Optimasi Injeksi Gas untuk Peningkatan Produksi pada ... · Riska Milza Khalida, 12206030, Semester...
Transcript of Optimasi Injeksi Gas untuk Peningkatan Produksi pada ... · Riska Milza Khalida, 12206030, Semester...
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 1
Optimasi Injeksi Gas untuk Peningkatan Produksi pada
Lapangan Gas Lift dengan Sistem yang Terintegrasi
Oleh :
Riska Milza Khalida*
Dr.Ir. Pudjo Sukarno, M.Sc**
Sari
Dalam penelitian ini, simulasi dan analisa performa suatu lapangan minyak yang memiliki empat sumur
dilakukan dengan metode gas lift. Kebutuhan gas injeksi setiap sumur diketahui berdasarkan Gas Lift Performance
Curve (GLPC). Untuk mendapatkan produksi yang maksimal, dilakukan penginjeksian dengan laju gas injeksi
optimum setiap harinya. Namun tidak selamanya, kebutuhan gas injeksi optimum dapat terpenuhi. Oleh karena itu
perlu dilakukan metode alokasi gas injeksi dengan metode equal slope agar recovery tetap meningkat.
Simulasi pada tugas akhir kali ini dilakukan dengan pemodelan yang terintegrasi yakni meliputi system
reservoir serta system produksi dan fasilitas permukaan. Model reservoir yang bersifat heterogen dibangun dengan
simulator Petrel, Hasil pengembangan model dengan menggunakan Petrel dipindahkan ke simulator ECLIPSE.
Sedangkan model dari system produksi dan permukaan dibuat dengan menggunakan simulator Pipesim. Kedua
model ini diintegrasikan dengan menggunakan simulator Field Planning Tool (FPT).
Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah mengetahui produksi optimum dan peningkatan recovery dengan
metode gas alokasi secara terintegrasi.
Kata kunci : recovery, metode alokasi gas injeksi, permodelan secara terintegrasi
Abstract
In this research, simulation and performance analysis of an oil field that has four wells done with gas lift
method. Injection gas requirements each well known by Gas Lift Performance Curve (GLPC). To obtain the
maximum production, each well should be injected with optimum injection rate of gas everyday. But sometimes,
there are not enough gas for optimum requirement. Therefore it is necessary to allocate the available gas injection
with allocation gas injection method using equal slope to increase the recovery.
Reservoir simulation in this final assignment is integrated modeling system that include reservoir system,
production and surface facilities system. The heterogeneous reservoir model was built with Petrel and produced
through ECLIPSE. The production and surface facilities model was made and simulated using PIPESIM. Both
models are combined using Field Planning Tool (FPT).
The purpose of this final assignment is to determine the optimum production and improve recovery with gas
allocation and integrated system.
Keywords: recovery, gas allocation, integrated modeling
*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung
**) Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 2
I. PENDAHULUAN
Minyak merupakan sumber energi yang
diperhitungkan dalam kehidupan manusia. Minyak
yang terproduksi dari sebuah reservoir sangat
didambakan dan dipertahankan produksinya, agar
tetap dapat memasok kebutuhan manusia. Ketika
pertama kali sumur minyak berproduksi, energi
reservoir menyebabkan fluida mengalir menuju
permukaan secara natural. Namun setelah
diproduksikan selama waktu tertentu, energi reservoir
semakin menurun sehingga membutuhkan artificial
lift yang membantu fluida reservoir untuk mencapai
permukaan serta meningkatkan produksi yang dapat
memberikan keuntungan maksimum. Metode
artificial lift meliputi sucker rod pumping, gas lifting,
hydraulic pumping, dan centrifugal pumping. Gas
lift merupakan jenis artificial lift yang banyak
digunakan di industry perminyakan.
