PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

18
PANDUAN PENGELOLAAN KEHAMILAN DENGAN PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT) DI INDONESIA HIMPUNAN FETOMATERNAL POGI 2006 I.ASPEK UMUM PENDAHULUAN Bayi kecil masa kehamilan (KMK) disebut juga SGA (small for gestational age), sering disamakan dengan bayi PJT (pertumbuhan janin terhambat) atau IUGR (intrauterine growth restriction). Diagnosis bayi KMK dapat disebabkan oleh beberapa keadaan seperti, kesalahan dalam pencatatan umur kehamilan (HPHT), bayi kecil tapi sehat, cacat bawaan/kelainan genetik/kromosom, infeksi intrauterine, dan PJT. Kurang lebih 80-85% bayi KMK adalah kecil tapi sehat, 10-15% sesungguhnya PJT dan sisanya 5-10% adalah janin dengan kelainan kromosom, cacat bawaan atau infeksi intrauterine (Harkness, 2004; Sheridan, 2005). Janin KMK adalah janin yang berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil atau yang lingkaran perutnya sama atau kurang dari 5 persentil. Sekitar 40% janin tersebut konstitusinya kecil dengan risiko morbiditas dan mortalitas perinatalnya yang tidak meningkat. Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta, dan 20% hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang. Potensi tumbuh yang kurang karena disebabkan oleh kelainan genetic atau kerusakan lingkungan. (Harper, T, 2004). Tidak semua PJT adalah KMK, dan tidak semua KMK menderita PJT. Hanya 15% KMK badannya kecil karena PJT. (Murray, L, 2004). Perbedaan definisi yang dipakai, kurva standar, ketinggian tempat tinggl, jenis kelamin dan ras seseorang, antara lain yang menyebabkan bervariasinya angka kejadian PJT. Selain angka kejadian PJT yang bervariasi antara 3-10%, yang terlebih penting lagi, angka kematian perinatal bayi – bayi dengan PJT kurang lebih 7-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi-bayi normal lainnya. Kurang lebih 26% atau lebih kejadian lahir mati, ternyata berhubungan dengan PJT. (Weiner, 2000). Jika didapatkan estimasi berat badan dan lingkaran perut yang kecil, maka perlu dipertimbangkan 4 hal: 1) umur kehamilan yang salah; 2) janin 1

Transcript of PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

Page 1: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

PANDUAN PENGELOLAAN KEHAMILAN DENGAN PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT) DI INDONESIA

HIMPUNAN FETOMATERNAL POGI 2006

I.ASPEK UMUM

PENDAHULUAN

Bayi kecil masa kehamilan (KMK) disebut juga SGA (small for gestational age), sering disamakan dengan bayi PJT (pertumbuhan janin terhambat) atau IUGR (intrauterine growth restriction). Diagnosis bayi KMK dapat disebabkan oleh beberapa keadaan seperti, kesalahan dalam pencatatan umur kehamilan (HPHT), bayi kecil tapi sehat, cacat bawaan/kelainan genetik/kromosom, infeksi intrauterine, dan PJT. Kurang lebih 80-85% bayi KMK adalah kecil tapi sehat, 10-15% sesungguhnya PJT dan sisanya 5-10% adalah janin dengan kelainan kromosom, cacat bawaan atau infeksi intrauterine (Harkness, 2004; Sheridan, 2005).

Janin KMK adalah janin yang berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil atau yang lingkaran perutnya sama atau kurang dari 5 persentil. Sekitar 40% janin tersebut konstitusinya kecil dengan risiko morbiditas dan mortalitas perinatalnya yang tidak meningkat. Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta, dan 20% hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang. Potensi tumbuh yang kurang karena disebabkan oleh kelainan genetic atau kerusakan lingkungan. (Harper, T, 2004). Tidak semua PJT adalah KMK, dan tidak semua KMK menderita PJT. Hanya 15% KMK badannya kecil karena PJT. (Murray, L, 2004).

Perbedaan definisi yang dipakai, kurva standar, ketinggian tempat tinggl, jenis kelamin dan ras seseorang, antara lain yang menyebabkan bervariasinya angka kejadian PJT. Selain angka kejadian PJT yang bervariasi antara 3-10%, yang terlebih penting lagi, angka kematian perinatal bayi –bayi dengan PJT kurang lebih 7-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi-bayi normal lainnya. Kurang lebih 26% atau lebih kejadian lahir mati, ternyata berhubungan dengan PJT. (Weiner, 2000).

Jika didapatkan estimasi berat badan dan lingkaran perut yang kecil, maka perlu dipertimbangkan 4 hal: 1) umur kehamilan yang salah; 2) janin kecil tapi normal; 3) janin kecil abnormal atau 4) janin kecil yang mengalami starvasi.

Secara klinis PJT dibedakan atas 2 tipe yaitu: tipe I (simetris) dan tipe II (asimetris). Kedua tipe ini mempunyai perbedaan dalam etiologi, terapi dan prognosisnya. (Lin, 1984; Manning, 1991). Cara-cara pemeriksaan klinis untuk mendeteksi PJT (berupa identifikasi faktor risiko dan pengukuran tinggi fundus uteri) seringkali memberikan hasil yang kurang akurat. Campbell mencatat nilai prediksi positif yang rendah, Positive Predictive Value (PPV) 16% dan Negative Predictive Value (NPV) 20% (Manning, 1991, Campbell, 1974). Peninggian kadar Alfa Feto Protein (AFP) pada janin yang normal tanpa cacat bawaan) akan meningkatkan kejadian PJT 5-10 kali lebih tinggi. (Weiner, 2000).

