P U T U S A N Nomor: 11/G/2017/PTUNjdih.ptun-mataram.go.id/wp-content/uploads/2017/09/... ·...
Transcript of P U T U S A N Nomor: 11/G/2017/PTUNjdih.ptun-mataram.go.id/wp-content/uploads/2017/09/... ·...
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 1
P U T U S A N
Nomor: 11/G/2017/PTUN.MTR
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram, yang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama, dengan acara
biasa yang dilaksanakan di Gedung Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram,
Jalan dr. Soedjono – Lingkar Selatan, Kota Mataram, telah memutuskan
sengketa antara:
H. MAZNI HAMID, kewarganegaraan Indonesia, Pekerjaan Wiraswasta,
beralamat di Desa Ombe Baru, Kecamatan Kediri, Kabupaten
Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Nomor:
01.1.VII/SK_TUN.G/PTUN_MTR/ LBH_DCK/II/2017, tanggal 3 Februari
2017, memberikan kuasa kepada:
1. AGUS KAMARWAN, SH.;
2. TAKDIR AL QUDRI, SH.;
Kesemuanya kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Advokat pada
Kantor Lembaga Bantuan Hukum DR. CH. Kamarudin (LBH DR. CH.
Kamarudin), beralamat di Jalan Selefarang No. 02, Simpang Tiga
Pasar Gerung, Kelurahan Gerung Selatan, Kecamatan Gerung,
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT;
M E L A W A N
1. BUPATI LOMBOK BARAT, berkedudukan di Komplek Kantor Bupati
Lombok Barat, Giri Menang, Kelurahan Dasan Geres, Kecamatan
Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 2
180/112/KUM/2017, tanggal 3 Maret 2017, memberikan Kuasa
kepada:
1. DRS. H. ALAWI MUSTAFA;
2. H. BAGUS WDIPAYANA, SH., MM.;
3. TAOFIQ, S.H.;
4. SAPTA MAHENDRA, S.H.;
5. YUNG AULIA WARASTITI, S.H.;
6. SUHAMDI, S.IP.;
7. M. SOFIAN HADI WIJAYA, S.H.;
Kesemuanya berkewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil pada Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, memilih
beralamat di Komplek Kantor Bupati Lombok Barat, Giri Menang,
Kelurahan Dasan Geres, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok
Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat;
8. IWAN KURNIAWAN, S.H.;
9. PUTRA RIZA A. GINTING, S.H.;
10. LALU JULIANTO HDWK, S.H.
Kesemuanya berkewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Jaksa
Pengacara Negara, beralamat di Jalan Langko No. 73 Mataram,
Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Serta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 007/SK-TUN/LBH
NTB/III/2017, tanggal 6 Maret 2017, memberikan kuasa khusus
kepada:
11. BASRI MULYANI, SH.,MH.;
12. D.A. MALIK, SH;
13. ZAINUL FIKRI, SH.;
14. HENDRO TUSTIANTO, SH.;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 3
Kesemuanya berkewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Advokat,
beralamat di Jalan Pariwisata No. 22 Kebon Raja, Kota Mataram,
Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT;
2. PRASINO ILMAN, SE, berkewarganegaraan Indonesia, beralamat di Omber
Rerot Timur, Desa Ombe Baru, Kecamatan Kediri, Kabupaten
Lombok Barat, Pekerjaan Kepala Desa Ombe Baru;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 14 Maret
2017, memberikan Kuasa kepada:
1. LALU ABDULLAH, SH;
2. ADI SALMAN, SH;
3. LALU APRIZUL DARMAWAN, SH;
Kesemuanya berkewarganegaraan Indonesia, pekerjaan
Advokat/Pengacara pada Kantor Advokat dan Auditor Hukum "Lalu
Abdullah, SH. & Partners", beralamat di Dusun Kebun Orong, Desa
Dasan Baru, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi
Nusa Tenggara Barat;
Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT II INTERVENSI;
Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram tersebut, setelah membaca:
1. Gugatan yang diajukan oleh Penggugat tertanggal 6 Februari 2017 yang
didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram pada
tanggal 6 Februari 2017 dengan Register Nomor: 11/G/2017/PTUN-MTR;
2. Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram Nomor: 11/PEN-
DIS/2017/PTUN-MTR, tanggal 7 Februari 2017 tentang Lolos Dismissal;
3. Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram Nomor: 11/PEN-
MH/2017/PTUN-MTR, tanggal 7 Februari 2017 tentang Penetapan Majelis
Hakim;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 4
4. Penetapan Hakim Ketua Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram
Nomor: 11/PEN-PP/2017/PTUN-MTR, tanggal 7 Februari 2017 tentang Hari
dan Tanggal Pemeriksaan Persiapan;
5. Penetapan Hakim Ketua Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram
Nomor: 11/PEN-HS/2017/PTUN-MTR, tanggal 1 Maret 2017 tentang Hari
Sidang Terbuka Untuk Umum;
6. Memeriksa, mempelajari dan meneliti berkas sengketa, serta mendengar
keterangan saksi, keterangan ahli dan pengakuan para pihak di dalam
persidangan;
TENTANG DUDUK SENGKETA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 6 Februari 2017,
yang didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram pada
tanggal 6 Februari 2017, dengan Register Nomor: 11/G/2017/PTUN-MTR, dan
telah diperbaiki pada tanggal 1 Maret 2017, telah mengajukan permohonan
pembatalan atau dinyatakan tidak sahnya Keputusan Bupati Lombok Barat
Nomor: 15/01/BPMPD/2017, tanggal 9 Januari 2017 tentang Pengesahan
Pengangkatan Kepala Desa Masa Jabatan 2017-2023, No. 8 Kolom 2 dan
kolom 5 atas nama Prasino Ilman, SE., yang pada pokoknya didasarkan pada
alasan-alasan sebagaimana berikut;
KEWENANGAN ABSOLUT
Bahwa obyek sengketa adalah keputusan produk tertulis Pejabat Tata
Usaha Negara yang bersifat konkrit, indvidual dan final sebagaimana ditentukan
Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, oleh karenanya Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram
berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara ini;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 5
TENGGANG WAKTU
Bahwa Penggugat mengetahui obyek sengketa 6 (enam) hari sebelum
gugata diajukan, yakni 1 Februari 2017, jadi dari 90 hari yang ditentukan Pasal
55 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, maka masih tersisa 84 hari lagi
tenggang waktu mengajukan gugatan, sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung
Nomor 5 K/TUN/1992, tanggal 21 Januari 1993, Putusan Mahmamah Agung RI
Nomor 41 K/TUN/1994, tanggal 10 Oktober 1994, Putusan Mahkamah Agung RI
Nomor 270 K/TUN/2001, tanggal 4 Maret 2002, bahwa "tenggang waktu
mengajukan gugatan adalah dihitung secara kasuistik sejak pihak ketiga
mengetahui dan merasa dirugikan kepentingannya oleh Keputusan Tata Usaha
Negara", oleh karena itu sepatutnya gugatan Penggugat haruslah dapat
diterima dan dikabulkan;
KEPENTINGAN YANG DIRUGIKAN
Bahwa Penggugat merasa kepentingannya dirugikan karena seharusnya
Penggugat ditetapkan sebagai Calon Kepala Desa terpilih, akan tetapi karena
kelalaian yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Desa Ombe Baru (KPPS VII
dan IX) menyebabkan Penggugat dikalahkan. Sedangkan Tergugat selaku
Panitia Pemilihan Kabupaten yang telah diberikan kewenangan oleh Peraturan
Perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa Pemilihan Kepala Desa
selama 30 (tiga puluh) hari, tidak melaksanakan kewajiban untuk menyelesaikan
perselisihan Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru, sehingga sesuai Pasal 1 ayat
(12) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, Tergugat adalah Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat
oleh orang atau badan hukum perdata;
DASAR & ALASAN GUGATAN
1. Bahwa berdasarkan Pasal 36 ayat (2) dan (2) Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, Penggugat bersama Prasino Ilman, SE., dan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 6
Sahdan, S.Pd., telah ditetapkan oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe
Baru sebagai Calon Kepala Desa Ombe Baru yang telah memenuhi syarat
sebagaimana ditentukan Pasal 33 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014,
untuk mengikuti Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru pada tanggal 7
Desember 2017;
2. Bahwa Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru dilaksanakan sesuai jadwal yang
ditentukan Panitia Pemilihan Desa pada 7 Desember 2017 dan ketiga Calon
Kepala esa Ombe Baru telah mengikuti pemilihan secara tertib. Namun pada
saat rekap suara terjadi perselisihan hasil penghitungan surat antara surat
suara pemillih yang mencoblos Penggugat, dengan surat pemilih yang
mencoblos calon Kepala Desa No. 1 (Prasino Ilman, SE). Penggugat
menganggap Panitia Desa tidak netral, sehingga rekap suara cenderung
menguntungkan Calon Kepala Desa No. 1 (Prasino Ilman, SE), adapun
perselisihan perhitungan suara adalah hanya 1 (satu) suara, yaitu:
NO. NAMA CALON JUMLAH DENGAN HURUF
1. PRASINO ILMAN, SE. 1064 Satu kosong enam empat
2. SAHDAN, S.PD 649 Enam empat sembilan
3. HAJI MAZNI HAMID 1063 Satu kosong enam tiga
3. Bahwa berdasarkan keterangan saksi dari Penggugat untuk menyaksikan
rekap perhitungan suara, yaitu Sdr. Muharis, sejatinya surat suara yang
mencoblos nama Penggugat adalah 1065 (satu kosong enam lima) surat
suara, akan tetapi oleh Panita Pemilihan Desa Ombe Baru, keberadaan 2
(dua) surat suara dianggap batal/tidak sah, yakni sebagai berikut
a. 1 (satu) Surat Suara pada TPS IX, oleh KPPS IV dianggap batal karena
terjadi sobekan di lipatan bagian bawah namun tidak mengenai poto calon
lain;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 7
b. 1 (satu) Surat Suara pada TPS VII, oleh KPPS VII dianggap tidak sah
karena tidak ditandatangani oleh Ketua KPPS Sdr. Azar Fahrurozi;
4. Bahwa terhadap hasil rekap suara oleh Panitia Desa, melalui Surat
Pengantar Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru tanggal 7
Desember 2016, maka Panitia Pemilihan Kepala Desa telah menetapkan
hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru
Tahun 2016 dan Berita Acara Penetapan Kepala Desa Terpilih Pada
Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru Nomor: 05/Panitia/XII/2016, tanggal 7
Desember 2016, yakni menetapkan Prasino Ilman, SE, sebagai Calon Kepala
Desa Terpilih. Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru terlalu prematur
menerbitkan Berita Acara Penetapan Kepala Desa Terpilih, sebab Panitia
belum melaksanakan kewajibannya untuk menyelesaikan sengketa pilkades
Ombe Baru sebagaimana diamanatkan Pasal 45 ayat (1) Peraturan Bupati
Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016, begitupun juga halnya Panitia
Pemilihan Kabupaten sampai saat ini belum melaksanakan kewajibannya
untuk menyelesaikan sengketa pilkades sebagaimana dimaksud Pasal 37
ayat (6) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, tentang Desa: "Dalam hal
terjadiya perselisihan hasil pemilihan kepala desa, Bupati/Walikota Wajib
menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana yang
dimaksud pada ayat 5" jo. Pasal 46 ayat (5) jo. 6 Peraturan Daerah
Kabupaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengaturan Desa,
Pasal 5: "Bupati mengesahkan Calon Kepala Desa terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari Panitia Pemilihan Kepala
Desa dalam bentuk Keputusan Bupati". Pasal 6: "Dalam hal terjadi
perselisishan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati wajib menyelesaikan
perselisihan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)." jo.
Pasal 45 ayat (2) Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016:
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 8
"Dalam hal panitia desa BPD tidak dapat menyelesaikan perselisihan
sebagaimana yang dimaksud Pasal 1, Panitia Pemilihan Kabupaten wajib
menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya laporan penyelesaian perselisihan dari Panitia Pemilihan Desa
dan BPD", namun Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru tidak
mengindahkan ketentuan tersebut dan tetap bersikukuh menetapkan Prasino
Ilman, SE., sebagai Calon Kepala Desa Terpilih Desa Ombe Baru, tindakan
ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 45 ayat (1) Peraturan Bupati
Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016: "Dalam hal terjadinya perselisihan
hasil pemilihan kepala desa maka Panitia Pemilihan Desa dan BPD wajib
menyelesaikan perselisihan tersebut paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
pemungutan suara", yang dilakukan oleh Panitia Desa dan Tergugat, oleh
karena itu beralasan hukum obyek sengketa harus dinyatakan batal demi
hukum;
5. Bahwa sebelum Berita Acara Penetapan Kepala Desa Terpilih Pada
Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru Nomor: 05/Panitia/XII/2016, tanggal 7
Desember 2016, Penggugat pada 7 Desember 2016 menyatakan tidak
menerima/keberatan kepada Panitia Desa dan BPD Ombe Baru atas hasil
rekap penghitungan suara tersebut, tetapi diabaikan oleh Panitia Pemilihan
Kepala Desa Ombe Baru dan tetap menerbitkan Berita Acara Penetapan
Kepala Desa Terpilih, padahal menurut Pasal 53 ayat (2) angka 7 Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Desa: "Pelaporan hasil pemilihan
Kepala Desa melalui musyawarah desa kepada BPD dalam jangka 7 (tujuh)
hari setelah musyawarah desa, mengesahkan calon kepala desa terpilih" jo.
Pasal 45 ayat (1) Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016:
"Dalam hal terjadinya perselisihan hasil pemilihan kepala desa, maka Panitia
Pemilihan Desa dan BPD wajib menyelesaikan perselisihan tersebut paling
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 9
lambat 7 (tujuh) hari setelah pemungutan suara", maka berdasarkan hukum
obyek sengketa beralasan dinyatakan batal demi hukum;
6. Bahwa 1 (satu) surat suara pada TPS IX yang mencoblos Penggugat dalam
Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru tanggal 7 Desember 2016, adalah surat
suara yang sah, karena kriteria sah atau tidak surat suara yang ditetapkan
dalam Pasal 39 Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016 jo.
