Panduan penguatan Pembelajaran

127
PANDUAN PENGUATAN PROSES PEMBELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA i

description

Panduan penguatan Pembelajaran

Transcript of Panduan penguatan Pembelajaran

PANDUAN PENGUATAN PROSES PEMBELAJARANSEKOLAH MENENGAH PERTAMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANDIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASARDIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MEMENGAH PERTAMA2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya penyusunan Buku Penguatan Proses Pembelajaran untuk SMP. Panduan ini disusun sebagai salah satu upaya untuk membantu guru memahami metode-metode dan pendekatan pembelajaran untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 yang mencakup pendekatan saintifik, pembelajaran berbasis projek, dan pembelajaran berbasis masalah yang diperkaya dengan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran dengan pendekatan komunikatif. Pembelajaran-pembelajaran tersebut merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan belajar aktif memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.Sebagai komponen inovasi dalam kurikulum, banyak di antara guru SMP di Indonesia yang belum mengetahui dan mengimplementasikan metode-metode dan pendekatan pembelajaran tersebut dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran di kelas dengan baik. Buku panduan ini disusun dengan maksud menyajikan informasi utama mengenai metode-metode dan pendekatan tersebut agar guru memiliki pemahaman yang memadai dan selanjutnya dapat menyajikan pembelajaran aktif sesuai tuntutan implementasi Kurikulum 2013.Direktorat Pembinaan SMP menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas peran serta berbagai pihak dalam penyelesaian buku panduan ini. Semoga kontribusi tersebut merupakan ilmu yang bermanfaat yang tiada putus amalnya.Penjelasan mengenai masing-masing metode dan pendekatan dalam panduan ini masih memiliki sejumlah keterbatasan. Sehubungan dengan hal tersebut revisi akan dilakukan terus menerus. Masukan berbagai pihak, terutama guru, akan menjadikan penyempurnaan buku ini dapat diupayakan dengan baik.

Jakarta, Maret 2014

Direktur Pembinaan SMP

Didik Suhardi, Ph.D

DAFTAR ISI

Halaman

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang1B. Tujuan1C. Cakupan Isi1

BAB IIPEMBELAJARAN DI SMP UNTUK IMPLEMENTASIKURIKULUM 2013A. Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik3B. Pembelajaran Berbasis Masalah8C. Pembelajaran Berbasis Projek 11D. Pembelajaran Kooperatif 14E. Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa 22BAB IIIPENUTUPLAMPIRAN-LAMPIRANContoh Skenario Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik36Contoh Skenario Pembelajaran Berbasis Masalah58Contoh Skenario Pembelajaran Berbasis Projek66Contoh Skenario Pembelajaran Kooperatif77Contoh Skenario Pembelajaran dengan Pendekatan Komunikatif88

15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum 2013 diimplementasikan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014. Untuk tingkat SMP, pada tahun pertama Kurikulum 2013 diimplementasikan pada kelas VII di 1437 sekolah yang tersebar di 295 Kabupaten/Kota di seluruh provinsi di Indonesia.

Komponen terpenting implementasi kurikulum adalah pelaksanaan proses pembelajaran yang diselenggarakan di dalam dan/atau luar kelas untuk membantu peserta didik mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses menyatakan bahwa proses pembelajaran menggunakan pendekatan atau metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Di antara pendekatan dan metode yang dianjurkan dalam Standar Proses tersebut adalah pendekatan saintifik, inkuiri, pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran berbasis projek pada semua mata pelajaran. Pendekatan/metode lainnya yang dapat diimplementasikan antara lain pembelajaran kontekstual dan pembelajaran kooperatif.

Walaupun banyak guru SMP di Indonesia telah mengenal metode-metode tersebut, pengimplementasian metode-metode tersebut di kelas merupakan hal yang belum biasa. Untuk mengimplementasikannya, guru memerlukan panduan operasional yang memberikan gambaran utuh kegiatan-kegiatan pembelajaran operasional apa saja yang dilaksanakan pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diterbitkan panduan proses pembelajaran yang secara rinci memberikan petunjuk operasional bagaimana metode-metode tersebut diimplementasikan pada kegiatan belajar mengajar pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. B. Tujuan Panduan

Panduan ini pada dasarnya disusun untuk guru, kepala sekolah, dan pengawas dengan tujuan sebagai berikut.

1. Memberi gambaran umum mengenai tujuan pendidikan jenjang SMP berdasarkan Kurikulum 2013;2. Memberi gambaran umum mengenai cakupan isi Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP;3. Memberi gambaran umum mengenai penilaian pencapaian kompetensi sebagai hasil proses pembelajaran pada jenjang SMP berdasarkan Kurikulum 2013; dan4. Memberi deskripsi rinci mengenai proses pembelajaran pada jenjang SMP berdasarkan Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kontekstual, pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran dengan pendekatan komunikatif.

C. Cakupan Isi Panduan

Cakupan panduan ini adalah sebagai berikut.

1. uraian singkat mengenai tujuan pendidikan jenjang SMP berdasarkan Kurikulum 2013;2. uraian singkat mengenai cakupan isi Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP;3. uraian singkat mengenai penilaian pencapaian kompetensi sebagai hasil proses pembelajaran pada jenjang SMP berdasarkan Kurikulum 2013; dan4. deskripsi rinci mengenai proses pembelajaran pada jenjang SMP berdasarkan Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kontekstual, pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran dengan pendekatan komunikatif.

Deskripsi rinci proses pembelajaran tiap-tiap pendekatan/metode meliputiaspek-aspek berikut.

1. Pengertian2. Tujuan pembelajaran3. Prinsip-prinsip pembelajaran4. Langkah-langkah pembelajaran5. Contoh-contoh kegiatan pembelajaran pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup.

BAB IIPEMBELAJARAN DI SMP UNTUK IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

A. Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

1. Pengertian Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi masalah yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mengumpulkan data/informasi dengan berbagai teknik, mengolah/menganalisis data/informasi dan menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan dan mungkin juga temuan lain yang di luar rumusan masalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses itu, bantuan guru diperlukan, tetapi bantuan itu harus semakin berkurang ketika peserta didik semakin bertambah dewasa atau semakin tinggi kelasnya.

Pendekatan saintifik sangat relevan dengan teori belajar Bruner, Piaget, dan Vygotsky berikut ini. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses kognitif dalam proses penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan, retensi ingatan peserta didik akan menguat. Empat hal di atas bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

Berdasarkan teori Piaget, belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah. Skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi.

Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus, yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip, atau pengalaman baru, ke dalam skema yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri stimulus tersebut cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada. Apabila ciri-ciri stimulus tidak cocok dengan ciri-ciri skema yang telah ada, seseorang akan melakukan akomodasi.

Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi. Apabila pada seseorang akomodasi lebih dominan dibandingkan asimilasi, ia akan memiliki skemata yang banyak tetapi kualitasnya cenderung rendah. Sebaliknya, apabila asimilasi lebih dominan dibandingkan akomodasi, seseorang akan memiliki skemata yang tidak banyak, tetapi cenderung memiliki kualitas yang tinggi. Keseimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk perkembangan intelek seseorang, menuju ke tingkat yang lebih tinggi.

Piaget (Carin & Sund, 1975) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi kecuali peserta didik dapat beraksi secara mental dalam bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau stimulus yang ada di sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi, guru dan peserta didik hanya akan terlibat dalam belajar semu (pseudo-learning) dan informasi yang dipelajari cenderung mudah terlupakan.

Proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengonstruk konsep, hukum, atau prinsip dalam skema seseorang melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan yang terjadi dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik selalu melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Oleh karena itu, teori belajar Piaget sangat relevan dengan pendekatan saintifik.

Vygotsky (Nur dan Wikandari, 2000:4) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, tetapi tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan, atau tugas itu berada dalam zone of proximal development, yaitu daerah yang terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini, yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada teori Vygotsky menerapkan apa yang disebut dengan scaffolding (perancahan). Perancahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompeten. Artinya, sejumlah besar dukungan diberikan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran, yang kemudian bantuan itu semakin dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri. (Nur, 1998:32).2. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.a. Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik,b. Membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik,c. Memperoleh hasil belajar yang tinggi,d. Melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah, sertae. Mengembangkan karakter peserta didik.

3. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.a. Berpusat pada peserta didik yaitu kegiatan aktif peserta didik secara fisik dan mental dalam membangun makna atau pemahaman suatu konsep, hukum/prinsipb. Membentuk students self concept yaitu membangun konsep berdasarkan pemahamannya sendiri. c. Menghindari verbalisme,d. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip,e. Mendorong terjadinya peningkatan kecakapan berpikir peserta didik,f. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik,g. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan dalam komunikasi, sertah. Memungkinkan adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.i. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum, atau prinsip,j. Melibatkan proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.4. Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Secara umum pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan melalui sejumlah langkah sebagai berikut. a. Melakukan pengamatan terhadap aspek-aspek dari suatu fenomena untuk mengidentifikasi masalahb. Merumuskan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang ingin diketahui dan menalar untuk merumuskan hipotesis atau jawaban sementara berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,c. Mencoba/mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik,d. Mengasosiasi/menganalisis data atau informasi untuk menarik kesimpulan,e. Mengkomunikasikan kesimpulan,f. Mencipta.

Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik berupa konsep, hukum, atau prinsip yang dikonstruk oleh peserta didik dengan bantuan guru. Pada kondisi tertentu, data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan tidak mungkin diperoleh secara langsung oleh peserta didik karena kadang-kadang data tersebut perlu dikumpulkan dalam waktu yang lama. Dalam hal ini guru dapat memberikan data yang dibutuhkan untuk kemudian dianalisis oleh peserta didik. 5. Contoh Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh, ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira, mengecek kehadiran para peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.

Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran karena terkait langsung dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Kegiatan inti dalam pendekatan saintifik ditujukan untuk memperoleh konsep, hukum, atau prinsip oleh peserta didik dengan bantuan guru melalui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka. Pada akhir kegiatan inti validasi terhadap konsep, hukum, atau prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik dilakukan.

