Osteokondritis disekans

34
REFERAT OSTEOKONDRITIS DISEKANS Pembimbing dr. Tanto, Sp. OT Mahasiswa Astrid Amanda 406118023 Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah dan Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta Periode 21 Juli 2013 – 28 September 2013

Transcript of Osteokondritis disekans

Page 1: Osteokondritis disekans

REFERAT

OSTEOKONDRITIS DISEKANS

Pembimbing

dr. Tanto, Sp. OT

Mahasiswa

Astrid Amanda

406118023

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah dan Anestesi

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta

Periode 21 Juli 2013 – 28 September 2013

Page 2: Osteokondritis disekans

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Astrid Amanda

NIM : 406118023

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Tarumanagara

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : Ilmu Bedah dan Anestesi

Periode Kepaniteraan Klinik : 21 Juli 2012 – 28 September 2013

Judul referat : Osteokondritis disekans

Diajukan : Juli 2013

Pembimbing : dr. Tanto, Sp. OT

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :

Mengetahui,

Ketua SMF Ilmu Bedah

BLU RSUD Kota Semarang,

dr. Tanto, Sp.OT

Page 3: Osteokondritis disekans

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah

dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Osteokondritis

Disekans” guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu

Bedah dan anestesi Fakultas Kedokteran Tarumanegara di BLU RSUD Kota Semarang periode 21

Juli 2012 – 28 September 2013 . Disamping itu, makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan

bagi para pembaca.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, yaitu:

1. dr. Susi Herawati, M.Kes selaku direktur RSUD Kota Semarang.

2. dr. Tanto, Sp. OT, selaku Ketua SMF Ilmu Bedah RSUD Kota Semarang dan Pembimbing

Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah.

3. dr. Radian Tunjung Baroto, Sp. B , selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu bedah

RSUD Kota Semarang.

4. Ibu selaku perawat di Poliklinik di Bagian Ilmu bedah di RSUD Kota Semarang.

5. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Kota Semarang.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar referat ini dapat menjadi lebih baik. Penulis

mohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis

sendiri maupun pembaca umumnya.

Semarang, 13 Agustus 2013

Page 4: Osteokondritis disekans

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan............................................................................................................................................1

Kata Pengantar....................................................................................................................................................2

Daftar Isi.............................................................................................................................................................3

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................................4

BAB II. ANATOMI DAN FISIOLOGI....................................................................................................5

BAB III. OSTEOKONDRITIS DISEKANS.............................................................................................10

III.1. DEFINISI.....................................................................................................................10

III.2.EPIDEMIOLOGI..........................................................................................................10

III.3. ETIOLOGI...................................................................................................................10

III.4. KLASIFIKASI.............................................................................................................12

III.5. PATOFISIOLOGI........................................................................................................18

III.6. GEJALA KLINIS.........................................................................................................20

III.7. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA..........................................................................24

III.8. DIAGNOSA BANDING..............................................................................................32

III.8. PENATALAKSANAAN..............................................................................................33

III. 9. PROGNOSA.................................................................................................................

BAB IV. KESIMPULAN.........................................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................55

Page 5: Osteokondritis disekans

BAB I

PENDAHULUAN

Osteokondritis disekans sebenarnya merupakaan penamaan yang salah. Pada tahun

1888, Konig meresmikan istilah ini ketika ia ingin menggambarkan patofisiologi yang

menyebabkan lepasnya jaringan-jaringan atraumatik femur pada sendi panggul. Ia

mempercayai bahwa reaksi peradangan tulang dan kartilago merupakan elemen penting pada

proses penyakit ini, karena itu dipilihlah istilah osteokondritis, untuk menunjuk pada

peradangan pada permukaan sendi osteokondral dan disekans, yang diambil dari kata Latin

‘dissec’ berarti terpisah. Namun para peneliti tidak menemukan sel-sel radang secara

histologis dari spesimen jaringan osteokondral yang lepas. Meskipun begitu, istilah ini tetap

digunakan sampai sekarang.

