orgonafosfat

20
BAB 1 PENDAHULUAN Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur dan gulma). Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi 1) Insektisida ( pembunuh insekta) , 2) Fungisida (pembunuh jamur, 3) Herbisisda (pembunuh tanaman penganggu). 1 Pestisida organofosfat ditemukan melalui riset di Jerman, selama Perang Dunia II, dalam usaha menemukan senjata kimia untuk tujuan perang. Pada tahun 1937, G. Schrader menyusun struktur dasar organofosfat. Meskipun organofosfat pertama telah disintesis pada 1944, struktur dasar organofosfat baru dipublikasikan pada tahun 1948. Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang menguntungkan. Cara golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut dan juga racun pernafasan. Dengan takaranyang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan, selain kerjanya cepat dan mudah terurai. 1,2,3 Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates, phosporis insecticides, phosphates, phosphates insecticides dan phosphorus esters atau phosphoris acid esters. Mereka adalah derivate dari phosphoric acid dan biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. 1 Intoksikasi Organofosfat

Transcript of orgonafosfat

BAB 1PENDAHULUAN

Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur dan gulma). Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi 1) Insektisida ( pembunuh insekta) , 2) Fungisida (pembunuh jamur, 3) Herbisisda (pembunuh tanaman penganggu).1Pestisida organofosfat ditemukan melalui riset di Jerman, selama Perang Dunia II, dalam usaha menemukan senjata kimia untuk tujuan perang. Pada tahun 1937, G. Schrader menyusun struktur dasar organofosfat. Meskipun organofosfat pertama telah disintesis pada 1944, struktur dasar organofosfat baru dipublikasikan pada tahun 1948. Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang menguntungkan. Cara golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut dan juga racun pernafasan. Dengan takaranyang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan, selain kerjanya cepat dan mudah terurai.1,2,3Golongan organofosfat sering disebut dengan organic phosphates, phosporis insecticides, phosphates, phosphates insecticides dan phosphorus esters atau phosphoris acid esters. Mereka adalah derivate dari phosphoric acid dan biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan organofosfat struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Organosfat adalah nama umum ester dari asam fosfat. Organofosfat adalah kelompok senyawa yang memiliki potensi dan bersifat toksik dalam menghambat cholinesterase yang mengakibatkan akumulasi asetilkolin pada reseptor muskarinik, nikotinik, SSP sehingga dapat menyebabkan kematian1,4.Organofosfat dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain, fosfat, fosforothioat, fosforamidat, fosfonat, dan sebagainya. Contoh dari orgonosfat termasuklah insektisida (malathion, parathion, diazinion, fenthion, dichlorvas,chlorpyrifos, ethion), dan antihelmintik (tricholrfon). Orgonofosfat bisa diabsorpsi kulit atau mukosa atau parenteral, per oral, inhalasi dan juga injeksi.

Gambar2.1 Struktur umum organofosfat

Gugus X pda struktur diatas disebut leaving group yang tergantikan saat organofosfat menfosforillasi asetikholin serta gugus ini paling sensitive terhidrolisis. Sedangkan R1 dan R2 umumnya dalah golongan alkoksi, misalnya OCH3 atau OC2H5. Organofosfat dapat di golongkan menjadi beberapa golongan antara lain, fosfat, fosforothioat, fosforamidat, fosfonat, dan sebagiannya. 1,2

