Osteokondritis disekans
-
Upload
atid-amanda -
Category
Documents
-
view
103 -
download
4
Transcript of Osteokondritis disekans
REFERAT
OSTEOKONDRITIS DISEKANS
Pembimbing
dr. Tanto, Sp. OT
Mahasiswa
Astrid Amanda
406118023
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah dan Anestesi
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 21 Juli 2013 – 28 September 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Astrid Amanda
NIM : 406118023
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Tarumanagara
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu Bedah dan Anestesi
Periode Kepaniteraan Klinik : 21 Juli 2012 – 28 September 2013
Judul referat : Osteokondritis disekans
Diajukan : Juli 2013
Pembimbing : dr. Tanto, Sp. OT
TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :
Mengetahui,
Ketua SMF Ilmu Bedah
BLU RSUD Kota Semarang,
dr. Tanto, Sp.OT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Osteokondritis
Disekans” guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Bedah dan anestesi Fakultas Kedokteran Tarumanegara di BLU RSUD Kota Semarang periode 21
Juli 2012 – 28 September 2013 . Disamping itu, makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
bagi para pembaca.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, yaitu:
1. dr. Susi Herawati, M.Kes selaku direktur RSUD Kota Semarang.
2. dr. Tanto, Sp. OT, selaku Ketua SMF Ilmu Bedah RSUD Kota Semarang dan Pembimbing
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah.
3. dr. Radian Tunjung Baroto, Sp. B , selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu bedah
RSUD Kota Semarang.
4. Ibu selaku perawat di Poliklinik di Bagian Ilmu bedah di RSUD Kota Semarang.
5. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Kota Semarang.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar referat ini dapat menjadi lebih baik. Penulis
mohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri maupun pembaca umumnya.
Semarang, 13 Agustus 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan............................................................................................................................................1
Kata Pengantar....................................................................................................................................................2
Daftar Isi.............................................................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................................4
BAB II. ANATOMI DAN FISIOLOGI....................................................................................................5
BAB III. OSTEOKONDRITIS DISEKANS.............................................................................................10
III.1. DEFINISI.....................................................................................................................10
III.2.EPIDEMIOLOGI..........................................................................................................10
III.3. ETIOLOGI...................................................................................................................10
III.4. KLASIFIKASI.............................................................................................................12
III.5. PATOFISIOLOGI........................................................................................................18
III.6. GEJALA KLINIS.........................................................................................................20
III.7. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA..........................................................................24
III.8. DIAGNOSA BANDING..............................................................................................32
III.8. PENATALAKSANAAN..............................................................................................33
III. 9. PROGNOSA.................................................................................................................
BAB IV. KESIMPULAN.........................................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................55
BAB I
PENDAHULUAN
Osteokondritis disekans sebenarnya merupakaan penamaan yang salah. Pada tahun
1888, Konig meresmikan istilah ini ketika ia ingin menggambarkan patofisiologi yang
menyebabkan lepasnya jaringan-jaringan atraumatik femur pada sendi panggul. Ia
mempercayai bahwa reaksi peradangan tulang dan kartilago merupakan elemen penting pada
proses penyakit ini, karena itu dipilihlah istilah osteokondritis, untuk menunjuk pada
peradangan pada permukaan sendi osteokondral dan disekans, yang diambil dari kata Latin
‘dissec’ berarti terpisah. Namun para peneliti tidak menemukan sel-sel radang secara
histologis dari spesimen jaringan osteokondral yang lepas. Meskipun begitu, istilah ini tetap
digunakan sampai sekarang.
