ORGANISASI MASYARAKAT DAN KETERTIBAN UMUM (Studi …
Transcript of ORGANISASI MASYARAKAT DAN KETERTIBAN UMUM (Studi …
ORGANISASI MASYARAKAT DAN KETERTIBAN UMUM
(Studi tentang Keterlibatan Pemuda Pancasila dalam Bentrokan
Massa di DKI Jakarta, Jawa barat dan Banten Tahun 2013-2018)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S.Sos)
Nur Hidayat
NIM: 11151120000032
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
iv
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang organisasi masyarakat dan ketertiban umum
dengan Studi tentang Keterlibatan Pemuda Pancasila dalam bentrokan massa di
DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten Tahun 2013-2018. Tujuan dari penelitian ini
adalah Untuk mengetahui keterlibatan Pemuda Pancasila dalam beberapa
bentrokan massa dan sikap pengurus Pemuda Pancasila terhadap anggota dan
pengurus yang terlibat dalam bentrokan massa, selain itu dianalisis pula sanksi
yang diterima Pemuda Pancasila terhadap kasus bentrokan massa yang diberikan
oleh aparat penegakan hukum.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengambilan
data melalui wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan teori organisasi kemasyarakatan, konflik, penegakan hukum dan
negoisasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa bentrokan yang melibatkan
Ormas Pemuda Pancasila, pada dasarnya terjadi karena permasalahan pribadi atau
oknum anggota dan yang menjadi isu atau faktor bentrokan ialah permasalahan
ekonomi anggota di tingkat bawah. Sikap yang dilakukan oleh aparat penegakan
hukum ialah berupaya menyelesaikan konflik secara persuasif dengan
memediasikan atau menjadi mediator terhadap Ormas yang terlibat untuk
bersepakat meredam dan saling berdamai. Secara organisasi Pemuda Pancasila
tidak diberikan sanksi karena yang terlibat hanya oknum anggota bukan Ormas
Pemuda Pancasila sehingga yang diberikan sanksi adalah oknum anggota Ormas
Pemuda Pancasila. Sikap yang dilakukan oleh pimpinan pengurus organisasi ialah
dengan cara bernegoisasi dengan tujuan upaya penyelesaian konflik dan berusaha
meredam dan bersepekat menyelesaikan permasalahan dengan berdamai.
Kata Kunci: Ormas, Pemuda Pancasila, Bentrokan, Sikap.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Organisasi
Masyarakat dan Ketertiban Umum Studi tentang Keterlibatan Pemuda Pancasila
dalam Bentrokan Massa di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten Tahun 2013-
2018”, penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial Srata satu pada Program Studi Ilmu Politik, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak,
sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril maupun materi baik langsung maupun tidak
langsung dalam proses penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada
yang saya hormati:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Ali Munhanif, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta
seluruh staff dan jajarannya.
3. Bapak Dr. Iding Rosyidin, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
4. Ibu Suryani, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen
Pembimbing Skripsi saya yang telah meluangkan waktu dan memberikan
arahan, bimbingan, ilmu, serta kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.
5. Bapak Idris Thaha, M.Si. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan kepada penulis dalam pembuatan skripsi.
6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis, Papa Ir. Abdu Rachman
dan Mama Farida atas segala doa yang selalu dipanjatkannya kepada Allah
SWT dan atas segala bimbingannya kepada saya untuk menjadi manusia
yang bermanfaat. Tidak lupa pula kepada Uni, adik dan keponakan penulis
yang selalu mendoakan, memberikan motivasi serta pengorbanan baik dari
segi moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
8. Para narasumber dalam penelitian ini yaitu: Capt Hariman Siregar, SH.
M.Si,M.Mar, Ketua bidang organisasi dan keanggotaan Majelis Pimpinan
Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila DKI Jakarta, Bapak Gunung Hutapea,
Ketua bidang organisasi dan keanggotaan Majelis Pimpinan Nasional
(MPN) Pemuda Pancasila, Bapak Yahya Abdul Habib, S.E, Wakil
Sekretariat Jendral bidang organisasi dan keanggotaan Majelis Pimpinan
Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, H. Zulkarnain, S.E, Ketua bidang
vii
pertahanan dan keamanan Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda
Pancasila Banten, Ibu Eka Sularsti Amirudin, Sekretaris Majelis Pimpinan
Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kabupaten Tanggerang, Bapak Ahmad
Sujari, Sekretaris II Pimpinan Anak Cabang (PAC) Pemuda Pancasila
Kecamatan Tiga Raksa yang telah menjadi Narasumber dalam penelitian
ini.
9. Kawan-kawan JJBANG: Wida, Soffa, Lia, Kam, Dwi, Indra, Mega,
wahyu, Deda, Gesti, Hilmy, Muti, Tita, Putri, Citra, Imas dan Nayla.
10. Kawan-kawan seperjuangan Redbull: Adel, Arfiah, Nabhila, Daffa, Acay,
Faiz, Lila, Helma, Inas, Adnan, Andy, Dimas dan Reza hafiz
11. Serta kawan-kawan lainnya: Hana Syasqia, Bely, Dewi, Putri, Meisya,
Okta, Antonius, Wida Pangestika, Fauziah, Nida, Tyas, Irma, Anna, Asry,
Indri dan Naufal.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu telah membantu dalam proses pembuatan
skripsi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Ciputat, 30 September 2019
Nur Hidayat
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ......................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ....................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................................... iii
ABSTRAK ..........................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian .............................................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 7
E. Metodelogi Penelitian ........................................................................................... 14
F. Sistematika Penulisan ........................................................................................... 17
BAB II KERANGKA TEORI .......................................................................................... 19
A. Teori Organisasi Kemasyarakatan ........................................................................ 19
A.1. Pengertian Organisasi Kemasyarakatan ............................................................ 21
A. 2. Ciri-Ciri Organisasi Kemasyarakatan .............................................................. 22
A.3. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Organisasi Kemasyarakatan .................... 24
A.4. Hak dan Kewajiban Organisasi Kemasyarakatan ............................................. 25
B. Teori Konflik ........................................................................................................ 28
B.1. Pengertian Konflik ............................................................................................ 28
B.2. Bentuk-Bentuk Konflik ..................................................................................... 29
B.3. Penyelesaian Konflik (Conflict Resolution) ...................................................... 31
C. Teori Penegakan Hukum ....................................................................................... 33
D. Teori Negoisasi ..................................................................................................... 36
ix
D.1. Pengertian Negoisasi ......................................................................................... 36
D.2. Tujuan Negoisasi ............................................................................................... 37
BAB III ORGANISASI MASYARAKAT PEMUDA PANCASILA .............................. 39
A. Pendirian Pemuda Pancasila dan Perkembangan Organisasi pada Tiga Priode
Pemerintahan................................................................................................................. 39
B. Landasan Konstitusi Organisasi ............................................................................... 44
C. Susunan dan Jenjang Organisasi. ............................................................................. 46
BAB IV KETERLIBATAN PEMUDA PANCASILA DALAM BENTROKAN MASSA
DI DKI JAKARTA, JAWA BARAT DAN BANTEN TAHUN 2013-2018 ................... 52
A. Faktor-faktor yang menyebabkan konflik antara Pemuda Pancasila dan Ormas lain
di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. ....................................................................... 52
B. Sanksi yang diterima Pemuda Pancasila terhadap Kasus Bentrokan Massa oleh
Aparat Penegak Hukum. ............................................................................................... 63
C. Sikap Pimpinan Pengurus Pemuda Pancasila terhadap Anggota yang Terlibat
dalam Bentrokan Massa. ............................................................................................... 68
C.1. Upaya Penyelesaian Konflik ............................................................................. 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 81
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 81
B. Saran ..................................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 84
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Jumlah Anggota Pemuda Pancasila Seluruh Indonesia ............................ 50
Tabel 1.2 Daftar Konflik yang Melibatkan Organisasi Pemuda Pancasila di Wilayah DKI
Jakarta, Jawa Barat dan Banten......................................................................................... 53
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bentrokan Pemuda Pancasila dan Pemuda Ambon di Budi Serpong Damai
(BSD) ................................................................................................................................ 66
Gambar 1.2. Bentrokan FBR dan Pemuda Pancasila di Pamulang ……………………...66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak jatuhnya rezim orde baru pada Mei 1998 yang ditandai dengan
jatuhnya kekuasaan orde baru dan lengsernya Presiden Soeharto, atau yang
lebih dikenal dengan peristiwa gerakan perjuangan reformasi rakyat yang
dilakukan oleh aktivis-aktivis dan mahasiswa yang menuntut pelaksanaan
demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) secara konsekuen di Indonesia.
Demokrasi merupakan sebuah bentuk pemerintahan rakyat (government of
the people) dan menurut Abraham Lincoln yang dikutip oleh Ubaedillah,
demokrasi merupakan sebuah pemerintahan yang dari, oleh dan untuk rakyat.
berarti kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat yang dilaksanakan secara
langsung oleh rakyat atau melalui para wakil mereka dalam sebuah
mekanisme pemilihan yang berlangsung secara bebas.1
Salah satu unsur terpenting dalam sebuah negara demokrasi ialah adanya
sebuah masyarakat sipil. Perwujudan masyarakat sipil secara konkret
dilakukan oleh berbagai organisasi di luar negara. Salah satunya ialah
organisasi kemasyarakatan. Dalam pelaksanaanya, organisasi masyarakat
memiliki peran dan fungsi sebagai sebuah mitra kerja instansi negara atau
berfungsi sebagai pengontrol dalam kehidupan bernegara seperti terhadap
kebijakan pemerintah. Oleh karena, itu organisasi masyarakat sangat penting
keberadaanya menjadi bagian dan pendukung diwujudkannya demokrasi.
1 Ubaedillah, “Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Pancasila Demokrasi dan
Pencegahan Korupsi” (Jakarta: Kencana, 2015) h.81.
2
Dalam sebuah negara demokrasi masyarakat bebas untuk mengemukakan
pendapat dan berkumpul serta membuat dan bergabung dalam sebuah
organisasi kemasyarakatan. Sebagaimana yang dicantumkan di dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan menimbang: “bahwa kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi
manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.”2 Dalam Undang-
Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28E ayat 3.
Berbunyi: “bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.”3 Berdasarkan penjelasan Undang-Undang di
atas menyebutkan dan menjelaskan bahwa negara menjamin masyrakatnya
untuk kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, karena
itu merupakan bagian dari hak asasi manusia termasuk membuat dan
bergabung dalam sebuah organisasi kemasyarakatan.
Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah
organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela
berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan,
dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.4
2 Tim Redaksi, “Kumpulan Lengkap UU Ormas dan Yayasan” (Yogyakarta: Laksana,
2017) h.7. 3 Tim Redaksi, “Terlengkap UUD 1945 dan Amandemen” (Yogyakarta: Laksana, 2018)
h.38. 4 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
3
Organisasi masyarakat menjadi salah satu unsur penting keberadaannya
dalam mewujudkan demokrasi. Organisasi masyarakat adalah sebuah wadah
atau tempat untuk masyarakat menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul,
mengeluarkan pendapat dan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia
yang bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara dalam ikut serta
berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Salah satu cara untuk
mewujudkannya dengan secara sukarela berkontribusi melalui keikutsertaan
diri dalam sebuah organisasi kemasyarakatan.
Organisasi masyarakat di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.
Organisasi masyarakat pada dasarnya memiliki peran yang penting di
dalam masyarakat salah satunya yaitu untuk menjaga ketertiban umum di
lingkungan masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2017 Pasal 59 ayat (3) huruf (c) berbunyi bahwa: “Ormas dilarang untuk
melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan ketertiban
umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.”5 Berdasarkan
penjelasan Undang-Undang di atas menyebutkan dan menjelaskan bahwa
organisasi masyarakat pada dasarnya dilarang untuk melakukan tindakan yang
menggangu ketentraman dan ketertiban umum.
5 Tim Grasindo, “Update Paling lengkap Undang-Undang Ormas” (Jakarta: PT
Grasindo, 2018) h.11.
4
Namun akhir-akhir ini banyak fenomena-fenomena atau peristiwa-
peristiwa seperti bentrokan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sehingga
hal tersebut menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat namun
ironinya organisasi kemasyarakatan terlibat di situ. Salah satu organisasi
masyarakat yang beberapa hal terlibat dalam bentrokan massa adalah
organisasi Pemuda Pancasila.
Pemuda Pancasila merupakan organisasi masyarakat yang didirikan pada
tanggal 28 Oktober 1959, yang bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, mewujudkan masyarakat yang adil.
Pemuda Pancasila berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945. Pokok-pokok perjuangan organisasi kemasyarakatan Pemuda
Pancasila: Pertama, menjaga, mengamankan dan mengamalkan Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa dan ideologi negara. Kedua, melaksanakan
Undang-Undang Dasar 1945. Ketiga, mempertahankan kedaulatan dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjunjung tinggi
semangat Bhineka Tunggal Ika. Keempat, melahirkan kader Pemuda Pancasila
sebagai kader bangsa yang konsisten menjaga kehormatan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara serta pergaulan internasional. Kelima, melaksanakan
pemberdayaan dan pengembangan anggota secara terus menerus untuk
meningkatkan kualitas kesejahteraan anggota dan keluarga Pemuda
Pancasila.6
6 Dalam Anggaran Dasar Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila Bab IV tentang
“Pokok-Pokok Perjuangan” Pasal 10. h.9.
5
Sesuai dengan paparan di atas, penulis tertarik untuk memilih organisasi
masyarakat Pemuda Pancasila sebagai objek penelitian karena: pertama,
organisasi masyarakat Pemuda Pancasila adalah satu-satunya organisasi
kemasyarakatan yang menggunakan lambang negara yaitu Pancasila, sebagai
simbol organisasinya. Kedua, sebagai organisasasi sosial masyarakat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan mengusung nilai-nilai
nasionalisme, namun secara faktual terjadi beberapa kejadian seperti
bentrokan massa yang melibatkan Pemuda Pancasila sehingga menimbulkan
keresahan di tengah-tengah masyarakat.
Pemuda Pancasila tercatat sudah beberapa kali terlibat dalam bentrokan
massa, dalam kurung waktu 2013 sampai 2018 tercatat ada delapan kali
bentrokan massa yang melibatkan Pemuda Pancasila di wilayah DKI Jakarta,
Jawa Barat dan Banten. Namun sampai saat ini, belum ada tindakan yang jelas
dari aparat penegak hukum untuk memberikan sanksi kepada Pemuda
Pancasila secara organisasi, dan dalam bentrokan biasanya selalu diselesaikan
secara persuasif.
Hal tersebut menjadi penting untuk diteliti karena menjadi hal yang
kontradiktif, karena seharusnya Pemuda Pancasila sebagai organisasi
masyarakat ikut andil dalam menjaga ketertiban umum tetapi justru terlibat
langsung dalam bentrokan massa yang menimbulkan keresahan di tengah-
tengah masyarakat.
Penelitian ini menjadi menarik karena untuk dilakukan agar bisa
menganalisis organisasi masyarakat Pemuda Pancasila secara lebih
6
komprehensif dan kritis dan ditambah dengan adanya fenomena tentang
minimnya penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
organisasi Pemuda Pancasila selama ini, walau organisasi tersebut sering
terlibat dalam sebuah bentrokan massa.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan beberapa
pertanyaan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Pemuda Pancasila terlibat dalam beberapa bentrokan
massa?
2. Apakah sanksi yang diterima Pemuda Pancasila terhadap kasus
bentrokan massa oleh aparat penegak hukum?
3. Bagaimana sikap pimpinan pengurus Pemuda Pancasila terhadap
anggota yang terlibat dalam bentrokan massa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana keterlibatan Pemuda Pancasila dalam
beberapa bentrokan massa.
2. Untuk mengetahui sanksi apa yang diterima oleh Pemuda Pancasila
terhadap kasus bentrokan massa oleh aparat penegakan hukum.
3. Untuk mengetahui sikap pimpinan pengurus Pemuda Pancasila
terhadap anggota yang terlibat dalam bentrokan massa.
7
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:
1. Manfaat Teoritis, secara umum, penelitian ini diarahkan untuk
memberikan manfaat bagi pengembangan Ilmu pengetahuan di bidang
politik, terutama mengenai organisasi kemasyarakatan, konflik,
penegakan hukum dan negoisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Menambah informasi mengenai fenomena-fenomena sosial yang
ada dimasyarakat yaitu organisasi masyarakat terhadap ketertiban
umum. bagaimana seharusnya organisasi masyarakat yang ikut
andil dalam menjaga ketertiban umum tetapi justru terlibat
langsung dalam bentrokan massa yang menimbulkan keresahan di
tengah-tengah masyarakat.
b. Menjadi referensi kasus atau sebagai bahan rujukan bagi organisasi
masyarakat untuk seharusnya ikut andil dalam menjaga ketertiban
umum di dalam masyarakat.
D. Tinjauan Pustaka
Beberapa tinjauan pustaka yang penulis jadikan sebagai bahan acuan
dalam penelitian ini adalah:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Magfirah Maasum dengan judul
Penerapan Sanksi terhadap Ormas yang Bertentangan dengan Nilai-Nilai
Pancasila Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
8
Organisasi Kemasyarakatan dan sudah diterbitkan di jurnal Lex Crimen7.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peraturan yang terkait
dengan organisasi masyarakat di Indonesia dan bagaimana pelaksanaan
hukum dalam Organisasi Masyarakat yang bertentangan terhadap Pancasila.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan: Pertama, berdasarkan
Undang-Undang peraturan organisasi kemasyarakatan di Indonesia
menunjukkan kepedulian dari pemerintah untuk mengakomodir seperti
kebebasan berserikat dan berkumpul bagi warga negaranya dengan maksimal.
