OSelasa o Rabu eKamis Jumat 10 12 13 20 21 22 23 24 25 26...

2
Pikiran Rakyat OSelasa o Rabu eKamis o Jumat OSabtu 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 20 21 22 23 24 25 26 27 28 o Mar OApr .Mei OJun OJul OAgs OSep QOkt "Islam, lrnperlolsme dan Orientalisme ------ --~ " Dalam Sejarah Nusantar9" S EJARAH dianggap salah satu elemen yang memben- {uk kesadaran atas identitas, Saat identitas seseorang itu dipahami dan dipercaya, dia akan menjalankan segala sesuatu berdasarkan identitas yang dia percayai. Lalu, bagaimana jadinya bila sejarah dimanipulasi, dijadikan alat politik dan kepentingan penjajah, Lebih ironis, dijadikan referensi olehsuatu bangsa (yang sempat) terjajah. Begitu- lah kiranya salah satu pertanyaan pada diskusi dan seminar Madrasah Padjadjaran, "Islam, Imperialisme dan Oriental- isme Dalam Sejarah Nusantara'' vang diselenggarakan DKM Unpad di Masjid Ibnu Sina Unpad, [atinangor, Rabu (23/5). Tiar Anwar Bachtiar, penulis Sejarah Nasional Indonesia: Perspektif Baru selaku salah satu pembicara memaparkan proses penulisan sejarah Indonesia yang terlampau banyak merujuk karya-karya orientalis berpandangan Nederlansen- tris. Menurut kandidat doktor sejarah di Universitas In- donesia ini, orientalisme (al-istisyraq) adalah fenomena yang l~hir bersama dengan gelombang imperialisme Barat ke Asia dan Afrika. Orientalisme dibawa untuk menunjang kepentingan kolonialisme dalam misinya menguasai wilayah Tlmur yang telah dijelajahiuva sejak lama. Istilah orient (timur) sendiri mengacu kepada Asia dan Afrika yang secara geografis-gen- eral memang berada di sebelah timur Eropa. Kolonialisme yang telah menjejakkan kakinya di wilayah-wilavah Timur memerlukan pengetahuan mendalam terhadap wilayah jaja- hannya. Tujuannya tiada lain untuk mempermudah pe- naklukkan wilavah-wilavah tersebut bagi kepentingan dan tiijuan kolonialisme, gold, glory, and gospel. Di Nusantara, gerakan ini tentunya dibutuhkan serta dikernbangkan di atas kepentingan penjajah Belanda. De- ngan demikian, tidak heran, pandangan ini berisi banyak sekali stereotyping yang merendahkan masyarakat Indonesia dan mengagung-agungkan Eropa dan kebudayaannya. Ambil contoh William Marsden (1754-1836). Bagi para Indonesia- nis, Marsden dianggap peletak dasar kajian ilmiah tentang Indonesia. Sama seperti karva-karya orein- talis pada umumnya, kelemahan mendasar karya Marsden tentang Sumatra ini adalah mengenai framework. Tiar mengungkapkan, Marsden terjebak dengan framework kultural Eropa yang telah tersekularisasi saat melakukan eksplanasi menyangkut fenomena-fenomena kultural masyarakat Suma- tra yang mayoritas Muslim. Sepanjang eksplanasinya dalam The History of Sumatra, tulisan Marsden mengesankan bahwa kebudayaan dan kebi- asaan sehari-hari yang dipraktikkan masyarakar Sumatra adalah indigenous (asli) hasil kreativitas masyarakat Sumatra, Saar menjelaskan mengenai hukum yang berlaku di bebe- rapa kerajaan seperti Minangkabau, Melayu, dan Aceh, Marsden gagal mengungkapkan bahwa h~kum-hukum yang Kllplng Humas Unpad 2012

Transcript of OSelasa o Rabu eKamis Jumat 10 12 13 20 21 22 23 24 25 26...

Pikiran RakyatOSelasa o Rabu eKamis o Jumat OSabtu4 5 6 7 8 9 10 11 12 1320 21 22 23 24 25 26 27 28

oMar OApr .Mei OJun OJul OAgs OSep QOkt

"Islam, lrnperlolsme danOrientalisme------ --~ "

Dalam Sejarah Nusantar9"

SEJARAH dianggap salah satu elemen yang memben-{uk kesadaran atas identitas, Saat identitas seseorangitu dipahami dan dipercaya, dia akan menjalankan

segala sesuatu berdasarkan identitas yang dia percayai. Lalu,bagaimana jadinya bila sejarah dimanipulasi, dijadikan alatpolitik dan kepentingan penjajah, Lebih ironis, dijadikanreferensi olehsuatu bangsa (yang sempat) terjajah. Begitu-lah kiranya salah satu pertanyaan pada diskusi dan seminarMadrasah Padjadjaran, "Islam, Imperialisme dan Oriental-isme Dalam Sejarah Nusantara'' vang diselenggarakanDKM Unpad di Masjid Ibnu Sina Unpad, [atinangor, Rabu(23/5).Tiar Anwar Bachtiar, penulis Sejarah Nasional Indonesia:

