PADA SISWA SEKOLAH DASARlib.unnes.ac.id/9062/1/6693.pdfvi PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan...
Transcript of PADA SISWA SEKOLAH DASARlib.unnes.ac.id/9062/1/6693.pdfvi PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan...
KETERBACAAN TEKS CERITA CEKAK
NGUNDHUH WOHING PAKARTI
PADA SISWA SEKOLAH DASAR
SKRIPSI
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Nama : Nurul Khotimah NIM : 2102407190 Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Jurusan : Bahasa dan Sastra Jawa
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul Keterbacaan Teks Cerita Cekak Ngundhuh Wohing
Pakarti pada Siswa sekolah Dasar telah disetujui oleh pembimbing untuk
diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi.
Semarang, Agustus 2011
Pembimbing I Pembimbing II
Yusro Edy Nugroho, S.S.,M.Hum. Drs. Agus Yuwono M.Si. NIP 196512251994021001 NIP 196812151993031003
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul Keterbacaan Teks Cerita Cekak Ngundhuh Wohing Pakarti pada Siswa Sekolah Dasar telah dipertahankan di hadapan panitia ujian skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.
Pada Hari : Jumat
Tanggal : 12 Agustus 2011
Panitia Ujian Skripsi:
Ketua Panitia Sekretaris
Drs. Januarius Mujianto, M.Hum Ermi Dyah Kurnia, S.S., M.Hum.
NIP 195312131983031002 NIP 197805022008012025
Penguji I
Dra. Endang Kurniati, M.Pd.
NIP 196111261990022001
Penguji II Penguji III
Drs. Agus Yuwono, M.Si. Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum.
NIP 196812151993031003 NIP 196512251994021001
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau
dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Agustus 2011
Nurul Khotimah
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Dari semua kekurangan yang dimiliki manusia, Tuhan selalu melengkapi kita dengan kelebihan
Man jadda wa jadda
Saya tidak dapat memastikan bahwa perubahan akan memperbaharui sesuatu, tetapi saya dapat memastikan bahwa untuk menjadi lebih baik sesuatu harus berubah (George C. Linctenberg)
PERSEMBAHAN:
Karya kecil ini kupersembahkan untuk:
Kedua orang tuaku tercinta
“Bapak Paimin dan Ibu Siti Fatimah”
Adikku tersayang Yuli Lindawati
Seorang yang nanti menjadi pendamping hidupku
Sahabat dan teman-teman munthul bersaudara
Rekan-rekan Bahasa Jawa Unnes
Almamaterku
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan
karuniaNya sehingga skripsi dengan judul Keterbacaan Teks Cerita Cekak
Ngundhuh Wohing Pakarti pada Siswa Sekolah Dasar dapat penulis selesaikan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan bantuan yang
berarti dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Yusro Edy Nugroho, S.S.,M.Hum. sebagai pembimbing I dan Drs. Agus
Yuwono M.Si. sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan
serta pengarahan kepada penulis selama penulisan skripsi hingga dapat
terselesaikan dengan baik;
2. Dra. Endang Kurniati, M.Pd. selaku dosen penelaah yang telah memberikan
saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini;
3. Rektor Universitas Negeri Semarang selaku pimpinan Universitas Negeri
Semarang;
4. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah
memberi kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini;
5. Bapak dan Ibu dosen jurusan Bahasa dan Sastra Jawa yang telah
menanamkan ilmu sebagai bekal yang sangat bermanfaat bagi penulis;
vii
6. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Paimin dan Ibu Siti Fatimah, yang selama
ini menjadi tempatku bernaung dalam susah maupun senang, terimakasih atas
lantunan doa yang senantiasa dipanjatkan;
7. Adikku tersayang Yuli Lindawati karena menjadi adik yang manis;
8. Kakak-kakakku tersayang mbak Hanis, mbak Kiki, dan mbak Ima yang selalu
menjadi kakak terbaik buatku.
9. Sahabatku Lily dan “munthul bersaudara” (Yudi, Iin, Faris, Aan, Adji, Inti,
Dian, Laspar, Tyas) yang selalu berbagi dalam setiap kebersamaan;
10. Teman-teman terbaikku kost “Griya Kusuma” (Ratih, Maya, Nunuk, Dyah)
yang selalu berbagi semangat dan dukungan;
11. Teman-teman seperjuangan PBSJ angkatan 2007;
12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
sempurna. Penulis tidak menutup diri apabila ada kritik dan saran dari pembaca
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca,
khususnya para pecinta pendidikan sastra.
Semarang, Agustus 2011
Penulis
viii
ABSTRAK
Khotimah, Nurul. 2011. Keterbacaan Teks Cerita Cekak Ngundhuh Wohing Pakarti pada Siswa Sekolah Dasar. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Yusro Edy Nugroho, S.S., M.Hum., Pembimbing II: Drs. Agus Yuwono, M.Si.
Kata kunci: tingkat keterbacaan, teks
Buku bacaan yang berkualitas penting sekali dalam menunjang kegiatan pembelajaran. Salah satu kriteria buku bacaan yang berkualitas adalah jika keterbacaan buku tersebut sesuai dengan tingkat usia siswa. Teks yang terlalu mudah, akan menyebabkan siswa mudah bosan membacanya. Begitu sebaliknya teks yang terlalu sulit, akan berakibat pula pada kesulitan siswa memahami isi yang terkandung dalam teks. Mudah dan sulitnya suatu teks berpengaruh pada minat baca siswa. Mengingat minat baca siswa yang masih rendah, maka diperlukan bacaan yang sesuai dengan usia siswa. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan minat baca siswa demi tercapainya tujuan pendidikan. Untuk mengetahui suatu bacaan cocok atau tidak tingkat keterbacaannya dengan tingkatan siswa tertentu, maka diperlukan penelitian keterbacaan terhadap bacaan tersebut.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat keterbacaan teks dan bagaimana pengembangan perbaikan teks yang tidak sesuai dalam buku Ngundhuh Wohing Pakarti? Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keterbacaan teks buku bacaan dan mengetahui pengembangan perbaikan teks yang tidak sesuai dalam buku bacaan Ngundhuh Wohing Pakarti. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini diambil dari buku bacaan Ngundhuh Wohing Pakarti. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi dan teknik analisis data menggunakan teknik kualitatif. Pemaparan hasil analisis data disajikan secara formal dan informal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 17 teks yang diukur keterbacaannya menggunakan grafik Raygor, sebanyak 11 teks atau setara dengan 64,7% teks dalam buku Ngundhuh Wohing Pakarti sesuai dengan tingkatan siswa sekolah dasar dengan perincian 8 teks masuk dalam tingkatan level kelas VI (enam), 2 wacana masuk pada tingkat kelas IV (empat) dan 1 wacana masuk pada tingkat kelas V (lima). Sisanya yakni 6 teks atau setara dengan 35,3% teks dalam buku Ngundhuh Wohing Pakarti tidak sesuai tingkatannya dengan siswa sekolah dasar. Teks-teks yang tidak sesuai tersebut
ix
disesuaikan keterbacaannya agar sesuai dengan tingkatan siswa sekolah dasar. Perbaikan keterbacaan disesuaikan dengan tingkat keterbacaan terdekat. Teks-teks yang diperbaiki tersebut adalah Ngundhuh Wohing Pakarti, Cakra Manggilingan, Sapa Sembrana Bakal Cilaka, Aja Dumeh, Sapa Eling Bakal Beja, Beda Papan Beda Aturan.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian bahwa buku Ngundhuh Wohing Pakarti sebaiknya digunakan pada tingkatan sekolah dasar terutama kelas VI. Adapun teks-teks yang tingkat keterbacaannya tidak sesuai dengan kelas tersebut, disesuaikan dengan kelas yang dimaksud. Saran bagi calon peneliti agar dapat melakukan penelitian mengenai buku bacaan lain atau buku pelajaran lain dilihat dari aspek yang berbeda.
x
SARI
Khotimah, Nurul. 2011. Keterbacaan Teks Cerita Cekak Ngundhuh Wohing Pakarti pada Siswa Sekolah Dasar. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Yusro Edy Nugroho, S.S, M. Hum., Pembimbing II Drs. Agus Yuwono, M. Si.
Tembung Pangrunut: tingkat keterbacaan, teks
Buku wacan sing apik, wigati banget kanggo nunjang kegiatan pasinaonan. Salah sawijining kriteria buku wacan sing apik yaiku yen keterbacaan buku kasebut jumbuh karo umure siswa. Wacan sing gampang banget, ndadekake siswa cepet bosen anggone maca. Semana uga sewalike, wacan sing angel benget, bisa ndadekake siswa kengelan mengerteni isi sing dikandhut wacan mau. Gampang angele wacan ana gegayutane karo minat maca siswa. Ngelingi minat maca siswa sing isih kurang, mula diperlukake wacan sing trep kanggo umure siswa tertamtu. Mula prelu dianakake panaliten ngengingi keterbacaan teks.
Perkara kang dibabar ana ing panaliten iki yaiku kepriye tingkat keterbacaan teks lan kepriye ndandani teks kang kurang trep kang ana ing buku teks Ngundhuh Wohing Pakarti. Panaliten iki nduweni ancas kanggo mangerteni tingkat keterbacaan teks lan mangerteni pengembangan wacan kang didandani yaiku wacan kang ora trep kang ana ing buku wacan Ngundhuh Wohing Pakarti. Panaliten iki nggunakake pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data panaliten iki dijipuk saka buku wacan Ngundhuh wohing Pakarti. Data dikumpulake nganggo metode dokumentasi. Teknik analisis data nggunakake teknik kualitatif . Asil analisis data dibabar kanthi cara formal lan informal.
Asil panaliten nuduhake tingkat keterbacaan saka 17 teks kang ditaliti, 11 teks utawa pada karo 64,7% teks kang ana ing buku Ngundhuh Wohing Pakarti wis trep karo siswa sekolah dasar kanthi rincian 8 teks ana ing level kelas VI (enem), 2 teks ing kelas IV (papat) lan sisane sawacan ana ing kelas V (lima). 6 teks utawa 35,3% teks kang ora trep karo tingkat sekolah dasar dijumbuhake supaya trep karo siswa sekolah dasar. 6 wacan mau dijumbuhake karo level keterbacaan paling cedhak. Teks-teks kang dijumbuhake iku yaiku Ngundhuh Wohing Pakarti, Cakra Manggilingan, Sapa Sembrana Bakal Cilaka, Aja Dumeh, Sapa Eling Bakal Beja, Beda Papan Beda Aturan.
Adhedasar asil ing dhuwur mau, saran kang bisa diwenehake yaiku prayogane buku Ngundhuh wohing Pakarti luwih trep digunakake ing level kelas IV SD. Kanggo calon panaliti supaya bisa nerusake panaliten ngengingi buku wacan liya nganggo aspek kang beda.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... ii
PENGESAHAN .................................................................................... iii
PERNYATAAN .................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHA ........................................................ v
PRAKATA ............................................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................. viii
SARI ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
1.4 Manfaat penelitian ........................................................................ 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS ......... 8
2.1 Kajian Pustaka .............................................................................. 8
2.2 Landasan Teoretis ......................................................................... 10
2.2.1 Wacana ......................................................................................... 11
2.2.1.1 Pengertian Wacana ................................................................... 11
xii
2.2.1.2 Jenis-jenis Wacana .................................................................... 12
2.2.2 Membaca ...................................................................................... 15
2.2.2.1 Pengertian Membaca .................................................................. 15
2.2.2.2 Tujuan Membaca ........................................................................ 18
2.2.3 Keterbacaan .................................................................................. 19
2.2.3.1 Pengertian Keterbacaan .............................................................. 19
2.2.3.2 Alat Ukur Keterbacaan ............................................................... 21
2.2.3.3 Grafik Raygor ............................................................................. 24
2.2.4 Bahan Ajar Membaca ................................................................... 27
2.2.4.1 Pengertian Bahan Ajar Membaca ............................................... 27
2.2.4.2 Prinsip Pengembangan Bahan Ajar ............................................ 28
2.2.4.3 Pemilihan Wacana Sebagai Bahan Ajar ..................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 31
3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................... 31
3.2 Data dan Sumber Data ................................................................. 32
3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 32
3.4 Instrumen Penelitian ..................................................................... 33
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................... 35
3.6 Teknik Pemaparan Hasil Analisis Data ........................................ 35
BAB IV KETERBACAAN TEKS CERITA CEKAK
NGUNDHUH WOHING PAKARTI PADA SISWA
SEKOLAH DASAR .................................................................... 37
4.1 Tingkat Keterbacaan Teks ........................................................... 37
xiii
4.1.1 Tingkat Keterbacaan Masing-masing Teks Dalam Buku Bacaan
Ngundhuh Wohing Pakarti ........................................................... 37
4.1.1.1 Teks Cerkak yang Sesuai Dengan Keterbacaan Siswa Sekolah
Dasar ............................................................................................. 38
4.1.1.2 Teks Cerkak yang Tidak Sesuai Dengan Keterbacaan Siswa
Sekolah Dasar ............................................................................... 44
4.2 Rata-rata Tingkat Keterbacaan Teks Buku Ngundhuh Wohing
Pakarti .......................................................................................... 47
4.3 Perbaikan Teks yang Tidak Sesuai................................................ 49
BAB V PENUTUP ................................................................................ 145
5.1 Simpulan ................................................................................... 145
5.2 Saran ............................................................................................. 146
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 147
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 keterbacaan teks cerkak Sapa Jujur Bakal Mujur............................ 38
Tabel 4.2 keterbacaan teks cerkak Melik Nggendhong Lali............................. 39
Tabel 4.3 keterbacaan teks cerkak Nyolong Pethek......................................... 39
Tabel 4.4 keterbacaan teks cerkak Ngoyak Uceng Kelangan Dheleg.............. 40
Tabel 4.5 keterbacaan teks cerkak Rukun Agawe Santosa............................... 40
Tabel 4.6 keterbacaan teks cerkak Weweh Tanpa Kelangan............................ 41
Tabel 4.7 keterbacaan teks cerkak Ngguroni Weteng Tanpa Petung............... 41
Tabel 4.8 keterbacaan teks cerkak Becik Ketitik Ala Ketara............................ 42
Tabel 4.9 keterbacaan teks cerkak Tekek Mati Marga Ulane........................... 42
Tabel 4.10 keterbacaan teks cerkak Landheping Lidhah.................................. 43
Tabel 4.11 keterbacaan teks cerkak Nabok Nyilih Tangan.............................. 43
Tabel 4.12 keterbacaan teks cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti...................... 44
Tabel 4.13 keterbacaan teks cerkak Cakra Manggilingan............................... 44
Tabel 4.14 keterbacaan teks cerkak Sapa Sembarana Bakal Cilaka................ 45
Tabel 4.15 keterbacaan teks cerkak Aja Dumeh............................................... 45
Tabel 4.16 keterbacaan teks cerkak Sapa Eling Bakal Bekja........................... 46
Tabel 4.17 keterbacaan teks cerkak Beda Papan Beda Aturan........................ 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebaran informasi melalui media cetak dewasa ini makin
mendapat perhatian, baik dari kalangan masyarakat intelektual maupun dari
kalangaan masyarakat biasa. Kemampuan memperoleh informasi melalui
media cetak semakin penting karena media cetak adalah salah satu sarana
yang berperan aktif dalam penyebaran informasi tesebut. Melalui media
cetak, masyarakat akan mendapatkan pengetahuan dan informasi yang sedang
berkembang sehingga secara tidak langsung media cetak turut berperan dalam
memajukan masyarakat dalam hal ilmu pengetahuan.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi
atau pesan melalui media tulis atau cetak adalah sejauh mana pesan itu dapat
ditangkap, dimengerti, dan dipahami oleh pembaca. Hal itu perlu karena
pesan yang penting dan bermanfaat akan menjadi sia-sia kalau penerima
pesan atau pembaca tidak dapat menangkap apa isi pesan tersebut. Mengingat
ternyata separuh hidup manusia digunakan untuk membaca, apalagi jika
seseorang berada dalam lingkungan pendidikan, minat dan kegemaran
membaca diperlukan dalam membangun masyarakat sekolah khususnya
siswa.
Di lingkungan sekolah khususnya dalam proses pembelajaran, buku
merupakan sarana yang penting dalam upaya mencerdaskan bangsa. Guru,
pemerintah, dan semua pihak yang terkait dalam bidang pendidikan berusaha
2
untuk bisa memenuhi kebutuhan siswa akan adanya buku pendamping dalam
proses belajar. Buku teks maupun buku bacaan lainnya seperti majalah,
pamflet, ataupun buku bacaan seperti cerkak, puisi, ataupun novel sebagai
salah satu sarana yang diberikan oleh guru untuk menambah pengetahuan
siswa. Informasi dalam buku dapat dibaca berulang kali, direnungkan,
dibedah, dan didiskusikan. Untuk meningkatkan fungsi buku sebagai sumber
informasi, pesan yang disampaikan melalui buku perlu dirancang, disusun
dan disajikan dalam bentuk yang tidak saja menarik secara visual tetapi juga
mudah dimengerti sehingga akan menumbuhkan minat dan kegemaran
membaca. Salah satu hambatan dalam menumbuhkembangkan minat dan
kegemaran membaca ialah keterbacaan bahan bacaan. Kesulitan memahami
bacaan memperlemah dan kadang-kadang mematikan motivasi membaca.
Antara minat baca dan keterbacaan wacana terdapat hubungan timbal
balik. Ketiadaan minat baca menyebabkan keengganan membaca bagi
pembaca. Salah satu faktor yang menyebabkan keengganan membaca itu
adalah faktor keterbacaan wacana. Apabila sebuah wacana memiliki tingkat
keterbacaan yang tinggi maka wacana tersebut mudah dipahami oleh
pembaca. Sebaliknya, semakin rendah tingkat keterbacaan sebuah wacana,
semakin sulit pula dipahami oleh pembacanya. Tinggi rendahnya tingkat
keterbacaan sebuah wacana berpengaruh terhadap minat baca pembacanya.
Untuk pengajaran membaca, persoalan penyediaan bahan ajar
membaca tidaklah terikat oleh ketentuan buku paket atau buku teks tertentu.
Dalam kenyataan yang sesungguhnya dalam kehidupan di lingkungan
3
sekolah, keragaman bahan bacaan untuk konsumsi baca ini terasa sangat
kental. Bahan bacaan tersebut dapat berupa buku teks, buku ilmiah, surat
kabar, majalah, pamplet-pamplet, dan lain-lain. Kesemua bahan bacaan
tersebut berpeluang untuk dijadikan bahan ajar membaca atau mungkin untuk
tugas membaca. Masalahnya, apakah semua bahan bacaan yang tersedia serta
mudah didapat tersebut layak untuk konsumsi baca siswa kita? Bagaimana
kita dapat menentukan kriteria kelayakan dimaksud? Seberapa jauh peran
guru dalam memilihkan bahan bacaan yang layak baca untuk para siswanya?
Guru-guru dipandang perlu untuk memiliki kemahiran dalam
memperkirakan tingkat kesulitan materi, sebab bagaimanapun salah satu
faktor pendukung keberhasilan belajar anak adalah tersedianya sumber ilmu
yang dapat diperoleh dan dicerna anak dengan mudah.
Buku memegang peranan penting dalam lingkungan belajar siswa.
Banyak hal yang dapat dipelajari dari buku. Bahkan dapat dikatakan bahwa
hampir semua segi kehidupan siswa direkam didalam buku.
Wagiran (2006) menemukan bahwa “buku adalah guru yang baik
tanpa harus bertatap muka”, “buku adalah guru yang tak pernah jemu”. “buku
adalah jendela dunia”, dan “buku menjadi sasaran pokok untuk menyimpan
dan menyebarluaskan khasanah ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan
seni”. Semboyan-semboyan tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya
buku sebagai sarana belajar.
Untuk mendapatkan informasi dari suatu buku, tidak ada cara lain
selain dengan membaca isinya. Membaca merupakan salah satu keterampilan
4
berbahasa, disamping keterampilan berbahasa lainnya, yaitu menulis,
berbicara, dan mendengarkan. Keterampilan membaca ini lebih sering
digunakan setelah seseorang mengenal huruf (fonem) dan kata. Selain untuk
menggali informasi, kegiatan membaca juga dimaksudkan untuk
mendapatkan hiburan.
Akan tetapi, pada kenyataannya, kebiasaan membaca siswa masih
rendah. Rendahnya kebiasaan membaca siswa, bukan disebabkan masih
rendahnya kesejahteraan, tetapi karena minat bacanya yang masih rendah.
Salah satu penyebab rendahnya minat baca dalam kegiatan membaca adalah
sulitnya suatu bacaan untuk dipahami. Hal ini dapat disebabkan oleh jenis
bacaan yang tidak sesuai dengan tingkat pendidikan seseorang misalnya
bacaan untuk anak-anak, remaja, dan dewasa. Terlebih lagi jika yang
merasakan adalah seorang pelajar yang dapat mengganggu kepemahaman
tentang materi suatu buku pelajaran ataupun buku bacaan.
Salah satu standar kualitas buku adalah tingkat keterbacaan suatu
wacana teks. Tingkat keterbacaan ini sangat berpengaruh pada kepemahaman
siswa terhadap isi wacana yang merupakan penjabaran dari materi. Sama
halnya dengan psikologi perkembangan dalam dunia pendidikan, tingkat
keterbacaan suatu wacana teks akan berbanding lurus dengan kepemahaman
siswa terhadap isi wacana teks tersebut. Artinya tingkat keterbacaan teks
wacana tersebut harus sesuai dengan perkembangan siswa, tidak mengurangi
tuntutan perkembangannya maupun melebihi tuntutan perkembangannya
(Hariyadi 2003).
5
Pada dasarnya, tingkat keterbacaan merupakan deskripsi pesan yang
disajikan dengan menarik, mudah, jelas, tepat sasaran, tidak menimbulkan
makna ganda dan lazim dalam komunikasi lisan atau tulis. Maksudnya teks
bacaan yang mengandung informasi atau pesan tersebut harus disajikan
secara komunikatif dan tidak menimbulkan makna ganda.
Oleh karena itu, tingkat keterbacaan bahasa perlu disesuaikan dengan
tingkat keterbacaan menurut objek yang menggunakan bacaan tersebut dalam
hal ini peserta didik. Tingkat keterbacaan bahasa atau teks dapat dilihat dari
panjang kalimat, panjang kata, dan diksi (kelaziman sesuai dengan
perkembangan bahasa peserta didik) perlu sesuai dengan jenjang pendidikan
dan usia peserta didik pada umumnya. Standar kesesuaian diukur dengan
instrumen baik grafik Raygor maupun grafik Fry. (Sibi, www.Sibi.or.id).
Sama halnya dalam penelitian ini, grafik Raygor digunakan untuk
mengukur tingkat keterbacaan teks. Teks yang akan diteliti adalah teks
wacana kumpulan cerkak yang berisi 17 cerkak yang termuat dalam buku
bacaan berjudul Ngundhuh Wohing Pakarti untuk siswa sekolah dasar. Aspek
yang akan dikaji adalah tingkat keterbacaan teks dan penyesuaiannya sesuai
dengan tingkatan kelas siswa berdasarkan grafik Raygor, sehingga akan
diketahui kesesuain keterbacaan buku dengan siswa tingkat kelas tertentu.
Sebelumnya telah dilakukan pengamatan terhadap penelitian-
penelitian terdahulu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa masih ada
wacana yang tingkat keterbacaannya belum sesuai dengan jenjang pendidikan
siswa. Hal ini akan menimbulkan kebosanan maupun kesulitan terhadap
6
siswa dalam memahami isi atau materi buku tersebut. Maka dari itu, tingkat
keterbacaan teks wacana perlu disesuaikan.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini terbatas pada tingkat
keterbacaan wacana dan penyesuaiannya dengan jenjang atau tingkatan kelas
siswa. Oleh karena itu, judul dari penelitian ini adalah “Keterbacaan Teks
Cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti pada Siswa Sekolah Dasar”.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut.
1) Bagaimana tingkat keterbacaan teks cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti
pada tingkatan siswa sekolah dasar berdasarkan Grafik Raygor?
2) Bagaimana perbaikan teks cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti sebagai
bahan ajar agar sesuai dengan tingkat siswa sekolah dasar?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk mendeskripsikan tingkat keterbacaan wacana berbentuk prosa pada
teks cerita cekak Ngundhuh Wohing Pakarti berdasarkan garafik Raygor.
2) Untuk mengetahui perbaikan teks cerkak agar sesuai sebagai bahan ajar
siswa sekolah dasar dengan cara memperbaiki teks yang kurang sesuai
agar menjadi sesuai.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk menambah
pengetahuan tentang tingkat keterbacaan wacana proses dalam buku
teks cerita cekak Ngundhuh Wohing Pakarti pada tingkatan siswa
sekolah dasar.
2) Manfaat Praktis
Bagi guru sebagai bahan pertimbangan ataupun bahan rujukan
bagi para tenaga pengajar dalam menentukan bahan atau buku ajar
agar sesuai dengan tingkat keterbacaan siswa sehingga ilmu atau
pengetahuan yang diberikan dapat terserap dengan baik.
Bagi penulis untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
tingkat keterbacaan teks.
Bagi penerbit adalah sebagai bahan pertimbangan untuk memilih
dan menentukan wacana prosa yang sejenis yang nantinya disesuaikan
dengan keterbacaan pada tingkatan jenjang sekolah untuk terbitan
selanjutnya.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian mengenai tingkat keterbacaan buku teks menunjukkan hasil
yang berbeda-beda. Penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan rujukan
penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian yang berkaitan dengan tingkat
keterbacaan buku diantaranya adalah penelitian yang dilakukan (1) Larasati
(2008); (2) Nofianti (2009); (3) Dewi (2010). Hasil penelitian yang sudah
dilakukan akan dijabarkan sebagai berikut.
Larasati (2008) melakukan penelitian yang berjudul Penyesuaian Tingkat
Keterbacaan Berdasarkan Grafik Fry Terhadap Teks Bacaan Buku Bahasa dan
Sastra Indonesia SMP Terbitan Erlangga. Dalam penelitian tersebut
dikemukakan bahwa tingkat keterbacaan teks-teks bacaan buku bahasa dan sastra
Indonesia SMP terbitan Erlangga tersebut masih ada yang belum sesuai dengan
tingkatan kelas atau pendidikan siswa yang mempergunakan. Ada teks bacaan
yang memiliki tingkat keterbacaan yang lebih tinggi daripada tingkat kelas yang
bersangkutan. Akan tetapi ada pula teks bacaan yang memiliki tingkat keterbacaan
yang lebih rendah daripada tingkatan kelas.
Antara penelitian yang dilakukan oleh Larasati (2008) dengan penelitian
ini terdapat perbedaan dan persamaan. Perbedaan tersebut terletak pada populasi
dan sampel serta instrumen penelitian. Pada penelitian Larasati (2008)
menggunakan sampel berupa teks wacana bahasa dan sastra Indonesia kelas VII,
9
VIII, dan IX SMP terbitan Erlangga sebanyak 3 jilid (buku), selain itu instrumen
yang digunakan dalam penelitian larasati (2008) adalah grafik Fry sedangkan
dalam penelitian ini menggunakan Grafik Raygor sebagai instrumennya.
Sementara itu persamaan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat
keterbacaan teks wacana.
Penelitian keterbacaan wacana berbahasa Jawa dengan grafik Fry oleh
Nofiyanti (2009) dengan judul Kualitas Buku Pelajaran Trampil Basa Jawi Kelas
X terbitan Aneka Ilmu ( Kajian Keterbacaan dan Kosakata Sulit dalam wacana)
menunjukkan bahwa tingkat keterbacaan wacana buku pelajaran Trampil Basa
Jawa kelas X terbitan Aneka Ilmu kurang sesuai untuk tingkat usia siswa kelas X .
Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran dengan Grafik Fry yang mencapai
55%.
