Paper - Asphyxia
-
Upload
trinyanasuntarim -
Category
Documents
-
view
89 -
download
1
Transcript of Paper - Asphyxia
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 1/25
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997).
Jaringan di tubuh akan terganggu fungsinya apabila kadar oksigen berkurang. Ketika kadar
oksigen dalam keadaan di bawah normal pada aliran darah yang menuju ke otak, ini dapat
menyebabkan penurunan kesadaran dengan cepat. Otak merupakan organ yang sangat sensitif
terhadap kekurangan oksigen dan ini merupakan alasan bahwa otak adalah organ yang paling
terlibat dalam kematian akibat asfiksia (Spitz, 1977).
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran
forensik. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik (Amir,
2008). Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran pernafasan
disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Mengetahui gambaran asfiksia,
khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang dapat menyebabkan asfiksia,
khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama dikaitkan dengan proses
penyidikan. Untuk mengetahui dan memperkirakan cara kematian dalam kasus gantung diri,
maka diperlukan pemeriksaan otopsi luar dan dalam.
1
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 2/25
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pertanyaan dalam makalah ini adalah ”Bagaimana terjadinya asfiksia
pada mayat dan tanda-tanda asfiksia yang didapat pada pemeriksaan luar dan dalam”.
1.3. Tujuan Penulisan
Mengetahui tanda kardinal asfiksia yang paling sering ditemukan pada mayat.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu forensik
yang diperoleh semasa perkuliahan.
2. Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan untuk
melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penulisan yang telah
dilakukan penulis.
3. Bagi Departemen Forensik, semoga dapat digunakan untuk membantu dalam
mengidentifikasi korban.
2
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 3/25
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ASFIKSIA
2.1.1. Defenisi Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997). Secara
klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia (Amir, 2008).
2.1.2. Etiologi Asfiksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut (Ilmu Kedokteran Forensik,
1997):
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti
laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan
atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturat dan
narkotika.
Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik,
dibandingkan dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun keracunan
(Knight, 1996 ).
3
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 4/25
2.1.3. Fisiologi Asfiksia
Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia (Amir, 2008), yaitu:
1. Anoksia Anoksik ( Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
- Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi kantong
plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di
pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
- Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung
diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di
kenal dengan asfiksia mekanik.
2. Anoksia Anemia ( Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia berat
dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang
membawa bahan bakar ke pabrik.
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok
dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah
tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
4. Anoksia Jaringan ( Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
a) Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera.
Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial
sehingga kematian berlangsung perlahan.
4
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 5/25
b) Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas
membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti
kloform, eter dan sebagainya.
c) Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh
jaringan seperti pada keadaan uremia.
d) Substrat
Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya pada
keadaan hipoglikemia.
2.1.4. Patologi
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan (Amir,
2008), yaitu:
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia.
Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu
membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan
terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel
serebrum, serebellum, dan basal ganglia.
Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ
tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat
kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.
5
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 6/25
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan
mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen
dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal
jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:
- Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
- Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus
alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara
masuk ke paru-paru.
- Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic asphyxia).
- Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya
pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.
2.1.5. Stadium Pada Asfiksia
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4
stadium (Amir, 2008), yaitu:
1. Stadium Dispnea
Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 akan merangsang pusat pernafasan, gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) bertambah dalam dan cepat
disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan,
mata menonjol, denyut nadi dan tekanan darah meningkat. Bila keadaan ini berlanjut,
maka masuk ke stadium kejang.
2. Stadium Kejang
Berupa gerakan klonik yang kuat pada hampir seluruh otot tubuh, kesadaran hilang
dengan cepat, spinkter mengalami relaksasi sehingga feses dan urin dapat keluar spontan.
Denyut nadi dan tekanan darah masih tinggi, sianosis makin jelas. Bila kekurangan O2ini
terus berlanjut, maka penderita akan masuk ke stadium apnoe.
3. Stadium Apnea
6
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 7/25
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot menjadi lemah, hilangnya
refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernafasan dangkal dan semakin
memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan.
Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada stadium ini bisa
dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya
berkisar antara 3-5 menit.