Kegiatan penutup ditujukan untuk beberapa hal pokok. Pertama, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai peserta didik. Pengayaan dapat dilakukan dengan memberikan tugas kepada peserta didik membaca buku-buku pelajaran atau sumber informasi lainnya untuk memantapkan pemahaman materi yang telah dibelajarkan atau memahami materi lain yang berkaitan. Guru juga dapat meminta peserta didik mengakses sumber-sumber dari internet, baik berupa animasi maupun video yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan. Dalam hal ini, sebaiknya guru memberikan situs-situs internet yang berkaitan dengan materi pelajaran yang telah dibelajarkan. Pengayaan dapat juga dilakukan dengan meminta peserta didik melakukan percobaan di rumah, yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan, yang dapat dilakukan dengan aman. Kedua, guru dapat memberikan kegiatan remedi apabila ada peserta didik yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, guru dapat memberi PR dan memberitahuhan materi/ kompetensi berikutnya yang akan dipelajari.

Contoh 1. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik pada mata pelajaran IPA tentang Medan Magnet.Kegiatan Pendahuluan1. Mengucapkan salam2. Guru mengingatkan kembali tentang konsep-konsep yang telah dipelajari oleh peserta didik yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Sebagai contoh, dalam mata pelajaran IPA, guru menanyakan konsep mengenai kutub magnet dan gaya magnet, sebelum pembelajaran medan magnet.3. Menyampaikan tujuan pembelajaran.Kegiatan Inti1. MengamatiGuru meminta peserta didik untuk mengamati suatu fenomena. Sebagai contoh, peserta didik mengamati paku yang diikat tali didekatkan dan dijauhkan pada magnet yang dibungkus kertas seperti pada gambar berikut.

StatifBenangPaku kecilMagnet keping dibungkus kertas tipis

Peserta didik mengamati dan menyampaikan hasil pengamatannya.Misalnya: paku kecil melayang, paku kecil tidak jatuh, paku kecil jatuh ketika posisinya jauh dari benda terbungkus kertas. 2. MenanyaPeserta didik merumuskan pertanyaan terkait dengan fenomena yang belum mereka ketahui. Sebagai contoh, peserta didik menanyakan hal yang belum diketahui dan yang ingin diketahui lebih lanjut berdasarkan hasil pengamatannya, misalnya mengapa paku jika posisinya di dekat benda terbungkus kertas dapat melayang, tetapi paku jatuh ketika posisinya dijauhkan dari benda yang terbungkus? Pada tahap ini, peserta didik juga didorong untuk mengajukan jawaban sementara terhadap pertanyaan yang mereka rumuskan. Sebagai contoh, peserta didik mengajukan pendapat paku tertarik benda terbungkus kertas ketika posisinya dekat, tetapi ketika posisinya jauh tidak tertarik. Pendapat peserta didik ini merupakan suatu hipotesis. 3. Mengumpulkan data atau informasiPeserta didik mengumpulkan data melalui 2 percobaan yaitu 1) mengenai bentuk serbuk besi yang di sekitar magnet batang dan magnet U; 2) jarak antara paku dan kutub magnet saat paku mulai bergerak mendekati magnet. Data yang terkumpul misalnya gambar pola serbuk besi di sekitar magnet; jarak paku terhadap kutub magnet ketika magnet tertarik secara lemah dan kuat.4. Menganalisis DataPeserta didik menganalisis data yang dikumpulkan sendiri atau data yang diberikan oleh guru. Berdasarkan hasil analisis data peserta didik menarik kesimpulan. Sebagai contoh, peserta didik menyimpulkan bahwa 1) pola serbuk menunjukkan wilayah yang dipengaruhi oleh gaya magnet dan selanjutnya disebut medan magnet; 2) medan magnet yang dihasilkan oleh magnet batang berbeda dengan magnet U; 3) lemah dan kuatnya tarikan gaya magnet menunjukkan kekuatan medan magnet. 5. MengkomunikasikanPada langkah ini, peserta didik dapat menyampaikan kesimpulannya secara lisan dan/atau tertulis melalui presentasi kelompok yang disertai dengan diskusi dan tanya jawab. Misalnya, guru meminta peserta didik untuk mengungkapkan konsep dan prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik. Pada tahap ini guru memberi umpan balik, memberi penguatan kepada peserta didik dan/atau pengayaan pengetahuan.

Contoh 2. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik pada mata pelajaran IPA tentang Asam Basa.

Kegiatan Pendahuluan1. Mengucapkan salam2. Guru mengingatkan kembali tentang konsep-konsep yang telah dipelajari oleh peserta didik yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Sebagai contoh, guru menanyakan konsep mengenai larutan dan komponennya, sebelum pembelajaran materi asam-basa. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

Kegiatan Inti

1. MengamatiGuru meminta peserta didik untuk mengamati suatu fenomena. Sebagai contoh, peserta didik mengamati ekstrak buah belimbing atau tomat secara nyata atau fenomena yang ditayangkan melalui video. Peserta didik mengamati dan menyampaikan hasil pengamatannya.

2. MenanyaPeserta didik merumuskan pertanyaan terkait dengan suatu fenomenon yang mereka belum ketahui. Sebagai contoh, guru memberi kesempatan kepada peserta didik menanyakan hal yang belum diketahui dan yang ingin diketahui lebih lanjut berdasarkan hasil pengamatannya, misalnya mengapa larutan ekstrak buah belimbing atau tomat memiliki rasa manis dan masam. Pada tahap ini, peserta didik juga didorong untuk mengajukan jawaban sementara terhadap pertanyaan yang mereka rumuskan. Sebagai contoh, peserta didik mengajukan pendapat bahwa rasa manis dan masam pada larutan ekstrak buah belimbing atau tomat disebabkan oleh adanya zat yang memiliki rasa manis dan zat yang memiliki rasa asam. Pendapat peserta didik ini merupakan suatu hipotesis.

3. Mengumpulkan data atau informasiPeserta didik mengumpulkan data melalui percobaan atau guru memberikan data mengenai rasa dan sifat keasaman (dengan menggunakan lakmus) yang terdapat dalam larutan ekstrak buah belimbing atau buah tomat. Misalnya larutan ekstrak buah belimbing atau buah tomat memiliki rasa manis dan asam; mengubah lakmus biru menjadi merah dan tidak mengubah lakmus merah. 4. Menganalisis DataPeserta didik menganalisis data yang dikumpulkan sendiri atau data yang diberikan oleh guru. Berdasarkan hasil analisis data peserta didik menarik kesimpulan. Sebagai contoh, peserta didik menyimpulkan bahwa ekstrak buah belimbing atau buah tomat memiliki rasa masam dan manis dan bersifat asam karena mengubah lakmus biru menjadi merah dan tidak mengubah lakmus merah. 5. MengkomunikasikanPada langkah ini, peserta didik menyampaikan kesimpulannya secara lisan dan/atau tertulis, misalnya, melalui presentasi kelompok dan tanya jawab. Guru meminta peserta didik untuk mengungkapkan konsep, prinsip atau hukum yang telah dikonstruk oleh peserta didik. Guru memberi umpan balik, penguatan, dan/atau pengayaan.

Kegiatan Penutup

1. Guru dapat meminta peserta didik untuk meningkatkan pemahamannya mengenai konsep, prinsip, atau teori yang telah dipelajari dari buku-buku pelajaran atau sumber informasi lain yang relevan. 2. Guru dapat memberikan beberapa situs di internet yang berkaitan dengan konsep, prinsip, atau teori yang telah dipelajari oleh peserta didik dan kemudian meminta peserta didik untuk mengaksesnya.

B. Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), selanjutnya disingkat PBM, mula-mula dikembangkan di sekolah kedokteran, McMaster University Medical School di Hamilton, Canada pada 1960-an (Barrows, 1996). PBM dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa mahapeserta didik mengalami kesulitan di tahun pertama perkuliahan, seperti pada mata kuliah Anatomi, Biokimia, dan Fisiologi. Mereka tidak termotivasi menempuh mata kuliah-mata kuliah tersebut karena tidak melihat relevansinya dengan profesi mereka kelak. Selain itu, juga didapati fakta bahwa para dokter muda yang baru lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Atas dasar itu, para pengajar merancang pembelajaran yang mendasarkan pada masalah atau kasus aktual. Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah klinis yang dapat diselesaikan dengan menggunakan pengetahuan medis yang relevan. Perkembangan selanjutnya, PBM secara lebih luas diterapkan di berbagai mata kuliah di perguruan tinggi dan di berbagai mata pelajaran di sekolah.1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pembelajaran ini berbeda dengan pembelajaran konvensional yang jarang menggunakan masalah nyata atau menggunakan masalah nyata hanya di tahap akhir pembelajaran sebagai penerapan dari pengetahuan yang telah dipelajari. Pemilihan masalah nyata tersebut dilakukan atas pertimbangan kesesuaiannya dengan pencapaian kompetensi dasar.

Berikut adalah beberapa contoh masalah nyata yang dapat digunakan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.a. IPAAir sungai yang membelah suatu kota sangat keruh sehingga tidak aman digunakan untuk keperluan sehari-hari. Sementara itu, warga tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan air sungai tersebut. Bagaimanakah menyelesaikan masalah tersebut?b. IPSSuatu keluarga yang terdiri atas empat orang akan menyewa rumah. Ayah adalah karyawan dengan gaji 4,5 juta rupiah dan Ibu seorang guru dengan gaji 3,5 juta rupiah. Minggu depan dua anak yang masing-masing berusia 14 dan 7 tahun akan masuk sekolah. Apa yang perlu dipertimbangkan oleh keluarga tersebut dalam menentukan lokasi dan harga bagi mereka untuk menyewa rumah sehingga kebutuhan-kebutuhan lainnya tetap terpenuhi? c. Prakarya (Teknologi Budidaya)Seorang Ibu yang tinggal di perkotaan ingin sekali menanam berbagai sayuran yang dibutuhkan sehari-hari. Namun, Ibu tersebut tidak memiliki lahan yang luas untuk menanam. Ia juga belum tahu jenis sayuran yang sesuai ditanam di lahan terbatas. Bagaimana memilih dan menanam jenis sayuran yang sesuai untuk dikonsumsi sehari-hari di lahan yang terbatas dengan biaya yang minimal?d. MatematikaDalam keadaan darurat seseorang harus diselamatkan melalui pintu jendela yang tingginya 4 m dengan menggunakan tangga. Dengan pertimbangan keselamatan, tangga tersebut harus ditempatkan minimum 1 m dari dasar bangunan. Berapa panjang tangga yang mungkin?2. Tujuan Pembelajaran Berbasis MasalahTujuan utama PBM adalah mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membentuk atau memperoleh pengetahuan baru.

