PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

32
PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS DESA AGAMA BUDDHA Tim Penyusun: Puji Sulani Tri Amiro Waluyo Warsito Sri Kuncoko Weni KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA JAKARTA TAHUN 2019

Transcript of PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

Page 1: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

PANDUAN PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS DESA

AGAMA BUDDHA

Tim Penyusun:

Puji Sulani

Tri Amiro Waluyo

Warsito Sri Kuncoko Weni

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA JAKARTA

TAHUN 2019

Page 2: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

ii

KATA PENGANTAR

Desa menjadi fokus dan prioritas pembangunan nasional yang

diwujudkan melalui alokasi dana desa oleh pemerintah. Sejak dialokasikan pada tahun 2015 hingga saat ini, dana desa umumnya dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas desa yaitu jalan desa, jembatan,

irigasi, fasilitas kesehatan contohnya posyandu, fasilitas pendidikan contohnya untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pasar desa, sarana olahraga, pengembangan potensi ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat.

Selain pembangunan infrastruktur, pemerintah desa juga harus menjalankan fungsi membangun dan meningkatkan kualitas sumber daya

manusia melalui fasilitasi pendidikan, khususnya pendidikan agama. Pendidikan yang diselenggarakan di desa biasanya adalah pendidikan

usia dini dan pendidikan dasar yang mencakup pendidikan umum dan

pendidikan keagamaan. Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan

bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama. Terkait pendidikan agama dinyatakan pada Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama

dan Keagamaan bahwa peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan berhak mendapat pendidikan yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Oleh karena itu, secara formal

pendidikan agama diselenggarakan dari tingkat dasar bahkan usia dini hingga pendidikan tinggi, melalui sekolah atau madrasah dan perguruan

tinggi. Secara nonformal, pendidikan agama maupun pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh masyarakat, sedangkan secara informal dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan.

Penyelenggaraan pendidikan keagamaan tidak jauh berbeda dengan pendidikan agama yang dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal, dan informal oleh satuan pendidikan yang bersifat keagamaan.

Bentuk pendidikan keagamaan contohnya adalah diniah, pesantren, Sekolah Dasar Teologi Kristen, Sekolah Menengah Agama Katolik, pasraman, Sekolah

Minggu Buddha, Sekolah Minggu Konghucu, dan bentuk lainnya yang sejenis. Salah satu kesamaan tujuan antara pendidikan agama dengan pendidikan keagamaan adalah peserta didik mengamalkan nilai-nilai agama

sebagai upaya untuk mendukung tujuan pendidikan nasional. Pada tingkat dan jenjang pendidikan yang sama, penyelenggaraan pendidikan agama dan

pendidikan keagamaan dapat saling melengkapi dan memperkaya dengan pelaksanaan secara terpadu. Misalnya, penyelenggaraan Pendidikan Agama Buddha (PAB) di SD dapat dipadukan dengan pendidikan keagamaan

Sekolah Minggu Buddha atau Dhammasekha. Keterpaduan penyelenggaraan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dapat dilakukan dalam rangka mendukung program Pemerintah melalui Penguatan Pendidikan

Karakter (PPK) yaitu untuk menumbuhkan generasi cerdas dan berkarakter. Masyarakat desa sejak usia dini hingga usia lanjut merupakan

komponen masyarakat yang berhak memperoleh pendidikan sepanjang hayat baik melalui berbagai jalur pendidikan agar menjadi manusia berkarakter. Pembentukan masyarakat desa sebagai generasi cerdas dan berkarakter

Page 3: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

iii

dengan fasilitasi pemerintah desa melalui pendidikan agama yang terintegrasi dengan pendidikan keagamaan. Hal ini juga sebagai upaya

menjembatani dan menjaga keberlangsungan pendidikan agama yang telah diselenggarakan oleh masyarakat desa secara nonformal maupun informal.

Pelaksanaan pendidikan agama di desa yang mengintegrasikan dengan pendidikan keagamaan diinisiasi dan didukung berbagai pihak. Dalam rangka memberikan dukungan pendidikan agama dan pendidikan

keagamaan di desa secara sistematis, tercetus konsep Pendidikan Agama Berbasis Desa (PABD) yang dilatarbelakangi hasil riset Balai Penelitian dan Pengembangan Agama (BLA) Jakarta pada tahun 2017. Hasil temuan riset

tersebut salah satunya adalah fasilitasi desa dalam penyelenggaraan pendidikan Diniah Takmiliyah Awaliyah (DTA) di sekolah dasar dengan

pemerintah desa juga memberikan bantuan biaya honor guru. Bentuk fasilitasi ini dapat ditingkatkan oleh pemerintah desa sesuai dengan kesepakatan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan

pembangunan desa yang kemudian dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD).

Jakarta, November 2019 Kepala BLA Jakarta

Dr. Nurudin, M.Si.

Page 4: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

iv

Page 5: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................. ii

Daftar Isi ............................................................................................ iv Bab I Pendahuluan ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Landasan ......................................................................................... 2 1. Landasan Filosofis ...................................................................... 2 2. Landasan Yuridis ......................................................................... 3

3. Landasan Empiris ........................................................................ 8 4. Landasan Sosiologis ................................................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat ....................................................................... 10 D. Sasaran Panduan ........................................................................... 10

Bab II Ruang Lingkup Pendidikan Agama Berbasis Desa .................... 12 A. Pengertian ..................................................................................... 12

B. Integrasi Pendidikan Agama dan Keagamaan ................................. 13 C. Prinsip Pendidikan Agama Berbasis Desa ...................................... 15 D. Manfaat Pendidikan Agama Berbasis Desa .................................... 15

E. Indikator Keberhasilan Pendidikan Agama Berbasis Desa ............... 16 F. Alur Berpikir Pendidikan Agama Berbasis Desa ............................. 16

Bab III Perencanaan, Komponen Penyelenggaraan, dan Uji Publik .... 17 A. Perencanaan Pendidikan Agama Berbasis Desa ............................. 17

B. Komponen Penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa ...... 18 C. Uji Publik Penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa ........ 23

Bab IV Pelaksanaan ........................................................................... 24 Bab V Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan ........................................ 25

A. Monitoring dan Evaluasi ................................................................ 25

B. Pelaporan ...................................................................................... 25 C. Upaya Peningkatan Mutu .............................................................. 25

D. Jaringan Kemitraan ....................................................................... 26

Page 6: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta pada tahun 2017

melakukan riset tentang integrasi Madrasah Diniah (Madin) ke sekolah.

Temuan riset adalah terdapat tiga model penyelenggaraan pembelajaran yaitu Madin yang diselenggarakan dalam struktur kurikulum sekolah, Madin yang terintegrasi ke sekolah karena kebijakan daerah, dan Madin yang

terintegrasi ke sekolah karena fasilitas pemerintah desa. Ketiga model penyelenggaraan Madin tersebut menjadi inspirasi bagi agama lain dalam

penyelenggaraan pendidikan agama terintegrasi dengan pendidikan keagamaan berdasarkan kebutuhan dan kondisi masyarakat desa.

Pendidikan yang diselenggarakan desa umumnya terdiri dari

pendidikan umum dan keagamaan untuk jenjang pendidikan usia dini dan pendidikan dasar. Bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang dapat

diselenggarakan di desa di antaranya adalah Taman Kanak-Kanak (TK) Raudatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau Satuan PAUD Sejenis (SPS) seperti Pos PAUD,

Taman Posyandu (TP), Taman Asuhan Anak Muslim (TAAM), PAUD Taman Pendidikan Alquran (PAUD TPQ), PAUD Bina Iman Anak (PAUD BIA), PAUD Pembinaan Anak Kristen (PAUD PAK), dan Nava Dhammasekha. Bentuk

pendidikan dasar yang umum diselenggarakan di desa di antaranya adalah Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Pendidikan Keagamaan

Buddha yang diselenggarakan di desa untuk pendidikan usia dini dan pendidikan dasar di antaranya yaitu Nava Dhammasekha, Sekolah Minggu Buddha, kelas dhamma (dhammaclass), atau bentuk dan nama lain yang

sejenis. Struktur kurikulum yang digunakan tentu telah memuat program pengembangan nilai agama dan moral bagi pendidikan usia dini serta

pendidikan agama bagi pendidikan dasar. Pada bentuk pendidikan keagamaan pun tentu memuat pendidikan agama dan keagamaan. Pendidikan Keagamaan Buddha memiliki peranan strategis untuk ikut serta

dalam membangun masyarakat desa melalui pengembangan nilai agama, moral, dan karakter dengan menyelenggarakan sistem pendidikan agama berbasis desa.

Penyelenggaraan pendidikan usia dini dan pendidikan dasar di desa sebagai bentuk pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumber daya

manusia serta mencapai tujuan pendidikan nasional ditunjang dengan penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan agama dan keagamaan. Dalam bidang pendidikan, pemerintah desa memiliki fungsi dan tanggung

jawab untuk menyediakan fasilitas fisik maupun dukungan pelaksanaan kegiatan. Namun, umumnya pemerintah desa sekadar memfasilitasi

penyediaan fasilitas fisik untuk pendidikan usia dini maupun pendidikan dasar tetapi belum pada penyelenggaraan pendidikan. Program Penguatan Karakter (PPK) yang diselenggarakan pemerintah dalam hal ini adalah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu didukung oleh sekolah, keluarga, dan masyarakat salah satunya melalui integrasi pendidikan agama dan keagamaan. Aspek afektif sebagai hasil belajar pendidikan agama dan

Page 7: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

2

pendidikan keagamaan sejalan dengan maksud PPK. Hal ini sejalan dengan maksud diselenggarakannya PPK yang dinyatakan pada Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 Pasal 3 bahwa PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter

terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,

peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, antara pemerintah desa, sekolah, keluarga, dan masyarakat harus saling berkoordinasi untuk menguatkan karakter melalui integrasi pendidikan

agama dan keagamaan sehingga generasi penerus tidak hanya cerdas dan berprestasi tetapi juga berakhlak mulia.

