saja,tanpa ikut menangung risiko
atas piutang yang tidak tertagih.
c. Berdasarkan resiko/tanggung jawab klien
5 Sunaryo,2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta:Sinar Grafika, hal. 80-81
11
1) Recourse factoring: anjak piutang dimana klien akan ikut menanggung
risiko apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi, perusahaan
akan mengembalikan tanggung jawab (recourse) pembayaran piutang
kepada klien atas piutang yang tidak tertagih dari nasabah.
2) Without recourse factoring : anjak piutang dimana perusahaan anjak
piutang yang akan menanggung risiko apabila nasabah tidak memenuhi
kewajibannya. Jadi, klien tidak bertanggung jawab (without recourse)
untuk melunasi atas piutang yang tidak tertagih dari nasabah
d. Berdasarkan pemberitahuan
1) Disclosed factoring/notification factoring: anjak piutang dimana
pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang diberitahukan
kepada nasabah.Dengan demikian,pada saat piutang telah jatuh tempo,
perusahaan anjak piutang memiliki hak tagih kepada nasabah yang
bersangkutan.
2) Undisclosed factoring/non-notification factoring: anjak piutang dimana
pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang tanpa
pemberitahuan kepada nasabah. Dengan demikian nasabah yang
bersangkutan, pada saat piutang telah jatuh tempo, tidak berkewajiban
memenuhi tagihan secara langsung kepada perusahaan.
e. Berdasarkan Instrumen pengalihan.
1) Account receivable factoring: anjak piutang dimana pengalihan piutang
kepada perusahaan anjak piutang dilakukan dengan dokumen bukti
utang berupa buku tagihan (account receivable)
2) Promissory notes factoring: anjak piutang dimana nasabah menerbitkan
surat pengakuan utang (Promissory notes) kepada klien. Terhadap surat
pengakuan utang tersebut kemudian klien mengendosir,sehingga piutang
beralih kepada perusahaan anjak piutang6.
6 Ibid.,hal 82-83
12
BAB IIIPEMBAHASAN
A. Subjek dan objek dari perjanjian Anjak Piutang (Factoring)
1. Subjek Perjanjian Anjak Piutang
a. Perusahaan Anjak Piutang
Perusahaan Anjak Piutang adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan
piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan
dalam atau luar negeri. Adapun yang dimaksud dengan transaksi perdagangan
adalah transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya dilkakukan secara
kredit. Yang dapat menjadi perusahaan Anjak Piutang (Factor) adalah :
1) Perusahaan yang bergerak khusus dalam usaha anjak piutang.
2) Perusahaan multifinance, yang di samping bergerak di bidang anjak piutang
tetapi bergerak di bidang usaha finansial lainnya, seperti bidang
leasing, consumer finance, kartu kredit dan sebagainya.
3) Bank dapat juga diperkenankan beroperasi di bidang usaha anjak piutang
berdasarkan Undang-undang Perbankan (UU No. 7 Tahun 1992) yaitu
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 butir (1). Jo. Undang-Undang No. 10
tahun 1988.
Adapun bentuk badan usaha perusahaan anjak piutang menurut pasal 3 ayat
(2) Keppres No.61 Tahun 1988 jo. Pasal 9 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan
No.1251 / KMK.013 / 1088 adalah berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.
b. Klien
Penjual piutang (Client) dalam hal ini adalah pihak yang mempunyai piutang,
piutang mana akan dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Pasal 1 huruf (m)
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1251/KMK.031/1998 memberi arti kepada
penjual piutang (Client) sebagai suatu perusahaan yang menjual dan/atau
mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi perdagangan
kepada perusahaan anjak piutang (Factor). Dengan demikian penjual piutang
(Client) diisyaratkan harus merupakan perusahaan, yang berarti usaha dagang
13
perorangan tidak dimungkinkan untuk menjual piutang nya dengan cara anjak
piutang.
c. Nasabah (Customer)
Customer merupakan pihak (debitur) yang berhutang kepada penjual piutang
(Client), yang selanjutnya dengan kegiatan anjak piutang, piutang yang terbit dari
hutang tersebut dialihkan kepada perusahaan anjak piutang (Factor) nantinya
nasabah (Customer) melunasi pembayaran hutangnya. Dengan kata lain nasabah
pihak yang membeli barang dari Client yang pembayarannya dilakukan secara
kredit. Dengan demikian kedudukan Customer adalah debitur (berutang) dan
kedudukan Client sebagai kreditur (berpiutang).
