Pain

download Pain

of 48

Transcript of Pain

PAIN (16th Edition HARRISONS PRINCIPLES OF Internal Medicine)Adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi. PHERIPHERAL MECHANISM The primary afferent nociceptor Saraf perifer terdiri dari akson tiga tipe neuron yang berlainan yaitu primary sensory afferent, motor neurons, dan sympathetic ganglia. Serat aferen primer diklasifikasikan berdasarkan ukuran, derajat myelinasi, dan kecepatan hantaran : Serat aferen (A ) Serat aferen (A ) : berukuran paling besar dan bermyelin serta : Kedua serat ini berespon terhadap sentuhan, memiliki kecepatan hantaran yang tertinggi. tekanan dan sensasi kinestetik, tapi tidak berespon terhadap rangsangan yang mengganggu sehingga tidak diklasifikasikan sebagai nosiseptor. Serat aferen primer (A ) : Yang bergaris tengah kecil dan sedikit bermyelin Serat aferen primer C : tidak bermyelin Kedua serat saraf yang terakhir ini merupakan nosiseptor

Aferen primer C dan A dapat dibedakan oleh 2 tipe nyeri yang

ditimbulkan : Aferen primer (sinyal nyeri cepat), nyeri disalurkan ke medulla spinalis oleh

serat A dan dirasakan dalam waktu 0,1 detik. Nyeri cepat biasanya memiliki lokalisasi yang jelas dengan kualitas yang menusuk, tajam, atau elektris. Nyeri cepat timbul sebagai respon terhadap rangsangan mekanis (sayatan, tusukan) atau suhu dipermukaan kulit tapi tidak dirasakan oleh jaringan tubuh sebelah dalam. Aferen primer C menyalurkan nyeri lambat dan dirasakan dalam waktu 1 detik

setelah rangsangan yang mengganggu, nyeri lambat memiliki lokalisasi yang

kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar, berdenyut, atau pegal-pegal. Nyeri lambat dipicu oleh rangsangan mekanis, suhu, atau kimiawi di kulit atau sebagian besar jaringan atau organ dalam dan biasanya disertai kerusakan jaringan. Mekanisme pengaktifan & sensitisasi nosiseptor di daerah jaringan A. Direct Activation tekanan intensif yang menyebabkan kerusakan sel K+ dibebaskan & sintesis Prostaglandin & Bradikinin sensitivitas reseptor nyeri terhadap Bradikinin, yaitu zat kimia penghasil nyeri yang paling kuat B. Secondary activation Impuls nyeri Medulla spinalis dan cabang-cabang terminal lain Pelepasan substansi P & peptide lain Vasodilatasi & edema neurogenik, pelepasan bradikinin, histamine dari sel mast serotonin dari trombosit

CENTRAL MECHANISM 1. Ascending pathway

Noxious stimuli mengaktivasi sensitive peripheral ending of the primary afferent nociceptor oleh proses transduksi Pesan kemudian ditransmisikan dari peripheral nerve ke spinal cord Spinothalamic Thalamus

Somatosensory cortex

cyngulate gyrus

frontal lobe (insular cortex)

Lokasi, intensitas,& kualitas Emotional response

2. Pain modulation

Input dari frontal cortex dan hipotalamus Mengaktifkan sel-sel di mid brain Medulla

Spinal cord Sifat Nyeri -

Nyeri alih Terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah. Misalnya, diafragma yang berasal dari region leher C3-5 pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan oleh bahu.

-

Abses di bawah diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma pada permukaan atas limpa atau hati juga dapat mengakibatkan nyeri di bahu.

-

Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai kea lat kelamin luar seperti labium mayor pada wanita atau testis pada pria.

-

Nyeri proyeksi Adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik akibat cedera atau peradangan saraf.

-

Contoh yang terkenal adalah nyeri fantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat pada herpes zoster.

-

Hiperestesia Hiperestesia atau hiperalgesi sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di bawahnya.

-

Tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat atau peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk, nyeri lepas, serta tanda rangsang peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai hiperestesi kulit setempat.

Nyeri kontinu

-

Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus-menerus karena berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang.

-

Nyeri kolik Kolik merupakan nyeri visceral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer)

-

Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini berjeda, kolik dirasakan hilang timbul.

-

Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual, bahkan sampai muntah. Dalam serangan, penderita snagat gelisah, kadang sampai berguling-guling di tempat tidur atau di jalan.

-

Yang khas ialah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri perut yang kumatan disertai mual atau mutah dan gerak paksa.

-

Nyeri iskemik Nyeri perut dapat juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak menyurut.

-

Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksiskasi umum, seperti takikardia, merosotnya keadaan umum, dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis.

-

Nyeri pindah Kadang, nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap awal apendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri visceral dirasakan disekitar pusat disertai rasa mual karena apendiks termasuk usu tengah.

Setelah radang terjadi diseluruh dinding termasuk peritoneum visceral, terjadi nyeri akibat rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatic. Pada saat ini, nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu di perut kanan bawah. Jika apendiks kemudian mengalami nekrosis dan gangrene (apendisitis gangrenosa), nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis.-

Pada perforasi tukak peptic duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan asam garam dan empedu masuk ke rongga abdomen yang sangat merangsang peritoneum setempat. Si sakit merasa sangat nyeri di tempat rangsangan itu, yaitu di perut bagian atas.