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis MasalahPrinsip-prinsip PBM adalah sebagai berkut.a. Penggunaan masalah nyata (otentik) b. Berpusat pada peserta didik (student-centered) c. Guru berperan sebagai fasilitatord. Kolaborasi antarpeserta didike. Sesuai dengan paham konstruktivisme yang menekankan peserta didik untuk secara aktif memperoleh pengetahuannya sendiri.

4. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis MasalahSecara umum, berikut langkah-langkah PBM yang mengadaptasi dari pendapat Arends (2012) dan Fogarty (1997).Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis MasalahTahap Deskripsi

Tahap 1Orientasi terhadap masalahGuru menyajikan masalah nyata kepada peserta didik.

Tahap 2Organisasi belajarGuru memfasilitasi peserta didik untuk memahami masalah nyata yang telah disajikan, yaitu mengidentifikasi apa yang mereka telah diketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik berbagi peran/tugas untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Tahap 3Penyelidikan individual maupun kelompokGuru membimbing peserta didik melakukan pengumpulan data/informasi (pengetahuan, konsep, teori) melalui berbagai macam cara untuk menemukan berbagai alternatif penyelesaian masalah.

Tahap 4Pengembangan dan penyajian hasil penyelesaian masalahGuru membimbing peserta didik untuk menentukan penyelesaian masalah yang paling tepat dari berbagai alternatif pemecahan masalah yang peserta didik temukan. Peserta didik menyusun laporan hasil penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk gagasan, model, bagan, atau power point slides.

Tahap 5Analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalahGuru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses penyelesaian masalah yang dilakukan.

5. Contoh Kegiatan Pembelajaran Berbasis MasalahKegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Tahap-tahap orientasi terhadap masalah, organisasi belajar, penyelidikan individual maupun kelompok, dan pengembangan dan penyajian hasil penyelesaian masalah merupakan tahap inti pembelajaran. Tahap analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalah merupakan tahap penutup. Contoh kegiatan pembelajaran berbasis masalah secara lengkap di lampiran.

C. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Projek 1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Projek (PBP)

Pembelajaran Berbasis Projek (Project-Based Learning) adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil projek dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun berkelompok dalam menghasilkan produk nyata.

Pembelajaran Berbasis Projek merupakan model pembelajaran yang menggunakan projek sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan baru berdasarkan pengalaman nyata. PBP dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui investigasi dalam perancangan produk. PBP merupakan pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek memberi kesempatan peserta didik berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa barang atau jasa.

Pada PBP, peserta didik terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah dalam bentuk suatu projek. Peserta didik aktif mengelola pembelajarannya dengan bekerja secara nyata yang menghasilkan produk riil. PBP dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan peserta didik lebih kolaboratif daripada bekerja sendiri-sendiri. Di samping itu PBP dapat juga dilakukan secara mandiri melalui bekerja mengkonstruk pembelajarannya melalui pengetahuan serta keterampilan baru, dan mewujudkannya dalam produk nyata.

2. Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP)

Pembelajaran Berbasis Projek merupakan metode pembelajaran yang berfokus pada peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah terkait dengan projek dan tugas-tugas bermakna lainnya. Pelaksanaan PBP dapat memberi peluang pada peserta didik untuk bekerja mengkonstruk tugas yang diberikan guru yang puncaknya dapat menghasilkan produk karya peserta didik. Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah sebagai berikut.

a. Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam pembelajaranb. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah projek. c. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah projek yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa.d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas/projek.e. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat kelompok.

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Projek (PBP)

Prnsip-prinsip pembelajaran berbasis projek adalah sebagai berikut.a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas projek pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.b. Tugas projek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran. c. Tema atau topik yang dibelajarkan dapat dikembangkan dari suatu kompetensi dasar tertentu atau gabungan beberapa kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran, atau gabungan beberapa kompetensi dasar antarmata pelajaran. Oleh karena itu, tugas projek dalam satu semester dibolehkan hanya satu penugasan dalam suatu mata pelajaran.d. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya). Produk tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan produk.e. Pembelajaran dirancang dalam pertemuan tatap muka dan tugas mandiri dalam fasilitasi dan monitoring oleh guru. Pertemuan tatap muka dapat dilakukan di awal pada langkah penentuan projek dan di akhir pembelajaran pada langkah penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek, serta evaluasi proses dan hasil projek.4. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Projek

Dalam PBP, peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan tema/topik dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan projek yang realistik. Di samping itu, penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta berpikir kritis dan analitis pada peserta didik. Secara umum, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) dapat dijelaskan sebagai berikut.

3. Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Projek2. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projekPenentuan Projek5. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek4. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru6. Evaluasi proses dan hasil projek

Bagan 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis ProjekDiadaptasi dari Keser & Karagoca (2010)

Berikut disajikan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada setiap langkah PBP.

a. Penentuan projekPada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik projek bersama guru. Peserta didik diberi kesempatan untuk memilih/menentukan projek yang akan dikerjakannya baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang dari tema.Pada bagian ini, peserta didik memilih tema/topik untuk menghasilkan produk (laporan observasi/penyelidikan, rancangan karya seni, atau karya keterampilan) dengan karakteristik mata pelajaran dengan menekankan keorisinilan produk. Penentuan produk juga disesuaikan dengan kriteria tugas, dengan mempertimbangkan kemampuan peserta didik dan sumber/bahan/alat yang tersedia. b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projekPeserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian projek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan projek ini berisi perumusan tujuan dan hasil yang diharapkan, pemilihan aktivitas untuk penyelesaian projek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung penyelesaian tugas projek, dan kerja sama antaranggota kelompok.Pada kegiatan ini, peserta didik mengidentifikasi bagian-bagian produk yang akan dihasilkan dan langkah-langkah serta teknik untuk menyelesaikan bagian-bagian tersebut sampai dicapai produk akhir.c. Penyusunan jadwal pelaksanaan projekPeserta didik dengan pendampingan guru melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya.Berapa lama projek itu harus diselesaikan tahap demi tahap. Peserta didik menyusun tahap-tahap pelaksanaan projek dengan mempertimbangkan kompleksitas langkah-langkah dan teknik penyelesaian produk serta waktu yang ditentukan guru.d. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guruLangkah ini merupakan pelaksanaan rancangan projek yang telah dibuat. Peserta didik mencari atau mengumpulkan data/material dan kemudian mengolahnya untuk menyusun/mewujudkan bagian demi bagian sampai dihasilkan produk akhir.Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan projek di antaranya dengan: a) membaca, b) membuat disain, c) meneliti, d) menginterviu, e) merekam, f) berkarya, g) mengunjungi objek projek, dan/atau h) akses internet. Guru bertanggung jawab membimbing dan memonitor aktivitas peserta didik dalam melakukan tugas projek mulai proses hingga penyelesaian projek. Pada kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan tugas projek. e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projekHasil projek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, disain, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lan dipresentasikan dan/atau dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat dalam bentuk presentasi, publikasi (dapat dilakukan di majalah dinding atau internet), dan pameran produk pembelajaran. f. Evaluasi proses dan hasil projekGuru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas projek. Proses refleksi pada tugas projek dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap evaluasi, peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama menyelesaikan tugas projek yang berkembang dengan diskusi untuk memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas projek. Pada tahap ini juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dilakukan.

5. Contoh-contoh Kegiatan Pembelajaran Berbasis ProjekProses pembelajaran berbasis projek meliputi tahap-tahap pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Langkah-langkah PBP secara keseluruhan berada dalam tahap kegiatan inti. Dengan demikian tahap kegiatan inti meliputi kegiatan menemukan tema/topik projek, kegiatan merancang langkah penyelesaian projek, menyusun jadwal projek,proses penyelesaian projek dengan difasilitasi dan dimonitor oleh guru, penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek, dan evaluasi proses dan hasil kegiatan projek.

D. Pembelajaran Kooperatif

Salah satu pembelajaran yang telah banyak dikembangkan pada saat ini adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini selain untuk melatihkan kemampuan individu, mengembangkan kompetensi antar kelompok, juga untuk melatihkan keterampilan sosial. Guru harus menyadari bahwa untuk membangun keterampilan sosial peserta didik tersebut dapat dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Pada bagian ini akan dibahas secara berurutan hal-hal yang terkait dengan model pembelajaran kooperatif tersebut.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui sistem kerja kelompok baik yang dibangun atas dasar kelompok heterogen atau homogen untuk mencapai tujuan belajar dan memperoleh penghargaan sosial (Arends, 2012). Kemampuan kerjasama dalam kelompok merupakan kemampuan yang penting bagi peserta didik, sebab setiap individu tidak dapat hidup secara sendiri. Mereka hidup secara berkelompok dalam masyarakat dan dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang mereka hadapi sangat memerlukan kemampuan bekerja sama ini.

Anita Lie dalam bukunya Pembelajaran Kooperatif, menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Disisi lain, Rustaman, dkk (2003: 206) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori konstruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan didasari oleh pengetahuan sebelumnya yang dipandang rasional sebagai pengetahuan yang terkait. Oleh karena itu pembelajaran kooperatif ini sangat sesuai diterapkan pada konteks materi yang lebih abstrak dimana peran diskusi antar kelompok menjadi penting dalam memberikan sumbangsih terhadap penyelesaian masalah yang akan dilakukan.

Pembelajaran kooperatif menekankan peserta didik belajar bersama untuk meraih tujuan dengan mempercayai bahwa tujuan hanya dapat dicapai jika peserta didik lain pun mencapai tujuan (Tan Oon Seng & et.al. 2003:475). Dalam mencapai tujuan, pembelajaran kooperatif dengan kelompok heterogen atau homogen ini dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar bersama, saling membantu satu sama lain, mengembangakan rasa kepedulian dan tanggung jawab. (Slavin, 2009:243).