Osteokondritis disekans memiliki gambaran terpisahnya fragmen kecil osteokondral
dari permukaan artikuler. Tulang asal tempat fragmen ini lepas memiliki vaskularisasi
normal. Hal ini membedakan OKD dengan osteonekrosis, dimana tulang asalnya sudah
avaskuler. OKD mengenai 2 kelompok populasi yang dibedakan dari status lempeng
“physes”nya. Kelompok pasien berusia 5-15 tahun dengan lempeng fisis terbuka memiliki
tipe juvenile dari penyakit ini. Sedangkan pasien yang lebih tua dari itu dan dewasa yang
memiliki lempeng fisis tertutup memiliki tipe dewasa. Gejala dari OKD tergantung pada
tingkat lesi yang ada. Jika dibiarkan tanpa terapi, OKD dapat menyebabkan perubahan
degenerative dini disertai nyeri kronis dan kecacatan fungsi.
BAB II
ANATOMI dan FISIOLOGI SISTEM TULANG
A. Sistem Tulang
Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang
normal dengan unit-unit neuromuskolar yang menggerakannya. Elemen tersebut juga
berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon,
ligamen, rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung
dengan sempurna. Pengertian Sistem Tulang
2.1. Sistem Tulang
Menurut Sweltzer S.C. Dan Bare B.G.
Hubungan antara tulang satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh
fungsi sistem muskuloskeletal yang optimal.
2.2 Penyusun Sistem Tulang
Menurut Price S.A. Dan Wilson, L.M. (1995) sistem tulang terdiri atas :
Sendi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang
tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak dapat bergerak satu sama lain.
Otot
Sebuah jaringan dalam tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai alat gerak
aktif yang menggerakkan tulang.
Rangka
Sistem penyokong organisme
Tendon
Struktur dalam tubuh yang lentur tapi kuat yang menghubungkan otot ke tulang.
Ligamen
Jaringan berbentuk pita yang tersusun dari serabut-serabut liat yang mengikat tulang
satu dengan tulang lain pada sendi.
Bursae
Kantong kecil dari jaringan ikat diatas bagian yang bergerak, dibatasi membran
sinovial dan mengandung cairan sinovial, yang merupakan bantalan.
2.3 Jenis-Jenis Tulang
Berdasarkan bentuknya, tulang dibedakan sebagai berikut:
1).Tulang Pipa (Tulang Panjang)
Tulang pipa berbentuk seperti tabung yang kedua ujungnya bulat (epifisis)
dan bagian tengah silindris (diafisis). Hampir seluruh bagian terdiri-dari tulang
kompak (tulang padat) dengan sedikit komponen tulang spongiosa (tulang
berongga-rongga). Pada bagian dalam terdapat rongga berisi sumsum tulang.
Contoh: Tulang paha, tungkai bawah, serta lengan atas dan lengan bawah.
2).Tulang Pendek
Tulang pendek berbentuk seperti seperti kubus atau pendek tidak beraturan.
Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang spons,
didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih menyusun dinding
rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindung atau
memperkuat. Contoh: tulang telapak tangan dan kaki, serta ruas-ruas tulang belakang.
3).Tulang Pipih
Tulang pipih berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih mempunyai dua
lapisan tulang kompak yang disebut lamina eksterna dan interna ossis karnii. Kedua
lapisan dipisahkan oleh satu lapisan tulang spongiosa disebut diploe. Contoh, tulang
tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat.
Berdasarkan jenisnya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang rawan dan tulang
keras.
1). Tulang Rawan (Kartilago)
Tulang rawan terdiri-dari sel-sel tulang yang mengeluarkan matriks disebut kondrin yang
dihasilkan oleh kondroblast (sel-sel pembentuk kartilago). Lama kelamaan kondroblast
terkurung oleh matriksnya sendiri dalam ruang yang disebut lacuna. Kondroblast dalam
lacuna bersifat tidak aktif dan disebut kondrosit (sel tulang rawan).
Tulang rawan pada anak-anak berbeda dengan tulang rawan pada orang dewasa.
Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa tulang rawan pada anak-anak berasal dari mesenkim dan
lebih banyak mengandung sel-sel tulang rawan. Sementara itu, tulang rawan orang dewasa
lebih banyak mengandung matriks dan berasal dari perikondrium (selaput tulang rawan) yang
mengandung kondroblas.