-

Setelah beberapa waktu, cairan isi duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan disebelah lateral kolon asendens sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan bawah, sekitar sekum. Nyeri itu kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri pertama karena terjadi pengenceran.

-

Pasien sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai di ulu hati pindah ke kanan bawah.

Mula Nyeri dan Beratnya Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat menjadi hebat, tetapi dpat pula secara bertahap semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ yang berongga, rangsangan peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat dibandingkan proses inflamasi bakteri. Demikian pula intensitas nyerinya. Nyeri yang bertahap makin hebat biasanya disebabkan oleh proses radang,

misalnya pada kolesitis akut atau pancreatitis akut.

Posisi Pasien Pada pancreatitis akut, pasien akan berbaring pada sisi sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul, dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan lutut.

Pasien dengan abses hati biasanya berjalan sedikit membungkuk dengan menekan

daerah perut bagian atas seakan-akan menggendong absesnya. Apendisitis akut yang letaknya retrosekum mendorong penderitanya untuk

berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sebagai usaha melemahkan otot psoas yang teriritasi. Iritasi pada diafragma menyebabkan pasien merasa lebih nyaman dalam posisi

setengah duduk yang memudahkan bernapas. Peritonitis local atau umum tidak dapat bergerak karena nyeri, sedangkan pasien

dengan kolik teraksa bergerak karena nyerinya.

De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

VOMITING (EMESIS)

Vomiting atau emesis atau muntah adalah oral expulsion isi gastrointestinal yang dihasilkan dari kontraksi usus dan otot-otot dinding thoracoabdominal. Sedangkan mual adalah perasaan subjektif ingin muntah. Dikoordinasi oleh brainstem dan dipengaruhi oleh respon neuromuscular pada usus, faring dn dinding torakoabdominal. Sedangkan mekanisme yang mendasari mual belum dimengerti tapi sepertinya melibatkan cerebral cortex karena nausea memerukan persepsi sadar. Koordinasi Emesis Beberapa nuclei di brainstem yang mengatur inisiasi emesis : nucleus tractus solitarius dorsal vagal dan phrenic nuclei medullary nuclei yang mengatur pernafasan nuclei yang mengntrol pergerakan faring, facial dan lidah.

Neurotransmitter yang terlibat belum diketahui, namun diperkirakan Otot-otot somatik dan viseral menunjukan stereotypic responses selama

terdapat peranan dari neurokin NK1, Serotonin 5-HT3 dan vasopressin pathway. emesis. Inspiratory thoracic dan abdominal wall muscle berkontraksi, menghasilkan high intrathoracic dan intraabdominal pressure yang memfasilitasi expulsi dari isi gaster. Aktivator Emesis Emesis timbul dari fikiran atau bau yang tidak enak yang berasal dari cerebral cortex, dimana cranial nerve memediasi vomiting setelah didahului oleh gag reflex. Motion sickness dan inner ear disorder bekerja pada labyrinthine apparatus. Gastric irritants dan cytotoxic agents seperti cisplatin menstimulasi Intestinal dan colonic obstruction dan mesenteric ischemia menstimulasi Bloodborne emetic stimuli menstmulasi area postrema (medullary nucleus)

gastroduodenal vagal afferent nerves. non-gastric viseral afferent disebut sebagai chemoreseptor trigger zone. Banyak emetogenic drug yang bekerja

pada area postrema, seperti bacterial toxin dan metabolic factor yang dihasilkan selama uremia, hypoxia dan ketoacidosis. Mekanisme adalah : Pernafasan dalam Mencapai os hioideum dan laring untuk mendorong sfingter krikoesofageal supaya membuka Penutupan glotis Pergerakan palatum mole untuk menutup nares posterior. Ketika pusat muntah telah cukup terangsang, efek-efek yang terjadi

Kemudian datang kontraksi yang kuat diafragma ke arah bawah bersamaan

dengan kontraksi serentak otot-otot abdomen sehingga menekan lambung. Akibatnya tekanan intragastrik meningkat menyebabkan sfingter gastroesofagus berelaksasi sehingga terjadilah ekspulsi.

ACUTE ABDOMEN

Acute abomen atau acute abdominal pain adalah suatu penyakit dengan

onset yang tiba-tiba, durasi 24 jam yang dimanifestasikan sebagai abdominal pain dan berhubungan dengn gejala gastrointestinal. Lokasi nyerinya biasanya sulit dideskripsikan Differential Diagnosis sering terjadi merupakan obstruksi lumen oleh fecalith, calculus, atau hyperplastic Manifestasi klinis berupa periumbilical pain, low grade fever, anorexia

1. Acute Apendicitis

submucosal lymphatic tissue. dengan atau tanpa vomit. Setelah beberapa jam nyeri kemudian bermigrasi ke right lower quadrant. Tempat nyeri tekan yang paling sakit adalah di bagian appendix. Terdapat flank tenderness

2. Perforated Duodenal Ulcer Nyeri perut atas yang berat yang terjadi secara tiba-tiba, berkembang menjadi nyeri yang lebih menyeluruh, diperburuk dengan bernafas dan bergerak. Pada 2/3 pasien mempunyai riwayat dispesdia atau riwayat ulcer disease. Bowel sounds tidak ada Liver span tidak terdeteksi sewaktu perkusi karena udara yang berada di antara liver dan abdominal wall. 3. Obstruksi Small Intestine Crampy midabdominal pain diselingi dengan interval yang asimtomatik kemudian setelah beberapa lama nyerinya terus menerus. Vomit bisa mengurangi rasa sakit Terdapat constipation atau obstipation

4. Colonic Divertivulitis

-

terjadi ketika divertikula (biasanya pada sigmoid colon) terobstruksi oleh feses, berkembang menjadi inflamasi, peritonitis. Gejala berupa nyeri perut bawah, demam, obstipasi, dan minimal nausea.