Umur kehamilan yang salah disebabkan karena: HPHT tidak jelas atau lupa, siklus haid tidak teratur, dan setelah penggunaan kontrasepsi pil atau suntik. Semua ukuran biometri janin kecil simetris, tidak ada kelainan anatomis, volume air ketuban dan aktivitas janin yang normal. Perlu pemeriksaan ulangan setelah 2 minggu, akan didapatkan peningkatan ukuran biometri janin dan kecepatan pertumbuhan yang normal.

1

Page 2: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

Janin kecil tapi normal: ibu biasanya konstitusi tubuhnya kecil, pada pemeriksaan USG sama dengan umur kehamilan yang salah. Pada pemeriksaan USG 2 minggu kemudian akan menunjukkan deviasi ukuran-ukuran janin lebih jauh dari normal.

Janin kecil abnormal: mungkin didapatkan kelainan anatomis, akibat kelainan khromosom atau karena factor lingkungan.

Janin kecil karena starvasi: ukuran janin asimetris, pengurangan ukuran lingkaran perut, femur dan lingkaran kepala. Penguranan volume air ketuban dan gerakan janin dan terdapat kelainan aliran darah pada a. uterina dan a. umbilikalis. (Pilu, G, Murray, L 2004).

DEFINISI

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. Hal tersebut dapat disebabkan berkurangnya perfusi plasenta, kelainan khromosome, dan faktor lingkungan atau infeksi (Maulik, D). Penentuan PJT juga dapat ditentukan secara USG di mana biometri tidak berkembang secara bermakna setelah 2 minggu.

PREVALENSI

Pada penelitian pendahuluan di 4 senter fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005 didapatkan 571 KMK dalam 14.702 persalinan atau rata-rata 4,40%. Paling sedikit di RS DR Soetomo Surabaya 2,08% dan paling banyak di RS DR Sardjito Yogyakarta 6,44%.

KLASIFIKASI

Simetris: ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan janin terjadi sebelum umur kehamilan 20 minggu, sering disebabkan oleh kelainan khromosome atau infeksi.

Asimetris: ukuran badannya tidak proporsional, gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trim III, sering disebabkan oleh isufisiensi plasenta (Peleg, D, 1998)

Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada awal kehamilan, saat hiperplasi (biasanya karena kelainan khromosome dan infeksi), akan menyebabkan PJT yang simetris. Jumlah sel berkurang dan secara permanen akan menghambat pertumbuhan janin dan prognosisnya jelek. Penempilan klinisnya proporsinya tampak normal karena berat dan panjangnya sama-sama terganggu, sehingga ponderal indeksnya normal.

Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada saat kehamilan lanjut, saat hipertrofi (biasanya gangguan fungsi plasenta, misalnya preeklamsia), akan menyebabkan ukuran selnya berkurang, menyebabkan PJT yang asimetris yang prognosisnya lebih baik. Lingkaran perutnya kecil, skeletal dan kepala normal, ponderal indeksnya abnormal (Wolstenholme, 2000; Peleg, 1998).

2

Page 3: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

II.FAKTOR RISIKO & ETIOLOGI

FAKTOR RISIKO

Kecurigaan akan PJT ditegakkan berdasarkan pengamatan factor-faktor risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur kehamilannya (Miller, 1972; Manakatala, 2002). Tetapi kurang akuratnya pemeriksaan klinis dalam meramalkan kejadian PJT pada umumnya disebabkan oleh: 1) kesalahan dalam menentukan umur kehamilan, 2) kesalahan dalam cara pengukuran tinggi fundus uteri, 3) adanya fenomena trimester terakhir, yaitu bayi-bayi yang tersangka PJT pada kehamilan 28-34 minggu, kemudian menunjukkan pertumbuhan yang cepat pada kehamilan 36-39 minggu.

Tabel I : Faktor-faktor Risiko PJT1. Lingkungan sosio-ekonomi rendah2. Riwayat PJT dalam keluarga3. Riwayat obstetri yang buruk4. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan yang rendah5. Komplikasi obstetri dalam kehamilan6. Komplikasi medik dalam kehamilan(Lin CC, 1984)

Tabel 2 : Faktor-faktor Risiko PJT sebelum & selama kehamilanI. Faktor yang terdeteksi sebelum kehamilan

Riwayat PJT sebelumnya Riwayat penyakit kronis Riwayat APS (Antiphospholipid syndrome) Indeks Massa tubuh yang rendah Maternal hypoxia

II. Terdeteksi selama kehamilan Peninggian MSAFP/hCG Riwayat makan obat-obatan tertentu (Coumarin, hydantoin) Perdarahan pervaginum Kelainan plasenta Partus prematurus Kehamilan ganda Kurangnya pertambahan BB selama kehamilan

(Manakatala, 2002)

ETIOLOGIMaternal: hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, DM kelas lanjut, hemoglobinopati,

penyakit autoimun, malnutrisi, merokok, narkotik, kelainan uterus, trombofili.Plasenta dan tali pusat : sindroma twin-twin transfusion, kelainan plasenta, solusio plasenta khronik,

plasenta previa, kelainan insersi tali pusat, kelainan tali pusat, kembar.Infeksi : HIV, cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis, syphilis.Kelainan khromosome/genetic: trisomy 13, 18 dan 21, triploidy, Turner’s syndrome, penyakit

metabolisme (Harper, T, 2004).Di RS DR Soetomo Surabaya penyebab PJT adalah Preeklamsia eklampsi 79% dan hipertensi 17%,

3,4% dari kehamilan dengan KMK di 4 senter fetomaternal menderita cacat bawaan.