Gambar 4.2. Tulang rawan pada orang dewasa hanya terdapat pada bagian bagian tertentu.
Berdasarkan susunan serabutnya, tulang rawan dapat digolongkan menjadi tiga jenis,
yaitu sebagai berikut.
a) Tulang rawan hialin
Mempunyai serabut tersebar dalam anyaman yang halus dan rapat. Tulang rawan hialin
terdapat di ujung-ujung tulang rusuk yang menempel ke tulang dada (Gambar a).
b) Tulang rawan elastis
Susunan sel dan matriksnya mirip tulang rawan hialin,
tetapi tidak sehalus dan serapat tulang rawan hialin.
Tulang rawan elastis terdapat di daun telinga,
laring, dan epiglotis (Gambar b).
c) Tulang rawan fibrosa
Matriksnya tersusun kasar dan tidak beraturan. Tulang
rawan fibrosa terdapat di cakram antartulang belakang
dan simfisis pubis (pertautan tulang kemaluan) (Gambar c).
2).Tulang Keras (Osteon)
Tulang keras merupakan kumpulan sel-sel tulang yang mengeluarkan matriks yang
mengandung senyawa kapur dan fosfat. Kedua senyawa ini menyebabkan tulang menjadi
keras. Osteoblast pada lacuna menjadi tidak aktif dan disebut osteosit (sel tulang). Antara
lakuna satu dengan lakuna lainnya dihubungkan oleh kanalikuli. Di dalam kanalikuli terdapat
sitoplasma dan pembuluh darah yang bertugas memenuhi kebutuhan nutrisi osteosit.
Tulang keras dibedakan menjadi dua jenis , yaitu Jenis tulang kompak dan Jenis
tulang spons (tulang berongga). Pada Gambar 4.3 tampak bahwa tulang kompak (tulang
padat) mempunyai matriks tulang yang rapat dan padat, misalnya pada tulang pipa. Tulang
spons matriksnya berongga. Rongga-rongga pada tulang spons diisi oleh jaringan sumsum
tulang. Apabila berwarna merah berarti mengandung sel-sel darah merah, misalnya pada
epifisis tulang pipa. Apabila berwarna kuning berarti mengandung sel-sel lemak, misalnya
pada diafisis tulang pipa.
Struktur Tulang
a) Periosteum
Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum. Periosteum
merupakaan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk
jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat mlekatnya
otot-otot rangka (skelet) ke tulang dn berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan
reparasi tulang.
b) Tulang Kompak (Compact bone)
Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang ini teksturnya halus
dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung
kapur (Calsium Phospat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.
Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan
anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung
serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemui pada tulang kaki dan
tulang tangan.
c) Tulang Spongiosa (Spongy bone)
Pada lapisan ketiga ada yang disebut lapisan spongiosa. Sesuai dengan namanya tulang
Spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut di isi oleh sumsum tulang merah yang
dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang
disebut trabekula.
d) Sumsum tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah sumsum tulang. Sumsum
tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang dilindungi oleh tulang spongiosa
seperti yang telah dijelaskan di bagian tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting
dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.
Fisiologi Tulang
Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk pada rangka
Misal tulang tengkorak memberi bentuk pada wajah.
Melindungi organ organ tubuh seperti kranium (tulang otak) melindungi otak, tulang rusuk
melindungi jantung dan paru-paru
Pergerakan
Misal tulang dan otot merupakan alat gerak yang berkaitan erat. Tulang tidak dapat bergerak
bila tidak dapat digerakan otot. Karena tulang tidak dapat bergerak dengan sendirinya tanpa
bantuan otot sehingga tulang sebagai alat gerak pasif dan otot sebagai alat gerak aktif (karena
sebagai penggerak tulang).
Tempat melekatnya otot untuk pergerakan tubuh
Gudang menyimpannya mineral seperti kalsium dan hematopoesis.
