Paper - Asphyxia

25
 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara  pernap asan, mengaki batkan oksige n darah berkurang (hipoks ia) disert ai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997). Jaringan di tubuh akan terganggu fungsinya apabila kadar oksigen berkurang. Ketika kadar oksigen dalam keadaan di bawah normal pada aliran darah yang menuju ke otak, ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran dengan cepat. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhada p kekurangan oksigen dan ini merup akan alasan bahwa otak adalah organ yang paling terlibat dalam kematian akibat asfiksia (Spitz, 1977). Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran forensik. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik (Amir, 200 8). Asf iks ia yang diak ibat kan ole h kare na adan ya obst ruk si pad a sal ura n per nafa san disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak  pi dan a yan g me nya ngk ut tubuh da n nya wa ma nus ia. Me nge ta hui ga mba ra n as fi ks ia, khus usny a pad a pos tmo rte m ser ta kea daan apa saj a yang dap at meny eba bkan asf iks ia, khus usny a asf iks ia mek anik mem puny ai art i pent ing ter utama dika itka n deng an pro ses  penyidikan. Untuk mengetahui dan memperkirakan cara kematian dalam kasus gantung diri, maka diperlukan pemeriksaan otopsi luar dan dalam. 1

Transcript of Paper - Asphyxia

Page 1: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 1/25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara

 pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan

karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen

(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).

Jaringan di tubuh akan terganggu fungsinya apabila kadar oksigen berkurang. Ketika kadar 

oksigen dalam keadaan di bawah normal pada aliran darah yang menuju ke otak, ini dapat

menyebabkan penurunan kesadaran dengan cepat. Otak merupakan organ yang sangat sensitif 

terhadap kekurangan oksigen dan ini merupakan alasan bahwa otak adalah organ yang paling

terlibat dalam kematian akibat asfiksia (Spitz, 1977).

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran

forensik. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik (Amir,

2008). Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan

disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak   pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia,

khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia,

khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses

 penyidikan. Untuk mengetahui dan memperkirakan cara kematian dalam kasus gantung diri,

maka diperlukan pemeriksaan otopsi luar dan dalam.

1

Page 2: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 2/25

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi pertanyaan dalam makalah ini adalah ”Bagaimana terjadinya asfiksia

 pada mayat dan tanda-tanda asfiksia yang didapat pada pemeriksaan luar dan dalam”.

1.3. Tujuan Penulisan

Mengetahui tanda kardinal asfiksia yang paling sering ditemukan pada mayat.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu forensik 

yang diperoleh semasa perkuliahan.

2. Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan untuk 

melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penulisan yang telah

dilakukan penulis.

3. Bagi Departemen Forensik, semoga dapat digunakan untuk membantu dalam

mengidentifikasi korban.

2

Page 3: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 3/25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASFIKSIA

2.1.1. Defenisi Asfiksia

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara

 pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan

karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan

oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997). Secara

klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia (Amir, 2008).

2.1.2. Etiologi Asfiksia

Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut (Ilmu Kedokteran Forensik,

1997):

1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti

laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.

2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan

atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.

3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturat dan

narkotika.

Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik,

dibandingkan dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun keracunan

(Knight, 1996 ).

3

Page 4: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 4/25

2.1.3. Fisiologi Asfiksia

Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia (Amir, 2008), yaitu:

1. Anoksia Anoksik ( Anoxic anoxia)

Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:

- Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi kantong

 plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di

 pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.

- Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung

diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di

kenal dengan asfiksia mekanik.

2. Anoksia Anemia ( Anemia anoxia)

Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia berat

dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang

membawa bahan bakar ke pabrik.

3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)

Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok 

dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah

tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.

4. Anoksia Jaringan ( Hystotoxic anoxia)

Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat

menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:

a) Ekstraseluler 

Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi  perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera.

Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial

sehingga kematian berlangsung perlahan.

4

Page 5: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 5/25

 b) Intraselular 

Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas

membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti

kloform, eter dan sebagainya.

c) Metabolik 

Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh

 jaringan seperti pada keadaan uremia.

d) Substrat

Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya pada

keadaan hipoglikemia.

2.1.4. Patologi

Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan (Amir,

2008), yaitu:

1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)

Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia.

Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu

membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan

terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel

serebrum, serebellum, dan basal ganglia.

Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ

tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat

kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.