Gas lift dilakukan dengan menginjeksikan gas pada
kedalaman tertentu di dalam tubing, untuk
menurunkan densitas fluida yang mengalir sehingga
tekanan alir dalam tubing berkurang dan fluida lebih
mudah mencapai permukaan. Laju gas injeksi
memiliki batas optimum yang menghasilkan laju
produksi yang maksimum. Hubungan antara laju gas
injeksi dan laju produksi dapat menggambarkan
kondisi optimum tersebut, dan hubungan tersebut
dinyatakan sebagai Gas Lift Performance Curve
(GLPC). Untuk suatu lapangan minyak yang
mempunyai reservoir heterogen dengan banyak
sumur, potensi produksi sumur akan berbeda-beda
sehingga laju injeksi gas optimum yang dibutuhkan
setiap sumur akan berbeda pula. Berdasarkan pada
GLPC di setiap sumur, maka dapat ditentukan laju
injeksi gas yang dibutuhkan. Namun kondisi ini tidak
selamanya terpenuhi, dimana jumlah gas yang
dibutuhkan tidak tersedia di lapangan. Pada kondisi
ini, perlu dilakukan optimasi alokasi gas injeksi pada
setiap sumur sehingga dapat dihasilkan laju produksi
minyak total lapangan yang maksimum.
Laju injeksi gas yang dibutuhkan selalu berubah
sesuai dengan perubahan kondisi produksi dari
reservoir (tekanan reservoir menurun, GLR lapisan
menurun, watercut meningkat, dsb), oleh karena itu
kebutuhan laju injeksi gas perlu diperkirakan secara
kontinyu. Nodal Analysis hanya berlaku untuk suatu
kondisi reservoir tertentu sehingga memerlukan
tahapan-tahapan perhitungan. Dalam tugas akhir kali
ini, perhitungan yang kontinyu tersebut akan dibahas
melalui optimasi gas lift lapangan dengan
menggunakan integrasi antara model reservoir, model
sumur gas lift dan fasilitas permukaannya. Dengan
menggunakan model yang terintegrasi tersebut, dapat
disimulasikan secara keterpaduan antara reservoir
hingga ke permukaan (separator). Dengan demikian,
perubahan –perubahan di reservoir secara kontinyu
dapat dipantau secara kontinyu.
Model reservoir yang heterogen dibangun dengan
menggunakan simulator Petrel, kemudian
produksinya disimulasikan dengan menggunakan
simulator ECLIPSE dan sumur serta jaringannya
dibangun dengan menggunakan simulator PIPESIM.
Kedua model tersebut secara terintegrasi
digabungkan dengan menggunakan program Field
Planning Tool (FPT)1.
II. TUJUAN
Tujuan tugas akhir ini adalah membangun model
terintegrasi untuk system sumur gas lift di lapangan
minyak yang akan digunakan untuk memperkirakan
gas yang diinjeksikan selama waktu produksi yang
dapat meningkatkan recovery.
III. PENGEMBANGAN MODEL SISTEM
SUMUR GAS LIFT LAPANGAN
Suatu system sumur gas lift yang lengkap dan
terintegrasi terdiri dari gas compression station,
manifold gas injeksi dengan choke injeksi, tubing
string dengan instalasi unloading dan operating
valve. Fluida dari reservoir mengalir ke dalam tubing
dan bercampur dengan gas injeksi pada titik injeksi
dan mengalir ke permukaan. Sedangkan di
permukaan, meliputi flowline dan separator.
Komponen dalam system sumur gas lift ditunjukkan
pada gambar 3.1 yang merepresentasikan satu sumur
gas lift. Sedangkan di lapangan, biasanya mempunyai
lebih dari satu sumur gas lift yang masing-masing
sumur langsung tersambung ke separator melalui
flowline yang berbeda.
Gambar 3.1 Sistem gas lift yang terintegrasi
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 3
Uraian mengenai system sumur gas lift di atas,
menjadi landasan pengembangan model yang
terintegrasi mulai dari reservoir hingga separator
termasuk sistem injeksi gas.
3.1 Model Reservoir
Dalam tugas akhir, dibangun suatu model reservoir
yang heterogen, memiliki aquifer yang akan
berfungsi sebagai mekanisme pendorong.
Pengembangan model ini dilakukan dengan
menggunakan simulator Petrel.