Kedua, sanksi kepada organisasi masyarakat yang berlawananan dengan nilai
Pancasila di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan, tetapi dalam realitanya harus ada
perbaikan terhadap penerapan sanksi terhadap maraknya organisasi
masyarakat yang radikal dan anti Pancasila.
Berbeda dengan penelitian ini, penelitian Magfirah Maasum secara
substantif menjelaskan bagaimana penerapan sanksi terhadap Ormas yang
bertentangan dengan Pancasila. Penelitian ini menggambarkan beberapa
Ormas, diantaranya adalah: anarkisme jemaat Ahmadiyah, Ormas Front
Pembela Islam (FPI) dalam melakukan sweeping di pusat perbelajaan di kota
Surabaya dan Ormas HTI yang ingin mendirikan negara Islam Indonesia dan
menolak Pancasila, sedangkan penelitian ini membahas organisasi masyarakat
yang tidak menjalankan kewajibannya dalam menjaga ketertiban umum di
7 Magfirah Maasum, “Penerapan Sanksi terhadap Ormas yang Bertentangan dengan
Nilai-Nilai Pancasila Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan” (Lex Crimen, Volume VI Nomor 5, 2017), h.5-11.
9
dalam masyarakat dan membahas persoalan internal organisasi Pemuda
Pancasila.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Hotma Tarulina dengan judul
Pertanggungjawaban Pidana terhadap Perbuatan Pidana yang Dilakukan oleh
Anggota Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan sudah diterbitkan di
jurnal Jom Fakultas Hukum.8 Penelitian ini bertujuan untuk melihat
pertanggungjawaban pidana pengelola atau pengurus dalam tindak pidana
yang dilakukan oleh anggota organisasi kemasyarakatan yang berdasarkan
terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif
yaitu sebuah penelitian yang membahas suatu asas-asas pada hukum dan suatu
perbandingan hukum.
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, jika organisasi
masyarakat tidak melaksanakan kewajiban atau perbuatan yang dilarang
tersebut maka pemerintah akan melakukan tindakan persuasif sebelum
memberikan sebuah sanksi administrasi sesuai dalam Pasal 60 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyrakatan.
Kedua, perbuatan anarkis anggota dari sebuah organisasi tersebut dan
bukanlah organisasi masyarakat tersebut. Oleh karena itu atas perbuatan
pidana yang telah dilakukan kepada kader organisasi masyarakat maka dia
8 Hotma Tarulina, “Pertanggungjawaban Pidana terhadap Perbuatan Pidana yang
Dilakukan oleh Anggota Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyrakatan” (Jom Fakultas Hukum, Volume IV Nomor 2,
2017), h.1-12.
10
sendirilah yang harus mempertanggungjawabkan perbuatanya itu sendiri
sebagaimana diatur dalam KUHP harus diberikan sanksi Pidana.
Berbeda dengan penelitian ini, penelitian karya Hotma Tarulina lebih
kepada penegakan hukum, yang bertujuan untuk melihat bagaimana
pertanggungjawaban pidana terhadap perbuatan yang dilakukan oleh anggota
Ormas. Penelitian ini menggunakan dua teori yaitu teori pertanggungjawaban
pidana dan teori penegakan hukum. Sedangkan penelitian ini membahas
bagaimana keterlibatan organisasi kemasyaratan dalam beberapa bentrokan
massa. Penelitian ini berfokus kepada Ormas Pemuda Pancasila dan
mengetahui bagaimana sikap pengurus dan pimpinan organisasi terhadap
anggota yang terlibat dalam bentrokan massa.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Catur Wibowo dan Herman Harefa
dengan judul Urgensi Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan oleh
Pemerintah dan sudah diterbitkan di jurnal Bina Praja.9 Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan suatu kenyataan permasalahan organisasi
kemasyarakatan di suatu daerah, dan bagaimana peranan pemerintah dalam
pengawasan terhadap organisasi masyarakat. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif.
Penelitian ini menghasilkan bahwa pada dasarnya organisasi masyarakat
memiliki peranannya yaitu memberikan suatu kontribusi pada negara namun
disisi lain masih banyak organisasi masyarakat yang bertindak anarkis dan
menggangu lingkungan masyarakat sehingga masyarakat menjadi merasa
9 Catur Wibowo dan Herman Harefa, “Urgensi Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan
oleh Pemerintah.” (Jurnal Bina Praja, Volume 7 Nomor 1, 2015), h.1-18.
11
teracam dan tidak aman. Seharusnya pemerintah memberikan sanksi tegas
kepada organisasi masyarakat yang bertindak anarkis yang mengganggu
keamanan dan ketertiban umum.
Berbeda dengan penelitian peneliti, penelitian karya Catur Wibowo dan
Herman Harefa menjelaskan bagaimana seharusnya pemerintah berperan
dalam pengawasan terhadap Ormas-Ormas yang sesuai berdasarkan pada
Undang-Undang Ormas, sedangkan penelitian ini membahas keterlibatan
organisasi kemasyaratan dalam beberapa bentrokan massa. Penelitian ini
berfokus kepada Ormas Pemuda Pancasila dan untuk mengetahui bagaimana
sikap pengurus dan pimpinan organisasi terhadap anggota yang terlibat dalam
bentrokan massa.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Igam Arya Wada dengan judul
Wewenang Pemerintah dalam Pembubaran Organisasi Masyarakat dan sudah
diterbitkan di jurnal E-Journal Lentera Hukum.10 Penelitian ini dilatar
belakangi oleh munculnya organisasi masyarakat yang radikal sehingga
membuat keresahan di masyarakat terhadap aksi mereka dan kekerasan yang
menggunakan dalih sebuah agama sebagai pembenarannya. Dalam hal ini,
pemerintah memiliki wewenang yang cukup luas berdasarkan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pada praktiknya pemerintah
kurang tegas dalam menangani organisasi masyarakat yang anarkis seperti
masalah kekerasan dan anarkisme. Selain itu, Undang-Undang Organisasi
10 Igam Arya Wada, “Wewenang Pemerintah dalam Pembubaran Organisasi
Masyarakat.” (E-Journal Lentera Hukum, Volume 4, Issue 3, 2017), h.150-162.
12
Kemasyarakatan, tepatnya pada bab sanksi yaitu pemberian surat peringatan
tertulis, memiliki rentan waktu pemberian sanksi sehingga dapat dimanfaatkan
dengan mudah oleh organisasi masyarakat yang melanggar peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah seharusnya harus berani dan
tegas dalam menindak organisasi masyarkat yang melakukan aksi-aksi anarkis
berdasarkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 yang menganut
asas contrario actus jadi tidak harus menunggu semakin besarnya massa yang
akan perekrutmen oleh organisasi masyarakat yang bertindak anarkis yang
menggangu hak kebebasan individu lain dan pemerintah memiliki wewenang
dalam pembubarannya.
Berbeda dengan penelitian peneliti, penelitian karya Igam Arya Wada
menjelaskan bagaimana implementasi dan wewenang yang dilakukan oleh
pemerintah dalam penanganan Ormas anarkis dan menjelaskan bagaimana
landasan hukum rencana pembubaran Ormas. Penelitian ini menggambarkan
Ormas FPI yang membuat keresahan dalam aksi sweeping-nya yang melewati
batas kewenangannya yang seharusnya dilakukan oleh penegak hukum yaitu
polisi, dan kasus FPI dalam demostrasi massa dalam menolak Basuki Tjahya
Purnama (Ahok) sebagai Gubenur DKI Jakarta karena dia bukan seorang
Muslim. Sedangkan penelitian ini berfokus pada organisasi masyarakat
Pemuda Pancasila yang tidak menjalankan kewajibannya dalam menjaga
ketertiban umum dan untuk mengetahui bagaimana sikap pimpinan terhadap
anggota yang terlibat dalam bentrokan.
13
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Prianter Jaya Hairi dengan judul
Landasan Hukum Rencana Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan dan
sudah diterbitkan di jurnal Info Singkat.11 Penelitian ini dilatar belakangi oleh
kasus organisasi masyarakat HTI yang bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-Undang 1945.
Penelitian ini menghasilkan bahwa, pemerintah akan melakukan
pembubaran terhadap organisasi HTI sesuai berdasarkan dengan tahapan dan
proses dalam sebuah pembubaran organisasi masyarakat yang telah jelas
tercantum dalam Undang-Undang organisasi kemasyarakatan di antaranya
dalam Pasal 60, 61, 65, dan 66 Undang-Undang Organisasi kemasyarakatan.
Dalam hal ini, organisasi masyarakat HTI dipandang dan terindikasi
melanggar larangan dan kewajiban suatu organisasi masyarakat sebagimana
yang diatur dalam Undang-Undang Organisasi Masyarakat dan seharusnya
ditindak dan proses sesuai dengan Undang-Undang Organisasi
Kemasyarakatan.
Berbeda dengan penelitian ini, penelitian karya Prianter Jaya Hairi
menjelaskan bagaimana landasan hukum rencana pembubaran Ormas,
penelitian ini berfokus pada Ormas HTI yang secara substansi hukum, Ormas
HTI melanggar larangan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 59 ayat (4)
UU Ormas, bahwa ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta
menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila
sedangkan penelitian ini berfokus kepada organisasi masyarakat Pemuda
11 Prianter Jaya Hairi, “Landasan Hukum Rencana Pembubaran Organisasi
Kemasyarakatan.” (Info Singkat, Volume IX Nomor 10, 2017), h.1-4.
14
Pancasila yang tidak menjalankan kewajibannya dalam menjaga ketertiban
umum di tengah-tengah masyarakat dan melihat bagaimana sikap pimpinan
terhadap kasus bentrokan massa ini.
Secara substantif penelitian saya berbeda dengan beberapa penelitian yang
sudah diuraikan di atas. Pada penelitian ini fokus kajiannya pada Ormas
Pemuda Pancasila yang tidak menjalankan kewajibannya dalam menjaga
ketertiban umum yaitu terlibat dalam bentrokan massa, sehingga menggangu
ketertiban umum dan membuat keresahan ditengah masyarakat, penelitian ini
menjelaskan bagaimana Pemuda Pancasila yang diduga melakukan negoisasi-
negoisasi dengan aparat penegakan hukum, melihat bagaimana sikap
pimpinan organisasi terhadap kasus bentrokan massa, dan melihat bagaimana
upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik dan menggunakan teori
organisasi kemasyarakatan, teori konflik, teori penegakan hukum dan teori
negoisasi.
E. Metodelogi Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
meliputi:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Kualitatif. Dalam buku karya
Muri Yusuf, penelitian kualitatif adalah sesuatu mengenai peristiwa seperti
fokus dan multimetode yang disajikan secara naratif yang bertujuan untuk
mencari suatu jawaban dari sebuah peristiwa atau fenomena yang sesuai
15
dengan prosedur ilmiah dan sistematis12, penelitian ini menjadi kualitatif
karena peneliti tidak memasukan unsur-unsur penggunaan angka-angka dalam
menghitung atau menganalisis data-data yang didapatkannya.
Penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif. Penyajian data yang
dihasilkan sebagai hasil dari penelitian bersumber dari data yang dikumpulkan
melalui buku, media sosial, berita yang berhubungan dengan tema dan fokus
yang diteliti oleh penulis.
1. Teknik Pengumpulan Data
a) Wawancara
Wawancara merupakan suatu peristiwa berlangsung dan berinteraksinya
antara pewawancara dan orang yang diwawancarai, dengan melalui tatap
muka secara langsung.13 Wawancara yang dilakukan oleh penulis melalui
proses tanya jawab dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada
pimpinan pengurus Pemuda Pancasila untuk mengetahui kenapa Pemuda
Pancasila terlibat dalam beberapa bentrokan, apa sanksi yang diberikan oleh
Pemuda Pancasila terkait terlibatnya dalam bentrokan dan mengetahui
kebijakan apa yang diberikan oleh Pemuda Pancasila kepada anggota atau
pengurusnya yang terlibat dalam bentrokan massa.
Penelitian ini diperoleh berdasarkan dari wawancara beberapa pimpinan
dan pengurus Pemuda Pancasila, yaitu: Pertama, Bapak Capt Hariman
Siregar, SH. M.Si,M.Mar, Ketua bidang organisasi dan keanggotaan Majelis
12 Muri Yusuf, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan”
(Jakarta: Kencana, 2014), h.329. 13 Muri Yusuf, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan”,
h.372.
16
Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila DKI Jakarta. Kedua, Bapak
Gunung Hutapea, Ketua bidang organisasi dan keanggotaan Majelis
Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila. Ketiga, Bapak Yahya Abdul
Habib, S.E, Wakil Sekretariat Jendral bidang organisasi dan keanggotaan
Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila. Keempat, H.
Zulkarnain, S.E, Ketua bidang pertahanan dan keamanan Majelis Pimpinan
Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Banten. Kelima, Ibu Eka Sularsti
Amirudin, Sekretaris Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila
Kabupaten Tanggerang. Keenam, Bapak Ahmad Sujari, Sekretaris II
Pimpinan Anak Cabang (PAC) Pemuda Pancasila Kecamatan Tiga Raksa.
b) Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu kumpulan hasil karya yang telah berlangsung,
seperti: peristiwa, kejadian atau kegiatan-kegiatan, dokumen bisa tentang
seseorang atau sekelompok organisasi. Dokumen bisa berupa teks tertulis,
gambar maupun foto.14
Penelitian ini diperoleh dari hasil dokumentasi berita-berita nasional, AD-
ART organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila dan Hasil keputusan
musyawarah besar organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila.
2. Teknik Analisis Data
Menurut Bodan dan Biklen menyatakan bahwa analisis data ialah suatu
tahap yang tersusun untuk mengetahui dan mencari hasil data dari transkrip
14 Muri Yusuf, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan”,
h.391.
17
wawancara, dokumentasi dan lain-lain. Sehingga peneliti dapat
menginformasikan hasil penelitiannya.15
Penulis dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan
menggunakan teori organisasi kemasyarakatan (Ormas), Konflik, penegakan
hukum dan teori negoisasi. Hal ini digunakan untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang data yang dikumpulkan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memahami dan memudahkan penelitian ini, maka penulis perlu
memberikan pola dan sistematika pembahasan dalam beberapa bagian, yakni:
Bab I, berisi pendahuluan secara garis besar bab ini memaparkan latar
belakang, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, serta metodologi penelitian yakni jenis penelitian ini adalah
kualitatif, teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan
dokumentasi, serta teknik analisis data deskriptif.
Bab II, bab ini secara garis besar memaparkan mengenai landasan teoretis
yang didalamnya menjelaskan teori yang dipakai guna menjelaskan fokus
permasalahan penelitian ini yaitu tentang organisasi masyarakat dan
ketertiban umum, dengan menggunakan teori organisasi kemasyarakatan,
konflik, penegakan hukum dan negoisasi.
Bab III, membahas profil organisasi masyarakat Pemuda Pancasila yaitu
pendirian Pemuda Pancasila dan perkembangan organisasi pada tiga periode
pemerintahan, landasan konstitusi organisasi, susunan dan jenjang organisasi.
15 Muri Yusuf, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan”,
h.400-401.
18
Bab IV, penulis memaparkan analisis penelitiannya yakni, keterlibatan
Pemuda Pancasila dalam bentrokan massa di DKI Jakarta, Jawa Barat dan
Banten tahun 2013-2018, faktor-faktor yang menyebabkan konflik antara
Pemuda Pancasila dengan Ormas yang lain, sanksi apa yang diterima oleh
Pemuda Pancasila terhadap kasus bentrokan massa yang diberikan oleh aparat
penegakan hukum dan bagaimana sikap pimpinan pengurus Pemuda
Pancasila terhadap anggota yang terlibat dalam bentrokan massa. Maka bab
ini, berisikan jawaban dari pernyataan masalah tersebut.
Bab V, secara garis besar bab ini merupakan bagian penutup atau akhir
penelitian, yang berisikan kesimpulan yang menjadi inti dari penelitian dan
saran untuk pengembangan penelitian lebih lajut.
19
BAB II
KERANGKA TEORI
Pada bab ini penulis memaparkan mengenai landasan teoretis melalui
kerangka teori, yang didalamnya menjelaskan teori yang dipakai untuk
menjelaskan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana Pemuda
Pancasila terlibat dalam beberapa bentrokan massa, bagaimana sikap aparat
penegak hukum terhadap kasus bentrokan massa yang melibatkan Pemuda
Pancasila dan bagaimana sikap pengurus Pemuda Pancasila terhadap anggota
yang terlibat dalam bentrokan massa, dengan menggunakan teori organisasi
kemasyarakatan, konflik, penegakan hukum dan negoisasi.
A. Teori Organisasi Kemasyarakatan
Organisasi Masyarakat (Ormas) secara konkret adalah organisasi yang
tersusun secara struktur, biasanya dimulai dari tingkat tertinggi atau pusat sampai
terendah di tingkat daerah atau rukun warga. Sebelum membahas lebih jauh
Ormas, maka alangkah baiknya kita ketahui dahulu tentang pengertian organisasi
dan kemasyarakatan. Istilah organisasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu
“organon” dan merupakan istilah latin, yaitu “organum” yang mempunyai arti
yaitu sebuah alat, bagian, anggota dan badan.1 Menurut James D. Mooney,
organisasi merupakan suatu perkumpulan manusia yang berserikat untuk
menggapai tujuan bersama.
Chester I. Bernard menyatakan bahwa organisasi adalah sebuah sistem dari
sebuah kegiatan kerja sama yang dilakukan oleh dua individu tau lebih, dan
1 Nia Kania Winayanti, “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas” (Yogyakarta:
Pustaka Yustisia, 2011) h.11.
