OUT LOOK SEK TOR PERTAN IAN 2014 –...
Transcript of OUT LOOK SEK TOR PERTAN IAN 2014 –...
OUT
TLOOK
PUSAK
BPEN
K
K SEK2014
PraSri HMucDew
RS
AT SOSIAKEBIJAKA
BADAN PENGEMBAN
KEMENTER
KTOR4 – 2
Oleh:
ajogo U. HHery Susilohjidin Racha K.S. Swa
Reny KustiaSri Nuryant
AL EKONAN PERTA
ENELITIANGAN PER
RIAN PERT2012
R PER2025
Hadi owati hmat astika ari ti
NOMI DAANIAN
AN DAN RTANIAN
TANIAN
RTAN
N
NIAN
i
KATA PENGANTAR
Kebijakan pembangunan pertanian lingkup Kementerian Pertanian mencakup
empat subsektor yaitu Subsektor Tanaman Pangan, Subsektor Hortikultura,
Subsektor Perkebunan dan Subsektor Peternakan. Di dalam Rencana Strategis
Kementerian Pertanian 2011-2014 disebutkan bahwa target-target utama yang ingin
dicapai did alam pembangunan sektor pertanian adalah: (i) Pencapaian swasembada
untuk gula, kedelai dan daging sapi dan swasembada berkelanjutan untuk padi dan
jagung; (ii) Peningkatan diversifikasi pangan; (iii) Peningkatan nilai tambah, daya
saing dan ekspor; dan (iv) Peningkatan kesejahteraan petani. Di tingkat makro,
sasaran yang ingin dicapai mencakup antara lain peningkatan PDB, neraca
perdagangan dan investasi pertanian.
Keberhasilan pencapaian target-target tersebut diatas dipengaruhi banyak
factor. Salah satu cara untuk melihat potensi pencapaian target-target tersebut
adalah melakukan analisis outlook. Laporan ini berisi hasil-hasil analisis tentang: (i)
Kinerja sektor pertanian 2000-2010; (ii) Outlook sektor pertanian jangka menengah
(tahun 2014); dan (iii) Outlook sektor pertanian jangka panjang (2025).
Analisis tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Karena itum kritik dan saran
konstruktif untuk perbaikan akan diterima dengan tangan terbuka.
Bogor, November 2012
Kepala Pusat,
Dr Handewi Purwati Saliem
ii
DAFTAR ISI
Hal. KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
I PENDAHULUAN 1
II PENDEKATAN 2 1.1. Analisis Kinerja 2 1.2. Analisis Outlook 3
III KINERJA SEKTOR PERTANIAN 2000-2010 5 3.1. Perkembangan Produksi 5 3.1.1. Tanaman Pangan 5 3.1.2. Tanaman Hortikultura 8 3.1.3. Tanaman Perkebunan 14 3.1.4. Komoditas Peternakan 20 3.2. Perkembangan Perdagangan 26 3.2.1. Komoditas Pangan 26 3.2.2. Komoditas Hortikultura 28 3.2.3. Komoditas Perkebunan 32 3.2.4. Komoditas Peternakan 34 3.3. Perkembangan Produk Domestik Bruto 36 3.4. Perkembangan Investasi Pertanian 39
IV OUTLOOK JANGKA MENENGAH - 2014 43 4.1. Produksi Pertanian 43 4.1.1. Tanaman Pangan 43 4.1.2. Tanaman Hortikultura 48 4.1.3. Tanaman Perkebunan 53 4.1.4. Komoditas Peternakan 56 4.2. Perdagangan Internasional 57 4.2.1. Komoditas Tanaman Pangan 57 4.2.2. Komoditas Hortikultura 58 4.2.3. Komoditas Perkebunan 61 4.2.4. Komoditas Peternakan 62 4.3. Produk Domestik Bruto 64 4.4. Investasi Pertanian 65
V OUTLOOK JANGKA PANJANG - 2025 67 5.1. Produksi 67 5.1.1. Tanaman Pangan 67 5.1.2. Tanaman Hortikultura 69 5.1.3. Tanaman Perkebunan 75 5.1.4. Komoditas Peternakan 77 5.2. Perdagangan Internasional 78 5.2.1. Komoditas Pangan 78 5.2.2. Komoditas Hortikultura 80 5.2.3. Komoditas Perkebunan 82
iii
5.2.4. Komoditas Peternakan 83 5.3. Produk Domestik Bruto 85 5.4. Investasi Pertanian 86
VI KESIMPULAN DAN SARAN 88 6.1. Kinerja 2000-2010 88 6.1.1. Produksi dan Perdagangan 88 6.1.2. PDB dan Investasi 89 6.2. Outlook Jangka Menengah - 2014 89 6.2.1. Produksi dan Perdagangan 89 6.2.2. PDB dan Investasi 91 6.3. Outlook Jangka Panjang - 2025 91 6.3.1. Produksi dan Perdagangan 91 6.3.2. PDB dan Investasi 92
6.4. Saran Kebijakan 93
DAFTAR PUSTAKA 94
LAMPIRAN-LAMPIRAN 95
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Hal. 3.1.1 Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas, dan
Produksi Tanaman Pangan Utama, 2000-2010. 5
3.1.2 Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010.
9
3.1.3 Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2000-2010.
11
3.1.4 Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2000-2010.
12
3.1.5 Laju Pertumbuhan Luas Areal Total dan Produksi Tanaman Perkebunan Utama, 2000-2010.
14
3.1.6 Pangsa Produksi Komoditas Perkebunan Menurut Tipe Manajemen, 2010 (%).
18
3.1.7 Posisi Indonesia dalam Produksi Komoditas Perkebunan Utama Dunia, 2005 dan 2010.
19
3.1.8 Laju Pertumbuhan Populasi Jenis Ternak Utama, 2000-2010. 20
3.1.9 Laju Pertumbuhan Jumlah Pemotongan Ternak Besar dan Ternak Kecil Tercatat, 2000-2010.
23
3.1.10 Laju Pertumbuhan Produksi Peternakan, 2000-2010. 24
3.2.1 Laju Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Pangan Utama, 2000-2010.
27
3.2.2 Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2000-2010.
29
3.2.3 Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Tanaman Obat Utama dan Tanaman Hias Utama, 2000-2010.
31
3.2.4 Laju Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010.
33
3.2.5 Laju Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan Utama, 2000-2010.
35
3.3.1 Laju Pertumbuhan PDB Riil Sektor Pertanian Menurut Subsektor, 2000-2009.
37
3.3.2 Laju Pertumbuhan PDB Riil Hortikultura Menurut Kelompok 39
v
Komoditas, 2000-2010.
3.4.1 Pertumbuhan Jumlah dan Total Nilai Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Sektor Pertanian, 2000-2010.
40
3.4.2 Pertumbuhan Nilai Investasi PMA dan PMDN menurut Subsektor di Sektor Pertanian, 2000-2010.
41
4.1.1 Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Komoditas Pangan Utama, 2014.
44
4.1.2 Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2014.
49
4.1.3 Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Komoditas Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2014.
51
4.1.4 Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2014.
52
4.1.5 Proyeksi Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan Utama, 2014.
54
4.1.6 Proyeksi Produksi Daging, Telur dan Susu, 2014. 56
4.2.1 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Pangan Utama, 2014.
58
4.2.2 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2014.
59
4.2.3 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2014.
61
4.2.4 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2014.
62
4.2.5 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan, 2014.
63
4.3.1 Proyeksi PDB Riil Sektor Pertanian, 2014. 65
4.41 Proyeksi Nilai PMA dan PMDN di Sektor Pertanian, 2014. 66
5.1.1 Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Pangan Utama, 2025.
68
5.1.2 Proyeksi Luas Panen, Poduktivitas dan Produksi Tanaman Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2025.
71
5.1.3 Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2025.
72
5.1.4 Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2025.
74
5.1.5 Proyeksi Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Utama, 2025.
75
5.1.6 Proyeksi Produksi Peternakan, 2025. 78
vi
5.2.1 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Pangan Utama, 2025.
79
5.2.2 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2025.
81
5.2.3 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2025.
82
5.2.4 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2025.
83
5.2.5 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan, 2025.
84
5.3.1 Proyeksi PDB Riil Sektor Pertanian, 2025. 86
5.4.1 Proyeksi PMA dan PMDN Sektor Pertanian, 2025 87
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Hal.
3.1.1 Perkembangan Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2000-2010 (ha).
95
3.1.2 Perkembangan Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2000-2010 (t/ha).
95
3.1.3 Perkembangan Produksi Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2000-2010 (t).
96
3.1.4 Perkembangan Luas Areal Komoditas Hortikultura menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010 (ha)
96
3.1.5 Perkembangan Produktivitas Komoditas Hortikultura menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010 (t/ha)
97
3.1.6 Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010 (ton).
97
3.1.7 Perkembangan Luas Areal Tanaman Buah-buahan Utama, 2000-2010 (ha)
98
3.1.8 Perkembangan Produktivitas Tanaman Buah-buahan Utama, 2000-2010 (t/ha)
98
3.1.9 Perkembangan Produksi Tanaman Buah-buahan Utama, 2000-2010 (t)
99
3.1.10 Perkembangan Luas Panen Tanaman Sayuran Utama, 2000-2010 (ha)
99
3.1.11 Perkembangan Produktivitas Tanaman Sayuran Utama, 2000-2010 (t/ha).
100
3.1.12 Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Utama, 2000-2010 (t)
100
3.1.13 Lampiran 3.1.13. Perkembangan Luas Panen Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (ha)
101
3.1.14 Perkembangan Produktivitas Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (t/ha)
101
3.1.15 Perkembangan Produksi Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (t) 102
3.1.16 Perkembangan Luas Panen Tanaman Hias Utama, 2000-2010 (ha)
102
3.1.17 Perkembangan Produktivitas Tanaman Hias Utama, 2000-2010
103
3.1.18 Perkembangan Produksi Tanaman Hias Utama, 2000-2010 103
3.1.19 Perkembangan Luas Areal Total Tanaman Perkebunan Utama, 2000-2010 (ha).104
104
viii
3.1.20 Perkembangan Luas Areal Tanaman Menghasilkan Perkebunan Utama, 2000-2010 (ha).
104
3.1.21 Perkembangan Produktivitas Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (t/ha)
105
3.1.22 Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (t)
105
3.1.23 Perkembangan Populasi Ternak, 2000-2010 (000 ekor). 106
3.1.24 Perkembangan Jumlah Pemotongan Ternak Tercatat, 2000-2010 (ekor).
106
3.1.25 Perkembangan Produksi Komoditas Peternakan, 2000-2010 (t).
107
3.2.1 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Pangan Utama, 2000-2010 (US$’000).
108
3.2.2 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pangan Utama, 2000-2010 (US$’000).
108
3.2.3 Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Pangan Utama, 2000-2010 (US$’000).
109
3.2.4 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Buah Utama, 2000-2010 (US$’000).
109
3.2.5 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Buah Utama, 2000-2010 (US$’000).
110
3.2.6 Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Buah Utama, 2000-2010 (US$’000)
110
3.2.7 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Sayuran Utama, 2000-2010 (US$’000).
111
3.2.8 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Sayuran Utama, 2000-2010 (US$’000).
111
3.2.9 Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Sayuran Utama, 2000-2010 (US$’000).
112
3.2.10 Perkembangan Nilai Ekspor Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (US$’000).
112
3.2.11 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Obat Utama, 2000-2010 (US$’000).
113
3.2.12 Perkembangan Neraca Perdagangan Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (US$’000).
113
3.2.13 Perkembangan Nilai Ekspor Tanaman Hias Utama, 2000-2010 (US$’000).
114
3.2.14 Perkembangan Nilai Impor Tanaman Hias Utama, 2000-2010 (US$’000).
114
ix
3.2.15 Perkembangan Neraca Perdagangan Tanaman Hias Utama, 2000-2010 (US$’000).
115
3.2.16 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (US$’000)
116
3.2.17 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (US$’000)
116
3.2.18 Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (US$’000)
117
3.2.19 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Ternak, 2000-2010 (US$’000)
117
3.2.20 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Ternak, 2000-2010 (US$’000)
118
3.2.21 Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Ternak, 2000-2010 (US$’000)
118
3.2.22 Perkembangan PDB Riil Sektor Pertanian Menurut Subsektor, 2000-2010 (Rp’milyar, harga konstan 2000).
119
3.3.2 Perkembangan PDB Riil Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010 (Rp’ milyar).
119
3.4.1 Perkembangan Jumlah dan Total Nilai Investasi PMA dan PMDN di Sektor Pertanian, 2000-2010.
120
3.4.2 Perkembangan Nilai Investasi PMA dan PMDN menurut Subsektor di Sektor Pertanian, 2000-2010
121
4.1.1 Proyeksi Luas Areal Panen, Produkivitas dan Produksi Tanaman Pangan Utama, 2011-2014.
122
4.1.2 Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2011-2014.
123
4.1.3 Proyeksi Luas Areal, Produktivitas dan Produksi Tanaman Buah-buahan Utama, 2011-2014.
124
4.1.4 Proyeksi Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Sayuran Utama, 2011-2014.
125
4.1.5 Proyeksi Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Obat, 2011-2014.
126
4.1.6 Proyeksi Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Hias Utama, 2011-2014.
127
4.1.7 Proyeksi Luas Areal Total dan Produksi Tanaman Perkebunan Utama, 2011-2014.
128
4.1.8 Proyeksi Produksi Peternakan, 2011-2014 (ton). 128
4.2.1 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan 129
x
Komoditas Pangan Utama, 2011-2014 (US$’000).
4.2.2 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan Utama, 2011-2014 (US$’000).
130
4.2.3 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Sayuran Utama, 2011-2014 (US$’000).
131
4.2.4 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Obat Utama, 2011-2014 (US$’000).
132
4.2.5 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Hias Utama, 2011-2014 (US$’000).
133
4.2.6 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2011-2014 (US$’000).
134
4.2.7 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan, 2011-2014 (US$’000).
135
4.3.1 Proyeksi PDB Riil Sektor Pertanian, 2011-2014 (Rp milyar) 136
4.4.1 Proyeksi Nilai PMA dan PMDN, 2011-2014 136
5.1.1 Proyeksi Luas Areal Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (’000 ha).
137
5.1.2 Proyeksi Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (ku/ha).
137
5.1.3 Proyeksi Produksi Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (’000 ton).
138
5.1.4 Proyeksi Luas Panen Komoditas Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2015-2025 (000 ha).
138
5.1.5 Proyeksi Produktivitas Komoditas Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2015-2025 (t/ha).
139
5.1.6 Proyeksi Produksi Komoditas Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2015-2025 (000 t).
139
5.1.7 Proyeksi Luas Areal Tanaman Buah-buahan Utama, 2015-2025 (000 ha)
140
5.1.8 Proyeksi Produktivitas Tanaman Buah-buahan Utama, 2015-2025 (t/ha)
140
5.1.9 Proyeksi Produksi Tanaman Buah-buahan Utama, 2015-2025 (000 t)
141
5.1.10 Proyeksi Luas Panen Tanaman Sayuran Utama, 2015-2025 (000 ha)
141
5.1.11 Proyeksi Produktivitas Tanaman Buah-buahan Utama, 2015-2025 (t/ha)
142
5.1.12 Proyeksi Produksi Tanaman Sayuran Utama, 2015-2025 (000 t)
142
xi
5.1.13 Proyeksi Luas Panen Tanaman Obat, 2015-2025 (ha) 143
5.1.14 Proyeksi Produktivitas Tanaman Obat, 2015-2025 (t/ha) 143
5.1.15 Proyeksi Produksi Tanaman Obat, 2015-2025 (kg) 144
5.1.16 Proyeksi Luas Panen Tanaman Hias Utama, 2015-2025 (ha) 144
5.1.17 Proyeksi Produktivitas Tanaman Hias Utama, 2015-2025. 145
5.1.18 Proyeksi Produksi Tanaman Hias Utama, 2015-2025. 145
5.1.19 Proyeksi Luas Areal Total Tanaman Perkebunan Utama, 2015-2025 (000 ha).
146
5.1.20 Proyeksi Produksi Tanaman Perkebunan Utama, 2015-2025 (000 t).
146
5.1.21 Proyeksi Produksi Peternakan, 2015-2025 (000 t). 147
5.2.1 Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (US$’000).
147
5.2.2 Proyeksi Nilai Impor Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (US$’000).
148
5.2.3 Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (US$’000).
148
5.2.4 Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Buah-buahan Utama, 2015-2025 (US$’000).
149
5.2.5 Proyeksi Nilai Impor Komoditas Buah-buahan Utama, 2015-2025 (US$’000).
149
5.2.6 Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan Utama, 2015-2025 (US$’000).
150
5.2.7 Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Sayuran Utama, 2015-2025 (US$’000).
150
5.2.8 Proyeksi Nilai Impor Komoditas Sayuran Utama, 2015-2025 (US$’000).
151
5.2.9 Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Sayuran Utama, 2015-2025 (US$’000).
151
5.2.10 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Obat Utama, 2015-2025 (US$’000).
152
5.2.11 Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Hias Utama, 2015-2025 (US$’000).
152
5.2.12 Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan Utama, 2015-2025 (US$’000).
153
5.2.13 Proyeksi Nilai Impor Komoditas Perkebunan Utama, 2015-2025 (US$’000).
153
5.2.14 Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 154
xii
2015-2025 (US$’000).
5.2.15 Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Peternakan, 2015-2025 (US$’000).
154
5.2.16 Proyeksi Nilai Impor Komoditas Peternakan, 2015-2025 (US$’000).
155
5.2.17 Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan, 2015-2025 (US$’000).
155
5.3.1 Proyeksi PDB Riil Sektor Pertanian, 2015-2025 (Rp’ milyar) 156
5.4.1 Proyeksi PMA Sektor Pertanian, 2015-2025 (US$’ juta) 156
5.4.2 Proyeksi PMDN 2015-2025 (Rp’ milyar). 157
1
I. PENDAHULUAN
Kebijakan pembangunan pertanian lingkup Kementerian Pertanian mencakup
empat subsektor yaitu Subsektor Tanaman Pangan, Subsektor Hortikultura,
Subsektor Perkebunan dan Subsektor Peternakan. Target-target utama yang ingin
dicapai oleh Kementerian Pertanian adalah: (1) Pencapaian swasembada untuk gula,
kedelai dan daging sapi dan swasembada berkelanjutan untuk padi dan jagung; (2)
Peningkatan diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya saing dan
ekspor; dan (4) Peningkatan kesejahteraan petani. Di tingkat makro, sasaran yang
ingin dicapai mencakup peningkatan PDB, neraca perdagangan, investasi pertanian,
penyerapan tenaga kerja dan nilai tukar petani (Kementan, 2010).
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan pencapaian target-target
tersebut diatas. Salah satu cara untuk melihat potensi pencapaian target-target
tersebut adalah melakukan analisis outlook. Sehubungan dengan itu, maka tujuan
kegiatan penyusunan outlook ini adalah: (1) Melakukan analisis kinerja sektor
pertanian periode 2000-2010; (2) Melakukan analisis prospek sektor pertanian
jangka menengah periode 2010-2014 dan jangka panjang periode 2015-2025; dan
(3) Menyusun buku “Outlook Sektor Pertanian 2014 & 2025”.
Analisis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) Analisis produksi; dan (2)
Analisis makro. Analisis produksi mencakup luas areal, produksi, dan produktivitas
untuk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, sedangkan untuk peternakan
mencakup populasi, jumlah pemotongan, dan produksi. Sementara analisis makro
mencakup PDB (Produk Domestik Bruto), perdagangan luar negeri (ekspor dan
impor), dan investasi di sektor pertanian.
Dengan adanya hasil analisis ini akan dapat diketahui kinerja perkembangan
sector pertanian pada aspek produksi dan indikator makro selama periode 2000-
2010 dan proyeksi untuk jangka menengah 2011-2014 dan jangka panjang 2015-
2025. Proyeksi didasarkan pada beberapa faktor, yaitu: (1) Kekuatan pertumbuhan
selama 10 tahun terakhir (2000-2010); dan (2) Perkiraan perubahan faktor-faktor
eksternal seperti iklim, ketersediaan lahan untuk pertanian, dan kebijakan
pemerintah dalam pengembangan masing-masing komoditas pertanian.
2
II. PENDEKATAN
2.1. Analisis Kinerja
Analisis kinerja digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan rata-rata per
tahun (dalam %) di dalam periode 2000-2010. Di dalam analisis ini, segmen waktu
dibedakan menjadi dua yaitu 2000-2005 dan 2005-2010. Tujuan pembagian segmen
waktu demikian adalah untuk melihat perubahan dalam laju pertumbuhan (trend),
yaitu apakah meningkat (yang berarti ada akselerasi pertumbuhan), atau menurun
(yang berarti terjadi perlambatan pertumbuhan), atau relatif konstan (yang berarti
stabil), atau dari positif menjadi negatif (yang berarti terjadi kemunduran), atau dari
negatif menjadi positif (yang berarti ada kemajuan).
Persamaan untuk menghitung laju pertumbuhan per tahun, baik untuk
periode 2000-2005 maupun 2005-2010, menggunakan persamaan regresi semi-
logaritma yang sama yaitu sebagai berikut:
TAt 10lnln ………………………………………………………………………………. (1)
dimana: At = Nilai variabel yang dihitung trendnya pada tahun t α1 = Trend/tahun (jika dikalikan dengan 100% menjadi trend dalam %) T = Tahun pengamatan
Metode penghitungan trend dengan persamaan semi-logaritma dipandang
lebih baik jika dibandingkan dengan metode lainnya, misalnya persamaan regresi
kuadratik, persamaan geometrik dan rata-rata tahunan. Metode semi-logaritma
mengikuti kaidah statistik yang memperhitungkan variasi nilai variabel masing-
masing tahun di dalam periode analisis, dan dapat diketahui juga kekuatan prediksi
(predictive power) yang dapat dilihat dari nilai adjusted R2, serta nilai t-ratio yang
menunjukkan seberapa signifikan nilai trend yang dihasilkan. Sementara persamaan
kuadratik sulit diterapkan untuk jangka pendek (5 tahunan) karena bentuk grafik
variabel yang dianalisis tidak ada yang berbentuk U atau U terbalik. Persamaan
geometrik hanya memperhitungkan nilai pada tahun awal dan tahun akhir saja tanpa
memperhitungkan variasi nilai di antara dua titik waktu tersebut sehingga hasilnya
akan sangat bias ke bawah atau keatas. Metoda rata-rata pertumbuhan antar tahun
tidak mempunyai landasan ilmiah.
3
2.2. Analisis Outlook
Outlook terdiri dari outlook jangka pendek (2011-2014) dan outlook jangka
panjang (2015-2025). Hasil analisis trend 2000-2010 (kinerja) tidak bisa digunakan
secara langsung untuk membuat proyeksi, baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang karena dua alasan penting. Pertama, pola perkembangan selama periode
2000-2010 mungkin bervariasi, sehingga perlu dilihat scatter diagram selama
periode tersebut. Berdasarkan scatter diagram tersebut, kemudian dipilih segmen
waktu terakhir yang menunjukkan perkembangan yang lebih smooth. Dengan data
segmen waktu terakhir ini kemudian dihitung trendnya untuk digunakan sebagai
basis proyeksi jangka pendek (2011-2014). Kedua, adanya faktor pembatas ekspansi
produksi, utamanya ketersediaan lahan pertanian yang makin terbatas. Karena itu,
dalam membuat proyeksi, perlu dibuat skenario penurunan trend setiap tahun,
tergantung pada jenis komoditasnya, dan terlepas dari target-target pertumbuhan
yang telah ditetapkan pemerintah termasuk target laju pertumbuhan PDB sektor
pertanian. Untuk menghitung trend pada segmen waktu terpilih untuk proyeksi
(misalnya 2005-2010), hanya data dalam segmen waktu ini yang digunakan.
Sementara untuk proyeksi 2011-2025 digunakan pendekatan sebagai berikut:
(1) Menggunakan koefisien trend hasil penghitungan trend untuk segmen waktu
terakhir terpilih dari periode 2000-2010 (misalnya x%/tahun) sebagai basis trend
awal; dan (2) Mengurangi trend tersebut (misalnya sebesar β% untuk trend tahun
2011 sehingga menjadi (x/100)*α% = β%/tahun, dan seterusnya untuk tahun-
tahun berikutnya). Persentase penurunan trend tersebut bisa lebih besar dari
α%/tahun (dipercepat) atau lebih kecil dari α%/tahun (diperlambat), tergantung
pada kondisi yang dihadapi oleh masing-masing komoditas.
Sebagai contoh, untuk komoditas perkebunan tanaman keras, dimana
perluasan areal pada umumnya menggunakan areal kawasan hutan, penurunan
trend akan lebih cepat pada periode 2015-2025 dibanding periode sebelumnya
karena makin banyak kritik dari dunia internasional terhadap pembukaan hutan di
Indonesia untuk perkebunan, utamanya kelapa sawit. Sementara trend produksi ke
depan bisa saja dipercepat melalui perbaikan teknologi, namun produktivitas suatu
komoditas pertanian (tanaman atau ternak) juga ada batas maksimumnya sesuai
dengan kapasitas genetiknya. Karena itu, trend produktivitas juga ada batasnya dan
4
pada suatu saat produktivitas tersebut akan stagnan (dengan kata lain ada
perlambatan dalam perkembangan produktivitas).
Pendekatan tersebut di atas juga digunakan untuk menghitung proyeksi nilai
ekspor dan impor, dan investasi pertanian dengan mempertimbangkan trend dimasa
lalu (2000-2010) dan hasil proyeksi produksi masing-masing komoditas di masa
datang (2011-2025). Khusus untuk membuat proyeksi PDB menggunakan analisis
regresi berganda terlebih dengan menggunakan data tahun 2000-2010, dimana total
produksi menjadi variabel penjelas, yaitu sebagai berikut:
Yititit QPDBPDB 2110 …………………….……………..……………………… (2)
dimana:
PDBit = PDB riil subsektor i tahun t (Rp) PDBit-1 = PDB riil tahun t-1 (Rp) QYit = Total produksi subsektor i tahun t (ton) β0, β1, β2 = Konstanta Proyeksi PDB menggunakan rumus (3) sebagai berikut:
ititit QYPDBPDB ** 2110* ………………………….…………………….. (3)
dimana:
PDB*it = Proyeksi PDB subsektor ke-i tahun t (Rp)
PDB*it-1 = Proyeksi PDB subsektor ke-i tahun t-1 (Rp)
β0, β1, β2 = Konstanta hasil estimasi pada persamaan (2) Q*
Yit = Proyeksi total produksi subsektor i tahun t (ton) Pendekatan analisis proyeksi PDB ini mengambil logika bahwa besarnya PDB
masing-masing subsektor dipengaruhi oleh total produksi pertanian masing-masing
subsektor yang bersangkutan. Mungkin saja metode tersebut kurang tepat, karena
menggunakan jumlah kuantitas produksi sebagai variabel bebas, bukan jumlah nilai
produksi. Tetapi karena data harga produsen tidak selalu ada untuk semua
komoditas yang dianalisis, maka metode yang telah dijelaskan tersebut di atas tetap
digunakan sehingga penghitungan proyeksi PDB ada dasarnya. Dengan
menggunakan parameter tiga konstanta (β0, β1, β2) dan proyeksi total produksi
tahun t (Q*Yit), maka nilai PDB pada tahun t dapat diproyeksikan.
5
III. KINERJA SEKTOR PERTANIAN 2000-2010
3.1. Perkembangan Produksi
3.1.1. Tanaman Pangan
Dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional, berbagai program telah
dilakukan oleh pemerintah, di antaranya adalah pencapaian swasembada untuk
kedelai dan swasembada berkelanjutan untuk padi dan jagung. Pemerintah juga
menetapkan target surplus 10 juta ton beras kumulatif sampai dengan tahun 2014.
Selain program swasembada untuk kedelai dan swasembada berkelanjutan untuk
padi dan jagung, pemerintah juga mencanangkan program diversifikasi pangan, baik
melalui aksi KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari), menggiatkan penggunaan
tepung non-beras, baik untuk kudapan maupun pengganti nasi, serta membangun
model pengembangan diversifikasi bahan baku pangan non-beras di kebun
percobaan Cimanggu Badan Litbang Pertanian. Berbagai program tersebut dilakukan
dengan sasaran utama dicapainya peningkatan produksi tanaman pangan.
Perkembangan luas panen, produktivitas dan produksi komoditas pangan utama
(padi, jagung, dan kedelai) dan komoditas pangan lainnya (kacang hijau, kacang
tanah, ubi jalar dan ubi kayu) disajikan pada Tabel 3.1.1.
Tabel 3.1.1. Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Pangan Utama, 2000-2010.
Komoditas
Luas Areal Panen Produktivitas Produksi Laju (%/th) Luas
2010 (000’ ha)
Laju (%/th) Provitas2010 (t/ha)
Laju (%/th) Produksi 2010
(000’ t) 2000- 2005
2005- 2010
2000- 2005
2005- 2010
2000- 2005
2005- 2010
Padi 0,06 2,27 13.118 1,17 2,14 5,01 1,24 4,41 65.981
Jagung 0,91 4,02 4.134 3,52 6,40 4,43 4,43 10,41 17.845
Kedelai -5,70 3,72 672 1,26 0,94 1,37 -4,44 4,66 975
Kc Hijau -1,02 -3,87 258 3,17 1,43 1,26 2,15 -2,44 292
Kc Tanah 1,76 -3,34 621 1,74 1,47 1,13 3,50 -1,88 779
Ubi Jalar -0,79 0,53 181 2,37 1,00 11,33 1,58 1,53 2.051
Ubi Kayu -1,29 -0,72 1.183 5,28 6,15 20,22 3,99 5,42 23.918
Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, diolah Keterangan: Data series 2000-2010 diperlihatkan pada Lampiran 3.1.1 s/d Lampiran 3.1.3.
6
Luas panen komoditas pangan utama (padi, jagung dan kedelai) dan
komoditas pangan lainnya (kacang hijau, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu)
secara umum menunjukkan peningkatan untuk padi, jagung, dan kacang hijau,
sementara untuk kedelai, kacang tanah, ubijalar dan ubikayu cenderung menurun.
Selama periode 2000-2010, perkembangan luas panen padi diawali dengan laju
peningkatan yang sangat lambat pada periode 2000-2005, yaitu hanya
0,36%/tahun. Namun dengan telah dicanangkannya program swasembada dan
swasembada berkelanjutan, maka luas panen padi pada periode 2005-2010
meningkat cukup cepat menjadi 2,27%/tahun pada periode tersebut. Pola yang
sama berlaku untuk komoditas jagung namun dengan laju pertumbuhan lebih tinggi.
Peningkatan luas panen padi didukung oleh adanya program-program
pemerintah, utamanya SLPTT (Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu).
Sementara itu, peningkatan luas areal jagung lebih karena introduksi varietas hibrida
dengan produktivitas tinggi dan meningkatnya harga jagung di pasar dengan
berkembangnya industri pakan ternak yang meningkatkan permintaan akan jagung
sebagai bahan baku. Sebaliknya untuk kedelai, luas panennya selama periode 2000-
2005 menurun, yang diduga karena desakan kedelai lokal oleh kedelai impor dimana
petani tidak mampu bersaing. Namun seperti halnya pada padi dan jagung, pada
periode 2005-2010 perkembangan luas panen kedelai mengalami percepatan yaitu
meningkat dengan laju 3,72%/tahun.
Untuk komoditas pangan selain padi, kedelai dan jagung, luas panennya
pada periode 2005-2010 cenderung menurun untuk kacang hijau, kacang tanah dan
ubi kayu, tetapi meningkat untuk ubikayu. Apabila tidak ada penambahan luas areal
pangan secara keseluruhan, maka program-program percepatan pertumbuhan
produksi komoditas pangan utama, yaitu padi, jagung dan kedelai, untuk
mensukseskan program swasembada dan swasembada berkelanjutan, akan dapat
menurunkan luas panen komoditas-komoditas pangan lainnya.
Produktivitas komoditas pangan meningkat secara konsisten. Selama periode
2000-2005 produktivitas padi meningkat 1,17%/tahun, dan pada periode berikutnya
(2005-2010) meningkat lebih cepat yaitu 2,14%/tahun. Demikian pula untuk jagung,
selama dua periode tersebut mengalami percepatan peningkatan produktivitas yang
cukup signifikan, yaitu dari 3,52%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi
7
6,40%/tahun pada periode 2005-2010. Sebaliknya untuk kedelai, laju pertumbuhan
produktivitasnya pada periode 2005-2010 hanya 0,94%/tahun, yang lebih lambat
dibandingkan dengan periode sebelumnya (1,26%/tahun).
Komoditas pangan selain padi secara konsisten juga mengalami
pertumbuhan produktivitas positif. Di antara komoditas pangan tersebut, jagung dan
ubikayu mengalami peningkatan produktivitas tertinggi. Peningkatan produktivitas
jagung yang tinggi disebabkan oleh introduksi varietas unggul hibrida seperti
Pioneer, BC6 dan varietas-varietas lain yang mempunyai produktivitas lebih tinggi
dibandingkan varietas non-hibrida. Peningkatan produktivitas ubikayu juga konsisten
tinggi selama 2000-2010 yang disebabkan oleh telah diintroduksinya varietas
Kasetsart berproduktvitas tinggi yang berasal dari Thailand.
Namun peningkatan produktivitas padi secara substansial sulit diharapkan
akan terjadi di masa dating sepanjang tidak ada terobosan teknologi secara
signifikan. Hasil analisis Susilowati et al (2010) menunjukkan bahwa dengan
teknologi yang ada saat ini, tingkat efisiensi teknis usahatani padi sudah mendekati
frontier yaitu lebih dari 0,9 yang berarti bahwa peningkatan produksi padi hanya
dapat dicapai melalui peningkatan luas areal panen.
Produksi tiga komoditas pangan utama, yaitu padi, jagung dan kedelai,
selama dua kurun waktu yang dianalisis, mengalami peningkatan yang cukup
substansial. Dari periode waktu 2000-2005 ke periode 2005-2010, laju pertumbuhan
produksi padi mengalami percepatan dari 1,24%/tahun menjadi 4,41%/tahun, untuk
jagung dari 4,43%/tahun menjadi 10,41%/tahun dan untuk kedelai yang pada
periode sebelumnya mengalami pertumbuhan negatif (-4,44%/tahun) pada periode
berikutnya meningkat menjadi 4,66%/tahun. Percepatan laju pertumbuhan dalam
periode 2005-2010 tersebut, seperti telah diuraikan sebelumnya, tidak terlepas dari
adanya program swasembada berkelanjutan padi dan jagung yang didukung oleh
penggunaan benih unggul bermutu dan dukungan subsidi harga pupuk serta
program pemberantasan OPT. Untuk komoditas pangan lainnya, percepatan laju
pertumbuhan produksi yang cukup tinggi pada kurun waktu 2005-2010 hanya terjadi
pada ubikayu, yaitu dari 3,99%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi
5,42%/tahun pada periode 2005-2010, sementara komoditas-komoditas lainnya
cenderung mempunyai laju pertumbuhan yang melambat.
8
3.1.2. Tanaman Hortikultura
Tanaman hortikultura meliputi buah-buahan, sayuran, tanaman hias
(florikultura), dan tanaman obat (biofarmaka). Berdasarkan Kepmentan Nomor
511/Kpts/PD.9/2006, komoditas hortikultura yang perlu ditangani adalah sebanyak
323 jenis, yang terdiri dari buah-buahan 60 jenis, sayuran 80 jenis, tanaman hias
117 jenis, dan tanaman obat 66 jenis. Secara umum, komoditas hortikultura
bercirikan: jenisnya sangat banyak tetapi masing-masing jenis dibutuhkan dalam
jumlah yang relatif kecil, mudah rusak dan life time-nya pendek, pada umumnya
dibutuhkan dalam bentuk segar, dan tergantung pada selera konsumen yang
cenderung cepat berubah.
Komoditas hortikultura, khususnya buah-buahan dan sayuran, merupakan
komoditas strategis karena perannya yang penting dalam pencapaian Pola Pangan
Harapan (PPH) untuk memenuhi ‘gizi bermutu dan berimbang’. Komoditas
hortikultura selain menjadi sumber karbohidrat, protein, dan lemak nabati, juga
menjadi sumber yang sangat penting untuk vitamin, mineral, serat, antioksidan,
senyawa yang berkhasiat obat, dan senyawa-senyawa berguna lainnya. Oleh
karena itu, produk hortikultura perlu selalu tersedia setiap saat dalam jumlah yang
cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, harga terjangkau, serta mudah diakses
oleh seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat sebagai konsumen merupakan pasar
sangat potensial, yang dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan tingkat konsumsi
hortikultura.
Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomis tinggi, sehingga usaha
komoditas ini dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat petani dan pelaku
usaha lainnya, baik yang berskala mikro, kecil, menengah maupun besar. Usaha
hortikultura mempunyai keunggulan karena mempunyai nilai ekonomi tinggi,
jenisnya sangat beragam, ketersedian sumber daya (alam, buatan dan manusia)
yang cukup banyak dan teknologi pendukung, serta potensi pasar di dalam dan luar
negeri yang terus meningkat.
Produk hortikultura buah-buahan dan sayuran merupakan bahan pangan
sebagai sumber utama vitamin, mineral, serat, antioksidan, dan energi yang sangat
baik bagi kesehatan. Di samping dikonsumsi segar, produk buah-buahan, sayuran
9
dan tanaman obat juga berperan sebagai bahan dasar produk olahan dalam industri
pangan dan industri kesehatan.
Produksi komoditas hortikultura dari tahun ke tahun cenderung meningkat,
khususnya buah-buahan, sayuran, tanaman obat dan beberapa jenis tanaman hias.
Peningkatan produksi buah-buahan dan sayuran dilatarbelakangi oleh besarnya
permintaan buah-buahan dan sayuran akibat pertambahan penduduk, peningkatan
kesadaran masyarakat akan manfaat buah dan sayur bagi kesehatan serta
peningkatan kesejahteraan.
Upaya peningkatan produksi hortikultura dilakukan melalui perluasan areal
panen dan peningkatan produktivits. Secara garis besar, berdasarkan kelompok
komoditas hortikultura, dalam periode 2000-2005, keseluruhan produksi komoditas
hortikultura meningkat 8,31%/tahun (Tabel 3.1.2). Peningkatan terbesar terjadi
pada kelompok tanaman hias yaitu 14,91%/tahun, menyusul kelompok tanaman
obat 12,26%/tahun, diikuti kelompok buah-buahan 11,93%/tahun dan kelompok
sayuran 2,52%/tahun. Namun demikian kinerja yang baik tidak dapat dipertahankan
pada periode 2005-2010, dimana laju peningkatan produksi pada periode tersebut
melambat menjadi hanya 2,90%/tahun. Hal ini terjadi karena penurunan produksi
pada semua kelompok komoditas, terutama kelompok tanaman buah-buahan.
Tabel 3.1.2. Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010.
Kelompok Komoditas
Luas Panen Produktivitas Produksi
Laju (%/th) Luas 2010
(000’ha)
Laju (%/th) Provitas 2010 (t/ha)
Laju (%/th) Produksi 2010
(000’ t) 2000- 2005
2005- 2010
2000- 2005
2005- 2010
2000- 2005
2005- 2010
Buah-buahan 6,14 -0,01 719,8 9,83 1,14 23,9 11,79 2,92 19.929
Sayuran 2,76 2,65 1.103,9 0,15 0,12 9,6 2,88 2,52 10.454
Tanaman Obat 7,83 -1,89 17,9 3,76 1,60 20,5 12,26 7,57 485
Tanaman Hias -7,81 -1,72 1,9 28,56 12,79 199,9 14,91 8,49 314
Total 4,09 1,50 1.843,4 4,23 1,40 16,9 8,31 2,90 31.181
Sumber: Ditjen Hortikultura, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 ditunjukkan Lampiran 3.1.4 s/d Lampiran 3.1.6.
Peningkatan produksi yang cukup besar pada periode tahun 2000-2005
terutama karena peningkatan luas panen terutama tanaman obat (7,83%/tahun)
dan tanaman buah-buahan (6,14%/th) serta peningkatan produktivitas yang cukup
cepat pada tanaman hias (28,56%/th). Dalam periode 2005-2010, pertumbuhan
10
produksi yang dicapai dapat terjadi karena peningkatan produktivitas, sementara
luas panen pada kelompok tanaman buah-buahan, tanaman obat dan tanaman hias
menunjukkan penurunan.
Dengan produksi seperti diatas, konsumsi buah-buahan dan sayuran masing-
masing berada pada tingkat 32,59 kg dan 40,66 kg per kapita per tahun. Tingkat
konsumsi tersebut masih di bawah rekomendasi Organisasi Pangan Dunia (FAO)
yaitu 73 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi buah-buahan dan sayuran masyarakat
Indonesia relatif tertinggal dibandingkan dengan di negara-negara lainnya di Asia
Tenggara, apalagi dibandingkan dengan negara-negara maju. Permintaan konsumen
yang rendah mengakibatkan jumlah produksi tidak mampu didorong hingga melebihi
jumlah permintaan. Oleh karena itu, konsumsi komoditas hortikultura perlu
dinaikkan. Produk hortikultura umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar, namun
demikian pengembangan pasar produk olahan meningkat pesat. Sejalan dengan itu
permintaan bahan baku produk hortikultura untuk industri terus meningkat.
Gambaran perkembangan produksi komoditas utama tanaman buah-buahan,
tanaman sayur, tanaman hias dan tanaman obat dapat diuraikan sebagai berikut.
Buah-buahan dan Sayuran
Komoditas buah-buahan yang mempunyai luas areal terbesar pada tahun
2010 adalah mangga yaitu 131 ribu ha. Dengan produktivitas sekitar 10 ku/ha, maka
produksi mangga mencapai 1,3 juta ton. Produksi buah-buahan terbesar adalah
pisang yaitu sekitar 5,8 juta ton, sementara produksi terkecil adalah jambu biji, yaitu
sekitar 204 ribu ton (Tabel 3.1.3). Produksi buah-buahan tumbuh rata-rata
14,37%/tahun pada periode 2000-2005, namun kemudian melambat cepat menjadi
hanya 1,91%/tahun selama periode 2005-2010. Pertumbuhan produksi buah-buahan
yang tinggi dipacu oleh pertumbuhan produksi pepaya dan nenas yaitu masing-
masing 5,36% dan 5,30% per tahun. Pertumbuhan produksi nenas lebih bersumber
dari peningkatan produktivitas, sedangkan pertumbuhan produksi pepaya lebih
bersumber dari perluasan areal yang mencapai 7,81%/tahun.
Sementara komoditas sayuran yang mempunyai luas areal terbesar pada
tahun 2010 adalah cabai, yang mencapai 237,5 ribu ha. Selain itu, produktivitas
cabai juga terbesar dibandingkan dengan sayuran lainnya. Produktivitas cabai pada
11
tahun yang sama mencapai 5,61 ton/ha dan produksinya mencapai 1,33 juta ton.
Produksi sayuran terbesar adalah kubis yaitu sekitar 1,38 juta ton, sedangkan
produksi terkecil adalah bawang putih, yaitu hanya sekitar 12,3 ribu ton.
Tabel 3.1.3. Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman
Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2000-2010.
Komoditas
Luas Areal Panen Produktivitas Produksi Laju (%/th) Luas
2010 (000’ha)
Laju (%/th) Provitas2010 (t/ha)
Laju (%/th) Produksi 2010
(000’ t) 2000-2005
2005-2010
2000-2005
2005-2010
2000-2005
2005-2010
Buah: Alpukat 6,69 5,09 20,5 3,71 -4,07 10,96 10,41 1,02 225,1Durian 10,25 2,8 46,1 8,89 -2,68 10,65 19,15 0,13 491,2Jb Biji 3,81 2,19 10,0 9,43 1,19 20,45 13,24 3,38 204,1Jeruk 15,81 -4,03 57,0 12,38 1,04 35,66 28,18 -2,99 2.032,7Mangga 31,62 -3,54 131,3 -20,75 5,69 10,00 10,87 2,16 1.313,5Nenas 7,48 -2,52 12,1 8,18 7,81 114,61 15,66 5,30 1.390,4Pepaya -3,00 4,45 9,4 9,87 0,91 74,21 6,87 5,36 695,2Pisang 6,84 2,33 101,8 -1,28 1,62 57,11 5,56 3,95 5.814,6Rambutan 10,34 2,22 79,3 9,01 -3,31 6,53 19,36 -1,09 517,6Manggis 12,45 3,97 10,2 6,64 1,66 8,26 17,00 5,41 84,5
Total 9,98 1,00 477,8 4,38 0,91 37,80 14,37 1,91 12.768,9Sayur:
Bw Merah 0,86 5,09 109,5 -2,75 1,88 9,58 -1,88 6,96 1.048,2Bw Putih -4,03 -12,00 1,8 -16,05 0,94 6,79 -20,08 -11,05 12,3Cabai 4,11 4,64 237,5 21,88 0,004 5,61 25,97 4,65 1.332,4K Panjang 11,48 0,02 85,9 -1,75 0,83 5,68 9,71 0,86 488,3Kentang -0,71 2,69 66,5 -6,55 -0,51 15,95 -7,26 2,18 1.060,6Ketimun 3,38 0,56 56,9 15,33 -1,16 9,61 18,69 -0,59 546,9Kol/Kubis -0,71 3,61 67,4 1,98 -1,97 20,55 1,27 1,65 1.384,7Terung 5,57 1,87 52,3 -0,20 6,42 9,74 5,36 8,29 509,1Tomat 3,41 3,05 61,4 0,45 4,50 14,51 3,84 7,54 890,2Wortel 5,56 1,90 27,2 2,3 -3,60 15,00 7,86 -1,70 408,3Rata-rata 3,12 0,70 766,4 1,93 0,61 11,49 5,04 1,31 7.680,8
Sumber: Ditjen Hortikultura, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 diperlihatkan pada Lampiran 3.1.7 s/d Lampiran 3.1.9 untuk
buah-buahan, dan Lampiran 3.1.10 s/d Lampiran 3.1.12 untuk sayuran.
Total produksi sayuran tumbuh rata-rata sekitar 5,04%/tahun selama periode
2000-2005, namun kemudian laju pertumbuhannya melambat menjadi hanya
1,31%/tahun selama periode 2005-2010. Pertumbuhan pada periode 2000-2005
yang tinggi dipacu oleh pertumbuhan produksi cabai dan ketimun yaitu masing-
masing 25,97% dan 18,69% per tahun. Sementara pertumbuhan pada periode
2005-2010 terutama dipacu oleh pertumbuhan produksi terung dan tomat masing-
masing 8,29% dan 7,54% per tahun. Pertumbuhan produksi cabai dan ketimun
pada periode 2000-2005 karena adanya peningkatan produktivitas, yaitu masing-
12
masing 21,88% dan 15,33% per tahun. Pertumbuhan produksi terung pada periode
2000-2005 karena adanya peningkatan luas areal 5,57%/tahun, sedangkan
pertumbuhan tomat dipacu oleh peningkatan produktivitas yang mencapai
4,5%/tahun.
Tanaman Obat dan Tanaman Hias
Untuk tanaman obat, pada tahun 2010, tanaman jahe menunjukkan areal
panen terluas, yaitu sekitar 6,1 ribu ha (Tabel 3.1.4). Kemudian berturut-turut diikuti
oleh kunyit (4,6 ribu ha), dan lengkuas (2,1 ribu ha). Sementara tanaman obat
dengan areal panen terkecil adalah temu kunci, yaitu hanya 274 ha. Sesuai dengan
luas areal panen, produksi tanaman jahe adalah yang paling besar, yaitu 107,7 ribu
ton. Kemudian diikuti berturut-turut oleh kunyit (107,4 ribu ton), lengkuas (59 ribu
ton) dan kencur (29,6 ribu ton).
Tabel 3.1.4. Laju Pertumbuhan Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2000-2010.