Osteokondritis disekans memiliki gambaran terpisahnya fragmen kecil osteokondral

dari permukaan artikuler. Tulang asal tempat fragmen ini lepas memiliki vaskularisasi

normal. Hal ini membedakan OKD dengan osteonekrosis, dimana tulang asalnya sudah

avaskuler. OKD mengenai 2 kelompok populasi yang dibedakan dari status lempeng

“physes”nya. Kelompok pasien berusia 5-15 tahun dengan lempeng fisis terbuka memiliki

tipe juvenile dari penyakit ini. Sedangkan pasien yang lebih tua dari itu dan dewasa yang

memiliki lempeng fisis tertutup memiliki tipe dewasa. Gejala dari OKD tergantung pada

tingkat lesi yang ada. Jika dibiarkan tanpa terapi, OKD dapat menyebabkan perubahan

degenerative dini disertai nyeri kronis dan kecacatan fungsi.

Page 6: Osteokondritis disekans

BAB II

ANATOMI dan FISIOLOGI SISTEM TULANG

A. Sistem Tulang

Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang

normal dengan unit-unit neuromuskolar yang menggerakannya. Elemen tersebut juga

berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon,

ligamen, rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung

dengan sempurna. Pengertian Sistem Tulang

2.1. Sistem Tulang

Menurut Sweltzer S.C. Dan Bare B.G.

Hubungan antara tulang satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh

fungsi sistem muskuloskeletal yang optimal.

2.2 Penyusun Sistem Tulang

Menurut Price S.A. Dan Wilson, L.M. (1995) sistem tulang terdiri atas :

Sendi

Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang

tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak dapat bergerak satu sama lain.

Otot

Sebuah jaringan dalam tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai alat gerak

aktif yang menggerakkan tulang.

Rangka

Sistem penyokong organisme

Tendon

Struktur dalam tubuh yang lentur tapi kuat yang menghubungkan otot ke tulang.

Ligamen

Jaringan berbentuk pita yang tersusun dari serabut-serabut liat yang mengikat tulang

satu dengan tulang lain pada sendi.

Bursae

Kantong kecil dari jaringan ikat diatas bagian yang bergerak, dibatasi membran

sinovial dan mengandung cairan sinovial, yang merupakan bantalan.

Page 7: Osteokondritis disekans

2.3 Jenis-Jenis Tulang

Berdasarkan bentuknya, tulang dibedakan sebagai berikut:

1).Tulang Pipa (Tulang Panjang)

Tulang pipa berbentuk seperti tabung yang kedua ujungnya bulat (epifisis)

dan bagian tengah silindris (diafisis). Hampir seluruh bagian terdiri-dari tulang

kompak (tulang padat) dengan sedikit komponen tulang spongiosa (tulang

berongga-rongga). Pada bagian dalam terdapat rongga berisi sumsum tulang.

Contoh: Tulang paha, tungkai bawah, serta lengan atas dan lengan bawah.

2).Tulang Pendek

Tulang pendek berbentuk seperti seperti kubus atau pendek tidak beraturan.

Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang spons,

didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih menyusun dinding

rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindung atau

Page 8: Osteokondritis disekans

memperkuat. Contoh: tulang telapak tangan dan kaki, serta ruas-ruas tulang belakang.

3).Tulang Pipih

Tulang pipih berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih mempunyai dua

lapisan tulang kompak yang disebut lamina eksterna dan interna ossis karnii. Kedua

lapisan dipisahkan oleh satu lapisan tulang spongiosa disebut diploe. Contoh, tulang

tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat.

Page 9: Osteokondritis disekans

Berdasarkan jenisnya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang rawan dan tulang

keras.

1). Tulang Rawan (Kartilago)

Tulang rawan terdiri-dari sel-sel tulang yang mengeluarkan matriks disebut kondrin yang

dihasilkan oleh kondroblast (sel-sel pembentuk kartilago). Lama kelamaan kondroblast

terkurung oleh matriksnya sendiri dalam ruang yang disebut lacuna. Kondroblast dalam

lacuna bersifat tidak aktif dan disebut kondrosit (sel tulang rawan).

Tulang rawan pada anak-anak berbeda dengan tulang rawan pada orang dewasa.

Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa tulang rawan pada anak-anak berasal dari mesenkim dan

lebih banyak mengandung sel-sel tulang rawan. Sementara itu, tulang rawan orang dewasa

lebih banyak mengandung matriks dan berasal dari perikondrium (selaput tulang rawan) yang

mengandung kondroblas.

Gambar 4.2. Tulang rawan pada orang dewasa hanya terdapat pada bagian bagian tertentu.

Page 10: Osteokondritis disekans

Berdasarkan susunan serabutnya, tulang rawan dapat digolongkan menjadi tiga jenis,

yaitu sebagai berikut.

a) Tulang rawan hialin

Mempunyai serabut tersebar dalam anyaman yang halus dan rapat. Tulang rawan hialin

terdapat di ujung-ujung tulang rusuk yang menempel ke tulang dada (Gambar a).

b) Tulang rawan elastis

Susunan sel dan matriksnya mirip tulang rawan hialin,

tetapi tidak sehalus dan serapat tulang rawan hialin.

Tulang rawan elastis terdapat di daun telinga,

laring, dan epiglotis (Gambar b).

c) Tulang rawan fibrosa

Matriksnya tersusun kasar dan tidak beraturan. Tulang

rawan fibrosa terdapat di cakram antartulang belakang

dan simfisis pubis (pertautan tulang kemaluan) (Gambar c).

Page 11: Osteokondritis disekans

2).Tulang Keras (Osteon)

Tulang keras merupakan kumpulan sel-sel tulang yang mengeluarkan matriks yang

mengandung senyawa kapur dan fosfat. Kedua senyawa ini menyebabkan tulang menjadi

keras. Osteoblast pada lacuna menjadi tidak aktif dan disebut osteosit (sel tulang). Antara

lakuna satu dengan lakuna lainnya dihubungkan oleh kanalikuli. Di dalam kanalikuli terdapat

sitoplasma dan pembuluh darah yang bertugas memenuhi kebutuhan nutrisi osteosit.

Tulang keras dibedakan menjadi dua jenis , yaitu Jenis tulang kompak dan Jenis

tulang spons (tulang berongga). Pada Gambar 4.3 tampak bahwa tulang kompak (tulang

padat) mempunyai matriks tulang yang rapat dan padat, misalnya pada tulang pipa. Tulang

spons matriksnya berongga. Rongga-rongga pada tulang spons diisi oleh jaringan sumsum

tulang. Apabila berwarna merah berarti mengandung sel-sel darah merah, misalnya pada

epifisis tulang pipa. Apabila berwarna kuning berarti mengandung sel-sel lemak, misalnya

pada diafisis tulang pipa.

Page 12: Osteokondritis disekans

Struktur Tulang

a) Periosteum

Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum. Periosteum

merupakaan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk

jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat mlekatnya

otot-otot rangka (skelet) ke tulang dn berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan

reparasi tulang.

b) Tulang Kompak (Compact bone)

Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang ini teksturnya halus

dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung

kapur (Calsium Phospat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.

Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan

anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung

serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemui pada tulang kaki dan

tulang tangan.

c) Tulang Spongiosa (Spongy bone)

Pada lapisan ketiga ada yang disebut lapisan spongiosa. Sesuai dengan namanya tulang

Spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut di isi oleh sumsum tulang merah yang

dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang

disebut trabekula.

d) Sumsum tulang (Bone Marrow)

Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah sumsum tulang. Sumsum

tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang dilindungi oleh tulang spongiosa

seperti yang telah dijelaskan di bagian tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting

dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.

Page 13: Osteokondritis disekans

Fisiologi Tulang

Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk pada rangka

Misal tulang tengkorak memberi bentuk pada wajah.

Melindungi organ organ tubuh seperti kranium (tulang otak) melindungi otak, tulang rusuk

melindungi jantung dan paru-paru

Pergerakan

Misal tulang dan otot merupakan alat gerak yang berkaitan erat. Tulang tidak dapat bergerak

bila tidak dapat digerakan otot. Karena tulang tidak dapat bergerak dengan sendirinya tanpa

bantuan otot sehingga tulang sebagai alat gerak pasif dan otot sebagai alat gerak aktif (karena

sebagai penggerak tulang).

