Papageorgiou Dkk., 1999; Mariani, 2010

8
1 Pengaruh metil jasmonate pada induksi dihydroechinofuran selama embriogenesis somatik Lithospermum erythrorhizon Sieb. et Jucc. Totik Sri Mariani Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10, Bandung 40132 E-mail : [email protected] dan [email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh metil jasmonate (MeJa) pada induksi dihydroechinofuran (DHEF) selama embriogenesis somatik Lithospermum erythrorhizon Sieb. et Jucc. Tujuan penelitian ini untuk mengamati pengaruh MeJa terhadap induksi DHEF oleh embrio somatik L. erythrorhizon dan mengamati struktur permukaan embrio somatik L. erythrorhizon yang memproduksi DHEF dengan menggunakan Scanning electron microscopy (SEM). Embrio somatik diinisiasi pada medium L2PVP dan berdiferensiasi pada medium L3PVP. Pemberian MeJa dengan konsentrasi 10 μM dan 100 μM pada medium diferensiasi mampu menginduksi DHEF oleh embrio somatik L. erythrorhizon tahap hati, bakal torpedo dan torpedo. Struktur permukaan embrio somatik L. erythrorhizon yang mendapat perlakuan metil jasmonat dan memproduksi DHEF memperlihatkan penampakan seperti serat kapas dengan tonjolan bulat kecil berdiameter 0,5 – 1 μm yang terdeposisi pada dinding sel. Hasil ini akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan life sciences dan teknologi di bidang kesehatan. Kata kunci : dihydroechinofuran, embriogenesis somatik, Lithospermum erythrorhizon, metil jasmonat, scanning electron microscopy (SEM) Abstract A study concerning the effect of methyl jasmonate (MeJa) on induction of dihydroechinofuran (DHEF) during somatic embryogenesis of Lithospermum erythrorhizon has been conducted. The purposes of this study were to observe the effect of MeJa on the induction of DHEF by somatic embryo of L. erythrorhizon and to observe surface structure of somatic embryo of L. erythrorhizon that produced DHEF by using Scanning electron microscopy (SEM). Somatic embryo was initiated on L2PVP medium and differentiated on L3PVP medium. Administration of 10 μM and 100 μM MeJa on the differentiation medium was able to induce DHEF by heart, early torpedo and torpedo stage of somatic embryo of L. erythrorhizon. The surface structure of somatic embryo of L. erythrorhizon treated by MeJa and produced DHEF gave appearance like cotton-fibres with little granules diameter: 0.5-1 μm that was deposited on the cell wall. This result will give positive impact on the development of life sciences and technology in medicinal field. Keywords :dihydroechinofuran, somatic embryogenesis, Lithospermum erythrorhizon, methyl jasmonate, scanning electron microscopy (SEM)

description

m

Transcript of Papageorgiou Dkk., 1999; Mariani, 2010

  • 1

    Pengaruh metil jasmonate pada induksi dihydroechinofuran selama embriogenesis somatik Lithospermum erythrorhizon Sieb. et Jucc.

    Totik Sri Mariani

    Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10, Bandung 40132

    E-mail : [email protected] dan [email protected]

    Abstrak Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh metil jasmonate (MeJa) pada induksi dihydroechinofuran (DHEF) selama embriogenesis somatik Lithospermum erythrorhizon Sieb. et Jucc. Tujuan penelitian ini untuk mengamati pengaruh MeJa terhadap induksi DHEF oleh embrio somatik L. erythrorhizon dan mengamati struktur permukaan embrio somatik L. erythrorhizon yang memproduksi DHEF dengan menggunakan Scanning electron microscopy (SEM). Embrio somatik diinisiasi pada medium L2PVP dan berdiferensiasi pada medium L3PVP. Pemberian MeJa dengan konsentrasi 10 M dan 100 M pada medium diferensiasi mampu menginduksi DHEF oleh embrio somatik L. erythrorhizon tahap hati, bakal torpedo dan torpedo. Struktur permukaan embrio somatik L. erythrorhizon yang mendapat perlakuan metil jasmonat dan memproduksi DHEF memperlihatkan penampakan seperti serat kapas dengan tonjolan bulat kecil berdiameter 0,5 1 m yang terdeposisi pada dinding sel. Hasil ini akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan life sciences dan teknologi di bidang kesehatan. Kata kunci : dihydroechinofuran, embriogenesis somatik, Lithospermum erythrorhizon, metil jasmonat, scanning electron microscopy (SEM) Abstract A study concerning the effect of methyl jasmonate (MeJa) on induction of dihydroechinofuran (DHEF) during somatic embryogenesis of Lithospermum erythrorhizon has been conducted. The purposes of this study were to observe the effect of MeJa on the induction of DHEF by somatic embryo of L. erythrorhizon and to observe surface structure of somatic embryo of L. erythrorhizon that produced DHEF by using Scanning electron microscopy (SEM). Somatic embryo was initiated on L2PVP medium and differentiated on L3PVP medium. Administration of 10 M and 100 M MeJa on the differentiation medium was able to induce DHEF by heart, early torpedo and torpedo stage of somatic embryo of L. erythrorhizon. The surface structure of somatic embryo of L. erythrorhizon treated by MeJa and produced DHEF gave appearance like cotton-fibres with little granules diameter: 0.5-1 m that was deposited on the cell wall. This result will give positive impact on the development of life sciences and technology in medicinal field. Keywords :dihydroechinofuran, somatic embryogenesis, Lithospermum erythrorhizon, methyl jasmonate, scanning electron microscopy (SEM)