20
organisasi memiliki tiga ciri yaitu: pertama, memiliki sekumpulan individu yang
berkelompok. Kedua, memiliki hubungan kerja sama. Ketiga, memiliki kerja
sama yang berdasarkan pada hak kewajiban dan tanggung jawab untuk menggapai
tujuan bersama. Selanjutnya Sondang P. Siagan, melihat organisasi berdasarkan
hakikat organisasi, yaitu: Pertama, organisasi merupakan sebuah wadah atau
tempat. Kedua, organisasi dipandang sebagai suatu proses. Ketiga, organisasi
merupakn sekelompok individu.2
Berdasarkan uraian di atas, maka organisasi adalah wadah atau tempat
yang dibentuk oleh pemerakarsa organisasi dan memiliki anggota organisasi yang
terbentuk atas dasar persamaan visi misi, cita-cita sehingga menetapkan tujuan
yang sama, terbentuk secara terstruktur, menetapkan arah kebijakan dan memiliki
program kerja dalam mencapai tujuan organisasi.3
Organisasi secara hakiki harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:4
1. Adanya pemrakarsa yang membentuk wadah organisasi;
2. Memiliki anggota organisasi;
3. Memiliki landasan hukum internal organisasi, yang sering disebut dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi;
4. Memiliki kepengurusan organisasi yang terstruktur dan mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab setiap tingkatan kepengurusan;
5. Memiliki arah kebijakan dan memiliki program kerja yang berlandasankan
atas visi misi untuk menggapai tujuan organisasi;
2 Nia Kania Winayanti, “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas.” h.11-13 3 Nia Kania Winayanti, “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas.” h.13. 4 Nia Kania Winayanti, “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas.” h.13-14
21
6. Memiliki sistem kaderisasi keanggotaan yang jelas, yang berlandaskan
pada aspek moralitas, loyalitas, integritas, tanggung jawab dan prestasi.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan “Kemasyarakatan” istilah ini berasal
dari kata “masyarakat” yang berarti sekelompok orang yang merangkai kehidupan
bersama menjadi satu kesatuan yang saling membutuhkan, dan memiliki
persamaan ciri-ciri sebagai kelompok. Sedangkan yang dimaksud dengan
“kemasyarakatan” ialah suatu hal yang menyangkut masyarakat. Searah dengan
itu, yang dimaksud dengan “masyarakat” sekumpulan individu yang bersatu dan
terikat dengan persamaan kebudayaan, sedangakan istilah “kemasyarakatan”
diartikan sebagai perihal mengenai atau menyangkut masyarakat.5
A.1. Pengertian Organisasi Kemasyarakatan
Berdasarkan uraian di atas, maka organisasi kemasyarakatan merupakan
sebuah wadah atau tempat yang dibentuk oleh sekelompok individu, yang
memiliki visi-misi, cita-cita dan tujuan yang sama, memiliki kepengurusan yang
tersusun secara terstruktur, memiliki anggota yang jelas, memiliki kewenangan
dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka memperjuangkan anggota
organisasi di segala bidang kemasyarakatan seperti: Pendidikan, kesehatan,
keagamaan, kepemudaan, dan lain-lain.6
Organisasi masyarakat di Indonesia diatur pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-
5 Nia Kania Winayanti, “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas.” h.14. 6 Nia Kania Winayanti, “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas.” h.15
22
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi
Undang-Undang.
Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah
organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela
berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan
tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.7
A. 2. Ciri-Ciri Organisasi Kemasyarakatan
Secara umum organisasi kemasyarakatan mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:8
1. Organisasi yang dibentuk oleh masyarakat atas dasar sukarela;
2. Sebagai alat untuk memperjuangkan dan mengabdikan di bidang
kemasyarakatan tertentu;
3. Sebagai wadah atau tempat untuk masyarakat dalam mengekspresikan diri
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
4. Aktifitas atau kegiatannya bukan merupakan kegiatan politik, namun arah
kegiatan program organisasinya dapat mempunyai dampak politik.
Organisasi kemasyarakatan secara umum dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok, yaitu:9
1. Organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam satu bidang kekhususan,
sering disebut dengan organisasi profesi, seperti: Persatuan Insinyur
7 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 tentang
Organisasi Kemasyarakatan. 8 Nia Kania Winayanti, “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas.” h.15-16 9 Nia Kania Winayanti, “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas.” h.16.
23
Indonesia (PII), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), dan
lain-lain;
2. Organisasi kemasyarakatan yang bergerak atas kegiatan kemasyarakatan
lebih dari satu kekhususan, seperti Muhamadiyah, NU, Persis, dan lain-
lain. Dimana dalam praktinya organisasi agama, juga bergerak dalam
bidang kemasyarakatan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan
persoalan sosial lainnya.
Asas, ciri, dan sifat organisasi masyarakat berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan:
asas Ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.10 Ormas dapat mencantumkan ciri
tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.11 Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba dan
demokratis.12
10 Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. 11 Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. 12 Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan.
24
A.3. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Organisasi Kemasyarakatan
Tujuan, fungsi, dan ruang lingkup organisasi kemasyarakat berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan, Ormas bertujuan untuk:13
a. Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat;
b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat;
c. Menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
d. Melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yag
hidup dalam masyarakat;
e. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
f. Mengembangkan kestiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi
dalam kehidupan bermasyarakat;
g. Menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa;
dan
h. Mewujudkan tujuan negara.
Ormas berfungsi sebagai sarana:14
a. Penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan
organisasi;
b. Pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan
organisasi;
c. Penyalur aspirasi masyarakat;
13 Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. 14 Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan.
25
d. Pemberdayaan masyarakat;
e. Pemenuhan pelayanan masyarakat;
f. Partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
g. Pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
A.4. Hak dan Kewajiban Organisasi Kemasyarakatan
Hak dan kewajiban organisasi masyarakat berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan,
Ormas berhak:15
a. Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan
terbuka;
b. Memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang
Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi;
d. Melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;
e. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan
organisasi; dan
f. Melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta,
Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan
organisasi.
Ormas berkewajiban:16
15 Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
26
a. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi;
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c. Memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta
memberikan manfaat untuk masyarakat;
d. Menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat;
e. Melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan
f. Berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara.
Berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakat, Organisasi Masyarakat dilarang
untuk:17
(1) Ormas dilarang:
a. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan
nama, lambang, bendera, atau atribut pemerintahan;
b. Menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain
atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau
bendera Ormas; dan/atau
c. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai
politik.
16 Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan. 17 Tim Grasindo, “Update Paling lengkap Undang-Undang Ormas” (Jakarta: PT
Grasindo, 2018) h.9-11.
27
(2) Ormas dilarang:
a. Menerima dari atau memberikan kepada pihak manapun sumbangan
dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan/atau
b. Mengumpulkan dana untuk partai politik.
(3) Ormas dilarang:
a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau
golongan;
b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodahan terhadap
agama yang dianut di Indonesia;
c. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan
ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial;
dan/atau
d. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak
hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ormas dilarang:
a. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau
organisasi terlarang;
b. Melakukan kegiatan seperatis yang mengancam kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau
28
c. Menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham
yang bertentangan dengan Pancasila.
Berdasarkan penjelasan Pasal 59 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan di atas, mengatur
bahwa setiap Organisasi masyarakat pada dasarnya memiliki larangan, salah
satunya melarang atau berkewajiban untuk menjaga ketertiban umum dan
terciptanya kedamaian dalam masyarakat.
Teori organisasi kemasyarakatan digunakan untuk menjelaskan posisi
Pemuda Pancasila sebagai organisasi masyarakat yang berkewajiban menjaga
ketertiban umum, terciptanya kedamaian dalam masyarakat. Organisasi
masyarakat dilarang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman
dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial. Secara
keseluruhan Pemuda Pancasila bisa dikategorikan sebagai organisasi
kemasyarkatan karena memiliki syarat-syarat dan ciri-ciri organisasi
kemasyarakatan.
B. Teori Konflik
B.1. Pengertian Konflik
Konflik adalah salah satu bentuk dari sebuah hubungan sosial atau sebuah
gejala sosial yang terdapat di dalam kehidupan bermasyarakat. Karena di dalam
kehidupan masyarakat terdiri dari sejumlah besar hubungan sosial, maka dari itu
29
bisa saja terjadi sebuah konflik antara warga masyarakat yang terlibat dalam
hubungan sosial.18
Konflik diartikan sebagai sebuah pertentangan atau sebuah perbedaan
pendapat antara dua individu atau lebih dan antara kelompok. Konflik seperti ini
bisa disebut sebagai konflik lisan atau nonfisik. Jika konflik tersebut tidak dapat
diselesaikan akan meningkat menjadi konflik fisik, yakni dengan melibatkan
kontak fisik dan benda-benda fisik dalam pertentangan tersebut.19
B.2. Bentuk-Bentuk Konflik
Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, konflik dibagi
menjadi dua bagian. Pertama, konflik individul. Yaitu konflik yang terjadi di
antara dua individu yang tidak melibatkan kelompok masing-masing. Faktor
terjadinya konflik adalah masalah pribadi sehingga yang terlibat dalam konflik
hanya individu yang bersangkutan saja. Contohnya adalah perkelahian antara
individu. Kedua, konflik kelompok. Yaitu konflik yang terjadi di antara dua
kelompok atau lebih. Konflik masalah pribadi bisa berubah menjadi konflik
kelompok karena adanya kecenderungan yang besar dari orang yang terlibat untuk
melibatkan kelompoknya dan anggota kelompok tersebut memiliki rasa solidaritas
yang tinggi untuk membantu anggota kelompoknya yang terlibat dalam konflik
sehingga menimbulkan konflik kelompok.20
18Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.2. 19Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.2. 20Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.6.
30
Konflik terjadi karena adanya keinginan manusia untuk menguasai
sumber-sumber dan posisi yang langka. Salah-satu faktornya adalah uang, uang
bersifat langka tetapi sangat dibutuhkan dalam kehidupan dunia. Kebutuhan
manusia sangat banyak sehingga tidak dapat terpenuhi semuanya. Hal ini yang
membuat adanya kelangkaan. Konflik timbul kerana adanya aktifitas dan kegiatan
yang dijalankan oleh anggota-anggota masyarakat untuk merebutkan barang
kebutuhan yang terbatas tersebut. Sama halnya dengan sumber-sumber, posisi
jabatan yang terbatas ini, kedudukan atau posisi jabatan ini menjadi bahan rebutan
sehingga menimbukan sebuah konflik.21
Ted Robert Gurr menjelaskan ada empat ciri dari konflik, diantaranya
adalah: pertama, ada dua atau lebih pihak yang terlibat. Yakni bahwa persyarat
konflik harus lebih dari satu berarti sebuah konflik sosial harus bersifat sosial
yaitu melibatkan individu yang lain. Kedua, mereka terlibat dalam tindakan-
tindakan yang saling memusuhi. yakni dalam sebuah konflik menunjukkan adanya
sebuah sikap yang berlawanan atau pertentangan sehingga menimbulkan reaksi
permusuhan. Ketiga, mereka menggunakan tindakan-tindakan kekerasan yang
bertujuan untuk menghancurkan, melukai, dan menghalang-halangi lawannya.
Keempat, interaksi yang bertentangan ini bersifat terbuka sehingga bisa dideteksi
dengan mudah oleh para pengamat yang independen. Hal ini berarti bahwa sebuah
konflik merupakan sebuah tingkah laku yang nyata dan dapat diamati yang
terwujud dari tindakan (behaviour) yang terbentuk tidakan-tindakan kongkrit.22
21Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.6. 22Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.7-8.
31
B.3. Penyelesaian Konflik (Conflict Resolution)
Penyelesaian konflik atau conflict resolution ialah suatu usaha yang
dilakukan sebagai upaya untuk menyelesaikan suatu konflik dengan cara mecari
jalan keluar yaitu bersepakatan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam suatu
konflik. Sesuai dengan definisi konflik itu sendiri yaitu adanya suatu perbedaan
pendapat atau pandangan lebih dari satu pihak, dan konflik dapat diselesaikan jika
dicapainya suatu konsesus antara pihak-pihak yang bertikai, pihak-pihak yang
tadinya bertikai berhasil menyelesaikan konflik jika mereka saling bersepakat
untuk tidak meneruskan perbedaan pendapat dan menemukan suatu jalan keluar
atau titik temu dari pendapat atau pandangan yang tadi bertikai.23
Penyelesaian konflik wajib dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik
yang lebih mendalam yang berarti semakin tajamnya perbedaan antara pihak-
pihak yang berkonflik dan umtuk mencegah meluasnya konflik, yang berarti
semakin banyak jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik.24
Dalam penyelesaian konflik ada dua cara, yaitu penyelesaian secara
persuasif dan penyelesaian secara kekerasan atau koersif. Penyelesaian konflik
secara persuasif yaitu menggunakan cara musyawarah dan perundingan untuk
mencari jalan keluar atau titik temu antara pihak-pihak yang terlibat konflik.
Pihak-pihak yang berkonflik melakukan suatu perundingan baik antara mereka
saja maupun menggunakan pihak ketiga yang bertindak sebagai juru damai atau
sebagai mediator. Mereka yang terlibat konflik saling bertukar pikiran dan
23 Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.8-9. 24 Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.9.
32
beragumentasi untuk menunjukkan posisi masing-masing yang bertujuan
meyakinkan pihak lain bahwa pendapat merekalah yang benar. Musyawarah
diharapkan membawa penyelesaian terjadinya suatu konflik degan terjadinya
perubahan-perubahan pandangan dari salah satu pihak atau semua pihak yang
terlibat sehingga perbedaan-perbedaan yang memicu konflik antara mereka dapat
dihilangkan dan menemukan jalan yang terbaik. Sedangkan penyelesaian konflik
secara koersif yaitu penyelesaian yang menggunakan kekerasan fisik atau suatu
ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan suatu perbedaan pandapat atau
pandangan antara pihak-pihak yang terlibat. Dengan demikian penyelesain konflik
secara koersif terjadi dengan terciptanya titik temu atau mufakat karena pihak
yang lebih lemah yang menerima anacaman kekerasan atau penggunaan kekerasan
fisik sehingga terpaksa menerima pendapat pihak yang lebih kuat.25
Teori konflik seperti yang disebutkan di atas digunakan untuk
menganalisis bagaimana keterlibatan Pemuda Pancasila dalam konflik kelompok
atau bentrokan massa yang terjadi di beberapa daerah yang biasanya selalu
berkaitan dengan faktor ekonomi yaitu perebutan lahan parkir dengan organisasi
masyarakat yang lain yang memiliki massa yang sama banyaknya, dan secara
keseluruhan bentrokan Ormas ini bisa dikategorikan sebagai konflik karena
memiliki ciri-ciri dari konflik dan teori ini digunakan untuk melihat bagaimana
upaya penyelesaian konflik tersebut.
25 Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.10-12.
33
C. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah sebuah proses untuk mewujudkan keinginan-
keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum ini merupakan
sebuah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam
peraturan-peraturan hukum.26
Penegakan hukum terletak pada aktifitas atau kegiatan menyelaraskan
hubungan nilai-nilai yang dijelaskan atau dijabarkan di dalam kaidah-kaidah atau
pandangan terhadap norma-norma yang baik dan menjelma dan sikap tindak
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara,
dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.27
Dalam pergaulan hidup manusia, pada dasarnya memiliki pandangan-
pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-
pandangan ini terwujud di dalam pasangan nilai-nilai tertentu, misalnya, ada
pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan
umum dengan nilai kepentingan pribadi dan seterusnya. Di dalam penegakan
hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan, umpamanya, perlu
penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketentraman. Karena, nilai
ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketentraman titik
tolaknya kebebasan. Di dalam kehidupannya, maka manusia memerlukan
keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi.28
26 Laurensius Arliman, “Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat” (Yogyakarta:
Deepulish, 2015). h.41. 27 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum” (Depok:
PT RajaGrafindo, 2018). h.5. 28 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.” h.5-6.
34
Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, memerlukan
penjabaran secara lebih konkret, oleh karena nilai-nilai lazimnya bersifat abstrak.
Penjabaran secara lebih konkret terjadi di dalam bentuk kaidah-kaidah, dalam hal
ini kaidah-kaidah hukum, yang berisikan suruhan, larangan atau kebolehan.
Dalam bidang hukum tata negara Indonesia, terdapat kaidah-kaidah tersebut yang
berisikan suruhan atau perintah untuk melakukan tindakan tertentu atau tidak
melakukannya. Dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum larangan-
larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, sedangkan di dalam
hukum perdata ada kaidah-kaidah yang berisikan kebolehan-kebolehan.29
Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi
perilaku yaitu sikap tindak yang dianggap pantas sikap yang dianggap pantas.
Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahanakan kedamaian. Demikianlah konkretisasi dari pada penegakan
hukum secara konsepsional.30
Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakikatnya adalah
pelaksanaan diskresi yang berkaitan membuat keputusan yang tidak secara ketat
diatur oleh kaidah atau norma hukum, namun memiliki unsur penilaian pribadi,
bahwa pada dasarnya diskresi terletak di antara hukum dan moral (etika dalam arti
sempit).31
Atas dasar uraian di atas dapat dikatakan, bahwa apabila ada
ketidakserasian antara “tritunggal” nilai, kaidah, dan pola perilaku maka
memungkinkan terjadinya gangguan terhadap penegakan hukum. Gangguan
29Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.” h.6. 30 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.” h.6-7. 31 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.” h.7.
35
tersebut dapat terjadi dikarenakan ketidakserasian antara nilai-nilai yang
berpasangan, yang terwujud di dalam kaidah-kaidah yang tidak memiliki
kepastian tetap atau bersimpang siur, dan pola perilaku tidak sejalan yang
menggangu kedamaian pergaulan hidup.32
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa penegakan hukum tidaklah
semata-mata yang berarti pelaksanaan perundang-undangan, namun pada
realitanya di Indonesia kecenderungannya merupakan demikian, sehingga
pengertian penegakan hukum begitu terkenal. Disisi lain, penegakan hukum
diartikan sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Namun pendapat-
pendapat tersebut memiliki kelemahan-kelemahan, apabila terjadi kegangguan
kedamaian di dalam pergaulan hidup yang diakibatkan oleh pelaksanaan
perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut.33
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalah terhadap
penegakan hukum di titik beratkan pada faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti netral, sehingga
dampak positif dan negatif berada pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor
tersebut, yaitu:34
1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu Undang-Undang.
