Padi Dan Air

7
Krebs (1978) mengatakan bahwa sebaran geografik suatu organisme dibatasi oleh faktor- faktor fisik yaitu : suhu, kelembapan, air dan cahaya di habitatnya. Faktor-faktor iklim yang diduga berpengaruh terhadap hama menurut Kisimoto dan Dyck (1976) di antaranya adalah suhu, kelembapan relatif, curah hujan dan angin. Tanaman baik pertumbuhan maupun produksinya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetika dan lingkungan tempat tumbuhnya. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, maka kedua faktor tersebut harus berada dalam kondisi yang optimum. Demikian pula halnya dengan produksinya, jumlah dan mutu produksi tanaman akan maksimum bila kedua faktor utama tersebut berada dalam kondisi yang optimum. Secara matematis, para ahli pertanian sering menuangkan hubungan penampilan tanaman dengan faktor genetika dan lingkungan ini dalam suatu persamaan P = G + E, di mana P adalah penampilan tanaman (phenotipic), G adalah genetik dan E adalah lingkungan (Environment). Bila salah satu dari kedua faktor tersebut tidak optimum, maka pertumbuhan dan hasil tanaman tidak akan maksimum. Faktor genetika terkait dengan keanekaragaman hayati (biodiversity). Menurut Mardiastuti (1999), pengertian keanekaragaman hayati adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam hayati (tumbuhan dan hewan) yang terdapat di muka bumi. Semakin tinggi keanekaragaman hayati maka semakin berlimpah pula sumber pilihan yang tersedia. Dengan demikian, bila keanekaragaman hayati tinggi, maka kita bisa memilih untuk mendapatkan tanaman yang terbaik. Kemampuan kita memilih tanaman ini mempunyai konsekuensi terhadap hasil akhir yang akan kita tuai. Bila susunan gen dari tanaman yang terpilih itu baik dan sesuai dengan lingkungannya, maka baik pulalah penampilan tanaman tersebut. Sebaliknya bila susunan gen tanaman terpilih buruk maka buruk pula penampilan yang akan diperlihatkannya nanti. Keberadaan faktor genetika dalam fungsinya terhadap fenotipe tanaman adalah tunggal, yaitu hanya susunan gennya yang ada pada tanaman tersebut saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Sebaliknya, keberadaan faktor lingkungan adalah jamak. Faktor lingkungan ini bisa berupa lingkungan biotik dan juga lingkungan abiotik.

Transcript of Padi Dan Air

Page 1: Padi Dan Air

Krebs (1978) mengatakan bahwa sebaran geografik suatu organisme dibatasi oleh faktor-faktor fisik yaitu : suhu,

kelembapan, air dan cahaya di habitatnya.

Faktor-faktor iklim yang diduga berpengaruh terhadap hama menurut Kisimoto dan Dyck (1976) di antaranya adalah

suhu, kelembapan relatif, curah hujan dan angin.

Tanaman baik pertumbuhan maupun produksinya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu

genetika dan lingkungan tempat tumbuhnya. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik,

maka kedua faktor tersebut harus berada dalam kondisi yang optimum. Demikian pula

halnya dengan produksinya, jumlah dan mutu produksi tanaman akan maksimum bila

kedua faktor utama tersebut berada dalam kondisi yang optimum. Secara matematis, para

ahli pertanian sering menuangkan hubungan penampilan tanaman dengan faktor genetika

dan lingkungan ini dalam suatu persamaan P = G + E, di mana P adalah penampilan

tanaman (phenotipic), G adalah genetik dan E adalah lingkungan (Environment). Bila salah

satu dari kedua faktor tersebut tidak optimum, maka pertumbuhan dan hasil tanaman tidak

akan maksimum.

Faktor genetika terkait dengan keanekaragaman hayati (biodiversity). Menurut Mardiastuti

(1999), pengertian keanekaragaman hayati adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya

alam hayati (tumbuhan dan hewan) yang terdapat di muka bumi. Semakin tinggi

keanekaragaman hayati maka semakin berlimpah pula sumber pilihan yang tersedia.

Dengan demikian, bila keanekaragaman hayati tinggi, maka kita bisa memilih untuk

mendapatkan tanaman yang terbaik.

Kemampuan kita memilih tanaman ini mempunyai konsekuensi terhadap hasil akhir yang

akan kita tuai. Bila susunan gen dari tanaman yang terpilih itu baik dan sesuai dengan

lingkungannya, maka baik pulalah penampilan tanaman tersebut. Sebaliknya bila susunan

gen tanaman terpilih buruk maka buruk pula penampilan yang akan diperlihatkannya

nanti.

