Paper Etika Revisi

9
1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………………….......1 I. PENDAHULUAN...........................................2 II. PERMASALAHAN..........................................2 III. PEMECAHAN MASALAH.....................................3 IV. KESIMPULAN DAN SARAN...................................6 DAFTAR BACAAN..............................................6

Transcript of Paper Etika Revisi

Page 1: Paper Etika Revisi

1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………………….......1

I. PENDAHULUAN.............................................................................................................2

II. PERMASALAHAN...........................................................................................................2

III. PEMECAHAN MASALAH................................................................................................3

IV. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................6

DAFTAR BACAAN................................................................................................................6

Page 2: Paper Etika Revisi

2

KONTRIBUSI EMPATI DAN DISIPLIN DIRI DALAM PENEGAKAN MORAL DI SEKOLAH

I. PENDAHULUANDapat dipercaya, rasa hormat, bertanggung jawab, adil, jujur, ikhlas, mandiri,

dan penuh perhatian merupakan konsep-konsep pokok moral yang sangat baik. Namun sayang, pada saat sekarang yang serba tidak menentu, dimana krisis moral dan tindakan kekerasan yang terjadi dimana-mana, rasanya sulit bagi anak untuk memahami, menghargai, dan menerapkan kata-kata mulia seperti itu dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula bagi seorang guru untuk mengintegrasikannya dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pendidikan nasional “membentuk manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai”.

II. PERMASALAHANPada saat sekarang ini, anak didik menghadapi tantangan lingkungan sosial yang

amat dahsyat. Mereka mengalami berbagai krisis yang berkepanjangan, kesenjangan sosial dan ekonomi, meningkatnya tindak kekerasan dan sadistik yang dilakukan oleh orang dewasa, menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, serta kecenderungan masyarakat untuk lebih mementingkan keuntungan pribadi dan materi sehingga membawa pengaruh psikologis yang sangat besar terhadap anak didik, seperti: rasa putus asa, dan rasa ketidak berdayaan untuk berbuat sesuatu. Perasaan dan pengalaman tersebut dapat merusak rasa percaya diri dan kemampuan anak didik untuk saling membantu. Anak didik akan mudah tergoda oleh budaya meteri yang mempromosikan budaya kepuasan secara instan. Budaya kekerasan yang mereka lihat dan alami sehari-hari akan membuat mereka kurang peka terhadap penderitaan dirinya dan penderitaan orang lain.

Disadari atau tidak, para orang tua telah mewariskan lingkungan seperti itu, sehingga anak-anak hidup diantara perbedaan yang tajam antara kata dan perbuatan. Oleh karena itu, para orang tua, para pemimpin politik, pemimpin pendidikan, dan pemimpin agama harus bertanggungjawab dan komit terhadap kelangsungan nilai atau norma tersebut di atas dengan memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik dan membantu anak didik untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat yang lebih luas.

Disamping itu, para orang tua juga perlu membantu masyarakat sekolah menjadi masyarakat moral dimana para siswa menjalani nilai-nilai luhur yang kita miliki. Visi kita adalah sekolah sebagai benteng moral masyarakat yang membudayakan empati dan disiplin diri.

Page 3: Paper Etika Revisi

3

III. PEMECAHAN MASALAHJohnson dkk (1983) mengemukakan bahwa empati adalah

kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain. Seorang yang empati digambarkan sebagai seorang yang toleran, mampu mengendalikan diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta bersifat humanistik. Batson dan Coke (Brigham, 1991) mendefinisikan empati sebagai suatu keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang yang sesuai dengan apa yang dirasakan oleh orang lain. Kemampuan merasakan perasaan ini membuat seorang yang empati seolah mengalami sendiri peristiwa yang dialami orang lain (Eisenberg dan Fabes, 1989).

Amitai Etzioni, seorang pakar sosiologi dari Universitas Georgia Washington, menyusun suatu kerangka konseptual untuk mencoba membantu merubah pengembangan karakter menjadi keterampilan-keterampilan yang dapat dicapai baik oleh guru maupun oleh anak didik. Lebih jauh, ia mengindentifikasi dua keterampilan pokok, yaitu: empati dan disiplin diri. Menurutnya, kedua kata tersebut merupakan prasyarat dalam pengembangan suatu karakter.

