P a g e | 15repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16928/2/T2_752016010_BAB II...Perayaan keluarga...
Transcript of P a g e | 15repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16928/2/T2_752016010_BAB II...Perayaan keluarga...
P a g e | 15
BAB II
KERANGKA TEORI
RITUAL, IDENTITAS DAN PERUBAHAN IDENTITAS
Sebelum kita masuk pada pembahasan perubahan identitas menurut Peter Burke,
di awal bab ini ada beberapa hal yang akan diuraikan yaitu: ritual, identitas, dan
kemudian perubahan identitas. Hal ini berkaitan dengan apa yang nantinya akan
diuraikan sebagai hasil analisis pada bab empat tentang bentuk perubahan identitas di
dalam proses ritual Tulude yang mempengaruhi kehidupan suku Sangihe.
2.1. Ritual
Ritual adalah tindakan atau kebiasaan yang diulang tapi lebih kepada suatu
kebiasaan. Ritual seringkali sangat teratur dan terkendali, sering kali dimaksudkan
untuk menunjukkan atau mengumumkan keanggotaan dalam kelompok. Kebanyakan
ritual menyatukan banyak jenis seperti cerita lisan, adat, dan materi. Cerita lisan
dilihat dalam bentuk nyanyian, dan bacaan puisi. Adat, dilihat dari tari-tarian, dan
untuk materi dilihat dari makanan, tulisan, dan pakaian. Umumnya ritual merupakan
pertunjukan yang diulang-ulang, berpola, dan resmi, yang menggabungkan simbol
dan tindakan. Tidak semua dapat memahami ritual itu ketika berlangsung tetapi hanya
dapat melihat sebuah pola yang teratur. Sebagian besar ritual adalah aktivitas bergaya
simbolis, sangat kontekstual, sangat simbolis, yang memungkinkan kelompok
mengenali, memberi contoh dan/atau mengekspresikan gagasan, nilai, termasuk
dengan kepercayaan tradisional tertentu. Perayaan keluarga dan masyarakat, upacara
sakral dan sekuler, dan berbagai pertunjukan terstruktur lainnya.1 Mengenai yang
1 Martha C. Sims and Martine Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their
Traditions (Utah State University Press 2005), 95.
P a g e | 16
sakral disini menurut Durkeim itu adalah apa yang disisihkan dan diletakkan terpisah,
keterpisahan tersebut menciptakan perbedaan dari hal-hal yang profan.2
Agar ada ritual, maka, harus ada seperangkat keyakinan dan nilai yang harus
diterima oleh anggota kelompok dan ingin diperkuat. Sebagian besar ritual bersifat
statis dan dinamis, dengan fitur inti yang biasanya berulang dan mudah dikenali,
namun jika ada variannya itu tergantung pada kelompoknya.3
Ritual sering menggunakan simbol dan metafora untuk mewakili konsep
penting. Memindahkan rumbai di toga wisuda setelah siswa menerima ijazah,
misalnya, melambangkan perubahan status bahwa seseorang telah lulus. Ritual kecil
ini memberi makna bahwa seseorang tersebut telah melalui beberapa tahap
pendidikan dan sampai pada tahap sarjana.4
2.1.1. Ritual Tidak Formal dan Formal
Ritual dalam konteks tidak formal adalah tindakan yang tidak
memerlukan perencanaan khusus dan tanpa diumumkan kebanyak orang.
Misalnya, peniupan lilin ulang tahun sebagai cara menyampaikan permohonan
tertentu. Dan hal itu dapat dilakukan sendiri tanpa kehadiran dari banyak
orang.5
Ritual dalam konteks formal adalah tindakan yang memerlukan
perencanaan khusus dan dimumkan kebanyak orang. Seperti acara pernikahan
atau pembaptisan dalam agama Kristen. Dalam konteks formal, ritual harus
menggunakan kostum/busana, ornament/perhiasan tertentu yang sudah/telah
ditentukan.6
2 Emile Durkheim, The Elementary Forms Of The Religious Life (Jokjakarta: IRCiSoD 2011), 434. 3 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 95. 4 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 96. 5 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions,99. 6 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 99.
P a g e | 17
2.1.2. Pelaksanaan Ritual
Sebagaimana terdapat dalam sebuah tradisi. Ritual dilaksanakan untuk
mengekspresikan dan menunjukan suatu identitas. Tradisi menciptakan ritual
untuk membuat suatu kelompok mengikuti aturan dan memberi tanda secara
khusus sebagai anggota dari suatu tradisi tertentu. Ritual juga dilaksanakan
dibuat dalam rangka perlawanan terhadap suatu tradisi/aturan masyarakat luas
yang tidak mengakui keberadaan kelompok tertentu. Ritual diciptakan untuk
membentuk suatu kelompok. Dalam hal ini kelompok itu datang bersama-
sama melakukan ritual tertentu dan terus berlangsung sampai menjadi ciri dari
kelompok itu.7
2.1.3. Ritual Sakral dan Sekuler
Bagi banyak orang ritual adalah suatu istilah yang berarti suatu
kegiatan dalam agama. Sakral juga sering diartikan sebagai praktek agama.