Tempat melekatnya otot untuk pergerakan tubuh

Gudang menyimpannya mineral seperti kalsium dan hematopoesis.

Kalsium berfungsi untuk mencegah osteoporosis dan melancarkan peredaran darah

sedangkan hematopoesis adalah pembentukan komponen sel darah diamna terjadi proliferasi,

maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.

Page 14: Osteokondritis disekans

Proses penulangan

Osifikasi atau yang disebut dengan proses pembentukan tulang telah bermula sejak

umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Osifikasi dimulai dari sel-sel

mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung pembuluh

darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah akan membentuk

kondroblas.

Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago).

Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang rawan,

merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk

suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan

dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat

osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan

pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi

semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.

Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari

zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke

daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.

Page 15: Osteokondritis disekans

Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga terjadi

pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa

tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu

tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise.

Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus

membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise,

dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada

pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh

osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di

periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.

B. Sistem Persendian

Rangka tubuh manusia tersusun dari tulang-tulang yang saling berhubungan.

Hubungan antar-tulang ini disebut sendi. Dengan adanya sendi, kaki dan tangan akan dapat

dilipat, diputar dan

sebagainya. Tanpa sendi akan sulit untuk melakukan pergerakan bahkan tidak dapat bergerak

sama sekali. Memang ada persendian yang sangat kaku sehingga tidak memungkinkan

adanya gerakan. Namun, banyak persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan.

Berdasarkan sifat gerak inilah, sendi dibedakan menjadi sendi mati

(sinartrosis), sendi kaku (amfiartrosis), dan sendi gerak (diartrosis).

a. Sendi Mati (Sinartrosis)

Sendi mati merupakan hubungan antartulang yang tidak dapat digerakkan. Penghubung

antartulangnya adalah serabut Jaringan ikat. Contoh sendi mati terdapat pada hubungan antar-

tulang tengkorak disebut sutura dan hubungan antartulang pembentuk gelang panggul.

b. Sendi Kaku (Amfiartrosis)

Sendi kaku merupakan hubungan antartulang yang dapat digerakkan secara terbatas.

Penghubung antartulangnya adalah jaringan tulang rawan . Contoh sendi kaku terdapat pada

hubungan antarruas tulang belakang dan hubungan antara tulang rusuk dengan tulang dada.

Page 16: Osteokondritis disekans

c. Sendi Gerak (Diartrosis)

Sendi gerak merupakan hubungan antartulang yang dapat digerakkan dengan leluasa. Pada

kedua ujung tulang yang saling berhubungan terbentuk rongga sendi yang berisi minyak

sendi (cairan sinovial).

Sendi gerak dibagi menjadi lima macam, yaitu sendi peluru, sendi engsel,

sendi putar, sendi geser, sendi pelana.

1) Sendi peluru

Sendi peluru merupakan hubungan dua tulang yang memungkinkan

terjadinya gerakan ke segala arah. Pada jenis persendian ini sering terjadi

lepas sendi. Contoh sendi peluru adalah hubungan antar tulang lengan atas

dengan gelang bahu dan hubungan antara tulang paha dengan gelang

panggul. Pada kedua ujung tulang yang berhubungan ini, ujung yang satu

berbonggol, sedangkan ujung yang satunya berlekuk seperti mangkuk.

2) Sendi engsel

Sendi engsel merupakan hubungan dua buah tulang yang salah satu

tulangnya hanya dapat digerakkan ke satu arah. Sendi ini mirip dengan

engsel pintu rumah yang dapat membuka ke satu arah saja . Sendi engsel

terdapat pada lutut dan siku serta antar ruas jari.

3) Sendi putar

Sendi putar merupakan hubungan dua buah tulang yang memungkinkan

tulang yang satu bergerak memutarpada tulang lainnya. Sendi putar

terdapat pada hubungan antara tulang atlas (merupakan ruas pertama dari

tulang leher) dengan tulang pemutar yang menyebabkan kepala dapat

berputar. Sendi putar juga terdapat di antara tulang hasta dan tulang

pengumpil.