Penelitian yang dilakukan Nofiyanti (2009) memiliki perbedaan dengan
penelitian ini. Dalam hal formula keterbacaan yang digunakan, penelitian
Nofiyanti (2009) menggunakan Grafik Fry. Selain formula keterbacaan juga
wacana yang diteliti. Nofiyanti (2009) berupa wacana bahasa Jawa pada buku teks
Trampil Basa jawi Kelas X Terbitan Erlangga sedangkan penelitian ini
menggunakan wacana teks kumpulan cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti untuk
siswa tingkat usia sekolah dasar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
Nofiyanti adalah wacana yang diteliti sama-sama berbahasa Jawa.
Penelitian terbaru dilakukan oleh Dewi (2010) yang menganalisis tingkat
keterbacaan wacana dalam penelitian yang berjudul Tingkat Kekomunikatifan
Wacana Pada Buku Teks Aruming Basa Jawi 1 Kelas VII Di SMP Negeri 3
10
Purworejo Klampok. Dewi (2010) mengemukakan bahwa tingkat keterbacaan
buku teks Aruming Basa Jawi 1 kelas VII di SMP Negeri 3 Purworejo
berdasarkan grafik Raygor memiliki tingkat keterbacaan hanya 30% . Tingkat
keterbacaan wacana pada buku teks dapat dikategorikan wacana yang tidak sesuai
untuk siswa kelas VII. Secara keseluruhan kekomunikatifan wacana dalam buku
teks mencapai 52,31%.
Perbedaan penelitian Dewi (2010) dengan penelitian ini adalah terletak
pada objek kajian. Pada penelitian Dewi (2010) mengkaji tingkat keterbacaan
wacana pada buku teks Aruming Basa Jawa 1 kelas VII di SMP Negeri 3
Purworejo sedangkan objek kajian pada penelitian ini adalah wacana cerita cekak
Ngundhuh Wohing Pakarti pada tingkat sekolah dasar. Adapun persamaan
penelitian Dewi (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama mengukur tingkat
keterbacaan teks wacana dengan menggunakan grafik Raygor.
2.2 Landasan Teoretis
Teori yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu teori wacana,
teori membaca, teori keterbacaan, dan teori bahan ajar membaca. Teori wacana
akan dijelaskan tentang pengertian wacana dan jenis-jenis wacana. Teori
membaca akan dijelaskan pengertian membaca dan tujuan membaca sedangkan
dalam teori keterbacaan akan dijelaskan tentang pengertian keterbacaan, alat ukur
keterbacaan dan grafik Raygor. Teori untuk bahan ajar membaca akan dijelaskan
tentang pengertian bahan ajar membaca, prinsip pengembangan bahan ajar
11
membaca dan pemilihan wacana sebagai bahan ajar membaca. Tiap-tiap teori
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
2.2.1 Wacana
Uraian ini akan dijelaskan tentang pengertian wacana dan jenis-jenis
wacana yang masing-masing akan diuraikan sebagai berikut.
2.2.1.1 Pengertian wacana
Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, artinya
‘berkata’, ‘berucap’, (Douglas dalam Mulyana 2005:3). Kata tersebut mengalami
perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang muncul dibelakang adalah sufiks
(akhiran), yang bermakna ‘membendakan’ (nominalisasi ). Jadi, kata wacana
dapat diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’.
Moeliono (dalam Mulyana 2005:5) mengatakan bahwa wacana adalah
rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu
dengan lainnya dalam kesatuan makna. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk
kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh (buku), yang membawa amanat
lengkap (Harimurti Kridalaksana, 1984:208).
Senada dengan pendapat di atas, Tarigan (dalam Mulyana:6)
mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang yang paling lengkap,
lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik,
mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan
secara lisan atau tertulis .
12
Sama halnya dengan Tarigan, Sumarlam (2008:15) mendefinisikan
wacana adalah sebagai satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan
seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen,
novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lainnya (dari
segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi
makna) bersifat koheren, terpadu.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian atau batasan wacana adalah Satuan bahasa terlengkap baik lisan
ataupun tertulis yang saling terkait dan memiliki makna dan struktur yang jelas
serta memiliki amanat yang jelas pula.
2.2.1.2 Jenis-Jenis Wacana
Wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis. Menurut Sumarlam
(2008) wacana diklasifikasikan menjadi empat macam. Pengklasifikasian tersebut
didasarkan pada bahasa yang dipakai, berdasarkan media, berdasarkan bentuk,
dan berdasarkan cara pemaparannya. Sejalan dengan pendapat Sumarlam,
Mulyana (2005) mengklasifikasikan jenis-jenis wacana kedalam enam kategori.
Pengklasifikasian tersebut didasarkan pada bentuk, media penyampaian, jumlah
penutur, sifat, isi, dan berdasarkan gaya dan tujuan. Tiap-tiap klasifikasi akan
diuraikan berikut ini.
Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkannya,
wacana dapat diklasifikasikan menjadi:
a. wacana bahasa nasional (Indonesia)
13
b. wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dan
sebagainya)
c. wacana bahasa internasional (Inggris)
d. wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan
sebagainnya.
Berdasarkan media yang digunakan wacana dapat dibedakan menjadi
wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan
dengan bahasa tulis atau dengan melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau
memahami wacana tulis maka sang penerima harus membacanya. Wacana lisan
berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk
dapat memahami wacana lisan maka ang penerima harus menyimak atau
mendengarkannya.
Berdasarkan bentuknnya Sumarlam (2008:17) wacana dapat
diklasifikasikan menjadi tiga yakni wacana prosa, puisi, dan drama. Wacana prosa
yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa (Jawa: gancaran). Contoh
wacana yang berbentuk prosa adalah novel, cerita pendek (cerpen), cerita
bersambung (cerbung), artikel, dll. Wacana puisi merupakan jenis wacana yang
dituturkan atau disampaikan dalam bentuk puisi. Wacana drama adalah jenis
wacana yang disampikan dalam bentuk drama. Pola yang digunakan biasanya
berbentuk percakapan atau dialog. Dalam bukunya Mulyana (2005) wacana prosa,
puisi, dan drama masuk dalam contoh wacana fiksi. Wacana fiksi sendiri
merupakan penjabarkan wacana berdasarkan sifat. Selain wacana fiksi juga ada
wacana non fiksi. Wacana nonfiksi disebut juga wacana ilmiah. Jenis wacana ini
14
disampaikan dengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Beberapa contoh wacana nonfiksi, antara lain adalah laporan
penelitian, buku materi perkuliahan, dan sebagainya.
Berdasarkan cara pemaparannya, wacana diklasifikasikan menjadi lima
macam, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Wacana narasi wacana narasi adalah wacana yang banyak dipergunakan
untuk menceritakan suatu kisah. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku dan
seluruh bagiannya diikat secara kronologis. Jenis wacana narasi pada umumnya
terdapat pada berbagai fiksi.
Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan,
menggambarkan sesuatu menurut apa adanya. Sedangkan wacana eksposisi yaitu
wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku. Wacana ini berorientasi pada
pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis.
Wacana argumentasi adalah wacana yang berisi ide atau gagasan yang
dilengkapi dengan data-data sebagi bukti, dan bertujuan meyakinkan pembaca
akan kebenaran ide atau gagasannya. Dan wacana yang terakhir adalah wacana
persuasi yaitu wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas
dan menarik serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pembaca atau
pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut.
Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog adalah jenis
wacana yang dituturkan oleh satu orang. Beberapa bentuk wacana monolog antara
lain pidato, pembacaan puisi, khotbah Jumat, pembacaan berita, dan sebagainya.
15
Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih.
Bentuk dari wacana dialog ini diantaranya adalah dialog skenario, dialog
kethoprak, lawakan, dan sebagainya.
Berdasarkan isinya, wacana dapat dipilahmenjadi: wacana politik, wacana
sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer,wacana hukum, dan
wacana kriminalitas. Berdasarkan gaya dan tujuan, wacana hanya digolongkan ke
dalam satu macam yakni wacana iklan.
Dalam penelitian ini, kumpulan cerita cekak Ngundhuh Wohing Pakarti
termasuk ke dalam jenis wacana prosa tulis jika dilihat berdasarkan bentuknya.
Berdasarkan cara pemaparannya termasuk kedalam wacana narasi.
2.2.2 Membaca
Pada sub bab ini akan diuraikan tentang pengertian membaca dan tujuan
membaca yang masing-masing akan dijelaskan berikut ini.
2.2.2.1 Pengertian Membaca
Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa, di samping
keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan ini
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dawson (dalam Tarigan
2008:1) menyatakan bahwa keterampilan ini merupakan keterampilan catur
tunggal, artinya empat tetapi satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Hodgson (dalam Tarigan 2008:7) menyatakan bahwa membaca adalah
suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh
16
pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa
tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakkan suatu
kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara
individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat
dan yang tersirat tidak akan terungkap atau dipahami, dan proses membaca itu
tidak terlaksana dengan baik.
Sementara itu Nababan (1993:94) menyatakan bahwa membaca adalah
suatu aktifitas yang rumit dan kompleks karena bergantung pada ketrampilan
berbahasa pelajar, dan pada tingkat penalarannya. Membaca merupakan kegiatan
memaknai lambang-lambang bunyi atau lambang ortografis tertulis dalam
kegiatan berbahasa. Pemaknaan ini akan dapat diwujudkan jika seseorang terlebih
dahulu memahami fonologis dari lambang tersebut dan memahami makna
morfologis dalam kaitan untaian kata pada suatu tata kalimat.
Mendukung pendapat-pendapat di atas, Tarigan (2008:8) menambahkan
bahwa membaca pun dapat diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan
untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain
yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada ambang-
lambang tertulis. Membaca merupakan suatu proses untuk memahami yang
tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata
yang tertulis.
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca
adalah merupakan suatu ketrampilan berbahasa dimana di dalamnya terdapat
17
proses memahami pesan yang disampaikan penulis melalui media tulis atau
tulisan sehingga pesan yang tersurat dan yang tersirat akan dapat dipahami.
Secara hierarkis keterampilan membaca dimiliki seseorang bertolak dari
keterampilan dasar lain, yaitu menyimak dan berbicara. Keterampilan membaca
dibangun oleh kerangka pemahaman aspek kebahasaan yang diperolehnya dari
aktivitas menyimak yang dilakukan. Kadar kemampuan ini dibangun pula oleh
aktivitasnya dalam berbicara, sehingga fondasi awal tersebut bertemali secara erat
dalam membentuk keterampilan membaca seseorang. Namun demikian, terdapat
aspek yang sangat dominan dalam menentukan keterampilan membaca seseorang,
yaitu pembelajaran memaknai lambang-lambang. Seseorang yang tidak
mengalami pembelajaran memaknai lambang-lambang akan bertumpu pada
kemampuan menyimak dan berbicara, sebagai bagian dari pemerolehan bahasa.
Seseorang memiliki kemampuan membaca sangat beragam. Kemampuan
tersebut bergantung pada pemahaman aspek kebahasaan dan ditentukan pula oleh
usia pendidikan, aktivitas, pengalaman, dan motivasi dalam melakukan kegiatan
membaca. Dalam pandangan ini maka membaca merupakan interaksi antara
kemampuan membaca seseorang dengan bacaan. Bacaan akan memantulkan
makna dan pembaca akan memaknai bacaan atas dasar latar belakang pembaca
yang dipengaruhi oleh aspek-aspek yang berhubungan dengan pembaca.
Pembaca akan memaknai bacaan sesuai dengan pemahaman kata dan
maknanya atau bergantung pada pengenalan kosakata (word recognition) yang
dimilikinya. Dengan demikian, pembaca akan melakukan pengenalan kosakata
(word recognition) pada saat melakukan kegiatan membaca yang dipengaruhi
18
oleh latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dimilikinya. Oleh
karena itu, dalam kegiatan membaca seseorang bukan hanya harus memiliki
kapasitas mengerti makna konseptual dari tulisan atau lambang bunyi, melainkan
harus memiliki pula kemampuan berpartisipasi aktif secara penuh dalam
menerapkan pemahaman sosial dan intelektual yang merupakan background
knowledge seseorang. Suherli
(http://argumenapbi.blogspot.com/2009/02/pembelajaran‐membaca‐berbasis‐
teks.html).
Bacaan merupakan hasil berpikir seseorang dalam berkomunikasi yang
dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Suatu bacaan secara kasat mata merupakan
suatu kumpulan penggunaan kata, proses dekoding fonem-grafem, dan
penggunaan unsur sintaksis. Bacaan selalu mengusung pesan hasil berpikir
seseorang untuk dikomunikasikan kepada pembaca. Ketika pembaca memberikan
pemaknaan terhadap lambang fonem-grafem berdasarkan word recognition dan
background knowledge maka pemaknaan tersebut akan ditentukan pula oleh
keadaan bacaan tersebut.
2.2.2.2 Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh
informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan (Tarigan 2008: 9).Sementara
Nababan (1993:64) mengemukakan bahwa tujuan membaca adalah adalah sebagai
berikut.
19
1. Untuk mengerti atau memahami isi/pesan yang terkandung dalam suatu
bacaan seefisien mungkin.
2. Untuk mencari informasi yang:
a. kognitif dan intelektual, yakni yang digunakan seseorang untuk
menambah keilmiahannya sendiri;
b. referensial dan faktual, yakni yang digunakan seseorang untuk
mengetahui fakta-fakta yang nyata di dunia ini; dan
c. afektif dan emosional, yakni yang digunakan seseorang untuk mencari
kenikmatan dalam membaca.
2.2.3 Keterbacaan
Setiap teks bacaan tentu memiliki tingkat keterbacaan yang menunjukkan
pada tingkatan kelas tertentu. Tingkat keterbacaan inilah yang menentukan
keterbacaan bagi para pembaca terhadap teks yang dibacanya.
2.2.3.1 Pengertian Keterbacaan
Keterbacaan merupakan alih bahasa dari readibility. Bentuk readibility
merupakan kata turunan yang dibentuk dari kata dasar readable yang artinya
dapat dibaca atau terbaca.
Keterbacaan (readability) merupakan ukuran tentang sesuai tidaknya suatu
bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesulitan atau kemudahan
teks wacananya (Hardjasujana 1997:106).
20
Mendukung dari pendapat di atas, Siahaan (1987:64) mendefinisikan
keterbacaan sebagai tingkat kualitas bahan bacaan yang memungkinkan bahan
tersebut dapat dipahami oleh pembaca pada tingkat atau usia tertentu.
Ada beberapa formula keterbacaan yang lazim digunakan untuk
memperkirakan tingkat kesulitan sebuah teks wacana. Formula-formula
keterbacaan yang terdahulu, memang bersifat kompleks dan menuntut
pemakainya untuk memiliki kecermatan menghitung berbagai variable.
Penelitian-penelitian terdahulu membuktikan bahwa ada dua faktor yang
berpengaruh terhadap keterbacaan, yakni panjang-pendek kalimat dan tingkat
kesulitan kata.
Deskripsi yang lain tentang tingkat keterbacaan teks wacana, yakni pesan
yang disajikan dengan menarik, mudah, jelas, tepat sasaran, tidak menimbulkan
makna ganda dan lazim dalam komunikasi lisan atau tulis (Sibi 2008). Informasi
atau pesan yang terdapat dalam teks wacana tersebut harus jelas dengan
menggunakan bahasa yang komunikatif.
Faktor tingkat keterbacaan yakni tingkat mudah-sulitnya bacaan bagi
peringkat pembaca tertentu yang mempengaruhi kecepatan baca seseorang
(Geocities 2011). Semakin tinggi tingkat keterbacaan teks wacana, maka
kecepatan membaca seseorang akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh
tingkat kesulitan teks wacana yang berdampak pada cepat lambatnya
kepemahaman seseorang tentang isi teks tersebut.
Selain itu antara minat baca dan keterbacaan wacana terdapat hubungan
timbal-balik. Keterbacaan wacana yang tinggi relatif lebih mudah dibaca.
21
Sebaliknya, teks wacana yang memiliki tingkat keterbacaan yang rendah relatif
sulit dibaca.
Williams (dalam Geocities 2011), mengemukakan bahwa materi bacaan
yang disuguhkan dengan bahasa yang sulit menyebabkan bacaan itu sulit
dipahami dan mengakibatkan frustasi bagi pembacanya. Hal ini akan menurunkan
minat baca, yang pada akhirnya akan menyebabkan keengganan membaca pada
pembacanya.
Tingkat keterbacaan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk peringkat
kelas. Dengan melakukan pengukuran keterbacaan sebuah wacana, maka akan
dapat mengetahui kesesuaian materi bacaan tersebut dengan peringkat kelas
tertentu, misalnya peringkat enam, peringkat empat, peringkat sepuluh, dan lain-
lain (Hardjasujana 1997:107).
Dari uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa tingkat keterbacaan
suatu teks bacaan sangat berpengaruh pada kepemahaman pembaca. Maka dari
itu, tingkat kesulitan sebuah teks atau wacana harus disesuaikan dengan tingkat
pembacanya.
2.2.3.2 Alat Ukur Keterbacaan
Kesulitan baca sebuah teks dapat diukur menggunakan alat yang disebut
Readable Formula. Gray dan Leary dalam Indiatmoko (1997:9) mengidentifikasi
adanya 298 faktor yang mempengaruhi keterbacaan, 20 faktor diantaranta sangat
signifikan. Penelitian yang terakhir menunjukkan bahwa ada faktor utama yang
berpengaruh terhadap keterbacaan, yaitu (1) panjang kalimat dan (2) kesulitan
22
kata. Pada umumnya semakin panjang suatu kalimat dan kata, semakin sulit bahan
bacaan tersebut. Sebaliknya semakin pendek kalimat dan kata, bacaan tersebut
semakin mudah. Bacaan yang sesuai dengan tingkatan siswa akan memberikan
semangat dan minat baca siswa. Sedangkan bacaan yang terlalu sulit akan
menurunkan minat baca siswa.
Menurut Hardjasujana dalam Indiatmoko (1997:10), ada keterbatasan
pemakaian pada rumus-rumus keterbacaan. Keterbatasan pertama adalah rumus-
rumus tersebut tidak memperhatikan konsep-konsep yang dikandung teks. Kedua,
rumus-rumus keterbacaan tidak memperhatiakan slank, satir, dan makna ganda,
serta minat pembaca. Hal tersebut menyebabkan formula keterbacaan tidak dapat
digunakan untuk menghitung tingkat keterbacaan puisi yang struktur kalimatnya
berbeda dengan kalimat-kalimat pada buku teks atau novel.
Dewasa ini formula-formula keterbacaan yang digunakan untuk mengukur
tingkat keterbacaan berdasar pada panjang pendeknya kalimat dan kesulitan kata.
Pada umumnya, semakin panjang kalimat dan semakin panjang kata-kata maka
bahan bacaan yang dimaksud semakin sulit. Begitu pula sebaliknya, semakin
pendek kalimat dan kata-kata maka wacana yang dimaksud tergolong wacana
mudah. Dua faktor tersebut merupakan hasil penelitian terakhir para ahli yang
meneliti faktor yang berpengaruh terhadap keterbacaan suatu wacana.
Formula-formula keterbacaan yang mengacu pada kedua faktor tersebut
diantaranya: formula keterbacaan yang dibuat Space, Dale dan Chall, Fry, dan
Raygor. Formula keterbacaan dari Spache biasa digunakan untuk mengukur
wacana di kelas-kelas rendah. Formula tersebut dibuat pada tahun 1953. Formula
23
ini sudah diuji keabsahan dan keterpercayaannya untuk memperkirakan tingkat
keterbacaan wacana melalui berbagai pengkajian. Namun, formula ini cukup
kompleks dan memerlukan banyak waktu dalam penggunaannya.
Pada tahun 1947, Dale dan Chall memperkenalkan rumus baru untuk
mengetahui tingkat keterbacaan suatu wacana. Rumus ini sering digunakan di
kelas empat sampai kelas enam belas. Sama halnya dengan Space, rumus ini juga
cukup kompleks dan menghabiskan banyak waktu dalam penggunaannya
(Nofiyanti 2009)
Dari uraian di atas, dapat dilihat kelemahan dua faktor tersebut. Oleh
sebab itu, Grafik Fry muncul untuk menyederhanakan teknik penentuan tingkat
keterbacaan wacana. Faktor panjang pendeknya kalimat dan kata-kata sulit masih
tetap digunakan. Namun, kesulitan kata diperkirakan dengan cara melihat jumlah
suku katanya. Setelah diteliti oleh Fry, formula ini memiliki korelasi 0,90 dengan
formula Space dan 0,94 dengan formula Dale dan Chall. Angka ini menunjukkan
adanya keajegan rumus-rumus dan keterbacaan penggunaan alat ukur yang
diciptakannya (Harjasujana dan Mulyati 1997:113).
Satu masalah muncul kembali. Grafik Fry biasa digunakan untuk wacana
bahasa Inggris. Seperti yang telah diketahui bahwa jumlah kosakata bahasa
Inggris dengan bahasa Indonesia/bahasa Jawa menunjukkan selisih yang cukup
signifikan. Oleh karena itu, Raygor memperkenalkan formula baru yang mirip
dengan prinsip grafik Fry. Kemudian formula ini dikenal dengan grafik Raygor.
Formula ini lebih efisien dalam hal waktu penggunaannya karena jika dalam
grafik Fry, peneliti harus menghitung jumlah suku kata per seratus kata, maka
24
menghitung jumlah kata sulit yakni kata yang dibentuk oleh enam huruf atau
lebih.
2.2.3.3 Grafik Raygor
Formula keterbacaan Raygor pertama kali dibuat oleh Alton Raygor,
kemudian dikenal sebagai formula Raygor. Grafik ini menilai keterbacaan
berdasarkan faktor panjang kalimat dan kata. Teorinya menyatakan bahwa pada
umumnya lebih panjang suatu kalimat, akan lebih sulit dibaca oleh tingkat
kemampuan pembaca tertentu, demikian juga dengan panjang kata. Berikut ini
Grafik yang digunakan untuk menghitung tingkat keterbacaan menggunakan
formula Raygor.
Grafik Raygor (wikipedia.org)
25
Keterangan:
average number of sentences per 100 words: rata-rata jumlah kalimat per 100 kata
average number of 6+ character world per 100 word: rata-rata jumlah kata sulit
Penggunaan grafik Raygor ini hampir sama dengan penggunaan Grafik
Fry. Angka 3.2, 3.4, 3.6 dan seterusnya menunjukkan rata-rata panjang kalimat.
Angka 4, 8, 12, dan seterusnya menunjukkan rata-rata jumlah kata sulit. Angka-
angka yang ada di bagian tengah grafik dan berada diantara garis-garis penyekat
dari grafik tersebut menunjukkan perkiraan peringkat keterbacaan wacana yang
diukur. Angka tiga menunjukkan wacana tersebut cocok untuk pembaca pada
tingkat kelas tiga sekolah dasar. Angka empat menunjukkan wacana tersebut
cocok untuk pembaca pada tingkat kelas empat. Begitu seetrusnya hingga kelas
profesional yang ditunjukkan dengan angka 14. Daerah dibawah level tiga dan di
atas level profesional merupakan daerah invalid.
Grafik Fry lebih cocok untuk mengukur keterbacaan teks berbahasa
Inggris yang pada umumnya bersuku kata satu. Formula Raygor dinilai lebih tepat
untuk mengukur keterbacaan teks tulis yang pada umumnya mempunyai pola
suku kata dua, sehingga peneliti menggunakan formula Raygor dalam penelitian
ini. Selain itu, grafik Raygor mempunyai kelebihan dalam efisiensi waktu.
Pengukuran keterbacaan teks dengan grafik Raygor lebih cepat daripada
melakukan pengukuran keterbacaan menggunakan grafik Fry. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini peneliti menggunakan grafik Raygor untuk menentukan
tingkat keterbacaan teks cerkak.
26
Grafik Raygor seperti tampak terbalik jika dibandingkan dengan grafik
Fry. Garis-garis penyekat peringkat kelas dalam grafik Raygor tampak memancar
menghadap ke atas. Posisi yang demikian itu sesuai dengan penempatan urutan
data jumlah kalimat yang berlawanan pula sisi tempat jumlah suku kata digunakan
untuk menunjukkan kata-kata panjang yang dinyatakan “jumlah kata sulit”, yakni
kata yang dibentuk oleh enam buah huruf atau lebih.
Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengukur tingkat
keterbacaan wacana menggunakan grafik Raygor adalah sebagai berikut.
Langkah pertama memilih penggalan yang representatif dari teks yang
hendak diukur tingkat keterbacaannya dengan mengambil 100 buah kata
daripadanya. Kata adalah sekelompok lambang yang kiri dan kanannya
berpembatas. Penggalan wacana yang representatif artinya memilih wacana
sampel yang benar-benar mencerminkan teks bacaan, yaitu wacana tanpa gambar,
grafik, tabel, rumus, maupun kekosongan halaman.
Langkah kedua menghitung rata jumlah kalimat sample pada per sepuluh
terdekat.
Langkah ketiga menghitung rata-rata jumlah kata sulit per seratus buah
perkataan, yaitu kata-kata yang dibentuk oleh enam huruf atau lebih. Kriteria
tingkat kesulitan sebuah kata didasari oleh panjang pendeknya kata. Kata yang
termasuk dalam kategori sulit adalah kata yang tersusun atas enam huruf atau
lebih.
Langkah keempat mencari titik temu hasil yang diperoleh dari langkah
kedua dan ketiga tersebut ke dalam grafik Raygor.
27
Kelebihan dari penggunaan grafik Raygor, yakni dalam hal efisiensi
waktu, pengukuran keterbacaan wacana dengan grafik Raygor ternyata jauh lebih
cepat daripada melakukan pengukuran keterbacaan dengan menggunakan grafik
Fry.
2.2.4 Bahan Ajar Membaca
Dalam kajian bahan ajar membaca ini, dipaparkan teori-teori yang
berkaitan dengan pengertian bahan ajar membaca, prinsip pengembangan bahan
ajar membaca.
2.2.4.1 Pengertian Bahan Ajar Membaca
Menurut Munib (2004:50), yang termasuk isi pendidikan ialah segala
sesuatu yang oleh pendidik langsung di berikan kepada peserta didik dan
diharapkan untuk dikuasai peserta didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Berdasarkan pengertian diketahui bahwa bahan ajar merupakan sesutu
yang diberikan guru secara langsung kepada siswanya untuk membantu mereka
dalam rangka menguasai suatu kompetensi tertentu dalam pendidikan.
Bahan ajar atau materi pembelajaran (intructional material) secara garis
besar terdiri dari pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa
dalam rangka mencapai standar kompetensi yang harus dipelajari siswa dalam
rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan (Depdiknas 2006:4).
Definisi ini membatasi pengertian bahan ajar pada isi dari bahan ajar tersebut.
Bahan ajar harus memuat pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang harus
28
dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah di
tentukan.
Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
bahasa atau isi pendidikan bahasa (intructional maerials) adalah segala sesuatu
yang oleh guru langsung diberikan kepada peserta didik yang secara garis besar
berisi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap bahasa yang harus dipelajari siswa dan
diharapkan untuk dikuasai siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang
telah ditentukan.
2.2.4.2 Prinsip Pengembangan Bahan Ajar
Menurut Siahaan (1987:81), ada beberapa prinsip dasar dalam mendesain
bahan ajar atau materi intruksional bahasa yang berdasarkan pendekatan
komunikatif. Prinsip-prinsip tersebut adalah 1) materi harus terdiri dari bahasa
sebagai alat komuinikasi, 2) desain materi harus lebih menekankan proses belajar
dan bukan pokok bahasan, dan 3) materi harus memberi dorongan pada pelajar
untuk berkomunikasi secara wajar. Ketiga prinsip dasar tersebut dapat dijabarka
sebagai berikut.