Ritual sakral berhubungan dengan dunia spiritual atau supranatural atau
fenomena. Biasanya ritual ini berlangsung dihadapan jemaat atau keluarga.8
Tetapi ada juga ritual sakral yang tidak umum dan dapat dilakukan
secara pribadi. Hal ini berarti bahwa tidak selamanya seseorang harus
memiliki agama untuk melakukan ritual sakral. Tetapi ketika ada kepercayaan
terhadap sesuatu yang berhubungan dengan dunia spiritual atau supranatural
maka dia dapat melakukan ritual sakral tersebut.
Untuk beberapa orang, kepercayaan adalah bagian yang paling penting
dalam ritual sakral. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa ritual sakral
hanya sebuah gerakan tanpa makna sakral atau lebih. Beberapa penyembuh
sakral berpendapat bahwa, jika seseorang meminta untuk disembuhkan tetapi
7 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 101 8 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 102
P a g e | 18
dia tidak meyakini pengobatan itu, maka dia tidak akan menerima
kesembuhan.9
Ritual sekuler tidak terkait dengan keyakinan terhadap spiritual dan
sakral. Tetapi memiliki makna dalam ritual sekuler tersebut. Dalam beberapa
kasus ritual ini memberi pengajaran akan beberapa aturan sebagai suatu fungsi
dalam hubungan masyarakat. Ada ritual anak remaja misalnya, untuk melihat
siapa pasangan di masa depannya dengan mendatangi seorang peramal. Ritual
yang digunakan adalah remaja itu disuruh mengupas apel dengan syarat
kulitnya tidak boleh putus. Kemudian kulit itu dilemparkan melewati bahu ke
belakang. Dan melihat bentuk huruf apa yang ada dari kulit apel itu. Itulah
huruf pertama dari nama kekasihnya di masa depan.10
Banyak ritual menggabungkan unsur-unsur sakral dan sekuler. Jenis
ritual yang terjalin semacam itu mengungkapkan hubungan kompleks antara
prinsip-prinsip sakral dan nilai-nilai keluarga, sosial dan masyarakat yang
dengannya ia menjalani kehidupan sekulernya. Pernikahan dan pemakaman,
misalnya, sering kali menggabungkan aspek sakral dan sekuler; atau contoh
yang lain misalnya dalam suatu pernikahan yang menggabungkan musik
sekuler dan sakral tradisional, atau berdoa pada waktu yang ditentukan.11
2.1.4. Liminalitas dan Ruang Ritual
Hakekat ritual terbingkai dari waktu dan pengalaman setempat. Oleh
karena itu ketika seseorang berada pada lingkungan yang berbeda, hal itu
memungkinkan untuk mempengaruhi hakekat ritual itu sendiri sesuai dengan
lingkungan yang baru dari seseorang. Melalui mengubah pakaian, bahasa,
9 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 102 10 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 102 11 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 103
P a g e | 19
perilaku, maka diciptakanlah ruang liminal. “Liminalitas” berasal dari kata
“limen” yang berarti di ambang batas.12
Studi Neustadt dan Shuman menunjukkan dua cara berbeda. Pertama
liminitas yang diciptakan melalui ritual memungkinkan pengalaman budaya
penting terjadi. Kedua situasi mengharuskan agar ruang ritual terbuka,
memberikan kesempatan untuk transformasi terjadi, namun transformasinya
berbeda-beda, yaitu satu tatanan dan hierarki budaya yang menantang dan
nilai budaya lain yang memperkuat dengan menetapkan tatanan budaya
tertentu.13
2.1.5. Jenis Ritual
Beberapa ritual yang paling umum diadakan mencakup hal-hal yang
berkaitan dengan peristiwa penting seperti kelahiran, pubertas, pernikahan,
dan kematian. Beberapa ritual dipraktekkan oleh seluruh masyarakat, atau di
dalam wilayah geografis yang luas, dan banyak yang memiliki hubungan etnis
dan budaya yang diidentifikasi dengan budaya atau etnis tertentu.14
Pertama, ritual passage. Ritual ini dipraktekan dengan cara yang
berbeda-beda dan bervariasi dalam setiap budaya. Misalnya dalam ritual untuk
tanggal kelahiran yang terdapat dalam kebiasaan keluarga Yahudi yang
merayakan BarMitzvah yang dipakai untuk anak laki-laki.15
Kedua, ritual inisiasi. Ritual ini merupakan cara untuk menyambut
seseorang menjadi anggota suatu kelompok.16
12 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 105 13 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 110 14 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 110 15 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 110-
111 16 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 119.