Pasal 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014, dimana
surat suara yang sobek pada lipatan tidaklah termasuk kriteria surat suara
yang tidak sah atau batal. Sedangkan 1 (satu) surat suara pada TPS VII yang
telah memilih Penggugat namun tidak ditandatangani Panitia, dikarenakan
kelalaian Panitia sendiri, sesuai Berita Acara Rapat Gugatan Pilkades Ombe
Baru tanggal 10 Desember 2016, selain itu Ketua dan Anggota KPPS VII dan
IX telah meminta maaf kepada Penggugat atas kelalaian yang dilakukannya
dan berakibat kerugian Penggugat. Terkait hal ini, surat suara pada TPS VII
dan IX adalah sah, sedangkan kelalaian Ketua dan Anggota KPPS VII
maupun IX secara hukum sangat tidak dibenarkan dibebakankan kepada
Penggugat dan pemilih, sedangkan Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe
Baru khususnya Ketua, Anggota KPPS VII serta IX lepas dari tanggung jawab
secara administrasi, oleh karena itu mohon Majelis Hakim memerintahkan
Tergugat untuk menyempurnakan tanggung jawab administrasi atas kelalaian
yang dilakukan Panitia Desa;
7. Bahwa bila dihubungkan dengan Pasal 42 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa jo. Pasal 42
Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016, demi hukum
Penggugatlah yang seharusnya ditetapkan sebagai Kepala Desa Ombe Baru
Terpilih karena keputusan Panita Desa yang menganggap 2 (dua) surat
suara yang mencoblos Penggugat tidak sah merupakan kekeliruan, karena
berdasarkan Pasal 42 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 10
2014 jo. Pasal 39 Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2016, tidak termasuk
kriteria yang membatalkan surat suara. Oleh karena itu mohon Majelis Hakim
menyatakan 2 (dua) surat suara tersebut sah dan mewajibkan Tergugat untuk
menjaga dan memelihara 2 surat suara tersebut;
8. Bahwa atas kelalaian Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru, berakibat
pada Sengketa Pemilihan Kepala Desa, oleh karena itu sesuai ketentuan
Pasal 37 ayat (6) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa:
"Dalam hal terjadinya perselisihan pemilihan kepala desa, Bupati/Walikota
wajib menyelesaikan perselisishan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)" dan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Bupati
Nomor 40 Tahun 2016, maka pada tanggal 7 Desember 2016 Penggugat
secara resmi mengajukan surat keberatan kepada Panitia Pemilihan Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sedangkan keberatan kepada
Panitia Pemilihan Kabupaten Lombok Barat disampaikan pada 9 Desember
2016 dengan tanda terima Surat Nomor 13/BPD/09/XII/2016, atas
kesengajaan pelanggaran KPPS XI dan VII agar segera dilakukan
penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa Ombe Baru;
9. Bahwa terkait keberatan Penggugat pada 7 Desember 2017, Badan
Permusyawaratan Desa Ombe Baru pada tanggal 10 Desember 2017 telah
mengadakan rapat penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Desa Ombe
Baru, akan tetapi Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru melalui Berita
Acara Penetapan Kepala Desa Terpilih Pada Pemilihan Kepala Desa Ombe
Baru Nomor: 05/Panitia/XII/2016, tanggal 7 Desember 2016 sudah terlebih
dahulu menetapkan Prasino Ilman, SE. sebagai Calon Kepala Desa terpilih
sebelum penyelesaian sengketa itu dilakukan oleh Panita Desa dan BPD
tanggal 10 Desember 2016. Seharusnya Panitia Desa membuat Berita Acara
Penetapan Kepala Desa Terpilih pada tanggal 10 Desember 2016, setelah
Pasal 45 ayat (1) Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2016 dilaksanakan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 11
secara sempurna, namun hal ini tidak dilakukan terlebih rapat penyelesaian
tersebut tidak bisa menyelesaikan perselisihan dan justru Panitia Desa
melimpahkan kewenangannya kepada Panitia Pemilihan Kabupaten untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut seperti diamanatkan Pasal 45 ayat (2)
Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016, ini termuat dalam
Surat Badan Permusyawaratan Desa Ombe Baru Nomor
14/BPD/13/XII/2016, yang harus dapat dipertimbangkan sebagai dasar obyek
sengketa dinyatakan batal;
10. Bahwa atas Surat Badan Permusyawaratan Desa Ombe Baru Nomor
14/BPD/13/XII/2016, sampai dengan didaftarkannya gugatan ini Tergugat
sama sekali tidak melakukan kewajiban/keputusan yang diamanatkan Pasal
37 ayat (6) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2016 jo. Pasal 45 ayat (2)
Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016 untuk menyelesaikan
sengketa Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru sesuai prosedur, namun
dengan sewenang-wenang Tergugat telah mengabaikan sama sekali
keberatan Penggugat atas hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan
Kepala Desa Ombe Baru dan tetap memaksanakan menerbitkan obyek
sengketa;
11. Bahwa bila diperhatikan, Berita Acara Penetapan Kepala Desa Terpilih Pada
Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru Nomor: 05/Panitia/XII/2016, tanggal 7
Desember 2016, sedangkan obyek sengketa diterbitkan pada 9 Januari 2017,
jadi sudah melebihi waktu 30 (tiga puluh) hari yang ditetapkan Undang-
undang. Menurut Pasal 37 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa: "Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan
dari Panitia Pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan
Bupati/Walikota", maka oleh karena itu sangat beralasan dan berdasarkan
hukum obyek sengketa nomor dinyatakan batal;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 12
12. Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas, Penggugat merasa
kepentingannya dirugikan karena Tergugat telah menerbitkan obyek
sengketa dengan melanggar peraturan perundang-undangan dan asas-asas
umum pemerintahan yang baik, yakni:
1) Pasal 37 ayat (5) jo. ayat (6) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2016
tentang Desa.
Ayat (5): "Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya
penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan Kepala
Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota"
Ayat (6): "Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa,
Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)."
2) Pasal 46 ayat (5) dan (6) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016, yang
berbunyi:
Ayat (5): "Bupati mengesahkan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa paling lama
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian
hasil pemiihan kepala desa dalam bentuk Keputusan Bupati"
Ayat (6): "Dalam hal terjadinya perselisihan hasil pemiluhan Kepala
Desa, Bupati Wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka
waktu sebagaimana yang dimaksud Pasal 5"
3) Pasal 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Kepala Desa:
"Suara untuk pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh ketua panitia; dan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 13
b. tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang
memuat satu calon; atau
c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat
nomor, foto dan nama calon yang telah ditentukan; atau
d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi
empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon; atau
e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang
memuat nomor, foto, dan nama calon"
4) Pasal 39 Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Pemilihan Kepala Desa Serentak dan Antar Waktu,
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa:
"Suara untuk pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang
memuat satu calon; atau
c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat
nomor, foto dan nama calon yang telah ditentukan; atau
d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi
empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon; atau
e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang
memuat nomor, foto, dan nama calon"
5) Pasal 45 ayat (2) Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016
tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa Serentak dan Antar Waktu,
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa;
"Dalam hal panitia pemilihan desa dan BPD tidak dapat menyelesaikan
perselisihan sebagaimana yang dimaksud ayat 1, Panitia Pemilihan
Kabupaten wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 (tiga
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 14
puluh) hari sejak diterimanya laporan penyelesaian perselisihan dari
Panitia Pemilihan Desa dan BPD"
6) Asas Kecermatan;
Bahwa Tergugat tidak cermat dalam menerapkan peraturan perundang-
undangan dan tidak memahami substansi keberatan Penggugat, dengan
mengabaikan ketentuan Pasal 5 dan 6 Undang-undang Nomor 6 Tahun
2014, Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2016,
Pasal 45 ayat (2) Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016
dan Pasal 40 jo. Pasal 42 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112
Tahun 2014, sehingga beralasan hukum obyek sengketa dibatalkan;
7) Asas Kejujuran dan Keterbukaan;
Bahwa Tergugat sama sekali tidak menjunjung tinggi asas kejujuran dan
keterbukaan, karena tidak pernag menggelar persidangan untuk
memeriksa dan memutuskan perselisihan sengketa pemilihan yang
diajukan. Ini terbukti Penggugat tidak pernah diundang untuk menghadiri
penyelesaian sengketa perselisihan pemilihan kepala desa yang diajukan,
berdasarkan Pasal 37 ayat (6) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 jo.
Pasal 45 ayat (2) Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016.
Selain itu Tergugat tidak pernah memeriksa 2 (dua) surat suara yang
dianggap tidak sah oleh Panitia Desa, padahal keduanya sah karena tidak
bertentangan dengan Pasal 39 Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40
Tahun 2016 dan Pasal 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112
Tahun 2014;
8) Asas Kehati-hatian;
Bahwa Tergugat selaku Pejabat Tata Usaha Negara dalam mengeluarkan
keputusan tanpa mempertimbangkan dan sengaja mengabaikan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dan Tergugat tidak mengkaji dengan
cermat dampak yang akan timbul akibat keputusan tersebut.
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 15
13. Bahwa berdasarkan Pasal 45 ayat (4) Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor
40 Tahun 2016: "Jika setelah pelantikan terdapat tindakan kecurangan,
pemalsuan ijazah, umur dan dokumen lainnya serta permasalahan lainnya
sebagaimana yang dimaksud ayat 5, yang dibuktikan berdasarkan putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Bupati memberhentikan Kepala
Desa yang bersangkutan serta mengangkat Pejabat Kepala Desa", maka
Tergugat berkewenangan untuk memberhentikan Kepala Desa yang terdapat
dalam obyek sengketa, serta berkewenangan pula mengangkat dan melantik
Penggugat sebagai Kepala Desa terpilih di Ombe Baru masa jabatan 2017-
2023;
14. Bahwa berdasarkan uraian Penggugat, maka tindakan Tergugat merupakan
tindakan melanggar peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik, sehingga beralasan hukum bila obyek sengketa
dinyatakan batal/tidak sah dan beralasan juga diperintahkan kepada Tergugat
untuk menerbitkan keputusan tata usaha negara yang baru atas nama
Penggugat sebagaimana ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2004;
15. Bahwa berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan di atas Penggugat
mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini memberikan putusan
sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor:
15/01/BPMPD/2017, tanggal 9 Januari 2017 tentang Pengesahan
Pengangkatan Kepala Desa Masa Jabatan 2017-2023, No. 8 Kolom 2
dan kolom 5 atas nama Prasino Ilman, SE;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Bupati Lombok Barat
Nomor: 15/01/BPMPD/2017, tanggal 9 Januari 2017 tentang Pengesahan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 16
Pengangkatan Kepala Desa Masa Jabatan 2017-2023, No. 8 Kolom 2
dan kolom 5 atas nama Prasino Ilman, SE;
4. Mewajibkan Tergugat untuk menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara
yang baru tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Ombe Baru
Masa Jabatan 2017-2023, Nomor 8 Kolom 2 dan Kolom 5 atas nama
Penggugat;
5. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini;
Bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah mengajukan
Jawabannya di dalam persidangan tanggal 22 Maret 2017, yang pada pokoknya
mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI
A. Gugatan Kabur
1. Bahwa Penggugat bingung mengkonstruksikan gugatannya, sebab telah
menggabungkan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) antara Panitia Pemilihan
Desa dengan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang
memiliki tugas dan fungsi berbeda dalam proses penyelenggarakan
Pemilihan Kepala Desa. Frase gugatan yang menadalilkan bahwa panitia
tidak netral sangat tidak jelas, apakah KPPS atau Panitia Pemilihan Desa.
Bila yang dimaksudkan adalah KPPS maka akan bertolak belakang
dengan frase dalil Penggugat yang menyatakan: "dalam rekap suara
panitia pemilihan desa.." dst. Perlu Tergugat luruskan, dalam tahapan
rekapitulasi suara, KPPS sama sekali tidak memiliki kewenangan, dan
yang berwenang adalah Panitia Pemilihan Desa berdasarkan basis data
penghitungan hasil pemungutan suara di masing-masing TPS. Dengan
kata lain Panitia Pemilihan Desa sama sekali tidak bersentuhan secara
langsung dengan perhitungan surat suara pemilih di tingkat TPS. Sehingga
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 17
bagaimana mungkin "Panitia Desa dapat menganggap 2 (dua) surat suara
yang mencoblos Penggugat dinyatakan tidak sah"
Tugas Panitia Pemilihan Desa adalah menetapkan hasil rekapitulasi suara
dan menetapkan calon kepala desa terpilih, sementara salah satu tugas
KPPS adalah melaksanakan pemungutan suara, penghitungan suara dan
menyerahkan hasilnya kepada panitia pemilihan desa, sebagaimana
ketentuan Pasal 7 huruf j dan l jo. Pasal 8 ayat (5) Peraturan Bupati
Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016.
Dengan tidak adanya pemisahan dan penegasan tersebut, berdasar
hukum jika Majelis Hakim menyatakan bahwa gugatan penggugat obscuur
libel atau kabur.
2. Bahwa terkait 2 (dua) surat suara yang oleh Panitia Pemilihan Desa Ombe
Baru dianggap batal/tidak sah sebagaimana disaksikan oleh saksi dari
Penggugat (sdr. Muharis), sebagaimana telah diuraikan di atas, Panitia
Pemilihan Desa sama sekali tidak bersentuhan langsung dengan surat
suara pada tahap proses rekapitulasi. Hal ini sejalan dengan Pasal 40 dan
Pasal 41 Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2016, yakni:
- Pasal 40 ayat (1): Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS
setelah pemungutan suara berakhir;
- Pasal 41 ayat (1): KPPS menyerahkan hasil penghitungan suara
pemilihan kepala desa di TPS kepada Panitia Pemilihan Desa. Ayat (2):
Panitia Pemilihan Desa melakukan rekapitulasi hasil pemilihan kepala
desa dari masing-masing TPS sebagaimana dmaksud pada ayat (1);
Mengacu pada ketentuan di atas, jelas gugatan Penggugat yang
mendalilkan 2 surat suara dinyatakan tidak sah/batal oleh panitia pemilihan
desa merupakan konstruksi gugatan yang obscuur atau kabur;
3. Bahwa Penggugat mendalilkan Panitia Desa dan Tergugat telah
mengabaikan kewajibannya menyelesaikan sengketa berdasarkan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 18
ketentuan yang berlaku. Dalil tersebut sesungguhnya menunjukkan
formulasi gugatan yang kabur, sebab sengketa pemilihan kepala desa
tidak menghalangi peristiwa penghitungan suara dan penetapan calon
terpilih.