Pertama, materi harus terdiri dari bahasa sebagai alat komunikasi. Prinsip
ini mengandung arti bahwa mengetahui sesuatu tidak cukup apabila seseorang
tidak mampu untuk mengadakan pengetahuan itu secara aktif. Berkomunikasi
juga berarti mempunyai kemahiran komunikatif untuk menerapkan pengetahuan
bahasa dan untuk menambah atau mengubah pengetahuan itu. Yang dimaksud
disini ialah bahwa dalam tindakan komunikatif, penutur dan pendengar keduanya
29
harus mampu saling menginterpretasikan arti-arti yang diungkapkan melalui
bentuk-bentuk bahasa, mengungkapkan arti-arti sendiri melalui medium yang
sama dan membicarakan arti-arti itu diantara mereka.
Kedua, desain materi harus lebih menekankan proses belajar mengajar dan
bukan pokok bahasan. Materi yang berdasarkan proses, pada dasarnya merupakan
garis-garis besar panduan atau kerangka konsep untuk dipakai pelajar dalam
penambahan pengetahuan dan ketrampilannya dalam belajar.
Ketiga, materi harus mendorong pelajar untuk berkomunikasi. Bahan ajar
harus mendorong pelajar untuk menerapkan ketrampilan-ketrampilan yang sudah
dipelajarinya dalam situasi-situasi yang baru dengan cara membicarakan hal ihwal
diri sendiri serta perasan-perasaan dan ide-ide pikirannya.
2.2.4.3 Pemilihan Wacana Sebagai Bahan Ajar
Pemilihan dan penentu bahan ajar wacana yang akan digunakan sebagai
bahan ajar dalam memilih bahan bacaan harus memperhatikan (1) kebermaknaan
dan kemenarikan teks bacaan, (2) isi budaya dalam pengertian yang luas, dan (3)
derajat kesulitan teks sesuai dengan jenjang pengetahuan siswa (Parera 1996:136).
Pertama, kebermaknaan dan kemenarikan teks bacaan. Bacaan yang
bermakna dan berguna akan menarik untuk dibaca. Sebaliknya kita akan tertarik
untuk membaca sesuatu yang berguna bagi kita sebagai pembaca. Siswa akan
lebih cepat memahami materi teks bacaan yang berguna dan menarik bagi mereka.
Kedua, isi budaya. Isi budaya teks bacaan menggambarkan persepsi
penulis dan persepsi bangsa yang bersangkutan. Isi budaya teks bacaan
30
merefleksikan minat penulis dan harapan bangsa. Di indonesia, isi budaya secara
umum dikatakan harus sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa, tidak
bertentangan dengan pancasila dan tidak boleh menggambarkan dan menimbulkan
bias SARA (suku, agama, ras, dan keturunan). Tambahan pula isi budaya teks
bacaan harus bersifat mendidik dan membangun bangsa.
Ketiga, keterbacaan dan tingkat kesulitan. Pembahasan lebih jelas tentang
keterbacaan ini, telah dijelaskan pada subbab keterbacaan di atas.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan ini menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif. Pendekatan
kualitatif digunakan karena data-data yang diteliti berupa kata-kata yang terangkai
dalam wacana bukan angka-angka. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong
(2002:6) yang mengemukakan bahwa pendekatan kualitatif adalah pendekatan
yang berkaitan dengan data yang tidak berupa angka-angka tetapi berupa kualitas
bentuk-bentuk data yang berwujud tuturan. Data yang dihasilkan berupa kata-kata
tertulis atau lisan tentang individu, keadaan, gejala dari kelompok tertentu yang
diamati. Laporan penelitian kualitatif berupa kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan tersebut.
Data dalam penelitian ini berupa dokumen yang berupa buku bacaan yang
berisi kumpulan cerita cekak untuk anak-anak sekolah dasar. Buku tersebut
berjudul Ngundhuh Wohing Pakarti terbitan Pustaka Baru.
Syamsuddin (2006:73) mengemukakan data yang dikumpulkan dari
penelitian kualitatif memungkinkan untuk dianalisis melalui penghitungan. Berarti
tidak ada larangan jika dalam penelitian kualitatif menggunakan angka-angka
dalam menganalisis data. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini diterapkan
pada saat menghitung tingkat keterbacaan wacana dengan grafik Raygor.
Pendekatan deskriptif adalah pendekatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan
suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya (Sukmadinata 2008:18).
32
Pendekatan deskriptif digunakan dalam penelitian ini karena semata-mata untuk
menggambarkan tingkat keterbacaan dan kesesuaiannya dengan tingkatan kelas
siswa dalam buku kumpulan cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti terbitan Pustaka
Baru.
3.2 Data dan Sumber Data
Wujud data dalam penelitian ini adalah teks cerkak pada kumpulan cerkak
Ngundhuh Wohing Pakarti. Keseluruhan cerkak yang ada didalam buku dijadikan
data dalam penelitian ini. Data yang akan diteliti berjumlah 17 cerita cerkak.
Sumber data diperoleh dari buku kumpulan cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan
metode dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya
barang-barang tertulis (Arikunto 2006:158). Di dalam melaksanakan metode
dokumentasi, menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang ingin dianalisis yakni menggunakan data tertulis
dalam buku.
Data yang berupa cerita cekak dalam buku Ngundhuh Wohing Pakarti
berjumlah 17 cerkak. Tiap-tiap cerkak diambil 100 kata yang representatif dari
cerkak tersebut. Dari 100 kata yang diambil, dihitung jumlah kalimat dan jumlah
33
kata sulit (kata yang terdiri dari 6 huruf atau lebih) kemudian dimasukkan
kedalam grafik untuk diketahui tingkat keterbacaannya.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah Grafik Raygor dan cara memperbaiki
teks yang tidak sesuai. Grafik Raygor digunakan untuk mengukur tingkat
keterbacaan wacana. Langkah pertama dalam menentukan tingkat keterbacaan
menggunakan grafik raygor, yaitu menentukan teks yang akan diukur tingkat
keterbacaannya. Kemudian menentukan paragraf secara acak sekitar tiga sampai
lima paragraf dalam teks tersebut. Langkah ketiga adalah menghitung kata dari
awal paragraf hingga mencapai seratus kata, kemudian beri tanda // untuk
memudahkan dalam penghitungan.
Dari seratus kata yang telah ditentukan, dihitung jumlah kalimat dengan
skor desimal, misalnya 5,0 atau 5,3. Angka di belakang koma menunjukkan
bahwa kata pada kalimat terakhir belum selesai. Misalnya dalam satu kalimat
terdiri dari tujuh kata, sedangkan yang masuk dalam hitungan 100 kata hanya ada
dua kata, dua kata dari 7 kata jika dijadikan kedalam angka desimal adalah 0,3
maka angka dibelakang koma adalah tiga. Setelah menentukan hitungan seratus
kata dan jumlah kalimat, langkah selanjutnya adalah memberikan tanda pada kata-
kata sulit yang telah diperoleh menggunakan grafik Raygor, misalnya jumlah kata
5,3 dan jumlah kata sulit 25 maka bacaan tersebut sesuai untuk siswa kelas VII.
Langkah-langkah menghitung tingkat keterbacaan digunakan untuk bacaan
tingkat kelas terendah yaitu kelas tiga sampai kelas profesional.
34
Setelah diketahui tingkat keterbacaan tersebut menggunakan formula
Raygor, wacana yang kurang sesuai dengan jenjang kelas sekolah dasar, maka
dikembangkan kesesuaiannya dengan kelas tertentu. Penyesuaian dilakukan
setelah menentukan jenjang kelas terlebih dahulu, kemudian wacana diperbaiki
agar sesuai dengan kelas yang dimaksud. Perbaikan wacana dapat dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut.
Langkah-langkah dalam memperbaiki teks bacaan yang tingkat
keterbacaannya lebih sulit adalah sebagi berikut: (1) mengubah kalimat panjang
atau kalimat majemuk menjadi kalimat pendek atau tunggal, (2) mengganti kata-
kata panjang dengan kata-kata lain yang lebih pendek dan maknanya sepadan
dengan kata-kata yang diganti, (3) menggabungkan dua kalimat yang dapat
digabung menjadi satu dengan mengatur penyusunan kata hingga menjadi kalimat
baru yang mudah dipahami. Begitu pula sebaliknya apabila tingkat keterbacaan
teks lebih mudah, maka cara memperbaiki teks tersebut adalah: (1) mengubah
kalimat pendek atau tunggal menjadi kalimat panjang atau kalimat majemuk, (2)
mengganti kata-kata yang pendek dengan kata-kata yang lebih panjang atau pun
sulit tetapi memiliki makna yang sepadan dengan kata-kata yang diganti.
Setelah mampu mengubah dan menyesuaikan panjang kalimat, maka
langkah selanjutnya adalah menulis kembali teks perbaikan dengan kata-kata dan
kalimat yang baru. Kemudian, untuk dapat membuktikan apakah tingkat
keterbacaan teks tersebut telah sesuai dengan tingkatan kelas yang ditentukan,
maka perlu diukur kembali dengan formula keterbacaan pada grafik Raygor.
35
Cara lain yang dapat digunakan untuk menyesuaikan tingkat keterbacaan
teks dengan tingkatan kelas pembaca, adalah sebagai berikut: (1) carilah kata-kata
sulit yang lebih panjang dalam teks. Biasanya kata-kata yang lebih panjang, lebih
sulit dibaca, yaitu kata-kata multisilabik atau berhuruf enam buah atau lebih,
merupakan kata-kata sulit, (2) gantilah kata-kata sulit dengan kata-kata yang lebih
mudah. Upayakan agar kata-kata sulit itu dapat diganti dengan sinonim yang lebih
mudah, (3) bacalah kalimat-kalimat dalam teks tersebut untuk mengetahui
kemungkinan memerdekakannya dengan jalan menjadikannya dua atau tiga buah
kalimat, (4) tulislah kembali teks tersebut dengan menggunakan kata-kata yang
lebih mudah dan kalimat-kalimat yang lebih pendek, (5) ukurlah kembali tingkat
keterbacaan teks yang baru itu dengan mengetahui penurunannya.
3.5 Teknik Analisi Data
Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif untuk menganalisis data.
Teknik kualitatif digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan hasil data
yang telah diolah dengan angka-angka. Berawal dari tujuan penelitian ini, yakni
mengetahui tingkat keterbacaan teks bacaan sebuah buku untuk mengetahui
kesesuaian tingkat keterbacaan teks dalam buku dengan tingkatan kelas atau
jenjang pendidikan siswa.
3.6 Teknik Pemaparan Hasil Analisis Data
Hasil analisis data dipaparkan secara formal dan informal. Pemaparan
hasil analisis data secara formal digunakan untuk menyajikan analisis data yang
36
berupa tabel. Pemaparan secara informal yaitu dengan memberi uraian terhadap
analisis data yang dihasilkan dalam penelitian tersebut.
37
BAB IV
KETERBACAAN TEKS CERITA CEKAK NGUNDHUH
WOHING PAKARTI PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Hasil penelitian ini memaparkan tentang tingkat keterbacaan teks dan
pengembangan perbaikan teks yang tidak sesuai dengan tingkatan siswa sekolah
dasar dalam buku bacaan berjudul Ngundhuh Wohing Pakarti. Setelah melakukan
penelitian ini diperoleh data-data sebagai berikut.
4. 1. Tingkat Keterbacaan Teks
Tingkat keterbacaan suatu buku bacaan dapat diketahui setelah
menganalisis satu persatu teks yang dijadikan sampel. Hasil analisis masing-
masing sampel tersebut kemudian diakumulasikan untuk selanjutnya dicari rata-
ratanya. Tingkat keterbacaan teks dalam buku bacaan tercermin dari hasil rata-rata
keterbacaan semua teks sampel.
4.1.1 Tingkat Keterbacaan Masing-masing Teks Cerkak dalam Buku
Bacaan Ngundhuh Wohing Pakarti
Penelitian ini mengambil seratus sampel perkataan per teks cerkak karena
teks dalam buku ini keseluruhannya berupa cerita cekak. Teks cerkak hanya
diambil sampel yang mencerminkan suatu teks utuh. Hal ini dikarenakan banyak
bagian-bagian cerkak yang berupa dialog-dialog tokoh yang sangat singkat.
Adapun hasil dari analisis akan dijabarkan sebagai berikut.
38
Langkah pertama adalah memilih penggalan teks yang representatif dari
teks yang hendak diukur dengan mengambil 100 buah kata daripadanya. Langkah
kedua adalah menghitung rata jumlah kalimat sampel pada per sepuluh terdekat.
Jumlah kalimat dihitung dengan sekor desimal, misalnya 5,0 atau 5,3. Angka
dibelakang koma menunjukkan bahwa kata dalam kalimat terakhir belum selesai.
Misalnya dalam satu kalimat terdiri dari tujuh kata, sedangkan yang masuk dalam
hitungan 100 kata hanya dua kata, maka angka di belakang koma adalah tiga.
Langkah berikutnya adalah menghitung jumlah kata-kata sulit yaitu kata
yang terdiri dari 6 huruf atau lebih. Langkah terakhir adalah mencari titik temu
antara jumlah kalimat dan jumlah kata sulit ke dalam grafik Raygor. Untuk
memudahkan dalam perhitungan maka digunakan tabel.
Dari 17 cerkak yang ada setelah dianalisis dengan grafik Raygor, maka
diperoleh hasil antara teks yang sesuai dan teks yang tidak sesuai. Tiap-tiap
kesesuaian dan ketidaksesuaian akan diuraikan sebagai berikut
4.1.1.1 Teks Cerkak yang Sesuai dengan Keterbacaan Siswa Sekolah Dasar
Teks-teks cerita cerkak yang sesuai dengan tingkat keterbacaan siswa
sekolah dasar berdasarkan grafik Ragor masing-masing akan dijelaskan seperti
dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.1 Keterbacaan teks cerkak Sapa Jujur Bakal Mujur
Jumlah kalimat 9,2
Jumlah ≥ 6 huruf 20
Tingkat keterbacaan 4
39
Teks bacaan cerkak Sapa Jujur Bakal Mujur sudah sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan ataupun bahan ajar membaca tingkat sekolah dasar.
Berdasarkan grafik Raygor, tingkat keterbacaannya berada pada tingkat 4 atau
setara dengan siswa kelas 4 sekolah dasar. Hal ini berarti bahwa teks tersebut
tidak terlalu sulit untuk ukuran siswa sekolah dasar.
Tabel 4.2 keterbacaan teks cerkak Melik Nggendhong Lali
Jumlah kalimat 10,3
Jumlah ≥ 6 huruf 29
Tingkat keterbacaan 6
Teks bacaan cerkak Melik Nggendhong Lali sudah sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan ataupun bahan ajar membaca tingkat sekolah dasar.
Berdasarkan grafik Raygor, tingkat keterbacaan teks ini berada pada tingkat 6
atau setara dengan kelas 6 sekolah dasar. Hal ini menunjukkan teks tersebut tidak
terlalu sulit untuk siswa sekolah dasar.
Tabel 4.3 keterbacaan teks cerkak Nyolong Pethek
Jumlah kalimat 8,3
Jumlah ≥ 6 huruf 29
Tingkat keterbacaan 6
Teks bacaan cerkak Nyolong Pethek, sudah tepat jika digunakan sebagai
bahan bacaan atau bahan ajar membaca untuk tingkat sekolah dasar. Berdasarkan
40
grafik Raygor, tingkat keterbacaannya berada pada tingkat 6 atau setara dengan
siswa kelas 6 sekolah dasar. Hal ini berarti teks ini tidak terlalu mudah ataupun
terlalu sulit untuk anak tingkat sekolah dasar.
Tabel 4.4 keterbacaan teks cerkak Ngoyak Uceng Kelangan Dheleg
Jumlah kalimat 7,8
Jumlah ≥ 6 huruf 24
Tingkat keterbacaan 6
Teks bacaan cerkak Ngoyak Uceng Kelangan Dheleg sudah sesuai jika
digunakan sebagai bahan bacaan atau bahan ajar mengajar membaca siswa
sekolah dasar. Berdasarkan Grafik Raygor, teks ini berada pada tingkat 6 atau
setara dengan siswa kelas 6 sekolah dasar. Hal ini berarti teks ini tidak terlalu
sulit untuk tingkat sekolah dasar.
Tabel 4.5 keterbacaan teks cerkak Rukun Agawe Santosa
Jumlah kalimat 8
Jumlah ≥ 6 huruf 27
Tingkat keterbacaan 6
Teks bacaan cerkak Rukun Agawe Santosa sudah sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan atau bahan ajar mengajar membaca siswa sekolah dasar.
Berdasarkan Grafik Raygor, teks ini berada pada tingkat 6 atau setara dengan
41
siswa kelas 6 sekolah dasar. Hal ini berarti teks ini tidak terlalu sulit untuk tingkat
sekolah dasar.
Tabel 4.6 keterbacaan teks cerkak Weweh Tanpa Kelangan
Jumlah kalimat 7,8
Jumlah ≥ 6 huruf 26
Tingkat keterbacaan 6
Teks bacaan cerkak Weweh Tanpa Kelangan sudah sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan atau bahan ajar mengajar membaca siswa sekolah dasar.
Berdasarkan Grafik Raygor, teks ini berada pada tingkat 6 atau setara dengan
siswa kelas 6 sekolah dasar. Hal ini berarti teks ini tidak terlalu sulit untuk tingkat
sekolah dasar.
Tabel 4.7 keterbacaan teks cerkak Ngguroni Weteng Tanpa Petung
Jumlah kalimat 8,4
Jumlah ≥ 6 huruf 20
Tingkat keterbacaan 4
Teks bacaan cerkak Ngguroni Weteng Tanpa Petung sudah sesuai jika
digunakan sebagai bahan bacaan ataupun bahan ajar membaca tingkat sekolah
dasar. Berdasarkan grafik Raygor, tingkat keterbacaannya berada pada tingkat 4
atau setara dengan siswa kelas 4 sekolah dasar. Hal ini berarti bahwa teks
tersebut tidak terlalu sulit untuk ukuran siswa sekolah dasar.
42
Tabel 4.8 keterbacaan teks cerkak Becik Ketitik Ala Ketara
Jumlah kalimat 11,2
Jumlah ≥ 6 huruf 26
Tingkat keterbacaan 5
Teks bacaan cerkak Becik Ketitik Ala Ketara sudah sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan ataupun bahan ajar membaca tingkat sekolah dasar.
Berdasarkan grafik Raygor, tingkat keterbacaannya berada pada tingkat 5 atau
setara dengan siswa kelas 5 sekolah dasar. Hal ini berarti bahwa teks tersebut
tidak terlalu mudah ataupun terlalu sulit untuk ukuran siswa sekolah dasar.
Tabel 4.9 keterbacaan teks cerkak Tekek Mati Margo Ulone
Jumlah kalimat 10,8
Jumlah ≥ 6 huruf 23
Tingkat keterbacaan 4
Teks bacaan cerkak Tekek Mati Margo Ulane sudah sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan ataupun bahan ajar membaca tingkat sekolah dasar.
Berdasarkan grafik Raygor, tingkat keterbacaannya berada pada tingkat 4 atau
setara dengan siswa kelas 4 sekolah dasar. Hal ini berarti bahwa teks tersebut
tidak terlalu mudah ataupun terlalu sulit untuk ukuran siswa sekolah dasar.
43
Tabel 4.10 keterbacaan teks cerkak Landheping Lidah
Jumlah kalimat 11,6
Jumlah ≥ 6 huruf 28
Tingkat keterbacaan 6
Teks bacaan cerkak Landheping Lidhah sudah sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan atau bahan ajar mengajar membaca siswa sekolah dasar.
Berdasarkan Grafik Raygor, teks ini berada pada tingkat 6 atau setara dengan
siswa kelas 6 sekolah dasar. Hal ini berarti teks ini tidak terlalu sulit untuk tingkat
sekolah dasar.
Tabel 4.11 keterbacaan teks cerkak Nabok Nyilih Tangan
Jumlah kalimat 8,5
Jumlah ≥ 6 huruf 28
Tingkat keterbacaan 6
Teks bacaan cerkak Nabok Nyilih Tangan sudah sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan atau bahan ajar mengajar membaca siswa sekolah dasar.
Berdasarkan Grafik Raygor, teks ini berada pada tingkat 6 atau setara dengan
siswa kelas 6 sekolah dasar. Hal ini berarti teks ini tidak terlalu sulit untuk tingkat
sekolah dasar.
44
4.1.1.2 Teks Cerkak yang Tidak Sesuai dengan Keterbacaan Siswa Sekolah
Dasar
Teks-teks cerita cerkak yang tidak sesuai dengan tingkat keterbacaan siswa
sekolah dasar berdasarkan grafik Ragor masing-masing akan dijelaskan seperti
dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.12 keterbacaan teks cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti
Jumlah kalimat 8,2
Jumlah ≥ 6 huruf 29
Tingkat keterbacaan 7
Teks bacaan ini kurang tepat jika digunakan sebagai bahan bacaan untuk
siswa sekolah dasar. Berdasarkan grafik Raygor, tingkat keterbacaannya berada
pada kelas VII. Hal ini menunjukkan bahwa teks bacaan tersebut terlalu sulit
untuk siswa sekolah dasar. Jumlah kata sulit yakni kata yang terdiri dari 6 huruf
atau lebih dalam bagian 100 kata terlalu banyak. Untuk menyesuaikan tingkat
keterbacaan teks tersebut, jumlah kata-kata sulit harus dikurangi.
Tabel 4.13 keterbacaan teks cerkak Cakra Manggilingan
Jumlah kalimat 13,8
Jumlah ≥ 6 huruf 29
Tingkat keterbacaan invalid
Teks bacaan tersebut tidak tepat jika digunakan sebagai bahan bacaan
ataupun sebagai bahan ajar membaca siswa tingkat sekolah dasar. Berdasarkan
45
grafik Raygor, tingkat keterbacaannya berada pada daerah invalid. Ini berarti teks
ini tidak sesuai dengan kelas manapun. Hal ini menunjukkan bahwa teks bacaan
ini terlalu sulit bagi siswa sekolah dasar. Dari 100 sampel perkataan yang diambil,
jumlah kalimat terlalu banyak dan jumlah kata sulit juga terlalu banyak.
Tabel 4.14 teks cerkak Sapa Sembrana Bakal Cilaka
Jumlah kalimat 9,5
Jumlah ≥ 6 huruf 32
Tingkat keterbacaan invalid
Teks bacaan cerkak Sapa Sembrana Bakal Celaka tidak sesuai jika
digunakan sebagai bahan bacaan ataupun bahan ajar membaca tingkat sekolah
dasar. Berdasarkan Grafik Raygor, teks ini berada pada tingkat keterbacaan 8
atau setara dengan kelas VIII SMP. Hal ini menunjukkan teks tersebut terlalu
sulit untuk siswa sekolah dasar. Jumlah kalimat dalam bagian 100 kata sebenarnya
tidak terlalu banyak tetapi jumlah kata sulit yakni kata yang lebih dari 6 huruf
yang terlalu banyak. Untuk menyesuaikan tingkat keterbacaannya agar sesuai
dengan tingkatan sekolah dasar maka jumlah kata sulit harus dikurangi.
Tabel 4.15 keterbacaan teks cerkak Aja Dumeh
Jumlah kalimat 9,8
Jumlah ≥ 6 huruf 32
Tingkat keterbacaan 8
Teks bacaan cerkak Aja Dumeh tidak sesuai jika digunakan sebagai bahan
bacaan ataupun bahan ajar membaca siswa tingkat sekolah dasar. Berdasarkan
46
grafik Raygor, teks ini berada pada tingkat 8 atau setara dengan siswa kelas VIII
SMP. Hal ini menunjukkan bahwa bacaan ini terlalu sulit untuk siswa sekolah
dasar. Jumlah kalimat dalam 100 sampel perkataan sebenarnya sudah cukup yakni
tidak terlalu panjang tetapi jumlah kata sulit atau kata yang terdiri dari 6 huruf
atau lebih terlalu banyak. Untuk menyesuaikan tingkat keterbacaannya, harus
mengurangi jumlah kata sulit dengan mengganti kata-kata sulit itu dengan kata
yang lebih mudah yakni kata-kata yang terdiri tidak lebih dari 5 huruf atau
kurang.
Tabel 4.16 keterbacaan teks cerkak Sapa Eling Bakal Beja
Jumlah kalimat 13,5
Jumlah ≥ 6 huruf 32
Tingkat keterbacaan invalid
Teks bacaan cerkak Sapa Eling Bakal Beja tidak sesuai jika digunakan
sebagai bahan bacaan ataupun sebagai bahan ajar membaca siswa tingkat sekolah
dasar. Berdasarkan grafik Raygor, tingkat keterbacaannya berada pada daerah
invalid. Ini berarti teks ini tidak sesuai dengan kelas manapun. Hal ini
menunjukkan bahwa teks bacaan ini terlalu sulit bagi siswa sekolah dasar. Dari
100 sampel perkataan yang diambil, jumlah kalimat terlalu banyak dan jumlah
kata sulit juga terlalu banyak. Untuk menyesuaikan teks bacaan agar sesuai
dengan tingkatan sekolah dasar jumlah kalimat harus dikurangi dan jumlah kata
47
sulit juga harus dikurangi diganti dengan kata yang lebih mudah yakni kata yang
terdiri kurang dari 6 huruf.
Tabel 4.17 keterbacaan teks cerkak Beda Papan Beda Aturan
Jumlah kalimat 5,6
Jumlah ≥ 6 huruf 31
Tingkat keterbacaan 9
Teks bacaan cerkak Beda Papan Beda Aturan tidak tepat jika digunakan
sebagai bahan bacaan ataupun bahan ajar membaca siswa tingkat sekolah dasar.
Berdasarkan grafik Raygor, teks ini berada pada tingkat atau setara dengan siswa
kelas IX SMP. Hal ini menunjukkan bahwa bacaan ini terlalu sulit untuk siswa
sekolah dasar. Jumlah kalimat dalam 100 sampel perkataan terlalu sedikit
sehingga kalimatnya terlalu panjang. Jumlah kata sulit atau kata yang terdiri dari 6
huruf atau lebih juga terlalu banyak. Untuk menyesuaikan tingkat keterbacaannya,
harus mengurangi jumlah kata sulit dengan mengganti kata-kata sulit itu dengan
kata yang lebih mudah yakni kata-kata yang terdiri tidak lebih dari 5 huruf atau
kurang dan mengganti kalimat yang panjang menjadi kalimat yang lebih pendek
dan sederhana.
4.2 Rata-rata Tingkat Keterbacaan Teks Buku Ngundhuh Wohing Pakarti
Setelah dianalisis masing-masing teks cerkak maka selanjutnya dicari
kesimpulan tingkat keterbacaannya dengan memprosentasekan keseluruhan data
yang nantinya dihasilkan kesimpulan apakah buku tersebut layak sebagai bahan
48
bacaan sekolah dasar berdasarkan tingkat keterbacaannya atau tidak. Dari hasil
analisis akan dijelaskan sebagai berikut.
Judul teks cerkak keterbacaan
Teks-teks yang sesuai
dengan tingkat
keterbacaan siswa SD
1. Sapa Jujur Bakal Mujur
2. Melik Nggendhong Lali
3. Nyolong Pethek
4. Ngoyak Uceng Kelangan
Dheleg
5. Rukun Agawe Santosa
6. Weweh Tanpa Kelangan
7. Ngguroni Weteng Tanpa
Petung
8. Becik Ketitik Ala Ketara
9. Tekek Mati Marga Ulane
10. Landheping Lidhah
11. Nabok Nyilih Tangan
4
6
6
6
6
6
4
5
4
6
6
Teks-teks yang tidak
sesuai dengan tingkat
keterbacaan siswa SD
1. Ngundhuh Wohing Pakarti
2. Cakra Manggilingan
3. Sapa Sembrana Bakal
Cilaka
4. Aja Dumeh
5. Sapa Eling Bakal Bekja
6. Beda Papan Beda Aturan
7
Invalid
8
8
Invalid
9
49
Dari tujuh belas teks yang dianalisis terdapat 6 teks yang tidak sesuai
dengan tingkat keterbacaan siswa sekolah dasar dan 11 teks yang sesuai. Jika
diprosentasekan sebanyak 64.7% teks dalam buku Ngundhuh Wohing Pakarti
sesuai dengan tingkat keterbacaannya untuk bahan bacaan ataupun bahan ajar
membaca siswa sekolah dasar. Dan sisanya sebanyak 35.3% tidak sesuai.