Page 17: Osteokondritis disekans

4) Sendi geser

Sendi geser merupakan hubungan dua buah tulang yang

memungkinkan pergeseran antar tulang, misalnya sendi yang terdapat

pada tulang belakang.

5) Sendi pelana

Sendi pelana merupakan hubungan dua buah tulang yang permukaannya berbentuk

pelana kuda. Sendi ini terdapat diantara tulang telapak tangan dengan ruas ibu jari,

lutut dan siku. Jenis persendian yang paling banyak adalah jenis diarthrosis. Ujung-ujung

tulang yang bergabung pada persendian ini dilapisi oleh tulang rawan sendi (articular

cartilage) dan dipisahkan oleh rongga sendi ( joint cavity) yang berisi cairan synovial. Oleh

karena itu persendian ini disebut juga synovial joint.

Persendian diarthroses memiliki bentuk sendi yang berbeda-beda ,meliputi :

1. Ball and socket joint, contohnya : sendi panggul dan bahu.

2. Ellipsoidal joints, contohnya : sendi pada dasar jari telunjuk.

3. Gliding joints, contohnya : sendi pergelangan tangan dan pergelangan kaki.

4. Hinge joints, contohnya : sendi interphalangeal dan persendian antara humerus dan ulna.

5. Saddle joints, satu-satunya adalah sendi pada ibu jari.

6. Pivot joints, contohnya : sendi leher.

Dari sekian banyak persendian yang terdapat pada tubuh manusia ada beberapa persendian

yang cukup tinggi mobilitasnya sehingga kemungkinan untuk mengalami cedera juga

semakin besar. Contohnya adalah persendian pada daerah siku dan lutut.

Page 18: Osteokondritis disekans

BAB III

OSTEOKONDRITIS DISEKANS

III.1. Definisi

Suatu kondisi di mana suatu bagian tulang rawan sendi terlepas dari ujung tulang

bersama dengan lapisan tipis tulang yang berada di bawahnya. Osteokondritis disekans

sebenarnya merupakaan penamaan yang salah. Pada tahun 1888, Konig meresmikan istilah

ini ketika ia ingin menggambarkan patofisiologi yang menyebabkan lepasnya jaringan-

jaringan atraumatik femur pada sendi panggul. Ia mempercayai bahwa reaksi peradangan

tulang dan kartilago merupakan elemen penting pada proses penyakit ini, karena itu dipilihlah

istilah osteokondritis, untuk menunjuk pada peradangan pada permukaan sendi osteokondral;

Disekans, yang diambil dari kata Latin ‘dissec’ berarti terpisah. Namun para peneliti tidak

menemukan sel-sel radang secara histologis dari spesimen jaringan osteokondral yang lepas.

Meskipun begitu, istilah ini tetap digunakan sampai sekarang.

III.2. Epidemiologi

Prevalensi

Di Amerika Serikat, prevalensi keseluruhan osteokondritis disekans tidak diketahui.

Namun pada kondilus femoralis, OKD memiliki prevalensi ± 6 kasus untuk setiap 10.000 pria

dan 3 kasus untuk setiap 10.000 wanita. Di Indonesia, prevalensi OKD tercatat sekitar 3 – 4

% dari keseluruhan penyakit tulang yang melibatkan persendian.

Keterlibatan

Sebanyak 75% OKD terjadi pada lutut, siku 6%, dan pergelangan kaki 4%. Pada lutut,

75% OKD mengenai kondilus femoralis medial, 10% mengenai bagian permukaan kondilus

medialis yang menahan berat, 10% mengenai bagian kondilus lateralis yang menahan berat,

Page 19: Osteokondritis disekans

dan 5% mengenai patella. Pada pergelangan kaki, 56% OKD mengenai bagian posteromedial

talus dan 44% sisanya pada sisi anterolateral.

Seks

OKD memiliki dominansi pria, dimana ratio pria dengan wanita 2-3 : 1

Umur

Rerata umur yang terkena OKD juvenile lutut adalah 11,3 – 13,4 tahun. Rerata umur

yang mengalami OKD dewasa lutut adalah 17-36 tahun, namun bentuk ini dapat mengenai

dewasa usia berapapun. Rerata umur yang mengalami OKD dewasa pergelangan kaki 15-35

tahun. Rerata umur yang mengalami OKD dewasa siku adalah 12-21 tahun.