III. ASPEK KLINIS

3

Page 4: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

SKRINING

Skrining: pada populasi umum skrining dilakukan dengan cara mengukur tinggi fundus uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal (ANC) sejak umur kehamilan 20 minggu sampai aterm. Jika ada perbedaan sama atau lebih besar dari 3 cm dengan kurva standard, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). (Harper, T). Pada kehamilan yang berisiko terjadi PJT pemeriksaan USG dilakukan pertama kali pada kehamilan trim I untuk konfirmasi haid pertama yang terakhir (HPM). Kemudian pada pertengahan trim II (18-20 minggu) untuk mencari kelainan bawaan dan kehamilan kembar. Pemeriksaan USG diulang pada umur kehamilan 28-32 minggu untuk deteksi gangguan pertumbuhan dan fisiologi brain sparing effect (oligohidramnion dan pemeriksaan Doppler velocimetry yang abnormal).

Penegakan diagnosis: estimasi berat janin sama atau kurang dari 10 persentil dan lingkaran perut (AC) yang sama atau kurang dari 5 persentil atau FL/AC > 24, atau biometri tidak berkembang setelah 2 minggu.

SUSPEK PJT JIKA TERDAPAT SATU ATAU LEBIH TANDA-TANDA DI BAWAH INI:1. TFU 3 cm atau lebih dibawah normal2. Pertambahan berat badan < 5 kg pada UK 24 minggu atau < 8 kg pada UK 32 minggu (untuk ibu dengan

BMI < 30)3. Estimasi berat badan < 10 persentil4. HC/AC > 15. AFI 5 cm atau kurang6. Sebelum UK 34 minggu plasenta grade 37. Ibu merasa gerakan janin berkurang(MUHC; Guideline)

DIAGNOSIS1. Palpasi, akurasinya terbatas, dapat mendeteksi janin KMK sebesar 30%, sehingga perlu tambahan

pemeriksaan biometri janin.2. Mengukur tinggi fundus uteri (TFU), terbatas akurasinya untuk mendeteksi janin KMK, sensitivitas 56

– 86%, spesifisitas 80 – 93%.Pengukuran TFU secara serial akan meningkatkan sensitifitas & spesifisitas.

3. Estimasi berat janin (EFW) dan abdominal circumference (AC) lebih akurat untuk diagnosis KMK. Pengukuran AC & EFW dapat mendeteksi luaran perinatal yang jelek. Systematic Revieu dalam Cohrane database menunjukkan bahwa pemeriksaan USG pada KRR setelah umur kehamilan 24 minggu tidak meningkatkan luaran perinatal.

4. Mengukur volume air ketuban (AFV), Doppler, CTG, & BPS lemah dalam mendiagnosis PJT. Meta analisis menunjukkan bahwa AFI antepartum < 5 cm meningkatkan bedah cesar atas indikasi gawat janin. AFI dilakukan setiap minggu atau 2 kali seminggu tergantung berat ringannya PJT. Doppler pada arteri uterina akurasinya terbatas untuk memprediksi PJT dan kematian perinatal.

Diagnosis tersebut di atas disesuaikan berdasarkan tingkat pengetahuan, skill, dan peralatan yang dimiliki oleh tempat pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

Dampak PJTMorbiditas & mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi daripada kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal adalah : prematuritas, oligohidramnion, DJJ yang abnormal, meningkatkan angka SC, asfiksia intrapartum, skor APGAR yang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi, hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang & infeksia. Mortalitas perinatal dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk : derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT, umur kehamilan dan penyebab dari PJT. Makin kecil persentil berat badannya, makin tinggi angka kematian perinatal.

4

Page 5: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

Pola kecepatan pertumbuhan bayi KMK bervariasi, pertumbuhan tinggi badan dan berat badan bayi preterm KML yang PJT ketinggalan dibandingkan bayi preterm Appropriate for Gestational Age (AGA) yang tidak PJT.Bukti epidemiologi menunjukkan adanya SGA dengan meningkatnya risiko dari kejadian kadar lipid darah yang abnormal, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung iskemik pada masa dewasa.

IV.FETAL SURVEILLANCE / PEMANTAUAN FUNGSIONAL JANINTest yang dipergunakan adalah Non Stres Test (NST), Biophisic Score (BPS), Amniotic Fluid Index

(AFI) dan Doppler Velocimetry dari a. Umbilikalis atau pembuluh darah lainnya. False Negative Rate (FNR) NST 2-3 per 1000, NPV 99,8% dan False Positive Rate (FPR) 80%. NST dilakukan setiap minggu, dua kali perminggu atau setiap hari, tergantung berat ringannya PJT. BPS efektif untuk memprediksi keluaran perinatal, FNR 0,8 per 1000, NPV 99,9% dan FPR 40%-50%.

Pemantauan biometrik janin dengan USG penting untuk menegakkan diagnosis dini PJT, akan tetapi yang lebih penting adalah peranan USG dalam menentukan fungsional janin. Hal ini sangat penting oleh karena akan menentukan etiologi, derajat beratnya PJT, prognosis janin, jenis dan waktu tindakan yang harus diambil.

A. Penilaian volume air ketuban:USG dapat digunakan untuk menilai volume air ketuban secara semikuantitatif yang sangat bermanfaat

dalam mengevaluasi PJT. Penilaian volume air ketuban dapat diukur dengan mengukur skor 4 kuadran atau pengukuran diameter vertical kantong amnion yang terbesar. Nilai prediksi oligohidramnion untuk PJT berkisar antara 79-100% (Phelan 1985; Manning, 1981). Namun demikian volume air ketuban yang normal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan adanya PJT. Janin PJT dengan oligohidramnion akan disertai dengan peningkatan angka kematian perinatal lebih dari 50 kali lebih tinggi (Manning, 1981).