4.3 Perbaikan Teks yang Tidak Sesuai
Teks-teks yang perlu diperbaiki adalah teks teks yang tidak sesuai dengan
tingkat keterbacaannya untuk siswa sekolah dasar. Berdasar analisis yang
dilakukan sebelumnya, terdapat enam teks yang tidak sesuai dari keseluruhan
teks yang berjumlah 17 teks . Teks -teks tersebut adalah Ngundhuh Wohing
Pakarti, Cakra Manggilingan, Sapa Sembrana Bakal Cilaka, Aja Dumeh, Sapa
Eling Bakal Beja, Beda Papan Beda Aturan.
Teks-teks yang tidak sesuai tersebut akan disesuaikan tingkat
keterbacaannya dengan siswa sekolah dasar dengan cara memperbaiki teks
tersebut. Teks-teks tersebut akan diperbaiki keseluruhannya tidak hanya
mengambil sebagiannya saja seperti halnya dalam mengukur tingkat keterbacaan.
Perbaikan teks-teks tersebut akan diuraikan seperti berikut.
1. Teks cerkak “Ngundhuh Wohing Pakarti”
Teks awal (bagian 1):
“Wis ora bisa kaetung maneh akehe prajurit kang dadi korban perang gedhe kang uga sinebut Perang Baratayuda iku,” mangkono mbah Marto miwiti caritane.
50
Bagus kang lungguh ana sacedhake, sila methekis. Tangane loro diselehake ana pangkone, ketara banget anggone arep nggatekake caritane embah kakunge.
“ana kang nemahi tiwas, ana kang nandang tatu lan bakal nyandhang cacat salawase urip. Embuh akehe bocah-bocah kang kelangan bapa, lan wong wadon kang bakal dadi randha. Arusing getih kang amis tur banger, ngebaki Tegal Kurusetra. Sawise mangerteni wadyabalane kasoran ing jurit lan ora duwe bala maneh, Prabu Duryudono oncat saka madyaning peperangan. Dheweke rumangsa giris.//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 8 dan
jumlah kata sulit 34. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan 9 sehingga
teks di atas terlalu sulit dan tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD.
Ketidaksesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit (kata yang terdiri dari
6 huruf atau lebih) terlalu banyak sehingga untuk menyesuaikannya harus
mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang lebih mudah (kurang
dari 6 huruf) tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “ketara” menjadi “katon”
Teks awal : Tangane loro diselehake ana pangkone, ketara
banget anggone arep nggatekake caritane embah
kakunge.
Teks perbaikan : Tangane loro diselehake ana pangkone, katon
banget anggone arep nggatekake caritane embah
51
kakunge.
b. Mengganti kata “mangerteni” menjadi “ngerti”
Teks awal : Sawise mangerteni wadyabalane kasoran ing jurit
lan ora duwe bala maneh, Prabu Duryudana oncat
saka madyaning paperangan.
Teks perbaikan : Sawise ngerti wadyabalane kasoran ing jurit lan ora
duwe bala maneh, Prabu Duryudana oncat saka
madyaning paperangan.
c. Mengganti kata “kasoran” menjadi “kalah”
Teks awal : Sawise ngerti wadyabalane kasoran ing jurit lan ora
duwe bala maneh, Prabu Duryudana oncat saka
madyaning paperangan
Teks perbaikan : Sawise ngerti wadyabalane kalah ing jurit lan ora
duwe bala maneh, Prabu Duryudana oncat saka
madyaning paperangan.
d. Mengganti kata “madyaning” menjadi “tengah”
Teks awal : Sawise ngerti wadyabalane kalah ing jurit lan ora
duwe bala maneh, Prabu Duryudana oncat saka
52
madyaning paperangan
Teks perbaikan : Sawise ngerti wadyabalane kalah ing jurit lan ora
duwe bala maneh, Prabu Duryudana oncat saka
tengah paperangan.
e. Mengganti kata “rumangsa” menjadi “krasa”
Teks awal : Dheweke rumangsa giris
Teks perbaikan : Dheweke krasa giris.
f. Mengganti kata “kelangan bapa” menjadi “lola”
Teks awal : Embuh akehe bocah-bocah kang kelangan bapa, lan
wong wadon kang bakal dadi randha.
Teks perbaikan : Embuh akehe bocah-bocah kang dadi lola, lan wong
wadon kang bakal dadi randha.
g. Mengganti kata “tangane” menjadi “tangan”
Teks awal : Tangane loro diselehake ana pangkone, ketara
banget anggone arep nggatekake caritane embah
kakunge.
Teks perbaikan : Tangan loro diselehake ana pangkone, ketara banget
53
anggone arep nggatekake caritane embah kakunge.
Teks yang telah diperbaiki:
“Wis ora bisa kaetung maneh akehe prajurit kang dadi korban perang gedhe kang uga sinebut Perang Baratayuda iku,” mangkono mbah Marto miwiti caritane.
Bagus kang lungguh ana sacedhake, sila methekis. Tangan loro diselehake ana pangkone, katon banget anggone arep nyemak caritane embah kakunge.
“ana kang nemahi tiwas, ana kang nandang tatu lan bakal nyandhang cacat salawase urip. Embuh akehe bocah-bocah kang dadi lola, lan wong wadon kang bakal dadi randha. Arusing getih kang amis tur banger, ngebaki Tegal Kurusetra. Sawise ngerti wadyabalane kalah ing jurit lan ora duwe bala maneh, Prabu Duryudono oncat saka tengah peperangan. Dheweke rumangsa giris.//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks cerkak Ngundhuh Wohing Pakarti yang telah diperbaiki di atas
berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 8 dan jumah kata sulit
sebanyak 27. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 2):
Bagus unjal ambegan ladhung. Atine rumangsa lega lan bungah. Sebab nyumurupi paraga wayang kang banget disenengi menang ing yuda. Bagus pancen seneng banget marang wayang kang aran Werkudara. Sebab Werkudara mono duwe watak jujur, blaka, adhil, pinter, seneng bekti marang kabecikan, ngabekti marang wong tuwa, bekti marang guru, lan tresna asih marang sedulur. Kajaba saka iku, uga duwe rasa prikamanungsan kang gedhe lan ngayomi marang para kawulane. Katilik
54
saka pawakane, kang gagah prakosa, mratandhani yen dheweke iku pancen prajurit kang pilih tandhing. Bagus seneng banget manawa nonton utawa ngrungokake crita wayang kang lakone gegayutan karo raden Werkudara. Kaya ta: lakon//.........
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kata-kata sulit yakni
kata yang terdiri dari ≥ 6 huruf terlalu banyak sehingga tidak sesuai dengan
keterbacaan siswa SD. Untuk memperbaiki teks tersebut, maka jumlah-kata-
kata sulit harus dikurangi dengan cara mengganti kata-kata sulit tersebut
dengan kata sepadan yang lebih mudah yakni kata-kata yang terdiri kurang
dari 6 huruf. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “landhung” menjadi “dawa”
Teks awal : Bagus unjal ambegan landhung.
Teks perbaikan : Bagus unjal ambegan dawa.
b. Mengganti kata “rumangsa” menjadi “krasa”
Teks awal : Atine rumangsa lega lan bungah
Teks perbaikan : Atine krasa lega lan bungah
Teks teks yang telah diperbaiki:
Bagus unjal ambegan dawa. Atine krasa lega lan bungah. Sebab nyumurupi paraga wayang kang banget disenengi menang ing yuda. Bagus pancen seneng banget marang wayang kang aran
55
Werkudara. Sebab werkudara mono duwe watak jujur, blaka adhil, pinter, seneng bekti marang kabecikan, ngabekti marang wong tuwa, bekti marang guru, lan tresna asih marang sedulur. Kajaba saka iku, uga duwe rasa prikamanungsan kang gedhe lan ngayomi marang para kawulane. Katilik saka pawakane, kang gagah prakosa, mratandhani yen dheweke iku pancen prajurit kang pilih tandhing. Bagus seneng banget manawa nonton utawa ngrungokake crita wayang kang lakone gegayutan karo raden Werkudara. Kaya ta: lakon//.........
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks Ngundhuh Wohing Pakarti yang telah diperbaiki di atas berada
pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 8.2 dan jumah kata sulit
sebanyak 27. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 3)
“Lajeng para Pandhawa kados pundi, Mbah?” pitakone Bagus kang isih terus nggatekake embahe anggone carita. “Punapa lajeng madosi?”
“Mesthi wae para Pandhawa kang direwangi Prabu Kresna padha nggoleki Prabu Duryudana ing Tegal Kurusetra kono. Prasasat nganti tepung gelang anggone padha ngupadi. Sawise ora ketemu, anggone nggoleki dibacutake menyang alas ing sakiwa tengene. Wekasane tekan kedhung panggonane Prabu Duryudana umpetan.”
“Sasampunipun kepanggih, tamtu lajeng kadadosan perang tandhing, nggih Mbah?” pitakone Bagus.
“Bener, Gus,” ngandikane mengkono Mbah Marto ngelus-elus sirahe putune.
“Mbah marto banget anggone tresna marang putune kang cilik dhewe iku. Bagus kuwi putra tunggal anak wuragile mbah Marto. Gandheng//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 10,2 dan
jumlah kata sulit 33. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan 8 sehingga
56
teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak sesuaian
disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks
a. Mengganti kata “nggatekake” menjadi “nyemak”
Teks awal : “Lajeng para Pandhawa kados pundi, Mbah?”
pitakone Bagus kang isih terus nggatekake
embahe anggone carita.
Teks perbaikan : “Lajeng para Pandhawa kados pundi, Mbah?”
pitakone Bagus kang isih terus nyemak embahe
anggone carita.
b. Mengganti kata “mangkono” menjadi “ngono”
Teks awal : “ Bener, Gus,” ngandika mangkono Mbah Marto
ngelus-elus sirahe putune.
Teks perbaikan : “Bener, Gus,” ngandika ngono Mbah Marto
ngelus-elus sirahe putune.
c. Mengganti kata “putune” menjadi “Bagus”
Teks awal : “Bener, Gus,” ngandika ngono Mbah Marto
ngelus-elus sirahe putune.
Teks perbaikan : “Bener, Gus,” ngandika ngono Mbah Marto
57
ngelus-elus sirahe Bagus.
d. Mengganti kata “wuragile” menjadi “ragil”
Teks awal : Bagus kuwi putra tunggal anak wuragile Mbah
Marto.
Teks perbaikan : Bagus kuwi putra tunggal anak ragil Mbah Marto
Teks teks yang telah diperbaiki:
“Lajeng para Pandhawa kados pundi, Mbah?” pitakone Bagus kang isih terus nyemak embahe anggone carita. “Punapa lajeng madosi?” “Mesthi wae para Pandhawa kang direwangi Prabu Kresna padha nggoleki Prabu Duryudana ing Tegal Kurusetra kono. Prasasat nganti tepung gelang anggone padha ngupadi. Sawise ora ketemu, anggone nggoleki dibacutake menyang alas ing sakiwa tengene. Wekasane tekan kedhung panggonane Prabu Duryudana umpetan.” “Sasampunipun kepanggih, tamtu lajeng kadadosan perang tandhing, nggih Mbah?” pitakone Bagus. “Bener, Gus,” ngandika ngono Mbah Marto ngelus-elus sirahe Bagus. “Mbah marto banget anggone tresna marang putune kang cilik dhewe iku. Bagus kuwi putra tunggal anak ragil Mbah Marto. Gandheng//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Ngundhuh Wohing Pakarti yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat
enam dengan jumlah kalimat 10,2 dan jumah kata sulit sebanyak 29. Ini
berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 4)
“Mengsahipun Prabu Duryudana sinten sinten, Mbah?” “Gandheng dheweke iku gedhe dhuwur gagah prakosa, mula lawan tandhinge ya Pandhawa kang dedeg piyadege imbang karo dheweke . Coba batangen kira-kira sapa?”
58
“Nggih ...anu, Mbah, tamtunipun Raden Werkudara. Makaten, Mbah?” ature Bagus. “Wah, pancen pinter putuku,” Mbah Marto ngalem putune. Nuli mbacutake caritane. “Sabanjure wong sakloron mau padha perang gada. Loro-lorone padha rosane , padha digdayane lan padha prigele. Ora mokal,wong pancen padha-padha siswane Prabu Baladewa.” “O, makaten nggih, Mbah?” Bagus nyelani caritane embahe. “Dados ing babagan olah gada, sanes Pandhita Durna gurunipun. Kula nembe mangertos. Lajeng ingkang mimpang sinten, Mbah?” “Saya suwe//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13,2 dan
jumlah kata sulit 34. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan 9 sehingga
teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak sesuaian
disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut. Selain
itu jumlah kalimat juga terlalu banyak sehingga harus dikurangi dengan cara
menyederhanakannya yakni menggabungkan dua atau tiga kalimat menjadi
satu kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “batangen” menjadi “mbok bethek”
Teks awal : Coba batangen, kra-kira sapa?
Teks perbaikan : Coba mbok bethek kira-kira sapa?
b. Mengganti kata “makaten” menjadi “nggih”
Teks awal : “Nggih...anu, Mbah, tamtunipun raden Werkudara,
Mekaten, Mbah?” ature Bagus.
59
Teks perbaikan : “Nggih...anu, Mbah, tamtunipun raden Werkudara,
nggih, Mbah?” ature Bagus.
c. Mengganti kata “putune” menjadi “Bagus”
Teks awal : “Wah, pancen pinter putuku,” Mbah Marto ngelem
putune.
Teks perbaikan : “Wah pancen punter putuku,” Mbah Marto ngelem
Bagus.
d. Mengganti kata “sakloron” menjadi “loro”
Teks awal : Sabanjure wong sakloron mau padha perang gada.
Teks perbaikan : Sabanjure wong loro mau padha perang gada.
e. Mengganti kata “embahe” menjadi “Mbah Marto”
Teks awal : “O, mekaten mggih mbah?” Bagus nyelani caritane
embahe.
Teks perbaikan : “O, ngaten nggih, Mbah?” Bagus nyelani caritane
Mbah Marto.
f. Menggabungkan dua kalimat yang terlalu pendek menjadi satu kalimat
Kalimat awal “Wah, pancen pinter putuku,” Mbah Marto
ngelem Bagus.
Nuli mbacutake critane
Kalimat perbaikan “ Wah, pancen pinter putuku,” Mbah Marto ngelem
Bagus nuli mbacutake caritane.
Kalimat awal Kula nembe mengertos.
60
Lajeng ingkang mimpang sinten, Mbah?
Kalimat perbaikan “Kula nembe mangertos lajeng ingkang mimpang
sinten, Mbah?”
Teks yang telah diperbaiki:
“Mengsahipun Prabu Duryudana sinten sinten, Mbah?” “Gandheng dheweke iku gedhe dhuwur gagah prakosa, mula lawan tandhinge ya Pandhawa kang dedeg piyadege imbang karo dheweke . Coba mbok bethek kira-kira sapa?” “Nggih ...anu, Mbah, tamtunipun Raden Werkudara, nggih, Mbah?” ature Bagus. “Wah, pancen pinter putuku,” Mbah Marto ngalem Bagus Nuli mbacutake caritane. “Sabanjure wong loro mau padha perang gada. Loro-lorone padha rosane , padha digdayane lan padha prigele. Ora mokal,wong pancen padha-padha siswane Prabu Baladewa.” “O, ngaten nggih, Mbah?” Bagus nyelani caritane Mbah Marto. “Dados ing babagan olah gada, sanes Pandhita Durna gurunipun. Kula nembe mangertos lajeng ingkang mimpang sinten, Mbah?” “Saya suwe//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Ngundhuh Wohing Pakarti yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat
enam dengan jumlah kalimat 11,2 dan jumlah kata sulit sebanyak 29. Ini
berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 5)
“Amargi prabu Duryudana sampun gugur, pramila perang Baratayuda ugi rampung, nggih Mbah?” pitakone Bagus. “Bener. Wekasane nagara Astina lan Amarta kang maune dikukup dening Kurawa, bali dadi darbeke Pandhawa.” Ing batine Bagus tuwuh pitakonan, mula enggal-enggal diaturaken marang embahe.
61
“Nyuwun pangepunten nggih, Mbah. Ingkang kula mangertosi Astina menika negarinipun Kurawa. Amarta negarinipun Pandhawa. Lajeng kala wau Embah ngandikakaken manawi nagari kalih kasebat kagunganipun Pandhawa. Larah-larahipun kados pundi, Mbah?” “Wah, wah, wah, pancen pinter tenan putuku sing bagus dhewe iki. Apa mbesuk kepingin dadi dhalang to le?” Pangaleme Mbah Marto. “Boten kok, Mbah. Swanten kula awon. Kula kepingin dados//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 11,8 dan
jumlah kata sulit 32. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “pramila” menjadi “mila”
Teks awal : “Amargi Prabu Duryudana sampun gugur, pramila
Perang Baratayuda ugi rampung, nggih Mbah?”
pitakone Bagus.
Teks perbaikan : “Amargi Prabu Duryudana sampun gugur, mila
Perang Baratayuda ugi rampung, nggih Mbah?”
pitakone Bagus
b. Mengganti kata “embahe” menjadi “Mbah Marto”
Teks awal : Ing batine Bagus tuwuh pitakonan, mula enggal-
enggal diaturake marang embahe.
62
Teks perbaikan : Ing batine Bagus tuwuh pitakonan, mula enggal-
enggal diaturake marang Mbah Marto.
c. Mengganti kata “kepingin” menjadi “pingin”
Teks awal : Kula kepingin dados....
Teks perbaikan : Kula pingin dados....
Teks yang telah diperbaiki:
“Amargi prabu Duryudana sampun gugur, mila perang Baratayuda ugi rampung, nggih Mbah?” pitakone Bagus. “Bener. Wekasane nagara Astina lan Amarta kang maune dikukup dening Kurawa, bali dadi darbeke Pandhawa.” Ing batine Bagus tuwuh pitakonan, mula enggal-enggal diaturaken marang Mbah Marto. “Nyuwun pangepunten nggih, Mbah. Ingkang kula mangertosi Astina menika negarinipun Kurawa. Amarta negarinipun Pandhawa. Lajeng kala wau Embah ngandikakaken manawi nagari kalih kasebat kagunganipun Pandhawa. Larah-larahipun kados pundi, Mbah?” “Wah, wah, wah, pancen pinter tenan putuku sing bagus dhewe iki. Apa mbesuk pingin dadi dhalang to le?” Pangaleme Mbah Marto. “Boten kok, Mbah. Swanten kula awon. Kula kepingin dados//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Ngundhuh Wohing Pakarti yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat
enam dengan jumlah kalimat 11,8 dan jumlah kata sulit sebanyak 29. Ini
berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 6):
“Ya, ya. Gegayuhan mono waton ora nalingsir saka dalan kang bener iku apik bae. Embahmu iki mung bisa njurung pangestu. Dakbacutake caritaku, ya?” “inggih, Mbah.”
63
“Ngene, dakjujug saka sejarahe nagara Astina kang gegayutan langsung karo dumadine Perang Baratayuda. Sadurunge Duryudana jumeneng nata, wis akeh atu kang tau ngratoni negara iku. Kalebu Prabu Kresna Dwipayana utawa ing mengkone jejuluk Abiyasa. Dheweke duwe putra telu. Kang pembarep aran Drestarastra, nomer lorone Pandhu, lan nomer telune Yamawidura. Sabanjure, Drestarastra duwe anak satus cacahe kang kinaran Kurawa. Pandhu duwe anak cacah lima kang sinebut Pandhawa. Sawise Prabu Kresna Dwipayana lengser keprabon, nagara dipasrahake marang//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 12,8 dan
jumlah kata sulit 38. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak dan jumlah
kalimat yang terlalu banyak pula sehingga untuk menyesuaikannya harus
mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang lebih mudah tetapi tidak
mengurangi arti kata yang diganti tersebut. Untuk mengurangi jumlah
kalimat, maka dapat dilakukan dengan cara menggabungkan dua kalimat
atau lebih menjadi satu kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut
ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “nalingsir” menjadi “oncat”
Teks awal : Gegayuham mono waton ora nalingsir saka dalan
kang bener iku apik wae.
Teks perbaikan : Gegayuhan mono waton ora oncat saka dalan kang
bener iku apik wae.
b. Mengganti kata “njurung” menjadi “paring”
64
Teks awal : Embahmu iki mung bisa njurung pangestu
Teks perbaikan : Embahmu iki mung bisa paring pangestu
c. Mengganti kata “jumeneng nata” menjadi “dadi raja”
Teks awal : Sadurunge Duryudana jumeneng nata, wis akeh ratu
kang tau ngratoni negara iku.
Teks perbaikan : Sadurunge Duryudana dadi raja, wis akeh ratu kang
tau ngratono negara iku.
d. Mengganti kata “jejuluk” menjadi “aran”
Teks awal : Kalebu Prabu Kresna Dwipayana utawa ing
mengkone jejuluk Abiyasa.
Teks perbaikan : Kalebu Prabu Kresna Dwipayana utawa ing
mengkone aran Abiyasa.
e. Mengganti kata “pembarep” menjadi “nomer siji”
Teks awal : Kang pambarep aran Drestarastra, nomer lorone
Pandhu, lan nomer telune Yamawidura.
Teks perbaikan : Kang nomer siji aran Drestarastra, nomer lorone
Pandhu, lan nomer telune Yamawidura.
f. Mengganti kata “kinaran” menjadi “aran”
Teks awal : Sabanjure, Drestarastra duwe anak satus cacahe
kang kinaran Kurawa.
Teks perbaikan : Sabanjure, drestarastra duwe anak satus cacahe
kang aran Kurawa.
g. Mengganti kata “dumadine” menjadi “mula buka”
65
Teks awal : “Ngene, dakjujug saka sejarahe nagara Astina kang
gegayutan langsung karo dumadine Perang
Baratayuda.
Teks perbaikan : “Ngene, dakjujug saka sejarahe nagara Astina kang
gegayutan langsung karo mula buka Perang
Baratayuda.
h. Mengganti kata “lorone” menjadi “loro”
Teks awal : “Kang nomer siji aran Drestarastra, nomer lorone
Pandhu, lan nomer telune Yamawidura.
Teks perbaikan : “Kang nomer siji aran Drestarastra, nomer loro
Pandhu, lan nomer telune yamawidura.
i. Mengganti kata “telune” menjadi “telu”
Teks awal : “Kang nomer siji aran Drestarastra, nomer loro
Pandhu, lan nomer telune yamawidura.
Teks perbaikan : “Kang nomer siji aran Drestarastra, nomer loro
Pandhu, lan nomer telu yamawidura.
j. Mengganti kata “satus cacahe” menjadi “cacah satus”
Teks awal : Sabanjure, Drestarastra duwe anak satus cacahe.
Teks perbaikan : Sabanjure, Drestarastra duwe anak cacah satus.
k. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Dheweke duwe putra telu.
Kang nomer siji aran Drestarastra, nomer loro
66
Pandhu, lan nomer telu Yamawidura.
Kalimat perbaikan Dheweke duwe putra telu, kang nomer siji aran
Drestarastra, nomer loro Pandhu, lan nomer telu
Yamawidura.
Teks yang telah diperbaiki:
“Ya, ya. Gegayuhan mono waton ora oncat saka dalan kang bener iku apik bae. Embahmu iki mung bisa paring pangestu. Dakbacutake caritaku, ya?”
“inggih, Mbah.” “Ngene, dakjujug saka sejarahe nagara Astina kang gegayutan
langsung karo mula buka Perang Baratayuda. Sadurunge Duryudana dadi raja, wis akeh atu kang tau ngratoni negara iku. Kalebu Prabu Kresna Dwipayana utawa ing mengkone aran Abiyasa. Dheweke duwe putra telu, kang nomer siji aran Drestarastra, nomer loro Pandhu, lan nomer telu Yamawidura. Sabanjure, Drestarastra duwe anak cacah satus kang aran Kurawa. Pandhu duwe anak cacah lima kang sinebut Pandhawa. Sawise Prabu Kresna Dwipayana lengser keprabon, nagara dipasrahake marang//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Ngundhuh Wohing Pakarti yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat
enam dengan jumlah kalimat 10,8 dan jumlah kata sulit sebanyak 28. Ini
berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 7):
“Lajeng Puntadewa saged kagungan negari Amarta menika sejarahipun kados pundi, Mbah?” “Gandheng Duryudana ora gelem masrahake negara Astina, mula Pandhawa diwenehi alas gung liwang-liwung, yaiku alas wanamarta. Para pandhawa didhawuhi mbabat alas mau kanggo yasa nagara dhewe. Kanthi
67
katekunane Pandhawa, wekasane alas bisa kababat saengga bisa dadi negara kang kinaran Amarta.” “O, mekaten. Sapunika Kurawa gadhah nagari Astina, dene Pandhawagadhah Amarta. Sasampunipun mekaten, kok lajeng Kurawa saged nguwaosi Amarto? Punapa anggenipun nguwaosi kanthi sarana paperangan? Ing sapangertosan kula, kok dereng nate kurawa punika mimpang perang kaliyan Pandhawa.” “Bisane amarta dikukup dening Kurawa sebab saka kajuligane Sengkuni. Kanthi pratikele//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 10,2 dan
jumlah kata sulit 34. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “kinaran” menjadi “aran”
Teks awal : “Kanthi katekunane Pandhawa, wekasane alas bisa
kababat saengga bisa dadi nagara kang kinaran
Amarta.”
Teks perbaikan : “Kanthi katekunane Pandhawa, wekasane alas bisa
kababat saengga bisa dadi nagara kang aran
Amarta.”
68
b. Mengganti kata “paperangan” menjadi “perang”
Teks awal : Punapa anggenipun nguwaosi kanthi sarana
paperangan?
Teks perbaikan : Punapa anggenipun nguwaosi kanthi sarana
perang?
c. Mengganti kata “bisane Amarta” menjadi “Amarta bisa”
Teks awal : Bisane Amarta dikukup dening Kurawa sebab saka
kajuligane Sengkuni.
Teks perbaikan : Amarta bisa dikukup dening Kurawa sebab saka
kajuligane Sengkuni.
d. Mengganti kata “kajuligane” menjadi “ulahe”
Teks awal : Amarta bisa dikukup dening Kurawa sebab saka
kajuligane Sengkuni.
Teks perbaikan : Amarta bisa dikukup dening Kurawa sebab saka
ulahe Sengkuni
e. Mengganti kata “mekaten” menjadi “ngaten”
Teks awal : O, mekaten.
Teks perbaikan : O, ngaten.
Teks yang telah diperbaiki:
“Lajeng Puntadewa saged kagungan negari Amarta menika sejarahipun kados pundi, Mbah?”
“Gandheng Duryudana ora gelem masrahake negara Astina, mula Pandhawa diwenehi alas gung liwang-liwung, yaiku alas wanamarta. Para pandhawa didhawuhi mbabat alas mau kanggo yasa nagara dhewe. Kanthi katekunane Pandhawa, wekasane alas bisa kababat saengga bisa dadi negara kang aran Amarta.”
69
“O, ngaten. Sapunika Kurawa gadhah nagari Astina, dene Pandhawagadhah Amarta. Sasampunipun mekaten, kok lajeng Kurawa saged nguwaosi Amarto? Punapa anggenipun nguwaosi kanthi sarana perang? Ing sapangertosan kula, kok dereng nate kurawa punika mimpang perang kaliyan Pandhawa.”
“Amarta bisa dikukup dening Kurawa sebab saka ulahe Sengkuni. Kanthi pratikele//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Ngundhuh Wohing Pakarti yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat
enam dengan jumlah kalimat 10,2 dan jumlah kata sulit sebanyak 29. Ini
berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 8)
“Lajeng Pandhawa kawon, Mbah? Mila Amarta saged dipunrengkuh kaliyan Kurawa?” pitakone Bagus sajak ora sabar ngenteni babaring lelakon.
