Orang Miskin Dilarang Sekolah
-
Upload
imas-walijah -
Category
Documents
-
view
178 -
download
9
description
Transcript of Orang Miskin Dilarang Sekolah
Imas Walijah_0800012
Orang Miskin Dilarang Sekolah
”Orang miskin dilarang sekolah,” sebuah ungkapan yang sudah sering kita
dengar. Ungkapan itu sedikit banyak bisa menggambarkan fenomena pendidikan
di Indonesia. Orang miskin dilarang sekolah, entah karena tingginya biaya
pendidikan ataupun sistem pendidikan yang ada di Indonesia yang belum bisa
menjadi salah satu potret terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pendidikan kita masih diragukan kemampuannya untuk membuat orang
pintar dan dengan demikian mampu melepaskan belenggu masyarakat dari
kemiskinan. Di sisi lain, kaum miskin memang menjadi kaum ”terlarang” untuk
memasuki kawasan pendidikan tinggi. Siapa tak heran, sudah jelas disaksikan
bagaimana angka kemiskinan dan rendahnya pendapatan yang diderita oleh
sebagian besar masyarakat, nyatanya itu tak membuat pemerintah bergeming
untuk menaikkan harga segala biaya masuk dan biaya perlengkapan pendidikan.
Lalu pendidikan itu akan diperuntukkan bagi siapa? Apakah hanya kelas atas saja
—yang jumlahnya sangat kecil, sementara kelas bawah tetap dengan
ketertindasannya? Tampak jelas bahwa kebijakan-kebijakan pendidikan yang
direkayasa oleh pemodal dan penguasa ini menjadi cermin betapa buruknya
negara ini mengelola pendidikan, betapa tidak warasnya para penguasa ini
memperlakukan masyarakat miskin.
Saya rasa adalah sebuah kebenaran bahwa orang miskin seakan
tereliminasi dari dunia pendidikan dan terdiskriminasi. Memang ada jalan
tersendiri apabila orang miskin itu pintar, masih bisa cari beasiswa, tapi orang
miskin yang belum pintar??? Bukankah di sekolah itu justru mereka harusnya
mendapatkan ilmu untuk bisa menjadi pintar?
Kalau kita melihat sekarang ini mungkin pendidikan sudah mulai murah,
tetapi itu belum merata. Ada sekolah yang bertingkat dengan segudang
fasilitasnya. Di sisi lain, orang-orang miskin di pelosok sana menuntut ilmu di
sekolah yang sudah mulai ambruk namun masih digunakan sebagai tempat
belajar-mengajar karena tak ada pilihan yang lebih baik bagi mereka. Begitulah,
sukar bagi anak-anak di pelosok itu untuk berkembang sebaimana anak-anak
perkotaan yang dengan mudah dan lahapnya menyantap pendidikan dan ilmu
pengetahuan. Buku cetak berkualitas maupun e-book dengan begitu mudahnya
mereka dapatkan. Pembatas arus informasi nyaris sudah tak ada bagi mereka
karena akses untuk memperolehnya sudah begitu berserakan. Tapi, sekali lagi,
tengoklah mereka yang di pelosok sana hanya bisa menggunakan buku-buku yang
sudah using yang bahkan isinya sudah tidak relevan dengan kurikulum yang
berlaku pada masa sekarang karena saking sudah tuanya buku-buku itu.
Begitulah. Lantas, bagaimana dengan nasib orang miskin itu di ranah
perguruan tinggi? Sudah dipahami masyarakat dan menjadi keprihatinan yang
teramat luas bahwa betapa timpangnya pendidikan kita menyerap anak didiknya.
Dalam berbagai perguruan tinggi negeri terdapat berbagai kelas khusus, dari yang
super-eksekutif untuk very-very important person (VVIP), yang eksekutif untuk
very important person (VIP), kelas istimewa, kelas spesial sampai kelas anak
jelata.
Pendidikan ternyata tidak mengajarkan bagaimana jurang stratifikasi sosial
itu dihentikan dan setiap murid mendapatkan perlakuan yang sama serta wajar.
Pendidikan justru jelas-jelas mengajarkan bagaimana diskriminasi dilakukan jika
tak ada uang. Maka benarlah dikatakan bahwa orang miskin terlarang memasuki
bangku kuliah.
Ibarat sudah jatuh, masyarakat miskin yang memiliki kemampuan
akademik di atas rata-rata, akhirnya tertimpa tangga pula. Tertutup ruang bagi
mereka untuk mengembangkan kemampuannya di universitas-universitas
berkualitas. Akhirnya, segala potensi yang ada dalam diri mereka itu pun terkubur
bersama cita-citanya. Orientasi mereka sudah digeser untuk sekadar mencari uang
dan uang, dengan berbagai cara. Kualifikasi akademis sudah dipinggirkan jauh-
jauh. Dan sekali lagi, orang miskin memang benar-benar terlarang bersekolah!
Ayo Sekolah!!! Demikian jargon yang sering kita dengar. Tak hanya itu,
kita sebagai orang yang peduli akan bangsa ini tidak boleh membiarkan anak
bangsa kita mengais rejeki di jalanan, tidur di kolong-kolong jembatan, yang di
atasnya dilewati mobil-mobil plat merah pegawai dinas pendidikan yang seakan
buta akan fenomena itu.