Pandangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif...
-
Upload
vuongkhuong -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of Pandangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif...
i
PANDANGAN MAHASISWA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TERHADAP PLURALISME AGAMA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
SITI NAY NURJANAH
NIM : 10.40.32.20.10.32
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
14230 H /2009 M
ii
PANDANGAN MAHASISWA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TERHADAP PLURALISME AGAMA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Siti Nay Nurjanah
NIM : 104032201032
Pembimbing,
Dr. Masri Mansoer, M.A
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H /2009 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 16 Februari 2009
Siti Nay Nurjanah
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab Latin Arab Latin Arab Latin
dh = ض a = ا
al = ال th = ط b = ب
zh = ظ t = ت = a
‘ = ع ts = ث = i
gh = غ j = ج = u
f = ف h = ح
q Vokal Panjang = ق kh = خ
â = ــــ� k = ك d = د
î = ـــ� l = ل dz = ذ
û = ــــ� m = م r = ر
n Diftong = ن z = ز
aw = ــــ� w = و s = س
ay = ــــ� h = هـ sy = ش
’ = ء
y = ي sh = ص
v
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan mahasiswa terhadap
pluralisme agama pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode kuantitatif, dengan menggunakan beberapa cara pengujian
yaitu: analisis deskriptif, analisis komparasi one-way anova, analisis korelasi product
moment, dan analisis regresi linear sederhana. Responden yang diambil sebanyak 250
mahasiswa yang dipilih secara random dari 10 fakultas dengan tidak menggunakan
proporsional dengan jumlah masing-masing 25 orang dari setiap fakultas yang ada di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Tidak ada perbedaan keberagamaan
antara fakultas agama dan fakultas umum yang ditunjukkan oleh rataan sebesar 72.24. 2).
Tidak ada perbedaan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama antara fakultas
agama dan fakultas umum yang ditunjukkan oleh rataan 51.07. 3). Ada hubungan negatif
yang artinya terdapat hubungan yang lemah antara keberagamaan dengan pandangan
mahasiswa terhadap pluralisme agama yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar -
0.02. Ada hubungan negatif antara keberagamaan dengan pandangan mahasiswa terhadap
pluralisme agama, ditunjukkan oleh F hitung sebesar 10.348. Berdasarkan data tersebut
dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini bahwa semakin saleh atau tinggi tingkat
keberagamaan seseorang maka semakin rendah seseorang dalam memandang pluralisme
agama.
Kata Kunci: Keberagamaan, Pluralisme Agama.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah
serta karuniaNya kepada penulis yang tak henti-hentinya memberikan kenikmatan, baik
itu nikmat iman maupun nikmat Islam sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga tercurah pada khatimul anbiya, Muhammad SAW, pemimpin
bagi umat manusia. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Pandangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Terhadap Pluralisme Agama” Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata-1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara moril maupun
materil dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Ida Rosyidah, MA. Selaku ketua jurusan Sosiologi Agama dan Ibu Dra.
Joharotul Jamilah, Msi selaku sekretaris jurusan Sosiologi Agama. Yang telah
membina dan membimbing penulis selama masa pendidikan di fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Bapak Dr. Masri Mansoer, MA selaku dosen pembimbing atas kesabaran, dan
kritik. Terimakasih telah berkenan memberikan waktu, petunjuk, serta arahan
yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
5. Segenap dosen dan staf pengajar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya dosen-dosen Sosiologi Agama atas segala ilmu
pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan.
6. Pimpinan perpustakaan umum dan perpustakaan fakultas Ushuluddin dan Filsafat
yang telah memberikan layanan dengan baik atas pinjaman referensi buku-
bukunya. Dan seluruh staf karyawan UIN pada umumnya serta karyawan
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat pada khususnya.
7. Seluruh keluargaku tercinta, dengan penuh rasa takzim kupersembahkan
skripsiku ini khusus kepada kedua orangtuaku: papa H. Arif Syarifuddin dan
mama Hj. Sopenah atas segala pengorbanan dan cinta, yang tidak pernah letih
membimbing dan menyayangi penulis. Kakak-kakakku: Agus Syarifuddin, SH.
MH dan istri Elis Rosdianah. H. Supandi Syarifuddin, SE beserta istri Heni. Iwan
Syarifuddin, SPd dan istri Hamliah Asriani, Skom. Siti Hammah, SHi dan Daniel
Nafiri, SHi. Adikku: Ahmad Nur Faizi, Keponakan-keponakanku: Ferdiansyah S,
Ananda Aulia Salsabilah, Fadillah Ramadhan S, Revaldi S, Rangga Pratama S,
dan Ramzi Maulana S. saudaraku, sahabat, teman senasib seperjuangan Siti
Suraidah yang selalu bersama-sama, terimakasih untuk saran, kritik, motivasi dan
aku belajar banyak darimu tentang semua hal yang kita lewati.
8. Community of ban: Siti Nurhayati (aya) terimakasih untuk persahabatan yang
sangat berharga untukku, yang telah terbina sejak awal kita memasuki kampus
viii
ini, melihatmu tertawa lepas adalah kebahagiaanku. Kita masih punya mimpi
untuk kita gapai. Lina Hermawati (ina) yang telah memberikan warna dan
ceriamu dalam persahabatan ini. Iik ikrimah (mamy) yang selalu membuatku
tertawa atas celotehanmu, dan selalu optimis untuk apapun. Nadzariyah (njah)
untuk kebersamaan yang telah kita lalui, sahabat yang aku rindukan tawamu
seperti dulu saat kau bisa membagi bebanmu itu. Terimakasih untuk apapun yang
telah kalian berikan kepadaku, dan waktu tidak akan membuatku melupakan
kalian.
9. Lucky Setiawan, ST untuk segala kebaikan yang diberikan kepada penulis,
motivasi dan semangat yang tiada henti agar penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini, semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan tercapai cita-citamu.
10. Teman-teman jurusan Sosiologi Agama angkatan 2004: Angga, Zumi, Nia,
Ilham, Wahid, dan semua teman-teman kelasku. Serta seluruh teman-temanku:
Muammar Lutfhi Harun, Tyo Zulfan Amri, Gelar M Nugraha, Abang Marwan
terimakasih untuk do’anya, dan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang
telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari, skripsi ini tentu saja jauh dari kesempurnaan. Karena itu,
masukkan serta saran dari pembaca akan sangat berguna bagi penulis dikemudian
hari. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan semua pihak, amin.
Ciputat, 16 Februari 2009
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………… ii
DAFTAR ISI............................................................................................. v
DAFTAR TABEL....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. xi
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………… xii
PENDAHULUAN……………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah.......................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. 10
D. Sistematika Penulisan............................................................. 10
BAB I I KAJIAN TEORI (Konsep Pandangan, Agama, dan
Pluralisme Agama)..................................................................
12
A. Pandangan...........................................................................
1. Pengertian Pandangan...............................................
2. Aspek-aspek Pandangan............................................
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pandangan........
12
12
13
14
B. Agama.................................................................................
1. Pengertian Agama.....................................................
2. Fungsi-fungsi Agama........................................... ....
3. Dimensi-dimensi Agama.........................................
19
19
23
24
C. Pluralisme Agama............................................................... 26
x
1. Pengertian Pluralisme Agama..................................
2. Teori Pluralisme Agama..........................................
2.1. Faktor Internal (Ideologis)..............................
2.2. Faktor Eksternal..............................................
26
29
30
34
D Pluralisme Agama Dalam Pandangan Majelis Ulama
Indonesia (MUI)...................................................................
35
E. Pluralisme Agama Dalam Pandangan Al-Quran.................. 38
BAB I II METODOLOGI PENELITIAN.........................................
A. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................... 45
B. Populasi dan Sampel........................................................ 45
C. Variabel Penelitian........................................................... 46
D. Metode Pengumpulan Data..............................................
1. Metode Angket.....................................................
2. Studi Kepustakaan...............................................
47
47
48
E. Uji Instrumen Data...........................................................
a. Uji Validitas.........................................................
b. Uji Reliabilitas.....................................................
48
48
50
F. Metode Analisis Data....................................................... 51
G. Prosedur Penelitian.......................................................... 51
H. Hipotesa Penelitian.......................................................... 52
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………… 54
A. Profil Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah......
1. Sejarah UIN Syarif Hidayatullah...........................
2. Struktur Organisasi UIN Syarif Hidayatullah........
54
54
57
B. Deskripsi Responden Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah..................................................................
1. Responden Menurut Jenis Kelamin dan Fakultas.
2. Responden Menurut Asal Sekolah........................
58
58
59
C.. Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah.....
1. Praktek Keagamaan............................................
2. Pengetahuan Keagamaan...................................
3. Ideologi Keagamaan..........................................
4. Variabel Keberagamaan Secara Umum.............
60
60
61
62
64
D. Pandangan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Terhadap Pluralisme Agama...........................................
1. Pengetahuan Terhadap Pluralisme Agama.........
2. Sikap Terhadap Pluralisme Agama....................
3. Tingkah Laku Terhadap Pluralisme Agama......
4. Variabel Pluralisme Agama ..............................
65
65
66
67
68
E. Perbedaan Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta antara Fakultas Agama dan
Fakultas Umum………………………………………
71
F. Perbedaan Pandangan Pluralisme Agama Mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta antara Fakultas
Agama dan Umum..........................................................
72
xii
G. Pengaruh Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Terhadap Pandangan Pluralisme Agama..
1. Korelasi...............................................................
2. Koefisien Determinasi .......................................
3. Analisis Persamaan Regresi Sederhana..............
4. Uji F Hitung ( Anova Test )...............................
73
73
74
75
76
BAB V PENUTUP………………………………………………… 78
A. Kesimpulan………………………………………….. 78
B. Saran…………………………………………………. 79
DAFTAR PUSTAKA…………………………………… 81
LAMPIRAN – LAMPIRAN……………………………. 84
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I: Hasil Uji Validitas…………………………………………… 49
Tabel II: Hasil Uji Reliabilitas…………………………………………. 50
Tabel III: Tokoh-tokoh Yang Memimpin IAIN/UIN Sharif Hidayatullah
Jakarta…………………………………………………............
56
Tabel IV: Responden Menurut Jenis Kelamin dan Fakultas……………… 58
Tabel V: Responden Menurut Asal
Sekolah……………………………...
59
Tabel VI: Responden Menurut Dimensi Praktek Keagamaan..................... 60
Tabel VII: Responden Menurut Dimensi Pengetahuan Keagamaan............ 62
Tabel VIII: Responden Menurut Dimensi Ideologi Keagamaan................... 63
Tabel IX: Responden Menurut Variabel Keberagamaan............................ 64
Tabel X: Responden Menurut Dimensi Pengetahuan Pluralisme Agama.. 65
Tabel XI: Responden Menurut Dimensi Sikap Pluralisme Agama............. 66
Tabel XII: Responden Menururt Dimensi Tingkah Laku Pluralisme
Agama........................................................................................
68
Tabel XIII: Responden Menurut Variabel Pluralisme Agama....................... 69
Tabel XIV: Responden Menurut Rataan Keberagamaan Mahasiswa Antara
Fakultas Agama dan Fakultas Umum.........................................
71
Tabel XV: Responden Menurut Rataan Pandangan Mahasiswa Terhadap
Pluralisme Agama antara Fakultas Agama dan Fakultas
Umum.
72
Tabel XVI: Hasil Uji Korelasi...................................................................... 74
Tabel XVII: Hasil Uji Koefisien Determinasi................................................ 75
Tabel XVIII: Hasil Uji Koefisisen Regresi Sederhana................................... 75
Tabel XIX: Hasil Uji Anova.......................................................................... 76
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuesioner
Lampiran II: Jawaban Kuesioner Responden
Lampiran III: Jawaban Kuesioner Responden Perdimensi
Lampiran IV: Transformasi Data Kuesioner Perdimensi
Lampiran V: Data Validitas dan Data Reliabilitas
Lampiran VI: Hasil Analisis Deskriptif
Lampiran VII: Hasil Uji Komparasi
Lampiran VIII: Hasil Uji Korelasi
Lampiran IX: Hasil Uji Regresi Linear Sederhana Antara Variabel
Keberagamaan Dengan Variabel Pluralisme Agama
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang plural. Hal ini dapat terlihat dari berbagai
keanekaragaman ras, suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Keanekaragaman ini dapat
menjadi sebuah kekayaan negara. Namun, apabila kekayaan ini tidak mampu dikelola
dengan baik maka dapat menjadi sebuah ancaman bagi keutuhan negara.1 Di zaman
sekarang ini, keragaman agama menjadi salah satu masalah yang dianggap signifikan.
Namun masalah keragaman ini bukanlah merupakan masalah yang baru, karena sejak
dulu banyak para tokoh agama yang berusaha membuktikan bahwa agamanyalah yang
dianggap paling benar. Pada masa sekarang ini agama menjadi salah satu pusat perhatian,
karena agama selalu mewarnai kehidupan manusia. Banyak konflik-konflik yang terjadi
dengan mengatasnamakan agama. Namun, di lain pihak, agama pula yang membuat
ketentraman batin. Dewasa ini, banyak ajaran dari sebuah agama menjadi dasar institusi-
institusi, seperti halnya sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.
Selain itu, dalam setiap tahun tidak kurang dari sepuluh kali umat beragama
mengadakan upacara resmi keagamaan untuk memperingati hari-hari suci dalam
agamanya. Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Isra Mi’raj, dan Maulid Nabi Muhammad
SAW yang diperingati oleh umat Islam, Hari Natal, dan wafatnya Yesus Kristus (Isa Al-
Masih) oleh umat Kristiani, Imlek oleh umat beragama Konghuchu, serta Hari Raya
Nyepi dan Waisak yang diperingati oleh umat Hindu dan Budha.
1 Muchtar Luthfi, Problem Pluralisme Agama dan Mazhab, 15 November 2005, Artikel ini di
akses pada tanggal 25 Maret 2008 melalui situs http://www.google.com/
xvi
Dalam setiap peringatan keagamaan inilah selalu muncul persoalan tentang
keragaman atau pluralitas. Yaitu, persoalan tentang bagaimana suatu umat beragama
menyikapi kehadiran agama dan kaum lain yang berbeda agama. Khususnya dikalangan
umat Islam, masalah keragaman atau pluralitas agama ini telah memunculkan perdebatan
teologis yang panjang dan tak pernah kunjung selesai. Bagaimana seharusnya menyikapi
kehadiran banyak agama dan bagaimana seharusnya umat muslim bersikap terhadap
kaum lain yang berbeda agama. Tema perdebatan tersebut tidak hanya sebatas masalah
ketuhanan, melainkan juga merambah ke wilayah kehidupan yang sangat luas, termasuk
aspek ritual keagamaan, sosial, kesehatan, politik dan ekonomi. Dalam aspek ritual
keagamaan, pada saat peringatan Natal, Imlek atau Hari Raya Nyepi misalnya,
berkembang perdebatan tentang boleh atau tidaknya mengucapkan selamat kepada umat
lain, dalam aspek sosial muncul perdebatan yang berkaitan dengan boleh atau tidaknya
menerima bantuan dari kalangan non-muslim. Misalnya, pemberian dalam bentuk
makanan, atau bantuan dana dan sarana fisik untuk pembangunan masjid, madrasah,
rumah sakit dan sebagainya. Dalam aspek kesehatan muncul perdebatan masalah boleh
atau tidaknya berobat kerumah sakit non-muslim atau kerjasama dalam bidang kesehatan.
Dalam aspek ekonomi muncul perdebatan boleh atau tidaknya belanja ke toko atau
supermarket non-muslim. Perdebatan seputar boleh atau tidaknya melakukan pertemanan
dan kerjasama ekonomi dengan kalangan non-muslim. Sedangkan dalam aspek politik,
muncul perdebatan boleh atau tidaknya menjadikan orang non-muslim sebagai teman
politik (anggota atau pimpinan partai) atau mengangkat mereka menjadi pemimpin
pemerintahan (kepala negara). Oleh karena itu, agama dan keragamannya sangat menarik
perhatian kita di abad ini.2
2 Hendar Riyadi, Melampaui Pluralisme (Jakarta: RMBooks, 2007), h.1-3.
xvii
Pada era globalisasi masa kini, umat beragama dihadapkan pada serangkaian yang
tidak berbeda dengan apa yang dialami sebelumnya. Pluralisme agama, konflik internal
atau antar agama adalah sebuah fenomena yang nyata. Di masa lampau kehidupan
keagamaan relatif lebih tentram karena umat-umat beragama bagaikan kamp-kamp yang
terisolasi dari tantangan dunia luar. Sebaliknya, masa kini tidak sedikit pertanyaan kritis
yang harus ditanggapi oleh umat beragama yang dapat diklasifikasikan rancu dan
merisaukan.3 Fenomena ini berlanjut sampai masa sekarang. Di beberapa negara justru
sebuah agama dijadikan sebagai elemen utama dalam mesin penghancuran manusia,
suatu kenyataan yang sangat bertentangan dengan ajaran semua agama di muka bumi ini.