Dalam transaksi Anjak Piutang, piutang Client tersebut selanjutnya dilaihkan
kepada Perusahaan Anjak Piutang. Melihat hubungan di atas, terlihat
bahwa Customer mempunyai kedudukan yang penting dalam transaksi Anjak
Piutang, karena Customer-nya yang menentukan macet tidaknya serta lunasnya
piutang Client yang telah dialihkan kepada Perusahaan Anjak Piutang.
2. Objek Perjanjian Anjak Piutang
Berdasarkan batasan anjak piutang dapat diketahui bahwa obyek perjanjian
anjak piutang adalah piutang atau tagihan. Meskipun objek anjak piutang berupa
piutang/tagihan,tetapi tidak semua jenis piutang dapat dianjakpiutangkan. Dalam
anjak piutang hanya piutang yang timbul dari transaksi perdaganganlah yang
dapat dianjakpiutangkan. Dengan demikian, piutang yang timbul dari hibah,
pinjam meminjam uang (kredit bank) atau perjanjian kerja bukan merupakan
objek dari anjak piutang,sehingga tidak dapat dianjakpiutangkan.
Pembatasan lain atas objek anjak piutang adalah bahwa piutang yang akan
dialihkan tersebut berupa piutang jangka pendek dan belum jatuh tempo. Piutang
perdagangan jangka pendek biasanya berkisar antara 30 – 90 hari. Piutang
perdagangan yang biasanya menjadi objek bisnis anjak piutang adalah sebagai
berikut:
a. Piutang atas tagihan berdasarkan invoice suatu perusahaan yang belum
jatuh tempo.
14
b. Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh tempo.
c. Piutang yang timbul dari proses pengiriman barang, sebagai pengganti
letter of credit (LC).
d. Piutang berupa tagihan-tagihan tertentu yang belum jatuh tempo,seperti
yang terbit dari penggunaan kartu kredit (credit card), biro perjalanan
(travel bureau)7.
B. Isi dan bentuk perjanjian Anjak Piutang (Factoring)
Kegiatan anjak piutang berupa pengalihan piutang jangka pendek dari klien
kepada perusahaan anjak piutang. Pengalihan piutang tersebut didasarkan pada
kehendak bersama antara perusahaan anjak piutang dank lien yang diwujudkan dalam
bentuk perjanjian. Jadi kegiatan anjak piutang adalah perjanjian antara perusahaan
anjak piutang dan klien dimana berdasarkan perjanjian tersebut perusahaan anjak
piutang menyediakan pembiayaan kepada klien dalam bentuk pembelian dan/atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek yang berasal dari
transaksi perdagangan.
Dalam perjanjian anjak piutang minimal memuat hal-hal sebagai berikut8:
1. Ketentuan Umum
a. Ketentuan mengenai penawaran penjualan piutang dari perusahaan klien
kepada perusahaan anjak piutang,termasuk cara dan persyaratan.
b. Ketentuan mengenai penawaran yang memuat hak perusahaan anjak piutang
untuk menerima atau menolak piutang-piutang yang ditawarkan berdasarkan
ketentuan yang disepakati.
c. Ketentuan mengenai harga penjualan piutang,termasuk kalkulasinya, waktu
pembayaran,uang muka (advanced payment).
d. Ketentuan mengenai jaminan yang diberikan oleh klien atas piutang yang
ditawarkan untuk dijual kepada perusahaan anjak piutang dan risiko akibat
jaminan yang tidak benar.