Komoditas
Luas Areal Panen Produktivitas Produksi Laju (%/th) Luas
2010 (ha)
Laju (%/th) Provitas 2010
(ku/ha)
Laju (%/th) Produksi 2010 (ton)
2000-2005
2005-2010
2000-2005
2005-2010
2000-2005
2005-2010
Tanaman Obat: Jahe 2,13 -2,88 6.054 -2,10 -3,03 17,80 0,19 -5,52 107.730 Kunyit 20,50 -0,62 4.558 4,13 5,17 23,60 24,90 4,02 107.380 Kencur 19,71 -8,53 1.923 6,51 5,62 15,40 26,41 -3,49 29.640 Lengkuas -4,87 7,13 2.062 7,29 2,50 28,60 3,60 9,83 58.960 Temulawak 23,47 -0,55 1.373 8,22 6,36 19,40 29,62 4,96 26.670 Kapulaga 3,89 -4,81 541 21,15 22,38 52,70 22,69 23,36 28.550 Temuireng 9,17 -3,50 376 16,60 5,14 19,00 26,00 1,39 7.140 Lempuyang 10,81 0,80 411 2,33 2,49 20,70 13,29 3,18 8.520 Temukunci 74,90 8,14 274 -27,26 7,25 15,90 61,46 15,74 4.360 Sambiloto 85,76 10,11 167 -9,19 6,24 23,10 97,66 15,52 3.850
Total 17,75 -0,54 4,10 5,99 23,70 23,13 5,94 42.110 Tanaman Hias:
Melati -7,07 -48,56 102 16,42 35,58 21,26 9,10 1,33 21.600 Krisan 0,13 32,40 1.002 39,92 -12,87 18,48 35,82 25,61 185.230 Mawar -21,13 -1,81 384 9,12 6,29 21,42 -7,10 7,38 82.350 Sedap Malam 6,20 -46,21 62 15,94 37,41 95,11 22,47 15,49 59.300 Gladiol -34,46 -23,05 41 39,42 14,62 24,72 23,83 -7,65 10.060 Anggrek 12,75 3,39 139 6,72 8,87 10,10 17,29 12,18 14.050 Palem -4,20 -2,68 48 4,07 9,68 2,28 -0,89 6,77 1.100 Anthurium 2,35 -1,35 25 23,03 22,38 30,40 27,22 25,43 7.660 Heliconia -2,06 9,51 27 18,38 15,41 11,17 18,92 22,28 2.960 Anyelir 7,08 5,43 24 -8,13 23,13 31,29 -4,25 30,36 7.610
Total -3,70 -2,71 16,50 13,88 27,22 14,81 15,32 41.150
Sumber: Ditjen Hortikultura, diolah. Keterangan: Satuan produktivitas dan produksi tanaman hias masing-masing adalah tangkai/m2 dan juta
tangkai; Data series 2000-2010 ditunjukkan pada Lampiran 3.1.13 s/d Lampiran 3.1.15 untuk tanaman obat, dan Lampiran 3.1.16 s/d Lampiran 3.1.18 untuk tanaman hias.
13
Produktivitas kapulaga adalah yang terbesar, yaitu 5,27 ton/ha, kemudian
berturut-turut diikuti oleh lengkuas (2,86 ton/ha), kunyit (2,36 ton/ha) dan
lempuyang (2,07 ton/ha). Sementara itu, tanaman obat yang produktivitasnya
terkecil adalah kencur, yaitu hanya 1,54 ton/ha.
Produksi tanaman obat tumbuh rata-rata sekitar 23,13%/tahun selama
periode 2000-2005, namun kemudian tumbuh hanya 5,94%/tahun selama periode
2005-2010. Pertumbuhan yang tinggi pada periode 2000-2005 dipacu oleh
pertumbuhan produksi sambiloto dan temu kunci masing-masing 97,60% dan
61,46% per tahun. Produksi sambiloto yang meningkat drastis ini karena
peningkatan areal, yaitu 85,76%/tahun, walaupun produktivitasnya menurun
9,19%/tahun.
Untuk tanaman hias, pada tahun 2010, tanaman yang mempunyai areal
panen terluas adalah krisan yaitu 1.002 ha, diikuti berturut-turut oleh mawar (384
ha), anggrek (139 ha) dan melati (102 ha). Seperti pada luas areal panen, produksi
krisan adalah yang terbesar, yaitu 185,23 juta tangkai, namun produktivitasnya
hanya 18,48 tangkai/m2. Produktivitas bunga sedap malam adalah yang terbesar
dibandingkan dengan tanaman hias lainnya, yaitu 95,11 tangkai/m2, diikuti berturut-
turut oleh anyelir (31,29 tangkai/m2), anthurium (30,40 tangkai/m2) dan gladiol
(24,72 tangkai/m2).
Produksi tanaman hias tumbuh rata-rata 14,80%/tahun selama periode 2000-
2005, kemudian meningkat lebih cepat menjadi 15,32%/tahun selama periode 2005-
2010. Pertumbuhan produksi yang tinggi pada periode 2000-2005 dipacu oleh
pertumbuhan produksi krisan dan anthurium yang tumbuh dengan laju masing-
masing sebesar 35,82% dan 27,22% per tahun. Sementara pertumbuhan produksi
yang tinggi pada periode 2005-2010 dipacu oleh pertumbuhan produksi anyelir dan
krisan yang sangat tinggi yaitu masing-masing 30,36% dan 25,61% per tahun.
Pertumbuhan produksi krisan pada periode 2000-2005 karena adanya peningkatan
luas areal, yaitu 32,40%/tahun, sedangkan pertumbuhan produksi anthurium pada
periode 2000-2005 karena adanya peningkatan produktivitas, yaitu 23,03%/tahun.
14
3.1.3. Tanaman Perkebunan
Tanaman perkebunan terdiri diri tanaman tahunan atau tanaman keras
(perennial crops) dan tanaman setahun/semusim (annual/seasonal crops). Tanaman
keras utama adalah kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, kopi, teh, dan cengkeh,
sedangkan tanaman setahun/semusim utama adalah tebu/gula, tembakau, dan
lada1. Hampir semua jenis komoditas perkebunan tersebut, kecuali tebu/gula dan
tembakau, merupakan komoditas ekspor andalan dan sumber devisa penting (net
exporter) di subsektor perkebunan, bahkan di sektor pertanian. Sementara produksi
komoditas tebu/gula dan tembakau masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan
di dalam negeri sehingga masih perlu diimpor (net importer). Posisi komoditas
tembakau masih dilematis karena di satu sisi merupakan salah satu sumber
pendapatan penting bagi petani dan negara dari cukai tembakau dan rokok,
sedangkan dari sisi lain kurang mendukung kesehatan dan bertentangan dengan
konvensi tembakau dunia yang sudah diratifikasi oleh seluruh negara di dunia
kecuali Indonesia.
Tabel 3.1.5. Laju Pertumbuhan Luas Areal Total dan Produksi Tanaman Perkebunan Utama, 2000-2010.
Komoditas
Luas Areal Total Produksi Laju (%/tahun) Luas
2010 (000’ ha)
Laju (%/tahun) Produksi 2010
(000’ t) 2000- 2005
2005- 2010
2000- 2005
2005- 2010
Kelapa Sawit 4 ,98 7 ,30 8.036,4 10,15 8,09 23.712,0Kelapa 0 ,23 0 ,04 3.808,3 0,08 1,14 3.266,4Karet -0 ,64 0 ,94 3.445,1 8,33 1,22 2.591,9Kakao 8 ,90 6 ,63 1.651,5 10,97 2,39 844,6Kopi -0 ,28 -0 ,15 1.268,5 3,11 1,04 684,1Cengkeh 1 ,36 1 ,11 470,0 3,88 7,06 110,8Tebu/Gula 1 ,51 2 ,45 434,3 5,31 4,43 2.694,2Tembakau -4 ,94 1 ,14 193,9 -5,57 -1,58 122,3Lada 4 ,16 -0 ,82 186,3 1,26 1,84 84,2Teh -2 ,05 -2 ,51 124,6 0,34 -0,79 150,3Sumber: Ditjen Perkebunan, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 ditunjukkan pada Lampiran 3.1.19 s/d Lampiran 3.1.22.
1 Komoditas perkebunan lain adalah jambu mete, panili, pala, serat-seratan (kapas, rami, dll) dan
minyak-minyakan (jarak pagar, jarak kepyar), dan lain-lain tidak dicakup dalam analisis ini karena produksinya masih sangat terbatas.
15
Pola pertumbuhan luas areal, produktivitas dan produksi komoditas
perkebunan selama 2000-2010 ditunjukkan pada Tabel 3.1.5. Pola pertumbuhan
umumnya mengalami perubahan selama periode lima tahun terakhir (2005-2010)
dibanding selama periode lima tahun sebelumnya (2000-2005). Kelapa sawit
mengalami laju pertumbuhan luas areal total yang makin spektakuler, yaitu dari
4,98%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi 7,30%/tahun pada periode 2005-
2010 sehingga pada tahun 2010 mencapai luas lebih dari 8 juta ha, yang merupakan
areal komoditas perkebunan paling luas dengan pangsa 41% dari total luas areal 10
komoditas perkebunan utama yang dianalisis seluas sekitar 19,6 juta ha. Demikian
pula produktivitasnya yang pada periode 2000-2005 menurun, pada periode 2005-
2010 meningkat cukup cepat sehingga pada tahun 2010 mencapai lebih dari 4,3 ton
minyak sawit per ha per tahun. Perkembangan luas areal total yang cepat tersebut
diikuti oleh perkembangan luas areal produktif yang juga cepat. Dengan
pertumbuhan produktivitas yang cepat tersebut menyebabkan laju pertumbuhan
produksinya juga sangat cepat walaupun mengalami pelambatan, yaitu dari
10,15%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi 8,09%/tahun pada periode 2005-
2010 sehingga pada tahun 2010 mencapai produksi hampir 24 juta ton minyak
sawit.
Laju pertumbuhan produksi yang spektakuler pada komoditas kelapa sawit
tersebut dipicu oleh kenaikan harga CPO di pasar dunia yang cepat sebagai akibat
dari meningkatnya permintaan dunia akan komoditas ini dan meningkatnya harga
minyak mentah (crude oil) dunia. Insentif harga yang makin tinggi tersebut
menyebabkan sebagian areal komoditas perkebunan lain dan bahkan areal
komoditas pangan terkonversi menjadi areal kelapa sawit, utamanya di pulau
Sumatera dan Kalimantan. Namun pembukaan hutan secara besar-besaran untuk
perluasan areal kelapa sawit mendapatkan kritikan dari berbagai negara lain karena
kegiatan tersebut dinilai dapat mengganggu keseimbangan alam dunia, dimana
Indonesia mempunyai peranan sangat penting dalam menjaga areal rain forest
sebagai salah satu paru-paru dunia. Karena itu pada tahun 2011 dilakukan
moratorium kelapa sawit untuk mengendalikan penebangan hutan untuk perluasan
areal kelapa sawit.
16
Tanaman perkebunan lainnya yang luas areal dan produksinya juga
mengalami pertumbuhan sangat cepat adalah kakao, walaupun pada periode 2005-
2010 melambat dibanding pada periode 2000-2005. Karena pertumbuhan luas
arealnya yang melambat pada periode 2005-2010, maka luas arealnya pada tahun
2010 mencapai 1,65 juta ha lebih, yang menempati urutan keempat (8,42%)
sesudah kelapa sawit, kelapa dan karet. Walaupun produktivitasnya meningkat
makin cepat, produksinya mengalami pelambatan pertumbuhan yang drastis yaitu
dari 10,97%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi hanya 2,39%/tahun pada
periode 2005-2010.
Laju pertumbuhan luas areal yang cepat pada tanaman kakao disebabkan
oleh permintaan pasar dan harga dunia yang meningkat, walaupun sebagian areal
kakao dikonversi menjadi areal kelapa sawit di beberapa wilayah, utamanya
Sumatera. Namun masalah paling berat yang dialami komoditas kakao adalah
meluasnya hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di wilayah sentra kakao Sulawesi
Selatan yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan produksi kakao nasional
selama periode 2005-2010. Program Gerakan Nasional Kakao (Gernas Kakao)
berupaya mengatasi masalah hama PBK tersebut, disamping memperbaiki mutu
buah kakao rakyat yang masih rendah karena tidak difermentasi. Jika masalah hama
PBK dapat diatasi secara lebih baik, maka laju pertumbuhan produksi tersebut bisa
dipacu menjadi lebih cepat lagi di masa datang.
Luas areal komoditas karet hanya mengalami percepatan pertumbuhan yang
sangat marjinal pada periode 2005-2010 dibanding pertumbuhan pada periode
2000-2005 yang menurun, namun produksinya mengalami pelambatan laju
pertumbuhan yang sangat signifikan, yaitu dari 8,33%/tahun pada periode 2000-
2005 menjadi hanya 1,22%/tahun pada periode 2005-2010. Perkembangan ini
terkait dengan laju permintaan karet di pasar dunia yang sedikit melemah karena
terjadinya resesi ekonomi di negara-negara maju seperti AS, Eropa dan Jepang,
dimana laju permintaan terhadap otomotif melambat yang berdampak pada
melambatnya pertumbuhan permintaan akan ban kendaraan bermotor yang bahan
baku utamanya adalah karet alam.
Luas areal kopi terus menurun, namun pertumbuhan produksinya masih
positif walaupun melambat pada periode 2005-2010 dibanding pada periode 2000-
17
2005. Persaingan dengan kopi asal negara-negara lain, utamanya Brazil dan Vietnam
yang mutu kopinya lebih bagus (jenis Arabika), berdampak menekan pertumbuhan
produksi kopi Indonesia yang mutunya kurang bagus (jenis Robusta). Disamping itu,
peranan kopi Indonesia lebih banyak sebagai bahan pencampur (blending material)
di negara-negara pengimpor utama seperti AS, Eropa dan Jepang.
Untuk komoditas tebu/gula, luas arealnya terus meningkat dengan laju yang
makin cepat, yaitu dari 1,51%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi 2,45%/tahun
pada periode 2005-2010. Namun pertumbuhan produksinya sedikit melambat dari
5,31% menjadi 4,43% per tahun, yang masih tergolong cukup cepat. Perkembangan
yang cukup pesat ini disebabkan oleh adanya program pemerintah yaitu revitalisasi
perkebunan (utamanya program “bongkar ratoon”) dan revitalisasi pabrik gula.
Revitalisasi kebun tebu telah mampu meningkatkan produktivitas tebu per ha dan
kandungan gula dalam nira tebu, sedangkan revitalisasi pabrik gula telah dapat
memperbaiki kapasitas ekstraksi nira dari tebu dan rendemen gula yang
dihasilkannya walaupun masih terbatas.
Luas areal dan produksi komoditas teh mengalami kemunduran, yang
disebabkan oleh adanya persaingan yang makin ketat dari produk-poduk teh dari
luar negeri. Disamping itu, pertumbuhan yang pesat pada industri air mineral dan
minuman ringan (soft drink) lainnya juga berdampak negatif terhadap
perkembangan teh nasional. Walaupun industri teh sudah mencoba memproduksi
produk-produk baru dengan berbagai kemasan (teh hijau, dan lain-lain), masih
belum mampu mendongkak pertumbuhan produksi komoditas ini.
Komoditas tembakau juga mengalami pertumbuhan produksi yang negatif,
yang disebabkan oleh tidak adanya lagi dukungan pemerintah dalam perluasan
areal, disamping turunnya permintaan rokok per kapita di dalam negeri karena
makin mahalnya harga rokok sebagai akibat dari cukai rokok yang makin tinggi,
disamping karena kesadaran masyarakat yang makin tinggi akan pentingnya arti
hidup sehat. Karena itu banyak industri rokok yang tutup, utamanya yang berskala
kecil, sehingga total permintaan akan tembakau produksi lokal oleh industri rokok
dalam negeri menurun. Bersamaan dengan itu, laju permintaan dunia akan daun
dan produk tembakau juga melambat karena meningkatnya kesadaran masyarakat
dunia akan bahaya asap rokok terhadap kesehatan.
18
Dilihat dari segi manajamennya, komoditas perkebunan diproduksi oleh rakyat
(Perkebunan Rakyat/PR) dan perusahaan besar baik milik negara (Perkebunan Besar
Negara/PBN) maupun milik swasta (Perusahaan Besar Swasta/PBS). Produksi lada
seluruhnya dihasilkan oleh PR, sementara produksi beberapa komoditas lainnya
sebagian besar dihasilkan oleh PR dan sebagian kecil oleh perusahaan perkebunan
besar (BPN dan PBS), yaitu kelapa, kakao, karet, kopi, cengkeh, tembakau, dan
tebu/gula (Tabel 3.1.6). Peranan PBS dalam memproduksi gula dan tembakau cukup
signifikan. Komoditas yang lebih banyak diproduksi oleh perkebunan besar adalah
kelapa sawit, utamanya PBS.
Tabel 3.1.6. Pangsa Produksi Komoditas Perkebunan Menurut Tipe Manajemen, 2010 (%).
Komoditas Perkebunan
Rakyat Perkebunan Besar
Total Negara Swasta
Kelapa sawit 38,81 10,40 50,79 100 Kelapa 97,45 0,07 2,48 100 Karet 79,68 9,74 10,58 100 Kakao 91,60 4,36 4,03 100 Kopi 95,81 2,10 2,09 100 Cengkeh 98,25 0,30 1,45 100 Tebu/Gula 51,32 13,66 35,02 100 Tembakau 66,98 2,29 30,37 100 Lada 100,00 0 0 100 Teh 23,14 52,57 24,29 100
Sumber: Ditjen Perkebunan, diolah.
Daya saing suatu komoditas dapat diukur dengan berbagai indikator, yang
salah satunya adalah pangsa produksi di tingkat dunia dan perkembangannya
selama periode tertentu. Tabel 3.1.7 menunjukkan bahwa tiga komoditas
perkebunan Indonesia mempunyai pangsa produksi sangat tinggi pada tahun 2010
dan menempati posisi pertama di dunia di antara sekian banyak negara produsen,
yaitu cengkeh dan kelapa sawit, dengan pangsa produksi masing-masing 69,44%
dan 47,08% pada tahun 2010. Posisi kedua di dunia ditempati oleh minyak kopra
(CCO), karet, kakao biji dan lada, yang pada tahun 2010 mempunyai pangsa
produksi masing-masing 24,58%, 26,46%, 19,15% dan 14,21%. Sementara posisi
ke tiga, enam, delapan dan tujuh belas masing-masing diduduki oleh kopi biji,
19
tembakau, teh dan gula dengan pangsa produksi pada tahun 2010 masing-masing
9,58%, 2,74%, 3,32% dan 1,23%.
Tabel 3.1.7. Posisi Indonesia dalam Produksi Komoditas Perkebunan Utama Dunia, 2005 dan 2010.
Komoditas
Pangsa (%) Peringkat Indonesia
2010
Jumlah Negara
Produsen 2010
2005 2010
Cengkeh 74,51 69,44 1 10 Kelapa sawit a) 45,01 47,08 1 43 Kelapa b) 22,65 24,58 2 73 Karet 24,13 26,46 2 29 Kakao 15,86 19,15 2 59 Lada 20,44 14,21 2 41 Kopi 8,73 9,58 3 76 Tembakau 2,27 2,74 6 128 Teh 4,90 3,32 8 46 Gula 1,45 1,23 17 119 Sumber: FAOStat (2012), diolah. Keterangan: a) Crude Palm Oil (CPO) & Palm Kernel Oil (PKO) b) Crude Copra Oil (CCO)
Pangsa produksi Indonesia pada tahun 2010 ada yang meningkat dan ada
yang menurun disbanding pada tahun 2005. Komoditas yang pangsa produksinya
meningkat adalah kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, dan kopi, yang menunjukkan
bahwa dayasaing keenam komoditas tersebut makin tinggi. Sementara komoditas
yang pangsa produksnya menurun adalah cengkeh, lada, teh dan gula, yang
menunjukkan bahwa dayasaing keempat komoditas tersebut melemah. Untuk
cengkeh, walaupun pangsa produksinya menurun, tetap mendominasi produksi
cengkeh dunia.
Posisi Indonesia yang bervariasi dari cukup sampai dengan tertinggi tersebut
merupakan indikator bahwa Indonesia menempati posisi yang cukup sampai sangat
penting dalam memproduksi komoditas perkebunan tersebut di dunia. Di masa
datang, daya saing dan posisi Indonesia di dunia dalam memproduksi komoditas
perkebunan perlu ditingkatkan atau minimal dipertahankan jangan sampai turun.
Program-program revitalisasi perkebunan perlu ditingkatkan dengan perencanaan
dan mutu pelaksanaan yang lebih baik lagi.
20
3.1.4. Komoditas Peternakan
Populasi dan Pemotongan Ternak
Ternak dapat dikelompokkan menjadi ternak unggas (ayam buras, ayam ras
pedaging, ayam ras petelur dan itik), ternak kecil (kambing, domba, babi) dan
ternak besar (sapi potong, kerbau, kuda, sapi perah). Pada tahun 2010, populasi
seluruh jenis ternak unggas adalah 1.207,3 juta ekor (Tabel 3.1.8). Populasi terbesar
adalah ayam ras pedaging (broiler) yang merupakan 67,19% dari total populasi
unggas, sementara populasi terkecil adalah itik (2,68%). Ayam buras dan ayam ras
petelur (layer) masing-masing merupakan 23,10% dan 7,02% dari total populasi
ternak unggas.
Tabel 3.1.8. Laju Pertumbuhan Populasi Jenis Ternak Utama, 2000-2010.
Jenis Ternak Laju (%/tahun) Populasi 2010
2000- 2005
2005- 2010
Jumlah *)
Pangsa (%)
Ternak Unggas: 3,94 4,74 1.207.338 100 1. Ayam 5,97 4,69 1.174.933 97,32
Ayam Ras Pedaging 7,93 6,74 811.189 67,19 Ayam Buras 1,35 -2,57 278.954 23,10 Ayam Ras Petelur 5,35 5,32 84.790 7,02
2. Itik 0,83 6,39 32.405 2,63 Ternak Kecil: 2,28 4,09 28.536.997 100
Kambing 1,18 4,56 13.409.277 46,99 Domba 2,44 4,98 8.327.022 29,18 Babi 4,44 1,88 6.800.698 23,83
Ternak Besar: -0,67 4,12 13.445.862 100 Sapi Potong -0,53 5,18 10.569.312 78,61 Kerbau -1,43 -2,02 2.128.491 15,83 Kuda -1,48 4,32 386.708 2,88 Sapi Perah 0,81 7,24 361.351 2,69
Sumber: Ditjen Peternakan, diolah. Keterangan: *) Satuan populasi unggas dalam ribuan ekor; jenis ternak lainnya dalam ekor. Data series 2000-2010 ditunjukkan pada Lampiran 3.1.23.
Total populasi ternak unggas tumbuh rata-rata 3,94%/tahun selama periode
2000-2005 dan meningkat lebih cepat menjadi 4,74%/tahun selama periode 2005-
2010. Laju pertumbuhan yang tinggi tersebut dipacu oleh laju pertumbuhan populasi
ayam ras pedaging dan petelur yang pesat. Populasi ayam pedaging tumbuh rata-
21
rata 5,97%/tahun selama periode 2000-2005, menurun menjadi dan 4,69%/tahun
selama periode 2005-2010. Sementara itu, populasi ayam petelur tumbuh rata-rata
5,35%/tahun selama periode 2000-2005 dan sedikit menurun menjadi 5,32%/tahun
selama periode 2005-2010. Untuk ayam buras, laju pertumbuhan populasinya relatif
rendah, yaitu rata-rata 1,35%/tahun pada periode 2000-2005 dan bahkan menurun
menjadi -2,57%/tahun selama periode 2005-2010, yang berarti telah terjadi
kemunduran yang cukup cepat. Sebaliknya, populasi itik yang semula tumbuh
lambat dengan rata-rata 0,83%/tahun pada periode 2000-2005, kemudian tumbuh
sangat cepat pada periode 2005-2010 dengan rata-rata 6,39%/tahun, yang berarti
terjadi akselerasi laju pertumbuhan yang signifikan. Percepatan pertumbuhan
populasi ternak itik selama 2005-2010 diduga didorong oleh meningkatnya
permintaan akan daging itik oleh restoran termasuk K5 (tenda-tenda) di pinggir jalan
yang tumbuh sangat cepat di berbagai kota.
Total populasi ternak kecil (kambing, domba, dan babi) pada tahun 2010
adalah sekitar 28,54 juta ekor. Laju pertumbuhan populasi ketiga jenis ternak ini
memperlihatkan percepatan yang cukup signifikan dari rata-rata 2,28%/tahun pada
periode 2000-2005 menjadi 4,09%/tahun pada periode 2005-2010. Percepatan
pertumbuhan terjadi pada populasi kambing dan domba. Pada periode 2000-2005,
populasi kambing tumbuh rata-rata 1,18%/tahun, sementara populasi domba
tumbuh rata-rata 2,44%/tahun. Pada periode 2005-2010, laju pertumbuhan populasi
kambing dan domba meningkat lebih cepat menjadi masing-masing 4,56%/tahun
dan 4,98%/tahun. Sebaliknya, laju pertumbuhan populasi babi melambat dari rata-
rata 4,41%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi hanya 1,88%/tahun pada
periode 2005-2010.
Total populasi ternak besar (sapi potong, kerbau, kuda dan sapi perah) pada
tahun 2010 adalah sebesar 13,45 juta ekor. Sapi potong mempunyai jumlah populasi
terbesar yaitu sekitar 78,61% dari total populasi ternak besar. Selama periode 2000-
2005, populasi sapi potong menurun rata-rata 0,53%/tahun, namun kemudian
meningkat cepat menjadi rata-rata 5,18%/tahun selama periode 2005-2010.
Peningkatan ini diduga selain disebabkan oleh peningkatan kelahiran anak sapi
(pedet) juga karena adanya impor sapi induk dan bakalan, terutama dari Australia.
22
Pada periode yang sama, populasi ternak kerbau menurun rata-rata
1,43%/tahun selama periode 2000-2005 dan pada periode 2005-2010 menurun
lebih cepat lagi yaitu 2,02%/tahun. Sebaliknya, populasi ternak kuda dan sapi perah
memperlihatkan pertumbuhan yang makin cepat. Pada periode 2000-2005, populasi
ternak kuda menurun rata-rata 1,48%/tahun, namun pada periode 2005-2010
meningkat rata-rata 4,32%/tahun. Sementara itu, populasi sapi perah yang semula
meningkat lambat dengan rata-rata 0,81%/tahun pada periode 2000-2005,
meningkat sangat cepat dengan rata-rata 7,24%/tahun selama periode 2005-2010.
Percepatan laju pertumbuhan populasi sapi perah dipacu oleh kenaikan harga susu
segar hasil peternak yang cukup signifikan selama periode 2005-2010.
Total pemotongan ternak besar (sapi, kerbau, kuda) dan ternak kecil
(kambing, domba, babi) pada periode 2000-2005 menurun rata-rata 3,24%/tahun
tetapi pada periode 2005-2010 meningkat sangat cepat menjadi 6,35%/tahun. Ini
berarti terjadi akselerasi laju pertumbuhan yang signifikan pada periode 2005-2010
dibanding periode 2000-2005. Pada tahun 2010, jumlah pemotongan ternak besar
dan ternak kecil mencapai 10,5 juta ekor lebih.
Pemotongan sapi pada tahun 2010 sebesar 2,14 juta ekor, atau sekitar
20,26% dari populasinya. Sejalan dengan laju pertumbuhan populasi sapi potong
yang negatif (-0,53%/tahun) pada periode 2000-2005, pemotongan sapi juga
menurun rata-rata 0,53%/tahun pada periode yang sama (Tabel 3.1.9). Pada
periode 2005-2010, pemotongan sapi meningkat rata-rata 4,85%/tahun, yang lebih
rendah daripada laju pertumbuhan populasinya (5,31%/tahun). Jika laju
pertumbuhan populasi dapat dipertahankan melampaui laju peningkatan
pemotongannya, maka dapat diharapkan populasi sapi akan meningkat, sehingga
pada akhirnya akan mencapai populasi yang dapat menghasilkan produksi daging
sesuai dengan kebutuhan di masa datang.
Seperti halnya pemotongan sapi, pemotongan kerbau juga menurun pada
periode 2000-2005 (-5,60%/tahun), tetapi meningkat menjadi 3,95%/tahun pada
periode 2005-2010. Peningkatan jumlah pemotongan kerbau diduga merupakan
salah satu faktor penyebab turunnya populasi kerbau (-2,02%/tahun) selama
periode 2005-2010. Berbeda dengan sapi dan kerbau, pemotongan kuda pada
periode 2000-2005 meningkat rata-rata 8,73%/tahun, tetapi kemudian melambat
23
menjadi menjadi hanya 2,77%/tahun pada periode 2005-2010. Ada indikasi bahwa
terdapat hubungan substitusi antara daging sapi dan kerbau dengan daging kuda.
Pada saat pemotongan sapi dan kerbau menurun selama peride 2000-2005,
pemotongan kuda meningkat, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi
daging sapi dan kerbau. Demikian juga pada saat pemotongan sapi dan kerbau
meningkat selama periode 2005-2010, pemotongan kuda menurun.
Tabel 3.1.9. Laju Pertumbuhan Jumlah Pemotongan Ternak Besar dan Ternak Kecil Tercatat, 2000-2010.
Jenis Ternak Laju (%/tahun) Pemotongan 2010
2000-2005
2005-2010
Jumlah (ekor)
Pangsa (%)
Ternak Besar: Sapi*) -0,53 4,85 2.141.408 20,39 Kerbau -5,60 3,95 232.404 2,21 Kuda 8,73 -2,77 10.505 0,10
Ternak Kecil: Kambing -0,80 4,29 3.199.840 30,47 Domba -11,02 1,67 1.500.076 14,28 Babi -1,34 12,68 3.418.473 32,55
Total -3,24 6,35 10.502.706 100 Sumber: Ditjen Peternakan, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 diperlihatkan pada Lampiran 3.1.24. *) Terdiri dari sapi potong, dan sapi perah afkir.
Seperti halnya pemotongan sapi dan kerbau, pemotongan kambing, domba,
dan babi juga menurun pada periode 2000-2005 dan meningkat pada periode 2005-
2010. Selama periode 2000-2005, pemotongan kambing menurun rata-rata
0,80%/tahun tetapi kemudian meningkat menjadi 4,29%/tahun selama periode
2005-2010. Percepatan pertumbuhan pemotongan terjadi pada domba yaitu dari -
11,02%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi 1,67%/tahun pada periode 2005-
2010. Percepatan laju pertumbuhan pemotongan sangat cepat terjadi pada babi
yaitu dari -1,34%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi 12,68%/tahun pada
periode 2005-2010. Jumlah kambing, domba dan babi yang dipotong pada tahun
2010 masing-masing adalah 3,20 juta ekor, 1,50 juta ekor, dan 3,42 juta ekor.
24
Produksi Daging, Telur dan Susu
Total produksi daging pada tahun 2010 adalah sebesar 2,35 juta ton (Tabel
3.1.10). Dari total produksi daging tersebut, sebanyak 64,11% di antaranya dari
daging ayam dan 1,19% dari daging itik. Pangsa daging ternak besar (sapi, kerbau,
dan kuda) adalah sebesar 20,20%, sedangkan pangsa daging ternak kecil adalah
sebesar 14,49%.
Tabel 3.1.10. Laju Pertumbuhan Produksi Peternakan, 2000-2010.
Jenis Produk Pertumbuhan (%/th) Produksi 2010
2000-2005 2005-2010 Jumlah (ton)
Pangsa (%)
Daging: 5,65 4,32 2.347.100 100 1. Ternak Unggas: 7,26 5,15 1.532.700 65,30 a. Ayam 7,30 5,19 1.504.800 64,11
Ayam Buras 2,57 -5,08 259.800 11,07 Ayam Ras Pedaging 9,88 8,31 1.184.300 50,46 Ayam Ras Petelur 4,38 3,77 60.700 2,59
b. Itik 5,83 3,24 27.900 1,19 2. Ternak Kecil: 3,94 2,81 340.200 14,49
Kambing 3,35 7,29 77.500 3,30 Domba 8,76 -0,16 59.100 2,52 Babi 2,84 2,24 203.600 8,67
3. Ternak Besar: 2,79 2,91 474.200 20,20 Sapi 3,48 3,46 435.200 18,54 Kerbau -3,46 -2,57 37.200 1,58 Kuda 11,89 -0,52 1.800 0,08
Telur: 6,55 4,45 1.378.700 100 Ayam Ras Petelur 7,31 5,85 959.300 69,58 Ayam Buras 4,48 -3,11 167.700 12,16 Itik 5,65 5,27 251.700 18,26
Susu Sapi 2,61 11,28 927.800 100 Sumber: Ditjen Peternakan, diolah. Keterangan: Dara series 2000-2010 ditunjukkan pada Lampiran 3.1.25.
Selama periode 2000-2010, produksi daging ayam meningkat dengan laju
pertumbuhan yang melambat, yaitu dari rata-rata 7,30%/tahun pada periode 2000-
2005 menjadi 5,19%/tahun pada periode 2005-2010. Produksi daging ayam yang
sangat signifikan penurunannya adalah daging ayam buras, sesuai dengan
pertumbuhan populasinya yang negatif. Penurunan laju pertumbuhan produksi ayam
25
diduga disebabkan oleh substitusi oleh produksi daging itik yang mengalami laju
pertumbuhan populasi sangat signifikan sebagaimana telah disebutkan di muka.
Angka penurunan produksi daging ayam buras (5,08%/tahun) yang lebih cepat
daripada laju penurunan populasinya (2,57%/tahun) mencerminkan bobot badan
ayam buras makin kecil selama periode 2005-2010. Hal ini dapat disebabkan oleh
makin buruknya kondisi pemberian pakan oleh peternak ayam buras.
Selain produksi daging ayam, produksi daging ternak kecil juga meningkat
dengan pertumbuhan yang melambat, yaitu dari rata-rata 3,94%/tahun pada
periode 2000-2005 menjadi rata-rata 2,81%/tahun selama periode 2005-2010.
Pelambatan pertumbuhan produksi tertinggi terjadi pada produksi daging domba
dari rata-rata 8,75%/tahun selama 2000-2005 menjadi rata-rata -0,16%/tahun
selama periode 2005-2010. Yang sangat ironis adalah penurunan pertumbuhan
produksi daging domba terjadi pada kondisi pertumbuhan populasi yang meningkat
dari rata-rata 2,44%/tahun selama 2000-2005 menjadi rata-rata 4,98%/tahun. Hal
ini juga mencerminkan makin kecilnya bobot badan hidup ternak domba yang dapat
disebabkan oleh makin buruknya kinerja pemberian pakan domba selama periode
2005-2010 dibandingkan periode lima tahun sebelumnya. Untuk daging babi,
pertumbuhan produksinya relatif stabil dari rata-rata 2,84%/tahun pada periode
2000-2005 menjadi rata-rata 2,24%/tahun selama periode 2005-2010.
Berbeda dengan pertumbuhan produksi daging ayam dan ternak kecil,
pertumbuhan produksi daging dari ternak besar mengalami percepatan dari rata-rata
2,79%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi rata-rata 2,91%/tahun selama
periode 2005-2010. Pertumbuhan produksi daging sapi relatif stabil dari rata-rata
3,48%/tahun pada periode 2000-2005 menjadi rata-rata 3,46%/tahun selama
periode 2005-2010. Pertumbuhan produksi daging kerbau negatif selama decade
terakhir, yaitu dari rata-rata -3,46%/tahun pada peiode 2000-2005 menjadi rata-rata
-2,57%/tahun pada periode 2005-2010. Produksi daging yang pertumbuhannya
melambat sangat cepat adalah daging kuda dari rata-rata 11,89%/tahun pada
periode 2000-2005 menjadi -0,52%/tahun selama periode 2005-2010. Namun
karena pangsa daging kerbau dan daging kuda sangat kecil, maka pengaruh
penurunan produksinya tertutup oleh dominasi percepatan pertumbuhan positif
produksi daging sapi.
26
Sementara itu, produksi telur meningkat dengan laju pertumbuhan yang
menurun, yaitu dari rata-rata 7,21%/tahun pada tahun 2000-2005 menjadi
5,47%/tahun pada tahun 2005-2010. Sebaliknya, produksi susu sapi perah
meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,60%/tahun selama periode 2000-
2005 dan meningkat lebih cepat menjadi 11,63%/tahun selama periode 2005-2010.
Pada tahun 2010, produksi telur hampir mencapai 1,4 juta ton (telur ayam buras,
ayam ras petelur dan itik) sedangkan produksi susu (segar) mencapai hampir 928
ribu ton. Ayam ras petelur merupakan sumber utama produksi telur yaitu 69,58%
dari total produksi telur pada tahun 2010. Laju pertumbuhan produksi yang lebih
tinggi dari laju pertumbuhan populasi pada ayam ras petelur dan sapi perah
menunjukkan adanya peningkatan produktivitas pada kedua jenis ternak tersebut.
3.2. Perkembangan Perdagangan
3.2.1. Komoditas Pangan
Kinerja neraca perdagangan (balance of trade) komoditas pangan utama
(beras, jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu) pada periode 2000-2010
disajikan pada Table 3.2.1. Neraca perdaganagan pada tahun 2010 secara umum
bertanda negatif (defisit), yang berarti nilai impor lebih besar dibandingkan nilai
ekspornya. Neraca perdagangan positif (surplus) hanya untuk ubi jalar, namun
dengan pangsa ekspor dan impor komoditas tersebut dalam kelompok 6 komoditas
pangan utama (beras, jagung, kedelai, ubikayu, kacang tanah, dan ubi jalar) yang
sangat kecil, yaitu kurang dari 0,5%. Di antara 6 komoditas pangan utama tersebut,
komoditas kedelai mempunyai pangsa impor terbesar, kemudian berturut turut
jagung, beras, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu. Sebaliknya dilihat dari pangsa
ekspornya, komoditas pangan yang mempunyai pangsa ekspor terbesar adalah
ubikayu, kemudian berturut-turut kacang tanah, jagung, kedelai, ubi jalar dan beras
(hanya sebesar 0,7%).
Kondisi perdagangan komoditas pangan utama Indonesia sampai saat ini
masih dapat dikatakan bahwa Indonesia menjadi negara net importer, yang selain
tercermin pada neraca perdagangan yang bernilai negatif, juga laju pertumbuhan
nilai impor pada periode 2005-2010 yang secara umum lebih tinggi dibandingkan
dengan laju pertumbuhan nilai ekspornya. Misalnya untuk beras, laju pertumbuhan
27
nilai impor pada periode 2005-2010 sebesar 16,89%/tahun sedangkan nilai ekspor
pada periode yang sama menurun sebesar 33,21%/tahun. Laju pertumbuhan nilai
impor beras yang cukup tinggi pada periode 2005-2010 tersebut mengalami
peningkatan yang signifikan dibandingkan laju nilai impor pada periode sebelumnya
(2000-2005) yang mempunyai laju pertumbuhan menurun (-32.3%/tahun). Apabila
perkembangan laju pertumbuhan nilai impor beras yang meningkat pada periode
2005-2010 dikaitkan dengan laju pertumbuhan produksinya pada periode yang
sama, yang juga mengalami peningkatan, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan
produksi pada periode tersebut tidak mampu menutup kebutuhan beras, baik untuk
konsumsi maupun untuk keperluan stok nasional, sehingga diperlukan peningkatan
jumlah beras yang diimpor.
Tabel 3.2.1. Laju Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Pangan Utama, 2000-2010.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2010
(US$’000)
Laju (%/th) Nilai 2010
(US$’000)
Pangsa 2010 (%)
Laju (%/th) Nilai 2010
(US$’000)
Pangsa 2010 (%)
2000-2005
2005-2010
2000-2005
2005-2010
Beras -25.30 -33.21 435 0.70 -32.30 16.89 209,443 12.34 -209,008 Jagung 8.71 17.19 11,235 18.04 -19.78 27.23 409,623 24.14 -398,388 Kedelai 68.74 4.21 5,709 9.17 4.57 2.83 758,388 44.69 -752,679 Kc.Tanah 26.85 -0.16 11,545 18.53 18.68 33.17 199,695 11.77 -188,150 Ubi Jalar 33.75 -12.20 4,768 7.65 63.69 -99.52 41 0.00 4,727 Ubi Kayu 9.79 16.80 28,596 45.91 179.84 18.80 119,644 7.05 -91,048
Total 13.88 4.79 62,288 100 -2.39 10.07 1,696,834 100 -1,634,546
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 ditunjukkan pada Lampiran 3.2.1 s/d Lampiran 3.2.3.
Laju pertumbuhan nilai ekspor pada periode 2005-2010 secara umum dapat
dikatakan mengalami perlambatan dibandingkan pada periode sebelumnya (2000-
2005) kecuali untuk pertumbuhan nilai ekspor ubi kayu dan jagung yang cenderung
menguat. Laju pertumbuhan nilai ekspor beras, kacang tanah dan ubi jalar bertanda
negatif yang artinya nilai ekspor komoditas tersebut cenderung menurun, sebaliknya
pertumbuhan nilai ekspor jagung dan ubi kayu cenderung meningkat dengan laju
masing-masing sebesar 17,19%/tahun dan 16,80%/tahun.
28
3.2.2. Komoditas Hortikultura
Di pasar domestic, produk hortikultura Indonesia saat ini sebagian besar
masuk ke pasar tradisional, dan proporsi produk buah dan sayur domestik di pasar
modern baru mencapai masing-masing sekitar 21,4% dan 16,2%, dan terus tumbuh
sejalan dengan berkembangnya peran pasar modern. Saat ini, setidaknya terdapat
2.000 unit pasar modern dan 5.000 toko yang memasarkan produk hortikultura.
Kinerja perdagangan produk hortikultura di pasar domestik tersebut dinilai belum
menggembirakan. Disamping masih banyak produk dengan mutu produk yang
belum terstandar, juga pasokan ke pasar cenderung fluktuatif yang sangat
dipengaruhi oleh musim sehingga terjadi fluktuasi harga yang sangat tajam antar
waktu. Kondisi rantai tataniaga yang panjang dan menempatkan pedagang sebagai
pelaku yang lebih kuat mengakibatkan adanya selisih margin yang besar antara
harga yang diterima petani dan harga yang dibayar oleh konsumen.
Dalam perdagangan internasional, Indonesia berada pada posisi net importer
yaitu nilai impor lebih besar dibanding nilai ekspor. Hal ini sejalan dengan masih
relatif sangat kecilnya nilai ekspor Indonesia dibandingkan dengan pangsa pasar
dunia. Pertumbuhan nilai ekspor juga lambat, sementara nilai impor produk
hortikultura tumbuh cepat jauh melebihi pertumbuhan nilai ekspornya. Kondisi
defisit perdagangan terutama terjadi pada kelompok komoditas buah dan sayur.
Sementara pada tanaman obat dan tanaman hias menunjukkan surplus
perdagangan, walaupun dengan nilai yang lebih kecil dari nilai defisit perdagangan
buah dan sayur. Kinerja perdagangan masing-masing komoditas hortikultura
diuraikan sebagai berikut.
Pada tahun 2010 ekspor buah manggis menunjukkan nilai terbesar
dibandingkan dengan buah-buahan lainnya, yaitu US$8,75 juta. Pangsa nilai ekspor
manggis mencapai 79,97% (Tabel 3.2.2), diikuti berturut-turut oleh mangga sebesar
US$1,06 juta (9,73%), rambutan US$339 ribu (3,10%) dan jeruk US$238 ribu
(2,18%). Pada periode 2000-2005, rata-rata penurunan nilai ekspor buah terbesar
ditunjukkan oleh alpukat, yaitu 115,58%/tahun. Hal ini menyebabkan laju
penurunan nilai ekspor buah-buahan yang sangat cepat dengan rata-rata
12,38%/tahun selama periode 2000-2005. Kondisi membaik dalam periode 2005-
29
2010, yaitu nilai ekspor buah-buahan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
sebesar 4,66%/tahun.
Tabel 3.2.2. Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2000-2010.
Komo-ditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2010
(US$’000)
Laju (%/th) Nilai 2010
(US$’000)
Pangsa 2010 (%)
Laju (%/th) Nilai 2010
(US$’000)
Pangsa 2010 (%)
2000-2005
2005-2010
2000-2005
2005-2010
Buah:
Alpukat -115,58 22,26 69 0,63 -3,11 -13,79 19 0,03 50
Durian -10,43 10,40 8 0,07 21,87 23,02 34.705 56,57 -34.697
Jambu Biji 19,78 29,47 136 1,25 33,32 -25,35 78 0,13 59
Jeruk 35,81 -43,44 238 2,18 3,87 -23,20 24.371 39,72 -24.133
Mangga 14,88 3,59 1.065 9,73 27,73 7,52 817 1,33 248
Nenas 37,64 -22,02 41 0,38 -43,77 18,71 53 0,09 -12
Pepaya 47,18 5,14 103 0,94 -6,83 67,87 394 0,64 -291
Pisang 38,46 -47,08 193 1,77 36,40 35,68 895 1,46 -701
Rambutan 8,37 3,12 339 3,10 -199,12 -4,28 12 0,02 327
Manggis -23,08 10,96 8.754 79,97 68,83 -24,50 7 0,01 8.747
Total -12,38 4,66 10.948 100,00 0,74 -1,13 61.351 100,00 -50.404
Sayur:
Bw Merah -64,29 7,37 1.814 8,03 4,73 -3,98 1.196 3,15 618
Bw Putih -17,62 26,84 75 0,33 6,46 -56,95 2.460 6,47 -2.385
Cabe 24,92 -5,71 652 2,89 1,07 -42,77 1.341 3,53 -688
K Panjang 26,99 15,44 80 0,35 -37,02 37,36 37 0,10 43
Kentang -3,47 -32,09 2.426 10,74 37,11 -20,28 14.591 38,39 -12.165
Ketimun 28,16 36,10 859 3,80 29,29 -44,93 49 0,13 810
Kol/Kubis 12,99 -23,20 7.105 31,46 27,30 -15,38 657 1,73 6.449
Terung -1,71 -72,15 2 0,01 153,91 21,40 0 0 1
Tomat -34,79 28,36 3.363 14,89 33,13 -61,66 55 0,15 3.307
Wortel -78,99 67,50 6.211 27,50 64,18 26,18 17.617 46,36 -11.406
Total -10,78 4,84 22.588 100 32,01 -16,10 38.003 100 -15.416
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 diperlihatkan pada Lampiran 3.2.4 s/d Lampiran 3.2.6
untuk buah0buahan dan Lampiran 3.2.7 s/d Lampiran 3.2.9 untuk sayuran.
Sebaliknya, nilai impor buah-buahan meningkat dengan laju yang jauh lebih
lambat yaitu 0,74%/tahun pada periode 2000-2005 dan kemudian turun
1,13%/tahun selama periode 2005-2010. Pada tahun 2010, impor durian mencapai
US$34,71 juta atau 56,57% dari total impor komoditas buah-buahan utama.
Walaupun Indonesia melakukan ekspor jeruk, nilai impor jeruk Indonesia relatif
besar yaitu US$24,37 juta, dimana nilai impor jeruk mencapai 39,72% dari total nilai
impor buah-buahan pada tahun 2010. Neraca perdagangan durian pada tahun 2010
defisit sebesar US$34,69 juta, yang menyebabkan neraca perdagangan buah-
buahan defisit sebesar US$50,40 juta pada tahun yang samaUntuk komoditas
30
sayuran utama, laju pertumbuhan nilai ekspor rata-rata adalah -10,99%/tahun
dalam periode 2000-2005, dan meningkat menjadi 4,84%/tahun selama periode
2005-2010 (Tabel 3.2.2). Sebaliknya, laju pertumbuhan nilai impornya meningkat
dengan laju rata-rata 32,01%/tahun dalam periode 2000-2005, yang kemudian
menurun drastis sebesar 16,10%/tahun pada periode 2005-2010. Kondisi ini
mencerminkan makin tingginya defisit neraca perdagangan komoditas sayur utama
selama dekade terakhir. Pada tahun 2010, defisit neraca perdagangan sayur
mencapai US$15,42 juta, yang disebabkan oleh defisit neraca perdagangan wortel
(US$11,41 juta), kentang (US$12,16 juta), bawang putih (US$2,39 juta) dan cabe
(US$688 ribu). Sebaliknya, neraca perdagangan tomat, kubis dan ketimun pada
tahun 2010 mengalami surplus masing sebesar US$3,31 juta, US$6,45 juta dan US$
810 ribu.
Pada tahun 2010 pangsa nilai impor komoditas sayur utama terbesar
ditunjukkan oleh wortel, yaitu mencapai 46,36% dari total nilai impor sayur.