Agar guru dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran kooperatif maka beberapa hal yang harus dipenuhi oleh guru adalah: (1) memahami filosofi MPK (memahami karakter peserta didik untuk membangun pentingnya peran kerjasama dalam membangun pengetahuan/menyelesaikan masalah), (2) menentukan materi pembelajaran yang sesuai, dan (3) merancang peran kerja kelompok heterogen atau homogen dalam mencapaian tujuan.2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan, yaitu: (1) hasil belajar akademik, (2) penerimaan terhadap keragaman, dan (3) pengembangan keterampilan sosial.a. Hasil Belajar Akademik

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menyediakan tugas terstruktur yang dipecahkan secara bersama, sehingga peserta didik yang memiliki kemampuan kurang akan mendapat bantuan dari peserta didik lainnya yang memiliki kemampuan lebih, dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar akademik. Dalam pandangan ini kesempatan bagi peserta didik untuk berdiskusi, berdebat, mengemukakan pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain merupakan unsur penting dari pembelajaran kooperatif yang menyebabkan meningkatnya prestasi akademik. Dalam kegiatan tersebut peserta didik lebih banyak dirangsang dengan membaca, mendengar, dan berdiskusi. Informasi yang diulang-ulang dengan bantuan teman dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dapat menyebabkan peserta didik banyak terlibat dalam penerimaan informasi.b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada peserta didik yang berbeda latar belakang dalam kondisi untuk saling bekerja, saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif dan belajar untuk menghargai satu sama lain. Sehingga, untuk dapat merealisasikan hal tersebut dalam Model Pembelajaran Kooperatif (MPK) dibentuk kelompok kooperatif yang heterogen atau homogen, yang berfungsi untuk penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan akademik, dan sebagainya.c. Pengembangan Keterampilan Sosial

Salah satu tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah untuk melatihkan peserta didik memperoleh keterampilan sosial dapat berupa kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki dalam masyarakat, karena sebagai manusia sebagai makhluk sosial pasti membutuhkan orang lain dan perlu bekerja sama dengan orang lain untuk menyelesaikan urusan kehidupannya.3. Tahapan Pembelajaran Kooperatif

Beberapa unsur penting yang menjadi prasyarat utama dalam MPK adalah: (a) pembentukan kelompok-kelompok kecil, (b) saling ketergantungan positif, (c) akuntabilitas individual, (d) interaksi promotif di antara sesama peserta didik, (e) keterampilan kolaboratif, dan (f) dinamika kelompok.

Pembelajaran kooperatif menuntut adanya pembagian kelompok dalam jumlah anggota kecil/sedikit. Pembagian kelompok kecil dapat dilakukan berdasarkan jenis kelamin, status, kemampuan dasar yang dimiliki.

Saling ketergantungan positif dicirikan oleh pencapaian satu tujuan peserta didik yang saling berkaitan dengan peserta didik lainnya. Pencapaian tujuan dicapai melalui upaya bersama berdasarkan prinsip saya memerlukan kamu dan kamu memerlukan saya untuk bisa mencapai tujuan. Para peserta didik berbagi peran dan tugas, satu sama lain saling bergantung, dan keberhasilan seseorang akan menentukan keberhasilan peserta didik lainnya.

Akuntabilitas individual adalah peserta didik belajar bersama, tetapi dilakukan oleh masing-masing peserta didik. Ini berarti satu upaya dari seorang peserta didik akan mempengaruhi upaya peserta didik lain. Satu tujuan pembelajaran perlu jelas dan dipahami peserta didik serta ada keyakinan bahwa para peserta didik akan berhasil melakukannya. Secara kelompok peserta didik akan berhasil dan demikian juga secara individual peserta didik pun akan berhasil.

Interaksi promotif diantara sesama peserta didik, yaitu kegiatan kognitif dan interpersonal peserta didik secara dinamis terjadi karena setiap peserta didik mendorong belajar peserta didik lainnya. Kegiatan ini, seperti penjelasan bagaimana memecahkan masalah, mendiskusikannya, dan menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang baru didapat. Ini terjadi bilamana interaksi promotif sesama peserta didik terbangun dan dijadikan komitmen untuk meraih tujuan pencapai tujuan bersama.

Keterampilan kolaboratif adalah keterampilan peserta didik dalam mendengar peserta didik lain, memecahkan konflik, mendukung dan menggugah peserta didik lain, mengambil inisiatif, menunjukkan ekspresi senang manakala peserta didik lain berhasil, dan mampu mengkritisi ide gagasan tapi bukan pada individunya. Keterampilan seperti ini perlu ditunjukkan oleh peserta didik secara kolaboratif. Guru perlu membuat pernyataan verbal secara jelas, menjadi model, dan mengecek pemahaman peserta didik melalui berbagai pertanyaan.

Dinamika kelompok adalah kegiatan yang dilakukan setelah tugas pokok dalam kelompok dapat diselesaikan. Peserta didik diberi waktu dan diarahkan untuk menganalisis seberapa baik belajar kooperatif yang dilakukan, serta seberapa fungsi keterampilan sosisal yang telah dilaksanakan. Dinamika kelompok ini mendiskusikan tugas dan kerjasama disertai analisa cara-cara pengembangannya untuk masa depan.

Pembelajaran kooperatif juga harus didukung oleh langkah-langkah dan keterampilan yang melengkapinya. Langkah utama pembelajaran kooperatif menurut Arends (2012) adalah sebagai berikut.Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran KooperatifLangkah-langkah MPKAktivitas Guru

Langkah -1. Menyampaikan tujuan dan motivasiGuru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi peserta didik.

Langkah -2. Menyajikan informasiGuru menyampaikan informasi pada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau menggunakan bahan bacaan.

Langkah -3. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajarGuru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana cara membentuk kelompok-kelompok belajar dan memungkinkan transisi kelompok secara efisien.

Langkah -4. Membimbing kelompok bekerja dan belajarGuru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Langkah -5. EvaluasiGuru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Langkah -6. Memberikan penghargaanGuru memberikan penghargaan terhadap capaian hasil belajar individu maupun kelompok

4. Tipe Model Pembelajaran Kooperatif (MPK)

Untuk menggunakan MPK guru perlu memilih tipe yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi yang akan disampaikan. Tipe dan karakteristik MPK menurut Arends (2012) adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Tipe-tipe Pembelajaran KooperatifKarakteristikTipe MPK

STADJigsawGroup Investigation

Tujuan kognitifpengetahuan akade-mik faktualpengetahuan akade-mik konseptual dan faktualpengetahuan akade-mik konseptual dan kecakapan inkuiri

Tujuan socialkerja kelompok dan kerjasamakerja kelompok dan kerjasamakerjasama dalam kelompok kompleks

Susunan Tim4 5 anggota tim heterogen5 6 anggota tim heterogen sebagai kelompok asal dan ahli5 6 anggota tim homogen sesuai masalah/minatnya

Pemilihan topik pembelajaranguruguruguru dan atau peserta didik

Tugas Utamapeserta didik meng-gunakan LKS dan membantu peserta didik lain untuk me-nuntaskan pema-haman bahan ajarpeserta didik mem-pelajari bahan ajar di kelompok ahli dan menjelaskannya kepada anggota di kelompok asalpeserta didik me-lengkapi inkuiri kompleks

Penilaiantes mingguanberagam, dapat menggunakan tes mingguanmelengkapi proyek atau laporan, dapat menggunakan tes uraian

Berikut ini adalah penjelasan singkat dari beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang sering digunakan.

a. Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin. STAD merupakan tipe yang paling sederhana dan dipergunakan untuk menyampaikan pengetahuan yang baru atau dapat juga digunakan untuk penguatan materi yang telah disampaikan, hal ini sangat cocok dipergunakan pada saat peserta didik akan mengadapi ulangan tengah semester atau akhir semester dimana pengetahuan ini telah diberikan pada pertemuan sebelumnya, dalam hal ini peran guru adalah mengingatkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dan memfasilitasi peserta didik agar bekerjasama dalam kelompoknya untuk melakukan penguatan terhadap materi yang telah mereka peroleh. Di sisi lain dalam tipe ini setiap kelompok memberikan peran sumbangan nilai kemajuan belajarnya terhadap nilai kemajuan kelompok, hal ini menggambarkan adanya peran tanggungjawab anggota kelompok terhadap kelompoknya. Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD.1) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada peserta didik sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.2) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap peserta didik secara individual, sehingga akan diperoleh skor awal.3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 peserta didik dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, dan suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan gender.4) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi.5) Guru memfasilitasi peserta didik dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.6) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap peserta didik secara individual.7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).b. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson. Tipe Jigsaw adalah salah satu pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan bahwa setiap anggota kelompok memiliki peran dan tanggung jawab yang sama. Ada dua kelompok yang dibentuk dalam tipe Jigsaw yaitu kelompok asal dan kelompok ahli, di kelompok asal setiap kelompok mempelajari konteks yang berbeda, di kelompok ahli setiap anggota kelompok yang berasal dari kelompok yang berbeda saling membagi pengatahuannya. Oleh karena itu kontek materi yang dibangun dalam tipe ini bukan materi yang bersyarat tetapi materi dengan pengetahuan yang tanpa syarat, sebagai contoh dalam mata pelajaran IPA Fisika: materi alat-alat optik, untuk mempelajari teropong, tidak perlu harus mempelajari teleskop atau mikroskop. Berikut ini rancangan dari pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Kel ...Kel TeleskopKel MikroskopKel Asal

Kel ...Kel Ahli 2Kel Ahli 1

Kel Ahli

Gambar 2. Desain Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

c. Pembelajaran Kooperatif Tipe GI (Group Investigation)

Pembelajaran kooperatif tipe ini merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan sulit untuk diterapkan. Tipe ini melibatkan peserta didik untuk merencanakan bahan yang akan dipelajari dan cara mencari jawabannya yang akan dilaksanakan melalui investigasi mereka. Ini memerlukan norma-norma dan susunan kelas yang lebih canggih dari pembelajaran berpusat kepada guru. Guru yang menerapkan GI normalnya membagi kelasnya menjadi kelompok homogen dengan anggota 5-6 peserta didik. Pengelompokan ini didasarkan pada pertemanan atau kesamaan minat pada sub topik khusus. Peserta didik memilih sub topik tertentu yang akan dipelajari secara mendalam lewat kegiatan investigasi dan dilaporkan hasilnya kepada seluruh peserta didik.

