OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

99
OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE PADA MADU SKRIPSI MUHAMMAD SYAUQI PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1442 H

Transcript of OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

Page 1: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA

PENDETEKSI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE PADA MADU

SKRIPSI

MUHAMMAD SYAUQI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M/1442 H

Page 2: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA

PENDETEKSI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE PADA MADU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

MUHAMMAD SYAUQI

NIM : 11160960000072

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M/1442 H

Page 3: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

Menyetujui,

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Dr. La Ode Sumarlin, M.Si

NIP: 19750918 200801 1 007

OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA

PENDETEKSI AKTIVITAS ENZIM DIASTASE PADA MADU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

MUHAMMAD SYAUQI

NIM : 11160960000072

Pembimbing I

Anna Muawanah, M.Si

NIP: 19740508 199903 2 002

Pembimbing II

Dr. La Ode Sumarlin, M.Si

NIP: 19750918 200801 1 007

Page 4: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Optimasi dan Pengujian Test Kit Sederhana Pendeteksi

Aktivitas Enzim Diastase pada Madu” telah diuji dan dinyatakan lulus pada

Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 2 Desember 2020. Skripsi telah diterima

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S1) Program studi

Kimia.

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M. Env.Stud

NIP. 19690404 200501 2 005

Ketua Program Studi Kimia

Dr. La Ode Sumarlin, M.Si

NIP. 19750918 200801 1 007

Penguji I

Dr. Hendrawati, M.Si

NIP. 19720815 200312 2 001

Penguji II

Dr. Sandra Hermanto, M.Si

NIP. 19750810 200501 1 005

Pembimbing I

Anna Muawanah, M.Si

NIP. 19740508 199903 2 002

Pembimbing II

Dr. La Ode Sumarlin, M.Si

NIP. 19750918 200801 1 007

Page 5: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

PER}IYATAAFI

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL

KARYA SAYA SENDru DAN BELUM PERNAH DIAIUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPT]N.

Jakartq Desember 2020

Page 6: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

ABSTRAK

Muhammad Syauqi Optimasi dan Pengujian Test Kit Sederhana Pendeteksi

Aktivitas Enzim Diastase pada Madu. Dibimbing oleh Anna Muawanah dan La

Ode Sumarlin

Madu mengandung enzim diastase yang dihasilkan dari liur lebah madu sehigga

dapat dijadikan sebagai salah satu parameter keaslian madu. Madu yang baik

menurut SNI 3545:2013 adalah madu yang memiliki nilai DN (Diastase Number)

minimal sebesar 3 DN. Tujuan penelitian ini yaitu untuk optimasi indikator I-KI,

suhu, substrat, dan pH serta mengetahui tingkat stabilitas pereaksi indikator I-KI

pada pembuatan tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase madu. Penelitian

dimulai dari pengujian nilai DN dari sampel madu yang akan dijadikan madu acuan

dengan spektrofotometer UV-Vis dengan lambda 660 nm. Variasi optimasi

konsentrasi indikator I-KI adalah 1,2 %; 1,25 %; 1,3%; 1,35%; 1,4%., variasi

optimasi suhu dilakukan pada 25℃, 30℃, 35℃ dan 40℃, 𝑠ubstrat amilum

konsentrasi 0,5%, 0,75%, 1%, 1,25% dan 1,5% dan optimasi pH dengan rentang

3,3; 4,3; 5,3 dan 6,3. Uji Stabilitas intensitas warna indikator I-KI dilakukan dengan

mengukur absorbansi larutan selama 60 menit menggunakan spektrofotometer UV-

Vis dengan lambda 660 nm. Hasil konsentrasi indikator I-KI yang optimal adalah

1,25%, suhu optimum adalah 40℃ dan konsentrasi substrat amilum yang optimal

adalah 1% dan pH yang optimal adalah pH 5,3. Hasil pengujian stabilitas intensitas

warna indikator I-KI didapatkan terjadi penurunan absorbansi sebesar 0,385 selama

60 menit. Tes kit dirancang dengan komposisi yang terdiri atas 3 buah botol yakni

botol untuk analisis sampel, botol amilum dan botol indikator I-KI, tes kit juga

dilengkapi dengan petunjuk pemakaian. Pengujian kelayakan tes kit dilakukan

dengan menggunakan metode z-score yang dilakukan oleh 25 panelis dan

dihasilkan pengukuran aktivitas enzim diastase pada madu menggunakan tes kit

dihasilkan nilai 96% diterima dan 4% diragukan.

Kata Kunci : Amilum, Enzim Diastase, Indikator I-KI, Madu, Tes kit

Page 7: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

ABSTRACT

Muhammad Syauqi Optimization and Testing of Diastase Enzyme Activity

Detection Test Kit in Honey. Supervised by Anna Muawanah and La Ode

Sumarlin.

Honey contains the diastase enzyme which is produced from honey bee saliva so

that it can be used as one of the parameters for the authenticity of honey. Good

honey according to SNI 3545: 2013 is honey that has a DN (Diastase Number) value

of at least 3 DN. The purpose of this study was to optimize the I-KI indicator,

temperature, substrate, and pH and to monitor the level of interference with the I-

KI indicator reagent in the manufacture of the honey diastase enzyme activity

detection kit test. The research started from testing the DN value of the honey

sample which will be used as a reference for honey using a UV-Vis

spectrophotometer with lambda of 660 nm. The variation of the concentration

indicator for optimization I-KI is 1.2%; 1.25%; 1.3%; 1.35%; 1.4%., Temperature

optimization variations were carried out at 25 ℃, 30 ℃, 35 ℃ and 40 ℃, the

substrate starch concentration was 0.5%, 0.75%, 1%, 1.25% and 1.5% and

optimization pH with a range of 3.3; 4,3; 5,3 and 6,3. The color intensity stability

test of the I-KI indicator was carried out by measuring the absorbance of the

solution for 60 minutes using a UV-Vis spectrophotometer with 660 nm lambda.

The result of the optimal I-KI concentration indicator is 1.25%, the optimum

temperature is 40 ℃ and the optimal starch substrate concentration is 1% and the

optimal pH is pH 5.3. The results of testing the intensity of the color intensity of

the I-KI indicator showed a decrease in absorbance of 0.385 for 60 minutes. The

test kit is designed with a composition consisting of 3 bottles, namely bottles for

sample analysis, starch bottles and I-KI indicator bottles, the test kit is also equipped

with instructions for use. Testing the feasibility of the test kit was carried out using

the z-score method carried out by 25 panelists and the results of measuring the

diastase enzyme activity in honey using the test kit resulted in an acceptable value

of 96% and 4% doubt.

Keywords: Starch, Diastase Enzyme, Iodine, Honey, Test

Page 8: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi penelitian

ini. Shalawat serta salam selalu dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad

SAW beserta para sahabatnya dan umatnya yang Insya Allah dimuliakan oleh

Allah. skripsi penelitian ini berjudul “Optimasi Indikator I-KI, Suhu, Substrat,

dan pH Pada Pembuatan Tes Kit Pendeteksi Aktivitas Enzim Diastase

Madu.”. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan skripsi penelitian ini

sehingga dapat terselesaikan;

1. Anna Muawanah, M.Si selaku pembimbing I yang telah membimbing,

memberikan ilmu, nasihat, kesempatan serta sabar dalam membimbing

penyusunan skripsi ini.

2. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku pembimbing II yang telah membimbing

dan memberikan saran pada penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Hendrawati, M.Si sebagai penguji I yang telah memberikan saran dan

masukan yang bermanfaat.

4. Dr. Sandra Hermanto, M.Si sebagai penguji II yang telah memberikan saran

dan masukan yang bermanfaat.

5. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku ketua Program Studi, Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

ii

7. Segenap Dosen Program Studi Kimia yang telah memberikan ilmu, wawasan

serta pengalaman yang bermanfaat dan ikhlas kepada penulis.

8. Adawiah, S.Si yang telah mengarahkan dan membantu penulis dalam

memahami metode penelitian.

9. Kedua orang tua tercinta abi, ummi, kakak-kakak yang telah memberikan

segala doa, pengorbanan, nasihat dan motivasinya kepada penulis.

10. Seluruh staff dan laboran di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan dan ilmu kepada

penulis.

11. Dimas, Dhika, Khoe, Safira, Nikko, Kak Yanti, Heri, Aafi, Ihda, Dzikri, Dita,

Aliv, Irma, Mira dan Dwi atas bantuannya selama ini.

12. Beastudi Etos atas kesempatan yang telah diberikan.

13. Teman-teman kimia 2016 atas motivasi dan kebersamaannya.

Penulis berharap kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki

skripsi penelitian ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi penelitian ini dapat

bermanfaat untuk menambah wawasan serta khazanah ilmu pengetahuan baik untuk

ranah kimia maupun masyarakat secara umum.