Pertentangan antar umat beragama yang membawa perpecahan, kekerasan, anarkisme,
bahkan vandalisme adalah sebuah kenyataan yang sungguh ironis dan memprihatinkan.
Sama menyedihkannya misi (dakwah) keagamaan yang menjelek-jelekkan agama lain
dan umatnya, menghasut, membakar emosi umat untuk membenci bahkan menyerang
umat agama lain. Permusuhan dan balas dendam adalah tanda betapa masyarakat kita
masih mengidap penyakit eksklusivisme dan fanatisme dan karena itulah belum pantas
disebut sebagai bangsa toleran.4 Untuk menghindari bahaya ini, wacana moralitas perlu
diartikulasikan kembali secara jelas. Dalam kerangka ini agama justru harus dijadikan
penengah di antara kepentingan-kepentingan yang sering kali membuat konflik dalam
tatanan umum dan perubahan sosial. Kerja sama antar agama diperlukan untuk
3 Alwi Shihab, Islam Inklusif (Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama), (Bandung: Mizan, 1998),
h. 39
4 Muhammad Ali, Teologi Pluralis-Multikultural (Menghargai Kemajemukan Menjalin
Kebersamaan), (Jakarta: Kompas, 2003), h.11.
xviii
menerjemahkan kesadaran atas hakikat dasar moralitas dan sikap moral terhadap realitas
sosial serta keinginan untuk menghormati orang lain.5
Pluralisme adalah perspektif pemikiran dan gerakan yang ingin menghapuskan
sekat-sekat primordialisme (asal-usul kelahiran agama dan hal-hal bawaan) dalam pola
dan proses interaksi sosial manusia dalam kehidupan. Secara sederhana, pluralisme
dikatakan sebagai paham tentang kemajemukan masyarakat. Masyarakat majemuk ialah
suatu masyarakat dimana sejumlah etnik dan golongan hidup secara berdampingan yang
sebagian besar berbeda satu sama lain. Dalam masyarakat yang pluralistik, senantiasa
terjadi proses asimilasi dan terbentuk “cultural pluralism” (pluralisme kultural) dimana
setiap subkultur dalam masyarakat mengalami adaptasi dan penciptaan kondisi untuk
menerima perbedaan. Dalam perkembangan umat manusia di tengah globalisasi dan
kesadaran akan pentingnya harmoni, pluralisme telah tumbuh menjadi semacam ideologi
baru.
Dalam dunia politik saat ini lahir partai-partai politik dengan ideologi inklusif
sebagai antitesis dari partai politik dengan ideologi eksklusif, dalam kalangan umat Islam
masih mengalami perdebatan yang kontroversial baik di level strategi maupun teologi.6
Islam adalah agama yang melarang para umatnya untuk merendahkan non-
muslim. Meskipun sebagai umat muslim diharuskan meyakini bahwa Islam adalah yang
paling benar, tetapi tidak berarti diharuskan menjauhi dan tidak berinteraksi dengan non-
muslim. Merendahkan non-muslim justru akan menunjukkan bahwa Islam bukanlah
agama yang mulia. Karena, sejak awal Allah SWT selalu mengingatkan bahwa Islam
5 Nurcholis Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman) ( Jakarta: Kompas, 2001),
h.21-22.
6 Haedar Nashir, Ideologi Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2001),
h. 45-46.
xix
adalah rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Di dalam praktek kehidupannya,
Rasulullah SAW di Madinah selalu memberikan suri teladan yang sangat berharga bagi
umat Islam. Bukan arogansi yang diberikan kepada kaum Yahudi ataupun Nasrani,
melainkan yang dilakukan Rasullah SAW adalah ajakan untuk bersama-sama
membangun masyarakat dan melindungi negara dari ancaman musuh.7 Pluralisme agama
menuntut adanya keterlibatan aktif dengan kaum lain, dalam arti bukan hanya sekedar
toleransi, melainkan memahami. Toleransi tidak memerlukan keterlibatan aktif dengan
kaum agama lain. Toleransi juga tidak membantu meredakan sikap acuh tak acuh sesama
umat beragama. Yang harus kita lakukan adalah lebih dari sekedar toleransi, tetapi
memahami apa yang ada dalam keragaman setiap agama dengan tulus. Al-Qur’an
menggambarkan pluralisme agama sebagai satu misteri ilahi yang harus diterima sebagai
suatu karunia untuk memuluskan hubungan antar umat beragama di wilayah publik.8
Kesenjangan serta konflik psikologis dan teologis antara umat Islam dan umat
lainnya tidak boleh terus-menerus berlangsung. Strategi yang dilakukan selama ini
cenderung menelantarkan dialog teologis sebagai sarana pembina saling percaya dan
media solusi konflik-konflik agama, etnis dan bangsa dalam masyarakat yang majemuk
seperti Indonesia. Sudah saatnya kita menawarkan langkah yang preventif, selain langkah
kuratif, dalam mengabdi kepada perdamaian di berbagai tempat dimana umat yang
berbeda agama bertemu dan dapat bekerja sama.9 Dalam konteks inilah pluralitas agama
menjadi sebuah hal yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang harus segera
diselesaikan dalam menuju kehidupan masyarakat yang damai. Dengan kesadaran yang
7 Tarmizi Tahir, Dkk, Pluralisme Islam (Harmonisasi Beragama), (Jakarta: PT Karsa Rezeki,
2004), h.35.
8 Abdulaziz Sachedina, Beda Tapi Setara (Pandangan Islam tentang Non-Muslim) (Jakarta: PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2002), h.71.
9 Muhammad Ali, Teologi Pluralis-Multikultural, h.3.
xx
luas terhadap pluralitas dari berbagai lapisan masyarakat, agama akan menumbuhkan
sikap-sikap pluralis bagi masyarakat agama yang luas pula. Kesadaran itu dapat
disosialisasikan secara nasional yang dapat dimulai dari pemuka-pemuka agama dari
masing-masing agama. Pastur atau pendeta dalam agama Kristen merupakan sosok yang
paling strategis membawa jemaatnya untuk menyadari urgensi eksistensi pluralitas bagi
masyarakat Kristiani. Ustadz atau mubaligh merupakan figur yang paling penting dalam
agama Islam dalam memberikan pengajaran bagi kaum muslimin di lingkungannya.
Biksu atau pendeta merupakan tokoh yang paling berpengaruh memberikan semangat
pluralitas bagi agama Budha dan Hindu.10
Untuk itulah peran pemuka agama sangat
diperlukan dalam memberikan pengetahuan yang baik tentang pluralisme agama, bahwa
pluralisme merupakan alternatif bagi terciptanya masyarakat yang toleran antar sesama
umat beragama.
Dari seputar wacana-wacana di atas, alasan mengapa penulis ingin melakukan
penelitian terhadap mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah karena mahasiswa merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia, sehingga persoalan seperti
pluralisme agama juga merupakan keprihatinan mereka. Mahasiswa sebagai kelompok
intelektual, tentunya akan sanggup memilih persoalan dengan objektif tanpa
membedakan suku, agama, ras dan golongan. Seperti yang telah diketahui bahwa
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah beragama Islam atau muslim, bahwa
Islam sangat menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama. Selain itu, banyak ayat-
ayat Al-Qur’an yang mendukung pluralisme. Tentunya mahasiswa akan diharapkan dapat
memberikan pandangan-pandangan mereka dengan kritis, dengan tidak membeda-
10 Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan antar Agama (Jakarta: Ciputat Press, 2005),
h.210.
xxi
bedakan agama baik itu agama Islam ataupun non-muslim. Untuk itu, peneliti ingin
mengetahui tingkat keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama, perbedaan keberagamaan dan
pandangan pluralisme agama antara fakultas agama dan fakultas umum, dan peneliti juga
ingin mengetahui pengaruh keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terhadap pandangan pluralisme agama.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari masalah penelitian yang diangkat, penulis membatasi permasalahan hanya pada
pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama. Disini akan dipaparkan batasan
pengertian pandangan, keberagamaan, dan pluralisme agama:
• Pandangan merupakan proses diterimanya rangsangan (objek, kualitas,
hubungan antargejala, maupun peristiwa).11
• Keberagamaan berasal dari kata religiousity yang berarti kesalihan atau
besarnya kepatuhan serta pengabdian terhadap agama.12
Dengan kata lain,
keberagamaan adalah sesuatu yang dipatuhi, dan kepatutan terhadap apa yang
diyakininya.
• Pluralisme agama merupakan keyakinan bahwa kebenaran berada didalam
setiap agama dan pada hakikatnya, agama yang beragam merupakan tampilan-
11 Irwanto, DKK. Psikologi Umum (Buku Panduan Mahasiswa), (Jakarta: Gramedia, 1989), h.71.
12 Peter Salim, Kamus Umum Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English, 1991), h.
1255.
xxii
tampilan kebenaran mutlak. Pluralisme agama adalah salah satu teori dalam
menjawab benar atau tidaknya semua agama.13
Dalam penelitian ini penulis juga membatasi kajian pluralisme agama hanya pada
aspek-aspek berikut:
• Pengetahuan, diantaranya: mengetahui bahwa Islam menghormati agama lain,
mengetahui bahwa semua agama benar, mengetahui bahwa kebebasan
beragama adalah hak asasi manusia.
• Sikap, diantaranya: tidak membedakan orang lain berdasarkan agama yang
dianut, menyetujui kebebasan beragama adalah hak asasi manusia, menyetujui
bahwa semua agama itu benar.
• Tindakan, diantaranya: terlibat dalam kegiatan bakti sosial dengan orang yang
berbeda keyakinan, mengucapkan selamat hari raya terhadap umat yang
berbeda agama, menolong orang lain walaupun berbeda agama, membaca
serta mengikuti kajian tentang pluralisme agama.
Dari pembatasan masalah tersebut penulis merumuskan beberapa pertanyaan
penelitian yang akan dijawab dalam analisis dan kesimpulan penelitian. Pertanyaan yang
akan diajukan dalam penelitian untuk skripsi ini adalah:
1) Bagaimana tingkat keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
2) Apakah mahasiswa UIN mengerti terhadap pandangan pluralisme agama?
3) Adakah perbedaan keberagamaan mahasiswa antara fakultas Agama dan fakultas
Umum?
13 Nasir Dimyati, Pluralisme Agama, Sabtu, 12 Januari 2008, Artikel ini diakses Pada Tanggal 25
Maret 2008 Melalui Situs http//www.google.com/
xxiii
4) Adakah perbedaan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme Agama antara
fakultas Agama dan fakultas Umum?
5) Sejauh mana pengaruh keberagamaan mahasiswa terhadap pandangan pluralisme
Agama?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mendekripsikan tingkat keberagamaan mahasiswa UIN.
b) Untuk mengetahui pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama.
c) Untuk mengetahui perbedaan keberagamaan antara mahasiswa fakultas Agama
dan fakultas Umum.
d) Untuk mengetahui perbedaan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama
antara fakultas Agama dan fakultas Umum.
e) Untuk mengetahui pengaruh keberagamaan mahasiswa UIN terhadap pandangan
pluralisme agama.
2. Manfaat Penelitian
a) Sebagai pengalaman penulis, khususnya dengan ilmu bidang sosial.
b) Dapat bersosialisasi dengan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
c) Sebagai syarat mendapat gelar sarjana di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
xxiv
C. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun skripsi ini, penulis menyusunnya ke dalam lima bab, yaitu:
1. Bab pertama (I) membahas tentang pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
2. Bab kedua (II) membahas tentang kajian-kajian teori yang berisi tentang
pengertian pandangan, aspek-aspek serta faktor-faktor yang mempengaruhi
pandangan. Pengertian agama, fungsi agama, dan dimensi agama, pengertian
pluralisme agama, teori pluralisme agama, pluralisme agama dalam pandangan
majelis ulama Indonesia (MUI), dan pluralisme agama dalam pandangan Al-
Qur’an.
3. Bab ketiga (III) membahas tentang metodologi penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data,
uji instrumen data, metode analisis data, prosedur penelitian, dan hipotesis
penelitian.
4. Bab (IV) membahas hasil penelitian yang berisi tentang profil UIN Syarif
Hidayatullah, sejarah UIN Syarif Hidayatullah, struktur organisasi UIN Syarif
Hidayatullah, deskripsi responden mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah,
keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pandangan
mahasiswa UIN terhadap pluralisme agama, perbedaan keberagamaan mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah antara fakultas agama dan fakultas umum, perbedaan
pandangan terhadap pluralisme agama mahasiswa UIN antara fakultas agama dan
xxv
fakultas umum, dan pengaruh keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatulah
terhadap pluralisme agama.
5. Bab (V) membahas tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan memberikan
saran-saran.
xxvi
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pandangan
1. Pengertian Pandangan
Pandangan atau persepsi didefinisikan sebagai hasil perbuatan memandang
(memperhatikan, melihat, dan sebagainya). Pandangan adalah penglihatan yang tetap
dan agak lama.14
Pandangan juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang di pandang atau
buah pikiran, pendapat, anggapan, dan pemandangan.15
Pandangan ini biasanya
didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan data-data indera kita dan kemudian
dikembangkan sehingga kita dapat menyadari hal-hal di sekeliling kita. Pandangan
pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam
memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran,
penghayatan, perasaan dan penciuman.
Kunci untuk memahami pandangan adalah terletak pada pengenalan bahwa
pandangan itu merupakan suatu penafsiran terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan
yang benar terhadap situasi.16
Istilah pandangan biasanya digunakan untuk
mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian
yang dialami.17
Dan pengalaman terhadap sesuatu kejadian bisa dipelajari dengan cara
memperhatikan, melihat, dan mengamati. Yang kesemuanya itu bisa disebut sebagai
arti dari pandangan.
14 Daryanto S.S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), h. 428-429.
15 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), h. 833.
16 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), (Jakarta: PT. Raja
Grapindo Persada, 2000), h. 123.
17 Abdul Rahman Shaleh-Muhbib Abdul Wahib, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif
Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 88.
xxvii
2. Aspek-Aspek Pandangan
Ada beberapa aspek-aspek dalam memahami pandangan, yang pertama adalah
stimulus atau situasi yang hadir. Stimulus adalah pandangan awal dimana seseorang
dihadapkan dengan suatu situasi atau kondisi yang akan direspon oleh orang tersebut.
Yang kedua adalah registrasi, registrasi adalah mekanisme fisik yang berupa
penginderaan dan syaraf seseorang terpengaruh. Kemampuan pada fisik untuk melihat
dan mendengar secara langsung akan mempengaruhi pandangan seseorang. Jika
seseorang telah mendengar atau melihat informasi yang datang padanya maka akan
terekam kedalam pikirannya, setelah semua informasi telah terekam ke dalam
pikirannya maka yang terbentuk adalah interpretasi yang merupakan aspek pandangan
yang ketiga.
Interpretasi merupakan aspek yang amat penting dalam pandangan atau persepsi
seseorang. Karena proses interpretasi tergantung dari cara pendalaman, motivasi, dan
kepribadian seseorang. Tentunya pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang
tidaklah sama dengan orang lain. Oleh sebab itu, interpretasi terhadap suatu informasi
yang sama, akan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Aspek yang terakhir
adalah umpan balik (feedback). Aspek ini tentu saja dapat mempengaruhi pandangan
seseorang. Sebagai contoh jika seorang siswa memberikan hasil pekerjaan rumahnya
kepada gurunya, kemudian mendapat umpan balik dengan melihat raut muka gurunya
yang tidak biasanya serta tidak bicara sama sekali kepada siswanya. Maka feedback
semacam ini akan membentuk pandangan tersendiri kepada siswa tersebut yang
xxviii
mengira bahwa dia tidak mampu mengerjakan pekerjaan rumahnya, padahal belum
tentu gurunya menyalahkan pekerjaan rumahnya.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pandangan
Setidaknya terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan pandangan
seseorang, antara lain:
� Faktor Psikologi
Pandangan seseorang mengenai segala sesuatu didunia ini dipengaruhi oleh
keadaan Psikologi. Misalnya, terbenamnya matahari diwaktu senja yang indah
akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta
warna.