2.2. Faktor ResikoFaktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestsida adalah faktor dalam tubuh (internal) dan faktor dari luar tubuh (eksternal), faktor-faktor tersebut adalah 1,2,3,5,61. Faktor dalam tubuh (internal) antara lain :a. UmurUmur merupakan fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka usia pun akan bertambah. Seiring dengan pertambahan umur maka fungsi metabolisme tubuh juga menurun. Semakin tua umur maka rata-rata aktivitas kolinisterase darah semakin rendah, sehingga akan memperudah terjadinya keracunan pestisida .b. Status giziBuruk nya keadaan gizi seseorang akan berakibat menurunnya datya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi yang buruk, protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas enzimkolisneterase akan terganggu. Dikatakan bahwa orang yang memiiki tingkat gizi baik cenderung memiliki kadar rata-rata kolinesterase akan terganggu. Dikatakan bahwa orang yang memiliki tingkat gizi baik cenderung memiliki kadar rata-rata kolinesterase lebih besar .c. Jenis kelaminKadar kholin bebas dalam plasma darah laki-laki normal rata-rata 44g/ml. Analisis dilakukan selama beberapa bulan menunjukan bahwa tiap-tiap individu mempertahankan kadarnya dalam plasma hingga relative konstan dan kadar ini tidak meningkat setelah makan atau pemberian oral sejumlah besar kholin. Ini menunjukan adanya mekanisme dalam tubuh mempertahankan kholin dalam plasma pada kadar yang konstan. Jenis kelamin sangat mempengaruhi aktivitas enzim kolinesterase, jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkanjenis kelamin perempuan karena pada perempuan lebih banyak kandungan enzim kolinisterase , meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot dengan menggunakan pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kolinesterase cenderung turun. d. Tingkat pendidikanPendidikan formal yang diperoleh seseorang akan memberikan tambahan bagi individu tersebut, dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan tentang pestisida dan bahayanya juga lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga dalam pegelolaan pestisida, tingkat pendidikan tinggi akan lebih baik .2. Faktor di luar tubuh (eksternal)a. DosisSemua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar semakin mempermudah terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida. Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, hal ini ditentukan lama pajanan. b. Lama kerjaSemakin lama bekerja sebagai petani maka semakin sering kontak dengan pestisida sehingga resiko terjadinya keracunan pestisida semakin tinggi. Penurunan aktivitas kolinesterase dalam plasma darah karena keacunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan c. Tindakan penyemprotan pada arah anginaArah angin harus diperhatikan oleh penyemprot saat melakukan penyemprotan. Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh melebihi 750m per menit. Petani pada saat menyemprot melawan arah angin akan mempunyai resiko lebih besar dengan petani yang menyemprot searah dengan arah angina.d. Frekuensi penyemprotanSemakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang di butuhkan untuk dapat kontak dengan pestisda maksimal 5 jam perhari.

e. Jumlah jenis pestisidaJumlah jenis pestisida yang banyak yang digunakan dalam waktu penyemprotan akan menimulkan efek keracunan lebih besar bila dibanding dengan penggunaan satu jenis pestisida karena daya racun atau knsentrasi pestisida akan semakin kuat sehingga memberikan efek saming yag semakin besar.

f. Toksisitas Mempunyai kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dlaam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan yang lebih sedikit bila dibandingkan denga pestisida denga daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksistas pestisida dapat di ketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati.2.3. Patofisiologi 2,3,5Senyawa organofosfat ini bekerja dengan meghambat dan menginaktivasi enzim asetilkolinesterase. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, ganglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis dan ujung-ujung saraf motoric menjadi asetat dan kolin. Hambatan asetilkolinestrease menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

Asetil kolin itu bersifat mengeksitasi neuron-neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan , sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dari kolin. Kemudian akan terjadi akumulasi dari asetil kolin di system saraf pusat, neuromuscular junction dan sel darah merah. Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.

2.4. Gejala KlinisTanda dan gejala intoksikasi organofosfat terbagi menjadi 3 bagian : 2,3,4,51. Efek muskarinikTanda dan gejala yang timbul 12-24 jam pertama dalah setelah terpapar termasuk diare, uriasi, miosis (tidak pada 10% kasus ), bronkopasma/bradikardi , mual muntah, peningkatan lakrimasi, hipersalivasi dan hipotensi.Efek muskarinik menurut system organ termasuk :a) Kardiovaskular Bradikardi, hipotensib) Respiratori-Bronkopasma , batuk, depresi saluran pernafasanc) Gastrointestinal-hipersalivasi mual muntah, nyeri abdomen, diare, inkontenesia alvid) Genitourinary-Inkontenesia urine) Mata-mata kabur, miosisf) Kelenjar-Lakrimasi meningkat, keringat berlebihan

2. Efek NikotinikEfek nikotinik termasuklah fasikulasi otot, kram, lemah, dan gagal diafragma yang bisa menyebabkan paralisis otot. Efek nikotinik autonom termasuk hipetensi, takikardi, midriasis, dan pucat.