Jakarta, Desember 2020

Muhammad Syauqi

Page 10: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6

1.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 6

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7

2.1 Madu ......................................................................................................... 7

2.2 Enzim diastase ........................................................................................ 12

2.3 Amilum ................................................................................................... 15

2.4 Indikator I-KI ......................................................................................... 17

2.5 Spektrofotometer UVi-Vis ..................................................................... 19

2.6 Tes Kit .................................................................................................... 20

2.7 Proses Visual Mata ................................................................................. 22

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 25

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 25

3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 25

3.3 Skema Kerja Penelitian ......................................................................... 26

3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................. 27

Page 11: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

iv

3.4.1 Pengujian Kuantitatif Aktivitas Enzim Diastase pada Madu dengan

Spektrofotometri UV-Vis ................................................................... 27

3.4.1.1 Pencarian faktor pengenceran ........................................................... 27

3.4.1.2 Pengukuran Aktivitas Enzim Diastase pada Madu ........................... 28

3.4.2 Pengujian stabilitas I-KI dengan Spektrofotometer UV-Vis ............. 29

3.4.3 Optimasi Kondisi Pengujian Kualitatif Aktivitas Enzim Diastase .... 30

3.4.3.1 Optimasi Konsentrasi Indikator I-KI .............................................. 30

3.4.3.2 Optimasi Suhu ................................................................................. 30

3.4.3.3 Optimasi Konsentrasi Subtrat Amilum ........................................... 31

3.4.3.4 Optimasi pH .................................................................................... 31

3.4.4 Pembuatan Tes Kit ............................................................................. 32

3.4.5 Uji Kelayakan Tes Kit ......................................................................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 35

4.1 Hasil Pengukuran Aktivitas Enzim Diastase secara kuantitatif ............. 35

4.2 Hasil Stabilitas Indikator I-KI dengan Spektrofotometer UV-Vis ......... 38

4.3 Hasil Optimasi Kondisi Pengujian Kualitatif Aktivitas Enzim Diastase

Untuk Aplikasi pada Tes Kit ................................................................. 40

4.3.1 Hasil Optimasi Konsentrasi Indikator I-KI ........................................ 40

4.3.2 Hasil Optimasi Suhu .......................................................................... 44

4.3.3 Hasil Optimasi Konsentrasi Substrat Amilum .................................. 47

4.3.4 Hasil Optimasi pH (power of Hydrogen) ........................................... 52

4.4 Tes Kit Pendeteksi Aktivitas Enzim Diastase ....................................... 56

4.5 Uji Kelayakan Tes Kit Pendeteksi Aktivitas Enzim Diastase ............... 60

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 63

5.1 Simpulan ................................................................................................ 63

5.2 Saran ...................................................................................................... 63

Page 12: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

v

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64

LAMPIRAN ......................................................................................................... 72

Page 13: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan nutrisi madu per 100 gr ...................................................... 9

Tabel 2. Standar nasional madu di Indonesia ...................................................... 11

Tabel 3. Data diastase number sampel madu ...................................................... 36

Tabel 4. Hasil.pengukuran absorbansi kestabilan indikator I-KI ........................ 38

Tabel 5. Pengukuran optimasi suhu..................................................................... 42

Tabel 6. Data optimasi konsentrasi indikator I-KI .............................................. 45

Tabel 7. Data optimasi konsentrasi substrat amilum ........................................... 49

Tabel 8. Data optimasi pH aktivitas enzim diastase ............................................ 53

Tabel 9. Hasil pengukuran madu sampel menggunakan tes kit pendeteksi

aktivitas enzim diastase ........................................................................ 58

Page 14: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Lebah apis melifera (kiri) dan lebah apis cerana (kanan) ............... 8

Gambar 2. Struktur Protein Enzim Diastase ............................................................... 12

Gambar 3. Diagram hidrolisis amilum menjadi glukosa ................................... 14

Gambar 4. Struktur amilosa ............................................................................... 16

Gambar 5. Struktur amilopektin ........................................................................ 16

Gambar 6. Reaksi kalium iodida dengan iodin .................................................. 17

Gambar 7. Reaksi amilum dengan iodin ............................................................ 18

Gambar 8. Skema kerja spektrofotometer UV-Vis ................................................. 20

Gambar 9. Contoh tes kit yang telah dikomersialkan ............................................. 22

Gambar 10. Diagram alir penelitian .................................................................... 26

Gambar 11. Skema reaksi antara indikator I-KI dengan amilum ........................ 40

Gambar 12. Reaksi hidrolisis amilum menjadi glukosa ...................................... 48

Gambar 13. Grafik kecepatan laju reaksi enzim diastase ............................................. 51

Gambar 14. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim ........................ 52

Gambar 15. Pengujian optimasi pH ..................................................................... 54

Gambar 16. Tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase ..................................... 57

Gambar 17. Hasil nilai z score pada pengukuran enzim diastase madu

oleh panelis.......................................................................................61

Page 15: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Instruksi kerja penentuan enzim diastase dalam madu ................ 72

Lampiran 2. Perhitungan enzim diastase madu lengkeng ................................ 72

Lampiran 3. Perhitungan enzim diastase madu rambutan ................................ 73

Lampiran 4. Perhitungan enzim diastase madu peternakan ............................ 74

Lampiran 5. Perhitungan enzim diastase madu lengkeng di Saraswanti Indo

Genetech ...................................................................................... 75

Lampiran 6. Perhitungan enzim diastase madu peternakan di Saraswanti Indo

Genetech ..................................................................................... 75

Lampiran 7. Regresi linier hubungan antara nilai enzim diastase dengan waktu

hidrolisis amilum oleh enzim diastase ........................................ 76

Lampiran 8. Hasil pengukuran madu menggunakan tes kit pendeteksi aktivitas

enzim diastase oleh panelis ......................................................... 76

Lampiran 9. Grafik absorbansi stabilitas indikator I-KI ............................... 77

Lampiran 10. Data pengujian optimasi konsentrasi indikator I-KI ................... 78

Lampiran 11. Data pengujian optimasi suhu ..................................................... 78

Lampiran 12. Data pengujian optimasi konsentrasi substrat amilum ................ 78

Lampiran 13. Data pengujian optimasi pH ........................................................ 78

Lampiran 14. Perhitungan laju reaksi enzim diastase ....................................... 79

Lampiran 15. Instruksi penggunaan tes kit ....................................................... 80

Lampiran 16. Formulir uji kelayakn tes kit ....................................................... 81

Lampiran 17. Dokumentasi uji kelayakan ........................................................ 82

Lampiran 18. Absensi uji kelayakan ................................................................. 83

Lampiran 19. Dokumentasi uji kelayakan ......................................................... 84

Page 16: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang

dihasilkan oleh lebah madu (Apis sp.) dari sari bunga tanaman atau bagian lain dari

tanaman (ekstrafloral) (BSNI, 2013). Madu diketahui memiliki berbagai macam

manfaat di antaranya, sebagai obat untuk penyembuhan penyakit seperti infeksi

pada saluran pencernaan, serta meningkatkan kebugaran tubuh. Madu juga

diketahui memiliki kegunaan meningkatkan kecepatan pertumbuhan jaringan baru

(Mandal dan Mandal, 2011). Selain itu menurut penelitian Sumarlin et al. (2014)

madu memiliki potensi sebagai antikanker dan antioksidan. Potensi madu sebagai

antikanker dikarenakan kandungan fenolik pada madu memiliki kemampuan

melawan beberapa tipe sel leukemia (Abubakar et al. 2012). Potensi antioksidan

pada madu dikarenakan madu memiliki banyak kandungan komponen fenolik,

asam askorbat, tokoferol, flavonoid, dan katalase (Muhammad et al. 2016). Selain

itu, madu juga berguna sebagai penambah cita rasa dalam bidang pangan sebagai

bahan tambahan pangan. Menurut penelitian Ibrahim et al. (2015) madu berguna

sebagai pemanis dalam pembuatan minuman sari jahe.

Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi madu membuat

permintaan pasar terhadap madu menjadi meningkat, hal tersebut membuat

beberapa oknum coba memanfaatkan kesempatan dengan cara membuat madu

palsu. Menurut Winarno (1981), madu palsu atau tiruan adalah larutan yang

menyerupai madu. Madu palsu dibuat tanpa pertolongan lebah dalam prosesnya.

Page 17: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

2

Pemalsuan madu memiliki berbagai macam tipe seperti, madu dicampurkan dengan

glukosa, fruktosa, sirup ataupun sari buah. Pemalsuan madu juga dapat berupa

penambahan sedikit madu asli kepada madu tiruan ataupun dengan cara

memodifikasi kadar airnya (Feronica, 2012). Perbuatan yang dilakukan oleh

beberapa oknum untuk membuat madu palsu demi mendapatkan untung yang

sebesar-besarnya merupakan perbuatan yang tidak dapat dibenarkan, bahkan Allah

SWT dalam Qur’an Surah Al-Muthaffifin sangat mengecam tindakan bagi orang-

orang yang curang dalam berdagang.

)٢(ون

وف

اس يست

الن

ىل

عواالتا اك

ذين إذ

)١( ال ن في

فمط

ل ويل ل

)٤( ون

عوث ب هم م

نى اك ٮ

ولن ا

يظ

لىون )٣( ا س

م يخ

وه

نز و و

ىم أ

وه

الىاكذ وإ

)٦( ن مي

ىعلاس لرب ال

وم الن

وم )٥( يق ظيم ي

يوم ع ل

“Celakalah bagi orang-orang yang curang (1) (Yaitu) orang-orang yang

apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan (2) Dan

apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi

(3) Tidakkah mereka itu mengira bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan

(4) pada sebuah hari yang besar (5) (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit

menghadap Tuhan seluruh alam (6)” (Q.S. Al-Muthaffifin:83: ayat 1-6).

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah mengecam tindakan hamba-Nya yang

mencoba berbuat curang terhadap apa yang diperdagangkan. Kelak di akhirat

mereka yang curang akan dibangkitkan dan harus mempertanggung jawabkan

perbuatannya selama di dunia dan mereka akan dibangkitkan dengan keadaaan

yang sengsara dana amat sulit karena perbuatannya (Abdullah, 1994). Ayat tersebut

turut menjadi peringatan bagi para oknum yang mencoba untuk memanfaatkan

keadaaan dengan membuat madu palsu demi meraup keuntungan yang sebesar-

besarnya, kelak perbuatannya akan dipertanggung jawabkan di akhirat dengan

adzab yang pedih.

Page 18: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

3

Kekhawatiran masyarakat perihal keaslian dan kualitas madu yang mereka

konsumsi menjadikan permasalahan yang hingga kini perlu diselesaikan, karena

keaslian madu sangat berkaitan erat dengan manfaat yang akan dirasakan oleh

konsumen setelah mengkonsumsi madu. Salah satu upaya yang dapat kita lakukan

adalah mendukung keberadaan alat tes kit berbasis enzim diastase yang dapat

mendeteksi keaslian madu dan dapat digunakan secara sederhana, cepat dan mudah

di kalangan masyarakat karena saat ini pengujian kualitas madu masih terbatas pada

skala laboratorium.