P a g e | 20
Ketiga, ritual penamaan. Dalam hal ini, terdapat beberapa ritual yang
terkait dengan ritual untuk memberikan nama terhadap anak yang baru lahir
dalam suatu keluarga, di mana nama itu diberikan oleh para pemimpin agama
atau masyarakat.17
2.2. Identitas Menurut beberapa Tokoh Sosiologi
Berbicara "identitas" ada di mana-mana dalam sains sosial, mulai dari
psikoanalisis, psikologi, ilmu politik, sosiologi, dan sejarah dalam masa kontemporer.
Pertanyaannya ialah, kapan sebenarnya identitas itu menjadi suatu ilmu? George
Herbert Mead adalah tokoh filsafat di bidang sosiologi dan psikologi yang berasal dari
Amerika Serikat, lahir di South Hadley, Massachusetts, 27 Februari 1863, meninggal
26 April 1931 pada umur 68 tahun. Ia dikenal sebagai tokoh dengan aliran sosiologi
Chicago atau pragmatis.18 Mead adalah sosiolog yang pertama kali membicarakan
identitas, walaupun tidak secara terang-terangan mengatakan bahwa apa yang ia tulis
itu adalah identitas. Mead mengatakan:
“Diri adalah sesuatu yang memiliki perkembangan; Awalnya tidak ada,
saat lahir, namun muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial,
yaitu berkembang dalam individu tertentu sebagai hasil hubungannya
dengan proses itu secara keseluruhan dan individu lain dalam proses
itu.”19
Temuan Herbert Mead di atas memberi inspirasi bagi para tokoh sosiologi,
psikologi, antropologi, sejarah, dan budaya, untuk mengkaji tentang pembentukan diri
dalam suatu interaksi sosial. Perkembangan manusia itu sendiri menciptakan apa yang
disebut oleh beberapa tokoh sosiologi pada masa kontemporer dengan istilah
identitas. Berikut adalah pandangan tentang identitas menurut beberapa tokoh:
17 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 120. 18 https://id.wikipedia.org/wiki/George_Herbert_Mead, (accde 13 September 2017). 19 George H. Mead, Mind, Self, and Society (Chicago: University of Chicago Press 1934), 135.
P a g e | 21
2.2.1. Identitas Menurut Richard Jenkins
Di awal tulisan buku yang berjudul “social identity” disebutkan bahwa
Richard Jenkins adalah Profesor Sosiologi di University of Sheffield, di Inggris.
Sebagai antropolog, ia telah melakukan penelitian di Irlandia, Inggris dan
Denmark. Social identity adalah salah satu tulisan Jenkins yang membahas
tentang pengertian identitas sosial.
Identitas menurut Jenkins adalah kemampuan manusia untuk mengetahui
siapa kita, siapa orang lain, dan bagaimana orang lain mengetahui siapa diri kita.
Dengan kata lain identitas itu merupakan cara manusia untuk
mengkklasifikasikan atau memetakan multi dimensi tentang dunia manusia,
sebagai individu dan anggota dari suatu kelompok. Sebab ruang lingkup
kehidupan manusia memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Oleh karena
itu menurut Jenkins bahwa, identitas merupakan penyebab suatu tindakan.
Identitas tersebut adalah identitas sosial. 20
Jenkins juga menyatakan bahwa identitas itu dibentuk dengan proses
mengidentifikasi diri sendiri, dan keberadaan orang lain yang selalu melibatkan
interaksi, persetujuan, perjanjian, termasuk ketidak sepakatan, dan negosiasi.
Semua hal itu didorong oleh adanya pemaknaan terhadap sesuatu oleh manusia.
Jadi menurut Jenkins bahwa identitas itu adalah soal makna dalam interaksi.21
Melihat latar belakang Jenkins yang merupakan seorang sosiologi
antropolog, dan dihubungkan dengan pengertian identitasnya, maka dapat
dipahami bahwa identitas itu sebagai suatu hasil dari interaksi manusia dalam
ruang lingkup sosial, yang memiliki proses identifikasi diri dan orang lain.
Proses tersebut didasarkan pada suatu makna yang terletak pada suatu objek dan
20 Richard Jenkins, Sosial Identity (London and New York: Routledge 2008), 5. 21 Jenkins, Sosial Identity, 17.
P a g e | 22
melibatkan kesepakatan maupun ketidaksepakatan, negosiasi ataupun
persetujuan. Dengan kata lain identitas itu adalah makna yang menyebabkan
suatu tindakan dalam kelompok. Tanpa makna maka tidak akan ada proses
pembentukan identitas sosial.