3. Efek system saraf pusatefek system saraf pusat termasuk emosi labil, insomnia, gelisah, bingung, cemas, depresi, saluran nafas, ataksia, kejang, dan koma2.5. Diagnosis 1,5

1) Diperlukan autonammesis dan aloanamnesis yang cukup cermat serta di perlukan bukti-bukti yang diperoleh di tempat kejadian.2) Bagi pemeriksaan fisik harus di temukan dengan tempat masuknya racun sama dengan cara inhalasi, per oral, absorpsi kulit dan mukosa atau parenteral, yang amat berpengaruh pada efek kecepatan dan lamanya reaksi keracunan3) Pemeriksaan klinis paling awal adalah menilai status kesadaran pasien. Hal ini diikuti oleh penemuan tanda dan gejala klinis seperti yang telah di uraikan sebelumnya4) Akhir sekali diagnosa dikuatkan lagi dengan pemeriksaan panunjang sesuai indikasi

Pemeriksaan penunjang51. Laboratorium klinik Analisa gas darah Darah lengkap Serum elektrolit Pemeriksaan funsi hati Pemeriksaan fungsi ginjal Sedimen urin

2. EKG Deteksi gangguan jantung3. Pemeriksaan radiologi Dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi atau dugaan adanya perforasi lambung

2.6. Penatalaksanaan 1,2,3,5

a. Stabilisasi pasienPemeriksaan saluran nafas, pernafasan, dan sirkulasi merupakan evaluasi primer yang harus dilakukan serta diikuti evaluasi terhadap tanda dan symptom toksisitas kolinergik yang dialami pasien. Dukungan terhadap saluran pernafasan dan intubasi endoktrakea harus dipertimbangkan bagi pasien yang mengalami perubahan status mental dan kelemahan neuromuscular sejak antidotum tidak memberikan efek. Pasien harus menerima pengobatan secara intravena dan monitoring jantung. Hipotensi yang terjadi harus diberikan normal salin secara intavena dan oksigen harus diberikan untuk mengatasi hipoksia. Terapi suportif ini harus diberikan secara paralel dengan pemberian antidotum.

Dukungan oksigen dan ventilasi.Memberikan 100 persen oksigen melalui sungkup muka ; pertimbangkan kuat intubasi keracuanan sedang sampai berat. Selain itu, pasien yang tampak agak keracunan mungkin cepat mengembangkan kegagaln pernafasan karena karena kombinasi CNS pernapasan pusat depresi, reseptor nicotinic kelemahan mediateddia phragmatic, bronkospasme, dan sekresi berlebihan. Kegagalan pernapasan terjadi pada 23,1% (15 dari 65) pasien dalam satu seri di laporkan disisni. Dengan pengobatan yang medukung yang cukup, termasuk ventilasi buatan, mayoritas pasien sembuh, sebagai 73,3% (11 dai 15) pasien pulih dalam laporan diatas. Dengan demikian, pasien keracunan berat sedang sampai juga harus di pertimbangkan untuk intubasi endoktrakeal awal.

