Paper Pancasila Etika Politik
-
Upload
yefta-harnanianto -
Category
Documents
-
view
219 -
download
3
description
Transcript of Paper Pancasila Etika Politik
MAKALAH PAPER PENDIDIKAN PANCASILA
“ETIKA POLITIK”
KELOMPOK A-6
Yefta Harnanianto M / 6103012027
Rakryan Dhaneswara K / 6103012028
William Jonathan / 6103015051
Aldrich Koeswanto / 6103015076
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2015
Pengertian Pancasila
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945. Oleh Sebab itu, kewajiban setiap warga Negara Indonesia harus mempelajari,
mendalami, menghayati, dan mengamalkannya dalam segala bidang kehidupan.
Pengertian Etika
Etika merupakan salah satu cabang filsafat yang berkaitan dengan molaritastingkah laku
manusia. Etika membicarakan seluruh kepribadian baik hati nurani, ucapan dan perbuatan manusia
baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Hati nurani merupakan hal yang paling penting,
tetapi ia adalah yang paling sukar untuk diamati. Sedangkan perbuatan atau tingkah laku sangat
mudah untuk diamati. Oleh karena itu, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan
tinngkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar dilihat dari sudut baik buruknya.
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika memberikan
standar atau penilaian terhadap tingkah laku manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, etika dapat
diklasifikasikan kedalam empat golongan, yaitu:
1. Etika deskriptif ialah etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan penilaian.
2. Etika normative ialah etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan mana
yang buruk, dan apa yang sebagainya dilakukan oleh seseorang.
3. Etika individual ialah etika yang objeknya tingkah laku manusia sebagai makhluk individu.
Misalnya berkaitan dengan tujuan hidup manusia.
4. Etika social ialah etika yang membicarakan tingkah laku dan perbuatan manusia dengan
hubungannya dengan orang lain. Misalnnya dalam keluarga, masyarakat, Negara dan
sebagainya.
Kempat klasifikasi tersebut, menegaskan bahwa etika berkaitan dengan masalah nilai. Hal
ini dikarenakan etika pada hakekatnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan
predikat nilai yaitu susila dan asusila, baik dan buruk. Secara khusus, etika membicarakan sifat-sifat
yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan
kewajiban yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika lebih banyak berkaitan
dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. Dapat
juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungannya dengan
tingkah laku manusia.
Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kata Politics yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan penentuan-
penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan
keputusan atau decisionsmaking mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu yang
menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan
yang dipilih.
Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum
atau public policies, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-
sumber yang ada. Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suartu kekuasaan
(power), dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul.
Pengertian Nilai
Nilai di bagi menjadi tiga yaitu :
1. Nilai Dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang kurang lebih mutlak.
2. Nilai Instrumental yaitu pelaksanaan umum nilai-nilai dasar, yang biasanya dalam wujud
norma sosial atau norma hukum, yang selanjutnnya akan terkristalisasi oleh lembaga-
lembaga yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu.
3. Nilai Praktis yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.
Pengertian Norma
Norma adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dalam menjalankan kehidupan.
Norma berlaku dalam kehidupan dikeluarga, masyarakat dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Norma merupakan kaidah, petunjuk, panduan, tatanan dan kendati terhadap tingkah laku manusia
sebagai anggota masyarakat. Biasanya norma itu disesuaikan dengan adat istiadat masyarakat
setempat. Norma juga dipengaruhi oleh keyakinan agama yang dianut warga masyarakat.
Pada dasarnya norma yang berlaku dimasyarakatan dikelompokkan menjadi empat macam,
yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hokum.
Norma agama, yaitu petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui
utusan-utusan-Nya (Rosul/Nabi) yang berisi perintah, larangan atau anjuran-anjuran. Sanksi
terhadap pelanggaran norma agama sifatnya tidak langsung, karena akan diperoleh setelah
meninggal dunia (pahala atau dosa).