2. Faktor penegak hukumnya, aparatur yang membentuk dan menerapkan
hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
32 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.” h.7. 33 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.” h.7-8. 34 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.” h.8.
36
4. Faktor masyarakat, yaitu tempat dimana hukum tersebut berlaku dan
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yaitu sebuah hasil karya, ciptaan, dan rasa yang
berdasarkan atas karsa individu di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain dan berkaitan,
oleh sebab itu merupakan esensi dari penegakan hukum, dan juga merupakan
tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.35
Teori penegakan hukum digunakan untuk melihat bagaimana aparatur
penegak hukum memberikan sanksi atau melakukan penertiban terhadap
organisasi masyarakat yang melanggar Undang-Undang Ormas yang dilarang
melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum,
atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial dan teori penegakan hukum ini
belum terealisasikan dalam kasus bentrokan massa dalam Pemuda Pancasila
karena secara organisasi tidak diberikan sanksi karena perbuatan anarkis oknum
anggota di dalam ormas tersebut, oleh karena itu perbuatan pidana dilakukan oleh
kader itu sendiri.
D. Teori Negoisasi
D.1. Pengertian Negoisasi
Istilah negoisasi berasal dari kata inggris yaitu to negotiate, to be
negotiating yang mempunyai arti merundingkan, membicarakan kemungkinan
tentang suatu kondisi atau menawar. Istilah lainnya, yaitu negotiable yang
mempunyai arti dapat dibicarakan, dapat ditawar dan istilah negotiation yang
35 Soerjono Soekanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.” h.9.
37
mempunyai arti sebuah proses untuk merundingkan atau membicarakan tentang
suatu hal yang bertujuan untuk disepakati dengan pihak lain. Negosiasi adalah
sebuah proses perundingan dan transaksi atau persetujuan kedua pihak
mempunyai veto atas sebuah hasil akhir dan untuk mencapai tersebut harus
berdasarkan persetujuan kedua pihak. Perundingan tersebut dipahami sebagai
sebuah proses menawar untuk mencapai tujuan yang bisa diterima sehingga
membutuhkan tindakan antar kedua pihak, baik yang nyata maupun tidak. Dengan
demikian negoisasi merupakan sebuah bentuk bertemunya antar kedua pihak atau
lebih untuk menghasilkan sebuah kesepakatan. Negoisasi adalah proses
perundingan antar dua pihak dimana terdapat proses memberi dan menerima atau
proses tawar menawar dengan kesepakatan bersama.36
D.2. Tujuan Negoisasi
Tujuan dari sebuah negoisasi ialah tercapainya sebuah kesepakatan yang
didalamnya terdapat sebuah kesamaan persepsi, saling mengerti dan persetujuan
dan bermanfaat tercapainya sebuah bentuk kerja sama antar kedua pihak atau
lebih sehingga menghasilkan suatu proses yang saling menguntungkan.37
Tujuan dari Negoisasi ada tiga yaitu, sebagai berikut: pertama, tercapainya
kata sepakat (gentlemet agreement), yang dalam sebuah prosesnya terkandung
kesamaan persepsi, saling pengertian dan sebuah persetujuan, persetujuan ini
berarti menyepakati antar kedua pihak secara bersama. Kedua, tercapainya kondisi
penyelesaian (solutions) atau jalan keluar (way out) atas masalah bersama. Tujuan
36 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, “Komunikasi Politik Sebuah Pengantar”
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2018). h.105. 37 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, “Komunikasi Politik Sebuah Pengantar”,
h.105.
38
sebenarnya negoisasi yaitu upaya penyelesaian suatu konflik. Ketiga, tercapainya
kondisi saling menguntungkan, di mana masing-masing pihak merasa menang
(win-win). Hal ini merupakan tujuan dari sebuah negoisasi yakni menghendaki
adanya dan terciptanya sebuah kondisi yang saling menguntungkan antar kedua
pihak tanpa ada menempatkan pihak lain dalam posisi yang kalah.38
Teori negoisasi digunakan untuk melihat bagaimana Pemuda Pancasila
bernegoisasi atau berkompromi kepada aparatur penegak hukum terhadap kasus
bentrokan tersebut dan secara keseluruhan mediasi yang dilakukan oleh Pemuda
Pancasila dalam meminimalisasikan hukuman terhadap anggota yang terlibat
dengan memberikan bantuan hukum dan advokasinya ini bisa dikategorikan
sebagai negoisasi karena memiliki pengertian, arti, dan tujuan yaitu upaya
penyelesaian konflik dari teori negoisasi.
38 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, “Komunikasi Politik Sebuah Pengantar”,
h.106.
39
BAB III
ORGANISASI MASYARAKAT PEMUDA PANCASILA
Pada bab ini penulis menjelaskan gambaran umum tentang profil
organisasi masyarakat Pemuda Pancasila sebagai Ormas yang menjadi objek
penelitian ini. kemudian pada bab ini, juga akan dijelaskan tentang pendirian
Pemuda Pancasila dan perkembangan organisasi pada tiga priode pemerintahan,
landasan konstitusi organisasi, susunan dan jenjang organisasi.
A. Pendirian Pemuda Pancasila dan Perkembangan Organisasi pada Tiga
Priode Pemerintahan
1. Masa Orde Lama.
Organisasi Pemuda Pancasila berdiri pada tanggal 28 Oktober 1959.
Ketika masa mau di dirikannya organisasi Pemuda Pancasila, keadaan politik di
Indonesia penuh dengan konflik. Salah satunya adalah konflik kepentingan antara
pemerintah pusat dengan kelompok elit di daerah. Konflik tersebut
mengakibatkan terhambatnya pembangunan kesejahteraan dan goncangan
terhadap Pancasila sebagai ideologi sehingga mengancam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dinamika politik yang diwarnai oleh budaya politik berbasis
massa rakyat sebagai parameter kekuatan yang saling menandingi kekuatan
politik lainnya, berhasil menurunkan konflik elit politik dalam konflik di
masyarakat.1
Berdasarkan kondisi tersebut kalangan TNI-AD (Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
1 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h. 9.
40
dan pendiri Pemuda Pancasila sadar bahwa persatuan dan kedaulatan bangsa
Indonesia sangat penting dan harus ditegakkan supaya bangsa ini tidak tercerai-
berai dan hancur. Oleh karena itu, mereka mempersiapkan kekuatan sosial dan
politik sehinga diharapkan dapat membangun bangsa kearah yang lebih baik dan
untuk mengisi cita-cita Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila, dan Undang-Undang
Dasar 1945.2
Dalam langkah persiapan tersebut maka disusun sebuah organisasi
masyarakat yaitu organisasi Pemuda Pancasila yang berdirinya bersamaan dengan
hari peringatan Sumpah Pemuda. Kesamaan hari lahir tersebut menjadi sebuah
cermin komitmen dan kesadaran Pemuda Pancasila kepada perjuangan menggapai
hakekat kemerdekaan. Dalam hal ini, Sumpah Pemuda dipandang sebagai sebuah
tonggak sejarah persatuan itikad dan ikhtiar nasional berdasarkan semangat
persaudaraan, senasib, persamaan kebudayaan, serta sikap menolak politik adu-
domba.3
Para pemuda dan tokoh masyarakat, TNI-AD, dan IPKI yang memiliki
jiwa militan, setia kawan, berani dan tanggap terhadap kondisi pada saat itu,
dengan berdasarkan semangat persaudaraan, gotong royong, sikap peduli terhadap
nasib bangsa, keyakinan terhadap Pancasila, dan berdasarkan tekad kuat untuk
melaksanakan sebuah pembangunan nasional maka mendeklarasikan perjuangan
mereka dengan mendirikan organisasi yang bernama Pemuda Pancasila, “yaitu
sebagai wadah perjuangan yang pantang-menyerah mewujudkan nilai-nilai
2 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h. 9. 3 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h. 9.
41
Pancasila dan mempertahankan NKRI seabadinya. Tekad kebersamaan tersebut
menjadi faktor pengikat para pemuda Indonesia dalam suatu visi nasionalisme
Pemuda Pancasila melihat Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam NKRI, serta
misi Kebangsaan Pemuda Pancasila membangun masyarakat Pancasila yang
sejahtera, modern, demokratis, dan berkepribadian keIndonesiaan.”4
2. Masa Orde Baru
Pasca demokrasi terpimpin, yaitu pada saat pemerintahan Orde Baru,
Pemuda Pancasila berkembang sebagai salah satu prasarana pembangunan
nasional selalu mendukung melakukan pembinaan masyarakat. Pada saat itu,
pemerintahan mulai stabil, dan perputaran ekonomi berjalan dengan baik untuk
menuju lebih maju. Dibangdingkan budaya politik berbasis massa-rakyat pada era
orde lama, pada masa ini budaya politik tumbuh stabil yang mengutamakan
prestasi dan kerja ketimbang aliran ideologi.5
ketika budaya politik stabil sehingga pada masa ini organisasi Pemuda
Pancasila konsolidasinya lebih kondusif dilaksanakan. Konsolidasi yang secara
terus-menerus ini telah membuahkan keanggotaan, kader, dan struktur organisasi
Pemuda Pancasila tumbuh dan berkembang menjadi sebuah mitra pemerintah
yang kritis dan memiliki posisi tawar (bargaining position) penting.6
4 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.9. 5 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.10. 6 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.10.
42
Komitmen Pemuda Pancasila terhadap Pancasila sebagai azas tunggal,
penerapan trilogi pembangunan (stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan), dan
dwifungsi ABRI, sehingga memposisikan Pemuda Pancasila sebagai suatu subjek
yang dibutuhkan oleh proses pembangunan nasional sehingga posisi tersebut
memberikan ruang yang luas untuk mengembangkan jati diri organisasi. Pada
masa ini sifat organisasi Pemuda Pancasila yang terbuka dan membedakan latar
belakang sosial dan politik yang telah dituangkan secara terus-menerus di dalam
setiap kegiatan organisasi sehingga mendapatkan dukungan dari semua kalangan
masyarakat. Di samping itu, demokrasi Pancasila pada era orde baru yang
menghadirkan iklim stabil bagi masyarakat untuk bergabung kedala organisasi
Pemuda Pancasila sebagai suatu kelompok masyrakat yang plural yang meyakini
Pancasila sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara yang berkomitmen
terhadap keutuhan NKRI.7
3. Masa Reformasi.
Fase berikutnya ialah arus perubahan jaman orde baru ke orde reformasi.
Pada era ini, Indonesia mulai berbenah diri membangun demokrasi yang
berdasarkan kedaulatan rakyat dan pernghormatan terhadap hukum dan hak asasi
manusia. Pembenahan mendasar terjadi secara total disemua sendi kehidupan
negara, seperti: reformasi konstitusi, politik, TNI-Polri, pemberantasan korupsi,
kebebasan pers, pemilihan langsung dan lain-lain.8
7Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.10. 8 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.10.
43
Melihat dari pengalaman Pemuda Pancasila yang menjadi pelaku sejarah
dimasa lama dan orde baru, serta mencermati posisi institusi TNI yang
sebelumnya memperkarsai berdirinya Pemuda Pancasila. Maka Pemuda Pancasila
melihat era reformasi sebagai peluang untuk bergerak dan mengembangkan diri
untuk lebih maju. Mempertahankan Pancasila dan NKRI di dalam arus globalisasi
yang penuh dengan persaingan nilai-nilai baru, dan membentuk tatanan
masyarakat Pancasila. Tatanan dan ciri-ciri masyarakat Pancasila yang dimaksud
adalah dalam arus globalisasi ini, masyarakat Indonesia sadar hukum dan HAM,
sadar demokrasi, sadar bela negara, sadar persatuan dan kesatuan bangsa, sadar
kamtibmas, sadar lingkungan hidup, toleransi terhadap suatu perbedaan agaman
dan budaya dan lain-lain.9
Tantangan dari perubahan jaman ini, tidak menyurutkan Pemuda Pancasila
untuk tetap meneruskan cita-cita pendiriannya. Kalau pada era sebelumnya kiblat
program dan kegiatan Pemuda Pancasila menitik-beratkan dalam meningkatkan
kapasitas dan peran kepemudaan untuk menggapai cita-cita pendiriannya, oleh
karena itu, pada era reformasi ini haluan kegiatan atau progam Pemuda Pancasila
lebih komprehensif yaitu; meningkatkan kapasitas subjek-subjek utama
pembangunan nasional dan meningkatkan sekor-sektor utama pembangunan
nasional. Subjek utama pembangunan nasional tersebut yaitu; kalangan petani,
nelayan, buruh, pemuda, perempuan, Ormas, ulama, pengusaha, pelaku UMKM,
9 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.11.
44
dan lain-lain. Dan sektor utama yang dimaksud antara lain; hukum & HAM,
pertahanan nasional, kamtibmas, pemerintahan dalam negeri dan lain-lain.10
Pada era ini Pemuda Pancasila menjalankan transformasi dari organisasi
yang menitik-beratkan pembangunan kepemudaan menjadi organisasi sosial yang
beperan aktif dalam proses-proses pembangunan yang komprehensif.11
Pemuda Pancasila menjadi bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi
setiap perubahan zaman yang dilalui oleh bangsa Indonesia. Pemuda Pancasila
memiliki hubungan sejarah yang begitu kuat dalam perjalanan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hal ini mengamanatkan bahwa tanggung jawab para
anggota atas eksistensi Pemuda Pancasila bukan saja pada lingkup organisasi
namun padan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena pada kenyataannya
Pemuda Pancasila telah menjadi elemen pengikat sosial kemasyarakatan yang
mempererat kesatuan bangsa dan negara Indonesia. 12
B. Landasan Konstitusi Organisasi
Organisasi masyarakat Pemuda Pancasila adalah satu-satunya organisasi
kemasyarakatan yang menggunakan lambang negara yaitu Pancasila. Dalam
anggaran dasar organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila, organisasi tersebut
didirikan pada tanggal 28 Oktober 1959. Pemuda Pancasila berasaskan pada
Pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Organisasi tersebut
bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan NKRI, mewujudkan masyarakat
10 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.12. 11 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.12. 12 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab I, h.12.
45
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Organisasi Pemuda Pancasila merupakan organisasi kemasyarakatan berbasis
massa, yang bersifat independent, sukarela, sosial, mandiri dan demokratis dan
organisasi Pemuda Pancasila berciri patriotic, militant, persaudaraan, inovatif,
kreatif dan terbuka tanpa mempermasalahkan perbedaan ras, suku, agama,
golongan, profesi dan status sosial.13
Pokok-pokok perjuangan organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila:
Pertama, menjaga, mengamankan dan mengamalkan Pancasila sebagai falsafah
hidup bangsa dan ideologi negara. Kedua, melaksanakan Undang-Undang Dasar
1945. Ketiga, mempertahankan kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan menjunjung tinggi semangat Bhineka Tunggal
Ika. Keempat, melahirkan kader Pemuda Pancasila sebagai kader bangsa yang
konsisten menjaga kehormatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta
pergaulan internasional. Kelima, melaksanakan pemberdayaan dan pengembangan
anggota secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan anggota
dan keluarga Pemuda Pancasila.14
Semboyan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila “Sekali Layar
Terkembang Surut Kita Berpantang,” yang menegaskan Organisasi
13 Dalam Anggaran Dasar Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila Bab I tentang
“Nama, Waktu, dan Kedudukan” Pasal 1, 2, 3. dan Bab II tentang “Asas, Dasar, dan Tujuan”
Pasal 4, 5, 6. h.8-9. 14 Dalam Anggaran Dasar Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila Bab IV tentang
“Pokok-Pokok Perjuangan” Pasal 10. h.9.
46
Kemasyarakatan Pemuda Pancasila pantang menyerah dalam memperjuangkan
cita-cita bangsa.15
C. Susunan dan Jenjang Organisasi.
Susunan dan jenjang organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila di
setiap tingkatan, yaitu sebagai berikut:16
1. Tingkat nasional dipimpin oleh Majelis Pimpinan Nasional (MPN) yang
berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia yaitu di DKI Jakarta.
2. Di tingkat provinsi dipimpin oleh Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) yang
berkedudukan di Ibukota provinsi.
3. Di tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh Majelis Pimpinan Cabang
(MPC).
4. Di tingkat kecamatan dipimpin oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC).
5. Di tingkat kelurahan/desa dipimpin oleh Pimpinan Ranting.
6. Di tingkat Rukun Warga dipimpin oleh Pimpinan Anak Ranting.
7. Perwakilan organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila luar negeri yang
berkedudukan di suatu negara di luar negeri dipimpin oleh Pimpinan
Perwakilan Luar Negeri setingkat Majelis Pimpinan Wilayah.
A. Sasaran Bidang-Bidang Organisasi Pemuda Pancasila.
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila memiliki berbagai bidang,
diantaranya sebagai berikut:17
15 Dalam Anggaran Rumah Tangga Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila Bab I,
Pasal 3 tentang “Semboyan”. h. 15. 16 Dalam Anggaran Dasar Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila Bab IX, Pasal 17 tentang
“Susunan dan Jenjang Organisasi”. h. 11.
47
1. Bidang Organisasi dan Keanggotaan.
Sasaran bidang ini, salah satunya yaitu terbentuknya sebuah struktur
organisasi yang kuat dan dinamis sebagai infrastruktur pembangunan
nasional dan terbentuknya kepengurusan yang konstitusional, efektif, dan
kreatif.