Berikut adalah enam langkah yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe GI.1) Pemilihan Topik, peserta didik memilih sub topik khusus yang terkait dengan suatu masalah umum dan biasanya sepertujuan guru. Peserta didik bekerja pada kelompok kecil terdiri dari 2 6 anggota yang sesuai dengan kesamaan jenis tugas yang akan dikerjakan. Anggota kelompok sedapat mungkin heterogen secara akademik dan etnik,2) Perencanaan kooperatif, peserta didik dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan sub topik dari masalah yang dipilih pada langkah 1,3) Penerapan, peserta didik melaksanakan rencana yang dirumuskan pada tahap 2. Pembelajaran akan melibatkan sejumlah aktivitas, kecakapan, dan sumber daya yang beragam baik di dalam maupun di luar sekolah. Guru terus mencatat kemajuan dan memberi bimbingan kepada peserta didik yang memerlukannya,4) Analisis dan sintesis, peserta didik menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap 3 dan merencanakan pemaparannya secara menarik kepada teman kelasnya,5) Pemaparan hasil akhir, seluruh kelompok menyampaikan pemaparan semenarik mungkin tentang topik yang telah dipelajari agar memperoleh perspektif yang meluas dan paparan kelompok ini dikoordinasi oleh guru,6) Evaluasi, jika ada perbedaan aspek yang muncul dalam kelompok-kelompok investigasi maka peserta didik dan guru secara bersama-sama mengevaluasi sumbangan individu atau kelompok secara keseluruhan untuk memperoleh penyelesaiannya.

Tipe-tipe MPK yang telah diuraikan di atas merupakan tipe-tipe yang paling sering digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Terdapat tipe-tipe MPK lain seperti Think-Pair-Share (TPS), Picture and Picture, Problem Solving, Team Games Tournament (TGT), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), dan Learning Cycle.

5. Pedoman Penentuan Skor Penghargaan Kelompok dalam Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif tidak saja meingkatkan kemampuan individual, tetapi juga meningkatkan keterampilan sosial termasuk di dalamnya kerjasama dan daya saing antar kelompok. Sebagai contoh gambaran kemajuan kelompok diperoleh berdasarkan sumbangan nilai kemajuan setiap individu terhadap kelompoknya.

Salah satu model penilaian dikembangakan oleh Slavin (1995), penilaian diperoleh atas dasar gain skor pretest dan posttest dengan langkah sebagai berikut.

a. Mendapatkan nilai gain skor (posttest terhadap pretest).b. Menentukan perkembangan individu dengan menggunakan aturan yang dikemukakan oleh Slavin (1995).Tabel 3. Pedoman Pemberian Skor Perkembangan IndividuSkor TesSkor Perkembangan Individu

1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal2. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal3. Skor awal sampai 10 poin di atasnya4. Lebih dari 10 poin di atas skor awal5. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)510203030

Arends (2012) mengadopsi rubrik keterampilan sosial untuk menilai kegiatan kelompok dari Marzano, dkk (1993) sebagai berikut.

a. Kerja kelompok untuk mencapai tujuan.4Bekerja keras secara aktif dan memberikan bantuan kepada kelompok untuk mencapai tujuan.

3Komitmen terhadap pencapaian tujuan kelompok dengan melakukan tugas sesuai kesepakatan.

2Komitmen terhadap pencapaian tujuan kelompok namun pengerjaan tugas kurang sesuai dengan kesepakatan.

1Tidak bekerja berdasarkan tujuan kelompok yang akan dicapai.

b. Kemampuan interpersonal 4Melakukan interaksi secara aktif dan berkesinambungan dalam kelompoknya, menyumbangkan ide dan gagasan berdasarkan pengetahuan yang relevan.

3Melakukan interaksi secara aktif dalam kelompok, menyumbangkan ide dan gagasan berdasarkan pengetahuan yang relevan.

2Melakukan interaksi secara aktif dalam kelompok, namun penyumbangkan ide dan gagasan tidak berdasarkan pengetahuan yang relevan.

1Kurang melakukan interaksi secara aktif dalam kelompok, penyumbangkan ide dan gagasan tidak berdasarkan pengetahuan yang relevan.

c. Konstribusi terhadap kelompok4Aktif memberikan bantuan terkait dengan hal-hal perubahan di dalam kelompok, memodifikasi proses atau cara bekerja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik.

3Memberikan bantuan terkait dengan hal-hal perubahan di dalam kelompok, memodifikasi proses atau cara bekerja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik

2Jika diperlukan memberikan bantuan terkait dengan hal-hal perubahan di dalam kelompok, memodifikasi proses atau cara bekerja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik

1Tidak ada upaya pemberian bantuan terkait dengan hal-hal perubahan di dalam kelompok, memodifikasi proses atau cara bekerja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik, menkipun di minta.

1) Mendapatkan gambaran perolehan nilai kelompok berdasarkan rata-rata perkembangan individu.2) Mendapatkan gambaran keterampilan sosial kelompok3) Menggabungkan nilai kemajuan kognitif kelompok dan afektif kelompok, misal dengan perbandingan bobot kognitif: afektif (60:40) 4) Menetapkan kemajuan kelompok berdasarkan nilai gabungan. Agar pekerjaan guru lebih mudah dan tidak memerlukan waktu yang lebih lama, maka perlu dilakukan strategi dengan menggunakan penilaian antar teman sejawat untuk aspek kognitif dan penilaian afektif dilakukan secara kelompok oleh guru selama proses pembelajaran.6. Contoh Pembelajaran Kooperatif dalam Beberapa Mata pelajaran.

Berikut diberikan contoh MPK tipe STAD pada mata pelajaran IPA (Fisika). Seperti diungkapkan di atas, materi yang dipilih dalam pembelajaran STAD terkait dengan materi untuk melatihkan pengetahuan faktual dimana kegiatan evaluasimya dapat dilakukan dengan menggunakan game turnamen, quiz, atau tes untuk mengukur kemampuan C1 (recall/mengingat), dan C2 (pemahaman). Sebagai contoh dalam fisika adalah materi Suhu dan Perubahannya dengan KD yang terkait dengan KI3.

Memahami konsep suhu, pemuaian, kalor, perpindahan kalor,dan penerapannya dalam mekanisme menjaga kestabilan suhu tubuh pada manusia dan hewan serta dalam kehidupan sehari-hari. Dalam silabus dan buku guru materi ini disampaikan selama 2 x 5 JP. Contoh yang disampaikan ini pada pertemuan ke 3 (lihat buku guru) yaitu terkait dengan sub materi suhu dan pemuan.

Seperti tahapan langkah umum yang telah dijelaskan di atas, maka sebelum melaksanakan MPK, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru terurai sebagai berikut.a. Guru menentukan tujuan belajar yang akan dicapai.Terkait dengan KD KI3.3.7 yang kemudian dapat dijabarkan melalui indikator sebagai dasar penyusunan tujuan pembelajaran, serta konsep esensial dalam materi ini (Jika benda menyerap kalor, maka benda tersebut suhunya akan bertambah dan mengalami pemuaian atau mengalami perubahan wujud). Maka dalam materi suhu dan pemuaian sebagian tujuan pembelajaran yang dirumuskan adalah: 1) Menjelaskan pengaruh kalor terhadap proses pemuaian pada benda melalui kegiatan eksperimen.2) Memberikan contoh aplikasi konsep pemuaian pada termometer melalui kegiatan demonstrasi dan diskusi.a. Menemukan cara-cara untuk memotivasi peserta didik.Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memotivasi peserta didik adalah antara lain: 1) Mendemonstrasikan pemuaian pada udara

Sedotan transparan Cairan yang diberi warna Plastisin

Plastisin digenggam dengan tangan, maka cairan akan naik, guru dapat melakukan demonstrasi sambil mengembangkan pertanyaan seperti jika benda diberi kalor maka salah satu akibatnya suhu benda tersebut akan bertambah dan mengakibatkan udara mengalami pemuaian sehingga dapat mendorong cairan ke atas. Atau menayangkan video yang dapat diunduh di You Tube, sebagai contoh diunduh dari http://www.youtube.com/watch?v=pJRju5BHfpM.

Atau lebih sederhananya dapat menggunakan termometer botol yang dapat dibuat sederhana, atau dengan cara menggenggam termometer

2) Mendemonstrasikan gelas yang retak akibat pemuaian karena pengaruh kalor (berasal dari air panas).3) Membuat kelompok heterogen, dapat berdasarkan peringkat akademik atau hal lainnya yang dipandang rasional.4) Menyiapkan teks bahan yang akan dipelajari dapat dalam bentuk artikel, lembar kegiatan peserta didik, prosedur eksperimen atau lainnya.5) Menyiapkan bentuk tes yang bersifat recall atau pemahaman untuk mengukur keberhasilan kelompok dapat menggunakan Pilihan Ganda (10 soal).6) Menyiapkan alat demonstrasi dan eksperimen, sebagai contoh termometer alkohol dan raksa.E. Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa

Dalam praktik pembelajaran bahasa sering muncul fenomena-fenomena berikut. Pertama, di kelas peserta didik dapat menghasilkan kalimat-kalimat secara tepat, tetapi mereka tidak dapat menggunakan kalimat-kalimat tersebut dalam kegiatan komunikasi di luar kelas atau di dalam kehidupan nyata. Hal itu disebabkan oleh situasi di dalam kelas yang cenderung bersifat imitatif (tiruan) atau simulatif (diciptakan dengan tujuan tertentu), bukan situasi nyata atau alamiah yang memungkinkan mereka menggunakan bahasa secara langsung. Kedua, peserta didik mengetahui aturan penggunaan bahasa, tetapi tidak dapat menggunakan aturan tersebut dalam kegiatan berbahasa. Sebagai contoh, mereka mengetahui aturan penggunaan bahasa untuk meminta maaf, menyatakan pendapat, atau menawarkan sesuatu, tetapi dalam kegiatan berkomunikasi mereka tidak dapat melakukannya secara baik. Dua gambaran fenomena tersebut mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan berkomunikasi diperlukan kompetensi gramatikal (linguistik) maupun kompetensi komunikatif.