Kalsium berfungsi untuk mencegah osteoporosis dan melancarkan peredaran darah
sedangkan hematopoesis adalah pembentukan komponen sel darah diamna terjadi proliferasi,
maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.
Proses penulangan
Osifikasi atau yang disebut dengan proses pembentukan tulang telah bermula sejak
umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Osifikasi dimulai dari sel-sel
mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung pembuluh
darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah akan membentuk
kondroblas.
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago).
Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang rawan,
merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk
suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan
dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat
osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan
pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi
semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari
zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke
daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga terjadi
pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa
tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu
tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise,
dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada
pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh
osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di
periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.
B. Sistem Persendian
Rangka tubuh manusia tersusun dari tulang-tulang yang saling berhubungan.
Hubungan antar-tulang ini disebut sendi. Dengan adanya sendi, kaki dan tangan akan dapat
dilipat, diputar dan
sebagainya. Tanpa sendi akan sulit untuk melakukan pergerakan bahkan tidak dapat bergerak
sama sekali. Memang ada persendian yang sangat kaku sehingga tidak memungkinkan
adanya gerakan. Namun, banyak persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan.
Berdasarkan sifat gerak inilah, sendi dibedakan menjadi sendi mati
(sinartrosis), sendi kaku (amfiartrosis), dan sendi gerak (diartrosis).
a. Sendi Mati (Sinartrosis)
Sendi mati merupakan hubungan antartulang yang tidak dapat digerakkan. Penghubung
antartulangnya adalah serabut Jaringan ikat. Contoh sendi mati terdapat pada hubungan antar-
tulang tengkorak disebut sutura dan hubungan antartulang pembentuk gelang panggul.
b. Sendi Kaku (Amfiartrosis)
Sendi kaku merupakan hubungan antartulang yang dapat digerakkan secara terbatas.
Penghubung antartulangnya adalah jaringan tulang rawan . Contoh sendi kaku terdapat pada
hubungan antarruas tulang belakang dan hubungan antara tulang rusuk dengan tulang dada.
c. Sendi Gerak (Diartrosis)
Sendi gerak merupakan hubungan antartulang yang dapat digerakkan dengan leluasa. Pada
kedua ujung tulang yang saling berhubungan terbentuk rongga sendi yang berisi minyak
sendi (cairan sinovial).
Sendi gerak dibagi menjadi lima macam, yaitu sendi peluru, sendi engsel,
sendi putar, sendi geser, sendi pelana.
1) Sendi peluru
Sendi peluru merupakan hubungan dua tulang yang memungkinkan
terjadinya gerakan ke segala arah. Pada jenis persendian ini sering terjadi
lepas sendi. Contoh sendi peluru adalah hubungan antar tulang lengan atas
dengan gelang bahu dan hubungan antara tulang paha dengan gelang
panggul. Pada kedua ujung tulang yang berhubungan ini, ujung yang satu
berbonggol, sedangkan ujung yang satunya berlekuk seperti mangkuk.
2) Sendi engsel
Sendi engsel merupakan hubungan dua buah tulang yang salah satu
tulangnya hanya dapat digerakkan ke satu arah. Sendi ini mirip dengan
engsel pintu rumah yang dapat membuka ke satu arah saja . Sendi engsel
terdapat pada lutut dan siku serta antar ruas jari.
3) Sendi putar
Sendi putar merupakan hubungan dua buah tulang yang memungkinkan
tulang yang satu bergerak memutarpada tulang lainnya. Sendi putar
terdapat pada hubungan antara tulang atlas (merupakan ruas pertama dari
tulang leher) dengan tulang pemutar yang menyebabkan kepala dapat
berputar. Sendi putar juga terdapat di antara tulang hasta dan tulang
pengumpil.
4) Sendi geser
Sendi geser merupakan hubungan dua buah tulang yang
memungkinkan pergeseran antar tulang, misalnya sendi yang terdapat
pada tulang belakang.
