Orang Dayak Sangat Jujur

4
Orang Dayak Sangat Jujur Ekspedisi Khatulistiwa Hanya 1 Peneliti Hutan Radar Banjarmasin - Radar Banua http://dayakmeratushst.blogspot.com/ BARABAI – Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 di Meratus Hulu Barabai kembali mencatat perilaku dan budaya komunitas Adat Dayak Meratus yang sangat dekat dengan alam. Bertani tugal, dan menjaga hutan, dalam istilah mereka fungsinya sebagai hutan keramat, adat, dan hutan lindung. Budaya dan tradisi Dayak Meratus cukup berbeda dengan Dayak di luar Meratus. Jika dayak di Kalteng memiliki tradisi minum baram (minuman keras hasil permentasi, red), di Meratus kebiasaan itu tidak ditemukan. Begitu juga dengan Aruh Adat yang sangat jarang ditemui kebiasaan berkarasminan seperti main judi. Gaya hidup Dayak Meratus terdalam lebih original dan mengendepankan kemaslahan buat semua. Dr Ir Abdul Haris Mustari, MSc, satu-satu peneliti senior Ekspedisi Khatulistiwa 2012 di Meratus mengaku terharu dengan kejujuran orang Dayak Meratus. Tingkat jujur dan kepercayaan menempati hal terpenting dari kehidupan mereka. Standar kejujuran itu sangat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari dan mereka sangat percaya apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya. “Artinya, kalau ada yang berbicara, kebanyakan mereka sangat yakin itu benar, karena mereka melihat dan menilai seperti dirinya sendiri yang tidak mungkin berdusta. Kalau mereka berjanji, bakal ditepati, begitu juga kalau kita yang berjanji, tentu mereka akan menagih janji. Kesimpulannya, jangan sembarangan mengumbar janji, mereka sangat ingat,” tukasnya Haris, panggilan Abdul Haris Mustari. Mereka memiliki rasa sungkan dan penghargaan yang tinggi. Hal itu terungkap setelah tim selama satu pekan lebih singgah dan bermalam di Balai-Bali Desa Kundan seperti Miulan, mampir di Impun, Tamburasak, dan menginap Mancatur. Semua masuk dalam kawasan gunung Tindihan. Saking hormatnya dengan benih padi, mereka sangat sungkan menyebut dan membandingkan antarbenih. “Padahal, kami berhasil mencatat 19 varietas padi yang mereka tanam. Namun diantara mereka tidak mau membandingkan rasa antarsatu benih dengan benih yang lain. Semangat pemali cukup tinggi di Meratus,” tambahnya. Peneliti juga berhasil meneliti cara hidup dan berladang yang masih dipegang teguh komunitas Dayak yang biasa disebut tugal. Mulai penghargaan dan penghormatan kepada roh padi, menanam padi dengan cara komunal namun saat memanen perindividu, cara menyemai padi, menyimpan hasil panen, sampai trik-trik agar tanaman sukses dan alasan memilih menanam di lereng-lereng gunung. Menanam padi yang diselingi dengan pohon karet menjadi unik untuk menjaga kondisi tanah tetap subur setelah mereka berpindah alias ladang berpindah. Menanam karet di sela-sela menanam padi diakuinya strategi jitu untuk menjaga tanah. ,Artinya, setelah padi itu panen dan mereka berpindah dan mencari lahan baru untuk bercocok tanam, karet itu seiring waktu makin membesar, biasanya, mereka kembali ke lahan yang sama antara 5-10 tahun lagi. Sedangkan karet sudah menghasilkan serta tanah tetap subur dan kuat mencengkram bumi. “Tradisi lahan perpindah masih ditemui, namun sangat ketat syarat yang harus mereka penuhi,” ujarnya. Penemuan lain yang cukup unik adalah telepon seluler. Rata-rata umbun atau kepala keluarga memiliki alat komunikasi yang satu ini. Namun mereka rata-rata tidak mengenal huruf dan angka. Tip dan trik menggunakan telepon dan mencari nama orang di buku telepon sampai sekarang belum dipahami. ”Kami belum mengetahui cara mereka menemukan nama orang di HP, saat ini Tim Komsos mengajari mereka membaca sambil memahami cara mereka menggunakan hp,” terang Haris agak heran. Kejadian alam yang paling nampak saat mendaki puncak gunung Tindihan adalah pohon-