“Bener. Karana kajuligan lan apus kramane Sengkuni, Pandhawa kalah lan kudu nglakoni ukuman kaya isi prajanjen. Pandhawa wusanane bisa kasil anggone nglakoni paukuman, nanging Duryudana selak. Sebab miturut pretungane dheweke, Pandhawa durung jangkep 13 taun anggone nglakoni nebus kalahe.”
“Sasampunipun makaten, lajeng kadadosan perang mbah?” “Ora, maune Pandhawa njaluk kanthi sarana alus. Dikirimake
dhuta menyang Astina. Sepisan prabu Drupada. Kapindhone Prabu Kresna. Nanging loro-lorone gagal. Banjur dadi perang gedhe iku,” Mbah Marto mungkasi caritane.
Ngerti yen unjukane embahe meh entek, bagus njupuk//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13,5 dan
jumlah kata sulit 36. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak dan jumlah
70
kalimat yang terlalu banyak pula. Sehingga untuk menyesuaikannya harus
mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang lebih mudah tetapi
tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut. Untuk mengurangi jumlah
kalimat, dengan cara menggabungkan dua atau lebih kalimat menjadi satu
kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
2. Teks cerkak “Cakra Manggilingan”
Teks awal (bagian 1)
Wis kawentar ing dhaerah kono menawa Pak Mulya mono pancen uripe pancen mulya. Sugih bandha, sugih arta. Omahe gandheng telu wis ditembok mubeng. Pagere wesi sadedeg wong dhuwure. Sawahe amba tur subur. Yen pinuju panen, gabahe atusan karung akehe. Sapine loro, lemu-lemu. Punuke sakendhil-kendhil gedhene.
Nanging kuciwane, Pak Mulya duwe sifat kang kurang prayoga. Cethil lan seneng menakake dhuwet. Babar pisan ora tau gelem tetulung marang tangga teparo. Luwih-luwih marang wong liya, lha karo sedulure dhewe kang tunggal wadhah bae babar pisan ora gelem. Mangkono uga watake sing wadon. Wong sajodho iku kene diumpamakake tumbu kang antuk//....
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13,5 dan
jumlah kata sulit 36. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak dan jumlah
kalimat yang terlalu banyak pula. Sehingga untuk menyesuaikannya harus
mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang lebih mudah tetapi
tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut. Untuk mengurangi
71
jumlah kalimat, dengan cara menggabungkan dua atau lebih kalimat
menjadi satu kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “prayoga” menjadi “becik”
Teks awal : Nanging kuciwane, Pak Mulya duwe sifat kang
kurang prayoga.
Teks perbaikan : Nanging kuciwane, Pak Mulya duwe sifat kang
kurang becik.
g. Mengganti kata “menawa” menjadi “yen”
Teks awal : Wis kawentar ing dhaerah kono menawa pak
Mulya mono pancen uripe pancen mulya.
Teks perbaikan : Wis kawentar ing dhaerah kono yen pak mulya
mono uripe pancen mulya.
c. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu.
- Omahe gandheng telu wis ditembok mubeng.
- Pagere wesi sadedeg wong duwure.
Menjadi
Omahe gandheng telu wis ditembok mubeng, pagere wesi sadedeg
wong dhuwure.
72
- Sapine loro, lemu-lemu.
- Punuke sakendhil-kendhil gedhene.
Menjadi
Sapine loro lemu-lemu lan punuke sakendhil-kendhil gedhene.
- Cethil lan seneng manakake dhuwit.
- Babar pisan ora tau gelem tetulung marang tangga teparo.
Menjadi
Cethil lan seneng manakake dhuwit, babar pisan ora tau gelem tetulung
marang tangga teparo.
- Mangkono ugo watake sing wadon.
- Wong sajodho iku kena diumpamakake tumbu kang antuk....
Menjadi
Mangkono ugo watake bojone, wong sajodho iku kena diumpamakake
tumbu kang antuk.....
h. Mengubah kalimat menjadi kalimat yang sederhana tanpa mengubah
arti.
Kalimat awal : Sugih Bandha, sugih arta.
Kalimat perbaikan : Sugih bandha donya.
Teks cerkak yang telah diperbaiki:
Wis kawentar ing dhaerah kono yen Pak Mulya mono uripe pancen mulya. Sugih bandha donya. Omahe gandheng telu wis ditembok mubeng, pagere wesi sadedeg wong dhuwure. Sawahe amba tur subur. Yen pinuju panen, gabahe atusan karung akehe. Sapine loro, lemu-lemu lan Punuke sakendhil-kendhil gedhene.
73
Nanging kuciwane, Pak Mulya duwe sifat kang kurang becik. Cethil lan seneng menakake dhuwet, babar pisan ora tau gelem tetulung marang tangga teparo. Luwih-luwih marang wong liya, lha karo sedulure dhewe kang tunggal wadhah bae babar pisan ora gelem. Mangkono uga watake sing wadon, wong sajodho iku kena diumpamakake tumbu kang antuk//....
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik
Raygor, teks cerkak Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas
berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 9.8 dan jumlah kata
sulit sebanyak 27. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 2)
“Kersane Kang Mulya kados pundi?” pitakone Pak Noto rumangsa durung bisa nggagapi apa kang dikarepake kakange.
“Ngene, yen kira-kira ora kuwat, ngragati anak, yo ora usah disekolahake dhuwur-dhuwur. Yen bisamu ngragati mung kuwat tekan SMP, ya ora usah disekolahake nganti SMEA barang. Apa ora malah ngabot-aboti pikiran?
“Nanging rak nembe menika ta Kang kula pados sambetan kangge mbayar SPPnipun Wisnu? Menika kemawon karana arta ingkang kula cepakaken kangge mbayar SPP, kula angge mbayar rekening listrik rumiyin,”wangsulane Pak Nata kanthi ati sing disabar-sabarake.
“Dhek emben aku rak yo wis ngomong nalika kowe arep pasang listrik kae//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 6,8 dan
jumlah kata sulit 25. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan 7 sehingga
teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak sesuaian
disebabkan karena jumlah kalimat terlalu sedikit. Untuk menambah jumlah
kalimat dengan cara memerdekakan atau menjadikan kalimat yang panjang
74
menjadi dua atau tiga kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut
ini.
Perbaikan teks:
a. Menjadikan kalimat yang terlalu panjang menjadi dua kalimat.
Kalimat awal “Kersane kang Mulya kados pundi?” pitakone
pak Noto rumangsa durung bisa nggagapi apa
kang dikarepake kakange.
Kalimat perbaikan “Kersane Kang Mulya kados pundi?”
pitakonane Pak Noto marang kakangane.
Dheweke rumangsa durung bisa nggagapi
apa kang dikarepake Pak Mulya.
Teks yang telah diperbaiki:
“Kersane Kang Mulya kados pundi?” pitakone Pak Noto marang kakangane. Dheweke rumangsa durung bisa nggagapi apa kang dikarepake Pak Mulya
“Ngene, yen kira-kira ora kuwat, ngragati anak, yo ora usah disekolahake dhuwur-dhuwur. Yen bisamu ngragati mung kuwat tekan SMP, ya ora usah disekolahake nganti SMEA barang. Apa ora malah ngabot-aboti pikiran?
“Nanging rak nembe menika ta Kang kula pados sambetan kangge mbayar SPPnipun Wisnu? Menika kemawon karana arta ingkang kula cepakaken kangge mbayar SPP, kula angge mbayar rekening listrik rumiyin,”wangsulane Pak Nata kanthi ati sing disabar-sabarake.
“Dhek emben aku rak yo wis ngomong nalika//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
cerkak Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 7,6 dan jumlah kata sulit sebanyak 25.
75
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk
siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 3)
“Nggih sampun. Pareng!” Pak Nata ngadeg nyat, saka panggonane lungguh. Tanpa salaman,
tanpa nolah-noleh dheweke metu saka omahe sedulure lanang. Ing batin dheweke netepake ati, ora bakal dipindho maneh njaluk
tulung marang kakangane.cukup sepisan iki bae, batine Pak Noto. Sadawe dalan ora uwis-uwis anggone mbanget-mbangetake panemune kakange. Apa ora eling nalika dhek jaman cilikane mbiyen, nalika isih digulawenthah wong tuwane. Prasasat ana segara saemplokan dipangan bareng, ana sambel sedulit dianggo lawuh bareng. Lha, tumekaningg tuwa kaya-kaya tega marang patine sedulur. Apa marga wis kepenaken keceh bandha, nganti dheweke lali marang purwa duksina? Mangkono panggrenenge Pak//....
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 10,8 dan
jumlah kata sulit 32. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan 7 sehingga
teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak sesuaian
disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “sedulure lanang” menjadi “Pak Cahyo”
Teks awal : Tanpa salaman, tanpo nolah-noleh dheweke metu
saka omahe sedulure lanang.
Teks perbaikan : Tanpa salaman, tanpa tolah-toleh dheweke metu
saka omahe Pak Mulya.
76
b. Mengganti kata “sepisan” menjadi “pisan”
Teks awal : Cukup sepisan iki wae, batine Pak Nata.
Teks perbaikan : Cukup pisan iki wae, batine Pak Nata.
Teks yang telah diperbaiki:
“Nggih sampun. Pareng!” Pak Nata ngadeg nyat, saka panggonane lungguh. Tanpa salaman, tanpa nolah-noleh dheweke metu saka omahe Pak Mulya. Ing batin dheweke netepake ati, ora bakal dipindho maneh njaluk tulung marang kakangane.cukup pisan iki bae, batine Pak Noto. Sadawe dalan ora uwis-uwis anggone mbanget-mbangetake panemune kakange. Apa ora eling nalika dhek jaman cilikane mbiyen, nalika isih digulawenthah wong tuwane. Prasasat ana segara saemplokan dipangan bareng, ana sambel sedulit dianggo lawuh bareng. Lha, tumekaningg tuwa kaya-kaya tega marang patine sedulur. Apa marga wis kepenaken keceh bandha, nganti dheweke lali marang purwa duksina? Mangkono panggrenenge Pak//.... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
cerkak Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 10,8 dan jumlah kata sulit sebanyak 30.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk
siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 4)
Wiwit saka kadadadeyan iku, sadulur loro mau saya adoh. Ora tau sambang sinambang. Yen kebeneran ketemu, ketara anggone klewa-klewa. Sawetara wektu sabubare kedadeyan iku, cahyo, anake pak Mulya nemahi kacilakan. Mobile Suzuki carry, sing lagi seminggu anggone nukokake wong tuwane tabrakan karo truk. Larah-larahe mengkene. Bu Mulya kepingin nggedekake gelang lan kalunge menyang kutha. Ngiras pantes arep nganyari mobile. Cahyo kang nyopiri, dheweke lungguh ana sandhinge. Ya jenenge bocah kurang
77
deduga mono, cahyo anggone nglakokake mobil banter banget. Nalika dheweke arep nyalip bis kang ana ngarepe, dilalah saka ngarep uga ana truk kang uga ngebut. Cahyo ora bisa ngendhani setire//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 11,8 dan
jumlah kata sulit 34. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “dheweke” menjadi “Cahya”
Teks awal : Nalika dheweke arep nyalip bis kang ana ngarepe,
dilalah saka ngarep uga ana truk kang lagi ngebut.
Teks perbaikan : Nalika Cahyo arep nyalip bis kang ana ngarepe,
dilalah saka ngarep uga ana truk kang lagi ngebut.
b. Mengganti kata “nukokake” menjadi “tuku”
Teks awal : Mobil Suzuki Carry, sing lagi seminggu anggone
nukokake wong tuwane tabrakan karo truk.
Teks perbaikan : Mobil Suzuki Carry, sing lagi seminggu anggone
nukokake wong tuwane tabrakan karo truk.
c. Mengganti kata “kepingin” menjadi “pingin”
Teks awal : Bu Mulya kepingin nggedhekake gelang lan kalunge
78
menyang kutha.
Teks perbaikan : Bu Mulya pingin nggedhekaake gelang lan kalunge
menyang kutha.
d. Mengganti kata “ngglakokake” menjadi “nyopir”
Teks awal : Ya jenenge bocah kurang deduga mono, Cahyo
anggone nglakokake mobil banter banget.
Teks perbaikan : Ya jenenge bocah kurang deduga mono, Cahyo
anggone nyopir mobil banter banget.
Teks yang telah diperbaiki:
Wiwit saka kadadadeyan iku, sadulur loro mau saya adoh. Ora tau sambang sinambang. Yen kebeneran ketemu, ketara anggone klewa-klewa.
Sawetara wektu sabubare kedadeyan iku, cahyo, anake pak Mulya nemahi kacilakan. Mobile Suzuki carry, sing lagi seminggu anggone tuku wong tuwane tabrakan karo truk. Larah-larahe mengkene. Bu Mulya pingin nggedekake gelang lan kalunge menyang kutha. Ngiras pantes arep nganyari mobile. Cahyo kang nyopiri, dheweke lungguh ana sandhinge. Ya jenenge bocah kurang deduga mono, cahyo anggone nyopir mobil banter banget. Nalika Cahyo arep nyalip bis kang ana ngarepe, dilalah saka ngarep uga ana truk kang uga ngebut. Cahyo ora bisa ngendhani setire//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
cerkak Manggilingan Cakra yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 11,8 dan jumlah kata sulit sebanyak 30.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk
siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 5)
79
Luwih-luwih angger eling manawa anake lanang kang ontang-anting, kang digegadhang, kang dikudhang-kudhang bisaa ing tembe mburi nambahi mulyaning urip, saiki lagi ngathang-ngathang lan ora bisa diarep-arep maneh. Nganti kaya umup sirahe Pak Mulya ngrasakake kabeh panandange. Timtrime wengi dikagetake dening panjerite Yu Jikem, rewange Pak Mulya. “Tulung! Tulung! Kobongan! Tulung!” Ora sawetara suwe, pet. Listrik mati. Sateruse kukus kumendheng lan geni mangalat-alat sawise keprungu bledosan benter banget. Jlegur! Tanggga teparo padha nungsung arep sabiyantu mateni geni. Nanging kepiye, wong pagere pak Mulya dhuwur banget, lan ditembok temu gelang, arep menek pager wesi, pucuke pating//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 10,6 dan
jumlah kata sulit 31. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan 7 sehingga
teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak sesuaian
disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “menawa” menjadi “yen”
Teks awal : Luwih-luwih angger eling manawa anake lanang
kang ontang-anting, kang digegadhang, kang
dikudhang-kudhang bisaa ing tembe mburi nambahi
mulyaning urip, saiki lagi ngathang-ngathang lan
ora bisa diarep-arep maneh
Teks perbaikan : Luwih-luwih angger eling yen anake lanang kang
80
ontang-anting, kang digegadhang, kang dikudhang-
kudhang bisaa ing tembe mburi nambahi mulyaning
urip, saiki lagi ngathang-ngathang lan ora bisa
diarep-arep maneh
b. Mengganti kata “sawetara” menjadi “let”
Teks awal : Ora sawetara suwe, pet, listrik mati.
Teks perbaikan : Ora let suwe, pet, listrik mati.
Teks yang telah diperbaiki:
Luwih-luwih angger eling manawa anake lanang kang ontang-anting, kang digegadhang, kang dikudhang-kudhang bisaa ing tembe mburi nambahi mulyaning urip, saiki lagi ngathang-ngathang lan ora bisa diarep-arep maneh. Nganti kaya umup sirahe Pak Mulya ngrasakake kabeh panandange.
Timtrime wengi dikagetake dening panjerite Yu Jikem, rewange Pak Mulya.
“Tulung! Tulung! Kobongan! Tulung!” Ora sawetara suwe, pet. Listrik mati. Sateruse kukus kumendheng
lan geni mangalat-alat sawise keprungu bledosan benter banget. Jlegur! Tanggga teparo padha nungsung arep sabiyantu mateni geni.
Nanging kepiye, wong pagere pak Mulya dhuwur banget, lan ditembok temu gelang, arep menek pager wesi, pucuke pating//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
cerkak Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 10,8 dan jumlah kata sulit sebanyak 29.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk
siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 6)
81
Nanging wis rada kasep. Omah pawon wis dadi areng Mung kari tembok kang warnane dadi ireng. Tujune omah liyane bisa dislametake. Pangamuke geni bisa enggal diasorake.
Miturut ature Yu Jikem marang pulisi, geni wiwit kobar saka panggonan kanggo nyimpen lenga patra. Sabanjure drum kang kanggo wadah lenga mau mbledos. Lenga campur geni muncrat, agawe kobaran kang luwih gedhe. Dene sumbere geni, miturut katrangan sawetara saka konslete listrik jalaran ana kabel kanh moncek marga dikreketi tikus.
Gusti Allah iku yen bakal maringi pacoban marang titah-E ora kekurangan dalan, lan ora ana samubarang kang bisa ngalang-alangi. Bandha sagunung anakan akehe bisa//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 10,5 dan
jumlah kata sulit 34. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “miturut” menjadi “manut”
Teks awal : Miturut ature Yu Jikem marang pulisi, geni wiwit
kobar saka panggonan kanggo wadhah lenga mau
mbledos.
Teks perbaikan : Manut ature Yu Jikem marang pulisi, geni wiwit
kobar saka panggonan kanggo wadhah lenga mau
mbledos.
b. Mengganti kata “panggonan” menjadi “papan”
82
Teks awal : Manut ature Yu Jikem marang pulisi, geni wiwit
kobar saka panggonan kanggo wadhah lenga mau
mbledos.
Teks perbaikan : Manut ature Yu Jikem marang pulisi, geni wiwit
kobar saka papan kanggo wadhah lenga mau
mbledos.
c. Mengganti kata “sumbere” menjadi “sumber”
Teks awal : Dene sumbere geni, manut katrangan sawetara saka
konslete listrik jalaran ana kabel kang moncek
marga dikreketi tikus.
Teks perbaikan : Dene sumber geni, manut katrangan sawetara saka
konslete listrik jalaran ana kabel kang moncek
marga dikreketi tikus
d. Mengganti kata “maringi” menjadi “paring”
Teks awal : Gusti Allah iku yen bakal maringi pacoban marang
titah-E ora kekurangan dalan, lan ora ana
samubarang kang bisa ngalang-alangi.
Teks perbaikan : Gusti Allah iku yen bakal paring pacoban marang
titah-E ora kekurangan dalan, lan ora ana
samubarang kang bisa ngalang-alangi
Teks yang telah diperbaiki:
Nanging wis rada kasep. Omah pawon wis dadi areng Mung kari tembok kang warnane dadi ireng. Tujune omah liyane bisa dislametake. Pangamuke geni bisa enggal diasorake.
83
Manut ature Yu Jikem marang pulisi, geni wiwit kobar saka papan kanggo nyimpen lenga patra. Sabanjure drum kang kanggo wadah lenga mau mbledos. Lenga campur geni muncrat, agawe kobaran kang luwih gedhe. Dene sumber geni, manut katrangan sawetara saka konslete listrik jalaran ana kabel kang moncek marga dikreketi tikus.
Gusti Allah iku yen bakal paring pacoban marang titah-E ora kekurangan dalan, lan ora ana samubarang kang bisa ngalang-alangi. Bandha sagunung anakan akehe bisa//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
cerkak Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 10,5 dan jumlah kata sulit sebanyak 30.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk
siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 7)
Njaluk tulung marang sedulur? Mokal yen adhine gelem sabiyantu. Dheweke banjur nganam-anam ati, nalusuri lelakon kang wis kepungkur. Babar pisan durung tau cilik ngutangi, gedhene menehi dhuwit marang adhine.
“Jebule aku ora bisa urip dhewekan ing alam donya,”batine. “Ngertia yen bakal kaya ngene, tumindakku biyen ora bakal kaya ngana,” panggetune Pak Mulya.
Nyumurupi kahanane kakange kang kaya ngana, Pak Noto kang pancen duwe sipat ora tegelan iku ora mentala. Arepa panguripane dhewe durung bisa diarani cukup, lan wis bola-bali ditatoni atine dening kakange, nanging rasa tresna marang sedulur ora luntur saka atine. Dheweke duwe karep pengin ngedol//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 8,3 dan
jumlah kata sulit 29. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan 7 sehingga
teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak sesuaian
disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
84
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “sedulur” menjadi “adhine lanang”
Teks awal : Njaluk tulung marang sedulur?
Teks perbaikan : Njaluk tulung marang adhine lanang?
b. Mengganti kata “kepungkur” menjadi “wingi-wingi”
Teks awal : Dheweke banjur nganam-anam ati, nalusuri
lelakon kang wis kepungkur.
Teks perbaikan : Dheweke banjur nganam-anam ati, nalusuri
lelakon kang wis wingi-wingi.
c. Mengganti kata “Dheweke” menjadi “Pak Nata”
Teks awal : Dheweke duwe karep pengin ngedol//....
Teks perbaikan : Pak Nata duwe karep pengin ngedol//...
Teks yang telah diperbaiki:
Njaluk tulung marang adhine lanang? Mokal yen adhine gelem sabiyantu. Dheweke banjur nganam-anam ati, nalusuri lelakon kang wis wingi-wingi. Babar pisan durung tau cilik ngutangi, gedhene menehi dhuwit marang adhine.
“Jebule aku ora bisa urip dhewekan ing alam donya,”batine. “Ngertia yen bakal kaya ngene, tumindakku biyen ora bakal kaya ngana,” panggetune Pak Mulya.
Nyumurupi kahanane kakange kang kaya ngana, Pak Noto kang pancen duwe sipat ora tegelan iku ora mentala. Arepa panguripane dhewe durung bisa diarani cukup, lan wis bola-bali ditatoni atine dening kakange, nanging rasa tresna marang sedulur ora luntur saka atine. Pak Nata duwe karep pengin ngedol//...
85
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
cerkak Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 8,3 dan jumlah kata sulit sebanyak 26.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk
siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 8)
“Boten! Kula ingkang mboten sarujuk. Kangge punapa? Mendha anggenipun madosaken pakan kemawon rekaos boten mekakat, malah sasampunipun ageng badhe disade kangge tiyang ingkang sampun cetha wela-wela ngina dhumateng brayat kita. Pak, epindhah malih, kula boten sarujuk!” Wisnu ketara banget gethinge marang Pakdhene.
“Ya ora ngono ta, Le. Dheweke iku sedulurku lanang. Lan upamane aku ora ana, dheweke bisa koanggep bapa,” Pak Noto nyoba ngedhem atine anake.
“Punika panci leres, Pak. Nanging kula badhe nyuwun pirsa. Punapa rikala piyambakipun boten nyambeti arta kangge mbayar SPP kula punika, inggih nganggep kula anakipun?” swarane Wisnu kaya ngondok-ondok.
“Le, pancen pakdhemu wis//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 11,5 dan
jumlah kata sulit 30. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “boten mekakat” menjadi “sanget”
86
Teks awal : Mendha anggenipun madosaken pakan kemawon
rekaos boten mekakat, malah sasampunipun ageng
badhe disade kangge tiyang ingkang sampun cetha
wela-wela ngina dhumateng brayat kita.
Teks perbaikan : Mendha anggenipun madosaken pakan kemawon
rekaos sanget, malah sasampunipun ageng badhe
disade kangge tiyang ingkang sampun cetha wela-wela
ngina dhumateng brayat kita.
b. Mengganti kata “ketara” menjadi “katon”
Teks awal : Wisnu katara benget gethinge marang Pakdhene.
Teks perbaikan : Wisnu katon benget gethinge marang Pakdhene.
c. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Ya ora ngono ta, Le.
Pak Mulya iku sedulurku lanang.
Kalimat perbaikan Ya ora ngono ta , Le, Pak Mulya iku sedulurku
lanang.
Teks yang telah diperbaiki:
“Boten! Kula ingkang mboten sarujuk. Kangge punapa? Mendha anggenipun madosaken pakan kemawon rekaos sanget, malah sasampunipun ageng badhe disade kangge tiyang ingkang sampun cetha wela-wela ngina dhumateng brayat kita. Pak, sepindhah malih, kula boten sarujuk!” Wisnu katon banget gethinge marang Pakdhene.
“Ya ora ngono ta, Le, Pak Mulya iku sedulurku lanang. Lan yen aku ora ana, dheweke bisa koanggep bapa,” Pak Noto nyoba ngedhem atine anake.
“Punika panci leres, Pak. Nanging kula badhe nyuwun pirsa. Punapa rikala piyambakipun boten nyambeti arta kangge mbayar SPP kula
87
punika, inggih nganggep kula anakipun?” swarane Wisnu kaya ngondok-ondok.
“Le, pancen pakdhemu wis//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
cerkak Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 10,5 dan jumlah kata sulit sebanyak 28.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk
siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 9)
“Halah. Niku nek piyambakipun nggih gadhah pemanggih mekaten. Cobi, napa patut ing atase dados tiyang mblegedhu diutangi sedulure lanang malah muwus sing boten-boten? Pokokipun, menawi Bapak mundhut pamanggih kula, kula kinten boten wonten ginanipun manawi Bapak badhe sabiyantu piyambakipun. Boten sisah, Pak. Kersanipun dipunraosaken. Kula mboten sedhih yen namung kecalan sedherek kados pakdhe menika,” banget sora wuwuse Wisnu. Raine mbrabak. Dheweke ngadeg nyat, saka palungguhane.
“Wisnu!” panyentake Pak Noto. Wisnu mandhek anggone arep njangkah. “Lungguh!” Pak Noto nudingi kursi karo mencerengi anake. Miturut pamawase, panemune Wisnu wis mlenceng adoh saka
bebener. Kudu enggal didandani. Dipencerengi bapake, Wisnu menceret. Alon dheweke//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 15,2 dan
jumlah kata sulit 41. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut. Selain
88
itu jumlah kalimat juga terlelu banyak. Untuk memperbaiki kesesuaiannya
dengan cara menggabungkan dua atau tiga kalimat menjadi satu kalimat.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “piyambake” menjadi “Pak Mulya”
Teks awal : Niku nek piyambake nggih gadhah pemanggih
mekaten.
Teks perbaikan : Niku nek Pakn Mulya nggih gadhah pemanggih
mekaten.
b. Mengganti kata “mekaten” menjadi “ngaten”
Teks awal : Niku nek Pak Mulya nggih gadhah pemanggih
mekaten.
Teks perbaikan : Niku nek Pak Mulya nggih gadhah pemanggih
ngaten.
c. Mengganti kata “mblegedhu” menjadi “sugih”
Teks awal : Cobi, napa patut ing atase dados tiyang mblegedhu
diutangi sedulure lanang malah muwus sing boten-
boten?
Teks perbaikan : Cobi, napa patut ing atase dados tiyang sugeh
diutangi sedulure lanang malah muwus sing boten-
boten?
d. Mengganti kata “sedulure” menjadi “adhine”
89
Teks awal : Cobi, napa patut ing atase dados tiyang sugeh
diutangi sedulure lanang malah muwus sing boten-
boten?
Teks perbaikan : Cobi, napa patut ing atase dados tiyang sugeh
diutangi adhine lanang malah muwus sing boten-
boten?
e. Mengganti kata “mbrabak” menjadi “abang ireng”
Teks awal : Raine mbrabak
Teks perbaikan : Raine abang ireng
f. Mengganti kata “njangkah” menjadi “mlaku”
Teks awal : Wisnu mandheg anggone arep njangkah.
Teks perbaikan : Wisnu mandheg anggone arep mlaku.
g. Mengganti kata “miturut” menjadi “manut”
Teks awal : Miturut pamawase, panemune Wisnu wis mlenceng
adoh saka bebener.
Teks perbaikan : Manut pamawase, panemune Wisnu wis mlenceng
adoh saka bebener.
h. Mengganti kata “mlenceng” menjadi “geseh”
Teks awal : Manut pamawase, panemune Wisnu wis mlenceng
adoh saka bebener.
Teks perbaikan : Manut pamawase, panemune Wisnu wis geseh adoh
saka bebener.
i. Mengganti kata “menceret” menjadi “wedi”
90
Teks awal : Dipencerengi bapake, Wisnu menceret.