2.2.2. Identitas Menurut Manuel Castells
Manuel Castells adalah tokoh soiologi, tata kota, dan komunikasi. Lahir
9 Februari 1942 di Hellin, Albacete (Spanyol). Ia dikenal dengan penelitian
tentang masyarakat informasi, komunikasi, dan globalisasi. Bekerja di dua
institusi yaitu Universitas California Selatan; dan Universitas Oberta de
Catalunya (universitas terbuka).22 Dalam kata pengantarnya yang ditulis pada
buku “the power of identity”, Castells mengatakan bahwa identitas budaya
dipahamai oleh orang-orang pada masa perkembangan tahun 1990-an sebagai
manifestasi kekayaan.
Castells memahami bahwa identitas selalu terjadi dalam konteks relasi
kekuasaan, di mana aktor (individu yang mendominasi) merupakan penentu
suatu identitas dalam relasi manusia. Bobot relatif mereka dalam mempengaruhi
perilaku orang bergantung pada negosiasi dan pengaturan antara individu,
institusi dan organisasi. Identitas adalah sumber makna bagi aktor itu sendiri,
dan dengan sendirinya dibangun melalui proses individuasi. 23
Castells merumuskan identitas itu menjadi beberapa bagian, berdasarkan
bentuk dan asal-susulnya; pertama, “legitimizing identity” atau identitas yang
sahih seperti otoritas (authority) dan dominasi; kedua, “resistance identity” atau
identitas perlawanan sebagai bentuk perlawanan atas dominasi. Contohnya
adalah politik identitas; dan ketiga, “project identity” atau identitas proyek
22 https://id.wikipedia.org/wiki/Manuel_Castells, (acced 13 September 2017) 23 Manuel Castells, The Power of Identity (Oxford: Blackwell 1997), 6-7.
P a g e | 23
seperti feminisme, ketika aktor-aktor sosial dengan sumber daya kulturalnya
membangun sebuah identitas baru untuk mendapatkan kembali posisinya di
masyarakat.24
Jadi, dapat dilihat bahwa pengertian identitas yang dipahami oleh Castells
merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh individu untuk mempengaruhi interaksi
dalam kelompok, institusi, dan organisasi.
Demikianlah pengertian identitas yang telah diuraikan di atas menurut beberapa
tokoh yang dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama, identitas itu adalah sesuatu
yang berbicara tentang makna dalam interaksi yang terjalin antara manusia yang
menyebabkan adanya tujuan baik dalam organisasi maupun individu. Kedua, identitas
itu berbicara tentang suatu kekuatan dari setiap individu untuk mempengaruhi
individu yang lain maupun suatu kelompok, institusi, ataupun organisasi.
Letak perbedaan kedua konsep identitas yang diuraikan di atas adalah Jenkins
menemukan identitas itu dalam pembentukan interaksi makna dalam kelompok untuk
mempengaruhi setiap individu. Sedangkan Castells menemukan identitas itu terbentuk
dari kekuatan individu yang mempengaruhi kelompok. Dengan kata lain Jenkins
fokusnya pada kelompok, sedangkan Castells fokusnya pada individu.
Meskipun Jenkins dan Castells telah berbicara indentitas, tetapi mereka berdua
tidak mendalami apa yang disebut dengan perubahan identitas. Dalam hubungannya
dengan tesis ini, kita akan melihat bentuk perubahan identitas dalam proses ritual
Tulude, seperti yang telah digambarkan secara umum dalam bab satu. Perubahan
identitas itu akan diteliti lebih dalam yang akan ditulis pada bab tiga. Oleh karena itu,
saya menggunakan teori perubahan identitas dari Peter Burke dan Jan E. Stets yang
terdapat dalam bab sembilan dari buku yang berjudul “identity theory”.
24 Castells, The Power of Identity, 7-8.
P a g e | 24
2.3. Ulick Peter Burke
Burke lahir 1937 di Stanmore (Inggris). Ayahnya adalah seorang penganut
agama Katolik Roma, tetapi ibunya Yahudi (yang kemudian beralih ke Katolik
Roma). Dia dididik oleh para Yesuit dan di St John's College (Oxford), dan
merupakan kandidat doktoral di St Antony's College. Dari tahun 1962 sampai 1979,
dia mengajar di School of European Studies di University of Sussex, sebelum pindah
ke University of Cambridge. Burke memegang gelar Profesor Emeritus Sejarah
Budaya dan Dekan di Emmanuel College. Burke juga merupakan profesor sejarah dan
sosiologi.25
Burke adalah salah satu pencetus teori identitas. Penelitiannya mengacu pada
teori kompleksitas, kecerdasan buatan, dan simulasi komputer untuk memahami
beberapa hal; pertama, bagaimana individu bertindak sebagai agen dengan identitas
tertentu, berkumpul dalam interaksi untuk menciptakan kelompok, organisasi, dan
kumpulan masyarakat yang lebih besar. Kedua, bagaimana struktur sosial ini
membatasi tindakan yang dapat dilakukan individu.26
Adapun beberapa karya Burke dalam bentuk buku yaitu: Advances in identity
theory and research. New York: Kluwer/Plenum (2003); A sociological approach to
self and identity. In M. R. Leary & J. P. Tangney (Eds.), Handbook of self and identity
(pp. 128-152). New York: Guilford Press (2003) Contemporary social psychological
theories. Palo Alto, CA: Stanford University Press (2006); Perceptions of leadership
in groups: An empirical test of Identity Control Theory. In K. McClelland & T. J.