B. Tentang Kurang Pihak;
4. Bahwa dalam gugatan Penggugat, diketahui hanya Tergugat yang
dimasukkan sebagai pihak dalam sengketa ini. Padahal secara faktual
keberatan pihak Penggugat juga ditujukan kepada Panitia Pemilihan Desa
Ombe Baru (KPPS VII dan KPPS IX). Dalam dalilnya, berulang-ulang
Penggugat disebut kepentingan hukumnya dirugikan oleh Panitia
Pemilihan Desa sebagai berikut:
a. Panitia Desa tidak netral karena pada saat rekap suara terjadi
perselisihan hasil penghitungan surat antara surat suara pemilih yang
mencoblos Penggugat dengan surat pemilih yang mencoblos kepala
desa nomor 1, sehingga dalam rekap suara panitia desa cenderung
menguntungkan calon kepala desa nomor urut (1);
b. keberadaan 2 (dua) surat suara dianggap batal/tidak sah oleh Panitia
Pemilihan Desa Ombe Baru;
c. Panitia Pemilihan Kepala Desa yang mengeluarkan Penetapan Kepala
Desa Terpilih pada tanggal 7 Desember 2016 terlalu prematur karena
tidak mengindahkan ketentuan, sehingga hal tersebut merupakan
tindakan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku;
d. tidak diterimanya keberatan Penggugat oleh Panitia Pemilihan Kepala
Desa Ombe Baru yang bermuara pada obyek sengketa dinyatakan
batal;
e. terdapat kelalaian Panitia Kepala Desa Ombe Baru atas terjadinya
peristiwa dinyatakan tidak sahnya 2 (dua) surat suara di TPS VII dan IX
atas nama Penggugat;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 19
f. dan seterusnya;
Dari uraian di atas, maka terlihat akar persoalan kerugikan kepentingan
Penggugat bermuara pada kelalaian yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan
Desa Ombe Baru (KPPS VII dan KPPS IX), yang menyebabkan
Penggugat dikalahkan. Oleh karena itu dengan tidak dimasukkannya
Panita Pemilhan Desa Ombe Baru (KPPS VII dan IX), maka sepatutnya
menurut hukum gugatan Penggugat dinyatakan sebagai gugatan kurang
pihak;
C. Tentang Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara;
5. Bahwa Tergugat tidak sependapat jika obyek sengketa dimintakan
pembatalan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram. Sebagaimana
Hukum Acara yang berlaku, terdapat beberapa pengecualian terhadap
kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam melakukan penilaian
sebagaimana Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-
undang Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pasal ini mengatur pembatasan
terhadap pengertian keputusan tata usaha negara yang diadakan karena
ada beberapa jenis keputusan yang karena sifat atau maksudnya memang
tidak dapat digolongkan dalam pengertian keputusan tata usaha negara;
6. Bahwa pembatasan perkara dalam Peradilan Tata Usaha Negara dapat
dijumpai dalam berbagai putusan Mahkamah Agung, diantaranya Putusan
Nomor 482 K/TUN/2003, tangggal 18 Agustus 2004, yang dalam
pertimbangan hukumnya disebutkan: "pemilihan kepala desa merupakan
perbuatan hukum yang termasuk dalam ruang politik dan didasarkan pada
pandangan-pandangan politik para pemilih maupun yang dipilih, hasil
pilkades juga merupakan hasil dari suatu pemilihan yang bersifat umum di
lingkungan desa yang bersengketa, oleh karenanya keputusan hasil
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 20
pilkades tidak termasuk pengertian keputusan TUN sebagaiamana Pasal 2
huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986"
7. Bahwa berdasarkan uraian di atas, yang kemudian dihubungkan dengan
pokok gugatan Penggugat, maka menurut Tergugat obyek sengketa yang
dimohonkan/digugat sesungguhnya bukan merupakan kompetensi
Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram untuk memeriksa dan mengadili
perkara a quo, sehingga atas hal itu patut dan berdasar hukum guagatan
Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima;
DALAM POKOK PERKARA
Bahwa yang termuat dalam Eksepsi merupakan satu kesatuan yang integral
dan tidak dapat dipisahkan di dalam pokok perkara dan secara tegas Tergugat
menolak seluruh dalil Penggugat kecuali yang diakui kebenarannya oleh
Tergugat;
1. Bahwa Tergugat sependapat dengan dalil Penggugat yang menyatakan
bahwa Prasino Ilman, SE. dan Sahdan, S.Pd, merupakan calon kepala desa
yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti Pemilihan Kepala Desa Ombe
Baru pada 7 Dsember 2016, sebagaimana ditentukan Pasal 33 Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014, yang telah dilaksanakan secara tertib dan
tepat waktu;
2. Bahwa benar perolehan suara masing-masing calon atas nama Prasino
Ilman, SE., memperoleh 1064 (seribu enam puluh empat) suara, calon atas
nama Sahdan, S.Pd. memperoleh 649 (enam ratus empat puluh sembilan)
suara, dan H. Mazni Hamid (Penggugat) memperoleh 1063 (seribu enam
puluh tiga) suara, namun dalil Penggugat yang menyatakan Panitia
Pemilihan Desa cenderung menguntungkan Calon Kepala Desa No. 1 (satu)
merupakan dalil yang patut untuk dikesampingkan sebab dalam
gugatannya, telah diakui Penggugat jika proses pelaksanaan Pemilihan
Kepala Desa Ombe Baru dilaksanakan secara tertib dan tepat waktu;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 21
3. Bahwa benar terdapat surat suara yang dinyatakan batal/tidak sah pada
saat perhitungan suara di TPS IX dan VII. Dari Berita Acara Penghitungan
Hasil Pemungutan Suara yang dilaksanakan oleh KPPS, terdapat surat
suara yang dinyatakan tidak sah. Di TPS VII terdapat 6 (enam) surat suara
yang dinyatakan batal dari 334 surat suara yang terpakai. Sedangkan di
TPS IX terdapat 2 (dua) surat suara yang dinyatakan batal/tidak sah dari
357 surat suara yang terpakai;
Perolehan suara di TPS VII dan TPS IX:
a. TPS VII
Nama Calon Perolehan Suara Keterangan
Prasino Ilman, SE. 2 Perolehan suara tertinggi pada
TPS VII adalah Sahdan, S.Pd. Sahdan, S.Pd. 257
H. Mazni Hamid 69
b. TPS IX
Nama Calon Perolehan Suara Keterangan
Prasino Ilman, SE. 16 Perolehan suara tertinggi pada
TPS VII adalah Penggugat. Sahdan, S.Pd. 13
H. Mazni Hamid 326
Dari berita acara penghitungan hasil pemungutan suara, terdapat fakta
hukum bahwa para saksi calon yang hadir pada saat perhitungan suara,
telah membubuhkan tandatangan hasil perhitungan suara yang
dilaksanakan KPPS tersebut. Adanya tandatangan para saksi calon,
menunjukkan bahwa penghitungan hasil pemungutan suara di TPS VII dan
IX telah disetujui oleh masing-masing calon, dengan kata lain tidak ada
keberatan atas hasil perolehan tersebut. Sehingga sudah sepatutnya Berita
Acara Penghitungan Suara di TPS VII dan IX dinyatakan sah oleh Majelis
Hakim mengingat proses pelaksanaannya telah dilakukan secara jujur dan
terbuka.
Selanjutnya terhadap perhitungan hasil pemungutan suara oleh KPPS,
Panitia Pemilihan Desa yang ditugaskan melakukan rekapitulasi perolehan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 22
suara telah pula dilakukan secara adil dan terbuka. Dari berita acara yang
ada, terdapat fakta hukum bahwa rekapitulasi perolehan suara yang
dilakukan Panitia Pemilihan Desa terdapat kesamaan/kecocokan antara
penghitungan suara di tingkat TPS dengan berita acara rekapitulasi yang
dilaksanakan Panita Pemilihan Desa.
4. Bahwa terkait kesaksian sdr. Muharis pada proses rekapitulasi, Tergugat
luruskan bahwa Panitia Pemilihan Desa hanya bertugas dan berwenang
melakukan rekapitulasi, tidak bersentuhan langsung dengan surat suara
yang merupakan tugas dari KPPS. Maka patut dan berdasarkan hukum jika
Majelis Hakim menguji kesaksian sdr. Muharis apakah betul menyaksikan
Panitia Pemilihan Kepala Desa yang telah menganggap batal/tidak sah 2
(dua) surat suara Penggugat, sehingga berpengaruh pada pengurangan
suara Penggugat. Bila kesaksian tersebut tidak benar dan mengada-ada,
maka mohon kepada Majelis Hakim untuk menerapkan ketentuan Pasal 242
ayat (1) KUH Pidana: "Barang siapa dalam keadaan di mana undang-
undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau
mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan
sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau
tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun";
5. Bahwa Tergugat tidak sependapat dengan dalil gugatan Penggugat yakni
Panitia Pemilihan Kepala Desa tidak melaksanakan kewajibannya
menyelesaikan sengketa Pilkades Ombe BAru sebagaimana Pasal 45 ayat
(1) Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Rahun 2016. Faktanya
Panitia Pemilihan kepala Desa telah melakukan upaya untuk menyeelsaikan
keberatan yang disampaikan Penggugat, namun tidak memperoleh titik
temu sehingga terhadap keberatan Penggugat tersebut telah diteruskan
kepada Tergugat untuk memperoleh penyelesaian;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 23
Bahwa hasil rekapitulasi penghitungan suara dan berita acara penetapan
kepala desa terpilih pada 7 Desember 2016 merupakan tugas dan fungsi
dari Panitia Pemilihan Kepala Desa yang harus dilaksanakan sebagaimana
diatur dalam Pasal 7 Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016
jo. Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri 112 Tahun 2014, yang pada
pokoknya menggariskan: "Panitia pemilihan kepala desa mempunyai tugas
menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil
pemilihan";
Penetapan Calon Kepala Desa terpilih telah didasarkan berdasarkan suara
terbanyak, sebagaimana Pasal 42 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 112 Tahun 2014. Dengan demikian, dalil Penggugat yang
menyatakan telah dirugikan akibat dikeluarkannya penetapan tersebut
seudah seharusnya ditolak oleh Majelis Hakim yang mulia;
6. Bahwa Tergugat juga tidak sependapat dengan dalil Penggugat yang
menerangkan dengan adanya permintaan maaf dari ketua dan anggota
KPPS VII serta KPPS IX, tanggal 10 Desember 2015 dijadikan dasar 2
(dua) surat suara dinyatakan sah.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pada saat proses perhitungan
suara di TPS VII dan IX tidak ada satu pun pihak-pihak yang keberatan atas
hal itu. Justru saksi Penggugat dan saksi lainnya telah menyetujui hasil
proses perhitungan suara, yang dibuktikan dengan telah ditandatanganinya
kolom penghitungan hasil perolehan suara oleh para saksi;
Adanya fakta tersebut dapat dijadikan petunjuk Majelis Hakim bahwa
penghitungan hasil pemungutan yang dilaksanakan KPPS telah dilakukan
dengan jujur dan terbuka, maka sangat mendasar jika Majelis Hakim
mengenyampingkan keberatan Penggugat yang menginginkan 2 (dua)
suara yang dinyatakan batal di TPS VII dan IX dinyatakan sah, sebab telah
sesuai dengan:
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 24
a. Pasal 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014:
"Suara untuk pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila
ditandatangani oleh ketua panitia";
b. Pasal 39 Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016: "Surat
untuk pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila surat suara
ditandatangani oleh ketua KPPS";
Maka sudah tepat dan berdasarkan hukum jika surat suara yang tidak
ditandatangani tersebut dinyatakan batal/tidak sah. Begitupun sobekan di
lipatan bawah, akan menjadi tidak sah jika berpengaruh terhadap tanda
coblos;
7. Bahwa Tergugat tidak sependapat yang menerangkan bahwa seharusnya
Penggugat ditetapkan sebagai kepala desa terpilih karena surat suara
tersebut sah berdasarkan Pasal 42 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
112 Tahun 2014, sebab Pasal tersebut bukan mengenai pengaturan sah
tidaknya surat suara melainkan berbunyi: "Calon Kepala Desa yang
memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai
calon Kepala Desa terpilih", sehingga sudah sepatutnya dalil tersebut
dikesampingkan;
8. Bahwa tidak benar Penggugat melayangkan keberatan atas kesengajaan
pelanggaran yang dilakukan Panitia Pemiihan Desa Ombe Baru, khususnya
KPPS XI. Yang benar Penggugat tanggal 7 dan 9 Desember 2016
mengajukan keberatan pada Panitia Pemilihan Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa serta Panitia Pemilihan Kabupaten terkait dengan
keberatan atas peristiwa di TPS IX dan VII, sehingga patut dan layak
menurut hukum dalil gugatan ini dikesampingkan;
9. Bahwa Tergugat tidak sependapat bahwa penetapan pemilihan kepala desa
harus menunggu hasil penyelesaian sengketa/perselisihan. Pandangan
tersebut merupakan kesesatan berpikir hukum (fallacy), sebaba norma yang
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 25
mengatur mengenai argumentasi Penggugat tersebut adalah vaguenorm
atau norma samar, dalam arri bahwa tidak ada satu pun norma yang
menatur secara tegas mengenai jika terjadi sengketa pemilihan kepala desa
maka berakibat pada terhalangnya proses penetapan suara terbanyak
maupun penetapan calon terpilih;
Hal ini didasarkan pada ketentuan:
- Pasal 41 ayat (1), (4), (5) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014:
Ayat (1): "Pemilihan kepala Desa dilaksanakan melalui tahapan: a.
persiapan; b. pencalonan; c. pemungutan suara; dan d. penetapan";
Ayat (4): "Tahapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terdiri atas kegiatan: a. pelaksanaan pemungutan dan
penghitungan suara; b. penetapan calon yang memperoleh suara
terbanyak";
Ayat (5): "Tahapan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d terdiri atas kegiatan: a. laporan panitia pemilihan mengenai calon
terpilih kepada Badan Permusyawaratan Desa paling lambat 7 (tujuh)
Hari setelah pemungutan suara";
- Pasal 42 ayat (1) Permendagri Nomor 112 Tahun 2014: "Calon Kepala
Desa yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara sah
ditetapkan sebagai calon Kepala Desa terpilih";
- Pasal 41 ayat (1) dan (2), Pasal 42 ayat (1) Peraturan Bupati Lombok
Barat Nomor 40 Tahun 2014:
Pasal 41 ayat (1): "KPPS menyerahkan hasil penghitungan suara
pemilihan kepala desa di TPS kepada Panitia Pemilihan";
Pasal 41 ayat (2): "Panitia Pemilihan Desa melakukan rekapitulasi hasil
pemilihan kepala desa dari masing-masing TPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)";
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 26
Pasal 42 ayat (2): "Calon Kepala Desa yang memperoleh suara
terbanyak dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai calon kepala desa
terpilih";
Dengan merujuk pada ketentuan di atas, maka jelas bahwa penetapan
calon yang memperoleh suara terbanyak masuk pada tahapan pemungutan
suara, sedangkan tahapan penetapan dilaksanakan sebelum adanya
penyampaian laporan kepada BPD. Terjadinya sengketa pemiihan tidaklah
menghalangi penetapan suara terbanyak maupun penetapan calon kepala
desa terpilih, sebab sifat norma yang terdapat dalam penyelesaian sengketa
merupakan aturan yang bersifat vagenorm atau samar, yang tidak bersifat
menghalangi adanya penetapan calon terpilih. Terlebih Pasal 45 ayat (3)
Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2014 menegaskan bahwa
"penyelesaian sengketa tidak menghalangi pelaksanaan pelantikan kepala
desa";
Berdasarkan uraian di atas, maka sudah sepatutnya jika dalil gugatan
Penggugat yang pokoknya menyatakan penetapan kepala desa terpilih
harus menunggu hasil penyelesaian sengketa/perselisihan, untuk
dikesampingkan menurut hukum;
10. Bahwa tidak benar Tergugat mengabaikan keberatan Penggugat dan
mengabaikan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Kepala Desa
Ombe Baru. Sebelum Tergugat mengeluarkan obyek sengketa, melalui tim
penyelesaian sengketa kabupaten yang dipimpin Sekretaris Daerah
Kabupaten Lombok Barat, telah mengupayakan penyelesaian sengketa atas
peristiwa yang terjadi di Desa Ombe Kecamatan Kediri. Dalam musyawarah
tanggal 30 Desember 2017 yang dihadiri Tim Penyelesaian Sengketa dan
unsur lainnya termasuk Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lombok Barat,
Camat Kediri, Satuan Pamong Praja, Kabag Hukum Setda BPMPD, Kabid
Tata Pemerintahan dan unsur lainnya, telah diperoleh hasil musyawarah
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 27
bahwa tim penyelesaian snegketa menyepakati untuk melanjutkan proses
penetapan dan pelantikan Calon Kepala Desa terpilih Desa Ombe Baru
Kecamatan Kediri, dengan didasarkan pada rekapitualsi hasil perhitungan
suara pemilihan kepala desa yang ditandatangani panitia pemilihan kepala
desa;
11. Bahwa Tergugat tidak sependapat obyek sengketa diterbitkan melebihi
waktu 30 hari yang ditetapkan Undang-undang, sebab Penggugat keliru
memperhitungkan lampau waktu yakni sejak tanggal penetapan calon
terpilih. Padahal penerbitan keputusan oleh Bupati (Tergugat) mengenai
pengesahan dan pengangkatan Kepala Desa paling lambat 30 hari sejak
diterimanya laporan dari Badan Permusyawaratan Desa (Pasal 41 ayat (5)
huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014);
Merujuk pada ketentuan di atas, dihubungkan dengan pemberitahuan
Badan Permusyawaratan Desa melalui Camat, diketahui bahwa surat
pemberitahuan mengenai rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan
kepala desa terpilih adalah tanggal 14 Desember 2016 melalui surat
pengantar nomor 045.2/216/Pem/2016. Sehingga dalil Penggugat yang
menerangkan obyek sengketa telah malampaui batas waktu yang
ditentukan, sepatutnya dinyatakan tidak memiliki dasar hukum yang kuat
sehingga selayaknya tidak dipertimbangkan;
12. Bahwa dalam konteks perkara di Mahkamah Konstitusi, yang menjadi tolok
ukur isu hukum adalah apakah pertama telah terjadi suatu kecurangan
hukum yang bersifat terstruktur, sistematis dan masig sehingga berdampak
pada tercederainya nilai-nilai demoktasi dama pemilihan umum. kedua
apakah telah terjadi penggelembungan dan pengurangan suaara baik di
tingkat TPS, PPS dan rekapitulasi di tingkat kabupaten sehingga
mempengaruhi perolehan suara pasangan calon.