2.1.6. Tanda Kardinal Asfiksia
Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian akibat asfiksia,
telah ditetapkan beberapa tanda klasik (Knight, 1996), yaitu:
a. Tardieu’s spot (Petechial haemorrages)
Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan
overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti
kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin,
konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan
otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus,
mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum.
b. Kongesti dan Oedema
Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti
adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ
yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena
yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang
mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan
perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi
pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).
c. Sianosis
7
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 8/25
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi
akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini
tidak dapat dinyatakan sebagai anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100
ml darah yang berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total
hemoglobin. Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis hampir
selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang kandungan
hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher dibendung kembali dan
menjadi lebih biru karena akumulasi darah.
d. Tetap cairnya darah
Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran tentang tetap cairnya
darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada kematian akibat asfiksia adalah bagian
dari mitologi forensik. Pembekuan yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah
kematian adalah sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan
tersebut diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis
asfiksia
2.1.7. Tanda Khusus Asfiksia
Didapati sesuai dengan jenis asfiksia (Amir, 2007), yaitu:
a. Pada pembekapan, kelainan terdapat disekitar lobang hidung dan mulut. Dapat berupa
luka memar atau lecet. Perhatikan bagian di belakang bibir luka akibat penekanan pada gigi,
begitu pula di belakang kepala atau tengkuk akibat penekanan. Biasanya korban anak-anak
atau orang yang tidak berdaya. Bila dilakukan dengan bahan halus, kadang-kadang sulit
mendapatkan tanda-tanda kekerasan.
b. Mati tergantung. Kematian terjadi akibat tekanan di leher oleh pengaruh berat badansendiri. Kesannya leher sedikit memanjang, dengan bekas jeratan di leher. Ada garis ludah
di pinggir salah satu sudut mulut. Bila korban cukup lama tergantung, maka lebam mayat
didapati di kedua kaki dan tangan. Namun bila segera diturunkan, maka lebam mayat akan
didapati pada bagian terendah tubuh. Muka korban lebih sering pucat, karena peristiwa
kematian berlangsung cepat, tidak sempat terjadi proses pembendungan.
8
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 9/25
Pada pembukaan kulit di daerah leher, didapati resapan darah setentang jeratan, demikian
juga di pangkal tenggorokan dan oesophagus. Tanda-tanda pembendungan seperti pada
keadaan asfiksia yang lain juga didapati. Yang khas disini adalah adanya perdarahan berupa
garis yang letaknya melintang pada tunika intima dari arteri karotis interna, setentang
dengan tekanan tali pada leher.
Tanda-tanda diatas tidak didapati pada korban yang digantung setelah mati, kecuali bila
dibunuh dengan cara asfiksia. Namun tanda-tanda di leher tetap menjadi petunjuk yang baik.
2.1.8. Pemeriksaan Jenazah
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):
1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.
2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda
klasik pada kematian akibat asfiksia.
3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam
mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalamdarah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas
pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas.
Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang
kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. Kapiler yang lebih mudah
pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi,
palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.
5. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi
dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah meningkat terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat
merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah
9
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 10/25
dan timbul bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot. Penulis lain
mengatakan bahwa Tardieu’s spot ini timbul karena permeabilitas kapiler yang
meningkat akibat hipoksia.
Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat
paska kematian.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,
berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus
bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama
daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung
atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus
vena submukosa dengan dinding tipis).
10
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 11/25
2.2. ASFIKSIA MEKANIK
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), (Ilmu
Kedokteran Forensik, 1997), misalnya:
11
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 12/25
a. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas, seperti pembekapan ( smothering ) dan
penyumbatan ( gagging dan choking ).
b. Penekanan dinding saluran pernapasan, seperti penjeratan ( strangulation), pencekikan
(manual strangulation, throttling ) dan gantung (hanging ).
c. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
d. Drowning yaitu saluran napas terisi air
Karena mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni disebabkan oleh asfiksia,
maka ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan tenggelam ke dalam kelompok
asfiksia mekanik, tetapi dibicarakan sendiri. Berikut akan dibahas beberapa kasus asfiksia
mekanik.