description

isnak

Transcript of Orang Dayak Sangat Jujur

Orang Dayak Sangat Jujur

Ekspedisi Khatulistiwa Hanya 1 Peneliti Hutan

Radar Banjarmasin - Radar Banua

http://dayakmeratushst.blogspot.com/

BARABAI Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 di Meratus Hulu Barabai kembali mencatat perilaku dan budaya komunitas Adat Dayak Meratus yang sangat dekat dengan alam. Bertani tugal, dan menjaga hutan, dalam istilah mereka fungsinya sebagai hutan keramat, adat, dan hutan lindung.Budaya dan tradisi Dayak Meratus cukup berbeda dengan Dayak di luar Meratus. Jika dayak di Kalteng memiliki tradisi minum baram (minuman keras hasil permentasi, red), di Meratus kebiasaan itu tidak ditemukan. Begitu juga dengan Aruh Adat yang sangat jarang ditemui kebiasaan berkarasminan seperti main judi. Gaya hidup Dayak Meratus terdalam lebih original dan mengendepankan kemaslahan buat semua.Dr Ir Abdul Haris Mustari, MSc, satu-satu peneliti senior Ekspedisi Khatulistiwa 2012 di Meratus mengaku terharu dengan kejujuran orang Dayak Meratus. Tingkat jujur dan kepercayaan menempati hal terpenting dari kehidupan mereka. Standar kejujuran itu sangat mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari dan mereka sangat percaya apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya.Artinya, kalau ada yang berbicara, kebanyakan mereka sangat yakin itu benar, karena mereka melihat dan menilai seperti dirinya sendiri yang tidak mungkin berdusta. Kalau mereka berjanji, bakal ditepati, begitu juga kalau kita yang berjanji, tentu mereka akan menagih janji. Kesimpulannya, jangan sembarangan mengumbar janji, mereka sangat ingat, tukasnya Haris, panggilan Abdul Haris Mustari.Mereka memiliki rasa sungkan dan penghargaan yang tinggi. Hal itu terungkap setelah tim selama satu pekan lebih singgah dan bermalam di Balai-Bali Desa Kundan seperti Miulan, mampir di Impun, Tamburasak, dan menginap Mancatur. Semua masuk dalam kawasan gunung Tindihan. Saking hormatnya dengan benih padi, mereka sangat sungkan menyebut dan membandingkan antarbenih.Padahal, kami berhasil mencatat 19 varietas padi yang mereka tanam. Namun diantara mereka tidak mau membandingkan rasa antarsatu benih dengan benih yang lain. Semangat pemali cukup tinggi di Meratus, tambahnya.Peneliti juga berhasil meneliti cara hidup dan berladang yang masih dipegang teguh komunitas Dayak yang biasa disebut tugal. Mulai penghargaan dan penghormatan kepada roh padi, menanam padi dengan cara komunal namun saat memanen perindividu, cara menyemai padi, menyimpan hasil panen, sampai trik-trik agar tanaman sukses dan alasan memilih menanam di lereng-lereng gunung.Menanam padi yang diselingi dengan pohon karet menjadi unik untuk menjaga kondisi tanah tetap subur setelah mereka berpindah alias ladang berpindah.Menanam karet di sela-sela menanam padi diakuinya strategi jitu untuk menjaga tanah. ,Artinya, setelah padi itu panen dan mereka berpindah dan mencari lahan baru untuk bercocok tanam, karet itu seiring waktu makin membesar, biasanya, mereka kembali ke lahan yang sama antara 5-10 tahun lagi. Sedangkan karet sudah menghasilkan serta tanah tetap subur dan kuat mencengkram bumi.Tradisi lahan perpindah masih ditemui, namun