  • 2

    1. Pendahuluan

    Lithospermum erythrorhizon Sieb. et Jucc. merupakan tanaman obat tradisional yang digunakan secara luas di dunia pada saat ini. L. erythrorhizon tergolong tumbuhan asli dari dataran Cina yang lebih dikenal dengan nama tzu tsao, tzu ken, hung-tzu ken karena menghasilkan senyawa turunan shikonin (pigmen merah naftoquinon) sebagai produk metabolit sekunder yang terakumulasi pada sel-sel epidermis akar (Papageorgiou et al., 1999). Sebagai tanaman obat, L. erythrorhizon memiliki aktivitas antibakterial, anti-jamur, anti-luka, anti-inflamasi, zat analgesik, anti-piretik, anti-tumor dan sebagai stimulus untuk mengaktifkan respon imun. (Bown, 1995 ; Yazaki et al., 1999). Selain shikonin, L. erythrorhizon juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder dihydroechinofuran (DHEF) yang berkhasiat sebagai obat tetapi belum banyak diketahui (Yazaki, 2001).

    Dihydroechinofuran (DHEF)

    merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan dari jalur biosintesis yang sama dengan jalur biosintesis shikonin pada tanaman L. erythrorhizon. Rangka dasar naftoquinon yang membentuk molekul shikonin berasal dari dua prekursor utama yakni dari geranil pirofosfat (GPP) dan asam p-hidroksibenzoat (PHB). GPP berasal dari asetil ko-A yang diproses melalui jalur sintesis mevalonat, sedangkan PHB berasal dari fenilalanin yang diproses melalui jalur sintesis shikimat. Senyawa intermediet, geranylhydroquinon, akan membentuk cincin naftalen untuk memproduksi shikonin atau mengalami siklisasi membentuk cincin furan untuk memproduksi turunan benzofuran yang akan menghasilkan senyawa DHEF

    (Yazaki, 2001 ; Papageorgiou et al., 1999).

    Metil jasmonat merupakan salah

    satu elisitor abiotik yang dikenal sebagai hormon stres pada tanaman yang berperan dalam sistem pertahanan terhadap serangan herbivor (Major & Constabel, 1999). Yazaki et al. (1997) menggunakan metil jasmonat untuk menginduksi produksi senyawa turunan shikonin dan dihydroechinofuran (DHEF) pada kultur suspensi sel L. erythrorhizon. Dengan demikian metil jasmonat mampu berperan sebagai elisitor pada biosintesis shikonin dan DHEF.

    Penelitian embriogenesis

    somatik dan pengamatan struktur metabolit sekunder akan memberikan informasi yang luas untuk memahami mekanisme embriogenesis pada tanaman L. erythrorhizon dan mekanisme sekresi metabolit lipofiliknya. Tsukada & Tabata (1984) menggunakan Transmission Electron Microscopy (TEM) untuk mengamati struktur permukaan sel-sel epidermis akar L. erythrorhizon yang memproduksi shikonin. Mereka menemukan bahwa shikonin dideposisikan di permukaan dinding sel yang berpigmen sebagai granular yang berdiameter 1 M. Mariani et al. (1998) menggunakan scanning electron microscopy (SEM) untuk mengamati struktur permukaan embrio somatik padi yang setiap tahapannya menunjukkan karakteristik struktur permukaan yang khas. Pada permukaan dinding sel nodul embrio somatik tampak mikrofibril selulosa dengan struktur granularnya. Namun, sejauh ini pengamatan terhadap struktur permukaan sel-sel embrio yang

    userHighlight

  • 3

    menghasilkan metabolit sekunder belum pernah dilakukan.