Diastase merupakan salah satu dari kelompok enzim yang mengkatalisasi

pemecahan amilum menjadi glukosa (Sak-Bosnar dan Sakač, 2012). Menurut SNI

(Standar Nasional Indonesia) nomer 3545:2013 tentang madu, dijelaskan bahwa

batas minimum nilai aktivitas enzim diastase adalah sebesar 3 DN (Diastase

Number). DN menggambarkan nilai aktivitas enzim diastase yang terkandung

dalam madu. DN didefinisikan sebagai nilai kadar enzim dalam 1 gram madu untuk

menghidrolisis 1 mL amilum menjadi glukosa dalam waktu 60 menit pada suhu 40

℃. (BSNI, 2013).

Metode yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim diastase terdapat

dua metode pengujian yakni pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Pengujian

kualitatif dilakukan berdasarkan pengamatan visual terhadap waktu hilangnya

warna biru (Baedhowie dan Pranggonowati, 1983). Kemudian akan dihasilkan

larutan kompleks berwarna biru lalu diamati perubahan warna larutan dan catat

waktu yang diperlukan untuk perubahan intensitas warna larutan dari biru menjadi

jernih (Ardiansyah et al. 2018). Pengujian kuantitatif dilakukan mengacu kepada

AOAC (Association of Analytical Communities) 958.09:2016 dengan metode

Page 19: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

4

penelusuran terhadap absorbansi larutan sampel hingga didapat absorbansi <0,235

(AOAC 958,09, 2016).

Optimasi dilakukan terhadap parameter konsentrasi indikator I-KI, suhu,

konsentrasi substrat, dan pH. Uji stabilitas indikator I-KI terhadap tes kit pendeteksi

aktivitas enzim diastase. Optimasi tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase

sebelumnya belum pernah dilakukan, sehingga sebagai permulaan pengembangan

tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase dirasa penting untuk menentukan terlebih

dahulu indikator I-KI, suhu, substrat, dan pH yang optimal untuk dapat

diaplikasikan pada tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase.

Pengujian kemurnian madu diluar laboratorium telah banyak diteliti, baik

melalui metode konvensional maupun menggunakan alat, akan tetapi untuk

penelitian tes kit yang berbasis enzim diastase masih belum dilakukan. Maka dari

itu, pada penelitian ini peneliti mencoba mencari kondisi optimum yang dapat

diaplikasikan pada tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase pada madu. Menurut

Prabowo et al. (2019), penelitian berbasis konvensional dapat dilakukan dengan

berbagai macam parameter pengujian, seperti uji larut, uji buih, uji pemanasan

maupun uji segi enam. Pengujian kemurnian madu menggunakan suatu alat dapat

dilakukan dengan alat polarimeter dan uji sensor warna dengan prinsip pengujian

yakni melihat kadar glukosa dan fruktosa yang terkandung dalam madu. Madu yang

memiliki kadar glukosa dan fruktosa tinggi akan terbaca pada alat polarimeter yang

terinterpretasikan dalam bentuk derajat sudut (Wibowo et al. 2016).

Pengembangan tes kit pendeteksi kemurnian madu berbasis pengamatan

enzim diastase mengacu kepada penelitian Kusumawardhani et al. (2015)

pembuatan tes kit sianida berdasarkan pembentukan hidrindantin. Sebelum

Page 20: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

5

membuat tes kit sianida dilakukan terlebih dahulu optimasi terhadap metode

analisis sianida berbasis tes kit. Pengujian tersebut melatarbelakangi dilakukan

optimasi terlebih dahulu sebelum dihasilkan tes kit. Kemudian penelitian Khanifah

et al. (2015) pembuatan tes kit kromium berdasarkan pembentukan kompleks

Cr(VI)-Difenilkarbazida melatarbelakangi dalam pengamatan visual sebagai

paramater tes kit. Penelitian selanjutnya yang melatarbelakangi adalah penelitian

Bardant et al. (2015) pembuatan tes kit kandungan vitamin B6 dilakukan dengan

menggunakan beberapa botol sebagai tempat reagen dan tempat pengujian sampel,

juga disertakan mekanisme kerja agar memudahkan masyarakat dalam

menggunakan tes kit dan penelitian.

Optimasi pengujian aktivitas enzim diastase secara visual diawali dengan

pengujian aktivitas enzim diastase secara kuantitatif terhadap beberapa sampel

madu. Selanjutnya dipilih salah satu madu yang akan dijadikan sebagai madu acuan

yang akan digunakan selanjutnya dalam proses optimasi dan uji stabilitas indikator

I-KI dengan spektrofotometer UV-Vis dilakukan selama 60 menit. Optimasi

konsentrasi indikator I-KI adalah 1,2%; 1,25%; 1,3%; 1,35%; 1,4%. Optimasi suhu

dilakukan pada rentang suhu 25℃; 30 ℃; 35 ℃; 40 ℃. Optimasi konsentrasi

substrat amilum pada variasi 0,5%; 0,75%; 1%; 1,25%; 1,5% dan Optimasi juga

dilakukan terhadap pH dengan variasi 3,3; 4,3; 5,3; 6,3.

Konsentrasi indikator I-KI, Suhu, konsentrasi substrat, dan pH yang optimum

selanjutnya diaplikasikan dalam perancangan tes kit pendeteksi aktivitas enzim

diastase. Tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase dirancang dengan membuat

paket yang berisi dari 1 botol uji sampel madu, 2 botol reagen dan petunjuk

penggunaan. Botol reagen masing-masing berisi larutan substrat amilum, dan

Page 21: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

6

larutan indikator I-KI. Uji kelayakan tes kit dilakukan dengan melibatkan 25 panelis

untuk menguji madu menggunakan tes kit yang kemudian hasilnya akan diubah ke

dalam perhitungan z-score. Kemudian hasil dari z-score akan disimpulkan apakah

tes kit memuaskan atau tidak dapat diterima mengacu kepada distribusi normal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pada kondisi berapa konsentrasi indikator I-KI, suhu, konsentrasi substrat,

dan pH optimum dalam uji aktivitas enzim diastase pada madu?

2. Bagaimana hasil uji kelayakan tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase

berdasarkan nilai z-score?

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Didapatkan kondisi optimum konsentrasi indikator I-KI, suhu, konsentrasi

substrat, dan pH untuk tes kit pendeteksi aktivitis enzim diastase pada madu.

2. Tes kit yang dibuat mampu diuji coba pada sampel madu acuan dan

mendapatkan hasil uji kelayakan yang baik

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menentukan kondisi optimum penambahan indikator I-KI, suhu, konsentrasi

substrat amilum, dan pH dalam pembuatan tes kit aktivitas enzim diastase.

2. Menghasilkan tes kit yang mampu diaplikasikan pada madu acuan dengan

kelayakan yang baik

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui potensi pembuatan alat tes kit

pendeteksi aktivitas enzim diastase pada madu yang sederhana dan mudah, dengan

pengamatan visual tanpa harus dilakukan di laboratorium.

Page 22: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Madu

Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang

dihasilkan oleh lebah madu (Apis sp.) dari sari bunga tanaman (floralnektar) atau

bagian lain dari tanaman (ekstrafloral) (BSNI, 2013). Menurut Codex (1987), madu

adalah suatu zat pemanis alami yang diproduksi oleh lebah madu dari nektar

tanaman atau sekresi bagian lain tanaman atau eksresi dari insekta pengisap

tanaman yang dikumpulkan, diubah dan dikombinasikan dengan zat tertentu dari

lebah kemudian ditempatkan, dikeringkan, lalu disimpan di dalam sarang hingga

matang. Rasa dan harum madu sangat dipengaruhi oleh jenis bunga dimana nektar

dikumpulkan. Nektar merupakan larutan encer yang kaya nutrisi dari gula, asam

amino, asam organik, protein, lemak, vitamin, mineral, lemak dan komponen kecil

lainnya, seperti protein dengan aktivitas antimikroba yang tinggi (Nicolson et al.

2007). Nektar merupakan sumber karbohidrat utama bagi lebah. Nektar

mengandung berbagai karbohidrat dimana kandungan terbesar adalah sukrosa,

glukosa dan fruktosa. Nektar juga mengandung karbohidrat lain seperti laktosa,

galaktosa ditemukan dalam jumlah yang kecil. Lebah mengumpulkan nektar dari

kelenjar nektar floral dan ekstrafloral dari berbagai bunga. Nektar floral adalah

kelenjar nektar yang terdapat pada bunga, sedangkan nektar ekstrafloral adalah

nektar yang berasal dari bagian lain selain bunga (kuncup daun, ujung batang)

(Herbert, 1992). Nektar dari nektar floral mengandung sukrosa, glukosa, fruktosa,

sedikit asam amino, dan lemak (Nicolson et al. 2007). Nektar dikumpulkan oleh

Page 23: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

8

lebah pekerja dari suatu bunga, nektar tersebut masih mengandung air yang tinggi

(80%) dan juga kadar gula (sukrosa) yang tinggi. Setelah lebah mengubah nektar

menjadi madu, kandungan air menjadi lebih rendah dan sukrosa diubah menjadi

fruktosa dan glukosa (Purnamasari et al. 2015).

Secara taksonomi lebah madu diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenopthera

Famili : Apidae

Genus : Apis

Spesies : Apis dorsata, Apis florae, Apis cerana, Apis mellifera, Apis

koschevnikovi, Apis laboriosa (Sarwono, 2001).