Fenomena ini mendasari adanya pergeseran pendekatan pembelajaran dari pendekatan yang berpusat pada kebahasaan (linguistic structure-centered approach) ke pendekatan komunikatif (communicative approach) (Larsen-Freeman (2010).

1. Pengertian Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa

Brown (2007) mendefinisikan pendekatan komunikatif sebagai pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan pada otentisitas, interaksi, keberpusatan pada peserta didik, aktivitas berbasis tugas, komunikasi untuk kehidupan nyata, dan tujuan-tujuan bermakna.

Pendekatan komunikatif mempunyai empat karakteristik berikut. Pertama, sasaran kelas difokuskan pada semua komponen kompetensi komunikatif dan tidak terbatas pada kompetensi gramatikal atau linguistik. Kedua, teknik-teknik pembelajaran bahasa dirancang untuk melibatkan peserta didik dalam penggunaan bahasa secara pragmatis, otentik, fungsional, dan bermakna. Ketiga, kefasihan dan ketepatan dipandang sebagai prinsip-prinsip pelengkap yang mendasari teknik-teknik komunikatif. Ada kalanya kefasihan harus lebih dipentingkan daripada ketepatan agar para peserta didik tetap terlibat secara bermakna dalam penggunaan bahasa. Keempat, dalam kelas komunikatif peserta didik pada akhirnya harus menggunakan bahasa secara produktif dan berterima dalam konteks spontan dan alamiah.

Berdasarkan empat karakteristik tersebut dapat dinyatakan bahwa pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa merupakan pendekatan yang mementingkan peran pelatihan dengan menggunakan fungsi-fungsi bahasa dalam konteks berkomunikasi (Kumaravadivelu, 2003). Dengan kata lain, seperti yang dinyatakan Larsen-Freeman (2010), tujuan pembelajaran bahasa dalam pendekatan komunikatif adalah mengembangkan kompetensi komunikatif lisan dan tulis peserta didik. Pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif memandang bahasa sebagai sistem untuk berkomunikasi dan memandang belajar bahasa sebagai proses berinteraksi dan berkomunikasi. Guru bertugas menyediakan pelatihan-pelatihan fungsi bahasa dan memfasilitasi peserta didik agar dapat menginternalisasi fungsi-fungsi tersebut dalam sistem bahasa yang sedang dipelajari.

Menurut Canale dalam Celce-Murcia (1995), kompetensi komunikatif tersebut di atas meliputi kompetensi gramatikal, kompetensi strategi, kompetensi sosiokultural, dan kompetensi wacana. Kompetensi gramatikal merupakan penguasaan pengetahuan tatabahasa dan leksikal, yang mencakup kaidah dalam tataran tata bunyi, tata bentuk, kosakata, tata kalimat, dan semantik. Peserta didik dianggap memiliki kompetensi gramatikal jika menguasai kaidah pelafalan dan ejaan, kaidah bentuk kata, kaidah kosakata, kaidah kalimat baku, dan kaidah makna.

Kompetensi strategi merujuk pada penguasaan strategi berkomunikasi, termasuk cara memulai, menghentikan, memertahankan, memerbaiki, dan mengarahkan kembali komunikasi. Dengan kata lain, kompetensi strategi mengandung maksud kemampuan mengatasi masalah yang timbul dalam proses komunikasi dengan berbagai cara agar komunikasi tetap berlangsung. Seseorang yang memiliki kompetensi ini dapat memulai pembicaraan atau penulisan dengan baik, lancar, dan berterima. Dengan kompetensi strategi, komunikasi yang dilakukan dapat dikendalikan dengan baik, dilanjutkan, dihentikan untuk sementara, dilanjutkan kembali, dan sebagainya.

Kompetensi sosiokultural mengacu pada pemahaman konteks sosial dan kultural dalam peristiwa komunikasi, yang mencakup pemahaman tentang hubungan peran, informasi yang disampaikan, dan tujuan komunikasi. Orang yang menguasai kompetensi ini dapat memahami dan menggunakan ungkapan dan tindak berbahasa secara berterima dalam berbagai konteks. Kompetensi wacana meliputi penguasaan dalam memilih, menata, mengurutkan, kata, kalimat, dan ujaran untuk menghasilkan teks lisan maupun tulis yang padu. Seseorang yang memiliki kompetensi ini dapat memadukan ketiga kompetensi di atas. Dia mampu menggunakan pengetahuan gramatikal dan leksikal yang sesuai untuk berkomunikasi dalam konteks sosiokultural tertentu, termasuk menggunakan kemampuan strategi agar komunikasi tetap berlangsung.2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Berikut adalah prinsip-prinsip pendekatan komunikatif dalam belajar bahasa menurut Richards (2006).a. Menjadikan komunikasi nyata sebagai fokus pembelajaran bahasa;b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereksperimen dan menguji coba berbagai kompetensi yang dikuasainya;c. Memberikan toleransi terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh peserta didik karena kesalahan-kesalahan tersebut mengindikasikan bahwa peserta didik sedang mengembangkan kompetensi komunikatifnya;d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kefasihan dan ketepatan berbahasa;e. Mengintegrasikan berbagai keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) secara bersama-sama;f. Mengkondisikan peserta didik untuk menemukan sendiri aturan penggunaan bahasa.Kegiatan pembelajaran bahasa yang dikembangkan guru sebaiknya mencerminkan prinsip-prinsip tersebut. Dalam pendekatan komunikatif dibedakan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan yang menekankan kefasihan (activities focusing on fluency) dan kegiatan yang menekankan ketepatan (activities focusing on accuracy). Guru disarankan dapat menggunakan dua jenis kegiatan itu secara berimbang. Namun, untuk pembelajar pemula pengembangan kefasihan sebaiknya lebih diutamakan daripada pengembangan ketepatan agar peserta didik memiliki rasa percaya diri. Berikut adalah perbedaan-perbedaan prinsip di antara keduanya.

Tabel 4. Perbedaan antara Kegiatan yang Menekankan Kefasihan dan Kegiatan yang Menekankan Ketepatan (Richards, 2005)Kegiatan yang menekankan kefasihanKegiatan yang menekankan ketepatan

Menekankan penggunaan bahasa untuk fungsi komunikasi secara alamiahMenekankan penggunaan bahasa sebagai seperangkat aturan tata bahasa

Memfokuskan ketercapaian komunikasi

Memfokuskan pembentukan pola tata bahasa yang benar

Memerlukan penggunaan bahasa secara bermaknaMelatihkan pola tata bahasa tanpa memperhatikan makna

Melatihkan penggunaan strategi komunikasiMelatihkan contoh pola tata bahasa dalam jumlah terbatas

Merangsang respon bahasa yang bersifat spontan (unpredictable)Melatihkan respon bahasa sesuai dengan pola tata bahasa yang sedang dipelajari

Menghubungkan penggunaan bahasa dengan konteksMembatasi pemilihan pola tata bahasa yang diajarkan

Contoh

a. Kegiatan yang menekankan kefasihan

Contoh kegiatan yang menekankan kefasihan adalah sekelompok peserta didik dengan kemampuan berbahasa yang beragam bermain peran (role play) sesuai dengan kartu peran. Mereka menerima peran dan menjadi pribadi tertentu yang tersedia dalam kartu peran. Misalnya, peserta didik dapat berperan sebagai tamu hotel dan resepsionis hotel, dan melakukan improvisasi penggunaan bahasa dalam situasi pemesanan kamar hotel.

Contoh permainan peran yang lain adalah percakapan di restoran antara pramusaji dengan tamu yang mendapatkan makanan yang tidak cocok dengan yang dipesan. Pramusaji menanyakan permasalahannya dan berjanji mengganti dengan makanan yang sesuai dengan pesanan. Secara berkelompok peserta didik mencipta ulang percakapan di restoran tersebut dengan menggunakan bahasa mereka sendiri, namun tetap memertahankan makna pesan yang sama. Kemudian mereka mempraktikkan dialog tersebut di depan kelas.

b. Kegiatan yang menekankan ketepatan

Peserta didik menirukan model percakapan yang mengandung intonasi menurun dalam kalimat tanya yang dimulai dengan kata tanya. Kelas dibagi menjadi kelompok yang beranggota tiga orang: dua orang mempraktikkan dialog dan satu orang berperan sebagai pemantau. Pemantau bertugas mengecek ketepatan kedua orang yang lain dalam menggunakan pola intonasi kalimat tanya dan membetulkannya bila diperlukan. Secara bergantian peserta didik berganti peran. Guru berkeliling ke seluruh kelompok untuk mendengarkan dan membetulkan kesalahan bila diperlukan.

Contoh lainnya adalah kegiatan kelompok yang beranggota tiga atau empat orang. Setiap kelompok melengkapi perlatihan tata bahasa, misalnya present tense dan present continuous tense yang merupakan materi yang telah diajarkan dan dilatihkan dalam kegiatan kelas besar. Secara bersama-sama peserta didik menentukan bentuk yang benar dan menyelesaikan latihan tersebut. Secara bergantian setiap kelompok membaca hasil kerja mereka.