Oleh sebab itu oligohidramnion pada PJT dianggap sebagai suatu keadaan emergensi dan merupakan indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan pada janin viable. Kemungkinan adanya kelainan bawaan yang dapat menyebabkan terjadinya oligohidramnion (agenesis atau disgenesis ginjal) juga perlu diwaspadai (Phelan, 1985; Manning, 1981).

AFI <5 cm dan diameter kantong amnion ,2 cm memiliki LR positif sebesar 2,5 dan LR negative 0,94 dan 0,97 dalam memprediksi volume air ketuban < 5 promil. Suatu penelitian meta analisis yang melibatkan 18 penelitian dengan 10.000 pasien melaporkan bahwa AFI <5 berhubungan dengan peningkatan risiko nilai Apgar 5 menit < 7 (RR: 5,2; CI: 95% 2,4-11,3) (Chauhan, 1999) (Evidence level I dan III, rekomendasi B) (Coomarasamy, 2002).

B. Penilaian kesejahteraan janin:Dengan mengetahui kesejahteraan janin, dapat dideteksi ada tidaknya asfiksia pada janin dengan PJT.

Beberapa cara pemeriksaan dapat dikerjakan, antara lain pemeriksaan BPS. Kematian perinatal akibat asfiksi akan meningkat jika nilai skor jumlahnya <4 (Manning, 1991).

Hasil penelitian meta analisis melaporkan bahwa penilaian BPS tidak meningkatkan perinatal outcome. Namun pada KRT penilaian BPS memiliki nilai prediksi negative yang baik. Kematian janin lebih jarang pada kelompok dengan BPS yang normal (Alfirevic, 1997). (Evidence level Ia, rekomendasi A) (Coomarasamy, 2002). Pada pelaksanaannya penilaian BPS sangat menyita waktu dan tidak dianjurkan pada pemantauan rutin Kehamilan RisikoRendah (KRR) atau untuk surveillance primer janin dengan PJT (Evidence level Ib, rekomendasi A) (Coomarasamy, 2002).

C. Pengukuran Doppler VelocimetryPJT type II yang terutama disebabkan oleh insufisiensi plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara

Doppler USG. Peningkatan resistensi perifer dari kapiler-kapiler dalam rahim (terutama pada HDK) akan ditandai dengan penurunan tekanan diastole sehingga S/D ratio akan naik, demikian juga PI dan RI. Pada akhir-akhir ini Doppler USG dianggap sebagai metode yang paling dini mendiagnosis adanya gangguan pertumbuhan sebelum terlihat tanda-tanda lainnya.

5

Page 6: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi dengan pemeriksaan KTG satu minggu kemudian. Hilangnya gelombang diastole (AEDF) akan diikuti dengan kelainan pada KTG 3-4 hari kemudian. Gelombang diastole yang terbalik (REDF) akan disertai dengan peningkatan kematian perinatal dalam waktu 48-72 jam (Anandakumar, 1991).

Dengan demikian pemeriksaan Doppler USG dapat digunakan untuk mengetahui etiologi, derajat penyakit dan prognosis janin dengan PJT.

D. Pemeriksaan pembuluh darah arteri1. Arteri umbilikalis

Pada kehamilan yang mengalami PJT, maka gumbaran gelombang Dopplernya akan ditandai oleh menurunnya frekuensi akhir diastolis. Pada preeklamsi dan adanya PJT akan terlihat gambaran gelombang diastolis yang rendah (reduced), hilang (absent) atau terbalik (reserved). Hal ini terjadi akibat adanya perubahan-perubahan pada pembuluh darah di plasenta dan umbilicus. Adanya sclerosis yang disertai dengan obliterasi lapisan otot polos pada dinding arteriole vili khorialis sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan tahanan perifer pada pembuluh-pembuluh darah ini. Sampai pada saat ini pemeriksaan arteri umbilikalis untuk mendiagnosis keadaan hipoksia janin pada kasus preeklamsi atau PJT masih menjadi cara pemeriksaan yang terpilih oleh karena lebih mudah mendapatkannya dan mudah interpretasinya (Sebire, 2003).

Hilang (AEDF) atau terbaliknya (REDF) gelombang diastole arteri umbilikalis berhubungan dengan peningkatan kesakitan kematian perinatal. Walaupun kejadian RDS dan NEC tidak meningkat dengan kejadian AEDF/REDF, namun akan disertai dengan peningkatan kejadian perdarahan serebral, anemia dan hipoglikemia. (Karsdorp, 1994). (Evidence level Ia, rekomendasi C) (Coomarasamy, 2002).

Doppler Velocimetry pada a. umbilikalis pada KRT merupakan predictor keluaran perinatal. Pulsatility Index (PI), Systolic/Diastolic Ratio (S/D ratio) dan Resistence Index (RI) mempunyai sensitifitas 79%, spesifisitas (93%), PPV 83%, NPV 91% dan Kappa Index 73%.

2. Arteri serebralis media (MCA)Sirkulasi serebral pada kehamilan trimester I, akan ditandai oleh gambaran absent of end-

diastolic flow, kemudian gelombang diastole mulai akan terlihat sejak akhir trimester I. Doppler velocimetry pada serebral janin juga membantu mengidentifikasi fetal compromise pada Kehamilan Risiko Tinggi (KRT). Jika janin tidak cukup mendapatkan oksigen akan terjadi central redistribution dari aliran darah dengan meningkatnya aliran darah ke otak, jantung dan glandula adrenal. Hal ini disebut brain-sparing reflux atau brain-sparing effect, yaitu redistribusi aliran darah ke organ-organ vital dengan cara mengurangi aliran darah ke perifer dan plasenta (Abuhamad, 2003).