5

Page 6: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 6/25

2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)

Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan

mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen

dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal

 jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:

- Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).

- Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus

alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara

masuk ke paru-paru.

- Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic asphyxia).

- Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya

 pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

2.1.5. Stadium Pada Asfiksia

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4

stadium (Amir, 2008), yaitu:

1. Stadium Dispnea

Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 akan merangsang pusat pernafasan, gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) bertambah dalam dan cepat

disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan,

mata menonjol, denyut nadi dan tekanan darah meningkat. Bila keadaan ini berlanjut,

maka masuk ke stadium kejang.

2. Stadium Kejang

Berupa gerakan klonik yang kuat pada hampir seluruh otot tubuh, kesadaran hilang

dengan cepat, spinkter mengalami relaksasi sehingga feses dan urin dapat keluar spontan.

Denyut nadi dan tekanan darah masih tinggi, sianosis makin jelas. Bila kekurangan O2ini

terus berlanjut, maka penderita akan masuk ke stadium apnoe.

3. Stadium Apnea

6

Page 7: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 7/25

Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot menjadi lemah, hilangnya

refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernafasan dangkal dan semakin

memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan.

Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada stadium ini bisa

dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya

 berkisar antara 3-5 menit.

2.1.6. Tanda Kardinal Asfiksia

Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian akibat asfiksia,

telah ditetapkan beberapa tanda klasik (Knight, 1996), yaitu:

a. Tardieu’s spot (Petechial haemorrages)

Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan

overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti

kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin,

konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan

otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus,

mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.

 b. Kongesti dan Oedema

Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti

adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ

yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena

yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang

mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan

 perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi

 pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).

c. Sianosis

7

Page 8: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 8/25

Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi

akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini

tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100

ml darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total

hemoglobin. Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis hampir 

selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang kandungan

hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher dibendung kembali dan

menjadi lebih biru karena akumulasi darah.

d. Tetap cairnya darah

Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran tentang tetap cairnya

darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada kematian akibat asfiksia adalah bagian

dari mitologi forensik. Pembekuan yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah

kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan

tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis

asfiksia

2.1.7. Tanda Khusus Asfiksia

Didapati sesuai dengan jenis asfiksia (Amir, 2007), yaitu:

a. Pada pembekapan, kelainan terdapat disekitar lobang hidung dan mulut. Dapat berupa

luka memar atau lecet. Perhatikan bagian di belakang bibir luka akibat penekanan pada gigi,

 begitu pula di belakang kepala atau tengkuk akibat penekanan. Biasanya korban anak-anak 

atau orang yang tidak berdaya. Bila dilakukan dengan bahan halus, kadang-kadang sulit

mendapatkan tanda-tanda kekerasan.

 b. Mati tergantung. Kematian terjadi akibat tekanan di leher oleh pengaruh berat badansendiri. Kesannya leher sedikit memanjang, dengan bekas jeratan di leher. Ada garis ludah

di pinggir salah satu sudut mulut. Bila korban cukup lama tergantung, maka lebam mayat

didapati di kedua kaki dan tangan. Namun bila segera diturunkan, maka lebam mayat akan

didapati pada bagian terendah tubuh. Muka korban lebih sering pucat, karena peristiwa

kematian berlangsung cepat, tidak sempat terjadi proses pembendungan.

8

Page 9: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 9/25

Pada pembukaan kulit di daerah leher, didapati resapan darah setentang jeratan, demikian

 juga di pangkal tenggorokan dan oesophagus. Tanda-tanda pembendungan seperti pada

keadaan asfiksia yang lain juga didapati. Yang khas disini adalah adanya perdarahan berupa

garis yang letaknya melintang pada tunika intima dari arteri karotis interna, setentang

dengan tekanan tali pada leher.

Tanda-tanda diatas tidak didapati pada korban yang digantung setelah mati, kecuali bila

dibunuh dengan cara asfiksia. Namun tanda-tanda di leher tetap menjadi petunjuk yang baik.

2.1.8. Pemeriksaan Jenazah

Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):

1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.

2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda

klasik pada kematian akibat asfiksia.

3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam

mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalamdarah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.

4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas

 pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas.

Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang

kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. Kapiler yang lebih mudah

  pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi,

 palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.

5. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi

dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh

darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat

merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah

9

Page 10: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 10/25

dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot. Penulis lain

mengatakan bahwa Tardieu’s spot ini timbul karena permeabilitas kapiler yang

meningkat akibat hipoksia.

Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat

 paska kematian.

2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,

 berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang

 jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus

 bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama

daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.

5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.

6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung

atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus

vena submukosa dengan dinding tipis).

10

Page 11: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 11/25

2.2. ASFIKSIA MEKANIK 

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang

memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), (Ilmu

Kedokteran Forensik, 1997), misalnya:

11

Page 12: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 12/25

a. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas, seperti pembekapan ( smothering ) dan

 penyumbatan ( gagging dan choking ).

 b. Penekanan dinding saluran pernapasan, seperti penjeratan ( strangulation), pencekikan

(manual strangulation, throttling ) dan gantung (hanging ).

c. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)

d. Drowning yaitu saluran napas terisi air 

Karena mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni disebabkan oleh asfiksia,

maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan tenggelam ke dalam kelompok 

asfiksia mekanik, tetapi dibicarakan sendiri. Berikut akan dibahas beberapa kasus asfiksia

mekanik.

2.2.1. MATI GANTUNG (HANGING)

2.2.1.1 Definisi

Mati gantung (hanging ) merupakan suatu bentuk kematian akibat pencekikan dengan alat

 jerat, di mana gaya yang bekerja pada leher berasal dari hambatan gravitasi dari berat tubuh

atau bagian tubuh (Knight, 1996).

2.2.1.2 Etiologi Kematian pada Penggantungan

Ada 6 penyebab kematian pada penggantungan (Modi,1988), yaitu:

a. Asfiksia

Merupakan penyebab kematian yang tersering. Alat penjerat biasanya berada di atas tulang

rawan tiroid yang menyebabkan penekanan pada leher, sehingga saluran pernafasan

menjadi tersumbat.

 b. Kongesti Vena

Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi penekanan pada vena

 jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi serebral menjadi terhambat.

12

Page 13: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 13/25

c. Kombinasi Asfiksia dan Kongesti Vena

Merupakan penyebab kematian yang paling umum, seperi pada kebanyakan kasus dimana

saluran napas tidak seluruhnya dihalangi oleh penjerat yang berada di sekitar leher.

d. Iskemik Otak (anoxia)

Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam menyuplai

darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis.

e. Syok Vagal

Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan pada refleks vaso-

vagal secara tiba-tiba, hal ini terjadi karena adanya tekanan pada saraf vagus atau sinus

karotid.

f. Fraktur atau Dislokasi dari Verterbra Servikal 2 dan 3

Biasanya terjadi pada kasus  judicial hanging , hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2

m oleh berat badan korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra

servikalis yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga terjadi

kematian yang tiba-tiba.

2.2.1.3 Jenis Penggantungan

a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe (Amir, 2008), yaitu:

1. Tergantung Total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di atas lantai.

2. Setengah Tergantung ( partial ), dimana tidak seluruh bagian tubuh tergantung,

misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut, dalam posisi telungkup dan

 posisi lain.

 b. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe (Amir, 2008), yaitu:

1. Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan simetris di samping

leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Tekanan pada saluran nafas dan arteri

karotis paling besar pada tipe ini.

13

Page 14: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 14/25

2. Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring

(fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri

vetebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.

2.2.1.4 Gambaran Post Mortem

Tanda post mortem sangat berhubungan dengan penyebab kematian atau tekanan di leher.

Kalau kematian terutama akibat sumbatan pada saluran pernafasan maka dijumpai tanda-

tanda asfiksia, respiratory distress, sianosis dan fase akhir konvulsi lebih menonjol. Bila

kematian karena tekanan pembuluh darah vena, maka sering didapati tanda-tanda

 pembendungan dan perdarahan ( ptechial ) di konjungtiva bulbi, okuli dan di otak bahkan

sampai ke kulit muka. Bila tekanan lebih besar sehingga dapat menutup arteri, maka tanda-

tanda kekurangan darah di otak lebih menonjol (iskemi otak), yang menyebabkan

gangguan pada sentra respirasi dan berakibat gagal nafas. Tekanan pada sinus karotikus

menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti dengan tanda-tanda post mortem yang minimal.