Dalam pendekatan pembelajaran komunikatif terdapat tiga gradasi latihan, yaitu latihan mekanis (mechanical practice), latihan bermakna (meaningful practice), dan latihan komunikatif (communicative practice). 1) Latihan mekanisLatihan ini merupakan latihan terbimbing yang dilaksanakan oleh peserta didik tanpa harus memahami bahasa yang digunakannya, misalnya tubian pengulangan dan penggantian (repetition and subsitution drills) yang dirancang untuk melatihkan penggunaan unsur tata bahasa tertentu yang dikontrol.2) Latihan bermaknaLatihan ini merupakan latihan semi terbimbing, yaitu bahwa kontrol bahasa masih ada, tetapi peserta didik harus membuat pilihan yang bermakna ketika mengerjakan latihan. Dalam melatihkan penggunaan kata depan untuk mendeskripsikan lokasi suatu tempat, misalnya, peserta didik diberi peta jalan dengan beberapa bangunan di berbagai tempat dan diberi daftar kata seperti menyeberang dari, dekat, di seberang, dan di sebelah. Kemudian, mereka harus menjawab pertanyaan seperti Di mana toko buku? dan Rute mana yang paling efektif untuk menuju toko buku? Pelatihan itu bermakna karena mereka harus memberikan respon sesuai dengan lokasi tempat di peta.3) Latihan komunikatifLatihan komunikatif merupakan kegiatan pelatihan yang berfokus pada penggunaan bahasa dalam konteks komunikasi nyata. Ada informasi nyata (sehari-hari) dalam pelatihan ini dan bahasa yang digunakan benar-benar tidak dapat diduga. Misalnya, peserta didik harus menggambar peta lingkungan tempat tinggalnya dan menjawab pertanyaan tentang lokasi di berbagai tempat, misalnya halte bus terdekat, pasar, dan rumah sakit.

Selain tiga jenis perlatihan di depan, ada tipe-tipe kegiatan lain dalam pendekatan pembelajaran komunikatif.

Tabel 5. Tipe-Tipe Kegiatan dalam Pendekatan KomunikatifTipe KegiatanContoh

Kegiatan kesenjangan informasi (information gap activities)Teka-teki interaktif (interactive puzzles)

Kegiatan jigsawKegiatan yang berciri pembagian kelompok, pengetahuan tiap kelompok tidak lengkap, kemudian kelompok membentuk pengetahuan yang utuh

Kegiatan pelengkapan tugas (task-completion activities)Puzzle, permainan, membaca peta

Kegiatan pencarian informasi (information-gathering activities)Survei, wawancara, investigasi kelompok, shopping (kegiatan berkeliling untuk melihat dan membaca karya teman

Kegiatan tukar pendapat (opinion-sharing activities)Diskusi, tanya jawab

Kegiatan tukar informasi (Information-transfer activities)Presentasi, bercerita, note-taking

Kegiatan kesenjangan alasan (Reasoning-gap activities)Berbagai kegiatan yang berciri ada proses merumuskan simpulan dan penalaran

Bermain peranDrama, simulasi

3. Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran bahasa berpendekatan komunikatif mempunyai beberapa tahap yang diwujudkan dalam dua jenis kegiatan, yaitu prakomunikatif dan komunikatif (Littlewood, 1981).

a. Prakomunikatif

Kegiatan ini berfokus pada bentuk-bentuk bahasa yang relevan (tata bahasa, pengucapan, frasa, ungkapan, dan kosakata) dan fungsinya. Tujuan kegiatan prakomunikatif adalah membantu peserta didik untuk memeroleh pengetahuan tentang aturan kebahasaan dan kosakata agar mereka mampu memproduksi bahasa yang berterima pada tingkat kalimat. Fungsi kegiatan ini adalah menyiapkan peserta didik dalam komunikasi selanjutnya. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah penubian (drilling) dan pelatihan tanya jawab. Kegiatan prakomunikatif terdiri atas dua kegiatan: 1) kegiatan yang terkait dengan struktur atau bentuk bahasa dan 2) kegiatan kuasi komunikatif.b. Komunikatif

Kegiatan komunikatif berfokus pada pembelajaran penggunaan bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi bahasa yang sudah dipelajari pada tahap prakomunikatif untuk tujuan-tujuan komunikasi. Kegiatan komunikatif bertujuan memberikan pelatihan untuk tugas-tugas secara keseluruhan, meningkatkan motivasi, memungkinkan pembelajaran yang alami, dan menciptakan konteks yang mendukung pembelajaran. Kegiatan-kegiatan dalam tahap ini meliputi kegiatan komunikatif fungsional dan kegiatan interaksi sosial. Kegiatan komunikatif fungsional diwujudkan dalam bentuk membandingkan serangkaian gambar dan mencari persamaan yang ada di gambar serta perbedaaannya, mengikuti arah, menemukan fitur yang hilang dalam peta atau gambar, dan yang lain. Kegiatan interaksi sosial diwujudkan dalam bentuk percakapan, diskusi, dialog, role play, simulasi, debat, dan sebagainya.

Sejak diimplementasikan pada era 1990-an, pendekatan komunikatif telah dimanifestasikan ke dalam beberapa model mutakhir seiring dengan perkembangan pemahaman tentang proses pembelajaran bahasa kedua. Seperti yang dinyatakan Richards (2005), asumsi-asumsi inti dari model-model tersebut adalah sebagai berikut.a. Belajar bahasa kedua difasilitasi ketika peserta didik terlibat dalam interaksi dan komunikasi yang bermakna.b. Latihan-latihan di kelas yang efektif memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menegosiasikan makna, memerluas sumber-sumber bahasa, mengenali penggunaan bahasa, dan melibatkan diri dalam komunikasi intrapersonal yang bermakna.c. Komunikasi yang bermakna merupakan hasil pemrosesan isi yang relevan, bertujuan, menarik, dan menyenangkan oleh peserta didik. d. Komunikasi merupakan proses holistik yang menuntut penggunaan beberapa keterampilan bahasa.e. Belajar bahasa difasilitasi oleh kegiatan baik yang melibatkan belajar aturan-aturan penggunaan dan organisasi bahasa secara induktif (discovery learning) maupun yang melibatkan analisis bahasa dan refleksi.f. Belajar bahasa merupakan proses bertahap yang melibatkan penggunaan bahasa secara kreatif dan secara coba-coba. Walaupun kesalahan adalah sesuatu yang normal dalam pembelajaran, tujuan akhir pembelajaran adalah menggunakan bahasa sasaran dengan tepat dan lancar.g. Peserta didik mengembangkan irama belajar sendiri, memeroleh kemajuan sesuai dengan kecepatan masing-masing dan memiliki kebutuhan dan motivasi belajar bahasa yang berbeda-beda.h. Belajar bahasa yang sukses melibatkan penggunaan strategi belajar dan komunikasi yang tepat.i. Peran guru di dalam kelas adalah fasilitator yang menciptakan iklim kelas yang kondusif untuk belajar bahasa dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan dan melatihkan bahasa serta merefleksikan penggunaan dan pembelajaran bahasa.j. Kelas merupakan komunitas yang peserta didik belajar melalui kolaborasi dan kegiatan berbagi.

Berdasarkan uraian di depan, Richards (2006) menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pembelajaran idealnya memenuhi karakteristik berikut:a. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi komunikatif dengan memanfaatkan kompetensi linguistik (pembelajaran tata bahasa terintegrasi dalam konteks);b. menciptakan kebutuhan untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bernegosiasi untuk memerjelas makna (meaning negotiation);c. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar tata bahasa baik secara induktif maupun deduktif;d. memanfaatkan topik pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat peserta didik;e. memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memanfaatkan segala hal yang sudah dipelajari di kelas ke dalam kehidupannya.

Dalam perkembangannya pendekatan komunikatif diwujudkan dalam banyak varian; di antaranya adalah pembelajaran berbasis isi (content-based instruction), pembelajaran berbasis tugas (task-based language instruction), dan pendekatan berbasis teks (genre-based approach). Merujuk pada Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kurikulum SMPMTs, kompetensi dasar rumpun bahasa berorientasi pada pemahaman dan penyusunan berbagai macam teks, baik lisan maupun tulis. Oleh karena itu, dalam panduan ini uraian pendekatan komunikatif difokuskan pada pendekatan berbasis teks (genre-based approach).

Pembelajaran berbasis teks didasarkan pada asumsi berikut: a) belajar bahasa merupakan kegiatan yang bersifat sosial, b) belajar lebih efektif ketika harapan guru terhadap peserta didik disampaikan secara tersurat, dan c) proses belajar bahasa merupakan serangkaian tahap perkembangan dari kegiatan berbantuan mengarah pada kegiatan mandiri.

Berikut adalah tahap-tahap dalam pendekatan berbasis teks yang diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh Hammond, dkk (1992) dan (Feez, 1998).a. Building Knowledge of the Field (BKoF)Tahap ini bertujuan untuk membangun pengetahuan latar peserta didik terhadap topik yang akan dipelajari, termasuk membangun kompetensi gramatikal yang meliputi kaidah dalam tataran tata bunyi, tata bentuk, kosakata, tata kalimat, dan semantik. Pada tahap ini peserta didik juga dibekali dengan konteks sosial dari teks yang meliputi ciri-ciri konteks budaya, tujuan komunikasi, dan konteks situasinya. b. Modelling of Text (MoT)Pemodelan teks merupakan pengenalan beragam teks baik lisan maupun tulis kepada peserta didik. Pada tahap ini peserta didik mengamati pola dan ciri kebahasaan teks atau membandingkan teks yang sedang dipelajari dengan teks yang lain. Selain membangun kompetensi gramatikal, peserta didik dapat mengembangkan kompetensi strategi, misalnya ketika menghadapi kesulitan dalam menentukan makna kata, mereka dapat memanfaatkan kamus dengan benar. Peserta didik juga dapat mempelajari konteks sosiokultural dari teks yang sedang diamati, termasuk kaidah wacana yang terkait di dalam teks.c. Joint Construction of Text (JCoT) Pada tahap ini peserta didik mulai belajar menyusun teks dengan bantuan guru, lembar kerja, atau teman. Realisasi kegiatan berbantuan ini dapat berupa peserta didik menyusun teks baru secara individu (dengan bantuan lembar kerja), berpasangan, berkelompok, ataupun klasikal di bawah arahan guru. Pada saat mereka bekerja berkelompok, peserta didik berkesempatan mengaplikasikan keterampilan berpikir kritis.d. Independent Construction of Text (ICoT)Pada tahap ini peserta didik berlatih menyusun teks lisan atau tulis tanpa adanya bantuan untuk mengasah keterampilan berbicara atau menulis yang sudah diperoleh di tahap-tahap sebelumnya. Penyusunan teks dapat dilakukan secara individu, berpasangan, atau berkelompok.4. Contoh-Contoh Kegiatan Pembelajaran

Proses pembelajaran meliputi tahap pendahuluan, inti dan penutup. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan komunikatif, tujuan umum kegiatan pembelajaran pada tahap pendahuluan adalah membangun hubungan personal (rapport), menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari (activating prior knowledge) menarik perhatian peserta didik dengan memanfaatkan media yang relevan, mengarahkan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, dan membangkitkan motivasi.