7 Munir Fuady,1995, Hukum tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktik (Leasing,Factoring,Modal Ventura,Pembiayaan Konsumen, Kartu Kredit), Bandung:Citra Aditya Bakti, hal. 888 Dahlan Siamat,2001, Manajemen Lembaga Keuangan,Ed 3,Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, hal. 393
15
e. Ketentuan mengenai ruang lingkup administrasi piutang yang dilakukan oleh
perusahaan anjak piutang,kewajiban pelaporan kepada klien, dan ketentuan
biaya administrasi yang diperhitungkan.
f. Ketentuan pembelian kembali piutang dalam hal terjadinya keadaan tertentu
dan penetapan harga penjualan kembali piutang tersebut.
2. Keabsahan Piutang (Validity of Receivable)
Perusahaan anjak piutang akan meminta klien memberikan jaminan bahwa
piutang yang dijual benar-benar ada dan barang telah diserahkan ke nasabah.
3. Pengalihan Risiko
Perusahaan anjak piutang perlu menetapkan apakah dalam pengalihan resiko
dilakukan dengan syarat without recourse atau with recourse.
4. Pengalihan Piutang (Cessie)
Dalam pelaksanaan pengalihan piutang (cessie) perlu diatur ketentuan antara
lain sebagai berikut:
a. Pengalihan piutang harus dibuat dalam suatu akta di bawah tangan atau
akta otentik dengan melampirkan dokumen yang mendukung.
b. Setiap faktur yang dialihkan seyogyanya mencantumkan keterangan
dalamnya yang menerangkan bahwa faktur tersebut sudah dialihkan
kepada perusahaan anjak piutang.
5. Pemberitahuan atau Notifikasi
Pada dasarnya, berdasarkan karakteristik Anjak Piutang, perlu ada
pemberitahuan pengalihan piutang dari Klien kepada Factor terhadap Customer.
Hal ini berkaitan erat dengan pembayaran piutang tersebut dari Customer.
Richard Lim Leong Kheng yang bertindak sebagai Assistan Manager dari
Heller Anjak Piutang (S) Ltd menyatakan dalam tulisannya sebagai berikut:
"Under a normal factoring arrangement, either domestic or export, the
client is required to inform its customers of the arrangement, so that payments
can be made directly to the factor. …When these credit sales are factored, the
customers concerned are notified of the arrangement and henceforth required
16
to pay direct to the factor in order to discharge the debts. Technically, the
customers become the debtors of the factor. Should any of these approved
sales become uncollectable due to customer’s insolvency, the factor will bear
the full bad debt loss."
Customer tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran
kepada Factor selama tidak ada pemberitahuan mengenai pengalihan piutang
dari Klien kepada Factor tersebut. Walaupun begitu, ada juga perjanjian
Anjak Piutang yang tidak mensyaratkan perlunya pemberitahuan kepada
Customer tentang adanya pengalihan piutang dari Klien kepada Factor. Hal
tersebut.dikarenakan adanya beberapa sebab seperti kekhawatiran
berkurangnya bonafiditas Klien di depan Customernya, atau Factor dan Klien
berkeinginan untuk menjaga perjanjian mereka sebagai perjanjian yang
rahasia. Dalam perjanjian Anjak Piutang dapat dipersyaratkan kemudian
bahwa pembayaran Customer akan diteruskan Klien kepada Factor.
6. Syarat pembayaran
Klien diminta untuk menjaminkan bahwa setiap piutang yang dijual harus
memiliki persyaratan pembayaran yang sama dengan persyaratan penjualan
yang disetujui oleh perusahaan anjak piutang sebelumnya.
7. Perubahan Persyaratan
8. Tanggung Jawab Klien atas Nasabah
9. Jaminan Klien
Pihak Factor maupun klien perlu memperhatikan beberapa ketentuan
mengenai pernyataan dan jaminan yang harus dipenuhi dalam membuat perjanjian
Anjak Piutang, antara lain:
a. Klien harus menjamin bahwa klien adalah pemilik sah dari piutang-
piutang yang dialihkannya walaupun penjualan dilakukan tanpa
penanggungan;
b. Klien tidak bertanggungjawab tentang kemampuan membayar dari
Customer, kecuali jika klien telah mengikatkan dirinya untuk
bertanggungjawab untuk piutang tersebut (recourse).