b. DekontaminasiDekontaminasi harus segera dilakukan pada pasien dengan yang mengalami keracunan. Baju pasien harus segera dilepas dan badan pasien harus segera dibersihkan dengan sabun. Proses pembersihan ini haus dilakukan pada ruangan yang mempunyai ventilasi yang baik untuk menghindari kontaminasi sekunder dari udaraDalam kasus paparan topical dengan potensi penyerapan dermal, dekontaminasi agresif dengan penghapusan lengkap dari pakaian pasien dan irigasi yang kuat dari daerah yang terkena dampak harus dilakukan. Pakaian pasien dan barang-barang harus dibuang karena mereka menyerap agen organofosfat, dan mungkin reexposure terjadi bahkan setelah dicuci.Pelepasan pakaian dan dekontaminasi dermal mampu mengurangi toksikan yang terpapar secara inhalasi atau dermal, namun tidak bisa digunakan untuk dekontaminasi toksikan yang termasuk dalam saluran pencernaan.Bilas lambung dan arang aktifDekontaminasi pada saluran cerna harus dilakukan setelah kondisi pasien stabil. Dekontaminasi saluran cerna dapat melalui pengosongan orogastrik atau neogastrik, jika toksikan diharaokan masih berada di lambung. Pengosongan lambung kurang efektif jika organofosfat dalam bentuk cairan karena absorbsinya yang cepat dan bagi pasien yang mengalami muntah.mengosongkan perut dengan lavage yang paling berguna jika berusaha dalam 1 sampai 2 jam setelah konsusmsi dari jumlah yang mengancam kehidupan berpotensi racun. Jika pasien tidak sadar, waktu sejak konsumsi mungkin kurang relevan karena jelas bahwa dosis beracun telah tertelan stasis gastrointestinal yang sering menyertai koma dapat menunda pengosongan lambung. Oleh karena itu disarankan agar lavage lambung dilakukan di setiap teracuni bersabar jika jalan napas dapat dilindungi. Lavage lambung mungkin lebih penting sedemikian situasi. Arang aktif (1gm/kg) harus di pertimbangkan dalam kasius organofosfat.Arang katif 1g/kg BB harus diberikan secara rutin untuk menyerap toksikan yang masih tersisa di saluran cerna. Arang aktif harus diberikan setelah pasien mengalami pengososngan lambung. Muntah yang dialami pasien perlu di kontrol untuk menghindari aspirasi arang akif karena dapat berhubungan dengan pneuomonitis dan gangguan paru kronik.c. Pemberian antidotuma) Agen AntimuskarinikAtropine dan terapi oxime bersama dengan ventilasi dan langkah-langkah pendukung lainnya, sepeti yang di perlukan, bisa mencegah sebagain besar kematian keracunan keran senyawa organofosfat. Pada keracunan OP, kematian umumnya karena pernapasan dan terjadi diam diam tanpa pasien mengeluh atau membuat suara. Penghentian drip atropine di malam hari adalah penyebab untuk kematian. Dengan demikian, drip atropine di malam hari adalah penyebab. Para kerabat pasien yang hadir harus terlibat dsangat an menjelaskan untuk memperhatikan infuse dan untuk menginformasikan segera.2-5 mg IV bolus (0,05 mg/ kg IV pada naak-anak). Meningkat (double) dosis setiap 3-5 menit sampai sekresi bronkial dan mengi berhenti. Setelah pasien sepenuhnya atropinized, atropin infuse diatur dengan meberikan setiap 20 % sampai 30% dari jumlah total yang diperlukan untuk atropinize pasien awalnya.Dosis infus dipertahankan selama 2 sampai 3 hari mepertahankan atopinization penuh, maka infus dosis harian di kurangi dengan 1/4 sampai 1/3 dari dosis sebelumnya. Jadi untuk menulis order baru, maka perlu tahu berapa banyak atropine pasien sebenarnya menerima hari sebelumnya. Takikardia dan madriasis tidak kontradiksi pada penggunaan atropine. Jika pasien tidak atropinized benar, dosis atropine mungkin harus ditingkatkan dan jika pasien atropinized, dosis harus dikurangi.Pengamatan dekat pada pasien dengan hasil pemeriksaan tersebut dari dosis atropine diperlukan. Ratusan milligram mungkin selama beberapa hari di keracunan yang parah, seperti dalam kasus ini dilaporkan dalam salah satu seri dilaporkan dari Nepal, jumlah rata-rata dan durasi atropin digunakan dalam pengobatan total pasien 136,7 mg (kisaran 20-600 mg) dan masing-masing 5,5 hari (kisaran 2-20 hari). Dosis dan durasi atropin juga tergantung pada jenis dan jumlah senyawa organofosfat di konsumsi. Methyl parathion (metacid) adalah salah satu senyawa organofosfat yang realtif beracun dikonsumsi secara local.