Gambar 1. Lebah Apis melifera (kiri) dan lebah Apis cerana (kanan)

(Situmorang dan Hasanudin, 2014)

Madu digolongkan menjadi dua kategori berdasarkan jenis lebah yang

dihasilkan dan jenis bunga yang dijadikan sebagai sumber nektar. Di Indonesia

sendiri terdapat 6 jenis lebah madu yaitu Apis andreniformis, Apis dorsata, Apis

cerana, Apis koschevnikovi, Apis nigrocincta dan Apis melifera. Namun lebah madu

yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia adalah lebah madu jenis

Apis cerana dan Apis melifera (gambar 1) (Tingek et al. 1988).

Page 24: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

9

Madu alami banyak mengandung enzim, yaitu molekul protein yang sangat

kompleks yang dihasilkan oleh sel hidup dan berfungsi sebagai katalisator, yakni

zat pengubah kecepatan reaksi dalam proses kimia yang terjadi di dalam tubuh

setiap makhluk hidup (Purbaya, 2002). Enzim utama madu adalah diastase

(amilase), invertase (sukrase, α-glukosidase) dan glukosa oksidase. Diastase

berperan dalam menguraikan glikogen menjadi gula-gula sederhana. Invertase

menguraikan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa, kemudian glukosa oksidase

berperan dalam memproduksi hidrogen peroksida serta glukosa asam glukonik

(Suarez et al. 2010). Faktor utama yang menentukan komposisi madu adalah

komposisi nektar tanaman asal madu dan faktor-faktor eksternal seperti iklim,

topografi, jenis lebah madu, cara pengolahan dan cara penyimpanan (Sihombing,

2005).

Tabel 1. Kandungan nutrisi madu per 100 gr

Sumber: (Sakri, 2015)

No. Komposisi Jumlah

1. Energi 1272 kl (304 kkal)

2. Karbohidrat 82,4 gr

3. Gula 82,12 gr

4. Serat Pangan 0,2 gr

5. Lemak 0 gr

6. Protein 0,3 gr

7. Air 17,10 gr

8. Riboflavin (Vitamin B2) 0,038 mg

9. Niacin (Vitamin B3) 0,0121 mg

10. Panthotenic Acid (B5) 0,068 mg

11. Vitamin B6 0,024 mg

12. Folat (Vitamin B9) 2,25 mg

13. Vitamin C 0,5 mg

14. Kalsium 6 mg

15. Besi 0,42 mg

16. Magnesium 2 mg

17. Phosporous 4 mg

18. Potassium 52 mg

19. Sodium 4 mg

20. Zinc 0,22 mg

Page 25: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

10

Komposisi terbesar dalam madu adalah glukosa dan fruktosa. Berdasarkan

tabel 1 diketahui bahwa Madu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan

rendah lemak. Kandungan gula dalam madu mencapai 80% dan dari gula tersebut

85% berupa fruktosa dan glukosa (Suranto, 2004). Konstituen dari madu adalah

campuran dekstrosa dan fruktosa dengan jumlah yang sama dan dikenal sebagai

invert 50-90 % dari gula yang tidak terinversi dan air. Madu biasa dipalsukan

dengan gula buatan, sukrosa, dan glukosa cair. Madu dapat pula dipalsukan dengan

cara pemberian suatu asupan pada lebah berupa larutan gula sukrosa yang bukan

berasal dari nektar (Siregar, 2006).

Madu asli adalah pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari nektar

tanaman. Madu palsu adalah semua bahan makanan yang menggunakan nama madu

namun tidak semuanya dihasilkan dari lebah (Sumopraswoto dan Suprapto, 1993).

Pemalsuan madu memiliki berbagai macam tipe seperti, madu dicampurkan dengan

glukosa, fruktosa, sirup ataupun sari buah. Pemalsuan madu juga dapat berupa

penambahan sedikit madu asli kepada madu tiruan ataupun dengan cara

memodifikasi kadar airnya (Feronica, 2012). Standar mutu madu berdasarkan

Standar Nasional Indonesia (SNI) nomer 3545 tahun 2013 dapat dilihat pada tabel

2.

Page 26: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

11

Tabel 2. Standar nasional madu di Indonesia

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

A. Uji Organoleptik

1. Bau Khas madu

2. Rasa Khas madu

B. Uji Laboratoris

1. Aktivitas Diastase DN min 3

2. Hidroksimetilfulfural

(HMF)

mg/kg maks 50

3. Kadar air % b/b maks 22

4. Gula Pereduksi % b/b min 65

5. Sukrosa % b/b maks 5

6. Keasaman mL NaOH/kg maks 50

7. Padatan tak larut air % b/b maks 0,5

8. Abu % b/b maks 0,5

9. Cemaran Logam

9.1 Timbal (Pb) mg/kg maks 2,0

9,2 Cadmium (Cd) mg/kg maks 0,2

9.3 Mekuri (Hg) mg/kg maks 0,03

10. Cemaran Arsen mg/kg maks 1,0

11 Kloramfenikol Tidak

teridentifikasi

12. Cemaran Mikroba

12.1 Angka Lempeng

Total

koloni/g < 5x103

12.2 Angka Paling

Mungkin Koliform

APM/g <3

12.3 Kapang dan

Khamir

koloni/g <1x101

Sumber: (BSNI, 2013)

Pemalsuan madu dilakukan oleh pihak tertentu demi meraup keuntungan.

Pemalsuan madu yang dilakukan dapat secara volume, fisik, dan keseluruhan.

Pemalsuan volume biasanya dilakukan dengan cara menambahkan gula seperti

fruktosa, glukosa dan sukrosa, akan tetapi kandungannya berbeda dengan madu

asli. Madu asli memiliki kandungan seperti vitamin, mineral, dan enzim yang tidak

dimiliki oleh gula (Rachmawaty, 2011). Faktor-faktor yang menentukan kualitas

madu antara lain warna, rasa, kekentalan dan aroma (Sihombing, 2005).

Page 27: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

12

2.2 Enzim diastase

Enzim diastase merupakan enzim yang merubah karbohidrat kompleks

(polisakarida) menjadi karbohidrat sederhana (monosakarida) (Gebremariam dan

Brhane, 2014). Enzim diastase berdasarkan CEIUB (Comission on Enzymes of the

International Union of Biochemistry) termasuk ke dalam kelompok enzim

hidrolase, hal ini dikarenakan enzim diastase dalam reaksi nya akan menghidrolisis

polisakarida menjadi monosakarida. Enzim diastase berdasarkan tempat bekerjanya

masuk ke dalam golongan endoenzim karena memotong bagian dalam atau bagian

tengah dari molekul polisakarida (Sadikin,2002).

Gambar 2. Struktur Protein Enzim Diastase (www.creative-enzyme.com)

Mengacu dari gambar 2, menurut Kadziola dan Haser (1994), struktur

enzim diastase terdiri dari 403 residu asam amino, 3 ion Ca2+ dan 153 molekul

pelarut. Strukturnya terdiri dari 3 domain yaitu domain sentral (A) terbentuk dari

asam amino Gln 1-Ile 88 dan Asn-153, His-344 dengan motif α-β-8 barrel. Struktur

domain ini berbntuk miring yang menonjol. Domain kedua (B) terbentuk dari sama

amino Val-89, dan Leu-152. Domain ketiga (C) terbentuk dari asam amino Lys-

351, Ile- 403 dengan struktur berbentuk 5β-sheet anti parallel. Sisi aktif enzim

berada pada ujung terminal β-barrel domain sentral (A), yaitu pada residu asam

amino Asp-179, Glu-204, dan Asp-289. Sedangkan substrat terikat pada permukaan

di sekitar residu Trp-276 dan Trp-277.

Page 28: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

13

Enzim diastase pada suhu kamar dan dengan pH 7,0 memiliki kecepatan

reaksi maksimum sebesar 415 µg/mL dan memiliki nilai konstanta michaelis-

menten sebesar 343 µg/mL (Yoon et al. 1974). Kecepatan reaksi maksimum

merupakan keadaan dimana enzim telah jenuh oleh substrat dan tidak dapat

berfungsi lebih cepat lagi, sedangkan keadaan pada saat enzim mencapai setengah

dari kecepatan maksimumnya disebut dengan konstanta michaelis-menten

(Hermanto, 2008).

Pada pengujian aktivitas enzim diastase diketahui terdapat dua isitilah yakni

inhibitor dan aktivator. Inhibitor adalah senyawa yang menurunkan kecepatan

reaksi enzimatik. Berdasarkan sifat kinetiknya inhibitor dapat dibedakan menjadi

tiga, yaitu inhibitor kompetitif, nonkompetitif reversible dan nonkompetitif

irreversible. Sedangkan suatu senyawa, unsur atau ion yang dapat meningkatkan

aktivitas kerja suatu enzim disebut aktivator enzim (Sumardjo, 2006). Pada enzim

diastase diketahui bahwa NaCl yang ditambahkan berfungsi sebagai aktivator untuk

mempercepat laju reaksi enzim diastase, sedangkan inhibitor enzim diastase seperti

logam HgCl2 (Yoon et al. 1974). Inhibitor HgCl2 merupakan inhibitor non

irreversibel. Menurut Hermanto (2008), Inhibitor irreversibel merupakan inhibitor

yang pada kerjanya menyerang sisi aktif enzim sehingga menyebabkan rusaknya

sisi aktif enzim dan membuat enzim tidak dapat berfungsi lagi.

Enzim diastase yang terdapat di dalam madu dihasilkan pada saat proses

pematangan madu oleh lebah. Enzim diastase pada lebah biasanya terdapat dalam

kandungan air liur (Ariandi, 2016). Aktivitas enzim diastase dapat digunakan

sebagai indikator untuk mendeteksi kemurnian pada madu (Achmadi, 1991). Enzim

Page 29: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

14

(C6H10O5)n

Dekstrin (n = 3-8)

(C12H22O11)n

Maltosa (n=2)

C6H12O6

Glukosa

diastase merupakan protein dan bekerja optimal pada keadaan suhu, substrat, pH

dan inhibitor yang sesuai dengan kondisi optimumnya (Winarno, 1997).