Belum maksimalnya koordinasi antara pemerintah desa, sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam penguatan pendidikan karakter melalui integrasi pendidikan agama dan keagamaan perlu difasilitasi. Pendidikan

Agama Berbasis Desa (PABD) berupaya memfasilitasi dalam menyatukan visi dan koordinasi semua komponen masyarakat desa untuk menguatkan

karakter anak usia dini dan usia pendidikan dasar melalui integrasi pendidikan agama dan pendidikan keagamaan yang terkoordinasi dengan pemerintah desa. Melalui fasilitasi ini diharapkan masyarakat desa usia dini

dan pendidikan dasar dan dimungkinkan juga untuk pendidikan menengah, dapat menjadi masyarakat yang berakhlak mulia dan berprestasi atas peran pemerintah desa, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dalam rangka fasilitasi

PABD tersebut diperlukan panduan PABD yang dapat dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan.

B. Landasan

Landasan penyusunan Panduan Pendidikan Agama Berbasis Desa

terdiri dari landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis. 1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis Pendidikan Agama Buddha Berbasis Desa untuk

agama Buddha didasari oleh ajaran Empat Kebenaran Mulia (Cattari Arya Saccani). Empat kebenaran tersebut adalah kebenaran tentang penderitaan

atau ketidakpuasan, kebenaran tentang sebab penderitaan atau ketidakpuasan, kebenaran tentang lenyapnya penderitaan atau

ketidakpuasan, dan kebenaran tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan atau ketidakpuasan. Kebenaran mulia pertama menjadi dasar Pendidikan Agama Berbasis Desa bahwa masyarakat Buddhis di desa mengalami

penderitaan dan ketidakpuasan terhadap fenomena kehidupan yang disebabkan oleh nafsu keinginan sebagai kebenaran mulia kedua.

Penderitaan atau ketidakpuasan masyarakat desa terhadap fenomena kehidupan perlu difasilitasi melalui pendidikan sehingga masyarakat dapat memperkuat karakter dan melenyapkan dan/atau mengikis penderitaan

atau kepuasan sebagaimana kebenaran mulia ketiga. Lenyapnya penderitaan atau ketidakpuasan dan penguatan karakter masyarakat desa dapat terjadi jika melaksanakan Jalan Tengah atau jalan kebajikan sebagaimana

kebenaran keempat. Jalan Tengah tersebut terdiri dari delapan unsur yaitu pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata

pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.

Page 8: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

3

Jalan Tengah dapat dilakukan masyarakat desa terutama masyarakat usia pendidikan atas fasilitasi penguatan karakter melalui PABD. Atas dasar

filosofis Empat Kebenaran Mulia tersebut diharapkan masyarakat desa memperoleh pendidikan berdasarkan pandangan dan pikiran benar,

memiliki kebijaksanaan, serta moral yang terwujud melalui keseimbangan antara pikiran, ucapan, dan perilaku yang benar. Empat Kebenaran Mulia dijadikan dasar filosofis dalam penyelenggaraan PABD dalam rangka

menghasilkan masyarakat desa yang tercerahkan dengan mengetahui posisinya sebagai manusia yang harus terus meningkatkan diri dalam pengetahuan, moral, dan karakter; yang diimbangi dengan penyadaran diri

atas keberadaannya.

2. Landasan Yuridis a) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional

Pendidikan berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada Pasal 3 dijelaskan tentang tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan,

dan keterampilan dicapai salah satunya melalui pendidikan agama dan

keagamaan. Pendidikan dimaksud diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat bagi segenap warga masyarakat. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan pada Pasal 12 ayat (1) bahwa setiap peserta didik berhak

mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan oleh pendidik yang seagama, Oleh karena itu, masyarakat desa perlu

difasilitasi oleh pemerintah desa salah satunya untuk mendapatkan penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan agama dan keagamaan. PABD menjadi relevan dalam penyelenggaraan pendidikan agama yang

melibatkan peran masyarakat dalam mencapai cita-cita luhur bangsa Indonesia.

b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Masyarakat pedesaan harus diberdayakan oleh Pemerintah Pusat

hingga Pemerintah Desa agar makmur dan sejahtera. Desa berdasarkan Pasal 1 ayat (1) adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa berdasarkan ayat (2) adalah penyelenggaraan

Page 9: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

4

urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan desa

sendiri berdasarkan ayat (8) adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Kewenangan desa pada Pasal 19 yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan berskala lokal, kewenangan yang ditugaskan pemerintah pusat hingga daerah, dan kewenangan lain sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan. Penugasan dari pemerintah dimaksud berdasarkan Pasal 22 ayat (2) meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan

pemberdayaan masyarakat desa. Kebutuhan pembangunan desa berdasarkan Pasal 74 ayat (2) tidak terbatas pada kebutuhan primer,

pelayanan dasar, lingkungan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Pelayanan dasar adalah kebutuhan terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Pembangunan desa disusun melalui perencanaan yang

menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa yang dalam Pasal 80 ayat (4)

meliputi peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia, pengembangan

ekonomi pertanian berskala produktif, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi, dan peningkatan ketenteraman masyarakat desa berdasarkan kebutuhan masyarakat desa.

Pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan Pasal 1 ayat (12) adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan

meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya manusia melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi

masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Pendampingan dimaksud dilakukan oleh pemerintah dari pusat hingga daerah. Dalam hal ini pihak yang mengurusi bidang agama dan keagamaan dapat turut andil

memberikan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pembangunan desa terutama pada pelayanan dasar yaitu

kebutuhan terhadap pendidikan. Dengan kata lain, PABD dipandang sebagai usaha pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan sikap, perilaku, kemampuan, dan kesadaran agar masyarakat desa berdaya, mandiri, dan

kuat.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Pendidikan agama wajib diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada

semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan amanat Pasal 3 ayat (1). Pada Pasal 4 ayat (4) dijelaskan bahwa satuan pendidikan yang tidak dapat menyediakan tempat menyelenggarakan pendidikan agama dapat

bekerja sama dengan satuan pendidikan yang setingkat atau penyelenggara pendidikan agama di masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan

agama bagi peserta didik. Pada Pasal 5 ayat (8) dijelaskan bahwa satuan pendidikan dapat menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan. Bunyi Pasal 4 ayat (4) dapat dilaksanakan pemerintah desa dalam

Page 10: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

5

memberdayakan masyarakat dengan memfasilitasi peserta didik terutama yang tidak mendapatkan layanan pendidikan agama pada sekolah formal

baik terintegrasi atau tidak terintegrasi dengan pendidikan keagamaan sesuai dengan bunyi Pasal 5 ayat (8).

Pada Pasal 13 ayat (1) dinyatakan bahwa pendidikan keagamaan dapat berbentuk satuan atau program pendidikan. Pendidikan keagamaan disebutkan pada Pasal 9 ayat (1) meliputi pendidikan keagamaan Islam,

Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Penyelenggaraan pendidikan keagamaan dilakukan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, maupun informal. Penyelenggaraan pendidikan keagamaan

berdasarkan Pasal 13 ayat (2) dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Dengan demikian masyarakat

desa dan pemerintah desa dapat berkolaborasi untuk menyelenggarakan pendidikan agama berbasis desa yang terintegrasi dengan pendidikan keagamaan.

Pendidikan keagamaan Buddha pada Pasal 42 diselenggarakan oleh masyarakat pada jalur pendidikan nonformal dalam bentuk program Sekolah

Minggu Buddha, Pabbajja Samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Pada Pasal 43 Pabbajja Samanera merupakan pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh Sangha atau Majelis Keagamaan Buddha bertempat di

vihara/cetiya yang diperuntukkan khusus bagi samanera, samaneri, silacarini, buddhasiswa, dalam rangka peningkatan kualitas keimanan dan

ketakwaan. Pada Pasal 44 ayat (1) dinyatakan bahwa Sekolah Minggu Buddha merupakan kegiatan belajar mengajar nonformal yang dilaksanakan di vihara atau cetiya setiap hari Minggu secara rutin.