5) Sendi pelana
Sendi pelana merupakan hubungan dua buah tulang yang permukaannya berbentuk
pelana kuda. Sendi ini terdapat diantara tulang telapak tangan dengan ruas ibu jari,
lutut dan siku. Jenis persendian yang paling banyak adalah jenis diarthrosis. Ujung-ujung
tulang yang bergabung pada persendian ini dilapisi oleh tulang rawan sendi (articular
cartilage) dan dipisahkan oleh rongga sendi ( joint cavity) yang berisi cairan synovial. Oleh
karena itu persendian ini disebut juga synovial joint.
Persendian diarthroses memiliki bentuk sendi yang berbeda-beda ,meliputi :
1. Ball and socket joint, contohnya : sendi panggul dan bahu.
2. Ellipsoidal joints, contohnya : sendi pada dasar jari telunjuk.
3. Gliding joints, contohnya : sendi pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
4. Hinge joints, contohnya : sendi interphalangeal dan persendian antara humerus dan ulna.
5. Saddle joints, satu-satunya adalah sendi pada ibu jari.
6. Pivot joints, contohnya : sendi leher.
Dari sekian banyak persendian yang terdapat pada tubuh manusia ada beberapa persendian
yang cukup tinggi mobilitasnya sehingga kemungkinan untuk mengalami cedera juga
semakin besar. Contohnya adalah persendian pada daerah siku dan lutut.
BAB III
OSTEOKONDRITIS DISEKANS
III.1. Definisi
Suatu kondisi di mana suatu bagian tulang rawan sendi terlepas dari ujung tulang
bersama dengan lapisan tipis tulang yang berada di bawahnya. Osteokondritis disekans
sebenarnya merupakaan penamaan yang salah. Pada tahun 1888, Konig meresmikan istilah
ini ketika ia ingin menggambarkan patofisiologi yang menyebabkan lepasnya jaringan-
jaringan atraumatik femur pada sendi panggul. Ia mempercayai bahwa reaksi peradangan
tulang dan kartilago merupakan elemen penting pada proses penyakit ini, karena itu dipilihlah
istilah osteokondritis, untuk menunjuk pada peradangan pada permukaan sendi osteokondral;
Disekans, yang diambil dari kata Latin ‘dissec’ berarti terpisah. Namun para peneliti tidak
menemukan sel-sel radang secara histologis dari spesimen jaringan osteokondral yang lepas.
Meskipun begitu, istilah ini tetap digunakan sampai sekarang.
III.2. Epidemiologi
Prevalensi
Di Amerika Serikat, prevalensi keseluruhan osteokondritis disekans tidak diketahui.
Namun pada kondilus femoralis, OKD memiliki prevalensi ± 6 kasus untuk setiap 10.000 pria
dan 3 kasus untuk setiap 10.000 wanita. Di Indonesia, prevalensi OKD tercatat sekitar 3 – 4
% dari keseluruhan penyakit tulang yang melibatkan persendian.
Keterlibatan
Sebanyak 75% OKD terjadi pada lutut, siku 6%, dan pergelangan kaki 4%. Pada lutut,
75% OKD mengenai kondilus femoralis medial, 10% mengenai bagian permukaan kondilus
medialis yang menahan berat, 10% mengenai bagian kondilus lateralis yang menahan berat,
dan 5% mengenai patella. Pada pergelangan kaki, 56% OKD mengenai bagian posteromedial
talus dan 44% sisanya pada sisi anterolateral.
Seks
OKD memiliki dominansi pria, dimana ratio pria dengan wanita 2-3 : 1
Umur
Rerata umur yang terkena OKD juvenile lutut adalah 11,3 – 13,4 tahun. Rerata umur
yang mengalami OKD dewasa lutut adalah 17-36 tahun, namun bentuk ini dapat mengenai
dewasa usia berapapun. Rerata umur yang mengalami OKD dewasa pergelangan kaki 15-35
tahun. Rerata umur yang mengalami OKD dewasa siku adalah 12-21 tahun.