Fararo (Eds.), Purpose, Meaning, and Action: Control Systems Theories in Sociology
(pp. 267-291). New York: Palgrave Macmillan (2006); Identity, emotion, and social
structure. In D. T. Robinson & J. Clay-Warner (Eds.), Social Structure and Emotion.
25 https://en.wikipedia.org/wiki/Peter_Burke_(historian), (acced 13 September 2017) 26 https://burke.socialpsychology.org/, (acced 13 September 2017).
P a g e | 25
San Diego: Elsevier (2008); Identity theory. New York: Oxford University Press
(2009).27
2.3.1. Arti dan Unsur Identitas
Peter Jan Burke, dalam Bab II buku “identity theory” menuliskan bahwa
Herbert Mead menguraikan identitas itu sebagai suatu cara di mana orang dapat
menempatkan diri pada posisi orang lain untuk berbicara dan melihat diri
mereka dari perspektif orang lain.28 Oleh karena itu, Burke menuliskan bahwa
perilaku identitas adalah fungsi dari hubungan antara makna yang dirasakan
oleh individu di dalam situasi dengan makna standar identitas. Jadi identitas itu
adalah jalinan makna.29
Bagi Burke, identitas itu terdiri dari empat komponen dasar yaitu: input,
standar identitas, komparator, dan output. Masing-masing komponen ini adalah
proses yang berhubungan dengan makna dalam lingkungan (seperti, simbol,
tanda, dll) dimana seseorang itu berinteraksi dan makna yang berasal dari setiap
individu.30
2.3.1.1.Input.
Apa yang dipahami dengan komponen Input? Burke,
menjelaskan bahwa salah satu hal yang sangat penting bagi proses
identitas adalah perceptions (persepsi). Persepsi merupakan satu-satunya
sumber informasi tentang apa yang ada di sekitar kita. Kemudian kita
ingin mengontrol persepsi terhadap lingkungan itu dengan mencoba
27 https://burke.socialpsychology.org/publications, (acced 13 September 2017). 28 Peter J. Burke, and Jan E. Stets, Identity Theory. New York: Oxford University Press (2009), 19-20. 29 Burke and Stets, Identity Theory, 54. 30 Burke and Stets, Identity Theory, 62.
P a g e | 26
memanipulasi objek fisik dan sosial untuk berinteraski dengan orang
lain.31
Jadi, proses input sebagai komponen pertama dalam identitas
adalah proses individu untuk memasukan informasi (dalam bentuk
makna) melalui persepsi ke dalam dirinya dengan mencoba
memanipulasi objek yang ada di sekitar untuk berinteraksi dengan orang
lain. Input adalah persepsi tentang makna awal dari individu untuk
memulai interaksi.
2.3.1.2.Standar Identitas.
Burke dan Cast menemukan bahwa individu dengan identitas
gender tertentu dan menganggap diri mereka lebih feminim atau
maskulin, memiliki kemungkin bahwa identitas mereka tersusun dalam
beberapa dimensi makna. Multi dimensi makna itulah yang membedakan
maskulin dari feminim. Oleh karena itu bagi Burke, setiap identitas itu
mengandung beberapa makna yang dapat dilihat sebagai penentu
karakter dari identitas. Maka, kumpulan makna inilah oleh Burke disebut
sebagai standar identitas.32
Jadi, standar identitas adalah kumpulan makna awal yang
diproses melalui input oleh individu melalui persepsi terhadap situasi,
lingkungan, ataupun seluruh objek yang ada di sekitar untuk melakukan
interaksi. Identitas standar adalah kumpulan makna dalam individu.
2.3.1.3.Komparator.
Komponen ketiga dari sistem identitas adalah komparator. Proses
ini kan terjadi ketika individu menemukan makna baru yang berbeda dari
31 Burke and Stets, Identity Theory, 64. 32 Burke and Stets, Identity Theory, 63.
P a g e | 27
makna sebelumnya (makna dalam standar identitas). Komponen
komparator merupakan suatu perbandingan yang dilakukan oleh individu
terhadap persepsi makna yang berbeda.33
Oleh karena itu, komparator dapat dipahami sebagai proses
pembanding makna yang berbeda dalam setiap persepsi yang ditemukan
oleh individu ketika berinteraksi dengan orang lain. Komparator adalah
perbandingan makna melalui pikiran.