Bentuk reservoir pada penelitian ini adalah Cartesian
3D, memiliki panjang dan lebar masing-masing 2000
ft dengan tebal 50 ft yaitu pada selang kedalaman
antara 4600 ft hingga 4650 ft. Pada arah x dan y, satu
grid mewakili 50 ft sedangkan pada arah z satu grid
mewakili 2.5 ft, sehingga reservoir memiliki grid
sebanyak 40 x 40 x 20 dengan total 32000 sel. Harga
parameter petrofisik pada setiap grid dari model
reservoir tersebut merupakan data nyata lapangan X.
Penyebaran harga porositas di seluruh grid blok
tersebut dilakukan dengan menggunakan metode
geostatistik yang tersedia dalam simulator Petrel.
Reservoir memiliki porositas rata-rata berkisar antara
0.23 - 0.25. Persebaran permeabilitas dilakukan
dengan mengkorelasikan persebaran porositas yang
berasal dari paper yang berjudul Permeability-
Porosity Relationships in Sedimentary Rocks2 .
Korelasi antara permeabilitas dan porositas adalah
sebagai berikut :
Perm=0.5*(Exp(PHIE*40))*0.0075………(3.1)
PermK=Perm/10………….………………..(3.2)
Berdasarkan pada penyebaran data porositas tersebut,
derajat heterogenitas model dinyatakan sebagai
koefisien Dykstra Parsons3. Model reservoir
ditunjukkan pada gambar 3.2.
Untuk memproduksi fluida pada reservoir ini, dibuat
empat buah sumur dengan perforasi sepanjang
ketebalan. Penempatan sumur dilakukan pada lokasi
yang memiliki permeabilitas dan porositas besar
sehingga produksi yang dihasilkan besar. Lokasi
sumur tersebut adalah sumur 1 (1100, 1250), sumur 2
(800,700), sumur 3 (1700,1150, dan sumur 4
(1250,450).
Lokasi keempat sumur tersebut ditunjukkan pada
gambar 3.2
Gambar 3.2 Model reservoir dan posisi sumur pada
simulator Petrel
Aquifer pada model ini dibuat pada kedalaman 4650
ft dengan volume 10 kali volume reservoir dengan
arah pendesakan dari bawah ke atas. Model aquifer
pada reservoir ini menggunakan model Fetkovich.
Tabel 3.1 menunjukkan data PVT dari reservoir yang
digunakan dalam simulasi berikut :
Tabel 3.1 Data PVT
Parameter Harga Satuan
Tekanan Reservoir 2009.6 Psi
Tekanan Buble 1200 psi
Water FVF 1.0147 Rb/stb
Water
Compressibility
2.82 x 10-6 /psi
Oil Gravity 35 oAPI
Gas gravity 0.6636 Sg air
Oil density 53 lb/ft3
Water Density 63.698 lb/ft3
Gas Density 0.050674 lb/ft3
Model heterogen ini memiliki hubungan fungsi
saturasi dengan relative permeability air dan minyak
serta hubungan antara fungsi saturasi dengan relative
permeability gas dan minyak seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.3 dan 3.4. Berdasarkan
gambar tersebut, terlihat bahwa minyak lebih mudah
mengalir jika dibandingkan dengan air, dan gas lebih
mudah mengalir jika dibandingkan dengan gas.
Gambar 3.3 Relative Permeability Air dan Minyak
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 4
Gambar 3.4 Relative Permeability Minyak dan Air
Keempat sumur dikomplesi dengan pemasangan
casing berukuran 5 inch ID, selang perforasi
disesuaikan dengan data log sumur dan pemasangan
tubing dengan ID sebesar 3 inch. Penampang
komplesi sumur ditunjukkan pada gambar 3.5.
Hasil pengembangan model dengan menggunakan
Petrel dipindahkan ke simulator ECLIPSE, gambar
3.6 adalah representasi model reservoir dan sumur
berdasarkan simulator ECLIPSE. Perhitungan
Original Oil In Place berdasarkan ECLIPSE
diperoleh harga 4,569,242 STB/hari.