sangat ketat syarat yang harus mereka penuhi, ujarnya.Penemuan lain yang cukup unik adalah telepon seluler. Rata-rata umbun atau kepala keluarga memiliki alat komunikasi yang satu ini. Namun mereka rata-rata tidak mengenal huruf dan angka. Tip dan trik menggunakan telepon dan mencari nama orang di buku telepon sampai sekarang belum dipahami.Kami belum mengetahui cara mereka menemukan nama orang di HP, saat ini Tim Komsos mengajari mereka membaca sambil memahami cara mereka menggunakan hp, terang Haris agak heran.Kejadian alam yang paling nampak saat mendaki puncak gunung Tindihan adalah pohon-pohon besar layu akibat disergap petir. Puncak gunung itu tidak pernah diganggu gugat dengan alasan kawasan hutan keramat.Kendati tidak pernah disentuh, puncak gunung itu pernah terbakar medio 1997 silam akibat elnino. Cirinya terlihat dari banyaknya tumbuhan yang jadi vioner seperti semak-semak, contohnya tumbuhan Haredong dan Makarangga.Kawasan itu pernah terbuka yang ditandai dua tumbuhan tersebut, namun seiring waktu, kembali rimbun, katanya sembari mengatakan, tradisi berburu orang dayak yang saat ini tetap mengincar Payau, Kijang, Kanal dan Napu (sejenis kijang,red).Wadan SubKorwil 8 Mayor Inf Ardian Triwasana menjelaskan, tim penjelajah pertama masih bertahan di Balai Mancatur, sedangkan tim peneliti ditarik pulang untuk selanjutnya berangkat lagi ke Juhu, Batang Alai Timur. Rencananya, mereka diantar dulu menggunakan kendaraan sampai di Hinas Kiri.Dia mengakui, tim ekspedisi di Barabai hanya didampingi satu orang ahli dari Fakultas Kehutanan, IPB, sedangkan tim masih kesulitan menemukan ahli-ahli yang lain.Kami kesulitan mencari peneliti yang spesifik di Banua, seperti Geologi, kami tidak menemukan ahlinya dari Unlam, kata Ardian.Dari catatan Radar Banjarmasin, untuk menaklukan Juhu, tim harus bekerja keras, hitungan komunitas Dayak yang biasa berjalan kaki, untuk sampai ke juhu harus menempuh jalan kaki dari Kiyo puncak Gunung Panitiranggang (1-2 jam), dilanjutkan ke Datar Alai (2-3 jam), terus ke Aing Muhut (2-3 jam), dilanjutkan ke puncak gunung Kilai (3-4 jam), terakhir untuk sampai ke Juhu kembali membutuhkan waktu 2-3 jam.Waktu tempuh itu bisa semakin lama kalau yang tidak biasa ke hutan dan gunung. Ke sana biasanya harus menggunakan penunjuk jalan warga setempat karena sangat terpencil dan masuk hutan lindung. Seingat saya, membutuhkan waktu lima hari, 2 hari 2 malam berjalan dan menginap di hutan, singgah sehari semalam di Desa Juhu, pulangnya juga dua hari, tukas Ijon, warga yang pernah menghitung turun naiknya salah satu rombongan yang pernah naik ke Juhu.Sedangkan tim pertama hanya memutar dan meneliti di gunung Tindihan yang masih masuk Desa Kundan. Desa ini memiliki 11 balai yang tersebar di penjuru terdalam hutan yaitu Balai Bangkaon, Biang, Miulan, Pantai kaba, Bindang (Balai Lokasi), Impun, Tamburasak, Mancatur, Kumuh 2, Kumuh 1, Ambih, dan Pantai Binuang.(amt)

Diposkan oleh Wahyuni di 00.02

Reaksi:

Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat Email

HYPERLINK "http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3607574931457692250&postID=7252111059639217392&target=blog" \o "BlogThis!" \t "_blank" BlogThis!