5. Acute Cholecystitis merupakan inflamasi pada gall bladder. Nyeri epigastrik atau pada right upper quadrant. Terjadi 1-2 jm setelah makan diikuti dengan mual dan muntah Nyeri mencapai intensitas maksimal secara cepat dan menetap untuk waktu yang lama, sering menyebar ke bahu. Biasanya pasien mempunyai riwayat biliary colic atau intolerance to fatty food. Tenderness dan guarding pada right upper quadrant Murphy sign positif.

6. Acute Pancreatitis Nyeri pada epigastric dan left upper quadrant, menyebar ke punggung Terdapat hypovolemia, hypotension, respiratory distress Tenderness negative.

7. Mesenteric schemia Nyeri epigastrik dan midabdominal yang berat dan tiba-tiba dengan vomiting dan defecation yang adekuat. Distensi, guarding dan absent bowel sounds menandakan intestinal infarction. 8. Abdominal Aortic Aneurysm snyeri yang berat pada punggung, flank atau abdomen terdapat massa yang terpalpasi dan berdenyut terdapat rapid hypovolemic shock terdapat tanda-tanda perdarahan seperti cullens sign, ecymosis.

9. Ectopic Pregnancy nyeri perut bawah, diikuti dengan peritonitis dan hypovolemic shock dari intraabdominal hemorrhage pda pemeriksaan pelvic : blue-coloredcervix atau blood at the cervical os uterus membesar hematoma terpalpasi pada cul de sac

ABDOMINAL PAIN Jenis jenis nyeri perut : Nyeri perut dapat berupa nyari visceral maupun nyeri somatic, dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut atau diluar rongga perut, misalnya di rongga dada. Nyeri visceral Terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut, misalnya karena cedera atau radang. Peritoneum visceral yang menyelimuti organ perut dipersyarafi oleh system saraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Pasien yang merasakan nyeri visceral biasanya tak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjukkan daerah yang nyeri. Nyeri visceral kadang disebut nyeri sentral Saluran cerna yang berasal dari usus depan (foregut), yaitu lambung, duodenum, system hepatobilier, dan pancreas menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari usus tengah (midgut), yaitu usus halus dan usus besar sampai pertengahan kolon transversum menyebabkan nyeri di sekitar umbilicus. Bagian pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid yang berasal dari usus belakang (hindgut) menimbulkan nyeri di perut bagian bawah. Nyeri ini tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak. Nyeri somatik

-

Terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya rangsangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut.

-

Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari.

-

Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang.

-

Setiap gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau batuk, juga akan menambah rasa nyeri sehingga penderita gawat perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk tidak bergerak, bernapas dangkal, dan menahan batuk.

Letak Nyeri Perut Nyeri visceral dari suatu organ sesuai letaknya dengan asal organ tersebut pada masa embrional, sedangkan letak nyeri somatic biasanya dekat dengan organ sumber nyeri sehingga relative mudah menentukan penyebabnya. Differential Diagnosis Of Abdominal Pain By Location Right Upper Quadrant Cholecystitis Cholangitis Pancreatitis Pneumonia/Emphyema Pleurisy/pleurodynia Subdiaphragmatic abscess Hepatitis Budd-Chiary syndrome Right Lower Quadrant Appendicitis Salpingitis Epigastric Peptic ulcer disease Gastritis GERD Prancreatitis Myocardial infarction Pericarditis Ruptured aortic aneurysm Esophagitis Periumbilical Early appendicitis Gastroenteritis Left Upper Quadrant Splenic infarct Splenic ruptured Splenic abscess Gastritis Gastriculcer Pancreatitis Subdiaphragmatic abscess Left Lower Quadrant Diverticulitis Salpingitis

Inguinal hernia Ectopic pregnancy Nephrolithiasis Inflammatory bowel disease Mesenteric lymphadenitis Typhlitis

Bowel obstruction Ruptured aortic aneurysm

Inguinal hernia Ectopic pregnancy Nephrolithiasis Irritable bowel syndrome Inflammatory bowel disease

Diffuse Nonlocalize Pain Gastroenteritis Mesenteric ischemia Bowel obstruction Irritable bowel syndrome Peritonitis Diabetes Malaria Familial mediteranian fever Metabolic disease Psychiatric disease