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 28
Pokok keberatan Penggugat tidaklah masuk dalam upaya kecurangan yang
bersifat terstruktur, sistematis dan masif, serta tidak ada fakta mengenai
adanya penggelembungan dan pengurangan suara calon. Sehingga oleh
karena itu patut jika Majelis Hakim menolak keberatan Penggugat atau
setidaknya dinyatakan tidak diterima;
13. Bahwa dalam mengeluarkan keputusan a quo, Tergugat telah secara hati-
hati dengan melihat segala aspek hukum dan asas-asas hukum serta
perundang-undangan;
14. Bahwa berdasarkan uraian di atas, tidak benar jika Tergugat melanggar
ketentuan Peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum
pemerintan yang baik. Mohon Majelis Hakim mengenyampingkan dalil
gugatan Penggugat yang menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan
tersebut dalam mengeluarkan suatu keputusan. Atas uraian dalil Tergugat di
atas, mohon Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk
memberikan putusan sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI
Menerima Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya
DALAM POKOK PERKARA
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya
2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul kepada
Penggugat;
Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 83 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986, Majelis Hakim telah memanggil pihak lain yang berkepentingan ke dalam
persidangan, yakni Prasino Ilman SE., selaku pihak yang dituju langsung oleh
Surat Keputusan yang menjadi obyek sengketa, yang selanjutnya berdasarkan
Putusan Sela Nomor: 11/G/2017/PTUN.MTR/INTV., tanggal 22 Maret 2017
telah didudukkan sebagai Tergugat II Intervensi;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 29
Bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut di atas, Tergugat II
Intervensi, telah mengajukan Jawabannya tertanggal 29 Maret 2017, yang pada
pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI:
1. Bahwa Tergugat II Intervensi menolak dalil-dalil gugatan Penggugat
seluruhnya kecuali yang diakui secara terang nyata dan benar.
2. Bahwa setelah Tergugat II Intervensi, membaca dan mempelajari konstruksi
gugatan Penggugat, ternyata fundamentum petendinya berisi Dugaan
adanya kecurangan-kecurangan dalam penghitungan suara oleh Panitia
Pemilihan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Ombe, hal ini jelas
terlihat dari dalil Posita poin 3, yang menyatakan: ”..dalam pemilihan kepala
Desa Tersebut pada saat Rekap Suara terjadi perselisihan hasil
Penghitungan suara Pemilih yang mencoblos..”, dan dalam Petitum
Gugatannya Penggugat menuntut agar SK Bupati yang isinya mengesahkan
dan mengangkat Kepala Desa Hasil Pemilihan dinyatakan batal, vide
Petitum poin 2 yang menyatakan: menyatakan batal atau Tidak Sah
Keputusan Bupati Lombok Barat, Nomor: 15/01/BPMPD/2017 Tanggal 9
Januari 2017, Tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Masa
Jabatan 2017-2023, No, 8 kolom 2 dan kolom 5 atas Nama PRASINO
ILMAN, SE, tidak termasuk dalam wewenang Peradilan Tata Usaha Negera
untuk memeriksa dan mengadilinya, karena hal tersebut termasuk dalam
bidang “politik” dan hasil “Pilkades” yang juga bersifat umum
3. Bahwa konstruksi Hukum Gugatan Pengggugat tersebut, dihubungkan
dengan Suran Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 8 tahun
2005 tentang Petunjuk Tehnis tentang Sengketa mengenai Pemilihan
Umum Kepala Daerah (PILKADA ) yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara dan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara, yang dalam poin 2, 3, 4 berisi sbb :
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 30
poin 2. Bahwa kedudukan sebagaimana yang disebutkan dalam butir ke-1
di atas, dihubungkan dengan ketentuan pasal 2 huruf g Undang-
undang Nomor 5 tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 9 tahun 2004, tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, maka keputusan ataupun penetapannya tidak dapat
digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga bukan
merupakan kewenangan untuk memeriksa dan mengadili. Sekalipun
yang dicantumkan secara eksplisit dalam ketentuan pasal tersebut
adalah menganai hasil pemilihan umum, namun harus diartikan
sebagai meliputi juga keputusan-keputusan yang terkait dengan
pemilihan umum, sebab apabila harus dibedakan kewenangan
lembaga-lembaga pengadilan yang berhak memutusnya, padahal
dilakukan terhadap produk keputusan atau penetapan yang
diterbitkan oleh badan yang sama yaitu KPUD dan terkait dengan
peristiwa hukum yang sama pula yaitu perihal pemilihan umum,
maka perbedaan kewenangan tersebut akan dapat menimbulkan
inkonsistensi putusan pengadilan, bahkan putusan-putusan
pengadilan yang berbeda satu sama lain atau saling kontriversial.
poin 3. Bahwa selain daripada itu, dalam berbagai putusan dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung juga telah digariskan bahwa
keputusan yang berkaitan dan termasuk dalam ruang lingkup politik
dalam kasus pemilihan tidak menjadi kewenangan Peradilan Tata
Usaha Negara untuk memeriksan dan mengadilinya (antara lain
Putusan Nomor: 482 K/TUN/2003 tanggal 18 Agustus 2004).
poin 4 Bahwa dengan demikian, oleh karena lembaga Peradilan Tata
Usaha Negara tidak berwenang memeriksa dan mengadilinya,
maka Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang pula
menerbitkan penetapan atau putusan yang merupakan prosedur
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 31
atau proses hukum acara di peradilan tata usaha negara, misalnya
antara lain: penangguhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 67
Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Bahwa dari
poin-poin surat Edaran Mahakamah Agung tersebut diatas, jelas
tersurat bahwa gugatan Penggugat bukan merupakan kewenangan
Peradilan Tata Usaha Negara Cq Pengadilan Tata Usaha Negara
Mataram untuk memeriksa dan mengadilinya.
4. Bahwa dari konstruksi hukum gugatan Penggugat, dihubungkan dengan
Kaedah Hukum dalam Yurisprodensi Mahkamah Agung RI Nomor 482
K/TUN/2003 tanggal 18 Agustus 20014, yang berisi:
- Gugatan dengan fundamentum petendi yang berintikan dugaan adanya
kecurangan-kecurangan oleh Panitia Pemilihan dalam pelaksanaan
PILKADES (Pemilihan Kepala Desa), sehingga didalam petitum
gugatannya: menuntut agar S.K Bupati/KDH Tk.II (yang isinya
mengesahkan dan mengangkat Kepala Desa hasil Pemilihan tersebut)
dinyatakan cacat hukum harus dibatalkan dan dicabut serta diperintahkan
untuk diadakan “pemilihan ulang”.
- Materi gugatan yang demikian ini, merupakan perbuatan hukum dalam
ruang lingkup bidang “politik “ dan hasill “Pilkades” juga bersifat umum,
sehingga masalah tersebut “bukan “ obyek gugatan di forum “Peradilan
Tata Usaha Negara (PERATUN)’, ex Pasal 2 huruf “g” dari uu No.
5/tahun 1986, melainkan harus diajukan ke Peradilan umum.
- Konsekwensi Yuridisnya, Mahkamah Agung dalam Putusan kasasi:
Membatalkan putusan Judek Facti-Peratun dan menyatakan gugatan a
quo tidak dapat diterima
5. Bahwa dari uraian tersebut diatas, maka secara Hukum Gugatan
penggugat, Bukan merupakan Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
Cq Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram untuk memeriksa dan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 32
mengadilinya, sehingga Tergugat II Intervensi mohon Kepada Majelis Hakim
Yang Mulia Untuk menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
DALAM POKOK PERKARA
1. Bahwa apa yang terurai dalam eksepsi, mohon dianggap sebagai satu
kesatuan yang tak terpisahkan dengan Pokok Perkara.
2. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat, yang menyatakan bahwa
“..pada saat rekap suara terjadi perselisiahan hasil penghitungan Surat
antara surat suara pemilih yang mencoblos Penggugat dengan surat suara
pemilih yang mencoblos Kepala Desa No. 1 (satu) Prasino Ilman, SE.,
perselisihan tersebut Penggugat beranggapan Panitia Desa tidak netral,
sehingga rekap suara Panitia Desa menguntungkan calon Kepala Desa No.
1 (satu), adapun perselisihan perhitungan suara adalah hanya 1 (satu
suara) yaitu:
NO. NAMA CALON JUMLAH DENGAN HURUF
1. PRASINO ILMAN, SE. 1064 Satu kosong enam empat
2. SAHDAN, S.PD 649 Enam empat sembilan
3. HAJI MAZNI HAMID 1063 Satu kosong enam tiga
Karena yang benar adalah Panitia Desa dalam menghitung hasil perolehan
masing-masing Calon, didasarkan pada Perolehan Suara masing-masing
calon di tiap-tiap TPS, Incasu perolehan masing-masing calon pada TPS I
sampai TPS IX, dengan perincian sbb:
No
Nama Calon
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
Jumlah Suara
1 Prasino Ilman SE.
186 132 141 209 368 0 2 10 16 1064
2. Sahdan SPD
38 3 34 19 18 247 257 20 13 649
3 H.Mazni
66 65 148 59 11 21 69 298 326 1063
Suara
Batal
3 1 5 8 5 3 6 1 2 34
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 33
Dari fakta hukum tersebut jelas Panitia Desa dalam menghitung perolehan
suara masing-masing Calon, sesuai dengan aturan Hukum yang berlaku
yaitu menjumlahkan peroleh suara masing-masing calon dari TPS I sampai
TPS IX, sehingga Dalil Penggugat yang menyatakan bahwa Panitia Desa
Tidak Netral dalam menghitung perolehan masing-masing calon dan
menguntungkan Calon No. 1 (satu) adalah tidak benar dan mohon dalil
tersebut untuk ditolak.
3. Bahwa tidak benar dalil Penggugat yang menyatakan bahwa Panitia Desa
menganggap 2 surat Suara milik Penggugat, yang masing-masing 1 Surat
Suara pada TPS IX dan 1 Surat Suara Pada TPS VII dianggap batal, karena
yang benar adalah Panitia Desa Malakukan penghitungan Suara
berdasarkan Hasil Rekapitulasi perolehan Suara Masing-masing Calon
pada Tiap-tiap TPS, tak terkecuali TPS IX dan TPS VII tampa pernah
menambah, mengurangi perolehan masing-masing Calon termasuk juga
menambah, mengurangi jumlah surat suara batal, karena Panitia Desa tidak
pernah bersentuhan langsung dengan penetapan dan penghitungan
perolehan suara masing-masing calon pada tingkan TPS, sehingga dalil
Penggugat yang menyatakan bahwa panitia Desa tidak netral patut untuk
ditolak.
4. Bahwa tidak benar dalil penggugat yang menyatakan Penetapan hasil
Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilih Kepala Desa Ombe Baru tahun
2016 dan Berita Acara Penetapan Kepala Desa Terpilih pada Pemilihan
Desa Ombe Baru Nomor : 05/Panitia/XII/2016 TANGGAL 7 Desember 2016,
merugikan Penggugat dan Terlalu Prematur adalah dalil yang tidak Benar
karena Panitia Pemilihan Desa mengadakan Rekapitulasi hasil Pemilihan
berdasarkan Hasil Perhitungan suara pada Taingkat TPS yang telah selesai
dengan di terimanya hasil perhitungan di Tingkat TPS, oleh masing-masing
calon termasuk Penggugat, hal ini terbukti dengan di tandatanganinya Berita
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 34
Acara Penghitungan perolehan Suara pada masing-masing TPS oleh
masing-masing calon melalui saksi-saksinya, sehingga dengan demikian
berdasarkan fakta Hukum tersebut dalil penggugat yang menyatakan dirinya
dirugikan mohon untuk dikesampingkan dan ditolak.
5. Bahwa tidak benar dalil Penggugat yang menyatakan dan memohon agar
Obyek sengketa dinyatakan batal demi Hukum dengan mengacu pada pasal
45 ayat 1 Peraturan Bupati Lombok Barat No. 40 Tahun 2016, karena
beranggapan bahwa Panitia Desa belum melaksanakan kewajibannya
menyelesaikan sengketa Pilkades Ombe Baru, karena yang benar adalah
Panitia Desa dalam melaksanakan Tupoksinya telah sesuai dengan aturan
Hukum yang berlaku yaitu mengadakan Rekapitulasi suara masing-masing
calon di 9 TPS yang tersebar di Desa Ombe Baru, sesuai perolehan suara
masing-masing calon, setelah itu menetapkan Calon yang memperoleh
suara Terbanyak sebagai calon Terpilih in cassu Calon No 1 (satu) atas
nama Prasino Ilman, SE, sehingga secara Hukum Obyek sengketa telah
sesuai Hukum dan Prosudur Hukum, sehingga SAH Menurut Hukum,
bahwa terhadap tuduhan belum melaksanakan Kewajibannya
menyelesaikan sengketa pilkades dapat ditanggapi sebagai berikut:
Bahwa dasar Perhitungan/rekapitulasi perolehan Suara pada Tingkat Desa
adalah hasil perolehan Suara Calon pada 9 TPS yang tersebar di seluruh
Desa Ombe Baru, tak terkecuali TPS 9 dan TPS 7, yang setelah diteliti telah
diterima oleh masing-masing Calon, melalui Saksi di Tingkat TPS, sehingga
secara Hukum keberatan Tersebut tidak mempunyai dasar Hukum yang
kuat, karena dengan diajukannya keberatan pada saat perhitungan suara
pada tingkat desa, bukan pada saat penghitungan suara pada Tingkat TPS,
secara Hukum TELAH melewati masa terbaik untuk mengajukan Tuntutan
keberatan, yaitu pada saat penghitungan suara di TPS, sehingga Mohon
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 35
kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk menolak dalil Penggugat Tersebut
diatas.
6. Bahwa tidak benar dalil Penggugat yang menerangkan permintaan maaf
ketua KPPS VII dianggap sebagai dasar untuk memohon kepada Majelis
unutk menyatakan 2 (dua) suara Penggugat di TPS VII dan TPS IX
dinyatakan Sah, karena yang benar adalah penetapan 2 (dua) surat suara
dinyatakan Tidak sah adalah telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat
Paraturan Bupati Lombok Barat Nomor : 40 tahun 2016, karena tidak
Ditandatangani oleh Ketua KPPS, sehingga mohon dalil penggugat tersebut
untuk ditolak.
7. Bahwa tidak benar dalil Penggugat yang menyatakan bahwa Penggugatlah
yang seharusnya ditetapkan sebagai kepala Desa Terpilih Desa Ombe
Baru, karena Keputusan Panitia Desa yang menganggap 2 surat suara yang
mencoblos Tidak Sah merupakan kekerliruan karena yang benar adalah
Panitia Desa hanya bertugas merakapitulasi hasil pemilihan kepala Desa
dari masing-masing TPS, dan menetapkan Calon Kepala Desa yang
memperoleh Suara Terbanyak sebagai Calon Terpilih sesuai pasal 41
Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2014, bukan menentukan
keabsahan surat suara, sehingga terhadap dalil gugatan ini mohon untuk
ditolak.