2.3.1.4.Output
Burke berpendapat bahwa komponen terakhir dari sistem
identitas adalah output terhadap situasi atau lingkungan. Outputnya
adalah perilaku dalam situasi, dimana perilaku didasarkan pada sinyal
perbedaan yang berasal dari komparator. Sinyal perbedaan itu atau juga
disebut “error-signal” (kesalahan), menunjukkan besarnya arah
perbedaan antara persepsi masukan dan standar identitas sepanjang
beberapa dimensi makna.34
Jadi, output adalah proses yang menghasilkan tindakan individu
setelah melalui komponen komparator yang membandingkan makna.
Dengan kata lain komponen output adalah respon individu terhadap
perbedaan yang ditemukan melalui makna. Output adalah tindakan
individu.
2.3.2. Perubahan Identitas.
Burke menguraikan ada terdapat tiga kondisi umum dimana identias itu
berubah yaitu: pertama, perubahan situasi yang mengubah makna diri dalam
situasi yang tidak sesuai dengan standar identitas. Kedua, konflik antara dua
33 Burke and Stets, Identity Theory, 66 34 Burke and Stets, Identity Theory, 66
P a g e | 28
identitas yang ada dalam diri seseorang. Ketiga, konflik antara makna perilaku
individu dan makna dalam standar identitas. Sedangkan Burke dan Castell
menyajikan kondisi keempat yaitu hasil dari standar identitas yang beradaptasi
atau sesuai dengan situasi atau respons adaptif dengan keadaan identitas.35
Jadi perubahan identitas itu dipengaruhi oleh empat faktor kondisi umum
yang akan diuraikan secara mendalam pada bagian berikut.
2.3.2.1.Perubahan dalam Situasi.
Sumber pertama dari perubahan identitas adalah hasil dari
perubahan situasi yang mempengaruhi makna. Perubahan makna itu
dikendalikan sedemikian rupa oleh suatu identitas kuat sehingga
mengakibatkan perubahan yang tidak dapat diatasi oleh suatu tindakan
pada identitas yang lebih rendah. Perubahan dalam makna situasional
menghasilkan perbedaan antara makna standar identitas dan makna yang
relevan dengan diri sendiri. Karena ketidaksesuaian ini, dengan demikian
seseorang akan mengalami beberapa bentuk kesusahan dan
ketidakpastian. Biasanya, seseorang akan mencoba mengembalikan
makna situasional agar sesuai dengan makna standar identitas. Namun,
jika hal itu tidak terjadi maka satu-satunya cara dari seseorang itu untuk
menghilangkan kesusahan dirinya ia akan mengubah standar identitasnya
agar sesuai dengan makna situasi yang ada. Ketika hal itu terjadi, tidak
akan ada lagi perbedaan yang akan dirasakan oleh seseorang dalam suatu
situasi.36 Ada beberapa contoh perubahan identitas dalam situasi yang
uraikan oleh Burke sebagai berikut:
35 Burke and Stets, Identity Theory, 180 36 Burke and Stets, Identity Theory , 180.
P a g e | 29
Pertama, Burke and Cast (1997), memberikan contoh tentang
perubahan makna identitas dalam situasi. Ia mengambil identitas gender
suami dan istri ketika mereka memiliki anak. Dengan adanya kelahiran
seorang anak, maka situasi ini meciptakan makna baru bagi suami
menjadi lebih maskulin, sedangkan istri menjadi lebih feminim.
Kehadiran seorang anak mengubah makna dalam struktur interaksional
suami-istri, di mana biasanya identitas strandar suami hanya berupa diri
sendiri dan sebagai seorang suami, demikian juga halnya dengan seorang
istri. Tetapi ketika hadirnya seorang anak, maka identitas standar suami
berubah menjadi ayah yang memiliki peran lebih maskulin, sedangkan
istri berubah menjadi seorang ibu yang lebih feminim.37
Kedua, dipenjara Amerika yang dipegang oleh orang Cina selama
perang Korea, ada kisah tentang orang-orang yang "dicuci otak" oleh
sekte agama. Dalam kasus ini, teori perubahan identitas menganalisis
dan menjelaskan proses perubahan itu jelas. Proses terjadinya perubahan
standar identitas untuk menyesuaikan diri dengan situasi dimana orang
memiliki sedikit kontrol adalah cara pertama identitas berubah.