Pada janin yang mengalami hipoksia (PJT), maka akan terjadi penurunan aliran darah uteroplasenter. Pada keadaan ini, gambaran Doppler akan memperlihatkan adanya peninggian resistensi atau peninggian indeks pulsatilitas arteri umbilikalis yang disertai penurunan resistensi sirkulasi serebral yang terkenal dengan fenomena “brain sparing effect” (BSE) yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk mempertahankan aliran darah ke otak dan organ-organ penting lainnya. Pada keadaan hipoksia yang berat, hilangnya fenomena BSE merupakan tanda kerusakan yang irreversible yang mendahului kematian janin.

Velositas puncak sistolis MCA merupakan indicator yang baik bagi anemia janin dengan inkompatabilitas rhesus, namun kurang sensitive untuk menegakkan anemia janin pada janin dengan PJT. (Makh, 2003).

3. Cerebroplacental ratio (CPR)

Pemeriksaan ratio otak plasenta (CPR) janin (yaitu nilai PI arteri serebralis media (MCA)/ nilai PI arteri umbilikalis) merupakan alternative lain untuk mendiagnosis PJT. (Bahado-Singh, 1999). Pemeriksaan CPR bermanfaat untuk mendeteksi kasus PJT yang ringan.

6

Page 7: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

Janin yang mengalami PJT akibat insufisiensi plasenta sebelum kehamilan 34 minggu seringkali disertai dengan gambaran Doppler arteri umbilikalis yang abnormal. Apabila terjadi gangguan nutrisi setelah kehamilan 34 minggu, bisa terjadi gambaran Doppler arteri umbilikalis masih normal walaupun respons MCA abnormal. Oleh sebab itu nilai CPR bisa abnormal pada janin dengan PJT yang ringan. Setelah kehamilan 34 minggu, nilai indeks Doppler MCA atau CPR yang menurun harus dicurigai akan adanya PJT walaupun indeks arteri umbilikalis masih normal. (Bahado-Singh, 1999). Pemeriksaan CPR juga diindikasikan pada janin yang kecil dengan nilai Doppler a. umbilikalis yang normal. Apabila sudah ditemukan AEDF/REDF pada a. umbilikalis, maka pemeriksaan CPR tidak diperlukan lagi. (Harkness, 2004).

Pemeriksaan pembuluh darah vena1. Vena umbilikalis

Dalam keadaan normal, pada kehamilan trimester I, terlihat gambaran pulsasi vena umbilikalis sedangkan pada kehamilan >12 minggu gambaran pulsasi ini menghilang dan diganti oleh gambaran continuous forward flow.

Pada keadaan insufisiensi uteroplasenta, gambaran pulsasi VU akan terlihat (kembali) pada trimester II-III dan gambaran ini menunjukkan keadaa hipoksia yang berat sehingga sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan . (Loughna, 2003).

2. Duktus venosusDuktus venosus (DV) Arantii, pada akhir-akhir ini banyak menarik perhatian para ahli untuk

diteliti oleh karena perannya yang penting pada keadaan hipoksia janin. Apabila terjadi keadaan hipoksia, maka mekanisme spingter di percabangan VU ke vena hepatika akan bekerja sebaliknya akan terjadi penurunan resistensi DV sehingga darah dari plasenta (VU) akan lebih banyak diteruskan melalui DV langsung ke atrium kanan dan atrium kiri melalui foramen ovale. Dengan demikian gambaran penurunan resistensi DV yang menyerupai gambaran mekanisme BSE, merupakan pertanda penting dari adanya hipoksia berat pada PJT.

Dalam keadaan normal, gambaran arus darah DV ditandai oleh adanya gelombang ”A” dari takik akhir diastole. Jadi, merupakan gambaran bifasik seperti punggung unta. Puncak yang kedua (gelombang ”A”) merupakan akibat dari adanya kontraksi atrium.

Dengan bertambahnya umur kehamilan maka akan terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut: terjadi peningkatan pada time averaged velocity, peak systolic velocity, dan peak diastolic velocity. Sedangkan peak S/D dengan sendirinya akan menetap.

Pada keadaan hipoksia seperti pada preeklamsi atau PJT, maka akan terjadi pengurangan aliran darah yang ditandai dengan pengurangan atau hilangnya gambaran gelombang ”A”. Pada hipoksia yang berat bisa terlihat gambaran gelombang A yang terbalik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemeriksaan Doppler DV merupakan prediktor yang terbaik dibandingkan dengan Doppler arteri uterina dan KTG. (Bilardo, 2004).

V.PENGELOLAAN1. Surveillance janin: systematic review dengan metaanalisis menunjukan bahwa Doppler pada arteri

Umbilicalis pada KRT mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal. RI a.Umbilicalis merupakan prediktor luaran perinatal yang jelek seperti SGA, APGAR score yang rendah, CTG yang abnormal dan pH tali pusat yang rendah. Jika SGA dengan Doppler a. Umbilicalis yang normal menunjukan KMK yang kecil tapi normal.

