BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
73
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan penelitian
tentang “Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat
kecemasan anggota keluarga pada pasien yang dirawat di ruang ICU
RSUD Salatiga“. Hasil ini akan dikelompokkan menjadi: jenis kelamin,
umur reponden, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan hubungan dengan
pasien. Data khusus meliputi pelaksanaan komunikasi verbal dan non
verbal perawat dan tingkat kecemasan. Hubungan antara variabel akan
diuji dengan menggunakan Spearman rho dengan tingkat kemaknaan
= 0,05 artinya bila p < (0,05), maka H0 ditolak, berarti secara signifikan
ada hubungan antara dua variabel yang diukur, tapi bila p> (0,05),
maka H0 diterima, berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
dua variabel yang diukur
1.1 Hasil penelitian
1.1.1 Karakteristik responden
Table 1: Distribusi frekwensi Jenis Kelamin Responden di
ruangICU RSUD Salatiga
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 18 51
Perempuan 17 49
Total 35 100
73
74
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 18
responden (51%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak
17 responden (49%)
Tabel 2: Distribusi frekwensi Umur Responden di ruangICU RSUD
Salatiga
Umur Frekuensi Persentase
20-30 tahun 5 14
31-40 tahun 13 37
41-50 tahun 14 40
51-60 tahun 3 9
Total 35 100
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas
responden berusia 41-50 tahun yaitu sebanyak 14 responden
(40%), berusia 31-40 tahun sebanyak 13 responden (37%),
berusia 20-30 tahun sebanyak 5 responden (14%) dan yang
berusia 51-60 tahun sebanyak 3 responden (9%).
Tabel 3: Distribusi frekwensi pendidikan Responden di ruang ICU
RSUD Salatiga
Pendidikan Frekuensi Persentase
Tidak sekolah 1 3
Lulus SD 8 23
Lulus SMP 2 6
Lulus SMA 17 48
Lulus Akademik 7 20
Total 35 100
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas
responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 17
75
reseponden (48%), berpendidikan SD sebanyak 8 responden
(23%), berpendidikan Akademik sebanyak 7 responden
(20%), berpendidikan SMP sebanyak 12 responden (6%) dan
tidak sekolah sebanyak 1 responden (3%)
Table 4: Distribusi frekwensi pekerjaan Responden di ruang ICU
RSUD Salatiga.
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Tidak bekerja 3 9
Swasta 12 34
Wiraswata 13 37
PNS/TNI/POLRI 7 20
Total 35 100
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas
responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 13
responden (37%), swasta sebanyak 12 responden (34%),
PNS/POLRI/TNI sebanyak 7 responden (20%) dan tidak
bekerja sebanyak 3 responden.
Table 5: Distribusi frekwensi hubungan dengan pasien
Responden di ruang ICU RSUD Salatiga
Hubungan dengan pasien Frekuensi Persentase
Anak 8 23
Istri 3 9
Suami 4 11
Ayah 5 14
Ibu 5 14
Saudara kandung 3 9
76
Saudara dekat 7 20
Total 35 100
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas
responden adalah anak dari pasien yaitu sebanyak 8
responden (23%), saudara kandung sebanyak 7 responden
(20%), ibu dan ayah daari pasien yaitu sebanyak 5
responden (14%), saudara kandung yaitu sebanyak 3
responden (9%) dan istrii sebanyak 3 responden (9%)
1.1.2 Data khusus
Table 6: Distribusi frekwensi pelaksanaan komunikasi verbal
perawat di ruang ICU RSUD Salatiga.
Komunikasi verbal Frekuensi Persentase
Kurang 10 29
Cukup 11 31
Baik 14 40
Total 35 100
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas
responden mengatakan komunikasi verbal yang diberikan
perawat adalah baik yaitu sebanyak 14 responden (40%),
yang mengatakan cukup sebanyak 11 responden (31%) dan
yang mengatakan kurang 10 responden (29%).
77
Tabel 7: Distribusi frekwensi pelaksanaan komunikasi non verbal
perawat di ruang ICU RSUD Salatiga.
Komunikasi non verbal
Frekuensi Persentase
Kurang 6 17
Cukup 13 37
Baik 16 46
Total 35 100
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas
responden mengatakan komunikasi non verbal yang
diberikan perawat adalah baik yaitu sebanyak 16 responden
(46%), yang mengatakan cukup sebanyak 13 responden
(37%) dan yang mengatakan kurang 6 responden (17%).
Table 8: Distribusi frekwensi tingkat kecemasan anggota keluarga
pasien di ruang ICU RSUD Salatiga.
Tingkat kecemasan Frekuensi Persentase
Ringan 10 29
Sedang 20 57
Berat 5 14
Total 35 100
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa mayoritas
responden mengatakan cemas sedang yaitu 20 responden
(57%), cemas ringan 10 responden(29%) dan cemas berat 5
responden (14%).