III.3. Etiologi

Penyebab yang sebenarnya dari osteokondritis disekans telah menjadi sumber

perdebatan pelik kaum medis selama beberapa decade terakhir. Etiologi yang selama ini

telah diajukan adalah traumatic, iskemik, idiopatik dan herediter. Perdebatan berlanjut,

namun kebanyakan penulis sekarang meyakini bahwa OKD merupakan hasil dari proses

multifaktorial.

Trauma

Trauma telah dianggap sebagai penyebab OKD. Pada lutut, trauma langsung dapat

menyebabkan fraktur transkondral; namun, predileksi OKD pada kondilus femoralis medial

sisi posterolateral menyatakan bahwa trauma tidak langsung sebagai penyebab yang lebih

mungkin. Gesekan repetitive tulang tibia pada kondilus femoralis medial sisi lateral saat

rotasi interna juga dianggap sebagai faktor yang berkontribusi.

Pada pergelangan kaki, elemen traumatik lebih diterima secara luas sebagai etiologi

OKD, meskipun tetap ada kontroversi. Subluksasi tibiotalar menyebabkan gesekan talus

pada tibia atau fibula. Studi kadaver memperlihatkan bahwa lesi posteromedial talar

mungkin merupakan hasil dari inverse pergelangan kaki saat plantar-fleksi jadi talus

Page 20: Osteokondritis disekans

membentur dan memutar tibia posterior. Lesi talus anterolateral mungkin hasil dari

benturan talus pada fibula saat inversi dengan pergelangan kaki yang dorso-fleksi. Namun

adakalanya, lesi talus media tidak berhubungan dengan trauma. Banyak penulis percaya

bahwa meskipun lesi lateral disebabkan oleh trauma, lesi medial cenderung diakibatkan

multi faktor.

Meskipun penyebab pasti OKD siku masih belum jelas, kebanyakan penulis setuju

bahwa mikrotrauma berulang mempunyai peranan yang penting. Kadang-kadang, trauma

tunggal pada siku dapat menjadi etiologi potensial. Gerakan mengayun di atas kepala

seperti yang dilakukan pemain kasti, menghasilkan stres valgus abnormal pada siku.

Regangan pada siku medial saat melempar bola menghasilkan gaya kompresif antara kaput

radial dengan kapitelum, yang berpotensial menyebabkan perubahan osteokondritik. Satu

tim peneliti meninjau 18 kasus OKD siku dan mendapati bahwa setiap lesi yang ada

berhubungan dengan kegiatan melempar berulang atau keterlibatan berulang dengan

olahraga menggunakan raket.

Iskemia

Iskemia telah diteliti sebagai penyebab potensial OKD. Enneking melaporkan bahwa

vaskularisasi ke tulang subkondral memiliki kemiripan dengan vaskularisasi mesenterium,

dengan anastomosa yang buruk dengan arteriol-arteriol sekitarnya. Kecenderungan menuju

iskemia ini tentu akan menyebabkan tulang subkondral membentuk sekuele, yang mana

menjadi rentah terhadap trauma, fraktur yang mengikutinya, dan kemungkinan pemisahan

fragmen kecil tulang. Tetapi, laporan Enneking mengenai vaskularisasi kontradiktif dengan

penemuan Rogers dan Gladstone, yang mempelajari vaskularisasi femur distal dan

menemukan beberapa anastomosa ke tulang sponge. Hal lain yang membuktikan kesalahan

teori iskemik ini, Chiroff dan Cooke tidak menemukan tanda-tanda nekrosis avaskular pada

eksisi jaringan tulang yang terlepas.

Genetik

Page 21: Osteokondritis disekans

Beberapa penulis telah meneliti kemungkinan pengaruh genetik dengan OKD. Petrie,

et al memberikan bukti dan menyatakan tidak ada pengaruh nyata genetik terhadap OKD.