Dengan empati, anak didik akan lebih menghargai perasaan dan pandangan orang lain, lebih peduli terhadap rasa ketidak adilan dan ketidakjujuran, serta dapat membedakan antara yang baik dari yang tidak baik. Dengan disiplin diri, mempersiapkan anak didik untuk mampu dan siap melakukan atau tidak melakukan apapun, walau hal itu berkaitan dengan kesenangan diri anak, karena ia memeliki rasa tanggung jawab terhadap suatu perangkat nilai atau norma. Dengan demikian, kedua keterampilan tersebut, secara bersama akan mempersiapkan anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ucuan norma atau moral yang diharapkan.

Masalah keamanan dan ketertiban saat ini misalnya, lebih mengacu kepada program yang bersifat kuratif terhadap tindak kekerasan. Mulai dari penataran resolusi konflik sampai terbentuknya satu satuan pengamanan. Walaupun kegiatan tersebut dilakukan secara intensif, tidaklah akan sempurna apabila program tersebut tidak disertai dengan program pendidikan dan pengembangan karakter melalui keterampilan-keterampilan empati dan disiplin. Tanpa kedua keterampilan ini, sekolah akan menjadi suatu lembaga yang beku dan dikelilingi oleh rasa ketakutan, bukan oleh rasa tanggung jawab.

Membudayakan empati dan disiplin diri adalah harapan yang sangat didambakan dalam membangun akar rumput etika moral untuk memberikan kebenaran dan tanggung jawab terhadap anak didik. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, diantaranya:

Page 4: Paper Etika Revisi

4

1. Mempelajari dasar pembuatan kebijaksanaan (tata tertib sekolah, misalnya) untuk mengembangkan kedua keterampilan tersebut secara perspektif;

2. Mengembangkan perangkat nilai atau norma positif yang dapat diterjemahkan ke dalam tindakan sehari-hari;

3. Mempelajari dan memberikan contoh bagaimana melaksanakan tanggung jawab secara konsisten;

4. Adanya kesempatan untuk melakukan pengujian dan berhasil; dan5. Diperlukan retrukturisasi semua kegiatan pembelajaran dalam konteks

pengembangan diri.Bagaimana sekolah dapat membantu tugas-tugas keluarga dalam menanamkan

norma atu moral masyarakat sekolah dengan baik? Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan:

1. Masyarakat sekolah secara bersama-sama mengembangkan, merumuskan dengan jelas, dan melaksanakan nilai atau Norma pokok (core values). Anggota masyarakat sekoah bisa mengembangkan rumusan misi, aturan tanggung jawab, dan secara bersama mempraktikkan norma sekolah bisa mengembangkan rumusan misi, aturan, tanggung jawab, dan secara bersama mempraktikkan norma atau moral tersebut. Untuk mendorong anak didik menghidupkan nilai-nilai ini, para guru bisa mensosialisasikannya melalui kepemimpinan sebaya, pembelajaran lintas kelas, menanam dan memelihara pohon serta memperindah lingkungan sekolah. Para guru dan siswa juga dapat memajang poster, atau sajak-sajak yang ada hubungannya dengan empati dan disiplin diri.

2. Para pendidik perlu memberikan contoh moral yang positif dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari, baik dengan teman-teman sejawatnya maupun dengan para siswa.

3. Sekolah dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat. Aliansi yang kita bangun dangan orang tua siswa, konglomerat, dan anggota masyarakat, mengembangkan karakter. Biarkan pintu sekolah tebuka sampai sore hari dengan menawarkan program-program yang dapat melayani masyarakat dalam segala usia. Undangan para orang tua siswa dan anggota masyarkat untuk saling berbagi pengalaman dan keterampilan.

4. Para siswa dapat mengembangkan keterampilan, melakukan pemecahan masalah, berkoperasi, dan melaksanakan resolusi konflik. Para pendidik dapat membantu para siswa dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial, nilai-nilai moral melalui modeling, pengajaran langsung, pengalaman, dan praktik yang terus-menerus. Norman Hand dkk. (1985) dalam penelitiannya menemukan bahwa “walaupun anak-anaknya dapat memahami empati secara mendalam, namun mereka sangat kurang terampil dalam mengatasi konflik-konflik moral.

5. Para siswa dilibatkan dalam pembuatan kebijakan baik di dalam kelas maupun di sekolah. Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berpartisipasi

Page 5: Paper Etika Revisi

5

dalalm kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi kehidupannya sesuai dengan tahapan berdemokrasi, seperti berpartisipasi dalam pertemuan dalam kelas untuk mendiskusikan aturan-aturan dan nilai-nilai moral. Menjadi panitia penerimaan anggota baru sekolah, menjadi duta seni atau olah raga bagi sekolahnya, dan bertemu dengan komite sekolah dalam mengkaji mata-mata pelajaran baru.