2. Bidang Kaderisasi.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah terwujudnya eksistensi organisasi
sebagai wadah atau tempat yang melahirkan kader bangsa yang akan
memimpin masyarakat, bangsa dan negara tanpa membeda-bedakan latar
belakang sosial dan politik. Terwujudnya penyelenggaraan kaderisasi
secara berkala.
3. Bidang Pendanaan, Sarana, dan Prasarana.
Tebentuknya fasilitas sekretariat yang memadai disemua tingkatan
organisasi dalam rangka membentuk kepengurusan yang interaktif dan
membangun koordinasi yang terpadu.
4. Bidang Media Massa dan Hubungan Masyarakat.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah terwujudnya pemanfaatan media
massa dan public relation dalam rangka program sosialisasi nilai-nilai
Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Dan
berkembangnya kemampuan organisasi membentuk opini, fenomena,
trend public melalui berbagai bentuk media massa.
5. Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
17 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila Bab XI, h.12.
48
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah meluasnya pemahaman dan
kesadaran hukum dan HAM warga negara, sebagai prasyarat lahirnya
masyarakat Pancasila yang modern.
6. Bidang Ideologi, Politik, dan Pemerintahan.
Sasaran bidang ideologi, politik dan Pemerintahan salah satunya
mensosialisasikan Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika,
secara sistematis, intensif, formal atau informal.
7. Bidang Pertahanan dan Keamanan.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah meluasnya sebuah pemahaman
dan kesadaran untuk menjaga dan memelihara Kamtibmas.
8. Bidang Luar Negeri.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah terbentuknya perwakilan Pemuda
Pancasila di luar negeri dan meluasnya kesadaran dan pemahaman
masyarakat terhadap globalisasi.
9. Bidang Agama/kerohanian.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah terbentuknya badan kegiatan yang
terfokus membina kerukunan umat agama sebagai instrument
penggalangan umat beragama.
10. Bidang Pendidikan dan Seni Budaya.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah terbentuknya badan kegiatan yang
berfokus pada menyalurkan ekspresi atau bakat kesenian masyarakat, dan
membantu pendidikan formal, informal bagi warga yang kurang mampu
dan anggota organisasi.
49
11. Bidang Peranan Wanita dan Kegiatan Perempuan.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah peningkatan kapasitas dan peran
wanita Indonesia sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai
pembina keluarga dan pembina masyarakat dan terbentuknya badan yang
berfokus pada penggerakkan pemberdayaan dan peranan wanita Indonesia.
12. Bidang Pemuda, Mahasiswa, Pelajar, Siswa, dan Olahraga.
Meningkatkan kesadaran bela negara dan pemahaman Pancasila sebagai
pandangan hidup bersama diseluruh generasi muda Indonesia dan
terwujudnya pengembangan olahraga sebagai gaya hidup.
13. Bidang Lingkungan Hidup.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah terwujudnya kondisi lingkungan
hidup masyarakat dan bangsa yang mendukung sebuah ketahanan pangan
dan energi nasional dan terwujudnya tata ruang yang berwawasan
lingkungan hidup.
14. Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah terbentuknya karakter manusia
Indonesia yang berbudi pekerti luhur sesuai nilai-nilai Pancasila.
15. Bidang Kesehatan dan Sosial Kemasyarakatan.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah meluasnya rasa persahabatan atau
kesetiakawanan sosial diseluruh lapisan masyarakat dan terbentuknya
badan yang berfokus terhadap tindakan penanggulangan bencana, serta
melakukan penyuluhan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang
mampu.
50
16. Bidang perekonomian dan Pengembangan Usaha.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah meningkatkan kemitraan semua
pihak yaitu swasta, BUMN, pemerintah dan perbankan nasional dalam
rangka pembinaan modal, pelatihan kepada UMKM atau koperasi.
17. Bidang Penelitian dan Pengembangan Organisasi.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah penelitian mengenai manajemen
kepengurusan, program, dan keanggotaan, serta peran-peran keormasan.
18. Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Desa.
Sasaran bidang ini, salah satunya adalah sosialisasi kebijakan dan program
pemerintah yang terkait dengan upaya pemberdayaan dan pengembangan
desa.
Tabel 1.1 Data Jumlah Anggota Pemuda Pancasila Seluruh Indonesia
No. MPW (Majelis Pimpinan
Wilayah)
MPC (Majelis
Pimpinan Cabang)
Anggota
1. Sumatra Utara 33 20448
2. Riau 12 4208
3. Sumatra Barat 19 5227
4. Jambi 11 2204
5. Sumatra Selatan 17 2309
6. Lampung 15 3490
7. Jawa Barat 28 58991
8. Jawa Tengah 35 22665
9. Yogyakarta 5 4477
10. Jawa Timur 38 28548
11. Bali 9 622
12. NTB 10 686
13. NTT 22 173
14. Maluku 11 17
15. Kalimantan Tengah 14 2973
16. Kalimantan Selatan 13 2972
17. Kalimantan Barat 14 2692
18. Kalimantan Timur 10 42801
19. Sulewesi Selatan 24 6565
20. Sulewesi Tenggara 17 1973
51
21. Sulewesi Tengah 13 382
22. Sulewesi Utara 15 359
23. Sulewesi Barat 6 1343
24. Papua 29 56
25. Maluku Utara 10 75
26. Kepulauan Riau 7 12358
27. Bangka Belitung 7 1525
28. Papua Barat 13 12
29. Gorongtalo 9 30
30. Kalimantan Utara 5 1040
31. Bengkulu 10 854
32. DKI Jakarta 6 16716
33. Nanggoro Aceh Darusalam 23 5755
34. Banten 8 38753
35. State of California - 48
*** Jumlah 518 293347
Sumber: Badan Rekapitulasi KTA Majelis Pimpinan Nasional (MPN)
tanggal 1Mei 2019
Berdasarkan gambar di atas yaitu rekapitulasi jumlah anggota dan Majelis
Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila dengan jumlah MPC berjumlah 518
dan jumlah anggota Pemuda Pancasila se-Indonesia berjumlah 293.347 Orang.
beberapa fenomena bentrokan yang melibatkatkan Pemuda Pancasila didalam
latar belakang Skripsi saya mengambil contoh di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat
dan Banten.
52
BAB IV
KETERLIBATAN PEMUDA PANCASILA DALAM BENTROKAN
MASSA DI DKI JAKARTA, JAWA BARAT DAN BANTEN TAHUN 2013-
2018
Pemuda Pancasila sebagai Organisasi masyarakat (Ormas) pada dasarnya
memiliki peran dan berkewajiban menjaga ketertiban umum di dalam masyarakat.
Sesuai berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Pasal 59 ayat (3)
huruf (c) yang berbunyi “Ormas dilarang untuk melakukan tindakan kekerasan,
menggangu ketentraman dan ketertiban umum atau merusak fasilitas sosial.”1
Namun ada beberapa kasus bentrokan massa yang melibatkan Pemuda
Pancasila yang terlibat konflik dengan Ormas yang lain yang sama-sama memiliki
massa sehingga hal tersebut menimbulkan keresahan di dalam masyarakat.
A. Faktor-faktor yang menyebabkan konflik antara Pemuda Pancasila dan
Ormas lain di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Pemuda Pancasila merupakan Ormas yang berbasis massa yang terdiri dari
berbagai macam anggota dengan latar belakang, kalangan, kelas dan profesi
yang beragam. Pada dasarnya secara organisasi, Pemuda Pancasila tidak pernah
mengintruksikan dan terlibat dalam bentrokan massa, yang sering terjadi ialah
karena permasalahan oknum anggota Ormas Pemuda Pancasila dengan anggota
Ormas yang lain. Bentrokan ini biasanyanya terjadi pada tingkat bawah.
Ada beberapa kasus bentrokan massa yang melibatkan Pemuda Pancasila
di DKI Jakarta, Jawa barat dan Banten pada tahun 2013-2018, diantaranya yaitu:
1 Tim Grasindo, “Update Paling Lengkap Undang-Undang Ormas” (Jakarta: PT
Grasindo, 2018) h.11.
53
Tabel 1.2 Daftar Bentrokan yang Melibatkan Pemuda Pancasila di Wilayah
DKI Jakarta, Jawa barat dan Banten Tahun 2013-2018 No. Tanggal Kasus Daerah
1. Kamis, 25
Januari
2018
Ormas Gerakan Masyarakat Bawah dengan
Ormas Pemuda Pancasila dan Ormas Gabungan
Inisiatif Barisan Anak Siliwangi.
Di kantor Pemerintah
Kota Bekasi di JL.
Ahmad Yani, Bekasi
Selatan.2
2. Selasa, 11
September
2018
Pemuda Pancasila dengan Ormas Forum Betawi
Rembug (FBR)
Di JL. Siliwangi
Pamulang, Tanggerang
selatan.3
3. Selasa, 11
September
2018
Pemuda Pancasila dengan FBR Di JL. KH Syafie
Hamzami, Kecamatan
Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan.4
4. Selasa, 29
Oktober
2013
Pemuda Pancasila dengan FBR Di Percetakan Negara,
Johar Baru, Jakarta
Pusat.5
5. Minggu,
10 Agustus
2014
Pemuda Pancasila dengan FBR Di wilayah Mampang,
Jakarta Selatan.6
6. Jumat, 8
Agustus
2017
Pemuda Pancasila dan Pemuda Ambon Di Pasar Modern, Budi
Serpong Damai (BSD),
Tanggerang Selatan.7
7. Sabtu, 15
September
2018
Pemuda Pancasila dan FBR Di tol Andara
pangkalan jati baru,
Depok, Jawa Barat.8
8. Kamis, 14
Desember
2017
Pemuda Pancasila dan Barisan Benteng Raya
Padjajaran.
Kota Bogor.9
Sumber: Kumpulan Berita Online
2 Andi Firdaus, “Bentrok Ormas di Bekasi, Polisi: Mereka Bermusuhan”. artikel ini
diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari https://www.antaranews.com. 3 Jaisy Rahman Tohir, “Bentrok Ormas, Ketua PAC Pemuda Pancasila Sebut Bentuk
Balasan Karena Poskonya Dirusak”. Artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari
http://jakarta.tribunnews.com. 4 Nibras Nada Nailufar, “Bermula dari Gardu Ormas Dilempari, Tawuran Terjadi di
Jaksel”, artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari
https://megapolitan.kompas.com. 5 Dharmawan Sutanto, “Bawa Golok, FBR dan Pemuda Pancasila Bentrok di Johar Baru”,
artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari https://www.merdeka.com. 6 DetikNews, “FBR Vs PP Bentrok Saling Rusak Posko di Mampang, Polisi Usut
Pelakunya”, artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari https://news.detik.com. 7 SuaraJakarta.co, “Segerombolan Pemuda Bawa Balok dan Parang Tawuran di BSD”,
artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari
http://suarajakarta.co. 8 Oktaviani, “Satu Orang Terluka Saat Bentrok FBR dan Pemuda Pancasila di Depok”.
Artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari https://akurat.co. 9 Mohamad Afkar Sarvika, “Terlibat Bentrok, Pimpinan Pemuda Pancasila Bogor Tidak
Ingin Benturan Dengan Polisi”. Artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari
https://bogor.tribunnews.com.
54
Dari tabel tersebut, Pemuda Pancasila tercatat delapan kali terlibat
bentrokan massa dalam kurung waktu 2013-2018 di wilayah DKI Jakarta, Jawa
barat dan Banten, yaitu:
Pertama, bentrokan yang terjadi pada Kamis, 25 Januari 2018 di kantor
Pemerintah kota Bekasi di Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan. Yang melibatkan
Ormas Gerakan Masyarakat Bawah (GMBI) dengan Ormas Pemuda Pancasila
dan Ormas Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (Gibas). Bentrokkan
terjadi ketika unjuk rasa demonstrasi yang dilakukan Ormas GMBI sekitar 300-
an yang berniat memprotes dugaan korupsi pada pungutan retribusi parkir
kendaraan oleh instansi dalam Pemkot Bekasi, dan tiba-tiba ada Ormas lain yang
kontra yaitu Ormas Pemuda Pancasila dan Ormas Gabungan Inisiatif Barisan
Anak Siliwangi (Gibas) saling memprovokasi hingga terjadi bentrokan fisik dan
terjadi lempar-lempar batu dan benda keras. Akibat dari bentrokkan ini
sedikitnya sepuluh orang luka-luka akibat insiden ini.10
Kedua, bentrokan yang terjadi pada Selasa, 11 September 2018 di Jalan
Siliwangi Pamulang, Tanggerang selatan. Melibatkan Ormas Pemuda Pancasila
dengan Ormas Forum Betawi Rembug (FBR). Berdasarkan keterangan Ketua
Pengurus Anak Cabang (PAC) Pemuda Pancasila Ciputat, Mardex, bentrokkan ini
terjadi menyusul pengerusakan dua posko Pemuda Pancasila di Cirendeu Ciputat
Timur dan di persimpangan Kompas, Ciputat.11
10 Andi Firdaus, “Bentrok Ormas di Bekasi, Polisi: Mereka Bermusuhan”.
https://www.antaranews.com. 11 Jaisy Rahman Tohir, “Bentrok Ormas, Ketua PAC Pemuda Pancasila Sebut Bentuk
Balasan Karena Poskonya Dirusak”. http://jakarta.tribunnews.com.
55
Ketiga, bentrokkan yang terjadi pada Selasa, 11 September 2018 di Jalan
KH Syafie Hamzami, Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Kecamatan Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan. Yang melibatkan Ormas Pemuda Pancasila dengan Ormas
Forum Betawi Rembug (FBR). Bentrokan itu dipicu peristiwa gardu Semut Item
FBR dilempari oleh kelompok Pemuda Pancasila.12
Keempat, bentrokkan yang terjadi pada Selasa, 29 Oktober 2013 di
Percetakan Negara, Johar Baru, Jakarta Pusat. Yang melibatkan Ormas Pemuda
Pancasila dengan Ormas Forum Betawi Rembug (FBR). Menurut petugas piket
Polsek Cempaka Putih Bripka Budi, bentrokan akibat perebutan lahan, kedua
Ormas tersebut yang terlibat sekitar 200 orang, mereka membawa berbagai senjata
tajam.13
Kelima, bentrokkan yang terjadi pada Minggu, 10 Agustus 2014 di
wilayah Mampang, Jakarta Selatan. Yang melibatkan Ormas Pemuda Pancasila
dengan Ormas Forum Betawi Rembug (FBR). Bentrokan ini terjadi akibat dari
perusakan Pos Pemuda Pancasila di Jl. KH Abdul Rohim, Kecamatan Mampang,
Jakarta Selatan oleh sekitar 50 anggota FBR. Pos tersebut merupakan rumah dari
H Tambul, yang merupakan anggota MPC PP Jaksel. Massa FBR melempari Pos
PP, sehingga terjadi kerusakan di bagian kaca jendela pos, kaca pintu dan kaca
jendela rumah H Tambul. Mendapat serangan itu, massa PP kemudian berkumpul
di TKP. Sekitar 40 orang kemudian berkonvoi menggunakan 20 motor. Sambil
membawa senjata tajam, massa PP kemudian merusak Posko FBR Gardu G 0234
12 Nibras Nada Nailufar, “Bermula dari Gardu Ormas Dilempari, Tawuran Terjadi di
Jaksel”, https://megapolitan.kompas.com. 13 Dharmawan Sutanto, “Bawa Golok, FBR dan Pemuda Pancasila Bentrok di Johar
Baru”, https://www.merdeka.com.
56
yang terletak di Gang Jati Jl Kapten Tendean, Mampang, Jaksel.14 Dari
keterangan H Borix sebagai tokoh di Ormas FBR menyatakan yang melakukan
(perusakan di posko PP Mampang) adalah anggota FBR yang habis milad di
Jakarta Utara dan bukan anggota FBR Selatan. Lalu tokoh dari kedua Ormas
tersebut dipertemukan dan menyetujui untuk menarik massa, dan sepakat untuk
tidak melakukan aksi pembalasan15
Keenam, bentrokan yang terjadi pada Jumat, 8 Agustus 2017 di sekitar
Pasar Modern, Budi Serpong Damai (BSD), Tanggerang Selatan. Tawuran itu
dilakukan oleh segerombolan pemuda yang memakai seragam Ormas Pemuda
Pancasila dan membawa balok dan parang yang menjadi senjata ketika
bentrokan.16
Ketujuh, bentrokan yang terjadi pada Sabtu, 15 September 2018 di Tol
Andara, Pangkalan Jati Baru, Depok, Jawa Barat. Yang melibatkan Ormas Betawi
Rembug (FBR) dan Ormas Pemuda Pancasila. Menurut Ardana, kedua ormas
tersebut saling menyerang dengan menggunakan sejata tajam dan kayu. Pelaku
penyerangan dari kedua belah pihak berjumlah 30 orang. kericuhan tersebut tidak
menimbulkan banyak korban jiwa. Selain itu, juga tidak menimbulkan kerusakan
yang parah.17
14 DetikNews, “FBR Vs PP Bentrok Saling Rusak Posko di Mampang, Polisi Usut
Pelakunya”, https://news.detik.com. 15 DetikNews, “Bentrok di Mampang, Ketua FBR H Borix dan Ketua PP H Torik
Dipertemukan Polisi”, https://news.detik.com. 16 SuaraJakarta.co, “Segerombolan Pemuda Bawa Balok dan Parang Tawuran di BSD”,
http://suarajakarta.co. 17 Oktaviani, “Satu Orang Terluka Saat Bentrok FBR dan Pemuda Pancasila di Depok”.
https://akurat.co.