2.2.1. MATI GANTUNG (HANGING)
2.2.1.1 Definisi
Mati gantung (hanging ) merupakan suatu bentuk kematian akibat pencekikan dengan alat
jerat, di mana gaya yang bekerja pada leher berasal dari hambatan gravitasi dari berat tubuh
atau bagian tubuh (Knight, 1996).
2.2.1.2 Etiologi Kematian pada Penggantungan
Ada 6 penyebab kematian pada penggantungan (Modi,1988), yaitu:
a. Asfiksia
Merupakan penyebab kematian yang tersering. Alat penjerat biasanya berada di atas tulang
rawan tiroid yang menyebabkan penekanan pada leher, sehingga saluran pernafasan
menjadi tersumbat.
b. Kongesti Vena
Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi penekanan pada vena
jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi serebral menjadi terhambat.
12
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 13/25
c. Kombinasi Asfiksia dan Kongesti Vena
Merupakan penyebab kematian yang paling umum, seperi pada kebanyakan kasus dimana
saluran napas tidak seluruhnya dihalangi oleh penjerat yang berada di sekitar leher.
d. Iskemik Otak (anoxia)
Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam menyuplai
darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis.
e. Syok Vagal
Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan pada refleks vaso-
vagal secara tiba-tiba, hal ini terjadi karena adanya tekanan pada saraf vagus atau sinus
karotid.
f. Fraktur atau Dislokasi dari Verterbra Servikal 2 dan 3
Biasanya terjadi pada kasus judicial hanging , hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2
m oleh berat badan korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra
servikalis yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga terjadi
kematian yang tiba-tiba.
2.2.1.3 Jenis Penggantungan
a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe (Amir, 2008), yaitu:
1. Tergantung Total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di atas lantai.
2. Setengah Tergantung ( partial ), dimana tidak seluruh bagian tubuh tergantung,
misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut, dalam posisi telungkup dan
posisi lain.
b. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe (Amir, 2008), yaitu:
1. Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan simetris di samping
leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Tekanan pada saluran nafas dan arteri
karotis paling besar pada tipe ini.
13
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 14/25
2. Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi sangat miring
(fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri
vetebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.
2.2.1.4 Gambaran Post Mortem
Tanda post mortem sangat berhubungan dengan penyebab kematian atau tekanan di leher.
Kalau kematian terutama akibat sumbatan pada saluran pernafasan maka dijumpai tanda-
tanda asfiksia, respiratory distress, sianosis dan fase akhir konvulsi lebih menonjol. Bila
kematian karena tekanan pembuluh darah vena, maka sering didapati tanda-tanda
pembendungan dan perdarahan ( ptechial ) di konjungtiva bulbi, okuli dan di otak bahkan
sampai ke kulit muka. Bila tekanan lebih besar sehingga dapat menutup arteri, maka tanda-
tanda kekurangan darah di otak lebih menonjol (iskemi otak), yang menyebabkan
gangguan pada sentra respirasi dan berakibat gagal nafas. Tekanan pada sinus karotikus
menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti dengan tanda-tanda post mortem yang minimal.
Tanda- tanda di atas jarang berdiri sendiri, tetapi umumnya akan didapati tanda-tanda
gabungan (Amir, 2008).
a. Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar penting diperiksa bekas jeratan di leher (Amir,2008), yaitu:1. Bekas jeratan (ligature mark ) berparit, bentuk oblik seperti V terbalik, tidak
bersambung, terletak di bagian atas leher, berwarna kecoklatan, kering seperti kertas
perkamen, kadang-kadang disertai luka lecet dan vesikel kecil di pinggir jeratan. Bila
lama tergantung, di bagian atas jeratan warna kulit akan terlihat lebih gelap karena
adanya lebam mayat.
2. Kita dapat memastikan letak simpul dengan menelusuri jejas jeratan. Simpul terletak di bagian yang tidak ada jejas jeratan, kadang di dapati juga jejas tekanan simpul di kulit.