Keberadaan faktor genetika dalam fungsinya terhadap fenotipe tanaman adalah tunggal,

yaitu hanya susunan gennya yang ada pada tanaman tersebut saja. Tidak lebih dan tidak

kurang. Sebaliknya, keberadaan faktor lingkungan adalah jamak. Faktor lingkungan ini

bisa berupa lingkungan biotik dan juga lingkungan abiotik.

Lingkungan biotik bisa berupa hama, penyakit, dan gulma. Ada banyak jenis hama dari

yang berukuran besar seperti babi (manusia juga termasuk) sampai yang berukuran sangat

kecil, seperti tungau. Demikian pula penyakit, banyak dan beragam sekali jumlahnya.

Gulma juga tidak kalah beragamnya. Keberadaan makhluk biotik ini umumnya bersifat

negatif. Artinya, kehadirannya membawa kerugian bagi pertumbuhan dan hasil tanaman.

Kekecualian ada pada beberapa jenis mikroorganisme seperti rizhobium, mikoriza, dan

sedikit jenis lainnya.

Page 2: Padi Dan Air

Lingkungan abiotik dapat dibagi menjadi iklim mikro dan kondisi tanah (media tumbuh

tanaman). Iklim mikro ini memiliki banyak sekali unsur-unsurnya. Menurut Encyclopedia

Britannica (2012), iklim mikro adalah kondisi iklim dalam wilayah yang relatif sempit,

beberapa meter atau kurang di atas dan di bawah permukaan tanah dan dalam kanopi

vegetasi. Kondisinya tergantung pada suhu, kelembaban, angin dan turbulen, embun, salju,

panas, dan evaporasi. Sepertinya, ada yang kelupaan, cahaya matahari tidak tersebut.

Padahal cahaya matahari atau radiasi surya merupakan unsur iklim utama. Menurut Haris

1999, intensistas radiasi surya berpengaruh langsung terhadap perubahan unsur iklim

mikro lainnya.

Kondisi tanah atau tempat tumbuhnya tanaman juga berunsur jamak. Setidaknya ada 3

unsur penyusunnya, yaitu hara, air, dan udara. Menurut UmassAmherst (2012) media

tumbuh terdiri dari campuran bahan yang menyediakan air, udara dan hara dan juga

menopang tanaman. Lebih jauh, hara dan ketersediaannya di dalam tanah sangat kompleks

dan dipengaruhi oleh banyak variabel, sebut saja seperti struktur, tekstur, koloid,

kelembaban, pH, kation, anion, dan mikroorganisme tanah.

Untuk memprediksi jumlah dan mutu yang dapat diambil dari suatu tanaman, maka semua

faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman di atas bisa digunakan.

Masalahnya, jumlah faktor yang mempengaruhi fenotipe tanaman tersebut banyak sekali.

Model persamaan P = G + E di atas, bila kita perincikan bisa menjadi P = G + E1 + E2 +

E3 + … + En, di mana n adalah jumlah anggota dari unsur-unsur faktor lingkungan yang

jumlahnya sangat banyak sekali. Dengan sekian banyaknya variabel, maka kegiatan

memprediksi menjadi sulit sekali dan mungkin juga kurang berfaedah. Agar berfaedah,

maka seyogianya variabel prediktor tidak terlalu banyak. Syukur-syukur bisa hanya satu

variabel prediktor saja. Untuk itu, perlu “dicari” sedikit variabel yang kuat dari sekian

banyak faktor-faktor yang mempengaruhi fenotipe tanaman.

Dari segi statistika, pemilihan variabel prediktor bisa dilihat dari jenis variabelnya. Ada 2

jenis variabel, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Variabel kuantitatif lebih baik digunakan

untuk memprediksi daripada variabel kualitatif. Menurut Suriasumantri (1999), variable

kuantitatif dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih tepat dan lebih cermat. Dengan

demikian langkah pertama adalah memungut variabel kuantitatif dan menyingkirkan

variabel kualitatif dari model. Menurut Sudjana (1994), ciri variable kuantitatif (yang

kontinu) adalah variabel tersebut dapat diukur dengan alat.

Dari sekian banyak variabel kuantitatif yang ada di dalam model, kemudian dipilih hanya

beberapa saja yang layak. Variabel yang layak dipilih adalah variabel yang memiliki

determinasi dan hubungan yang kuat terhadap fenotipe tanaman. Dalam membangun

model pada regresi berganda, kita bisa memilih beberapa variabel yang penting

berdasarkan koefisien determinasi dan koefisien korelasi (CoHort Software, 1998).