Norma kesusilaan, yaitu petunjuk pergaulan hidup yang bersumber dari hati nurani
manusia tentang baik buruknya suatu perbuatan. Sanksi yang diberikan sifatnya tidak tegas, karena
diri sendiri yang merasakan (merasa bersalah, menyesal, malu dan sebagainya).
Norma kesopanan, yaitu petunjuk hidup yang timbul dari pergaulan hidup manusia di
dalam masyarakat. Sanksi yang diberikan terhadap yang melanggarnya sifatnya tidk tegas tapi dapat
diberikan oleh masyarakat dalam bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan terhadap pergaulan.
Norma hukum, yaitu petunjuk hidup yang dibuat oleh badan yang berwenang mengatur
manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (berisi perintah dan laranggan) sanksi terhadap
pelanggaran norma hokum sifatnya tegas dan nyata serta mengikat dan memaksa bagi setiap orang
yang terkecuali, biasanya berbentuk hukuman penjara dan denda.
Pengertian Moral
Pengertian moral yaitu suatu ajaran baik atau buruk tentang perbuatan dan kelakuan. Di
dalam Pancasila sebagai nilai moral perorangan, moral bangsa, dan moral negara mempunyai
pengertian :
1. Dasar negara repuplik Indonesia yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang
ada dan berlaku.
2. Pandangan hidup bangsa Indonesia yanng dapat mempersatukan serta memberi petunjuk
dalam mencapai kesejahteraan.
3. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia karena pancasila merupakan ciri khas bangsa
Indonesia.
Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Nilai, norma dan moral adalah tiga hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepas dari
kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Dengan kata lain, kehidupan manusia dalam
bermasyarakat, baik secara individu ataupun insane social, senantiasa berhubungan dengan nilai,
norma dan moral.
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun
batin. Sebagai suatu yang abstrak, nilai memerlukan adanya suatu penjabaran yang kongkrit dan
objektif. Adapun wujud yang lebih kongkrit dari nilai yaitu norma, yang merupakan ukuran dan
criteria sikap dan tindakan yang dikehendaki oleh tata nilai yang diketahui. Nilai dan norma juga
tidak dipisahkan dari moral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip
yang benar, terpuji dan mulia. Bidang moral adalah kehidupan manusia dilihat dari segi
kebaikannya sebagai manusia.
Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan aspek norma, moral berwujud sebagai norma-
norma moral yang merupakan tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan
manusia dilihat dari segi baik dan buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran
tertentu yang terbatas. Dalam hal ini, norma-norma moral juga merupakan penjabaran dari nilai-
nilai yang berlaku dimasyarakat. Sehingga moral berkedudukan sebagai penilai sikap dan perilaku
manusia. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa nilai, norma dan aspek moral secara bersama
mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek.
Dimensi Politik Manusia
1. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
Manusia lahir atau dilahirkan sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (individu)
antara aspek jasmani dan rohaninya. Ia lahir sebagai individu.
Selain makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk sosial. Artinya, manusia menurut
kodratnya harus hidup berdampingan dengan orang lain dalam suatu komuitas yang disebut dengan
masyarakat. Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon, yaitu
makhluk yang selalu hidup bermasyarakat.
Terdapat empat aspek yang mendorong manusia untuk bekerja sama dengan orang lain,
yaitu:
1. Aspek Biologis
Manusia ingin tetap hidup dan mempertahankan kelangsungan hidupnya yang hanya bisa
dicapai secara kerja sama dengan sesama.
2. Aspek Psikologis
Yaitu kesediaan kerja sama untuk menghilangkan rasa kejemuan dan mempertahankan
harga diri sebagai anggota pergaulan hidup bersama manusia.
3. Aspek Ekonomis
Yaitu kesediaan manusia bekerja sama supaya dapat memenuhi, mencukupi dan memuaskan
segala macam kebutuhan.