Bila bahan penggantung kecil dan keras (seperti kawat), maka jejas jeratan tampak
dalam, sebaliknya bila bahan lembut dan lebar (seperti selendang), maka jejas jeratan
tidak begitu jelas. Jejas jeratan juga dapat dipengaruhi oleh lamanya korban tergantung,
berat badan korban dan ketatnya jeratan. Pada keadaan lain bisa didapati leher dibeliti
14
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 15/25
beberapa kali secara horizontal baru kemudian digantung, dalam kasus ini didapati
beberapa jejas jeratan yang lengkap, tetapi pada satu bagian tetap ada bagian yang tidak
tersambung yang menunjukkan letak simpul.
3. Leher bisa didapati sedikit memanjang karena lama tergantung, bila segera diturunkan
tanda memanjang ini tidak ada. Muka pucat atau bisa sembab, bintik perdarahan
Tardieu’s spot tidak begitu jelas, lidah terjulur dan kadang tergigit, tetesan saliva
dipinggir salah satu sudut mulut, sianose, kadang-kadang ada tetesan urin, feses dan
sperma.
4. Bila korban lama diturunkan dari gantungan, lebam mayat didapati di kaki dan tangan
bagian bawah. Bila segera diturunkan, lebam mayat bisa di dapati di bagian depan atau
belakng tubuh sesuai dengan letak tubuh sesudah diturunkan. Kadang penis tampak
ereksi akibat terkumpulnya darah.
b. Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam perlu diperhatikan (Amir, 2008):
1. Jaringan otot setentang jeratan didapati hematom, saluran pernafasan congested ,
demikian juga paru-paru dan organ dalam lainnya. Terdapat Tardieu’s spot di
permukaan paru-paru, jantung dan otak. Darah berwarna gelap dan encer
2. Patah tulang lidah (os hyoid ) sering didapati, sedangkan tulang rawan yang lain jarang
3. Didapati adanya robekan melintang berupa garis berwarna merah (red line) pada tunika
intima dari arteri karotis interna.
2.2.2. PENJERATAN ( STRANGULATION BY LIGATURE )
2.2.2.1 Definisi
15
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 16/25
Jerat ( strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher korban
akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat badan
korban.
2.2.2.2 Etiologi Kematian pada Penjeratan
Ada 3 penyebab kematian pada jerat ( strangulation by ligature), yaitu:
• Asfiksia
• Iskemia
• Vagal refleks
2.2.2.3 Cara Kematian pada Penjeratan
Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan ( strangulation by ligature), yaitu (1,4,6):
a) Pembunuhan (paling sering).
Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan
menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati (zaman
dahulu).
b) Kecelakaan.
Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali
pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab
kematian pada orang yang bersenda gurau.
c) Bunuh diri.
Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara berulang
dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher
dimasukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.
d) Hal-hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain (1,6):
1. Arah jerat mendatar / horisontal.
16
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 17/25
2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan.
3. Jenis simpul penjerat.
4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.
5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang
digunakan untuk menjerat.
2.2.2.4 Gambaran Post Mortem
Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan ( strangulation by ligature) mirip kasus
penggantungan (hanging ) kecuali pada (1,4):
• Distribusi lebam mayat yang berbeda.
• Alur jeratan mendatar / horisontal.
• Lokasi jeratan lebih rendah.
2.2.3 PENCEKIKAN ( MANUAL STRANGULASI )
2.2.3.1 Defenisi
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Pencekikan dapat
dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
• Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
• Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
• Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka ini
disebut mugging (1,4).
2.2.3.2 Etiologi Kematian pada Pencekikan
Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu (1):
• Asfiksia
• Iskemia
• Vagal reflex
17
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 18/25
2.2.3.3 Cara Kematian Pencekikan
Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu (1):
• Pembunuhan (hampir selalu).
• Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.
2.2.3.4 Gambaran Post Mortem
Pemeriksaan Luar:
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain (1,4):
• Tanda asfiksia.
Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain
adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat akan
terlihat gelap.
• Tanda kekerasan pada leher.
Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan bantalan jari.
Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark , yaitu luka lecet berbentuk
semilunar/bulan sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan
pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed ) ataukah tangan
kiri (left handed ). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku juga tak luput dari perhatian
kita.
• Tanda kekerasan pada tempat lain.
Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-
lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.