GASTRITISGastritis adalah suatu inflamasi pada mukosa gastric, dimana istilah/penamaan tersebut mendenotasikan sebuah kondisi histopatologi bukan penyakit. Adanya inflamasi tidak menhasilkan tanda dan gejala, akan tetapi komplikasi dari inflamasi seperti pembentukan ulcer yang menimbulkan gejala. Acute Gastritis Etiologi Acute hemorrhagic atau erosive gastritis disebabkan oleh hipoksia mukosa yang disebabkan oleh hipoksia mukosa yang dihubungkan dengan penurunan gastric blood flow karena stress, trauma, burns, atau sepsis. Bile reflux Exogenous substance : NSAID CNS disorder (misalnya chusing ulcer)

Dimana jika mucosal defense terganggu, acid, protease dan bile acid akan mempenetrasi ke dalam lamina propria menyebabkan vascular injury, stimulasi nerves, mengaktivasi pelepasan Histamin dan mediator lain. Clinical Features dan Diagnosis Acute upper GI bleeding Ptechiae dan small re or black erosion terlihat pada endoscopy. Lesi yang diinduksi stress biasanya pada fundus dan body, sedangkan lesi yang diinduksi NSAID pada keseluruhan lambung. Secara histology terlihat regenerasi epitel dan sparse inflammation

Chronic Gastritis (Helicobacter Pylori Gastritis) .Etiologi : Helicobacter pylori

Clinical Feature & Diagnosis Pada endoscopy : lesi melibatkan keseluruhan lambung Tekhnik untuk mendeteksi H pylori adalah dengan pewarnaan giemsa dan silver stain. H pylori ditemukan pada permukaan mukosa dan pit mukosa. H pylori gastritis dikarakteristikan sebagai chronic superficial inflamation dengan lmfosit, plasma sel, makrofag dan eosinofil, disertai inflamasi akut pada permukaan dan foveolar epithelium dan lamina propria. Chronic Chemical Gastritis Etiologi NSAID Bile : bile-containng intestinal contents reflux into the stomach, sehingga bile acid menyebabkan mucosal injury Clinical Feature&Diagnosis Gejala dyspepsia : abdominal pain (burning sensation) pada daerah epigastrik tanpa radiasi, berkurang oleh makanan atau antacid Pada endoscopy : mukosa terlihat congesti dan edema dengan atau tanpa erosi. Atrophic Gastritis 1. Autoimmune metaplastic atropic gastritis Autosomal disorder dimana respon imun melawan atau menyerang del-sel parietal dan factor intrinsic pada mukosa gastric proximal. 2. Environmental Metaplastic atrophic gastritis(EMG) Dihubungkan denngan H pylori infection, gastric bacterial overgrowth, coal dust exposure, tobacco smoking, dietary salt&nitrat. Hasil metbolisme nitrat oleh bakteri adalah nitroso compounds yang mengnduksi terjadinya EMG, metaplasia, carcinoma. 3. Non-metaplastic atrophic disease

Dihubungkan dengan antral resection, dimana kehilangan sel oksintik pada prosimal gastric menyebabkan defisiensi vitamin B12 karena insufisiensi dari sekresi intrinsic factor. Pasien tersebut juga mempunyai level gastrin yang kurang sehingga gagal untuk memepertahankan thropic effect pada oxyntic glands.

PEPTIC ULCER DISEASE (Duodenal Ulcers)Definisi PUD menunjukkan keadaan kecenderungan mucosal ulcers di tempat yang terekspose oleh peptice juice (acid dan pepsin). Paling sering terjadinya ulcer di duodenum dan stomach, tapi bisa terjadi di esophagus, di small intestine, pada gastroenteric anastomosis. Ulcer adalah hilangnya permukaan epitel yang meluas sampai dalam mencapai (5mm. sedangkan erosi adalah kecil

Etiologi Helicobacter Pylori NSAIDs Miscellaneous pathogenetic factor Cigarette smoking Genetic predisposition Gol darah O

-

Psychosis stress Spesifik chronic disease : sistemik mastositosis, chronic pulmonary disease, CRF, chirosis, 1-antitripsin defisiensi

Patologi Duodenal ulcers paling sering terjadi pada bagian pertama duodenum (>95%). Biasanya berdiameter 1cm tapi bisa mencapai 3-6cm. Ulcer berbatas tajam, dengan kedalaman mencapai muscular propria. Dasar ulcer terdiri dari zona eosinophilia necrosis dikelilingi fibrosis. Patofisiologi H.Pylori dan NSAIDs menginduksi injuri pada duodenal ulcers. Rata-rata basal dan nocturnal sekresi asam menjadi meningkat. Kecepatan pengosongan gastric likuid tercatat pada beberapa pasien dengan Du tapi penjelasan mengenainya belum jelas. Sekresi bikarbonat di duodenum menurun pada pasien Du. H.Pyroli Infection

NSAIDs Induce Disease H.Pyroli Infection Jumlah infeksi gastric dengan bacterium H.Pylori merupakan jumlah mayoritas dari PUD. Organism tersebut berperan dalam perkembangan gastric mucosal-associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma dan adenocarcinoma gastric. Meskipun seluruh genom H.Pylori berantai, masih belum jelas bagaimana organism tersebut menetap di stomach, menyebabkan ulceration di duodenum. Epidemiologi Prevalensi bervariasi di dunia. Di Negara berkembang terjadi 80% populasi terinfeksi, dengan usia sekitar 20 tahun. Di Negara industry terjadi 20-50% dan sekarang ini menurun kecepatannya.