� Faktor Keluarga
Pengaruh keluarga dalam membentuk pandangan seseorang memang
merupakan pengaruh yang sangat kuat. Apalagi dalam keluarga kita dididik
sejak masih kanak-kanak, tentunya banyak sikap dan pandangan atau persepsi
yang diturunkan kepada anak-anaknya.
xxix
� Faktor Budaya
Kebudayaan atau lingkungan masyarakat juga merupakan salah satu faktor
yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, serta cara seseorang memandang
dan memahami keadaan di dunia ini.18
3.1. Faktor Internal
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pandangan dari dalam diri
seseorang, antara lain: Proses belajar (learning),motivasi, dan kepribadiannya.19
� Proses belajar atau pemahaman learning
Proses belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dari dalam diri seseorang.
Contohnya: seorang anak yang dididik oleh orangtuanya sejak kecil untuk menggunakan
uang secukupnya dan tidak boros. Maka sang anak tersebut sampai dewasanya akan
mempunyai pandangan bahwa dia harus menggunakan uang secukupnya.
� Motivasi
Selain proses belajar yang dapat membentuk pandangan seseorang, motivasi juga
menentukan terjadinya seseorang membentuk pandangan. Contohnya adalah kelaparan,
masyarakat miskin yang sering merasakan kelaparan karena tidak mampu membeli makanan,
jika mereka mencium bau makanan maka bau makanan itu akan langsung merangsang
perhatian mereka, karena mereka kelaparan.
� Kepribadian
18 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), h. 128.
19 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), h. 134.
xxx
Kepribadian merupakan nilai untuk membentuk pandangan seseorang, setelah proses belajar
dan motivasi. Kepribadian juga memberikan dampak terhadap cara seseorang melakukan
pandangan atau persepsi terhadap lingkungan sekitarnya. Contohnya, perbedaan umur bisa
juga beda kepribadian.
3.2. Faktor Eksternal
Adapun faktor-faktor dari luar terdiri dari pengaruh-pengaruh luar lingkungan
diantaranya: intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan, gerakan, dan hal-hal yang
baru dan familier.20
� Intensitas, semakin besar intensitas stimulus dari luar maka semakin besar pula
hal-hal yang dapat dipahami. Stimulus harus cukup kuat, jika stimulusnya
kurang jelas akan banyak berpengaruh dalam ketepatan pandangan.21
Misalnya,
iklan televisi yang mencolok dan menghiasi gambar-gambar di televisi satu
iklan yang lebih mencolok dari iklan yang lain tentu akan mendapat intensitas
atau perhatian yang lebih banyak dari masyarakat.
� Ukuran, faktor ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran sesuatu objek,
maka semakin besar pula dan mudah untuk dipahami atau diketahui. Misalnya,
bentuk ukuran spanduk yang lebih besar akan mempengaruhi pandangan
seseorang dan seseorang itu akan mudah tertarik melihat spanduk yang lebih
besar ketimbang yang lebih kecil.
� Keberlawanan, faktor keberlawanan ini menyatakan jika stimuli luar yang
penampilannya berlawanan dengan latar belakang atau sama sekali diluar
sangkaan orang banyak, akan menarik perhatian. Misalnya, seorang yang
20 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), h. 130.
21 Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 1999), h.
46.
xxxi
bekerja setiap harinya di bengkel motor yang selalu mendengar suara mesin-
mesin motor maka apabila terdapat bunyi yang berbeda dari suara motor
tersebut, dengan sendirinya sang montir menangkap adanya kerusakan dari
mesin motor tersebut.
� Pengulangan, jika stimulus dari luar yang di ulang terus-menerus akan
memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang diulang satu
kali. Misalnya, seorang dosen yang memberikan penjelasan dan pengarahan
berulang-ulang kepada mahasiswanya, akan lebih mudah diingat oleh para
mahasiswanya ketimbang jika sang dosen hanya memberikan satu kali
pengarahan atau penjelasan saja.
� Gerakan, faktor ini menyatakan bahwa orang akan lebih memberikan banyak
perhatian terhadap sesuatu atau objek yang bergerak dalam pandangannya jika
dibandingkan dengan objek yang diam. Misalnya, seorang dosen yang mengajar
yang hanya memberikan penjelasan sambil membaca dan mahasiswa hanya
mendengarkan saja akan memberikan rasa bosan dan jenuh kepada para
mahasiswanya, sedangkan jika dosen memberikan cara mengajar yang berbeda,
dengan diikuti gerakan fisik dan memberikan kesempatan terhadap
mahasiswanya untuk berdiskusi, barangkali cara itu akan lebih menarik
pandangan mahasiswanya.
� Baru dan familier, faktor ini menyatakan bahwa baik situasi eksternal yang baru
maupun yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian.
Objek atau peristiwa baru dalam tatanan yang sudah dikenal dalam tatanan baru
akan menarik perhatian pengamat.
xxxii
Menurut Richard S Cruchfield dan David Krech yang dikutip oleh Rahadhi,
selain faktor internal dan eksternal, pandangan juga ditentukan oleh faktor personal dan
faktor situasional. Faktor tersebut dapat disebut dengan faktor fungsional dan faktor
struktural. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi pandangan berasal dari
kebutuhan dan pengalaman masa lalu. Pandangan tidak ditentukan oleh stimuli yang
diterima melainkan pandangan ditentukan oleh karakteristik orang yang memberikan
respon pada stimuli tersebut. Karena pandangan seseorang ditentukan oleh kondisi
biologis dan sosiopsikologis.22
Sedangkan faktor-faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek
syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu. Para psikolog Gestalt seperti
Kohler, Wartheimer dan Kofka yang dikutip oleh Rahadhi, merumuskan prinsip-
prinsip pandangan yang bersifat struktural. Teori ini berpendapat bila kita memberikan
pandangan terhadap sesuatu, kita harus memberikan pandangan atau mempersepsikannya
secara keseluruhan.23
Intinya, untuk memahami seseorang kita harus melihatnya dalam
lingkungannya, konteksnya dan masalah yang dihadapinya.
B. Agama
1. Pengertian Agama
Kajian tentang agama setidaknya terbagi ke dalam dua dimensi, yakni teologis dan
sosiologis. Kajian agama dalam corak teologis berangkat dari adanya klaim tentang
kebenaran mutlak ajaran suatu agama. Doktrin-doktrin keagamaan yang diyakini berasal
22 Rahadhi Arief Rahman, Tesis : “ Faktor-Faktor Yang Membentuk Persepsi Siswa SMU di Dki
Jakarta Untuk Mempergunakan Internet Untuk Belajar”, (Jakarta : UI, 2003), h. 46-47.
23 Rahadhi Arief Rahman, Tesis : “ Faktor-Faktor Yang Membentuk Persepsi Siswa SMU Di DKI
Jakarta Untuk Mempergunakan Internet Untuk Belajar”, h. 48.
xxxiii
dari Tuhan, kebenarannya juga diakui berada di luar jangkauan kemampuan pikiran
manusia. Sementara dimensi sosiologis melihat agama sebagai salah satu dari institusi
sosial, sebagai subsistem dari sistem sosial yang mempunyai fungsi sosial tertentu,
misalnya sebagai salah satu pranata sosial, social institusion.24
Dengan kata lain, posisi
agama dalam suatu masyarakat tidak ubahnya dengan posisi dan peran subsistem lainnya,
walaupun tetap mempunyai fungsi yang berbeda-beda.
Sementara para ahli di bidang sosiologi dan antropologi cenderung mendefinisikan
agama dari sudut fungsi sosialnya, yaitu suatu sistem kehidupan yang mengikat manusia
dalam satuan-satuan atau kelompok-kelompok sosial.
pendapat ini didukung oleh Durkheim, Robert N. Bellah, Thomas Luckmann dan
Clifford Geertz. Sedangkan pakar teologi, fenomenologi, dan sejarah agama melihat
agama dari aspek substansinya yang asasi, yaitu sesuatu yang sakral.
Dari uraian diatas, definisi agama yang paling tepat adalah yang mencakup semua
jenis agama, kepercayaan, sekte maupun berbagai jenis ideologi modern seperti
komunisme, humanisme, sekularisme, nasionalisme dan lainnya.25
Kebanyakan definisi
mengenai agama sangat bergantung kepada konsep ketuhanan atau hal supernatural dan
spiritual.26
Secara sosiologis, dikenal paling tidak dua definisi agama. Yang pertama,
dibawah pengaruh Emile Durkheim yang disebut definisi fungsional agama. Agama
didefinisikan dalam pengertian peranannya dalam masyarakat, definisi fungsional agama
menempatkan agama pada inti masyarakat, agama adalah bagian yang bersifat konstitutif
terhadap masyarakat. Agama juga merupakan suatu dimensi permanen dari realitas.
24 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi ( Teks Pengantar dan Terapan ) (Jakarta:
Kencana, 2004 ), h. 241.
25 Anis Malik Thoha, Tren Pluralis Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif. 2005), h. 13-14.
26 Yusron Razak dan Ervan Nurtawab, Antropologi Agama (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta dan UIN Press, 2007), h. 13.
xxxiv
Definisi kedua diperkenalkan oleh kaum sosiolog agama. Definisi itu disebut
substansif agama. Kaum sosiolog agama yang memilih definisi fungsional, tetapi bagi
mereka karakteristik esensial agama berhubungan dengan dunia yang tidak tampak.
Pendekatan seperti ini mengarahkan orang pada pandangan yang bersifat eksternal
terhadap agama. Pendekatan seperti ini memang menyebabkan agama secara mudah
dilihat sebagai primitif, ketinggalan zaman, tidak dapat dipercaya, belum dicerahkan dan
aneh dalam suatu rasionalitas modern.27
menurut Elizabeth K. Nothingham, agama
dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut
dan ngeri. Agama juga senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke dalam
hati terhadap alam gaib dan surga telah didirikan di alam tersebut. Namun demikian,
agama bisa juga berfungsi untuk melepaskan belenggu-belenggu adat atau kepercayaan
manusia yang sudah usang yang sudah tidak sesuai dengan kondisi masa kini.28
Dengan demikian, menurut pandangan para sosiolog, agama bisa dianggap sebagai
suatu sarana kebudayaan bagi manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan
diri dengan pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya,
termasuk diri sendiri, anggota kelompok, alam dan lingkungan lain yang dirasakan
sebagai suatu yang transendental (tidak terjangkau penalaran manusia). Dalam
lingkungan terakhir inilah pikiran, perasaan dan perbuatan manusia terhadap hal-hal yang
menurut perasaannya berada diluar jangkauan pengalaman-pengalamannya sehari-hari
dengan dirinya sendiri, teman-temannya dan dengan dunia nyata.29
Sedangkan Harun
Nasution menyimpulkan beberapa definisi-definisi agama antara lain:
27 A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan (Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2006), h. 5-6.
28 Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1997),
h. 3-4.
29 Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat. h. 9.
xxxv
a) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan hubungan yang gaib yang
harus dipatuhi.
b) Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
c) Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-
perbuatan manusia.
d) Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
e) Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.
f) Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini yang bersumber
pada suatu kekuatan gaib.
g) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan
takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
h) Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.30
Namun dari beberapa unsur-unsur diatas mengenai agama terdapat unsur-unsur
primer penting yang secara substantif harus ada pada agama. Unsur-unsur penting
tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution, ada empat. Pertama, kekuatan
gaib yang dibutuhkan oleh manusia karena manusia merasa lemah dan berhajat
kepadaNya sebagai tempat memohon pertolongan. Atas dasar itu, tidak heran manusia
perlu mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Kedua, keyakinan
manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan hidupnya diakhirat nanti tergantung pada
hubungan yang baik dengan kekuatan gaib itu. Jika hubungan baik tersebut rusak,
kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari hilang. Ketiga, respon yang bersifat emosional
30 Abuddin Nata, Al-Quran dan Hadist (Dirasah Islamiyah I), (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
1996), h. 6-7.
xxxvi
dari manusia. Respon tersebut dapat mengambil bentuk yang bermacam-macam,
misalnya: perasaan takut yang dijumpai dalam agama-agama primitif atau perasaan cinta
yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Keempat, paham adanya yang kudus
(sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, kitab yang mengandung ajaran-ajaran
agama yang bersangkutan, dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu. Dengan demikian,
bila kita telaah lebih jauh tentang keempat unsur-unsur yang telah dijelaskan di atas,
bahwa sesungguhnya manusia membutuhkan agama untuk melindunginya dari rasa
kecemasan dan memohon bantuan dan perlindungan kekuatan diluar dirinya.
2. Fungsi-Fungsi Agama
Ada beberapa fungsi agama bagi manusia dan masyarakatnya, yang pertama adalah
fungsi edukatif. Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup
tugas mengajar dan bimbingan. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan,
contohnya: mengenai nabi yang dipercayai bahwa penunjukkannya dilakukan oleh Tuhan
sendiri. Yang kedua adalah fungsi penyelamatan, setiap manusia menginginkan
keselamatannya baik dalam hidup sekarang ini ataupun sesudah mati. Usaha untuk
mencapai cita-cita tertinggi itu tumbuh dari naluri manusia sendiri, jaminan untuk
keselamatan mereka temukan dalam agama.
Terutama karena agama memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk
mencapai kebahagiaan yang terakhir, yang pencapaiannya mengatasi kemampuan
manusia secara mutlak, karena kebahagiaan itu berada diluar batas kekuatan manusia.31
Yang ketiga fungsi pengawasan sosial, agama bertanggung jawab atas adanya norma-
norma susila yang baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia pada umumnya.
31 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kencana, 1983), h. 38.
xxxvii
Agama mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang
buruk untuk ditinggalkan, agama juga memberi sangsi yang harus dijatuhkan kepada
orang yang melanggarnya.
Yang keempat adalah fungsi memupuk persaudaraan, melalui agama perdamaian dibumi
yang didambakan oleh setiap manusia bisa terwujud dengan memupuk tali persaudaraan
yang erat antar umat beragama. Yang kelima adalah fungsi transformatif, yaitu mengubah
kehidupan masyarakat lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang baik dan dapat
bermanfaat untuk kepentingan yang lebih luas.32
Dari kelima fungsi-fungsi agama yang telah disebutkan diatas, fungsi agama yang
paling tepat dalam pluralisme agama adalah fungsi memupuk tali persaudaraan. Karena,
dengan fungsi tersebuut perdamaian antar umat beragama yang didambakan manusia bisa
terwujud dengan memupuk tali persaudaraan yang erat.
3. Dimensi-Dimensi Agama
Dimensi-dimensi agama terbagi menjadi lima bagian, yaitu: keyakinan, praktek,
pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi-konsekuensi.
� Dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan pengaharapan-pengharapan di mana
seseorang yang religius berpengaruh teguh pada pandangan teologis tertentu,
mengakui kebenaran doktrin-doktrin agama tersebut. Setiap agama
mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan
taat. Walaupun demikian, isi dan keyakinan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi
tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi
agama yang sama.
32 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 55-56
xxxviii
� Dimensi praktek agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan
hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya. Praktek keagamaan ini terdiri dari ritual dan ketaatan ritual mengacu
kepada tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua agama
mengharapkan pada penganutnya untuk melaksanakannya. Ketaatan dan ritual
bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari
komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga
mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif
spontan, informal dan khas pribadi.
� Dimensi pengalaman. Dimensi ini memperhatikan fakta bahwa semua agama
mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat dikatakan jika
dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (bahwa
ia akan mencapai suatu keadaan kontak dengan perantara supernatural). Dimensi ini
berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi,
sensasi-sensasi yang dialami seorang pelaku atau didefinisikan oleh suatu kelompok
keagamaan yang melihat komunikasi, walaupun kecil dengan suatu esensi
ketuhanan, yakni dengan Tuhan, dengan kenyataan terakhir, dan dengan otoriti
transendental.
xxxix
� Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-
orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-
dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.