Pemeriksaan Dalam:Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu (1,4):
• Perdarahan atau resapan darah.
Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah,
dan mukosa & submukosa pharing atau laring.
• Fraktur.
18
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 19/25
Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago
tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.
• Memar atau robekan membran hipotiroidea.
• Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.
2.2.4. PEMBEKAPAN ( SMOTHERING )
2.2.4.1 Defenisi
Pembekapan ( smothering ) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan napas yaitu
hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-partikel kecil (1)
2.2.4.2 Etiologi Kematian
Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan ( smothering ), yaitu (1):
• Asfiksia
• Edema paru
• Hiperaerasi
Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan.
2.2.4.3 Cara Kematian Pembekapan
Cara kematian pada kasus pembekapan, yaitu (1,4):
• Kecelakaan
Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya,
terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Selain itu
juga dapat terjadi kecelakaan dimana seorang anak yang tidur berdampingan dengan
orangtuanya dan secara tidak sengaja orangtuanya menindih si anak sehingga tidak dapat
bernafas. Keadaan ini disebut overlying . Pada anak-anak dan dewasa muda bisa terjadi
kecelakaan terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya
terbekap dengan atau dalam kantong plastik.Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja
19
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 20/25
atau pada penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan
hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.
• Pembunuhan
Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi
pada orang yang tidak berdaya seperti orangtua, orang sakit berat, orang dalam pengaruh
obat atau minuman keras.Pada pembunuhan dengan pembekapan biasanya dilakukan
dengan cara hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke wajah, kain atau dasi yang
dibekapkan pada hidung dan mulut. Pembunuhan dengan pembekapan dapat juga
dilakukan bersamaan dengan menindih atau menduduki dada korban.Keadaan ini
dinamakan burking .
• Bunuh diri
Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita
penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk, yaitu
dengan“membenamkan” wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan bantal, pakaian,
yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. Bisa juga dengan menggunakan plester yang
menutupi hidung dan mulut.
2.2.4.4 Gambaran Post Mortem
Pemeriksaan Luar
• Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan dan
kekuatan menekan.
• Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan atau geser, jejas
bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah dan gusi, yang
mungkin terjadi akibat korban melawan.
20
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 21/25
• Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam bibir akibat bibir
yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung lidah juga dapat mengalami
memar atau cedera.
• Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal, maka pada
pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tandatanda kekerasan. Memar atau
luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada pembekapan dengan
mempergunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan cukup besar, dan orang yang
dibekap kebetulan memakai gincu (lipstick ), maka pada bantal tersebut akan tercetak
bentuk bibir yang bergincu tadi, yang tidak jarang sampai merembes ke bagian yang
lebih dalam, yaitu ke bantalnya sendiri.
• Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut tidak terlalu
besar, kelainan biasanya minimal; yaitu luka lecet tekan dan atau memar pada bibir
bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.
• Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan kepala
korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasuspencekikan dengan satu tangan;
maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar pada otot leher bagian belakang, yang
untuk membuktikannya kadang-kadang harus dilakukan sayatan untuk melihat otot
bagian dalamnya, atau membuka sluruh kulit yang menutupi daerah tersebut.
• Bisa didapatkan luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban.
• Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada
pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah kuku korban,adakah darah atau epitel kulit si pelaku.
Pemeriksaan Dalam
21
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 22/25
• Tetap cairnya darah
Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan aktivitas fibrinolisin. Pendapat lain
dihubungkan dengan faktor-faktor pembekuan yang ada di ekstra vaskuler, dan tidak
sempat masuk ke dalam pembuluh darah oleh karena cepatnya proses kematian
• Kongesti (pembendungan yang sistemik)
Kongesti pada paru-paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan merupakan ciri
klasik pada kematian karena asfiksia. Pada pengirisan mengeluarkan banyak darah.
• Edema pulmonum
Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru sering terjadi pada kematian yang
berhubungan dengan hipoksia.
• Perdarahan Berbintik (Petechial haemorrhages)
Dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung
daerah aurikuloventrikular, subpleura visceralis paru terutama di lobus bawah pars
diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot
temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.
• Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran pernafasan
2.2.5. TERSEDAK (CHOCKING )
2.2.5.1 Defenisi
Tersedak (chocking ) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang masuk dan
menyumbat lumen jalan udara (1).
2.2.5.3 Cara Kematian pada Kasus Tersedak
Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak, yaitu (1,4):
• Kecelakaan (paling sering), seperti gangguan refleks batuk pada alkoholisme, pada bayi
atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam mulutnya, tonsilektomi,aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi eter.
• Pembunuhan (kasus infanticide)
2.2.5.4 Gambaran Post Mortem
22
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 23/25
Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus tersedak (chocking ), yaitu (1,4):
• Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada tanda
kekerasan di mulut korban.
• Menemukan tanda asfiksia.
• Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian lambat.
• Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.
2.2.6. ASFIKSIA TRAUMATIK ( EXTERNAL PRESSURE OF THE CHEST )
2.2.6.1 Defenisi
Asfiksia traumatik (external pressure of the chest ) adalah terhalangnya udara untuk masuk
dan keluar dari paru-paru akibat terhentinya gerak napas yang disebabkan adanya suatu
tekanan dari luar pada dada korban (1,4).
2.2.6.3 Cara Kematian pada Kasus Tersedak
Cara kematian pada kasus asfiksia traumatik, antara lain (1,4):
• Kecelakaan (paling sering), misalnya terjepit antara lantai dengan elevator, antara 2
kendaraan, atau antara dinding dengan kendaraan yang mundur, tertimbun runtuhan
benda atau bangunan, pasir, atau batubara atau berdesakan di pintu sempit akibat panik.
• Pembunuhan (misalnya burking )
2.2.6.4 Gambaran Post Mortem
Ada 2 hal yang penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi korban kasus asfiksia
traumatik (external pressure of the chest ), yaitu (1,4):
• Mencari tanda kekerasan di dada.
• Menemukan tanda asfiksia.
BAB III
23
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 24/25
KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam kasus kedokteran
forensik. Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu lintas dan trauma mekanik. Dari
pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu primer dan
sekunder. Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4
stadium.
Mengetahui gambaran asfiksia, khususnya pada postmortem serta keadaan apa saja yang
dapat menyebabkan asfiksia, khususnya asfiksia mekanik mempunyai arti penting terutama
dikaitkan dengan proses penyidikan.
DAFTAR PUSTAKA
24
5/14/2018 Paper - Asphyxia - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/paper-asphyxia-55a92f79b1f91 25/25
1. Amir, A., 2007. Korban Kematian Asfiksia. In: Amir, A., 2nd ed. Autopsi Medikolegal.
Medan: Ramadhan, 43-44.
2. Amir, A. 2008. Sebab Kematian. In: Amir, A., 2nd ed. Rangkaian Ilmu Kedokteran
Forensik. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 120-125.
3. Amir, A., 2008. Asfiksia Mekanik. In: Amir, A., 2nd ed. Rangkaian Ilmu Kedokteran
Forensik. Medan: Fakulatas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 129-133.
4. Bagian Kedokteran Forensik. 1997. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. In: Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 55-64.
5. Knight, B., 1996. Forensic Pathology. 2nd ed. New York: Oxford University Press, Inc,
347-351.
6. Mason, J. K., 1983. Forensic Medicine for Lawyers. 2nd ed: ELBS, 131-134.
7. Meel, BI., 2006. Epidemiology of Suicide by Hanging in Transkei, South Africa. Am J
Forensic Med Pathol 27; 75-78
8. Modi, J. P., 1988. Death from Asphyxia. In: Modi, J. P., 21st ed. Medical Jurispudence and
Toxicology. Bombay: Tripathi, 188-195.
9. Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Edisi ke-3.
Jakarta: Sagung Seto.
10. Spitz, W.U., 1977. Asphyxia. In: Fisher, R. U., ed. Medicolegal Investigation of Death
Guidlines for the Aplication of Pathology to Crime Investigation. USA: Charles C.
Thomas, 270-277.
11. William, D. J., Ansford, A. J., Priday, D.S., Forest, A. S.,1998. Forensic Pathology:
Churchill Livingstone, 73-75.
25