Gambar 3.5 Komplesi pada simulator Petrel
Gambar 3.6 Model reservoir pada Eclipse dan letak
posisi sumur
3.2 Model Sumur dan Fasilitas Permukaan
Sumur dan jaringan perpipaan dimodelkan dengan
menggunakan simulator PIPESIM yang terdiri dari
empat buah sumur vertikal dan separator. Setiap
sumur dihubungkan dengan separator melalui
flowline sepanjang 500 ft, dan diameter sebesar 4
inch, roughness sebesar 0.001 inch dan wall thickness
sebesar 0.5 inch. Tekanan kerja separator dibatasi
sebesar 200 psi. Gambar 3.7 menunjukkan layout
keempat sumur, flowline, dan separator.
Korelasi yang digunakan untuk menghitung
kehilangan tekanan alir di dalam tubing dan flowline
masing-masing dengan menggunakan korelasi
Hagedorn & Brown4 dan korelasi Beggs & Brill
Revised.
Gambar 3.7. Model Sumur dan Fasilitas Permukaan
Dengan menggunakan PIPESIM, untuk setiap sumur
dirancang instalasi gas lift yang meliputi penentuan
kedalaman valve injeksi, tekanan injeksi gas sebesar
1015 psia, dan tekanan kepala sumur sebesar 315
psia.
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 5
3.3 Field Planning Tool (FPT)
Berdasarkan model reservoir, model sumur dan
flowline, dilakukan simulasi produksi secara
terintegrasi dengan menggunakan Field Planning
Tool. Berdasarkan hasil simulasi secara terintegrasi
ini dapat diperoleh kinerja produksi reservoir dan
sumurnya secara kontinyu.
IV. OPTIMASI INJEKSI GAS
Pada waktu merencanakan instalasi gas lift, beberapa
hal yang harus dipertimbangkan antara lain
kemampuan lapisan produktif, gas yang tersedia
untuk diinjeksikan, kemampuan sarana injeksi di
permukaan dan di bawah permukaan, kemampuan
penampungan produksi di lapangan, dan tekanan
separator. Pada umumnya, yang menjadi masalah
adalah keterbatasan gas yang diinjeksikan, khususnya
jika sumber gas tidak tersedia pada lapangan tersebut.
Oleh karena itu perlu dilakukan optimisasi injeksi gas
untuk mendapatkan laju produksi lapangan yang
maksimum.
Pada dasarnya, perhitungan optimasi gas injeksi
menggunakan metode equal slope melalui penerapan
Nodal System Analysis, dimana dapat dibuat Gas Lift
Performance Curve yang merupakan plot antara laju
produksi liquid terhadap laju injeksi gas seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.1 Dengan demikian
untuk berbagai harga laju produksi liquid dapat
diketahui jumlah gas injeksi yang dibutuhkan.
Gambar 4.1 Gas Lift Performance Curve
Untuk mendapatkan laju produksi yang maksimum,
diperlukan injeksi gas senilai gas injeksi tertinggi
pada kurva GLPC. Injeksi gas lift dilakukan di tubing
pada kedalaman tertentu. Dalam tugas akhir ini,
perhitungan alokasi gas injeksi dilakukan dengan
menggunakan metode equal slope, berdasarkan pada
GLPC setiap sumur. Gas injeksi optimum yang
dibutuhkan dapat ditentukan dari kurva GLPC pada
harga kemiringan (dQl/dQg) sama dengan nol.
Kemiringan pada kurva GLPC menandakan derajat
perubahan laju produksi liquid setiap penambahan
laju injeksi gas. Untuk dua sumur gas lift atau lebih,
harga kemiringan yang sama pada GLPC masing-
masing sumur menandakan perbandingan laju
produksi dan laju injeksi gas yang sama. Hubungan
antara kemiringan terhadap gas injeksi dan
kemiringan terhadap laju produksi liquid dapat
ditentukan dari GLPC masing-masing sumur. Dengan
demikian, pada suatu harga kemiringan yang sama
tersebut dapat ditentukan laju injeksi gas dan laju
produksi cairan dimana untuk semua sumur pada
harga kemiringan yang sama, laju injeksi gas dapat
dijumlahkan. Plot antara kemiringan terhadap jumlah
laju injeksi gas total disebut sebagai masterplot.