78
Table 9: Analisa hubungan komuniksai verbal perawat dengan
tingkat kecemasan anggota keluarga yang dirawat di
ruang ICU RSUD Salatiga.
Tingkat Kecemasan Total
Cemas Ringan
Cemas Sedang
Cemas Berat
Komunikasi Verbal
Kurang
Count 3 7 0 10
% 8.6% 20.0% 0% 28.6%
Cukup
Count 4 4 3 11
% of Total
11.4% 11.4% 8.6% 31.4%
Baik
Count 3 9 2 14
% of Total
8.6% 25.7% 5.7% 40.0%
Total
Count 10 20 5 35
% of Total
28.6% 57.1% 14.3% 100.0%
Spearman Correlation P = 0.444
r = 0.134
Berdasarkan penelitian menggunakan uji Spearman rho
menunjukkan tingkat kemaknaan p (0,444) ≥α (0,05), yang artinya
tidak ada hubungan yang signifikan komunikasi verbal dengan
tingkat kecemasan keluarga pada pasien yang dirawat di ruangICU
RSUD Salatiga dengan koefisien korelasi 0,134 artinya
mempunyaikorelasi lemah.
79
Table 10: Analisa hubungan komuniksai non verbal perawat
dengan tingkat kecemasan anggota keluarga yang
dirawat di ruang ICU RSUD Salatiga.
Tingkat Kecemasan Total
Cemas Ringan
Cemas Sedang
Cemas Berat
Komunikasi Non Verbal
Kurang
Count 3 3 0 6
% of Total
8.6% 8.6% .0% 17.1%
Cukup
Count 4 7 2 13
% of Total
11.4% 20.0% 5.7% 37.1%
Baik
Count 3 10 3 16
% of Total
8.6% 28.6% 8.6% 45.7%
Total
Count 10 20 5 35
% of Total
26.6% 57.1% 14.3% 100.0%
Spearman Correlation
P=0.133
r= 0.259
Berdasarkan penelitian menggunakan Spearman rho
menunjukkan tingkat kemaknaan p (0,133) ≥ (0,05), yang artinya
tidak ada hubungan yang signifikan komunikasi verbal dengan
tingkat kecemasan keluarga pada pasien yang dirawat di ruang
ICU RSUD Salatiga, dengan koefisien korelasi 0,259 artinya
mempunyai korelasi lemah.
80
1.2 Pembahasan penelitian
Dalam bab ini akan dibahas hasil penelitian selanjutnya, sebagai
berikut:
1. Komunikasi terapeutik perawat
Berdasarkan hasil penelitian di peroleh bahwa dari rata-rata
responden mengatakan komunikasi yang diberikan perawat
sudah cukup baik. Hal ini terbukti dari 35 responden yang
mengatakan komunikasi terapeutik verbal perawat baik adalah
14 responden (40%), yang mengatakan cukup 11 responden
(31%), yang mengatakan kurang 10 responden (29%).
Responden yang mengatakan komunikasi terapeutik non verbal
perawat baik adalah 16 responden (46%), yang mengatakan
cukup 13 responden (37%), dan yang mengatakan kurang 8
responden (17%).
Hasil penelitian ini menggambarkan dalam praktek
perawatan di ruang ICU RSUD Salatiga dipergunakan
komunikasi yang cukup efektif kepada anggota keluarga pasien
walaupun masih ada sebagian kecil responden yang menilai
komuniksi perawat kurang efektif.
Berkomunikasi dengan usia balita berbeda dengan usia
dewasa. Begitu pula berkomunikasi dengan keluarga pasien
yang usianya lebih tua dengan keluarga pasien usianya lebih
muda. Bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi perlu
81
disesuaikan dengan tingkatan umur keluarga pasien.
Kesesuaian bahasa dapat mempengaruhi kemampuaan anggota
keluarga untuk menerima pesan dari perawat dan berdampak
pada penilaian anggota keluarga mengenai kemampuan perawat
dalam berkomunikasi selama berinteraksi dengan keluarga
pasien (Heri Purwanto, 2003)
Tingkat pendidikan anggota keluarga pasien dapat
mempengaruhi proses komunikasi antara perawat dengan
anggota keluarga. Orang yang berpendidikan rendah akan
berbeda dengan orang berpendidikan tinggi dalam
berkomunikasi. Hal ini menyangkut tata bahasa maupun kosa
kata atau istilah. Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang
diajak berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang
berbeda, sehingga perlu penyesuaian dengan tingkat
pengetahuan yang di ajak bicara(Notoraharjo yang dikutip oleh
Nursalam, 2001)
2. Tingkat kecemasan
Anggota keluarga pasien yang dirawat di ruang ICU paling
banyak mengalami kecemasan tingkat sedang dengan
prosentase 57% (20 responden).