Di US sekitar 30% dengan individu yang terlahir sebelum tahun 1950 memiliki kecepatan terinfeksi lebih tinggi disbanding yang terlahir setelahnya. Ras (Hispanic Amerika dan Blacks) double rate 2 faktor predisposisi kolonisasi meningkat yaitu: factor sosialekonomi yang buruk dan rendahnya pendidikan. Resiko lain : lahir dan menetap di Negara berkembang, domestic crowded, kondisi lingkungan yang tidak bersih serta tidak bersihnya makanan dan minuman. Transimisi : orang ke orang, oral ke oral, serta oral- fecal route. Di US kecepatan infeksi menurun lebih daari 50% disbanding 30 tahun lalu. Menurunnya infeksi juga karena tingginya eradikasi organism. Patofisiologi Lebih dari 90% duodenal ulcer berhubungan dengan H.Pylori. hasil akhir infeksi H.Pylori ditentukan secara kompleks dari factor bacteria dan individu. Factor Bacteria Kemampuan untuk memfasilitasi menetapnya gastric, menginduksi injuri mukosa dan menghindari defense mekanisme. Perbedaan strains dari H.Pylori menghasilkan perbedaan factor virulensi. Suatu region spesifik dari genom bacterial yaitu pathogenecity island, mengkode factor virulensi Cag A dan pic B. Vac A juga berperan dalam pathogenesis, meskipun tidak dikode dalam pathogenecity island. Factor virulensi tersebut, berhubungan dengan penambahan unsure bacteria, yang menyebabkan mucosal damage. Urease : membuat bacteria menetap dalam acid stomach, menghasilkan NH3, yang dapat merusak sel epitel. Surface factor : sebagai chemotactic untuk neurophil dan monosit, yang berkontribusi dalam epithelial cell injury.

-

Protease dan phospholipase yang memecah glycoprotein lipid complex dari mucous gel, yang menurunkan efikasi dari 1st line musical defense.

Adhesion, yang memfasilitasi penempelan bacteria ke gastric epithelial cell.

Factor Individu-

Respon inflamasi terhadap H.Pylori meliputi : recruitment nutrophil, lymphocyte (T dan B), makrofag dan plasma sel.

-

Pathogen berikatan dengan MHC class II pada gastric epithelial cell menyebabkan local injury.

-

Bacterial strain yang mengkode Cag PAI dapat mengenalkan Cag A ke host cell, menyebabkan cell injury dan menaktifkan cellular cytokine pathway. pathway meliputi

-

Peningkatan konsentrasi multiple cytokine ditemukan pada gastric epithelium yang terinfeksi H.Pylori meliputi : IL-1/, IL-2, IL-6, IL-8, TNF- dan IFN-. Mekanisme tambahan H.Pylori menyebabkan epithelial cell injury : (1) teraktifasinya produksi reactive oxygen or nitrogen species melalui neutrophilmediated dan meningkatkan epithelial turnover, (2) apoptosis berhubungan dengan interaksi dengan T cell (T helper 1) dan IFN-.

Alasan H.Pylori-mediated Duodenal Ulcer masih belum jelas. Satu penjelasan penting yaitu terjadinya gastric metaplasia (mungkin cell proliferation) di duodenum membuat H.Pylori berikatan dengannya dan menghasilkan local injury secondary terhadap respon host. Hipotesa lain menyatakan bahwa H.Pylori antral infection dapat menyebabkan peningkatan produksi asam, peningkatan asam duodenal dan injuri mukosa. Basal dan terstimulusnya pelepasan gastrin yang meningkatkan individu terinfeksi H.Pylori dan penurunan sekresi somatostatin dari D cell. Infeksi H.Pylori mungkin menginduksi peningkatan sekresi asam melalui kedua aksi langsung dan tidak langsung dan proinlamasi cytokine (IL-8,TNF dan IL-1) pada G, D dan parietal cell. Infeksi H.Pylori berhubungan juga dengan penurunan produksi bikarbonat mukosa duodenal.

NSAIDs Induce Disease Epidemiologi Paling sering digunakan untuk pengobatan di US, >30 juta counter tablet dan >100 juta diresepkan per tahun Efek samping dan komplikasi NSAID terjadi toxisisitas NSAIDs menginduksi mual dan dyspepsia (>50-60%) Peptic ulcer (15-30% NSAIDs reguler) Komplikasi pendarahan karena perforasi 15% per tahun 20 ribu pasien mati per tahun dari komplikasi NSAID gastrointestinal >80% komplikasi NSAIDs

Tanda dan Gejala Cardinal symptom PUD adalah epigastric pain atau dyspepsia sering digambarkan dengan gnawing, aching atau like a hunger pain. Pada DU, pain rhythmic, regular membaik dengan makanan, susu, atau antacid tapi kembali 1,5-4 jam setelah makan. Sakitnya dapat terjadi saat tidur sampai terbangun, sekitar jam 1 sampai jam 3 pagi. Pain dapat menyebar ke right hipochondrium atau secara posterior ke punggung

Treatment PUD Obat yang digunakan untuk ulkus peptikus, mencakup : Menghilangkaninfeksi H.Pylori Mengurangi sekresi asam lambung/ menetralkan asam setelah diproduksi Menyediakan obat-obat untuk melindungi mukosa lambung dari kerusakan

Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ulkus peptikum Obat antimikroba Amoxicillin, claritomycin, tetracycline, komponen bismuth, metronidazole H2 histamin receptor inhibitor Cimetidine, nizatidin, famotidin, ranitidine Prostaglandin Misoprosta Proton pump Inhibitor Lansoprazole, omeprazole Obat anti muskarinik Hiosdamin, mependazolat, pirenzepin Antacid Aluminium hidroksida, magnesium hidroksida, kalsium bikarbonat, natrium bikarbonat Obat pelindung mukosa Bismuth colloidal, sucralfat

Regimen Recommended for Eradication of H. Pylori Infection Drugs Triple Therapy 1. Bismuth subsalicylate plus Metronidazole plus Tetracycline 2 tablets qid 250 mg qid Dose

2. Ranitidine bismuth plus Tetracycline plus Claritomycon or metronidazole 3. Omeprazole (lansoprazole) plus Claritomycin Metronidazole or Amoxicillin Quadruple Therapy Omeprazole (lansoprazole) Bismuth subsalicylate Metronidazole Tetracycline

500 mg bid 400 mg bid 500 mg bid 500 mg bid 20 mg bid (30 mg bid) 250 or 500 mg bid 500 mg bid 1 g mg bid

20 mg (30 mg) daily 2 tablets qid 250 mg qid 500 mg qid

Komplikasi Hemorrhage

Tanda klasik hemorrhage adalah hematemesis dan melena. Secara klinis ulcer hemorrhage dikenali melalui 5 pola yang parahnya meningkat dan secara klinis berkembang : Occult blood pada stool dengan atau tanpa anemia Coffee grounds emesis Hematemesis

-

Melena Sudden collepps dan shoch atau disfungsi focal pada organ vital (seperti cerebrovascular accident, coronary ischemia), dengan atau tanpa hemorrhage

Perforation

Perforasi merupakan keadaan kritis, onsetnya disertai dengan abdominal pain yang menyeluruh parah, loss bowel sound, dan boardlike rigidity abdominal wall. Pain dan tenderness yang terlokalisasi karena perforasi terjadi sampai lesser sac. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis, bakteremia dan shock. Penetration

Ulcer penetrasi ke viscus terdekat, seperti liver, pancreas atau system biliari, jarang kritis. Ditandai dengan exacerbasi pain yang bertahap, loss rhythmicity, peningkatan local tenderness. Obstruction

Jumlah pasien dengan gastric outlet obstruction tidak diketahui, tapi older studies 1-3% berkembang penyempitan permanen melebihi 10-20 tahun. Pasien dengan gastric outlet obstruction ada 2 tipe. 1st , karena edema atau inflamasi sekitar acute ulcers, khususnya di antrum atau pyloric. 2nd karena kronik, permanen saccring dengan fibrosis dan penyempitan outlet.

HELICOBACTER PYLORI Batang gram negative Berbentuk spiral Berhubungan denga gastritis antral, penyakit ulkus duodenum(peptic), dan mungkin ulkus gaster dan karsinoma. Morfologi dan identifikasi 1. Ciri-ciri organisme: *basil spiral, gram negative, memiliki flagel pada satu ujung, dan bergerak dengan aktif. 2. Biakan : tumbuh dalam waktu 3-6 hari, dan bila diinkubasi pada suhu 37C, dalam lingkungan mikroaerofilik. Perbenihan untuk isolasi primer: perbenihan skirrow dengan vancomisin, polimiksin B, dan trimetoprim, perbenihan cokelat, perbenihan selektif dengan antibiotic(contoh: vankomisin, asam nalidiksat), dan koloni bersifat translusen dan bergaris tengah 1-2 mm. 3. Sifat-sifat pertumbuhan : bersifat oksidase positif dan katalase positif, memiliki sifat morfologi yang khas,penghasil urease yang kuat Pathogenesis dan Patologi H.Pylori tumbuh secara optima pada pH6-7, dan akan mati/tidak tumbuh pada pH di dalam lumen lambung H.Pylori ditemukan di bagian dalam lapisan lendir lambung dan kemudian menurunkan kemampuan asam untuk berdifusi melewati lendir. H.Pylori menimbulkan aktivitas urease yang poten, yang menghasilkan ammonia dan kemudian pendaparan asam.

H.Pylori bergerak lambat, sekalipun dalam lendir, dan mampu menemukan jalan menuju permukaan epitel. Tidak terbukti menyebabkan ulkus duodenum, tapi terdapat hubungan yang erat antara adanya infeksi H.Pylori dengan ulkus duodenum.

Secara histologik Adanya infiltrasi sel PMN dan MN terlihat dalam epitel dan lamina propria, vakuola dalam sel seringkali terlihat jelas, dan sering terjadi penghancuran epithelium dan atrofi kelenjar. Gambaran Klinik Banyak pasien dengan infeksi H.Pylori bersifat asimptomatik. Tes diagnostic lab 1. Bahan: biopsy lambung: untuk pemeriksaan hstologik, potongan daging dalam salin: untuk pembiakan, darah dikumpulkan untuk penentuan antibody serum. 2. Sedian apus: pewarnaan rutin memperlihatkan gastritis dan pewarnaan giemsa, dan dapat terlihat organisme berbentuk spiral atau melengkung. Test-test khusus 1. tes in vivo untuk aktivitas urease dapat dilakukan urea, jika terdapat H.Pylori, aktivitas urease akan membentuk CO2 berlabel, yang dapat dideteksi dalam hembusan napas pasien. 2. test aktivitas urease: bahan biopsy lambung dapat ditanam ke dalam perbenihan mengandung urea dengan petunjuk warna. Jika terdapat H.Pylori aktivitas urease secara cepat menguraikan urea dan menghasilkan perubahan pH yang menimbulkan perubahan warna dalam perbenihan. Epidemiology dan pengendalian H.Pylori terdapat pada mukosa lambung, kurang lebih 20% orang-orang berusia dibawah 30 tahun, prevalensi meningkat pada 40-60% orang-orang berusia 60 tahun, termasuk mereka yang asimptomatik.