Page 3: Padi Dan Air

Semakin besar magnitut koefisien determinasi dan korelasi dari suatu variabel, maka

semakin kuat pula daya prediksi faktor tersebut terhadap fenotipe (jumlah dan mutu)

tanaman. Oleh karena itu, faktor-faktor yang demikian baik digunakan sebagai prediktor.

Masalahnya, bagaimana caranya kita tahu variabel yang mana yang memiliki daya prediksi

yang kuat. Secara keilmuan, tidak ada cara lain selain dengan cara empiris, yakni

melakukan penelitian lewat eksperimen. Kalau begitu, jawabannya tidak bisa sekarang

karena perlu waktu lama untuk melakukan percobaan. Akan tetapi secara deduktif, kita

bisa memilih beberapa variabel prediktor dengan menggunakan pendekatan teori atau

hukum-hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli fisiologi tanaman. Menurut hukum

minimum Leibig (1984), pertumbuhan suatu spesies tergantung pada faktor lingkungan

yang paling kritis.

Pengertiannya, pertumbuhan dan juga hasil baik jumlah dan mutunya dibatasi oleh faktor

lingkungan yang paling kritis. Sebagai contoh, faktor genetika bagus, hara cukup, tetapi air

tidak ada, maka air merupakan faktor kritis. Oleh karenanya, penampilan tanaman

tergantung pada air yang tidak ada tersebut, ya pertumbuhannya merana atau bahkan

tidak bertumbuh sama sekali.

Bila kita lihat secara mendalam, dari sekian banyak faktor yang ada di dalam model, maka

barangkali hanya ada 2 variabel yang menjadi faktor yang paling kritis, yaitu cahaya

matahari dan suhu. Mengapa demikian, karena kedua variabel tersebut memiliki sumber

yang sangat jauh dan tidak terjangkau oleh manusia. Dengan kata lain, kedua variabel

tersebut tidak manageable. Maksudnya, kendatipun kita mau, karena sumbernya tidak

terjangkau oleh kita, maka kita tidak dapat secara langsung memanipulasinya kepada taraf

yang kita maukan. Sebaliknya variable lainnya adalah manageable. Pengertiannya, bila kita

mau kita bisa menyediakan faktor-faktor tersebut kepada taraf yang optimum.

Dengan demikian sebenarnya hanya ada 2 variabel yang layak dimasukkan dalam model,

yaitu cahaya matahari dan suhu. Kedua variabel ini sering digunakan untuk memprediksi

pertumbuhan dan mutu dari suatu tanaman. Suhu pernah digunakan untuk memprediksi

waktu pembungaan dan waktu panen. Menurut Syakur et al. (2011), pembungaan dan

masak fisiologis tanaman tomat dapat diprediksi dengan menggunakan data iklim mikro

(termasuk suhu) dan data parameter pertumbuhan. MacKenzie dan Chandler (2009) juga

menggunakan suhu untuk memprediksi hasil tanaman dan ia menemukan bahwa ada

hubungan yang nyata antara tren suhu dengan jumlah bunga dan hasil tanaman

strawberry.

Berbeda dengan suhu, maka cahaya matahari lebih susah dimanipulasi. Kendatipun

sumbernya jauh, suhu masih dimungkinkan untuk dimanipulasi secara langsung. Orang

bisa menambah suhu dan juga bisa menurunkan suhu dengan tingkat yang tidak terlalu

sulit. Di Eropa, orang membangun rumah kaca untuk meningkatkan suhu agar dapat

Page 4: Padi Dan Air

bertanam. Di Timur Tengah orang bisa juga bertanam dengan membangun rumah tanam

dengan berpendingin. Akan tetapi, cahaya matahari sulit dimanipulasi secara langsung.

Cahaya matahari bisa diturunkan intensitasnya dengan berbagai cara. Orang bisa membuat

pelindung, membuat atap setengah transparan dan sejenisnya untuk mengurangi intensitas

cahaya matahari. Akan tetapi orang tidak bisa (sulit sekali dan perlu biaya yang sangat

mahal) menambah intensitas cahaya matahari. Dengan demikian, cahaya matahari

merupakan faktor yang paling kritis. Oleh karena itu, pada hakikatnya penampilan

tanaman dibatasi oleh cahaya matahari. Gardner et al. (1985) menyatakan bahwa pada

hakikatnya jumlah cahaya yang diterima oleh bumi adalah konstan.