8. Bahwa tidak benar dalil Penggugat yang menyatakan bahwa Penggugat
pada tanggal 7 Desember 2016 secara resmi telah mengajukan surat
keberatan kepada Panitia Desa dan BPD sedangkan keberatan terhadap
Panitian Pemilihan Kabupaten penggugat sampaikan pada tanggal 9
Desember 2016, terkait atas kesengajaan pelanggaran yang dilakukan oleh
Panitia Desa Ombe Baru khususnya KPPS XI dan KPPS VII, namun Panitia
Desa Terlebih dahulu menetapkan Prasino Ilman, SE sebagai kepala Desa
melalui berita acara Penetapan Calon Kepala Desa Terpilih tanggal 7
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 36
Desember 2016 Nomor: 05/Panitia/XII/2016, sedangkan penyelesaian
sengketa dilakukan oleh BPD dan Panitia Desa pada tanggal 10 Desember
2016, yang menurut Penggugat Penetapan Kepala Desa Terpilih
seharusnya pada tanggal 10 Desember 2016 setelah sengketa diselesaikan
secara sempurna, adalah Dalil dan pendapat yang tidak benar dan tidak
berdasarkan Hukum, karena yang benar adalah adanya surat keberatan
tertanggal 7 Desember 2016 yang diuajukan oleh Penggugat adalah Surat
Keberatan tanggal 9 Desember 2016 yang ditujukan kepada Panitia
pemilihan Kabupaten, tidaklah menghalangi penetapan Calon terpilih yang
memperoleh Suara Terbanyak Incasus Prasino Ilman, SE, dan Penetapan
Calon terpilih yang memperoleh suara Terbanyak sudah sesuai menurut
Hukum, sehingga obyek sengketa adalah Sah Menurut Hukum.
9. Bahwa tidak benar daslil Penggugat yang menuduh Tergugat, tidak pernah
melaksanakan kewajibannya sesuai yang diamanatkan oleh pasal 37 ayat 6
UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa jo. Peraturan Bupati Lombok Barat No.
40 tahun 2016, karena Tergugat melalui Panitia Pemilihan Kabupaten Telah
melaksanakan kewajibannya menangani Keberatan Penggugat, terhadap
hal ini akan dibuktikan nanti pada waktu pembuktian.
10. Bahwa tidak benar dalil Penggugat yang menyatakan bahwa obyek
sengketa diterbitkan melebihi waktu 30 (tiga puluh ) hari yang ditetapkan
Undang-undang, karena yang benar adalah Penerbitan Obyek sengketa
masih dalam Tenggangwaktu yang di tentukan oleh Undang-undang, yaitu
sebelum 30 harui dari diterimanya Barita Acara Penetapan CALON Terpilih
oleh Bupati, bukan dihitung berdasarkan tanggal penetapan Calon Terpilih
oleh Panitia Desa sebagaimana dalil gugatan Penggugat, sehingga secara
Hukum obyek sengketa Sah Menurut Hukum.
11. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, obyek sengketa yang di
terbitkan oleh Tergugat atas Nama Tergugat II Intervensi, telah sesuai
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 37
menurut Hukum serta tidak melanggar Azas-azas umum pemerintahan yang
baik, yang didasarkan pada Azas kecermatan, Kejujuran dan keterbukaan
serta Azas kehati-hatian, sehingga obyek sengketa Sah Menurut Hukum.
12. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Tergugat II Intervensi Mohon
kepada Mejelis Hakim Yang Mulia, untuk menjatuhkan Putusan yang
amarnya :
DALAM EKSEPSI
- Menerima Eksespsi Tergugat 2 Intervensi seluruhnya.
- Menyatakan Gugatan Penggugat Tidak dapat diterima.
DALAM POKOK PERKARA :
- Menolak Gugatan Penggugat seluruhnya.
- Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara
- Dan atau Mohon putusan yang dipandang Adil.
Bahwa atas jawaban Tergugat dan Tergugat II Intervensi, Kuasa
Hukum Penggugat telah menanggapinya dengan Replik, masing-masing
tertanggal 12 April 2017. Dan atas replik tersebut, Tergugat dan Tergugat II
Intervensi telah menanggapinya dengan Duplik, masing-masing tertanggal
19 April 2017;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah
mengajukan bukti surat berupa fotokopi surat yang telah dicocokkan dengan asli
atau fotokopinya, telah dilegalisir dan bermaterai cukup, dan diberi tanda P-1
sampai dengan P-9 sebagai berikut:
1. P-1 : Fotokopi Pengumuman bakal calon Kepala Desa Ombe Baru
Nomor : 08-Pan.Pilkades/OMB/IX/2017 tanggal 26
September 2016 (sesuai dengan asli)
2. P-2 : Fotokopi Rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilihan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 38
Kepala Desa Ombe Baru Kecamatan Kediri Kabupaten
Lombok Barat (fotokopi dari fotokopi)
3. P-3 : Fotokopi surat pengantar nomor : 04/Panitia 05/XI/2016
tanggal 7 Desember 2016 (fotokopi dari fotokopi)
4. P-4 : Fotokopi surat keberatan dari Mazni Hamid terhadap proses
Pilkades di TPS 7 dan TPS 9 tanggal 7 Desember 2016
(fotokopi dari fotokopi)
5. P-5 : Fotokopi surat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa
Ombe Baru Kecamatan Kediri Kabupaten Laombok Barat
nomor : 14/BPD/13/XII/2016 tanggal 10 Desember 2016
(sesuai dengan asli)
6. P-6 : Fotokopi surat permohonan calon Kepala Desa Ombe Baru
atas nama Mazni Hamid yang meminta ketua KPPS untuk
membuka kotak suara (sesuai dengan asli)
7. P-7 : Fotokopi tanda terima surat nomor : 13/BPD/09/XII/2016
BPMPD Kabupaten Lombok Barat tanggal 09 Desember
2016 (fotokopi dari fotokopi)
8. P-8 : Fotokopi surat Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa Kabupaten Lombok Barat yang ditujukan
kepada Kepala Desa Ombe Baru tanggal 3 Januari 2017
perihal tanggapan/jawaban dan berita acara penyelesaian
sengketa tanggal 30 Desember 2016 (sesuai dengan arsip)
9. P-9 : Fotokopi Keputusan Bupati Lombok Barat nomor :
15/01/BPMPD/2017 tanggal 9 Januari 2017 tentang
Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Masa Jabatan
2017-2023 (fotokopi dari fotokopi)
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 39
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil jawabannya Tergugat telah
mengajukan bukti surat berupa fotokopi surat yang telah dicocokkan dengan asli
atau fotokopinya, telah dilegalisir dan bermaterai cukup, dan diberi tanda T-1
sampai dengan T-8 sebagai berikut:
1. T-1 : Fotokopi Keputusan Bupati Lombok Barat nomor :
826/33/BPMPD/2016 tanggal 5 Oktober 2016 tentang
Pembentukan Panitia Pemilihan Kepala Desa Serentak
Kabupaten Lombok Barat tahun 2016 (fotokopi dari fotokopi)
2. T-2 : Fotokopi Keputusan Bupati Lombok Barat nomor :
911.A/45/BPMPD/2016 tanggal 8 Desember 2016 tentang
Pembentukan Tim Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala
Desa Serentak Kabupaten Lombok Barat tahun 2016
(fotokopi dari fotokopi)
3. T-3 : Fotokopi surat pengantar yang dikeluarkan oleh Camat Kediri
nomor : 045.2/216/Pem/2016 tanggal 14 Desember 2016
perihal Berita Acara Rekapitulasi Perhitungan Suara
Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru tahun 2016 dan Berita
Acara Penetapan Kepala Desa Ombe Terpilih pada
Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru tahun 2016 ( fotokopi dari
fotokopi)
4. T-4 : Fotokopi surat Kepala Badan Pemberdayaan dan
Pemerintahan Desa Kabupaten Lombok Barat yang ditujukan
kepada Kepala Desa Ombe Baru tanggal 3 Januaru 2017
perihal tanggapan/jawaban ( fotokopi dari fotokopi)
5. T-5 : Fotokopi Keputusan Bupati Lombok Barat nomor :
15/01/BPMPD/2017 tanggal 9 Januari 2017 tentang
Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa masa jabatan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 40
2017-2023 (fotokopi dari fotokopi)
6. T-6 : Fotokopi Deklarasi Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru
Tahun 2016 Damai ( sesuai dengan asli)
7. T-7 : Fotokopi Berita Acara Perhitungan Rekapitulasi Hasil
Perhitungan Suara Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru
Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat dari TPS 7 (
sesuai dengan asli)
8. T-8 : Fotokopi Berita Acara Perhitungan Rekapitulasi Hasil
Perhitungan Suara Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru
Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat dari TPS 9 (
sesuai dengan asli)
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil jawabannya Tergugat II Intervensi
telah mengajukan bukti surat berupa fotokopi surat yang telah dicocokkan
dengan asli atau fotokopinya, telah dilegalisir dan bermaterai cukup, dan diberi
tanda Ti2-1 sampai dengan Ti2-7, sebagai berikut:
1. Ti2-1 : Fotokopi Keputusan Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe
Baru tahun 2016 nomor : Kep/Pilkades/IX/2016 tanggal 21
September 2016 tentang Tata Tertib Pemilihan Kepala Desa
Ombe Baru Tahun 2016 ( sesuai dengan asli)
2. Ti2-2 : Fotokopi deklarasi damai pemilihan Kepala Desa Ombe Baru
tahun 2016 tanggal 19 November 2016 ( sesuai dengan asli)
3. Ti2-3 : Fotokopi surat pernyataan dari bakal calon Kepala Desa
Ombe Baru perihal bersedia mentaati ketentuan tata tertib
panitia tanggal 19 November 2016 ( sesuai dengan asli)
4. Ti2-4 : Fotokopi daftar hadir rapat penyusunan dan pengesahan tata
tertib tahap II Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru periode
2017-2023 ( sesuai dengan asli)
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 41
5. Ti2-5 : Fotokopi surat pengantar nomor : 05/Panitia/XI/2016 tanggal
7 Desember 2016 yang ditujukan kepada Kepala Desa Ombe
Baru perihal Berita Acara Rekapitulasi Hasil Perhitungan
Suara Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru tahun 2016 dan
Berita Acara Penetapan Kepala Desa terpilih ( sesuai dengan
asli)
6. Ti2-6 : Fotokopi berita acara perhitungan rekapitulasi hasil
perhitungan suara pemilihan Kepala Desa Ombe Baru
Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat dari TPS 7 (
sesuai dengan asli)
7. Ti2-7 : Fotokopi berita acara perhitungan rekapitulasi hasil
perhitungan suara pemilihan Kepala Desa Ombe Baru
Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat dari TPS 9 (
sesuai dengan asli)
Bahwa selain mengajukan bukti surat, untuk menguatkan dalil-dalil
gugatannya, Penggugat juga telah mengajukan 6 (enam) orang saksi yang
bernama Rusdi Kamal, Azar Fahrurrozi, Khalid, Safii, Muharis, Sulthon dan
1 (satu) orang ahli yang bernama Prof. Dr. H. Gatot Dwi Hendro Wibowo,
S.H., M.Hum, yang telah memberikan keterangan dan pendapatnya di
persidangan sebagaimana keterangan lengkapnya termuat di dalam berita
acara persidangan:
Bahwa Tergugat tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan saksi di
persidangan, meski telah diberi kesempatan oleh Majelis Hakim untuk
mengajuan saksinya di persidangan;
Bahwa selain mengajukan bukti surat, untuk menguatkan dalil-dalil
Jawabannya, Tergugat II Intervensi juga telah mengajukan 5 (lima) orang saksi
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 42
yang bernama Muhazan Amrullah, Islahudin, Nasruddin, M Aprianto, dan
Mahsyar bin Mahruf yang telah memberikan keterangan di persidangan
sebagaimana keterangan lengkapnya termuat di dalam berita acara
persidangan:
Bahwa, selanjutnya Tergugat dan Tergugat II Intervensi, masing-masing
telah mengajukan kesimpulannya tertanggal 9 Agustus 2017. Sementara
Penggugat tidak mengajukan kesimpulannya;
Bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam persidangan dianggap telah
termuat dalam putusan ini;
Bahwa para pihak masing-masing menerangkan tidak ada lagi yang akan
diajukan dan disampaikan serta selanjutnya mohon putusan;
Bahwa Majelis Hakim menganggap pemeriksaan sengketa ini telah cukup
dan akhirnya mengambil putusan berdasarkan pertimbangan seperti terurai
dalam pertimbangan hukum di bawah ini;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana dituangkan dalam duduk sengketa;
Menimbang, bahwa obyek dalam sengketa ini yang dimohonkan
Penggugat untuk dinyatakan batal atau tidak sah adalah Keputusan Bupati
Lombok Barat Nomor: 15/01/BPMPD/2017, tanggal 9 Januari 2017 tentang
Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Masa Jabatan 2017-2023, No. 8
Kolom 2 dan kolom 5 atas nama Prasino Ilman, SE (vide Bukti P-9 = Bukti T-5);
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat dan
Tergugat II Intervensi telah mengajukan jawabannya masing-masing tanggal 22
Maret 2017 dan 29 Maret 2017, dimana di dalamnya menguraikan dalil
bantahan baik dalam eksepsi maupun dalam pokok sengketanya;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 43
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menguraikan pertimbangan
hukum mengenai eksepsi maupun dalam pokok sengketanya, terlebih dahulu
Majelis Hakim akan mempertimbangkan syarat formal pengajuan gugatan
sehingga Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram berwenang untuk
memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa a quo, dengan
pertimbangan terkait kualifikasi apakah obyek sengketa a quo merupakan suatu
keputusan tata usaha negara, dan apakah Penggugat memiliki kedudukan
hukum (legal standing) dan hak gugat terhadap surat keputusan yang menjadi
obyek dalam sengketa a quo;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
mengenai kualifikasi apakah obyek sengketa a quo merupakan suatu keputusan
tata usaha negara, dengan pertimbangan hukum sebagaimana berikut;
Menimbang, bahwa definisi dan unsur-unsur Keputusan Tata Usaha
Negara pada konteks gugatan dalam suatu sengketa tata usaha negara
berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-undang Nomor
51 Tahun 2009, secara limitatif mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 9
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yakni: "suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”;
Menimbang, bahwa setelah mencermati dan meneliti obyek sengketa,
berdasarkan unsur-unsur yang termuat di dalam ketentuan Pasal 1 angka 9
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tersebut di atas, Majelis Hakim
memberikan penilaian sebagaimana berikut:
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 44
- Obyek sengketa merupakan suatu penetapan tertulis, karena titel,
bentuk/format, serta isinya menunjukkan pernyataan kehendak atas suatu
status hukum. (vide Bukti P-9 = Bukti T.5);
- Dikeluarkan/diterbitkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, dalam
hal ini adalah Bupati Lombok Barat, yang secara atributif melaksanakan
urusan pemerintahan umum sebagaimana ketentuan Pasal 25 ayat (2) jo.