4. Aspek Kultural
Manusia sadar bahwa segala usahanya untuk menciptakan sesuatu hanya bisa dihasilkan
tidak secara sendirian. Kedudukan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
menempatkan manusia sebagai makhluk monodualistis. Artinya, kedua kedudukan tersebut
tidak bisa dipisahakan dan selalu melekat dalam diri manusia.
2. Dimensi Politik Kehidupan Manusia
Dimensi politik manusia memiliki dua segi fundamental, yaitu pegertian dan kehendak
untuk bertindak, sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan
manusia. Dua aspek ini senantiasa berhadapan dengan tindakan moral manusia. Manusia mengerti
dan memahami akan suatu kejadian atau akibat yang ditimbulkan karena tanggung jawabnya pada
orang lain. Akan tetapi, karena keterbatasan pengertian bahkan kesadaran akan tanggung jawab
terhadap manusia lainnya dan masyarakat, maka tindakan pelanggaran moral akan dilakukan dan
berakibat pada timbulnya kerugian yang diterima manusia lainnya. Aspek kemampuan untuk
melakukan dan tidak melakukan suatu tindakan secara moral tergantung pada akal budi manusia.
Kehidupan manusia harus ditata secara normatif, jika manusia sudah tidak dapat memenuhi
suatu tingkatan moralitas dalam kehidupannya ketika menghadapi hak orang lain dalam masyarakat.
Adapun lembaga yang menata secara normatif itu ialah hukum. Hukum memberitahukan kepada
seluruh anggota masyarakat bagaiman mereka harus bertindak. Akan tetapi, hukum hanya bersifat
normatif dan tidak secara efektif serta otomatis mampu menjamin agar setiap masyarakat taat
kepada hukum. Oleh karena itu, diperlukan organisasi negara yang notabene mempunyai kekuasaan
untuk memaksakan kehendaknya, termasuk memaksa masyarakat untuk taat kepada hukum yang
berlaku. Akan tetapi perlu dipahami, bahwa negara yang mempunyai kekuasaan seperti itu
merupakan perwujudan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Jadi lembaga
negara merupakan wujud dalam kehendak manusia untuk hidup bersama. Dengan demikian hukum
dan kekuasaan negara merupakan aspek yang berkaitan langsung dengan etika politik dan keduanya
memerlukan suatu legitimasi.
Etika Politik dan Etika Pancasila
Etika dan politik terdapat hubungan yang pararel yaitu hubungan tersimpul pada tujuan yang
sama-sama ingin dicapai , tujuan yang ingin dicapai oleh etika dan politik adalah terbinanya warga
negara yang baik , yang susila , yang setia pada negara. Dari semua tujuan tersebut merupakan
tanggung jawab dan kewajiban moral dari setiap warga Negara sebagai modal pokok untuk
membentuk suatu kehidupan bernegara berpolitik yang baik dan rohani.
Pengertian politik dalam proses pemakainnya dewasa ini sudah terasa sangat jauh
menyimpang atau jauh lebih luas dari pengertian asalnya, konsekuensinya adalah timbul perasangka
sikap sinis , sikap muka dua. Disamping timbulnya sikap pura-pura bidang politik ,atau orang yang
berkecimpung dalam bidang ini. Kaitannya dengan pancasila maka etika politik dengan rasa etik
tidak lain adalah etika Pancasila . Pancasila sebagai etika politik bagi bangsa dan negara Indonesia
adalah etika yang dijiwai oleh falsafah negara Pancasila. yaitu:
1. Etika yang berjiwa Ketuhanan yang Maha Esa
2. Etika yang berprikemanusiaan
3. Etika yang dijiwai oleh rasa kesatuan nasional
4. Etika yang berjiwa demokrasi
5. Etika yang berkeadilan sosial
Nilai Etika dalam Pancasila
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia melakukan semua tindakan sehari-hari yang
menjadi pegangan. Adapun nilai-nilai etika yang terkandung dalam pancasila tertuang dalam
berbagai tatanan sebagai berikut:
1. Tatanan bermasyarakat
2. Tatanan bernegara
3. Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri
4. Tatanan pemerintah daerah
5. Tatanan hidup beragama
6. Tatanan bela negara
7. Tatanan pendidikan
8. Tatanan berserikat
9. Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintah
10. Tatanan kesejahteraan sosial
Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa pancasila merupakan dasar etika politik bagi
bangsa Indonesia. Hal ini mengandung pengertian, nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila.