Pada ayat (4), Sekolah Minggu Buddha merupakan pelengkap atau bagian dari pendidikan agama pada satuan pendidikan formal. Mengacu

pada ayat ini, pendidikan agama yang diselenggarakan pada sekolah formal dan pendidikan keagamaan dapat dilakukan secara terpadu baik sebagai pelengkap ataupun sebagai bagian pendidikan agama dalam rangka

meningkatkan keyakinan, membentuk masyarakat yang berakhlak mulia sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, dan dalam rangka penguatan

pendidikan karakter masyarakat desa. Keberadaan PABD merupakan bukti tanggung jawab masyarakat

dalam memberikan layanan pendidikan agama kepada peserta didik yang

tidak mendapatkannya pada sekolah formal. Di sisi lain, PABD dimanfaatkan oleh peserta didik yang mendapatkan layanan pendidikan agama pada

sekolah formal dari sisi penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan informal. PABD diselenggarakan oleh masyarakat desa dengan mengintegrasikannya ke dalam pendidikan keagamaan. PABD agama

Buddha dapat mengintensifkan kegiatan pabbajja samanera dan Sekolah Minggu Buddha dengan cara mengintegrasikannya ke dalam pendidikan

keagamaan dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan PABD.

d) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah diubah terakhir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor

Page 11: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

6

43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Kewenangan lokal berskala desa dinyatakan pada Pasal 34 ayat (2), paling sedikit terdiri dari kewenangan:

(1) pengelolaan tambatan perahu; (2) pengelolaan pasar desa; (3) pengelolaan tempat pemandian umum;

(4) pengelolaan jaringan irigasi; (5) pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat desa; (6) pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan

terpadu; (7) pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;

(8) pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan; (9) pengelolaan embung desa; (10) pengelolaan air minum berskala desa; dan

(11) pembuatan jalan desa antarpermukiman ke wilayah pertanian. Pada bagian (g), desa memiliki kewenangan lokal berskala desa yaitu

melakukan pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar. Dengan demikian fasilitasi pendidikan agama yang terintegrasi dengan pendidikan keagamaan dapat dilakukan oleh pemerintah desa sesuai dengan

kewenangan desa. Fasilitasi pendidikan agama yang terintegrasi dengan pendidikan

keagamaan dapat dilakukan pemerintah desa dengan menyusun

perencanaan program dan kegiatan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa sebagaimana

dinyatakan pada Pasal 118 ayat (2) bahwa RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa. Dengan demikian

pemerintah desa dapat menyusun program pendidikan agama yang terintegrasi dengan pendidikan keagamaan di desa pada RPJM atau RKP. Pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa dapat dilakukan

dengan melibatkan pemangku kepentingan di antaranya adalah lembaga kemasyarakatan desa yang berdasarkan Pasal 150 ayat (3) memiliki fungsi

dua di antaranya pada bagian (f) yaitu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan bagian (g) meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kesejahteraan keluarga dijelaskan dapat dilakukan melalui peningkatan

kesehatan, pendidikan, usaha keluarga, dan ketenagakerjaan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan melalui peningkatan

kualitas anak usia dini dan anak usia sekolah dasar, kualitas kepemudaan, serta kualitas perempuan.

Pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan Pasal 128 ayat (1) dapat

diselenggarakan dengan pendampingan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan. Secara teknis dijelaskan pada ayat (2) bahwa pendampingan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dapat dibantu oleh tenaga

pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau pihak ketiga. Pendampingan dapat diberlakukan untuk penyelenggaraan

pendidikan agama yang diintegrasikan dengan pendidikan keagamaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat bidang pendidikan untuk memperkuat karakter masyarakat desa usia dini, usia pendidikan dasar, dan usia

Page 12: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

7

pendidikan menengah. Posisi PABD menjadi penting dalam memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan yang memperkuat karakter masyarakat desa,

khususnya peserta didik dalam kategori tersebut.

e) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016

tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara

Pada Pasal 19 ayat (1) dijelaskan bahwa dana desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan

masyarakat, dan kemasyarakatan. Pada ayat (2) ditekankan bahwa dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa dana desa tidak hanya

digunakan untuk pembangunan insfrastruktur saja, tetapi dapat dimanfaatkan untuk pembangunan masyarakat bidang nonfisik sebagai

upaya pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan PABD dapat dilaksanakan menggunakan dana desa sebagai upaya dan peranan pemerintah dalam memfasilitasi pembangunan bidang pendidikan agama

bagi masyarakat.

f) Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

Pendidikan Agama di Sekolah Pada Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap sekolah wajib

menyelenggarakan pendidikan agama. Pada Pasal 4 ayat (4) disebutkan bahwa dalam hal jumlah peserta didik yang seagama pada satu sekolah kurang dari 15 (lima belas) orang, maka pendidikan agama dilaksanakan

bekerja sama dengan sekolah lain, atau lembaga keagamaan yang ada di wilayahnya. Ayat (4) ini memberikan peluang bagi lembaga keagamaan pada wilayah terutama desa untuk mengambil peran dalam memberikan

pendidikan agama atau pendidikan agama yang terintegrasi dengan pendidikan keagamaan atas fasilitasi desa. PABD bekerja sama dengan

sekolah dapat berperan sebagai pemberi layanan pendidikan agama bagi peserta didik sesuai dengan agama yang dianutnya.

g) Peraturan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Buddha Formal

Pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa Pendidikan Keagamaan Buddha formal disebut Pendidikan Dhammasekha. Dhammasekha, berdasarkan ayat (2) menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang

bersumber dari ajaran Buddha pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Jenjang Dhammasekha dijelaskan dalam pasal 5 terdiri dari Nava Dhammasekha setara Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD), Mula Dhammasekha setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Uttama Dhammasekha setara dengan Sekolah

Menengah Atas (SMA), dan Uttama Dhammasekha Kejuruan setara dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pendidikan Keagamaan Buddha Formal dapat menjadi salah satu wadah yang menjembatani penyelenggaraan

Page 13: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

8

integrasi pendidikan agama dan keagamaan Buddha berbasis desa. PABD dapat bekerja sama dengan Pendidikan Keagamaan Buddha Formal dengan

mengintegrasikan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dalam memberikan layanan pendidikan agama bagi masyarakat desa, khususnya

peserta didik yang tidak mendapatkan layanan pendidikan agama di sekolah formal.

h) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019

Prioritas dana desa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) adalah untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa

dan pemberdayaan masyarakat desa. Prioritas penggunaan dijelaskan pada ayat (2) untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan prioritas yang bersifat lintas bidang. Harapan prioritas penggunaan desa sebagaimana

bunyi ayat (3) adalah bermanfaat bagi masyarakat desa berupa peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan

serta peningkatan pelayanan publik di tingkat desa. Prioritas penggunaan dana desa bidang pembangunan desa pada Pasal 5 ayat (2) tentang kegiatan pelayanan sosial dasar pada bagian b adalah pengadaan, pembangunan,

pengembangan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat serta pendidikan dan kebudayaan. Pada aspek pendidikan dan kebudayaan sarana dan

prasarana yang difasilitasi dapat mencakup sarana prasarana PAUD, taman belajar keagamaan, balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat dan sarana

lain sesuai kewenangan desa. Pada bidang pemberdayaan masyarakat, prioritas dana desa

berdasarkan Pasal 10 ayat (2) bagian f adalah dukungan pengelolaan

kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan warga miskin, pemberdayaan perempuan dan anak, serta pemberdayaan masyarakat marginal dan anggota masyarakat desa

penyandang disabilitas. Pengelolaan kegiatan pelayanan dan kebudayaan ini antara lain dapat berupa bantuan insentif guru PAUD, bantuan insentif guru

teman belajar keagamaan, penyelenggaraan kursus seni budaya, serta kegiatan pengelolaan pendidikan dan kebudayaan lainnya yang sesuai dengan kewenangan desa.

i) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang

Penguatan Pendidikan Karakter Pasal 3 bahwa Penguatan Pendidikan Karakter dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama

meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,

peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.

3. Landasan Empiris a. Sugianto (2015: 63) melakukan penelitian dengan judul “Pengelolaan

Pendidikan Keagamaan Buddha dengan Model Intensive Class (Studi di

Page 14: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

9

Sekolah Minggu Buddha Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya)”. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa pembelajaran model Intensive Class

dilakukan dengan berpedoman pada kalender akademik dan materi mengadopsi materi Pendidikan Agama Buddha yang ada pada Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan. Guru yang diberdayakan adalah sarjana Pendidikan Agama Buddha, dengan tempat pembelajaran dilaksanakan di gedung serba guna dan perpustakaan. Penelitian ini mengkaji pengelolaan

Pendidikan Keagamaan Buddha dengan objek sama seperti objek penelitian peneliti yaitu siswa yang tidak mendapat layanan Pendidikan

Agama Buddha pada sekolah formal, dengan hasil bahwa lembaga penyelenggara telah mengadopsi kalender dan kurikulum sekolah formal. Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta dengan pengelola telah memiliki

kesadaran dan pemahaman dalam melayani siswa Buddhis yang tidak mendapatkan layanan Pendidikan Agama Buddha di sekolah formal, berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, di mana objek

penyelenggara pendidikan berada di pinggir Kota Jakarta. b. Layanan Pendidikan Agama Buddha yang diberikan kepada peserta didik

yang tidak mendapat pelajaran agama di sekolah formal juga dilakukan oleh Cetiya Dharma Dvipa, Legok-Tangerang. Sucitta Rantia Dewi (2017: xi) berdasarkan hasil penelitiannya menjelaskan bahwa bentuk layanan

pendidikan yang diberikan disebut dengan dhammaclass, dengan proses pembelajaran dilaksanakan setiap hari Minggu pukul 10.30-11.30, dengan

kurikulum menyesuaikan standar kompetensi lulusan dan standar isi. Penelitian ini tidak sama-sama mengambil objek Kabupaten Tangerang tetapi berada di bagian timur dengan hanya satu objek lembaga

keagamaan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Buddha pada lembaga keagamaan

Cetiya Dharma Dvipa telah diselenggarakan dengan sedikit menyesuaikan standar pendidikan pada sekolah formal.

c. Peran Lembaga Keagamaan Buddha dalam Pelayanan Pendidikan Agama

Buddha di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (Puji Sulani dkk, 2017: 103) berdasarkan penelitiannya peran lembaga keagamaan Buddha di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dalam

memberikan pelayanan Pendidikan Agama Buddha dilakukan dengan: memberikan pelayanan pendidikan, menyedikan kurikulum Pendidikan

Agama Buddha Formal atau kurikulum yang dikembangkan sendiri, menyediakan sarana dan prasarana: ruang kelas, sarana mengajar, buku pelajaran, transport pengajar; menyedikan pengajar. Penelitian ini

merupakan dasar peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya yang belum mengkaji penyelenggaraan Pendidikan Agama Buddha oleh lembaga

keagamaan Buddha di Kabupaten Tangerang bagian utara. d. Penyelenggaraan Pendidikan Agama Buddha pada Lembaga Keagamaan

Buddha di Kabupatan Tangerang Bagian Utara (Puji Sulani dkk, 2018).