57
Kedelapan, bentrokan yang terjadi pada Kamis, 14 Desember 2017 di kota
Bogor. Yang melibatkan Ormas Pemuda Pancasila dan Ormas Barisan Benteng
Raya Padjajaran (BBRP). Bentrokan terjadi dengan membawa sejata tajam dan
alat pukul lainnya. Polresta Bogor Kota menggelar pertemuan bagi kedua ormas
antara Ormas BBRP Kota Bogor dan Pemuda Pancasila Kota Bogor di Mapolresta
Bogor Kota, tujuan pertemuan kedua Ormas tersebut tidak lain adalah untuk
mengantisipasi kejadian serupa.18
Dalam teori konflik, seperti yang dijelaskan oleh Ted Robert Gurr yang
dikutip oleh Maswadi rauf tentang konflik, bahwa “ada empat ciri dari konflik
yaitu melibatkan individu lain, adanya sikap berlawanan atau pertentangan
sehingga menimbulkan reaksi permusuhan, adanya tindakan kekerasan yang
bertujuan untuk menghancurkan atau menghalangi lawannya dan interaksi yang
bertentangan ini bersifat terbuka sehingga bisa dideteksi.”19
Pemaparan tersebut nampak jelas bahwa bentrokan yang melibatkan
Ormas Pemuda Pancasila dan Ormas lainnya bisa dikategorikan sebagai konflik.
Berdasarkan data di atas, menunjukan bahwa bentrokan yang melibatkan
Pemuda Pancasila merupakan bentuk dari konflik kelompok seperti yang
dijelaskan oleh Maswadi Rauf, tentang konflik yang dilihat dari pihak-pihak yang
terlibat yaitu konflik kelompok, bahwa “konflik kelompok yaitu konflik yang
18 Mohamad Afkar Sarvika, “Terlibat Bentrok, Pimpinan Pemuda Pancasila Bogor Tidak
Ingin Benturan Dengan Polisi”. Artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari
https://bogor.tribunnews.com. 19 Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.7-8.
58
terjadi di antara dua kelompok atau lebih.”20 Walaupun konflik tersebut pada
awalnya karena masalah pribadi oknum anggota Ormas tersebut sehingga berubah
menjadi konflik kelompok karena adanya kecendrungan yang besar dari anggota
yang telibat untuk melibatkan kelompok organisasinya dan kelompok anggota
tersebut memiliki rasa solidaritas yang tinggi untuk membantu anggota
kelompoknya yang terlibat dalam bentrokan tersebut.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Hariman Siregar, SH.
M.Si,M.Mar, Ketua bidang organisasi dan keanggotaan Majelis Pimpinan
Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila DKI Jakarta. Beliau menyampaikan bahwa
bentrokan ini sering terjadi pada tingkat bawah karena permasalahan individu. Ia
menyatakan bahwa:
“Pada dasarnya Organisasi Pemuda Pancasila tidak pernah terlibat
konflik dan bentrok masa secara Organisasi. Yang sering terjadi
adalah perselisihan oknum anggota organisasi Pemuda Pancasila
dengan oknum organisasi lainnya yang akhirnya seolah-olah yang
bentrok adalah organisasi Pemuda Pancasila. Hal ini sering terjadi
pada tingkat akar rumput yang berpofesi sebagai penjaga parkir dan
pedagang kaki lima. Apabila terjadi bentrok anggota diselesai pada
tingkat kepengurusan kedua belah pihak anggota Organisasi dan
pihak yang berwajib yang menanganinya dan bila ada pelanggaran
yang sifatnya Pidana diserahkan pada pihak berwajib dan diproses
secara hukum.”21
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Gunung Hutapea, selaku ketua
bidang organisasi dan keanggotaan Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila
dan Bapak Ahmad Suja’I, selaku Sekretaris II PAC Kecamatan Tiga Raksa, beliau
20 Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.6.
21 Hariman Siregar, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2019.
59
menyampaikan bahwa faktor yang menjadi permasalahan setiap bentrokan karena
permalahan mencari nafkah, Bapak Gunung Hutapea menuturkan bahwa:
“Faktor atau isu permasalahan yang menjadi permasalahan dalam
beberapa bentrokan itu karena faktor urusan mencari nafkah seperti
menjaga tanah dan persoalan penagihan-penagihan. Faktanya dalam
Bentrokan biasanya terjadi antar oknum yang ada didalam organisasi
kedua belah pihak, jadi tidak ada unsur permusuhan secara
organisasi tetapi terdapat permasalahan yang ada dilapangan atau
akar rumput sehingga terbawa-bawa dalam setiap konflik Pemuda
Pancasila mencoba mendamaikan dan mencari solusi.”22
Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Ahmad Sujai, menuturkan
bahwa:
“Menurutnya kenapa banyak terjadi bentrokan khususnya Pemuda
Pancasila dengan Ormas lainnya, menurutnya itu berawal dari
tingkat bawah sebenarnya, dasar awalnya dari tingkat bawah jadi
kebanyakan kita merekrut anggota sebanyak mungkin tetapi
kelemahan kita dalam pembekalan sumber daya manusianya kurang.
Biasanya Faktor yang menjadi pengicu bentrokan dengan Ormas lain
ketika diselidiki ternyata karena permasalahan sepele seperti bendera
dicabut, masalah parkiran artinya menyangkut isi perut. Rata-rata
terjadinya bentrokan biasanya dengan Ormas lain yang ada disekitar
wilayahnya.”23
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Yahya Abdul Habib, S.E, wakil
sekretariat jendral Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, bidang
organisasi dan keanggotaan. Beliau menyampaikan bahwa faktor yang menjadi
pemicu bentrokan ialah urusan ekonomi, ia menyatakan bahwa:
“Dalam setiap bentrokan biasanya terjadi karena ada gesekan yang
terjadi di bawah atau dilapangan, biasanya terjadi karena
permasalahan urusan mencari nafkah dibawah seperti urusan
ekonomi ada lahan parkir, jaga tanah, penagihan hutang namun
intensitas keributan yang terjadi sudah menurun dari pada yang
dulu.”24
22 Gunung Hutapea, Wawancara, Jakarta, 08 Mei 2019. 23 Ahmad Suja’i, Wawancara, Tanggerang, 1 Mei 2019. 24 Yahya Abdul Habib, Wawancara, Jakarta, 26 April 2019.
60
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa Pemuda Pancasila sebagai
Ormas yang berbasis massa ini memiliki latar belakang anggota organisasi
beragam kalangan. pada dasarnya bentrokan yang terjadi karena permasalahan
pribadi anggota atau oknum yang ada Ormas yang akhirnya terbawa-bawa
membawa nama organisasi.
Dalam teori konflik, seperti yang dijelaskan oleh Maswadi rauf, bahwa
“konflik terjadi karena adanya keinginan manusia untuk menguasai sumber-
sumber dan posisi yang langkah, salah satu faktornya adalah uang, disini uang
sifatnya langka tetapi sangat dibutuhkan dalam kehidupan dunia.”25 Dari
pemaparan itu, Nampak jelas bahwa bentrokan yang melibatkan Ormas Pemuda
Pancasila faktor yang menjadi latar belakang masalah dalam bentrokan ialah
uang atau ekonomi yaitu permasalahan seperti permasalahan ekonomi atau
mencari makan anggota yang ada di tingkat bawah atau grassroot contohnya
seperti penjaga parkir, penagihan hutang, pencabutan bendera, pedagang kaki
lima yaitu anggota yang ada dibawah atau grassroot.
Berdasarkan data hasil penelitian, terjadinya bentrokan massa yang
melibatkan oknum anggota Pemuda Pancasila terjadi pada tingkat bawah yaitu
grassroot atau akar rumput. salah satu penyebab bentrokan karena kurangnya ilmu
pengetahuan dan kurangnya pelatihan pengkaderan yang secara merata di
organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila.
25 Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.6.
61
Pemuda Pancasila sebagai Ormas yang berbasis massa atau memiliki
anggota organisasi dan memiliki sistem kaderisasi yang jelas, pola kaderisasi atau
rekrutmen anggota Pemuda Pancasila sebagai berikut:
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Yahya Abdul Habib, S.E,
menyatakan bahwa:
“Pola rekrutmen organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila telah
menggunakan sistem kartu anggota, ada empat kategori anggota di
dalam organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila diantaranya
yaitu: anggota biasa, anggota kader, anggota kehormatan dan
anggota luar biasa. Pertama, anggota biasa merupakan anggota yang
direkrut dari warga masyarakat yang ingin bergabung dan sepakat
dengan tujuan organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila
sehingga ketika sudah terpenuhi diberikan kartu tanda anggota.
Kedua, anggota kader merupakan anggota yang selain terima kartu
tanda anggota dia juga mengikuti kaderisasi yang kita selenggarakan
oleh organisasi yaitu Diklat organisasi yang mempunyai tiga
tingkatan yaitu pratama, madya, dan utama, itu yang menjadi ukuran
sebagai kader-kader Pemuda Pancasila yang bisa kita masukan ke
dalam kepengurusan yaitu yang sudah mengikuti Diklat tetapi kalau
anggota biasa dia seperti simpatisan dia Pemuda Pancasila tetapi
non-struktural. Ketiga, anggota kehormatan merupakan anggota
yang biasanya para tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh
pemerintahan yang juga berkomitmen dan sepakat dengan tujuan
organisasi. Keempat, anggota luar biasa, anggota itu biasanya kita
memberikan penghargaan kepada anggota-anggota yang kita lihat
mempunyai prestasi luar biasa yang kita angkat sebagai anggota luar
biasa.”26
Hal senada dijelaskan oleh Bapak Ahmad Suja’I. Beliau menyampaikan
bahwa terjadinya bentrokan biasanya di tingkat bawah karena kurangnya sumber
daya manusia dan merekrut anggota sebanyak-banyaknya. Beliau menuturkan
bahwa:
“Pola rekrutmen Pemuda Pancasila sudah diatur dan terjadwal di
dalam AD-ART Pemuda Pancasila di setiap tingkatan Kepengurusan
26 Yahya Abdul Habib, Wawancara, Jakarta, 26 April 2019.
62
baik itu PAC, MPC maupun MPW per-periode untuk merekrut
anggota kita mempunyai target misalnya 1 ranting minimal
mempunyai 30 anggota bahkan sekarang di tingkatkan menjadi 50
untuk satu ranting. Mereka tertarik dengan Pemuda Pancasila karena
Pemuda Pancasila banyak berbuat hal-hal yang positif di tengah-
tengah masyarakat seperti melihat bentuk sosial dan kinerja dalam
membantu masyarakat dan kenapa banyak terjadi bentrokan
khususnya Pemuda Pancasila dengan Ormas lainnya, menurutnya itu
berawal dari tingkat bawah sebenarnya, dasar awalnya dari tingkat
bawah jadi kebanyakan kita merekrut anggota sebanyak mungkin
tetapi kelemahan kita dalam pembekalan sumber daya manusianya
kurang.”27
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa Ormas Pemuda Pancasila
merupakan Ormas berbasis massa yang memiliki anggota organisasi yang
beragam latar belakang, suku bangsa dan kalangan. melihat dari kaderisasi atau
pola rekrutmen Ormas Pemuda Pancasila ada beberapa anggota organisasi
terutama anggota biasa yang kurang mendapatkan pelatihan atau pengetahuan
yang maksimal, dan seharusnya dalam pola rekrutmen atau pengkaderan
seharusnya semua anggota Ormas Pemuda Pancasila memiliki bekal yang sama
dalam berorganisasi sehingga menghindari anggota untuk berperilaku semaunya
sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas. Dalam teori organisasi kemasyarakatan,
Pemuda Pancasila sebagai organisasi masyarakat belum berperan dan
menjalankan kewajibannya dalam menjaga ketertiban umum di dalam
masyarakat. Sesuai berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Pasal
59 ayat (3) huruf (c) yang berbunyi “Ormas dilarang untuk melakukan tindakan
kekerasan menggangu ketentraman dan ketertiban umum atau merusak fasilitas
27 Ahmad Sujari, Wawancara, Tanggerang, 1 Mei 2019.
63
sosial.”28 Pemaparan itu diperkuat berdasarkan data kasus bentrokan massa yang
melibatkan Pemuda Pancasila dengan Ormas yang lain, sehingga hal tersebut
menimbulkan keresahan di dalam masyarakat.
B. Sanksi yang diterima Pemuda Pancasila terhadap Kasus Bentrokan
Massa oleh Aparat Penegak Hukum.
Bentrokan yang melibatkan Ormas Pemuda Pancasila menimbulkan
keresahan di tengah-tengah masyarakat sehingga harus diproses oleh aparat
penegakan hukum karena bentrokan melibatkan massa yang banyak dan
menimbulkan kerusakan lingkungan sekitarnya, oleh karena itu aparat
penegakan hukum memiliki kewajiban untuk berupaya menyelesaikan konflik
antar Ormas tersebut.
Dalam kasus bentrokan massa yang melibatkan Pemuda Pancasila dengan
Ormas lain. Secara organisasi, Pemuda Pancasila tidak diberikan sanksi karena
pada dasarnya dalam setiap kejadian bentrokan yang terlibat hanya oknum
anggota Pemuda Pancasila dengan oknum anggota Ormas yang lain, sehingga
yang diberikan sanksi pidana kepada anggota organisasi yang terlibat bukan
kepada Organisasi, karena pada dasarnya organisasi kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tidak pernah memberikan instruksi atau menyuruh untuk melakukan
bentrokan massa tersebut.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Yahya Abdul Habib, S.E. beliau
menyampaikan bahwa tidak ada instruksi untuk menyerang, beliau menuturkan:
28 Tim Grasindo, “Update Paling Lengkap Undang-Undang Ormas” (Jakarta: PT
Grasindo, 2018) h.11.
64
“Organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila tidak ada instruksi
apapun dari organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila untuk
melakukan penyerangan atau bentrokan makanya secara
kelembagaan kita tidak bisa disanksi dan rata-rata pertanggung
jawabnya adalah individual atau oknum.”29
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Gunung Hutapea, bahwa secara
organisasi tidak diberikan sanksi, beliau menuturkan bahwa:
“Menurutnya yang diberikan sanksi oleh penegakan hukum dalam
keterlibatan bentrokan itu yaitu oknum saja kalau secara organisasi
tidak ada. Biasanya pihak kepolisian memberitahukan bahwa ada
oknum yang menurutnya mereka harus diproses secara hukum dan
kita meminta kepada oknum tersebut untuk melapor dan
bertanggung jawab.”30
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak H. Zulkarnain, S.E, selaku ketua
bidang pertahanan dan keamanan Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) dan
Danwil Pemuda Pancasila Banten. Menurutnya “yang diberikan sanksi oleh
penegakan hukum yaitu hanya oknum anggota.”31
Hal serupa juga dijelaskan oleh Ibu Eka Sularsti Amirudin, selaku
sekretaris Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kabupaten
Tanggerang. Menurutnya “Pemuda Pancasila hanya diberikan peringatan atau
teguran bukan sanksi.”32
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Ahmad Suja’I. Menurutnya “sanksi
yang diberikan kepada per-individu karena perbuatannya individua atau
oknum.”33
29 Yahya Abdul Habib, Wawancara, Jakarta, 26 April 2019. 30 Gunung Hutapea, Wawancara, Jakarta, 8 Mei 2019. 31 Zulkarnain, Wawancara, Banten, 3 Mei 2019. 32 Eka Sularsti Amirudin, Wawancara, Tanggerang, 1 Mei 2019. 33 Ahmad Suja’i, Wawancara, Tanggerang, 1 Mei 2019.
65
Berdasarkan pemaparan di atas. Dalam teori penegakan hukum seperti
yang dijelaskan oleh Laurensius Arliman, tentang penegakan hukum. Bahwa
“Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan
hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah pikiran-pikiran
badan pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan
hukum.”34 Dari pemaparan tersebut, nampak jelas bahwa seharusnya Penegakan
hukum harus menjalankan atau mewujudkan keinginan-keinginan hukum yang
berdasarkan undang-undang. Dalam kasus bentrokan massa yang melibatkan
Pemuda Pancasila teori ini, secara organisasi belum terealisasikan karena secara
organisasi tidak diberikan sanksi. Pada dasarnya organisasi masyarakat Pemuda
Pancasila tidak pernah memberikan in35struksi atau menyuruh untuk melakukan
bentrokan massa secara organisasi Pemuda Pancasila hanya diberikan teguran
dan yang diberikan sanksi adalah oknum anggota yang ada di dalam organisasi
kemasyarakatan Pemuda Pancasila.
Dalam kasus bentrokan massa ini, teori penegakan hukum secara
organisasi belum terwujud atau terealisasikan dalam kasus bentrokan massa
yang melibatkan Pemuda Pancasila, karena ada upaya-upaya negoisasi yang
dilakukan oleh Pemuda Pancasila terhadap aparat penegak hukum dengan
mengedepankan negoisasi dalam upaya penyelesaian konflik secara persuasif
melalui musyawarah dan perundingan, bahwa setiap persoalan yang terjadi itu
hanya melibatkan oknum anggota-anggota saja tidak mengatasnamakan Pemuda
Pancasila, walaupun secara faktualnya setiap bentrokan yang terjadi selalu
34 Laurensius Arliman, “Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat” (Yogyakarta:
Deepulish, 2015). h.41. 35
66
melibatkan Pemuda Pancasila secara organisasi dengan menunjukkan embel-
embel atau simbol-simbol organisasi seperti seragam.
Gambar 1.1. Bentrokan Pemuda Pancasila dan Pemuda Ambon di Budi
Serpong Damai (BSD)
Sumber: http://suarajakarta.co.
Gambar 1.2. Bentrokan FBR dan Pemuda Pancasila di Pamulang
Sumber: https://www.youtube.com
Bentrokan massa ini, menimbulkan keresahan di tengah-tengah
masyarakat sehingga harus segera diredam untuk mencegah bentrokan yang
lebih luas dan besar, oleh karena itu aparat penegakan hukum berkewajiban
menyelesaikan konflik antar Ormas tersebut.