Pancasila menjadi sumber etika politik yang harus selalu mewarnai dan diamalkan dalam kehidupan
politik bangsa indonesia baik oleh rakyat ataupun penguasa. Oleh karena itu dapat dikatakan
kehidupan politik meliputi berbagai aktifitas politik dinilai etis, jika selalu berpijak kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta selalu
ditujukan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai
dengan hukum yang berlaku dan dilaksanakan berdasarkan prinsip–prinsip moral (legitimasi
moral). Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan
penyelanggaraan negara, baik itu yang berhubungan dengan kekuasaan, kebijakan umum,
pembagian serta kewenangan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam pancasila.
Dengan demikian, pancasila merupakan sumber moralitas dalam proses penyelenggaraan negara,
terutama dalam hubunganya denagn legitimasi kekuasaan dan hukum. Pelaksanaan kekuasaan dan
penegakkan hukum dinilai bermoral jika selalu berdasarkan pancasila, bukan berdasarkan
kepentingan penguasa belaka. Jadi pancasila merupakan tolok ukur moralitas suatu penggunaan
kekuasaan dan penegakan hukum.
Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernyataan tersebut secara
normatif merupakan artikulasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Akan tetapi, harus diingat, pernyataan tersebut bukan sebuah penegasan bahwa
Indonesia adalah negara Teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara
berdasarkan legitimasi religius, dimana kekuasaan kepala negara bersifat absolut atau mutlak. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa lebih berkaitan legitimasi moral. Artinya, proses penyelenggaraan
negara dan kehidupan negara tidak boleh diarahkan pada paham anti-Tuhan dan anti-agama, akan
kehidupan dan penyelenggaraan negara harus selalu bedasarkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa. Dengan demikian sila pertama merupakan legitimasi moral religius bagi bangsa Indonesia.
Selain berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, negara Indonesia juga harus
berkemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
memberikan legitimasi moral kemanusiaan dalam penyelenggaraan negara. Negara pada prinsipnya
adalah persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan
dasar kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaran negara. Oleh karena itu asas-asas
kemanusiaan mempunyai kedudukan mutlak dalam kehidupan negara dan hukum, sehingga jaminan
hak asasi manusia harus diberikan kepada setiap warga negara. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab mempunyai keterkaitan sangat erat dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila
tersebut memberikan legitimasi moral religius (sila Ketuhanan Yang Maha Esa) dan legitimas moral
kemanusiaan (sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab) dalam kehidupan dan proses
penyelenggaraan negara, sehingga Indonesia terjerumus kedalam negara kekuasaan (machtsstaats).
Negara Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari unsur persatuan. Sila Persatuan Indonesia
memberikan suatu penegasan bahwa negara Indonesia merupakan suatu kesatuan dalam hal
Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Proses penyelenggaraan negara harus
selalu didasari oleh asas persatuan, dimana setiap kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa tidak
ditujukan untuk memecah belah bangsa, tetapi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Persatuan Indonesia merupakan perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Oleh karena itu paham
kebangsaan Indonesia bukanlah paham kebangsaan yang sempit (chauvinistis), tetapi paham
kebangsaan yang selalu menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham
golongan,suku bangsa serta keturunan.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan juga merupakan sumber etika politik bagi bangsa Indonesia. Sila ini
menegaskan bahwa negara berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan diarahkan
senantiasa untuk rakyat. Sila ini memberikan legitimasi demokrasi bagi penyelenggaraan negara,
segala kebijakan, kewenangan dan kekuasaan harus sesuai kehendak rakyat. Dengan demikian,
aktivitas politik praktis yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta konsep
pengambilan keputusan, pengawasan dan partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat.