Kemudian berturut-turut diikuti oleh kentang (38,39%), bawang putih (6,46%) dan
cabe (3,53%). Peningkatan nilai impor terbesar ditunjukkan oleh bawang putih,
yaitu dari rata-rata sekitar 6,46%/tahun dalam periode 2000-2005, naik drastis
menjadi rata-rata sekitar 56,95/tahun dalam periode 2005-2010. Hal ini terjadi
karena produksi bawang putih domestik cenderung menurun, walaupun dengan laju
penurunan yang melambat, yaitu dari -20,08%/tahun selama 2000-2005 menjadi -
11,05%/tahun selama 2005-2010.
Untuk tanaman obat, data nilai ekspor temulawak hanya tersedia sampai
dengan tahun 2001 (Tabel 3.2.3). Nilai ekspor temulawak menurun drastis dari
US$250 ribu pada tahun 2000 menjadi hanya US$87 ribu pada tahun 2001. Nilai
ekspor komoditas tanaman obat utama sangat fluktuatif. Pada tahun 2010 pangsa
ekspor terbesar komoditas tanaman obat utama ditunjukkan oleh jahe, yaitu
mencapai 60,44% dari total ekspor tanaman obat utama. Selain jahe, Indonesia
mengekspor kunyit sekitar US$856 ribu. Nilai ekspor komoditas tanaman obat
menunjukkan penurunan walaupun dengan laju yang menurun. Laju penurunan nilai
ekspor sekitar 55,09%/tahun selama 2000-2005, dan penurunan tersebut melambat
menjadi 17,77%/tahun selama 2005-2010. Hal ini disebabkan oleh penurunan nilai
ekspor temulawak dan jahe.
31
Tabel 3.2.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Tanaman Obat Utama dan Tanaman Hias Utama, 2000-2010.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2010
(US$’000)
Laju (%/th) Nilai 2010
(US$’000)
Pangsa 2010 (%)
Laju (%/th) Nilai 2010
(US$’000)
Pangsa 2010 (%)
2000-2005
2005-2010
2000-2005
2005-2010
T. Obat: Jahe -19,36 -17,03 1.308 60,44 40,32 26,84 1.820 96,51 -512 Kunyit 48,37 -19,25 856 39,56 23,25 23,31 66 3,49 790 Temulawak -96,53 0 0 0 0 0 0 0 0
Total -55,89 -17,77 2.165 100 39,12 26,58 1.886 100 278 T. Hias:
Krisan 0 18.75 1.398 43.37 0 75.72 45 25.24 1.352 Mawar -106.36 56.25 938 29.12 -27.79 14.7 133 74.39 805 Anggrek 3.45 -11.87 886 27.5 6.46 -34.53 0.65 0.36 886
Total -9.41 14.25 3.223 100 4.96 -17.74 179 100.00 3.043
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah. Keterangan: Data series diperlihatkan pada Lampiran 3.2.10 s/d Lampiran 3.2.12 untuk tanaman
obat, dan Lampiran 3.2.13 s/d Lampiran 3.2.15 untuk tanaman hias.
Berbeda dengan nilai ekspor jahe yang cenderung menurun, nilai impor jahe
terus meningkat walaupun dengan laju pertumbuhan yang menurun. Nilai impor
jahe meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 40,32%/tahun selama 2000-
2005, turun menjadi 26,84%/tahun selama 2005-2010. Seperti jahe, nilai impor
kunyit meningkat dengan laju pertumbuhan sekitar 23,25% dan 23,31% per tahun,
masing-masing untuk periode 2000-2005 dan 2005-2010. Neraca perdagangan
komoditas tanaman obat utama menunjukkan surplus sebesar US$278 ribu pada
2010.
Untuk tanaman hias, pada tahun 2010, nilai ekspor krisan mencapai US$1,3
juta atau 43,37% dari total nilai ekspor komoditas tanaman hias utama. Nilai ekspor
mawar mengalami penurunan drastis selama 2000-2005, yaitu 106,36%/tahun.
Kondisi membaik selama 2005-2010, dimana nilai ekspor mawar meningkat dengan
laju pertumbuhan sebesar 58,25%/tahun, dan pada 2010 ekspornya mencapai
US$938 ribu. Berbeda dengan mawar, nilai ekspor anggrek meningkat dengan laju
pertumbuhan 3,45%/tahun selama 2000-2005, namun kemudian menurun
11,87%/tahun, sehingga pada tahun 2010 nilai ekspornya hanya US$886 ribu (turun
dari US$1,7 juta pada 2005.
Nilai impor komoditas tanaman hias pada tahun 2010 mencapai US$179 ribu.
Nilai impor krisan meningkat drastis selama 2005-2010, yaitu 75,72%/tahun. Pangsa
32
nilai impor komoditas tanaman hias terbesar adalah mawar, yaitu 74,39% pada
2010. Nilai impor mawar cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar
14,7%/tahun selama 2005-2010. Sebaliknya, nilai impor anggrek turun drastis dari
6,46%/tahun selama 2000-2005 menjadi -34,53%/tahun selama 2005-2010. Hal ini
mengakibatkan nilai impor total komoditas tanaman hias utama meningkat sebesar
4,96%/tahun selama 2000-2005, tetapi kemudian menurun 17,74%/tahun selama
2005-2010. Neraca perdagangan komoditas tanaman hias utama menunjukkan
surplus sebesar US$3,04 juta pada 2010. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa komoditas tanaman hias Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk
dipasarkan di tatanan pasar internasional.
3.2.3. Komoditas Perkebunan
Produksi semua komoditas perkebunan utama yang diproduksi Indonesia
diekspor ke negara-negara lain, kecuali gula yang selama ini masih diimpor.
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.2.4, nilai ekspor sebagian besar komoditas
perkebunan selama periode 5 tahun pertama (2000-2005) cenderung meningkat,
yang bervariasi dari lambat (1,23%/tahun) sampai sangat cepat (27,38%/tahun).
Sebagian besar komoditas perkebunan selama periode ini mengalami pertumbuhan
nilai ekspor yang sangat cepat antara 10,44%/tahun (kopi) dan 27.38%/tahun
(kelapa sawit). Hanya lada yang mengalami laju pertumbuhan nilai ekspor yang
negatif. Total nilai ekspor komoditas perkebunan utama mengalami pertumbuhan
yang sangat cepat yaitu 21,42%/tahun.
Pada periode 5 tahun kedua (2005-2010), laju pertumbuhan nilai ekspor
sebagian komoditas mengalami percepatan, yaitu kakao, tembakau dan teh, dan
sebagian mengalami perlambatan yaitu kelapa sawit, karet, kopi, kelapa, dan tebu,
namun laju pertumbuhan masih tergolong cepat yaitu sekitar 6,96% sampai 6,27%
per tahun. Ada komoditas yang semula nilai ekspornya mengalami pertumbuhan
negatif sangat cepat berubah menjadi positif sangat cepat yaitu lada, tetapi ada
komoditas yang semula nilai ekspornya meningkat cepat berubah menjadi negatif
sangat cepat yaitu cengkeh. Pada tahun 2010, total nilai ekspor 10 komoditas
perkebunan utama tersebut mencapai sekitar AS$23,7 milyar, dengan tiga
komoditas penyumbang terbesar adalah kelapa sawit (56,6%), karet (28,2%), dan
33
kakao (6,4%), sementara 7 komoditas lain hanya memberikan sumbangan nilai
ekspor yang kecil (0,05-3,07%).
Tabel 3.2.4. Laju Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2010
Laju (%/th) Ekspor 2010 Laju (%/th) Impor 2010 Jumlah (US$'jt)
% thd Nilai
Ekspor 2000-2005
2005-2010
Jumlah (US$'jt)
Pangsa (%)
2000-2005
2005-2010
Jumlah (US$'jt)
Pangsa (%)
Kelapa Sawit 27.38 26.27 13,412.7 56.59 8.73 40.33 42.7 2.46 13,370.0 99.7 Karet 25.03 11.72 6,682.6 28.20 -12.22 31.98 42.7 2.46 6,639.9 99.4 Kakao 12.05 16.99 1,512.7 6.38 35.11 13.82 153.0 8.82 1,359.7 89.9 Kopi 10.44 9.43 727.8 3.07 -5.04 26.32 33.5 1.93 694.3 95.4 Kelapa 17.03 8.71 602.5 2.54 103.88 -45.97 1.8 0.10 600.7 99.7 Tembakau 6.49 17.56 298.4 1.26 4.81 16.22 414.5 23.90 -116.0 -38.9 Lada -23.45 25.18 222.6 0.94 -54.77 25.67 2.3 0.13 220.3 99.0 Teh 1.23 6.96 163.3 0.69 17.11 15.33 16.8 0.97 146.5 89.7 Tebu 20.81 20.19 66.3 0.28 10.82 5.42 1,025.5 59.14 -959.2 -1,446.7 Cengkeh 11.78 -20.48 11.5 0.05 -225.27 141.77 1.2 0.07 10.3 89.5
Total 21.42 19.70 23,699.5 100 8.61 9.98 1,733.8 100 21,965.7 92.7
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 ditunjukkan Lampiran 3.2.16 s/d Lampiran 3.2.18.
Nilai impor mayoritas komoditas perkebunan sangat kecil, sangat fluktuatif
dan laju pertumbuhannya selama periode 2005-2010 secara total sedikit lebih cepat
dibanding selama periode 2000-2005 yaitu masing-masing 8,61% dan 9,98% per
tahun. Pada tahun 2010, hanya tiga komoditas yang nilai impornya besar yaitu gula,
tembakau dan kakao, yang masing-masing mencapai 59,14%, 23,9% dan 8,8% dari
total nilai impor 10 komoditas perkebunan utama sebesar hampir AS$1,7 milyar.
Nilai impor yang besar pada gula disebabkan produksi gula masih jauh dari
mencukupi kebutuhan nasional. Demikian pula, nilai impor tembakau cukup besar
karena untuk menutupi kekurangan bahan bakau pabrik rokok sebagai akibat
kurangnya pasokan dan mahalnya harga bahan baku produksi dalam negeri,
sementara harga impor lebih murah. Impor kakao masih diperlukan, walaupun
jumlahnya tidak banyak, utamanya sebagai bahan pencampur untuk meningkatkan
cita-rasa dan mutu produk coklat (barang jadi) hasil pengolahan industri coklat di
dalam negeri.
Mayoritas komoditas perkebunan merupakan penghasil devisa negara,
dimana neraca perdagangan internasionalnya mempunyai surplus. Pada tahun 2010,
surplus tersebut mencapai sekitar 10,3-13,4 juta US$ dengan persentase sekitar
89,5-99,7% dari nilai ekspornya. Sementara 2 komoditas lainnya, yaitu gula dan
34
tembakau, mengalami defisit masing-masing US$959,2 juta dan US$116,0 juta.
Total surplus neraca perdagangan mencapai hampir US$22 milyar. Surplus neraca
perdagangan terbesar pada tahun 2010 adalah kelapa sawit sebesar US$13,4 milyar
(99,7%), disusul karet US$6,6 milyar (99,4%), dan kakao US$1,4 milyar (89,9%),
sementara 7 komoditas lainnya kurang dari US$1,0 milyar. Komoditas gula dan
tembakau bukan penghasil devisa melainkan penguras devisa karena mengalami
defisit neraca perdagangan yang sangat besar.
3.2.4. Komoditas Peternakan
Komoditas peternakan utama Indonesia yang diperdagangkan di pasar
internasional terdiri dari daging (sapi, kambing/domba, babi, ayam), ternak hidup
sumber daging (sapi, kerbau, babi, kambing), hati/jeroan, telur untuk konsumsi, dan
susu. Untuk daging sapi, laju pertumbuhan nilai ekspornya rata-rata adalah
10,99%/tahun dalam periode 2000-2005, tetapi kemudian menurun drastis menjadi
-131,14%/tahun selama periode 2005-2010 (Tabel 3.2.5). Sebaliknya, laju
pertumbuhan nilai impornya terus meningkat pesat dari rata-rata 1,99%/tahun
dalam periode 2000-2005 menjadi 39,49%/tahun pada periode 2005-2010. Kondisi
ini mencerminkan makin tingginya defisit neraca perdagangan daging sapi selama 5
tahun terakhir. Pada tahun 2010, defisit neraca perdagangan daging sapi mencapai
US$289,51 juta, atau setara dengan sekitar Rp 2,55 triliun.
Demikian juga neraca perdagangan daging kambing-domba (kado) dan
daging babi yang pada tahun 2010 mengalami defisit masing-masing US$5,25 juta
dan US$61 ribu atau setara dengan masing-masing Rp 47,24 miliar dan Rp 0,55
miliar. Selain daging, neraca perdagangan hati-jeroan pada tahun 2010 juga difisit
masing sebesar US$83,13 juta atau setara dengan sekitar Rp 748,21 miliar.
Meskipun produksi daging ayam dari dalam negeri terus meningkat, masih
belum bisa memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, sehingga Indonesia masih
mengimpor komoditas ini. Hal ini tercermin dari laju penurunan nilai ekspor daging
ayam yang sangat cepat dengan pertumbuhan rata-rata -63,72%/tahun selama
periode 2000-2005 dan -223,30%/tahun dalam periode 2005-2010. Di sisi lain, nilai
impor daging ayam menurun dengan laju yang jauh lebih lambat dari pertumbuhan
rata-rata -13,69%/tahun pada periode 2000-2005 dan -14,22%/tahun selama
35
periode 2005-2010. Neraca perdagangan daging ayam pada tahun 2010 defisit
sebesar US$1,30 juta atau setara dengan sekitar Rp 11,66 miliar.
Tabel 3.2.5. Laju Pertumbuhan Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan Utama, 2000-2010.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2010
(US$'000)
Laju (%/th) Nilai 2010 Laju (%/th) Nilai 2010 2000-2005
2005-2010
Jumlah (US$'000)
Pangsa (%)
2000-2005
2005-2010
Jumlah (US$'000)
Pangsa (%)
1. Daging: Sapi 10,99 -131,14 0 0 1,99 39,49 289.506 19,48 -289.506 Kado -49,53 138,68 213 0,12 29,40 15,83 5.462 0,37 -5.249 Babi 37,50 -260,59 0 0 28,65 -90,34 61 0 -61 Ayam -63,72 -223,30 0 0 -13,69 -14,22 1.296 0,09 -1.296
2. Hati, jeroan 75,45 164,54 22.636 13,00 9,67 0,64 105.770 7,12 -83.134 3. Ternak:
Sapi 52,77 -76,87 0 0 7,01 33,77 445.080 29,94 -445.080 Kerbau 0 0 0 0 0 0 2.085 0,14 -2.085 Babi -9,30 18,72 50.342 28,92 -8,57 -79,44 0 0 50.342 Kambing 190,94 -15,14 213 0,12 118,91 -28,15 10 0 202
4. Telur kons -18,75 -1,29 163 0,09 28,57 26,25 7.017 0,47 -6.854 5. Produk susu 6,82 5,21 100.520 57,74 13,60 8,08 630.081 42,39 -529.561
Total 2,03 11,41 174.086 100 10,57 14,05 1.486.368 100 -1.312.283
Sumber: Badan Pusat Ststistik, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 ditunjukkan pada Lampiran 3.2.19 s/d Lampiran 3.2.21.
Selain daging, Indonesia juga mengimpor ternak hidup, terutama sapi potong
bakalan untuk digemukkan (feeder steer). Dalam periode 2000-2005, neraca
perdagangan sapi hidup selalu defisit yaitu antara US$44,18 juta sampai US$107,73
juta, dengan rata-rata US$ 76,30 juta/tahun. Selama periode 2005-2010, defisit nilai
perdagangan sapi hidup lebih besar lagi yaitu berkisar antara US$107,73 juta sampai
US$445,08 juta dengan rata-rata US$282,22 juta/tahun. Berbeda dengan sapi,
neraca nilai perdagangan babi hidup selalu surplus dan menunjukkan peningkatan
dari rata-rata US$27,54 juta/tahun pada periode 2000-2005 menjadi rata-rata
US$34,34 juta/tahun pada periode 2005-2010. Untuk ternak kambing, juga terjadi
peningkatan surplus nilai perdagangan dari rata-rata US$78 ribu/tahun pada periode
2000-2005 menjadi rata-rata US$902 ribu.
Untuk telur konsumsi, nilai ekspor selama periode 2000-2010 terus menurun.
Bahkan selama periode 2000-2005 penurunan tersebut sangat tajam, yaitu dengan
laju pertumbuhan -18,75%/tahun. Di sisi lain, pertumbuhan impor sangat tinggi,
yaitu rata-rata 28,57%/tahun selama periode 2000-2005 dan 26,25%/tahun selama
36
periode 2005-2010. Ketimpangan ekspor dan impor ini menyebabkan adanya defisit
perdagangan yang cukup tinggi. Pada tahun 2010, deficit perdagangan telur
konsumsi mencapai US$6,85 juta. Kondisi ini cukup ironis, karena di saat industri
peternakan ayam ras petelur berkembang pesat impor telur konsumsi justru
meningkat tajam. Meskipun pangsa nilai impor telur konsumsi cukup kecil (0,47%)
terhadap nilai impor produk peternakan, nilai nominalnya cukup membebani
cadangan devisa negara untuk impor telur konsumsi.
Nilai ekspor susu selama 2000-2005 meningkat rata-rata 7,10%/tahun, tetapi
selama 2005-2010 turun 3,28%/tahun, sementara untuk nilai impornya masing-
masing periode adalah dari meningkat 13,74%/tahun dan melambat menjadi
6,03%/tahun. Penurunan nilai impor selama 2005-2010 disebabkan oleh terjadinya
akselerasi peningkatan produksi susu segar dalam negeri yang sangat cepat yaitu
dari 2,61%/tahun selama 2000-2005 menjadi 11,28%/tahun (lihat uraian di muka).
Sementara melambatnya pertumbuhan nilai ekspor diduga disebabkan oleh naiknya
konsumsi dalam negeri sebagai akibat dari naiknya jumlah penduduk, pendapatan
masyarakat dan kesadaran akan bahan makanan bergizi tinggi. Pada tahun 2010,
nilai impor jauh lebih tinggi dibanding nilai ekspor yaitu masing-masing US$55.403
dan US$590.314 sehingga terjadi defisit perdagangan susu sebesar US$534.911
yang merupakan 965,5% dari nilai produksi.
Secara keseluruhan perdagangan komoditas peternakan, sumber defisit
neraca perdagangan terbesar adalah impor susu, ternak sapi dan daging sapi, yang
jumlahnya sangat besar, sementara sumber surplus hanya ekspor ternak babi yang
jumlahnya sangat kecil.
3.3. Perkembangan Produk Domestik Bruto
Dilihat dari sektor ekonomi, pengertian Sektor Pertanian mencakup lima
subsektor, yaitu: (1) Subsektor Tanaman Bahan Makanan, (2) Subsektor
Perkebunan; (3) Subsektor Peternakan; (4) Subsektor Kehutanan; dan (5) Subsektor
Perikanan. Cakupan tersebut mencerminkan pengertian Sektor Pertanian dalam arti
luas. Sementara dari segi tanggungjawab Kementerian Pertanian, pengertian Sektor
Pertanian hanya mencakup tiga subsektor yang disebut pertama, yang
37
mencerminkan Sektor Pertanian dalam arti sempit. Karena itu, yang dicakup dalam
kajian ini hanya Sektor Pertanian dalam arti sempit.
Namun demikian masih ada catatan bahwa Subsektor Tanaman Bahan
Makanan sebenarnya mencakup dua kelompok komoditas, yaitu: (1) Tanaman
pangan yang terdiri dari padi dan palawija; dan (2) Tanaman hortikultura yang
terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman obat, dan tanaman hias. Dengan
catatan tersebut, data perkembangannya PDB Sektor Pertanian menurut
subsektornya selama 2000-2010 diperlihatkan pada Tabel 3.3.1.
Pada periode 2000-2005, rata-rata laju pertumbuhan PDB Sektor Pertanian
cukup rendah yaitu hanya 2,80%/tahun. Kontributor utama pertumbuhan tersebut
adalah pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan yang mencapai rata-rata
3,81%/tahun, disusul PDB Subsektor Perkebunan dengan laju pertumbuhan rata-
rata 3,42%/tahun. Sementara itu, laju pertumbuhan PDB Subsektor Tanaman Bahan
Makanan adalah yang paling rendah, yaitu hanya 2,35%/tahun.
Tabel 3.3.1. Laju Pertumbuhan PDB Riil Sektor Pertanian Menurut Subsektor, 2000-2009.
Subsektor Laju (%/th) PDB
2010 (Rp’m)
Pangsa 2010 (%)
2000- 2005
2005- 2010
Tanaman Bahan Makanan 2,35 4,05 151,750 64,13
Perkebunan 3,42 3,30 46,751 19,76
Peternakan 3,81 3,26 38,135 16,12
Total 2,80 3,77 236,636 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan: Data series 2000-2010 diperlihatkan pada Lampiran 3.3.1.
Pada periode 2005-2010, rata-rata laju pertumbuhan PDB Sektor Pertanian
meningkat menjadi 3,77%/tahun, yang berarti telah terjadi percepatan Laju
pertumbuhan yang cukup signifikan. Kontributor utama pertumbuhan tersebut
adalah pertumbuhan PDB Subsektor Tanaman Bahan Makanan yang mengalami
percepatan sangat signifikan yaitu menjadi 4,05%/tahun. Laju pertumbuhan PDB
Subsektor Perkebunan sedikit melambat yaitu menjadi 3,30%/tahun, demikian pula
laju pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan melambat menjadi 3,26%/tahun.
38
Perubahan laju pertumbuhan PDB masing-masing subsektor tersebut di atas
tampaknya di masing-masing periode berkaitan dengan laju pertumbuhan produksi
komoditas di masing-masing subsektor yang bersangkutan di masing-masing
periode. Percepatan laju pertumbuhan produksi tanaman pangan, utamanya padi,
jagung dan ubikayu, sebagaimana telah disebutkan dalam Subbab 3.1.1 di muka,
memberikan kontribusi terhadap percepatan laju pertumbuhan PDB Subsektor
Tanaman Bahan Makanan, yang pada akhirnya berdampak mempercepat laju
pertumbuhan PDB Sektor Pertanian.
Dilihat dari pangsanya, Subsektor Tanaman Bahan Makanan juga merupakan
kontributor terbesar dalam pembentukan PDB Sektor Pertanian, yaitu 64,1% pada
tahun 2010. Sementara Subsektor Perkebunan dan Subsektor Peternakan masing-
masing hanya memberikan kontibusi sekitar 19,8% dan 16,1% pada tahun yang
sama. Walaupun terjadi percepatan laju pertumbuhan PDB pada Subsektor Tanaman
Bahan Makanan dan Subsektor Perkebunan dan sedikit perlambatan pada PDB
Sektor Peternakan, rata-rata kontribusi ketiga subsektor tersebut dalam
pembentukan PDB Sektor Pertanian pada periode 2005-2010 jika dibandingkan
dengan periode 2000-2005, nyaris tidak berubah (Lampiran 3.3.1). Ini berarti
sumber utama PDB Sektor Pertanian secara persisten selama periode 2000-2010
adalah Subsektor Tanaman Bahan Makanan, yang terdiri dari padi, palawija dan
hortikultura.
Perlu dicatat bahwa di lingkungan Kementerian Pertanian, tanaman pertanian
telah lama dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) Tanaman pangan (padi dan
palawija); (2) Tanaman hortikultura (buah-buahan, sayuran, tanaman obat dan
tanaman hias); (3) Tanaman perkebunan; dan (4) Peternakan. Terkait dengan itu,
maka terdapat empat Direktorat Jenderal, yaitu Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen
Hortikultura, Ditjen Perkebunan dan Ditjen Peternakan. Karena itu, dalam
penghitungan PDB Sektor Pertanian ke depan, seyogyanya dibentuk Subsektor
Hortikultura (buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat) dan PDBnya
dihitung terpisah dari PDB Subsektor Tanaman Bahan Makanan. Ditjen Hortikultura
bekerjasama dengan BPS telah melakukan penghitungan PDB hortikultura. Angka-
angka hasil penghitungan PDB telah dituangkan dalam Blueprint Hortikultura 2025
39
(Ditjen Hortikultura), sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.3.2, tetapi belum
secara resmi dipublikasikan oleh BPS.
Tabel 3.3.2. Laju Pertumbuhan PDB Riil Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010.
Kelompok Komoditas
Laju (%/th) PDB 2010
(Rp’m)
Pangsa 2010 (%)
2000-2005
2005-2010
Buah-buahan 8,67 7,44 50.809 56,80
Sayuran 8,67 7,45 31.130 34,80
Tanaman obat 8,65 10,26 1.073 1,20
Tanaman hias 8,67 8,40 6.441 7,20
Total 8,67 7,54 89.453 100
Sumber: Ditjen Hortikutura, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 ditunjukkan pada Lampiran 3.3.2.
Nilai PDB hortikultura terus meningkat dari tahun ke tahun dengan laju
pertumbuhan sangat tinggi, yaitu hampir 9%/tahun selama periode 2000-2005.
Walaupun pada periode 2005-2010 mengalami perlambatan, laju pertumbuhan
tersebut masih sangat tinggi, bahkan ada yang mencapai 10%, yaitu yang dialami
oleh kelompok tanaman obat. Kontributor utama dalam pembentukan PDB
hortikultura adalah komoditas buah-buahan, kemudian disusul komoditas sayuran.
Dengan asumsi bahwa hasil penghitungan PDB tersebut benar, maka berarti
PDB Subsektor Tanaman Bahan Makanan, yang di dalamnya mencakup komoditas
pangan (padi dan palawija) dan komoditas hortikultura (buah-buahan, sayuran,
tanaman obat dan tanaman hias) yang dihitung oleh BPS selama ini terlalu kecil
(under estimate). Karena itu, ke depan dalam pengitungan PDB Sebsektor Tanaman
Bahan Makanan perlu mencakup komoditas hortikultura yang lebih banyak/lengkap,
atau PDB hortikultura dihitung secara terpisah sehingga nantinya ada PDB Subsektor
Hortikultura.
3.4. Perkembangan Investasi Pertanian
Selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010), Indonesia diminati banyak
investor asing dan domestik untuk berinvestasi termasuk di sektor pertanian. Data
realisasi investasi modal asing (PMA) menunjukkan pertumbuhan positif pada
40
periode 2000-2005, baik dari sisi jumlah maupun nilai investasi, yaitu masing-masing
13,62% dan 29,97% per tahun (Tabel 3.4.1). Sementara itu, laju pertumbuhan
jumlah investasi PMDN pada periode yang sama lebih rendah, yaitu 5,71%/tahun,
bahkan nilainya menurun 0,31%/tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak
krisis ekonomi 1997-1998 masih berlanjut pada PMDN di masa pasca krisis,
sementara investor asing masih mampu lebih banyak berinvestasi karena nilai tukar
mata uang asing (US$) terhadap mata uang domestik (rupiah) yang meningkat.
Tabel 3.4.1. Pertumbuhan Jumlah dan Total Nilai Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Sektor Pertanian, 2000-2010.
Uraian
PMA PMDN Laju (%/th)
2010 Laju (%/th)
2010 2000-2005
2005- 2010
2000- 2005
2005- 2010
Jumlah (unit) 13,62 22,40 167,0 5,71 29,09 229,0
Nilai total*) 29,97 10,29 755,6 -0,31 8,26 9.079,8
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah. Keterangan: *) Nilai PMA dalam US$ juta, PMDN dalam Rp milyar Data series 2000-2010 diperlihatkan pada Lampiran 3.4.1.
Pada periode 2005-2010, seiring dengan pemulihan ekonomi nasional, baik
investasi PMA maupun PMDN, keduanya menunjukkan pertumbuhan yang sama-
sama meningkat dari sisi jumlah dan nilainya. Bahkan laju pertumbuhan jumlah
PMDN jauh lebih cepat dibanding PMA yaitu masing-masing 22,40% dan 29,09% per
tahun. Namun jika dilihat pertumbuhan nilai investasinya, PMDN lebih lambat
disbanding PMA, yaitu masing-masing 10,29% dan 8,26% per tahun. Pada tahun
2010, jumlah investasi PMA mencapai 167 unit dengan nilai US$ 755,6 juta,
sementara jumlah investasi PMDN mencapai 229 uni dengan nilai Rp 9,08 trilyun.
Implikasi dari kinerja investasi PMA dan PMDN di atas adalah bahwa
Indonesia merupakan negara yang berpotensi untuk dilakukan penanaman modal
dan memberi prospek pengembangan usaha, sehingga jumlah dan nilai investasi
cenderung meningkat, walaupun kecenderungannya investasi PMA dan PMDN
banyak dilakukan untuk subsektor tanaman perkebunan (Tabel 3.4.2). Investasi PMA
selama 2000-2005 (pasca krisis ekonomi) mengalami pertumbuhan negatif pada
subsektor tanaman pangan (-17,79%/tahun), stagnan pada subsektor hortikultura
41
(0%/tahun), dan meningkat tajam untuk subsektor perkebunan (58,17%/tahun) dan
subsektor peternakan (31,44%/th).
Tabel 3.4.2. Pertumbuhan Nilai Investasi PMA dan PMDN menurut Subsektor di Sektor Pertanian, 2000-2010.
Subsektor
PMA PMDN
Laju (%/th) Nilai 2010
(US$’jt)
Laju (%/th) Nilai 2010
(US$’m) 2000- 2005
2005- 2010
2000- 2005
2005- 2010
T. Pangan -17,79 -7,32 14,5 -162,20 32,70 276,8
Hortikultura 0 0 0 -127,47 138,47 16,2
Perkebunan 58,17 16,81 736,4 75,96 6,89 8.612,6
Peternakan 31,44 -58,41 4,7 141,20 14,92 174,2
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah. Keterangan: Data series 2000-2010 diperlihatkan pada Lampiran 3.4.2.
Pada periode 2005-2010, hanya subsektor perkebunan yang menunjukkan
laju pertumbuhan positif pada investasi PMA (16,81%/tahun), sehingga nilanya
mencapai US$ 736,4 juta pada tahun 2010. Ini berarti bahwa 97,5% nilai investasi
PMA pada tahun 2010 dialokasikan pada subsektor perkebunan. Sementara itu,
investasi PMA pada subsektor tanaman pangan dan peternakan menurun masing-
masing sebesar 7,32% dan 58,41% per tahun, sedangkan untuk subsektor
hortikultura stagnan (0%/tahun).
Kinerja realisasi investasi PMDN pasca krisis ekonomi (2000-2005)
menunjukkan adanya kecenderungan yang mirip dengan PMA, yaitu pertumbuhan
investasi pada subsektor tanaman pangan turun tajam (-162,20%/tahun), demikian
juga dengan subsektor tanaman hortikultura (-127,47%/tahun). Sementara itu,
subsektor perkebunan dan subsetor peternakan meningkat masing-masing sebesar
75,96% dan 141,20% per tahun.
Selama periode 2005-2010, investasi PMDN di empat subsektor tumbuh
positip dan yang paling tinggi terjadi pada tanaman hortikultura (138,47%/tahun),
disusul tanaman pangan (32,70%/tahun), peternakan (14,92%/tahun) dan tanaman
perkebunan (6,89%/tahun). Seperti halnya PMA, nilai PMDN di subsektor
perkebunan pada tahun 2010 jua tertinggi, yang mencapai 94,9% dari total nilai
PMDN pada tahun tersebut sebesar Rp 8,6 trilyun (Tabel 3.4.2).
42
Berdasarkan jumlah dan nilai PMA dan PMDN di atas, dapat diketahui bahwa
subsektor perkebunan adalah yang paling banyak diminati oleh investor, baik asing
maupun domestik, yang ditunjukkan oleh peningkatan jumlah dan nilai investasi
selama decade terakhir (2000-2010). Selain itu juga dapat diketahui bahwa selama
periode 2005-2010, investasi PMDN berkembang lebih cepat di empat subsektor
dibandingkan investasi PMA, yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan investasi
PMDN yang positif untuk empat subsektor dalam periode tersebut.
43
IV. OUTLOOK JANGKA MENENGAH – 2014
4.1. Produksi
4.1.1. Tanaman Pangan
Sampai saat ini padi masih merupakan tanaman pangan yang masih
tetap mendapatkan prioritas utama untuk dikembangkan. Pemerintah telah
mencanangkan target swasembada berkelanjutan untuk padi dan pencapaian
swasembada untuk jagung dan kedelai pada tahun 2014 sehingga berbagai
program dilakukan guna tercapainya tujuan tersebut. Upaya peningkatan
produksi dan produktivitas tanaman pangan, khususnya untuk tiga komoditas
utama tersebut (padi, jagung dan kedelai), dilakukan melalui perbaikan
varietas, inovasi teknologi (pemupukan berimbang, sistem penanaman, dan
sebagainya), pengendalian hama dan penyakit, serta perluasan areal tanam
dengan memanfaatkan lahan kawasan hutan, lahan rawa, dan lahan-lahan
lainnya yang belum dimanfaatkan (lahan terlantar).
Dengan adanya penetapan target swasembada berkelanjutan untuk padi
dan pencapaian swasembada untuk jagung dan kedelai, peningkatan produksi
ketiga komoditas pangan utama tersebut perlu dipacu, baik melalui peningkatan
produktivitas maupun perluasan areal. Namun perluasan areal tidak mudah
dilakukan karena diperlukan upaya yang lebih keras dan koordinasi lintas
sektor. Tanpa ada perluasan areal untuk peningkatan produksi padi, jagung dan
kedelai, perlu diantisipasi adanya persaingan dengan komoditas-komoditas
pertanian lainnya dalam penggunaan lahan, baik oleh komoditas pangan
lainnya (kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar) maupun komoditas
perkebunan, utamanya kelapa sawit.
Guna pencapaian target swasembada berkelanjutan untuk padi dan
swasembada jagung dan kedelai, pemerintah telah menyusun berbagai
program untuk tahun 2012 sampai dengan 2014. Untuk komoditas padi,
program peningkatan produktivitas dilakukan melalui : (a) Kegiatan Sekolah
Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) dan Demonstrasi Area; (b)
44
Kegiatan System of Rice Intensification (SRI); (c) Gerakan Peningkatan
Produksi Padi berbasis Korporasi (GP3K); dan (d) Program Pengamanan Pasca
Panen. Program perluasan areal tanam dilakukan melalui kegiatan : (a)
Pencetakan sawah baru oleh Kementerian Pertanian dan Badan Usaha Milik
Negara; (b) Penyiapan lahan beririgasi; (c) Optimasi pemanfaatan lahan; (d)
Penyediaan pengairan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dan
Kementerian Pekerjaan Umum; dan (e) Swadaya murni masyarakat.
Tabel 4.1.1. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Komoditas Pangan Utama, 2014.
Komoditas Luas Areal Panen Produktivitas Produksi Laju
2010-14 (%/th)
Luas 2014
(000’ ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Provitas 2014 (t/ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Produksi 2014
(000’ t) Padi 1,75 14.068 0,35 5.08 2,44 71.469 Jagung 4,18 4.887 3,39 5.07 6,46 24.790 Kedelai 2,75 750 1,55 1.45 4,30 1.088 K.Hijau -2,95 273 1,45 1.33 2,88 364 K.Tanah -0,58 606 2,33 1.24 1,76 752 U.Jalar -0,42 178 1,55 12.05 0,97 2.145 U.Kayu -0,78 1.150 3,71 23.46 3,14 26.903 Sumber: Hasil proyeksi. Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.1.1.
Untuk komoditas jagung, program peningkatan luas areal dan
produktivitas dilakukan melalui kegiatan : (a) Bantuan benih pada kegiatan
SLPTT dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU); (b) Cadangan Benih
Nasional (CBN) untuk jagung hibrida dan jagung komposit; (c) Kemitraan
jagung hibrida; dan (d) Swadaya masyarakat.
Untuk komoditas kedelai, program peningkatan produktivitas dilakukan
melalui kegiatan: (a) SLPTT; dan (b) Swadaya masyarakat. Sementara program
perluasan tanam kedelai dilakukan melalui kegiatan: (a) Pengembangan model
perluasan; (b) GP3K (Perhutani); (c) Peningkatan intensitas pertanaman (IP);
(d) Pemanfaatan lahan perkebunan; (e) Pemanfaatan lahan tidur (rawa); (f)
Tumpang sari; dan (g) Upaya Khusus (UPSUS) Kedelai (Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan, 2012)
45
Proyeksi laju pertumbuhan dan besaran luas areal, produktivitas dan
produksi komoditas pangan utama periode 2011-2014 diperlihatkan pada Tabel
4.1.1. Pertumbuhan luas panen per tahun pada periode tersebut diperkirakan
1,75% untuk padi, 4,18% untuk jagung, dan 2,75% untuk kedelai. Sebaliknya
komoditas pangan lainnya akan cenderung mengalami laju pertumbuhan yang
menurun atau bahkan negatif, yang diperkirakan karena adanya persaingan
dengan komoditas jagung dan kedelai dalam penggunaan lahan jika tidak ada
program penambahan areal baru untuk komoditas pangan secara keseluruhan.
Kacang hijau, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu akan mengalami penurunan
areal masing-masing sebesar 2,95%, 0,58%, 0,42% dan 0,78% per tahun.
Pada tahun 2014 luas areal panen padi diproyeksikan akan mencapai sekitar 14
juta ha. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan dengan target sasaran luas
areal panen yang ditetapkan oleh Ditjen Tanaman Pangan (Renstra Ditjen
Tanaman Pangan, 2010-2014).
Dalam rangka mencapai target swasembada berkelanjutan padi serta
swasembada jagung dan kedelai tahun 2014, pemerintah merencanakan
melakukan perluasan areal panen padi pada tahun 2013 sekitar 550 ribu ha.
Perluasan areal tanam padi tersebut akan ditempuh melalui program
pencetakan sawah baru yang akan dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan
Badan Usaha Milik Negara, penyiapan lahan pertanian beririgasi (PLPB), dan
optimasi pemanfaatan lahan dan pengelolaan air (Kementerian Pertanian dan
Kementerian Pekerjaan Umum).
Untuk komoditas jagung, direncanakan akan ada penambahan luas
tanam 5 juta ha pada tahun 2012 dan 2013 melalui kegiatan SLPTT, akselerasi
produktivitas jagung, CBN hibrida dan komposit, melalui kemitraan dan
kegiatan swadaya petani. Untuk komoditas kedelai, direncanakan akan ada
perluasan areal tanam pada tahun 2013 sekitar 650 ribu ha melalui program
perluasan areal. Program peningkatan produktivitas dilakukan melalui kegiatan
SLPTT dan swadaya pada lahan kedelai yang sudah ada sebelumnya.
Sedangkan yang termasuk ke dalam program perluasan areal dilakukan melalui
pengembangan model perluasan areal kedelai, melalui Perhutani (GP3K),
46
peningkatan indeks pertanaman, penanaman pada lahan tidur dan lahan rawa,
lahan perkebunan, tumpang sari dan UPSUS kedelai (Ditjen Tanaman Pangan,
2012).
Selain upaya peningkatan produksi yang dicapai melalui peningkatan luas
panen, juga dilakukan berbagai upaya untuk mendorong peningkatan
produktivitas. Pada periode 2011-2014, laju pertumbuhan produktivitas padi
diproyeksikan tidak akan mengalami peningkatan secara substansial
dibandingkan laju pertumbuhan pada periode sebelumnya (2005-2010), yaitu
meningkat sebesar 0,35%/tahun. Sementara itu, produktivitas jagung pada
periode tersebut diproyeksikan akan mengalami laju pertumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan padi, yaitu sebesar 3,39%/tahun, sedangkan kedelai
sebesar 1,55%/tahun. Untuk komoditas pangan lainnya, yaitu kacang hijau,
kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu, produktivitas diproyeksikan akan
meningkat dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 1,45%, 2,33%,
1,55% dan 3,71% per tahun. Peningkatan produktivitas jagung akan dipacu
oleh penggunaan benih hibrida, sementara produktivitas kedelai akan
ditingkatkan melalui penggunaan benih unggul.
Laju pertumbuhan produktivitas padi, jagung dan kedelai, akan didorong
menjadi lebih cepat agar swasembada jagung dan kedelai dapat tercapai.
Dalam hal ini, Kementerian Pertanian, terutama Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, dalam program kerja jangka pendek sampai dengan
2014 akan melakukan penajaman kembali (refocusing) semua program dan
kegiatan yang terkait dengan pencapaian target swasembada pangan untuk
peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai.
Pada tahun 2014 produktivitas padi diproyeksikan akan mencapai 50,8
ku/ha GKG. Proyeksi ini lebih rendah daripada yang ditargetkan oleh Ditjen
Tanaman Pangan sebesar 51,15 ku/ha GKG untuk tahun 2013 (Ditjen Tanaman
Pangan, 2012). Sedangkan produktivitas jagung dan kedelai pada tahun yang
sama diproyeksikan masing-masing akan mencapai 50,73 ku dan 14,50 ku per
ha. Proyeksi produktivitas jangka pendek untuk padi, jagung dan kedele dari
hasil analisis ini lebih rendah daripada angka target produktivitas yang
47
ditetapkan oleh Ditjen Tanaman Pangan. Bahkan untuk tahun 2013 target
produktivitas yang ditetapkan oleh Ditjen Tanaman Pangan sudah sebesar
54,17 ku/ha untuk jagung dan 15,36 ku/ha untuk kedelai.
Seiring dengan upaya peningkatan luas areal dan produktivitas, produksi
tanaman pangan, khususnya tiga komoditas utama yaitu padi, jagung dan
kedelai, diproyeksikan akan mengalami laju peningkatan cukup tinggi, yaitu
masing-masing 2,44%, 7,57% dan 4,3% per tahun. Laju pertumbuhan produksi
jagung yang cukup tinggi tersebut terutama karena didukung oleh laju
pertumbuhan produktivitas yang cukup tinggi. Pada tahun 2014, produksi padi,
jagung dan kedelai diperkirakan masing-masing akan mencapai sekitar 71,4
juta ton GKG, 24,8 juta ton pipil kering, dan 1,1 juta ton biji kering. Untuk
komoditas pangan lainnya, laju pertumbuhan produksi kacang hijau, kacang
tanah, ubi kayu dan ubi jalar pada periode yang sama diproyeksikan akan
meningkat lebih lambat.
Melalui upaya peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam tiga
komoditas pangan utama, Indonesia diharapkan akan dapat mencapai status
swasembada pada tahun 2014. Dalam hal ini target produksi yang ditetapkan
oleh Pemerintah dalam Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014, terutama
untuk 3 komoditas utama pangan, pada tahun 2014 masing-masing adalah
sebesar 69,7 juta ton untuk padi, 29 juta ton untuk jagung dan 2,7 juta ton
untuk kedelai. Dengan mempertimbangkan capaian produksi padi pada tahun
2011 yang menurun dibanding pada tahun 2010 karena berbagai factor,
terutama perubahan iklim atau penetapan target yang terlalu tinggi, pada tahun
2012 pemerintah secara resmi menurunkan target pencapaian produksi padi
pada tahun 2014 yang semula 75,7 juta ton menjadi 69,7 juta ton. Sementara
untuk kedelai, meskipun ada rencana perluasan areal tanam sebesar 650 ribu
ha dan peningkatan produktivitas pada luasan lahan 888 ribu ha yang telah ada
sebelumnya, target produksi pada tahun 2014 adalah sebesar 2,7 juta ton.
Target yang ditetapkan di dalam Renstra Kementerian Pertanian ini dapat
dipandang sebagai skenario optimistis jika melihat trend produksi pada tahun-
tahun sebelumnya dan produksi yang dapat dicapai pada tahun terakhir.
48
Rencana perluasan areal tanam melalui program-program yang telah diuraikan
sebelumnya masih merupakan skenario dalam rangka peningkatan produksi,
dimana kesesuaian lahan untuk pengembangan kedelai masih harus
dipertimbangkan.
4.1.2. Tanaman Hortikultura
Komoditas hortikultura berperan penting di dalam berbagai aspek, yaitu
sebagai bahan pangan masyarakat, penyedia lapangan kerja, lapangan
berusaha, dan bahan baku industri, serta kesehatan manusia, sosial budaya,
dan pariwisata. Khususnya tanaman obat (biofarmaka), mempunyai peranan
yang penting dalam menjaga dan memperbaiki kesehatan manusia.
Kecenderungan masyarakat untuk “back to nature” dewasa ini tercermin
pada permintaan konsumen terhadap obat (jamu) dan suplemen makanan
herbal yang terus meningkat, baik di dalam maupun luar negeri. Di dalam
aspek kehidupan sosial budaya masyarakat, ia terkait dengan keindahan baik
indoor maupun outdoor, acara/upacara budaya, dan kegiatan lain yang
memerlukan tanaman hias, buah-buahan dan sayuran. Sementara perannya
yang besar di dalam pariwisata, antara lain adalah menyediakan buah-buahan,
sayuran, dan tanaman hias di tempat wisata, hotel, restoran/rumah makan,
agrowisata, dan lain-lain. Kondisi ini memacu peningkatan kebutuhan akan obat
tradisional dan fitofarmaka. Produksi tanaman hias yang berfluktuasi
merupakan akibat dari perubahan preferensi konsumen, seperti halnya yang
terjadi pada mode/fashion.
Ke depan, subsektor hortikultura harus dibangun berbasis pada
kekayaan sumberdaya genetik nasional yang mempunyai kespesifikan,
keunggulan dan cita rasa, yang tidak dapat disaingi oleh produk serupa dari
negara lain. Dengan mengatur pola produksi, kapasitas produksi, dan proses
produksi yang ramah lingkungan, akan diperoleh produk yang bersih dan
berdaya saing tinggi di pasar global. Karena permintaan pasar meningkat pesat,
maka proses produksi hortikultura akan berkembang ke lokasi-lokasi baru
49
bersamaan dengan penerapan program intensifikasi di lahan yang telah mapan.
Seiring dengan membesarnya volume kegiatan usaha hortikultura di dalam
negeri, dampak pengembangan subsektor ini dapat dirasakan dari peningkatan
kinerja pembangunan ekonomi dari tahun ke tahun.
Dari potensi plasma nuftah yang ada di Indonesia, hanya sekitar 323
komoditas hortikultura yang telah teridentifikasi mempunyai nilai ekonomi dan
sekitar 70 komoditas yang tercatat sebagai data statistik di dalam negeri. Ini
menunjukkan bahwa prospek pengembangan komoditas hortikultura masih
dapat ditingkatkan, khususnya bagi pengembangan komoditas baru untuk
membangun trend pasar yang berdampak positif terhadap penumbuhan
kegiatan ekonomi masyarakat.
Pada periode 2010-2014, total produksi komoditas hortikultura
diproyeksikan mengalami peningkatan sebesar 2,08%/tahun. Peningkatan
terbesar terjadi pada kelompok tanaman obat dengan laju 6,29%/tahun,
disusul kelompok tanaman sayuran 2,37%/tahun, kelompok tanaman buah-
buahan 1,75%/tahun, dan kelompok tanaman hias 0,93%/tahun (Tabel 4.1.2).
Dengan proyeksi laju pertumbuhan tersebut, maka pada tahun 2014, total
produksi buah-buahan akan mencapai 21,33 juta ton, sayuran 11,44 juta ton,
tanaman obat 0,61 juta ton dan tanaman hias 0,40 juta ton.
Tabel 4.1.2. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2014.
Kelompok Komoditas
Luas Panen Produktivitas Produksi Laju
2010-14 (%/th)
Luas 2014 (ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Provitas 2014 (t/ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Produksi 2014
(000’t) Buah-buahan 5,90 889.734 0,04 24,00 1,75 21.326 Sayuran 1,86 1.186.063 0,10 9,65 2,37 11.443Tanaman Obat 14,92 28.510 0,95 21,29 6,29 607Tanaman Hias 6,06 2.363 -3,77 169,73 0,93 401
Total 3,57 2.106.669 -1,30 16,03 2,08 33.776Sumber: Hasil proyeksi. Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.1.2.
50
Peningkatan total produksi hortikultura tersebut terutama bersumber dari
peningkatan luas areal panen, yaitu tanaman obat 14,92%/tahun, tanaman hias
6,06%/tahun, buah-buahan 5,90%/tahun dan sayuran 1,86%/tahun.
Sementara laju produktivitas relatif rendah, dan bahkan pada tanaman hias
cenderung menurun.
Proyeksi luas areal panen, produktivitas dan produksi masing-masing
jenis komoditas hortikultura utama diuraikan sebagai berikut.