Untuk suatu jumlah gas injeksi dengan menggunakan
masterplot, dapat diketahui harga kemiringan, dimana
berdasarkan harga kemiringan tersebut dapat
ditentukan laju injeksi gas untuk masing –masing
sumur.
V. PEMILIHAN BATASAN PRODUKSI
UNTUK PENGEMBANGAN SKENARIO
PRODUKSI
Dengan menggunakan model yang telah dibangun
tersebut, sumur diproduksi pada beberapa laju
produksi konstan yaitu 300 stb/hari, 400 stb/ hari dan
500 stb/ hari. Dalam hal ini dilakukan perbandingan
hasil simulasi yang hanya mempertimbangkan aspek
reservoir saja dengan hasil simulasi yang terintegrasi.
Pada simulasi dengan system yang terintegrasi,
diberikan batasan pada tekanan separator sebesar 200
psia. Tabel 5.1 menunjukkan perbandingan hasil
kedua simulasi tersebut.
Tabel 5.1 Perbandingan produksi kumulatif hasil
simulasi
Laju
Produksi
Eclipse
(STB)
FPT
(STB)
300 2,059,170 1,660,700
400 2,206,039 1,622,917
500 2,314,140 1,238,550
Berdasarkan hasil diatas, terlihat bahwa perhitungan
dari aspek reservoir menghasilkan produksi kumulatif
yang lebih besar dibandingkan dengan simulasi
secara terintegrasi.
Selanjutnya, dengan menggunakan simulasi model
terintegrasi analisis profil produksi pada setiap
batasan laju produksi konstan, dimana akan dipilih
batasan laju produksi yang menghasilkan produksi
kumulatif minyak yang terbesar. Gambar 5.1 dan 5.2
menunjukkan perbandingan profil produksi hasil
kedua simulasi tersebut.
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 6
Gambar 5.1 Perbandingan hasil simulasi produksi
kumulatif minyak
Gambar 5.2 Perbandingan hasil simulasi tekanan
reservoir
Berdasarkan hasil simulasi terintegrasi menggunakan
FPT, laju produksi konstan sebesar 300 stb/ hari
menghasilkan produksi kumulatif minyak terbesar.
Hal ini disebabkan pada batas laju alir yang lebih
tinggi, tekanan reservoir akan turun lebih cepat yang
mengakibatkan sumur lebih cepat mati. Tabel 5.2
menunjukkan produksi kumulatif masing-masing
sumur dan total lapangan melalui produksi secara
alamiah selama 10 tahun.
Tabel 5.2 Hasil produksi alamiah pada laju produksi
konstan 300 stb/ hari selama 10 tahun
Sumur
Produksi
Kumulatif
Minyak (stb)
Sumur 1 302,300
Sumur 2 334,500
Sumur 3 623,100
Sumur 4 400,800
TOTAL 1,660,700
IOIP 4,569,242
RF 36.34%
Selanjutnya, jika produksi sumur mencapai dibawah
300 stb/hari (100 – 200 stb/hari) maka mulai
dilakukan injeksi gas lift. Jumlah gas yang
diinjeksikan untuk masing-masing sumur ditentukan
dengan menggunakan metode equal slope.
VI. SKENARIO UNTUK OPTIMASI GAS LIFT
DAN ANALISIS
Injeksi gas dilakukan ketika laju alir menurun dan
produksi air mulai meningkat. Injeksi dilakukan pada
bulan ke-44 setelah reservoir diproduksi secara
alamiah. Tabel 6.1 dan Gambar 6.1 hingga 6.4
menunjukkan kondisi reservoir di masing-masing
sumur ketika sumur akan mulai di injeksi gas.