Hasil penelitian ini adalah terdapat upaya pemangku kepentingan dalam memfasilitasi siswa dalam mendapatkan Pendidikan Agama Buddha pada lembaga keagamaan Buddha di Kabupaten Tangerang bagian utara bagi

siswa yang tidak mendapatkan Pendidikan Agama Buddha maupun yang mendapatkan pelajaran agama lain di sekolah formal. Upaya sekolah atau

guru dengan mengarahkan orangtua atau siswa secara mandiri untuk

Page 15: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

10

meminta layanan Pendidikan Agama Buddha dalam bentuk pelajaran atau nilai ke lembaga keagamaan Buddha terdekat; berkomunikasi dengan

pengurus lembaga keagamaan Buddha ketika siswa meminta layanan Pendidikan Agama Buddha; dan membebaskan siswa untuk mengikuti

agama lain yang ada di sekolah dengan atau tanpa meminta nilai praktik dan nilai keaktifan ibadah pada lembaga keagamaan Buddha. Upaya orangtua dan/atau siswa dengan cara mengarahkan atau membawa anak

belajar dan puja bhakti ke lembaga keagamaan Buddha; meminta layanan pendidikan dan nilai praktik atau nilai tambahan keaktifan ibadah ke lembaga keagamaan Buddha; musyawarah dengan sekolah dan vihara;

serta mendampingi dan mendukung kegiatan anak di lembaga keagamaan Buddha. Upaya sebagian besar lembaga keagamaan Buddha yaitu vihara,

cetiya, dan/atau Buddhist Centre dengan memberikan layanan layanan Pendidikan Agama Buddha melalui program pendidikan Sekolah Minggu Buddha. Bentuk layanan diberikan melalui materi agama melalui program

pendidikan Sekolah Minggu Buddha dan remaja dan dengan memberikan tambahan materi agama sesuai kurikulum Pendidikan Agama Buddha

formal. Penyelenggaraan Pendidikan Agama Buddha pada lembaga keagamaan Buddha di Kabupaten Tangerang bagian utara bagi siswa yang tidak mendapat Pendidikan Agama Buddha maupun bagi siswa yang

mendapatkan pelajaran agama lain dengan meminta tambahan nilai pada lembaga keagamaan, dilakukan dengan menyelenggarakan dan mengelola

Pendidikan Agama Buddha melalui program pendidikan Sekolah Minggu Buddha mencakup penyelenggaraan ketenagaan, waktu pelaksanaan, dan pembelajaran.

4. Landasan Sosiologis

Masyarakat desa baik yang terdiri dari masyarakat yang homogen

maupun heterogen umumnya saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Dalam rangka memfasilitasi kehidupan sosial masyarakat desa yang lebih

baik yang memiliki keseimbangan antara sikap sosial dan spiritual maka perlu diselenggarakan pendidikan agama berbasis desa melalui pendidikan keagamaan yang ada di desa. Lembaga pendidikan keagamaan Buddha yang

ada di desa di antaranya adalah Sekolah Minggu Buddha yang menyelenggarakan program sekolah minggu dan dhammasekha yang

menyelenggarakan pendidikan keagamaan untuk anak usia dini maupun dewasa. Program pendidikan keagamaan Buddha lain seperti kelas dhamma (dhammaclass) juga diselenggarakan oleh masyarakat Buddhis dengan

memanfaatkan rumah ibadah seperti wihara ataupun cetiya. Satuan-satuan pendidikan tersebut memberikan layanan pendidikan untuk masyarakat dari

usia dini hingga usia dewasa. C. Tujuan dan Manfaat Panduan

Tujuan disusunnya Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa adalah sebagai:

1. Panduan rencana pengembangan Pendidikan Agama Berbasis Desa; 2. Panduan pelaksanaan penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa;

dan

Page 16: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

11

3. Panduan pelaksanaan evaluasi dan perbaikan penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa.

Panduan penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh semua pemangku kepentingan

pendidikan agama dan keagamaan di desa. Pemanfaatan tersebut untuk mengembangkan dan menguatkan pendidikan karakter melalui pendidikan agama dan keagamaan atau integrasi antara pendidikan agama dengan

pendidikan keagamaan di bawah koordinasi dan pengawasan Pemerintah Desa.

D. Sasaran Panduan Pendidikan Agama Berbasis Desa Sasaran dari panduan Penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis

Desa ini adalah: 1. Pemerintah desa; 2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD);

3. Lembaga kemasyarakatan desa; 4. Masyarakat desa;

5. Penyelenggara/pengelola satuan Pendidikan Anak Usia Dini; 6. Penyelenggara/pengelola satuan pendidikan tingkat dasar; 7. Penyelenggara/pengelola lembaga pendidikan dhammasekha; 8. Penyelenggara/pengelola satuan wihara atau cetiya; 9. Penyelenggara/pengelola satuan atau program Sekolah Minggu Buddha;

10. Penyelenggara/pengelola kegiatan kelas dhamma (dhammaclass); 11. Lembaga keagamaan Buddha; 12. Pemerintah daerah;

13. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota; 14. Dinas Pembangunan Masyarakat Desa (PPMD);

15. Kementerian Agama Kabupaten/Kota; 16. Pembimbing Masyarakat Buddha Kantor Wilayah Provinsi; 17. Penyelenggara Pembimbing Masyarakat Buddha Kabupaten; dan

18. Perguruan Tinggi Keagamaan Buddha (PTKB) baik negeri maupun swasta.

Page 17: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

12

BAB II PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS DESA

A. Pengertian Pendidikan agama dijelaskan pada Pasal 2 ayat (1) adalah pendidikan

yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan

keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Fungsi pendidikan agama

dijelaskan pada Pasal 2 ayat (1) untuk membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia

dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan intern dan antarumat beragama. Pada ayat (2) dijelaskan tujuan pendidikan agama adalah untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami,

menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pendidikan

agama menjadi dasar bagi peserta didik untuk mengamalkan agamanya pada kehidupan bermasyarakat yang beragam dalam rangka menjaga kerukunan. Sikap, kepribadian, dan keterampilan yang ditunjukkan peserta didik di

masyarakat merupakan cermin pelaksanaan pendidikan agama. Dengan kata lain, peserta didik yang telah memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama pada kehidupan bermasyarakat merupakan

indikator utama keberhasilan pendidikan agama. Pendidikan keagamaan dijelaskan pada Pasal 2 ayat (2) sebagai

pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.

Pendidikan keagamaan berdasarkan Pasal 8 ayat (1) berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu

agama. Pada ayat (2) dijelaskan tujuan pendidikan keagamaan adalah untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai

ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Pada Pasal 9 ayat (1)

pendidikan keagamaan disebutkan meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pendidikan keagamaan ini

tidak berbeda dengan pendidikan agama dengan penyelenggaraan berdasarkan ayat (2) diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berdasarkan Pasal 30 ayat

(1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendidikan keagamaan menekankan pada penguasaan peserta didik terhadap pengetahuan tentang ajaran agama dengan wawasan luas, kritis,

kreatif, inovatif, dan dinamis. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan oleh masyarakat dari pemeluk agamanya untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial.