Cara kerja enzim diastase adalah sebagai katalis dalam menghidrolisis

karbohidrat kompleks atau polisakarida menjadi karbohidrat dengan rantai karbon

sederhana atau monosakarida dilakukan dengan memotong setiap ikatan α-1,4

glikosidik pada amilum menjadi rantai pendek yakni glukosa. Enzim diastase juga

berperan dalam proses fermentasi madu serta menghidrolisis amilum, protein dan

glikosida. Aktivitas enzim diastase pH efektif berada pada kisaran 6-7 (Eyster,

1959).

(C6H10O5)n + H2O

Amilum (n>5000) Air

Gambar 3. Diagram hidrolisis amilum menjadi glukosa

Berdasarkan gambar 3 enzim diastase dalam menghidrolisis amilum terjadi

melalui dua tahap, tahap pertama yakni enzim diastase mula–mula menghidrolisis

amilum dengan cara memecah ikatan glisodik ∝-1,4 untuk menghasilkan dekstrin

(Oliveira et al. 2019). Tahap selanjutnya dekstrin akan terhidrolisis menjadi maltosa

Enzim Diastase

Enzim Diastase

Enzim Diastase

Page 30: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

15

dan reaksi hidrolisis akan berhenti ketika telah terbentuknya glukosa sebagai hasil

akhir (Winarno, 1997).

Proses perubahan amilum menjadi glukosa yang dilakukan oleh enzim

diastase pada madu dalam uji aktivitas enzim dengan menggunakan larutan

indikator I-KI sebagai indikator adanya amilum. Pembentukan warna biru terjadi

karena struktur amilum yang berbentuk spiral heliks akan mengikat molekul I-KI

(Priyanta et al. 2010). Kemudian terjadi hidrolisis amilum oleh enzim diastase yang

ditandai dengan perubahan warna menjadi nuansa kecokelatan yang menandakan

amilum telah terhidrolisis menjadi dekstrin. Selanjutnya larutan akan berwarna

kuning seulas yang menandakan dekstrin telah terhidrolisis menjadi maltosa dan

proses hidrolisis dinyatakan selesai setelah larutan menjadi bening atau jernih yang

menandakan bahwa amilum telah terhidrolisis menjadi glukosa (Suseno, 2014).

Pengujian aktivitas enzim diastase pada madu didasarkan dengan melihat

nilai Diastase Number (DN) dalam satuan skala schade per gram yang terkandung

di dalam madu. Satu unit aktivitas diastase didefinisikan sebagai nilai kadar enzim

dalam 1 gram madu untuk menghidrolisis 1 mL amilum menjadi glukosa dalam

waktu 60 menit pada suhu 40 ℃. (BSNI, 2013).

2.3 Amilum

Amilum adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Amilum

dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa

merupakan polimer rantai lurus yang terdiri atas ribuan glukosa dengan ikatan α 1,4

glikosidik (gambar 4). Jenis kedua yaitu amilopektin yang memiliki ikatan α 1,6

glikosidik di beberapa bagiannya (Nangin dan Sutrisno, 2015). Amilum terdiri atas

dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang relatif larut dalam

Page 31: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

16

air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut air disebut amilopektin (Fennema,

1976).

Gambar 4. Struktur amilosa (Aiyer, 2005)

Struktur kimia amilopektin (gambar 5) pada dasarnya sama seperti amilosa

yang terdiri atas rantai pendek α-(1,4)-glikosidik dalam jumlah besar.

Perbedaannya, amilopektin mempunyai tingkat percabangan yang tinggi dan bobot

molekul yang besar dengan ikatan α-(1,6)-glikosidik pada percabangannya. Tiap

cabang mengandung 20-25 unit D-glukosa. Adanya rantai cabang membuat

amilopektin memiliki ikatan yang lebih kuat daripada amilosa sehingga struktur

molekulnya lebih stabil. Karena itu amilopektin kurang larut dalam air dan

cenderung bersifat lengket (Winarno, 1997). Menurut Flach (1993), amilopektin

mempunyai ukuran yang lebih besar daripada amilosa karena bentuknya lebih rapat

dan padat, tetapi mempunyai kekentalan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan

bahwa struktur amilopektin lebih kompak bila terdapat dalam larutan.

Gambar 5. Struktur amilopektin (Aiyer, 2005)

Page 32: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

17

Proses hidrolisis amilum merupakan pemutusan ikatan glikosidik pada rantai

polimernya oleh suatu reaktan yang dibantu oleh air. Proses ini digunakan di

industri untuk memproduksi molekul sederhana seperti glukosa, maltosa, dan

dekstrin. Ikatan glikosidik pada amilum dapat putus oleh adanya enzim pemecah

amilum (Kaneko et al. 2005).

2.4 Indikator I-KI

Iod termasuk ke dalam golongan halogen yang membuat iod menjadi sangat

reaktif dan cenderung bergabung dengan elemen lain untuk menghasilkan senyawa.

Hal tersebut dikarenakan golongan halogen kekurangan hanya satu elektron dalam

susunan atomnya. Iod sendiri memiliki karakteristik mudah dioksidasikan dalam

larutan asam menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksid, iod bebas tersebut

kemudian dapat diidentifikasikan dari pewarnaan biru tua yang dihasilkan saat

bercampur dengan larutan kanji (Vogel,1979).

Penggunaan iod sebagai larutan indikator harus dilarutkan terlebih dahulu

dengan kalium iodida (KI). Pencampuran ini dilakukan karena iod tidak larut dalam

air sehingga untuk dapat larut dalam air harus dibantu dengan kalium iodida. Hal

ini akan menghasilkan suatu ion kompleks triiodida linier (gambar 6) (Xiao et al.

2006).

KI (aq) + I2 (s) KI3 (aq)

Gambar 6. Reaksi kalium iodida dengan iodin (Xiao et al. 2006)

Page 33: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

18

Berdasarkan gambar 6 kondensasi I-KI dengan karbohidrat pada uji iodin

akan menghasilkan warna yang khas yakni biru tua. Hal ini disebabkan karena

dalam larutan amilum, terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks

karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini

menyebabkan amilum dapat membentuk kompleks dengan molekul I-KI yang dapat

masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks

tersebut (Fessenden, 1986).

Gambar 7. Reaksi amilum dengan iodin (Teitelbaum et al. 1980)

Larutan amilum (sebelum dipanaskan) larutan berwarna putih bening.

Namun, setelah dipanaskan dan ditetesi dengan larutan indikator I-KI terdapat

perubahan warna menjadi biru tua. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hidrolisis

amilum pada saat pemanasan. Jika terdapat endapan pada dasar tabung, berarti

menunjukkan masih terdapatnya amilum yang belum larut (Diwan et al. 2012).

Ikatan antara I-KI dan amilum berupa ikatan semu karena dapat putus saat

dipanaskan dan terbentuk kembali pada saat didinginkan. Apabila dipanaskan rantai

amilum akan memanjang sehingga iod mudah terlepas, sama halnya ketika

didinginkan, rantai pada amilum akan mengerut sehingga I-KI kembali terikat

dengan amilum. Hal ini karena kemampuan menghidrolisis sehingga amilum

berubah menjadi glukosa. Pengujian amilum dilakukan dalam suasana asam karena

penambahan larutan iod pada aquades pada suasana basa tidak terjadi perubahan

warna karena I-KI tidak berikatan dengan amilum (Winarno, 1997).

Page 34: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

19

Amilum dan I-KI membentuk ikatan kompleks berwarna biru. Amilum bila

direaksikan dengan enzim diastase akan terjadi hidrolisis menjadi glukosa (Baldwin

et al. 1944). Amilum bila dipanaskan dapat terhidrolisis menjadi senyawa yang

lebih sederhana, hasilnya diuji dengan I-KI yang akan memberikan warna biru

sampai tidak berwarna (Poedjiadji, 2009). Menurut Hollo dan Szejtli (1957),

adanya I-KI dalam rantai heliks amilum tidak memiliki efek terhadap

penghambatan enzim.

2.5 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi

yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm)

dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer

(Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi

elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga

spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif

ketimbang kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrum UV-Vis mempunyai

bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan

dari spektrum ini. Akan tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran

secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum

Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004). Sinar Ultraviolet mempunyai panjang

gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang

gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Page 35: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

20

Gambar 8. Skema kerja spektrofotometer UV-Vis (Mulja dan Suharman, 1995)

Berdasarkan gambar 8 sumber sinar polikromatis, untuk sinar UV adalah

lampu deuterium, sedangkan sinar Visibel atau sinar tampak adalah lampu wolfram.

Monokromator pada spektrometer UV-Vis digunakaan lensa prisma dan filter

optik. Sel sampel berupa kuvet yang terbuat dari kuarsa atau gelas dengan lebar

yang bervariasi. Detektor berupa detektor foto atau detektor panas atau detektor

dioda foto, berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan

mengubahnya menjadi arus listrik (Suharti, 2017).

Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel

yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu

diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:

1.Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap

terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.

2.Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.

3.Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis (Mulja dan

Suharman, 1995).

Pengukuran kuantitatif menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada

penentuan aktivitas enzim diastase pada madu dilakukan dengan melakukan

standarisasi terlebih dahulu menggunakan panjang gelombang 660 nm. Pengukuran

dilakukan hingga mendapatkan absorbansi sebesar 0,760 nm ± 0,02. Kemudian

Page 36: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

21

pengukuran terhadap sampel madu juga dilakukan pada absorbansi 660 nm. Pada

pengukuran sampel dilakukan hingga mendapatkan absorbansi 0,235 (Sak-Bosnar

dan Sakač, 2012).