2. AFI < 5 cm, single pocket < 2 cm ada hubungannya dengan meningkatnya risiko AS < 7 pada 5 menit. Reduksi AFP ada hubungan dengan meningkatnya moralitas perinatal disbanding dengan kontrol (Evidence III)

3. BPS : ada bukti bahwa BPS pada KRT mempunyai NPV yang baik, pada BPS yang normal jarang terjadi kematian janin. BPS tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin pada KRR. BPS pada KRT

7

Page 8: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

dikerjakan jika Doppler a. umbilikalis abnormal dan mempunyai NPV yang baik. Ada bukti bahwa BPS jarang abnormal jika Doppler a. umbilikalis normal (Evidence Ib). BPS efektif untuk memprediksi luaran perinatal, FNR 0,8 per 1000, NPV 99,9% dan FPR 40-50-%. Berlainan dengan NST dan BPS, efektifitas fetal surveillance dengan cara Doppler velocimetry a. umbilikalis pada KRT akan meningkatkan luaran perinatal. Hal ini telah dibuktikan dengan meta analisis, terutama pada PJT karena preeklampsia.

4. CTG : FNR NST 2-3 per 1000. NPV 99,8% dan FPR 80%. NST dilakukan setiap minggu, 2 kali perminggu atau setiap hari tergantung berat ringannya PJT. (RCOG, Guideline NO. 31, 2002).

VI.PERSALINAN1. Jika End Diastole (ED) masih ada, persalinan ditunda sampai umur kehamilan 37 minggu. Kapan saat

terminasi kehamilan dengan PJT sangat bervariasi. OR untuk AEDF atau REDF untuk kematian perinatal masing-masing 4,0 dan 10,6 dibanding dengan jika End Diastole Flow masih ada. Insidensi RDS dan NEC tidak meningkat pada AEDF atau REDF, tetapi meningkatkan perdarahan otak, anemia atau hipoglikemia (Evidence Ila).

2. Jika AEDF atau REDF surveillanc ketat, diberi steroid. Jika surveillance yang lain (BPS, venous Doppler) abnormal segera diterminasi. Jika umur kehamilan >34 minggu, meskipun yang lain normal, terminasi perlu dipertimbangkan.

3. Pemberian kortikosteoid bila umur kehamilan <36 minggu untuk mengurangi kejadian RDS (Evid level la)

4. Persalinan dilakukan di tempat mana ada sumber daya manusia dan fasilitas resusitasi yang berpengalaman

5. Monitoring intrapartum dengan KTG6. Cara persalinan: belum cukup data yang mendukung seksio sesaria elektif pada semua KMK (RCOG,

Guideline No. 31, 2002).Di 4 senter Fetomaternal di Indonesia 66,2% janin KMK lahir pervaginam, sisanya secara seksio sesaria. Di RS Dr. Soetomo Surabaya persalinan pervaginam 66%, seksio sesaia 34%.

Dilakukan terminasi kehamilan bila:A.

a. Rasio FL/AC biometri ≥26, janin termasuk PJT berat b. Doppler velocimetry a atau v umbilikalis (PI ≥ 1,8) yang disertai AEDF/REDFc. AFI ≤ 4d. BPS memburuke. KTG : deselerasi lambatf. Tambahan : Doppler a. Uterina, MCA, DV.

Terminasi kehamilan mutlak bila : a, b dan c terpenuhiB. Umur kehamilan:

a. Umur kehamilan ≥ 37 minggu: terminasi kehamilan dengan seksio sesaria atau pervaginam bila Bishop Score ≥ 5b. Umur kehamilan 32-36 minggu: konservatif selama 10 hari dapat berlangsung lebih dari 50% kasus PJT

terutama preeklamsia.c. Umur kehamiln <32 minggu: perawatan konservatif tidak menjanjikan, sebagian besar kasus

berakhir dengan terminasi.

VII. TERAPI LAIN

8

Page 9: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

Bed rest masih dipertanyakan manfaatnya, tidak ada perbedaan keluaran janin antara perawatan bed rest dengan perawatan jalan/ambulatoir. Bed rest bisa menyebabkan thromboembolism, makan biaya dan tidak menyenangkan.

Nutrisi dengan protein tinggi, balanced energy/protein supplementation (protein < 25% energi total) dapat mengurangi PJT.

Kurang bukti bahwa pemberian oksigen, dekompensasi abdomen, obat-obat seperti: Ca channel blocker, beta mimetic dan magnesium menguntungkan dan efektif mencegah PJT.

Meta analisis yang melibatkan 13.000 ibu hamil mendapatkan bahwa pemberian aspirin dapat mengurangi kejadian PJT tetapi gagal dalam meningkatkan keluaran perinatal. Pemberian aspirin pada kehamilan risiko tinggi tidak mengurangi kejadian PJT tetapi mengurangi preterm. (Maulik, RCOG, Guideline No. 31, 2002).

Menurut The Cochrane Library, Issue 3, 2005, bed rest, nutrisi, oksigen, betamimetic, Ca channel blocker dan hormone belum ada cukup bukti untuk dievaluasi pengaruhnya untuk pengobatan kehamilan dengan janin KMK (Say, L, 2005).

VIII. PENGELOLAAN KEHAMILAN PRETERM DENGAN PJT

A. Umur kehamilan < 32 minggu:1. Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi: infeksi, kelainan bawaan atau menurunnya sirkulasi feto-plasenter2. Tentukan tipe PJT: simetris atau asimetris3. Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi, mengurangi rokok dan atau narkotik4. Istirahat tidur miring5. Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry a. umbilikalis setiap 3 minggu

sampai UK 36 minggu atau sampai timbul oligohidramnion.6. BPS setiap minggu termasuk NST, diikuti dengan NST saja pada minggu yang sama

Dirawat di Rumah Sakit jika:1. AFI < 2,5 persentil dengan Doppler velocimetry a. umbilikalis normal2. Doppler velocimetry a. umbilikalis hilang (AEDF) atau terbalik (REDF)