Buah-buahan dan Sayuran:
Untuk komoditas buah-buahan, luas areal, produktivitas dan produksinya
diproyeksikan akan meningkat (Tabel 4.1.3). Pada tahun 2014, komoditas
buah-buahan yang mempunyai luas areal terbesar adalah mangga, yaitu 151
ribu ha. Dengan produktivitas mangga sekitar 11.5 ton/ha, produksinya akan
mencapai 1.8 juta ton. Di antara komoditas utama buah-buahan, pisang
menghasilkan produksi terbesar yaitu sekitar 7 juta ton, sedangkan produksi
terkecil dihasilkan oleh manggis yaitu 118.9 ribu ton.
Untuk komoditas sayuran, luas areal, produktivitas dan produksinya juga
diproyeksikan akan meningkat, kecuali bawang putih (Tabel 4.1.3). Menurunnya
prestasi bawang putih disebabkan harga produksi lokal komoditas ini tidak
dapat bersaing dengan komoditas sejenis yang diimpor dari China. Pada tahun
2014, komoditas sayuran yang diproyeksiksan akan mempunyai luas areal
terbesar adalah cabai yaitu 273.5 ribu ha. Dengan produktivitas yang relatif
konstan, yaitu 5.6 ton/ha, produksi komoditas cabai diproyeksikan akan
mencapai 1.6 juta ton. Di antara komoditas utama sayuran, cabai menghasilkan
produksi terbesar, kemudian diikuti oleh kubis 1.4 juta ton, bawang merah 1.2
juta ton, dan kentang 1.1 juta ton, sedangkan produksi terkecil dihasilkan oleh
bawang putih yaitu hanya 7.5 ribu ton. Jika tidak dilakukan upaya peningkatan
produksi bawang putih, maka luas areal dan produksi komoditas sayuran ini
akan terus menurun sehingga tingkat ketergantungan terhadap bawang putih
impor akan makin tinggi.
51
Tabel 4.1.3. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Komoditas Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2014.
Komoditas
Luas Areal Produktivitas Produksi Laju
2010-14 (%/th)
Luas 2014 (ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Provitas 2014 (t/ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Produksi 2014
(000’t) Buah-buahan:
Alpukat 4,77 24,7 0,45 11,2 2,46 248,1 Durian 6,99 60,4 2,60 11,8 5,72 613,5 Jambu Biji 2,64 11,1 1,61 21,8 4,42 242,6Jeruk 3,69 65,9 1,53 37,9 1,87 2.188,9 Mangga 3,52 150,8 3,56 11,5 8,67 1.831,5 Nenas 2,97 13,6 7,44 152,7 7,49 1.856,1 Pepaya 1,31 9,9 2,12 80,7 5,77 870,1 Pisang 4,15 119,8 0,86 59,1 4,91 7.044,4Rambutan 6,70 102,8 2,12 7,1 9,06 732,3
Sayuran: Bw Merah 0,77 112,9 1,65 10,23 3,12 1.185,4 Bw Putih -6,09 1,4 0,84 7,02 -11,71 7,5 Cabe 3,60 273,6 0,00 5,61 4,12 1.566,1 Kc Panjang 4,13 101,0 0,74 5,85 0,75 503 Kentang 0,34 67,4 -0,54 15,61 0,99 1.103,3 Ketimun 0,48 58,0 -1,19 9,16 4,14 643,2 Kol/Kubis 1,06 70,3 0,47 20,94 1,11 1.447,3 Terung 1,63 55,8 2,45 10,73 4,75 612,9 Tomat 2,74 68,4 2,06 15,74 3,30 1.013,8 Wortel 1,70 29,1 0,46 15,28 3,83 474,6
Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.1.3 untuk buah-buahan
dan Lampiran 4.1.4 untuk sayuran.
Tanaman Obat dan Tanaman Hias:
Untuk tanaman obat, luas areal dan produksi tanaman ini diproyeksikan
akan meningkat pada tahun 2014 (Tabel 4.1.4). Hal ini terjadi karena ada
tarikan dari permintaan ekspor dan konsumsi domestik yang cenderung
meningkat. Tanaman jahe mempunyai areal yang terluas di antara tanaman
obat, yaitu sekitar 6.4 ribu ha, kemudian diikuti berturut-turut oleh kunyit 5.1
ribu ha, lengkuas 2.4 ribu ha, dan kencur 2.2 ribu ha. Sementara tanaman obat
dengan luas terkecil adalah sambiloto yaitu 283 ribu ha.
52
Tabel 4.1.4. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2014.
Komoditas
Luas Areal Produktivitas Produksi Laju
2010-14 (%/th)
Luas 2014 (ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Provitas 2014 (t/ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Produksi 2014
(000’t) Tanaman Obat:
Jahe 1.41 6,401 -2.03 16.4 0.16 108,442 Kunyit 2.91 5,112 3.61 27.2 6.64 138,839 Kencur 4.12 2,260 5.81 19.3 1.69 31,694Lengkuas 4.29 2,439 2.36 31.4 3.17 66,799 Temulawak 4.80 1,656 4.80 23.4 9.49 38,327 Kapulaga 4.72 651 18.67 104.5 19.99 59,180 Temuireng 3.16 426 5.01 23.1 3.44 8,174 Lempuyang 3.35 469 2.11 22.5 1.92 9,192Temukunci 4.13 322 7.20 21.0 14.71 7,544 Sambiloto 14.17 283 0.22 23.3 22.65 8,700
Tanaman Hias: Melati -9.35 68.5 6.53 27.4 1.18 22,634 Krisan 5.57 1,243.8 7.68 24.8 11.11 282,301 Mawar -2.42 348.5 5.54 26.6 1.96 89,017 Sedap Malam 1.74 66.8 14.04 160.9 4.84 71,631 Gladiol -17.85 18.4 12.89 40.1 6.74 13,064 Anggrek 3.67 160.6 5.92 12.7 10.73 21,123 Palem -3.58 41.6 3.64 2.6 3.23 1,247 Anthurium 1.00 26.2 10.91 46.0 11.83 11,974 Heliconia 4.00 31.0 13.57 18.6 16.67 5,487 Anyelir 3.70 28.1 6.29 39.9 11.56 11,783
Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.1.5 untuk tanaman obat dan
Lampiran 4.1.6 untuk tanaman hias. Satuan produktivitas untuk melati adalah t/ha, palem adalah ribu pohon/ha, sedangkan
lainnya adalah ribu tangkai/ha. Satuan produksi untuk melati adalah ribu ton, palem adalah ribu pohon, sedangkan lainnya
adalah ribu tangkai.
Produktivitas tanaman obat diproyeksikan akan meningkat pada kurun
waktu 2011-2014, kecuali jahe. Pada tahun 2014, produktivitas jahe
diproyeksikan akan menjadi hanya 16.4 ton/ha, lebih rendah dibanding pada
kurun waktu sebelumnya. Hal ini terjadi karena banyaknya hama dan penyakit
pada pertanaman jahe dan di pasar ekspor terjadi persaingan yang ketat
dengan komoditas sejenis dari negara-negara eksportir lainnya. Sementara itu,
53
produktivitas kapulaga diproyeksikan akan mencapai 104.5 ton/ha, dan untuk
jenis-jenis tanaman obat lainnya jauh lebih kecil. Proyeksi produksi kunyit akan
mencapai 138 ribu ton, kemudian diikuti oleh jahe 108.4 ribu ton, lengkuas
66.7 riu ton dan kapulaga 59.1 ribu ton.
Untuk tanaman hias, areal panen melati, mawar, gladiol dan palem
diproyeksikan akan menurun pada tahun 2014 (Tabel 4.1.4). Hal ini terjadi
diduga karena teknologi budidaya yang belum berkembang baik. Namun
demikian, produksi dan produktivitas semua tanaman hias utama diproyeksikan
akan meningkat. Tanaman hias yang diproyeksikan mempunyai areal panen
terluas adalah krisan yaitu 1.2 ribu ha, diikuti oleh mawar 348.5 ha, anggrek
160.6 ha dan melati 68.5 ha. Sejalan dengan areal panennya yang terluas di
antara jenis-jenis tanaman hias, produksi krisan mencapai 282.3 juta tangkai
pada tahun 2014, namun produktivitasnya diproyeksikan hanya 266 tangkai/ha.
Produktivitas bunga sedap malam adalah yang terbesar di antara jenis-jenis
tanaman hias yaitu 1.6 juta tangkai/ha, diikuti oleh anthurium 460 ribu
tangkai/ha, gladiol 401.4 ribu tangkai/ha, dan anyelir 399.3 ribu tangkai/ha.
Produksi krisan diproyeksikan akan mencapai 282 juta tangkai pada
tahun 2014, yang tertinggi di antara jenis-jenis tanaman hias. Selain krisan,
tanaman hias lain yang produksinya tinggi adalah mawar yaitu 89 juta tangkai,
sedap malam 71.6 juta tangkai, melati 22.6 ribu ton, dan anggrek 21 juta
tangkai. Peningkatan produksi tanaman hias antara lain dipacu oleh permintaan
ekspor yang meningkat. Seperti halnya tanaman obat, tanaman hias Indonesia
cukup prospektif di pasar internasional.
4.1.3. Tanaman Perkebunan
Sebagian besar komoditas perkebunan diproyeksikan masih akan
mengalami pertumbuhan luas areal dan produksi selama 2010-2014, dengan
laju pertumbuhan luas areal sekitar 0.14-6.94% dan laju pertumbuhan produksi
sekitar 0.35-8.61% per tahun (Tabel 4.1.5). Kelapa sawit dan kakao masih akan
mengalami pertumbuhan luas areal yang cepat (di atas 6%/tahun), lambat
54
untuk tebu, cengkeh dan lada (1-2.4%/tahun) dan sangat lambat untuk
komoditas-komoditas lainnya (kurang dari 1%/tahun).
Tabel 4.1.5. Proyeksi Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan Utama, 2014.
Komoditas
Luas Areal Total Produksi Laju
2010-14 (%/th)
Luas 2014
(000’ ha)
Laju 2010-14 (%/th)
Produksi 2014
(000’ ton) Kelapa sawit 6.94 10,509 8.61 32,992 Kelapa 0.14 3,829 1.03 3,403 Karet 0.92 3,573 1.13 2,711 Kakao 6.46 2,122 2.14 919 Kopi 0.15 1,276 0.87 708 Cengkeh 1.08 491 4.28 131 Tebu/gula 2.39 477 4.13 3,167 Lada 1.08 203 0.98 127 Tembakau 0.17 188 1.65 90 Teh 0.77 129 0.35 152 Sumber: Hasil Proyeksi. Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.1.7.
Pertumbuhan areal yang cepat pada kelapa sawit dan kakao didorong
oleh prospek ekonomi yang sangat baik kedua komoditas tersebut di pasar
dunia. Hasil kelapa sawit berupa CPO diperlukan tidak hanya untuk minyak
goreng dan bahan kosmetika, tetapi juga untuk biodiesel sebagai bakan bakar
minyak nabati yang dapat diperbaharui (renewable) sebagai produk substitusi
sebagian bahan bakar minyak asal fosil yang harganya meningkat, dimana
permintaan semua produk tersebut terus meningkat. Demikian pula, biji kakao
Indonesia diperlukan oleh negara-negara maju sebagai bahan pencampur
(blending material) karena aromanya yang khas.
Sementara itu, pertumbuhan luas areal tebu yang lambat diakibatkan
oleh persaingan dengan tanaman padi pada lahan sawah, utamanya di Jawa,
yang terjadi pada tebu rakyat. Karena itu, pertumbuhan areal panen tebu
sebesar 2.39%/tahun sebenarnya sudah cukup bagus. Untuk cengkeh,
pertumbuhan areal yang lambat diduga disebabkan terutama oleh laju
permintaan terhadap hasil cengkeh yang melambat oleh pabrik rokok kretek.
55
Laju pertumbuhan luas areal yang sangat lambat pada tanaman kelapa
disebabkan oleh menurunnya peranan kelapa/kopra sebagai bahan baku
minyak goreng sebagai akibat dari berkembangnya pasokan minyak goreng asal
tanaman lain, utamanya minyak sawit. Disamping itu, program pemerintah
yang erkait dengan pengembangan tanaman kelapa juga kurang. Untuk
tanaman karet, walaupun harga dunia produk karet alam di pasar dunia masih
cukup tinggi, total pendapatan petani dan perusahaan besar perkebunan (PTPN
dan swasta) yang berasal dari kebun karet masih lebih rendah dibanding yang
berasal dari kelapa sawit. Hal ini menyebabkan terjadinya konversi sebagian
kebun karet menjadi kebun kelapa sawit. Untuk tanaman lada, lambatnya
pertumbuhan luas areal terutama karena pertumbuhan permintaan lada di
pasar dunia yang lambat.
Pertumbuhan luas areal yang sangat lambat pada tanaman kopi,
terutama disebabkan oleh persaingan yang tajam antara kopi Indonesia yang
sebagian besar jenis robusta dengan kopi asal negara-negara lain yang
mayoritas jenis arabika yang kualitasnya lebih baik. Sementara pertumbuhan
luas areal yang sangat lambat pada tanaman tembakau disebabkan oleh
kurangnya dukungan pemerintah untuk perluasan areal dan melemahnya
permintaan akan produk-produk berbahan baku tembakau, utamanya rokok.
Pertumbuhan luas areal yang sangat lambat pada teh disebabkan oleh
persaingan dengan produk-produk minuman ringan (soft drink) dan air mineral
di pasar domestik dan persaingan yang makin tajam dengan produk-produk teh
asal negara-negara lain.
Luas areal dan produksi komoditas perkebunan pada tahun 2014
diproyeksikan seperti pada Tabel 4.1.5, yaitu masing-masing sekitar 209-10.509
ribu ha dan 90-33.292 ribu ton. Lima komoditas akan tetap mendominasi luas
areal, yaitu kelapa sawit (10.5 juta ha), kelapa (3.83 juta ha), karet (3.57 juta
ha), kakao (2.12 juta ha), dan kopi (1.28 juta ha).
56
4.1.4. Peternakan
Proyeksi produksi daging ternak selama kurun waktu 2010-2014
diperlihatkan pada Tabel 4.1.6. Pada tahun 2014, total produksi semua jenis
daging diproyeksikan akan mencapai sekitar 2.76 juta ton. Penyumbang
terbesar adalah daging unggas (67.42%), utamanya ayam (66.30%),
sementara ternak besar menempati urutan kedua (18.96%) utamanya sapi
(17.65%) dan ternak kecil menempati urutan paling akhir (13.62%). Dengan
demikian, maka daging unggas/ayam yang disebut juga sebagai white meat
(kandungan kolesterol rendah) masih akan tetap dominan sebagai sumber
daging asal ternak.
Tabel 4.1.6. Proyeksi Produksi Daging, Telur dan Susu, 2014.
Jenis Produk Laju
2010-2014 (%/tahun)
Produksi 2014 (ton)
Pangsa (%)
Daging: 4.15 2,755,597 100 1. Ternak Unggas: 5.01 1,857,935 67.42
a. Ayam 5.05 1,826,975 66.30 Ayam Ras Pedaging 6.77 1,539,129 55.85 Ayam Ras Petelur 3.07 68,507 2.49 Ayam Buras -4.14 219,339 7.96
b. Itik 2.64 30,960 1.12 2. Ternak Kecil: 2.50 375,261 13.62
Kambing 5.94 97,615 3.54 Domba -0.13 58,794 2.13 Babi 1.82 218,851 7.94
3. Ternak Besar: 2.46 522,401 18.96 Sapi 2.82 486,430 17.65 Kerbau -2.09 34,186 1.24 Kuda -0.20 1,785 0.06
Telur: 3.91 1,607,017 100 Ayam Ras Petelur 4.10 1,126,470 70.10 Ayam Buras 5.01 203,945 12.69 Itik 2.39 276,601 17.21 Susu (segar) 9.19 1,319,038Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.1.8.
57
Di antara berbagai jenis daging tersebut, ada dua jenis daging yang
produksinya cenderung menurun yaitu daging ayam buras, domba dan kerbau,
sedangkan jenia daging lainnya mengalami pertumbuhan dari rendah yaitu babi
(1.82%/tahun) hingga tinggi yaitu ayam ras pedaging (6.77%/tahun),
walaupun sebenarnya melambat dibanding selama kurun waktu 2005-2010.
Produksi telur pada tahun 2014 diproyeksikan akan mencapai sekitar 1.6
juta ton. Ayam ras petelur akan tetap dominan sebagai sumber produksi telur
(70.1%). Sementara produksi susu sapi diproyeksikan akan mencapai 1.32 juta
ton pada tahun 2014. Produksi susu sapi masih akan meningkat cepat
(9.19%/tahun) karena harga susu yang makin baik dan juga bimbingan
koperasi susu yang sangat baik, sehingga makin banyak peternak sapi perah
yang semula berhenti berproduksi karena harga susu terlalu rendah menjadi
aktif kembali memelihara sapi perah untuk memproduksi susu.
4.2. Perdagangan Internasional
4.2.1. Komoditas Tanaman Pangan
Sesuai dengan target swasembada berkelanjutan untuk padi dan
swasembada untuk jagung dan kedelai dan berbagai upaya peningkatan
produksi yang dilakukan oleh pemerintah, serta berdasarkan trend historis nilai
ekspor dan nilai impor beberapa komoditas pangan selama 2000-2010,
diproyeksikan bahwa selama periode 2011-2014 pertumbuhan nilai ekspor
masih akan bertanda positip, sedangkan pertumbuhan nilai impor akan
bertanda negatif. Artinya, nilai impor diharapkan akan berkurang meskipun
neraca perdagangan masih tetap mengalami deficit karena nilai impor masih
lebih besar daripada nilai ekspor.
Meskipun pemerintah mentargetkan mampu berswasembada jagung dan
kedele pada tahun 2014, secara agregat neraca perdagangan komoditas
pangan pada tahun 2014 diproyeksikan masih akan tetap negatif, terutama
untuk kedelai. Tingginya defisit neraca perdagangan kedelai disebabkan impor
kedelai yang sangat tinggi karena produksi dalam negeri masih belum mampu
memenuhi kebutuhan. Selama ini rasio ketergantungan terhadap impor kedelai
58
berkisar 60%, yang berarti bahwa sekitar 60% kebutuhan kedele dalam negeri
dipenuhi melalui impor. Dengan melihat trend historis nilai ekspor dan nilai
impor komoditas pangan utama yang sangat fluktuatif, maka lebih sulit untuk
mendapatkan proyeksi yang akurat mengenai nilai ekspor, nilai impor dan
neraca perdagangan.
Tabel 4.2.1. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas
Pangan Utama, 2014.
Komoditas Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca
2014 (US$’000)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$’000)
Pangsa (%)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$’000)
Pangsa (%)
Beras 1,55 463 0,68 -1,07 94.002 7,66 -93.539
Jagung 3,18 12.758 18,62 -0,27 331.304 26,99 -318.546
Kedelai 2,13 6.216 9,07 -0,39 552.248 44,99 -546.031
K.Tanah 0,41 11.749 17,15 -0,42 169.254 13,79 -157.505
U.Jalar 0,97 4.956 7,23 -0,18 38 0 4.918
U.Kayu 3,09 32.360 47,24 -0,54 80.610 6,57 -48.250
Total 68.502 100 1.227.456 100 -1.158.954
Sumber: Hasil proyeksi. Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.2.1.
Laju pertumbuhan nilai ekspor selama periode 2011-2014 diproyeksikan
hanya akan mencapai 1,55%/tahun untuk beras, 3,18%/tahun untuk jagung,
dan 2,13%/tahun untuk kedelai (Tabel 4.2.1). Ekspor kedelai Indonesia selama
ini sebagian besar dalam bentuk kedelai olahan yaitu kecap, dan negara tujuan
ekspor utama adalah Australia, Arab Saudi dan Belanda. Sementara nilai impor
komoditas pangan pada periode yang sama diproyeksikan akan menurun
karena upaya untuk mencapai target swasembada yang semakin gencar.
4.2.2. Komoditas Hortikultura
Proyeksi nilai ekspor dan impor komoditas buah-buahan dan sayuran
utama tahun 2014 diperlihatkan pada Tabel 4.2.2. Total nilai ekspor buah-
buahan dan sayuran pada tahun 2014 diproyeksikan masing-masing adalah
sekitar US$ 15.3 juta dan US$ 31.3 juta, sementara total nilai impornya masing-
59
masing adalah US$ 61.4 juta dan US$ 26.4 juta. Dengan demikian, maka
perdagangan komoditas buah-buahan dan sayuran pada tahun 2014
diproyeksikan akan mengalami deficit sekitar US$ 46.1 juta untuk buah-buahan,
dan surplus sekitar US$ 4.9 juta untuk sayuran. Dengan kata lain, perdagangan
buah-buahan dan sayuran pada tahun 2014 diproyeksikan akan mengalami
defisit sekitar US$ 41.2 juta.
Tabel 4.2.2. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2014.
Komodiitas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2014
(US$'000) Laju
2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$'000)
Pangsa (%)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$'000)
Pangsa (%)
Buah: Alpukat 21.15 149.3 0.97 -14.48 10.4 0.02 138.9Durian 9.88 10.9 0.07 9.02 49,020.9 79.87 -49,010.0Jb Biji 28.00 366.4 2.39 -26.62 22.5 0.04 343.8Jeruk -41.27 28.4 0.19 -24.36 7,977.7 13.00 -7,949.4Mangga 3.41 1,218.2 7.95 7.14 1,076.7 1.75 141.5Nenas -20.92 16.1 0.10 17.77 102.7 0.17 -86.7Pepaya 4.88 124.6 0.81 26.48 1,008.7 1.64 -884.0Pisang -44.73 18.1 0.12 24.40 2,142.7 3.49 -2,124.6Rambutan 2.96 381.1 2.49 -4.49 10.2 0.02 370.9Manggis 10.41 13,010.4 84.91 -25.73 2.1 0.00 13,008.3
Total 15,323.5 100 61,374.7 100 -46,051.2Sayur:
Bw Merah 7.00 2,378.2 7.61 -3.13 1,053.6 3.99 1,324.6Bw Putih 16.00 136.0 0.44 -8.35 1,735.6 6.58 -1,599.6Cabai -6.00 509.5 1.63 -23.91 449.4 1.70 60.1K Panjang 14.67 137.8 0.44 16.49 68.0 0.26 69.8Kentang -10.59 1,550.1 4.96 10.79 21,986.3 83.34 -20,436.3Ketimun 24.80 2,083.9 6.67 -26.18 14.6 0.06 2,069.3Kol/Kubis -24.36 2,325.9 7.45 -9.85 433.8 1.64 1,892.1Terung -75.76 0 0 20.33 0.6 0 -0.6Tomat 17.44 6,397.1 20.48 -33.24 11.0 0.04 6,386.1Wortel 26.13 15,717.9 50.32 10.62 0 0 15,717.9
Total 31,236.3 100 26,380.3 100 4,856.0Sumber: Hasil proyeksi. Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.2.2 dan Lampiran 4.2.3.
60
Komoditas ekspor buah-buahan yang menonjol adalah manggis yang
mempunyai pangsa nilai ekspor hampir 85% sedangkan mangga menempati
urutan kedua dengan pangsa nilai hampir 8%. Sementara komoditas impor
utama adalah durian yang mempunyai pangsa nilai impor hampir 80%, dan
urutan kedua ditempati jeruk dengan pangsa nilai 13%.
Untuk sayuran, komoditas ekspor wortel yang pada tahun 2014
diproyeksikan akan merupakan komoditas yang menonjol dengan pangsa nilai
ekspor lebih dari 50%, sedangkan tomat menempati urutan kedua dengan
pangsa nilai lebih dari 20%. Komoditas lainnya yang patut diperhitungkan
adalah bawang merah, kubis/kol dan ketimun dengan pangsa nilai masing-
masing-masing 7.6%, 7.5% dan 6.7%. Sementara komoditas sayuran impor
utama adalah kentang dengan pangsa nilai impor lebih dari 83%, dan urutan
kedua ditempati bawang putih dengan pangsa nilai hampir 7%.
Dilihat dari neraca perdagangan (nilai ekspor dikurangi nilai impor),
komoditas yang mendatangkan surplus terbesar adalah manggis untuk buah-
buahan dan wortel untuk sayuran. Sementara komoditas yang mempunyai
sumbangan deficit terbesar adalah durian untuk buah-buahan dan kentang
untuk sayuran. Posisi surplus/deficit perdagangan komoditas-komoditas lainnya,
baik buah-buahan maupun sayuran ditunjukkan pada Tabel 4.2.2 tersebut di
atas.
Komoditas tanaman obat dan tanaman hias juga diekspor dan/atau
diimpor oleh Indonesia. Namun dari sekian banyak jenis tanaman obat dan
tanaman hias hanya beberapa jenis saja yang ada datanya, yaitu jahe, kunyit
dan temulawak untuk tanaman obat serta krisan, mawar dan anggrek untuk
tanaman hias. Temu lawak pada tahun 2014 sudah tidak diekspor lagi.
Pada tahun 2014, total nilai ekspor dan impor tanaman obat
diproyeksikan masing-masing adalah sekitar US$ 2.9 juta dan US$ 4.1 juta,
yang berarti deficit US$ 1.2 juta (Tabel 4.2.3). Sementara total nilai ekspor dan
impor tanaman hias masing-masing adalah sekitar US$ 6.0 juta dan US$ 0.4
juta, yang berarti surplus sekitar US$ 5.6 juta. Total nilai perdagangan tanaman
obat dan tanaman hias diproyeksikan akan mengalami surplus US$ 4.4 juta
61
pada tahun 2014. DI antara enam komoditas tanaman obat dan tanaman hias
tersebut, hanya jahe yang mengalami defisit perdagangan, sedangkan lima
komoditas lainnya mengalami surplus.
Tabel 4.2.3. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2014.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2014
(US$'000)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$'000)
Pangsa (%)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$'000)
Pangsa (%)
T. Obat: Jahe 6.68 1,694 58.64 21.70 3,993 96.75 -2,299Kunyit 8.69 1,195 41.36 19.48 134.3 3.25 1,061Temulawak 0 0 0 0 0 0 0
Total 2,889 100 4,127 100 -1,238T. Hias:
Krisan 17.81 2,693 44.86 33.93 146 39.27 2,547Mawar 24.94 2,286 38.09 13.97 225 60.63 2,061Anggrek 3.68 1,024 17.06 -15.26 0.4 0.10 1,024
Total 6,003 100 371 100 5,632Sumber: Hasil proyeksi. Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.2.4 dan Lampiran 4.2.5. 4.2.3. Komoditas Perkebunan
Total nilai ekspor dan impor komoditas perkebunan pada tahun 2014
diproyeksikan akan mencapai masing-masing sekitar US$ 49.8 juta dan US$ 2.4
juta, yang berarti mengalami surplus yang cukup besar yaitu sekitar Rp 47.4
juta (Tabel 4.2.4). Komoditas ekspor yang memberikan sumbangan devisa
terbesar adalah kelapa sawit dengan pangsa nilai lebih dari 67%, sementara
urutan kedua adalah karet dengan pangsa hampir 21%. Kakao dan kopi
masing-masing mempunyai pangsa sekitar 5.6% dan 2.1%.
Untuk impor, komoditas utama adalah gula dengan pangsa nilai impor
hampir 52% pada tahun 2014. Komoditas lainnya yang menempati urutan
kedua dan ketiga masing-masing adalah tembakau dan kakao dengan pangsa
nilai impor masing-masing 25.7% dan 10.4%.
62
Di antara 10 komoditas perkebunan yang dianalisis, hanya gula dan
tembakau yang mengalami deficit nilai perdagangan, utamanya gula yang
mencapai lebih dari US$ 1.1 juta. Sementara delapan komoditas lainnya adalah
pencipta devisa negara.
Tabel 4.2.4. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2014.
Komofitas
Ekspor Impor Neraca 2014
(US$'000)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$'000)
Pangsa (%)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$'000)
Pangsa (%)
Kelapa Sawit 25.61 33,393 67.04 19.82 88.0 3.60 33,305Karet 11.43 10,302 20.68 21.43 92.8 3.80 10,209Kakao 16.57 2,793 5.61 13.47 254 10.38 2,539Kopi 9.19 1,035 2.08 25.66 83.5 3.42 951Kelapa 8.49 835 1.68 -44.82 0.2 0.01 835Tembakau 17.12 561 1.13 10.94 628 25.69 -66Lada 24.55 536 1.08 25.03 5.6 0.23 530Teh 6.79 212 0.43 14.95 29.3 1.20 183Tebu/gula 19.69 136 0.27 5.28 1,260 51.56 -1,124Cengkeh -19.97 5 0.01 21.23 2.6 0.11 2.1
Total 49,807 100 2,444 100 47,364Sumber: Hasil proyeksi. Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.2.6.
4.2.4. Komoditas Peternakan
Komoditas peternakan yang diperdagangkan terdiri dari daging (sapi,
kambing/domba, babi, ayam), hati/jeroan, ternak hidup (sapi, kerbau, babi,
kambing), telur konsumsi dan produk susu. Pada tahun 2010 sudah tidak ada
lagi ekspor daging sapi, babi dan ayam, sehingga pada tahun 2014
diproyeksikan tetap tidak ada lagi ekspor jenis daging tersebut (Tabel 4.2.5).
Ekspor daging kambing/domba (kado) tahun 2014 diproyeksikan masih akan
ada yaitu US$ 349 ribu. Nilai impor daging sapi dan daging kado masih akan
meningkat, sedangkan nilai impor daging babi dan ayam menurun. Pada tahun
2014 diproyeksikan bahwa perdagangan semua jenis daging akan mengalami
deficit dengan jumlah defisit terbesar pada impor daging sapi.
63
Tabel 4.2.5. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan, 2014.
Komoditas
Ekspor Impor Neraca 2014
(US$'000)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$'000)
Pangsa(%)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$'000)
Pangsa (%)
1. Daging: Sapi 0 0 0 9.73 419,677 22.28 -419,677Kado 13.17 349 0.17 5.98 6,889 0.37 -6,540Babi 0 0 0 -10.60 39 0 -39Ayam 0 0 0 -12.53 759 0.04 -759
2. Hati/jeroan 9.93 33,059 16.24 0.66 108,573 5.76 -75,5143. Ternak:
Sapi 0 0 0 6.02 562,258 29.84 -562,258Kerbau 0 0 0 2.26 2,280 0.12 -2,280Babi -8.97 34,571 16.98 8.28 0 0 34,571Kambing -7.74 154 0.08 -4.88 8 0 146
4. Telur kons 15.44 289 0.14 -1.23 6,679 0.35 -6,3905. Produk susu 7.68 135,123 66.38 5.34 776,826 41.23 -641,703
Total 203,545 100 1,883,989 100 -
1,680,444Sumber: Hasil proyeksi. Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.2.7.
Untuk perdagangan hati/jeroan, pada tahun 2014 diproyeksikan bahwa
nilai impor akan mencapai sekitar US$ 33.1 ribu, sedangkan nilai impornya jauh
lebih besar yaitu sekitar US$ 108.6 juta. Karena itu, perdagangan hati/jeroan
akan mengalami deficit dengan jumlah besar yaitu sekitar US$ 75.5 juta.
Untuk ternak hidup (ternak pedaging), Indonesia hanya melakukan
ekspor babi dan kambing, sedangkan ternak sapi dan kerbau tidak diekspor.
Pada tahun 2014, nilai ekspor ternak babi dan kambing akan mencapai masing-
masing sekitar US$ 34.6 juta dan US$ 145 ribu. Sementara itu, impor ternak
hidup hanya untuk sapi, kerbau dan kambing potong dengan ternak sapi
sebagai komponen impor utama yang nilainya pada tahun 2014 diproyeksikan
akan mencapai sekitar US$ 562.3 juta sehingga jumlah deficit perdagangan
akan sebesar itu juga karena tidak ada ekspor. Defisit perdagangan akan
dialami juga oleh ternak kerbau, sementara surplus perdagangan akan terjadi
pada ternak babi dan kambing.
64
Telur konsumsi dan produk diekspor dan diimpor oleh Indonesia. Pada
tahun 2014, nilai ekspor dan impor telur konsumsi mencapai masing-masing
US$ 289 ribu dan US$ 6.7 juta, sehingga akan terjadi deficit sekitar US$ 6.3
juta. Sementara untuk produk susu, pada tahun yang sama nilai ekspor dan
impornya akan mencapai masing-masing sekitar US$ 135.1 juta dan US$ 776.8
juta sehingga akan terjadi deficit sekitar US$ 641.7 juta.
Total nilai ekspor dan impor seluruh komoditas peternakan pada tahun
2014 diproyeksikan akan mencapai masing-masing sekitar US$ 203.5 juta dan
US$ 1.88 milyar, sehingga akan terjadi deficit perdagangan sangat besar yaitu
sekitar US$ 1.68 milyar. Penyumbang nilai ekspor terbesar adalah produk susu
yaitu 66.38%, sementara penyumbang nilai impor utama adalah juga produk
susu, disamping ternak sapi bakalan dan daging sapi, yaitu masing-masing
41.23%, 29.84% dan 22.28%. Dengan demikian, maka ketiga komoditas
tersebut juga merupakan penyumbang utama deficit perdagangan komoditas
peternakan. Hanya perdagangan ternak babi dan kambing yang mengalami
surplus, namun jumlahnya jauh lebih kecil dibanding nilai deficit pada
perdagangan jenis-jenis komoditas lainnya.
4.3. Produk Domestik Bruto Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sector pertanian
selama 2010-2014 diproyeksikan akan mencapai rata-rata 3.68% per tahun
(Tabel 4.3.1). Laju pertumbuhan ini lebih rendah dibanding pada kurung waktu
sebelumnya yang mencapai sekitar 3.77% per tahun. Laju pertumbuhan yang
menurun disebabkan oleh laju pertumbuhan produksi, ekspor dan impor yang
diproyeksikan akan melambat karena lahan makin terbatas, sementara
pertumbuhan produktivitas pada umumnya masih lambat. Subektor Tanaman
Bahan Makanan diproyeksikan akan tumbuh paling cepat (3.95%/tahun),
sementara subsector peternakan paling lambat (3.18%/tahun).
Pada tahun 2014, total PDB sector pertanian diproyeksikan akan
mencapai sekitar Rp 273.5 trilyun. Subsektor Tanaman Bahan Makanan akan
65
tetap memberikan kontribusi terbesar, yaitu sekitar 64.8%, sementara
subsector perkebunan dan peternakan masing-masing memberikan kontribusi
sebesar 19.4% dan 15.8%.
Tabel 4.3.1. Proyeksi PDB Riil Sektor Pertanian, 2014.
Subsektor Laju
2010-14 (%/th)
PDB 2014
(Rp’ m)
Pangsa (%)
Tanaman Bahan Makanan 3.95 177,176 64.79 Perkebunan 3.22 53,065 19.40 Peternakan 3.18 43,220 15.80
Total 3.68 273,460 100.00 Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.3.1.
4.4. Investasi Pertanian
Dilihat dari asal modal, investasi pertanian di Indonesia terdiri dari
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
PMA dalam jangka menengah diproyeksikan meningkat tiga subsektor, yaitu
subsector tanaman pangan, subsektor perkebunan dan subsector peternakan
dengan laju masing-masing 10.30%, 21.80% dan 6.50% per tahun, sementara
untuk subsector hortikultura tidak ada investasi PMA (Tabel 4.4.1). Dalam
jangka menengah, moratorium lahan tidak menunjukkan pengaruh pada laju
peningkatan investasi pada subsektor perkebunan. Total investasi PMA akan
naik 21.55% per tahun sehingga pada tahun 2014 akan mencapai sekitar US$
1.8 milyar.
Untuk PMDN, nilai investasinya pada tahun 2014 diproyeksikan akan
meningkat untuk subsector perkebunan yaitu 60.15% per tahun, tetapi untuk
dua subsektor lainnya menurun, yaitu 16.76% dan 1.85% per tahun maisng-
masing untuk subsector tanaman dan subsector peternakan, dan bahkan nilai
investasi di subsektor hortikultura tidak ada lagi (Tabel 4.4.2). Hal ini
menunjukkan bahwa susbsektor perkebunan lebih diminati para investor,
terutama untuk tanaman penghasil minyak (oleaginous). Total investasi PMDN
akan meningkat 5.90% per tahun karena sumbangan yang besar pada investasi
66
perkebunan. Pada tahun 2014, total investasi PMDN diproyeksikan akan
menjadi sekitar Rp 95.8 triliun, yang 99.7% untuk subsector perkebunan.
Investasi pada subsector hortikultura akan lebih banyak dilakukan oleh petani,
namun datanya tidak terdokumentasikan.
Tabel 4.4.1. Proyeksi Nilai PMA dan PMDN di Sektor Pertanian, 2014.
Subsektor
PMA PMDN Laju
2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(US$ jt)
Pangsa (%)
Laju 2010-14 (%/th)
Nilai 2014
(Rp m)
Pangsa (%)
T. Pangan 10.30 21.9 1.22 -16.76 141.6 0.15Hortikultura 0 0 0 0 0 0 Perkebunan 21.80 1,761.5 98.44 60.15 95,540.4 99.68Peternakan 6.50 6.1 0.34 -1.85 161.8 0.17
Total 21.55 1,790 100.00 5.90 95,844 100.00Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2011-2014 diperlihatkan pada Lampiran 4.4.1.
67
V. OUTLOOK JANGKA PANJANG: 2025
5.1. Produksi
5.1.1. Tanaman pangan
Dengan mempertimbangkan keberlanjutan kegiatan yang dilakukan
pemerintah dalam rangka pencapaian program swasembada pangan dan
swasembada pangan berkelanjutan, proyeksi luas areal, produktivitas dan produksi
komoditas pangan utama pada periode jangka panjang ditampilkan pada Table
5.1.1. Dalam jangka panjang, luas panen komoditas pangan utama yaitu padi,
jagung dan kedelai, diperkirakan akan tetap meningkat dengan laju peningkatan
terbesar pada komoditas jagung (4,74%/tahun), padi meningkat dengan laju lebih
lambat (1,82%/tahun), sementara laju pertumbuhan luas panen kedelai meningkat
paling lambat (0,78%/tahun). Perkiraan peningkatan luas panen jagung yang cukup
tinggi karena minat petani menanam jagung makin besar yang didorong oleh
tingginya permintaan jagung yang meningkat terus karena berkembangnya industri
pakan ternak. Sementara laju luas areal padi jangka panjang diperkirakan akan
dicapai melalui rencana pembangunan food estate di Merauke, pencetakan sawah
baru dan optimalisasi pemanfaatan lahan sub-optimal. Sedangkan untuk kedelai,
selama harga kedele lokal belum bisa bersaing dengan kedelai impor, maka minat
petani menanam komoditas ini akan tetap rendah. Dalam hal ini pemerintah perlu
membuat kebijakan impor yang kondusif bagi pengembangan usahatani dan industri
kedelai lokal. Untuk komoditas pangan lainnya (kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar
dan ubi kayu), jika tidak ada intervensi melalui program khusus peningkatan luas
areal untuk komoditas tersebut, maka laju pertumbuhan luas panen akan sedikit
menurun sebagai akibat dari peningkatan luas areal jagung karena prospek dan
insentif yang cukup tinggi untuk penanaman jagung hibrida.
Produktivitas komoditas pangan utama dalam jangka panjang diperkirakan
mengalami peningkatan secara lamban, yaitu padi meningkat dengan laju
pertumbuhan sebesar 0,56%/tahun, jagung 1,55%/tahun dan kedelai 1,29%/tahun.
Hal ini disebabkan saat ini upaya peningkatan produktivitas telah dipacu agar dapat
tercapai peningkatan produksi sesuai dengan target swasembada. Komoditas
68
pangan lainnya juga mengalami peningkatan produktivitas secara lamban. Pada
tahun 2025, tingkat produktivitas diperkirakan akan sebesar 5.40 ton/ha GKG untuk
padi, 6.09 ton/ha untuk jagung dan 1.67 ton/ha untuk kedelai.
Tabel 5.1.1. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Pangan Utama, 2025.
Komoditas
Luas Areal Panen Produktivitas Produksi Laju
2014-25 (%/th)
Luas 2025
(000’ha)
Laju 2014-25 (%/th)
Provitas 2025 (t/ha)
Laju 2014-25 (%/th)
Produksi 2025
(000 t) Padi 1,13 15.943 0,56 5.40 1,69 86.100 Jagung 2,33 6.326 1,55 6.09 3,89 35.502 Kedele 1,84 919 1,29 1.67 3,14 1.537 K.Hijau -1,95 304 1,39 1.55 2,35 471 K.Tanah -0,77 557 2,24 1.59 1,66 885 U.Jalar -0,28 173 1,48 14.19 1,75 2.449 U.Kayu -0,52 1.084 3,56 34.74 3,20 37.640 Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.1.1 s/d Lampiran 5.1.3.
Dibandingkan dengan produktivitas komoditas di tingkat dunia, dewasa ini
produktivitas beberapa komoditas pangan di Indonesia yaitu padi, jagung, ubikayu,
dan ubijalar, sudah berada diatas rata-rata produktivitas dunia (FAOStat, 2012).
Karena kapasitas genetis untuk meningkatkan produksi ada batas maksimumnya,
maka tanpa ada terobosan perbaikan sifat-sifat genetis tanaman, maka peluang
untuk meningkatkan produktivitas yang saat ini sudah berada di atas rata-rata
produktivitas dunia, peluang untuk memacu peningkatan produktivitas secara
substansial akan relatif kecil. Sedangkan untuk kacang tanah dan kedelai masih di
bawah rata-rata produktivitas dunia sehingga dengan peningkatan teknologi maka
peluang peningkatan produktivitas masih cukup tinggi.
Dengan mengacu pada pertumbuhan luas areal dan produktivitas, selama
periode 2014-2025, produksi komoditas pangan utama diperkirakan akan
meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,69%/tahun untuk padi,
3,89%/tahun untuk jagung, dan 3,14%/tahun untuk kedelai. Sedangkan untuk
komoditas pangan lainnya, produksi ubikayu diperkirakan akan memiliki laju
pertumbuhan yang paling besar dibandingkan komoditas lainnya yaitu sebesar
3,2%/tahun.
69
Tingkat produksi padi pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai sekitar
86,1 juta ton GKG, jagung 35,5 juta ton, dan kedelai 1,54 juta ton. Untuk
komoditas pangan lainnya, produksi kacang hijau dan kacang tanah masih relatif
rendah dibandingkan komoditas lainnya, yaitu hanya sekitar 0,47 juta ton untuk
kacang hijau dan sekitar 0,89 juta ton untuk kacang tanah.
5.1.2. Tanaman Hortikultura
Pertumbuhan hortikultura ke depan dinilai mempunyai prospek yang sangat
baik. Optimisme tersebut didasarkan pada adanya potensi yang belum
didayagunakan secara optimal, baik sumberdaya alam, genetik maupun potensi
pasar. Potensi pengembangan hortikultura sangat besar mencakup keanekaragaman
varietas dan kondisi tanah agroklimat sangat kondusif bagi kegiatan produksi
berbagai jenis buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias.
Sementara itu, membaiknya kondisi perekonomian di dalam negeri dan internasional
akan menumbuhkan permintaan terhadap produk hortikultura yang beragam.
Kualitas hidup penduduk Indonesia pada tahun 2025 akan meningkat
dibandingkan tahun 2010. Hal ini diikuti dengan perubahan gaya hidup dan pola
konsumsi. Preferensi konsumsi penduduk akan mengarah kepada pola makan sehat
dengan mengurangi konsumsi karbohidrat dan memperbanyak konsumsi produk
hortikultura untuk pemenuhan serat, vitamin, mineral dan penyegar stamina tubuh.
Selain itu, perubahan gaya hidup juga akan terjadi, yang diindikasikan oleh
peningkatan kebutuhan tanaman hias, khususnya untuk keindahan lingkungan
sekitar. Peningkatan permintaan tersebut mendorong berkembangnya kegiatan
produksi yang diikuti dengan tumbuhnya sektor pendukung di tingkat hulu dan hilir.
Potensi komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,
sehingga usaha hortikultura dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat petani
dan pelaku usaha lainnya, baik skala mikro, kecil, menengah maupun besar. Usaha
hortikultura mempunyai keunggulan karena mempunyai nilai ekonomi tinggi,
jenisnya sangat beragam, ketersedian sumber daya (alam, buatan dan manusia) dan
teknologi pendukung, serta potensi permintaan pasar di dalam negeri dan di luar
negeri yang terus meningkat.
70
Pada tahun 2025 diprediksi agribisnis hortikultura telah berada pada tahap
maju, sehingga subsektor hortikultura telah mempunyai peran dalam ekonomi
nasional, baik dalam pendapatan nasional (PDB), lapangan kerja dan pendapatan
masyarakat maupun devisa. Permintaan domestik akan produk hortikultura akan
meningkat cukup besar didasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut: (1)
Peningkatan jumlah penduduk tahun 2025 akan bertambah menjadi 285 juta jiwa;
dan (2) Peningkatan konsumsi produk hortikultura akan meningkat tajam sejalan
dengan kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2025 yang berada pada level
ekonomi sedang-menengah dengan pendapatan masyarakat Indonesia rata-rata US$
13 ribu per kapita.
Proyeksi membaiknya kondisi perekonomian nasional pada tahun 2025 akan
berdampak positif terhadap pembangunan subsektor hortikultura di dalam negeri.
Perbaikan kondisi ekonomi pada tahun 2025 yang dipicu oleh perubahan mendasar
kebijakan akan berdampak positif terhadap perbaikan iklim usaha hortikultura.
Investasi hortikultura diperkirakan akan berkembang di semua lini di dalam sistem
agribisnis.
Di sisi lain permintaan pasar internasional juga akan meningkat sejalan
dengan membaiknya kondisi ekonomi di berbagai negara. Hal ini berdampak
terhadap peningkatan peluang ekspor yang potensial sebagai penerimaan devisa
negara. Akumulasi permintaan pasar domestik dan internasional perlu diantisipasi
dengan peningkatan kegiatan di sektor produksi. Sejalan dengan hal tersebut,
sektor-sektor pendukung juga akan tumbuh mengikuti intensitas kegiatan sektor
produksi. Pada akhirnya terbangun jaringan kerja ekonomi yang bersifat lintas
sektoral yang secara agregat berpengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian
nasional.
Berdasar perkiraan optimis terhadap dinamika nasional dan global produksi
hortikultura tahun 2025 akan meningkat menjadi 39,5 juta ton atau peningkatan
sebesar 227 persen dibandingtan tahun 2000 akan meningkat rata rata 3,18
persen/tahun. Pertumbuhan tertinggi diproyeksikan akan terjadi pada tanaman hias
dengan laju 7,19 persen/tahun dan tanaman obat sebesar 6,38 persen/tahun.
Sementara produksi buah meningkat sebesar 3,59 persen/tahun dan sayuran
sebesar 2,27 persen/tahun (Tabel 5.1.2).
71
Tabel 5.1.2. Proyeksi Luas Panen, Poduktivitas dan Produksi Tanaman Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2025.
Kelompok Komoditas
Luas Panen Produktivitas Produksi Laju
2014-25 (%/th)
Luas 2025
(000 ha)
Laju 2014-25 (%/th)
Provitas 2025 (t/ha)
Laju 2014-25 (%/th)
Prod 2025
(000 t) Buah-buahan 1.47 1,046.4 -0.48 22,75 0.99 23,803 Sayuran 1.86 1,456.4 0.07 9,72 1.94 14,162 Tanaman Obat 3.50 41.9 0.50 22,50 3.99 943 Tanaman Hias 12.77 9.5 -8.54 67,21 4.23 640
Total 1.75 2,554.3 -0.32 15,48 1.43 39,549 Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.1.4 s/d Lampiran 5.1.6.
Pada tahun 2025, produksi buah diproyeksikan mencapai 23.8 juta ton,
sayuran 14.16 juta ton, tanaman obat 0.94 juta ton dan tanaman hias 0.64 juta ton.
Kenaikan produksi hortikultura terjadi karena peningkatan luas areal panen dan
peningkatan produktivitas. Secara keseluruhan luas panen hortikultura tahun 2014-
2025 akan meningkat dengan laju sebesar 1.75%/tahun. Pertumbuhan luas panen
lebih cepat terjadi pada tanaman hias sebesar 12.77%/tahun, disusul tanaman obat
3.50%/tahun, sayuran 1.86%/tahun dan buah-buahan 1.47%/tahun. Pada tahun
2025 luas tanaman buah-buahan diproyeksikan seluas 23,8 juta ha; sayuran 14.16
juta ha; tanaman obat 0.94 juta ha dan tanaman hias sebesar 0.64 juta ha.