PralidoksimTerapi oksim dianjurkan pada pasien dengan bukti toksiistas kolinergik pada pasien dengan keracunan organofosfat. PAM tidak dianjurkan untuk keracunan karbamat (inhibitor reversible asetil cholinesterase ). Standar direkomendasikan dosis PAM adalah 2g (25-50 mg / kg pada anak-anak) IV lebih dari 30 menit, dengan melanjutkan infuse pada 8 mg / kg / jam orang dewasa (10-20 mg / kg / jam pada anak-anak).Biasannya PAM diberikan dalam dosis 1 gram bolus diikuti oleh 0,5-1 gm 6 sampai 8 jam pada psien dewasa. Terapi PAM dapat dilanjutkan per keparahan keracuana. Pralidoksim seharusnya tidak diberikan tanpa atropine bersamaan, umtuk mencegah memburuknya gejala karena sementara inhibisi acetylcholinesterase oximenduced.Agen antimuskarinik seperi atropine, ipratopium, glikopirolat, dan skopolamin biasa digunakan megobati efek muskarinik karena keracuana orgonofosfat. Salah satu yang sering digunakan adalah Atropin karean memiliki riwayat penggunaan lebih luas. Atropin melawan tiga efek yang ditimbulkan karena keracuana orgonofosfat pada reseptor muskarinik, yaitu bradikardi, bronkopasme dan bronkorea.Pada orang dewasa dosis awalnya 1-2 mg IV yang digandakan setiap 2-3 menit sampai teratropinisasi. Untuk anak-anak dosis awalnya 0,05mg/kg BB yang digandakan setiap 2-3 menit sampai teratropinisasi. Tidak ada kontraindikasi penaganan keracunan organofosfat dengan Atropin.Oxime adalah salah satu agen farmakologi yang biasa digunakan untuk melawan efek neuromuscular pada keracuanan organofosfat. Terapi ini perlu karena Atropin tidak berpengaruhpada efek nikotinik yang ditimbulkan oleh organofosfat. Oxime dapat mereaktivasi enzim kholinesterase dengan membuang fosforil organofosfat dari sisi aktif enzim.Pralidoxime adalah satu-satunya oxime yang tersedia. Pada regimen dosis tinggi (1g UV load diikuti 1g/jam selama 48 jam). Pralidoxime dapat mengurangi penggunaan Atropine total dan mengurang jumlah penggunaan ventilator.Efek samping yang dapat dilakukan karena pemakian Pralidoxime meliputi dizziness, pandangan kabur, pusing drowsiness, nuesea, takikardi, peningkatan tekanan darah, hiperventilasi, penurunan fungsi renal, dan nyeri pada tempat injeksi/Efek samping tersebut jarang terjadi dan tidak ada kontradikasi pada penggunaan Pralidoxime sebgai antidotum keracuanan organofosfat.

d. Pemberian anti-kejangDiazepam 0,1-0,2 mg / kg /IV, dapat diberikan, diulang seperlunya, jika kejang terjadi. Penggunaan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.Diazepam diberikn pada pasien bagi mengurangkan cemas , gelisah (dosis:5-10mg IV) dan bisa juga digunakan untuk mengontrol kejang (dosis: sehingga 10-20mg IV)

e. Keseimbangan cairan dan elektrolit dan pendukung lainnyaBiasannya dukungan lain juga penting. Keseimbangan cairan dari elektrolit sangat penting, pasien mungkin memerlukan cairan tambahan dan elektrolit unruk mengkompensasi kerugian akibat muntah, diare, dan demam tinggi, dan untuk asupan menurun. Jadi selain untuk kebutuhan minumanharian cairan (misalnya sekitar 2 liter), natrium dan kalium, IV cairan harus diberikan untuk tambahan-cairan dan penggantian elektrolit. Investigasi untuk menyingkirkan penyakit yang berhubungan seperti diabetes atau komplikasi seperti pneumonia aspirasi berhubungan seperti diabetes atau komplikasi seperti pneumonia aspirasi yang diperlukan antibiotic mungkin diperlukan untuk pneumonia aspirasi.

DAFTAR RUJUKAN1. Lubis, Halinda Sari. 2002. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida Golongan Organofosfat Pada Tenaga Kerja. USU Digital Library2. Arif , Manjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI3. Sudoyo, Aru P. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI4. Runia, Yodenca. 2008. Faktor- faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida oraganofosfat, karbamat dan kejadian anemia pada petani. Universitas Diponegoro.5. Raini, Mariana. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media Litbang Kesehatan vol XVII6. Thundiyil, Josef G. Acute Pestiside poisoning : a proposed classification tool. Bulletin Of The World Health Organization.12Intoksikasi Organofosfat