Di Negara berkembang , prevalensi infeksi mungkin 80% atau lebih pada orang dewasa H.Pylori dari orang ke orang sering terjadi karena terdapatnya pengelompokan infeksi dalam keluarga.

PERITONITISPeritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal. Pada saat ini penanganan peritonitis dan abses peritoneal melingkupi pendekatan multimodal yang berhubungan juga dengan perbaikan pada faktor penyebab, administrasi antibiotik, dan terapi suportif untuk mencegah komplikasi sekunder dikarenakan kegagalan sistem organ. Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk primer (i.e. spontan), sekunder (i.e. terkait proses patologi pada organ visceral) atau tertier (i.e. infeksi persisten atau recurrent setelah terapi inisial). Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generalized (peritonitis) dan localized (abses intra abdomen). Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kira0kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial. Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus.

Tabel 1. Penyebab peritonitis sekunder Regio Asal Penyebab Boerhaave syndrome Esophagus Malignancy Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic* Peptic ulcer perforation Malignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma, gastrointestinal Stomach stromal tumor) Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic* Peptic ulcer perforation Duodenum Trauma (blunt and penetrating) Iatrogenic* Cholecystitis Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or common duct Biliary tract Malignancy Choledochal cyst (rare) Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic* Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones) Pancreas Small bowel Trauma (blunt and penetrating) Iatrogenic* Ischemic bowel Incarcerated hernia (internal and external) Closed loop obstruction Crohn disease Malignancy (rare)

Meckel diverticulum Trauma (mostly penetrating) Ischemic bowel Diverticulitis Large bowel and appendix Malignancy Ulcerative colitis and Crohn disease Appendicitis Colonic volvulus Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic Pelvic inflammatory disease (eg, salpingo-oophoritis, tuboovarian abscess, ovarian cyst) Malignancy (rare) Trauma (uncommon)

Uterus, salpinx, and ovaries

Patofisiologi Peritonitis menyebabkan adanya penurunan aktivitas fibrinolitik intrabdomen (peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestra fibrin yang berakibat pada pembentukan adesi. Produksi eksudat dari fibrin menggambarkan peran penting sistem pertahanan, akan tetapi jumlah bakteria yang terlalu besar dapat berlanjut menjadi pembentukan matriks fibrin. Hal ini dapat menyebabkan perlambatan penyebaran dan perluasan sistemik sehingga dapat menurunkan tingkat mortalitas akibat sepsis, namun hal ini dapat bersamaan dengan perkembangan infeksi residual dan pembentukan absess. Pada saat matriks fibrin mature, bakteri didalamnya menjadi mature dan terlindungi dari mekanisme clearance dari host. Efek dari fibrin ini (containtment vs infeksi persisten), dapat dikaitkan pada derajat kontaminasi bakteri peritoneal. Pada studi terhadap binatang yang menilai efek defibrinogenasi dan terapi fibrin abdomen, kontaminasi peritoneal yang hebat akan mengacu pada peritonitis berat dengan kematian (

Pembentukan abses diketahui sebagai strategi pertahana tubuh untuk menahan penyebaran infeksi, walaupun proses ini dapat menyebabkan infeksi persisten dan sepsis yang menangan cam hidup. Awal dari pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteria dan agen abscess potentiating menuju lingkungan yang normalnya steril. Pertahana tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan akan berusaha untuk mengontrol penyebarannya dalam beberapa cara. Proses ini dibantu dengan kombinasi dari berbagai faktor seperti proses fagositik. Kontaminasi bakteri peritoneal yang transien (biasanya oleh karena penyakit visceral dan trauma saluran cerna) adalah yang paling sering. Hasil paparan oleh antigen bakterial digambarkan sebagai perubahan respon imun terhadap inokulasi rekuren dari peritoneal. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan insidensi pembentukan abses, perubahan kandungan bakterial dan peningkatan angka kematian. Beberapa studi terkini menunjukan bahwasanya infeksi nosokomial pada tempat lain (seperti pneumonia, infeksi luka, dll) juga dapat berkaitan dengan peningkatan pembentukan abses abdomen. Faktor virulensi dari bakterial yang berinteraksi dengan fagositosis dan neutrophilmediated bacterial killing merupakan mediator yang penting dalam mengakibatkan infeksi persisten dan pembentukan abses. Diantara faktor tersebut adalah pembentukan kapsul, pertumbuhan anaerob fakultatif, kemampuan adesi dan produksi asam suksinat. Kaitan antara organisme bakterial dan fungal juga memiliki peran penting dalam menggangu pertahanan tubuh. Beberapa peneliti meyakinkan bahwasanya bakteri dan fungi eksis sebagai nonsynergistic parallel infections dengan kompetisi inkomplit yang memungkinkan bertahannya semua organisme. Pada keadaan ini, terapi infeksi bakteri saja dapat mengakibatkan pertumbuhan berlebih dari fungi, yang berakibat apda peningkatan mobiditas. Faktor predisposisi pada pertumbuhan candidiasis abdomen meliputi penggunaan berkepanjangan dari antibiotik broad-spectrum, terapi supresi asam lambung, kateter vena sentral dan hiperalimentasi intravena, malnutrisi, diabetes serta steroid dan bebergai bentuk imunosupresi lainnya. Gambaran klinis