Proyeksi luas areal panen, produktivitas dan produksi buah-buahan, sayuran,
tanaman obat dan tanaman hias utama menurut jenis tanaman pada tahun 2025
adalah sebagai berikut.
Buah-buahan dan Sayuran:
Proyeksi luas areal panen, produktivitas dan produksi buah-buahan dan
sayuran utama menurut jenis tanaman diperlihatkan pada Tabel 5.1.3. Untuk
komoditas buah-buahan, luas areal, produktivitas dan produksi semua jenis buah-
buahan diproyeksikan akan meningkat pada tahun 2025 walaupun dengan laju yang
melambat dibanding pada kurun waktu sebelumnya (2010-2014), sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.1.3. Pada tahun 2025, komoditas buah-buahan yang
mempunyai luas areal terbesar adalah tetap mangga, yaitu 196.2 ribu ha. Dengan
produktivitas sekitar 14.9 ton/ha, produksinya akan mencapai 3.5 juta ton. Di
72
antara komoditas utama buah-buahan, pisang menghasilkan produksi terbesar yaitu
sekitar 10.2 juta ton, sedangkan produksi terkecil dihasilkan oleh manggis yaitu 0.2
juta ton.
Tabel 5.1.3. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2025.
Komoditas
Luas Areal Panen Produktivitas Produksi Laju
2014-25 (%/th)
Luas 2025
(000 ha)
Laju 2014-25 (%/th)
Provitas 2025 (t/ha)
Laju 2014-25 (%/th)
Produksi 2025
(000 t) Buah-buahan:
Alpukat 3.25 35.1 0.46 11.78 1.71 299 Durian 4.81 101.2 1.82 14.39 3.94 938 Jambu Biji 1.93 13.7 1.04 24.44 3.03 337 Jeruk 2.55 86.9 1.03 42.40 1.29 2,519 Mangga 2.42 196.2 2.39 14.91 5.97 3,464 Nenas 1.94 16.8 5.12 264.40 5.16 3,227 Pepaya 0.96 11.0 1.47 94.72 3.97 1,335 Pisang 2.85 163.1 0.59 63.03 3.38 10,155 Rambutan 4.61 168.7 1.30 8.18 6.23 1,423 Manggis 4.07 20.0 2.13 11.85 6.14 229
Sayuran: Bawang Merah 0.53 119.6 1.85 12.51 2.14 1,496Bawang Putih -8.80 0.5 -7.62 2.80 -14.14 1.4Cabe 2.48 358.1 0.54 5.95 2.84 2,130Kacang Panjang 2.83 137.3 -3.57 3.87 0.51 532Kentang 0.23 69.1 0.90 17.21 0.68 1,189Ketimun 0.32 60.1 4.50 14.58 2.85 876Kol/Kubis 0.75 76.3 -0.13 20.63 0.77 1,574Terung 1.14 63.2 2.33 13.81 3.27 873Tomat 1.90 84.1 -0.16 15.43 2.27 1,298Wortel 1.21 33.2 2.04 19.04 2.64 632
Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.1.7 s/d Lampiran 5.1.9
untuk buah-buahan dan Lampiran 5.1.10 s/d Lampiran 5.1.12 untuk sayuran.
Untuk komoditas sayuran, luas areal, produktivitas dan produksinya juga
diproyeksikan akan meningkat, kecuali bawang putih (Tabel 5.1.3). Menurunnya
prestasi bawang putih disebabkan harga produksi lokal komoditas ini tetap tidak
dapat bersaing dengan komoditas sejenis yang diimpor dari China. Pada tahun 2025,
komoditas sayuran yang diproyeksiksan akan mempunyai luas areal terbesar adalah
cabai yaitu 358.1 ribu ha. Dengan produktivitas 5.95 ton/ha, produksi cabai
diproyeksikan akan mencapai 2.13 juta ton pada tahun 2025. Di antara komoditas
73
utama sayuran, cabai menghasilkan produksi terbesar, kemudian diikuti oleh kubis
1.6 juta ton, bawang merah 1.5 juta ton, dan kentang 1.2 juta ton, sedangkan
produksi terkecil dihasilkan oleh bawang putih yaitu hanya 1.4 ribu ton. Jika tidak
dilakukan upaya peningkatan produksi bawang putih, maka luas areal dan produksi
komoditas sayuran ini akan terus menurun sehingga tingkat ketergantungan
terhadap bawang putih impor akan makin tinggi.
Tanaman Obat dan Tanaman Hias:
Untuk tanaman obat, luas areal dan produksi tanaman ini juga diproyeksikan
akan meningkat pada tahun 2025 (Tabel 5.1.4). Hal ini terjadi karena ada tarikan
dari permintaan ekspor dan konsumsi domestik yang cenderung meningkat.
Tanaman jahe mempunyai areal yang terluas di antara tanaman obat, yaitu sekitar
7.1 ribu ha, kemudian diikuti berturut-turut oleh kunyit 6.4 ribu ha, lengkuas 3.4 ribu
ha, kencur 3.1 ribu ha dan temulawak 2.4 ribu ha. Sementara tanaman obat dengan
luas terkecil adalah temukunci yaitu 438 ha.
Produktivitas tanaman obat diproyeksikan akan meningkat pada periode
2011-2025, kecuali jahe. Pada tahun 2025, produktivitas jahe diproyeksikan akan
menjadi hanya 12.6 ton/ha, lebih rendah dibanding pada tahun 2014. Hal ini terjadi
karena banyaknya hama dan penyakit pada pertanaman jahe dan di pasar ekspor
terus terjadi persaingan yang ketat dengan komoditas sejenis dari negara-negara
eksportir lainnya. Sementara itu, produktivitas kapulaga diproyeksikan akan
mencapai 393.3 t/ha, dan untuk jenis-jenis tanaman obat lainnya hanya berkisar
12.6-37.3 t/ha. Proyeksi produksi kapulaga pada tahun akan mencapai 244.0 ribu
ton (terbesar), kemudian diikuti oleh kunyit 226.9 ribu ton, dan jahe 109.8 ribu ton,
lengkuas 84.7 ribu ton dan temulawak 76.8 ribu ton. Sementara produksi tanaman
obat lainnya masih kecil.
Untuk tanaman hias, areal panen melati, mawar, gladiol dan palem
diproyeksikan akan menurun pada tahun 2025 (Tabel 5.1.4). Hal ini terjadi diduga
karena teknologi budidaya yang masih tetap belum berkembang. Namun demikian,
produksi dan produktivitas semua tanaman hias utama diproyeksikan akan
meningkat. Tanaman hias yang diproyeksikan mempunyai areal panen terluas
adalah krisan yaitu 1.7 ribu ha, diikuti oleh mawar 276 ha, dan anggrek 195.8 ha.
74
Sejalan dengan areal panennya yang terluas di antara jenis-jenis tanaman hias,
produksi krisan mencapai 634.t juta tangkai pada tahun 2025, namun
produktivitasnya diproyeksikan hanya 438 ribu tangkai/ha. Produktivitas bunga
sedap malam adalah yang terbesar di antara jenis-jenis tanaman hias yaitu 4.4 juta
tangkai/ha, diikuti oleh gladiol 1.02 ribu tangkai/ha, anthurium 1.02 ribu tangkai/ha
dan anyelir 636 ribu tangkai/ha.
Tabel 5.1.4. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2025.
Komoditas
Luas Areal Panen Produktivitas Produksi Laju
2014-25 (%/th)
Luas 2025 (ha)
Laju 2014-25(%/th)
Provitas2025 (t/ha)
Laju 2014-25 (%/th)
Prod 2025
(000 t) Tanaman Obat:
Jahe 0.97 7,115 -2.37 12.6 0.11 109.8Kunyit 2.00 6,359 2.50 35.7 4.57 226.9Kencur 2.83 3,073 3.93 29.5 1.17 36.0Lengkuas 2.95 3,359 1.58 37.3 2.18 84.7Temulawak 3.30 2,367 3.23 33.2 6.53 76.8Kapulaga 3.25 925 12.82 393.3 13.77 244.0Temuireng 2.18 540 3.44 33.5 2.39 10.6Lempuyang 2.31 603 1.39 26.2 1.31 10.6Temukunci 2.84 438 4.92 35.6 10.14 21.8Sambiloto 9.73 785 0.16 23.7 15.59 42.7
Tanaman Hias: Melati -8.17 26.7 4.49 444 0.81 24,733Krisan 2.75 1,675.7 5.31 438 7.65 634,660Mawar -2.10 276.0 3.80 401 1.35 103,194Sedap malam 0.85 73.3 9.67 4,435 3.33 102,695Gladiol -15.86 2.7 8.88 1,021 4.64 21,511Anggrek 1.82 195.8 4.07 197 7.39 46,237Palem -3.10 29.4 2.48 34 2.23 1,589Anthurium 0.47 27.6 7.51 1,019 8.15 28,317Heliconia 1.97 38.4 9.34 496 11.48 18,104Anyelir 1.83 34.3 4.33 636 7.96 27,338
Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.1.13 s/d Lampiran
5.1.15 untuk tanaman obat dan Lampiran 5.1.16 s/d Lampiran 5.1.18 untuk tanaman hias.
Produksi krisan diproyeksikan akan mencapai 634.7 juta tangkai pada tahun
2025, yang tertinggi di antara jenis-jenis tanaman hias. Selain krisan, tanaman hias
lain yang produksinya tinggi adalah mawar yaitu 103.2 juta tangkai, sedap malam
75
102.7 juta tangkai, dan anggrek 46.2 juta tangkai. Peningkatan produksi tanaman
hias antara lain dipacu oleh permintaan ekspor yang meningkat. Seperti halnya
tanaman obat, tanaman hias Indonesia cukup prospektif di pasar internasional.
5.1.3. Tanaman Perkebunan
Semua komoditas perkebunan utama diproyeksikan masih akan mengalami
pertumbuhan luas areal dan produksi selama 2014-2025 dengan laju pertumbuhan
luas areal sekitar 0.13-6.41% dan laju pertumbuhan produksi sekitar 0.31-7.96%
per tahun (Tabel 5.1.5). Kelapa sawit dan kakao masih akan mengalami
pertumbuhan luas areal yang cepat (di atas 6%/tahun), lambat untuk tembakau,
cengkeh dan tebu (1-2.27%/tahun) dan sangat lambat untuk kelapa, karet, dan lada
(0.13-0.87%/tahun).
Tabel 5.1.5. Proyeksi Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Utama, 2025.
Komoditas
Luas Areal Produksi Laju
2014-25 (%/th)
Luas 2025
(000’ ha)
Laju 2014-25 (%/th)
Prod 2025
(000’ t)
Kelapa Sawit 6.41 20,824 7.96 76,627 Kelapa 0.13 3,886 1.00 3,798 Karet 0.87 3,931 1.07 3,048 Kakao 6.14 4,087 2.03 1,147 Kopi 0.14 1,296 0.82 775 Cengkeh 1.03 549.2 4.07 203.2 Tebu/Gula 2.27 610.9 3.92 4,836 Tembakau 1.00 225.9 0.91 140.5 Lada 0.16 190.8 1.57 106.8 Teh 0.69 138.6 0.31 157.8 Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.1.19 dan
Lampiran 5.1.20.
Pertumbuhan areal yang cepat pada kelapa sawit dan kakao didorong oleh
prospek ekonomi yang masih sangat baik kedua komoditas tersebut di pasar dunia.
Hasil kelapa sawit berupa CPO diperlukan tidak hanya untuk minyak goreng dan
bahan kosmetika, tetapi juga untuk biodiesel sebagai bakan bakar minyak nabati
yang dapat diperbaharui (renewable) sebagai produk substitusi sebagian bahan
bakar minyak asal fosil yang harganya meningkat, dimana permintaan semua produk
76
tersebut terus meningkat. Demikian pula, biji kakao Indonesia diperlukan oleh
negara-negara maju sebagai bahan pencampur (blending material) karena
mempunyai aroma yang khas.
Sementara itu, pertumbuhan luas areal tebu yang lambat diakibatkan oleh
persaingan dengan tanaman padi pada lahan sawah, utamanya di Jawa, yang terjadi
pada tebu rakyat. Karena itu, pertumbuhan areal panen tebu sebesar 2.27%/tahun
sebenarnya sudah cukup bagus. Untuk cengkeh, pertumbuhan areal yang lambat
diduga disebabkan terutama oleh laju permintaan terhadap hasil cengkeh yang
melambat oleh pabrik rokok kretek.
Laju pertumbuhan luas areal yang sangat lambat pada tanaman kelapa
disebabkan oleh menurunnya peranan kelapa/kopra sebagai bahan baku minyak
goreng sebagai akibat dari berkembangnya pasokan minyak goreng asal tanaman
lain, utamanya minyak sawit. Disamping itu, program pemerintah yang terkait
dengan pengembangan tanaman kelapa juga kurang. Untuk tanaman karet,
walaupun harga dunia produk karet alam di pasar dunia masih akan cukup tinggi,
total pendapatan petani dan perusahaan besar perkebunan (PTPN dan swasta) yang
berasal dari kebun karet masih lebih rendah dibanding yang berasal dari kelapa
sawit. Hal ini menyebabkan terjadinya konversi sebagian kebun karet menjadi kebun
kelapa sawit. Untuk tanaman lada, lambatnya pertumbuhan luas areal terutama
karena pertumbuhan permintaan lada di pasar dunia yang tetap lambat.
Pertumbuhan luas areal yang sangat lambat pada tanaman kopi, terutama
disebabkan oleh persaingan yang tajam antara kopi Indonesia yang sebagian besar
jenis robusta dengan kopi asal negara-negara lain yang mayoritas jenis arabika yang
kualitasnya lebih baik, terutama kopi asal Brazil dan Vietnam. Sementara
pertumbuhan luas areal yang sangat lambat pada tanaman tembakau disebabkan
oleh kurangnya dukungan pemerintah untuk perluasan areal dan melemahnya
permintaan akan produk-produk berbahan baku tembakau, utamanya rokok.
Pertumbuhan luas areal yang sangat lambat pada teh disebabkan oleh persaingan
dengan produk-produk minuman ringan (soft drink) dan air mineral di pasar
domestik dan persaingan yang makin tajam dengan produk-produk teh asal negara-
negara lain di pasar dunia.
77
Luas areal dan produksi komoditas perkebunan pada tahun 2025
diproyeksikan seperti pada Tabel 5.1.5 di atas. Luas areal akan mencapai 138.6 ribu
ha sampai dengan 20.8 juta ha, sementara produksi akan mencapai 106.8 ribu ton
sampai dengan 76.6 juta ton. 3.292 ribu ton. Lima komoditas akan tetap
mendominasi luas areal, yaitu kelapa sawit (20.8 juta ha), kakao (4.1 juta ha), karet
(3.93 juta ha), kelapa (3.89 juta ha) dan kopi (1.3 juta ha).
5.1.4. Peternakan
Proyeksi produksi peternakan pada tahun 2025 diperlihatkan pada Tabel
5.1.6. Pada tahun 2025, total produksi semua jenis daging diproyeksikan akan
mencapai sekitar 5.06 juta ton. Penyumbang terbesar adalah daging unggas
(64.8%), utamanya ayam (64%), sementara ternak besar menempati urutan kedua
(25.4%) utamanya sapi (12.8%) dan ternak kecil menempati urutan paling akhir
(9.8%. Dengan demikian, maka daging unggas/ayam yang disebut juga sebagai
white meat (kandungan kolesterol rendah) masih akan tetap dominan sebagai
sumber daging asal ternak. Di antara berbagai jenis daging tersebut, ada dua jenis
daging yang produksinya cenderung menurun yaitu daging ayam buras, domba dan
kerbau, sedangkan jenis daging lainnya mengalami pertumbuhan dari rendah yaitu
babi (1.69%/tahu) hingga tinggi yaitu ayam ras pedaging (6.26%/tahun), walaupun
sebenarnya melambat dibanding selama kurun waktu 2010-2014.
Produksi telur pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai sekitar 2.4 juta
ton, dimana ayam ras petelur akan tetap dominan sebagai sumber produksi telur
(71.2%). Sementara produksi susu sapi diproyeksikan akan mencapai 3.24 juta ton
pada tahun 2025. Produksi susu sapi masih akan meningkat cepat (8.5%/tahun)
karena harga susu yang makin menarik bagi peternak sapi perah disamping
bimbingan yang sangat baik oleh koperasi susu, sehingga makin banyak peternak
sapi perah yang memelihara sapi perah untuk memproduksi susu.
78
Tabel 5.1.6. Proyeksi Produksi Peternakan, 2025.
Jenis Produk Laju
2014-25 (%/th)
Produksi 2014
(000 t)
Pangsa (%)
Daging: 4.46 5,063.1 100 1. Ternak Unggas: 5.30 3,278.8 64.76
a. Ayam 5.34 3,238.4 63.96 Ayam Ras Pedaging 6.26 3,002.5 59.30 Ayam Ras Petelur 2.84 93.2 1.84 Ayam Buras -3.83 142.7 2.82
b. Itik 2.44 40.4 0.80 2. Ternak Kecil: 2.58 496.8 9.81
Kambing 5.49 175.8 3.47 Domba -0.12 58.0 1.15 Babi 1.69 263.0 5.19
3. Ternak Besar: 2.36 1,287.5 25.43 Sapi 2.61 645.8 12.75 Kerbau -1.93 27.6 0.54 Kuda -0.19 614.1 12.13
Telur: 3.65 2,383.6 100 Ayam Ras Petelur 3.79 1,696.1 71.16 Ayam Buras 4.64 335.8 14.09 Itik 2.21 351.7 14.75
Susu (segar) 8.50 3,237.4 Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.1.21.
5.2. Perdagangan Internasional
5.2.1. Komoditas Pangan
Dengan asumsi pemerintah akan mampu mencapai dan tetap
mempertahankan swsembada pangan yang menjadi target baik dalam jangka
menengah maupun jangka panjang, maka diharapkan ekspor akan semakin
meningkat dan sebaliknya impor akan semakin berkurang. Tabel 5.2.1 menyajikan
angka proyeksi nilai ekspor, impor dan neraca perdagnagan pada periode 2015-
2025. Selama periode jangka panjang 2015-2015, pertumbuhan ekspor padi
diperkirakan akan sekitar 1,8%/tahun, jagung 4,7%/tahun dan kedele 0,78 %/tahun
terutama dalam bentuk kedele olahan (yang terbesar dalam bentuk kecap).
Sedangkan untuk komoditas pangan lainnya, ubikayu memiliki laju pertumbuhan
ekspor 3,2%/tahun, lebih besar dibandingkan ubi jalar (1,3%/tahun) dan kacang
79
tanah (0,44%/tahun). Pertumbuhan ekspor ubikayu terbesar dalam bentuk tepung
tapioca. Diantara komoditas pangan tersebut, pada akhir periode jangka panjang,
yaitu tahun 2025, ubikayu memiliki kontribusi ekspor terbesar, yaitu sekitar 51%,
kemudian berturut-turut jagung (20,1%), kacang tanah (13,8%), kedele (7,6%) dan
ubi jalar (6,4%).
Tabel 5.2.1. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas
Pangan Utama, 2025.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2025
(US$’000)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$’000
Pangsa (%)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$’000)
Pangsa (%)
Padi 1.82 525 0.59 -1.41 6,862 1.35 -6,337Jagung 4.74 17,885 20.10 -0.35 161,152 31.65 -143,266Kedele 0.78 6,775 7.62 -0.51 183,530 36.05 -176,755K.Tanah 0.44 12,297 13.82 -0.21 110,115 21.63 -97,818U.Jalar 1.30 5,720 6.43 -0.23 29 0.01 5,691U.Kayu 3.15 45,760 51.44 -0.27 47,467 9.32 -1,707Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.2.1 s/d Lampiran 5.2.3.
Konsisten dengan rata laju pertumbuhan ekspor per tahun yang bertanda
positif, laju pertumbuhan impor selama periode yang sama akan bertanda negative,
yang berarti akan terjadi pengurangan impor dari waktu ke waktu. Impor padi
diperkirakan menurun dengan laju pertumbuhan -1,41%/tahun, jagung -
0,35%/tahun, kedele - 0,51 %/tahun. Demikian pula untuk impor komoditas
pangan lainnya (impor kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu) juga memiliki laju
pertumbuhan negative dengan nilai yang relative kecil atau dengan kata lain impor
komoditas pangan menurun secara lamban. Pada tahun 2025, pangsa impor
terbesar adalah komoditas kedele, yang diperkirakan akan mencapai 36% kemudian
berturut-turut jagung, kacang tanah, ubi kayu, padi dan ubi jalar.
Meskipun selama periode tersebut ekspor akan cenderung meningkat dan
impor akan cenderung menurun, namun neraca perdagangan komoditas pangan
utama diperkirakan masih akan tetap deficit kecuali untuk ubi jalar. Defisit neraca
perdaganagn terbesar pada komoditas kedele dan jagung
80
5.2.2. Komoditas Hortikultura
Dengan peningkatan produksi dimungkinkan terjadinya peningkatan ekspor
pada komoditas hortikultura. Proyeksi nilai ekspor dan impor komoditas buah-
buahan dan sayuran utama tahun 2025 diperlihatkan pada Tabel 5.2.2. Total nilai
ekspor buah-buahan dan sayuran pada tahun 2015 diproyeksikan masing-masing
akan mencapai sekitar US$ 43.9 juta dan US$230 juta, sementara total nilai
impornya masing-masing adalah US$ 149.2 juta dan US$ 26.4 juta. Dengan
demikian, maka perdagangan komoditas buah-buahan dan sayuran pada tahun 2025
diproyeksikan akan mengalami deficit sekitar US$ 105.3 juta untuk buah-buahan,
dan surplus sekitar US$ 203.6 juta untuk sayuran. Dengan kata lain, perdagangan
buah-buahan dan sayuran pada tahun 2025 diproyeksikan akan mengalami defisit
sekitar US$ 98.3 juta.
Komoditas ekspor buah-buahan yang menonjol adalah manggis yang
mempunyai pangsa nilai ekspor hampir 81.5% sedangkan jambu biji menempati
urutan kedua dengan pangsa nilai 10.5%. Sementara komoditas impor utama adalah
durian yang mempunyai pangsa nilai impor hampir 76%, dan urutan kedua
ditempati jeruk dengan pangsa nilai 14.2%. Hanya empat komoditas buah-buahan
yang mengalami surplus perdagangan, yaitu manggis (terbesar), jambu biji, alpukad
dan rambutan, dimana manggis mengalami surplus perdagangan terbesar (US$ 35.8
juta), sedangkan komoditas-komoditas lainnya mengalami deficit perdagangan,
dimana durian mengalami deficit terbesar (US$ 113 juta).
Untuk sayuran, komoditas ekspor wortel pada tahun 2025 diproyeksikan akan
tetap merupakan komoditas yang menonjol dengan pangsa nilai ekspor lebih dari
74%, sedangkan tomat menempati urutan kedua dengan pangsa nilai lebih dari
14%. Komoditas lainnya yang patut diperhitungkan adalah ketimun dan bawang
merah, dengan pangsa nilai masing-masing-masing 8.8% dan 2.1%. Sementara
komoditas sayuran impor utama adalah kentang dengan pangsa nilai impor 83.3%,
dan urutan kedua ditempati bawang putih dengan pangsa nilai hampir 7%.
Komoditas sayuran yang mendatangkan surplus perdagangan terbesar adalah
wortel, disusul tomat, ketimun dan bawang merah, sementara komoditas yang
mendatangkan defisit terbesar adalah kentang, disusul bawang putih.
81
Tabel 5.2.2. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan dan Sayuran Utama, 2025.
Komodiitas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2025
US$'000
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$'000)
Pangsa (%)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$'000)
Pangsa (%)
Buah: Alpukat 19.56 1,065.3 2.43 -15.93 1.5 0 1,063.8Durian 9.14 28.6 0.07 7.89 113,034 75.75 -113,005.0Jb Biji 25.90 4,614.1 10.51 -29.28 0.5 0 4,613.6Jeruk -38.17 0.1 0.00 -26.80 258.1 0.17 -257.9Mangga 3.15 1,714.4 3.90 6.79 2,217 1.49 -502.7Nenas -19.35 1.5 0 16.89 571.6 0.38 -570.1Pepaya 4.52 202.6 0.46 25.15 11,901 7.98 -11,698.8Pisang -41.37 0.1 0 23.18 21,220 14.22 -21,220.0Rambutan 2.74 513.2 1.17 -4.94 5.9 0 507.3Manggis 9.63 35,773.6 81.46 -28.30 0.1 0 35,773.6
Total 43,913.5 100 149,210 100 -105,296.3Sayur:
Bw Merah 6.48 4,743 2.06 -3.44 716.7 2.72 4,026Bw Putih 14.80 620 0.27 -9.18 1,736 6.58 -1,115Cabai -6.60 241 0.10 -26.30 449.4 1.70 -209K Panjang 13.57 559 0.24 15.67 68.0 0.26 491Kentang -11.65 397 0.17 10.25 21,986 83.34 -21,590Ketimun 22.94 20,199 8.78 -28.79 14.6 0.06 20,184Kol/Kubis -26.80 75.2 0.03 -10.83 433.8 1.64 -359Terung -83.33 0 0 19.31 0.6 0 -0.6Tomat 16.13 33,153 14.42 -36.57 11.0 0.04 33,142Wortel 24.17 169,985 73.92 10.09 0 0 169,985
Total 229,971 100 26,380 100.00 203,591Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.2.4 s/d Lampiran 5.2.6 untuk
buah-buahan dan Lampiran 5.2.7 s/d Lampiran 5.2.9 untuk sayuran.
Komoditas tanaman obat dan tanaman hias juga diekspor dan/atau diimpor
oleh Indonesia. Namun dari sekian banyak jenis tanaman obat dan tanaman hias
hanya beberapa jenis saja yang ada datanya, yaitu jahe, kunyit dan temulawak
untuk tanaman obat serta krisan, mawar dan anggrek untuk tanaman hias. Temu
lawak sejak tahun 2014 sudah tidak diekspor lagi.
Pada tahun 2025, total nilai ekspor dan impor tanaman obat diproyeksikan
masing-masing akan menjadi sekitar US$ 6.1 juta dan US$ 30.7 juta, yang berarti
deficit US$ 24.6 juta (Tabel 5.2.3). Sementara total nilai ekspor dan impor tanaman
hias masing-masing adalah sekitar US$ 38.3 juta dan US$ 3.8 juta, yang berarti
82
surplus sekitar US$ 34.5 juta. Total neraca perdagangan tanaman obat dan tanaman
hias diproyeksikan akan mengalami surplus US$ 9.9 juta pada tahun 2025. Di antara
enam komoditas tanaman obat dan tanaman hias tersebut, hanya jahe yang
mengalami defisit perdagangan, sedangkan lima komoditas lainnya mengalami
surplus. Surplus terbesar akan dialami oleh bunga mawar dan krisan. Pada tahun
2025 Indonesia diperkirakan akan menempati posisi kelima terbesar pemasok bunga
potong di wilayah Asia setelah Jepang, China, India dan Korea.
Tabel 5.2.3. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Obat dan Tanaman Hias Utama, 2025.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2025
(US$'000)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$'000)
Pangsa (%)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$'000)
Pangsa (%)
T. Obat: Jahe 6.18 3,276 53.93 20.07 29,859 97.29 -26,583Kunyit 8.04 2,798 46.07 18.02 831 2.71 1,967Temulawak 0 0 0 0 0 0 0
Total 6,074 100 30,691 100 -24,617T. Hias:
Krisan 16.48 14,416 37.62 31.39 2,936 77.42 11,479Mawar 23.07 22,425 58.52 12.92 856 22.58 21,568Anggrek 3.40 1,479 3.86 -43.53 0.01 0 1,479
Total 38,320 100 3,793 100 34,527Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.2.10 untuk tanaman obat
dan Lampiran 5.2.11 untuk tanaman hias.
5.2.3. Komoditas Perkebunan
Total nilai ekspor dan impor komoditas perkebunan pada tahun 2025
diproyeksikan akan mencapai masing-masing sekitar US$ 426.7 miyar dan US$ 7.4
juta, yang berarti mengalami surplus yang cukup besar yaitu sekitar Rp 419.2 milyar
(Tabel 5.2.4). Komoditas ekspor yang memberikan sumbangan devisa terbesar
adalah kelapa sawit dengan pangsa nilai hampir 86%, sementara urutan kedua
adalah karet dengan pangsa 7.5%, dan kakao sekitar 3.3%. Untuk impor, komoditas
utama adalah gula dengan pangsa nilai impor lebih dari 29% pada tahun 2025.
Komoditas lainnya yang menempati urutan berikutnya adalah tembakau, kakao dan
kopi dengan pangsa nilai impor masing-masing 25.1%, 12.9% dan 12.4%. Di antara
83
10 komoditas perkebunan yang dianalisis, hanya gula dan cengkeh yang mengalami
deficit nilai perdagangan, utamanya gula yang mencapai lebih dari US$ 1.3 juta.
Sementara delapan komoditas lainnya adalah pencipta devisa Negara, utamanya
kelapa sawit, karet, kakao, dan lada.
Tabel 5.2.4. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2025.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2025
(US$'000)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$'000)
Pangsa (%)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$'000)
Pangsa (%)
Kelapa Sawit 24.33 366,516 85.90 18.83 587 7.91 365,929Karet 10.86 32,007 7.50 20.36 713 9.60 31,294Kakao 15.74 13,939 3.27 12.80 954.4 12.85 12,984Kopi 8.73 2,599 0.61 24.38 920.6 12.40 1,679Kelapa 8.07 1,960 0.46 -42.58 0.0 0.00 1,960Tembakau 16.26 2,946 0.69 10.39 1,863 25.09 1,083Lada 23.32 5,375 1.26 23.78 58.7 0.79 5,316Teh 6.45 422 0.10 14.20 126.4 1.70 296Tebu/gula 18.70 897 0.21 5.02 2,160 29.09 -1,263Cengkeh -20.97 0 0 22.29 41.6 0.56 -41.5
Total 426,661 100.00 7,424 100 419,237Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.2.12 s/d Lampiran 5.2.14.
5.2.4. Komoditas Peternakan
Komoditas peternakan yang diperdagangkan terdiri dari daging (sapi,
kambing/domba, babi, ayam), hati/jeroan, ternak hidup (sapi, kerbau, babi,
kambing), telur konsumsi dan produk susu. Pada tahun 2025 diproyeksikan tetap
tidak ada lagi ekspor daging sapi, babi dan ayam. Hanya ekspor daging
kambing/domba (kado) yang masih ada, yang pada tahun 2025 diproyeksikan akan
mencapai sekitar US$ 1.3 juta. Sementara itu, nilai impor daging sapi dan daging
kado masih akan meningkat, sedangkan nilai impor daging babi dan ayam menurun.
Pada tahun 2025 diproyeksikan bahwa perdagangan semua jenis daging akan
mengalami deficit dengan jumlah defisit terbesar pada impor daging sapi (US$ 1.2
milyar).
84
Untuk perdagangan hati/jeroan, pada tahun 2025 diproyeksikan bahwa nilai
ekspornya akan mencapai sekitar US$ 86.9 jutau, sedangkan nilai impornya jauh
lebih besar yaitu sekitar US$ 116.9 juta. Karena itu, perdagangan hati/jeroan akan
mengalami deficit dengan jumlah cukup besar yaitu sekitar US$ 30 juta.
Tabel 5.2.5. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan, 2025.
Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca 2025
(US$'000)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$'000)
Pangsa (%)
Laju 2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$'000)
Pangsa (%)
1. Daging: Sapi 0 0 0 9.97 1,193,853 31.29 -1,193,853Kado 12.19 1,238 0.32 6.13 13,249 0.35 -12,011Babi 0 0 0 -9.80 13 0 -13
Ayam 0 0 0 -11.59 196 0.01 -196
2. Hati/jeroan 9.19 86,924 22.28 0.67 116,879 3.06 -29,9543. Ternak:
Sapi 0 0 0 6.17 1,085,997 28.47 -1,085,997Kerbau 0 0 0 2.31 2,931 0.08 -2,931Babi -8.30 13,335 3.42 8.49 0 0 13,335
Kambing -7.16 68 0.02 -4.52 5 0 63
4. Telur kons 14.28 1,257 0.32 -1.13 5,892 0.15 -4,635
5. Produk susu 7.10 287,360 73.65 5.47 1,396,087 36.59 -1,108,727
Total 390,182 100 3,815,100 100 -3,424,918Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.2.15 s/d Lampiran 5.2.17.
Untuk ternak hidup (ternak pedaging), Indonesia hanya melakukan ekspor
babi dan kambing, sedangkan ternak sapi dan kerbau tidak diekspor. Pada tahun
2025, nilai ekspor ternak babi dan kambing akan mencapai masing-masing sekitar
US$ 13.3 juta dan US$ 68 ribu. Sementara itu, impor ternak hidup hanya untuk sapi,
kerbau dan kambing potong dengan ternak sapi sebagai komponen impor utama
yang nilainya pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai sekitar US$ 1.1 milyar
sehingga jumlah deficit perdagangan akan sebesar itu juga karena tidak ada ekspor.
Defisit perdagangan akan dialami juga oleh ternak kerbau, sementara surplus
perdagangan akan terjadi pada tenak babi dan kambing.
Telur konsumsi dan produk susu diekspor dan diimpor oleh Indonesia. Pada
tahun 2025, nilai ekspor dan impor telur konsumsi akan mencapai masing-masing
85
US$ 1.26 juta dan US$ 5.9 jt, sehingga akan terjadi deficit sekitar US$ 4.6 juta.
Sementara untuk produk susu, pada tahun yang sama nilai ekspor dan impornya
akan mencapai masing-masing sekitar US$ 287.4 juta dan US$ 1.4 milyar sehingga
akan terjadi deficit sekitar US$ 1.1 milyar.
Total nilai ekspor dan impor seluruh komoditas peternakan pada tahun 2025
diproyeksikan akan mencapai masing-masing sekitar US$ 390.2 juta dan US$ 3.8
milyar, sehingga akan terjadi deficit perdagangan sangat besar yaitu sekitar US$ 3.4
milyar. Penyumbang nilai ekspor terbesar adalah produk susu yaitu 73.7%,
sementara penyumbang nilai impor utama adalah juga produk susu, disamping
ternak sapi bakalan dan daging sapi, yaitu masing-masing 36.6%, 28.5% dan
31.3%. Dengan demikian, maka ketiga komoditas tersebut juga merupakan
penyumbang utama deficit perdagangan komoditas peternakan. Hanya perdagangan
ternak babi dan kambing yang mengalami surplus, namun jumlahnya jauh lebih kecil
dibanding nilai deficit pada perdagangan jenis-jenis komoditas lainnya.
5.3. Produk Domestik Bruto
Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sector pertanian selama
2014-2025 diproyeksikan akan mencapai rata-rata 3.60% per tahun (Tabel 5.3.1).
Laju pertumbuhan ini lebih rendah dibanding pada kurung waktu sebelumnya yang
mencapai sekitar 3.66% per tahun. Laju pertumbuhan yang menurun disebabkan
oleh laju pertumbuhan produksi, ekspor dan impor yang diproyeksikan akan
melambat karena lahan makin terbatas, sementara pertumbuhan produktivitas pada
umumnya masih lambat. Subektor Tanaman Bahan Makanan diproyeksikan akan
tumbuh paling cepat (3.85%/tahun), sementara subsector perkebunan dan
subsector peternakan masing-maing akan tumbuh masing-masing 3.14% dan 3.10%
per tahun.
Pada tahun 2025, total PDB sector pertanian diproyeksikan akan mencapai
sekitar Rp 403.5 triliun. Subsektor Tanaman Bahan Makanan akan tetap memberikan
kontribusi terbesar, yaitu sekitar 66.5%, sementara subsector perkebunan dan
peternakan masing-masing memberikan kontribusi sebesar 18.5% dan 15%.
86
Lampiran 5.3.1. Proyeksi PDB Riil Sektor Pertanian, 2025.
Subsektor Laju
2014-25 (%/th)
PDB 2025
(Rp’ m)
Pangsa (%)
Tanaman Bahan Makanan 3.85 268,459 66.54 Perkebunan 3.14 74,536 18.47 Peternakan 3.10 60,462 14.99
Total 3.60 403,457 100 Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran
5.3.1.
5.4. Investasi Pertanian
Dilihat dari asal modal, investasi pertanian di Indonesia terdiri dari
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). PMA
dalam jangka panjang diproyeksikan akan meningkat pada tiga subsektor, yaitu
subsector tanaman pangan, subsektor perkebunan dan subsector peternakan
dengan laju masing-masing 9.79%, 29.62% dan 6.18% per tahun, sementara untuk
subsector hortikultura tidak ada investasi PMA (Tabel 5.4.1). Total investasi PMA
akan terus naik sehingga pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai sekitar US$
12.7 milyar.
Untuk PMDN, nilai investasinya pada tahun 2025 diproyeksikan akan
meningkat untuk subsector perkebunan yaitu 99.43% per tahun, tetapi untuk dua
subsektor lainnya menurun, yaitu subsector tanaman pangan 11.73% dan subsector
peternakan 1.75% per tahun, dan bahkan investasi di subsektor hortikultura tidak
ada lagi (Tabel 5.4.1). Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perkebunan lebih
diminati para investor, terutama untuk tanaman penghasil minyak (oleaginous).
Total investasi PMDN akan terus meningkat karena sumbangan yang besar pada
investasi perkebunan. Pada tahun 2025, total investasi PMDN diproyeksikan akan
menjadi sekitar Rp 1,723 triliun, yang hampir 100% untuk subsector perkebunan.
Untuk subsector hortikultura, investasi akan lebih banyak dilakukan oleh petani,
yang datanya tidak terdokumentasi di BKPM.
87
Lampiran 5.4.1. Proyeksi PMA dan PMDN Sektor Pertanian, 2025
Subsektor
PMA PMDN Laju
2014-25 (%/th)
Nilai 2025
(US$’000)
Pangsa (%)
Laju 2014-25(%/th)
Nilai 2025
(Rp’ m)
Pangsa (%)
Tanaman Pangan 9.79 61.18 0.48 -11.73 35.90 0.002Hortikultura 0 0 0 0 0 0Perkebunan 19.62 12,640 99.43 30.08 1,723,251 99.990Peternakan 6.18 11.79 0.09 -1.75 133.18 0.008
Total 12,712.50 100 1,723,420 100Sumber: Hasil proyeksi Keterangan: Data proyeksi 2015-2025 diperlihatkan pada Lampiran 5.4.1 untuk PMA dan
Lampiran 5.4.2 untuk PMDN.
88
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kinerja 2000-2010
5.1.1. Produksi dan Perdagangan
1. Komoditas Pangan: Produksi padi, jagung, kedelai dan ubikayu mengalami
percepatan pertumbuhan selama 2005-2010 dibanding 2000-2005, sementara
produksi ubijalar mengalami pelambatan dan bahkan produksi kacang hijau dan
kacang tanah cenderung menurun. Sementara itu, nilai perdagangan hampir
semua komoditas pangan, kecuali ubilajar, mengalami deficit. Karena itu, upaya
kedepan adalah peningkatan produksi utamanya melalui perbaikan teknologi,
dan khususnya padi adalah pencetakan sawah baru dan perbaikan jaringan
irigasi.
2. Komoditas Hortikultura: Sebagian besar komoditas buah-buahan dan sayuran
mengalami pertumbuhan produksi, dan beberapa di antaranya meningkat
cukup cepat. Bahkan tanaman obat dan tanaman hias sebagian besar
mengalami pertumbuhan lebih cepat dibanding buah-buahan dan sayuran.
Namun sebagian besar komoditas hortikultura mengalami deficit perdagangan,
utamanya durian, jeruk, kentang, wortel dan bawang putih. Karena itu ke
depan produksi perlu dipicu lagi terutama melalui perbaikan teknologi
budidaya.
3. Komoditas Perkebunan: Sebagian besar komoditas perkebunan juga mengalami
pertumbuhan produksi, dan beberapa diantaranya tumbuh sangat cepat yaitu
kepala sawit dan cengkeh. Sebagian besar komoditas perkebunan mengalami
pertumbuhan nilai ekspor sangat cepat, dan pertumbuhan nilai impor beberapa
komoditas cukup cepat namun sebagian besar menurun. Semua komoditas
perkebunan mengalami surplus perdagangan, kecuali gula dan cengkeh,
utamanya gula yang defisitnya sangat besar. Karena itu, kedepan produksi
perkebunan perlu terus dinaikkan, utamanya gula agar target swasembada
dapat lebih cepat tercapai, utamanya melalui perbaikan teknologi budidaya dan
industri gula.
89
4. Komoditas Peternakan: Sebagian besar komoditas peternakan juga mengalami
pertumbuhan populasi, pemotongan dan produksi. Namun sebagian besar
komoditas peternakan mengalami deficit perdagangan, utamanya produk susu,
ternak sapi bakalan dan daging sapi. Karena itu ke depan perlu pengembangan
teknologi pembiakan dan layanan IB yang lebih baik untuk meningkatkan
jumlah populasi dan berat badan ternak.
5.1.2. PDB dan Investasi
5. PDB: Pertumbuhan PDB riil sektor pertanian makin cepat yaitu dari 2.80% pada
kurun waktu 2000-2005 menjadi 3.77% per tahun pada kurun waktu 2005-
2010. Subsektor tanaman bahan makanan mengalami akselerasi pertumbuhan,
sementara subsektor perkebunan mengalami pelambatan pertumbuhan.
Subsektor tanaman bahan makanan tetap dominan di dalam pembentukan PDB
sektor pertanian.
6. Investasi: Pertumbuhan total nilai investasi PMA meningkat walaupun terjadi
pelambatan, sementara pertumbuhan total nilai investasi PMDN makin cepat.
Namun sebagian besar PMA dan PMDN dialokasikan untuk perkebunan, karena
komoditas perkebunan memberikan prospek ekonomi yang sangat baik.
5.2. Outlook Jangka Menengah – 2014
5.2.1. Produksi dan Perdagangan
7. Komoditas Pangan: Pemerintah telah menetapkan target swasembada pangan
berkelanjutan untuk padi, dan pencapaian swasembada untuk jagung pada
tahun 2014. Untuk mencapai target tersebut, telah dilakukan berbagai kegiatan
untuk meningkatkan produksi melalui kegiatan perluasan areal dan peningkatan
produktivitas. Produksi semua komoditas pangan diproyeksikan akan meningkat
pada tahun 2014, namun nilai neraca perdagangan masih akan deficit, kecuali
ubijalar. Karena itu, masih diperlukan upaya lebih keras lagi selama periode
2012-2013 untuk memacu pertumbuhan produksi guna memenuhi kebutuhan
dalam negeri yang terus meningkat sehingga target swasembada pangan dapat
tercapai pada tahun 2014. Upaya memacu peningkatan produksi tersebut harus
90
diimbangi dengan upaya penurunan konsumsi per kapita (terutama beras).
Dalam konteks demikian, pelaksanaan kegiatan peningkatan produktivitas
(seperti SL-PTT, SRI, dan lain-lain) perlu terus ditingkatkan dan diperluas serta
secara simultan dibarengi dengan upaya perluasan dan peningkatan efektifitas
kegiatan diversifikasi pangan (seperti KRPL, pengolahan dan pemanfaatan
bahan pangan non-beras, dan lain-lain) untuk menurunkan tingkat
ketergantungan pada impor pangan, khususnya beras, dengan tujuan akhir
swasembada pangan.
8. Komoditas Hortikultura: Produksi semua komoditas buah-buahan dan sayuran,
kecuali bawang putih, serta semua komoditas tanaman obat dna tanaman hias
diprediksikan akan meningkat pada tahun 2014, walaupun dengan laju yang
melambat, terutama karena terbatasnya lahan dan lambatnya perkembangan
teknologi budidaya. Namun sebagian besar komoditas hortikultura masih
mengalami deficit perdagangan, utamanya durian, jeruk, pisang, kentang, dan
bawang putih. Karena itu ke depan produksi perlu dipicu lagi terutama melalui
perbaikan teknologi budidaya.
9. Komoditas Perkebunan: Semua komoditas perkebunan juga diprediksikan akan
mengalami pertumbuhan produksi, walaupun dengan laju yang melambat,
utamanya karena terbatasnya lahan dan lambatnya perkembangan teknologi
budidaya. Sebagian besar komoditas perkebunan mengalami pertumbuhan nilai
ekspor sangat cepat, dan pertumbuhan nilai impor beberapa komoditas cukup
cepat namun sebagian besar menurun. Hampir semua komoditas perkebunan
mengalami surplus perdagangan, kecuali gula dan tembakau, utamanya gula
yang defisitnya masih sangat besar. Karena itu, kedepan produksi perkebunan
perlu terus dinaikkan, utamanya gula agar target swasembada dapat lebih
cepat tercapai, utamanya melalui perbaikan teknologi budidaya dan industri
gula.
10. Komoditas Peternakan: Sebagian besar komoditas peternakan juga mengalami
pertumbuhan produksi, kecuali daging ayam buras, domba, kerbau dan kuda.
Produksi telur dan susu segar juga masih akan meningkat walaupun dengan
laju yang melambat. Namun sebagian besar komoditas peternakan juga masih
akan mengalami deficit perdagangan, utamanya produk susu, ternak sapi
91
bakalan dan daging sapi. Karena itu ke depan perlu pengembangan teknologi
pembiakan dan layanan IB yang lebih baik untuk meningkatkan jumlah populasi
dan berat badan ternak.
5.2.2. PDB dan Investasi
11. PDB: Pertumbuhan PDB riil sektor pertanian jangka menengah akan melambat
menjadi 3.68%/tahun karena menurunnya laju pertumbuhan produksi
pertanian. Subsektor tanaman bahan makanan masih akan mengalami
pertumbuhan paling cepat, sehingga subsektor ini masih akan tetap dominan di
dalam pembentukan PDB sektor pertanian jangka menengah.
12. Investasi: Pertumbuhan total nilai investasi PMA dan PMDN masih akan
meningkat walaupun terjadi pelambatan, dan khususnya nilai PMDN untuk
tanaman bahan makanan akan menurun. Sebagian besar PMA dan PMDN masih
akan tetap dialokasikan untuk perkebunan, karena komoditas perkebunan
memberikan prospek ekonomi yang sangat baik.
5.3. Outlook Jangka Panjang – 2025
5.3.1. Produksi dan Perdagangan
13. Komoditas Pangan: Produksi semua komoditas pangan diproyeksikan akan
meningkat pada tahun 2025 walupun dengan laju yang melambat, utamanya
karena keterbatasan lahan dan air, perubahan iklim, dan teknologi budidaya
yang masih lambat perkembangannya. Namun nilai neraca perdagangan masih
akan deficit, kecuali ubijalar. Karena itu, masih diperlukan upaya lebih keras
lagi dalam jangka panjang untuk memacu pertumbuhan produksi guna
memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat sehingga kebutuhan
pangan akan tetap terpenuhi dari produksi domestic. Program food estate perlu
segera direalisasikan dan kegiatan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak
perubahan iklim perlu mendapat perhatian makin besar.
14. Komoditas Hortikultura: Produksi semua komoditas buah-buahan dan sayuran,
kecuali bawang putih, serta semua komoditas tanaman obat dan tanaman hias
diprediksikan akan meningkat pada tahun 2025, walaupun dengan laju yang
92
melambat, terutama karena terbatasnya lahan, perubahan iklim, dan lambatnya
perkembangan teknologi budidaya. Namun sebagian besar komoditas
hortikultura masih akan tetap mengalami deficit perdagangan, utamanya
durian, jeruk, pisang, pepaya, kentang, dan bawang putih. Karena itu ke depan
produksi perlu dipicu lagi terutama melalui perbaikan teknologi budidaya.
15. Komoditas Perkebunan: Semua komoditas perkebunan juga diprediksikan akan
mengalami pertumbuhan produksi, walaupun dengan laju yang melambat,
utamanya karena terbatasnya lahan, perubahan iklim dan lambatnya
perkembangan teknologi budidaya. Sebagian besar komoditas perkebunan
mengalami pertumbuhan nilai ekspor sangat cepat, dan pertumbuhan nilai
impor beberapa komoditas cukup cepat namun sebagian besar menurun.