Menurut Mulja dan Suharman (1995), pengukuran kuantitatif menggunakan

spektrofotometer UV-Vis memberikan beberapa keuntungan, di antaranya:

1. Dapat digunakan secara luas

2. Memiliki kepekaan tinggi

3. Keselektifannnya cukup tinggi

4. Ketelitian tinggi

5. Tidak rumit dan cepat

2.6 Tes Kit

Sensor kimia (tes kit) didefinisikan secara umum sebagai sebuah sensor yang

mampu untuk menentukan suatu zat untuk kemudian diubah menjadi sinyal.

Penggunaan tes kit harus tanpa perlengkapan khusus, listrik, ataupun biaya yang

mahal, serta dapat digunakan untuk analisis di lapangan. Akan tetapi saat ini

keberadaan tes kit di Indonesia masih harus diimpor dan harganya tidak terjangkau

oleh masyarakat (Kusumawardhani et al. 2015). Syarat-syarat pembuatan tes kit

yaitu adanya pereaksi spesifik yang dapat bereaksi dengan senyawa yang akan

dianalisis, seperangkat alat sederhana seperti botol tertutup, pipet tetes, prosedur

uji, dan keterangan fungsi tes kit (gambar 9) (Padmaningrum dan Marwati, 2013).

Page 37: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

22

Gambar 9. Contoh tes kit yang telah dikomersialkan (www.bukalapak.com)

Tes kit pada penelitian ini ditujukan untuk mendeteksi keaslian madu melalui

uji pengamatan secara visual aktivitas enzim diastase yang terkandung di dalam

madu. Prinsip kerja dari sensor kimia (tes kit) aktivitas enzim diastase adalah

terjadinya perubahan warna yang signifikan setelah adanya reaksi antara enzim

diastase dengan amilum melalui bantuan I-KI sebagai indikator penanda adanya

kandungan amilum (Drochioiou et al. 2011). Pembuatan tes kit diperlukan

penentuan panjang gelombang sebagai dasar penentuan komposisi tes kit (Khanifah

et al. 2015). Penentuan panjang gelombang pada pembuatan tes kit aktivitas enzim

diastase menjadi penentu untuk dapat mengetahui nilai DN (Diastase Number) pada

madu acuan.

Pembuatan tes kit aktivitas enzim diastase ini berbasis larutan sehingga

pengamatan dilakukan secara visual (melalui bantuan indera penglihatan) yaitu

mata, mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit yang

memungkinkan acermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan

objek (Sherwood, 2001).

2.7 Proses Visual Mata

Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang

memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang

Page 38: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

23

dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di

tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata

fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa

untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel

dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi

visual ke otak (Junqueira, 2007).

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina

dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi

maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak

dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur

oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri

dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri atas sel-sel epitelial

kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai

myoepithelial cells (Saladin, 2003).

Jika sistem saraf simamilums teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan

melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi

dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan

ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat

atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan

bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin,

2003).

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan

sensoryretina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen

melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu

Page 39: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

24

matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran

cahaya dan mengisolasi fotoreseptor yang ada. Pada sensor retina, terdapat tiga

lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari

setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai

lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar

dan ganglionic, sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan

sel bipolar dan ganglionic (Seeley, 2006). Setelah aksi potensial dibentuk pada

lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus,

optic chiasm, optic tract, lateralgeniculate dari thalamus, superior colliculi, dan

korteks serebri (Seeley, 2006).

Page 40: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilaksanakan dari bulan

Desember 2019 – Mei 2020. Pengujian aktivitas enzim diastase dilakukan di

laboratorium Saraswanti Indo Genetech (SIG) Bogor pada tanggal 24 Januari 2020.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, pipet tetes, pipet ukur, botol vial,

cawan petri, labu ukur, spatula, batang pengaduk, tabung reaksi, penangas air listrik

cimarec, waterbath Memmert BM500, magnetic stirrer, vortex Thermolyne

M63210-33, bulp, neraca analitik OHAUS AX124, vortex, pH meter MARTINI

instruments, spektrofotometer UV-Vis ThermoFisher Scientific genesys 10S.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel madu lengkeng sari

lebah; Madu lebah peternakan; Madu rambutan; Amilum Starch (Himedia); Kalium

Iodida (Merck); Iodine (Merck); Natrium Klorida (Merck); Natrium Asetat (Merck);

Asam Asetat (Merck); Aquades.

Page 41: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

26

3.3 Skema Kerja Penelitian

Gambar 10. Diagram alir penelitian

Sampel madu

Pengujian DN aktivitas enzim

diastase berbagai madu secara

kuantitatif dengan metode

AOAC 958,09:2016

Madu sebagai

kontrol postitif

Uji kualitatif aktivitas enzim

diastase

Optimasi konsentrasi substrat

amilum 0,5 %; 0,75%; 1%;

1,25%; 1,5%

Optimasi suhu 25 C; 30 C; 35 C

dan 40 C

Kondisi optimum

Tes kit pendeteksi

aktivitas enzim

diastase

Uji Stabilitas I-KI

Optimasi konsentrasi I-KI 1,2 %;

1,25 %; 1,3%; 1,35%; 1,4%

- Optimasi pH 3,3; 4,3; 5,3; 6,3

Uji kelayakan tes kit

dengan metode z score

Page 42: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

27

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengujian Kuantitatif Aktivitas Enzim Diastase pada Madu dengan

Spektrofotometri UV-Vis (AOAC 958,09, 2016)

Diastase Number merupakan nilai kadar enzim dalam 1 gram madu untuk

menghidrolisis 1 mL amilum menjadi glukosa dalam waktu 60 menit pada suhu 40

℃. (BSNI, 2013). Pengujian kuantitatif aktivitas enzim diastase pada madu

didasarkan pada pedoman AOAC 958,09:2016. Prinsip metodenya adalah diamati

absorbansi larutan uji menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang

gelombang 660 nm. Secara terperinci prosedur pengujian kuantitatif aktivitas enzim

diastase terdiri atas tahapan berikut ini.

3.4.1.1 Pencarian faktor pengenceran

Pencarian faktor pengenceran bertujuan untuk menentukan jumlah volume

aquades yang ditambahkan ke campuran larutan antara amilum dengan larutan

indikator I-KI sehingga didapatkan absorbansi 0,760 ± 0,02 (Sak-Bosnar dan

Sakač, 2012). Alasan dilakukannya pencarian faktor pengenceran karena jika tanpa

pengenceran kelak larutan uji akan terlalu pekat intensitas warnanya sehingga akan

dihasilkan absorbansi di 0,760 ± 0,02 (Tulandi, 2019). Maka dari itu perlu adanya

pencarian faktor pengenceran dengan acuan absorbansi yang telah terstandarisasi.

Absorbansi yang ditentukan menurut AOAC 958,09:2016 untuk larutan tanpa

sampel madu sebesar 0,760 ± 0,02.

Pencarian faktor pengenceran dimulai dengan dicampurkan 10 mL aquades

dengan 5 mL larutan amilum yang telah dipanaskan sebelumnya di penangas.

Kemudian diambil 1 mL untuk dimasukkan dalam erlenmeyer yang di dalamnya

telah terisi 10 mL larutan iod 88,8 ppm. Selanjutnya larutan diukur absorbansinya

Page 43: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

28

pada panjang gelombang 660 nm menggunakan spektrofotometer UV Vis, jika

absorbansi yang didapat masih terlalu tinggi maka dilakukan penambahan aquades

secara bertingkat sebagai pengenceran dan diukur hingga mendapatkan absorbansi

0,760 ± 0,02.

3.4.1.2 Pengukuran Aktivitas Enzim Diastase pada Madu

Pengukuran diastase diawali dengan sampel madu ditimbang terlebih

dahulu sebanyak 10 gr kemudian dilarutkan dengan 20-25 mL aquades. Dimana

sampel madu yang digunakan adalah madu lengkeng, madu peternakan dan madu

rambutan. Selanjutnya larutan madu ditambahkan dengan 5 mL larutan dapar asetat

dan dicampurkan dengan 3 mL natrium klorida 0,5 M pada labu ukur 50 mL.

Penambahan natrium klorida ditujukan untuk menstabilkan aktivitas enzim.

Kemudian dilakukan tera dengan cara ditambahkan aquades hingga tanda batas.

Penetapan absorbansi dilakukan dengan cara dipipet 5 mL larutan pati dan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan 10 mL larutan contoh (sampel madu) ke

bagian dasar tabung. Selanjutnya larutan diinkubasi selama 15 menit pada suhu

40 ℃ ± 0,2 ℃ menggunakan waterbath. Larutan uji dikocok dengan cara tabung

reaksi digerakkan ke depan dan ke belakang dalam posisi miring kemudian

stopwatch diaktifkan. Setelah 5 menit 1 mL larutan uji dipipet dan dipindahkan ke

erlenmeyer 100 mL3 yang di dalamnya telah terdapat 10 mL larutan Iod 0,0007 N

(88,8 ppm) dan diencerkan sampai volume sesuai dengan yang didapatkan pada

langkah sebelumnya (pencarian faktor pengenceran). Kemudian larutan diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 660 nm hingga didapatkan absorbansi

<0,235. Langkah tersebut terus dilakukan dengan interval waktu 5 menit untuk

madu yang diperkirakan memiliki nilai diastase kecil (<35 DN) (diastase number)

Page 44: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

29

dan selang waktu 10 menit bagi madu yang diperkirakan memiliki diastase tinggi.

Selanjutnya setelah didapat absorbansi <0,235, pengukuran dihentikan dan

diplotkan dengan regresi linier dengan sumbu x sebagai waktu inkubasi dan sumbu

y adalah absorbansi hasil pengukuran selama kurun waktu hingga mencapai <0,235.