Diagnosis peritonitis biasanya didapatkan secara klinis. Umumnya semua pasien hadir dengan keluhan berbagai derajat nyeri abdomen. Nyerinya dapat akut maupun kronis. Umumnya nyerinya dalam bentuk nyeri tumpul dengan tidak terlokalisasi dengan baik (peritoneum visceral) yang kemudian berkembang menetap, makin parah dan makin terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika proses infeksi tidak terbendung, nyeri akan menjadi difus. Pada beberapa penyakit penyebab (seperti perforasi gaster, pakreatitis akut yang berat, iskemi intestin) nyeri abdomen dapat tergeneralisasi dari awal.

Anoreksia dan nausea sering muncul dan dapat mendahului perkembangan nyeri abdomen. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Pada pemeriksan fisik, pasien dengan peritonitis sering tampak tidak sehat dan pada keadaan berbahaya. Demam dengan temperatur melebihi 38C dapat ditemukan, tapi pasien dengan sepsis berat dapat ditemukan dalam keadaan hipotermia. Takikardi muncul akibat mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit, demam serta hilangnya sepertiga ruang peritoneal. Dengan dehidrasi yang progresif, pasien akan menjadi hipotensi, yang menunjukan penurunan output urin dan dengan peritonitis berat. Pada pemeriksaan abdomen, pada dasarnyasemua pasien menunjukan adanya tenderness pada palpasi, (pada saat pemeriksaan pasien dengan suspect peritonitis sebaiknya pasien sebaiknya berbaring dengan posisi lutut lebih tinggi agar pasien dapat lebih relaksasi pada dinding abdomennya). Pada banyak pasien (baik pada peritonitis dan nyeri abdomen difus yang berat) titik tenderness maksimal atau atau referred rebound tenderness terletak pada tempat proses patologis. Pada banyak pasien menunjukan adanya peningkatan rigiditas dinding abdomen. Peningkatan tonus otot dinding abdomen dapat secara volunter akibat respon atau antisipasi pada pemeriksaan abdomen atau secara involunter karena iritasi peritoneal. Pasien dengan peritonitis berat sering menghindari banyak gerak dan memfleksikan pinggulnya untuk

mengurangi tekanan dinding abdomen. Abdomen terkadang distensi, dengan suara usus hipoaktif hingga tidak terdengar. Pemeriksaan rektal kerap mengakibatkan nyeri abdomen. Massa peradangan lunak yang terletak pada anterion kanan mungkin mengindikasikan appendisitis dan anterio fullness dan fluktuasi dapat mengindikasikan sebuah abses cul de sac. Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual dan vaginal dapat mengarahkan pada differential diagnosis penyakit inflamasi pelvis (seperti endometritis, salfingo-oovoritis, abses tuba ovarii). Tapi temuannya kerap sulit untuk diinterpretasikan sebagai peritonitis berat. Pada saat mengevaluasi pasien dengan dugaan infeksi peritoneal, melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap adalah hal yang sangat penting. Prosesus thoracic dengan iritasi diafragma (seperti empiema), proses ekstraperitoneal (seperti pyelonephritis, cystitis, retensi urin akut), dan proses dinding abdomen (seperti infeksi, hematoma recti) dapat terlihat seperti tanda-tanda maupun gejala peritonitis. Sering kali hasil dan temuan pemeriksaan klinis sama sekali tidak reliable pada pasien dengan immunosupresi yang berarti (seperti pasien diabetes berat, pengguna steroid, status post-transplantasi, HIV), pada pasien dengan perubahan status mental (seperti cedera kepala, ensepalopati toksik, shock sepsis, agen analgesik), pada pasien paraplegi dan apda pasien usia lanjut. Dengan infeksi peritoneal dalam yang terlokalisasi, demam dengan atau tanpa peningkatan hitung WBC mungkin satu-satunya tanda yang ditemukan. Kebanyakan pasien dengan TP menunjukan hanya gejala vagal dan mungkin afebril

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Laboratorium menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke

1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen

bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia 2. PT, PTT dan INR 3. Test fungsi hati jika diindikasikan 4. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis 5. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease) 6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH

Pemeriksaan Radiologi Foto polos USG CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan). Scintigraphy MRI

Table 2. Microbiology of Primary, Secondary, and Tertiary Peritonitis

Peritonitis Organisme Penyebab (Tipe) Kelas Tipe Organisme E coli (40%) K pneumoniae (7%) Pseudomonas species (5%) Primary Gram-negative Proteus species (5%) Streptococcus species (15%) Staphylococcus species (3%) Anaerobic species (