Sikap yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam upaya
penyelesaian konflik terhadap kasus bentrokan massa yang melibatkan Pemuda
Pancasila. Salah satunya caranya ialah secara persuasif yaitu bertindak sebagai
67
mediator atau juru damai antara kedua Ormas yang terlibat untuk saling
bernegoisasi yang bertujuan untuk penyelesaian konflik secara persuasif yaitu
melalui musyawarah dan perundingan sehingga menghasilkan kesepakatan
antara kedua Ormas yang terlibat dengan saling berdamai dan meredam konflik.
Berdasarkan dalam bentrokan yang terjadi di wilayah Mampang, Jakarta
Selatan, yang melibatkan Ormas Pemuda Pancasila dan Ormas Forum Betawi
Rembug (FBR) dan kedua tokoh dari kedua Ormas tersebut yaitu ketua FBR H.
Borix dan Ketua PP H. Torik dipertemukan dan menyetujui untuk menarik
massa, dan sepakat untuk tidak melakukan aksi pembalasan yang ditengahi oleh
kepolisian.36
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam teori konflik seperti yang dijelaskan
oleh Maswadi Rauf, tentang penyelesaian konflik atau conflict resolution ialah
“suatu usaha yang dilakukan sebagai sebagai upaya untuk menyelesaikan suatu
konflik dengan cara mencari jalan keluar yaitu bersepakatan antara pihak-pihak
yang terlibat di dalam konflik.”37 Dari pemaparan itu, Nampak jelas bahwa
aparat penegak hukum melakukan tindakan penyelesaian konflik secara
persuasif yaitu dengan menjadi mediator sebagai juru damai antara Ormas yang
terlibat untuk saling berdamai dan mencegah meluasnya konflik tersebut.
36 DetikNews, “Bentrok di Mampang, Ketua FBR H Borix dan Ketua PP H Torik
Dipertemukan Polisi”, artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari
https://news.detik.com. 37 Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.8-9.
68
C. Sikap Pimpinan Pengurus Pemuda Pancasila terhadap Anggota yang
Terlibat dalam Bentrokan Massa.
Sikap pimpinan pengurus Ormas Pemuda Pancasila dalam keterlibatan
oknum anggota Pemuda Pancasila yang terlibat dalam bentrokan massa antar
Ormas lain yaitu dengan bernegoisasi tujuannya adalah untuk upaya-upaya
penyelesaian konflik dan selalu berusaha untuk meredam dengan mengutamakan
persuasif yaitu bermusyarah, memberikan solusi dan sanksi kepada anggota
yang terlibat dalam bentrokan massa.
C.1. Upaya Penyelesaian Konflik
Upaya penyelesaian konflik di dalam organisasi Pemuda Pancasila dalam
keterlibatan oknum Pemuda Pancasila dengan oknum Ormas lain dilakukan
dengan beberapa cara melalui tindakan preventif sebagai tindakan pencegahan
dan tindakan persuasif yaitu tindakan setelah terjadi bentrokan tersebut.
C.1.1. Tindakan Preventif
Tindakan Preventif yaitu tindakan yang dilakukan oleh organisasi
Pemuda Pancasila sebagai tindakan pencegahan sebelum terjadi konflik
fisik dan massa. Pemuda Pancasila selalu berinisiatif dan berusaha
meredam suatu permasalahan untuk mencegah terjadi konflik dengan
selalu mengutamakan musyawarah dan persuasif dengan organisasi
kemasyarakatan yang lain.
Salah satu contoh kejadian dimana terjadi negoisasi sebagai upaya
tindakan preventif antara Pemuda Pancasila dan Ormas FPI, yaitu:
69
Berdasarkan sumber berita dari official website pemudapancasila.or.id.
organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila selalu mengutamakan
musyawarah dan persuasif untuk meredam suatu permasalahan. Ketua
Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila bertemu
dengan Habib Umar Al Hamid (Penasehat FPI Pusat) Terkait Video Viral
Adu Domba Sekaligus menyampaikan surat permintaan maaf melalui
Habib Umar Al Hamid terkait video adu domba yang viral di media sosial.
Surat pernyataan yang dikeluarkan langsung oleh Bapak Japto
Soerjosoemarno selaku Ketua Umum MPN Pemuda Pancasila bertujuan
untuk mendudukkan permasalahan demi menjaga tetap terjalinnya
kemitraan antara Pemuda Pancasila dan FPI dapat mewujudkan bangsa
Indonesia yang adil, makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sesuai
naskah asli yang kita dambakan. Terkait kondisi bangsa Indonesia yang
sedang dalam situasi prihatin dan dalam rangka menjaga agar tidak terjadi
konflik di akar rumput yang selama ini tidak mengetahui hubungan erat
antara Pemuda Pancasila dan FPI.38
Berdasarkan data di atas sikap pimpinan organisasi Pemuda Pancasila
berinisiatif dan berusaha meredam suatu permasalahan untuk mencegah
terjadi konflik dengan selalu mengutamakan musyawarah dengan
organisasi kemasyarakatan yang lain. Berdasarkan pemaparan tersebut
Pemuda Pancasila berupaya melakukan penyelesaian konflik, yang
38 Pemudapancasila.ir.id, “Suasana Akrab Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional
(MPN) Pemuda Pancasila Dengan Habib Umar Al Hamid (Penasehat FPI Pusat) Terkait Video
Viral Adu Domba Sekaligus Menyerahkan Surat Permohonan Maaf” artikel ini diakses pada
Kamis, 6 Juni 2019, 20:00 dari https://pemudapancasila.or.id.
70
dilakukan untuk mencegah konflik yang lebih mendalam dan mencegah
konflik semakin meluas. Seperti yang dijelaskan oleh Maswadi Rauf
tentang penyelesaian konflik, bahwa “penyelesaian konflik dilakukan
untuk mencegah konflik yang lebih dalam dan meluas.”39 Berdasarkan
pemaparan tersebut, Ormas Pemuda Pancasila juga melakukan negoisasi.
Dalam teori negoisasi, seperti yang dijelaskan oleh Gun Gun Heryanto dan
Shulhan Rumaru, tentang tujuan dari negoisasi yaitu “pertama,
tercapainya kata sepakat antar kedua pihak secara bersama. Kedua,
tercapainya kondisi penyelesaian atau jalan keluar yang merupakan
tujuan sebenarnya dari negoisasi yaitu upaya penyelesaian konflik dan
ketiga, tercapainya kondisi saling menguntungkan.”40 Dari pemaparan itu,
Nampak jelas bahwa Ormas Pemuda Pancasila melakukan negoisasi dalam
upaya penyelesaian konflik dengan Ormas yang lain sehingga hal ini dapat
meredam suatu permasalahan dan mencegah terjadi konflik yang lebih
meluas antar Ormas tersebut.
C.1.2. Tindakan Persuasif
Tindakan Persuasif yaitu, tindakan yang dilakukan oleh organisasi
Pemuda Pancasila setelah terjadi bentrokan massa. Tindakan persuasif
adalah salah satu contoh tindakan negoisasi yang dilakukan oleh Pemuda
Pancasila dalam upaya menyelesaikan konflik dengan Ormas lain dengan
melakukan perundingan dan musyawarah untuk mendapatkan titik temu.
39 Maswadi Rauf, “Konsensus Politik”. (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000). h.9. 40 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, “Komunikasi Politik Sebuah Pengantar”
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2018). h.106.
71
Upaya penyelesaian konflik secara Persuasif dalam keterlibatan oknum
anggota Pemuda Pancasila dengan oknum anggota Ormas lain dilakukan
dengan dua cara yaitu penyelesaian Internal yaitu penyelesaian di dalam
organisasi itu sendiri dan penyelesaian secara Eksternal yaitu penyelesaian
antar organisasi kemasyarakatan yang lain.
1) Penyelesaian secara Internal, yaitu penyelesaian di dalam
organisasi itu sendiri. Penyelesaian konflik secara internal Ormas
Pemuda Pancasila selalu berjalan dengan rapat antara pimpinan
organisasi untuk memberikan solusi, teguran atau sanksi terhadap
oknum anggota yang terlibat.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Hariman Siregar,
SH. M.Si,M.Mar, menurutnya “Bila terjadi pelanggaran secara
organisasi maka akan ada teguran tertulis dan pada akhir terjadi
Pemecatan apa bila tetap melakukan perbuatan yang melawan
hukum.”41
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Gunung Hutapea,
beliau menyampaikan bahwa oknum anggota yang terlibat akan
diberikan peringatan, pembinaan atau pemecatan. Ia menyatakan
bahwa:
“Mekanisme dalam menangani suatu pelanggaran di
dalam organisasi ketika ada suatu pelanggaran dimana
oknum melanggar tentu dibahas didalam organisasi, bisa
diberikan peringatan, pembinaan, namun ketika sudah
pemecatan itu pusat yang melakukan. Setiap permasalah
kita memberikan solusi dan penyelesaian dengan menyuru
41 Hariman Siregar, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2019.
72
untuk berdamai dan saling berkomunikasi antara kedua
belah pihak dan biasanya akan sebentar selesai
permasalahannya.”42
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Yahya Abdul
Habib, S.E. ia menghimbau bahwa untuk tidak terlibat dalam
konflik-konflik fisik, beliau menyatakan:
“Majelis Pimpinan Nasional selalu menghimbau untuk
tidak terlibat dalam konflik-konflik fisik. Ketika ada
anggota yang terlibat dan dia harus masuk penjara, kita
harus mengikuti dan jalanin hukum karena kita mentaati
konstitusi tidak lari dari hukum. Ketika ada anggota yang
salah misalkan ketika bentrokan ada korban jiwa maka dia
harus menjalani hukuman.”43
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak H. Zulkarnain, S.E.
beliau menyampaikan bahwa oknum anggota yang terlibat akan
diberikan sanksi teguran dan pembinaan. Beliau menuturkan:
“Sikap kita terhadap anggota yang terlibat dalam
bentrokan massa itu selalu kami berikan sanksi teguran
dan pembinaan, kenapa karena jangan sampai gara-gara
beberapa orang oknum dari Ormas Pemuda Pancasila lalu
mencoreng perjuangan kita. Pertama kita memberikan
pembinaan dan teguran apabila hal itu sudah memasuki
jalur hukum, kami akan menyerahkan kepada kepolisian
kepenegakan hukum untuk mengambil tindakan.”44
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Ahmad Suja’i,
Menurutnya:
“Sikap pengurus terhadap anggota yang terlibat dalam
bentrokan ialah ketika sudah terjadi sebuah konflik para
pimpinan bagaimana cara berusaha untuk meredam
42 Gunung Hutapea, Wawancara, Jakarta, 8 Mei 2019. 43 Yahya Abdul Habib, Wawancara, Jakarta, 26 April 2019. 44 Zulkarnain, Wawancara, Banten, 3 Mei 2019.
73
konflik tersebut dengan seperti apa, ketika itu konflik
harus diselesaikan dengan jalur hukum dan tidak bisa
dengan cara damai maka jalur hukum la yang ditempuh
dan kebanyakan menempuh jalur damai karena pada
dasarnya hanya sebuah permasalahan kecil yang dibesar-
besarkan.”45
Berdasarkan data di atas, sikap yang dilakukan oleh
pimpinan organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila ialah bila
terjadi suatu pelanggaran, maka pimpinan organisasi
kemasyarakatan Pemuda Pancasila akan memberikan sebuah
teguran tertulis atau peringatan dan pembinaan-pembinaam bila
terjadi tentang perbuatan yang melawan hukum maka pimpinan
pusat akan melakukan pemecatan.
Namun hal tersebut masih kurang efektif, sebab kejadian
bentrokan massa yang melibatkan oknum anggota Pemuda
Pancasila masih terulang kembali, berarti beberapa anggota
Pemuda Pancasila belum menjalankan kewajibannya sebagai
anggota Pemuda Pancasila, sesuai dengan AD-ART, bahwa: setiap
anggota Pemuda Pancasila berkewajiban menghayati, menaati dan
mengamalkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
(AD-ART) semua ketentuan organisasi kemasyarakatan Pemuda
Pancasila dan menentang setiap usaha dan tindakan yang
merusak citra organisasi.”46 Berdasarkan hal tersebut, nampak
45 Ahmad Suja’i, Wawancara, Tanggerang, 1 Mei 2019. 46 Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan Pemuda
Pancasila tahun 2014, Bab IV tentang Hak dan Kewajiban Anggota Pasal 16 Kewajiban Anggota.
h.30.
74
jelas bahwa, bentrokan massa yang melibatkan oknum anggota
Pemuda Pancasila telah merusak citra organisasi Pemuda Pancasila.
Pemuda Pancasila selain, memberikan sanksi dan teguran
terhadap anggota yang terlibat dalam bentrokan massa. Pemuda
Pancasila juga berusaha melakukan mediasi dan berkompromi
dengan aparat penegakan hukum dan memberikan pendampingan
dan pembelaan hukum melalui para pengacara dalam membantu
advokasi.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Gunung Hutapea.
beliau menyampaikan bahwa membantu advokasi oknum anggota
yang terlibat, beliau menuturkan bahwa:
“Menurutnya dalam mencakup pelanggaran hukum, kita
menyerahkan kepada kepolisian, biasanya pihak
kepolisian memberitahukan kita bahwa ada oknum yang
menurutnya harus diproses secara hukum, kita meminta
kepada oknum tersebut untuk melapor dan bertanggung
jawab dan menjalankan sesuai mekanis hukum dan kita
bantu perlindungan anggota tersebut karena itu adalah
kewajiban organisasi kita juga, kita lindungi dengan
membantu advokasi lembaga hukum dengan segala
proses, paling tidak meminimalkan hukuman, kalau bisa
berdamai, paling tidak itu membuat kepolisian biasa
meminimalkan permasalahan itu, namun ketika sudah ada
korban nyawa tentunya gabisa kompromi paling
diringankan dengan segala macam persuasif. Organisasi
kemasyarakatan Pemuda Pancasila dalam menyelesaikan
konflik bentrokan tersebut biasanya melakukan kompromi
atau berdamai dengan bermusyawarah kepada pihak yang
bersangkutan untuk menemukan solusi dan biasanya kita
inisiatif untuk berdamai namun ketika pihak lain
menyatakan harus diselesaikan secara hukum, kita
mengikuti.”47
47 Gunung Hutapea, Wawancara, Jakarta, 8 Mei 2019.
75
Hal senada disampaikan oleh Bapak Hariman Siregar, SH.
M.Si,M.Mar. Menurutnya:
“Dalam hal penegakan hukum Pemuda Pancasila tidak
mau mencampuri urusan tersebut meskipun terkait dengan
anggota yang bermasalah, tapi Pemuda Pancasila
memberikan pendampingan dan pembelaan secara hukum
melalui para pengacara yang dimilki oleh Pemuda
Pancasila melalui Badan Penyuluhan dan Pembelaan
Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila. Pemuda Pancasila
sebagai organisasi Kemasyarakatan sudah tentu beragam
jenis anggota dengan latar yang berbeda latar belakang
yang pendidikan suku dan agama profesi pekerjaan dan
latar belakang politik sudah barang tentu akan ada
permasalahan yang akan terjadi, untuk hal itu Pemuda
Pancasila lebih mengutamakan Musyawarah setiap terjadi
permasalahan dan apa bila hal itu tidak tercapai tentu kita
serahkan kepada pihak yang berwajib untuk diselesaikan
secara hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”48
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Yahya Abdul
Habib, S.E. beliau menyampaikan bahwa dalam setiap kasus
bentrokan selalu melakukan mediasi dan berkoordinasi dengan
aparat penegakan hukum, beliau menuturkan:
“Dalam setiap kasus bentrokan Pemuda Pancasila
melakukan mediasi dan berkoordinasi dengan aparat
karena kita mempunyai semboyan sekali layar
berkembang suru kita berpantang, jadi apapun masalahnya
kita hadapi tidak boleh mundur, salah atau benar kita harus
bertanggung jawab dan Ketika ada anggota yang salah
misalkan ketika bentrokan ada korban jiwa maka dia harus
menjalani hukuman dan kita urus anggota kita dan harus
di pertanggung jawabkan dan kita sediakan pengacara.
Organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila memiliki
bidang bantuan hukum yang berisikan pengacara, mereka
biasanya langsung respon ketika ada suatu kejadian terkait
48 Hariman Siregar, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2019.
76
dengan anggota kita termasuk pihak lain sehingga
penanganannya biasanya sudah terkoordinasi ketika
menyangkut masalah-masalah hukum.”49
Berdasarkan data di atas, dalam setiap bentrokan massa
Ormas Pemuda Pancasila melakukan mediasi dan berkoordinasi
dengan aparat penegakan hukum dan dalam mencakup penegakan
hukum Pemuda Pancasila tidak mau mencampuri urusan jalannya
hukum tersebut walaupun terkait dengan anggota yang bermasalah
dan kita meminta kepada oknum untuk lapor dan bertanggung
jawab dan menjalankan sesuai mekanisme yang berlaku, dan
Pemuda Pancasila memberikan pendampingan dan pembelaan
secara hukum melalui pengacara yang dimilikinya yaitu Badan
Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila,
paling tidak hal ini bisa meminalkan hukuman.
2) Penyelesaian secara eksternal, yaitu penyelesain yang dilakukan
oleh Pemuda Pancasila dan Ormas yang lain. Penyelesaian konflik
secara eksternal dalam keterlibatan oknum anggota Pemuda
Pancasila, pimpinan pusat selalu berusaha meredam dan
menyelesaikan konflik antar kedua Ormas untuk mencari solusi
yang terbaik.