Tabel 6.1 Data ketika mulai dipasang Gas Lift
P1 P2 P3 P4
PI 5.54 2.40 4.90 4.20
P reservoir 1854 1825 1834 1832
GOR 377.7 375.6 374.4 373.8
WC 63.02 57.32 28.93 40.37
Gambar 6.1 Kondisi reservoir saat mulai
dipasang gas lift (P1)
Gambar 6.2 Kondisi reservoir saat mulai
dipasang gas lift (P2)
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 7
Gambar 6.3 Kondisi reservoir saat mulai
dipasang gas lift (P3)
Gambar 6.4 Kondisi reservoir saat mulai
dipasang gas lift (P4)
Pada gambar di atas, terlihat bahwa watercut pada
sumur sudah cukup tinggi berkisar antara 30 % - 65
%. Dengan terproduksinya air maka gradient aliran
makin besar dan terjadi penurunan laju produksi.
Jika jumlah gas injeksi tersedia tidak terbatas, maka
perhitungan kebutuhan laju injeksi gas untuk semua
sumur ditentukan berdasarkan kepada titik optimum
gas injeksi pada GLPC, atau pada harga kemiringan
kurva sama dengan nol. Gambar 6.5 menunjukkan
GLPC pada masing-masing sumur. Berdasarkan
gambar 6.5, diperoleh kebutuhan gas injeksi optimum
masing-masing sumur sebesar 5 MMscf/hari.
Gambar 6.5 GLPC pada masing-masing sumur
Dengan demikian total gas injeksi yang dibutuhkan
sebesar 20 MMscf/hari. Dengan melakukan injeksi
gas yang dimulai pada bulan ke-44 sampai dengan
tahun ke-10, diperoleh produksi kumulatif sumur dan
lapangan seperti ditunjukkan pada table 6.3.
Berdasarkan pada harga laju injeksi gas ini, diperoleh
kenaikan produksi sebesar 8.86 % dibandingkan
dengan produksi natural.
Tabel 6.3 Produksi Kumulatif Minyak (skenario 1)
Sumur
Produksi
(stb)
Sumur 1 430,500
Sumur 2 507,000
Sumur 3 620,900
Sumur 4 506,300
TOTAL 2,064,700
RF 45.2 %
6.1 Ketersediaan Gas Lift Terbatas
Jika jumlah gas injeksi terbatas, maka sejak bulan ke-
44 perlu dilakukan alokasi gas injeksi masing-masing
sumur dengan menggunakan metode equal slope.
Dua skenario injeksi gas untuk tekanan separator 200
psi sebagai berikut :
Skenario 1, jumlah injeksi gas lift sebanyak
10 MMscf/ hari
Skenario 2, jmlah injeksi gas lift sebanyak
15 MMscf/ hari .
Berdasarkan GLPC masing-masing sumur, maka
dapat dibuat masterplot sesuai dengan prosedur yang
telah diuraikan sebelumnya. Gambar 6.6 dan 6.7
menunjukkan plot kemiringan GLPC setiap sumur
terhadap laju gas injeksi dan masterplot.
Gambar 6.6 Grafik kemiringan setiap sumur terhadap
laju gas injeksi
Gambar 6.7 Masterplot
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 8
Pada Skenario 1 jumlah gas yang diinjeksikan
terbatas sampai 10 MMscf/ hari. Hasil dari metode
equal slope, alokasi gas dari injeksi masing-masing
sumur ditunjukkan pada table 6.4. Jika perhitungan
alokasi gas tersebut diterapkan, maka diperoleh
produksi kumulatif minyak untuk masing-masing
sumur dan total lapangan seperti yang ditunjukkan
pada table 6.4.
Tabel 6.4 Jumlah injeksi alokasi gas dan produksi
kumulatif total (skenario 1)
Sumur MMscf/hari
Produksi
(stb)
1 2.85 325500
2 1.85 347600
3 2.65 617700
4 2.65 417500
TOTAL 10 1708300
RF 37.40%
Untuk skenario 2, jika gas yang diinjeksikan sebesar
15 MMscf/ hari maka alokasi gas injeksi ditunjukkan
pada table 6.5. Jika injeksi gas tersebut diterapkan,
maka diperoleh produksi kumulatif minyak yang
meningkat (ditunjukkan pada table 6.5)
Tabel 6.5. Jumlah injeksi alokasi gas dan produksi
kumulative total (skenario 2)
Sumur
MMscf/
hari
Produksi
(stb)
1 3.95 442,400
2 3.3 336,400
3 3.9 668,700
4 3.85 389,100
TOTAL 15 1,836,600
RF 40.20%
6.2 Analisis Hasil Simulasi Terintegrasi
Berdasarkan hasil simulasi terintegrasi pada berbagai
jumlah injeksi gas, didapat laju dan kumulatif
produksi yang berbeda-beda. Berikut adalah table
perbandingan kumulatif produksi dan recovery factor
pada berbagai jumlah injeksi gas.