Persamaan regresi linier yang dihasilkan dimasukkan nilai 0,235 untuk

mendapatkan nilai waktu (t). Selanjutnya hasil yang didapatkan dimasukkan

sebagai waktu (t) pada persamaan diastase number (DN) dengan menggunakan

rumus:

DN = 300

𝑡

DN = Diastase Number

t =Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai absorbansi <0,235

(menit)

3.4.2 Pengujian stabilitas indikator I-KI dengan Spektrofotometer UV-Vis

Pengujian stabilitas indikator I-KI ditujukan untuk mengetahui apakah ada

faktor lain yang mempengaruhi penurunan intenstas warna larutan I-KI selain dari

proses hidrolisis amilum yang dilakukan oleh enzim diastase. Larutan uji dibuat

dengan cara dicampurkan 10 mL aquades dengan 5 mL buffer asetat. Selanjutnya

dituangkan ke dalam labu ukur yang di dalamnya telah terdapat 3 mL NaCl, larutan

dikocok. Larutan uji yang telah tercampur dipipet sebanyak 10 mL dan dipindahkan

ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya larutan diinkubasi selama 15 menit dengan

suhu 40 ℃ ± 0,2 ℃. Setelah 15 menit, larutan uji dipipet 1 mL dan dipindahkan ke

dalam erlenmeyer yang di dalamnya telah terdapat 10 mL larutan iod 0,0007 N

(88,8 ppm). Selanjutnya larutan diencerkan sampai volume sesuai dengan yang

didapatkan pada langkah sebelumnya (pencarian faktor pengenceran). Kemudian

larutan diukur absorbansinya dengan rentang interval per 10 menit menggunakan

Page 45: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

30

spektrofotometer UV-Vis dan dilihat berapa penurunan intensitas warna yang

terjadi selama 1 jam.

3.4.3 Optimasi Kondisi Pengujian Kualitatif Aktivitas Enzim Diastase

(Baedhowie dan Pranggonowati, 1983)

Pengujian kualitatif aktivitas enzim diastase ditujukan untuk dapat

mengetahui adanya aktivitas enzim diastase melalui pengamatan secara visual mata

tanpa menggunakan alat instrumen. Pengujian kualitatif ini untuk mendukung tes

kit pendeteksi aktivitas enzim diastase yang dapat diaplikasikan secara sederhana.

3.4.3.1 Optimasi Konsentrasi Indikator I-KI

Optimasi konsentrasi indikator I-KI dilakukan dengan cara 1 gram madu

acuan dicampurkan dengan 4 mL aquades. Kemudian larutan diaduk hingga madu

larut dalam air. Selanjutnya larutan dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Larutan

yang telah di dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 mL larutan substrat

amilum. Selanjutnya larutan sampel diinkubasi di dalam waterbath selama 30 menit

pada suhu 40℃. Setelah diinkubasi larutan sampel ditambahkan dengan 2 tetes

larutan indikator I-KI. Selanjutnya dicatat waktu yang dibutuhkan untuk perubahan

dari warna biru menjadi bening. Variasi konsentrasi indikator I-KI dilakukan

dengan 5 konsentrasi iod berbeda yaitu 1,2%; 1,25%; 1,3%; 1,35%; dan 1,4%,

kemudian dilihat konsentrasi mana yang memiliki perubahan warna tercepat.

3.4.3.2 Optimasi Suhu

Optimasi suhu dilakukan dengan cara 1 gram madu acuan dicampurkan

dengan 4 mL aquades. Kemudian larutan diaduk hingga madu larut dalam air.

Selanjutnya larutan dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Larutan yang telah di

dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 mL larutan substrat amilum.

Page 46: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

31

Selanjutnya larutan sampel diinkubasi di dalam waterbath selama 30 menit. Variasi

suhu dilakukan dari rentang 25 C; 30 C; 35 C dan 40 C. Kemudian larutan

diteteskan dengan 2 tetes indikator I-KI konsentrasi 1,25%. Selanjutnya dicatat

waktu yang dibutuhkan untuk perubahan dari warna biru menjadi bening.

3.4.3.3 Optimasi Konsentrasi Subtrat Amilum

Optimasi konsentrasi substrat amilum dilakukan dengan cara 1 gram madu

acuan dicampurkan dengan 4 mL aquades. Kemudian larutan diaduk hingga madu

larut dalam air. Selanjutnya larutan dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Larutan

yang telah di dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 mL larutan substrat

amilum. Variasi konsentrasi substrat amilum dilakuakan dengan variasi konsentrasi

0,5%; 0,75%; 1%; 1,25%; dan 1,5%. Selanjutnya larutan sampel diinkubasi di

dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 40 C. Kemudian larutan diteteskan

dengan 2 tetes indikator I-KI konsentrasi 1,25%. Selanjutnya dicatat waktu yang

dibutuhkan untuk perubahan dari warna biru menjadi bening.

3.4.3.4 Optimasi pH

Optimasi pH juga dilakukan untuk mengetahui pH dilakukan dengan cara 1

gram madu acuan dicampurkan dengan 4 mL aquades. Kemudian larutan diaduk

hingga madu larut dalam air. Selanjutnya larutan dipindahkan ke dalam tabung

reaksi. Larutan yang telah di dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 10 mL

larutan substrat amilum 1%. Selanjutnya larutan uji ditambahkan dengan buffer

asetat hingga didapatkan variasi pH yang diinginkan yakni pH 3,3; 4,3; 5,3 dan 6,3.

Selanjutnya larutan sampel diinkubasi di dalam waterbath selama 30 menit pada

suhu 40 C. Kemudian larutan diteteskan dengan 2 tetes indikator I-KI konsentrasi

Page 47: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

32

1,25%. Selanjutnya dicatat waktu yang dibutuhkan untuk perubahan dari warna biru

menjadi bening.

3.4.4 Pembuatan Tes Kit (Bardant et al. 2015)

Rancangan tes kit perlu dilakukan percobaaan pembuatan terlebih dahulu

agar penggunaanya mudah dan tidak menimbulkan salah persepsi. Tes kit terdiri

atas 2 botol reagen yang terdiri atas botol substrat amilum dan aquades, botol

indikator I-KI, dan 1 botol analisis sampel madu dan dilengkapi dengan prosedur

pengujian.

Langkah cara penggunaan tes kit dilakukan dengan instruksi sebagai berikut.

Botol analisis terlebih dahulu diisi dengan sampel madu sekitar 4-5 tetes (0,5 cm

dari dasar botol analisis sampel). Kemudian dituangkan seluruh larutan pada botol

2 yang berisi larutan amilum dan aquades ke botol analisis. Botol analisis dikocok

hingga madu larut. Selanjutnya botol analisis dihangatkan pada wadah berisi air

hangat 40 ℃ selama 30 menit (dapat menggunakan thermometer atau dapat pula

diuji dengan dicelupkan jari, jangan sampai jari terasa panas). Botol yang telah

dihangatkan kemudian diteteskan beberapa tetes indikator I-KI yang terdapat pada

botol gelap. Stopwatch disetel dan kemudian diamati hingga intensitas warna biru

pada larutan larutan berubah menjadi warna kecokelatan (seperti warna madu larut

air) dan catat waktu yang dibutuhkan untuk perubahan dari warna biru menjadi

warna kecokelatan.

3.4.5 Uji Kelayakan Tes Kit (Bardant et al. 2015)

Uji kelayakan tes kit oleh panelis bertujuan untuk mengetahui tingkat

kelayakan tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase pada sampel acuan madu. Uji

kelayakan dilakukan dengan cara melibatkan 25 panelis untuk mencoba melakukan

Page 48: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

33

pengukuran terhadap sampel madu yang sama dengan menggunakan tes kit

pendeteksi aktivitas enzim diastase.

Peneliti terlebih dahulu telah melakukan pengujian terhadap sampel madu

yang akan diberikan kepada panelis dengan tes kit untuk memastikan nilai aktivitas

enzim diastase pada sampel. Kelayakan tes kit diperoleh dari perhitungan z-score

menggunakan microsoft excel.

Perolehan nilai Z-score berdasarkan persamaan:

Z= (x-𝑥𝑎)/σρ

Dimana X adalah data yang ingin dicari z-score nya, sedangkan 𝑥𝑎 adalah

rata-rata dari keseluruhan hasil durasi waktu yang didapatkan oleh seluruh panelis

dan σρ adalah standar deviasi untuk penilaian. Dihitungnya nilai z-score untuk

menjadikan hasil uji dari tiap-tiap panelis menjadi dapat dibandingkan dengan rata-

rata dari hasil yang dihasilkan oleh keseluruhan panelis. Nilai (x-𝑥𝑎) dapat

didefinisikan sebagai error/kesalahan dalam pengukuran. Nilai σρ dideskripsikan

sebagai nilai ketidakpastian standar. Setelah didapatkan nilai z-score dari setiap

data maka akan diplotkan dalam bentuk error bars dan pengambilan kesimpulan

mengacu berdasarkan distribusi normal sebagai berikut:

1. Nilai z score = 0 menandakan bahwa hasil uji dengan tes kit yang dihasilkan

adalah sempurna

2. Nilai z score -2 sampai 2 dianggap diterima

3. Nilai z score diantara -2 hingga -3 dan 2 hingga 3 berarti hasil uji dengan tes kit

diragukan

Page 49: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

34

4. Nilai z score <-3 atau >+3, berarti uji dengan tes kit tidak dapat diterima (IUPAC,

2006).

Peneliti juga akan memberikan kolom pendapat kepada panelis sebagai

wadah untuk memberikan saran dan pendapat terkait kinerja tes kit pendeteksi

aktivitas enzim diastase agar kelak dapat menjadi lebih baik lagi.

Page 50: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengukuran Aktivitas Enzim Diastase secara kuantitatif

Penentuan aktivitas enzim diastase merupakan salah satu parameter penting

dalam penentuan kualitas madu. Aktivitas enzim diastase pada madu dapat

diketahui dengan cara melihat nilai Diastase Number (DN) dari madu tersebut.