� Dimensi konsekuensi. Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat
dimensi yang sudah dibicarakan di atas. Dimensi ini mengacu kepada identifikasi
akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan
seseorang dari hari ke hari. 33
Dari keterangan berbagai dimensi-dimensi diatas
dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap agama memiliki semua dimensi-dimensi
tersebut, namun didalam prakteknya berbeda antara satu dengan yang lainnya.
C. Pluralisme Agama
1. Pengertian Pluralisme Agama
Secara etimologi, pluralisme agama berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme” dan
“agama”. Istilah pluralisme agama berasal dari bahasa inggris yakni “religious
pluralism”. Pluralisme berarti “jama” atau lebih dari satu. Dalam kamus bahasa inggris
mempunyai tiga pengertian. Pertama, pengertian kegerejaan: sebutan untuk orang yang
memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, memegang dua jabatan atau
lebih secara bersamaan, baik bersifat kegerejaan maupun non-kegerejaan. Kedua,
pengertian filosofis: berarti pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang
mendasar yang lebih dari satu. Ketiga, pengertian sosio-politis: adalah suatu sistem yang
mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran
maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat
33 Roland Robertson, Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis ( Jakarta; PT. Raja
Grapindo Persada, 1993), h. 295.
xl
karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut. Ketiga pengertian tersebut
sebenarnya bisa disederhanakan dalam satu makna, yaitu koeksistensinya berbagai
kelompok atau keyakinan di satu waktu dengan tetap terpeliharanya perbedaan-perbedaan
dan karakteristik masing-masing. Jika pluralisme dirangkai dengan agama sebagai
predikatnya, dapat dikatakan pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama
(koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu
komunitas dengan tetap mempertahankan cirri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing
agama. John Hick mengemukakan bahwa:
“pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan
persepsi dan konsepsi yang berbeda dan merupakan respon yang beragam terhadap
Yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi,
dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan diri menuju pemusatan hakikat
terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut dan
terjadi sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas yang sama.”
Dengan kata lain Hick menegaskan bahwa sejatinya semua agama adalah
”manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu dimana semua agama sama dan
tak ada yang lebih baik dari yang lain.34
Alwi Shihab, dalam karyanya Islam Inklusif, telah menguraikan empat garis-garis
besar pengertian pluralisme. yang pertama, bahwa pluralisme tidak semata menunjuk
pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan
aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dapat dijumpai
dimana-mana, pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk dituntut bukan
saja mengakui keberadaan serta hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha
memahami perbedaan dan persamaan dalam kebhinekaan. Kedua, pluralisme harus
dibedakan dengan kosmopolitanisme. Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu realita
34 Anis Malik Thoha, Tren Pluralis Agama: Tinjauan Kritis. h. 11-15.
xli
dimana aneka ragam agama, ras, serta bangsa yang berbeda hidup berdampingan disuatu
lokasi. New York contohnya, dikota tersebut terdapat berbagai macam orang yang
berbeda agama, namun interaksi positif antarpenduduk tersebut khususnya agama, sangat
minimal. Ketiga, konsep pluralisme tidak bisa disamakan dengan relativisme. Sebagai
konsekuensi dari paham relativisme agama adalah bahwa doktrin agama apapun harus
dinyatakan benar, walaupun berbeda-beda dan bertentangan satu dengan lainnya, tetap
harus diterima. Seorang relativis tidak akan mengenal, apalagi menerima suatu kebenaran
universal yang berlaku sepanjang masa. Keempat, pluralisme agama juga bukan
sinkritisme, yakni menciptakan agama baru dengan memadukan sebagian ajaran dari
beberapa agama untuk dijadikan bagian integral dari agama baru.
Dalam setiap perbedaan, pasti ada persamaan serta kesatuan. Oleh karena itu, agar
tidak terjatuh pada pluralisme yang mengarah pada relativisme, seorang pluralis dituntut
untuk commited terhadap apa yang diyakininya. Pluralisme juga bukan berarti
mencampuradukkan serta memadukan unsur-unsur tertentu saja yang menguntungkan
dan mengarah pada pengaburan, tetapi lebih dari itu adalah bagaimana perbedaan itu
memperkaya pengalamannya.35
Dengan demikian, pluralisme agama atau
keanekaragaman agama yang dimiliki negara Indonesia ini merupakan sebuah kelebihan
yang dapat kita tonjolkan, bahwa negara Indonesia mempunyai bermacam-macam agama
yang dapat bersatu dan hidup rukun.
2. Teori Pluralisme Agama
Pluralitas atau keragaman merupakan fakta alamiah dan manusiawi. Manusia hidup
dalam sebuah kenyataan pluralistik baik dari segi ras, bahasa, agama, ideologi, kelompok,
35 Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial (Mendialogkan Teks Dengan Konteks), (Yogyakarta:
elsAQ Press, 2004), h. 15.
xlii
politik, profesi, status sosial, dan ekonomi. Namun, pluralitas agama tampaknya
merupakan kenyataan yang seringkali memunculkan problem, karena sebuah agama
berkaitan dengan keyakinan dasar manusia. Agama dijadikan sebuah sumber tindakan
yang dilakukan setiap manusia dan sekaligus sebagai orientasi dari tindakan itu sendiri.
Keberagaman agama tersebut melahirkan komunitas-komunitas yang bersatu karena
ikatan-ikatan agama. Dengan demikian agama menjadi sebuah faktor pengikat yang
berfungsi sebagai faktor integrasi.36
Agama mempunyai ajaran yang sangat ideal dan cita-cita yang sangat tinggi.
Sehingga bagi pemeluk fanatiknya, agama seperti halnya benda yang suci, sakral, angker
dan keramat, dimana agama selalu menawarkan jampi-jampi keselamatan, kebahagiaan
dan keadilan. Namun dengan kenyataan sekarang ini sangat berbeda, justru agama
melahirkan permusuhan dan pertengkaran diantara para pemeluknya. Fenomena-
fenomena tersebut dapat disebabkan oleh tiga hal. Pertama, pendewaan agama. Manusia
sering terjerumus untuk mendewakan agama. Agama bukan lagi sebagai amalan
melainkan berubah fungsi menjadi markas jaringan mafia, agama bukan lagi sebagai
penentram jiwa melainkan sebagai pembelaan atas kesalahan yang diperbuat, banyak
tindak kekerasan mengatasnamakan agama padahal ajaran agama sendiri tidak
mengajarkan kekerasan. Maka tidak heran bila terjadi manipulasi agama dan korupsi
agama. Kedua, pengelasan dalam berakhlak. Umat beragama sering terjebak untuk lebih
dekat kepada saudara-saudara seagama dan menomorduakan persahabatan dengan agama
lain. Hal inilah yang melahirkan sikap-sikap primodialisme sempit. Ketiga, monopoli
kebenaran. Banyak agama (atau bahkan keseluruhan agama) yang mengajarkan
36 Achmad Jainuri, dkk, Terorisme dan Fundamentalis Agama, (Malang: Bayumedia, 2003), h.
264.
xliii
kebenaran absolut bagi pemeluknya. Memberikan doktrin ini merupakan suatu kewajaran
dan sebuah kebebasan bila diiringi dengan anjuran untuk menghargai doktrin agama
lain.37
Karena yang terjadi selama ini justru memberikan doktrin bahwa hanya
agamanyalah yang paling benar, sementara yang lainnya adalah salah total. Hal-hal inilah
yang sering terjadi pada akhir-akhir ini.
Lahirnya teori pluralisme agama secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua
faktor utama, yaitu faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal. Kedua faktor ini saling
mempengaruhi dan berhubungan erat satu sama lain. Faktor internal merupakan faktor
yang timbul akibat tuntutan akan kebenaran mutlak dari agama-agama itu sendiri, baik
dalam masalah akidah, sejarah maupun masalah keyakinan atau doktrin. Sedangkan
faktor yang timbul dari luar diklasifikasikan kedalam dua hal yakni faktor sosio-politis
dan faktor ilmiah.
2.1. Faktor Internal (Ideologis)
Dalam konteks ideologi, umat manusia dibedakan menjadi dua bagian, kelompok
yang pertama mereka yang beriman dengan teguh terhadap wahyu langit, sedangkan
kelompok kedua mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja
(rasionalis). Dengan perbedaan pandangan ini, baik dalam hal beriman maupun beragama
akan membuat perbedaan dan pertentangan di setiap masalah dalam menentukan suatu
kebenaran. Sebab keimanan adalah pokok seluruh permasalahan. Adapun kelompok yang
kedua dari manusia adalah mereka yang sama sekali tidak mengimani semua itu.
Kelompok pertama, terjebak dalam perbedaan pendapat yang sulit dikompromikan untuk
menentukan siapa atau apa esensi Zat yang gaib itu, baik dalam aspek bilangan, substansi
37 Tarmizi Taher, Membumikan Ajaran Ketuhanan (Jakarta: Mizan, 2003), h. 43-44.
xliv
maupun eksistensinya. Oleh karena itu, kajian-kajian tersebut dapat kita sederhanakan
dalam dua permasalahan yakni teologis dan historis.
2.1.1. Kontradiksi Seputar Masalah Teologis
Dalam perspektif agama, teologi (aqidah) merupakan unsur yang penting yang tidak
dapat ditinggalkan seperti halnya kepala bagi badan manusia. Sebuah teologi dalam
keyakinan seseorang adalah teologi ketuhanan. Ada 3 macam teologi dalam keyakinan
seseorang, yaitu teologi ketuhanan, teologi keterpilihan dan teologi keselamatan.38
2.1.1.a. Aqidah Ketuhanan
Aqidah ketuhanan dalam wacana pemikiran manusia mempunyai bermacam-macam
kontroversi pemahaman yang berbeda-beda, seperti halnya ragam dan jumlah agama
didunia. Dalam hal kontroversi tersebut didasarkan pada tiga permasalahan. Pertama,
perbedaan dalam memahami suatu zat yang gaib yang bersifat metafisikal yang sering
kita sebut Tuhan. Beberapa pengikut agama mengakui bahwa Tuhan itu ada dan
berwujud, sedangkan dilain pihak ada pula yang tidak mengakui adanya Tuhan. Kedua,
perbedaan pendapat diantara para pemeluk agama mengenai adanya Tuhan. Dimana ada
kelompok-kelompok tertentu yang menanyakan siapa Tuhan dan berapakah jumlahnya.
Ketiga, perbedaan pendapat tentang apakah Tuhan itu berenkarnasi (menjelma) atau
tidak.
2.1.1.b Aqidah Keterpilihan
Aqidah ini merupakan aqidah yang sangat peka dan berperan penting dalam
membentuk emosional suatu umat agama tertentu. Seperti halnya umat Islam, dalam hal
keterpilihan umat Islam oleh Allah dijelaskan di dalam kitab suci Al-Qur’an.
38 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, h. 26
xlv
Al-Qur’an menjelaskan bahwa umat Islam merupakan umat yang terpilih. Namun
tidak boleh dilupakan bahwa keterpilihan ini tidaklah mutlak. Karena sebagai umat Islam
yang terpilih mereka harus menegakan prinsip amar ma’ruf dan nahi munkar dan tetap
beriman kepada Allah. Apabila hal tersebut mereka tinggalkan maka hilanglah
keistimewaan mereka sebagai umat yang adil dan terpilih. 39
2.1.1.c. Aqidah Pembebasan dan Keselamatan
Konsep aqidah pembebasan dan keselamatan ini merupakan konsekuensi logis dari
konsep teologi ketuhanan dan teologi keterpilihan. Oleh karena itu, wacana teologi
pembebasan dan keselamatan ini memiliki timbal balik yang sangat erat dengan kedua
keyakinan aqidah tersebut. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi, dengan adanya aqidah
keselamatan ini setiap umat agama merasa diberikan hak eksklusif atas pembebasan dan
keselamatan, seperti agama Budha yang sering disebut pencerahan, dalam agama Kristen
dengan penyaliban Isa al-Masih sebagai penghapus dosa umat manusia. Sedangkan
dalam agama Islam menjelaskan masalah keselamatan atau tidak berhubungan langsung
dengan keimanan dan kekufuran, seperti yang dijelaskan dalam kitab Al-Qur’an.
Ketiga akidah tersebut merupakan ciri masing-masing agama dalam membentuk
psikologi umatnya dalam meyakini keyakinan agamanya masing-masing. Bahwa mereka
meyakini agama merekalah yang paling benar secara absolut dan universal.
2.1.2. Konflik-Konflik Sejarah
Semua sepakat bahwa setiap agama mempunyai sejarah yang disakralkan para
pemeluknya dan diyakini kebenarannya secara mutlak. Namun dengan keyakinan
masing-masing agama inilah yang membuat ketegangan antar pemeluk agama yang dapat
menyulut api peperangan antara satu sama lain. Karena peristiwa-peristiwa yang mereka
39 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, h. 33
xlvi
yakini merupakan peristiwa yang sama antar agama, tetapi dengan perbedaan pandangan
dari masing-masing agama. Contoh yang paling gamblang adalah seputar konflik sejarah
dari kisah penyaliban Isa al-Masih a.s. yang diyakini kebenarannya diantara agama
semitik (Judaisme, Kristen dan Islam). Namun, dalam peristiwa itu terdapat perbedaan
persepsi pandangan masing-masing agama. Dalam hal ini, agama Judaisme dan Kristen
meyakini bahwa Isa al-Masih lah yang di salib, namun dilain pihak timbul pertentangan
antar kedua agama tersebut seputar masalah yang mengantar Isa al-Masih ke tiang salib.
Sedangkan bagi agama Islam mempunyai pandangan yang sangat berbeda, bahwa yang
disalib itu bukanlah Isa al-Masih, melainkan orang yang diserupakan dengan Isa al-
Masih. Ini merupakan salah satu peristiwa yang menjadikan sebuah pertentangan diantara
umat beragama. Namun pada hakikatnya, konflik aqidah yang berkenaan dengan masalah
sejarah itu dalam upaya menyelesaikannya tidak akan ada artinya. Sebab, upaya-upaya
tersebut bersifat religius atau ilmiah seperti yang dilakukan oleh kaum pluralis. Dan
masalah-masalah tersebut merupakan keyakinan dan keimanan dari seseorang.
2.2. Faktor Eksternal
Selain faktor-faktor internal yang sudah dijelaskan diatas, terdapat pula dua faktor
eksternal yang sangat kuat dan berperan besar dalam menciptakan berkembanganya teori
pluralisme agama. Kedua faktor-faktor tersebut adalah sosio-politis dan faktor ilmiah.
2.2.1. Faktor Sosio-Politis
Diantara faktor yang mendorong adanya teori pluralisme agama yaitu
berkembangnya wacana-wacana sosio-politis, demokrasi dan nasionalisme yang telah
melahirkan sistem negara dan bangsa, yang kemudian mengarah pada perubahan-
xlvii
perubahan dewasa ini yang kita kenal dengan “globalisasi”, yang merupakan hasil praktis
dari sebuah proses sosial dan politis yang berlangsung sudah lebih dari tiga abad.
2.2.2. Faktor Keilmuan
Pada hakikatnya banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan pembahasan teori
pluralisme agama. Namun yang memiliki kaitan langsung dan erat dengan timbulnya
teori pluralisme agama adalah maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama-
agama dunia, atau yang juga sering dikenal dengan studi perbandingan agama.40
D. Pluralisme Agama Dalam Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia, dalam munasnya yang ke-7 pada 25-29 juli 2005 di
Jakarta mendefinisikan pluralisme agama sebagai berikut :
Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu
terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan. Pluralisme
agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan
karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh karena itu, setiap pemeluk
agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan
agama lain salah. Pluralisme juga mengajarkan semua pemeluk agama akan masuk
dan hidup berdampingan di dalam surga.