Hampir semua komoditas perkebunan mengalami surplus perdagangan, kecuali
gula dan cengkeh, utamanya gula yang defisitnya masih sangat besar. Karena
itu, kedepan produksi perkebunan perlu terus dinaikkan, utamanya gula agar
target swasembada dapat lebih cepat tercapai, utamanya melalui perbaikan
teknologi budidaya tebu serta revitalisasi pabrik gula lama dan pembangunan
pabrik gula baru perlu segera direaliasasikan.
16. Komoditas Peternakan: Sebagian besar komoditas peternakan juga akan
mengalami pertumbuhan produksi, kecuali daging ayam buras, domba, kerbau
dan kuda. Produksi telur dan susu segar juga masih akan meningkat walaupun
dengan laju yang melambat. Namun sebagian besar komoditas peternakan juga
masih akan mengalami deficit perdagangan, utamanya produk susu, ternak
sapi bakalan dan daging sapi. Karena itu ke depan perlu penyediaan pakan
yang cukup serta pengembangan teknologi pembiakan dan layanan IB yang
lebih baik untuk meningkatkan jumlah populasi dan berat badan ternak.
5.3.2. PDB dan Investasi
17. PDB: Pertumbuhan PDB riil sektor pertanian jangka menengah akan melambat
menjadi 3.60%/tahun karena melambatnya laju pertumbuhan produksi
pertanian. Subsektor tanaman bahan makanan masih akan mengalami
pertumbuhan paling cepat, sehingga subsektor ini masih akan tetap dominan di
dalam pembentukan PDB sektor pertanian jangka jangka panjang.
93
18. Investasi: Pertumbuhan total nilai investasi PMA dan PMDN masih akan
meningkat walaupun terjadi pelambatan, dan khususnya nilai PMDN untuk
tanaman bahan makanan dan peternakan akan menurun. Sebagian besar PMA
dan PMDN masih akan tetap dialokasikan untuk perkebunan, karena komoditas
perkebunan masih akan memberikan prospek ekonomi yang paling baik dalam
jangka panjang.
5.4. Saran Kebijakan
19. Pertumbuhan produksi perlu terus didorong, baik untuk mencukupi kebutuhan
pangan maupun penciptaan devisa. Upaya penumbuhan produksi seyogyanya
difokuskan melalui peningkatan produktivitas tanaman dan ternak dengan
perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen serta perbaikan prasarana
pengairan. Sementara perluasan areal tanaman pangan secara signifikan
dilakukan hanya jika sangat mendesak, misalnya untuk padi, jagung, kedelai
dan tebu/gula, yang masih mengalami deficit produksi sangat besar. Perluasan
secara alami (di luar program) biar dilakukan oleh petani sendiri. Khusus untuk
perluasan kebun kelapa sawit, seyogyanya tetap memperhatikan kelestarian
sumberdaya lahan dan tidak terlalu memberikan peluang terlalu besar kepada
investor asing agar lahan-lahan tidak terlalu dikuasai pihak asing. Penyediaan
benih unggul bermutu, penyuluhan pertanian, pembangunan/rehabilitasi
jaringan irigasi dan adaptasi/mitigasi dampak perubahan iklim akan selalu
menjadi sangat penting untuk diberi perhatian lebih besar.
20. Dalam hal perdagangan internasional, perlu adanya pengendalian impor,
utamanya untuk beras, gula dan daging/ternak sapi bakalan melalui kebijakan
non-tariff barrier, misalnya kuota/pembatasan impor dan pengaturan waktu
impor. Walaupun harga gabah dan gula di tingkat petani saat ini cukup tinggi,
impor yang terlalu besar akan mengganggu pasar di dalam negeri. Khusus
impor daging dan ternak sapi bakalan, pembatasan impor akan melindungi
peternak sapi di dalam negeri dari kejatuhan harga sapi potong, sehingga
peternak akan tetap bergairah untuk memelihara sapi potong.
94
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, M. 2004. Analisis Situasi Ketersediaan Dan Konsumsi Pengan Hewani. Monograph Series No. 24. Prospek Usaha dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Hadi, P.U. 2012. Analisis Perkembangan Harga Gula. Bahan Rapim Badan Litbang Pertanian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Ilham, N. 2007. Alternatif Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan Di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol.5 (4): 335-357.
Ilham, N. 2009. Kelangkaan Produksi Daging: Indikasi dan Implikasi Kebiakannya. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 7 (1): pp. 43-63.
Ilham, N., Y. Yusdja, A. R. Nurnanaf, B. Winarso, dan Supadi. 2009. Perumusan Model Pengembangan Skjala Usaha dan Kelembagaan Usaha Sapi Potong. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Kustiari, R., D.K.S. Swastika, Wahida, H.J. Purba, P. Simatupang, A. Purwoto, dan T. Nurasa. 2009. Model Proyeksi Jangka pendek Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian Utama. Laporan Akhir Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor
Purnomo, S. 2011. Impor Sapi Australia Resmi Dibuka Lagi. http://www.bbc.co.uk/ indonesia/berita_indonesia/2011/07/110708_cattleimport.shtml. Downloaded: 11 November 2011.
Simatupang, P. Dan M. Maulana. 2006. Propspek Penawaran dan Permintaan Pangan Utama: Analisis Masalah, Kendala, dan Opsi Kebijakan Revitalisasi Produksi. Prosiding Seminar Sehari Hari Pangan Sedunia ke-XXVII, 26 Novemver 2006 di Makasar. ISBN. 797-3566-53-1.
Sompotan, J. 2011. Kurang Konsumsi Daging, Kecerdasan Anak Terancam. http://lifestyle.okezone.com/read/2011/10/12/195/514365/kurang-konsumsi-daging-kecerdasan-anak-terancam Downloaded: 8 November 2011.
Suhendra. 2011a. Realisasi Kuota Impor Sapi Bakal Meleset. Detik.com. http://finance. detik.com/read/2011/10/23/114520/1750288/4/realisasi-kuota-impor-sapi-bakal-meleset. Downloaded: 11 November 2011.
Suhendra. 2011b. Peternak Lokal Khawatir Serbuan Daging Ayam Impor Ilegal. detikFinance. http://finance.detik.com/read/2011/07/03/160111/1673403/4/ peternak-lokal-khawatir-serbuan-daging-ayam-impor-ilegal. Downloaded: 28 November 2011.
95
Lampiran 3.1.1. Perkembangan Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2000-2010 (ha). Tahun Padi Jagung Kedelai K. Hijau K. Tanah U. Jalar U. Kayu 2000 11.793.575 3.500.318 824.484 131.312 683.554 194.262 1.284.040 2001 11.899.997 3.285.866 678.848 339.252 654.838 181.926 1.317.912 2002 11.521.166 3.109.448 544.522 313.563 646.953 177.275 1.276.533 2003 11.488.034 3.358.511 526.796 344.558 683.537 197.455 1.244.543 2004 11.922.974 3.356.914 565.155 311.863 723.434 184.546 1.255.805 2005 11.839.060 3.625.968 621.541 318.337 720.526 178.336 1.213.460 2006 11.786.430 3.346.000 580.534 309.103 706.753 176.507 1.227.459 2007 12.147.637 3.630.000 459.116 306.207 660.480 176.932 1.201.481 2008 12.327.425 4.001.724 590.956 278.139 633.922 174.561 1.204.933 2009 12.883.576 4.160.659 722.791 288.125 622.149 183.874 1.175.666 2010 13.118.120 4.133.785 672.242 258.157 620.563 181.073 1.183.047
Sumber: Ditjen Tanaman Pangan
Lampiran 3.1.2. Perkembangan Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2000-2010 (t/ha).
Tahun Padi Jagung Kedelai K. Hijau K. Tanah U. Jalar U. Kayu 2000 4.4 2.8 1.2 0.9 1.1 9.4 12.5
2001 4.4 2.8 1.2 0.9 1.1 9.7 12.9
2002 4.5 3.1 1.2 0.9 1.1 10.0 13.2
2003 4.5 3.2 1.3 1.0 1.2 10.1 14.9
2004 4.5 3.4 1.3 1.0 1.2 10.3 15.5
2005 4.6 3.2 1.3 1.0 1.2 10.6 15.9
2006 4.6 3.5 1.3 1.0 1.2 10.5 16.3
2007 4.7 3.7 1.3 1.1 1.2 10.7 10.5
2008 4.9 4.1 1.3 1.1 1.2 10.8 18.1
2009 5.0 4.2 1.4 1.1 1.2 10.7 18.8
2010 5.0 4.4 1.4 1.1 1.3 11.3 20.2
Sumber: Ditjen Tanaman Pangan
96
Lampiran 3.1.3. Perkembangan Produksi Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2000-2010 (t). Tahun Padi Jagung Kedelai K. Hijau K. Tanah U. Jalar U. Kayu 2000 51.898.900 9.676.900 1.017.600 289.880 736.483 1.827.687 16.089.000 2001 50.460.800 9.347.200 826.900 301.020 708.770 1.749.070 17.054.600 2002 51.489.700 9.654.100 673.100 288.090 718.071 1.771.642 16.913.100 2003 52.137.600 10.886.400 671.600 335.220 786.000 1.991.000 18.523.800 2004 54.088.500 11.252.200 723.500 310.410 837.500 1.901.800 19.424.700 2005 54.151.100 11.523.900 808.100 320.960 836.300 1.896.970 19.321.200 2006 54.454.937 11.609.463 747.611 316.134 838.096 1.854.238 19.986.640 2007 57.157.435 13.287.527 592.534 322.487 789.089 1.886.852 12.617.000 2008 60.325.925 16.317.252 775.710 298.059 770.054 1.881.761 21.756.991 2009 64.398.890 17.629.748 974.512 286.234 763.527 1.947.311 21.990.381 2010 65.980.670 17.844.676 905.015 291.705 779.228 2.051.046 23.918.118
Sumber: Ditjen Tanaman Pangan
Lampiran 3.1.4. Perkembangan Luas Areal Komoditas Hortikultura menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010 (ha)
Tahun Buah Sayur T.Obat T. Hias Hortikultura 2000 505,349 849,265 12,316 3,804 1,370,734 2001 825,536 857,211 12,279 2,841 1,697,867 2002 714,851 878,679 11,271 3,290 1,608,091 2003 791,103 913,445 12,650 2,527 1,719,725 2004 783,291 977,552 14,420 2,584 1,777,847 2005 785,311 944,695 18,911 2,458 1,751,376 2006 800,608 1,007,839 23,533 1,282 1,833,262 2007 727,196 1,020,623 25,055 1,147 1,774,021 2008 843,172 989,809 23,484 1,,287 1,857,752 2009 880,637 1,070,331 21,220 1,548 1,973,737 2010 719,763 1,103,890 17,853 1,902 1,843,408
Laju (%/th) 1.97 2.25 2.72 -11.05 2.64
Sumber: Ditjen Hortikultura, diolah.
97
Lampiran 3.1.5. Perkembangan Produktivitas Komoditas Hortikultura menurut Kelompok
Komoditas, 2000-2010 (t/ha)
Tahun Buah Sayur T.Obat T.Hias Total 2000 13.22 9.48 15.64 25.30 12.68 2001 17.39 9.50 16.55 35.63 12.25 2002 19.58 9.51 17.30 48.54 14.26 2003 20.97 9.53 17.92 64.46 14.26 2004 21.92 9.54 18.46 83.62 14.53 2005 22.58 9.55 18.92 105.82 15.39 2006 23.06 9.57 19.32 130.08 15.24 2007 23.41 9.58 19.67 154.41 16.26 2008 23.65 9.59 19.98 175.97 15.98 2009 23.82 9.60 20.26 191.80 15.43 2010 23.93 9.61 20.51 199.91 16.91
Laju (%/th) 0.58 -1.28 2.6 15.34 2.68 Sumber: Ditjen Hortikultura, diolah.
Lampiran 3.1.6. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010 (ton).
Tahun Buah Sayur T.Obat T. Hias Hortikultura 2000 9,127 7,981 179 97 17,384 2001 12,249 8,228 210 118 20,806 2002 14,076 8,476 240 140 22,932 2003 15,372 8,723 271 162 24,527 2004 16,377 8,970 301 184 25,832 2005 17,198 9,217 332 205 26,953 2006 17,893 9,465 362 227 27,947 2007 18,494 9,712 393 249 28,848 2008 19,025 9,959 424 271 29,,678 2009 19,499 10,206 454 292 30,452 2010 19,929 10,454 485 314 31,181
Laju (%/th) 4.98 1.32 5.45 10.16 3.68 Sumber: Ditjen Hortikultura, diolah.
98
Lampiran 3.1.7. Perkembangan Luas Areal Tanaman Buah-buahan Utama, 2000-2010 (ha)
Tahun Alpukat Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambutan 2000 13,277 23,021 11,887 37,120 44,185 6,994 8,886 73,539 48,158 2001 11,237 49,812 12,065 35,367 44,208 7,960 10,259 76,923 63,463 2002 15,769 41,033 9,821 47,824 184,659 9,034 10,280 74,751 69,071 2003 17,338 53,770 13,454 69,139 158,894 7,130 9,306 85,690 90,928 2004 15,536 48,278 23,504 72,306 185,773 11,432 9,134 95,434 80,485 2005 17,133 45,556 9,766 67,883 176,000 9,962 7,879 101,465 81,502 2006 15,629 48,212 8,857 72,390 195,503 21,368 8,021 94,144 81,824 2007 17,224 47,674 8,866 67,592 203,997 18,957 7,984 98,143 86,741 2008 19,802 56,655 10,800 68,673 190,793 14,271 9,388 107,791 103,919 2009 19,979 61,849 10,330 60,190 215,387 12,611 9,571 119,018 104,510 2010 20,538 46,116 9,981 57,002 131,334 12,131 9,368 101,822 79,305
Sumber: Ditjen Hortikultura
Lampiran 3.1.8. Perkembangan Produktivitas Tanaman Buah-buahan Utama, 2000-2010 (t/ha)
Tahun Alpukat Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambutan 2000 10.98 10.29 10.82 17.35 19.83 57.09 48.30 50.95 6.15 2001 12.61 6.97 11.40 19.55 20.89 62.18 48.79 55.91 5.53 2002 15.10 12.80 16.51 20.24 7.60 61.50 58.87 58.65 6.91 2003 14.76 13.80 17.77 20.85 9.61 94.96 67.35 48.75 8.97 2004 14.27 14.00 13.95 28.64 7.74 62.10 80.21 51.08 8.82 2005 13.28 12.43 18.28 32.62 8.03 92.86 69.64 51.03 8.29 2006 15.32 15.51 22.15 35.44 8.30 66.82 80.22 53.51 9.79 2007 11.71 8.16 20.24 38.85 8.91 118.05 77.85 55.57 8.14 2008 12.33 12.04 19.65 35.93 11.03 100.42 76.47 55.71 9.41 2009 12.90 12.90 21.32 35.42 10.42 123.56 80.75 53.55 9.44 2010 10.96 10.65 20.45 35.66 10.00 114.61 74.21 57.11 6.53
Sumber: Ditjen Hortikultura
99
Lampiran 3.1.9. Perkembangan Produksi Tanaman Buah-buahan Utama, 2000-2010 (t)
Tahun Alpukat Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambutan 2000 145,795 236,794 128,621 644,052 876,027 399,299 429,207 3,746,962 296,103 2001 141,703 347,118 137,598 691,433 923,294 494,968 500,571 4,300,422 350,875 2002 238,182 525,064 162,120 968,132 1,402,906 555,588 605,194 4,384,384 476,941 2003 255,957 741,831 239,108 1,441,680 1,526,474 677,089 626,745 4,177,155 815,438 2004 221,774 675,902 327,896 2,071,084 1,437,665 709,918 732,611 4,874,439 709,857 2005 227,577 566,205 178,509 2,214,020 1,412,884 925,082 548,657 5,177,608 675,578 2006 239,463 747,848 196,180 2,565,543 1,621,997 1,427,781 643,451 5,037,472 801,077 2007 201,635 388,806 179,474 2,625,884 1,818,619 2,237,858 621,524 5,454,226 705,823 2008 244,215 682,323 212,260 2,467,632 2,105,085 1,433,133 717,899 6,004,615 978,259 2009 257,642 797,798 220,202 2,131,768 2,243,440 1,558,196 772,844 6,373,533 986,841 2010 225,143 491,179 204,105 2,032,665 1,313,542 1,390,375 695,214 5,814,576 517,572
Sumber: Ditjen Hortikultura
Lampiran 3.1.10. Perkembangan Luas Panen Tanaman Sayuran Utama, 2000-2010 (ha)
Tahun B. Merah B. Putih Cabe K. Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel 2000 84,038 2,847 174,708 40,297 73,068 43,759 66,914 36,195 45,215 19,908 2001 82,147 9,279 142,556 77,790 55,971 48,288 59,207 35,860 43,118 18,454 2002 79,867 7,923 150,598 81,840 57,332 47,720 60,235 39,336 49,457 20,103 2003 88,029 6,345 176,264 83,481 65,923 52,119 64,520 44,414 47,884 21,501 2004 88,707 4,930 194,588 85,263 65,420 50,352 68,029 45,285 52,719 24,168 2005 83,614 3,280 187,236 84,839 61,557 53,109 57,765 45,340 51,205 24,653 2006 89,188 3,107 204,747 84,798 59,748 58,647 57,732 49,327 53,492 23,069 2007 93,694 2,690 204,048 85,469 62,375 56,634 60,711 47,589 51,523 23,695 2008 91,339 1,922 211,566 83,493 64,151 55,795 61,540 48,434 53,128 24,640 2009 104,009 2,293 233,904 83,796 71,238 56,099 67,793 48,126 55,881 24,095 2010 109,468 1,817 237,520 85,941 66,508 56,902 67,373 52,257 61,355 27,214
Sumber: Ditjen Hortikultura
100
Lampiran 3.1.11. Perkembangan Produktivitas Tanaman Sayuran Utama, 2000-2010 (t/ha).
Tahun B.Merah B.Putih Cabe K.Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel 2000 0.92 2.07 0.16 0.78 2.74 0.38 2.00 0.75 1.31 1.64 2001 1.05 0.53 0.41 0.41 1.49 0.89 2.04 0.68 1.12 1.63 2002 0.96 0.59 0.42 0.38 1.56 0.85 2.05 0.69 1.16 1.40 2003 0.87 0.61 0.61 0.52 1.53 0.99 2.09 0.68 1.37 1.66 2004 0.85 0.59 0.57 0.53 1.64 0.95 2.11 0.69 1.19 1.75 2005 0.88 0.63 0.57 0.55 1.64 1.04 2.24 0.74 1.26 1.79 2006 0.89 0.68 0.58 0.54 1.69 1.02 2.20 0.73 1.18 1.70 2007 0.86 0.64 0.55 0.57 1.61 1.03 2.12 0.82 1.23 1.48 2008 0.94 0.64 0.55 0.55 1.67 0.97 2.15 0.88 1.37 1.49 2009 0.93 0.67 0.59 0.58 1.65 1.04 2.00 0.94 1.53 1.49 2010 0.96 0.68 0.56 0.57 1.60 0.96 2.06 0.97 1.45 1.50
Sumber: Ditjen Hortikultura
Lampiran 3.1.12. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Utama, 2000-2010 (t)
Tahun B. Merah B. Putih Cabe K. Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel 2000 772,818 59,008 279,668 313,526 2,004,179 166,386 1,336,410 270,748 593,392 326,693 2001 861,150 49,573 580,464 317,408 831,140 431,921 1,205,404 244,371 483,991 300,648 2002 766,572 46,393 635,089 310,297 893,824 406,141 1,232,843 272,700 573,517 282,248 2003 762,795 38,957 1,066,722 432,365 1,009,979 514,210 1,348,433 301,030 657,459 355,802 2004 757,399 28,851 1,100,514 454,999 1,072,040 477,716 1,432,814 312,354 626,872 423,722 2005 732,610 20,733 1,058,023 466,387 1,009,619 552,891 1,292,984 333,328 647,020 440,001 2006 794,931 21,050 1,185,057 461,239 1,011,911 598,890 1,267,745 358,095 629,744 391,371 2007 802,810 17,312 1,128,793 488,499 1,003,732 581,205 1,288,738 390,846 635,474 350,170 2008 853,615 12,339 1,153,060 455,524 1,071,543 540,122 1,323,702 427,166 725,973 367,111 2009 965,164 15,419 1,378,727 483,793 1,176,304 583,139 1,358,113 451,564 853,061 358,014 2010 1,048,228 12,341 1,332,356 488,174 1,060,579 546,927 1,384,656 509,093 890,169 408,290
Sumber: Ditjen Hortikultura
101
Lampiran 3.1.13. Perkembangan Luas Panen Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (ha)
Tahun Jahe Kunyit Kencur Lengkuas Temulawak Kapulaga Temuireng Lempuyang Temukunci Sambiloto 2000 t.a.d 1,789 1,283 1,619 602 350 361 256 t.a.d t.a.d 2001 t.a.d 1,829 1,217 1,596 561 327 284 382 t.a.d t.a.d 2002 t.a.d 1,684 855 1,148 508 486 266 256 t.a.d t.a.d 2003 5,891 1,894 1,812 1,142 685 509 325 230 33.6 10 2004 6,175 2,457 2,112 1,115 1,055 457 404 330 120 52 2005 6,150 4,837 2,893 1,450 1,657 381 507 545 220 105 2006 8,904 5,381 3,644 1,868 1,548 857 408 325 145 155 2007 9,965 5,890 3,569 1,942 2,183 311 415 361 175 75 2008 8,712 5,909 2,942 2,349 1,617 270 553 493 184 273 2009 6,865 5,455 2,562 2,385 2,098 351 399 545 249 173 2010 6,054 4,558 1,923 2,062 1,373 541 376 411 274 167
Sumber: Ditjen Hortikultura; tad = tidak ada data.
Lampiran 3.1.14. Perkembangan Produktivitas Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (t/ha)
Tahun Jahe Kunyit Kencur Lengkuas Temulawak Kapulaga Temuireng Lempuyang Temukunci Sambiloto 2000 t.a.d 13.9 7.4 17.0 9.4 7.1 7.9 17.5 t.a.d t.a.d 2001 t.a.d 14.9 9.1 16.4 10.8 5.9 5.9 12.6 t.a.d t.a.d 2002 t.a.d 14.2 15.0 24.3 14.1 7.3 11.4 17.7 t.a.d t.a.d 2003 21.3 16.2 10.8 21.5 17.2 7.0 13.8 20.4 19.5 23.9 2004 17.0 16.5 10.7 21.8 15.8 9.2 15.3 18.3 12.0 10.9 2005 20.5 17.0 12.3 25.0 13.6 18.8 15.2 16.3 11.7 20.5 2006 19.9 21.0 12.9 23.7 13.8 15.3 13.7 17.8 14.1 17.1 2007 17.9 19.9 13.6 21.4 18.7 46.7 19.7 17.5 14.0 17.2 2008 17.8 18.8 13.1 21.3 14.7 78.6 15.9 15.4 16.9 28.3 2009 17.8 22.7 17.0 24.9 17.6 71.8 19.0 16.1 18.9 25.1 2010 17.8 23.6 15.4 28.6 19.4 52.7 19.0 20.7 15.9 23.1
Sumber: Ditjen Hortikultura
102
Lampiran 3.1.15. Perkembangan Produksi Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (t)
Tahun Jahe Kunyit Kencur Lengkuas Temulawak Kapulaga Temuireng Lempuyang Temukunci Sambiloto 2000 t.a.d 24,813 9,490 27,512 5,674 2,490 2,853 4,485 t.a.d t.a.d 2001 t.a.d 27,195 11,112 26,154 6,089 1,929 1,663 4,794 t.a.d t.a.d 2002 t.a.d 23,993 12,848 27,934 7,174 3,539 3,040 4,531 t.a.d t.a.d 2003 125,386 30,707 19,527 24,588 11,762 3,563 4,490 4,684 655 231 2004 104,789 40,467 22,609 24,299 16,667 4,218 6,174 6,025 1,438 567 2005 125,827 82,107 35,478 36,293 22,582 7,179 7,725 8,897 2,563 2,151 2006 177,138 112,898 47,081 44,370 21,359 13,144 5,607 5,773 2,035 2,656 2007 178,503 117,464 48,367 41,619 40,801 14,527 8,186 6,308 2,446 1,299 2008 154,964 111,259 38,531 50,093 23,740 21,231 8,817 7,621 3,097 7,716 2009 122,181 124,047 43,635 59,332 36,826 25,179 7,584 8,804 4,702 4,335 2010 107,735 107,375 29,638 58,962 26,671 28,550 7,141 8,520 4,358 3,845
Sumber: Ditjen Hortikultura. Tad = tidak ada data.
Lampiran 3.1.16. Perkembangan Luas Panen Tanaman Hias Utama, 2000-2010 (ha)
Tahun Melati Krisan Mawar Sedap Malam Gladiol Anggrek Palem Anthurium Heliconia Anyelir
2000 1,414.8 116.0 1,062.4 473.0 427.2 95.1 61.4 26.6 23.4 t.a.d 2001 1,107.1 265.1 497.6 353.8 359.6 84.5 32.0 21.6 15.7 t.a.d 2002 1,423.7 325.2 558.0 482.7 165.3 114.2 79.9 21.9 15.3 t.a.d 2003 1,244.3 209.0 304.2 361.7 78.4 123.8 56.7 26.4 18.5 25.5 2004 996.8 154.3 375.0 607.7 91.3 226.0 46.1 20.7 18.9 12.0 2005 929.8 207.7 398.9 549.3 110.3 122.2 42.0 30.3 18.2 28.6 2006 589.2 193.9 53.6 130.6 74.3 112.1 65.9 13.6 19.7 12.8 2007 142.8 427.9 169.1 61.4 63.7 122.9 75.0 18.6 22.6 17.9 2008 129.6 655.9 95.2 69.6 42.5 132.1 52.3 21.9 33.2 19.6 2009 96.0 974.3 61.4 81.6 33.7 130.8 46.0 17.7 30.1 33.8 2010 101.6 1,002.5 384.4 62.3 40.7 139.1 48.1 25.2 26.5 24.3
Sumber: Ditjen Hortikultura; tad = tidak ada data
103
Lampiran 3.1.17. Perkembangan Produktivitas Tanaman Hias Utama, 2000-2010
Tahun Melati (kg/m2)
Krisan (tk/m2)
Mawar (tk/m2)
Sdp Malam (tk/m2)
Gladiol (tk/m2)
Anggrek (tk/m2)
Palem (ph/m2)
Anthurium (tk/m2)
Heliconia (tk/m2)
Anyelir (tk/m2)
2000 10.7 19.7 73.6 28.1 11.3 34.3 12.3 22.0 16.5 t.a.d 2001 17.6 27.9 170.7 32.5 12.4 52.7 13.4 35.8 28.6 t.a.d 2002 12.8 79.4 99.8 40.7 65.8 43.7 14.9 46.0 51.9 t.a.d 2003 12.7 131.1 166.9 44.6 90.8 55.8 11.8 47.9 36.8 93.9
2004 29.4 179.4 164.1 61.7 182.7 35.5 11.5 62.1 42.7 130.6
2005 24.3 228.6 152.2 59.4 131.6 64.7 17.9 86.5 62.2 77.5
2006 42.1 328.6 753.0 232.6 150.6 97.3 15.0 147.9 70.5 139.5
2007 110.5 156.5 351.9 353.4 177.0 77.2 15.6 118.2 63.1 106.4
2008 157.3 155.2 412.5 367.8 202.1 115.9 22.0 120.0 159.1 153.9
2009 295.0 110.7 979.5 625.8 290.3 123.9 27.4 217.1 137.0 157.6
2010 212.6 184.8 214.2 951.1 247.2 101.0 22.8 304.0 111.7 312.9
Sumber: Ditjen Hortikultura; tad = tidak ada data; Satuan: Melati = t/ha; Palem = 000 phn/ha; Lainnya = 000 tangkai/ha
Lampiran 3.1.18. Perkembangan Produksi Tanaman Hias Utama, 2000-2010
Tahun Melati
(t) Krisan
(000 tk) Mawar (000 tk)
Sdp Malam (000 tk)
Gladiol (000 tk)
Anggrek (000 tk)
Palem (000 ph)
Anthurium (000 tk)
Heliconia (000 tk)
Anyelir (tk)
2000 15,135 2,281 78,148 13,273 4,843 3,261 754 584 384 t.a.d 2001 19,525 7,388 84,952 11,482 4,448 4,451 427 773 448 t.a.d 2002 18,234 25,805 55,708 19,666 10,877 4,996 1,190 1,006 797 t.a.d 2003 15,741 27,406 50,767 16,140 7,114 6,904 668 1,264 682 2,391 2004 29,313 27,683 61,541 37,517 16,686 8,028 530 1,285 805 1,567 2005 22,553 47,466 60,720 32,611 14,513 7,902 752 2,616 1,132 2,216 2006 24,796 63,716 40,394 30,374 11,195 10,903 986 2,018 1,390 1,781 2007 15,776 66,979 59,493 21,687 11,271 9,484 1,172 2,199 1,427 1,902 2008 20,388 101,777 39,266 25,598 8,581 15,310 1,149 2,627 5,278 3,025 2009 28,307 107,847 60,191 51,048 9,776 16,206 1,260 3,833 4,124 5,321 2010 21,600 185,233 82,351 59,299 10,064 14,050 1,098 7,656 2,961 7,608 Sumber: Ditjen Hortikultura; tad = tidak ada data; Satuan: Melati = t; Palem = 000 phn; Lainnya = 000 tangkai
104
Lampiran 3.1.19. Perkembangan Luas Areal Total Tanaman Perkebunan Utama, 2000-2010 (ha).
Tahun K. Sawit Kelapa Karet Kakao Kopi Cengkeh Tebu/gula Tembakau Lada Teh 2000 4,158,077 3,691,414 3,372,421 749,917 1,260,687 415,598 340,660 239,737 150,531 153,675 2001 4,713,435 3,897,467 3,344,767 821,449 1,313,383 429,300 344,441 260,738 186,022 150,872 2002 5,067,058 3,884,850 3,318,359 914,051 1,372,184 430,212 350,722 256,081 204,068 150,707 2003 5,283,557 3,913,130 3,290,112 964,223 1,291,910 442,333 335,725 256,801 204,364 143,604 2004 5,284,723 3,797,004 3,262,267 1,090,960 1,303,943 438,253 344,793 200,973 201,464 142,548 2005 5,453,817 3,803,614 3,279,391 1,167,046 1,256,272 448,857 381,786 198,212 191,992 139,121 2006 6,594,914 3,788,892 3,346,427 1,320,820 1,308,732 444,698 396,441 172,234 192,604 135,590 2007 6,766,836 3,787,989 3,413,717 1,379,279 1,295,912 453,292 427,799 198,054 189,054 133,734 2008 7,363,847 3,783,074 3,424,217 1,425,216 1,295,110 456,471 436,505 196,627 183,082 127,712 2009 7,873,294 3,799,124 3,435,270 1,587,136 1,266,235 467,400 422,953 204,450 185,941 123,506 2010 8,036,431 3,808,263 3,445,121 1,651,539 1,268,476 470,045 434,257 193,916 186,296 124,573
Sumber: Ditjen Perkebunan
Lampiran 3.1.20. Perkembangan Luas Areal Tanaman Menghasilkan Perkebunan Utama, 2000-2010 (ha). Tahun Sawit Kelapa Karet Kakao Kopi Cengkeh Tebu/Gula Tembakau Lada Teh 2000 2,014,000 2,591,530 2,400,000 749,917 1,260,690 390,000 340,660 239,737 100,000 121,200 2001 2,200,000 2,837,000 2,599,470 765,405 1,313,380 400,000 344,441 260,738 120,000 115,416 2002 2,790,000 2,634,730 2,634,720 776,901 1,372,180 417,051 350,722 256,081 130,000 115,803 2003 3,040,000 2,675,060 2,675,060 961,107 1,381,730 420,000 335,725 256,801 134,570 116,200 2004 3,320,000 2,690,000 2,675,060 1,090,960 1,303,940 390,000 344,793 200,973 135,000 116,200 2005 3,690,000 2,710,000 3,279,390 1,167,050 1,255,270 400,000 381,786 198,212 115,000 142,847 2006 4,110,000 2,650,000 2,725,860 905,730 1,308,730 299,224 396,441 172,234 192,604 111,055 2007 4,560,000 2,900,000 2,775,550 923,968 1,295,910 303,470 427,799 198,054 189,054 133,734 2008 4,980,000 2,880,000 3,424,220 1,425,220 1,295,110 311,760 436,505 196,627 183,082 127,712 2009 5,370,000 2,900,000 3,435,270 1,587,140 1,266,240 312,000 422,953 204,450 185,941 123,506 2010 5,370,000 2,980,000 3,445,120 1,651,540 1,268,480 470,045 434,257 193,916 186,296 124,573
Sumber: FAO Statistics (faostat.fao.org).
105
Lampiran 3.1.21. Perkembangan Produktivitas Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (t/ha)
Tahun K. Sawit Kelapa Karet Kakao Kopi Cengkeh Tebu/gula Tembakau Lada Teh 2000 3.48 1.18 0.63 0.56 0.44 0.15 4.62 1.21 0.69 1.34
2001 3.82 1.12 0.62 0.70 0.43 0.18 4.47 0.76 0.68 1.45
2002 3.45 1.18 0.62 0.80 0.50 0.19 5.01 0.75 0.69 1.43
2003 3.43 1.22 0.67 0.70 0.48 0.28 4.86 0.78 0.67 1.46
2004 3.26 1.14 0.77 0.62 0.46 0.19 5.95 0.82 0.57 1.44
2005 3.22 1.14 0.69 0.61 0.45 0.20 5.87 0.77 0.55 1.17
2006 4.22 1.18 0.97 0.85 0.70 0.21 5.82 0.87 0.67 1.32
2007 3.89 1.10 0.99 0.80 0.70 0.27 6.48 0.85 0.66 1.36
2008 3.51 1.10 0.95 0.81 0.71 0.23 6.42 0.84 0.68 1.44
2009 3.87 1.01 0.83 0.82 0.59 0.26 5.99 0.76 0.70 0.74
2010 4.31 1.06 0.85 0.84 0.60 0.30 6.35 0.73 0.80 0.73
Sumber: Ditjen Perkebunan
Lampiran 3.1.22. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (t)
Komoditas K.Sawit Kelapa Karet Kakao Kopi Cengkeh Tebu/gula Tembakau Lada Teh 2000 8,400,610 3,044,528 1,501,428 421,142 554,574 59,878 1,690,004 204,329 69,087 162,587 2001 10,072,148 3,163,018 1,607,461 536,804 569,234 72,685 1,725,467 199,103 82,078 166,867 2002 11,453,414 3,098,496 1,630,359 571,155 682,019 79,009 1,755,354 192,082 90,181 165,194 2003 12,545,556 3,254,854 1,792,348 698,816 671,255 76,471 1,631,918 200,875 90,740 169,821 2004 13,097,660 3,054,511 2,065,817 691,704 647,386 73,837 2,051,644 165,108 77,008 165,951 2005 14,336,147 3,096,844 2,270,891 748,828 640,365 78,350 2,241,742 153,470 78,328 166,091 2006 20,821,018 3,131,158 2,637,231 769,386 682,158 61,408 2,051,644 146,265 77,533 146,858 2007 21,197,670 3,193,266 2,755,172 740,006 676,476 80,404 2,623,786 164,851 74,131 150,623 2008 21,047,746 3,239,672 2,751,286 803,594 698,016 70,535 2,668,428 168,037 80,420 153,971 2009 23,189,152 3,257,970 2,440,347 809,583 682,591 82,033 2,517,374 176,510 82,834 156,901 2010 23,712,013 3,266,448 2,591,935 844,626 684,076 110,807 2,694,227 122,276 84,218 150,342
Sumber: Ditjen Perkebunan
106
Lampiran 3.1.23. Perkembangan Populasi Ternak, 2000-2010 (000 ekor).
Tahun Ternak Unggas Ternak Kecil Ternak Besar
Ayam Ras Pedaging
Ayam Ras Petelur
Ayam Itik Kambing Domba Babi
Sapi Kerbau Kuda Sapi Perah
Buras Potong 2000 530,874 69,366 259,257 29,035 12,566 7,427 5,357 11,008 2,405.3 412.4 354.3 2001 621,870 70,254 268,039 32,068 12,464 7,401 5,369 10,215 2,333.4 422.2 347.0 2002 865,075 78,039 275,292 46,001 12,549 7,641 5,927 11,298 2,403.0 419.0 358.4 2003 847,744 79,206 277,357 33,863 12,722 7,811 6,151 10,504 2,459.4 412.7 373.8 2004 778,970 93,416 276,989 32,573 12,781 8,075 5,980 10,533 2,403.3 397.3 364.1 2005 811,189 84,790 278,954 32,405 13,409 8,327 6,801 10,569 2,128.5 386.7 361.4 2006 797,527 100,202 291,085 32,481 13,790 8,980 6,218 10,875 2,166.6 397.6 369.0 2007 891,659 111,489 272,251 35,867 14,470 9,514 6,711 11,515 2,085.8 401.1 374.1 2008 902,052 107,955 243,423 39,840 15,147 9,605 6,838 12,257 1,930.7 392.9 457.6 2009 1,026,379 111,418 249,963 40,680 15,815 10,199 6,975 12,760 1,932.9 398.8 474.7 2010 1,115,108 116,188 261,174 43,367 16,841 10,915 7,212 13,633 2,010.1 409.3 495.2
Sumber: Ditjen Peternakan
Lampiran 3.1.24. Perkembangan Jumlah Pemotongan Ternak Tercatat, 2000-2010 (ekor).
Tahun Ternak Besar Ternak Kecil
Total Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Babi
2000 1,695,374 213,450 7,219 2,385,025 1,873,368 1,459,214 7,633,650 2001 1,784,036 216,746 7,415 3,303,155 3,122,662 1,622,640 10,056,654 2002 1,692,833 215,466 8,785 3,204,564 1,983,523 1,715,974 8,821,145 2003 1,735,776 191,223 10,449 3,172,541 2,033,573 1,504,418 8,647,980 2004 1,733,360 182,346 10,276 2,884,776 1,730,918 1,185,573 7,727,249 2005 1,653,770 163,848 10,565 2,451,584 1,228,277 1,646,482 7,154,526 2006 1,799,781 178,977 13,598 2,661,779 1,598,651 2,591,690 8,844,476 2007 1,885,952 206,395 13,207 3,510,007 1,713,189 3,092,420 10,421,170 2008 1,899,107 159,651 10,683 2,887,871 1,597,416 3,144,133 9,698,861 2009 2,055,258 172,625 10,663 3,006,941 1,424,843 3,347,059 10,017,389 2010 2,141,408 232,404 10,505 3,199,840 1,500,076 3,418,473 10,502,706
Sumber: Dijen Peternkan
107
Lampiran 3.1.25. Perkembangan Produksi Komoditas Peternakan, 2000-2010 (t).
Tahun
Daging Telur Susu
Sapi
Ternak Unggas Ternak Kecil Ternak Besar Ayam Buras
Ayam Ras Pedaging
Ayam Ras Petelur Itik Kambing Domba Babi Sapi Kerbau Kuda Ayam Ras
Petelur Ayam Buras Itik
2000 265,210 515,000 23,740 13,790 44,890 33,410 162,400 339,940 45,850 930 502,980 139,020 141,310 495,650 2001 275,140 536,950 88,300 23,120 48,700 44,770 160,150 338,690 43,650 1,090 537,790 154,950 157,580 479,950 2002 288,340 751,900 42,770 21,800 58,200 68,700 164,490 330,290 42,300 1,060 614,400 161,700 169,700 493,400 2003 298,510 771,100 48,100 21,240 63,900 80,600 177,090 369,710 40,640 1,590 611,500 177,000 185,000 553,400 2004 296,420 846,090 48,400 22,210 57,130 66,100 194,670 447,570 40,240 1,560 762,000 172,100 173,200 549,900 2005 301,420 779,100 45,190 21,350 50,600 47,300 173,690 358,700 38,100 1,590 681,150 175,430 194,960 535,960 2006 341,250 861,260 57,630 24,530 65,010 75,180 195,990 395,840 43,890 2,270 816,830 193,950 193,630 616,550 2007 294,880 942,780 58,160 44,100 63,610 56,850 225,900 339,470 41,750 1,970 944,130 230,470 207,530 567,680 2008 273,500 1,018,700 57,300 31,000 66,000 47,000 209,800 392,500 39,000 1,800 956,000 166,600 201,000 647,000 2009 247,700 1,101,700 55,000 25,780 73,820 54,260 200,100 409,300 34,600 1,790 909,500 162,000 236,400 881,800 2010 259,800 1,184,300 60,700 27,900 77,500 59,100 203,600 435,200 37,200 1,800 959,300 167,700 251,700 927,800
Sumber : Ditjen Peternakan
108
Lampiran 3.2.1. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Pangan Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Beras Jagung Kedelai K.Tanah U.Jalar U.Kayu Total 2000 11,129 4,984 159 2,202 1,888 10,751 31,113 2001 10,779 10,500 358 8,217 1,965 16,627 48,446 2002 4,584 3,334 4,509 6,872 3,722 10,036 33,057 2003 721 5,517 6,303 9,153 3,822 3,355 28,871 2004 1,462 9,074 6,703 7,656 5,209 57,346 87,450 2005 9,087 9,048 3,153 14,215 11,113 12,640 59,256 2006 626 4,306 8,406 10,743 6,259 16,684 47,024 2007 906 18,503 32,049 5,716 6,197 43,426 106,797 2008 935 28,906 8,252 14,070 6,594 35,871 94,628 2009 2,037 19,219 8,030 11,051 6,053 32,371 78,761 2010 435 11,235 5,709 11,545 4,768 28,596 62,288
Sumber: Badan Pusat Statistik
Lampiran 3.2.2. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pangan Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Beras Jagung Kedelai K.Tanah U.Jalar U.Kayu Total 2000 320,788 157,949 557,148 13,391 5,214 0 1,054,490 2001 135,968 125,512 494,232 36,965 0 10,084 802,761 2002 344,929 137,982 582,475 45,613 5,182 5,000 1,116,186 2003 294,610 168,658 706,753 43,147 0 33,564 1,246,732 2004 64,948 177,675 967,957 45,708 2,732 10,446 1,269,466 2005 53,753 30,850 493,213 44,087 16,372 24,633 662,908 2006 133,905 277,498 809,056 59,527 98,493 70,284 1,448,763 2007 157,723 151,613 1,200,951 48,273 123,249 77,823 1,759,632 2008 123,783 87,395 732,722 102,530 7,275 57,948 1,111,653 2009 107,955 107,379 647,703 179,109 49,649 49,912 1,141,707 2010 209,443 409,623 758,388 199,695 41 119,644 1,696,834
Sumber: Badan Pusat Statistik
109
Lampiran 3.2.3. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Pangan Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Beras Jagung Kedele K.Tanah U.Jalar U.Kayu Total 2000 -309,659 -152,965 -556,989 -11,189 -3,326 10,751 -1,023,377 2001 -125,189 -115,012 -493,874 -28,748 1,965 6,543 -754,315 2002 -340,345 -134,648 -577,966 -38,741 -1,460 10,031 -1,083,129 2003 -293,889 -163,141 -700,450 -33,994 3,822 -30,209 -1,217,861 2004 -63,486 -168,601 -961,254 -38,052 2,477 46,900 -1,182,016 2005 -44,666 -21,802 -490,060 -29,872 -5,259 -11,993 -603,652 2006 -133,279 -273,192 -800,650 -48,784 -92,234 -53,600 -1,401,739 2007 -156,817 -133,110 -1,168,902 -42,557 -117,052 -34,397 -1,652,835 2008 -122,848 -58,489 -724,470 -88,460 -681 -22,077 -1,017,025 2009 -105,918 -88,160 -639,673 -168,058 -43,596 -17,541 -1,062,946 2010 -209,008 -398,388 -752,679 -188,150 4,727 -91,048 -1,634,546
Lampiran 3.2.4. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Buah Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Alpukat Durian Jb Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambu-tan Manggis Total
2000 16.8 12.5 26.0 107.7 401.6 1.1 14.7 0.4 327.9 5,885.0 6,793.7 2001 3.1 7.9 8.4 207.2 289.0 0.9 5.5 0.1 174.8 3,953.2 4,650.1 2002 49.9 96.6 28.9 684.5 2,674.0 101.6 6.6 1,078.6 588.1 6,956.9 12,265.8 2003 53.9 12.9 62.6 939.9 480.3 87.3 231.4 514.0 958.9 9,306.0 12,647.2 2004 0.8 6.7 102.1 2,210.0 2,013.4 99.6 1,301.4 778.5 117.3 3,291.9 9,921.6 2005 6.6 11.9 20.4 1,011.2 995.9 128.9 112.6 1,288.9 0 6,385.1 9,961.5 2006 9.2 7.8 97.9 686.6 1,160.6 125.0 62.9 1,407.5 0 3,612.0 7,169.6 2007 104.3 6.5 51.8 54.0 1,004.2 361.0 14.6 35.6 293.8 4,951.4 6,877.0 2008 143.7 84.1 123.2 32.5 1,645.9 104.5 0.6 144.3 421.0 5,832.5 8,532.4 2009 62.9 16.2 297.3 148.4 1,334.7 21.8 125.5 201.9 398.5 7,198.2 9,805.4 2010 69.3 7.5 136.5 238.3 1,065.3 41.1 103.0 193.4 339.1 8,754.4 10,947.8
Sumber: Badan Pusat Statistik
110
Lampiran 3.2.6. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Buah Utama, 2000-2010 (US$’000)
Tahun Alpukat Durian Jb Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambutan Manggis Total 2000 -3.4 -1,084.8 4.8 -41,488.9 307.0 0.2 14.7 -31.3 314.2 5,885.0 -36,082.6 2001 -24.6 -4,047.1 -2.4 -39,724.5 158.5 0.7 4.5 -64.6 170.4 3,952.6 -39,576.5 2002 -114.5 -9,976.2 -94.1 -53,083.5 2,444.0 101.5 6.6 980.1 586.4 6,955.3 -52,194.3 2003 11.6 -4,028.8 -218.1 -48,234.6 52.9 87.1 231.3 110.2 957.1 9,306.0 -41,725.3 2004 -25.4 -11,724.2 -140.5 -52,343.9 1,567.7 99.5 1,300.9 589.7 117.3 3,291.7 -57,267.4 2005 -27.5 -7,516.1 -166.4 -45,644.7 558.6 128.8 112.5 888.0 -2.1 6,384.7 -45,284.1 2006 -20.8 -14,934.0 -60.1 -62,503.7 560.8 124.9 62.9 1,239.1 0 3,612.0 -71,918.9 2007 71.5 -27,019.2 -97.8 -4,798.2 278.8 240.6 14.5 31.5 293.8 4,937.9 -26,046.7 2008 106.9 -30,745.4 45.0 -21,584.2 1,042.3 -40.7 -95.5 -788.6 421.0 5,830.2 -45,809.0 2009 53.3 -35,939.2 268.3 -15,179.2 780.2 -8.2 -4.8 -2,089.5 385.6 7,193.3 -44,540.2 2010 50.0 -34,697.1 58.8 -24,132.7 248.3 -12.3 -291.2 -701.4 326.8 8,747.4 -50,403.6
Lampiran 3.2.5. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Buah Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Alpukat Durian Jb Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambu-tan Manggis Total
2000 20.2 1,097.2 21.2 41,596.6 94.7 1.0 0 31.8 13.7 0 42,876.3 2001 27.8 4,055.1 10.7 39,931.7 130.5 0.2 1.0 64.6 4.4 0.6 44,226.6 2002 164.3 10,072.8 122.9 53,768.0 230.0 0.1 0.0 98.5 1.7 1.6 64,460.0 2003 42.3 4,041.7 280.7 49,174.6 427.4 0.2 0.1 403.8 1.8 0 54,372.5 2004 26.1 11,730.9 242.6 54,553.9 445.7 0.2 0.5 188.8 0 0.2 67,189.0 2005 34.1 7,527.9 186.8 46,655.9 437.3 0.1 0.1 400.9 2.1 0.4 55,245.6 2006 30.0 14,941.8 158.0 63,190.3 599.8 0.1 0 168.4 0 0 79,088.5 2007 32.7 27,025.7 149.6 4,852.1 725.4 120.4 0.1 4.1 0 13.6 32,923.6 2008 36.8 30,829.6 78.2 21,616.7 603.7 145.2 96.0 932.9 0 2.3 54,341.4 2009 9.6 35,955.4 28.9 15,327.6 554.5 30.0 130.4 2,291.4 12.8 4.9 54,345.6 2010 19.4 34,704.7 77.7 24,371.0 817.0 53.4 394.2 894.8 12.3 7.0 61,351.4
Sumber: Badan Pusat Statistik
111
Lampiran 3.2.7. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Sayuran Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel Total
2000 1,835.2 45.6 0 4.5 4,495.0 4.8 4,499.8 1,527.8 654.5 131.6 13,198.8 2001 1,670.8 426.1 0 4.2 4,231.7 5.2 4,236.9 2,283.3 553.2 127.2 13,538.6 2002 63.9 882.7 926.9 3.4 5,726.5 1,113.9 9,758.7 1,467.7 2,254.9 498.1 22,696.8 2003 86.0 384.2 941.6 10.6 4,449.6 856.0 11,401.6 0 2,630.1 342.0 21,101.8 2004 8.7 43.2 1,581.4 1.4 3,764.5 458.9 7,802.3 0 2,715.4 107.3 16,483.1 2005 31.8 7.3 1,804.6 17.9 3,952.0 871.7 9,130.5 0 1,128.6 69.0 17,013.4 2006 6,366.0 11.2 633.7 27.8 6,288.4 628.0 8,997.7 0 792.8 102.6 23,848.3 2007 2.3 27.1 425.8 297.7 392.8 61.2 127.0 106.6 730.8 3.2 2,174.5 2008 4,531.3 201.3 444.3 182.7 112.2 847.8 520.0 3.5 4,221.5 939.8 12,004.4 2009 4,331.3 17.0 1,897.5 207.2 435.1 8,997.4 389.5 41.4 3,458.2 2,660.9 22,435.5 2010 1,814.2 75.1 652.5 79.7 2,426.0 859.2 7,105.3 1.8 3,362.7 6,211.4 22,587.9
Sumber: Badan Pusat Statistik
Lampiran 3.2.8. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Sayuran Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel Total
2000 12,913.8 43,444.6 0 91.8 2,112.2 3.8 280.2 0.4 223.2 191.0 59,260.9 2001 12,475.0 51,217.0 0 85.7 1,356.2 5.9 213.4 3.4 178.4 288.5 65,823.4 2002 9,069.0 53,258.6 4,197.4 26.1 13,405.8 183.1 328.4 0 4,378.9 526.9 85,374.3 2003 12,369.9 50,120.2 3,046.2 5.5 13,621.1 571.6 527.6 0 4,855.1 718.5 85,835.8 2004 14,240.4 53,474.3 3,097.1 13.5 20,756.5 130.1 566.3 0 5,472.0 1,759.6 99,509.9 2005 15,412.1 66,700.1 4,310.5 30.1 22,247.3 238.8 937.1 0 4,549.4 3,109.0 117,534.5 2006 29,907.8 100,093.2 7,440.4 15.1 20,623.6 126.0 529.8 0 5,867.7 2,814.6 167,325.1 2007 7,046.4 12,033.5 65.8 23.4 5,041.4 0.0 16.1 0.2 252.4 9,171.8 33,651.0 2008 53,744.6 2,341.6 190.1 2,272.6 4,767.8 41.6 326.1 0 236.2 9,428.4 73,349.1 2009 27,591.6 3,351.3 682.1 3,588.6 4,980.2 16.0 120.5 22.9 100.6 7.2 40,460.8 2010 1,196.5 2,459.6 1,340.7 36.9 14,591.1 49.2 656.7 0.3 55.4 17,616.9 38,003.4
Sumber: Badan Pusat Statistik
112
Lampiran 3.2.9. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Sayuran Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel Total
2000 -11,078.6 -43,399.0 0 -87.3 2,382.8 1.0 4,219.6 1,527.3 431.3 -59.4 -46,062.22001 -10,804.3 -50,790.9 0 -81.6 2,875.5 -0.7 4,023.6 2,279.9 374.9 -161.3 -52,284.82002 -9,005.1 -52,375.9 -3,270.5 -22.7 -7,679.3 930.8 9,430.3 1,467.7 -2,124.0 -28.8 -62,677.52003 -12,283.9 -49,736.0 -2,104.6 5.1 -9,171.5 284.4 10,874.0 0 -2,225.0 -376.6 -64,734.12004 -14,231.8 -53,431.1 -1,515.8 -12.1 -16,992.0 328.8 7,236.0 0 -2,756.6 -1,652.3 -83,026.72005 -15,380.3 -66,692.8 -2,505.9 -12.2 -18,295.4 632.9 8,193.4 0 -3,420.8 -3,039.9 -100,521.12006 -23,541.8 -100,082.1 -6,806.7 12.7 -14,335.2 502.0 8,467.9 0 -5,074.9 -2,712.1 -143,476.82007 -7,044.1 -12,006.4 360.0 274.3 -4,648.7 61.2 110.9 106.4 478.4 -9,168.6 -31,476.52008 -49,213.3 -2,140.4 254.2 -2,090.0 -4,655.6 806.2 193.9 3.5 3,985.3 -8,488.5 -61,344.72009 -23,260.3 -3,334.2 1,215.5 -3,381.4 -4,545.1 8,981.4 269.0 18.5 3,357.6 2,653.7 -18,025.32010 617.7 -2,384.5 -688.2 42.9 -12,165.0 810.0 6,448.6 1.5 3,307.2 -11,405.5 -15,415.5
Lampiran 3.2.10. Perkembangan Nilai Ekspor Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Jahe Kunyit Temulawak Total 2000 26,401.3 187.0 250.8 26,839.0 2001 3,510.4 48.1 87.5 3,646.0 2002 352.8 25.9 0.0 378.7 2003 2,880.3 319.1 0.0 3,199.4 2004 407.8 277.1 0.0 684.9 2005 2,175.0 1,089.4 0.0 3,264.4 2006 1,898.4 1,254.6 0.0 3,153.0 2007 1,635.0 764.2 0.0 2,399.2 2008 960.6 184.9 0.0 1,145.5 2009 695.5 206.1 0.0 901.6 2010 1,308.2 856.3 0.0 2,164.5
Sumber: Badan Pusat Statistik
113
Lampiran 3.2.11. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Obat Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Jahe Kunyit Temulawak Total 2000 145.8 3.2 0.0 149.0 2001 21.9 3.7 0.0 25.7 2002 58.1 14.9 0.0 73.0 2003 16.6 13.3 0.0 29.9 2004 26.3 6.8 0.0 33.2 2005 524.6 18.0 0.0 542.6 2006 545.4 19.7 0.0 565.1 2007 296.9 57.2 0.0 354.0 2008 145.9 67.7 0.0 213.6 2009 368.1 73.0 0.0 441.1 2010 1,820.3 65.9 0.0 1,886.2
Sumber: Badan Pusat Statistik
Lampiran 3.2.12. Perkembangan Neraca Perdagangan Tanaman Obat Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Jahe Kunyit Temulawak Total 2000 26,255.5 183.7 250.8 26,690.0 2001 3,488.4 44.4 87.5 3,620.3 2002 294.7 11.0 0.0 305.7 2003 2,863.6 305.9 0.0 3,169.5 2004 381.5 270.3 0.0 651.7 2005 1,650.4 1,071.4 0.0 2,721.8 2006 1,353.0 1,234.9 0.0 2,587.9 2007 1,338.2 707.1 0.0 2,045.2 2008 814.6 117.3 0.0 931.9 2009 327.4 133.1 0.0 460.5 2010 -512.1 790.5 0.0 278.4
114
Lampiran 3.2.13. Perkembangan Nilai Ekspor Tanaman Hias Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Krisan Mawar Anggrek Total 2000 0 27.0 1,138.6 1,165.6 2001 0 0.9 1,435.5 1,436.4 2002 0 1.6 1,189.6 1,191.2 2003 0 0.3 1,711.0 1,711.3 2004 0 0 1,326.0 1,326.0 2005 0 0 1,431.0 1,431.0 2006 0 0 1,232.2 1,232.2 2007 646.6 276.2 920.0 1,842.8 2008 960.6 184.9 727.7 1,873.2 2009 217.4 208.7 815.7 1,241.8 2010 1,397.8 938.4 886.4 3,222.5
Sumber: Badan Pusat Statistik
Lampiran 3.2.14. Perkembangan Nilai Impor Tanaman Hias Utama, 2000-2010 (US$’000).