Tanda- tanda di atas jarang berdiri sendiri, tetapi umumnya akan didapati tanda-tanda

gabungan (Amir, 2008).

a. Pemeriksaan Luar 

Pada pemeriksaan luar penting diperiksa bekas jeratan di leher (Amir,2008), yaitu:1. Bekas jeratan (ligature mark ) berparit, bentuk oblik seperti V terbalik, tidak 

 bersambung, terletak di bagian atas leher, berwarna kecoklatan, kering seperti kertas

 perkamen, kadang-kadang disertai luka lecet dan vesikel kecil di pinggir jeratan. Bila

lama tergantung, di bagian atas jeratan warna kulit akan terlihat lebih gelap karena

adanya lebam mayat.

2. Kita dapat memastikan letak simpul dengan menelusuri jejas jeratan. Simpul terletak di bagian yang tidak ada jejas jeratan, kadang di dapati juga jejas tekanan simpul di kulit.

Bila bahan penggantung kecil dan keras (seperti kawat), maka jejas jeratan tampak 

dalam, sebaliknya bila bahan lembut dan lebar (seperti selendang), maka jejas jeratan

tidak begitu jelas. Jejas jeratan juga dapat dipengaruhi oleh lamanya korban tergantung,

 berat badan korban dan ketatnya jeratan. Pada keadaan lain bisa didapati leher dibeliti

14

Page 15: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 15/25

 beberapa kali secara horizontal baru kemudian digantung, dalam kasus ini didapati

 beberapa jejas jeratan yang lengkap, tetapi pada satu bagian tetap ada bagian yang tidak 

tersambung yang menunjukkan letak simpul.

3. Leher bisa didapati sedikit memanjang karena lama tergantung, bila segera diturunkan

tanda memanjang ini tidak ada. Muka pucat atau bisa sembab, bintik perdarahan

Tardieu’s spot tidak begitu jelas, lidah terjulur dan kadang tergigit, tetesan saliva

dipinggir salah satu sudut mulut, sianose, kadang-kadang ada tetesan urin, feses dan

sperma.

4. Bila korban lama diturunkan dari gantungan, lebam mayat didapati di kaki dan tangan

 bagian bawah. Bila segera diturunkan, lebam mayat bisa di dapati di bagian depan atau

 belakng tubuh sesuai dengan letak tubuh sesudah diturunkan. Kadang penis tampak 

ereksi akibat terkumpulnya darah.

 b. Pemeriksaan Dalam

Pada pemeriksaan dalam perlu diperhatikan (Amir, 2008):

1. Jaringan otot setentang jeratan didapati hematom, saluran pernafasan congested ,

demikian juga paru-paru dan organ dalam lainnya. Terdapat Tardieu’s spot di

 permukaan paru-paru, jantung dan otak. Darah berwarna gelap dan encer 

2. Patah tulang lidah (os hyoid ) sering didapati, sedangkan tulang rawan yang lain jarang

3. Didapati adanya robekan melintang berupa garis berwarna merah (red line) pada tunika

intima dari arteri karotis interna.

2.2.2. PENJERATAN ( STRANGULATION BY LIGATURE )

2.2.2.1 Definisi

15

Page 16: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 16/25

Jerat ( strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban

akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan

korban.

2.2.2.2 Etiologi Kematian pada Penjeratan

Ada 3 penyebab kematian pada jerat ( strangulation by ligature), yaitu:

• Asfiksia

• Iskemia

• Vagal refleks

2.2.2.3 Cara Kematian pada Penjeratan

Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan ( strangulation by ligature), yaitu (1,4,6):

a) Pembunuhan (paling sering).

Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan

menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati (zaman

dahulu).

 b) Kecelakaan.

Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali

 pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab

kematian pada orang yang bersenda gurau.

c) Bunuh diri.

Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara berulang

dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher 

dimasukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.

d) Hal-hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain (1,6):

1. Arah jerat mendatar / horisontal.

16

Page 17: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 17/25

2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan.

3. Jenis simpul penjerat.

4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.

5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang

digunakan untuk menjerat.

2.2.2.4 Gambaran Post Mortem

Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (  strangulation by ligature) mirip kasus

 penggantungan (hanging ) kecuali pada (1,4):

• Distribusi lebam mayat yang berbeda.

• Alur jeratan mendatar / horisontal.

• Lokasi jeratan lebih rendah.

2.2.3 PENCEKIKAN ( MANUAL STRANGULASI )

2.2.3.1 Defenisi

Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher 

korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Pencekikan dapat

dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

• Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.

• Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

• Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini

disebut mugging  (1,4).

2.2.3.2 Etiologi Kematian pada Pencekikan

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu (1):

• Asfiksia

• Iskemia

• Vagal reflex

17

Page 18: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 18/25

2.2.3.3 Cara Kematian Pencekikan

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu (1):

• Pembunuhan (hampir selalu).

• Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

2.2.3.4 Gambaran Post Mortem

Pemeriksaan Luar:

Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain (1,4):

• Tanda asfiksia.

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain

adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan

terlihat gelap.

• Tanda kekerasan pada leher.

Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan bantalan jari.

Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark , yaitu luka lecet berbentuk 

semilunar/bulan sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan

 pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed ) ataukah tangan

kiri (left handed ). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku juga tak luput dari perhatian

kita.

• Tanda kekerasan pada tempat lain.

Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-

lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.

Pemeriksaan Dalam:Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu (1,4):

• Perdarahan atau resapan darah.

Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah,

dan mukosa & submukosa pharing atau laring.

• Fraktur.

18

Page 19: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 19/25

Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago

tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

• Memar atau robekan membran hipotiroidea.

• Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.

2.2.4. PEMBEKAPAN ( SMOTHERING )

2.2.4.1 Defenisi

Pembekapan ( smothering ) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas yaitu

hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil (1)

2.2.4.2 Etiologi Kematian

Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan ( smothering ), yaitu (1):

• Asfiksia

• Edema paru

• Hiperaerasi

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan.

2.2.4.3 Cara Kematian Pembekapan

Cara kematian pada kasus pembekapan, yaitu (1,4):

• Kecelakaan

Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya,

terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Selain itu

 juga dapat terjadi kecelakaan dimana seorang anak yang tidur berdampingan dengan

orangtuanya dan secara tidak sengaja orangtuanya menindih si anak sehingga tidak dapat

 bernafas. Keadaan ini disebut overlying . Pada anak-anak dan dewasa muda bisa terjadi

kecelakaan terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya

terbekap dengan atau dalam kantong plastik.Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja

19

Page 20: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 20/25

atau pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan

hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.

• Pembunuhan

Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi

 pada orang yang tidak berdaya seperti orangtua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh

obat atau minuman keras.Pada pembunuhan dengan pembekapan biasanya dilakukan

dengan cara hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke wajah, kain atau dasi yang

dibekapkan pada hidung dan mulut. Pembunuhan dengan pembekapan dapat juga

dilakukan bersamaan dengan menindih atau menduduki dada korban.Keadaan ini

dinamakan burking .

• Bunuh diri

Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita

  penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk, yaitu

dengan“membenamkan” wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan bantal, pakaian,

yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. Bisa juga dengan menggunakan plester yang

menutupi hidung dan mulut.

2.2.4.4 Gambaran Post Mortem 

Pemeriksaan Luar 

• Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan dan

kekuatan menekan.

• Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan atau geser, jejas

 bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah dan gusi, yang

mungkin terjadi akibat korban melawan.

20

Page 21: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 21/25

• Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam bibir akibat bibir 

yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung lidah juga dapat mengalami

memar atau cedera.

• Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal, maka pada

 pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tandatanda kekerasan. Memar atau

luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada pembekapan dengan

mempergunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan cukup besar, dan orang yang

dibekap kebetulan memakai gincu (lipstick ), maka pada bantal tersebut akan tercetak 

 bentuk bibir yang bergincu tadi, yang tidak jarang sampai merembes ke bagian yang

lebih dalam, yaitu ke bantalnya sendiri.

• Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut tidak terlalu

 besar, kelainan biasanya minimal; yaitu luka lecet tekan dan atau memar pada bibir 

 bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.

• Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan kepala

korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasuspencekikan dengan satu tangan;

maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar pada otot leher bagian belakang, yang

untuk membuktikannya kadang-kadang harus dilakukan sayatan untuk melihat otot

 bagian dalamnya, atau membuka sluruh kulit yang menutupi daerah tersebut.

• Bisa didapatkan luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban.

 

• Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada

 pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban,adakah darah atau epitel kulit si pelaku.