17
c. Klien harus menjamin bahwa penguasaan piutang oleh Factor adalah
bebas dari kemungkinan tuntutan pihak ketiga, termasuk Customer, dan tidak
terdapat cacat-cacat tertentu yang dapat menerbitkan alasan untuk
membatalkan pembelian piutang.
d. Klien harus menjamin akan mengganti kerugian Factor terhadap setiap
tuntutan dalam bentuk apapun termasuk ongkos-ongkos dan biaya hukum
yang diajukan terhadap Factor oleh Customer atau pihak lain yang
berhubungan dengan barang-barang yang dijual atau jasa-jasa yang dilakukan
atau transaksi lain sebagaimana dinyatakan didalam perjanjian Anjak
Piutang, dengan ketentuan bahwa tuntutan tersebut tidak timbul dikarenakan
kelalaian dari Factor sendiri (berlaku untuk perjanjian recourse dan non-
recourse Factoring).
e. Klien harus menjamin untuk tidak melakukan perubahan perjanjian
sehubungan dengan transaksi antara Client dengan Customer yang
memungkinkan timbulnya kerugian dalam bentuk apapun pada Factor
sehubungan dengan perjanjian Anjak Piutang antara Factor dan Klien.
f. Klien harus menjamin bahwa nilai piutang yang dijual kepada Factor
adalah benar dan tidak berkaitan dengan hutang lain yang dimiliki klien atau
anak perusahaannya terhadap Customer. Dalam hal hutang semacam itu
timbul, maka klien menjamin untuk tidak melakukan perjumpaan antara
hutangnya kepada Customer dengan piutang Customer kepada klien yang
telah dijual kepada Factor9.
Bentuk perjanjian Anjak Piutang (Factoring)
Berdasarkan syarat dan mekanismenya , dapat disimpulkan bahwa
perjanjian anjak piutang dibuat secara tertulis. Peraturan perundang-
undangan tidak menentukan apakah perjanjian yang tertulis harus dibuat
dalam bentuk akta otentik/akta notaries atau akta dibawah tangan. Secara
yuridis, akta –akta tersebut sama-sama mempunyai kekuatan hukum, yang
membedakan hanyalah pada segi hukum pembuktiannya. Menurut pasal
1870 KUH Perdata, bukti yang paling kuat adalah bukti dalam bentuk akta
9Wahyuni Bahar, Wiyono Sari, Aspek Hukum Anjak Piutang Di Indonesia ,http://www.baharandpartners.com/news_detail.php?nID=352, diakses pada 14 Juni 2012 pukul 01:58 WIB
18
otentik. Adapun akta dibawah tangan baru mempunyai kekuatan pembuktian
jika pihak-pihak yang menandatangani akta tersebut mengakui tanda
tangannya dalam akta tersebut.
C. Keunggulan dan kelemahan perjanjian Anjak Piutang (Factoring)
1. Keunggulan anjak piutang (Factoring)
a. Membantu sistem administrasi penjualan dan penagihan. Hal ini dikarenakan
perusahaan anjak piutang memiliki sistem komputerisasi yang baik,sehingga
mampu mengelola sistem administrasi piutang dan penagihan dengan baik
pula. Pengalihan fungsi administrasi ini bagi klien sekaligus dapat mengurangi
beban biaya personalia dan investasi sistem komputer.
b. Membantu mengatasi modal kerja. Hal ini disebabkan oleh perusahaan klien
memperoleh pembiayaan secara mudah dan cepat. Dengan anjak
piutang,penjualan secara kredit kepada nasabah dapat diubah menjadi tunai
karena ditutupi oleh dana penjualan piutangnya.