Teks perbaikan : Dipencerengi bapake, Wisnu wedi.
j. Mengganti kata “pemanggih” menjadi “raos”
Teks awal : Niku nek Pak Mulya nggih gadhah pemanggih
ngaten.
Teks perbaikan : Niku nek Pak Mulya nggih gadhah raos ngaten.
k. Mengganti kata “palungguhane” menjadi “kursi”
Teks awal : Dheweke ngadeg nyat, saka palungguhe.
Teks perbaikan : Dheweke ngadeg nyat, saka kursi.
l. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Halah.
Niku nek Pak Mulya nggih gadhah raos
ngaten.
Kalimat perbaikan Halah, niku nek Pak Mulya nggih gadhah raos
ngaten.
Kalimat awal Boten sisah, Pak.
Kersanipun dipunraosaken.
Kalimat perbaikan Boten sisah, Pak, kersanipun dipunraosaken.
Kalimat awal Raine mbrabak.
Dheweke ngadeg nyat, saka kursi.
Kalimat perbaikan Raine mbrabak, dheweke ngadeg nyat, saka kursi.
Kalimat awal Manut pamawase, panemune Wisnu wis
91
geseh adoh saka bebener.
Kudu enggal didandani.
Kalimat perbaikan Manut pamawase, panemune Wisnu wis geseh
adohaka bebener lan kudu enggal didandani.
Teks yang telah diperbaiki:
“Halah, niku nek Pak Mulya nggih gadhah raos ngaten. Cobi, napa patut ing atase dados tiyang sugih diutangi adhine lanang malah muwus sing boten-boten? Pokokipun, menawi Bapak mundhut pamanggih kula, kula kinten boten wonten ginanipun manawi Bapak badhe sabiyantu Pak Mulya. Boten sisah, Pak, kersanipun dipunraosaken. Kula mboten sedhih yen namung kecalan sedherek kados pakdhe menika,” banget sora wuwuse Wisnu. Raine mbrabak, dheweke ngadeg nyat, saka kursi.
“Wisnu!” panyentake Pak Noto. Wisnu mandhek anggone arep mlaku. “Lungguh!” Pak Noto nudingi kursi karo mencerengi anake. Manut pamawase, panemune Wisnu wis mlenceng adoh saka
bebener, kudu enggal didandani. Dipencerengi bapake, Wisnu wedi. Alon dheweke//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
cerkak Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 11,2 dan jumlah kata sulit sebanyak 29.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk
siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 10)
Sawise Wisnu lungguh, Pak Nata ngatur napase. Kanthi rasa asih ngandika marang anake.
“Wisnu, dakkandhani ya, Le. Panemumu iku ora apik. Panemumu iku uga salah miturut pawulang agama. Arepa atine awake dhewe wis tau ketaton, nanging aja nganti rasa prikamanungsan luntur saka jroning ati. Aja nganti rasa serik iku njalari wutaning ati,” Pak Nata leren sedhele anggone nuturi anake.
92
Wisnu tetep tumungkul. Atine kebak ing pangrasa. “Tumindak ala aja diwales ala. Tumindak ‘balas dendam’ iku ora
apik. Aja ngguroni uruping napsu. Rasa prikamanungsan kudu ditengahake.”
Ora krasa mripate wis kembeng-kembeng. Atine trenyuh. Ing atase bapake kang mung lulus//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 14,3 dan
jumlah kata sulit 31. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut. Selain
itu jumlah kalimat juga terlalu banyak. Untuk memperbaiki kesesuaiannya
dengan cara menggabungkan dua atau tiga kalimat menjadi satu kalimat.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “miturut” menjadi “manut”
Teks awal : Panemumu iku, uga salah miturut piwulang agama.
Teks perbaikan : Panemumu iku, uga salah manut piwulang agama.
b. Mengganti kata “piwulang” menjadi “ilmu”
Teks awal : Panemumu iku, uga salah manut piwulang agama.
Teks perbaikan : Panemumu iku, uga salah manut ilmu agama.
c. Mengganti kata “luntur” menjadi “ilang”
Teks awal : Arepa atine awake dhewe wis tau ketaton, nanging
aja nganti rasa prikamanungsan luntur saka jroning
93
ati
Teks perbaikan : Arepa atine awake dhewe wis tau ketaton, nanging
aja nganti rasa prikamanungsan ilang saka jroning
ati
d. Mengganti kata “jroning” menjadi “njero”
Teks awal : Arepa atine awake dhewe wis tau ketaton, nanging
aja nganti rasa prikamanungsan ilang saka jroning
ati
Teks perbaikan : Arepa atine awake dhewe wis tau ketaton, nanging
aja nganti rasa prikamanungsan ilang saka njero ati
e. Menggabungkan tiga kalimat menjadi satu kalimat
Kalimat awal Wisnu, dakkandhani ya, Le.
Panemumu iku ora apik.
Panemumu iku uga salah manut ilmu agama.
Kalimat perbaikan Wisnu, dakkandhani ya Le, panemumu iku ora
apik, panemumu iku uga salah manut ilmu agama.
f. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu
Kalimat awal Wisnu tetep temungkul
Atine kebak ing pangrasa
Kalimat perbaikan Wisnu tetep temungkul lan ing atine kebak
pangrasa
Kalimat awal Atine trenyuh.
94
Ing atase bapake kang mung lulus//..
Kalimat perbaikan Atine trenyuh, ing atase bapake kang mung
lulus//...
Teks yang telah diperbaiki:
Sawise Wisnu lungguh, Pak Nata ngatur napase. Kanthi rasa asih ngandika marang anake.
“Wisnu, dakkandhani ya, Le, panemumu iku ora apik, panemumu iku uga salah manut ilmu agama. Arepa atine awake dhewe wis tau ketaton, nanging aja nganti rasa prikamanungsan ilang saka njero ati. Aja nganti rasa serik iku njalari wutaning ati,” Pak Nata leren sedhele anggone nuturi anake.
Wisnu tetep tumungkul. Atine kebak ing pangrasa. “Tumindak ala aja diwales ala. Tumindak ‘balas dendam’ iku ora
apik. Aja ngguroni uruping napsu. Rasa prikamanungsan kudu ditengahake.”
Ora krasa mripate wis kembeng-kembeng. Atine trenyuh, ing atase bapake kang mung lulus//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Cakra Manggilingan yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat enam
dengan jumlah kalimat 11,3 dan jumlah kata sulit sebanyak 28. Ini berarti
teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6
sekolah dasar.
3. Teks cerkak “Sapa Sembrana Bakal Cilaka”
Teks awal (bagian 1)
Esuk uthuk-uthuk, sawise salat subuh, kaya padatan Anto nyandhak bukune. Mbukak-bukak sedhela, sebab Pak Sidhik bakal nganakake ulangan lisan. Sawise padhang, dheweke nyekel sapu. Latar lan pekarangan disaponi. Godhong-godhong kang rontok dikumpulake banjur diguwang ing jugangan kang wis disiapake dening bapake. Besuk menawa
95
gegodhongan iku wis bosok arep ditanduri wit gedhang. Anto arep mraktekake piwulang kang ditampa ana sekolahan. Rampung adus lan salin sandhangan, Anto sarapan, banjur mangkat menyang sekolahan kang ora pati adoh saka omahe. Ing sekolahan wis akeh kanca-kancane. Kang antuk bagean reresik wis padha rampung ngayahi kewajibane. Kanggo nunggu bel mlebu, bocah-bocah//.... Perbaikan teks
a. Mengganti kata “menawa” menjadi “yen”
Teks awal : Besuk menawa gegodhongan iku wis bosok, arep
ditanduri wit gedhang.
Teks perbaikan : Besuk yen gegodhongan iku wis bosok, arep
ditanduri wit gedhang.
b. Mengganti kata “sawise” menjadi “bubar” dan kata “padatan” menjadi
“biasa”
Teks awal : Esuk uthuk-uthuk, sawise salat subuh, kaya padatan
Anto Nyandhak bukune.
Teks perbaikan : Esuk uthuk-uthuk, bubar salat subuh, kaya biasa
Anto nyandhak bukune.
c. Mengganti kata “dheweke” menjadi “Anto”
Teks awal : Sawise padhang, dheweke nyekel sapu.
Teks perbaikan : Sawise padhang, Anto nyekel sapu.
d. Mengganti kata “reresik” menjadi “piket”
Teks awal : Kang antuk bagean reresik wis padha rampung
ngayahi kewajibane.
Teks perbaikan : Kang antuk bagean piket wis padha rampung
96
ngayahi kewajibane.
Teks teks yang telah diperbaiki:
Esuk uthuk-uthuk, sawise salat subuh, kaya padatan Anto nyandhak bukune. Mbukak-bukak sedhela, sebab Pak Sidhik bakal nganakake ulangan lisan. Sawise padhang, Anto nyekel sapu. Latar lan pekarangan disaponi. Godhong-godhong kang rontok dikumpulake banjur diguwang ing jugangan kang wis disiapake dening bapake. Besuk menawa gegodhongan iku wis bosok arep ditanduri wit gedhang. Anto arep mraktekake piwulang kang ditampa ana sekolahan.
Rampung adus lan salin sandhangan, Anto sarapan, banjur mangkat menyang sekolahan kang ora pati adoh saka omahe. Ing sekolahan wis akeh kanca-kancane. Kang antuk bagean piket wis padha rampung ngayahi kewajibane. Kanggo nunggu bel mlebu, bocah-bocah//....
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Sapa Sembrana Bakal Cilaka yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 9.5 dan jumlah kata sulit sebanyak 28.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 2)
Pak Sidhik mlebu kelas. “Siap grak! Berdoa mulai!” ketua kelas menehi aba-aba lan
mimpin donga. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” Pak Sidik
paring salam. “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,” bocah-bocah
semaur bareng. Sabanjure Pak shidik paring pangandikan. “Kaya kang wis kosaguhi minggu kepungkur, dina iki aku bakal
nganakake ulangan lisan. Kabeh buku ditutup lan dilebokake laci!” Ora ana sing nyuwara. Kang keprungu mung kumreseke buku-
buku kang ditutup lan dilebokake laci. Bocah-bocah banjur lungguh sedheku. Kabeh musatake pikiran marang apa kang ditakokake Pak Sidhik.
“Sapa pahlawan nasional kita kang asale saka Sulawesi, Budhi?” “Sultan Hasannudin, Pak,”//..
97
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13,5 dan
jumlah kata sulit 32. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan kata yang
lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti tersebut. Selain itu
jumlah kalimat juga terlalu banyak. Untuk memperbaiki kesesuaiannya
dengan cara menggabungkan dua atau tiga kalimat menjadi satu kalimat.
Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “kepungkur” menjadi “wingi”
Teks awal : “Kaya kang wis kosaguhi minggu kepungkur, dina
iki aku bakal nganakake ulangan lisan.
Teks perbaikan : “Kaya kang wis kosaguhi minggu wingi, dina iki aku
bakal nganakake ulangan lisan.
b. Mengganti kata “nganakake” menjadi “ana”
Teks awal : “Kaya kang wis kosaguhi minggu wingi, dina iki aku
bakal nganakake ulangan lisan
Teks perbaikan : “Kaya kang wis kosaguhi minggu wingi, dina iki
bakal ana ulangan lisan
c. Mengganti kata “kumreseke” menjadi “swara”
Teks awal : Kang keprungu mung kumreseke buku-buku kang
98
ditutup lan dilebokake laci.
Teks perbaikan : Kang keprungu mung swara buku-buku kang ditutup
lan dilebokake laci
d. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu
Kalimat awal Ora ana sing nyuwara.
Kang keprungu mung swara buku-buku kang
ditutup lan dilebokake laci.
Kalimat perbaikan Ora ana sing nyuwara, kang keprungu mung swara
buku-buku kang ditutup lan dilebokake laci.
Kalimat awal Bocah-bocah banjur padha lungguh sedheku.
Kabeh musatake pikiran marang apa kang
bakal ditakokake Pak Sidhik.
Kalimat perbaikan Bocah-bocah padha lungguh sedheku, kabeh
musatake pikiran marang apa kang bakal
ditakokake Pak Shidik.
Teks yang telah diperbaiki:
Pak Sidhik mlebu kelas. “Siap grak! Berdoa mulai!” ketua kelas menehi aba-aba lan
mimpin donga. “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” Pak Sidik
paring salam. “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,” bocah-bocah
semaur bareng. Sabanjure Pak shidik paring pangandikan. “Kaya kang wis kosaguhi minggu wingi, dina iki bakal ana
ulangan lisan, kabeh buku ditutup lan dilebokake laci!” Ora ana sing nyuwara, kang keprungu mung kumreseke buku-buku
kang ditutup lan dilebokake laci. Bocah-bocah banjur lungguh sedheku, kabeh musatake pikiran marang apa kang ditakokake Pak Sidhik.
“Sapa pahlawan nasional kita kang asale saka Sulawesi, Budhi?”
99
“Sultan Hasannudin, Pak,”//.. Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Ngundhuh Wohing Pakarti yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat
enam dengan jumlah kalimat 11,5 dan jumlah kata sulit sebanyak 29. Ini
berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 3)
“Sapa pahlawan wanita saka Saka aceh kang pasareane ana Jawa Barat, Toni?”
Deg! Atine Toni krasa mak tratab. Gorokane ujug-ujug kaya garing. Dheweke ora ngira babar pisan oleh pitakonan kaya ngono. Atine bingung sebab ora bisa atur wangsulan. Mripate plirak-plirik, sedhela tumungkul ngingeti meja, sedhela ngingeti pyan.
Bocah sakelas wing pating brekuh, sebab Pak Shidik mesthi bakal duka.
Tangane Toni grayak-grayak laci arep mbukak buku. “Ora mbukak buku!” Pak Sidhik ngendika sora. Gragap. Toni kaget lan ndhingkluk. Rumangsa isin wis konangan
luwih dhisik. Pak Shidik terus anggone maspadakake dheweke. Atine Toni saya ciut.
“Cut...,” Wanto kang lungguh ana//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 14,7 dan
jumlah kata sulit 27. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak. Untuk
memperbaiki kesesuaiannya dengan cara menggabungkan dua atau tiga
kalimat menjadi satu kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
100
a. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat
Kalimat awal Gragap, Toni kaget lan ndhingkluk.
Rumangsa isin wis konangan luwih dhisik.
Kalimat perbaikan Gragap, Toni kaget lan ndhingkluk, rumangsa isin
wis konangan luwih dhisik.
Kalimat awal Pak Shidik terus anggone maspadakake
dheweke.
Atine Toni saya ciut.
Kalimat perbaikan Pak Shidik terus anggone maspadakake dheweke,
atine Toni saya ciut.
Kalimat awal Gorokane ujug-ujug kaya garing.
Dheweke ora ngira babar pisan oleh
pitakonan kaya ngono.
Kalimat perbaikan Gorokane ujug-ujug kaya garing, dheweke ora
ngira babar pisan oleh pitakonan kaya ngono.
Teks yang telah diperbaiki:
“Sapa pahlawan wanita saka Saka aceh kang pasareane ana Jawa Barat, Toni?”
Deg! Atine Toni krasa mak tratab. Gorokane ujug-ujug kaya garing, dheweke ora ngira babar pisan oleh pitakonan kaya ngono. Atine bingung sebab ora bisa atur wangsulan. Mripate plirak-plirik, sedhela tumungkul ngingeti meja, sedhela ngingeti pyan.
Bocah sakelas wing pating brekuh, sebab Pak Shidik mesthi bakal duka.
Tangane Toni grayak-grayak laci arep mbukak buku. “Ora mbukak buku!” Pak Sidhik ngendika sora.
101
Gragap, Toni kaget lan ndhingkluk, rumangsa isin wis konangan luwih dhisik. Pak Shidik terus anggone maspadakake dheweke, atine Toni saya ciut.
“Cut...,” Wanto kang lungguh ana//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Sapa Sembrana bakal Cilaka yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 10,7 dan jumlah kata sulit sebanyak 27.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 4)
“Dakganti pitakonku. Sapa asmane pahlawan wanita saka jawa barat kang kagungan gegayuhan njejerake drajating wanita klawan priya?”
Rumangsa bisa, Toni banjur semaur. “R.A. Kartini, Pak!” Bocah sakelas ora bisa ngampet guyune maneh. Kelas dadi rame.
Pak Sidhik ora bisa nahan dukane maneh. “Dher! Dher! Dher!” meja guru disabet kanggo kayu. “Sing
nganggep kelas padha karo alas metu1 kowe seneng duwe kanca sing ora bisa mangsuli pitakonan? Iya?”
Cep klakep, kaya orong-orong kepidak bocah sakelas meneng. Kabeh padha sedheku, prasasat arep obah wae ora wani. Pasuryane Pak Shidik abang ireng tandha yen panjenengane banget anggone duka.
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13,5 dan
jumlah kata sulit 28. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak. Untuk
memperbaiki kesesuaiannya dengan cara menggabungkan dua atau tiga
kalimat menjadi satu kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
102
a. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat
Kalimat awal Kelas dadi rame.
Pak Shidik ora bisa nahan dukane maneh.
Kalimat perbaikan Kelas dadi rame lan Pak Shidik ora bisa nahan
dukane maneh.
Kalimat awal Lan kowe, Toni.
Apa gaweanmu//...
Kalimat perbaikan Lan kowe, Toni, apa gaweanmu//...
Teks yang telah diperbaiki:
“Dakganti pitakonku. Sapa asmane pahlawan wanita saka jawa barat kang kagungan gegayuhan njejerake drajating wanita klawan priya?”
Rumangsa bisa, Toni banjur semaur. “R.A. Kartini, Pak!” Bocah sakelas ora bisa ngampet guyune maneh. Kelas dadi rame
lan Pak Sidhik ora bisa nahan dukane maneh. “Dher! Dher! Dher!” meja guru disabet kanggo kayu. “Sing
nganggep kelas padha karo alas metu. Kowe seneng duwe kanca sing ora bisa mangsuli pitakonan? Iya?”
Cep klakep, kaya orong-orong kepidak bocah sakelas meneng, Kabeh padha sedheku, prasasat arep obah wae ora wani. Pasuryane Pak Shidik abang ireng tandha yen panjenengane banget anggone duka.
“Lan kowe, Toni, apa gaweanmu//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Sapa Sembrana Bakal Cilaka yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 10,6 dan jumlah kata sulit sebanyak 28.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 5)
103
Toni ora wangsulan. Raine katon pucet. “ing atase kelas 6, sedhela maneh arep EBTA, lha kok pitakonan
kaya ngono bae wangsulanmu lonyo-lonyo kaya bocah ora sekolah. Aja nyepelekake sekolah. Kowe kuwi disekolahake wong tuwamu supaya pinter. Bisaa ing besuke kepinteran mau koanggo labuh marang negara. Elinga marang lelabuhane wong tuwamu, sing saiki lagi padha kuyu-kuyu adus kringet saperlu golek srana kanggo nyekolahake kowe. Dosa gedhe yen kowe nganggep sepele marang lelabuhane wong tuwa!” ngendikane Pak Shidik akeh-akeh.
Bocah-bocah ora ana kang wani namatake pasuryane gurune. “Theng!” Keprungu bel ganti wulangan. Bocah-bocah sakelas katon lega. “Jam ngaso mengko Toni menyang kantor nemoni aku!”
ngendikane//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 12,6 dan
jumlah kata sulit 28. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak. Untuk
memperbaiki kesesuaiannya dengan cara menggabungkan dua atau tiga
kalimat menjadi satu kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat
Kalimat awal Toni ora wangsulan
Raine katon pucet
Kalimat perbaikan Toni ora wangsulan, raine katon pucet
Kalimat awal Keprungu bel ganti wulangan.
Bocah sekelas katon lega.
Kalimat perbaikan Keprungu bel ganti wulangan, bocah sekelas
katon lega.
104
Teks yang telah diperbaiki:
Toni ora wangsulan, raine katon pucet. “ing atase kelas 6, sedhela maneh arep EBTA, lha kok pitakonan kaya ngono bae wangsulanmu lonyo-lonyo kaya bocah ora sekolah. Aja nyepelekake sekolah. Kowe kuwi disekolahake wong tuwamu supaya pinter. Bisaa ing besuke kepinteran mau koanggo labuh marang negara. Elinga marang lelabuhane wong tuwamu, sing saiki lagi padha kuyu-kuyu adus kringet saperlu golek srana kanggo nyekolahake kowe. Dosa gedhe yen kowe nganggep sepele marang lelabuhane wong tuwa!” ngendikane Pak Shidik akeh-akeh. Bocah-bocah ora ana kang wani namatake pasuryane gurune. “Theng!” Keprungu bel ganti wulangan, bocah-bocah sakelas katon lega. “Jam ngaso mengko Toni menyang kantor nemoni aku!” ngendikane//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor, teks
Sapa Sembrana Bakal Cilaka yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 10,6 dan jumlah kata sulit sebanyak 28.
Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa
kelas 6 sekolah dasar.
4. Teks cerkak “Aja Dumeh”
Teks awal
Kanggo mahargya pengetan dina kamardhikan bangsa utawa lumrah disebut pitulasan, arep dianakake tetandingan-tetandingan olah raga. Kayata bal-balan, SKJ (Senam Kesegaran Jasmani), bulu tangkis lan tenis meja. Saben sekolah wis padha milihi jago-jagone. Saben sore katon padha mempeng anggone gladhen. Apa ta sebabe? Karana kabeh kepingin nggayuh juwara siji, saengga kajaba bisa antuk bebungah kang wis disumadyakake uga bisa nambahi kuncaraning sekolah.
Semono uga kahanan ing SMP Kridha Siswa. Saben sore jago-jago kang pinilih dadi wakiling sekolah katon sengkut anggone gladen. Kang bal-
105
balan, gladen ana lapangan. Kang SKJ ana latar sekolahan, uga kang main bulu tangkis lan kang tenis meja ana//....
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “tetandingan” menjadi “lomba”
Teks awal : Kanggo mahargya pengetan dina kamardikaning
bangsa utawa lumrah sinebut pitulasan, arep
dianakake tetandingan-tetandingan olah raga.
Teks perbaikan : Kanggo mahargya pengetan dina kamardikaning
bangsa utawa lumrah sinebut pitulasan, arep
dianakake lomba-lomba olah raga.
b. Mengganti kata “kepingin” menjadi “pingin” dan kata “nggayuh” menjadi
“antuk”
Teks awal : Karana kabeh kepengin nggayuh juwara siji,
saengga kajaba bisa antuk bebungah kang wis
disumadyakake uga bisa nambahi kuncaraning
sekolah.
Teks perbaikan : Karana kabeh pingin antuk juwara siji, saengga
kajaba bisa antuk bebungah kang wis
disumadyakake uga bisa nambahi kuncaraning
sekolah.
c. Mengganti kata “wakiling” menjadi “wakil”
Teks awal : Saben sore jago-jago kang pinilih dadi wakiling
106
sekolah katon sengkot anggone gladhen.
Teks perbaikan : Saben sore jago-jago kang pinilih dadi wakil sekolah
katon sengkot anggone gladhen.
Teks teks yang telah diperbaiki:
Kanggo mahargya pengetan dina kamardhikan bangsa utawa lumrah disebut pitulasan, arep dianakake lomba-lomba olah raga. Kayata bal-balan, SKJ (Senam Kesegaran Jasmani), bulu tangkis lan tenis meja. Saben sekolah wis padha milihi jago-jagone. Saben sore katon padha mempeng anggone gladhen. Apa ta sebabe? Karana kabeh pingin antuk juwara siji, saengga kajaba bisa antuk bebungah kang wis disumadyakake uga bisa nambahi kuncaraning sekolah.
Semono uga kahanan ing SMP Kridha Siswa. Saben sore jago-jago kang pinilih dadi wakil sekolah katon sengkut anggone gladen. Kang bal-balan, gladen ana lapangan. Kang SKJ ana latar sekolahan, uga kang main bulu tangkis lan kang tenis meja ana//....
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks Aja Dumeh yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat enam
dengan jumlah kalimat 9.8 dan jumlah kata sulit sebanyak 28. Ini berarti
teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6
sekolah dasar.
Teks awal (bagian 2)
Yudi kang taun wingi kasil nggayuh juwara siji babagan tenis meja, taun iki isih dipercaya mandhegani kanca-kancane. Ya ora maido, wong pancen dheweke apik banget maine. Bal service-e kajaba banter uga angel diwaca parane. Cemesane tajem. Upama mbalekake bal, mungsuhe kerep kapusan. Kaya-kaya bal dicemes, jebule mung ditamplek plik, lan mung tiba ing cedhak net. Pokoke yen mung jago sekolah ing laladan kecamatan kono wae durung ana kang bisa ngasorake. Katitik
107
taun wingi mungsuh-mungsuh kasil dikalahake rong set langsung. Lan bijine ora ana nganti angka limalas. Coba apa ora ngedap-edapi?
Ora mokal bab kang//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 10,4 dan
jumlah kata sulit 32. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga
untuk menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan
kata yang lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti
tersebut. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
a. Mengganti kata “mandhegani” menjadi “dadi wakil”
Teks awal : Yudi kang taun wingi kasil nggayuh juwara siji
babagan tenis meja, taun iki isih dipercaya
mandhegani kanca-kancane.
Teks perbaikan : Yudi kang taun wingi kasil nggayuh juwara siji
babagan tenis meja, taun iki isih dipercaya dadi
wakil kanca-kancane.
b. Mengganti kata “dheweke” menjadi “Yudi”
Teks awal : Ya ora maido, wong pancen dheweke apik banget
maine.
Teks perbaikan :Ya ora maido, wong Yudi apik banget maine.
c. Mengganti kata “nggayuh” menjadi “antuk”
108
Teks awal : Yudi kang taun wingi kasil nggayuh juwara siji
babagan tenis meja, taun iki isih dipercaya dadi
wakil kanca-kancane
Teks perbaikan : Yudi kang taun wingi kasil antuk juwara siji
babagan tenis meja, taun iki isih dipercaya dadi
wakil kanca-kancane
Teks yang telah diperbaiki:
Yudi kang taun wingi kasil antuk juwara siji babagan tenis meja, taun iki isih dipercaya mandhegani kanca-kancane. Ya ora maido, wong pancen Yudi apik banget maine. Bal service-e kajaba banter uga angel diwaca parane. Cemesane tajem. Upama mbalekake bal, mungsuhe kerep kapusan. Kaya-kaya bal dicemes, jebule mung ditamplek plik, lan mung tiba ing cedhak net. Pokoke yen mung jago sekolah ing laladan kecamatan kono wae durung ana kang bisa ngasorake. Katitik taun wingi mungsuh-mungsuh kasil dikalahake rong set langsung. Lan bijine ora ana nganti angka limalas. Coba apa ora ngedap-edapi?
Ora mokal bab kang//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks Aja Dumeh yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat enam
dengan jumlah kalimat 10,4 dan jumlah kata sulit sebanyak 30. Ini berarti
teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6
sekolah dasar.
Teks awal (bagian 3)
Wektu kang ditetepake kanggo tetandhingan saya cedhak. Kabeh saya sengkut anggone gegladhen. Kang diajab mung siji, bisaa ngasorake mungsuh kang diadhepi. Kabeh padha percaya: kanthi tekat kang temen, sedya mesthi katekan.
Sawijining sore, Yudi, Bimo, Widhi, Yekti, Wening, lan Santi padha gladhen ana sekolahan. Kang lagi nengahi gladhen Yudi karo Widhi.
109
Liyane wis padha rampung. Kringete katon isih gembrobyos. Sinambi ngesis padha nonton tetandhingane bocah loro mau. Katon Yudi pancen luwih unggul tinimbang Widhi. Widhi katon kethetheran lan wusanane kasoran.
“Piye, jarene pengin dadi juwara?” Yudi ngece Widhi. Kang diece ora nyaulani. “Pengin dadi juwara kok mung kasil entuk biji//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13,5 dan
jumlah kata sulit 28. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak sehingga untuk
menyesuaikannya dengan cara menggabungkan dua kalimat atau lebih
menjadi satu kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
kalimat awal Liyane wis padha rampung.