Meskipun begitu, setidaknya terdapat delapan penulis lain yang melaporkan pengaruh

herediter terhadap OKD. Kesimpulannya, meski terdapat riwayat keluarga OKD pada pasien,

pengaruh terhadap timbulnya OKD kecil jika tidak ada faktor- faktor pencetus seperti yang

telah dijelaskan diatas.

Patofisiologi

Sekali saja terdapat lesi, ia akan berkembang melalui 4 tahapan kecuali bila diberikan terapi

yang sesuai

Tahap I : terdiri dari area kecil yang terdapat penekanan pada tulang subkondral.

Tahap II : terdiri dari fragmen osteokondral yag terlepas sebagian. Pada gambaran

radiografi tulang akan tampak area sklerotik tulang subkondral yang

berbatas tegas, terpisah dari bagian epifisis asalnya oleh garis radiolusen.

Tahap III : lesi yang paling sering ditemukan dan merupakan gambaran fragmen yang

lepas seluruhnya namun tetap berada di ‘crater bed’

Tahap IV : lesi dengan gambaran fragmen yang lepas seluruhnya dan juga terpisah

dari ‘crater bed’. Disebut juga badan lepas.

Gambaran Klinis

Gejala

Gejala OKD bervariasi sesuai dengan tahapan lesi. Pada lutut, lesi awal akan memiliki

gejala yang samar dan tidak signifikan, yaitu beragam tingkatan nyeri dan pembengkakan.

Bersamaan dengan lesi yang berkembang, gejala yang lebih jelas seperti kaku dan mengunci

jadi lebih nyata. Gejala-gejala ini biasanya intermiten dan dikaitkan dengan aktivitas. Pasien

sebaiknya ditanyakan seberapa sering ia mengalami gejala tersebut. Gejala yang konstan

dan parah merupakan karakteristik adanya fragmen lepas pada lutut. Gejala dengan

Page 22: Osteokondritis disekans

frekuensi yang semakin bertambah menggambarkan progresi dari lesi. Di samping itu,

pasien dengan fragmen lepas pada persendian mungkin menyadari gejala locking dan dapat

memegang fragmen lepas tersebut pada bagian yang terkena. Membedakan OKD dengan

osteonekrosis cukup sulit, tapi petunjuk yang paling signifikan adalah umur pasien. Pasien

muda cenderung menderita OKD, sedangkan pasien tua cenderung terkena osteonekrosis.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien yang mengeluhkan masalah lutut sebaiknya dimulai

dengan melihat gaya berjalan pasien. Pada pasien dengan OKD lutut, kaki yang terkena akan

eksorotasi saat berjalan dalam usaha untuk menghindari gesekan tibia pada kondilus

lateralis. Pasien dengan OKD lutut juga akan memiliki kelemahan kuadriseps, bukan

kelemahan pada gluteus maksimus.

Selanjutnya, periksa apakah ada atrofi atau kelemahan pada otot kuadriseps.

Mungkin terdapat efusi. Pada pemeriksaan range-of-motion, pasien mungkin tidak dapat

melakukan ekstensi lutut penuh pada sisi yang terkena. Terdapat nyeri tekan pada palpasi.

Tes Wilson mungkin berguna. Pada pemeriksaan ini, pemeriksa menekuk lutut yang terkena

90˚ kemudian endorotasi tibia sambil perlahan meng-ekstensikan lutut. Bersamaan dengan

lutut yang di-ekstensikan hingga ± 30˚, tulang tibia akan menggesek lesi OKD pada kondilus

femoralis medial dan menimbulkan nyeri. Eksorotasi mengeliminasi nyeri karena tibia akan

bergerak menjauhi lesi OKD. Oleh karena itu, tes ini hanya valid untuk OKD yang mengenai

kondilus femoralis medial, yang merupakan lokasi tersering OKD lutut.

Pasien dengan OKD pergelangan kaki mengeluh terdapatnya bengkak dan kesulitan

menapak (symptoms of catching with walking or with active ankle motion??). Kira-kira 90%

pasien akan mengaku riwayat trauma sebelumnya pada pergelangan kaki tersebut. Nyeri

mungkin dirasakan mungkin tidak, tergantung lesi sedang berada pada tahap mana.