III.3. Etiologi
Penyebab yang sebenarnya dari osteokondritis disekans telah menjadi sumber
perdebatan pelik kaum medis selama beberapa decade terakhir. Etiologi yang selama ini
telah diajukan adalah traumatic, iskemik, idiopatik dan herediter. Perdebatan berlanjut,
namun kebanyakan penulis sekarang meyakini bahwa OKD merupakan hasil dari proses
multifaktorial.
Trauma
Trauma telah dianggap sebagai penyebab OKD. Pada lutut, trauma langsung dapat
menyebabkan fraktur transkondral; namun, predileksi OKD pada kondilus femoralis medial
sisi posterolateral menyatakan bahwa trauma tidak langsung sebagai penyebab yang lebih
mungkin. Gesekan repetitive tulang tibia pada kondilus femoralis medial sisi lateral saat
rotasi interna juga dianggap sebagai faktor yang berkontribusi.
Pada pergelangan kaki, elemen traumatik lebih diterima secara luas sebagai etiologi
OKD, meskipun tetap ada kontroversi. Subluksasi tibiotalar menyebabkan gesekan talus
pada tibia atau fibula. Studi kadaver memperlihatkan bahwa lesi posteromedial talar
mungkin merupakan hasil dari inverse pergelangan kaki saat plantar-fleksi jadi talus
membentur dan memutar tibia posterior. Lesi talus anterolateral mungkin hasil dari
benturan talus pada fibula saat inversi dengan pergelangan kaki yang dorso-fleksi. Namun
adakalanya, lesi talus media tidak berhubungan dengan trauma. Banyak penulis percaya
bahwa meskipun lesi lateral disebabkan oleh trauma, lesi medial cenderung diakibatkan
multi faktor.
Meskipun penyebab pasti OKD siku masih belum jelas, kebanyakan penulis setuju
bahwa mikrotrauma berulang mempunyai peranan yang penting. Kadang-kadang, trauma
tunggal pada siku dapat menjadi etiologi potensial. Gerakan mengayun di atas kepala
seperti yang dilakukan pemain kasti, menghasilkan stres valgus abnormal pada siku.
Regangan pada siku medial saat melempar bola menghasilkan gaya kompresif antara kaput
radial dengan kapitelum, yang berpotensial menyebabkan perubahan osteokondritik. Satu
tim peneliti meninjau 18 kasus OKD siku dan mendapati bahwa setiap lesi yang ada
berhubungan dengan kegiatan melempar berulang atau keterlibatan berulang dengan
olahraga menggunakan raket.
Iskemia
Iskemia telah diteliti sebagai penyebab potensial OKD. Enneking melaporkan bahwa
vaskularisasi ke tulang subkondral memiliki kemiripan dengan vaskularisasi mesenterium,
dengan anastomosa yang buruk dengan arteriol-arteriol sekitarnya. Kecenderungan menuju
iskemia ini tentu akan menyebabkan tulang subkondral membentuk sekuele, yang mana
menjadi rentah terhadap trauma, fraktur yang mengikutinya, dan kemungkinan pemisahan
fragmen kecil tulang. Tetapi, laporan Enneking mengenai vaskularisasi kontradiktif dengan
penemuan Rogers dan Gladstone, yang mempelajari vaskularisasi femur distal dan
menemukan beberapa anastomosa ke tulang sponge. Hal lain yang membuktikan kesalahan
teori iskemik ini, Chiroff dan Cooke tidak menemukan tanda-tanda nekrosis avaskular pada
eksisi jaringan tulang yang terlepas.
Genetik
Beberapa penulis telah meneliti kemungkinan pengaruh genetik dengan OKD. Petrie,
et al memberikan bukti dan menyatakan tidak ada pengaruh nyata genetik terhadap OKD.
Meskipun begitu, setidaknya terdapat delapan penulis lain yang melaporkan pengaruh
herediter terhadap OKD. Kesimpulannya, meski terdapat riwayat keluarga OKD pada pasien,
pengaruh terhadap timbulnya OKD kecil jika tidak ada faktor- faktor pencetus seperti yang
telah dijelaskan diatas.