Page 18: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

13

Definisi, fungsi, dan tujuan antara pendidikan agama dan keagamaan memiliki perbedaan kompetensi lulusan dan tujuan yang mana pendidikan

agama memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya,

sedangkan pada pendidikan keagamaan tidak sekadar pada pengamalan ajaran agama tetapi juga menuntut penguasaan peserta didik terhadap ajaran agama atau agar menjadi ahli ilmu agama. Meskipun memiliki

perbedaan, kedua jenis pendidikan tersebut memiliki satu kesamaan yaitu membentuk peserta didik yang mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya. Kedua jenis pendidikan berbasis agama ini dalam praktik di masyarakat

dapat diintegrasikan menjadi satu bentuk pendidikan berbasis masyarakat salah satunya adalah berbasis desa, dengan mempertimbangkan kekhasan

dan kebutuhan masyarakat desa. Pendidikan berbasis desa dapat dikategorikan sebagai pendidikan

berbasis masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat berdasarkan Pasal 1

ayat (16) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama,

sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat dapat diselenggarakan dengan mempertimbangkan kekhasan

dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat desa dengan kekhasan dan keberagaman yang berbeda antara satu dengan lainnya, memperoleh fasilitas pendidikan dari pemerintah atau masyarakat. Namun, pendidikan yang ada

di desa kurang mendapat pengawasan langsung dari pemerintah desa baik dari pengelolaan maupun kebutuhan jenis pendidikan yang dibutuhkan

masyarakatnya. Kurangnya perhatian desa ini terutama pada penyediaan sarana dan prasarana maupun pengelolaan kegiatan pendidikan agama dan keagamaan maupun pendidikan agama yang diintegrasikan dengan

pendidikan keagamaan. Dana desa yang ada, tampaknya belum dialokasikan untuk membantu sarana dan prasarana maupun pengelolaan pendidikan agama dan keagamaan, sementara masyarakat usia sekolah memerlukan

penguatan karakter melalui pendidikan agama. Oleh karena itu, perlu inisiasi Pendidikan Agama Berbasis Desa dengan penyelenggaraan dirancang

atas partisipasi pemangku kepentingan terkait pendidikan agama dan keagamaan yang dikoordinasi oleh pemerintah desa.

Pendidikan Agama Berbasis Desa merupakan pendidikan agama

berbasis masyarakat desa yang diselenggarakan berdasarkan kekhasan agama baik heterogen maupun homogen, kekhasan sosial, budaya, aspirasi,

dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat yang difasilitasi pemerintah desa sesuai kewenangan berskala lokal desa dalam rangka dalam bidang pembangunan desa maupun

pemberdayaan masyarakat desa. Pendidikan agama dimaksud dapat diselenggarakan dengan mengintegrasikan pendidikan keagamaan yang telah diselenggarakan masyarakat.

B. Integrasi Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan

Pada Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan dijelaskan bahwa pendidikan keagamaan Buddha diselenggarakan oleh masyarakat pada jalur pendidikan

Page 19: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

14

nonformal dalam bentuk program Sekolah Minggu Buddha, Pabbajja Samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Pengelolaan satuan pendidikan

keagamaan Buddha berdasarkan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Bentuk pendidikan keagamaan

Buddha lain yang sejenis yang diselenggarakan oleh masyarakat Buddhis saat ini adalah Nava Dhammasekha, dhammasekha, serta kelas dhamma

(dhammaclass) dan kelas intensif (intensive class) bagi peserta didik yang tidak mendapatkan layanan pendidikan agama di sekolah formal. Penyelenggaraan pendidikan agama di desa yang telah diselenggarakan pada

jalur pendidikan formal baik tingkat usia dini hingga usia pendidikan menengah dapat diintegrasikan dengan pendidikan keagamaan yang telah

diselenggarakan oleh masyarakat melalui jalur formal maupun nonformal. Pengintegrasian antara pendidikan agama dengan pendidikan

keagamaan dapat dilakukan pada satuan pendidikan formal, pada lembaga

keagamaan, dan jika memungkinkan dapat memanfaatkan fasilitas desa. Pengintegrasian dapat dilakukan pada aspek kurikulum maupun sumber

daya dan komponen pendidikan lainnya. Pengintegrasian pada satuan pendidikan formal dapat dilakukan dengan menambahkan muatan materi pendidikan agama dengan muatan materi yang bersumber dari kurikulum

pendidikan keagamaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 55 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan bahwa satuan pendidikan dapat menambah muatan pendidikan agama sesuai

kebutuhan. Integrasi juga dapat dilakukan dengan mengintegrasikan antara pembelajaran dan kurikulum pendidikan agama formal dengan pembelajaran

dan kurikulum pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh lembaga keagamaan melalui Sekolah Minggu Buddha, dhammasekha, kelas dhamma (dhammaclass) atau kelas intensif (intensive class). Integrasi tersebut dapat

menjadi alternatif bagi peserta didik untuk memperoleh nilai-nilai ajaran agama yang belum diperoleh di sekolah formal atau untuk memperkuat nilai-

nilai ajaran agama yang telah diperolehnya. Integrasi pendidikan agama dengan pendidikan keagamaan sejalan dengan fungsi program Sekolah Minggu Buddha berdasarkan Pasal 44 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor

55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yaitu sebagai pelengkap atau bagian dari pendidikan pada satuan pendidikan formal.

Pengintegrasian pendidikan agama pada satuan pendidikan formal dengan menambahkan muatan materi pendidikan keagamaan, maupun integrasi pembelajaran dan kurikulum pendidikan agama pada satuan

pendidikan formal dengan pendidikan keagamaan pada lembaga keagamaan di desa, telah berlangsung. Integrasi tersebut dalam teknis pelaksanaannya dapat difasilitasi pemerintah desa melalui Pendidikan Agama Berbasis Desa

sesuai dengan fungsi desa dan kewenangan berskala lokal desa baik dalam bidang pembangunan desa maupun pemberdayaan masyarakat desa. PABD

merupakan pengembangan dan penguatan pendidikan agama yang dirancang sebagai bentuk integrasi pendidikan agama pada satuan pendidikan dan pendidikan keagamaan yang ada di masyarakat. Oleh karena

itu, diperlukan dukungan pemerintah desa, masyarakat, orangtua, dan lembaga pendidikan agar tujuan pendidikan nasional dan penguatan pendidikan karakter melalui PABD dapat berlangsung.

Page 20: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

15

Perkembangan pendidikan di dunia tidak lepas dari adanya perkembangan dari revolusi industri yang terjadi pada dunia ini, karena

secara tidak langsung perubahan tatanan pada ekonomi turut mengubah tatanan pendidikan di suatu Negara. Pada era modern ini, informasi dan

teknologi memengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah dan aksesbilitasnya mudah bagi siapa saja yang membutuhkan. Pendidikan agama dan pendidikan

keagamaan memerlukan membutuhkan gerakan kebaruan untuk merespons Revolusi Industri 4.0. Salah satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi yang mencakup literasi baca dan tulis, digital, ,

numerasi, sains, finansial, budaya, dan literasi kewargaan. Adaptasi gerakan literasi dapat diintegrasi dengan melakukan penyesuaian kurikulum dan

sistem pembelajaran pada PABD. Pengintegrasian pendidikan agama dan pendidikan keagamaan tidak

sekadar muatan materi ataupun nilai-nilai ajarannya tetapi juga

mengintegrasikan literasi sebagaimana diuraikan di atas. Pengintegrasian nilai-nilai kerukunan, toleransi, dan keragaman juga perlu dilakukan untuk

menguatkan sikap keberagaman masyarakat desa dan dalam rangka mendukung terciptanya kerukunan melalui moderasi beragama. Pengintegrasian dalam masyarakat di tengah-tengah pluralitas untuk

menciptakan hubungan antaragama yang harmonis, karena potensi konflik sewaktu-waktu dapat muncul. Kerukunan antarumat beragama dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang aplikatif dan kontekstual di

masyarakat sehingga pendidikan agama dan pendidikan keagamaan akan terwujud secara harmonis.

C. Prinsip Pendidikan Agama Berbasis Desa

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan

Pendidikan Agama Berbasis Desa di antaranya adalah: 1. Berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan yang meliputi Sandar

Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Pendidik dan Tenaga

Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan;

2. Pengintegrasian pendidikan agama dan keagamaan yang dikembangkan harus berdasarkan kesepakatan bersama antara satuan pendidikan, orangtua, dan masyarakat;

3. Penyusunan perencanaan Pendidikan Agama Berbasis Desa harus melibatkan orangtua dan masyarakat;

4. Penyelenggaraan harus dilakukan melalui koordinasi antara penyelenggara satuan pendidikan formal, nonformal, dan informal desa;

5. Melibatkan partisipasi pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan

pendidikan formal, nonformal, dan informal; 6. Melibatkan pemerintah desa sebagai koordinator, fasilitator, dan motivator

penyelenggaraan;

7. Berorientasi pada berkembangnya potensi peserta didik secara menyeluruh dan terpadu;

8. Keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan; dan

Page 21: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

16

9. Berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.

D. Manfaat Pendidikan Agama Berbasis Desa

Manfaat penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa adalah: 1. Anak usia dini dan usia pendidikan dasar maupun usia pendidikan

menengah dapat memperoleh layanan pendidikan agama secara

berkualitas; 2. Mewujudkan tujuan pendidikan agama dan keagamaan yang terpadu; 3. Memperkuat karakter, moral, dan akhlak mulia masyarakat desa sejak

dini melalui pendidikan agama dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat; 4. Menumbuhkan sikap toleran sebagai hasil proses moderasi beragama;

5. Memberikan pengalaman keberagamaan bagi anak usia sekolah melalui pengamalan ajaran agama dalam pengawasan terpadu; dan

6. Memperkuat kerukunan umat atas dasar pemahaman agama yang baik.

E. Indikator Keberhasilan Pendidikan Agama Berbasis Desa

Indikator keberhasilan Pendidikan Agama Berbasis Desa adalah: 1. Peserta didik mendapatkan pelayanan pendidikan agama dan keagamaan

baik di sekolah maupun di masyarakat;