Sila keadilan sosial bagi seluruh Indonesia memberikan legitimasi hukum (legalitas) dalam
kehidupan dan penyelenggaraan negara. Indonesia merupakan negara hukum yang selalu
menjunjung tinggi aspek keadilan sosial. Keadilan sosial merupakan tujuan dalm kehidupan negara,
yang menunjukkan setiap warga negara Indonesia mendapatkan perlakuan adil dalam bidang
hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Oleh karena itu, untuk mencapai aspek keadilan
tersebut, kehidupan dan penyelenggaraan negara harus senantiasa berdasarkan hukum yang berlaku.
Penyelenggaraan terhadap prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan negara, yang bisa mengakibatkan hancurnya tatanan hidup
kenegaraan serta terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila harus dijadikan patokan bagi setiap
penyelenggara negara dan rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan dalam
berbagai bidang kehidupan, sehingga pada akhirnya akan terbentu suatu pemerintahan yang etis
serta rakyat yang bermoral pula.
Etika dalam Kehidupan Kenegaraan dan Hukum
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenail nilai dan moral yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya, manusia dalam hidupnya tidak terlepas dari bantuan
orang lain untuk itu manusia perlu hidup berkelompok yang menampilkan insane berfikir dan
sekaligus sebagai insane usaha.
Memberikan analisis terhadap kenegaraan tidak lepas kaitannya dengan hukum. negara
adalah status hukum suatu illegal society hasil perjanjian bermasyarakat. Pada umunya kegiatan
kenegaraan kaitannya dengan hasil perjanjian bermasyarakat orang beranggapan bahwa kegiatan
kenegaraan meliputi
1. Bentuk hukum atau kewenangan legislatif
2. Menerapkan hukum atau kewenangan eksekutif
3. Menegakkan hukum atau kewenangan yudikatif
Oleh sebab itu analisis negara tidak dapat dipisahkan dari analisis tata hukum, dapat
dikatakan bahwa etika dalam kehidupan kenegaraan dan hukum tidak lepas dari analisis fungsi
kenegaraan, system pemerintah, hak dan kewajiban warga negara dan penduduk yang semua diatur
dalam etika kenegaraan dan tatanan hukum sebuah negara.
Evaluasi Kritis Penerapan Etika dalam Kehidupan Kenegaraan
Terdapat etika dalam kaitannya dengan nilai dan norma yaitu etika deskriptif yaitu berusaha
meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh
manusia dalam hidupnya. Dalam etika ini membicarakan mengenai penghayatan nilai, tanpa
menilai, dalam suatu masyarakat tentang sikap orang dalam menghadapi hidup dan tentang kondisi-
kondisi yang mungkin manusia bertindak secara etis,
Etika normatif adalah etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dan tindakan apa yang seharusnya diambil. Dalam
etika ini terkandung norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia serta memberi penilaian
dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana yang ada dalam norma-norma. Sesuai
dengan pola pendekatan etika kritis dan rasionel, etika menuntun orang untuk mengambil sikap
dalam hidup. Dengan etika deskriptif, manusia disodori fakta sebagai dasar mengambil putusan
tentang sikap dan perilaku yang akan diambil, sedangkan etika normatif manusia diberi norma
sebagai alat penilai atau dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika Kehidupan Bangsa
Bangsa Indonesia adalah pluralitas atau bermacam-macam seperti suku, budaya, ras, bahasa
dan sebagainya. Anugerah tersebut harus disyukuri dengan cara menghargai kemajemukan tetap
dipertahankan, sejak terjadi krisis multidimensional muncul ancaman yang serius terhadap
persatuan bangsa yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri. Dengan demikian melalui ketetapan MPR/VI/MPR/2001 telah menetapkan
tentang etika kehidupan bangsa untuk diamalkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Tap tersebut
disusun disusun dengan maksud untuk membantu menyadarkan tentang arti penting tegaknya etika
dan moral dalam kehidupan berbangsa, sedang tujuannya adalah agar menjadi acuan dasar
meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta kepribadian
Indonesia dalam kehidupan berbangsa . Pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan
kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas , disiplin , etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa
malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga negara Indonesia.