    Tujuan dari penelitian ini adalah

    untuk mengamati pengaruh metil jasmonat terhadap induksi dihydroechinofuran (DHEF) oleh embrio somatik L. erythrorhizon dan mengamati struktur permukaan embrio somatik L. erythrorhizon yang memproduksi DHEF dengan menggunakan SEM. 2. Bahan dan Metoda 2.1. Bahan penelitian Pada penelitian ini digunakan kultur kalus embriogenik in vitro L. erythrorhizon sebagai inokulum untuk kultur sel embriogenik. 2.2. Metoda kerja 2. 2. 1. Pengaruh metil jasmonat terhadap produksi dihydroechinofuran

    Untuk produksi metabolit sekunder, embrio somatik (globular, bakal hati dan hati) dalam medium L2PVP sebanyak 10 ml disubkultur ke dalam 20 ml medium L2PVP (medium inisiasi embrio somatik) dan medium L3PVP (medium diferensiasi embrio somatik) yang masing-masing mengandung MeJA dengan konsentrasi 10 M dan 100 M, kemudian perkembangan embrio somatik diamati selama 10 hari. Medium L2PVP dilengkapi dengan zat pengatur tumbuh (zpt) NAA 5 M dan kinetin 0.5 M sedangkan medium L3PVP dilengkapi dengan NAA 5 M dan kinetin 5 M. Medium L2PVP dan L3PVP dilengkapi dengan prolin 1.5 g/l, sukrosa 3% dan PVP 0.3%. Medium dasar untuk L2PVP dan L3PVP adalam medium M9, yaitu medium LS yang telah dimodifikasi (Fujita et al., 1981 dalam Yazaki et al., 1997). Sebagai kontrol, sebanyak 10 ml

    kultur embrio somatik (tahap globular, bakal hati dan hati) dipindahkan ke dalam 20 ml medium L2PVP dan L3PVP tanpa pemberian MeJA. Seluruh kultur diletakkan pada shaker, dikocok dengan kecepatan 100 rpm dan dipelihara dalam keadaan gelap pada suhu 23 25 0C selama 2 minggu.

    2. 2. 2. Analisis kimia menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) Untuk mengekstrak metabolit sekunder pada medium digunakan kloroform 100 % dengan cara mengocoknya menggunakan stirer selama 30 menit. Kemudian larutan didiamkan beberapa waktu sehingga terbentuk dua lapisan yang terpisah. Lapisan kloroform yang mengandung metabolit sekunder dipisahkan dengan alat separator. Metabolit sekunder yang terlarut dalam kloroform dibiarkan menguap dalam hood. Selanjutnya metabolit kering dicairkan kembali menggunakan aseton dan segera ditotolkan pada silika gel 60 GF 254 (kromatografi lapis tipis). Sebagai standar digunakan senyawa asetil-shikonin yang diperoleh dari Dr. Hirobumi Yamamoto, Nagasaki University, Jepang. Silika gel setinggi 12 cm diletakkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan kloroform dan dilihat pergerakannya pada kromatogram. 2. 2. 3.Scanning electron microscopy (SEM) Sampel dari embrio somatik pada medium L2PVP dan L3PVP kontrol serta sampel dari embrio somatik pada medium L2PVP dan L3PVP yang mendapat perlakuan MeJA 10 dan 100 M, difiksasi dalam glutaraldehida 5 % yang dilarutkan dalam buffer cacodilate pH 7,2 pada suhu 4 0C selama 24 jam.

  • 4

    Kemudian sampel dibilas dalam buffer cacodilate 0,1 M sebanyak 2 kali dan sekali menggunakan akuades masing-masing pada suhu 4 C, selama satu jam. Berikutnya sampel didehidrasi dalam serial etanol (30 %; 50% ; 70%; 90 %; 100%) masing-masing selama satu jam, pada suhu 4 C, kecuali dehidrasi dengan alkohol 100 % dilakukan pada suhu ruang. Setelah itu sampel dicelupkan dalam isoamil asetat selama 5 menit dan dikeringkan pada titik kritis dengan alat Critical Point Dry DCP-1 (Denton Vacuum) menggunakan CO2 sebagai fluida yang lewat. Pada tahap akhir, sampel dilapisi emas dengan memercikkan ion pada alat ion coater Jeol JEE, dan diamati dengan SEM Philips XL 20. 3. Hasil dan Pembahasan 3. 1. Pengaruh metil jasmonat (MeJA) terhadap induksi dihydroechinofuran Kultur embrio pada kontrol (tanpa perlakukan MeJA) berwarna kekuningan (Gambar 1A tabung no.5). Perlakuan MeJA diberikan setelah hari ke-3 pada subkultur kedua ke medium L2PVP yakni saat kultur berumur 10 hari. Hal ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan embrio.