2. Orangtua, satuan pendidikan, dan masyarakat berpartisipasi dalam memberikan layanan pendidikan agama;

3. Pemerintah desa berpartisipasi dalam memfasilitasi penyelenggaraan

Pendidikan Agama Berbasis Desa; 4. Pembentukan sikap, karakter, dan perilaku melalui pengamalan ajaran

agama bagi anak usia sekolah terutama usia dini dan usia pendidikan dasar dapat terawasi secara terpadu antara satuan pendidikan formal dan nonformal, keluarga, dan masyarakat;

5. Peserta didik dapat melaksanakan kegiatan pendidikan agama secara nyaman dan layak.

F. Alur Berpikir Pendidikan Agama Berbasis Desa

Dhammasekha

/SMB/DC/IC

PAUD Nava

Dhammasekha

/SMB

PAB di SD

PAB di SMP

Dhammasekha

/SMB/DC/IC

PABD

Sekolah

Lembaga keagamaan

Keluarga/orangtua

Masyarakat

Pemerintah desa

Integrasi pendidikan agama Tujuan Partisipasi

Dewasa

Meng-endorse

Page 22: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

17

Keterangan:

PABD : Pendidikan Agama Berbasis Desa DC : Dhammaclass SMB : Sekolah Minggu Buddha IC : Intensive class

Dewasa : organisasi wanita atau pemuda dan kegiatan orangtua

PAB di

SMA/SMK

Dhammasekha

/SMB/DC/IC

Page 23: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

18

BAB III PERENCANAAN, KOMPONEN PENYELENGGARAAN, DAN UJI PUBLIK

A. Perencanaan Pendidikan Agama Berbasis Desa Penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa dapat berjalan

sesuai dengan harapan apabila direncanakan dengan matang. Perencanaan

dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: 1. Pemetaan Potensi Desa

Pemetaan potensi desa dilakukan untuk memetakan keadaan

penduduk berdasarkan agama dan pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan umum maupun pendidikan agama dan keagamaan,

sarana peribadatan, maupun kondisi sosial keagamaan desa. Pemetaan dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi desa dengan mengumpulkan data potensi desa menggunakan instrumen berupa formulir maupun daftar

pertanyaan. Data yang diperoleh dari identifikasi kondisi desa kemudian diolah dan dipetakan untuk menentukan potensi desa dan kemungkinan-

kemungkinan yang timbul dalam penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa. Pemetaan potensi desa memperkuat dan mengidentifikasi kemampuan yang mungkin dikembangkan sebagai kekuatan dan daya agar

penyelenggaraan PABD dapat berjalan dengan baik dan didukung oleh sumber daya yang memadai.

2. Asesmen Pendidikan Agama Berbasis Desa Pemetaan potensi desa yang telah dilakukan dijadikan sebagai bahan

dan dasar dalam menyusun strategi penyelenggaraan PABD. Pemetaan potensi desa juga dimanfaatkan untuk asesmen yaitu melihat dan menganalisis masalah-masalah pokok dan strategis yang dihadapi atau yang

akan dihadapi dalam penyelenggaraan PABD. Asesmen dilakukan untuk mengetahui apakah jika PABD diterapkan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan? Apakah PABD dapat diterapkan bagi semua agama? Ataukah

hanya pada agama tertentu dengan berbagai pertimbangan masyarakat yang homogen atau heterogen, juga karena ketersediaan sumber daya di desa yang

terbatas. Asesmen PABD dilaksanakan untuk mengumpulkan, menganalisis,

dan menginterpretasi seluruh informasi terhadap unsur-unsur dalam sistem

penyelenggaraan PABD. Gambaran umum tentang kondisi sumber daya dan lingkungan digunakan untuk memahami posisi dan permasalahan untuk

kemudian dicarikan solusi pemecahan masalah dalam rangka mengembangkan program PABD yang sesuai kebutuhan masyarakat desa.

3. Konsensus dan Aturan Bersama Konsensus penyelenggaraan PABD harus dilakukan untuk

menghasilkan kesepakatan antara komponen masyarakat yang mempunyai

concern terhadap pembentukan dan penguatan karakter masyarakat desa usia sekolah melalui pendidikan agama dan keagamaan. Komponen

masyarakat yang terlibat dapat berasal dari masyarakat desa, sekolah, dan pemerintah desa. Masyarakat desa dimaksud dapat berasal dari keluarga atau orangtua, lembaga pendidikan keagamaan, majelis dan organisasi

Page 24: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

19

keagamaan, tokoh masyarakat, lembaga kemasyarakatan desa, ataupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Konsensus dilakukan untuk

menyepakati hal-hal terkait penyelenggaraan PABD baik dari aspek kebijakan formal dari pemerintah daerah hingga desa, penanggung jawab

PABD, sumber daya pendukung, aturan, kurikulum hingga teknik pelaksaan kegiatan. Melalui konsensus dapat ditentukan wadah yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam menyukseskan Pendidikan Agama

Berbasis Desa. Konsensus dilakukan untuk memperoleh kebulatan suara untuk penyelenggaran PABD.

4. Penyamaan Visi, Misi, dan Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa dengan

mengintegrasikan pendidikan agama dengan pendidikan keagamaan di desa yang difasilitasi desa dapat sukses apabila semua komponen yang terlibat memiliki pemahaman dan arah tujuan yang sama. Namun, komponen yang

terlibat baik pemerintah, sekolah, lembaga pendidikan keagamaan, dan komponen lainnya memiliki visi, misi, dan tujuan penyelenggaraan

pendidikan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu penyamaan atau penyelarasan visi, misi, dan tujuan dari masing-masing komponen dengan tidak merugikan pihak satu dengan lainnya. Penyamaan visi, misi, dan

tujuan diperlukan dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat desa usia sekolah terhadap penguatan pendidikan karakter melalui Pendidikan Agama Berbasis Desa. Penyamaan visi, misi, dan tujuan juga diperlukan

dalam rangka mewujudkan keadilan sosial masyarakat desa dengan memberikan layanan pendidikan agama bagi peserta didik sesuai agama

yang dianutnya.

5. Penanggung Jawab

Sebagai pendidikan agama yang diselenggarakan di desa yang mengintegrasikannya dengan pendidikan keagamaan dan melibatkan banyak komponen masyarakat desa dan pemerintah, maka perlu disepakati

penanggung jawab penyelenggaraan PABD. Penanggung jawab utama PABD adalah pemerintah desa dengan membentuk tim yang memiliki kompetensi

terkait pendidikan pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan dengan melibatkan komponen masyarakat lainnya. Dengan kata lain, penyelenggaraan PABD perlu ditentukan penanggung jawabnya dengan

menunjuk personil dan organ pengelola yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan/atau pada pemerintah tingkat bawah, sesuai kebijakan masing-

masing daerah.

6. Menuangkan Perencanaan dalam Kertas Kerja

Tahapan perencanaan dari pemetaan potensi desa hingga penentuan penanggung jawab ditindaklanjuti dengan menuangkannya dalam kertas kerja yang minimal dapat memuat program pokok, penanggung jawab, jadwal

dan tempat pelaksanaan, juga kurikulum. Perencanaan dalam kertas kerja dapat juga mencakup tujuan, pendidik, sasaran, metode pembelajaran,

media pembelajaran, strategi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan, penilaian, dan pembiayaan penyelenggaraan PABD.

Page 25: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

20

B. Komponen Penyelenggaraan Komponen penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa (PABD)

terdiri dari penyelenggara, tujuan penyelenggaraan, kurikulum atau materi, pendidik, sasaran program, tempat pembelajaran, strategi pembelajaran,

serta penilaian dan pembiayaan. 1. Penyelenggara

Penyelenggaraan PABD akan terarah dan dapat mencapai tujuan

apabila ada penyelenggara yang bertanggung jawab terhadap kesuksesan PABD. Penyelenggara utama PABD sebagaimana diuraikan pada subbab sebelumnya adalah pemerintah desa yang sekaligus menjadi inisiator,

fasilitator, motivator, serta evaluator penyelenggaraan PABD. Sebagai penyelenggara dan penanggung jawab, pemerintah desa dapat membentuk

tim yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan PABD yang dapat ditetapkan melalui Surat Keputusan atau dengan penugasan melalui Surat Tugas.