Ma’ruf Amin, ketua Komisi Fatwa MUI menyatakan:
“Dalam aqidah dan ibadah umat Islam wajib bersikap eksklusif dalam arti haram
mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan ibadah pemeluk agama
lain. Namun demikian, bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk lain
(pluralitas agama) dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan
40 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, h 40-43.
xlviii
ibadah, umat Islam bersikap inklusif dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial
dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan”.41
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa MUI juga mendukung dengan
adanya pluralisme agama hanya dalam sebuah pergaulan atau interaksi sosial didalam
masyarakat. Akan tetapi, mereka sangat mengaharamkan sebuah aqidah dan ibadah
untuk dicampuradukkan dengan ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran agama
Islam sesungguhnya. Seperti kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini terbukti
dengan sangat jelas ketika beberapa waktu lalu sekelompok umat Islam yang
mengatasnamakan dirinya Gerakan Umat Islam Indonesia, dengan cukup berani
menyerang dan merusak kampus Mubarak milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia di
Parung Bogor. Penyerangan itu dinilai oleh beberapa kalangan, termasuk Ulil Abshar
Abdulla, aktivis Koordinator Jaringan Islam Liberal, dan Dawam Raharjo,
intelektual Islam, sebagai efek dari fatwa MUI yang menganggap JAI sebagai aliran
sesat. Namun, masih banyak kalangan yang berpendapat bahwa tindakan MUI adalah
sebuah aksi brutal yang tidak menghargai sebuah keyakinan dari seseorang. Bahkan
didalam sebuah forum sebuah lembaga Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D)
dengan beberapa institusi lain yang bergerak di bidang penegakan HAM, Pluralisme,
dan kebebasan berpendapat, seperti JIL (Jaringan Islam Liberal), ICRP (Indonesian
Conference on Religion and Peace), Wahid Institute, P3M (Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat), memberikan pernyataan sikap atas fatwa
tersebut. Mereka menyatakan bahwa fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme
cenderung menanggalkan prinsip “Bhineka Tunggal Ika”. Karena pluralisme atau
41 Adian Husaini, Pluralisme Agama, 12 Februari 2007, Artikel ini diakses pada tanggal 27
Februari 2009 melalui situs http://grelovejogja.wordpress.com/2007/02/12/pluralisme-agama
xlix
kemajemukan merupakan fakta dan stand point pendirian negara bangsa Indonesia
yang secara tegas kemudian diadopsi oleh para pendiri bangsa dalam sila ketiga
Pancasila.
Dari sudut berdemokrasi dan konstitusi, mereka memandang bahwa fatwa MUI
tersebut kurang memperhatikan keadaan-keadaan baru dalam kehidupan
berdemokrasi yang mengisyaratkan pluralisme dimana hak-hak dan kebebasan warga
negara seperti hak berserikat dan berkumpul dilindungi oleh konstitusi dan undang-
undang. Dengan melihat prinsip-prinsip ini, mereka mengkhawatirkan fatwa MUI
tersebut akan menimbulkan kerancuan hukum dalam kehidupan kemasyarakatan serta
menjadi set back bagi cita-cita berdemokrasi. Dari dasar inilah mereka menilai bahwa
munculnya kontroversi seputar masalah fatwa itu mencerminkan lemahnya visi
kebangsaan dan demoratisasi dalam praktek politik pemerintahan saat ini. Mereka
menuntut pemerintah untuk lebih giat memperkuat visi ke-Indonesiaan dengan
demokratis, melaksanakan kewajiban hukum dan konstitusionalnya untuk melindungi
dan menjamin hak-hak asasi dan hak konstitusional warga negara. Pada akhirnya
mereka menyerukan kepada segenap kalangan di masyarakat luas untuk lebih
mengedepankan rasa kebangsaan, solidaritas sosial dan hak-hak kewarganegaraan
yang diatur dalam konstitusi dalam menafsirkan fatwa MUI tersebut.42
Namun, dalam kenyataannya MUI tidak terpengaruh dengan segala hujatan
yang diterima mereka. Karena mereka yakin apa yang mereka lakukan adalah
kebenaran dalam membela agama mereka. Apabila bermunculan dengan ajaran baru
namun dengan mengatasnamakan agama Islam, merekapun langsung menghadapinya
42 Adian Husaini, Aktivis Islam dan Pro Demokrasi Menolak Fatwa MUI, 5 Agustus 2005, Artikel
ini diakses pada tanggal 27 Februari 2009 melalui situs http://islamlib.com/id/artikel/aktivis-islam-dan-pro-
demokrasi-menolak-fatwa-mui/
l
walaupun dianggap sebagai tindakan anarkis bagi kalangan masyarakat lain. Dalam
masalah ini yang terpenting adalah bagaimana menyikapinya sehingga semua
kalangan merasa memiliki kebebasan hak beribadah dan memiliki keyakinannya.
Dalam mencari solusi untuk masalah ini juga sudah pernah disampaikan oleh
lembaga tersebut yaitu menuntut pemerintah untuk bertindak tegas tidak hanya
kepada MUI namun semua kalangan yang melakukan hal yang sama.
E. Pluralisme Agama Dalam Pandangan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah salah satu kitab suci yang secara implisit maupun eksplisit
mengakui heterogenitas kelompok rasial. Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat-ayat
yang mendukung keberadaan kelompok masyarakat yang pluralisme baik secara
sosiologis dan antropologis, maupun dari sisi ideologis, budaya, suku bangsa, dan lain
sebagainya.43
Dalam masalah keragaman atau pluralitas agama, Al-Qur’an memberikan
pandangannya yang otentik tentang keberadaan umat beragama lainnya. Adapun ayat-
ayat yang menjelaskan tentang pluralisme antara lain:
Al-Ma’idah : 48
�������� �� �������� ����������
����������� �� !�"�#$% ��☺!'�
()+� !,-�"- ./!% 0����1����
�3!☺���4$%�� !,��5�$ 6 7815���9
:4<3=� ���☺�� >�� ?��� 6 @A��
BC�1DE�F G7H��I���J�� �K☺$
⌧M�I� �/ ./!% ��������� N �OPI�!�
�<39��H�Q G7I��!% �R$S�T
☯/��43!%�� N GJ���� �I��⌧V ?���
G7815��H�W�� �RX%Y �<�"!5Z��
/������� G7I[�JH�G��\!'� ]�^ ��%
43 Muhammad Amin Suma, Pluralisme Menurut Al-Quran, (telaah Aqidah dan Syariah) (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2001), h. 130.
li
G7I�M�F��I 6 6�J8���_a���9
!7Z�SGb�c���� N ]5d�� e���
G781$H�QGb% �3H�!☺�Q 7I�$f�,1g$\�9
��☺�� :�3I[ !,\!9 iJ8j��_�-�%
km�
“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan itu”.
• Ar-Rum: 22.
B/!%�� n!,!��-��I �9��.
!7Z�J��☺oo��� kpGq_r����
��5�!�.���� G781!�<3�o���
G�I�!�Z�J��� �� N Xi�� ]�^ ��!�Z�s
tu�-v� ^+!☺����H9�!'� kww�
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda orang yang mengetahui”.
• Al-Hujurat :13.
�Rx("�yz�- {X�X���� �z���
�I��<3��5��. /!|% �b⌧[�s N}�~�Y ��
G7I��<39��H�Q�� �~�J$HIV
@P����� �� 6��JH9�q��H�!� N Xi�� G�I�%b��� �"3!$ e���
G7I�����F� N Xi�� V��� ��C��$
Sb���. k���
“Hai manusia, sesungguhya kami menciptakan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
lii
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
liii
• Al-Baqarah: 148.
“Dan bagi tiap-tiap umat adat kiblatnya (wijhah) sendiri yang ia menhadap
kepadanya; maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Dimana saja
kamu berada, niscaya Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu”.
Ayat-ayat diatas jelas mengakui adanya pluralisme kelompok sosial yang dibedakan
menurut bahasa, suku bangsa, agama, dan budaya. Namun khusus masalah agama, al-
Qur’an memberikan garis bawah terhadap masalah agama dimana dalam hal pengamalan
yang dilakukan oleh masing-masing agama, sepenuhnya diserahkan kepada penganut
masing-masing agama itu sendiri. Pengakuan al-Qur’an terhadap masalah pluralitas yang
beraneka ragam ini diikuti dengan dorongan kepada manusia agar membina kehidupan
bertetangga dan pengakuan yang toleran serta bersahabat dengan umat lainnya. Gagasan
dari penafsiran ayat-ayat diatas menunjukkan pembenaran Al-Qur’an terhadap adanya
pluralitas atau kebhinekaan agama.44
Al-Qur’an juga membebaskan seseorang dalam menentukan keyakinannya dan
tidak memaksakan suatu kehendak kepada orang lain dengan berbagai cara, seperti suatu
cerita yang diriwayatkan oleh al-Tabrani dan Abi Hatim yang bersumber dari Abi
Nuwas bahwa kaum Quraisy pernah berusaha mempengaruhi Nabi SAW dengan cara
menawarkan harta kekayaan agar beliau menjadi seorang yang paling kaya di kota
Mekah, dan akan dikawinkan kepada siapapun wanita yang beliau kehendaki.45
Manusia
diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih dan menetapkan jalan hidupnya, serta agama
yang dianutnya. Tetapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan memilih ajaran-ajaran
agama pilihannya itu, mana yang dianut atau yang ditolak. Karena Tuhan tidak
44 Hendar Riyadi, Melampaui Pluralisme (Etika Al-Qur’an Tentang Keragaman Agama),
h. 68.
45 Muhammad Amin Suma, Pluralisme Menurut Al-Quran. h 133.
liv
menurunkan suatu agama untuk dibahas oleh manusia dalam memilih yang dianggapnya
sesuai dan menolak yang tidak sesuai.46
Al-Qur’an juga secara eksplisit mengakui jaminan keselamatan bagi komunitas
agama-agama (Yahudi, Nasrani, Shabiin) sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-
Baqarah ayat 62:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani,
Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari
kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak
ada sesuatupun yang mereka khawatirkan dan mereka tidak akan berduka”.
Dari gambaran diatas, dalam al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang menjelaskan
perbedaan-perbedaan dalam keyakinan seseorang. Namun, dalam menentukan
keyakinannya seseorang tidak harus memaksakan orang lain untuk masuk kedalam
keyakinannya.
• Al-Kaafiruun : 6.
G�I��� G�I�$3-!\ �]d�� �^!\ k!�
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku”
Dalam surat al-Kaafiruun ayat 6 yang telah dipaparkan di atas, bahwasanya
seseorang yang sudah menetapkan agamanya, maka orang inilah yang kelak harus
mempertanggungjawabkannya. Oleh karena itu, agama yang sudah dipilihnya adalah
sebagai pemersatu bangsa, karena semua agama menyerukan untuk menghormati
keyakinan orang lain. Seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa umat manusia
adalah satu umat dan Tuhan menyimpan kekuatan untuk menyatukan manusia menjadi
satu umat, dan dalam masalah agama-agama yang dibawa oleh para nabi adalah sebuah
46 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, ( Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehisupan
Masyarakat) (Jakarta: Mizan, 1994), h. 368.
lv
wahyu yang berfungsi dalam mendamaikan perbedaan di antara umat beragama.47
Selain
itu pemahaman akan pluralisme dan berbagai implikasinya dapat membawa kita kepada
sebuah dialog antar agama. Dengan berdialog, kita dapat saling memahami antara dua
pihak atau lebih dengan tujuan terjadi pemahaman yang tepat atas yang lain, sehingga
muncul sikap-sikap penghormatan dan toleransi. Disamping itu dialog juga membiasakan
orang untuk menyelesaikan sesuatu permasalahan dengan kepala bukan dengan
kekerasan. Yang terpenting, dalam berdialog dibutuhkan sikap-sikap positif seperti
kejujuran, ketulusan, objektivitas, penghormatan, dan keterbukaan.48
Sehingga, akan
terjalin suatu hubungan yang harmonis, walaupun permusuhan diantara agama akan sulit
untuk dihilangkan.
Seperti kasus yang terjadi beberapa tahun lalu dalam bentuk konflik dan benturan
sosial dengan nuansa agama yang terjadi di Ambon (Maluku), Poso (Sulawesi Tengah),
dan beberapa tempat lainnya. Kejadian tersebut seolah-olah menafikan usaha-usaha
dalam bentuk dialog dan saling pengertian yang dirintis oleh tokoh-tokoh dari masing-
masing agama yang ada di Indonesia.
Usaha-usaha yang konsisten ke arah perdamaian perlu dilakukan terus menerus
dengan penuh tanggung jawab oleh elite agama dan penganut agama dilevel bawah
sekalipun.49
Oleh karena itu, dialog agama akan bermakna jika melibatkan berbagai
agama dan varian-varian dalam agama tersebut. Dan salah satu tantangan yang penting
dalam berdialog adalah melibatkan kelompok yang memiliki doktrin anti-pluralis dan
anti-dialog yakni kelompok fundamentalis. Karena kadang-kadang didalam satu agama
pun, berdialog masalah tertentu sering kali tidak menemui jalan keluar, karena tidak
47 Abdulaziz Sachedina, Beda Tapi Setara. h. 50.
48 Achmad Jainuri, dkk, Terorisme dan Fundamentalis Agama, h. 303.
49 Achmad Jainuri, dkk, Terorisme dan Fundamentalis Agama, h. 281.
lvi
adanya titik temu antara varian-varian dalam agama yang bersangkutan. Namun, pada
langkah awal perlu dilakukan dialog dengan melibatkan sebanyak mungkin elemen-
elemen, baik dari yang moderat sampai pada radikal atau fundamental.
lvii
BAB III
Metodologi Penelitian
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan objek yang diteliti adalah mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sedangkan waktu yang ditempuh untuk penelitian ini dilakukan
dari tanggal 17 oktober 2008 sampai 2 desember 2008.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang tercatat pada tahun akademik 2007-2008 yang tersebar
pada 10 fakultas dengan jumlah 20.000. Peneliti mengacu pada rumus solvin dalam
menetapkan jumlah sampel dengan tingkat kepercayaan 10 % maka jumlah sampel
yang diperlukan adalah 100 mahasiswa. Namun, dalam penelitian ini peneliti
menyesuaikan dengan teknik sampel. Dengan melihat besarnya populasi, maka
penulis membatasinya dengan mengambil beberapa sampel dari jumlah populasi yang
ada sebanyak 250 responden untuk meneliti 10 fakultas, masing-masing fakultas
diambil sampel secara random sebanyak 25 responden dengan tidak menggunakan
proporsional.
Rumus Solvin
N=..........
Keterangan:
lviii
n = Besar Sampel
N= Besar Populasi
e = Batas Error (10 %)
Dengan menggunakan rumus solvin diketahui jumlah sampel:
n =.............
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (X) adalah
keberagamaan yang terdiri dari dimensi-dimensi keberagamaan, sedangkan variabel
dependen adalah pandangan mahasiswa terhadap pluralisme (Y). Hal ini dapat terlihat
pada gambar dibawah ini (gambar 1).
(gambar 1)
D. Metode Pengumpulan Data
KEBERAGAMAAN (X)
Pandangan mahasiswa
terhadap
pluralisme agama(Y)
X1 (Dimensi Intelektual)
X2 (Dimensi ideologi)
X3 (Dimensi ritualistik)
lix
Terdapat beberapa langkah dalam metode pengumpulan data, antara lain:
1. Metode Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau
hal-hal yang dia ketahui. Angket mempunyai peranan penting sebagai instrumen
dalam mengumpulkan data.50
Setelah penulis mendapatkan jawaban-jawaban dari
angket tersebut, kemudian dilakukan penghitungan dengan metode-metode statistik
korelasi. Angket yang digunakan dalam penelitian ini untuk pengumpulan data
disusun dengan bentuk angket tertutup, menggunakan skala likart 1-5 yang artinya
setiap jawaban memiliki skor tersendiri sesuai dengan item positif dan negatif.
Dibawah ini merupakan indikator-indikator kuesioner yang disusun berdasarkan
masing-masing variabel. Dari variabel keberagamaan yang meliputi praktek agama
yaitu sholat wajib dan sunnah, puasa wajib dan sunnah, infaq dan sedekah, dan
membaca alQur’an. pengetahuan agama, yaitu membaca buku-buku tentang
keagamaan, mengikuti pengajian, mengikuti diskusi dan seminar tentang
keagamaan. dan ideologi agama yaitu meyakini adanya Allah, Rasul, dan kitab
alQur’an.