Tahun Krisan Mawar Anggrek Total 2000 0 33.2 346.4 379.5 2001 0 7.6 423.9 431.5 2002 0 18.2 182.7 201.0 2003 0 1.4 226.9 228.2 2004 0 15.3 350.0 365.3 2005 0 0 537.8 537.8 2006 0 0.9 314.4 315.3 2007 0.6 183.1 40.3 223.9 2008 11.1 0.1 0.1 11.3 2009 16.9 16.2 373.0 406.1 2010 45.3 133.4 0.7 179.3
Sumber: Badan Pusat Statistik
115
Lampiran 3.2.15. Perkembangan Neraca Perdagangan Tanaman Hias Utama, 2000-
2010 (US$’000).
Tahun Krisan Mawar Anggrek Total 2000 0 -6.2 792.3 786.1 2001 0 -6.7 1,011.6 1,004.9 2002 0 -16.6 1,006.8 990.2 2003 0 -1.0 1,484.1 1,483.1 2004 0 -15.3 975.9 960.6 2005 0 0 893.2 893.2 2006 0 -0.9 917.8 917.0 2007 646.0 93.1 879.7 1,618.9 2008 949.4 184.8 727.7 1,861.9 2009 200.5 192.5 442.7 835.7 2010 1,352.5 805.0 885.7 3,043.2
116
Lampiran 3.2.16. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (US$’000)
Tahun K. Sawit Karet Kakao Kopi Kelapa Tembakau Teh Lada Tebu Cengkeh Total 2000 1,326,398 888,623 341,860 326,256 215,163 71,287 112,105 221,090 5,926 8,281 3,516,989 2001 1,227,165 786,197 389,262 188,493 127,622 91,404 112,524 100,507 6,288 10,670 3,040,132 2002 2,348,638 1,037,562 701,034 223,916 181,356 76,684 103,427 89,197 8,089 25,973 4,795,876 2003 2,719,304 1,494,811 621,022 258,795 175,980 62,874 95,970 93,445 4,613 24,929 5,551,743 2004 3,944,457 2,180,029 546,560 294,113 288,474 90,618 116,018 58,897 11,396 16,037 7,546,599 2005 4,344,303 2,582,875 664,338 503,836 437,099 117,433 121,777 58,468 19,914 14,916 8,864,959 2006 4,139,286 4,321,525 852,778 586,877 286,448 107,787 134,515 77,258 50,391 23,533 10,580,398 2007 8,866,445 4,868,700 924,157 636,319 606,781 124,423 125,243 132,495 48,649 33,951 16,367,163 2008 14,110,229 6,023,323 1,268,914 991,458 803,540 133,196 158,958 185,701 73,199 7,251 23,755,769 2009 11,605,431 3,241,534 1,413,535 824,015 422,127 172,629 171,628 140,313 62,454 5,586 18,059,252 2010 13,411,669 6,682,609 1,512,724 727,818 602,526 298,446 163,322 222,634 66,300 11,475 23,699,524
Sumber: Badan Pusat Statistik
Lampiran 3.2.17. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (US$’000)
Tahun K. Sawit Karet Kakao Kopi Kelapa Tembakau Teh Lada Tebu Cengkeh Total 2000 6,424 18,120 18,953 11,227 78 114,834 3,091 2,654 290,099 52,390 517,870 2001 2,524 6,557 15,699 5,085 18 139,608 3,091 4,302 254,217 17,365 448,466 2002 4,745 7,334 64,001 4,413 14 105,953 3,651 3,115 216,431 653 410,310 2003 3,267 15,555 76,205 5,892 610 95,190 3,807 173 223,778 151 424,628 2004 5,094 6,876 77,023 6,867 1,541 120,854 5,531 290 269,490 8 493,574 2005 8,366 6,441 82,326 6,220 3,653 179,201 7,161 516 593,301 1 887,186 2006 2,494 12,926 74,185 11,406 3,693 189,915 8,703 994 544,431 1 848,748 2007 7,036 13,327 82,786 78,314 3,341 267,083 11,855 729 1,048,269 0 1,512,740 2008 8,953 24,204 113,381 18,442 190 330,510 11,990 918 363,504 0 872,092 2009 16,822 18,918 119,321 24,012 148 290,170 12,537 1,528 585,873 112 1,069,441 2010 42,672 42,672 152,982 33,534 1,788 414,465 16,780 2,296 1,025,454 1,203 1,733,844
Sumber: Badan Pusat Statistik
117
Lampiran 3.2.18. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2000-2010 (US$’000) Tahun K. Sawit Karet Kakao Kopi Kelapa Tembakau Teh Lada Tebu Cengkeh Total 2000 1,319,974 870,503 322,907 315,029 215,085 -43,547 109,014 218,436 -284,173 -44,109 2,999,119 2001 1,224,641 779,640 373,563 183,408 127,604 -48,204 109,433 96,205 -247,929 -6,695 2,591,666 2002 2,343,893 1,030,228 637,033 219,503 181,342 -29,269 99,776 86,082 -208,342 25,320 4,385,566 2003 2,716,037 1,479,256 544,817 252,903 175,370 -32,316 92,163 93,272 -219,165 24,778 5,127,115 2004 3,939,363 2,173,153 469,537 287,246 286,933 -30,236 110,487 58,607 -258,094 16,029 7,053,025 2005 4,335,937 2,576,434 582,012 497,616 433,446 -61,768 114,616 57,952 -573,387 14,915 7,977,773 2006 4,136,792 4,308,599 778,593 575,471 282,755 -82,128 125,812 76,264 -494,040 23,532 9,731,650 2007 8,859,409 4,855,373 841,371 558,005 603,440 -142,660 113,388 131,766 -999,620 33,951 14,854,423 2008 14,101,276 5,999,119 1,155,533 973,016 803,350 -197,314 146,968 184,783 -290,305 7,251 22,883,677 2009 11,588,609 3,222,616 1,294,214 800,003 421,979 -117,541 159,091 138,785 -523,419 5,474 16,989,811 2010 13,368,997 6,639,938 1,359,742 694,284 600,738 -116,019 146,542 220,338 -959,154 10,272 21,965,679
Lampiran 3.2.19. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Ternak, 2000-2010 (US$’000)
Tahun Daging Hati,
Jeroan Ternak Telur
Konsumsi Produk Susu Total Sapi Kado Babi Ayam Sapi Babi Kambing
2000 55.5 131.7 516.2 1,298.50 0 0 33,293 0 198.1 55,080.3 90,573.6 2001 172.1 232.3 546.5 3,348.60 113 1.6 36,700 9.5 238.2 64,410.7 105,772.6 2002 134.5 300.4 2,630.3 4,827.80 309.3 333.2 27,645 0 540.2 51,873.3 88,593.7 2003 449.9 38.1 3,218.1 4,964.50 132.3 14 21,725 17.1 312.2 54,880.5 85,751.6 2004 126.4 11.6 1,359.3 161.2 78.5 3.2 20,415 105.2 133.3 61,605.0 83,998.8 2005 113.2 37.5 3,962.5 92.1 2.9 0.5 25,899 340.1 84.3 90,150.7 120,682.5 2006 23.8 0 996.8 43.2 20.2 4.8 14,313 1,442.0 90.5 71,541.8 88,475.9 2007 36.3 0 392.7 16.4 29.1 176.8 34,239 1,788.1 0.1 68,138.9 104,817.2 2008 11.4 19.4 46.8 0 0 197.6 42,049 1,330.2 0 197,352.8 241,007.2 2009 20.7 594.1 12.6 0 20,373.6 0.4 39,204 594.1 49.6 76,894.0 137,743.5 2010 0 212.9 0 0 22,635.8 0 50,342 212.9 163 100,519.3 174,085.5
Sumber: Badan Pusat Statistik
118
Lampiran 3.2.20. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Ternak, 2000-2010 (US$’000)
Tahun Daging Hati,
Jeroan Ternak Telur
Konsumsi Produk Susu Total
Sapi Kado Babi Ayam Sapi Babi Kambing 2000 41,047.0 655.1 372.9 9,473.5 20,521.5 92,443.4 1.1 0 189.3 189,273.3 353,977.1 2001 23,791.5 812.8 347.0 1,051.4 16,671.9 57,947.6 0.1 0 213.6 247,877.1 348,713.0 2002 18,586.2 938.6 361.6 899.7 22,830.6 44,517.5 259.9 0 400.8 173,906.4 262,701.3 2003 18,566.0 1,535.3 477.9 754.1 23,183.8 66,543.8 175.6 0 417.5 207,475.3 319,129.3 2004 27,113.0 2,012.9 237.5 1,032.6 24,971.7 88,989.6 0 2.5 130.4 329,382.8 473,873.0 2005 43,646.4 2,697.2 3,290.4 3,803.8 31,588.0 107,731.3 2.6 1.5 1,865.5 399,165.4 593,792.1 2006 49,077.2 2,061.6 4,348.2 4,661.7 529,413.3 108,596.7 0 5.4 2,363.3 416,183.5 1,116,710.9 2007 92,846.6 2,408.2 3,120.0 7,062.1 812,456.1 217,720.5 0 278.1 1,502.6 637,007.0 1,774,401.2 2008 126,146.9 2,886.3 290.1 11,768.3 732,292.9 378,106.6 0 0.0 711.7 665,159.5 1,917,362.3 2009 189,559.3 3,795.6 195.8 4,503.0 78,835.1 436,445.8 0 0.2 7,124.6 492,314.3 1,214,291.7 2010 289,506.5 5,461.9 61.0 1,296.1 105,769.6 445,079.7 0 10.4 7,016.9 630,080.7 1,486,368.1
Sumber: Badan Pusat Statistik
Lampiran 3.2.21. Perkembangan Neraca Perdagangan Komoditas Ternak, 2000-2010 (US$’000)
Tahun Daging Hati, Jeroan
Ternak Telur Konsumsi
Produk Susu Total
Sapi Kado Babi Ayam Sapi Babi Kambing 2000 -40,992 -523 143 -8,175 -20,522 -92,443 33,292 0 9 -134,193 -263,404 2001 -23,619 -581 200 2,297 -16,559 -57,946 36,700 9 25 -183,466 -242,940 2002 -18,452 -638 2,269 3,928 -22,521 -44,184 27,385 0 139 -122,033 -174,108 2003 -18,116 -1,497 2,740 4,210 -23,052 -66,530 21,549 17 -105 -152,595 -233,378 2004 -26,987 -2,001 1,122 -871 -24,893 -88,986 20,415 103 3 -267,778 -389,874 2005 -43,533 -2,660 672 -3,712 -31,585 -107,731 25,896 339 -1,781 -309,015 -473,110 2006 -49,053 -2,062 -3,351 -4,619 -529,393 -108,592 14,313 1,437 -2,273 -344,642 -1,028,235 2007 -92,810 -2,408 -2,727 -7,046 -812,427 -217,544 34,239 1,510 -1,503 -568,868 -1,669,584 2008 -126,136 -2,867 -243 -11,768 -732,293 -377,909 42,049 1,330 -712 -467,807 -1,676,355 2009 -189,539 -3,201 -183 -4,503 -58,461 -436,445 39,204 594 -7,075 -415,420 -1,076,548 2010 -289,506 -5,249 -61 -1,296 -83,134 -445,080 50,342 202 -6,854 -529,561 -1,312,283
119
Lampiran 3.3.1. Perkembangan PDB Riil Sektor Pertanian Menurut Subsektor, 2000-2010 (Rp’milyar, harga konstan 2000).
Tahun Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Total
2000 112,661 33,745 27,035 173,441 2001 113,020 34,845 27,770 175,635 2002 115,926 37,073 29,431 182,430 2003 119,165 38,694 30,647 188,506 2004 122,612 38,849 31,673 193,134 2005 125,802 39,811 32,347 197,959 2006 129,549 41,318 33,430 204,297 2007 133,889 43,199 34,221 211,309 2008 141,800 44,786 35,425 222,011 2009 149,058 45,887 36,744 231,689 2010 151,750 46,751 38,135 236,636
Sumber: Biro Pusat Statistik.
Lampiran 3.3.2. Perkembangan PDB Riil Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2000-2010 (Rp’ milyar).
Tahun Buah Sayur T. Obat T. Hias Total 2000 22,865 14,006 397 2,711 39,978 2001 24,886 15,244 432 2,950 43,512 2002 29,168 17,867 506 3,458 50,999 2003 30,819 18,878 535 3,654 53,885 2004 32,512 19,915 564 3,854 56,845 2005 35,341 21,648 613 4,190 61,792 2006 39,124 24,023 686 4,805 68,638 2007 42,618 26,169 748 5,234 74,768 2008 47,892 29,407 840 5,881 84,021 2009 48,974 30,072 859 6,014 85,919 2010 50,809 31,130 1,073 6,441 89,453
Sumber: Blueprint Hortikultura 2025 (Ditjen Hortikultura).
120
Lampiran 3.4.1. Perkembangan Jumlah dan Total Nilai Investasi PMA dan PMDN di Sektor Pertanian, 2000-2010.
Tahun PMA PMDN
Jumlah (unit)
Nilai (US$’ juta)
Jumlah (unit)
Nilai (Rp’ milyar)
2000 12 82.1 16 1.918.3 2001 9 66.4 8 950.3 2002 2 19.0 4 387.3 2003 10 220.3 6 160.8 2004 11 181.1 8 527.0 2005 20 224.4 22 3,187.7 2006 20 370.7 27 3,541.6 2007 22 107.3 20 4,993.2 2008 11 151.9 7 1,217.8 2009 10 145.0 23 2,597.2 2010 167 755.6 229 9,079.8
Sumber: Kementerian Pertanian (2011).
121
Lampiran 3.4.2. Perkembangan Nilai Investasi PMA dan PMDN menurut Subsektor di Sektor Pertanian, 2000-2010.
Tahun PMA (US$ juta) PMDN (Rp’ milyar)
Tanaman Pangan
Tanaman Hortikultura
Tanaman Perkebunan Peternakan Tanaman
Pangan Tanaman
Hortikultura Tanaman
Perkebunan Peternakan
2000 4.5 0 64.1 13.5 1,899.2 7.5 11.6 0 2001 10.9 0 53.1 2.4 123.8 0 615.9 210.6 2002 9.0 0 0 10.0 0 0 263.6 123.7 2003 2.7 0 216.5 1.1 0 0 130.9 29.9 2004 1.9 0 159 20.2 0 0 507.4 19.6 2005 4.7 0 166.9 52.8 25.3 0 3,054.1 108.3 2006 5.3 0 346.6 18.8 124.5 0 3,345.1 72.0 2007 24.3 0 38.3 44.7 189.6 0 4,689.8 113.8 2008 0 0 147.4 4.5 149.8 0 1,037.4 30.6 2009 10.0 0 132.5 2.5 113.4 0 2,195.8 288.0 2010 14.5 0 736.4 4.7 276.8 16.2 8,612.6 174.2
Sumber: Kementerian Pertanian (2011).
122
Lampiran 4.1.1. Proyeksi Luas Areal Panen, Produkivitas dan Produksi Tanaman Pangan Utama, 2011-2014.
Tahun Padi Jagung Kedelai K.Hijau K.Tanah U.Jalar U.Kayu Luas Panen (000’ ha):
2011 13.349,4 4.310,4 691,0 261,9 617,0 180,3 1.173,9 2012 13.584,9 4.494,5 710,3 265,7 613,5 179,5 1.164,8 2013 13.824,4 4.686,5 730,1 269,5 609,9 178,8 1.155,8 2014 14.068,2 4.886,6 750,5 273,4 606,4 178,0 1.146,9
Produktivitas (ku/ha): 2011 50,27 45,83 13,84 12,74 11,57 115,04 209,84 2012 50,45 47,41 14,06 12,93 11,84 116,83 217,78 2013 50,63 49,04 14,28 13,11 12,12 118,65 226,01 2014 50,80 50,73 14,50 13,30 12,41 120,49 234,55
Produksi (000’ ton): 2011 67.113,8 19.753,6 956,5 333,6 713,6 2.074,2 24.633,8 2012 68.535,3 21.306,7 998,6 343,4 726,3 2.097,6 25.367,6 2013 69.986,9 22.982,6 1.042,5 353,5 739,2 2.121,3 26.123,2 2014 71.469,3 24.790,3 1.088,4 363,8 752,3 2.145,2 26.901,4
Sumber: Hasil proyeksi
123
Lampiran 4.1.2. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2011-2014.
Tahun Buah Sayur T. Obat T. Hias Total Luas (000 ha):
2011 847.0 1,112.3 24.9 1.68 1.985.9 2012 861.2 1,136.9 26.1 1.85 2.026.1 2013 875.5 1,161.5 27.3 2.07 2.066.3 2014 889.7 1,186.1 28.5 2.36 2.106.7
Produktivitas (t/ha): 2011 23,99 9,62 20,73 200,08 16,05 2012 24,01 9,63 20,93 193,68 16,06 2013 24,00 9,64 21,12 182,86 16,05 2014 23,97 9,65 21,29 169,73 16,03
Produksi (000 t): 2011 20.321 10.701 515 336 31.872 2012 20.681 10.948 546 358 32.532 2013 21.015 11.195 576 379 33.166 2014 21.326 11.443 607 401 33.776
Sumber: Hasil proyeksi
124
Lampiran 4.1.3. Proyeksi Luas Areal, Produktivitas dan Produksi Tanaman Buah-buahan Utama, 2011-2014. Tahun Alpukat Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambutan Manggis
Luas Areal (000’ ha): 2011 21.6 49.6 10.3 59.3 136.3 12.5 9.5 106.4 85.0 10.9 2012 22.6 53.1 10.6 61.5 141.2 12.9 9.6 110.9 90.9 11.5 2013 23.7 56.7 10.9 63.7 146.1 13.2 9.8 115.3 96.8 12.2 2014 24.7 60.4 11.1 65.9 150.8 13.6 9.9 119.8 102.8 12.9
Produktivitas (t/ha): 2011 11.0 11.0 20.8 36.2 10.4 123.8 75.9 57.6 6.7 8.5 2012 11.1 11.3 21.1 36.8 10.8 133.2 77.6 58.1 6.8 8.8 2013 11.2 11.5 21.4 37.3 11.1 142.9 79.2 58.6 6.9 9.1 2014 11.2 11.8 21.8 37.9 11.5 152.7 80.7 59.1 7.1 9.4
Produksi (000’ t): 2011 231.1 521.4 213.8 2073.6 1436.1 1502.6 738.5 6123.0 568.4 92.6 2012 236.9 552.0 223.5 2113.3 1563.7 1618.0 782.1 6431.1 621.1 101.1 2013 242.6 582.7 233.1 2151.7 1695.6 1735.9 826.0 6738.4 675.8 109.9 2014 248.1 613.5 242.6 2188.9 1831.5 1856.1 870.1 7044.4 732.3 118.9
Sumber: Hasil proyeksi.
125
Lampiran 4.1.4. Proyeksi Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Sayuran Utama, 2011-2014.
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel
Luas Panen (000’ ha): 2011 110.4 1.7 246.7 89.8 66.7 57.2 68.2 53.2 63.2 27.7 2012 111.2 1.6 255.8 93.5 67.0 57.5 68.9 54.1 65.0 28.2 2013 112.1 1.5 264.8 97.3 67.2 57.7 69.6 55.0 66.7 28.7 2014 112.9 1.4 273.6 101.0 67.4 58.0 70.3 55.8 68.4 29.1
Produktivitas (ku/ha): 2011 9.75 6.85 5.61 5.72 15.87 9.5 20.66 10 14.83 15.08 2012 9.92 6.91 5.61 5.77 15.78 9.38 20.76 10.25 15.14 15.15 2013 10.08 6.96 5.61 5.81 15.7 9.27 20.85 10.49 15.45 15.22 2014 10.23 7.02 5.61 5.85 15.61 9.16 20.94 10.73 15.74 15.28
Produksi (000’ t): 2011 1,083.9 10.9 1,391.7 492.1 1072.1 571.2 1401.2 535.1 921.9 425.1 2012 1,118.4 9.7 1,450.5 495.9 1082.9 595.5 1417.2 561.1 953.1 441.8 2013 1,152.3 8.5 1,508.6 499.5 1093.3 619.5 1432.6 587.1 983.7 458.4 2014 1,185.4 7.5 1,566.1 503.0 1103.3 643.2 1447.3 612.9 1013.8 474.6
Sumber: Hasil proyeksi
126
Lampiran 4.1.5. Proyeksi Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Obat, 2011-2014.
Tahun Jahe Kunyit Kencur Lengkuas Temu-lawak
Kapu- laga Temuireng Lempu-
yang Temu-kunci Sambi- loto
Luas Panen (000’ha): 2011 6,145 4,701 2,009 2,157 1,444 569 389 426 286 192 2012 6,234 4,841 2,093 2,252 1,515 596 402 440 298 220 2013 6,319 4,978 2,177 2,346 1,585 624 414 455 310 250 2014 6,401 5,112 2,260 2,439 1,656 651 426 469 322 283
Produktivitas (t/ha): 2011 17.5 24.5 16.4 29.3 20.4 63.3 20.0 21.2 17.1 23.1
2012 17.1 25.4 17.3 30.0 21.4 75.4 21.0 21.6 18.4 23.2
2013 16.8 26.3 18.3 30.7 22.4 89.1 22.1 22.1 19.7 23.2
2014 16.4 27.2 19.3 31.4 23.4 104.5 23.1 22.5 21.0 23.3
Produksi (000 t): 2011 107,925 115,058 30,178 60,977 29,400 34,705 7,405 8,696 5,049 4,784 2012 108,106 122,879 30,701 62,956 32,258 41,813 7,666 8,867 5,810 5,894 2013 108,278 130,814 31,206 64,898 35,236 49,948 7,922 9,032 6,641 7,194 2014 108,442 138,839 31,694 66,799 38,327 59,180 8,174 9,192 7,544 8,700
Sumber: Hasil proyeksi
127
Lampiran 4.1.6. Proyeksi Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Hias Utama, 2011-2014.
Tahun Melati Krisan Mawar Sedap Malam Gladiol Anggrek Palem Anthurium Heliconia Anyelir
Luas Panen (ha): 2011 87.3 1,100.0 370.2 64.2 30.0 148.0 45.5 25.6 28.4 25.9 2012 80.7 1,148.4 363.0 65.1 25.6 152.3 44.2 25.8 29.2 26.6 2013 74.4 1,196.4 355.8 65.9 21.7 156.5 42.9 26.0 30.1 27.4 2014 68.5 1,243.8 348.5 66.8 18.4 160.6 41.6 26.2 31.0 28.1
Produkivitas/ha: a) 2011 22.8 20.0 22.7 109.5 28.2 10.7 2.4 34.0 12.8 33.4 2012 24.3 21.6 24.0 125.3 31.9 11.4 2.5 37.8 14.6 35.6 2013 25.8 23.2 25.3 142.4 35.9 12.1 2.5 41.8 16.5 37.7 2014 27.4 24.8 26.6 160.9 40.1 12.7 2.6 46.0 18.6 39.9
Produksi: b) 2011 21,874 207,423 84,096 62,392 10,795 15,676 1,136 8,632 3,494 8,556 2012 22,138 231,029 85,788 65,483 11,541 17,399 1,174 9,679 4,090 9,569 2013 22,391 256,006 87,429 68,565 12,298 19,216 1,211 10,793 4,754 10,645 2014 22,634 282,301 89,017 71,631 13,064 21,123 1,247 11,974 5,487 11,783
Sumber: Hasil proyeksi. Keterangan: a) Satuan: ton/ha untuk melati; pohon/ha untuk palem; tangkai/ha untuk lainnya. b) Satuan: ton untuk melati; 000 pohon untuk palem; 000 tangkai untuk lainnya.
128
Lampiran 4.1.7. Proyeksi Luas Areal Total dan Produksi Tanaman Perkebunan Utama, 2011-2014.
Tahun K. Sawit Kelapa Karet Kakao Kopi Cengkeh Tebu/gula Tembakau Lada Teh Luas (000 ha):
2011 8,594 3,813 3,477 1,758 1,270 475.1 444.6 196.0 186.6 125.5 2012 9,190 3,819 3,509 1,872 1,272 480.3 455.3 198.1 186.9 126.5 2013 9,827 3,824 3,541 1,993 1,274 485.5 466.1 200.3 187.2 127.5 2014 10,509 3,829 3,573 2,122 1,276 490.7 477.3 202.5 187.5 128.5
Produksi (000 t): 2011 25,753 3,300 2,621 863 690 115.6 2,805 123.5 85.6 150.9 2012 27,970 3,334 2,651 881 696 120.5 2,921 124.7 87.0 151.4 2013 30,377 3,368 2,681 900 702 125.7 3,042 125.9 88.5 151.9 2014 32,992 3,403 2,711 919 708 131.0 3,167 127.2 89.9 152.4
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 4.1.8. Proyeksi Produksi Peternakan, 2011-2014 (ton).
Tahun
Daging Telur
Susu Sapi Unggas Ternak Kecil Ternak Besar
Ayam Buras
Ayam Ras
Pedaging
Ayam Ras
Petelur Itik Kambing Domba Babi Sapi Kerbau Kuda Ayam Ras
Petelur Ayam Buras Itik
2011 248,161 1,270,991 62,715 28,695 82,476 59,017 207,611 448,474 36,359 1,796 1,001,797 176,789 258,194 1,020,023 2012 237,043 1,364,027 64,797 29,513 87,770 58,935 211,701 462,152 35,538 1,792 1,046,177 186,371 264,855 1,121,414 2013 226,424 1,463,874 66,949 30,354 93,405 58,852 215,871 476,248 34,734 1,788 1,092,522 196,473 271,689 1,232,882 2014 216,280 1,571,030 69,171 31,219 99,402 58,770 220,124 490,773 33,949 1,784 1,140,921 207,121 278,698 1,355,431
Sumber: Hasil proyeksi
129
Lampiran 4.2.1. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Pangan Utama, 2011-2014 (US$’000).
Tahun Beras Jagung Kedelai K.Hijau K.Tanah U.Jalar U.Kayu Total Nilai Ekspor:
2011 441 11.660 5.832 11.596 4.815 29.494 441 64.279 2012 446 12.102 5.957 11.647 4.861 30.420 446 65.879 2013 452 12.560 6.086 11.698 4.908 31.375 452 67.531 2014 457 13.035 6.216 11.749 4.956 32.360 457 69.230
Nilai Impor: 2011 171.429 388.459 700.571 215.002 40 108.396 171.428 1.755.325 2012 140.314 368.388 647.161 198.521 39 98.206 140.314 1.592.943 2013 114.847 349.355 597.824 183.305 39 88.974 114.847 1.449.191 2014 94.002 331.304 552.248 169.254 38 80.610 94.002 1.321.458
Neraca: 2011 -170.988 -376.798 -694.739 -203.405 4.775 -78.902 -170.988 -1.691.045 2012 -139.868 -356.287 -641.204 -186.875 4.822 -67.786 -139.868 -1.527.066 2013 -114.396 -336.795 -591.738 -171.607 4.870 -57.599 -114.396 -1.381.661 2014 -93.545 -318.269 -546.031 -157.505 4.918 -48.250 -93.545 -1.252.227
Sumber: Hasil proyeksi
130
Lampiran 4.2.2. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan Utama, 2011-2014 (US$’000).
Tahun Alpukat Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambu-
tan Manggis Total
Nilai Ekspor: 2011 84.0 8.2 174.7 140.0 1,101.6 32.5 108.0 106.9 349.2 9,665.9 11,771.0 2012 101.7 9.1 223.6 82.2 1,139.2 25.7 113.3 59.1 359.5 10,672.3 12,785.7 2013 123.2 9.9 286.2 48.3 1,178.1 20.3 118.8 32.7 370.2 11,783.5 13,971.2 2014 149.3 10.9 366.4 28.4 1,218.2 16.1 124.6 18.1 381.1 13,010.4 15,323.5
Nilai Impor: 2011 16.6 37,834 57.0 18,434 875 62.9 499 1,113 11.75 5.20 58,909 2012 14.2 41,246 41.8 13,944 938 74.1 631 1,385 11.22 3.86 58,288 2013 12.1 44,966 30.7 10,547 1,005 87.2 798 1,722 10.72 2.87 59,181 2014 10.4 49,021 22.5 7,978 1,077 102.7 1,009 2,143 10.23 2.13 61,375
Neraca: 2011 67.4 -37,826 118 -18,294 226.3 -30.4 -391 -1,006 337.4 9,661 -47,138 2012 87.5 -41,237 182 -13,861 201.3 -48.4 -517 -1,326 348.3 10,668 -45,503 2013 111.1 -44,956 256 -10,499 173.1 -66.9 -679 -1,690 359.4 11,781 -45,210 2014 138.9 -49,010 344 -7,949 141.5 -86.7 -884 -2,125 370.9 13,008 -46,051
Sumber: Hasil proyeksi
131
Lampiran 4.2.3. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Sayuran Utama, 2011-2014 (US$’000).
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel Total
Nilai Ekspor: 2011 1,941 87.1 613.4 91.4 2,168.98 1,072 5,374.45 0.44 3,949 7,834 23,133 2012 2,077 101.1 576.6 104.8 1,939.19 1,338 4,065.23 0.11 4,638 9,881 24,721 2013 2,223 117.2 542.0 120.2 1,733.74 1,670 3,074.94 0.03 5,447 12,462 27,390 2014 2,378 136.0 509.5 137.8 1,550.06 2,084 2,325.89 0.01 6,397 15,718 31,236
Nilai Impor: 2011 1,159 2,254 1,020 43.0 16,166 36.32 592.0 0.36 36.98 19,488 40,796 2012 1,123 2,066 776 50.1 17,911 26.81 533.7 0.43 24.69 21,558 44,070 2013 1,088 1,894 591 58.3 19,844 19.79 481.1 0.52 16.48 23,847 47,840 2014 1,054 1,736 449 68.0 21,986 14.61 433.8 0.63 11.00 26,380 52,133
Neraca: 2011 782 -2,167 -406.8 48.4 -13,997 1,036 4,782 0.08 3,912 -19,488 -40,796 2012 954 -1,965 -199.6 54.7 -15,972 1,311 3,532 -0.33 4,613 -21,558 -44,070 2013 1,135 -1,776 -48.6 61.8 -18,111 1,650 2,594 -0.50 5,431 -23,847 -47,840 2014 1,325 -1,600 60.1 69.8 -20,436 2,069 1,892 -0.62 6,386 -26,380 -52,133
Sumber: Hasil proyeksi
132
Lampiran 4.2.4. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Obat Utama, 2011-2014 (US$’000).
Tahun Jahe Kunyit Temulawak Total Nilai Ekspor:
2011 1,396 931 0 2,326 2012 1,489 1,012 0 2,500 2013 1,588 1,100 0 2,688 2014 1,694 1,195 0 2,889
Nilai Ekspor: 2011 2,215 79 0 2,294 2012 2,696 94 0 2,790 2013 3,281 112 0 3,393 2014 3,993 134 0 4,127
Neraca: 2011 -820 852 0 32 2012 -1,207 918 0 -290 2013 -1,693 987 0 -706 2014 -2,299 1,061 0 -1,238
133
Lampiran 4.2.5. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Hias Utama, 2011-2014 (US$’000).
Tahun Krisan Mawar Anggrek Total Nilai Ekspor:
2011 1,647 1,172 919 3,738 2012 1,940 1,465 953 4,358 2013 2,286 1,830 988 5,104 2014 2,693 2,286 1,024 6,003
Nilai Ekspor: 2011 61 152.0 0.59 213 2012 81 173.3 0.50 255 2013 109 197.5 0.43 307 2014 146 225.0 0.36 371
Neraca: 2011 1,586 1,020 918 3,525
2012 1,859 1,292 952 4,103
2013 1,538 975 919 3,431 2014 1,794 1,240 952 3,987
Sumber: Hasil proyeksi
134
Lampiran 4.2.6. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2011-2014 (US$’000).
Tahun Kelapa Sawit Karet Kakao Kopi Kelapa Temba-
kau Lada Teh Gula Cengkeh Total
Nilai Ekspor: 2011 16,848 7,446 1,763 795 654 349 277 174 79 9.2 28,396 2012 21,163 8,297 2,055 868 709 409 345 186 95 7.4 34,136 2013 26,584 9,245 2,396 948 769 479 430 199 114 5.9 41,170 2014 33,393 10,302 2,793 1,035 835 561 536 212 136 4.7 49,807
Nilai Impor: 2011 51.2 51.9 173.6 42.1 1.0 459.8 2.9 19.3 1,080 1.5 1,883 2012 61.3 63.0 197.0 52.9 0.5 510.1 3.6 22.2 1,137 1.8 2,049 2013 73.5 76.5 223.6 66.5 0.3 566.0 4.5 25.5 1,197 2.1 2,235 2014 88.0 92.8 253.7 83.5 0.2 627.9 5.6 29.3 1,260 2.6 2,444
Neraca: 2011 16,797 7,394 1,590 753 653 -110.4 274 155 -1,000 7.7 26,513 2012 21,102 8,234 1,858 815 709 -100.8 342 164 -1,042 5.6 32,087 2013 26,511 9,169 2,172 881 769 -86.6 426 173 -1,083 3.8 38,935 2014 33,305 10,209 2,539 951 835 -66.4 530 183 -1,124 2.1 47,364
Sumber: Hasil proyeksi
135
Lampiran 4.2.7. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan, 2011-2014 (US$’000).
Tahun Daging Hati/
Jeroan Ternak Telur
konsProduk susu Total
Sapi Kado Babi Ayam Sapi Kerbau Babi Kambing Nilai Ekspor:
2011 0 241.1 0 0 24,884 0 0 45,827 196.5 188.2 108,236 179,573
2012 0 272.8 0 0 27,355 0 0 41,718 181.3 217.2 116,544 186,288
2013 0 308.8 0 0 30,072 0 0 37,976 167.3 250.7 125,490 194,265
2014 0 349.4 0 0 33,059 0 0 34,571 154.3 289.5 135,123 203,545
Nilai Impor:
2011 317,667 5,788 54.5 1,134 106,464 471,859 2,132 0 9.5 6,931 663,729 1,575,768
2012 348,567 6,134 48.8 992 107,162 500,250 2,180 0 9.0 6,846 699,174 1,671,363
2013 382,473 6,501 43.6 867 107,865 530,349 2,229 0 8.6 6,762 736,511 1,773,610
2014 419,677 6,889 39.0 759 108,573 562,258 2,280 0 8.2 6,679 776,826 1,883,989
Neraca:
2011 ‐317,667 ‐5,547 ‐54.5 ‐1,134 ‐81,580 ‐471,859 ‐2,132 45,827 187.0 ‐6,743 ‐555,493 ‐1,396,195
2012 ‐348,567 ‐5,861 ‐48.8 ‐992 ‐79,807 ‐500,250 ‐2,180 41,718 172.2 ‐6,629 ‐582,630 ‐1,485,075
2013 ‐382,473 ‐6,192 ‐43.6 ‐867 ‐77,793 ‐530,349 ‐2,229 37,976 158.7 ‐6,511 ‐611,021 ‐1,579,345
2014 ‐419,677 ‐6,540 ‐39.0 ‐759 ‐75,514 ‐562,258 ‐2,280 34,571 146.1 ‐6,390 ‐641,703 ‐1,680,444
Sumber: Hasil proyeksi
136
Lampiran 4.3.1. Proyeksi PDB Riil Sektor Pertanian, 2011-2014 (Rp milyar)
Tahun Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Total
2011 157,742 48,255 39,347 245,345 2012 163,971 49,808 40,598 254,377 2013 170,446 51,410 41,888 263,744 2014 177,176 53,065 43,220 273,460
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 4.4.1. Proyeksi Nilai PMA dan PMDN, 2011-2014. Tahun T. Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Total
PMA (US$’jt): 2010 14.5 0 736.4 4.7 756 2011 16.2 0 929.9 5.1 951 2012 18.0 0 1,162.1 5.4 1,186 2013 19.9 0 1,437.7 5.8 1,463 2014 21.9 0 1,761.5 6.1 1,790
PMDN (Rp’m): 2010 276.8 16.2 8,612.6 174.2 9,080 2011 230.8 0 16,279.3 170.8 16,681 2012 194.3 0 30,046.3 167.6 30,408 2013 165.1 0 54,185.2 164.6 54,515 2014 141.6 0 95,540.4 161.8 95,844
Sumber: Hasil proyeksi
137
Lampiran 5.1.1. Proyeksi Luas Areal Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (’000 ha). Tahun Padi Jagung Kedelai K.Hijau K.Tanah U.Jalar U.Kayu 2015 14.234 5.006 764 276 602 178 14.234 2016 14.401 5.128 779 279 597 177 14.401 2017 14.570 5.253 793 281 593 177 14.570 2018 14.741 5.381 808 284 588 176 14.741 2019 14.915 5.513 823 287 584 176 14.915 2020 15.081 5.641 838 290 579 175 15.081 2021 15.250 5.771 854 292 575 175 15.250 2022 15.420 5.905 870 295 570 174 15.420 2023 15.592 6.042 886 298 566 174 15.592 2024 15.766 6.182 902 301 562 173 15.766 2025 14.234 5.006 764 276 602 178 14.234
Sumber: Hasil Proyeksi
Lampiran 5.1.2. Proyeksi Produktivitas Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (ku/ha). Tahun Padi Jagung Kedelai K.Hijau K.Tanah U.Jalar U.Kayu 2015 51,09 51,90 14,69 13,49 12,69 122,32 243,20 2016 51,37 53,09 14,88 13,69 12,98 124,18 252,16 2017 51,66 54,31 15,08 13,88 13,28 126,06 261,46 2018 51,94 55,56 15,27 14,08 13,59 127,98 271,10 2019 52,23 56,83 15,47 14,28 13,90 129,92 281,09 2020 52,53 57,49 15,67 14,48 14,21 131,84 291,18 2021 52,82 58,15 15,88 14,68 14,53 133,79 301,64 2022 53,11 58,82 16,09 14,88 14,86 135,77 312,47 2023 53,41 59,49 16,29 15,08 15,19 137,78 323,69 2024 53,71 60,17 16,51 15,29 15,53 139,82 335,32 2025 54,01 60,87 16,72 15,51 15,88 141,89 347,36
Sumber: Hasil Proyeksi
138
Lampiran 5.1.3. Proyeksi Produksi Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (’000 ton).
Tahun Padi Jagung Kedelai K.Hijau K.Tanah U.Jalar U.Kayu 2015 72.713 25.979 1.123 373 764 2.172 72.713 2016 73.978 27.225 1.159 381 775 2.198 73.978 2017 75.265 28.530 1.196 391 787 2.225 75.265 2018 76.574 29.898 1.234 400 799 2.253 76.574 2019 77.906 31.332 1.273 410 811 2.281 77.906 2020 79.216 32.426 1.314 419 823 2.308 79.216 2021 80.547 33.559 1.356 429 835 2.335 80.547 2022 81.901 34.732 1.399 439 847 2.363 81.901 2023 83.277 35.946 1.443 450 860 2.392 83.277 2024 84.677 37.202 1.490 460 872 2.420 84.677 2025 86.100 38.502 1.537 471 885 2.449 86.100
Sumber: Hasil Proyeksi
Lampiran 5.1.4. Proyeksi Luas Panen Komoditas Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2015-2025 (000 ha).
Tahun Buah Sayur T. Obat T. Hias Total 2015 904.0 1,210.6 29.7 2.71 2,147.1 2016 918.2 1,235.2 30.9 3.12 2,187.5 2017 932.5 1,259.8 32.2 3.59 2,228.0 2018 946.7 1,284.4 33.4 4.12 2,268.6 2019 961.0 1,309.0 34.6 4.71 2,309.2 2020 975.2 1,333.5 35.8 5.36 2,349.9 2021 989.4 1,358.1 37.0 6.07 2,390.7 2022 1,003.7 1,382.7 38.3 6.85 2,431.5 2023 1,017.9 1,407.3 39.5 7.68 2,472.4 2024 1,032.2 1,431.9 40.7 8.57 2,513.3 2025 1,046.4 1,456.4 41.9 9.52 2,554.3
Sumber: Hasil proyeksi
139
Lampiran 5.1.5. Proyeksi Produktivitas Komoditas Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2015-2025 (t/ha).