Patofisiologi
Sekali saja terdapat lesi, ia akan berkembang melalui 4 tahapan kecuali bila diberikan terapi
yang sesuai
Tahap I : terdiri dari area kecil yang terdapat penekanan pada tulang subkondral.
Tahap II : terdiri dari fragmen osteokondral yag terlepas sebagian. Pada gambaran
radiografi tulang akan tampak area sklerotik tulang subkondral yang
berbatas tegas, terpisah dari bagian epifisis asalnya oleh garis radiolusen.
Tahap III : lesi yang paling sering ditemukan dan merupakan gambaran fragmen yang
lepas seluruhnya namun tetap berada di ‘crater bed’
Tahap IV : lesi dengan gambaran fragmen yang lepas seluruhnya dan juga terpisah
dari ‘crater bed’. Disebut juga badan lepas.
Gambaran Klinis
Gejala
Gejala OKD bervariasi sesuai dengan tahapan lesi. Pada lutut, lesi awal akan memiliki
gejala yang samar dan tidak signifikan, yaitu beragam tingkatan nyeri dan pembengkakan.
Bersamaan dengan lesi yang berkembang, gejala yang lebih jelas seperti kaku dan mengunci
jadi lebih nyata. Gejala-gejala ini biasanya intermiten dan dikaitkan dengan aktivitas. Pasien
sebaiknya ditanyakan seberapa sering ia mengalami gejala tersebut. Gejala yang konstan
dan parah merupakan karakteristik adanya fragmen lepas pada lutut. Gejala dengan
frekuensi yang semakin bertambah menggambarkan progresi dari lesi. Di samping itu,
pasien dengan fragmen lepas pada persendian mungkin menyadari gejala locking dan dapat
memegang fragmen lepas tersebut pada bagian yang terkena. Membedakan OKD dengan
osteonekrosis cukup sulit, tapi petunjuk yang paling signifikan adalah umur pasien. Pasien
muda cenderung menderita OKD, sedangkan pasien tua cenderung terkena osteonekrosis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien yang mengeluhkan masalah lutut sebaiknya dimulai
dengan melihat gaya berjalan pasien. Pada pasien dengan OKD lutut, kaki yang terkena akan
eksorotasi saat berjalan dalam usaha untuk menghindari gesekan tibia pada kondilus
lateralis. Pasien dengan OKD lutut juga akan memiliki kelemahan kuadriseps, bukan
kelemahan pada gluteus maksimus.
Selanjutnya, periksa apakah ada atrofi atau kelemahan pada otot kuadriseps.
Mungkin terdapat efusi. Pada pemeriksaan range-of-motion, pasien mungkin tidak dapat
melakukan ekstensi lutut penuh pada sisi yang terkena. Terdapat nyeri tekan pada palpasi.
Tes Wilson mungkin berguna. Pada pemeriksaan ini, pemeriksa menekuk lutut yang terkena
90˚ kemudian endorotasi tibia sambil perlahan meng-ekstensikan lutut. Bersamaan dengan
lutut yang di-ekstensikan hingga ± 30˚, tulang tibia akan menggesek lesi OKD pada kondilus
femoralis medial dan menimbulkan nyeri. Eksorotasi mengeliminasi nyeri karena tibia akan
bergerak menjauhi lesi OKD. Oleh karena itu, tes ini hanya valid untuk OKD yang mengenai
kondilus femoralis medial, yang merupakan lokasi tersering OKD lutut.
Pasien dengan OKD pergelangan kaki mengeluh terdapatnya bengkak dan kesulitan
menapak (symptoms of catching with walking or with active ankle motion??). Kira-kira 90%
pasien akan mengaku riwayat trauma sebelumnya pada pergelangan kaki tersebut. Nyeri
mungkin dirasakan mungkin tidak, tergantung lesi sedang berada pada tahap mana.