Pasal 59 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang
Pemerintahan Daerah;
- Bersifat konkret, sebab tegas dan jelas hal substansial yang termuat dalam
obyek sengketa adalah berisi Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa
Masa Jabatan 2017-2023 di Kabupaten Lombok Barat;
- Bersifat individual, dalam keputusan tersebut secara spesifik Pengesahan
Pengangkatan Kepala Desa ditujukan kepada dan atas nama perorangan,
yang salah satunya adalah Prasino Ilman, SE., dimana Penggugat
mendalilkan memiliki kepentingan yang serupa/sama dengannya;
- Bersifat final, karena penerbitan obyek sengketa merupakan tahap akhir dari
proses pemilihan kepala desa da tidak memerlukan lagi persetujuan dari
instansi atas atau instansi lain, selain daripada Tergugat;
- Adanya surat keputusan tersebut juga secara yuridis telah memberikan
akibat hukum, untuk dan terhadap individu yang namanya tersebut di
dalamnya;
Menimbang, bahwa setelah mengkaji setiap unsur yang terkandung dalam
obyek sengketa tersebut, hal yang sejalan pula dengan pendapat dari ahli yakni
Prof. DR. Gatot Dwi Hendro Wibowo SH., M.Hum, maka Majelis Hakim menilai,
bahwa surat keputusan yang menjadi obyek sengketa telah memenuhi kriteria
limitatif sebagai keputusan tata usaha negara berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, sehingga menjadi
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 45
kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, memutus
dan menyelesaikannya;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
apakah terdapat kedudukan hukum (legal standing) dan hak gugat yang didasari
oleh adanya kepentingan Penggugat dalam mengajukan gugatan a quo, dengan
pertimbangan hukum sebagai berikut;
Menimbang, bahwa kedudukan hukum (legal standing) sebagai dasar
adanya hak gugat, berpedoman pada ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi:
“Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan
tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar
keputusan tata usaha negara itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan
atau disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi”;
Menimbang, bahwa kepentingan menggugat dalam suatu sengketa tata
usaha negara sebagaimana ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor
9 Tahun 2004 tersebut di atas, menurut Majelis Hakim secara konseptual dapat
terukur dari adanya: pertama, korelasi dan hubungan sebab-akibat antara
subyek hukum dengan keputusan yang digugatnya, serta kedua adanya
keputusan yang digugat tersebut telah menyebabkan terhalanginya,
terkuranginya, beralihnya, dihilangkannya atau diabaikannya suatu hak tertentu,
yang sebelumnya ada pada subyek hukum tersebut;
Menimbang, bahwa hal ini secara konsepsi sebangun dengan pendapat
Indroharto bahwa: “Yang dimaksud dengan kepentingan adalah kepentingan
terhadap suatu nilai, baik yang bersifat menguntungkan maupun yang merugikan
yang ditimbulkan atau menurut nalar dapat diharapkan akan timbul oleh keluarnya
suatu keputusan TUN atau suatu keputusan penolakan TUN";
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 46
Menimbang, bahwa terkait dengan kedudukan hukum dan hak gugat
Penggugat in cassu, Majelis Hakim juga memandang perlu mengaitkannya
dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan, berdasarkan
bukti surat dan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak, maupun
pengakuan dari para pihak yang tidak dibantah, sebagaimana berikut:
1. Bahwa Penggugat adalah salah satu Calon Kepala Desa yang mengikuti
Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru, Kecamatan Kediri, Kabupaten
Lombok Barat, yang dilaksanakan pada 7 Desember 2016 secara
serentak. (vide Bukti T-6 = Bukti Ti2-2, dan keterangan saksi Azar
Fakhrozi, saksi Rusdi Kamal, Khalid, S.H. dan saksi H. Nasrudin Spd);
2. Bahwa Pemilihan Kepala Desa berlangsung tertib, namun pada saat
rekapitulasi suara di tingkat desa terdapat permasalahn terkait surat
suara yang dinyatakan tidak sah oleh KPPS. (vide Bukti P-5, Bukti P-6,
Bukti T-7, Bukti T-8, dan keterangan saksi Azar Fakhrozi, saksi Rusdi
Kamal, saksi Khalid, S.H., dan saksi H. Nasrudin Spd);
3. Bahwa permasalahan mengenai surat suara yang dipersoalkan oleh
Calon Kepala Desa Nomor 3 (Penggugat), bermula di TPS VII, yakni soal
surat suara yang sobek dan di TPS IX yakni surat suara yang tidak
ditandatangani Ketua KPPS. (vide Bukti P-5, Bukti P-6, dan keterangan
saksi Azar Fahrozi, saksi Rusdi Kamal, saksi Khalid, S.H.,saksi Muhazan
Amrullah, saksi Islahuddin dan saksi H. Nasrudin Spd);
4. Bahwa keberatan dari Calon Nomor 3 diajukan kepada Panitia Pemilihan
Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Panitia Pemilihan
Kabupaten, masing-masing tanggal 7 Desember 2016 dan 9 Desember
2016. (vide Bukti P-6, Bukti P-5 dan Bukti P-7, serta keterangan saksi
Muharis, saksi Khalid, S.H., dan saksi H. Nasrudin Spd);
5. Bahwa karena masih menyatakan keberatan atas keabsahan surat
suara, pihak Calon Kepala Desa Nomor 3 (Penggugat) tidak
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 47
menandatangani Berita Acara Penghitungan Hasil Pemungutan Suara di
Kantor Desa Ombe Baru. (vide Bukti P-3 = Bukti T-3 = Bukti Ti2-5, dan
keterangan saksi Muharis);
6. Bahwa Panitia Pemilihan Desa Ombe Baru menerbitkan Berita Acara
Penetapan Calon Kepala Desa terpilih pada 7 Desember 2016. (vide
Bukti P-3 = Bukti T-3 = Bukti Ti2-5);
7. Bahwa kemudian Tergugat memberikan tanggapan/jawaban atas
keberatan dari Badan Permusyawaratan Desa Ombe Baru, pada tanggal
3 Januari 2017 serta Berita Acara Penyelesaian Sengketa Pemilihan
Kepala Desa, tanggal 30 Desember 2016 yang menyepakati bahwa
Pemerintah Kabupaten tetap melanjutkan proses penetapan dan
pelantikan Calon Kepala Desa Terpiluh Desa Ombe Baru;
8. Bahwa kemudian dokumen itulah yang menjadi dasar diterbitkannya
Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor: 15/01/BPMPD/2017, tanggal 9
Januari 2017 tentang Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Masa
Jabatan 2017-2023, No. 8 Kolom 2 dan kolom 5 atas nama Prasino
Ilman, SE oleh Tergugat (Bukti P-9 = Bukti T-5);
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di
persidangan itu, maka konteks kepentingan Penggugat untuk mengajukan
gugatan a quo, diukur dari adanya korelasi (hubungan) antara Penggugat
dengan obyek sengketa, yang dalam hal ini adalah apakah dapat dibuktikan
terdapat hubungan sebab akibat antara kepentingan Penggugat dengan obyek
sengketa yang digugat;
Menimbang, bahwa kepentingan Penggugat dalam konteks Pemilihan
Kepala Desa adalah tujuan atau harapan dapat terpilihnya yang bersangkutan
sebagai Kepala Desa Ombe Baru, di sisi lain, terbitnya obyek sengketa memiliki
koherensi yang sama dengan proses yang tengah ditempuh oleh Penggugat
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 48
sebagai salah satu Calon Kepala Desa dalam pemilihan kepala desa,
kendatipun obyek sengketa memiliki substansi yang berlawanan/bertentangan
dengan kepentingan hukumnya tersebut;
Menimbang, bahwa kemudian adanya keputusan obyek sengketa yang
ditujukan salah satunya kepada Tergugat II Intervensi (Prasino Ilman),
berintikan kepentingan hukum yang serupa/sebangun dengan kepentingan
hukum yang dimiliki oleh Penguggat, yakni berkenaan dengan statusnya
sebagai Calon Kepala Desa dalam Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru.
Sehingga, terhalanginya atau terkuranginya kepentingan hukum Penggugat oleh
sebab adanya kepentingan hukum yang sama/serupa sebagai akibat
diterbitkannya obyek sengketa, cukup menunjukkan bahwa terdapat
kepentingan hukum yang sama atas suatu status huum tertentu dari Penggugat
dan pihak yang dituju langsung dalam obyek sengketa (Tergugat II Intervensi);
Menimbang, bahwa penekanan kedudukan hukum (legal standing)
sebagai dasar adanya hak gugat pada suatu sengketa tata usaha negara,
menurut penilaian Majelis Hakim, lebih kepada adanya kepentingan hukum
yang tercederai atau dirugikan, tak hanya secara limitatif harus diartikan pada
adanya eksistensi kerugian itu sendiri. Dalam tafsiran Majelis Hakim terhadap
sengketa a quo adalah tak hanya diukur dengan nominal atau ukuran besaran
nilainya saja, namun juga pada kenyataan mengenai terlanggarnya atau
terkuranginya hak dari Penggugat oleh sebab keberadaan keputusan/produk
hukum dari Tergugat, yang secara materi muatan memiliki korelasi substansial,
saling bertentangan (contradictoir) dengan hak maupun kewajiban dari kedua
pihak tersebut ;
Menimbang, bahwa adanya korelasi antara obyek sengketa dengan
Penggugat, serta terbatasi/dihilangkannya hak-hak Penggugat sebagai Calon
Kepala Desa oleh karena diterbitkannya obyek sengketa, telah rigid
menunjukkan bahwa terdapat kepentingan nyata bagi Penggugat untuk
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 49
mengajukan gugatan ke pengadilan, sehingga dengan terpenuhinya prasyarat
tersebut, secara normatif telah memenuhi ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana tersebut di
atas;
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas,
Majelis Hakim berpendapat berdasarkan hukum bahwa Penggugat telah
memenuhi kedua syarat formil pengajuan gugatan di Pengadilan Tata Usaha
Negara;
Menimbang, bahwa selanjutnya sejalan dengan ketentuan Pasal 77
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
sebelum mempertimbangkan mengenai pokok sengketa, terlebih dahulu Majelis
Hakim akan mempertimbangkan eksepsi, yang diajukan oleh Tergugat, dengan
pertimbangan hukum sebagaimana berikut;
Menimbang, bahwa di dalam jawabannya, Tergugat mengemukakan dalil-
dalil eksepsi yang menurut Majelis Hakim berkenaan dengan 1). Gugatan Kabur
(Obscuur Libel), 2). Gugatan Kurang Pihak, dan 3). Kompetensi Absolut
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Menimbang, bahwa selain itu di dalam Jawabannya, Tergugat II Intervensi
juga mengemukakan dalil-dalil eksepsi yang menurut Majelis Hakim berkenaan
dengan Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara;
Menimbang, bahwa terhadap eksepsi yang memiliki tipikal yang sama,
akan dipertimbangkan secara bersamaan pula, sehingga terkait keseluruhan
dalil-dalil eksepsi tersebut, selanjutnya Majelis Hakim mempertimbangkan
sebagai berikut;
DALAM EKSEPSI;
1. Eksepsi Gugatan Kabur (Obscuur Libel);
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 50
Menimbang, bahwa dalam dalil eksepsinya, Tergugat menyatakan gugatan
Penggugat Kabur (obscuur libel) pada pokoknya didasarkan pada 2 bahasan
utama, yakni:
1) Konstruksi pemahaman yang keliru mengenai Tugas Pokok dan Fungsi
dari Panitia Pemilihan Kepala Desa dan KPPS, berkenaan dengan
status keabsahan 2 (dua) surat suara yang dipersoalkan Penggugat;
2) Dalil mengenai pengabaian kewajiban dari Tergugat untuk
menyelesaikan sengketa berdasarkan ketentuan yang berlaku,
menunjukkan formulasi gugatan yang kabur, sebab sengketa
pemilihan kepala desa tidak menghalangi peristiwa penghitungan
suara dan penetapan calon terpilih;
Menimbang, bahwa inti dari alasan eksepsi tersebut menurut Majelis
Hakim telah berkenaan dengan pokok sengketa, yakni mengenai aspek
prosedural-substansial penerbitan obyek sengketa yang didasarkan pada
kedudukan dan produk hukum yang diterbitkan oleh KPPS dan Panitia
Pemilihan Kepala Desa, maupun mengenai mekanisme penyelesaian sengketa
pemilihan kepala daerah yang seharusnya ditempuh;
Menimbang, bahwa menurut penilaian Majelis Hakim, kriteria obscuur libel-
nya gugatan berkenaan dengan aspek formal gugatan, yang secara normatif
dapat terukur dari sistematika gugatan sebagaimana ketentuan Pasal 56 ayat
(1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, ketepatan subyek dan obyek yang
berproses di Pengadilan, maupun relevansi pengenaan norma dalam aspek
formal maupun substansial suatu gugatan;
Menimbang, bahwa oleh karena dalil eksepsi yang diajukan oleh Tergugat
ini telah berkenaan dengan pokok sengketa, bukan lagi hal-hal yang bersifat
formalitas gugatan, maka terhadapnya akan dipertimbangkan di dalam pokok
sengketa, sehingga eksepsi ini haruslah dinyatakan ditolak;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 51
2. Eksepsi Gugatan Kurang Pihak
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
eksepsi kedua yang diajukan oleh Tergugat yakni bahwa gugatan Penggugat
kurang pihak;
Menimbang, bahwa inti dari eksepsi ini adalah didasarkan pada alasan
bahwa secara faktual keberatan pihak Penggugat juga ditujukan kepada Panitia
Pemilihan Desa Ombe Baru (KPPS VII dan KPPS IX), sehingga selain Tergugat
seharusnya Penggugat juga menarik Panitia Pemilihan Desa Ombe Baru (KPPS
VII dan KPPS IX) sebagai pihak dalam sengketa ini;
Menimbang, bahwa terhadap dalil eksepsi tersebut Majelis Hakim akan
memberikan pertimbangan hukum sebagaimana berikut;
Menimbang, bahwa sengketa tata usaha negara sebagaimana ketentuan
Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, adalah sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
Menimbang, bahwa sejalan dengan ketentuan itu, maka suatu sengketa
tata usaha negara pada prinsipnya terdiri dari dua komponen utama, yakni
subyek hukum berupa orang atau badan hukum perdata di satu pihak, dengan
badan atau pejabat tata usaha negara di pihak lainnya, serta obyek hukum
yakni berupa keputusan tata usaha negara;
Menimbang, bahwa subyek hukum dalam sengketa a quo, terdiri dari
Penggugat yang merupakan "orang" baik dalam terminologi sosial maupun
terminologi hukum perdata, yang merasa kepentingannya dirugikan, dan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 52
Tergugat selaku Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan
keputusan tata usaha negara tersebut;
Menimbang, bahwa konsep point d'interet point d'action dalam kaidah
hukum perdata, juga diterapkan dalam penegakan hukum administrasi, yang
bila diterjemahkan secara bebas berarti adanya kepentingan hukum yang
dirugikan, merupakan dasar dari dilakukannya tindakan hukum (gugatan), dan
menjadi syarat formil pengajuan gugatan administrasi sebagaimana telah diatur
dalam ketentuan Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004;
Menimbang, bahwa lebih lanjut konsep point d'interet point d'action ini
menurut penilaian Majelis Hakim, juga berlaku pada kedudukan dari
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang keputusan/tindakan atau produknya
dipersoalkan atau digugat keabsahannya, sehingga relevan dengan konsep itu
maka hanya Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan keputusan
sajalah yang kemudian dijadikan pihak dalam suatu sengketa tata usaha
negara, sementara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara lain yang kendati
memiliki relevansi prosesual maupun substansial dengan suatu sengketa tata
usaha negara, sepanjang produk hukum atau keputusan yang diterbitkannya
tidak dipersoalkan atau tidak dijadikan obyek pengujian keabsahan dalam suatu
sengketa tata usaha negara, maka tidak relevan pula untuk didudukkan sebagai
pihak dalam sengketa tersebut;
Menimbang, bahwa hal ini sejalan pula dengan definisi Tergugat
sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 51 Tahun
2009, yang memberikan batasan bahwa Tergugat adalah badan atau pejabat
tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang
ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 53
Menimbang, bahwa kendatipun tindakan administrasi merupakan
rangkaian prosedural yang dalam praktiknya dapat pula melibatkan
Badan/Pejabat Pemerintahan maupun produk hukum lain yang saling
mengadakan/meniadakan, termasuk dalam sengketa a quo yang secara