Perubahan itu terjadi ketika persepsi tentang makna situasional tidak
dapat disesuaikan dengan makna dalam standar identitas.38
Ketiga, ketika seseorang mendapatkan undian dan menjadi sangat
kaya, atau sebaliknya ketika seseorang itu menderita perampokan, rumah
terbakar, dan lain sebagainya. Dalam setiap kasus ini teori perubahan
identitas sangat jelas menganalisis suatu perubahan yang terjadi dalam
identitas seseorang. Dimana ketika adanya suatu ruang kemampuan
37 Burke and Stets, Identity Theory, 181. 38 Burke and Stets, Identity Theory, 181-182
P a g e | 30
untuk memastikan dan memverifikasi identitas, dan menyebabkan
perubahan dalam standar identitas, maka menciptakan perubahan
identitas dalam situasi tersebut.39
Contoh di atas mau menjelaskan bahwa perubahan dalam standar
identitas tidak hanya berlaku untuk identitas peran, tetapi juga pada
identitas sosial. Artinya menjadi anggota kelompok atau kelompok
tertentu, dalam hal ini, bukan peran dalam organisasi yang berubah, tapi
definisi kelompok atau kategori dalam konteks masyarakat yang lebih
luas. Karena perpecahan antar kelompok menjadi lebih besar, maka
makna keanggotaan dalam berbagai kelompok berbeda. Semua ini
disebabkan oleh perubahan struktural dalam situasi di mana identitas kita
diverifikasi.40
Dengan demikian perubahan identitas yang terjadi karena adanya
perubahan situasi, dapat dimengerti sebagai suatu proses tekanan situasi
yang lebih kuat terhadap standar identitas. Artinya tekanan perubahan
situasi harus lebih besar terhadap standar identitas barulah menghasilkan
perubahan identitas, akan tetapi jika standar identitas lebih kuat atau
lebih besar dari perubahan situasi, maka tidak akan terjadi perubahan
identitas. Dalam hal ini perubahan identitas disini kuncinya adalah
dominasi situasi.
2.3.2.2.Konflik Identitas.
Sumber kedua dari perubahan identitas adalah ketika orang
memiliki beberapa identitas yang saling terkait satu sama lain (dalam arti
bahwa standar masing-masing mengandung dimensi makna yang sama),
39 Burke and Stets, Identity Theory, 182 40 Burke and Stets, Identity Theory, 183
P a g e | 31
namun keduanya terjadi konflik karena identitas itu diaktifkan pada saat
bersamaan.
Contohnya, identitas jender Maria sebagai seorang wanita
mungkin menunjukkan bahwa dia kuat dan mandiri, namun identitasnya
sebagai seorang istri menunjukkan bahwa dia harus membiarkan
suaminya menjadi kepala keluarga. Ketika identitas Maria diaktifkan
pada saat bersamaan dan dia tidak dapat bertindak berdasarkan salah satu
dari identitasnya, maka kedua identitas itu terjadi konflik. 41 Kemudian,
karena konflik itu berlanjut di antara dua identitas Maria baik sebagai
seorang wanita dan istri, teori identitas menunjukkan bahwa Maria akan
merasakan tingkat kesusahan karena ketidaksesuaian. Pada saat yang
sama, teori tersebut menunjukkan bahwa standar identitas untuk kedua
identitasnya akan bergeser perlahan satu sama lain, menjadi identik pada
beberapa posisi "kompromi" sehingga perilaku yang bermakna dapat
memverifikasi kedua identitas pada saat bersamaan. Maria mungkin
menjadi kurang kuat dan mandiri dalam identitas jendernya, dan pada
saat bersamaan ia cenderung tidak membiarkan suaminya selalu
memimpin dalam masalah keluarga. Dalam hal ini, makna dalam kedua
standar identitas telah bergeser.42
Sekarang, pertanyaannya adalah jika kedua identitas itu berubah,
apakah mereka berubah ke tingkat yang sama? Teori identitas
menunjukkan bahwa sejauh mana masing-masing perubahan standar
identitas bergantung pada faktor lain seperti tingkat komitmen terhadap
masing-masing identitas. Penyesuaian di antara banyak identitas yang
41 Burke and Stets, Identity Theory, 183 42 Burke and Stets, Identity Theory, 183
P a g e | 32
dimiliki individu mengakibatkan terjadinya perubahan identitas, sejauh
mereka mengendalikan makna situasional dan sumber daya yang sama,
bekerja sama untuk membawa makna tersebut ke dalam kesepakatan
bersama. Perubahan idenitas ini masih memiki hubungannya dengan
dominasi identitas, karena dalam proses ini masih terjadi tindakan
penyesuaian makna.43
Dengan demikian konflik identitas dapat menciptakan perubahan
identitas jika terjadi suatu komitmen bersama dalam kelompok yang
didasarkan pada suatu makna. Kesepakatan makna itu diambil dari yang
lebih dominan dan paling besar pengaruhnya dalam suatu situasi. Tanpa
kesepakatan makna itu maka tidak memungkinkan terjadinya perubahan
identitas. Dalam hal ini kuncinya adalah kesepakatan makna.