2. Tujuan

Tujuan penyelenggaraan PABD adalah membina atau membangun dan menguatkan karakter masyarakat desa secara umum dan masyarakat usia sekolah yang secara khusus dilakukan melalui pendidikan agama yang

difasilitasi oleh pemerintah desa. Tujuan penyelenggaraan PABD dapat disesuaikan dengan karakteristik desa penyelenggara PABD seperti yang

dominan muslim, kristiani, buddhis, hindu, atau konfutse atau berdasarkan kemufakatan bersama sebagai desa multikultural dalam rangka pembangunan karakter masyarakat. Pada pelaksanaannya, PABD dengan

agama dan sistem kepercayaan yang beragam dapat bersinergi dalam penyelenggaraannya, bahkan dapat pula pada hari tertentu menyelenggarakan kegiatan bersama untuk memfasilitasi penguatan

karakter toleran pada konteks empiris sebagai hasil belajar memahami dan menghargai pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan pihak

lain. Program kegiatan Pendidikan Agama Berbasis Desa dirumuskan

bersama dengan mempertimbangkan bentuk integrasi pendidikan agama

baik dengan mengintegrasikan muatan materi pendidikan keagamaan pada pendidikan agama di satuan pendidikan, atau mengintegrasikan pendidikan agama dengan pendidikan keagamaan di masyarakat. Hal-hal yang harus

memperhatikan dalam menyusun program kegiatan PABD berdasarkan pertimbangan integrasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tujuan pembelajaran tidak mengurangi kompetensi yang ditentukan dalam kurikulum pada satuan pendidikan;

b. Tujuan pembelajaran sesuai dengan tahapan yang ditentukan bersama-

sama; c. Program kegiatan disusun dengan menyesuaikan antara jenjang

pendidikan dengan usia dan tahap perkembangan peserta didik. Penyesuaian program dengan jenjang pendidikan dan usia peserta didik adalah sebagai berikut:

1) Anak usia dini diselaraskan dengan pendidikan keagamaan Nava Dhammasekha atau Sekolah Minggu Buddha jenjang Adi Sekha;

Page 26: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

21

2) Anak usia SD kelas awal (kelas 1 – 3) diselaraskan dengan pendidikan keagamaan dhammasekha atau Sekolah Minggu Buddha jenjang Culla

Sekha usia SD kelas awal; 3) Anak usia SD kelas atas (kelas 4 – 6 ) diselaraskan dengan pendidikan

keagamaan dhammasekha atau Sekolah Minggu Buddha jenjang Culla Sekha usia kelas atas; dan

4) Anak usia SMP diselaraskan dengan pendidikan keagamaan

dhammasekha atau Sekolah Minggu Buddha jenjang Majjhima Sekha usia SMP.

5) Anak usia SMA/SMK diselaraskan dengan pendidikan keagamaan

dhammasekha atau Sekolah Minggu Buddha jenjang Maha Sekha usia SMA/SMK

d. Tujuan pembelajaran dikembangkan sesuai kesepakatan antara tim penyelenggara, orangtua, masyarakat, satuan pendidikan, dan pemerintah desa.

3. Kurikulum/Materi

Ketentuan terkait kurikulum atau muatan materi yang digunakan dalam program atau kegiatan PABD adalah: a. Kurikulum atau materi yang digunakan berasal kurikulum Pendidikan

Agama Buddha, kurikulum Sekolah Minggu Buddha, dan Kurikulum Nava Dhammasekha;

b. Pengembangan dan penguatan karakter melalui pendidikan agama tidak

mengubah struktur kurikulum yang telah ada; c. Pengembangan dan penguatan karakter melalui pendidikan agama dapat

dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler pendidikan agama;

d. Pengembangan dan penguatan pendidikan agama atas usulan dan

dilakukan bersama antara sekolah, orangtua, masyarakat, dan pemerintah desa. Misalnya untuk pembelajaran pendidikan nilai agama dan moral pada anak usia dini di PAUD dapat memanfaatkan sumber

bacaan dan kitab yang digunakan pada Nava Dhammasekha; e. Penanaman sikap dan perilaku baik dilakukan melalui internalisasi nilai;

pembiasaan dalam berbagai aktivitas di sekolah, rumah, dan masyarakat; serta melalui keteladanan pendidik, orangtua, dan masyarakat; dan

f. Pengamalan peribadatan dilakukan di sekolah, keluarga, dan masyarakat

di bawah kontrol atau pengawasan bersama.

4. Pendidik Pendidik yang dilibatkan dalam Pendidikan Agama Berbasis Desa

dapat memanfaatkan pendidik pada sekolah formal maupun nonformal yang

memenuhi kompetensi dan kualifikasi. Pendidik yang dilibatkan dapat berasal dari: a. Guru Pendidikan Agama Buddha pada sekolah formal;

b. Guru Nava Dhammasekha/Dhammasekha c. Guru Sekolah Minggu Buddha

d. Guru pendidikan agama yang diangkat sebagai guru PABD; e. Tokoh agama dan rohaniawan agama Buddha; f. Orangtua; dan

Page 27: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

22

g. Masyarakat atau relawan.

5. Sasaran Program Sasaran program Pendidikan Agama Berbasis Desa adalah anak usia

dini dan sekolah dasar hingga menengah yang wajib belajar agama secara terintegrasi. Sasaran tersebut yaitu: a. Anak usia dini harus mengikuti Sekolah Minggu Buddha tingkat usia dini

(Adi Sekha) sehingga mampu mengenal diri sendiri, lingkungan terdekat, dan agamanya secara sederhana dalam kaitan penerapan ajaran dasar tentang kemoralan;

b. Anak usia SD atas harus mengikuti Sekolah Minggu Buddha tingkat SD (Culla Sekha) sehingga mampu berinteraksi dengan lingkungan keluarga,

sekolah, rumah ibadah, dan masyarakat sesuai ajaran agama dan perkembangannya;

c. Anak usia SMP harus mengikuti Sekolah Minggu Buddha tingkat SMP

(Majjhima Sekha) sehingga mampu berinteraksi dengan lingkungan keluarga, sekolah, rumah ibadah, dan masyarakat dengan berperilaku,

berucap dan berpikir benar sesuai ajaran agama; dan d. Anak usia SMA/SMK harus mengikuti Sekolah Minggu Buddha tingkat

Maha Sekha sehingga mampu berinteraksi dengan lingkungan keluarga,

sekolah, rumah ibadah, dan masyarakat dengan berperilaku, berucap dan berpikir benar, jujur, disiplin, peduli, menghargai, toleran, dan tanggung jawab sesuai ajaran agama.

6. Tempat Pembelajaran

Pembelajaran Pendidikan Agama Berbasis Desa dapat diselenggarakan di beberapa tempat sebagai alternatif sesuai kesepakatan dan bentuk integrasi pendidikan agamanya, yaitu:

a. Pada satuan pendidikan masing-masing melalui pengayaan materi atau kegiatan;

b. Di lingkungan pendidikan keagamaan atau lembaga keagamaan;

c. Di lingkungan masyarakat; d. Balai keagamaan; atau

e. Memanfaatkan fasilitas umum yang dimiliki desa. 7. Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran dapat ditentukan oleh pendidik dan/atau berdasarkan kesepakatan dengan memperhatikan karakteristik desa dan

peserta didik; di samping pertimbangan sumber daya yang dimiliki desa. Pelaksanaan pembelajaran PABD dapat dilakukan dengan berpedoman pada beberapa prinsip pembelajaran yaitu menumbuhkan dan mengembangkan

kesadaran nilai, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik, memberikan ruang yang cukup untuk penumbuhan dan pengembangan kreativitas, kemandirian, perkembangan

fisik serta psikologis peserta didik. Pembelajaran PABD dapat dilaksanakan melalui belajar sambil bermain; berorientasi pada perkembangan peserta

didik; berorientasi pada kebutuhan peserta didik; berpusat pada peserta didik; pembelajaran aktif; berorientasi pada pengembangan nilai-nilai karakter terutama yang bersumber pada ajaran agama; serta berorientasi

Page 28: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

23

pada pengembangan kecakapan hidup. Materi pembelajaran Pendidikan Agama Buddha memiliki posisi strategis dalam penguatan karakter

masyarakat desa. Strategi pembelajaran PABD dapat menyesuaikan dengan karakteristik materi Pendidikan Agama Buddha secara cermat sesuai

tahapan pembelajaran untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. Strategi pembelajaran PABD dapat dilakukan dengan memadukan

pembelajaran pengetahuan dengan pembelajaran nilai atau afektif dengan

menerapkan berbagai metode, media, dan sumber belajar sesuai karakteristik lingkungan dan peserta didik. Perpaduan antara pembelajaran pengetahuan dengan pembelajaran nilai atau afektif yang memanfaatkan

berbagai metode, media, dan sumber belajar tersebut dapat diintegrasikan dalam komponen strategi pembelajaran yaitu dalam kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan dan kegiatan penutup dapat diawali dengan pembacaan syair atau petikan kitab suci atau doa dengan menyesuaikan kondisi lingkungan, sarana, prasarana

dan peserta didik di desa. Pembelajaran dapat dilakukan tidak hanya di dalam kelas tetapi juga

dengan memanfaatkan lingkungan untuk melakukan eksplorasi terhadap keragaman agama secara intern maupun ekstern. Pemahaman keragaman secara intern dapat dilakukan dengan melakukan kunjungan atau wisata

religi terhadap rumah ibadah agama Buddha dari berbagai sekte. Wisata religi juga dapat dilakukan dengan mengunjungi rumah ibadah agama lain seperti masjid, gereja, pura, atau litang dalam rangka menumbuhkan

pemahaman keberagaman dan memperkenalkan kerukunan umat beragama sejak dini.

Agar pemahaman kerukunan dan keberagaman tumbuh, pembelajaran dapat juga diatur untuk mempertemukan peserta didik dari berbagai agama sekte dalam satu agama atau lintas agama melalui kegiatan kebersamaan

tanpa membahas ajaran agama. Melalui strategi ini diharapkan akan tercipta kebersamaan dan kerukunan tanpa sekat perbedaan sekte atau aliran agama dan perbedaan agama.

8. Penilaian

Penilaian dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan menyesuaikan tujuan pembelajaran PABD dan berpedoman pada prinsip-prinsip penilaian.

Penilaian untuk mengukur pencapaian kompetensi sikap dapat dilakukan menggunakan teknik nontes melalui observasi atau pengamatan, penilaian

diri, maupun penilaian teman sejawat, atau sosiometri. Penilaian pengetahuan dilakukan melalui teknik tes baik tertulis, lisan, maupun penugasan dengan menggunakan instrumen penilaian yang relevan.