prosesual menempatkan Panitia Pemilihan sebagai subyek yang terlibat di
dalamnya, namun oleh karena dalam sengketa a quo yang dijadikan obyek
sengketa adalah hanyalah keputusan yang diterbitkan oleh Tergugat, maka
dengan demikian menurut penilaian Majelis Hakim eksepsi ini tidaklah
beralasan hukum;
Menimbang, bahwa oleh karena obyek sengketa menurut penilaian Majelis
Hakim telah nyata diterbitkan oleh Tergugat in cassu, dan bahwa tidak ada
produk hukum atau keputusan lain yang digugat atau diuji keabsahannya oleh
Penggugat, maka Majelis Hakim berpendapat berdasarkan hukum bahwa
gugatan a quo tidaklah kurang pihak, sehingga dengan demikian terhadap
eksepsi ini haruslah dinyatakan ditolak;
3. Eksepsi Kewenangan Absolut Pengadilan;
Menimbang, bahwa eksepsi selanjutnya adalah berkenaan dengan
kewenangan absolut pengadilan, yang diajukan baik oleh Tergugat maupun
Tergugat II Intervensi;
Menimbang, bahwa inti dari eksepsi yang diajukan Tergugat dan Tergugat
II Intervensi ini pada prinsipnya berkenaan dengan obyek sengketa yang
tidaklah memenuhi kriteria sebagai keputusan tata usaha negara, dan
merupakan pengecualian sebagaimana ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-
undang Nomor 9 Tahun 2004 maupun Yurisprudensi Mahkamah Agung yang
mengandung kaidah hukum bahwa sengketa pemilihan kepala desa termasuk
dalam bidang politik, sehingga bukanlah kewenangan dari Peradilan Tata Usaha
Negara untuk memeriksa dan mengadilinya;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 54
Menimbang, bahwa sebagaimana telah terurai sebelumnya, secara formal
berdasarkan parameter ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 51
Tahun 2009, obyek sengketa a quo telah memenuhi unsur-unsur sebagai
keputusan tata usaha negara;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim menilai kendati pun benar bahwa
Pemilihan Kepala Desa memiliki unsur-unsur yang sama dengan Pemilihan
Umum, yakni berada dalam ranah penentuan tampuk kekuasaan dan pengisian
penyelenggara pemerintahan, adanya mekanisme khusus mengenai penetapan
calon, tahapan pemilihan, penentuan pemenang pemilihan, dan lainnya, akan
tetapi pengaturan mengenai pemilihan kepala desa secara normatif maupun
hierarkhis melekat pada kewenangan yang berbeda;
Menimbang, bahwa Pemilihan Umum diatur sebagaimana ketentuan Pasal
22E Undang-undang Dasar 1945 setelah perubahan, atas Pemilihan Kepala
Daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 jo. Undang-
undang Nomor 8 Tahun 2015. Sementara pengaturan mengenai Pemilihan
Kepala Desa kendatipun secara umum diatur dalam ketentuan Pasal 31
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, akan tetapi pelaksanaannya didasarkan
pada ketentuan Pasal 40 s/d Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2016, maupun Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah;
Menimbang, bahwa perbedaan antara keduanya juga dapat dilihat dari
institusi penyelenggaranya, dimana baik Pemilihan Umum maupun Pemilihan
Kepala Daerah dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum, baik di pusat atau di
daerah, sementara Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan
Kepala Desa yang ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa;
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim menilai bahwa
mengidiomkan sengketa Pemilihan Kepala Desa dengan Pemilihan Umum
maupun Pemilihan Kepala Daerah, yang selanjutnya menjadi dasar pengenaan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 55
ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004, tidaklah
didasarkan alasan hukum dan nalar hukum yang logis dan konsisten;
Menimbang, bahwa menganalogikan sengketa pemilihan kepala desa
serta keputusan yang berkaitan dengannya, terhadap sengketa pemilihan umum
maupun sengketa pemilihan kepala daerah merupakan fallacy karena secara
konsekuensi akan menisbahkan kewenangan mengadili sengketa Pemilihan
Kepala Desa kepada Mahkamah Konstitusi, sementara di sisi lain kewenangan
Mahkamah Konstitusi sendiri secara limitatif telah ditetapkan dalam ketentuan
Pasal 24C Undang-undang Dasar 1945 setelah perubahan;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat tindakan maupun
keputusan administrasi yang berlangsung dalam proses pemilihan kepala desa
berada dalam ranah administrasi pemerintahan (eksekutif), dan bukan pula
pelaksanaan urusan peradilan (yudisial) maupun penyusunan perundang-
undangan (legislasi), maka berdasarkan penalaran tersebut jelas bahwa
pengujian terhadap tindakan maupun keputusan administrasi yang dihasilkan,
merupakan kewenangan dari Peradilan Administrasi;
Menimbang, bahwa sejalan dengan asas bahwa setiap kewenangan
haruslah dipertanggungjawabkan, maka saat tindakan dalam ranah hukum
administrasi tidaklah logis diuji oleh atau menjadi kewenangan Peradilan Umum,
maka atas dasar itu Majelis Hakim berpendapat berdasarkan hukum bahwa dalil
eksepsi yang berkenaan dengan pengecualian Keputusan Tata Usaha Negara
sehingga bukan kewenangan absolut Pengadilan Tata Usaha Negara untuk
memeriksa dan mengadilinya, tidaklah beralasan hukum sehingga harus
dinyatakan ditolak;
Menimbang, bahwa berdasarkan rangkaian pertimbangan hukum tersebut
di atas, maka oleh karena eksepsi-eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dan
Tergugat II Intervensi ditolak untuk seluruhnya, dengan demikian Majelis Hakim
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 56
akan mempertimbangkan lebih lanjut mengenai pokok sengketanya,
sebagaimana berikut;
DALAM POKOK SENGKETA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah
sebagaimana tertuang di dalam bagian duduk sengketa;
Menimbang, bahwa alasan gugatan Penggugat adalah karena penerbitan
obyek sengketa a quo, telah melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya
berkaitan dengan ketentuan 37 ayat (5) jo. ayat (6) Undang-undang Nomor 6
Tahun 2016, Pasal 46 ayat (5) dan (6) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok
Barat Nomor 1 Tahun 2016 dan Pasal 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 112 Tahun 2014, serta merupakan pelanggaran terhadap Asas
Kecermatan, Asas Kejujuran dan Keterbukaan serta Asas Kehati-hatian;
Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat &
Tergugat II Intervensi membantah dan menyatakan pada pokoknya bahwa
penerbitan obyek sengketa telah sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang
ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta sejalan
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
Menimbang, bahwa dengan demikian yang perlu diujikan kebenarannya di
dalam sengketa a quo sebagaimana ketentuan Pasal 53 ayat (2) Undang-
undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, adalah apakah penerbitan
obyek sengketa telah sesuai atau tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik,
ataukah sebaliknya;
Menimbang, bahwa sejalan dengan prinsip dominus litis Hakim
Administrasi, hal yang ternormakan secara positif pula dalam ketentuan Pasal
107 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara, maka
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 57
selain dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak dalam sengketa ini, Majelis
Hakim akan mempertimbangkan secara hukum berbagai aspek yang menjadi
pokok persoalan dalam sengketa ini berdasarkan aturan dan dasar hukum yang
paling relevan dan tepat;
Menimbang, bahwa dalam pertimbangan mengenai pokok sengketa ini,
Majelis Hakim akan memberikan pertimbangan yang bersifat alternatif dengan 3
pokok bahasan utama, yakni mengenai keabsahan dari aspek kewenangan,
aspek prosedural penerbitan dan secara substansial;
Menimbang, bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim akan
mempertimbangkan penerbitan obyek sengketa berdasarkan aspek
kewenangan, yakni apakah Tergugat berwenang menerbitkan Keputusan Bupati
Lombok Barat Nomor: 15/01/BPMPD/2017, tanggal 9 Januari 2017 tentang
Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Masa Jabatan 2017-2023, No. 8
Kolom 2 dan kolom 5 atas nama Prasino Ilman, SE (vide Bukti P-9 = Bukti T-5);
Aspek Kewenangan
Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan baik dalam fakta hukum
yang terungkap dalam persidangan, maupun dalam pertimbangan hukum
mengenai aspek formal pengajuan gugatan dan pertimbangan hukum mengenai
eksepsi dari Tergugat sebelumnya, diketahui bahwa Penggugat merupakan
salah satu Calon Kepala Desa yang mengikuti Pemilihan Kepala Desa Ombe
Baru pada 7 Desember 2016;
Menimbang, bahwa aspek kewenangan Tergugat dalam hal pengesahan
pengangkatan Kepala Desa sebagaimana substansi utama dalam obyek
sengketa, diatur dalam ketentuan Pasal 37 ayat (5) Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014, yakni: "Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi Kepala Desa paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia
pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota";
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 58
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan tersebut maka Majelis Hakim
berketetapan bahwa telah terbukti, Tergugat secara atributif memiliki
kewenangan menerbitkan obyek sengketa sebab mendasarkan pada ketentuan
Pasal 12 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, kewenangan tersebut secara
konkrit dituangkan dalam Undang-undang;
Aspek Prosedural-Substansial
Menimbang, bahwa selanjutnya oleh karena Majelis Hakim menilai
terdapat keterkaitan langsung antara aspek prosedural dan aspek substansial
penerbitan obyek sengketa, maka Majelis Hakim akan memberikan
pertimbangan hukum terhadapnya secara bersamaan, sebagaimana berikut;
Menimbang, bahwa pemilihan Kepala Desa Ombe Baru yang dilaksanakan
pada 7 Desember 2016, merupakan bagian dari Pemilihan Kepala Desa yang
dilaksanan secara serentak di Kabupaten Lombok Barat sebagaimana diatur
dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 jo. Pasal 40 Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014;
Menimbang, bahwa pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa serentak di
Kabpaten Lombok Barat tersebut kemudian diatur secara mandiri melalui
Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2016, maupun
Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 40 Tahun 2016;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim menilai setelah menempuh fase-fase
awal pemilihan, persoalan Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru muncul pasca
pemilihan berlangsung, yakni pada saat dilakukannya rekapitulasi suara di
tingkat desa, tanggal 7 Desember 2016. (vide keterangan saksi Muharis, dan
saksi H Nasrudin, Spd);
Menimbang, bahwa terkait aspek prosedural-substansial ini, Majelis Hakim
menilai terdapat 2 hal krusial yang menjadi penyebab utama permasalahan
yang berakibat sengketa pemilihan kepala desa Ombe Baru, yakni 1). persoalan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 59
mengenai keabsahan surat suara yang berpotensi mengubah hasil pemilihan
kepala desa, dan 2). penyelesaian keberatan yang diajukan Penggugat terkait
keabsahan suarat suara tersebut, baik di tingkat Desa maupun di tingkat
Kabupaten;
Menimbang, bahwa atas dasar itu maka aspek prosedural-substansial
yang berlangsung pada saat tahapan persiapan pemilihan, yakni sosialisasi
pemilihan, penyiapan perangkat pemilihan, tahapan pencalonan, yakni
pendaftaran calon kepala desa, penetapan DPT, kampanye dan lainnya,
tidaklah perlu dibuktikan lebih lanjut sebab selain tidak dipersoalkan oleh para
pihak, juga tidak menjadi bagian dari dalil-dalil yang dijadikan alasan gugatan
maupun jawaban dari para pihak;
Menimbang, bahwa persoalan pertama yang akan dipertimbangkan
Majelis Hakim adalah berkenaan dengan keabsahan surat suara yang
dinyatakan tidak sah oleh Panitia Pemilihan in cassu KPPS di TPS 7 dan TPS 9.
(vide Bukti T-7 = Bukti Ti2-6 dan Bukti T-8 = Bukti Ti2-7);
Menimbang, bahwa pada intinya persoalan keabsahan surat suara di TPS
7, adalah dikarenakan surat suara tidak ditandatangani oleh Ketua KPPS sebab
yang bersangkutan tidak berada di tempat pada saat surat suara tersebut
digunakan, sementara persoalan keabsahan surat suara di TPS 9 didasarkan
pada adanya robekan pada lipatan surat suara yang dinyatakan memilih Calon
Nomor 3 (Penggugat) dan tidak mengenai foto Calon lainnya, namun dinyatakan
tidah sah. (vide Bukti P-5, Bukti P-6, keterangan saksi Rusdi Kamal, saksi Azar
Fakhrurrozzi, saksi Khalid, S.H., saksi Muharis, saksi Muhazan Amrullah dan
saksi Islahudin);
Menimbang, bahwa keberatan terkait surat suara yang dinyatakan tidak
sah tersebut pertama kali terjadi pada saat perhitungan suara di TPS 7 dan 9,
namun berdasarkan bukti maupun saksi, hanya perhitungan surat suara di TPS
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 60
9 saja yang menurut hemat Majelis Hakim masih belum terselesaikan statusnya
karena saksi dari Calon Nomor 3 (Penggugat), tidak menandatangani Berita
Acara Penghitungan Hasil Pemungutan Suara. sementara dti TPS 7, saksi dari
Calon Nomor 3 (Penggugat) tetap menandatangai Berita Acara Penghitungan
Hasil Pemungutan Suara, kendati sempat menyatakan keberatan. (vide Bukti T-
7 = Bukti Ti2-6 dan Bukti T-8 = Bukti Ti2-7, keterangan saksi Rusdi Kamal, saksi
Azar Fakhrurrozi, saksi Muharis, saksi Khalid, S.H.);
Menimbang, bahwa kendatipun Calon Kepala Desa Nomor 3 (Penggugat)
melalui saksinya di TPS 7 maupun TPS 9 menyatakan telah mengajukan
keberatan, namun tidak ada satu pun bukti tertulis yang dapat menunjukkan
bahwa pada saat penghitungan suara di TPS Calon Nomor 3 (Penggugat) benar
telah mengajukan keberatan atas hasil penghitungan suara di TPS 7 dan TPS 9
tersebut;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim menilai kendati terdapat
ketidaksesuaian persepsi mengenai keberadaan formulir keberatan di setiap
TPS, akan tetapi Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam sebuah proses
pemilihan terlebih lagi yang dilaksanakan secara serentak, secara nalar hukum
harus dan pastilah ada mekanisme dan instrumen yang memberikan
kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengajukan
keberatan, termasuk penyediaan formulir yang khusus untuk itu. Bila pun
formulir khusus tersebut ternyata tidak ada, maka keberatan tersebut
seharusnya dapat dicatat berdasarkan inisiatif dari pihak yang berkepentingan
maupun KPPS yang bertugas, dalam suatu berkas yang dibuat secara mandiri;
Menimbang, bahwa terkait keabsahan surat suara baik di TPS 7 maupun
TPS 9 ini, Majelis Hakim tidak berkewenangan untuk menilai keabsahan atau
legalitasnya, terlebih lagi melakukan tindakan hukum terhadapnya oleh karena
struktur dan substansi hukum yang menjadi landasan pengujian kebsahaan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 61
keputusan tata usaha negara dalam sengketa in cassu, tidak mencapai hal
tersebut, sebab telah menjadi ranah pelaksana pemilihan kepala desa sendiri
untuk menentukannya;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
persoalan kedua yakni mengenai proses penyelesaian keberatan yang diajukan
oleh Penggugat baik di tingkat desa maupun tingkat kabupaten;
Menimbang, bahwa benar Norma Pasal 37 ayat (5) Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 maupun Pasal 41 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2016 tidak menyebut secara eksplisit mekanisme penyelesaian
sengketa pemilihan kepala desa, melainkan hanya menetapkan pemegang
kewenangan dan batas waktu penyelesaian saja, yakni Bupati/Walikota
dengaan batas waktu paling lama 30 hari penyelesaian tersebut dilaksanakan;