Tujuan umum kegiatan pembelajaran pada tahap inti adalah memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan kompetensi komunikatif lisan dan tertulis dalam bahasa sasaran. Tujuan umum kegiatan pembelajaran pada tahap penutup adalah meringkas dan merefleksi. Dalam proses pembelajaran, sejumlah peserta didik memerlukan penguatan/pengayaan dan yang lain membutuhkan remedi. Tujuan pemberian penguatan/pengayaan adalah memerdalam wawasan peserta didik terkait dengan materi yang sedang dipelajari, sedangkan tujuan pemberian remedi adalah memerbaiki prestasi belajar peserta didik untuk mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan.

Berikut contoh kegiatan pembelajaran dengan Pendekatan Berbasis Teks pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. a. Pendahuluan 1) Guru dan peserta didik bercurah pendapat tentang materi yang akan dipelajari.2) Guru memberikan kegiatan permainan kepada peserta didik.3) Guru menanyai peserta didik tentang pengetahuan mereka mengenai materi yang akan dipelajari.4) Guru mengajak peserta didik menyanyikan lagu yang terkait dengan materi yang akan dipelajari dengan menggunakan media yang sesuai.5) Guru menunjukkan media pandang seperti gambar, poster, film, brosur, pamflet, animasi, dan komik yang terkait dengan materi yang akan dipelajari.6) Guru membawa dan menunjukkan benda nyata (realia) yang terkait dengan materi yang akan dipelajari.b. IntiDalam kegiatan inti, peserta didik melakukan berbagai macam kegiatan sesuai dengan tahap-tahap pendekatan berbasis teks. Berikut ini adalah aktivitas yang lazim dilakukan dalam setiap tahap berdasarkan model pendekatan berbasis teks oleh Hammond, dkk (1992) dan (Feez, 1998).1) Building Knowledge of Field (BKoF)a) menyajikan konteks melalui gambar, materi audiovisual, realia, benda nyata (real objects), ekskursi, wisata lapangan, atau menghadirkan narasumber sesuai dengan topik yang dibahasb) membangun tujuan sosial melalui diskusi atau survei, dsbc) melaksanakan kegiatan terkait dengan pemahaman lintas budaya (misal, melalui permainan, pengamatan video, dsb)d) melaksanakan kegiatan terkait penelitian (misal, mengamati, mewawancara, dsb.) e) membandingkan teks model dengan teks lain (misal, membandingkan teks wawancara kerja dengan percakapan antar sahabat) f) membelajarkan kosakata dan pola kalimat yang diperlukang) mengembangkan strategi membaca yang sesuai dengan teks2) Modelling of the Text (MoT)Pemodelan teks dapat disajikan dalam berbagai tingkat, baik dalam tingkat teks utuh, klausa, maupun ungkapan. a) membacakan teks kepada peseta didik b) meminta peserta didik membaca teks secara berpasangan atau berkelompokc) berdiskusi tentang penulis teks serta tujuan dan latar penulisan teksd) menyortir, menjodohkan atau memberi label misalnya menyortir beberapa set teks, mengurutkan teks acak, memberi label pada urutan teks, dsb.e) melakukan kegiatan yang terfokus pada piranti kohesi (seperti beberapa set kata terkait, kata sambung, modalitas, acuan kata/frase/kalimat) melalui pemetaan makna kata, pembuatan jejaring kosakata, pengisian rumpang, penentuan isi bagian teks yang disembunyikan, dsb.f) melakukan aktivitas presentasi terkait ciri-ciri kebahasaan teks g) memberikan latihan terkait ciri-ciri kebahasaan teks h) memberikan latihan berupa penubian, pelafalan, pemahaman, penggunaan ejaan, penulisan dengan tangan maupun komputer sesuai dengan jenis teks 3) Joint construction of the text (JCoT)a) menanya, membahas dan mengedit teks yang disusun secara bersama-sama dan selanjutnya memajangnya di papan, atau melalui LCDb) berdiskusi lebih lanjut tentang tujuan, konteks, dan struktur teksc) berdiskusi (antara guru dengan peserta didik atau antar peserta didik) tentang bagian awal, tengah, dan akhir teksd) membangun kerangka teks bersama lalu mengisinyae) melakukan kegiatan jigsaw dan information gapf) merekonstruksi teks dalam kelompok kecilg) melakukan kegiatan dictoglossh) melakukan kegiatan penilain diri dan penilaian sejawat 4) Independent Construction of the Text (ICoT)a) Keterampilan mendengarkan: memahami makna teks lisan berupa siaran langsung atau bahan rekaman, misalnya mengerjakan tugas, mengurutkan gambar, memberi nomor urut, mencontreng atau menggarisbawahi, menjawab pertanyaan, dsbb) Keterampilan berbicara, misalnya presentasi lisan di depan kelas, di depan organisasi masyarakat, dsb. c) Keterampilan terpadu menyimak dan berbicara, misalnya bermain peran , diskusi, dialog simulasi, atau dialog otentikd) Keterampilan membaca, misalnya aktivitas pemahaman sebagai tanggapan terhadap materi tulis seperti mengerjakan tugas, mengurutkan gambar, memberi nomor secara urut, memberi contreng atau menggarisbawahi, menjawab pertanyaan, dsbe) Keterampilan menulis, misalnya membuat draf dan mengembangkan teks utuh secara mandiric. PenutupSecara umum aktivitas dalam kegiatan penutup adalaha) Guru dan peserta didik melalukan refleksi terkait dengan pembelajaran yang baru berlangsung.b) Peserta didik meringkas materi penting yang terkait dengan kompetensi dasar dan indikator.c) Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil.d) Guru memberikan tugas mandiri.

Berikut adalah contoh-contoh kegiatan pembelajaran dengan pendekatan berbasis teks untuk tujuan penguatan/pengayaan dan remedi.

a. Penguatan/pengayaanGuru memberikan tugas kepada peserta didik yang telah melampaui atau menguasai materi yang sedang dipelajari untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar terbimbing dan mandiri di dalam dan di luar kelas: berlatih membaca, berlatih menulis termasuk meringkas, berlatih berbicara, berlatih mendengarkan. b. RemediGuru memberikan tugas kepada peserta didik yang belum memenuhi kriteria minimal untuk melakukan aktivitas-aktivitas belajar terbimbing dan mandiri: berlatih membaca, berlatih menulis termasuk meringkas, berlatih berbicara, berlatih mendengarkan. 5. Kompatibilitas antara Pendekatan Berbasis Teks dan Pendekatan Saintifik

Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 mengamanatkan penerapan lima pengalaman belajar pokok sebagai perwujudan pendekatan saintifik, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/data, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. Untuk mata pelajaran rumpun bahasa, pengalaman belajar dapat dilanjutkan sampai mencipta. Dalam konteks pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan berbasis teks, realisasi pendekatan saintifik dapat dilihat dalam Tabel 3.Tabel 6. Kompatibilitas antara Pendekatan Berbasis Teks dan Pendekatan SaintifikPendekatan Berbasis TeksPendekatan Saintifik

BKoFMengamatiMenanya

MoTMencoba/Mengumpulkan Data atau InformasiMengasosiasi/Menganalisis Data atau InformasiMengkomunikasikan

JCoTMencipta

ICoT

Dalam Tabel 3 terlihat bahwa pendekatan berbasis teks yang merupakan varian dari pendekatan komunikatif memiliki unsur-unsur pengalaman belajar yang merupakan ciri pendekatan saintifik.

Pada tahap BKoF, peserta didik dapat dibimbing untuk mengamati teks dan menanya tentang hal-hal yang terkait dengan teks tersebut. Misalnya, ketika peserta didik mendengarkan teks lisan atau membaca teks tulis, langkah mengamati dalam pendekatan saintifik dapat direalisasikan oleh guru melalui kegiatan membimbing peserta didik untuk mengidentifikasi makna ungkapan, makna kata, pola kalimat, tujuan komunikatif dalam teks tersebut atau kegiatan yang lainnya. Langkah selanjutnya, yaitu menanya, dapat berupa kegiatan yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan hal-hal lain yang ingin mereka ketahui berdasarkan hasil pengamatan mereka tentang makna ungkapan, makna kata, pola kalimat, tujuan komunikatif dalam teks, dan lain-lain

Pada tahap MoT, peserta didik mengumpulkan informasi baru dan mengasosiasikannya dengan informasi yang telah dimiliki. Dari teks yang sudah diamati peserta didik dibimbing untuk menganalisis dan menemukan berbagai makna, struktur, dan fitur kebahasaan teks. Setelah menemukan berbagai informasi baru tersebut, peserta didik dibimbing untuk mengolah dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. Setelah itu peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang mereka tersebut.

Pada tahap JCoT dan ICoT, peserta didik menyusun (mencipta) teks baru secara bertahap, dari tahap kegiatan yang berbantuan sampai dengan yang mandiri. Pengetahuan yang sudah dipahami dalam langkah sebelumnya selanjutnya dimanfaatkan untuk memulai menyusun (mencipta) teks baru. Pada tahap kegiatan yang berbantuan peserta didik menyusun teks baru secara individu (dengan bantuan lembar kerja), berpasangan, berkelompok, ataupun klasikal di bawah arahan guru. Pada tahap kegiatan ini guru dapat melakukan penilaian diagnostik untuk mengukur kesiapan peserta didik menuju kegiatan menyusun (mencipta) teks secara mandiri atau mereka harus kembali pada tahap-tahap sebelumnya. Yang membedakan antara tahap JCoT dan ICoT adalah ketersediaan bantuan dalam proses menyusun teks.

Daftar Pustaka

Arends, R. I. 2012. Learning to Teach. New York: McGraw-HillBaldwin, A.L. (1967). Theories of Child Development.New York: John Wiley & Sons.Barrows, H.S. 1996. Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 3-12). San Francisco: Jossey-Bass.Carin, A.A. & Sund, R.B. (