    Gambar 1 : A. Pengaruh MeJA terhadap produksi metabolit sekunder L. Erythrorhizon. B. Warna metabolit sekunder merah ungu pada medium L3PVP + 100 M MeJa. C. Hasil analisis kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis, (1) asetil shikonin (2) sampel : metabolit berwarna merah ungu

    Saat kultur embrio berumur 10

    hari pada medium L2PVP, embrio somatik berukuran 1 mm (globular, bakal hati dan hati) dipindahkan ke medium L2PVP dan L3PVP yang masing-masing mengandung MeJA 10 M dan 100 M. Hasilnya, setelah 2 hari kultur, pada medium L2PVP, warna kekuningan berubah menjadi ungu muda setelah perlakuan MeJA 10 M dan 100 M (Gambar 1A tabung no.1 dan no.2). Sedangkan kultur yang dipindahkan dari medium L2PVP ke medium L3PVP + 10 M MeJA, warna medium berubah menjadi merah ungu (Gambar 1A tabung no.3). Kultur yang dipindahkan dari medium L2PVP ke medium L3PVP dengan 100 M MeJA berubah warna menjadi merah ungu tua (Gambar 1A tabung no.4, Gambar 1B). Gambar 1A tabung no. 5 adalah kontrol (tanpa penambahan MeJA).

    Metabolit sekunder berwarna

    merah ungu berubah warna menjadi oranye pada fase kloroform. Metabolit kering yang berwarna oranye dilarutkan dengan aseton dan segera ditotolkan pada silika gel. Pada silika gel terlihat spot berwarna oranye dengan menggunakan kloroform sebagai pengembang. Spot berwarna oranye dari sampel memiliki Rf = 0,5. Spot berwarna merah dari standar asetil-shikonin memiliki Rf = 0,56 (Gambar 1C, no. 1). Dalam komunikasi pribadi dengan Dr. Hirobumi Yamamoto dari Nagasaki University, Jepang (2002), spot berwarna oranye (Gambar 1C no.2) yang mempunyai Rf yang hampir sama

    1 2 3 4 5

  • 5

    dengan standar asetil-shikonin (spot berwarna merah pada gambar 1 C no.1) adalah echinofuran B.

    Menurut Dr. Yamamoto

    (Nagasaki University, Jepang komunikasi pribadi, 2002), metabolit sekunder yang berwarna ungu dan dilepaskan ke medium adalah dihydroechinofuran (DHEF). DHEF adalah senyawa tereduksi dari echinofuran B dan mudah teroksidasi menjadi echinofuran B oleh radikal dalam kloroform. Hal ini yang menjelaskan terjadinya perubahan warna merah ungu menjadi oranye dalam kloroform.

    Yazaki et al. (1997)

    menyebutkan ada dua produk akhir dari jalur biosintesis shikonin yang terakumulasi pada medium cair kultur suspensi sel L. erythrorhizon yakni shikonin dan dihydroechinofuran (Fukui et al., 1992) karena dihydroechinofuran (DHEF) memiliki prekursor yang sama dengan shikonin yakni PHB (p-hidroxibenzoic acid). Prof. Dr. Kazufumi Yazaki (Kyoto University, Jepang komunikasi pribadi, 2003) menjelaskan bahwa shikonin terbentuk dari cincin naftalen sedang DHEF terbentuk dari cincin furan. Bila induksi kerja enzim-enzim yang terlibat dalam pembentukan shikonin berlangsung lambat, sementara produksi PHB-geraniltransferase diinduksi dengan cepat, maka sejumlah besar prekursor shikonin akan beralih memproduksi DHEF. Struktur cincin furan terbentuk dari m-geranil melalui serangkaian senyawa perantara hidrokuinon dan dihidroshikonofuran sehingga menghasilkan produk akhir echinofuran B yang berwarna oranye (Yazaki et al., 1999).