Menimbang, bahwa demikian pula halnya dalam aturan turunan dari
Undang-undang tersebut, dalam ketentuan Pasal 46 ayat (6) dan (7) Peraturan
Daerah Kabpaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2016, tidak menegaskan
secara rinci mekanisme penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa tersebut,
hanya menyebutkan pemegang kewenangan, batas waktu dan penunjukan tim
penyelesaian sengketa pemillihan kepala desa;
Menimbang, bahwa dalam tataran ilmu hukum, tatkala Norma tidak
menemukan kejelasan pengaturan, maka atas dasar penafsiran ontologis,
substansi Norma tersebut harus dirujukkan pada tataran dogma hukum. Hal
mana yang dalam penegakan hukum administrasi terimplementasikan dalam
bentuk penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik tatkala Norma
tidak dapat mewadahi persoalan hukum administrasi yang tengah diujikan;
Menimbang, bahwa berdasarkan keberatan Penggugat atas Rekapitulasi
Penghitungan suara, ditanggapi oleh Badan Permusyawaratan Desa Ombe
Baru melalui rapat gugatan pilkades pada tanggal 10 Desember 2016, yang
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 62
tidak menemukan penyelesaian sehingga selanjutnya persoalan keberatan itu
diteruskan ke tingkat Kabupaten. (vide Bukti P-5 s/d Bukti P-7, serta keterangan
saksi Muharis, saksi Khalid, S.H.);
Menimbang, bahwa atas surat dari Badan Permusyawaratan Desa Ombe
Baru tersebut, ditanggapi oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa Kabupaten Lombok Barat, tanggal 3 Januari 2017. (vide
Bukti P-8 = Bukti T-4);
Menimbang, bahwa namun demikian sebelum keberatan tersebut diproses
dan diselesaikan, ternyata Panitia Pemilihan Desa telah menetapkan Calon
Kepala Desa Terpilih, pada tanggal 7 Desember 2016 dan menyampaikannya
kepada Tergugat. (vide Bukti P-3 = Bukti T-3 = Bukti Ti2-5);
Menimbang, bahwa atas hal ini Majelis Hakim menilai terdapat
penyimpangan terhadap asas tertib penyelenggaraan negara dan asas fair play,
yakni dalam konteks bahwa penyelenggara administrasi pemerintahan
semestinya memberikan kesempatan yang layak kepada tiap individu untuk
mengajukan upaya dalam rangka mencari kebenaran dan keadilan;
Menimbang, bahwa penetapan calon kepala desa terpilih yang dilakukan
Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru saat upaya keberatan dari
Penggugat masih diproses, secara langsung akan berakibat tidak berfaedahnya
upaya pengajuan keberatan yang tengah dilakukan Calon Kepala Desa Nomor
3 (Penggugat) di tingkat desa maupun kabupaten. Secara formal hal demikian,
merupakan tindakan yang menafikan pranata penyelesaian sengketa pemilihan
kepala desa yang telah dinormakan oleh Undang-undang;
Menimbang, bahwa norma Pasal 37 ayat (3) Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 jo. Pasal 41 ayat (5) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2016 jo. Pasal 46 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat
Nomor 1 Tahun 2016, tegas menyatakan adanya jangka waktu maksimal
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 63
penyampaian calon kepala desa terpilih dari Panitia Pemilihan Kepala Desa
kepada Badan Permusyawaratan Desa. Artinya terdapat jeda waktu selama 7
hari yang diberikan oleh perundang-undangan untuk memberikan kesempatan
bagi penyelenggara pemilihan kepala desa untuk menyelesaikan persoalan atau
keberatan yang berpotensi muncul pasca pemilihan kepala desa tersebut
dilaksanakan;
Menimbang, namun demikian Panitia Pemilihan Kepala Desa Ombe Baru
faktanya langsung menetapkan Calon Kepala Desa terpilih seketika itu juga,
yakni di hari dan tanggal yang sama dengan pelaksanaan Pemilihan Kepala
Desa Ombe Baru, pada 7 Desember 2016 tanpa adanya jeda waktu untuk
menyelesaian persoalan yang timbul pada saat itu. Sehingga mengabaikan
proses penyelesaian sengketa Pilkades yang dilaksanakan Badan
Permusyawaratan Desa Ombe Baru 3 hari setelahnya, yakni pada tanggal 10
Desember 2016. (vide Bukti Bukti P-3 = Bukti T-3 = Bukti Ti2-5);
Menimbang, bahwa lebih lanjut tanggapan dari Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Lombok Barat, tanggal 3
Januari 2017 atas tidak terselesaikannya perselisihan Pemilihan Kepala Desa
Ombe Baru pun, tidak mengandung penyelesaian dan hal solutif yang baru,
sebab secara substansial proses pemilihan kepala desa telah dianggap tuntas
dengan adanya Berita Acara Penetapan Calon Kepala Desa Terpilih. (vide Bukti
P-8 = Bukti T-4);
Menimbang, bahwa kendati telah dibentuk tim penyelesaian sengketa
pemilihan kepala desa oleh Tergugat, namun berdasarkan bukti yang diajukan,
Majelis Hakim menilai tidak ada satupun yang dapat memberikan keyakinan
hukum maupun indikasi yang menunjukkan telah dilaksanakannya penyelesaian
keberatan tersebut di tingkat kabupaten, hal mana yang dapat dilihat dari
ketiadaan dokumen maupun berita acara penyelesaian sengketa dengan
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 64
disertai pemanggilan pihak-pihak yang berkepentingan dan terlibat dalam
pemilihan Kepala Desa Ombe Baru. (vide Bukti T-2, Bukti P-8 = Bukti T-4, dan
keterangan saksi Muharis);
Menimbang, bahwa asas tertib penyelenggaraan negara dan asas fairplay
menurut pendapat Majelis Hakim sejalan dengan prinsip audi et alteram partem
dalam penyelenggaran peradilan, yakni memastikan bahwa keterangan terkait
persoalan yang tengah diperiksa didasarkan pada pemberian kesempatan yang
sama dan layak kepada para pihak yang terlibat di dalamnya, memeriksa dalil
dan bukti yang diajukan masing-masing, mendengarkan keterangan dari
masing-masing pihak, sehingga persoalan keberatan tersebut kemudian
didasarkan pada pertimbangan yang obyektif dan berimbang sebelum
diterbitkannya putusan;
Menimbang, bahwa Badan Permusyaratan Desa Ombe Baru di dalam
suratnya tegas menerangkan terdapat permasalahan dalam teknis pemilihan
maupun penetapan surat suara yang sah di tingkat TPS, namun menurut
penilaian Majelis Hakim hal tersebut dikesampingkan oleh Tim Penyelesaian
Sengketa di tingkat kabupaten, karena tidak dijadikan dasar pertimbangan untuk
menyikapi kelanjutan proses pemilihan Kepala Desa Ombe Baru. Sehingga
Berita Acara Penetapan Calon Kepala Desa Terpilih tanggal 7 Desember 2016
yang dikeluarkan oleh Panitia Pemilihan Desa, dianggap telah benar dan
memiliki legitimasi yang kuat untuk mengesahkan Calon Kepala Desa Terpilih
melalui keputusan sebagaimana obyek sengketa. (vide Bukti P-8 = Bukti T-4);
Menimbang, bahwa selain terdapatnya pengabaian asas tertib
penyelenggaraan negara dan asas fairplay dalam proses penyelesaian
sengketa pemilihan kepala desa, Majelis Hakim juga menilai terdapat aspek
prosedural lain yang dilangkahi atau tidak ditempuh dalam penerbitan obyek
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 65
sengketa, yakni pelibatan Badan Permusyawaratan Desa dalam proses
penerbitan obyek sengketa;
Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 37 ayat (3) dan (4) Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 jo. Pasal 41 ayat (5) huruf b dan c Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 jo. Pasal 46 ayat (3), (4) dan (5) Peraturan Daerah
Kabupaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2016, menempatkan kedudukan
Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga yang menyampaikan atau
merekomendasikan pengesahan Calon Kepala Desa Terpilih kepada Tergugat;
Menimbang, bahwa kendatipun peranan Badan Permusyawaratan Desa
hanya dalam konteks meneruskan usulan pengesahan berdasarkan hasil dari
Pemilihan Kepala Desa, tidak dalam ranah menetapkan Calon Kepala Desa
Terpilih, namun menurut Majelis Hakim hal ini merupakan konsekuensi dari
pertanggungjawaban kinerja Panitia Pemilihan Kepala Desa yang memang
dibentuk dan disahkan keberadaannya oleh Badan Permusyawaratan Desa.
Sehingga segala tindakan Panitia Pemilihan Kepala Desa tidaklah patut
melampaui atau melangkahi lembaga yang memberikan wewenang untuk
melaksanakan tugasnya tersebut;
Menimbang, bahwa menurut penilaian Majelis Hakim penetapan calon
kepala desa terpilih, tanpa adanya rekomendasi atau penyampaian resmi dari
Badan Permusyawaratan Desa, melainkan langsung dari Panitia Pemilihan
Kepala Desa kepada Tergugat melalui Camat telah menafikan eksistensi dari
Badan Permusyawaratan Desa sebagai perwujudan dari representasi dan
kedaulatan masyarakat desa. (vide Bukti P-3 = Bukti T-3 = Bukti Ti2-5 dan
keterangan saksi Halid);
Menimbang, bahwa dengan demikian menurut pendapat Majelis Hakim
penerbitan obyek sengketa mengandung cacad yuridis, karena bertentangan
dengan norma prosedural sebagaimana ketentuan Pasal 37 ayat (3) dan (4)
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 66
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 jo. Pasal 41 ayat (5) huruf b dan c
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 jo. Pasal 46 ayat (3), (4) dan (5)
Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 1 Tahun 2016, karena tidak
melibatkan Badan Permusyarawatan Desa Ombe Baru dalam tahap penetapan
Calon Kepala Desa Terpilih, serta bertentangan dengan asas tertib
penyelenggaraan negara dan asas fairplay, karena tidak melaksanakan
pemeriksaan dan penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa secara obyektif
dan berkeadilan;
Menimbang, bahwa oleh karenanya secara prosedural dan substansial
diterbitkannya obyek sengketa adalah cacad yuridis sehingga harus dibatalkan
dan kepada Tergugat diwajibkan untuk mencabut surat keputusan obyek
sengketa tersebut;
Menimbang, bahwa terkait petitum yang berkenaan dengan penerbitan
Keputusan Tata Usaha Negara yang baru tentang Pengesahan Pengangkatan
Kepala Desa Ombe Baru Masa Jabatan 2017-2023, Nomor 8 Kolom 2 dan
Kolom 5 atas nama Penggugat, Majelis Hakim akan mempertimbangkan
sebagaimana berikut;
Menimbang, bahwa benar konstruksi hukum dalam ketentuan baik Pasal
64 ayat (2) maupun Pasal 66 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014,
pada pokoknya menyatakan bahwa dicabut atau dibatalkannya suatu
keputusan, harus disertai dengan penerbitan keputusan baru;
Menimbang, bahwa namun demikian menurut penilaian Majelis Hakim oleh
karena pengesahan Calon Kepala Desa Terpilih didasarkan pada rangkaian
proses yang melibatkan mekanisme serta parameter tentang jumlah surat suara
yang diperoleh Calon Kepala Desa, sementara sejalan dengan pertimbangan
hukum sebelumnya dimana Majelis Hakim menyatakan tidak memiliki
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 67
kewenangan terkait keabsahan dari surat suara yang menjadi pangkal
persoalan keberatan Penggugat;
Menimbang, bahwa terkait keabsahan surat suara yang dipersoalkan
Penggugat adalah lebih tepat didasarkan pada kedudukan Panitia Pemilihan
Kepala Desa untuk menetapkannya, sehingga mekanisme yang bisa ditempuh
terkait hal itu adalah terletak pada kehendak dari administratur pemerintahan in
cassu tim penyelesaian sengketa yang telah dibentuk Tergugat melalui pilihan
hukum yang ada dan harus ditempuh terlebih dahulu secara keseluruhan oleh
Tim Penyelesaian Sengketa yang dibentuknya, sejalan dengan pertimbangan
hukum mengenai aspek prosedural-substansial yang telah termaktub dalam
putusan ini;
Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan hukum tersebut, maka
Majelis Hakim menilai telah cukup dibatalkannya obyek sengketa, tanpa harus
ditindaklanjuti dengan penerbitan keputusan pengesahan Calon Kepala Desa
Terpilih atas nama Penggugat, karena harus didasarkan pada kaidah prosedural
dan substansial yang tepat dan dilaksanakan oleh badan/pejabat pemerintah
yang berwenang. Sehingga terhadap petitum ini, haruslah dinyatakan ditolak;
Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh alasan dan pertimbangan hukum
di atas, maka oleh karenanya Pengadilan berketetapan berdasarkan hukum,
bahwa gugatan Penggugat beralasan hukum untuk dikabulkan sebagian, dan
sejalan dengan ketentuan Pasal 97 ayat (7), (8) dan (9) Undang-undang Nomor
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka Tergugat diwajibkan
untuk mencabut obyek sengketatersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinyatakan
dikabulkan untuk sebagian, maka sesuai ketentuan Pasal 110 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kepada Tergugat
dan Tergugat II Intervensi sebagai pihak yang dinyatakan sebagai pihak kalah
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 68
dalam sengketa ini, dihukum untuk membayar biaya sebagai akibat
dilakukannya pemeriksaan sengketa ini, yang jumlahnya akan disebutkan dalam
amar putusan;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyebutkan bahwa
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian. Maka dalam pemeriksaan sengketa ini, Majelis Hakim
hanya akan mempertimbangkan dalil-dalil dan menilai bukti-bukti yang dianggap
relevan dengan sengketa a quo saja, sementara dalil-dalil maupun alat-alat
bukti lain yang tidak relevan kendatipun termuat di dalam jawab-jinawab
maupun pembuktian, alat-alat bukti tersebut sah dan tetap dilampirkan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini, namun tidak menjadi bagian dari
pertimbangan hukum Majelis Hakim dan akan dikesampingkan;
Mengingat, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah
diubah terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan serta peraturan perundang-undangan dan ketentuan
hukum lain yang berkaitan dengan sengketa ini;
MENGADILI
Dalam Eksepsi;
- Menolak Eksepsi Tergugat & Tergugat II Intervensi untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Sengketa;
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan batal Keputusan Bupati Lombok Barat Nomor:
15/01/BPMPD/2017, tanggal 9 Januari 2017 tentang Pengesahan
Pengangkatan Kepala Desa Masa Jabatan 2017-2023, No. 8 Kolom 2 dan
kolom 5 atas nama Prasino Ilman, SE;
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 69
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Bupati Lombok Barat
Nomor: 15/01/BPMPD/2017, tanggal 9 Januari 2017 tentang Pengesahan
Pengangkatan Kepala Desa Masa Jabatan 2017-2023, No. 8 Kolom 2 dan
kolom 5 atas nama Prasino Ilman, SE;
4. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
5. Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi untuk membayar biaya
pemeriksaan sengketa ini sejumlah Rp. 485.000,- (Empat ratus delapan
puluh lima ribu rupiah) secara tanggung renteng;
Demikianlah diputus dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram, pada hari RABU, tanggal 16 Agustus
2017 oleh kami MARGARETHA TORIMTUBUN, S.H. sebagai Hakim Ketua
Majelis, PULUNG HUDOPRAKOSO, SH., dan FEBBY FAJRURRAHMAN,
S.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan ini diucapkan dalam
sidang yang terbuka untuk umum pada hari RABU tanggal 23 Agustus 2017,
oleh Majelis Hakim tersebut di atas, dengan dibantu oleh SYAMSIAH, S.H.,
sebagai Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Kuasa Hukum Penggugat ,
Kuasa Hukum Tergugat dan Kuasa Hukum Tergugat II Intervensi;
Hakim-Hakim Anggota
1. PULUNG HUDOPRAKOSO, SH.
Hakim Ketua Majelis,
MARGARETHA TORIMTUBUN, S.H.
2. FEBBY FAJRURRAHMAN, S.H.
Panitera Pengganti,
SYAMSIAH, SH.
Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN.MTR Halaman | 70
Perincian Biaya Perkara Nomor: 11/G/2017/PTUN.MTR:
- Pendaftaran Gugatan : Rp. 30.000,-
- ATK : Rp. 150.000,-
- Panggilan-panggilan : Rp. 225.000,-
- Sumpah Saksi : Rp.
- Penterjemah : Rp. 60.000,-
- Hak Redaksi : Rp. 5.000,-
- Uang Leges : Rp. 3.000,-
- Meterai : Rp. 12.000,-
Jumlah : Rp. 485.000,- (Empat ratus delapan puluh lima ribu rupiah)
[4.1]