Kringete katon isih gembrobyos.
kalimat perbaikan Liyane wis padha rampung, kringete katon isih
gembrobyos.
Kalimat awal Sinambi ngesis padha nonton tetandhingane
bocah loro mau.
Katon Yudi pancen luwih unggul ketimbang
Widhi.
Kalimat perbaikan Sinambi ngesis padha nonon tetandhingane bocah
loro mau, katon Yudi pancen luwih unggul
110
tinimbang Widhi.
Teks yang telah diperbaiki:
Wektu kang ditetepake kanggo tetandhingan saya cedhak. Kabeh saya sengkut anggone gegladhen. Kang diajab mung siji, bisaa ngasorake mungsuh kang diadhepi. Kabeh padha percaya: kanthi tekat kang temen, sedya mesthi katekan. Sawijining sore, Yudi, Bimo, Widhi, Yekti, Wening, lan Santi padha gladhen ana sekolahan. Kang lagi nengahi gladhen Yudi karo Widhi. Liyane wis padha rampung, kringete katon isih gembrobyos. Sinambi ngesis padha nonton tetandhingane bocah loro mau, katon Yudi pancen luwih unggul tinimbang Widhi. Widhi katon kethetheran lan wusanane kasoran. “Piye, jarene pengin dadi juwara?” Yudi ngece Widhi. Kang diece ora nyaulani. “Pengin dadi juwara kok mung kasil entuk biji//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks Aja Dumeh yang telah diperbaiki di atas berada pada tingkat enam
dengan jumlah kalimat 11,5 dan jumlah kata sulit sebanyak 28. Ini berarti
teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6
sekolah dasar.
5. Teks cerkak “Sapa Eling Bakal Beja”
Teks awal (bagian 1)
Usum panen wis rampung. Pari kang ana ing pategalan wis diusung mulih. Gabahe malah wis disimpen. Damen kang garing uga wis ditumpuk kanggo pasediyan pakan sapi. Tanduran palawija, bangsane kacang lan kedhele uga wis padha thukul ana alas. Samubarang kang gegayutan karo pakaryan tegal wis lerem. Ana wektu kang longgar sinambi nunggu usum dhedharingan.
Kaya padatan, wektu-wektu kaya ngono iku dianakake bersih desa. Diarani bersih desa, sebab ing wektu iku wong sadesa padha ngresiki desane. Suket-suket kang njembrung ing lingkungan kono padha diresiki.
111
Kabeh rereget padha disaponi. Klaras-klaras garing digantholi. Resak-resak diobongi. Pokoke sesawangan ing lingkungan desa//....
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 16,8 dan
jumlah kata sulit 28. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak dan jumlah
kata sulit juga terlalu banyak sehingga untuk memperbaikinya dengan
cara manggabungkan dua kalimat atau lebih menjadi satu kalimat. Untuk
jumlah kata sulit yang terlalu banyak dapat diperbaiki dengan cara
mengurangi jumlah kata sulit tersebut dengan cara mengganti kata-kata
yang dianggap sulit dengan kata yang lebih mudah. Perbaikan teks dapat
dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “bangsane” menjadi “kaya”
Teks awal : Tanduran palawija, bangsane kacang lan
kedhele uga wis padha thukul ana alas.
Teks perbaikan : Tanduran palawija, kaya kacang lan kedhele
uga wis padha thuluk ana alas.
b. Mengganti kata “longgar” menjadi “sela”
Teks awal : Ana wektu kang longgar sinambi nunggu usum
dhedharingan.
112
Teks perbaikan : Ana wektu kang sela sinambi nunggu usum
dhedharingan.
c. Mengganti kata “padatan” menjadi “biasa”
Teks awal : Kaya padatan, wektu-wektu kaya ngono iku
dianakake bersih desa.
Teks perbaikan : Kaya biasa, wektu-wektu kaya ngono iku
dianakake bersih desa.
d. Mengganti kata “njembrung” menjadi “raket”
Teks awal : Suket-suket kang njembrung ing lingkungan
kono padha diresiki.
Teks perbaikan : Suket-suket kang raket ing lingkungan kono
padha diresiki.
e. Menggabungkan 2 kalimat atau lebih menjadi 1 kalimat majemuk.
- Gabahe malah wis disimpen.
- Damen kang garing uga wis ditumpuk kanggo pasediyan pakan
sapi.
Menjadi
Gabahe malah wis disimpen lan Damen kang garing wis ditumpuk
kanggo pasediyan pakan sapi.
- Kabeh rereget disaponi.
- Klaras-klaras garing digantholi.
113
- Resak-resak diobongi.
Menjadi
Kabeh rereget disaponi, klaras-klaras garing digantholi, lan resak-
resak diobongi.
Teks teks yang telah diperbaiki:
Usum panen wis rampung. Pari kang ana ing pategalan wis diusung mulih. Gabahe malah wis disimpen lan Damen kang garing wis ditumpuk kanggo pasediyan pakan sapi. Tanduran palawija, kaya kacang lan kedhele uga wis padha thukul ana alas. Samubarang kang gegayutan karo pakaryan tegal wis lerem. Ana wektu kang sela sinambi nunggu usum dhedharingan. Kaya biasa, wektu-wektu kaya ngono iku dianakake bersih desa. Diarani bersih desa, sebab ing wektu iku wong sadesa padha ngresiki desane. Suket-suket kang raket ing lingkungan kono padha diresiki. Kabeh rereget padha disaponi, klaras-klaras garing digantholi lan Resak-resak diobongi. Pokoke sesawangan ing lingkungan //.... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks Sapa Eling bakal Bekja yang telah diperbaiki di atas berada pada
tingkat enam dengan jumlah kalimat 10.3 dan jumlah kata sulit
sebanyak 28. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 2)
“Ana bab kang arep dakomongake,” Bowo mrepengi kancane sakloron.
Bambang lan Bagus pandeng-pendengan, durung bisa nggagapi apa kang bakal diomongake Bowo. Sadurunge ngetokake apa kang ana jeron atine, Bowo ngajak kekarone lungguh.
“Kaya kang wis padha dimangerteni, telung dina maneh perthandhingan final bakal kaleksanan. Mau bengi, sawise salat Isya ana wong loro nemoni aku. Ngakune saka dhusun Gunungsari,” Bowo mandeng kancane baka siji.
114
“Gunungsari rak calon lawane awake dhewe ta? Ana perlu apa nemoni kowe?’ pitakone Bagus.
“Ana sing dirundhingake karo aku,” Bowo mandheg sedhela anggone ngomong. Sajake ragu arep mbacutake. Sawise unjal ambegan dawa, banjur celathu.
“Ngene.//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 11 dan
jumlah kata sulit 30. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga
untuk menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan
kata yang lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti
tersebut. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “sakloron’ menjadi “wong loro”
Teks awal : “Ana bab kang arep dakomongake,” Bowo
mrepengi kancane sakloron.
Teks perbaikan : “Ana bab kang arep dakomongake,” Bowo
mrepengi kancane wong loro.
b. Mengganti kata “nggagapi” menjadi “bethek”
Teks awal : Bambang lan Bagus pandeng-pendengan, durung
bisa nggagapi apa kang bakal diomongake Bowo.
Teks perbaikan : Bambang lan Bagus pandeng-pendengan, durung
bisa bethek apa kang bakal diomongake Bowo.
c. Mengganti kata “celathu” menjadi “ngomong”
115
Teks awal : Sawise unjal ambegan dawa, banjur celathu.
Teks perbaikan : Sawise unjal ambegan dawa, banjur ngomong.
Teks yang telah diperbaiki:
“Ana bab kang arep dakomongake,” Bowo mrepengi kancane wong loro.
Bambang lan Bagus pandeng-pendengan, durung bisa bethek apa kang bakal diomongake Bowo. Sadurunge ngetokake apa kang ana jeron atine, Bowo ngajak kekarone lungguh.
“Kaya kang wis padha dimangerteni, telung dina maneh perthandhingan final bakal kaleksanan. Mau bengi, sawise salat Isya ana wong loro nemoni aku. Ngakune saka dhusun Gunungsari,” Bowo mandeng kancane baka siji.
“Gunungsari rak calon lawane awake dhewe ta? Ana perlu apa nemoni kowe?’ pitakone Bagus.
“Ana sing dirundhingake karo aku,” Bowo mandheg sedhela anggone ngomong. Sajake ragu arep mbacutake. Sawise unjal ambegan dawa, banjur ngomong.
“Ngene.//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur uh Wohikembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik
Raygor, teks cerkak Sapa Eling Bakal Bekja yang telah diperbaiki di atas
berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 11 dan jumlah kata sulit
sebanyak 27. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 3)
Bowo banthuk-mathuk karo mesem. Dheweke banjur mandeng Bagus.
“Yen kowe piye, Gus?” “macan mati ninggalake lulang, gajah mati ninggalake gadhing.
Manungsa mati bisaa ninggalake amal kabecikaan. Rembug salimah, laku sajangkah kudu dipikir kanthi premana. Sepisan manungsa tumindak candhala, salawase urip bisa ora dipercaya. Mangkono prasetyaku,” wangsulane Bagus mantep.
116
“pokoke aku ora bakal kepencut ing godha. Dikaya ngapa aku bakal netepi tekat kawitan sing wis diikrarake, yaiku bakal nggondhol juwara maneh!” mangkono tekate Bambang.
“Semono uga aku Mbang,” Bagus nyengkuyung. “Embuh yen Bowo. Miliha miturut krenteking atimu!”
“Kanca-kancaku, tanpa njaluk tetimbangan karo sliramu, bengi iku aku wis nampik tembunge//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13,7 dan
jumlah kata sulit 38. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kata sulit terlalu banyak sehingga
untuk menyesuaikannya harus mengganti kata-kata sulit tersebut dengan
kata yang lebih mudah tetapi tidak mengurangi arti kata yang diganti
tersebut. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “kabecikan” menjadi “becik”
Teks awal : Manungsa mati bisaa ninggalake amal kabecikan.
Teks perbaikan : Manungsa mati bisaa ninggalake amal becik.
b. Mengganti kata “premana” menjadi “tenan”
Teks awal : Rembug saklimah, laku sajangkah kudu dipikir
kanthi premana.
Teks perbaikan : Rembug saklimah, laku sajangkah kudu dipikir
kanthi tenan.
c. Mengganti kata “sepisan” menjadi “pisan”
Teks awal : Sepisan manungsa tumindak candhala, salawase
117
urip bisa ora dipercaya.
Teks perbaikan : Pisan manungsa tumindak candhala, salawase urip
bisa ora dipercaya.
d. Mengganti kata “candhala” menjadi “ala”
Teks awal : Pisan manungsa tumindak candhala, salawase urip
bisa ora dipercaya
Teks perbaikan : Pisan manungsa tumindak ala, salawase urip bisa
ora dipercaya
e. Mengganti kata “mangkono” menjadi “iku”
Teks awal : Dikaya ngapa aku bakal netepi tekat kawitan sing
wis diikrarake, yaiku bakal nggondhol juwara
maneh!” mangkono tekate Bambang.
Teks perbaikan : Dikaya ngapa aku bakal netepi tekat kawitan sing
wis diikrarake, yaiku bakal nggondhol juwara
maneh!” iku tekate Bambang.
f. Mengganti kata “juwara” menjadi “nomer”
Teks awal : Dikaya ngapa aku bakal netepi tekat kawitan sing
wis diikrarake, yaiku bakal nggondhol juwara
maneh!” iku tekate Bambang.
Teks perbaikan : Dikaya ngapa aku bakal netepi tekat kawitan sing
wis diikrarake, yaiku bakal nggondhol nomer
maneh!” iku tekate Bambang.
g. Mengganti kata “nggondhol” menjadi “antuk”
118
Teks awal : Dikaya ngapa aku bakal netepi tekat kawitan sing
wis diikrarake, yaiku bakal nggondhol nomer
maneh!” iku tekate Bambang.
Teks perbaikan : Dikaya ngapa aku bakal netepi tekat kawitan sing
wis diikrarake, yaiku bakal antuk nomer maneh!”
iku tekate Bambang.
h. Mengganti kata “miturut” menjadi “manut”
Teks awal : Miliha miturut krenteking atimu!
Teks perbaikan : Miliha manut krenteking atimu!
i. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat
Kalimat awal macan mati ninggalake lulang, gajah mati
ninggalake gadhing.
Manungsa mati bisaa ninggalake amal becik.
Kalimat perbaikan macan mati ninggalake lulang, gajah mati
ninggalake gadhing, manungsa mati bisaa
ninggalake amal becik.
Kalimat awal sepisan manungsa tumindak candhala,
salawase urip bisa ora dipercaya.
“Mangkono prasetyaku,” wangsulane Bagus
mantep
Kalimat perbaikan "Pisan manungsa tumindak ala, salawase urip
bisa ora dipercaya, mangkono prasetyaku,”
119
wangsulane Bagus mantep.
Teks yang telah diperbaiki:
Bowo banthuk-mathuk karo mesem. Dheweke banjur mandeng Bagus.
“Yen kowe piye, Gus?” “Macan mati ninggalake lulang, gajah mati ninggalake gadhing,
manungsa mati bisaa ninggalake amal becik. Rembug salimah, laku sajangkah kudu dipikir kanthi tenan. Pisan manungsa tumindak candhala, salawase urip bisa ora dipercaya, mangkono prasetyaku,” wangsulane Bagus mantep.
“pokoke aku ora bakal kepencut ing godha. Dikaya ngapa aku bakal netepi tekat kawitan sing wis diikrarake, yaiku bakal antuk nomer maneh!” iku tekate Bambang.
“Semono uga aku Mbang,” Bagus nyengkuyung. “Embuh yen Bowo. Miliha manut krenteking atimu!”
“Kanca-kancaku, tanpa njaluk tetimbangan karo sliramu, bengi iku aku wis nampik tembunge//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks cerkak Sapa Eling bakal Bekja yang telah diperbaiki di atas berada
pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 11,7 dan jumlah kata sulit
sebanyak 28. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 4)
Bambang sing biasane bisa gawe pandhange swasana mikir-mikir sedhela.
“Ngene....Ayo bab iki diaurake marang pak Santosa. Upamane sesuk ana kurang bejane kesebelasane awake dhewe, panjenengane ora bakal kagungan rasa piye-piye karo awake dhewe. Lan uga bisa paring keterangan marang wong liya, kalebu marang kanca-kancane dhewe.”
Rampung latihan, bocah telu mau banjur matur Pak Santosa, guru olah raga SD Bayemsari, kang dipercaya dadi pelatihe bocah-bocah. Pak Santosa banget anggone ngalembana Bambang, Bowo lan Bagus, marga wis duwe kekarepan kang becik.
120
Dina minggu kang ditetepake kanggo pertandhingan final wis tumeka. Ing lapangan wis andher kang padha arep//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 7,8 dan
jumlah kata sulit 27. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan 7
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu sedikit sehingga untuk
memperbaikinya dengan cara membagi kalimat yang terlalu panjang
menjadi dua atau tiga kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut
ini.
Perbaikan teks:
a. Membagi satu kalimat panjang menjadi dua kalimat
Kalimat awal Rampung latihan, bocah telu mau banjur matur
Pak Santosa, guru olah raga SD Bayemsari,
kang dipercaya dadi pelatihe bocah-bocah.
Kalimat perbaikan Rampung latihan, bocah telu mau banjur
matur Pak Santosa.
Pak santosa iku, guru olah raga SD
Bayemsari kang dipercaya dadi pelatihe
bocah-bocah.
Teks yang telah diperbaiki:
Bambang sing biasane bisa gawe pandhange swasana mikir-mikir sedhela.
“Ngene....Ayo bab iki diaurake marang pak Santosa. Upamane sesuk ana kurang bejane kesebelasane awake dhewe, panjenengane ora bakal kagungan rasa piye-piye karo awake dhewe. Lan uga bisa paring keterangan marang wong liya, kalebu marang kanca-kancane dhewe.”
121
Rampung latihan, bocah telu mau banjur matur Pak Santosa. Pak Santoso iku guru olah raga SD Bayemsari, kang dipercaya dadi pelatihe bocah-bocah. Pak Santosa banget anggone ngalembana Bambang, Bowo lan Bagus, marga wis duwe kekarepan kang becik.
Dina minggu kang ditetepake kanggo pertandhingan final wis tumeka. Ing lapangan wis andher kang padha arep//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks cerkak Sapa Eling Bakal Bekja yang telah diperbaiki di atas berada
pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 8,8 dan jumlah kata sulit
sebanyak 27. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 5)
Wong kang nyoba nyogok KTB, isih kepengin ngglembuk. Nanging sadurunge ketekan karepe, Pak Santosa wis ngalang-alangi.
“Wonten napa Kang?” pitakone Pak Santoso. “Anu, Mas Guru. Anu...boten wonten napa-napa,” wangsulane
gugup. “Kula sampun ngertos kekajengan sampeyan. Sampeyan ta sing
nyobi nyogok lan ngglembuk lare-lare kula?” “Ah, boten kok. Boten leres niku, Mas Guru,” wong mau selak. “kang...bok nggih sampun ngaten niku. Atine lare-lare niku taksih
polos. Taksih murni. Taksih resik. Sampun diregeti ngangge bab-bab kang awon. Mesakaken piyambakipun. Nggih, ta?” ngandikane Pak Santosa pratitis.
Para pemain kang arep padha adu keprigelan wis mlayu-mlayu//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 16,8 dan
jumlah kata sulit 28. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD.
Ketidaksesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak
sehingga untuk menyesuaikannya dengan cara menggabungkan dua atau
122
tiga kalimat menjadi satu kalimat. Perbaikan teks dapat dilihat seperti
berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Wong kang nyoba nyogok KTB, isih kepengin
ngglembuk.
Nanging sadurunge ketekan karepe, Pak
Santoso wis ngalang-alangi.
Kalimat perbaikan Wong kang nyoba nyogok KTB, isih kepingin
ngglembuk, nanging sadurunge katekan karepe,
Pak Santoso wis ngalang-alangi.
Kalimat awal Ah, mboten kok.
Boten leres niku, Mas Guru.
Kalimat perbaikan Ah, mboten kok, boten leres niku, Mas Guru.
b. Menggabungkan lima kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Atine lare-lare niku taksih polos.
Taksih murni.
Taksih resik.
Sampun diregeri ngangge bab-bab kang awon.
Mesakaken piyambakipun.
Kalimat perbaikan Atine lare-lare niku aksih polos, taksih murni,
taksih resik, sampun diregeti ngangge bab-bab
123
kang awon, mesakaken piyambakipun.
Teks yang telah diperbaiki:
Wong kang nyoba nyogok KTB, isih kepengin ngglembuk, nanging sadurunge ketekan karepe, Pak Santosa wis ngalang-alangi.
“Wonten napa Kang?” pitakone Pak Santoso. “Anu, Mas Guru. Anu...boten wonten napa-napa,” wangsulane
gugup. “Kula sampun ngertos kekajengan sampeyan. Sampeyan ta sing
nyobi nyogok lan ngglembuk lare-lare kula?” “Ah, boten kok, boten leres niku, Mas Guru,” wong mau selak. “kang...bok nggih sampun ngaten niku. Atine lare-lare niku taksih
polos, taksih murni, taksih resik, sampun diregeti ngangge bab-bab kang awon, mesakaken piyambakipun. Nggih, ta?” ngandikane Pak Santosa pratitis.
Para pemain kang arep padha adu keprigelan wis mlayu-mlayu//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks cerkak Sapa Eling Bakal Bekja yang telah diperbaiki di atas berada
pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 10,8 dan jumlah kata sulit
sebanyak 28. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 6)
Wasit ngunekake sempritane. Pertandhingan bakal kawiwitan. Bayensari ana kidul, lan Gunungsari ana lor. Wiwit dhetik kapisanan pertandhingan wis rame banget. Panyerangan gilir gumanti. Kabeh padha ngotote. Meh ora ana wektu bal mandheg. Kridhane kang padha main pancen ngedap-edapi. Saya maneh ketambahan surake kang padha nonton. Nanging nganti setengah mainan, durung ana kang bisa njebolake gawange mungsuh.
Babak loro kawiwitan. Kaya kang diprintahake Pak Santoso, bocah bayemsari luwih mempeng anggone nyerang. Mula tandhange kaya alun segara. Meh kabeh pemain ngebyuk marang dhaerah Gunungsari. Ngerti dhaerah dibyuki mungsuh, bocah Gunungsari narik mundur pemaine. Sing ana ngarep mung kari Hendro, penyerang tengah//...
124
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 15,8 dan
jumlah kata sulit 32. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak dan jumlah kata
sulit juga terlalu banyak sehingga untuk memperbaikinya dengan cara
manggabungkan dua kalimat atau lebih menjadi satu kalimat. Untuk
jumlah kata sulit yang terlalu banyak dapat diperbaiki dengan cara
mengurangi jumlah kata sulit tersebut dengan cara mengganti kata-kata
yang dianggap sulit dengan kata yang lebih mudah. Perbaikan teks dapat
dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “surake” menjadi “surak-surak”.
Teks awal : Saya maneh ketambahan surake kang padha
nonton.
Teks perbaikan : Saya maneh ketambahan surak-surak kang padha
nonton.
b. Mengganti kata “gawange” menjadi “gawang”.
Teks awal : Nanging nganti setengah mainan, durung ana kang
bisa njebolake gawange mungsuh.
Teks perbaikan : Nanging nganti setengah mainan, durung ana kang
bisa njebolake gawang mungsuh.
c. Mengganti kata”kang diprentahake” menjadi “ature”.
125
Teks awal : Kaya kang diprintahake Pak Santoso, bocah
bayemsari luwih mempeng anggone nyerang
Teks perbaikan : Kaya ature Pak Santoso, bocah bayemsari luwih
mempeng anggone nyerang
d. Mengganti kata “mungsuh” menjadi “lawan”
Teks awal : Nanging nganti setengah mainan, durung ana kang
bisa njebolake gawange mungsuh.
Teks perbaikan : Nanging nganti setengah mainan, durung ana kang
bisa njebolake gawange mungsuh.
e. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Kridhane kang padha main pancen ngedap-
edapi.
Saya maneh ketambahan surake kang padha
nonton.
Kalimat perbaikan Kridhane kang padha main pancen ngedap-edapi,
saya maneh ketambahan surake kang padha
nonton.
Kalimat awal Kaya kang diprentahake Pak santoso, bocah
Bayemsari luwih mempeng anggone nyerang.
Mula tandhange kaya alun segara.
Kalimat perbaikan Kaya kang diprentahake Pak Santoso, bocah
Bayemsari luwih mempeng anggone nyerang,
126
mula tandhange kaya alun segara.
Kalimat awal Wasit ngunekake sempritane.
Pertandhingan bakal kawiwitan.
Kalimat perbaikan Wasit ngunekake sempritane tandha
pertandhingan bakal kawiwitan.
Kalimat awal Panyerangan gilir gumanti.
Kabeh padha ngotote.
Kalimat perbaikan Panyerangan gilir gumanti, kabeh padha ngotote.
Teks yang telah diperbaiki:
Wasit ngunekake sempritane tandha pertandhingan bakal kawiwitan. Bayensari ana kidul, lan Gunungsari ana lor. Wiwit dhetik kapisanan pertandhingan wis rame banget. Panyerangan gilir gumanti, kabeh padha ngotote. Meh ora ana wektu bal mandheg. Kridhane kang padha main pancen ngedap-edapi, saya maneh ketambahan surake kang padha nonton. Nanging nganti setengah mainan, durung ana kang bisa njebolake gawang lawan. Babak loro kawiwitan. Kaya kang diprintahake Pak Santoso, bocah bayemsari luwih mempeng anggone nyerang, mula tandhange kaya alun segara. Meh kabeh pemain ngebyuk marang dhaerah Gunungsari. Ngerti dhaerah dibyuki lawan, bocah Gunungsari narik mundur pemaine. Sing ana ngarep mung kari Hendro, penyerang tengah//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik
Raygor, teks cerkak Sapa Eling Bakal Bekja yang telah diperbaiki di
atas berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 28 dan jumlah
kata sulit sebanyak 11,8. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan
tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar
127
Teks awal (bagian 7)
Sawijining wektu, Bowo kasil ngrebut bal saka sikile mungsuh. Bal terus digiring. Bagus lan Bambang golek posisi sing penak. Bowo ngoperake bal dhuwur marang Bambang. Bal ditampani nganggo sirahe. Nanging dheweke uga ngerti yen Bagus manggon ana dhaerah kang bebas. Mula bal enggal dioperake. Bal kang sareh tekane iku diendheg sedela dening Bowo, banjur ditendhang sarosane. Kaya panah kang lumepas saka gandhewa playune bal tumuju gawang. Eman, bal isih nyenggol tiang gawang, lan wekasane bisa dicandhak kiper Gunungsari.
Solahe suporter Bayemsari kang padha kuciwa maneka warna. Ana kang gedrug-gedrug. Ana kang ngeplak bathuke dhewe sakemenge. Ana kang ngantem epek//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13,7 dan
jumlah kata sulit 35. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak dan jumlah kata
sulit juga terlalu banyak sehingga untuk memperbaikinya dengan cara
manggabungkan dua kalimat atau lebih menjadi satu kalimat. Untuk
jumlah kata sulit yang terlalu banyak dapat diperbaiki dengan cara
mengurangi jumlah kata sulit tersebut dengan cara mengganti kata-kata
yang dianggap sulit dengan kata yang lebih mudah. Perbaikan teks dapat
dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “lumepas” menjadi “ucul”
Teks awal : Kaya panah kang lumepas saka gandhewa playune
bal tumuju gawang.
Teks perbaikan : Kaya panah kang ucul saka gandhewa playune bal
128
tumuju gawang.
b. Mengganti kata “kuciwa” menjadi “getun”
Teks awal : Solahe suporter Bayemsari kang padha kuciwa
maneka warna.
Teks perbaikan : Solahe suporter Bayemsari kang padha getun
maneka warna.
c. Mengganti kata “sikile” menjadi “sikil”
Teks awal : Sawijining wektu, Bowo kasil ngrebut bal saka
sikile mungsuh.
Teks perbaikan : Sawijining wektu, Bowo kasil ngrebut bal saka sikil
mungsuh.
d. Mengganti kata “mungsuh” menjadi “lawan”.
Teks awal : Sawijining wektu, Bowo kasil ngrebut bal saka
sikile mungsuh.
Teks perbaikan : Sawijining wektu, Bowo kasil ngrebut bal saka sikil
lawan.
e. Mengganti kata “sarosane” menjadi “kuwat-kuwat”
Teks awal : Bal kang sareh tekane iku diendheg sedela dening
Bowo, banjur ditendhang sarosane.
Teks perbaikan : Bal kang sareh tekane iku diendheg sedela dening
Bowo, banjur ditendhang kuwat-kuwat.
f. Mengganti kata “maneka warna” menjadi “aneh-aneh”
129
Teks awal : Solahe suporter Bayemsari kang padha getun
maneka warna.
Teks perbaikan : Solahe suporter Bayemsari kang padha getun
aneh-aneh.
g. Menggabungkan tiga kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Ana kang gedrug-gedrug.
Ana kang ngeplak bathuke dhewe sakemenge.
Ana kang ngantem epek//...
Kalimat perbaikan Ana kang gedrug-gedrug, ana kang ngeplak
bathuke dhewe sakemenge, ana kang ngantem
epek//....
h. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Nanging dheweke uga ngerti yen Bagus
manggon ana dhaerah kang bebas.
Mula, bal enggal dioperake
Kalimat perbaikan Nanging dheweke uga ngerti yen Bagus manggon
ana dhaerah kang bebas, mula bal enggal
dioperake.
Kalimat awal Bowo ngoperake bal dhuwur marang
bambang.
Bal ditampani nganggo sirahe.
Kalimat perbaikan Bowo ngoperake bal dhuwur marang Bambang
130
lan ditampani nganggo sirahe.