Perspektif Baru selaku salah satu pembicara memaparkanproses penulisan sejarah Indonesia yang terlampau banyakmerujuk karya-karya orientalis berpandangan Nederlansen-tris. Menurut kandidat doktor sejarah di Universitas In-donesia ini, orientalisme (al-istisyraq) adalah fenomenayang l~hir bersama dengan gelombang imperialisme Baratke Asia dan Afrika.Orientalisme dibawa untuk menunjang kepentingan

kolonialisme dalam misinya menguasai wilayah Tlmur yangtelah dijelajahiuva sejak lama. Istilah orient (timur) sendirimengacu kepada Asia dan Afrika yang secara geografis-gen-eral memang berada di sebelah timur Eropa. Kolonialismeyang telah menjejakkan kakinya di wilayah-wilavah Timurmemerlukan pengetahuan mendalam terhadap wilayah jaja-hannya. Tujuannya tiada lain untuk mempermudah pe-naklukkan wilavah-wilavah terse but bagi kepentingan dantiijuan kolonialisme, gold, glory, and gospel.Di Nusantara, gerakan ini tentunya dibutuhkan serta

dikernbangkan di atas kepentingan penjajah Belanda. De-ngan demikian, tidak heran, pandangan ini berisi banyaksekali stereotyping yang merendahkan masyarakat Indonesiadan mengagung-agungkan Eropa dan kebudayaannya. Ambilcontoh William Marsden (1754-1836). Bagi para Indonesia-nis, Marsden dianggap peletak dasar kajian ilmiah tentang

Indonesia. Sama seperti karva-karya orein-talis pada umumnya, kelemahan mendasarkarya Marsden tentang Sumatra ini adalahmengenai framework. Tiar mengungkapkan,Marsden terjebak dengan framework kulturalEropa yang telah tersekularisasi saat melakukan eksplanasimenyangkut fenomena-fenomena kultural masyarakat Suma-tra yang mayoritas Muslim.Sepanjang eksplanasinya dalam The History of Sumatra,

tulisan Marsden mengesankan bahwa kebudayaan dan kebi-asaan sehari-hari yang dipraktikkan masyarakar Sumatraadalah indigenous (asli) hasil kreativitas masyarakat Sumatra,Saar menjelaskan mengenai hukum yang berlaku di bebe-

rapa kerajaan seperti Minangkabau, Melayu, dan Aceh,Marsden gagal mengungkapkan bahwa h~kum-hukum yang

Kllplng Humas Unpad 2012

Indonesia, terutama wilayah Sumatra. Samaseperti Raffles yang berusaha mengaburkanperan Islam pad a kerajaan-kerajaan di PulauJawa.Sebut juga Cristian Snouck Horgonje

'0857-1936). Berkat kepura-puraannva men-gaku Islam, Snouck mendapatkan informasipenting dari orang-orang Aceh dalam penelit-ian yang kemudian dibukukan setebal 2 jiliddengan judul De Atjeher. Tidak lama setelah pe-merintah menjalankan saran-saran hasil penelit-ian Snuock, Aceh yang selama hampir satu abadpenguasaan Belanda atas Indonesia tidak dapatditaklukkan akhimya dapat ditaklukkan juga.Atas jasa-jasanya ini Snouck mendapatkan pujiandan penghargaan besar. Sama seperti para pen-dahulunya, Snouck tetap memperingatkan perner-intah Belanda bahwa Islam berbahaya bagi ke-pentingan politik kolonial.Seperti dicatat Bemhard van Vlakke dalam The

History of Nusantara, Snouck pula yang mern-peringatkan bahwa pada dasamya masyarakat IslamIndonesia adalah masyarakat yang adem dan tidaksuka amok (protes). Yang suka mengajak masyarakatberpikir kritis terhadap imprealisme adalah merekayang sudah pulang dari Mekah. Inilah yang kernudi-an menjadi cikal bakal stigma jelek terhadap alumni

Timur Tengah dan ajaran-ajaran Muhammad ibn AbdulWahab yang oleh para orientalis diberi julukan Wahabi.Kedua saran di antara sekian banyak saran Snouck yang

lain di atas rupanya sampai saat ini masih dijadikan standarpenguasa dalam memperlakukan umat Islam. Dari sini pulaistilah "Islam fundamentalis" dan "Islam radikal" yangberkonotasi negatif bermula.

berlakuitu merupakan hukum yang diadop-si masyarakat dari syariat Islam. Padahal, menurut Tiar yangmengajar di STAI Persis Garut, sampai hari ini di masyarakatMinang terkenal ungkapan adat basandi syara' svara' basandikitabullah. Marsden sama sekali luput menjelaskan keterkai-tan syariat Islam dengan hukum adat yang berlaku di seba-gian besar wilayah Sumatra ini.Alhasil, karya Marsden ini berkontribusi besar dalam Heykal Sva'ban

memisahkan pengaruh Islam dalam sejarah dan kebudayaan kampus--p~ahoo.com--~-----------~~~--~------~--~~~~~~