2.3.2.3.Konflik Antara Makna Perilaku dan Standar Identitas.
Sumber ketiga perubahan identitas adalah konflik antara makna
dari perilaku seseorang dan makna yang terdapat di dalam standar
identitas. Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, kita biasanya
memilih perilaku yang maknanya konsisten dengan identitas kita atau
yang maknanya mengembalikan makna situasional agar sesuai dengan
identitas kita. Namun, dalam hal ini kita melihat suatu fakta tentang
makna hidup yang terbalik dari situasi normal. Misalnya, dalam
ungkapan "hidup itu rumit." Ungkapan ini memberi arti bahwa kita tidak
bisa selalu memilih perilaku dan makna yang kita inginkan. Karena ada
43 Burke and Stets, Identity Theory, 184
P a g e | 33
alasan situasional dimana menuntut kita untuk memilih perilaku yang
agak bertentangan dengan identitas kita.44
Contohnya, didalam suatu pertandingan yang melibatkan
beberapa orang kemudian salah satu di antara tim itu ditawarkan dengan
sejumlah uang yang sangat besar supaya ia membuat timnya kalah. Pada
saat yang bersamaan seseorang itu juga sangat membutuhkan uang untuk
melanjutkan prestasi hidupnya kedepan. Akan tetapi pada sisi yang lain,
ia dituntut oleh identitasnya sebagai seorang yang memiliki derajat,
terhormat, sebagia seorang atlit dalam suatu pertanding. Dalam situasi
inilah dia ditempatkan pada suatu keadaan yang konflik. Identitasnya
sebagai seseorang atlit yang bermartabat diperhadapkan dengan tawaran
suatu jalan menuju masa depan. Tawaran itu adalah suatu jalan menuju
kesuksesan karirnya. Jika dia memilih jumlah uang yang besar, maka dia
akan sukses di masa depan, jika dia tidak memilih tawaran itu, maka dia
tetap mempertahankan identitasnya sebagai seorang atlit yang memiliki
martabat baik. Keadaan ini menempatkan seseorang itu pada konflik
perilaku dan standar identitas. Maka dia membutuhkan suatu keputusan
yang rasional untuk memilih. Dia bisa saja memilih untuk tidak
menerima tawaran dan bisa saja menerima tawaran. Semua itu
berdasarkan keputusan rasional. Dalam kasus di atas, pada akhirnya
seseorang itu memilih untuk menerima tawaran, dengan berdasar pada
makna bahwa “begitulah cara semua orang maju; hanya pecundang yang
akan menolak sogokan; itu bukan masalah besar.”45
44 Burke and Stets, Identity Theory, 184 45 Burke and Stets, Identity Theory, 185
P a g e | 34
Dengan demikian perubahan identitas dalam hal ini terjadi karena
adanya situasi yang mendorong seseorang untuk mengambil keputusan
rasional. Situasi itu adalah persoalan makna hidup yang berbeda dengan
makna dalam standar identitas seseorang. Terjadinya perubahan identitas
disini, kuncinya adalah suatu keadaan di mana timbulnya persoalan yang
membutuhkan keputusan yang rasional.
2.3.2.4.Negosiasi dan Kehadiaran Orang Lain.
Sumber keempat di mana perubahan identitas dapat dilihat adalah
merupakan bagian dari strategi adaptif (mudah menyesuaikan diri
dengan keadaan) yang melekat pada identitas, dan membantu mereka
menetapkan apa yang telah kita sebut sebagai konteks verifikasi
bersama. Yaitu situasi dimana identitas setiap peserta tidak hanya
memverifikasi diri mereka sendiri tetapi juga saling memverifikasi
identitas peserta lain. Dengan cara ini, orang dapat melihat dan
merespons diri mereka sendiri sebagai objek sosial seperti yang
dilakukan orang lain terhadap diri mereka sendiri.46
Dalam hal ini perubahan identitas dapat dipahami sebagai suatu
proses memasukkan makna orang lain kedalam identitas diri sendiri,
dengan cara memahami orang lain dalam interaksi dengan dasar proses
verifikasi. Jadi, perubahan identitas, kuncinya adalah memasukan makna
kedalam diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan perubahan identitas yang telah diuraikan di atas, maka
kita dapat melihat bahwa perubahan identitas itu dapat terjadi, ketika terdapatnya
beberapa proses yaitu: pertama, adanya dominasi identitas oleh individu. Kedua,
46 Burke and Stets, Identity Theory, 185-186
P a g e | 35
terjadinya kesepakatan beberapa makna atau kesamaan makna individu dalam
kelompok. Ketiga, adanya perbedaan makna yang membutuhkan suatu keputusan
rasional dari individu. Ketempat, proses memasukan makna baru oleh individu
kedalam standar identitas.