Tahun Buah Sayur T. Obat T. Hias Total 2015 23,91 9,66 21,44 155,90 16,01 2016 23,84 9,66 21,59 142,41 15,97 2017 23,75 9,67 21,72 129,83 15,93 2018 23,65 9,68 21,84 118,40 15,89 2019 23,54 9,69 21,96 108,17 15,84 2020 23,42 9,69 22,06 99,09 15,78 2021 23,30 9,70 22,16 91,07 15,73 2022 23,17 9,71 22,26 83,97 15,67 2023 23,03 9,71 22,34 77,70 15,61 2024 22,89 9,72 22,42 72,14 15,55 2025 22,75 9,72 22,50 67,21 15,48
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.1.6. Proyeksi Produksi Komoditas Hortikultura Menurut Kelompok Komoditas, 2015-2025 (000 t).
Tahun Buah Sayur T. Obat T. Hias Total 2015 21,616 11,690 637 423 34,366 2016 21,889 11,937 668 444 34,939 2017 22,147 12,184 699 466 35,496 2018 22,391 12,432 729 488 36,039 2019 22,622 12,679 760 510 36,570 2020 22,841 12,926 790 531 37,089 2021 23,051 13,173 821 553 37,598 2022 23,251 13,421 851 575 38,098 2023 23,443 13,668 882 597 38,589 2024 23,627 13,915 913 618 39,073 2025 23,803 14,162 943 640 39,549
Sumber: Hasil proyeksi
140
Lampiran 5.1.7. Proyeksi Luas Areal Tanaman Buah-buahan Utama, 2015-2025 (000 ha)
Tahun Alpukat Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambu-tan Manggis
2015 25.7 64.1 11.4 68.1 155.5 13.9 10.0 124.1 108.8 13.5
2016 26.7 67.8 11.7 70.2 160.0 14.2 10.1 128.4 114.9 14.2
2017 27.7 71.6 11.9 72.2 164.5 14.5 10.2 132.6 121.0 14.9
2018 28.7 75.3 12.2 74.2 168.9 14.8 10.4 136.8 127.1 15.5
2019 29.7 79.1 12.4 76.2 173.1 15.1 10.5 140.8 133.2 16.2
2020 30.7 82.9 12.6 78.1 177.2 15.4 10.6 144.8 139.2 16.9
2021 31.6 86.6 12.9 80.0 181.3 15.7 10.6 148.6 145.3 17.5
2022 32.5 90.3 13.1 81.8 185.2 16.0 10.7 152.4 151.2 18.1
2023 33.4 94.0 13.3 83.6 189.0 16.3 10.8 156.1 157.1 18.8
2024 34.3 97.6 13.5 85.3 192.7 16.5 10.9 159.7 162.9 19.4
2025 35.1 101.2 13.7 86.9 196.2 16.8 11.0 163.1 168.7 20.0
Sumber: Hasil Proyeksi
Lampiran 5.1.8. Proyeksi Produktivitas Tanaman Buah-buahan Utama, 2015-2025 (t/ha) Tahun Alpukat Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambu-tan Manggis 2015 11.30 12.09 22.04 38.36 11.83 162.67 82.23 59.53 7.18 9.61 2016 11.36 12.35 22.33 38.84 12.17 172.76 83.69 59.96 7.30 9.86 2017 11.41 12.61 22.60 39.30 12.51 182.95 85.10 60.36 7.41 10.11 2018 11.47 12.86 22.87 39.75 12.84 193.19 86.47 60.75 7.52 10.35 2019 11.52 13.10 23.12 40.17 13.16 203.47 87.78 61.12 7.63 10.59 2020 11.57 13.33 23.36 40.58 13.47 213.75 89.05 61.48 7.73 10.81 2021 11.61 13.56 23.60 40.98 13.78 224.02 90.27 61.82 7.83 11.03 2022 11.66 13.78 23.82 41.36 14.07 234.24 91.45 62.14 7.92 11.25 2023 11.70 13.99 24.04 41.72 14.36 244.39 92.58 62.45 8.01 11.45 2024 11.74 14.19 24.24 42.07 14.64 254.45 93.67 62.74 8.10 11.65 2025 11.78 14.39 24.44 42.40 14.91 264.40 94.72 63.03 8.18 11.85
Sumber: Hasil Proyeksi
141
Lampiran 5.1.9. Proyeksi Produksi Tanaman Buah-buahan Utama, 2015-2025 (000 t)
Tahun Alpukat Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambu-tan Manggis 2015 254 644 252 2,225 1,971 1,978 914 7,348 791 128
2016 259 675 261 2,259 2,114 2,102 958 7,649 850 138
2017 264 706 270 2,293 2,259 2,227 1,002 7,947 911 148
2018 269 736 279 2,325 2,406 2,352 1,046 8,241 973 157
2019 273 766 288 2,356 2,556 2,478 1,089 8,531 1,036 167
2020 278 796 297 2,386 2,706 2,605 1,131 8,815 1,100 178
2021 282 825 305 2,415 2,858 2,731 1,174 9,095 1,164 188
2022 287 854 314 2,443 3,010 2,856 1,215 9,369 1,229 198
2023 291 883 322 2,469 3,162 2,981 1,256 9,637 1,294 208
2024 295 911 330 2,495 3,313 3,104 1,296 9,899 1,359 219
2025 299 938 337 2,519 3,464 3,227 1,335 10,155 1,423 229
Sumber: Hasil Proyeksi
Lampiran 5.1.10. Proyeksi Luas Panen Tanaman Sayuran Utama, 2015-2025 (000 ha)
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel
2015 113.6 1.3 282.2 104.6 67.6 58.2 71.0 56.6 70.0 29.6
2016 114.4 1.2 290.7 108.2 67.8 58.4 71.7 57.4 71.7 30.0
2017 115.0 1.1 299.0 111.8 67.9 58.7 72.3 58.1 73.2 30.4
2018 115.7 1.0 307.1 115.2 68.1 58.9 72.9 58.9 74.7 30.8
2019 116.3 0.9 315.0 118.6 68.3 59.1 73.4 59.6 76.2 31.2
2020 117.0 0.9 322.7 121.9 68.4 59.3 74.0 60.2 77.6 31.6
2021 117.5 0.8 330.2 125.2 68.6 59.4 74.5 60.9 79.0 31.9
2022 118.1 0.7 337.5 128.3 68.7 59.6 75.0 61.5 80.4 32.2
2023 118.6 0.6 344.6 131.4 68.8 59.8 75.5 62.1 81.6 32.6
2024 119.1 0.6 351.4 134.4 68.9 59.9 75.9 62.6 82.9 32.9
2025 119.6 0.5 358.1 137.3 69.1 60.1 76.3 63.2 84.1 33.2
Sumber: Hasil Proyeksi
142
Lampiran 5.1.11. Proyeksi Produktivitas Tanaman Buah-buahan Utama, 2015-2025 (t/ha)
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel
2014 10.23 7.02 5.61 5.85 15.61 9.16 20.94 10.73 15.74 15.282015 10.72 5.00 5.75 4.84 16.46 11.46 20.59 11.27 14.90 16.59
2016 10.92 4.75 5.78 4.70 16.55 11.82 20.57 11.57 14.95 16.87
2017 11.13 4.55 5.80 4.58 16.66 12.13 20.58 11.86 15.03 17.17
2018 11.32 4.30 5.82 4.47 16.73 12.46 20.59 12.11 15.09 17.44
2019 11.51 4.11 5.84 4.37 16.79 12.79 20.61 12.38 15.14 17.69
2020 11.69 3.56 5.86 4.27 16.89 13.10 20.59 12.66 15.21 17.91
2021 11.87 3.38 5.88 4.18 16.94 13.43 20.60 12.89 15.25 18.18
2022 12.04 3.29 5.90 4.10 17.02 13.74 20.61 13.14 15.29 18.45
2023 12.20 3.33 5.92 4.02 17.09 14.01 20.61 13.37 15.36 18.62
2024 12.36 2.83 5.93 3.94 17.16 14.32 20.62 13.61 15.39 18.84
Lampiran 5.1.12. Proyeksi Produksi Tanaman Sayuran Utama, 2015-2025 (000 t)
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel
2015 1,218 6.5 1,623 506 1,113 667 1,462 638 1,043 491
2016 1,249 5.7 1,679 509 1,122 690 1,475 664 1,072 506
2017 1,280 5.0 1,733 512 1,131 712 1,488 689 1,100 522
2018 1,310 4.3 1,787 515 1,139 734 1,501 713 1,127 537
2019 1,339 3.7 1,840 518 1,147 756 1,513 738 1,154 552
2020 1,368 3.2 1,891 521 1,155 777 1,524 762 1,180 566
2021 1,395 2.7 1,942 523 1,162 798 1,535 785 1,205 580
2022 1,422 2.3 1,991 526 1,169 819 1,546 808 1,229 594
2023 1,447 2.0 2,039 528 1,176 838 1,556 830 1,253 607
2024 1,472 1.7 2,085 530 1,182 858 1,565 852 1,276 620
2025 1,496 1.4 2,130 532 1,189 876 1,574 873 1,298 632
Sumber: Hasil Proyeksi
143
Lampiran 5.1.13. Proyeksi Luas Panen Tanaman Obat, 2015-2025 (ha)
Tahun Jahe Kunyit Kencur Lengkuas Temu-lawak Kapulaga Temu-ireng Lempu-
yang Temu-kunci Sambiloto
2015 6,480 5,243 2,342 2,531 1,726 678 438 483 334 318
2016 6,556 5,370 2,422 2,622 1,795 704 449 496 345 356
2017 6,629 5,494 2,501 2,711 1,863 731 461 509 356 395
2018 6,699 5,614 2,578 2,798 1,930 757 472 522 367 438
2019 6,766 5,731 2,654 2,884 1,996 782 482 535 378 482
2020 6,831 5,845 2,729 2,968 2,061 807 493 547 389 528
2021 6,893 5,954 2,801 3,051 2,125 832 503 559 399 576
2022 6,952 6,061 2,872 3,131 2,188 856 512 570 409 626
2023 7,009 6,163 2,941 3,209 2,249 879 522 581 419 678
2024 7,063 6,263 3,008 3,285 2,309 902 531 592 429 731
2025 7,115 6,359 3,073 3,359 2,367 925 540 603 438 785
Sumber: Hasil Proyeksi
Lampiran 5.1.14. Proyeksi Produktivitas Tanaman Obat, 2015-2025 (t/ha)
Tahun Jahe Kunyit Kencur Lengkuas Temu-lawak Kapulaga Temuireng Lempu-
yang Temu-kunci Sambiloto
2015 16.1 28.0 20.2 32.0 24.3 121.5 24.1 22.9 22.3 23.3
2016 15.7 28.9 21.2 32.6 25.3 140.4 25.1 23.3 23.6 23.4
2017 15.4 29.7 22.2 33.2 26.2 161.2 26.1 23.7 25.0 23.4
2018 15.0 30.5 23.1 33.8 27.2 183.8 27.1 24.0 26.3 23.5
2019 14.7 31.3 24.1 34.4 28.1 208.3 28.1 24.4 27.6 23.5
2020 14.4 32.1 25.0 34.9 29.0 234.7 29.0 24.7 29.0 23.6
2021 14.0 32.9 25.9 35.4 29.9 262.9 30.0 25.1 30.3 23.6
2022 13.7 33.6 26.8 35.9 30.7 292.9 30.9 25.4 31.7 23.6
2023 13.3 34.3 27.7 36.4 31.6 324.7 31.8 25.7 33.0 23.7
2024 13.0 35.0 28.6 36.9 32.4 358.2 32.7 26.0 34.3 23.7
2025 12.6 35.7 29.5 37.3 33.2 393.3 33.5 26.2 35.6 23.7
Sumber: Hasil Proyeksi
144
Lampiran 5.1.15. Proyeksi Produksi Tanaman Obat, 2015-2025 (kg)
Tahun Jahe Kunyit Kencur Lengkuas Temu-lawak Kapulaga Temuireng Lempu-yang Temukunci Sambiloto
2015 108.6 146.9 32.2 68.7 41.5 69.6 8.4 9.3 8.5 10.4
2016 108.7 155.1 32.6 70.5 44.8 81.2 8.7 9.5 9.6 12.4
2017 108.9 163.2 33.1 72.2 48.2 94.0 8.9 9.6 10.7 14.6
2018 109.0 171.4 33.5 74.0 51.6 108.2 9.1 9.8 11.9 17.1
2019 109.1 179.5 33.9 75.6 55.1 123.7 9.4 9.9 13.1 19.9
2020 109.3 187.6 34.3 77.3 58.7 140.5 9.6 10.0 14.4 23.0
2021 109.4 195.6 34.6 78.9 62.3 158.6 9.8 10.2 15.8 26.3
2022 109.5 203.6 35.0 80.4 65.9 178.1 10.0 10.3 17.2 30.0
2023 109.6 211.5 35.3 81.9 69.5 198.8 10.2 10.4 18.7 33.9
2024 109.7 219.2 35.7 83.3 73.2 220.8 10.4 10.5 20.2 38.2
2025 109.8 226.9 36.0 84.7 76.8 244.0 10.6 10.6 21.8 42.7
Sumber: Hasil Proyeksi
Lampiran 5.1.16. Proyeksi Luas Panen Tanaman Hias Utama, 2015-2025 (ha)
Tahun Melati Krisan Mawar Sedap Malam Gladiol Anggrek Palem Anthurium Heliconia Anyelir
2015 68.5 1,243.8 348.5 66.8 18.4 160.6 41.6 26.2 31.0 28.1
2016 63.0 1,290.7 341.3 67.5 15.5 164.6 40.3 26.3 31.8 28.8
2017 57.8 1,337.0 334.0 68.3 13.0 168.5 39.1 26.5 32.6 29.5
2018 52.9 1,382.5 326.8 69.0 10.9 172.3 37.8 26.7 33.4 30.2
2019 48.3 1,427.2 319.5 69.7 9.1 176.0 36.6 26.8 34.2 30.8
2020 44.0 1,471.0 312.2 70.4 7.5 179.6 35.4 26.9 34.9 31.5
2021 40.0 1,514.0 304.9 71.0 6.2 183.1 34.1 27.1 35.7 32.1
2022 36.3 1,555.9 297.7 71.6 5.1 186.4 32.9 27.2 36.4 32.7
2023 32.8 1,596.9 290.4 72.2 4.1 189.7 31.8 27.3 37.1 33.3
2024 29.6 1,636.8 283.2 72.8 3.4 192.8 30.6 27.5 37.7 33.8
2025 26.7 1,675.7 276.0 73.3 2.7 195.8 29.4 27.6 38.4 34.3
Sumber: Hasil Proyeksi
145
Lampiran 5.1.17. Proyeksi Produktivitas Tanaman Hias Utama, 2015-2025.
Tahun Melati Krisan Mawar Sedap Malam Gladiol Anggrek Palem Anthurium Heliconia Anyelir
2015 290 265 279 1,807 447 134 27 504 208 421
2016 305 282 292 2,019 495 140 28 550 232 443
2017 321 299 304 2,244 545 147 29 597 257 466
2018 337 317 317 2,481 598 154 30 647 283 488
2019 353 334 330 2,730 653 160 30 697 310 509
2020 368 352 342 2,991 710 167 31 749 339 531
2021 384 369 354 3,262 770 173 32 801 369 553
2022 399 386 366 3,543 830 179 32 855 399 574
2023 415 404 378 3,833 893 185 33 909 431 595
2024 430 421 390 4,130 956 191 34 964 463 616
2025 444 438 401 4,435 1,021 197 34 1,019 496 636
Sumber: Hasil Proyeksi; Satuan: Melati = t/ha; Palem = 000 pohon/ha; Lainnya = 000 tangkai/ha
Lampiran 5.1.18. Proyeksi Produksi Tanaman Hias Utama, 2015-2025.
Tahun Melati Krisan Mawar Sedap Malam Gladiol Anggrek Palem Anthurium Heliconia Anyelir
2015 22,868 309,846 90,553 74,674 13,837 23,113 1,283 13,218 6,290 12,979
2016 23,092 338,567 92,037 77,688 14,616 25,183 1,317 14,523 7,165 14,231
2017 23,308 368,381 93,470 80,666 15,396 27,324 1,351 15,885 8,112 15,535
2018 23,514 399,199 94,853 83,604 16,178 29,532 1,384 17,300 9,130 16,887
2019 23,712 430,925 96,186 86,497 16,958 31,799 1,416 18,764 10,219 18,283
2020 23,901 463,460 97,471 89,340 17,734 34,118 1,447 20,273 11,377 19,719
2021 24,083 496,702 98,707 92,130 18,506 36,482 1,477 21,822 12,601 21,191
2022 24,256 530,547 99,896 94,863 19,271 38,883 1,507 23,406 13,890 22,693
2023 24,422 564,891 101,040 97,537 20,028 41,314 1,535 25,019 15,239 24,222
2024 24,581 599,630 102,139 100,148 20,775 43,768 1,562 26,658 16,645 25,771
2025 24,733 634,660 103,194 102,695 21,511 46,237 1,589 28,317 18,104 27,338
Sumber: Hasil Proyeksi; Satuan: Melati = ton; Palem = 000 pohon; Lainnya = 000 tangkai
146
Lampiran 5.1.19. Proyeksi Luas Areal Total Tanaman Perkebunan Utama, 2015-2025 (000 ha).
Tahun Kelapa Sawit Kelapa Karet Kakao Kopi Cengkeh Tebu Tembakau Lada Teh
2015 11,183 3,834 3,604 2,252 1,278 495.8 488.1 204.5 187.8 129.3 2016 11,900 3,839 3,636 2,390 1,279 500.9 499.2 206.5 188.1 130.2 2017 12,663 3,844 3,667 2,537 1,281 506.0 510.5 208.6 188.4 131.1 2018 13,476 3,850 3,699 2,693 1,283 511.2 522.1 210.7 188.7 132.0 2019 14,340 3,855 3,731 2,858 1,285 516.5 533.9 212.8 189.0 133.0 2020 15,260 3,860 3,764 3,034 1,287 521.8 546.0 214.9 189.3 133.9 2021 16,239 3,865 3,797 3,220 1,288 527.2 558.4 217.1 189.6 134.8 2022 17,281 3,870 3,830 3,418 1,290 532.6 571.1 219.3 189.9 135.7 2023 18,389 3,875 3,863 3,628 1,292 538.0 584.1 221.5 190.2 136.7 2024 19,569 3,880 3,897 3,851 1,294 543.6 597.3 223.7 190.5 137.6 2025 20,824 3,886 3,931 4,087 1,296 549.2 610.9 225.9 190.8 138.6
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.1.20. Proyeksi Produksi Tanaman Perkebunan Utama, 2015-2025 (000 t).
Tahun Kelapa Sawit Kelapa Karet Kakao Kopi Cengkeh Gula Tembakau Lada Teh
2015 35,619 3,437 2,740 938 714 136.4 3,292 128.3 91.3 152.9 2016 38,455 3,471 2,769 957 720 141.9 3,421 129.5 92.8 153.4 2017 41,516 3,506 2,799 976 726 147.7 3,555 130.7 94.2 153.9 2018 44,822 3,541 2,829 996 732 153.7 3,694 131.8 95.7 154.4 2019 48,391 3,577 2,859 1,016 738 159.9 3,839 133.0 97.2 154.9 2020 52,243 3,613 2,890 1,037 744 166.4 3,990 134.3 98.7 155.3 2021 56,403 3,649 2,921 1,058 750 173.2 4,146 135.5 100.3 155.8 2022 60,894 3,686 2,952 1,080 756 180.3 4,309 136.7 101.9 156.3 2023 65,742 3,723 2,983 1,102 762 187.6 4,478 137.9 103.5 156.8 2024 70,976 3,760 3,015 1,124 769 195.2 4,653 139.2 105.1 157.3 2025 76,627 3,798 3,048 1,147 775 203.2 4,836 140.5 106.8 157.8
Sumber: Hasil proyeksi
147
Lampiran 5.1.21. Proyeksi Produksi Peternakan, 2015-2025 (000 t).
Tahun
Daging Telur
Susu Segar
Unggas Ternak Kecil Ternak Besar Ayam Ras
Petelur Ayam Buras Itik Ayam
Buras Ayam Ras Pedaging
Ayam Ras
Petelur Itik Kambing Domba Babi Sapi Kerbau Kuda
2015 210.9 1,636 70.5 31.7 103.0 58.7 222.5 499.1 33.5 1.78 1,169 213.4 282.7 1,431 2016 202.8 1,738 72.5 32.5 108.6 58.7 226.3 512.1 32.9 1.78 1,213 223.3 288.9 1,553 2017 195.1 1,847 74.5 33.3 114.6 58.6 230.1 525.5 32.2 1.78 1,259 233.7 295.3 1,685 2018 187.6 1,962 76.6 34.1 120.9 58.5 234.0 539.2 31.6 1.77 1,307 244.5 301.8 1,828 2019 180.4 2,085 78.8 34.9 127.5 58.4 237.9 553.3 31.0 1.77 1,357 255.8 308.5 1,984 2020 173.5 2,216 81.0 35.8 134.5 58.4 241.9 567.7 30.4 1.77 1,408 267.7 315.3 2,153 2021 166.8 2,355 83.3 36.6 141.9 58.3 246.0 582.6 29.8 1.76 1,462 280.1 322.3 2,336 2022 160.4 2,502 85.7 37.5 149.7 58.2 250.2 597.8 29.2 1.76 1,517 293.1 329.4 2,534 2023 154.3 2,659 88.1 38.5 158.0 58.2 254.4 613.4 28.7 1.76 1,574 306.7 336.7 2,750 2024 148.4 2,826 90.7 39.4 166.6 58.1 258.7 629.4 28.1 1.75 1,634 320.9 344.1 2,984 2025 142.7 3,003 93.2 40.4 175.8 58.0 263.0 645.8 27.6 1.75 1,696 335.8 351.7 3,237
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.2.1. Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (US$’000). Tahun Beras Jagung Kedelai K.Tanah U.Jalar U.Kayu Total 2015 463 13,415 6,265 11,798 5,021 33,396 70,358 2016 469 13,807 6,314 11,847 5,087 34,464 71,988 2017 475 14,21 6,364 11,896 5,154 35,567 59,456 2018 481 14,624 6,414 11,946 5,221 36,705 75,391 2019 487 15,051 6,464 11,995 5,290 37,888 77,175 2020 493 15,49 6,515 12,045 5,359 39,092 63,504 2021 499 15,942 6,566 12,095 5,430 40,343 80,875 2022 506 16,407 6,618 12,145 5,501 41,634 82,811 2023 512 16,886 6,67 12,196 5,573 42,966 78,133 2024 518 17,378 6,722 12,246 5,646 44,341 86,851 2025 525 17,885 6,775 12,297 5,720 45,760 88,962
Sumber: Hasil Proyeksi
148
Lampiran 5.2.2. Proyeksi Nilai Impor Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Beras Jagung Kedelai K.Tanah U.Jalar U.Kayu Total 2015 74,097 314,187 499,621 162,767 37 76,821 1,127,530 2016 58,407 293,895 452,009 156,529 36 73,210 1,034,086 2017 46,040 274,914 408,934 150,530 35 69,769 950,222 2018 36,291 257,159 369,965 144,761 34 66,489 874,699 2019 28,606 240,551 334,708 139,213 34 63,364 806,476 2020 22,549 225,015 302,812 133,877 33 60,386 744,672 2021 17,774 210,482 273,955 128,747 32 57,547 688,537 2022 14,010 196,889 247,849 123,812 31 54,843 637,434 2023 11,044 184,173 224,230 119,067 31 52,265 590,810 2024 8,705 172,278 202,861 114,504 30 49,808 548,186 2025 6,862 161,152 183,530 110,115 29 47,467 509,155
Sumber: Hasil Proyeksi
Lampiran 5.2.3. Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Pangan Utama, 2015-2025 (US$’000). Tahun Beras Jagung Kedelai K.Tanah U.Jalar U.Kayu Total 2015 -73.635 -300.771 -493.356 4.984 -43.425 -73.635 -1.130.807 2016 -57.939 -280.088 -445.695 5.051 -38.746 -57.939 -1.020.038 2017 -45.565 -260.705 -402.570 5.119 -34.202 -45.565 -922.122 2018 -35.810 -242.535 -363.551 5.187 -29.784 -35.810 -835.118 2019 -28.119 -225.500 -328.244 5.256 -25.484 -28.119 -757.428 2020 -22.056 -209.525 -296.297 5.327 -21.294 -22.056 -687.734 2021 -17.275 -194.541 -267.389 5.398 -17.204 -17.275 -624.938 2022 -13.505 -180.482 -241.231 5.470 -13.209 -13.505 -568.129 2023 -10.532 -167.287 -217.560 5.543 -9.298 -10.532 -516.538 2024 -8.187 -154.900 -196.139 5.616 -5.467 -8.187 -469.522 2025 -6.337 -143.266 -176.755 5.691 -1.707 -6.337 -426.529
Sumber: Hasil Proyeksi
149
Lampiran 5.2.4. Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Buah-buahan Utama, 2015-2025 (US$’000). Tahun Alpukat Durian Jb Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambutan Manggis Total 2015 178.5 11.9 461.3 17.5 1,256.7 13.0 130.3 10.6 391.6 14,263.5 16,734.7 2016 213.4 13.0 580.7 10.8 1,296.3 10.5 136.2 6.2 402.3 15,637.2 18,306.6 2017 255.1 14.2 731.1 6.7 1,337.2 8.4 142.3 3.6 413.3 17,143.2 20,055.3 2018 305.0 15.5 920.4 4.1 1,379.4 6.8 148.7 2.1 424.7 18,794.3 22,001.1 2019 364.7 16.9 1,158.8 2.6 1,422.9 5.5 155.4 1.3 436.3 20,604.4 24,168.8 2020 436.0 18.5 1,458.9 1.6 1,467.8 4.4 162.5 0.7 448.3 22,588.9 26,587.5 2021 521.3 20.2 1,836.7 1.0 1,514.1 3.6 169.8 0.4 460.6 24,764.4 29,292.0 2022 623.3 22.0 2,312.3 0.6 1,561.9 2.9 177.5 0.3 473.2 27,149.5 32,323.4 2023 745.2 24.0 2,911.1 0.4 1,611.1 2.3 185.5 0.1 486.2 29,764.3 35,730.3 2024 891.0 26.2 3,665.0 0.2 1,662.0 1.9 193.9 0.1 499.5 32,630.9 39,570.6 2025 1,065.3 28.6 4,614.1 0.1 1,714.4 1.5 202.6 0.1 513.2 35,773.6 43,913.5
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.2.5. Proyeksi Nilai Impor Komoditas Buah-buahan Utama, 2015-2025 (US$’000). Tahun Alpukat Durian Jb Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambutan Manggis Total 2015 8.7 52,889 15.9 5,840 1,150 120.1 1,262 2,639 9.73 1.53 63,936
2016 7.3 57,062 11.3 4,275 1,228 140.4 1,580 3,251 9.25 1.10 67,565
2017 6.2 61,565 8.0 3,130 1,311 164.1 1,977 4,004 8.79 0.79 72,175
2018 5.2 66,423 5.6 2,291 1,400 191.8 2,475 4,932 8.36 0.56 77,733
2019 4.4 71,664 4.0 1,677 1,495 224.2 3,097 6,076 7.94 0.40 84,250
2020 3.7 77,319 2.8 1,228 1,597 262.0 3,876 7,484 7.55 0.29 91,780
2021 3.1 83,420 2.0 899 1,705 306.3 4,851 9,218 7.18 0.21 100,412
2022 2.6 90,003 1.4 658 1,821 358.0 6,071 11,354 6.82 0.15 110,276
2023 2.2 97,104 1.0 482 1,944 418.4 7,598 13,986 6.48 0.11 121,542
2024 1.8 104,767 0.7 353 2,076 489.1 9,509 17,227 6.16 0.08 134,430
2025 1.5 113,034 0.5 258 2,217 571.6 11,901 21,220 5.86 0.05 149,210
Sumber: Hasil proyeksi
150
Lampiran 5.2.6. Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Buah-buahan Utama, 2015-2025 (US$’000). Tahun Alpukat Durian Jb Biji Jeruk Mangga Nenas Pepaya Pisang Rambutan Manggis Total 2015 169.7 ‐52,877 445 ‐5,822 106.9 ‐107.1 ‐1,132 ‐2,629 381.8 14,262 ‐47,202
2016 206 ‐57,049 569 ‐4,264 68.5 ‐129.9 ‐1,444 ‐3,245 393.1 15,636 ‐49,259
2017 249 ‐61,551 723 ‐3,123 26.1 ‐155.6 ‐1,835 ‐4,001 404.6 17,142 ‐52,121
2018 299.8 ‐66,407 915 ‐2,287 ‐20.7 ‐185 ‐2,326 ‐4,930 416.3 18,794 ‐55,731
2019 360.3 ‐71,647 1,155 ‐1,675 ‐72.2 ‐218.7 ‐2,942 ‐6,074 428.4 20,604 ‐60,081
2020 432.4 ‐77,301 1,456 ‐1,226 ‐128.8 ‐257.6 ‐3,714 ‐7,483 440.7 22,589 ‐65,192
2021 518.2 ‐83,400 1,835 ‐898 ‐190.9 ‐302.7 ‐4,681 ‐9,218 453.4 24,764 ‐71,120
2022 620.7 ‐89,981 2,311 ‐657 ‐258.8 ‐355.1 ‐5,894 ‐11,354 466.4 27,149 ‐77,953
2023 743.1 ‐97,080 2,910 ‐481 ‐333.1 ‐416.1 ‐7,413 ‐13,986 479.7 29,764 ‐85,812
2024 889.2 ‐104,740 3,664 ‐352 ‐414.2 ‐487.2 ‐9,316 ‐17,227 493.3 32,631 ‐94,859
2025 1,063.80 ‐113,005 4,614 ‐258 ‐502.7 ‐570.1 ‐11,699 ‐21,220 507.3 35,774 ‐105,296
Lampiran 5.2.7. Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Sayuran Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel Total
2015 2,532 156.1 475.9 156.5 1,369.41 2,562 1,702.64 0.00 7,429 19,516 35,900
2016 2,696 179.2 444.5 177.7 1,209.82 3,149 1,246.40 0.00 8,628 24,232 41,964
2017 2,871 205.7 415.2 201.8 1,068.83 3,872 912.42 0.00 10,020 30,088 49,655
2018 3,057 236.1 387.8 229.2 944.27 4,760 667.93 0.00 11,636 37,359 59,278
2019 3,255 271.1 362.3 260.3 834.23 5,852 488.95 0.00 13,514 46,388 71,224
2020 3,465 311.2 338.4 295.6 737.01 7,194 357.93 0.00 15,694 57,597 85,991
2021 3,690 357.3 316.1 335.8 651.11 8,843 262.02 0.00 18,226 71,516 104,198
2022 3,929 410.1 295.2 381.3 575.23 10,872 191.81 0.00 21,167 88,798 126,619
2023 4,183 470.8 275.7 433.0 508.20 13,365 140.41 0.00 24,582 110,257 154,216
2024 4,454 540.5 257.6 491.8 448.97 16,431 102.79 0.00 28,548 136,901 188,175
2025 4,743 620.5 240.6 558.5 396.65 20,199 75.24 0.00 33,153 169,985 229,971
Sumber: Hasil proyeksi
151
Lampiran 5.2.8. Proyeksi Nilai Impor Komoditas Sayuran Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel Total
2015 1,017.4 1,576.2 331.2 78.6 24,241 10.41 386.8 0.75 6.98 29,042 56,691 2016 982.3 1,431.5 244.1 90.9 26,727 7.41 344.9 0.90 4.43 31,972 61,805 2017 948.5 1,300.0 179.9 105.2 29,467 5.28 307.5 1.07 2.81 35,198 67,516 2018 915.9 1,180.7 132.6 121.6 32,489 3.76 274.2 1.27 1.78 38,750 73,871 2019 884.4 1,072.2 97.7 140.7 35,820 2.67 244.5 1.52 1.13 42,660 80,925 2020 853.9 973.8 72.0 162.7 39,494 1.90 218.0 1.81 0.72 46,964 88,743 2021 824.5 884.4 53.1 188.2 43,543 1.36 194.4 2.16 0.45 51,703 97,395 2022 796.2 803.2 39.1 217.7 48,008 0.97 173.3 2.58 0.29 56,920 106,961 2023 768.8 729.4 28.8 251.8 52,931 0.69 154.5 3.08 0.18 62,663 117,531 2024 742.3 662.4 21.3 291.3 58,359 0.49 137.8 3.68 0.12 68,985 129,204 2025 716.7 601.6 15.7 336.9 64,343 0.35 122.9 4.39 0.07 75,946 142,088
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.2.9. Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Sayuran Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Bawang Merah
Bawang Putih Cabe Kacang
Panjang Kentang Ketimun Kol/Kubis Terung Tomat Wortel Total
2015 1,515 ‐1,420 144.7 77.9 ‐22,871 2,551 1,316 ‐0.75 7,422 ‐29,042 ‐56,691
2016 1,714 ‐1,252 200.4 86.8 ‐25,517 3,142 902 ‐0.90 8,623 ‐31,972 ‐61,805
2017 1,922 ‐1,094 235.3 96.7 ‐28,398 3,867 605 ‐1.07 10,017 ‐35,198 ‐67,516
2018 2,141 ‐945 255.2 107.6 ‐31,545 4,756 394 ‐1.27 11,635 ‐38,750 ‐73,871
2019 2,370 ‐801 264.5 119.6 ‐34,986 5,849 244 ‐1.52 13,513 ‐42,660 ‐80,925
2020 2,612 ‐663 266.3 132.9 ‐38,757 7,192 140 ‐1.81 15,693 ‐46,964 ‐88,743
2021 2,865 ‐527 263.0 147.5 ‐42,892 8,842 68 ‐2.16 18,226 ‐51,703 ‐97,395
2022 3,133 ‐393 256.1 163.6 ‐47,433 10,871 18 ‐2.58 21,166 ‐56,920 ‐106,961
2023 3,415 ‐259 246.9 181.2 ‐52,423 13,364 ‐14 ‐3.08 24,581 ‐62,663 ‐117,531
2024 3,712 ‐122 236.3 200.5 ‐57,910 16,430 ‐35 ‐3.68 28,548 ‐68,985 ‐129,204
2025 4,026 19 224.9 221.6 ‐63,947 20,199 ‐48 ‐4.39 33,153 ‐75,946 ‐142,088
Sumber: Hasil proyeksi
152
Lampiran 5.2.10. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Obat Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca
Jahe Kunyit Temu-lawak Total Jahe Kunyit Temu-
lawak Total Jahe Kunyit Temu-lawak Total
2015 1,799 1,291 0 3,090 4,794 159 0 4,953 -2,995 1,133 0 -1,863 2016 1,910 1,395 0 3,305 5,756 187 0 5,943 -3,846 1,208 0 -2,638 2017 2,028 1,507 0 3,535 6,912 221 0 7,133 -4,884 1,286 0 -3,597 2018 2,153 1,628 0 3,782 8,299 261 0 8,560 -6,146 1,368 0 -4,778 2019 2,286 1,759 0 4,046 9,965 308 0 10,272 -7,678 1,452 0 -6,226 2020 2,428 1,901 0 4,328 11,965 363 0 12,328 -9,537 1,538 0 -7,999 2021 2,578 2,054 0 4,631 14,366 428 0 14,794 -11,788 1,625 0 -10,163 2022 2,737 2,219 0 4,956 17,249 506 0 17,755 -14,512 1,713 0 -12,799 2023 2,906 2,397 0 5,303 20,711 597 0 21,308 -17,805 1,800 0 -16,005 2024 3,085 2,590 0 5,675 24,868 704 0 25,573 -21,783 1,886 0 -19,897 2025 3,276 2,798 0 6,074 29,859 831 0 30,691 -26,583 1,967 0 -24,617
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.2.11. Proyeksi Nilai Ekspor, Nilai Impor dan Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Hias Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca
Krisan Mawar Anggrek Total Krisan Mawar Anggrek Total Krisan Mawar Anggrek Total 2015 3,137 2,814 1,059 7,009 192 254.1 0.30 446 2,094 1,576 988 4,658 2016 3,653 3,463 1,095 8,211 252 286.9 0.24 539 2,441 2,000 1,024 5,465 2017 4,255 4,262 1,132 9,649 331 324.0 0.20 655 2,806 2,490 1,059 6,355 2018 4,956 5,245 1,171 11,372 434 365.8 0.15 800 3,219 3,097 1,095 7,411 2019 5,773 6,455 1,211 13,438 571 413.1 0.11 984 3,684 3,849 1,132 8,665 2020 6,724 7,944 1,252 15,919 750 466.5 0.08 1,216 4,206 4,778 1,171 10,155 2021 7,832 9,776 1,294 18,902 985 526.7 0.06 1,512 4,788 5,928 1,210 11,926 2022 9,123 12,031 1,338 22,492 1,295 594.8 0.04 1,889 5,430 7,349 1,252 14,030 2023 10,626 14,806 1,384 26,816 1,701 671.6 0.03 2,373 6,131 9,104 1,294 16,530 2024 12,376 18,221 1,431 32,029 2,235 758.3 0.02 2,993 6,888 11,273 1,338 19,499 2025 14,416 22,425 1,479 38,320 2,936 856.3 0.01 3,793 7,689 13,950 1,384 23,023
Sumber: Hasil proyeksi
153
Lampiran 5.2.12. Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Kelapa Sawit Karet Kakao Kopi Kelapa Tembakau Lada Teh Tebu Cengkeh Total
2015 41,519 11,420 3,232 1,125 902 653 661 226 161 3.7 59,903 2016 51,621 12,660 3,741 1,223 975 759 815 241 192 2.9 72,229 2017 64,182 14,034 4,330 1,330 1,054 882 1,005 256 228 2.2 87,302 2018 79,799 15,557 5,011 1,446 1,139 1,026 1,239 273 270 1.7 105,762 2019 99,216 17,246 5,799 1,573 1,230 1,193 1,528 290 321 1.3 128,398 2020 123,358 19,119 6,712 1,710 1,330 1,387 1,884 309 381 0.9 156,190 2021 153,374 21,194 7,768 1,859 1,437 1,612 2,324 329 452 0.7 190,351 2022 190,694 23,495 8,991 2,022 1,553 1,875 2,866 350 536 0.5 232,382 2023 237,095 26,045 10,406 2,198 1,678 2,180 3,534 373 636 0.3 284,146 2024 294,787 28,873 12,043 2,390 1,813 2,534 4,359 397 755 0.2 347,952 2025 366,516 32,007 13,939 2,599 1,960 2,946 5,375 422 897 0.1 426,661
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.2.13. Proyeksi Nilai Impor Komoditas Perkebunan Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Kelapa Sawit Karet Kakao Kopi Kelapa Tembakau Lada Teh Tebu Cengkeh Total
2015 104.6 111.7 286.2 103.9 0.1 693.1 7.0 33.5 1,323.3 3.2 2,666.5 2016 124.3 134.5 322.8 129.2 0.1 765.2 8.6 38.2 1,389.8 3.9 2,916.5 2017 147.7 161.9 364.1 160.7 0.0 844.7 10.7 43.7 1,459.5 4.9 3,197.8 2018 175.5 194.8 410.7 199.9 0.0 932.5 13.2 49.9 1,532.8 6.1 3,515.4 2019 208.6 234.5 463.3 248.7 0.0 1,029.4 16.3 57.0 1,609.8 7.8 3,875.2 2020 247.8 282.2 522.6 309.3 0.0 1,136.3 20.2 65.1 1,690.6 10.0 4,284.1 2021 294.5 339.7 589.5 384.7 0.0 1,254.4 25.0 74.3 1,775.4 13.0 4,750.5 2022 349.9 408.9 664.9 478.4 0.0 1,384.8 31.0 84.8 1,864.6 17.1 5,284.4 2023 415.8 492.1 750.1 595.1 0.0 1,528.7 38.3 96.9 1,958.2 22.7 5,897.9 2024 494.1 592.3 846.1 740.2 0.0 1,687.6 47.4 110.6 2,056.5 30.5 6,605.3 2025 587.2 712.9 954.4 920.6 0.0 1,863.0 58.7 126.4 2,159.7 41.6 7,424.4
Sumber: Hasil proyeksi
154
Lampiran 5.2.14. Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Perkebunan Utama, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Kelapa Sawit Karet Kakao Kopi Kelapa Tembakau Lada Teh Tebu Cengkeh Total
2015 41,414 11,308 2,946 1,021 902 ‐40 654 193 ‐1,162 0.6 57,236
2016 51,497 12,525 3,418 1,094 975 ‐6 806 202 ‐1,198 ‐1.0 69,312
2017 64,034 13,872 3,965 1,169 1,053 38 994 212 ‐1,232 ‐2.6 84,104
2018 79,624 15,363 4,600 1,246 1,138 94 1,226 223 ‐1,263 ‐4.4 102,246
2019 99,008 17,012 5,336 1,324 1,230 163 1,512 233 ‐1,289 ‐6.5 124,523
2020 123,110 18,836 6,190 1,401 1,330 251 1,864 244 ‐1,310 ‐9.1 151,906
2021 153,080 20,854 7,179 1,475 1,437 358 2,299 255 ‐1,324 ‐12.3 185,600
2022 190,344 23,086 8,326 1,543 1,553 490 2,835 265 ‐1,328 ‐16.6 227,097
2023 236,679 25,553 9,656 1,603 1,678 651 3,496 276 ‐1,322 ‐22.4 278,248
2024 294,292 28,280 11,197 1,650 1,813 847 4,311 286 ‐1,301 ‐30.3 341,346
2025 365,929 31,294 12,984 1,679 1,960 1,083 5,316 296 ‐1,263 ‐41.5 419,237
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.2.15. Proyeksi Nilai Ekspor Komoditas Peternakan, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Daging Hati,
jeroan Ternak Telur
kons Produk Susu Total Sapi Kado Babi Ayam Sapi Kerbau Babi Kambing
2015 0 392 0 0 0 0 0 31,703 143 331 144,717 177,286 2016 0 440 0 0 0 0 0 29,073 133 378 154,992 185,016 2017 0 493 0 0 0 0 0 26,661 123 432 165,997 193,707 2018 0 554 0 0 0 0 0 24,450 115 494 177,783 203,395 2019 0 621 0 0 0 0 0 22,421 106 564 190,406 214,119 2020 0 697 0 0 0 0 0 20,561 99 645 203,926 225,927 2021 0 782 0 0 0 0 0 18,856 92 737 218,405 238,871 2022 0 877 0 0 0 0 0 17,292 85 842 233,913 253,008 2023 0 984 0 0 0 0 0 15,857 79 962 250,521 268,403 2024 0 1,104 0 0 0 0 0 14,542 73 1,100 268,309 285,127 2025 0 1,238 0 0 0 0 0 13,335 68 1,257 287,360 303,258
Sumber: Hasil proyeksi
155
Lampiran 5.2.16. Proyeksi Nilai Impor Komoditas Peternakan, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Daging
Hati, jeroan Ternak Telur
kons Produk Susu Total
Sapi Kado Babi Ayam Sapi Kerbau Babi Kambing 2015 461,521 7,311 35 671 109,303 596,934 2,332 0 7.8 6,604 819,348 2,004,066 2016 507,537 7,759 32 593 110,038 633,748 2,386 0 7.5 6,529 864,197 2,132,825 2017 558,140 8,234 29 524 110,778 672,832 2,441 0 7.1 6,455 911,501 2,270,941 2018 613,789 8,739 26 464 111,523 714,327 2,498 0 6.8 6,382 961,394 2,419,147 2019 674,987 9,274 23 410 112,272 758,381 2,555 0 6.5 6,309 1,014,019 2,578,237 2020 742,286 9,842 21 362 113,027 805,151 2,614 0 6.2 6,238 1,069,523 2,749,072 2021 816,295 10,445 19 320 113,787 854,806 2,675 0 5.9 6,167 1,128,067 2,932,587 2022 897,683 11,085 17 283 114,552 907,524 2,737 0 5.7 6,097 1,189,814 3,129,798 2023 987,186 11,764 15 251 115,323 963,492 2,800 0 5.4 6,028 1,254,942 3,341,805 2024 1,085,612 12,484 14 221 116,098 1,022,912 2,865 0 5.2 5,960 1,323,634 3,569,806 2025 1,193,853 13,249 13 196 116,879 1,085,997 2,931 0 4.9 5,892 1,396,087 3,815,100
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.2.17. Proyeksi Neraca Perdagangan Komoditas Peternakan, 2015-2025 (US$’000).
Tahun Daging Hati,
jeroan Ternak Telur
kons Produk Susu Total
Sapi Kado Babi Ayam Sapi Kerbau Babi Kambing 2015 -461,521 -6,919 -35 -671 -109,303 -596,934 -2,332 31,703 135 -6,273 -674,631 -1,790,685 2016 -507,537 -7,319 -32 -593 -110,038 -633,748 -2,386 29,073 126 -6,151 -709,205 -1,947,810 2017 -558,140 -7,741 -29 -524 -110,778 -672,832 -2,441 26,661 116 -6,023 -745,504 -2,077,234 2018 -613,789 -8,185 -26 -464 -111,523 -714,327 -2,498 24,450 108 -5,888 -783,611 -2,215,752 2019 -674,987 -8,653 -23 -410 -112,272 -758,381 -2,555 22,421 100 -5,745 -823,612 -2,364,117 2020 -742,286 -9,145 -21 -362 -113,027 -805,151 -2,614 20,561 93 -5,593 -865,598 -2,523,144 2021 -816,295 -9,663 -19 -320 -113,787 -854,806 -2,675 18,856 86 -5,430 -909,661 -2,693,716 2022 -897,683 -10,208 -17 -283 -114,552 -907,524 -2,737 17,292 79 -5,255 -955,902 -2,876,790 2023 -987,186 -10,780 -15 -251 -115,323 -963,492 -2,800 15,857 74 -5,066 -1,004,421 -3,073,402 2024 -1,085,612 -11,381 -14 -221 -116,098 -1,022,912 -2,865 14,542 68 -4,860 -1,055,325 -3,284,679 2025 -1,193,853 -12,011 -13 -196 -116,879 -1,085,997 -2,931 13,335 63 -4,635 -1,108,727 -3,511,842
Sumber: Hasil proyeksi
156
Lampiran 5.3.1. Proyeksi PDB Riil Sektor Pertanian, 2015-2025 (Rp’ milyar)
Tahun Tanaman Bahan Makanan Perkebunan Peternakan Total
2015 183,998 54,729 44,559 283,286 2016 191,082 56,446 45,940 293,468 2017 198,438 58,217 47,364 304,019 2018 206,078 60,043 48,831 314,953 2019 214,012 61,927 50,345 326,284 2020 222,252 63,869 51,905 338,026 2021 230,809 65,873 53,513 350,195 2022 239,695 67,939 55,172 362,806 2023 248,923 70,071 56,882 375,876 2024 258,507 72,269 58,644 389,420 2025 268,459 74,536 60,462 403,457
Sumber: Hasil proyeksi
Lampiran 5.4.1. Proyeksi PMA Sektor Pertanian, 2015-2025 (US$’ juta)
Tahun Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Total
2015 24.04 0 2,107 6.48 2,137.6 2016 26.40 0 2,521 6.88 2,553.8 2017 28.98 0 3,015 7.30 3,051.3 2018 31.82 0 3,607 7.75 3,646.2 2019 34.93 0 4,314 8.23 4,357.4 2020 38.35 0 5,161 8.74 5,207.8 2021 42.11 0 6,173 9.28 6,224.6 2022 46.23 0 7,384 9.85 7,440.5 2023 50.75 0 8,833 10.46 8,894.5 2024 55.72 0 10,566 11.11 10,633.2 2025 61.18 0 12,640 11.79 12,712.5
Sumber: Hasil proyeksi
157
Lampiran 5.4.2. Proyeksi PMDN 2015-2025 (Rp’ milyar).
Tahun Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Total
2015 124.99 0 124,275 158.96 124,559 2016 110.33 0 161,652 156.17 161,918 2017 97.39 0 210,270 153.43 210,520 2018 85.97 0 273,510 150.74 273,747 2019 75.88 0 355,770 148.10 355,994 2020 66.98 0 462,771 145.50 462,983 2021 59.13 0 601,953 142.95 602,155 2022 52.19 0 782,995 140.44 783,188 2023 46.07 0 1,018,487 137.98 1,018,671 2024 40.67 0 1,324,805 135.55 1,324,981 2025 35.90 0 1,723,251 133.18 1,723,420
Sumber: Hasil proyeksi