Teks yang telah diperbaiki:
Sawijining wektu, Bowo kasil ngrebut bal saka sikil lawan. Bal terus digiring. Bagus lan Bambang golek posisi sing penak. Bowo ngoperake bal dhuwur marang Bambang lan ditampani nganggo sirahe. Nanging dheweke uga ngerti yen Bagus manggon ana dhaerah kang bebas, mula bal enggal dioperake. Bal kang sareh tekane iku diendheg sedela dening Bowo, banjur ditendhang kuwat-kuwat. Kaya panah kang ucul saka gandhewa playune bal tumuju gawang. Eman, bal isih nyenggol tiang gawang, lan wekasane bisa dicandhak kiper Gunungsari. Solahe suporter Bayemsari kang padha getun aneh-aneh. Ana kang gedrug-gedrug ana kang ngeplak bathuke dhewe sakemenge, ana kang ngantem epek//... Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik
Raygor, teks cerkak Sapa Eling Bakal Bekja yang telah diperbaiki di
atas berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 29 dan jumlah
kata sulit sebanyak 9,8. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan
tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 8)
Bocah-bocah Bayemsari saya mempeng. Nanging amarga kesenengen anggone nyerang, pertahanane lena. Sawise bisa nyandhak bal kop-kopane Bowo, Agus – kiper Gunungsari -, nendhang bal sakuwate ngarah marang Hendro. Hendro ngoyak bal, terus digiring. Bek Bayemsari uga ngoyak, nanging kalah cepet karo playune Hendro. Saiki dheweke mung kari nelukake kiper Bayemsari kang nyoba nutup gerakane. Pating brengok surake suporter Gunungsari. Atine Hendro saya gedhe. Ing ngarep mripate wis gemawang wewayangan sepatu bal anyar kang dijanjekake dening Pak Kadhuse. Kepingin gawe pangeram-eram bal diulik banjur ditendhang. Nanging amarga konsentrasine pecah, playune bal kurang ngarah. Bal mung kira-kira sekilan mleset saka//...
131
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 11,7 dan
jumlah kata sulit 32. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak dan jumlah kata
sulit juga terlalu banyak sehingga untuk memperbaikinya dengan cara
manggabungkan dua kalimat atau lebih menjadi satu kalimat. Untuk
jumlah kata sulit yang terlalu banyak dapat diperbaiki dengan cara
mengurangi jumlah kata sulit tersebut dengan cara mengganti kata-kata
yang dianggap sulit dengan kata yang lebih mudah. Perbaikan teks dapat
dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “surake” menjadi “surak-surak”
Teks awal : Pating brengok surake suporter Gunungsari.
Teks perbaikan : Pating brengok surak-surak suporter Gunungsari
b. Mengganti kata “gemawang” menjadi “mbayang”
Teks awal : Ing ngarep mripate wis gemawang wewayangan
sepatu bal anyar kang dijanjekake dening Pak
Kadhuse
Teks perbaikan : Ing ngarep mripate wis mbayang wewayangan
sepatu bal anyar kang dijanjekake dening Pak
Kadhuse
c. Mengganti kata “kepingin” menjadi “pingin”
132
Teks awal : Kepingin gawe pangeram-eram bal diulik banjur
ditendhang.
Teks perbaikan : Pingin gawe pangeram-eram bal diulik banjur
ditendhang.
d. Mengganti kata “nyandhak” menjadi “nyekel”
Teks awal : Sawise bisa nyandhak bal kop-kopane Bowo, Agus
– kiper Gunungsari -, nendhang bal sakuwate
ngarah marang Hendro.
Teks perbaikan : Sawise bisa nyekel bal kop-kopane Bowo, Agus –
kiper Gunungsari -, nendhang bal sakuwate
ngarah marang Hendro.
e. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Bocah-bocah Bayemsari saya mempeng.
Nanging, amarga kesenengen anggone
nyerang, pertahanane lena.
Kalimat perbaikan Bocah-bocah Bayemsari saya mempeng, nanging
amarga kesenengen anggone nyerang,
pertahanane lena.
Teks yang telah diperbaiki:
Bocah-bocah Bayemsari saya mempeng, nanging amarga kesenengen anggone nyerang, pertahanane lena. Sawise bisa nyekel bal kop-kopane Bowo, Agus – kiper Gunungsari -, nendhang bal sakuwate ngarah marang Hendro. Hendro ngoyak bal, terus digiring. Bek Bayemsari uga ngoyak, nanging kalah cepet karo playune Hendro. Saiki dheweke mung kari nelukake kiper Bayemsari kang nyoba nutup gerakane. Pating brengok surak-surak suporter Gunungsari. Atine
133
Hendro saya gedhe. Ing ngarep mripate wis mbayang wewayangan sepatu bal anyar kang dijanjekake dening Pak Kadhuse. Kepingin gawe pangeram-eram bal diulik banjur ditendhang. Nanging amarga konsentrasine pecah, playune bal kurang ngarah. Bal mung kira-kira sekilan mleset saka//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik
Raygor, teks cerkak Sapa Eling Bakal Bekja yang telah diperbaiki di atas
berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 28 dan jumlah kata sulit
sebanyak 10,7. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 9)
Ramene kang padha surak mbata rubuh. Blek lan slompret diunekake sinambi jejogetan ana pinggir lapangan. Wong-wong padha ngalem akal lan ukile Bambang kang wis kasil gawe gol. Pak Santoso disalami Pak Kadus. Bambang kang mlayu karo ngacungake tangane dioyak lan dirangkul kanca-kancane. Puncaking kabagyan kacipta sawise wasit ngunekake sempritan tandha perthandhingan wis rampung.
Pak santoso mlayu mlebu lapangan. Bambang dirangkul terus digendhong. Kanca-kancane ngarak ngubengi lapangan. Bocah cilik-cilik ngetutake ana burine karo jejogetan. Kabeh padha ngesokake gumbiraning ati.
“kita wis kasil menangake perthandhingan,” celathune Bagus marang Bambang lan Bowo nalika acara panyerahan piala bakal kawiwitan.
“Nanging//... Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 12,2 dan
jumlah kata sulit 33. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak dan jumlah kata
sulit juga terlalu banyak sehingga untuk memperbaikinya dengan cara
134
manggabungkan dua kalimat atau lebih menjadi satu kalimat. Untuk
jumlah kata sulit yang terlalu banyak dapat diperbaiki dengan cara
mengurangi jumlah kata sulit tersebut dengan cara mengganti kata-kata
yang dianggap sulit dengan kata yang lebih mudah. Perbaikan teks dapat
dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “ngubebengi” menjadi “mubeng”
Teks awal : Kanca-kancane ngarak ngubengi lapangan.
Teks perbaikan : Kanca-kancane ngarak mubeng lapangan.
b. Mengganti kata “sinambi” menjadi “karo”
Teks awal : Blek lan slompret diunekake sinambi jejogetan ana
pinggir lapangan.
Teks perbaikan : Blek lan slompret diunekake karo jejogetan ana
pinggir lapangan.
c. Mengganti kata “rampung” menjadi “purna”
Teks awal : Puncaking kabagyan kacipta sawise wasit
ngunekake sempritan tandha perthandhingan wis
rampung.
Teks perbaikan : Puncaking kabagyan kacipta sawise wasit
ngunekake sempritan tandha perthandhingan wis
purna.
d. Mengganti kata “ngetutake” menjadi “melu”
135
Teks awal : Bocah cilik-cilik ngetutake ana burine karo
jejogetan.
Teks perbaikan : Bocah cilik-cilik melu ana burine karo jejogetan.
e. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Teks awal Pak Santoso mlayu mlebu lapangan.
Bambang dirangkul terus digendhong.
Teks perbaikan Pak Santoso mlayu mlebu lapangan, Bambang
dirangkul terus digendhong.
Kalimat awal Kanca-kancane ngarak ngubengi lapangan.
Bocah cilik-cilik melu ana burine karo
jejogetan.
Kalimat perbaikan Kanca-kancane ngarak ngubengi lapangan, lan
bocah cilik-cilik melu ana burine karo jejogetan.
Teks yang telah diperbaiki:
Ramene kang padha surak mbata rubuh. Blek lan slompret diunekake karo jejogetan ana pinggir lapangan. Wong-wong padha ngalem akal lan ukile Bambang kang wis kasil gawe gol. Pak Santoso disalami Pak Kadus. Bambang kang mlayu karo ngacungake tangane dioyak lan dirangkul kanca-kancane. Puncaking kabagyan kacipta sawise wasit ngunekake sempritan tandha perthandhingan wis purna.
Pak santoso mlayu mlebu lapangan Bambang dirangkul terus digendhong. Kanca-kancane ngarak mubeng lapangan, lan bocah cilik-cilik melu ana burine karo jejogetan. Kabeh padha ngesokake gumbiraning ati.
“kita wis kasil menangake perthandhingan,” celathune Bagus marang Bambang lan Bowo nalika acara panyerahan piala bakal kawiwitan.
“Nanging//...
136
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik Raygor,
teks cerkak Sapa Eling Bakal Bekja yang telah diperbaiki di atas berada
pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 29 dan jumlah kata sulit
sebanyak 10,2. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan tingkat
keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
6. Teks cerkak “Beda Papan Beda Aturan”
Teks awal (bagian 1)
Kanggo ngisi liburan panjang, anggota penggalang putra gugus dhepan SMP-ne Wasis bakal nganakake perkemahan. Mesthi wae bocah-bocah mau luwih dhisik nyuwun palilahe Bapak Kepala Sekolah minangka Kamabagus lan Kak Parman minangka Pembina putra. Kajaba saka ikuuga njaluk idin bapak lurah sing mengku panggonan kang bakal kanggo lokasi perkemahan.sadina sadurunge bocah-bocah bidhal, Kak Parman wis maringi ular-ular utawa pitutur apa kang kudu ditindakake bocah-bocah lan apa kang ora kena ditindakake. Sing wigati, anggota Pramuka mono kudu bisa ngamalake isine Dasa dharma ing sadhengah panggonan.
Wis sawetara wektu kendharaan kang nggawa bocah-bocah mau ninggalake//....
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 16,8 dan
jumlah kata sulit 28. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan invalid
sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa SD. Ketidak
sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu banyak dan jumlah
kata sulit juga terlalu banyak sehingga untuk memperbaikinya dengan
cara manggabungkan dua kalimat atau lebih menjadi satu kalimat. Untuk
jumlah kata sulit yang terlalu banyak dapat diperbaiki dengan cara
137
mengurangi jumlah kata sulit tersebut dengan cara mengganti kata-kata
yang dianggap sulit dengan kata yang lebih mudah. Perbaikan teks dapat
dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. mengganti kata “panjang” menjadi ‘dawa”
Teks awal : Kanggo ngisi wektu liburan panjang, anggota
penggalangputra gugus dhepan SMP-ne Wasis
bakal nganakake perkemahan.
Teks perbaikan : Kanggo ngisi wektu liburan dawa, anggota
penggalang gugus dhepan SMP-ne wasis bakal
nganakake perkemahan.
b. Mengganti kata “maringi” menjadi “paring”
Teks awal : Sadina sadurunge bocah-bocah budhal, Kak
Parman wis maringi ular-ular utawa pitutur apa
kang kudhu ditindhakake bocah-bocah lan apa
kang ora kena ditindakake.
Teks perbaikan : Sadina sadurunge bocah-bocah budhal, Kak
parman is paring ular-ular utawa pitutur apa
kang kudhu ditindakake bocah-bocah lan apa
kang ora kena ditindakake.
c. Mengganti kata “wigati” menjadi “utama”
138
Teks awal : Sing wigati, anggota Pramuka mono kudu bisa
ngamalake isine Dasa Dharma ing sadhengah
panggonan
Teks perbaikan : Sing utama, anggota Pramuka mono kudu bisa
ngamalake isine Dasa Dharma ing sadhengah
panggonan.
d. Mengubah kalimat yang panjang menjadi 2 kalimat yang lebih
pendek.
Kalimat sebelum:
Mesthi wae bocah-bocah mau luwih dhisik nyuwun palilahe Bapak
kepala Sekolah minangka Kamabagus lan Kak Parman minangka
Pembina Putra.
Menjadi:
- Mesthi wae bocah-bocah mau luwih dhisik nyuwun palilahe Bapak
Kepala Sekolah lan Kak Parman.
- Bapak Kepala Sekolah iku minangka Kamabagus lan Kak Parman
minangka Pembina Putra.
Kalimat awal:
Sadina sadurunge bocah-bocah budhal, kak Parman wis paring ular-
ular utawa pitutur apa kang kudu ditindakake bocah-bocah lan apa
kang ora kena ditindakake.
139
Menjadi:
- Sadina sadurunge budhal, Kak Parman wis paring ular-ular utawa
pitutur.
- Isine pitutur yaiku apa kang kudu ditindakake lan apa kang ora
kena ditindakake.
e. Mengubah atau menyederhanakan kalimat panjang menjadi kalimat
yang lebih pendek tanpa mengubah arti atau makna.
Kalimat awal:
Kajaba saka iku uga njaluk idin bapak lurah sing mengku panggonan
kang bakal kanggo lokasi perkemahan.
Menjadi:
Kajaba iku, uga njaluk idin bapak lurah sing mengku panggonan
lokasi perkemahan
Kalimat awal:
Sing utama, anggota Pramuka mono kudu bisa ngamalake isine Dasa
Dharma ing sadhengah papan
Kalimat perbaikan:
Sing utama, anggota Pramuka mono kudu bisa ngamalake isine Dasa
Dharma ing papan ngendi wae.
Teks teks yang telah diperbaiki:
Kanggo ngisi liburan dawa, anggota penggalang putra gugus dhepan SMP-ne Wasis bakal nganakake perkemahan. Mesthi wae bocah-bocah mau luwih dhisik nyuwun palilahe Bapak Kepala Sekolah lan Kak Parman. Bapak Kepala Sekolah iku minangka
140
Kamabagus lan Kak Parman minangka Pembina putra. Kajaba iku uga njaluk idin bapak lurah sing mengku panggonan kang lokasi perkemahan. Sadina sadurunge budhal, Kak Parman wis paring ular-ular utawa pitutur. Pitutur yaiku apa kang kudu ditindakake lan apa kang ora kena ditindakake. Sing utama, anggota Pramuka mono kudu bisa ngamalake isine Dasa dharma ing papan ngendi wae.
Wis sawetara wektu kendharaan kang nggawa bocah-bocah mau ninggalake//....
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik
Raygor, teks Beda papan Beda Aturan yang telah diperbaiki di atas
berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 7.8 dan jumlah kata
sulit sebanyak 25. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan
tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 2)
“Bener. Bener. Saiki seje sing dirembug, “ Wasis munggel pacelathon sawetara.
“Kaya kang wis kapacak ana daftar iki, saben wengi kudu ana sing jaga. Jadwale iki. Dakjaluk kabeh kudu gelem nuhoni kewajibane. Dene acara bakti masyarakat sesuk, aku mau wis matur pak lurah bakal ngresiki sakiwa tengene masjid lan kantor kalurahan. Kabeh kudu melu, kajaba sing tugas masak.”
“Sing tugas masak sapa, Sis?” pitakone Jarot. “Supaya ora iren, piye yen dilotre?” Tejo usul. “Setuju....,” wangsulane liyane. “ya, yen kabeh sarujuk ayo dilotre!” celathune Wasis. Dheweke banjur ngetokake rek jres saka kanthongane.
Isine disuntak, banjur dheweke njupuk 13, padha karo cacake anggota regu.//
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 13
dan jumlah kata sulit 33. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan
141
invalid sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa
SD. Ketidak sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu
banyak dan jumlah kata sulit juga terlalu banyak sehingga untuk
memperbaikinya dengan cara manggabungkan dua kalimat atau lebih
menjadi satu kalimat. Untuk jumlah kata sulit yang terlalu banyak
dapat diperbaiki dengan cara mengurangi jumlah kata sulit tersebut
dengan cara mengganti kata-kata yang dianggap sulit dengan kata
yang lebih mudah. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “sakiwa” menjadi “kiwa”
Teks awal : Dene acara bakti masyarakat sesuk, aku mau
wis matur pak lurah bakal ngresiki sakiwa
tengene masjid lan kantor kalurahan.
Teks perbaikan : Dene acara bakti masyarakat sesuk, aku mau
wis matur pak lurah bakal ngresiki kiwa
tengene masjid lan kantor kalurahan.
b. Mengganti kata “tengene” menjadi “tengen”
Teks awal : Dene acara bakti masyarakat sesuk, aku mau
wis matur pak lurah bakal ngresiki kiwa
tengene masjid lan kantor kalurahan.
142
Teks perbaikan : Dene acara bakti masyarakat sesuk, aku mau
wis matur pak lurah bakal ngresiki kiwa
tengen masjid lan kantor kalurahan.
c. Mengganti kata “dheweke” menjadi “Wasis”
Teks awal : Dheweke banjur ngetokake rek jres saka
kanthongane.
Teks perbaikan : Wasis banjur ngetokake rek jres saka
kanthongane.
d. Mengganti kata “kanthongane” menjadi “sake”
Teks awal : Dheweke banjur ngetokake rek jres saka
kanthongane.
Teks perbaikan : Dheweke banjur ngetokake rek jres saka sake.
e. Menggabungkan tiga kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Bener.
Bener.
Saiki seje sing dirembug.
kalimat perbaikan Bener bener saiki seje sing dirembug.
f. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Dene acara bakti masyarakat sesuk, aku
mau wis matur Pak Lurah bakal ngresiki
sakiwa tengene masjid lan kantor
kelurahan.
143
kabeh kudu melu, kajaba sing tugas
masak.
Kalimat perbaikan Dene acara bakti masyarakat sesuk, aku mau
wis matur Pak Lurah bakal ngresiki sakiwa
tengene masjid lan kantor kelurahan, kabeh
kudu melu, kajaba sing tugas masak.
Kalimat awal Wasis banjur ngetokake rek jres saka
kanthongane.
Isine disuntak, banjur dheweke
Kalimat perbaikan Wasis banjur ngetokake rek jres saka
kanthongane, isine disuntak, banjur dheweke
njupuk 13, padha karo cacahe anggota regu.
Teks yang telah diperbaiki:
“Bener. Bener. Saiki seje sing dirembug, “ Wasis munggel pacelathon sawetara.
“Kaya kang wis kapacak ana daftar iki, saben wengi kudu ana sing jaga. Jadwale iki. Dakjaluk kabeh kudu gelem nuhoni kewajibane. Dene acara bakti masyarakat sesuk, aku mau wis matur pak lurah bakal ngresiki sakiwa tengene masjid lan kantor kalurahan. Kabeh kudu melu, kajaba sing tugas masak.”
“Sing tugas masak sapa, Sis?” pitakone Jarot. “Supaya ora iren, piye yen dilotre?” Tejo usul. “Setuju....,” wangsulane liyane. “ya, yen kabeh sarujuk ayo dilotre!” celathune Wasis. Dheweke banjur ngetokake rek jres saka kanthongane.
Isine disuntak, banjur dheweke njupuk 13, padha karo cacake anggota regu.//
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik
144
Raygor, teks cerkak Beda Papan Beda Aturan yang telah diperbaiki di
atas berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 29 dan jumlah
kata sulit sebanyak 9. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan
tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
Teks awal (bagian 3)
“Muliha kana! Njaluk dulang ibumu! Ana kene mundhak mung gawe perkara!” Yadi orabisa ngampet mangkele.
“Her!” celathune Wasis. “ Kowe kena mulih, ning kedadeyan iki bakal dekaturake Kak Parman.”
“Aja... aja!” Heri kaweden. “Yen pengin ora dakaturake, kowe kudu tetep ana kene!
Piye?” Heri manthuk. “Nanging sarate, Kowe kudu gelem nyambut gawe
bebarengan.” “Umpamane aku Ora bisa?” “Kudu gelem latihan. Perkemahan mono kalebu sarana
supaya aku lan kowe duwe rasa tanggung jawab ngayahi kuwajiban. Saengga bisa urup mandhiri. Pakulinan kang ana ngomah, aja digawa ing papan perkemahan kene. Ing kene ora ana laden-ladenan. Beda papan beda aturan. Bisa mangerteni//...
Dari teks awal di atas diketahui bahwa jumlah kalimat 17,4
dan jumlah kata sulit 30. Ini berarti sama dengan tingkat keterbacaan
invalid sehingga teks di atas tidak sesuai dengan keterbacaan siswa
SD. Ketidak sesuaian disebabkan karena jumlah kalimat terlalu
banyak dan jumlah kata sulit juga terlalu banyak sehingga untuk
memperbaikinya dengan cara manggabungkan dua kalimat atau lebih
menjadi satu kalimat. Untuk jumlah kata sulit yang terlalu banyak
dapat diperbaiki dengan cara mengurangi jumlah kata sulit tersebut
145
dengan cara mengganti kata-kata yang dianggap sulit dengan kata
yang lebih mudah. Perbaikan teks dapat dilihat seperti berikut ini.
Perbaikan teks:
a. Mengganti kata “mangkele” menjadi “nesu”
Teks awal : Yadi ora bisa ngampet mangkele.
Teks perbaikan : Yadi ora bisa ngampet nesu.
b. Mengganti kata “upamane” menjadi “yen”
Teks awal : Upamane aku ora bisa?
Teks perbaikan : Yen aku ora bisa?
c. Menggabungkan dua kalimat menjadi satu kalimat.
Kalimat awal Muliha kana!
Njaluk dulang ibumu!
Kalimat perbaikan Muliha kana, njaluk dulang ibumu!
Kalimat awal “Her!” celathune Wasis.
“Kowe kena mulih, ning kedadeyan iki
bakal dakaturake Kak Parman.”
Kalimat perbaikan “Her, kowe kena mulih, ning kedadeyan iki
bakal dakaturake Kak Parman,” celathune
Wasis.
Kalimat awal Perkemahan mono kalebu sarana supaya
aku lan kowe duwe rasa tanggung jawab
ngayahi kuwajiban.
146
Saengga bisa urip mandhiri.
Kalimat perbaikan Perkemahan mono kalebu sarana supaya aku
lan kowe duwe rasa tanggung jawab ngayahi
kuwajiban, saengga bisa urip mandhiri.
Kalimat awal Ing kene ora ana laden-ladenan.
Beda papan beda aturan.
Kalimat perbaikan Ing kene ora ana laden-ladenan, beda papan
beda aturan.
Teks yang telah diperbaiki:
“Muliha kana, njaluk dulang ibumu! Ana kene mundhak mung gawe perkara!” Yadi ora bisa ngampet nesu.
“Her, kowe kena mulih, ning kedadeyan iki bakal dekaturake Kak Parman,” celathune Wasis.
“Aja... aja!” Heri kaweden. “Yen pengin ora dakaturake, kowe kudu tetep ana kene!
Piye?” Heri manthuk. “Nanging sarate, Kowe kudu gelem nyambut gawe
bebarengan.” “Yen aku ora bisa?” “Kudu gelem latihan. Perkemahan mono kalebu sarana
supaya aku lan kowe duwe rasa tanggung jawab ngayahi kuwajiban, saengga bisa urup mandhiri. Pakulinan kang ana ngomah, aja digawa ing papan perkemahan kene. Ing kene ora ana laden-ladenan, beda papan beda aturan. Bisa mangerteni//...
Setelah perbaikan teks dilakukan maka langkah selanjutnya
adalah mengukur kembali tingkat keterbacaannya. Berdasarkan grafik
Raygor, teks cerkak Beda Papan Beda Aturan yang telah diperbaiki di
atas berada pada tingkat enam dengan jumlah kalimat 12,4 dan jumlah
147
kata sulit sebanyak 28. Ini berarti teks tersebut sudah sesuai dengan
tingkat keterbacaan untuk siswa kelas 6 sekolah dasar.
148
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari penelitian yang dilakukan terhadap teks dalam buku kumpulan cerkak
berjudul Ngundhuh Wohing Pakarti berkaitan dengan masalah keterbacaan, dapat
diambil simpulan sebagai berikut.
1. Teks cerita cekak dalam buku Ngundhuh Wohing Pakarti berjumlah 17
cerkak. Berdasarkan perhitungan dengan grafik raygor, dari 17 teks
tersebut, 64,7% atau sebanyak 11 teks sesuai dengan tingkatan sekolah
dasar dan sisanya yakni sebanyak 35,3% atau 6 teks tidak sesuai dengan
tingkatan siswa sekolah dasar. Dari 11 teks yang sesuai, sebanyak 8 teks
menunjukkan tingkat keterbacaan pada level kelas VI (enam), 1 teks pada
level kelas V (lima) dan 2 wacana pada level kelas IV (empat).
2. Sebanyak 6 teks yang tidak sesuai tersebut, disesuaikan agar menjadi
sesuai dengan tingkatan siswa sekolah dasar. Perbaikan teks disesuaikan
dengan tingkat keterbacaan terdekat. Penyesuaikan dilakukan dengan
mengganti kata-kata sulit dan menambah jumlah kalimat dengan cara
membagi kalimat yang terlalu panjang kedalam dua kalimat atau lebih.
Sedangkan jumlah kalimat yang terlalu banyak dalam 100 perkataan,
diperkecil jumlahnya dengan menggabungkan dua atau tiga kalimat
menjadi satu kalimat. Teks-teks yang disesuaikan tersebut adalah
Ngundhuh Wohing Pakarti, Cakra Manggilingan, Sapa Sembrana Bakal
Cilaka, Aja Dumeh, Sapa Eling Bakal Beja, Beda Papan Beda Aturan.
149
5.2 Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian, buku bacaan Ngundhuh Wohing Pakarti
sebaiknya digunakan sebagai bahan ajar membaca untuk siswa kelas VI
sekolah dasar.
2. Untuk peneliti yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama,
dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk membandingkan tingkat
keterbacaan wacana pada buku pelajaran bahasa jawa lainnya.
150
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta. Dewi, Ratna Kartika. 2010. Tingkat Kekomunikatifan Wacana pada Buku Teks
Aruming Basa Jawi 1 Kelas VII Di SMP Negeri 3 Purworejo Klampok. Skripsi PBSJ.
Geocities. http://daudp65.byethost4.com/baca2/reading-mater-readability4.htm.
diunduh selasa, 15 maret 2011. Hardjasujana dan Yeti Mulyati. 1997. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud Hariyadi, Sugeng. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT MKDK
Unnes. Indiatmoko, Bambang. Dkk.1997. Kesejajaran Antara Tingkat Keterbacaan
Dengan Kemampuan Membaca dan Menyesuaikan Tingkat Keterbacaan Untuk Bahan Ajar di Sekolah. Makalah Disajikan Dalam Seminar Lokakarya Guru-Guru SD, SMP, dan SMA, Pekalongan, 5-7 Desember.
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakararta: Gramedia. Larasati, Noer Sunyi L N. 2008. Penyesuaian Tingkat Keterbacaan Berdasarkan
Grafik Fry Terhadap Teks Bacaan Buku Bahasa dan Sastra Indonesia SMP Terbitan Erlangga. Skripsi PBSI.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana. Munib, Achmad. dkk. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT MKK
Unnes. Nababan dan Sri Utari Subyakto. 1993. Metode Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Nofianti. 2009. Kualitas Buku Pelajaran Trampil basa Jawi Kelas X Terbitan
Aneka Ilmu (Kajian Keterbacaan dan Kosakata sulit Dalam Wacana). Skripsi PBSJ.
151
Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: ITB.
Siahaan, Bistok. A. 1987. Pengembanangan Materi Pengajaran Bahasa FPS 626.
Jakarta: Depdikbud. Sumarlam, dkk. 2008. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka
Cakra. Suherli. 2009. http://argumen-apbi.blogspot.com/2009/02/pembelajaran-
membaca-berbasis-teks.html. Diunduh Sabtu, 5 Maret 2011. Sukmadinata, Nana Syaodah. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. 2006. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tarigan, Hanry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa Bandung. Wagiran. 2006. Penulisan Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
(Makalah). Semarang: FBS Unnes. www. Sibi. or.id. www. Wikipedia.org