c. Membantu mengatasi beban resiko kredit. Kadang klien membatasi
penjualannya hanya kepada nasabah yang telah menjadi langganannya dan
menolak menjual secara kredit kepada nasabah baru dengan alasan risiko
kredit. Hal ini berarti suatu kerugian karena di samping tidak memperoleh
keuntungan yang semestinya, dia dapat juga kerugian berupa tidak
bertambahnya nasabah (goodwill).
d. Membantu memperbaiki sistem penagihan. Perusahaan anjak piutang
mengharapkan pada saat jatuh tempo piutangnya akan dibayar. Oleh karena
itu, perusahaan anjak piutang selalu memantau dan memberitahukan tagihan-
tagihan yang telah jatuh tempo kepada klien. Dengan demikian perusahaan
anjak-piutang membantu memperbaiki sistem penagihan tanpa menganggu
hubungan baik antara klien dan nasabah.
e. Membantu mengembangkan usaha klien. Melalui fasilitas anjak piutang, maka
perusahaan klien mendapatkan kesempatan untuk tumbuh san berkembang
dengan menjual produk dan jasa yang lebih besar. Tanpa pembiayaan anjak
piutang, realisasi potensi pasar secara penuh sulit dapat diatasi.
2. Kelemahan anjak piutang (Factoring)
a. Pemborosan biaya. Ikut terlibatnya pihak lain yaitu perusahaan anjak piutang
dalam hubungan antara klien dan nasabah sehingga bisa jadi menambah beban
19
biaya terhadap bisnis yang bersangkutan. Walaupun sebenarnya bisa juga
memotong biaya dari pos-pos lainnya seperti dari pos penagihan atau
administrasi kredit.
b. Menurunkan reputasi. Keberadaan institusi anjak piutang yang belum
memasyarakatkan bisa menimbulkan kesan seolah-olah kondisi klien dalam
keadaan kesulitan dan tidak sanggup mengumpulkan sendiri penagihan
piutangnya.
c. Bisnis rentan risiko. Hal ini disebabkan secara inheren hakikat dari lembaga
anjak piutang adalah tidak menekankan pada jaminan. Sifat demikian ini bisa
menimbulkan anggapan bahwa bisnis anjak piutang mengandung risiko tinggi
terhadap keberhasilan dalam mengkolek piutang.
d. Kurang professional. Ada kalanya perusahaan anjak piutang tidak
professional. Hal ini disebabkan bisnis anjak piutang belum begitu popular
dan tenaga ahlipun masih terbilang langka, sehingga masih ada anggapan
bahwa bisnis ini sebagai lender of the last resort 10.
BAB IV10 Munir Fuady,Op.Cit. , hal. 84.
20
KESIMPULAN
Setelah penulis membahas dan menyajikan permasalahan dalam perjanjian Anjak
Piutang (Factoring), maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
A. Subjek dari perjanjian Anjak Piutang (Factoring) adalah perusahaan anjak
piutang,klien dan nasabah. Sementara objek dari perjanjian Anjak Piutang
(Factoring) adalah piutang, yang berupa piutang jangka pendek dari transaksi
perdagangan.
B. Berdasarkan syarat dan mekanismenya , dapat disimpulkan bahwa perjanjian anjak
piutang dibuat secara tertulis. Peraturan perundang-undangan tidak menentukan
apakah perjanjian yang tertulis harus dibuat dalam bentuk akta otentik/akta notaries
atau akta dibawah tangan. Isi perjanjian tersebut meliputi ketentuan umum,
keabsahan piutang,perubahan persyaratan,tanggung jawab klien terhadap nasabah
dan jaminan klien.
C. Keunggulan anjak piutang (Factoring) antara lain membantu sistem administrasi
penjualan dan penagihan, membantu mengatasi modal kerja, membantu mengatasi
beban resiko kredit, membantu memperbaiki sistem penagihan dan membantu
mengembangkan usaha klien. Sedangkan kelemahan anjak piutang (Factoring)
adalah pemborosan biaya, menurunkan reputasi, bisnis rentan risiko, dan kurang
professional.