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan OKD pergelangan kaki dapat terlihat efusi

sendi, krepitasi, dan nyeri lokal atau sekitar. Seiring dengan lesi yang bertambah parah,

gejala semakin parah dan lebih terlokalisir. Nyeri pada penekanan sendi tibiotalus dan

krepitasi pada dorsofleksi atau plantarfleksi sering ditemukan. Lesi lateral mungkin lebih

nyeri dibandingkan dengan lesi medial.

Pasien dengan OKD siku sering mengeluhkan timbulnya nyeri sendi, bengkak dan

keterbatasan gerak yang intermiten. Biasanya keluhan ini berkaitan dengan aktivitas. Pasien

hampir selalu memiliki riwayat pemakaian sendi berlebih, dan beberapa pasien akan

Page 23: Osteokondritis disekans

menambahkan bahwa pernah ada cedera trauma pada siku. Kebanyakan pasien memiliki

riwayat aktivitas dengan banyak melempar atau menggunakan raket. Atlet SMP dan SMA

rentan terkena OKD tipe ini. Penekanan kronis pada valgus karena olahraga mereka,

ditambah dengan permukaan artikuler yang belum matang, menjadi faktor predisposisi

terjadinya lesi kapitelar. “Patients with loose body lesions may report catching, locking and

giving-way.”

Indikasi

Umur pasien sangat penting untuk menentukan apakah pasien dengan OKD lutut

memerlukan intervensi bedah dan jika ya, maka kapan operasi sebaiknya dilakukan. Indikasi

operasi pada anak dengan OKD lutut jelas, bila gejala sudah berlangsung 6-12 bulan, jika

gambaran radiografik memprediksi bahwa penyembuhan tidak akan sempurna dengan

terapi konservatif, jika lempeng epifisis akan menutup dalam 6 bulan, atau jika terdapat

fragmen tulang yang lepas. Intervensi operatif yang lebih dini dianjurkan pada dewasa

dengan OKD lutut, keputusan ini sebaiknya lebih mengandalkan riwayat dan penemuan fisik.

Jika pemeriksa merasa bahwa terapi nonoperatif kecil kemungkinan berhasilnya, maka

intervensi bedah sebaiknya dipertimbangkan.

Indikasi bedah terdapat pada semua pasien OKD pergelengan kaki dengan lesi

fragmen talus lateral yang lepas seluruhnya namun tetap berada di ‘crater bed’ (tahap III).

Pasien yang memiliki gejala dengan lesi talus tahap III medial membutuhkan operasi. Tahap

IV medial maupun lateral membutuhkan intervensi bedah juga.

Perjalanan penyakit OKD siku belum dimengerti dengan sepenuhnya, oleh karena itu

indikasi untuk operasi masih controversial. Kontraktur sendi yang progresif, gejala yang

tidak kunjung sembuh setelah pengobatan konservatif, dan kontraktur konstan > 10˚

disertai nyeri siku merupakan beberapa indikasi operasi umum. “Indications for surgery

include locking or catching in the elbow associated wit pain and swelling. Pain with locking is

often noted.”

Akhirnya, Semua pasien dengan lesi simtomatis yang gagal diatasi dengan terapi

konservatif sebaiknya dioperasi. Di samping itu, penemuan radiografik juga perlu

disesuaikan dengan penemuan klinis lainnya. OKD lama dan asimtomatik mungkin

merupakan penemuan yang tidak disengaja pada pasien dengan keluhan serupa namun

sebab yang berbeda. Selain itu, pasien asimtomatik dengan lesi pada sendi yang menahan

Page 24: Osteokondritis disekans

berat sebaiknya dipertimbangkan penanganan operatif karena lesi seperti ini dapat

menyebabkan penyakit sendi degeneratif dini.

Kontraindikasi

Beberapa kontraindikasi relatif untuk autograf osteokondral yaitu umur lebih dari 45

tahun, kondromalasia kartilago artikuler di sekitar defek, dan “abnormal mechanical

alignment” atau ketidakstabilan sendi yang terkena.