Sedangkan dari variabel pluralisme agama meliputi pengetahuan
pluralisme agama yaitu mengetaui bahwa semua agama benar, mengetahui bahwa
Islam menghormati agama lain, mengetahui bahwa Islam menghormati agama lain,
mengetahui bahwa Allah memberikan kebebasan terhadap agama yang dianut.
Sikap pluralisme agama yaitu menyetujui bahwa semua agama benar, menyetujui
50 Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), (Jakarta: PT Rineka
Cipta,1997), h. 229.
lx
tidak membedakan orang lain berdasarkan agama yang dianutnya, menyetujui
bahwa kebebasan beragama adalah hak asasi manusia. Dan tindakan atau tingkah
laku pluralisme agama yaitu pernah terlibat dalam mengadakan bakti sosial dengan
orang yang berbeda agama, mengucapkan selamat pada hari perayaan mereka,
menolong orang lain walaupun berbeda agama, membaca dan mengikuti diskusi
serta seminar terhadap pluralisme agama.
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber,
seperti jurnal, buku-buku, dan internet.
F. Uji Instrumen Data
Dalam hal ini metode pengumpulan data dilakukan secara kuesioner, agar data-data
yang diterima penulis tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan diperlukan tahap
pengujian kuesioner. Alat pengujian kuesioner adalah uji kesahihan (validitas) dan uji
kehandalan (realibilitas).
a. Uji Validitas
Uji validitas menunjukkan suatu tingkat kemampuan dari suatu alat ukur agar dapat
mengungkapkan sesuatu yang menjadi tujuan pengukuran, makin tinggi validitas suatu
alat ukur maka makin tepat alat ukur tersebut mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil uji
validitas instrumen ditunjukan oleh tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Hasil Uji Validitas
Sumber: Data primer yang diolah
lxi
ari hasil uji validitas pada tabel 1 menggambarkan semua instrumen dinyatakan
valid karena nilai Corrected Item-Total Correlation bertanda positif.
b. Uji Reliabilitas
Setelah semua instrumen dinyatakan valid, dilakukan pengujian reliabilitas. Konsep
reliabilitas dapat dipahami melalui ide dasar konsep tersebut yaitu konsistensi, yang
berarti instrumen yang bisa digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama,
akan menghasilkan data yang sama pula.51
Uji reliabiltas bertujuan untuk melihat
konsistensi alat ukur yang digunakan yakni apakah alat ukur tersebut akurat, stabil, dan
konsisten. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach Alpha lebih
besar dari 0.60. Hasil uji realibilitas dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2
Hasil Uji Realibilitas
Dimensi-Dimensi Cronbach's Alpha
N of Item
Keterangan
Praktek Agama 0.7451 9 Reliabel Pengetahuan Agama 0.8307 10 Reliabel Ideologi Agama 0.8513 12 Reliabel Pengetahuan Pluralisme Agama 0.6509 6
Reliabel
Sikap Pluralisme Agama 0.7255 8 Reliabel Tindakan Pluralisme Agama .07886 7
Reliabel
Sumber : data primer yang diolah
Interpretasi data nilai alpa cronbach adalah sebagai berkut:
1. 0.00-0.20 = tidak reliabel
2. 0.21-0.40 = kurang reliabel
3. 0.41-0.60 = cukup reliabel
51 Indriantoro dan Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen.
(Yogyakarta: BPFE, 2002), h. 180
lxii
4. 0.61-0.80 = reliabel
5. 0.81-1.00 = sangat reliabel
Tabel diatas menggambarkan hasil uji reliabel karena nilai alpha masing-masing dimensi
diatas 0.60.
F. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan beberapa
pengolahan data. Antara lain: analisis deskriptif, komparatif, korelasi dan regresi linear
sederhana. Analisis data secara statistik, artinya data yang didapat selanjutnya diolah
dengan menggunakan rumus statistik untuk ditarik sebuah kesimpulan. Untuk
menggambarkan tingkat keberagamaan dan pandangan mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terhadap pluralisme agama, penulis menggunakan analisis statistik
deskriptif. Sedangkan untuk membandingkan keberagamaan dan pandangan mahasiswa
terhadap pluralisme agama antara fakultas agama dan fakultas umum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta digunakan analisa komparatif dengan pengujian anova one way.
Dan untuk menguji pengaruh keberagamaan terhadap pandangan pluralisme agama
digunakan korelasi dan regresi, yaitu metode analisis korelasi atau product moment
karena datanya interval dan berdistribusi normal.
G.Prosedur Penelitian
a. Tahap persiapan
lxiii
Dalam tahap ini penulis merumuskan permasalahan, menentukan variabel,
melakukan studi kepustakaan guna mendapatkan teori-teori pendukung, lalu
menyusun dan menyiapkan alat-alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini.
b. Tahap pengambilan data
Pada tahap ini penulis menentukan jumlah sampel (responden) dari populasi yang
ada. Selanjutnya dari sampel-sampel ini penulis meminta para responden untuk
mengisi angket yang telah dibuat yaitu dengan mengisi skala penelitian.
Selanjutnya, setelah data-data yang diperlukan sudah terkumpul lalu penulis
melakukan pengolahan data dengan bantuan alat ukur statistik.
c. Tahap pembahasan
Setelah melakukan pengolahan data, lalu penulis merumuskan hasil pengolahan
tersebut dan membahasnya dengan teori-teori yang sudah penulis dapatkan dari
beberapa referensi-referensi yang berhubungan dengan penelitian ini.
H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan beberapa pertanyaan yang penulis ajukan dalam pembatasan dan
perumusan masalah, penulis mendapatkan hipotesis, antara lain:
1. Bagaimana tingkat keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ho: Tingkat keberagamaan mahasiswa UIN cenderung tinggi.
Ha: Tingkat keberagamaan mahasiswa UIN cenderung rendah.
2. Apakah mahasiswa UIN mengerti tentang pluralisme Agama.
Ho: Mahasiswa UIN mengerti tentang pluralisme Agama.
lxiv
Ha: Mahasiswa UIN tidak mengerti tentang pluralisme Agama.
3. Adakah perbedaan keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antara Fakultas Agama dan Fakultas Umum.
Ho: Keberagamaan mahasiswa UIN antara Fakultas Agama dan Fakultas Umum
sama.
Ha: Keberagamaan mahasiswa UIN antara Fakultas Agama dan Fakultas Umum
berbeda.
4. Adakah perbedaan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme Agama antara
fakultas Agama dan fakultas Umum berbeda.
Ho: Pandangan Mahasiswa UIN terhadap pluralisme Agama antara fakultas
Agama dengan fakultas Umum sama.
Ha: Pandangan Mahasiswa UIN terhadap Pluralisme Agama antara fakultas
Agama dengan fakultas Umum berbeda.
5. Adakah pengaruh keberagamaan mahasiswa terhadap pandangan pluralisme
agama.
Ho:Tidak ada pengaruh antara variabel keberagamaan mahasiswa terhadap
pandangan pluralisme Agama
Ha: Ada pengaruh antara variabel keberagamaan mahasiswa terhadap pandangan
pluralisme Agama.
lxv
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Profil Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
1. Sejarah UIN Negeri Syarif Hidayatullah
Nama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah diambil dari salah satu nama
walisongo (sembilan penyiar Islam) di pulau Jawa, yakni Sunan Gunung Jati atau Syarif
Hidayatullah yang memiliki peranan besar dalam pengembangan Islam di Sunda Kelapa
(Jakarta sekarang). Syarif Hidayatullah memiliki peran besar terhadap pengukuhan
kekuasaan Islam di Sunda Kelapa yang kemudian hari ia beri nama Jayakarta dan diubah
menjadi Batavia oleh belanda. Oleh karena itu, penamaan Syarif Hidayatullah Jakarta
diharapkan dapat memberikan inspirasi dalam pengembangan Islam di Indonesia.
Sejarah berdirinya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berawal dari pendirian ADIA
(akademi dinas ilmu agama) sebagai akademi dinas departemen agama pada tanggal 1
juni 1957. Pada saat itu ADIA terbagi dalam dua jurusan : yaitu jurusan syariah (
pendidikan agama) dan jurusan bahasa arab. ADIA kemudian menjadi IAIN cabang
Jakarta dengan dua fakultas yaitu Tarbiyah dan fakultas Adab.52
Tahun akademik 1998/1999 IAIN Syarif Hidayatullah membuka jurusan dan
program studi ilmu-ilmu sosial, humaniora dan eksakta. Tahun akademik 2000/2001
dibuka program studi konversi IAIN menjadi UIN yang terdiri dari program studi
52 Komaruddin Hidayat, DKK., Profil UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ( Tangerang: UIN Jakarta
Press, 2007), h. 1
lxvi
agribisnis (sosial ekonomi pertanian), sistem informasi, teknik informatika, manajemen,
akuntansi. Dan pada tahun 2001/2002 jumlah fakultas bertambah dengan dibukanya
fakultas Psikologi dan fakultas Dirasah Islamiyah. Pembukaan program studi ilmu-ilmu
umum ini merupakan salah satu upaya menuju perubahan IAIN menjadi universitas. Pada
tanggal 20 mei 2002 IAIN Syarif Hidayatullah resmi menjadi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan terbitnya keputusan presiden RI no.031.
Dan pada tahun akademik 2001/2002 UIN Syarif Hidayatullah menetapkan
sepuluh nama-nama fakultas yaitu: fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FKIK), fakultas
Adab dan Humaniora ( FAH ), fakultas Ushuluddin dan Filsafat ( FUF ), fakultas Syariah
dan Hukum ( FSH ), fakultas Dakwah dan Komunikasi ( FDK ), fakultas Dirasah
Islamiyah ( FDI ), fakultas Psikologi ( FPSI), fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial ( FEIS ),
fakultas Sains dan Teknologi ( FST ), dan fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (
FKIK). Visi UIN Syarif Hidayatullah adalah menjadikan UIN sebagai Universitas yang
mewujudkan integritas keilmuwan, serta menjadikan UIN Syarif Hidayatullah sebagai
Universitas yang menjujung tinggi keislaman dan keindonesiaan. Adapun misi UIN
Syarif Hidayatullah adalah:
a) Melakukan reintegrasi epistemologi keilmuwan.
b) Memberikan landasan moral terhadap pengembangan iptek dan melakukan
pencerahan dalam pembinaan imtaq, sehingga iptek dan imtaq sejalan.
c) Mengartikulasikan ajaran Islam secara profesional kedalam konteks kehidupan
masyarakat.
d) Mengembangkan keilmuwan melalui kegiatan penelitian.
lxvii
e) Mempertahankan nilai-nilai lama yang positif dan mengambil niali-nilai baru
yang positif.
f) Memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
g) Memberikan landasan moral dan spiritual terhadap pembangunan nasional.
h) Menjadikan faktor yang menentukan dalam memelihara hubungan harmonis antar
agama, negara, dan masyarakat.53
Moto UIN Syarif Hidayatullah adalah knowledge, piety, integrity. Knowledge dan
integrity memiliki makna penting bagi perguruan tinggi Islam seperti UIN, yang
bertugas menciptakan sumber daya manusia yang cerdas, kreatif dan inovatif. Sementara
piety yang berarti kesalehan harus dimiliki setiap manusia, khususnya umat Islam dan
lebih khusus lagi oleh sivitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jadi begitulah
makna Knowledge, Piety dan Integrity bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tabel 3 Tokoh-tokoh yang memimpin IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No Nama Masa Jabatan Keterangan
1 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus 1957-1960 Dekan Fakultas Tarbiyah / ADIA
2 Prof. Dr. H. Bustani A. Ghani 1960-1963 Dekan Fakultas Adab
3 Prof. Dr. H. Soenardjo 1963-1969 Rektor
4 Prof. Dr. H. Bustani A. Ghani 1969-1970 Ketua Presidium
5 Prof. H. M. Toha Yahya Umar, MA 1970- 1973 Rektor
6 Prof. Dr. Harun Nasution 1973- 1984 Rektor
7 Drsa. H. Ahmad Syadali 1984- 1992 Rektor
8 Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, MA 1992- 1998 Rektor
9 Prof. Dr. H. Achmad Sukardja, SH, MA April-Oktober 1998 Pj. Rektor
10 Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA Oktober 1998-2006 Rektor
11 Prof. Dr. Komaruddin Hidayat 2007- sekarang Rektor
2. Struktur Organisasi UIN Syarif Hidayatullah
53 Komaruddin Hidayat, DKK, Profil UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 2-3.
lxviii
Susunan struktur organisasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut:
a. Dewan Penyantun
b. Rektor dan Pembantu Rektor
c. Senat Universitas
d. Fakultas
i. Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
ii. Adab dan Humaniora
iii. Ushuluddin dan Filsafat
iv. Syariah dan Hukum
v. Dakwah dan Komunikasi
vi. Dirasat Islamiyah
vii. Psikologi
viii. Ekonomi dan Ilmu Sosial
ix. Sains dan Teknologi
x. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
xi. Sekolah Pascasarjana
e. Lembaga Penelitian
f. Lembaga Pengabdian pada Masyarakat
g. Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan
h. Biro Perencanaan, Keuangan dan Sistem Informasi
i. Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian
j. Unit Pelaksana Teknis
i. Perpustakaan
lxix
ii. Pusat Bahasa dan Budaya.54
B. Deskripsi Responden
1. Responden Menurut Jenis Kelamin dan Fakultas
Tabel 4 (N = 250)
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
Fakultas
Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi Persen
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 14 56 % 11 44 % 25 100%
Adab dan Humaniora 14 56 % 11 44 % 25 100%
Ushuluddin dan Filsafat 15 60 % 10 40 % 25 100%
Syariah dan Hukum 14 56 % 11 44 % 25 100% Dakwah dan Komunikasi 7 28 % 18 72 % 25 100%
Dirasat Islamiyah 24 96 % 1 4 % 25 100%
Psikologi 5 20 % 20 80 % 25 100% Ekonomi dan Ilmu Sosial 18 72 % 7 28 % 25 100%
Sains dan Teknologi 11 44 % 14 56 % 25 100%
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat
2 8 % 23 92 % 25 100%
Jumlah 124 49.6 % 126 50.4 % 250 100
Pada tabel diatas (tabel 4) tergambar bahwa jumlah responden atau sampel yang
diambil dalam penelitian ini berjumlah 250 orang, dengan jumlah responden berdasarkan
jenis kelamin laki-laki sebanyak 124 orang (49.6 %) dan responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 126 orang (50.4 %). Tabel 4 juga menginformasikan bahwa pada
fakultas Dakwah dan Komunikasi responden lebih didominasi oleh perempuan sebanyak
72 %, sedangkan pada fakultas Dirasah Islamiyah responden lebih banyak didominasi
oleh laki-laki yaitu sebanyak 96%. Pada fakultas Psikologi responden perempuan lebih
mendominasi daripada laki-laki yaitu sebanyak 80%. Dan pada fakultas Ekonomi dan
54 Komaruddin Hidayat, DKK, Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah 2008-2009. (Jakarta:
Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h 16.
lxx
Ilmu Sosial responden laki-laki lebih mendominasi daripada perempuan yaitu sebesar
72%.
Tabel diatas juga menjelaskan bahwa seluruh jumlah responden tersebut berasal
dari 10 fakultas yang terdapat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan diambil sebanyak
25 responden dari masing-masing fakultas. Maka, bisa dikatakan secara keseluruhan
bahwa peluang belajar terhadap perempuan lebih banyak jika dibandingkan dengan laki-
laki karena pengambilan data menggunakan sistem acak (random sampling). Hal ini
dibuktikan oleh hasil prosentase bahwa perempuan 50.4 % lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki yang hanya 49.6 %.
2. Responden Menurut Asal Sekolah
Tabel 5 (N = 250)
Asal Sekolah Frekuensi Persen
SMU 131 52.4
MA 72 28.8
Pesantren 37 14.8
SMK 10 4
Total 250 100
Tabel diatas menggambarkan tentang responden menurut asal sekolah mereka,
yang terdiri dari SMU, MA, Pesantren, dan SMK. tabel 2 juga menggambarkan bahwa
identitas responden menurut asal sekolah adalah 52.4 % berasal dari SMU, 28.8 %
berasal dari Madrasah Aliyah, 14.8 % berasal dari Pesantren, dan 4 % berasal dari SMK.