Seseorang yang merasa cemas biasanya dikaitkan dengan
kondisi pasien, lingkungan yang baru, kurangnya informasi, pola
pengobata serta biaya pengobatan.Seseorang yang mengalami
82
kecemasan sedang masih dapat melaksanakanaktivitas hidup
sehari-hari. Perlu diperhatikan untuk mencegah agar klien tidak
berada dalam kecemasan berat maupun panik karena pada
tingkat ini wawasan individu terhadap lingkungan sangat
menurun dan sudah tidak mampu mengontrol diri (Ibrahim,
2003: 58)
Dari faktor pendidikan menurut Broewer yang dikutip oleh
Nursalam (2001), pendidikan seseorang sangat menentukan
kecemasan. Klien dengan pendidikan tinggi akan lebih mampu
mengatasi kecemasan dengan menggunakan koping yang efektif
dan konstruktif dari pada seseorang dengan pendidikan rendah.
Faktorlainyang dapat menimbulkan kecemasan adalah
lingkungan. Lingkungan dapat membantu seseorang
mengintegritasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil. Hal ini dapat
dipahami karena dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman
yang tidak menyenangkan bagi tiap individu sehingga dapat
menimbulkan suatu kecemasan.
3. Hubungan komunikasi terapeutik perawat dan tingkat
kecemasan anggota keluarga
Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil bahwa hubungan
komunikasi terapeutik verbal dan tingkat kecemasan
menunjukkan tingkat kemaknaan 0,444 > 0,05 artinya tidak
83
mempunyai hubungan yang signifikan antara komunikasi verbal
perawat dan tingkat kecemasan keluarga. Koefisien korelasi
0.134 artinya mempunyai korelasi lemah.Sedangkan untuk
komunikasi terapeutik non verbal dan tingkat kecemasan
menunjukkan tingkat kemaknaan kemaknaan 0,133 > 0,05
artinya tidak mempunyai hubungan yang signifikan antara
komunikasi nonverbal perawat dan tingkat kecemasan keluarga,
dengan koefisien korelasi 0,259 artinya mempunyai korelasi
lemah.
Komunikasi verbal dan komunikasi non verbal
mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat
di ruang ICU, hal ini disebabkan karena keluarga sangat
membutuhkan adanya informasi dan penjelasan tentang
keadaan anggota keluarganya yang sedang terbaring dan
dirawat di ruang ICU.Selama pasien dirawat di ruang perawatan
keluarga tidak boleh menunggu dan hanya boleh melihat pada
jam-jam tertentu.Keluarga sangat membutuhkan informasi dan
bantuan dari perawat untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan
pasien(Intansasri Nurjanah, 2002).
Dalam memberikan asuhan keperawatan, komunikasi
secara terapeutik memegang peranan penting dalam membantu
memecahkan masalah klien. Hal ini dikarenakan komunikasi ini
ditujukan untuk kesembuhan klien sehingga dalam
84
pelaksanaannya proses komunikasi dapat memberikan
informasi dan membantu klien untuk mengatasi persoalan yang
dihadapi pada tahap perawatan (Heri Purwanto, 2003)
Komunikasi terapeutik perawat mempengaruhi tingkat
kecemasan anggota keluarga pasien yang dirawat di ruang ICU.
Hal ini disebabkan karena keluarga pasien di ruang ICU
membutuhkan informasi dan penjelasan tentang keadaan
keluarganya dan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat.
Kecemasan yang terjadi pada keluarga pasien yang di rawat di
ruang ICU terjadi karena adanya suatu ancaman terhadap
anggota keluarganya yang sakit seperti ketidakberdayaan dan
kehilangan kendali pada diri dan kecemasan semacam ini akan
terus berkelanjutan. Untuk membantu meningkatkan perasaan
pengendaliaan diri pada keluarga salah satunya dapat melalui
pemberian informasi dan penjelasan. Pemberian informasi ini
dapat dilakukan dengan baik apabila didukung oleh pelaksanaa
komunikasi yang efektif oleh perawat(Maramis, 2004)
4. Keterbatasan dan kelemahan penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian korelasional dengan
menggunakan pendekatan cross sectional yaitu peneliti hanya
memfokuskan hubungan dua variabel bebas terhadap satu
variabel terikat dengan pengambilan data dua variabel tersebut
pada waktu bersamaan. Kedua variabel penelitian diukur dari
85
responden pasien, sehingga data penelitian hanya merupakan
persepsi pasien. Dalam penelitian ini juga belum melibatkan
banyak variabel yang juga mempengaruhi kecemasan anggota
pasien. Dengan demikian penelitian ini belum dapat mengetahui
besarnya hubungan kepuasan dengan variabel variabel yang
lainnya.