Macam-macam etika dalam berbangsa meliputi :
1. Etika sosial dan budaya
2. Etika politik dan pemerintahan
3. Etika ekonomi dan bisnis
4. Etika penegakan hukum yang berkeadilan
5. Etika keilmuan
6. Etika lingkungan
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Politik
JAKARTA, KOMPAS - Niat sejumlah kepala dan wakil kepala daerah untuk
mengundurkan diri hanya agar keluarganya bisa maju dalam pemilihan kepala daerah telah merusak
etika politik. Selain tidak menghargai amanah rakyat untuk menjabat selama lima tahun, hal itu juga
dilakukan hanya untuk menyiasati undang-undang.
Setidaknya sudah tiga kepala/ wakil kepala daerah yang siap mundur dari posisinya semata
agar keluarganya bisa maju dalam pilkada tahun ini. Ketiganya adalah Wali Kota Pekalongan
Basyir Ahmad, Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya, dan Wakil Wali Kota Sibolga Marudut
Situmorang.
Mereka harus mundur karena Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menyebutkan, calon kepala/wakil kepala
daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana.
Dalam penjelasan pasal itu disebutkan, konflik kepentingan itu berarti petahana
berhubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke
bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak,
menantu. Kecuali, telah melewati jeda satu kali masa jabatan.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Rabu (17/6), di Jakarta, mengatakan, kepala/wakil
kepala daerah berhak mengajukan pengunduran diri. Namun, ia menyayangkan alasan mundur itu.
Alasan itu telah mengingkari komitmen mereka memimpin daerah selama lima tahun. Selain itu,
alasan muncul hanya untuk menyiasati UU yang melarang calon punya konflik kepentingan dengan
petahana.
Saat ditanya soal kebijakannya terhadap pengunduran diri kepala/wakil kepala daerah itu,
Mendagri mengatakan, sebelum menerbitkan penetapan pemberhentian atau tidak, Kemendagri
akan menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK itu tak lain putusan atas uji materi Pasal 1 Angka 6 tentang larangan calon
tanpa konflik kepentingan dengan petahana. Permohonan uji materi diajukan Adnan Purichta
Ichsan, anggota DPRD Sulawesi Selatan yang juga putra dari Bupati Gowa, Sulsel, Ichsan Yasin
Limpo, dan Aji Sumarno, menantu Bupati Selayar Syahrir Wahab (Kompas, 7/3).
Disayangkan
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Wibowo,
menyayangkan sejumlah kepala/wakil kepala daerah yang telah mencederai etika politik dengan
bersiasat di balik larangan tegas yang disebutkan dalam UU Pilkada.
Namun, menurut Arif, meski petahana mundur menjelang pilkada, bukan berarti keluarga
mereka bisa maju dalam pilkada. Mengacu pada UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, jika
kepala/wakil kepala daerah telah menjabat lebih dari 2,5 tahun, berarti mereka dianggap sudah
menjabat satu periode atau lima tahun sehingga jika mundur mereka berstatus petahana.
"Jadi, kami mengharapkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) tetap menolak keluarga
petahana maju dalam pilkada sekalipun petahana tersebut telah mundur dari jabatannya," ujar Arif.
Meski demikian, KPU berpandangan bahwa petahana, seperti dikatakan anggota KPU,
Hadar Navis Gumay, adalah kepala/wakil kepala daerah yang sedang menjabat. Ini pun disebutkan
dalam Peraturan KPU No 9/2015 tentang Pencalonan sehingga kepala/wakil kepala daerah yang
sudah mundur tak masuk dalam kriteria sebagai petahana dan keluarganya tetap bisa maju dalam
pilkada.