Terminasi jika:1. Anhydramnion (tidak ada poket) pada UK 30 minggu atau lebih2. Deselerasi berkurang3. Selama 2 minggu tidak ada pertumbuhan janin dan paru janin sudah masak4. Doppler velocimetry: AEDF atau REDF

B. Umur kehamilan ≥32 minggu:1. Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi: kelainan bawaan, infeksi atau menurunnya sirkulasi feto-plasenter2. Tentukan jenis PJT: simetris atau asimetris3. Obati kondisi ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi, mengurangi rokok, dan atau obat narkotika4. Istirahat tidur miring ke kiri5. Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry a. umbilikalis setiap 3 minggu6. Setiap minggu dilakukan BPS termasuk NST, diikuti dengan hanya NST saja pada minggu yang sama

Dirawat di Rumah Sakit jika:1. AFI kurang atau sama dengan 5 cm2. Ata Equivokal BPS (6/10)

Terminasi jika:

9

Page 10: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

Oligohidramnion (AFI < 5 cm)1. Umur kehamilan 36 minggu atau lebih2. Oligohidramnion pada UK < 36 mingu dikombinasi dengan Doppler velocimetry a. umbilikalis

Abnormal Doppler velocimetry a. umbilikalis:1. Pada UK 36 minggu atau lebih2. Doppler velocimetry a. umbilikalis REDF setelah 32 minggu3. Doppler velocimetry a. umbilikalis AEDF setelah 34 minggu , jika AEDF pada < 34 minggu, BPS dua

kali seminggu4. AEDF + abnormal NST5. AEDF + oligohydramnion

Abnormal BPS:1. Kurang atau sama dengan 4/102. Jika BPS equivokal (6/10), dipondokkan dan ulangi 4-6 jam, jika tetap equivocal diterminasi

Pertumbuhan janin yang kurang:Jika tidak ada pertumbuhan selama 2 minggu pemeriksaan USG serial

Anhidramnion (tidak ada poket)Deselerasi berulang(MUHC Guideline)

IX. KESIMPULAN

Secara rasional pengelolaan kehamilan yang tersangka PJT bisa dimulai dari tindakan untuk menghilangkan faktor risiko seperti, infeksi, kekurangan nutrisi, mengobati hipertensi, mencegah atau menghilangkan kebiasaan meroko, dsb.

Pelbagai upaya intervensi telah dicoba namun hasilnya belum dapat direkomendasikan seperti, terapi oksigen, nutrisi, rawat nginap di RS, bed rest, betamimetik, calcium channel blockers, terapi hormonal, plasma ekspander, pemberian aspirin dan sebagainya.

Pemberian kortikosteroid pada kehamilan 24-36 minggu dapat menurunkan kejadian sindroma distres pernafasan (RDS). (Evidence level Ia, rekomendasi A).

Pemantauan kesejahteraan janin dengan Doppler USG, KTG dan BPP. Kehamilan diterminasi apabila ditemukan gambaran Doppler yang abnormal (AEDF/REDF, A/R Ductus Venosus flow, pulsasi v. umbilikalis), abnormal KTG atau abnormal BPP (Evidence level Ia, rekomendasi A) (Coomarasamy, 2002).

Apabila kehamilan akan diakhiri, pada janin yang prematur, pilihannya adalah seksio sesarea. Pada janin yang aterm, induksi persalinan pervaginam dapat dilakukan dengan pemantauan intrapartum yang kontinyu. (Evidence level Ia dan III, rekomendasi C). Belum tersedia data yang cukup untuk merekomendasikan seksio elektif pada semua janin dengan PJT. (Evidence level Ia) (Coomarasamy, 2002).

Apabila Doppler a. umbilikalis memperlihatkan gambaran ARED atau OCT positif gawat janin maka seksio sesarea adalah pilihannya. Namun, bila Doppler a. umbilikalis hanya memperlihatkan peninggian nilai PI dengan OCT yang negatif, maka induksi persalinan pervaginam akan berhasil baik pada 30% kasus (Li, 2003).

Dianjurkan agar persalinan dilakukan di unit yang memiliki fasilitas dan ahli perinatologi/ neonatus yang baik. Harus didampingi oleh petugas yang terampil melakukan resusitasi bayi. (Evidence level IV, rekomendasi C) (Coomarasamy, 2002).

10

Page 11: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

X. DAFTAR PUSTAKA

Abuhamad, A : Contemporary OB/GYN. Cover Story : Does Doppler U/S improve outcomes in growth-restricted fetus?. (2003); http://obgyn.adv 100.com/obgyn/article/article, Detail.jsp ?id= 114932

Alfirevic Z, Neilson JP. Biophysical profile for fetal assessment in high risk pregnancies. Cochrane Database Syst Rev 1997; (4).

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG): Guideline of intrauterine growth restriction (2000). http://www.guideline.gov/summary/summary.aspx?doc id=3962&nbr=003100&string=1.

Anandakumar C, Wong YC, Chia D. Doppler analysis and colour flow maping in Obstetrics.In: Ratnam SS, Soon-chye N, Sen DK. (Eds). Contributions to Obstetrics and Gynecology-Vol 2. Singapore: Longman Singapore Pub. (Pte) Ltd 1991: 147-53.

Bahado-Singh RO, Kovanci E, Jeffres A. The Doppler cerebroplacental ratio and perinatal outcome n intrauterine growth restriction. Am J Obstet Gynecol 1999; 180:750-6.