    Pada penelitian ini, MeJA dapat menginduksi DHEF oleh embrio somatik L. erythrorhizon. MeJA diduga menyebabkan peningkatan yang cepat terhadap aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam biosintesis shikonin seperti p-hidroksibenzoat geraniltransferase yang diikuti dengan akumulasi yang cepat dari DHEF dan memperlambat produksi shikonin pada kultur sel L. erythrorhizon (Yazaki et al., 1997).

    Selain produksi DHEF,

    perlakuan MeJA turut mempengaruhi tingkat perkembangan embrio somatik L. erythrorhizon. Apabila embrio dipindahkan ke medium L3PVP dengan konsentrasi MeJA 10 M, MeJA dapat menginduksi perkembangan embrio somatik hingga mencapai tahap bakal torpedo dan pada medium L3PVP dengan konsentrasi MeJA 100 M menghasilkan embrio torpedo (Gambar 2). Namun diferensiasi lanjut embrio somatik tahap torpedo menjadi kotiledon menjadi terhambat. Pengamatan perkembangan embrio somatik hingga minggu ke-2 tidak menjumpai embrio kotiledon pada medium L3PVP dengan adanya perlakuan MeJA. Sedangkan perlakuan MeJA dengan konsentrasi 10 M dan 100 M pada medium L2PVP hanya meningkatkan biomassa embrio hati (15 18 embrio) dalam kultur dan tidak mempengaruhi tahapan dalam embriogenesis somatik (Gambar 2)

    Keterangan jumlah embrio :

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    L2PVP (-)MJ

    L2PVP +10 M MJ

    L2PVP +100 M MJ

    L3PVP (-)MJ

    L3PVP +10 M MJ

    L3PVP +100 M MJMedium

    Jum

    lah

    embr

    io

    proembrio globular bakal hati hati bakal torpedo torpedo

  • 6

    1 = sangat sedikit (< 5 embrio) 2 = sedikit (6 10 embrio) 3 = banyak (11 20 embrio) 4 = sangat banyak (21 40 embrio)

    Gambar 2. Diagram perkembangan embrio somatik dengan perlakuan MeJA

    untuk produksi metabolit sekunder Menurut Selles et al. (1999)

    tingkat perkembangan kalus embriogenik hingga menghasilkan tahapan embrio globular dengan adanya diferensiasi lanjut kultur kalus embriogenik pada Narcissus confusus mempengaruhi jumlah kandungan alkaloid pada kultur. Semakin lanjut tingkat diferensiasi sel, semakin tinggi kandungan metabolit sekunder yang dikandungnya (Selles et al., 1999). Pada penelitian ini, embrio somatik tahap hati, bakal torpedo dan torpedo dapat memproduksi metabolit sekunder DHEF, karena embrio somatik pada tahapan tersebut merupakan struktur yang telah terdiferensiasi. Kultur embrio somatik lebih mudah ditangani dibandingkan kultur organ karena lebih cepat untuk memproduksi metabolit sekunder dan strukturnya masih sederhana. Dengan demikian, penggunaan embrio somatik dalam menghasilkan metabolit sekunder menjadi lebih efisien (Selles et al., 1999).

    3.2. Pengamatan struktur permukaan

    embrio dengan Scanning electron microscopy(SEM)

    Pengamatan struktur permukaan embrio somatik yang mendapat perlakuan MeJA dan memproduksi DHEF dengan menggunakan SEM memperlihatkan penampakan permukaan yang berbeda dengan struktur shikonin yang diamati oleh Tsukada & Tabata (1984) pada kultur sel L. erythrorhizon. Permukaan embrio somatik (Gambar 3A) yang memproduksi DHEF dengan

    pemberian MeJA terlihat menyerupai serat kapas yang halus dengan tonjolan berbentuk bulat kecil yang tersebar luas menutupi seluruh permukaan dinding sel.

    Gambar 3B menunjukkan pengamatan struktur shikonin pada epidermis akar kecambah menggunakan SEM. Terlihat bahwa struktur granular shikonin berdiameter 1 1,5 M terdeposisi pada permukaan dinding sel epidermis akar kecambah L. erythrorhizon. Hal ini sesuai dengan penelitian Tsukada & Tabata (1984) yang melaporkan mekanisme sekresi pigmen merah naftoquinon pada akar L. erythrorhizon.