Tabel 6.8 Hasil untuk ketiga skenario
Gas Injeksi
(MMscf/hari)
Produksi
Kumulatif
Minyak (stb)
Recovery
Factor
Alamiah ( 0) 1,660,700 36.34 %
10 1,708,300 37.4 %
15 1,836,600 40.2 %
Optimum(20 ) 2,064,700 45.20%
Dengan demikian, seperti yang diharapkan bahwa
dengan meningkatnya jumlah injeksi gas yang
diinjeksikan sampai mencapai optimum, akan
diperoleh peningkatan recovery factor.
Pada tahun-tahun setelah penginjeksian gas harus
dilakukan peninjauan kembali harga tekanan
reservoir, productivity index dan GOR di masing-
masing sumur. Jika tekanan reservoir dan PI menurun
cukup drastis, GLPC akan berubah dan kebutuhan
gas injeksi pun akan meningkat. Dalam kasus ini,
perubahan tekanan, PI dan GOR yang sangat kecil
sehingga perubahan GLPC dan kebutuhan injeksi
rendah. Hal ini dikarenakan model reservoir memiliki
driving mechanism berupa water drive yang cukup
besar sehingga performance reservoir terjaga.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Pemodelan secara terintegrasi berhasil
dikembangkan yang dapat mewakili kondisi
lapangan.
2. Permodelan terintegrasi memberikan hasil yang
lebih rendah dibandingkan dengan permodelan
yang hanya mempertimbangkan aspek reservoir
saja. Dengan demikian pengaruh dari model
sumur dan surface facilities berpengaruh cukup
besar (berbeda 8 – 20 %).
3. Penentuan gas injeksi yang dibutuhkan perlu
dikaji dengan baik mengingat bahwa jika
ketersediaan gas yang diinjeksikan kurang hanya
menghasilkan sedikit peningkatan perolehan
produksi. (injeksi 10 MMscf/hari yang merupakan
setengah dari gas injeksi yang dibutuhkan hanya
menambah 1.06 %%)
7.2 Saran
1. Perlu dikembangkan pemodelan yang mewakili
kondisi reservoir yang mempunyai mekanisme
pendorong gas terlarut dimana perubahan gas oil
ratio berbeda dengan model dalam tugas akhir ini.
Riska Milza Khalida, 12206030, Semester I 2011/2012 9
2. Perlu dilakukan penggunaan metode optimasi
alokasi gas yang dapat menyelesaikan masalah
lapangan gas lift dengan sumur yang banyak.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Schlumberger. PIPESIM FPT User Guide.
Schlumberger Information Solution.
2. Nelson, Philip, “Permeability- Porosity
Relationship in Sedimentary Rocks”
3. Brown, K.E., et al, The Technology of Artifial Lift
method, Volume 2a, The Petroleum Publishing
Company, Tulsa, 1980.
4. Guo, Boyun., Lyons, William C. dan Ghalambor,
Ali, Petroleum Production Engineering – A
Computer Assisted Approach, Elsevier Science &
Technology Books, 2007.
5. Haloho, Eddy Tama, “Metode Optimasi
Pengalokasian Injeksi Gas Lift Pada Suatu
lapangan Minyak, Tesis, Program Studi Teknik
Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, 2010.
6. Schlumberger : Gas Lift Design And technology,
2000
7. Takacs, Gabor. Gas Lift Manual. PennWell
Corporation, 2005.
8. Syahrul Heriyanto, “ Pengaruh Parameter
produksi Terhadap Alokasi Gas Injeksi Pada
Kelompok Sumur Gas Lift”, Tugas Akhir,
Program Studi teknik Perminyakan, Institut
Teknologi Bandung, 2008.