Maka, dapat dikemukakan bahwa responden lebih banyak yang berasal dari sekolah
umum yaitu SMU dibandingkan yang berasal dari sekolah keagamaan. Hal ini
disebabkan UIN sebagai Universitas telah membuka fakultas-fakultas umum. selain itu,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga banyak dimasuki oleh tamatan SMU.
lxxi
C. Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Praktek Keagamaan
Praktek keagamaan dapat diukur dengan selalu mengingat Allah dalam
menjalankan setiap aktifitas harian, adapun aktifitas praktek keagamaan diwujudkan
dengan mengerjakan shalat lima waktu secara berjama’ah, selalu melaksanakan shalat
sunnah, berpuasa wajib maupun sunnah, berinfaq atau bersedekah.
Tabel 6. Responden Menurut Praktek Keagamaan
(N = 250)
Praktek Agama Frekuensi Persen
Sangat Rendah 0 0
Rendah 6 2.4
Sedang 46 18.4
Tinggi 173 69.2
Sangat Tinggi 25 10
Total 250 100
Rataan 67.1 Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Pada tabel 6 tergambar bahwa praktek keagamaan mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta relatif tinggi sebanyak 69.2 %. Maka, dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar mahasiswa yang menjadi responden dalam praktek keagamaannya masih
tinggi dikarenakan jika melakukan praktek keagamaan seperti sholat lima waktu akan
menjadikan jiwanya lebih tenang dalam menjalankan segala aktivitas. Selain itu, praktek
keagamaan mempunyai nilai rataan sebesar 67.1. walaupun rataan relatif tinggi namun
mahasiswa dalam melaksanakan sholat wajib dan sunnah, puasa wajib dan sunnah, infaq
lxxii
atau sedekah masih kadang-kadang lalai. Berdasarkan data terdapat 6 responden yang
memiliki praktek keagamaan yang rendah dengan persentase 2.4 % dan 4 responden
diantaranya berasal dari fakultas Adab dan Humaniora, sedangkan sisanya 2 responden
berasal dari fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
2. Pengetahuan Agama
Pengetahuan keagamaan adalah pemahaman individu terhadap tiap ajaran
agamanya yang dihasilkan dari membaca buku-buku tentang keagamaan, mengikuti
kegiatan keagamaan, mendengarkan diskusi dan mengikuti seminar tentang keagamaan
yang dapat menambah wawasan individu tentang ajaran agamanya. Dan dengan wawasan
keagamaan individu tersebut bisa berkembang dengan mengetahui dan memahami ajaran
agamanya. Wawasan tersebut bisa bertambah dengan seringnya individu tersebut
membaca buku-buku tentang keagamaan, mengikuti kegiatan keagamaan, mengikuti
kegiatan diskusi atau seminar tentang keagamaan dikampus atau sekitar tempat
tinggalnya.
Tabel dibawah ini menggambarkan tentang pengetahuan responden mengenai keagamaan
yang mereka anut.
Tabel 7. Responden Menurut Pengetahuan Keagamaan
(N = 250)
Pengetahuan Agama Frekuensi Persen
Sangat Rendah 7 2.8
Rendah 46 18.4
Sedang 103 41.2
lxxiii
Tinggi 77 30.8
Sangat Tinggi 17 6.8
Total 250 100
Rataan 54.97 Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Tabel 7 menginformasikan bahwa pengetahuan mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terhadap keagamaan mereka yaitu 2.8 % sangat rendah, 18.4 %
rendah, 41.2 % sedang, 30.8 % tinggi, dan 6.8 % sangat tinggi. Maka, dapat dikatakan
bahwa mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki pengetahuan keagamaan
yang relatif sedang. Yang artinya 103 orang mengakui kalau mereka memiliki
pengetahuan keagamaan yang cukup tentang ajaran agama mereka. Nilai rataan pada
pengetahuan keagamaan adalah sebesar 54.97 yang artinya relatif sedang dalam
mengikuti kegiatan keagamaan, mengikuti pengajian, menghadiri diskusi dan seminar,
serta membaca buku-buku tentang keagamaan.
3. Ideologi Keagamaan
Ideologi merupakan satu dimensi dalam keberagamaan, dimensi ini dapat
ditunjukkan dengan keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak
Allah SWT, keyakinan bahwa Allah akan memberikan rezeki yang lebih banyak jika
individu tersebut mau bersedekah, keyakinan bahwa Allah selalu melihat segala yang
diperbuat oleh hamba-Nya, keyakinan dengan kebenaran ajaran Rasul, dan keyakinan
dengan ajaran Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah pedoman hidup didunia.
Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Ideologi Agama
(N = 250)
lxxiv
Ideologi Agama Frekuensi Persen
Sangat Tidak Yakin 0 0
Tidak Yakin 0 0
Ragu-ragu 3 1.2
Yakin 35 14
Sangat Yakin 212 84.8
Total 250 100
Rataan 90.49
Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Tabel 8 menjelaskan bahwa tingkat keyakinan mahasiswa adalah 1.2 % merasa
ragu-ragu terhadap keyakinan keagamaannya dengan jumlah 3 orang responden yang
berasal dari fakultas ekonomi dan ilmu sosial, ushuludin dan filsafat, Dakwah dan
Komunikasi. 14 % yakin, dan 84.8 % sangat yakin dengan keyakinan keagamaannya.
Maka, dapat dikatakan bahwa mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki
tingkat keyakinan keagamaan yang sangat tinggi terhadap ajaran agamanya. Hal ini dapat
dilihat dari besarnya rataan 90.49 yang artinya sangat tinggi, karena keyakinan
keagamaan merupakan nilai yang diyakini oleh setiap orang.
4. Variabel Keberagamaan Secara Umum
Tabel 9 merupakan gambaran tentang tingkat keberagamaan dari ketiga dimensi
yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu dimensi praktek agama, dimensi pengetahuan
agama, dan dimensi ideologi atau keyakinan keberagamaan. Di bawah ini adalah tabel
yang menjelaskan tentang tingkat keberagamaan secara umum.
Tabel 9. Sebaran Responden Menurut Tingkat Keberagamaan Secara Umum
(N = 250)
lxxv
Secara Umum Frekuensi Persen
Sangat Tidak Taat 0 0
Tidak Taat 1 0.4
Kurang Taat 29 11.6
Taat 169 67.6
Sangat Taat 51 20.4
Total 250 100
Rataan 72.24 Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Pada tabel 9 diatas, menunjukkan bahwa tingkat keberagamaan mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta secara umum adalah cenderung taat yaitu 67.6 % yang
artinya sebagian besar mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki Tingkat
keberagamaan yang cenderung tinggi dengan rataan 72.24. Namun, terdapat seorang
responden yang memiliki tingkat keberagamaan yang tidak taat sebesar 0.4% (1
responden) yang berasal dari fakultas adab dan humaniora. Tingkat keberagamaan dapat
dilihat dari praktek keagamaan, pengetahuan keagamaan, dan ideologi atau keyakinan
keagamaan. Yang ketiganya merupakan dasar yang diperlukan setiap individu dalam
mencapai tingkat ketakwaan yang lebih tinggi.
D. Pandangan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Pluralisme
Agama
1. Pengetahuan Terhadap Pluralisme Agama
Pengetahuan adalah pemahaman individu terhadap sesuatu, pengetahuan terhadap
pluralisme agama merupakan salah satu cara untuk memahami pluralisme agama dengan
membangun sikap saling mengenal. dengan memahami bahwa semua agama itu benar,
lxxvi
bahwa Islam sangat menghormati agama lain, bahwa kebebasan beragama adalah hak
asasi manusia, dan kerjasama dalam bidang sosial kemasyarakatan diperbolehkan antar
agama, serta mengetahui bahwa Allah SWT memberikan kebebasan kepada manusia
terhadap agama yang dianutnya.
Tabel 10. Responden Menurut Pengetahuan Pluralisme Agama
(N = 250)
Pengetahuan Pluralis Frekuensi Persen
Sangat Rendah 0 0
Rendah 6 2.4
Sedang 41 16.4
Tinggi 148 59.2
Sangat Tinggi 55 22
Total 250 100
Rataan 71.06
Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Tingkat pengetahuan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap
pluralisme agama cenderung tinggi yaitu 59.2%. yang artinya sebagian besar mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap pluralisme
agama, hal ini dapat dibuktikan oleh besarnya rataan 71.06 yang berarti relatif tinggi.
2. Sikap Terhadap Pluralisme Agama
Sikap terhadap pluralisme agama merupakan sikap yang saling menghargai
berdasarkan pengakuan atas persamaan, kesetaraan dan keadilan. Diantaranya dengan
tidak membedakan orang lain berdasarkan agama yang dianutnya, mengakui bahwa
semua agama itu benar, menyetujui kerjasama antar agama, mengakui bahwa kebebasan
lxxvii
beragama adalah hak asasi manusia, dan tidak keberatan bila rumah peribadatan agama
lain dibangun disekitar tempat tinggal mereka.
Tabel 11. Responden Menurut Sikap Pluralisme Agama
( N = 250)
Sikap Pluralis Frekuensi Persen
Sangat Rendah 4 1.6
Rendah 39 15.6
Sedang 117 46.8
Tinggi 75 30
Sangat Tinggi 15 6
Total 250 100
Rataan 54.7
Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa sikap mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terhadap pluralisme agama 1.6 % sangat rendah, 15.6 % rendah, 46.8 % sedang,
30 % tinggi, dan 15 % sangat tinggi. Dengan demikian, tingkat sikap mahasiswa terhadap
pluralisme agama bisa dikatakan relatif sedang dengan prosentase 46.8 %. Hal ini dapat
dilihat dari rataan sebesar 54.7 yang artinya relatif sedang dalam menghargai umat yang
berbeda agama.
3. Tingkah Laku Pluralisme Agama
Tingkah laku dalam pluralisme agama adalah keterlibatan aktif terhadap orang-
orang diluar agamanya, juga terlibat dalam memahami perbedaan dan persamaan agar
tercapainya kerukunan antar umat beragama. Diantaranya terlibat dalam mengadakan
kegiatan bakti sosial dengan orang yang berbeda keyakinan, menolong orang lain
lxxviii
walaupun agama yang dianutnya berbeda, mengucapkan selamat pada hari perayaan
mereka, selalu membaca dan mengikuti diskusi serta menghadiri seminar tentang
pluralisme.
Tabel 12. Responden Menurut Tingkah Laku Pluralisme Agama
(N = 250)
Tindakan Pluralis Frekuensi Persen
Sangat Rendah 81 32.4
Rendah 109 43.6
Sedang 44 17.6
Tinggi 14 5.6
Sangat Tinggi 2 0.8
Total 250 100
Rataan 30.01
Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Namun, tingkat tindakan atau tingkah laku mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terhadap pluralisme agama relatif rendah yaitu 43.6 %. Dengan demikian,
pengetahuan dan sikap mahasiswa yang cenderung tinggi terhadap pluralisme agama
lxxix
kurang diaplikasikan kedalam tindakan yang memerlukan keikutsertaan atau keterlibatan
aktif dengan orang yang berbeda keyakinan. Seperti mengadakan kegiatan bakti sosial
dengan umat yang berbeda agama, menolong dan mengucapkan selamat pada hari
perayaan mereka. Hal ini dapat dilihat oleh rataan yang relatif rendah yaitu 30.01.
4. Pluralisme Agama Secara Umum.
Dari tiga tabel diatas yang menjelaskan tentang pengetahuan mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pluralisme agama, sikap mahasiswa terhadap
pluralisme agama, dan tingkah laku atau tindakan mahasiswa dalam pluralisme agama.
Tabel 13 dibawah ini menjelaskan bagaimana pandangan mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dari ketiga variabel yang telah disebutkan diatas secara keseluruhan.
Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Variabel Pluralisme Agama
(N = 250)
Variabel Pluralis Frekuensi Persen
Sangat Rendah 2 0.8
Rendah 50 20
Sedang 148 59.2
Tinggi 44 17.6
Sangat Tinggi 6 2.4
Total 250 100
Rataan 51.07
Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Secara umum, pada tabel 10 dapat digambarkan bahwa pandangan mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta relatif sedang yaitu 59.2 %. Pandangan mahasiswa UIN
lxxx
Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pluralisme agama dapat diukur melalui pengetahuan
terhadap pluralisme agama, sikap, dan tindakan terhadap pluralisme agama. Dapat
dikatakan, bahwa mahasiswa cukup mengerti tentang pandangan pluralisme agama. Hal
ini dibuktikan oleh rataan sebesar 51.07. Pada kenyataannya memang banyak faktor yang
menyebabkan masing-masing pemeluk cenderung menampilkan corak keberagamaan
yang berbeda. Diantarnya faktor sosial dan budaya. Seperti dalam pemikiran Eric
Fromm tentang dua modus eksistensi yaitu memiliki dan menjadi. Dua modus ini
merupakan dua modus pengalaman yang mendasar yang kekuatannya masing-masing
menentukan perbedaan antara watak-watak individual dan berbagai tipe watak sosial.
Modus memiliki akan berhenti pada keberagamaan yang personal dan cenderung
dogmatis, modus ini tidak memberikan peluang terhadap pembedayaan akal pikiran
dalam menerjemahkan teks-teks ajaran Tuhan. Modus kedua adalah menjadi, dalam
keberagamaan yang menjadi itu manusia tidak pernah puas terhadap apa yang selama ini
dipahami. Karena itu juga agama tidak berhenti pada pemahaman dirinya, tetapi
didialogkan dengan keberagamaan orang lain. Keberagamaan dalam dalam modus
memiliki jelas merugikan manusia, sedangkan keberagamaan dalam modus menjadi jelas
sangat memberikan manfaat bagi manusia. Karena itu, jika dihubungkan dengan peranan
agama untuk memberi rahmat bagi manusia, tampaknya paham keberagamaan dalam
modus menjadi termasuk yang paling sejalan dengan misi pengembangan agama yang
inklusif-pluralis. Fenomena-fenomena konflik sosial dengan lebel agama banyak kita
temukan belakangan ini, realitas empiris ini tentu saja patut untuk dicermati bersama baik
oleh semua kalangan. Realitas empiris ini sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa
lxxxi
masih ada problem mendasar terhadap agama sebagai kumpulan doktrin disatu pihak dan
sikap keagamaan yang mewujud dalam perilaku kebudayaan dilain pihak.
lxxxii
E. Perbedaan Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta antara Fakultas Agama dan Fakultas Umum.
Tabel 11. Responden Menurut Rataan Keberagamaan Mahasiswa antara Fakultas
Agama dan Fakultas Umum
(N = 250)
Variabel Kategori N Mean
Fakultas Agama 150 67.26
Fakultas Umum 100 66.86
Praktek Keagamaan
Rataan: 67.10
Fakultas Agama 150 56.78
Fakultas Umum 100 52.25
Pengetahuan Keagamaan
Rataan: 54.97
Fakultas Agama 150 89.98
Fakultas Umum 100 91.26
Ideologi Keagamaan
Rataan: 90.49
Fakultas Agama 150 72.67
Fakultas Umum 100 71.59
Keberagamaan
Rataan: 72.24
Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Dari hasil rataan menggambarkan aspek praktek keagamaan (67.10 %),
pengetahuan keagamaan (54.97 %) dan ideologi atau keyakinan keagamaan (90.49 %)
antara fakultas agama dan fakultas umum. Yang diperoleh dari perhitungan SPSS 11.5
dengan uji beda t-test pada α = 0.05 diperoleh bahwa hipotesis Ho diterima. Maka, dapat
dikatakan tingkat keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak ada
perbedaan antara fakultas agama dengan fakultas umum. Hal ini dapat ditunjukkan dari
uraian diatas bahwa tingkat keberagamaan mahasiswa fakultas agama tidak berarti lebih
tinggi daripada mahasiswa fakultas umum, disebabkan banyak mahasiswa fakultas umum
yang aktif dalam organisasi ekstra kampus yang berbasis agama. Contohnya, lembaga
lxxxiii
dakwah kampus sehingga mahasiswa fakultas umum yang sebagian besar aktif pada
organisasi tersebut bisa meningkatkan ketaatan terhadap ajaran agamanya. Sebaliknya,
mahasiswa fakultas agama yang sebagian besar mengetahui tentang ajaran keagamaan
kurang mengaplikasikan ajaran keagamaannya. Hal tersebut menimbulkan tidak ada
perbedaan tingkat keberagamaan antara fakultas agama dan fakultas umum.