6. Para pendidik dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk meningkatkan disiplin anak didik. Untuk mengembangkan disiplin diri, diperlukan struktur, dan aturan dan konsekwensi yang jelas. Mulai dari Taman Kanak-kanak, anak didik perlu diajari bagaimana menggunakan manajemen konflik dan menggunakan kesempatan untuk memacu keterampilan sosial mereka.

7. Komite sekolah menyiapkan pelayanan yang baik di dalam maupun di luar sekolah. Layanan belajar sebagai salah satu cara dalam mengembangkan empati danmempraktekkan disiplin diri. Anak-anak dapat mengambil tanggung jawab di lingkungan sekitar sekolah. Siswa yang lebih tua dapat menjadi sukarelawan di dalam organisasi-organisasi sosial atau politik; menyiapkan kepemimpinan sebaya atau menjadi tutor pada siswa yang lebih muda. Anak-anak juga harus dilibatkan dalam bertanya dengan pertanyaan yang agak sulit sekalipun, seperti: bagaimana kita secara kolektif dapat mengangkat kembali standar moral yang tinggi, mencari akar masalah dari suatu kekerasan yang dilakukan sekelompok orang, perbedaan sosial ekonomi masyarakat, dan krisis lingkungan. Kita juga harus membiarkan para siswa membuat keputusan sendiri dan bertanggungjawab terhadap apa yang telah mereka lakukan. Para siswa membutuhkan pengalaman dan mereka lebih baik menjadi bagian dari solusi dari pada menjadi pengamat pasif.

8. Para siswa dan anggota staf menghargai perbedaan budaya dan kepercayaan melalui belajar dari pengalaman langsung. Kita dapat membantu seluruh masyarakat sekolah mengembangkan empati dengan memperluas batasan keluarga, agama, kelas,budaya, bangsa, dan kelompok rasial secara konsisten. Melalui literatur, kita dapat mendorong atau menawarkan kontak langsung dengan orang-orang yang berbeda dalam usia atau budaya, sehingga mempersiapkan mereka dengan sebuah landasan yang kokoh untuk menjembatani perbedaan-perbedaan tersebut serta mengembangkan hubungan yang harmonis. Melalui telekomunikasi, para siswa dan orang dewasa berkolaborasi dengan masyarakat di daerah atau dengan negara lain.

9. Sekurang-kurangnya satu orang dewasa berhubungan secara pribadi dengan secara pribadi dengan satu orang anak. Seperti layaknya hubungan anak angkat melalui sekolah atau rumah di sekitar sekolah. Mentor, tutor, dan pembimbing sebaiknya menjadi pasangan para siswa dalam waktu yang agak lama karena anak-anak membutuhkan bimbingan dan kesempatan yang sama dalam

Page 6: Paper Etika Revisi

6

mengambil resiko dan mengatasi kejenuhan. Empati dan disiplin diri sebaiknya diimplementasikan melalui kehidupan sehari-hari.

IV. KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

1. Pendidikan empati dan disiplin diri dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan rasa tanggung jawab sosial dengan membantu mereka memahami nilai-nilai atau norma melalui pengalaman yang mereka peroleh dari kehidupan sehari-hari.

2. Disaat anak-anak merasakan adanya perbedaan-perbedaan diantara mereka, mereka akan dapat mengembangkan tanggung jawab, rasa hormat, disiplin diri, dan empati sehingga seluruh kebijakan dan kebajikan yang kita harapkan dapat kita lihat dengan jelas.

Saran

1. Kita dapat mengajarkan suatu kebaikan kepada mereka melalui contoh teladan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari baik ketika kita sedang suka, maupun duka sehingga secara bersama dapat melihat konsekuensi dari tindakan-tindakan kita di masa datang. Dengan demikian, anak-anak akan dapat melihat bahwa tindakan dan pilihannya akan mempunyai dampak dalam menciptakan dunia saat ini dan yang akan datang.

DAFTAR BACAAN:Barreth, D & Berman, S. 1997. Character building for a democratic civil society.

Washington, DC: The communication network.

Brigham. J. C. 1991. Social Psychology. Second Edition. New York : Herper Collins Publishers Inc.

Haan, N., Aerts, E., & Cooper, B. 1985. On moral ground: The search for practical morality. New York: University Press.

Johnson. J. A. Check, J. M, Smither R., 1983. The Structure of Empathy. Journal Of Personality and Social Psychology. Vol 45 No 6 1299-1312.