Salah satu contoh kejadian dimana terjadi negoisasi yaitu
upaya penyelesaian konflik secara ekternal, yaitu: Dalam bentrokan
yang terjadi di wilayah Mampang, Jakarta Selatan, yang
49 Yahya Abdul Habib, Wawancara, Jakarta, 26 April 2019.
77
melibatkan Organisasi Kemasyaratan Pemuda Pancasila dan Forum
Betawi Rembug (FBR) dan kedua tokoh dari kedua Ormas tersebut
yaitu ketua FBR H. Borix dan Ketua PP H. Torik dipertemukan
dan menyetujui untuk menarik massa, dan sepakat untuk tidak
melakukan aksi pembalasan yang ditengahi oleh kepolisian.50
Berdasarkan wawancara oleh Bapak Gunung Hutapea,
beliau menyampaikan bahwa setiap terjadi konflik selalu menyuru
untuk berdamai dan saling bermusyawarah antar kedua belah pihak
Ormas, beliau menuturkan:
“Setiap permasalahan kita memberikan solusi dan
penyelesaian dengan menyuru untuk berdamai dan saling
berkomunikasi antara kedua belah pihak dan biasanya
akan sebentar selesai permasalahannya. Organisasi
kemasyarakatan Pemuda Pancasila dalam menyelesaikan
konflik bentrokan tersebut biasanya melakukan kompromi
atau berdamai dengan bermusyawarah kepada pihak yang
bersangkutan untuk menemukan solusi dan biasanya kita
inisiatif untuk berdamai namun ketika pihak lain
menyatakan harus diselesaikan secara hukum, kita
mengikuti.”51
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Ahmad Suja’I,
beliau menyampaikan bahwa jika terjadi konflik maka diadakan
sebuah pertemuan antara pimpinan kedua belah pihak untuk
mencari solusi. Menurutnya:
“Jadi mekanismenya ketika terjadi sebuah konflik dibawah
maka para pimpinan turun untuk meredam konflik dan
menyelesaikan biasanya diadakan sebuah pertemuan
50 DetikNews, “Bentrok di Mampang, Ketua FBR H Borix dan Ketua PP H Torik
Dipertemukan Polisi”, artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00 dari
https://news.detik.com. 51 Gunung Hutapea, Wawancara, Jakarta, 8 Mei 2019.
78
antara pimpinan kedua belah pihak untuk saling mencari
solusi terbaik dan tentunya didampingi oleh aparat
penegakan hukum.”52
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Hariman Siregar,
SH. M.Si,M.Mar. beliau menyampaikan bahwa dalam terjad
bentrok pengurus melakukan mediasi dengan pengurus anggota
lain dan kepolisian. Beliau menuturkan:
“Dalam hal terjadi bentrok anggota Pemuda Pancasila
dengan unsur oknum organisasi lain maka Pengurus
Pemuda Pancasila melakukan mediasi dengan Pengurus
Anggota Organissi lain dengan pihak kepolisian. Bila ada
unsur pidana nya maka diproses secara hukum dan
Pemuda Pancasila menyiapkan Bantuan Hukum melalui
Badan Bantuan Hukum Pemuda Pancasila.”53
Hal serupa juga dijelaskan oleh Bapak Yahya Abdul
Habib, S.E. Ia menyatakan bahwa:
“Berkoordinasi dengan aparat dan pihak organisasi yang
lain yang terlibat kita bermusyawarah dengan duduk
bersama, hampir setiap bentrokan ujungnya pasti berdamai
dan tidak pernah membesar-besarkan masalah. Jadi
mediasinya dengan cara bermusyawarah dengan
dibertemukannya kedua belah pihak pimpinan organisasi
dan ditengahi oleh aparat penegakan hukum.”54
Tindakan persuasif adalah salah satu upaya yang
dilakukan oleh Pemuda Pancasila dalam menyelesaikan konflik
dengan Ormas lain dengan melakukan perundingan dan
musyawarah untuk mendapatkan titik temu.
52 Ahmad Sujari, Wawancara, Tanggerang, I Mei 2019. 53 Hariman Siregar, Wawancara, Jakarta, 28 Mei 2019. 54 Yahya Abdul Habib, Wawancara, Jakarta, 26 April 2019.
79
Berdasarkan data di atas, Penyelesaian konflik secara
eksternal dalam keterlibatan oknum anggota Pemuda Pancasila,
sikap yang dilakukan oleh pimpinan organisasi dalam
menyelesaikan konflik yaitu dengan cara persuasif yaitu melakukan
perundingan dan musyawarah dengan pihak organisasi yang lain
dan berkoordinasi dengan aparat Kepolisian untuk mencari solusi
atau jalan keluar untuk saling berdamai dan selalu berusaha
meredam dalam menyelesaikan konflik antar kedua Ormas dengan
saling bertemu dengan pimpinan-pimpinan pengurus antara kedua
belah pihak untuk mencari jalan keluar atau solusi yang terbaik
yang ditengahi oleh kepolisian dan sepakat untuk menarik massa
dan sepakat untuk tidak melakukan aksi pembalasan.
Hal tersebut merupakan salah satu tujuan sebenarnya dari
negoisasi yaitu upaya penyelesaian konflik. Seperti yang dijelaskan
oleh Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, tentang tujuan dari
negoisasi yaitu “pertama, tercapainya kata sepakat antar kedua
pihak secara bersama. Kedua, tercapainya kondisi penyelesaian
atau jalan keluar yang merupakan tujuan sebenarnya dari
negoisasi yaitu upaya penyelesaian konflik dan ketiga, tercapainya
kondisi saling menguntungkan.”55 Dari pemaparan itu, Nampak
jelas bahwa Ormas Pemuda Pancasila melakukan negoisasi dalam
upaya penyelesaian konflik dengan Ormas yang lain.
55 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, “Komunikasi Politik Sebuah Pengantar”
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2018). h.106.
80
Jadi sikap pimpinan pengurus Pemuda Pancasila terhadap
anggota yang terlibat dalam bentrokan massa ialah dengan cara
bernegoisasi dengan tujuan untuk upaya-upaya penyelesaian
konflik dan berusaha untuk meredam dengan mengutamakan
persuasif. Upaya-upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh
Ormas Pemuda Pancasila dilakukan dengan dua cara. Pertama,
tindakan preventif sebagai tindakan pencegahan sebelum terjadi
konflik yang lebih tajam dan luas. Kedua, tindakan persuasif
sebagai upaya penyelesaian konflik, yaitu secara internal dan
secara ekternal. Penyelesaian secara internal yaitu penyelesaian di
dalam organisasi dengan memberikan sanksi dan teguran terhadap
anggota yang terlibat dan ketika ada anggota yang bermasalah
dengan penegakan hukum maka Pemuda Pancasila memberikan
pendampingan dan pembelaan secara hukum melalui pengacara
yang dimilikinya yaitu Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum
(BPPH) Pemuda Pancasila paling tidak hal tersebut bisa
meminalkan hukuman. Sedangkan penyelesaian secara ekternal
yaitu penyelesaian antar organisasi yang terlibat, dengan cara
saling bertemu antar pimpinan pengurus untuk bersepakat untuk
meredam permasalahan dan bersekapat untuk menyelesaikan
konflik dengan berdamai.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
Pemuda Pancasila sebagai Ormas belum berperan dan menjalankan
kewajibannya dalam menjaga ketertiban umum dilingkungan masyarakat. Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Pasal 59 ayat (3) huruf (c)
berbunyi bahwa: “Ormas dilarang untuk melakukan tindakan kekerasan,
menggangu ketentraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan
fasilitas sosial.” karena Pemuda Pancasila terlibat dalam beberapa bentrokan
massa sehingga hal ini menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat.
Bentrokan terjadi karena berbagai latar belakang dan biasanya yang
terlibat dalam bentrokan itu ialah anggota yang ada dibawah atau grassroot yang
berprofesi seperti penjaga parkir dan pedagang kaki lima. Pada dasarnya
bentrokan yang terjadi karena permasalahan pribadi anggota atau oknum yang ada
Ormas yang akhirnya terbawa-bawa membawa nama organisasi. Faktor yang
menjadi setiap permasalahan biasanya karena permasalahan kecil seperti
permasalahan ekonomi dan dalam mencari nafkah contohnya penjaga parkir,
penagihan hutang, dan pencabutan bendera. Hal-hal tersebut terjadi karena
kurangnya pembinaan yang merata dan sistem pengkaderan yang kurang merata
sehingga anggota organisasi mendapatkan bekal yang sama dalam berorganisasi
82
dan tidak bertindak semaunya sehingga dapat meminimalisir tindakan-tindakan
yang dapat merugikan organisasi.
Aparat penegakan hukum dalam kasus bentrokan massa yang melibatkan
Pemuda Pancasila ialah berupaya menyelesaikan konflik antar Ormas tersebut
dengan mengutamakan persuasif, dengan cara memediasikan dan menjadi
mediator atau juru damai antara Ormas yang terlibat bentrokan untuk saling
bernegoisasi yaitu menemukan jalan keluar, meredam konflik dan
mendamaikannya. Dalam kasus ini aparat penegakan hukum, belum pernah
memberikan sanksi secara organisasi. Karena pada dasarnya Ormas Pemuda
Pancasila tidak pernah memberikan instruksi atau menyuruh untuk melakukan
bentrokan massa, oleh karena itu secara organisasi pemuda Pancasila hanya
diberikan teguran dan yang diberikan sanksi adalah oknum anggota yang ada di
dalam organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila.
Sikap pimpinan pengurus Pemuda Pancasila terhadap anggota yang terlibat
dalam bentrokan massa ialah dengan cara bernegoisasi dengan tujuan untuk
upaya-upaya penyelesaian konflik dan berusaha untuk meredam dengan
mengutamakan persuasif. Upaya-upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh
Ormas Pemuda Pancasila dilakukan dengan dua cara. Pertama, tindakan preventif
sebagai tindakan pencegahan sebelum terjadi konflik yang lebih tajam dan luas.
Kedua, tindakan persuasif sebagai upaya penyelesaian konflik, yaitu secara
internal dan secara ekternal. Penyelesaian secara internal yaitu penyelesaian di
dalam organisasi dengan memberikan sanksi dan teguran terhadap anggota yang
terlibat dan ketika ada anggota yang bermasalah dengan penegakan hukum maka
83
Pemuda Pancasila memberikan pendampingan dan pembelaan secara hukum
melalui pengacara yang dimilikinya yaitu Badan Penyuluhan dan Pembelaan
Hukum (BPPH) Pemuda Pancasila paling tidak hal tersebut bisa meminalkan
hukuman. Sedangkan penyelesaian secara ekternal yaitu penyelesaian antar
organisasi yang terlibat, dengan cara saling bertemu antar pimpinan pengurus
untuk bersepakat untuk meredam permasalahan dan bersekapat untuk
menyelesaikan konflik dengan berdamai.
B. Saran
Beberapa hal yang peneliti rekomendasikan setelah melakukan penelitian
ini. Antara lain:
Pertama, Aparat penegak hukum selayaknya bisa berlaku adil untuk
menindak secara professional para okum anggota Pemuda Pancasila yang terlibat
dalam bentrokan massa, apalagi oknum tersebut sudah terindikasi melanggar
hukum, hal ini demi meningkatkan rasa keadilan seluruh masyarakat.
Kedua, untuk menghindari terjadinya konflik yang lebih tajam secara
internal, aturan organisasi tentang pengkaderan selayaknya bisa di
implementasikan secara lebih baik. Hal ini di maksudkan agar seluruh anggota
kader memiliki bekal yang sama dalam berorganisasi dan tidak berperilaku
semaunya sendiri.
84
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arliman, Laurensius Arliman. Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat.
Yogyakarta: Deepulish, 2015.
Dalam Anggaran Dasar Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila Bab I
tentang “Nama, Waktu, dan Kedudukan” Pasal 1, 2, 3. dan Bab II tentang
“Asas, Dasar, dan Tujuan” Pasal 4, 5, 6.
Dalam Anggaran Dasar Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila Bab IV
tentang “Pokok-Pokok Perjuangan” Pasal 10.
Dalam Anggaran Dasar Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila Bab IX,
Pasal 17 tentang “Susunan dan Jenjang Organisasi”.
Dalam Anggaran Rumah Tangga Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Pancasila
Bab I, Pasal 3 tentang “Semboyan”.
Dalam Hasil Keputusan Musyawarah Besar IX Organisasi Kemasyarakatan
Pemuda Pancasila tahun 2014, tentang Program Umum Pemuda Pancasila
Bab I.
Heryanto, Gun Gun. Dan Rumaru, Shulhan. Komunikasi Politik Sebuah
Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2018.
Rauf, Mawasdi. Konsensus Politik. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dapartemen Pendidikan Nasional, 2000.
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Depok: PT RajaGrafindo, 2018.
85
Tim Grasindo. Update Paling lengkap Undang-Undang Ormas. Jakarta: PT
Grasindo, 2018.
Tim Redaksi. Kumpulan Lengkap UU Ormas dan Yayasan. Yogyakarta: Laksana,
2017.
Tim Redaksi. Terlengkap UUD 1945 dan Amandemen. Yogyakarta: Laksana,
2018.
Ubaedillah. Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Pancasila Demokrasi dan
Pencegahan Korupsi. Jakarta: Kencana, 2015.
Winayanti, Nia Kania. “Dasar Hukum Pendirian dan Pembubaran Ormas”,
Yigyakarta: Pustaka Yustisia, (2011).
Yusuf, Muri. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan”,
Jakarta: Kencana, 2014.
Undang-Undang Republik Indonesia
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017
tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
86
Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
Jurnal Online
Hairi, Prianter Jaya. “Landasan Hukum Rencana Pembubaran Organisasi
Kemasyarakatan”, Info Singkat, Volume IX Nomor 10, (2017), h.1-4.
Maasum, Magfirah. “Penerapan Sanksi terhadap Ormas yang Bertentangan
dengan Nilai-Nilai Pancasila Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan”, Lex Crimen, Volume VI
Nomor 5, (2017), h.5-11.
Tarulina, Hotma “Pertanggungjawaban Pidana terhadap Perbuatan Pidana yang
Dilakukan oleh Anggota Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyrakatan”, Jom Fakultas Hukum, Volume IV Nomor 2, (2017), h.1-
12.
Wada, Igam Arya. “Wewenang Pemerintah dalam Pembubaran Organisasi
Masyarakat”, E-Journal Lentera Hukum, Volume 4, Issue 3, (2017),
h.150-162.
87
Wibowo, Catur dan Harefa, Herman. “Urgensi Pengawasan Organisasi
Kemasyarakatan oleh Pemerintah”, Jurnal Bina Praja, Volume 7 Nomor
1, (2015), h.1-18.
Artikel Internet
Afkar Sarvika, Mohamad. “Terlibat Bentrok, Pimpinan Pemuda Pancasila Bogor
Tidak Ingin Benturan Dengan Polisi”. Dari https://bogor.tribunnews.com. .
Artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari 2019, 20:00.
DetikNews, “Bentrok di Mampang, Ketua FBR H Borix dan Ketua PP H Torik
Dipertemukan Polisi”, dari https://news.detik.com. artikel ini diakses pada
Rabu, 13 Februari 2019, 20:00.
DetikNews, “FBR Vs PP Bentrok Saling Rusak Posko di Mampang, Polisi Usut
Pelakunya”, dari https://news.detik.com artikel ini diakses pada Rabu, 13
Februari 2019, 20:00.
Firdaus, Andi. “Bentrok Ormas di Bekasi, Polisi: Mereka Bermusuhan”. dari
https://www.antaranews.com. artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari
2019, 20:00.
Nailufar, Nibras Nada. “Bermula dari Gardu Ormas Dilempari, Tawuran Terjadi
di Jaksel”, dari https://megapolitan.kompas.com. artikel ini diakses pada
Rabu, 13 Februari 2019, 20:00.
Oktaviani, “Satu Orang Terluka Saat Bentrok FBR dan Pemuda Pancasila di
Depok”. dari https://akurat.co. Artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari
2019, 20:00.
88
Pemudapancasila.ir.id, “Suasana Akrab Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional
(MPN) Pemuda Pancasila Dengan Habib Umar Al Hamid (Penasehat FPI
Pusat) Terkait Video Viral Adu Domba Sekaligus Menyerahkan Surat
Permohonan Maaf” dari https://pemudapancasila.or.id. artikel ini diakses
pada Kamis, 6 Juni 2019, 20:00.
SuaraJakarta.co, “Segerombolan Pemuda Bawa Balok dan Parang Tawuran di
BSD”, dari http://suarajakarta.co. artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari
2019, 20:00.
Sutanto, Dharmawan. “Bawa Golok, FBR dan Pemuda Pancasila Bentrok di Johar
Baru”, dari https://www.merdeka.com. artikel ini diakses pada Rabu, 13
Februari 2019, 20:00.
Tohir, Jaisy Rahman. “Bentrok Ormas, Ketua PAC Pemuda Pancasila Sebut
Bentuk Balasan Karena Poskonya Dirusak”. dari
http://jakarta.tribunnews.com. Artikel ini diakses pada Rabu, 13 Februari
2019, 20:00.
Viva.co.id. “Bentrok FBR Vs Pemuda Pancasila di Pamulang”. Dari
https://www.youtube.com/watch?v=3yM5mt1Skm0 artikel ini diakses pada
Jumat, 15 Februari 2019.
Wawancara
Bapak Ahmad Suja’i, Sekretaris II Pimpinan Anak Cabang (PAC) Pemuda
Pancasila Kecamatan Tiga Raksa.
89
Bapak Capt Hariman Siregar, SH. M.Si,M.Mar, Ketua bidang organisasi dan
keanggotaan Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila DKI
Jakarta.
Bapak Gunung Hutapea, Ketua bidang organisasi dan keanggotaan Majelis
Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila.
Bapak Yahya Abdul Habib, S.E, Wakil Sekretariat Jendral bidang organisasi dan
keanggotaan Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila.
H. Zulkarnain, S.E, Ketua bidang pertahanan dan keamanan Majelis Pimpinan
Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Banten.
Ibu Eka Sularsti Amirudin, Sekretaris Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda
Pancasila Kabupaten Tanggerang.
90