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan OKD pergelangan kaki dapat terlihat efusi
sendi, krepitasi, dan nyeri lokal atau sekitar. Seiring dengan lesi yang bertambah parah,
gejala semakin parah dan lebih terlokalisir. Nyeri pada penekanan sendi tibiotalus dan
krepitasi pada dorsofleksi atau plantarfleksi sering ditemukan. Lesi lateral mungkin lebih
nyeri dibandingkan dengan lesi medial.
Pasien dengan OKD siku sering mengeluhkan timbulnya nyeri sendi, bengkak dan
keterbatasan gerak yang intermiten. Biasanya keluhan ini berkaitan dengan aktivitas. Pasien
hampir selalu memiliki riwayat pemakaian sendi berlebih, dan beberapa pasien akan
menambahkan bahwa pernah ada cedera trauma pada siku. Kebanyakan pasien memiliki
riwayat aktivitas dengan banyak melempar atau menggunakan raket. Atlet SMP dan SMA
rentan terkena OKD tipe ini. Penekanan kronis pada valgus karena olahraga mereka,
ditambah dengan permukaan artikuler yang belum matang, menjadi faktor predisposisi
terjadinya lesi kapitelar. “Patients with loose body lesions may report catching, locking and
giving-way.”
Indikasi
Umur pasien sangat penting untuk menentukan apakah pasien dengan OKD lutut
memerlukan intervensi bedah dan jika ya, maka kapan operasi sebaiknya dilakukan. Indikasi
operasi pada anak dengan OKD lutut jelas, bila gejala sudah berlangsung 6-12 bulan, jika
gambaran radiografik memprediksi bahwa penyembuhan tidak akan sempurna dengan
terapi konservatif, jika lempeng epifisis akan menutup dalam 6 bulan, atau jika terdapat
fragmen tulang yang lepas. Intervensi operatif yang lebih dini dianjurkan pada dewasa
dengan OKD lutut, keputusan ini sebaiknya lebih mengandalkan riwayat dan penemuan fisik.
Jika pemeriksa merasa bahwa terapi nonoperatif kecil kemungkinan berhasilnya, maka
intervensi bedah sebaiknya dipertimbangkan.
Indikasi bedah terdapat pada semua pasien OKD pergelengan kaki dengan lesi
fragmen talus lateral yang lepas seluruhnya namun tetap berada di ‘crater bed’ (tahap III).
Pasien yang memiliki gejala dengan lesi talus tahap III medial membutuhkan operasi. Tahap
IV medial maupun lateral membutuhkan intervensi bedah juga.
Perjalanan penyakit OKD siku belum dimengerti dengan sepenuhnya, oleh karena itu
indikasi untuk operasi masih controversial. Kontraktur sendi yang progresif, gejala yang
tidak kunjung sembuh setelah pengobatan konservatif, dan kontraktur konstan > 10˚
disertai nyeri siku merupakan beberapa indikasi operasi umum. “Indications for surgery
include locking or catching in the elbow associated wit pain and swelling. Pain with locking is
often noted.”
Akhirnya, Semua pasien dengan lesi simtomatis yang gagal diatasi dengan terapi
konservatif sebaiknya dioperasi. Di samping itu, penemuan radiografik juga perlu
disesuaikan dengan penemuan klinis lainnya. OKD lama dan asimtomatik mungkin
merupakan penemuan yang tidak disengaja pada pasien dengan keluhan serupa namun
sebab yang berbeda. Selain itu, pasien asimtomatik dengan lesi pada sendi yang menahan
berat sebaiknya dipertimbangkan penanganan operatif karena lesi seperti ini dapat
menyebabkan penyakit sendi degeneratif dini.
Kontraindikasi
Beberapa kontraindikasi relatif untuk autograf osteokondral yaitu umur lebih dari 45
tahun, kondromalasia kartilago artikuler di sekitar defek, dan “abnormal mechanical
alignment” atau ketidakstabilan sendi yang terkena.