Pemeriksaan Dalam

21

Page 22: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 22/25

• Tetap cairnya darah

Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan aktivitas fibrinolisin. Pendapat lain

dihubungkan dengan faktor-faktor pembekuan yang ada di ekstra vaskuler, dan tidak 

sempat masuk ke dalam pembuluh darah oleh karena cepatnya proses kematian

• Kongesti (pembendungan yang sistemik)

Kongesti pada paru-paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan merupakan ciri

klasik pada kematian karena asfiksia. Pada pengirisan mengeluarkan banyak darah.

• Edema pulmonum

Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru sering terjadi pada kematian yang

 berhubungan dengan hipoksia.

• Perdarahan Berbintik (Petechial haemorrhages)

Dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung

daerah aurikuloventrikular, subpleura visceralis paru terutama di lobus bawah pars

diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot

temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.

• Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran pernafasan

2.2.5. TERSEDAK (CHOCKING )

2.2.5.1 Defenisi

Tersedak (chocking ) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan

menyumbat lumen jalan udara (1).

2.2.5.3 Cara Kematian pada Kasus Tersedak 

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak, yaitu (1,4):

• Kecelakaan (paling sering), seperti gangguan refleks batuk pada alkoholisme, pada bayi

atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam mulutnya, tonsilektomi,aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter.

• Pembunuhan (kasus infanticide)

2.2.5.4 Gambaran Post Mortem 

22

Page 23: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 23/25

Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus tersedak (chocking ), yaitu (1,4):

• Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda

kekerasan di mulut korban.

• Menemukan tanda asfiksia.

• Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian lambat.

• Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.

2.2.6. ASFIKSIA TRAUMATIK ( EXTERNAL PRESSURE OF THE CHEST )

2.2.6.1 Defenisi

Asfiksia traumatik (external pressure of the chest ) adalah terhalangnya udara untuk masuk 

dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu

tekanan dari luar pada dada korban (1,4). 

2.2.6.3 Cara Kematian pada Kasus Tersedak 

Cara kematian pada kasus asfiksia traumatik, antara lain (1,4):

• Kecelakaan (paling sering), misalnya terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2

kendaraan, atau antara dinding dengan kendaraan yang mundur, tertimbun runtuhan

 benda atau bangunan, pasir, atau batubara atau berdesakan di pintu sempit akibat panik.

• Pembunuhan (misalnya burking )

2.2.6.4 Gambaran Post Mortem 

Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi korban kasus asfiksia

traumatik (external pressure of the chest ), yaitu (1,4):

• Mencari tanda kekerasan di dada.

• Menemukan tanda asfiksia.

BAB III

23

Page 24: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 24/25

KESIMPULAN

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara

 pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan

karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen

(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.

Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran

forensik. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik. Dari

  pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu primer dan

sekunder. Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4

stadium.

Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang

dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama

dikaitkan dengan proses penyidikan.

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 25: Paper - Asphyxia

5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 25/25

1. Amir, A., 2007. Korban Kematian Asfiksia. In: Amir, A., 2nd ed. Autopsi Medikolegal.

Medan: Ramadhan, 43-44.

2. Amir, A. 2008. Sebab Kematian. In: Amir, A., 2nd ed. Rangkaian Ilmu Kedokteran

Forensik. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 120-125.

3. Amir, A., 2008. Asfiksia Mekanik. In: Amir, A., 2nd ed. Rangkaian Ilmu Kedokteran

Forensik. Medan: Fakulatas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 129-133.

4. Bagian Kedokteran Forensik. 1997. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. In: Ilmu

Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 55-64.

5. Knight, B., 1996. Forensic Pathology. 2nd ed. New York: Oxford University Press, Inc,

347-351.

6. Mason, J. K., 1983. Forensic Medicine for Lawyers. 2nd ed: ELBS, 131-134.

7. Meel, BI., 2006. Epidemiology of Suicide by Hanging in Transkei, South Africa. Am J

Forensic Med Pathol 27; 75-78

8. Modi, J. P., 1988. Death from Asphyxia. In: Modi, J. P., 21st ed. Medical Jurispudence and

Toxicology. Bombay: Tripathi, 188-195.

9. Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Edisi ke-3.

Jakarta: Sagung Seto.

10. Spitz, W.U., 1977. Asphyxia. In: Fisher, R. U., ed. Medicolegal Investigation of Death

Guidlines for the Aplication of Pathology to Crime Investigation. USA: Charles C.

Thomas, 270-277.

11. William, D. J., Ansford, A. J., Priday, D.S., Forest, A. S.,1998. Forensic Pathology:

Churchill Livingstone, 73-75.

25