    Tsukada & Tabata (1984) yang

    mengamati pigmen pada sel-sel epidermis akar pada medium produksi shikonin (M9) dengan menggunakan TEM menyebutkan bahwa shikonin dan turunannya terdeposisi ke bagian luar dari dinding sel berupa granular yang besar berdiameter 1 m, sedangkan diameter tonjolan bulat kecil pada struktur DHEF yang diamati pada penelitian ini berukuran 0,5 1 m. Pengamatan SEM terhadap permukaan embrio somatik yang tidak mendapat

    Gambar 3. A Struktur permukaan embrio somatik L. erythrorhizon yang mendapat perlakuan MeJA dan memproduksi DHEF B. Struktur permukaan epidermis akar yang memproduksi shikonin C. Permukaan embrio somatik L. erythrorhizon tanpa perlakuan MeJA dan tidak memproduksi metabolit sekunder

  • 7

    perlakuan MeJA (kontrol) dan tidak memproduksi metabolit sekunder memperlihatkan permukaan yang sangat halus dan tidak terdapat struktur granular maupun struktur menyerupai serat kapas (Gambar 3C).

    Menurut Tsukada & Tabata

    (1984) shikonin dan senyawa turunannya mula-mula disintesis di retikulum endoplasma kasar yang menghasilkan vesikel-vesikel. Kemudian vesikel-vesikel tersebut bermigrasi ke ruang periperal dari sitoplasma dan melekat pada membran plasma untuk mensekresikan isi dari vesikel-vesikel tersebut (pigmen shikonin, lemak dan protein) ke bagian luar dinding sel. Hasil yang sama juga diperlihatkan pada pengamatan morfologis menggunakan SEM pada embrio somatik L. erythrorhizon yakni struktur menyerupai serat kapas tersebut harus dideposisikan ke dinding sel untuk memproduksi DHEF. Jika tidak demikian, sel tidak akan mensekresikan metabolit sekunder DHEF, seperti terlihat pada kontrol. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

    1. Pemberian metil jasmonat dengan konsentrasi 10 M dan 100 M pada medium diferensiasi mampu menginduksi produksi DHEF oleh embrio somatik L. erythrorhizon tahap hati, bakal torpedo dan torpedo

    2. Struktur permukaan embrio somatik L. erythrorhizon yang mendapat perlakuan metil jasmonat dan memproduksi DHEF memperlihatkan penampakan seperti serat kapas dengan tonjolan bulat kecil berdiameter 0,5 1 m yang terdeposisi pada dinding sel.

    DAFTAR PUSTAKA Bown, D. 1995. Encyclopaedia of Herbs

    and Their Uses. Dorling Kindersley, London. p : 238 239.

    Fukui, H., Tani, M., Tabata, M. 1992. An usual metabolite, dihydroechinofuran, released from cultured cells of Lithospermum erythrorhizon. Phytochemistry. (31) : 519 521.

    Major, I & Constanbel, C. P. 1999. How trees defend themselves against insect herbivors : macroarray analysis of gene expression in hybrid polar (Populus trichocarpa x P. deltoides).Inhttp://www.treebiotech2003.norrnod.se/s2_o.htm

    Mariani T.S., Miyake H. and Takeoka Y. 1998. Changes in surface structure during direct somatic embryogenesis in rice scutellum observed by scanning electron microscopy. Plant Prod. Sci. 1: 223-231.

    Papargeorgiou, V. P., Assimopoulou, A. N., Couladouros, E. A., Hepworth, D., Nicolaou, K. C. 1999. The Chemistry and biology of alkannin, shikonin and related naphthazarin natural products. Angewandte Chemie International Edition. Vol. 38 : 270 - 300.

    Selles, M., Viladomat F., Bastida J., Codina C. 1999. Callus induction, somatic embryogenesis and organogenesis in Nircissus confuses : correlation between the state of differentiation and the content of galanthamine and related alkaloids. Plant Cell Reports. 18 : 646 651.

    Tsukada, M. & Tabata, M. 1984. Intracellular localization and secretion of naphthoquinone pigments in cell cultures of

  • 8

    Lithospermum erythrorhizon. Planta Medica. 4 (8) : 285 364.

    Yazaki, K., Takeda K., Tabata, M. 1997. Effects of methyl jasmonate on shikonin and dehydroechinofuran production in Lithospermum cell cultures. Plant Cell Physiol. 38 (7). 776 782.

    Yazaki, K., Matsuoka H., Ujihara T., Sato, F. 1999. Shikonin biosintesis in Lithospermum erythrorhizon : light induced negative regulation of secondary metabolism. Plant Biotechnology. 16 (5) : 335 342.

    Yazaki, K. 2001. Root-spesific production of secondary metabolites regulation of shikonin biosynthesis by light in Lithospermum erythrorhizon. Natural Medicines. 55 (2) : 49 54.