Bagi tanaman cahaya matahari merupakan unsur yang sangat penting. Proses fotosintesis

yang merupakan reaksi metabolisme pembentukan karbohidrat bergantung sepenuhnya

kepada cahaya matahari. Tanpa cahaya matahari, proses fotosintesis tidak akan

berlangsung. Salisbury and Ross (1992) menyatakan bahwa reaksi terang dari fotosintesis

tidak akan berlangsung tanpa kehadiran cahaya. Karena cahaya matahari yang digunakan

untuk fotosintesis sebagian besar diterima dan diserap oleh daun tanaman, maka daun dan

keadaan daun tanaman menjadi faktor yang sangat menentukan terhadap jumlah cahaya

yang diterima dan diserap oleh tanaman.

Jumlah dan keadaan daun berbeda-beda antara satu tanaman dengan tanaman lain. Ada

tanaman yang memiliki daun yang banyak dan sehat, tetapi ada juga tanaman yang

memiliki daun sedikit serta berpenyakit. Ada juga tanaman yang kondisi daunnya di antar

kedua ekstrim tersebut. Tanaman yang baru tumbuh memiliki daun yang lebih sedikit

dibanding tanaman yang telah dewasa. Tanaman yang telah dewasa memiliki daun yang

lebih banyak daripada tanaman yang baru bertumbuh. Daun dan kondisi daun tanaman

berbeda-beda pada setiap individu sehingga membentuk suatu variabel.

Sebagai organ penting, daun bertanggung jawab terhadap penerimaan dan penyerapan

cahaya untuk proses fotosintesis. Seterusnya, semakin giat kegiatan fotosintesis, maka

semakin tinggi fotosintat yang terbentuk. Fotosintat berupa karbohidrat menentukan

pertumbuhan, hasil, serta mutu produk suatu tanaman. Dengan demikian, secara logika,

daun dan keadaan daun sangat menentukan jumlah dan mutu suatu tanaman, sehingga

masuk akal bila kita menggunakan variabel daun sebagai indikator untuk menduga jumlah

dan mutu yang dapat diambil dari suatu tanaman. Semakin banyak jumlah daun atau

semakin luas jumlah permukaan ke seluruhan kanopi daun tanaman sampai batas tertentu,

maka semakin tinggi jumlah dan mutu yang dapat diambil dari suatu tanaman. Sebaliknya

semakin sedikit luas permukaan daun, maka semakin rendah jumlah dan mutu yang dapat

diambil dari suatu tanaman. Jebbouj (2009) mendapatkan bahwa hasil tanaman barley

menurun secara signifikan akibat kehilangan tiga helai daun bagian atas.

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: Padi Dan Air

CoHort Software. 1998. CoStat Version 6.311. Monterey, CA, USA.

Encyclopedia Britannica. 2012. Microclimate. (http://www.britannica.com/EBchecked/

topic/380278/microclimate. Diakses 17-9-2012.

Jebbouj, R., Brahim E. Y. 2009. Barley yield losses due to defoliation of upper three leaves

either healthy or infected at boot tage by Pyrenophora teres f. teres. European Journal of

Plant Pathology. Diakses 18-9-2012.

Gardner. F. P., R. B. Pearce, and R. L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plants. Iowa State

University Press, Iowa. Universitas Indonesia, Jakarta. 326 pp.

Haris B., A. 1999. Karakteristik iklim mikro dan respon tanaman padi gogo pada pola

tanam sela dengan tanaman karet. Ringkasan Tesis. Program Pasca Sarjana Institute

Pertanian Bogor.

Repository.ipb.ac.id/bitstrean/handle/123456789/…/1999ahb_abstract.pdf?… Diakses 17-9-

2012.

Mardiastuti (1999). Keanekaragaman Hayati: Kondisi dan permasalahannya. Yayasan

BioCommunica, Bogor. Hlm. 1-8.

Salisbury. F. B. and C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. Fourth edition. Wadsworth

Publishing Company. Belmont, California.

MacKenzie, S.J. and C. K. Chandler. 2009. A Method to Predict Weekly Strawberry Fruit

Yields from Extended Season Production Systems. Agronomy Journal 101(2): 279 – 287.

Sujana. 2002. Metoda Statistika. Tarsito Bandung.

Suriasumantri, J.S. 1999. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta.

Syakur, A., Y. Koesmaryono, H. Suhardiyanto, dan M. Ghulamahdi. 2011. Analisis iklim

mikro di dalam rumah tanaman untuk memprediksi waktu pembungaan dan matang

fdiologis tanaman tomat dengan menggunakan metode artificial neutral network.

Agroscientiae 18(2): 94 – 100.

UmassAmherst. 2012. Effects of growing media characteristics on water and nutrient

management. http://extension.umass.edu/floriculture/bmb/effects-growing-media-on-water-

nutrient-management. Diakes 17-9-2012.

UPI (2012). “Hukum” minimum dari Justus Von Liebig (1840). File.upi.edu/../hk,teori.pdf.

Diakses 18-9-2012.