Baschat AA. Pathophysiology of fetal growth restriction: Implications for diagnosis and surveillance. Obstet Gynaecol Surv 2004; 59 (8): 617-27

Barker, D.J: The long-term outcome of retarded fetal growth. Clin Obstet Gynecol 1997.40: 853-63.Bilardo, C.M., Wolf, H, Stighter, R.H.: Relationship between monitoring parameters and perinatal outcome in

severe, early intrauterine growth restriction. Ultrasound OBstet Gynecol 2004; 23:119-25.Campbell, S. The assessment of fetal growth by diaghnostic ultrasounded. Clin. Perinat. 1974. 1:507-10.fChauchan, S.P; Sanderson, M; Hendrix, N.W; Magann, E.F; Devou, L.D: Perinatal Outcame and amniotic fluid

index in the antepartum and intrapartum period. A Meta Analysis Am J Obtet Gynecol 1999, 181: 174-8Coomarasamy A, Fisk NM, Gee H. Robson SC. The investigation and management of small-for-gestational-age

fetus. Guideline No. 13 Royal College of Obstetricians and Gynecologists. November 2002. Available from: www.ncl.ac.uk/nfmmg/guidelines/sga%20guide.htm

Harkness, VF, Mari, G. Diagnosis and management of intrauterine growth restriction. Clin Perinat. 2004 . 31: 743-64

Harper, T; Lam, G.: Fetal Growth Restriction LastUpdated: August 26, 2004.File://E:/eMedicine-Fetal Growth Restriction Article by Terry Harper, MD.htmKarsdorp VH, van Vught JM, van Geijin HP, KOstense PJ, Arduini D, Montenegro N, et al. Clinical

significance of absent or reserved end diastolic velocity waverforms in umbilical artery. Lancet 1994;344:1664-8

Li, H, Gudmundsson s, Olofson, P.: Prospect for vaginal delivery for growth restricted fetuses with abnormal umbilical artery blood flow. Acta Gynecol Scand 2003;82:823-3

Loughna, P.: Intrauterine growth restriction: investigation and management. Curr Obstet Gynecol. 2003; 13:205-11

Lin, CC, Evans, M.I.:Intrauterine Growth Retardation. Pathohysiology and Clinical Management. New York. Mc Graw-Hill Book Co. 1984.

Makh DS, Harman CR, Baschat AA. Is Doppler prediction of anemia effective in growth retarded fetus? Ultrasound Obstet Gynecol 2003;22:489-92

Manakatala, U, Harmeet. Intrauterine Growth Restrictriction. In; Zutshi, V, Kumar, A, Batra, S. Problem based approach in Obstetrics and Gynecology. New Delhi. Jaypee Brothers Medical Pub Ltd. 2002 P 206-20

Manning FA, Hill LM, Platt D. Qualitative amniotic fluid volume determination by ultrasound: Antepartum detection of intrauterine growth retardation. Am J Obstet Gynecol 1981; 139: 254-8

Manning F.A. Hohler, C. Intrauterine growth retardation. Diagnostic, prognostication and management based on ultrasonograph methods. In: Flesicher, A.C., Romero, R, Mannng, F.A.; Jeanty, P; James, A.E. (Eds). The principles and Practice of ultrasound in Obstetrics and Gynecology. 4th ed. London: Practice-Hall Internat. 1991. 331-47

Maulik, D; Sicuranza, G; Lysikiewiez, A and Fiqueron, R.: Fetal growth restriction: 3 keys to successful management. File://G:/OBGmanagement-com%20IUGR.htm.

Miller, H. E. Fetal growth and neonatal mortality. Pediatrics. 1972. 49:392-5

11

Page 12: PANDUAN PENGELOLAAN PJT.doc

MUHC Guidelines for Intrauterine Growth Restriction 4th Word Congress Fetal Medicine File://loalhost/G:/Intrauterine%20Growth%20Ristriction,%20Office%20of%20Clinical%20Effectiveness,%20University%20of%20Missouri%20Health%20Care.htm.

Murray, L: Fetal growth restriction dalam Obstetrics and Gynecology An evidence-based medicine text for MRCOG International students edition. Ed. David Luesley and Philip N Baker 2004

Phelan JP, Platt LD, Yeh S. The role of ultrasound assessment of amniotic fluid volume in the management of the post date pregnancy. Am J Obstet Gynecl 1985; 151:304-7

Peleg, D; Kennedy, CM and Hunter, SK: Intrauterine Growth Restriction: Identification and Management. August 1998. http://www.aafp.org/afp/980800ap/peleg.html

Pilu, G; Nicolaides, K; Xymenes, R and Jeanty, P: Small for gestational age. Diagnosis of fetal abnormalities, http:/www.centrus.com.br/Diplomat_FMF/series_FMF/18-23weeks/chapter-13/sga-01.html

Royal College of Obstetricians and Gynecologists: The investigation and management of the small for gestational age fetus. Guideline No 31 November 2002. www.rcog.org.uk/reources/public/pdf/Small-Gest-Fetus-No031.pdf

Sebire NJ. Umbilical artery Doppler revisited; pathophysiology of changes in intrauterine growth restriction revealed. Ultrasound Obstet Gynecol 2003;21:419-22

Say, L; Guimezoglu, AM; Hofmeyr, GJ: The Cochrane Library, Issue 3, 2005. http://www.update-software.om/abstracts/ab000148.htm

Sheridan, C. Intrauterine growth restriction. Diagnosis and management. Aus. Fam. Phisic. 2005. 34: 717-23Weiner, C. P.;Baschat, A.A. Fetal growth restriction and management. In: James, D.K.: Steer, P.J.; Weiner,

C.P.; Gonek, B. (Eds). High risk pregnancy. Management options. London WB Saunders 23rd. 2000.pp: 291-308

Wolstenhlme, J and Wright, C. 2000 : Gene chromosome and IUGR. In: Kingdom, J and Baker, P. (eds): Intrauterine Growth Restriction.

12