Penilaian keterampilan dilakukan melalui teknik nontes berupa praktik, penilaian produk, penilaian proyek, dan penilaian portofolio dengan menggunakan instrumen dan rubrik penilaian.

Penilaian pembelajaran PABD harus bersifat fleksibel menyesuaikan tujuan penyelenggaraan PABD dan kebutuhan peserta didik serta

berdasarkan kesepakatan pemangku kepentingan. Oleh karena itu beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penilaian PABD adalah:

Page 29: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

24

a. Penilaian diberikan berdasarkan penggabungan penilaian pendidikan agama pada sekolah formal dengan pendidikan keagamaan;

b. Penilaian pendidikan agama diberikan dengan dua komponen yaitu penilaian pendidikan agama pada sekolah formal dan pendidikan

keagamaan; c. Penilaian pembelajaran pada aspek sikap dapat mempertimbangkan buku

penghubung antara orangtua dengan sekolah; dan

d. Hasil pengamatan sikap peserta didik oleh masyarakat yang tertuang dalam jurnal menjadi pertimbangan penilaian pendidikan agama terutama aspek sikap.

9. Pembiayaan

Penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa membutuhkan

biaya operasional untuk mendukung sumber daya baik pendidik, tenaga kependidikan, maupun sarana dan prasarana. Kebutuhan pembiayaan

PABD tersebut dapat dipenuhi dengan memanfaatkan berbagai sumber dana di antaranya dari biaya operasional sekolah, donatur, iuran kolektif masyarakat desa, hasil pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, atau

memanfaatkan dana desa.

C. Uji Publik

Perencanaan penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa yang telah disusun berdasarkan kajian dan analisis mendalam, kemudian

didokumentasikan secara baik dalam bentuk rencana kerja atau program. Tindak lanjut dari dokumen perencanaan PABD kemudian diujikan kepada publik melalui uji petik atau uji publik dengan mengundang atau

mengirimkan kepada pemangku kepentingan pendidikan dan desa untuk mendapatkan masukan. Pihak-pihak atau pemangku kepentingan yang menjadi responden dalam uji publik adalah Dinas Pendidikan, Kecamatan,

Kepala Kantor Kementerian Agama, desa tetangga, kepala sekolah, praktisi pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, serta guru pendidikan agama

maupun guru pendidikan keagamaan. Uji publik dilakukan dengan meminta pemangku kepentingan yang terlibat memvalidasi rencana penyelenggaraan PABD menggunakan lembar validasi disertai kolom saran dan komentar.

Hasil validasi pemangku kepentingan dalam uji publik dijadikan dasar untuk merevisi dan menyempurnakan perencanaan program PABD dengan

penguatan pendidikan karakter melalui pendidikan agama.

Page 30: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

25

BAB IV PELAKSANAAN

Perencanaan penyelenggaraan Pendidikan Agama Berbasis Desa yang telah divalidasi dan direvisi, menjadi acuan bagi penanggung jawab program untuk pelaksanaan PABD. Pelaksanaan program dapat dilakukan dengan

penanggung jawab program melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan baik dari unsur pengelola program, pemerintah, satuan pendidikan, masyarakat, maupun pendidik, dan peserta didik.

Pelaksanaan PABD dapat diawali dengan mempersiapkan sumber daya baik sumber daya manusia, sarana dan prasarana, maupun pembiayaan,

kemudian melakukan sosialisasi terkait jadwal program, materi, tempat, dan pengajar.

Secara teknis pelaksanaan PABD dapat diselenggarakan dengan:

1. Menyelenggarakan pendidikan agama di satuan pendidikan atau sekolah dengan mengintegrasikan pendidikan keagamaan yaitu Sekolah Minggu

Buddha atau dhammasekha secara relevan baik melalui pembelajaran maupun kegiatan;

2. Mengintegrasikan pendidikan agama dengan pendidikan keagamaan pada

satuan Sekolah Minggu Buddha atau dhammasekha melalui program tersendiri atau terintegrasi dengan Sekolah Minggu Buddha atau dhammasekha;

3. Penyelenggaraan pendidikan agama yang terintegrasi dengan pendidikan keagamaan dengan memanfaatkan fasilitas umum desa berdasarkan

kesepakatan bersama; 4. Internalisasi nilai-nilai ajaran agama untuk membentuk sikap dan

karakter peserta didik yang diperkuat dengan pembiasaan dan

keteladanan orang dewasa di rumah, sekolah, dan masyarakat; 5. Melibatkan orangtua dalam memantau perkembangan sikap anak dan

melaporkan kepada penyelenggara PABD melalui buku penghubung;

6. Pemantauan perkembangan sikap dan perilaku peserta didik oleh masyarakat;

7. Pemanfaatan rumah ibadah yaitu wihara dan cetiya sebagai media untuk memperoleh atau memperkuat pendidikan agama baik pada aspek pengetahuan maupun melalui praktik-praktik peribadatan sebagai bentuk

perwujudan keimanan; dan 8. Penguatan praktik-praktik keagamaan pada hari-hari besar melalui

kegiatan mindfulness atau latihan pengendalian diri dengan menjalankan delapan latihan moral (atthasila).

9. Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama lintas sekte atau aliran dan lintas agama dengan tema kegiatan kerukunan secara menyenangkan seperti kemah bersama, wisata religi, atau bentuk

lain untuk mengenalkan dan memperkuat kerukunan antaragama.

Page 31: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

26

BAB V MONITORING DAN EVALUASI

A. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara

berkesinambungan terhadap pelaksanaan PABD melalui observasi langsung

atau pengamatan atau menggunakan instrumen. Teknis pelaksanaan monitoring dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan di antaranya:

1. Kepala satuan pendidikan formal atau pada lembaga pendidikan keagamaan dengan melakukan monitoring pembelajaran;

2. Penanggung jawab program melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program;

3. Kepala desa melakukan monitoring program terhadap penanggung jawab

program, kepala sekolah, atau kepala lembaga dan kepala satuan pendidikan;

4. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Kepala Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang melakukan monitoring pelaksanaan program PABD atas dasar sinergi antara Pemerintah dan masyarakat desa

dalam penyelenggaraan program. Evaluasi dilakukan baik secara langsung dalam kegiatan monitoring

rutin ataupun pada pertengahan dan akhir program. Evaluasi dilakukan

pada tingkat satuan pendidikan, antarsatuan pendidikan, dan tingkat desa. Secara teknis evaluasi pada masing-masing tingkat adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi pada tingkat satuan pendidikan dilakukan setiap bulan sekali; 2. Evaluasi antarsatuan pendidikan dilakukan setiap akhir semester atau

enam bulan sekali atau karena sesuatu yang bersifat penting dan

mendesak; 3. Evaluasi pada tingkat desa dilakukan setiap akhir semester atau enam

bulan sekali melalui rapat koordinasi antara sekolah, pemerintah desa,

dan masyarakat yang dipimpin oleh penanggung jawab program; Hasil monitoring dan evaluasi ditindaklanjuti melalui rapat

berdasarkan tingkatan yaitu dari tingkat satuan pendidikan, antarsatuan pendidikan, dan tingkat desa. Tindak lanjut monitoring dan evaluasi dapat berupa tindakan koreksi dan perbaikan langsung, penyusunan strategi dan

penyelesaian masalah yang muncul, dan penyusunan langkah-langkah peningkatan program.

B. Pelaporan

Pelaporan pelaksanaan program Pendidikan Agama Berbasis Desa

terdiri dari pelaporan hasil studi peserta didik dan pelaporan program yang disusun oleh penanggung jawab program atau tim. Pelaporan disusun dalam rangka memberikan pertanggungjawaban pelaksanaan program kepada

pemerintah desa, orangtua, masyarakat, dan satuan pendidikan atau lembaga pendidikan keagamaan dan lembaga keagamaan.

C. Upaya Peningkatan Mutu

Page 32: PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA BERBASIS …

27

Kualitas layanan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan secara terintegrasi untuk penguatan pendidikan karakter bagi masyarakat desa usia

pendidikan melalui PABD perlu terus ditingkatkan dengan memperhatikan proses pelaksanaan maupun hasil monitoring dan evaluasi. Upaya

peningkatan program dilakukan pada aspek pendidik, sarana dan prasarana, pelaksanaan program, hingga pengawasan program.

D. Jaringan dan Kemitraan Pendidikan Agama Berbasis Desa merupakan program yang

direncanakan sebagai upaya membentuk karakter anak usia sekolah pada

masyarakat desa melalui pendidikan agama yang terintegrasi dengan pendidikan keagamaan. Pelaksanaan PABD dilakukan dengan menjalin

kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah, lembaga keagamaan, perusahaan, donatur, dan perguruan tinggi. Kemitraan dengan pemerintah dilakukan dengan pemerintah daerah, Kementerian Agama, Dinas

Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perguruan Tinggi Keagamaan, dan lembaga keagamaan. Pada konteks agama Buddha, jaringan

dan kemitraan pada pelaksanaan PABD dapat pula dilakukan dengan Sangha, majelis, organisasi keagamaan, lembaga kajian Buddhis, organisasi nirlaba, organisasi pemberdayaan, dan komponen masyarakat terkait

lainnya.