F. Perbedaan Pandangan Pluralisme Agama Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta antara Fakultas Agama dan Fakultas Umum.
Tabel 12 Sebaran Responden Menurut Rataan Pandangan Mahasiswa Terhadap
Pluralisme Agama antara Fakultas Agama dan Fakultas Umum
(N = 250)
Variabel Kategori N Mean
Fakultas Agama 150 71.54
Fakultas Umum 100 70.33 Pengetahuan Pluralisme Agama
Rataan: 71.06
Fakultas Agama 150 52.69
Fakultas Umum 100 57.71 Sikap Pluralisme Agama
Rataan: 54.70
Fakultas Agama 150 31.98
Fakultas Umum 100 27.05 Tindakan(Tingkah laku) Pluralisme Agama
Rataan: 30.01
Fakultas Agama 150 51.11
Fakultas Umum 100 51.00 Pluralisme Agama
Rataan: 51.07 Keterangan : 0 – 20 = Sangat Rendah, 21 – 40 = Rendah
41 – 60 = Sedang, 61 – 80 = Tinggi, 81 - 100 = Sangat Tinggi
Dari rataan aspek menggambarkan bahwa pengetahuan pluralisme agama sebesar
(71.06 %), sikap terhadap pluralisme agama (54.70 %), dan tindakan atau tingkah laku
pluralisme agama (30.01 %). Dari hasil perhitungan yang didapat berdasarkan variabel
pluralisme sebesar 0.015 lebih kecil dari nilai α = 0.05 yang artinya tolak Ho dan terima
lxxxiv
Ha yang berarti tidak ada perbedaan pandangan antara mahasiswa fakultas agama dengan
fakultas umum. Maka dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan pluralisme agama
mahasiswa fakultas agama dan mahasiswa fakultas umum relatif tinggi, sikap pluralisme
agama mahasiswa fakultas agama dan fakultas umum relatif sedang. Sedangkan, rataan
pada aspek tindakan atau tingkah laku pluralisme agama antara mahasiswa fakultas
agama dan fakultas umum relatif rendah.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama
antara fakultas agama dan fakultas umum tidak ada perbedaan dan rataannya relatif
sedang.
G. Pengaruh Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Terhadap
Pandangan Pluralisme Agama.
Dengan menggunakan Analisa Regresi Sederhana dengan SPSS maka didapatkan
hasil perhitungannya:
1. Korelasi
Korelasi merupakan sebuah indikator yang digunakan untuk menunjukkan sebuah
hubungan antara dua variabel. Korelasi tidak menunjukkan hubungan fungsional atau
dengan kata lain analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen dengan
variabel independen.
Tabel 13. Nilai Korelasi
variabel
agama variabel plrs
variabel
keberagamaan
Pearson
Correlation 1 -0.200(**)
Sig. (2-tailed) . 0.001
N 250 250
variabel
pluralisme
Pearson
Correlation -0.200(**) 1
lxxxv
agama
Sig. (2-tailed) 0.001 .
N 250 250 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pada tabel diatas tergambar bahwa hubungan antara variabel keberagamaan
dengan variabel pluralisme agama sebesar (-0.20), tanda negatif mempunyai arti bahwa
hubungan tersebut memiliki hubungan yang saling berlawanan. Sehingga dapat
disimpulkan, variabel keberagamaan mempunyai pengaruh negatif terhadap pandangan
pluralisme agama. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat keberagamaan maka semakin
rendah perilaku terhadap pluralisme agama.
2. Koefisien determinasi (R2)
Koefisien Determinasi digunakan untuk membuktikan seberapa besar pengaruh
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen yaitu dengan mengkuadratkan
koefisien korelasi.yang pada intinya untuk menentukan besarnya pengaruh frekuensi
variabel independent terhadap variabel dependen.55
Tabel 14. Nilai Koefisien Determinasi
Model R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
1 0.200(a) 0.040 0.036 12.632 a Predictors: (Constant), variabel agama
b.Dependent Variable: Variabel Pluralisme agama
55 Idrus, Skripsi S-1 Analisis Pengaruh Penelolaan SSP Berdasarkan Sistem Monitoring
Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) Terhadap Optimalisasi Penerimaan Pajak, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2008), h. 73.
lxxxvi
Dari tabel diatas, pengaruh variabel agama terhadap pluralisme agama sebesar 0.20
yang berarti memiliki pengaruh yang lemah. Diketahui bahwa nilai R sebesar 0.20 dan R
square (R2) sebesar 0.04 yang menunjukan bahwa pengaruh keberagamaan mahasiswa
terhadap pandangan pluralisme agama sebesar 4 %. sedangkan sisanya sebesar 96 %
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
2. Analisis Persamaan Regresi Sederhana
Analisis regresi sederhana digunakan untuk menguji adakah pengaruh variabel
dependent (Y) terhadap variabel independen (X).
Tabel 15. Nilai Koefisien Regresi Sederhana
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 70.324 6.039 11.645 0.000
Variabel
Keberagamaan -0.267 0.083 -.0200 -3.217 0.001
a Dependent Variable: variabel pluralisme agama
Berdasarkan tabel diatas, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 70.324 -0.267 X
Dari persamaan diatas, menggambarkan bahwa variabel keberagamaan
mempunyai koefisien sebesar -0.267 yang artinya terdapat hubungan yang lemah antara
besarnya variabel agama dengan pluralisme agama, dimana keduanya memiliki hubungan
negatif yang artinya apabila nilai variabel keberagamaan (variabel X) semakin besar
maka nilai pluralisme agamanya (variabel Y) semakin menunjukkan nilai negatif.
lxxxvii
Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat keberagamaan seseorang maka semakin rendah
tingkat pluralisme agamanya, karena sebagian besar menganut paham eksklusif.
Seharusnya semakin saleh seseorang dalam penghayatan agama dan kepercayaannya
akan semakin toleran dan menghargai eksistensi agama lain.
3. Uji F Hitung (Anova Test)
Tabel 16. Nilai Uji Anova
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1651.062 1 1651.062 10.348 0.001(a)
Residual 39570.782 248 159.560
Total 41221.844 249 a Predictors: (Constant), variabel agama
b Dependent Variable: variabel pluralisme agama
Hasil uji anova menghasilkan F hitung sebesar 10.348 dengan tingkat signifikansi
0,001. Karena angka probabilitas sebesar 0.001 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima
yang berarti menunjukkan hubungan yang lemah. Dengan kata lain, dapat disimpulkan
bahwa variabel keberagamaan mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap
pandangan pluralisme agama. Hal ini dikarenakan agama yang dipahami oleh sebagian
besar responden adalah agama doktrinal. bukan agama yang rahmatan lilalamin, yang
menghargai perbedaan dan toleransi antar umat beragama. Sementara anggapan bahwa
sebagian besar mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mempunyai pola pikir yang
liberal itu tidak terbukti, hal ini dapat tergambar dari hasil penelitian yang diambil dari
sikap dan tindakan atau tingkah laku responden terhadap pluralisme agama yang
cenderung rendah, walaupun responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang
pluralisme agama. Hal ini juga membuktikan bahwa pendekatan keagamaan yang
dipahami oleh responden hanya terbatas pada keimanan dan kurang melibatkan
pemikiran yang terbuka atau tindakan yang demokratis. Dan akibatnya, akan membentuk
lxxxviii
pola pemikiran yang eksklusif. Pola pikir yang eksklusif ini akan mengalami kesulitan
jika berhadapan dengan masyarakat atau wilayah diluar lingkungan sendiri. Sebaliknya,
pendekatan keagamaan yang bersifat historis ilmiah juga bukannya tidak mengandung
resiko. pendekatan ilmiah yang hanya melihat agama sebagai fenomena sosial belaka
kurang dapat menghayati dimensi penghayatan agama yang dimiliki oleh setiap manusia
beragama. Oleh Karena itu, kedua pendekatan itu perlu dipadukan umtuk memperoleh
pemahaman keagamaan yang memadai.
lxxxix
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil pengujian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara
umum cenderung taat dengan jumlah prosentase 67.6%. Tingkat keberagamaan
dapat dilihat dari praktek keagamaan, pengetahuan keagamaan, dan keyakinan
keagamaan.
2. Mahasiswa cukup mengerti tentang pluralisme agama. Hal ini dapat dilihat dari
hasil tabel pengetahuan pluralisme agama, sikap pluralisme agama dan tindakan
atau tingkah laku terhadap pluralisme agama dengan prosentase 59.2 % yang
artinya relatif sedang. Maka, dapat dikatakan bahwa sebagian dari jumlah
responden cukup mengerti tentang pluralisme agama.
3. Perbedaan Keberagamaan mahasiswa UIN antara fakultas agama dan fakultas
umum dapat dikatakan tidak ada perbedaan, hal ini dapat ditunjukkan pada
aspek praktek agama (67.10 %) yang berarti tinggi, pengetahuan agama (54.97
%) yang berarti sedang, dan ideologi agama (90.49 %) yang berarti sangat
yakin. Hal ini sesuai dengan uji beda t-test a = 0,05 yang berarti bahwa Ho
diterima.
4. Perbedaan pandangan mahasiswa tentang pluralisme agama antara fakultas
agama dan fakultas umum dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara keduanya. Karena keduanya memiliki prosentase yang hampir
sama yaitu mendekati rataan 51,07 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perbedaan
xc
pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama antara fakultas agama dan
fakultas umum tidak ada perbedaan dan rataannya relatif sedang yang berarti
bahwa Ho diterima.
5. Variabel keberagamaan mempengaruhi variabel pandangan pluralisme agama,
karena semakin mahasiswa memiliki tingkat keberagamaan yang tinggi maka
semakin memberikan pandangan yang sangat negatif terhadap pluralisme
agama.
B. Saran-saran
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh variabel
keberagamaan terhadap pluralisme agama hanya sebesar 4 % dan sisanya sebesar
96 % ditentukan oleh variabel-variabel lainnya. Oleh karena itu, dalam
meningkatkan pandangan, sikap dan tindakan atau tingkah laku pluralisme agama
kepada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak hanya ditentukan oleh
variabel keberagamaan melainkan dapat ditentukan dengan hal-hal yang perlu
dilaksanakan, yaitu:
• Tidak boleh menjelek-jelekkan agama lain, juga dalam lingkungan umat
saudara seagama sendiri.
• Bersedia menerima bahwa setiap orang berhak memilih agama yang
diyakininya. Karena agama merupakan hak yang sangat asasi.
xci
• Mengadakan kerjasama yang solid agar terbinanya hidup yang rukun,
damai, adil dan sejahtera. Juga membiasakan pergaulan sehari-hari antar
umat beragama, sehingga sikap saling mencurigai dapat dihilangkan.
• Masing-masing umat beragama harus memahami dasar-dasar ajaran
agama lain. dan mengadakan pertemuan-pertemuan antar sesama tokoh
agama.
• Cara-cara penyebaran agama yang memaksa harus dihentikan. Dan
masing-masing umat beragama harus menghindari kesan kebanggaan
dan arogansi yang menyinggung perasaan umat beragama lain.
• Mengadakan kegiatan sosial dan budaya bernuansa kerukunan, dan
umat beragama harus menghadapi konflik, kemiskinan dan kebodohan
sebagai musuh bersama.
Jaringan kerjasama kerukunan antar umat beragama harus lebih diefektifkan
sesuai dengan fungsi dan peranannya agar tercipta perlakuan yang adil dalam rangka
pengamalan ajaran agama. Oleh karena itu, perlu diajarkan sejak dini kesediaan
menerima keberadaan umat agama lain kepada generasi umat beragama. Selanjutnya,
peneliti menyarankan kepada peneliti lain apabila melakukan penelitian yang sama
diharapkan menggunkan metode observasi. Sehingga, peneliti mengetahui sifat dan
perilaku dari responden yang akan diteliti.
xcii
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghafur, Waryono. Tafsir Sosial (Mendialogkan Teks Dengan Konteks),
Yogyakarta: elsAQ Press, 2004.
Achmad Jainuri, dkk, Terorisme dan Fundamentalis Agama. Malang: Bayumedia, 2003.
Ali, Muhammad. Teologi Pluralis-Multikultural (Menghargai Kemajemukan Menjalin
Kebersamaan). Jakarta: Kompas, 2003.
Amin Suma, Muhammad. Pluralisme Menurut Al-Quran, (telaah Aqidah dan Syariah).
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
Arief Rahman, Rahadhi. Tesis: “ Faktor-Faktor Yang Membentuk Persepsi Siswa SMU
Di DKI Jakarta Untuk Mempergunakan Internet Untuk Belajar”, (Jakarta : UI,
2003.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: PT
Rineka Cipta,1997.
Dimyati, Nasir. Pluralisme Agama, Sabtu, 12 Januari 2008, Artikel ini diakses Pada
Tanggal 25 Maret 2008 Melalui Situs http//www.google.com
Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1983.
Hidayat, Komaruddin DKK, Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah 2008-2009.
Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008.
Hidayat, Komaruddin, DKK, Profil UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang: UIN
Jakarta Press, 2007.
Husaini, Adian. Pluralisme Agama, 12 Februari 2007, Artikel ini diakses pada tanggal 27
Februari 2009 melalui situs http://grelovejogja.wordpress.com/2007/02/12/pluralisme-
agama
Husaini, Adian. Aktivis Islam dan Pro Demokrasi Menolak Fatwa MUI, 5 Agustus 2005,
Artikel ini diakses pada tanggal 27 Februari 2009 melalui situs
http://islamlib.com/id/artikel/aktivis-islam-pro-demokrasi-menolak-fatwa-mui/
Husin Al Munawar, Said Agil. Fikih Hubungan antar Agama. Jakarta: Ciputat Press,
2005.
xciii
Idrus, Skripsi S-1 Analisis Pengaruh Penelolaan SSP Berdasarkan Sistem Monitoring
Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) Terhadap Optimalisasi Penerimaan Pajak. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Irwanto, DKK. Psikologi Umum Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: Gramedia, 1989.
Luthfi, Muchtar. Problem Pluralisme Agama dan Mazhab. 15 November 2005, Artikel
ini di akses pada tanggal 25 Maret 2008 melalui situs http://www.google.com/
Madjid, Nurcholis. Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman). Jakarta: Kompas,
2001.
Malik Thoha, Anis. Tren Pluralis Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif. 2005.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. Sosiologi ( Teks Pengantar dan Terapan ).
Jakarta: Kencana, 2004.
Nashir, Haedar. Ideologi Gerakan Muhammadiyah.Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,
2001.
Nata, Abuddin. Al-Quran dan Hadist (Dirasah Islamiyah I). Jakarta: PT Raja Grapindo
Persada, 1996.
Nothingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada,
1997.
Poerwadarminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai
Pustaka, 2006.
Rahman Shaleh, Abdul-Muhbib Abdul Wahib, Psikologi Suatu Pengantar Dalam
Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2004.
Razak,Yusron dan Ervan Nurtawab. Antropologi Agama. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta dan UIN Press, 2007.
Riyadi, Hendar. Melampaui Pluralisme. Jakarta: RMBooks, 2007.
Robertson, Roland. Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. Jakarta; PT.
Raja Grapindo Persada, 1993.
Sachedina, Abdulaziz Beda Tapi Setara (Pandangan Islam tentang Non-Muslim).
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002.
Salim, Peter. Kamus Umum Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English,
1991.
xciv
Shihab, Alwi. Islam Inklusif (Menuju Islam Terbuka dalam Beragama).Bandung, Mizan,
1998.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran, ( Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehisupan Masyarakat). Jakarta: Mizan, 1994.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003.
S.S, Daryanto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Apollo, 1998.
Taher, Tarmizi. Membumikan Ajaran Ketuhanan. Jakarta: Mizan, 2003.
Tahir, Tarmizi, Dkk. Pluralisme Islam (Harmonisasi Beragama). Jakarta: PT Karsa
Rezeki, 2004.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), Jakarta: PT. Raja
Grapindo Persada, 2000.
Walgito, Bimo. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta: ANDI Yogyakarta,
1999.
Yewangoe, A. A. Agama dan Kerukunan. Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2006.
xcv