HYPERLINK "http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3607574931457692250&postID=7252111059639217392&target=twitter" \o "Berbagi ke Twitter" \t "_blank" Berbagi ke Twitter

HYPERLINK "http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3607574931457692250&postID=7252111059639217392&target=facebook" \o "Berbagi ke Facebook" \t "_blank" Berbagi ke Facebook

HYPERLINK "http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3607574931457692250&postID=7252111059639217392&target=pinterest" \o "Bagikan ke Pinterest" \t "_blank" Bagikan ke Pinterest10 Budaya Dayak Meratus Terancam Punah

BANJARMASINPOST.CO.ID, PARINGIN -Sedikitnya sepuluh macam budaya masyarakat adat Dayak Meratus, khususnya di wilayah Balai Gadang dan Balai Limbur di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan, terancam hilang dan punah.

Menurut Wakil Koordinator Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel Juliade saat ditemui di Paringin, Ibu Kota Balangan, Senin, hal tersebut diketahui berdasarkan hasil inventarisasi yang telah mereka lakukan. "Sejak 15 Mei - 30 Mei lalu kami melakukan inventariasasi keanekaragaman hayati dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat adat Dayak Meratus di kedua Balai tersebut dan diketahui sedikitnya sepuluh macam kebudayaan mereka terancam punah," ujarnya. Kegiatan inventarisasi dilakukan oleh AMAN Kalsel bekerja sama dengan Yayasan Kehati Jakarta guna mengetahui kehidupan masyarakat adat Dayak Meratus di kedua balai tersebut pada sepuluh tahun yang lalu dan sekarang. Hasil inventarisasi itu, ujarnya, dituangkan dalam bentuk buku yang saat ini masih dalam proses pengerjaan, memuat Tabel Biodiversity tentang berbagai aspek kehidupan masyarakat adat Dayak Meratus di Balai Gadang dan Balai Limbur. "Tabel Biodiversity memuat tentang Makanan Karbohidrat yang terdiri dari buah-buahan, sayuran dan hewan buruan sebagai bahan makanan, budaya, pengembangan ekonomi, energi, tumbuhan obat, bahan rumah tangga, lingkungan dan sandang atau pakaian," katanya. Semua aspek kehidupan yang termuat dalam Tabel Biodiversity itu disajikan dengan perbandingan antara sepuluh tahun yang lalu dengan keadaan sekarang. Berdasarkan hasil inventarisasi itulah, beberapa kebudayaan berupa permainan tradisional Dayak Meratus seperti balogo, babintih dan gasing kini sudah tidak dimainkan lagi. Selain itu, kesenian tradisional Dayak Meratus seperti tampihikan, kuriding, radab, gunggut, baandi-andi, batutur dan serunai juga tidak dimainkan lagi. "Minat generasi muda Dayak Meratus terhadap kebudayaan itu sudah sangat kurang. Permainan dan seni itu hanya diketahui oleh kaum tua saja sehingga keberadaannya kini terancam punah," tambahnya. Kurangnya minat generasi muda Dayak Meratus dalam mempelajari dan melestarikan budaya setempat, dipandang sebagai akibat negatif dari tekhnologi. Perkembangan tekhnologi membuat generasi muda Dayak Meratus memandang budaya tradisional sebagai sesuatu yang kuno sehingga mereka enggan untuk melestarikannya. Kondisi tersebut katanya, bila tidak segera diatasi akan semakin membuat budaya tradisional Dayak Meratus hilang dan mengalami kepunahan. "Perlu adanya pemahaman, penguatan dan perubahan pola pikir di kalangan generasi muda Dayak Meratus tentang arti pentingnya menjaga dan melestarikan kebudayaan mereka," katanya. Penting untuk ditanamkan bahwa bila mereka menginginkan pengakuan dan dihormati maka harus dimulai dari diri mereka sendiri agar bisa mengakui dan menghormati adat istiadat serta budaya yang dimiliki. Untuk itu perlu adanya kepedulian dan keterlibatan semua pihak, seperti para tetuha adat, pihak swasta seperti LSM dan lembaga adat serta pemerintah melalui pendidikan di sekolah, demikian Juliade.red:Eka DSumber:ant