Diastase Number didefinisikan sebagai nilai kadar enzim dalam 1 gram madu untuk

menghidrolisis 1 mL amilum menjadi glukosa dalam waktu 60 menit pada suhu 40

℃. (BSNI, 2013). DN merupakan satuan skala aktivitas enzim diastase dalam unit

schade (Huang et al. 2019). Standar Nasional Indonesia (SNI) 3545:2013 telah

menetapkan bahwa aktivitas enzim diastase pada madu untuk dapat dikategorikan

sebagai madu asli minimum kandungan aktivitas enzim diastase nya sebesar 3 DN.

Pengujian aktivitas enzim diastase dilakukan pada pH 5,3. pH 5,3 didapatkan

dari pencampuran larutan yang berisi sampel madu dan substrat amilum dengan

larutan dapar asetat dan larutan NaCl. Dapar asetat ditambahkan selain untuk

mendapatkan pH 5,3 pada larutan uji juga berguna untuk mengatasi penurunan

aktivitas enzim diastase yang signifikan ketika larutan uji ditambahkan dengan

natrium klorida (Sak-Bosnar dan Sakač, 2012).

Langkah pertama dilakukan pengujian aktivitas enzim diastase madu

lengkeng, madu peternakan dan madu rambutan di Pusat Laboratorium Terpadu

(PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil uji aktivitas enzim diastase pada

madu lengkeng, madu peternakan dan madu rambutan adalah sebagai berikut:

Page 51: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

36

Tabel 3. Data diastase number sampel madu

Sampel madu Nilai aktivitas enzim diastase (DN)

Madu lengkeng 8,02

Madu peternakan 1,9

Madu rambutan 14,38

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas enzim diastase pada tabel 3 diketahui

bahwa nilai aktivitas enzim diastase setiap sampel madu memiliki hasil yang

beragam. Perbedaan nilai aktivitas enzim diastase dari setiap madu dikarenakan

perbedaan karakteristik dari setiap sampel madu. Perbedaan karakteristik madu

sangat dipengaruhi oleh jenis bunga, wilayah geografis, teknologi yang digunakan

saat ekstraksi madu dan juga kondisi penyimpanan (Soares et al. 2017). Menurut

Ashkani et al. (2014), perbedaan nilai aktivitas enzim diastase pada madu dapat

disebabkan oleh kondisi iklim dan vegetasi daari sumber madu. Madu peternakan

memiliki aktivitas enzim diastase dibawah nilai yang telah ditentukan oleh SNI

untuk dapat dikategorikan sebagai madu asli. Mengacu dari tabel 3, dapat ditarik

kesimpulan bahwa diantara ketiga sampel madu yang digunakan, hanya madu

peternakan saja yang dikategorikan sebagai madu kurang baik karena nilai DN nya

dibawah standar dari yang ditetapkan oleh SNI 3545:2013 dan untuk madu

lengkeng dan madu rambutan memiliki kualitas madu yang baik karena nilai DN

nya berada diatas standar dari SNI 3545:2013 yaitu minimal 3 DN.

Setelah ketiga sampel madu diuji nilai aktivitas enzim diastasenya, kemudian

dipilih salah satu madu yang akan dijadikan sebagai madu acuan untuk pengujian

optimasi tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase. Pada penelitian ini dipilih madu

lengkeng sebagai madu acuan karena nilai aktivitas enzim diastase madu lengkeng

Page 52: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

37

berada di atas ambang nilai yang ditetapkan oleh SNI 3545:2013. Selain itu, madu

lengkeng juga memiliki nilai aktivitas enzim diastase yang mendekati dari nilai 3

DN dibandingkan madu rambutan. Uji banding dilakukan untuk mendukung data

hasil aktivitas enzim diastase madu lengkeng sebagai madu acuan. Uji banding

dilaksanakan oleh lembaga yang telah terakreditasi yakni Sarasawanti Indo

Genetech (SIG). Hasil pengujian aktivitas enzim diastase yang dilakukan oleh SIG

adalah memiliki aktivitas enzim diastase sebesar 8,7 DN. Perbedaan hasil yang

dilakukan antara pengujian sendiri (peneliti) dengan yang dilakukan oleh SIG

diduga terjadi karena perbedaan laboratorium, alat dan analis. Uji banding

didefinisikan sebagai suatu kondisi pengujian terhadap suatu sampel yang sama

oleh dua laboratorium atau lebih. Salah satu tujuan dilakukannya uji banding adalah

untuk menetapkan nilai pada bahan acuan (SNI 17025:2008).

Pengujian aktivitas enzim diastase pada madu penting dilakukan untuk

mengetahui apakah madu tersebut masuk ke dalam kategori madu asli apa palsu.

Banyaknya pemalsuan madu yang diperjualbelikan di pasaran berakibat

menurunkan kualitas madu. Madu palsu dibuat tanpa pertolongan lebah atau

menggunakan gula sebagai nektar dengan warna yang hampir sama dengan warna

madu asli (Winarno, 1981). Terjadinya pemalsuan madu diketahui berawal dari

tingginya permintaan konsumen terhadap madu dengan harga yang sangat murah,

sehingga banyak oknum penjual yang mencoba untuk meraup untung dengan

membuat madu sendiri demi menekan ongkos produksi. Oleh karenanya diperlukan

pengujian kuantitatif untuk memastikan keaslian madu. Perbedaan nyata antara

madu murni dan madu tidak murni terletak pada komposisi kimianya (Ogdanova et

al. 2004).

Page 53: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

38

4.2 Hasil Stabilitas Indikator I-KI dengan Spektrofotometer UV-Vis

Indikator I-KI pada pengujian aktivitas enzim diastase memiliki peran yang

cukup penting karena bertindak sebagai indikator penanda adanya amilum. Pada

saat pengukuran aktivtas enzim diastase terdapat suatu pertanyaan perihal apakah

intensitas warna larutan indikator I-KI yang hilang terjadi karena telah

terhidrolisisnya amilum atau karena adanya faktor lainnya yakni seperti cahaya

ataupun panas. Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan

pengujian kestabilan larutan indikator I-KI.

Pengujian stabilitas indikator I-KI dilakukan tanpa menggunakan madu. Hal

tersebut bertujuan untuk melihat penurunan intensitas warna dari larutan uji dengan

hanya mengacu kepada perubahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan tanpa

melihat faktor penurunan yang disebabkan hidrolisis oleh enzim diastase pada

madu. Hasil pengukuran absorbansi kestabilan indikator I-KI adalah sebagai

berikut:

Tabel 4. Hasil pengukuran absorbansi kestabilan indikator I-KI

No. Waktu (menit) Absorbansi

1 0 0,6735

2 10 0,6675

3 20 0,6615

4 30 0,658

5 40 0,6485

6 50 0,643

7 60

0,635

Rata-rata = 0,655286

Std. Deviasi = ± 0,012736

Hasil pengujian indikator kestabilan I-KI terhadap faktor lingkungan merujuk

pada tabel 4 menunjukkan bahwa larutan uji yang telah ditetesi dengan larutan

indikator I-KI dengan interval 10 menit mengalami penurunan intensitas warna

yang ditandai dengan menurunnya absorbansi larutan uji. Penurunan intensitas

Page 54: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

39

warna indikator I-KI selama waktu 1 jam mengalami penurunan absorbansi total

sebesar 0,0385.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan indikator I-KI sebagai

indikator penanda adanya amilum menurut Waszkowiak dan Buszka (2006), salah

satu faktornya adalah kelembapan lingkungan yang tinggi. Selain itu, diketahui

penggunaan suhu diatas 70℃ turut menurunkan intensitas warna pada larutan

indikator I-KI (Turner, 1930). Faktor penyimpanan juga menjadi salah satu faktor

pengaruh kestabilan indikator I-KI (Permatasari et al. 2017). Penggunaan wadah

gelap diketahui mampu mengurangi cahaya matahari yang masuk. Cahaya matahari

termasuk ke dalam salah satu faktor yang dapat menurunakan intensitas warna

larutan indikator I-KI (Sivakumar et al. 2001). Mengacu dari tabel 4, maka perlu

dilakukan usaha agar indikator I-KI tetap stabil dan ideal. Salah satu cara adalah

pemilihan jenis botol untuk larutan indikator I-KI harus menggunakan botol gelap,

hal tersebut bertujuan untuk menghambat cahaya yang masuk ke dalam botol

sehingga larutan indikator I-KI tidak mengalami penguraian. Menurut Wijawati dan

Asiarini (2017), bahwa penyimpanan terbaik untuk larutan I-KI adalah pada wadah

yang kedap udara, tertutup, gelap, terhidar panas. Dengan penyimpanan seperti ini

kelak kadar I-KI akan terjaga dengan baik.

Iod termasuk ke dalam golongan halogen yang membuat iod menjadi sangat

reaktif dan cenderung bergabung dengan elemen lain untuk menghasilkan senyawa.

Hal tersebut dikarenakan golongan halogen kekurangan hanya satu elektron dalam

susunan atomnya. Iod sendiri memiliki karakteristik mudah dioksidasikan dalam

larutan asam menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksid, iod bebas tersebut

Page 55: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

40

kemudian dapat diidentifikasikan dari pewarnaan biru tua yang dihasilkan saat

bercampur dengan larutan kanji (Vogel,1979).

4.3 Hasil Optimasi Kondisi Pengujian Kualitatif Aktivitas Enzim Diastase

Untuk Aplikasi pada Tes Kit

4.3.1 Hasil Optimasi Konsentrasi Indikator I-KI

Setelah ditentukan madu lengkeng sebagai madu acuan, kemudian dilakukan

optimasi indikator I-KI. Larutan indikator yang berperan penting dalam

memberikan pewarnaan biru gelap yang berguna sebagai indikator hidrolisis

amilum menjadi glukosa, yakni indikator iod dalam kalium iodida (I-KI).

Gambar 11. Skema reaksi antara indikator I-KI dengan amilum. Ditunjukkan dengan

rantai heliks amilosa dengan rantai iodin di tengah (Teitelbaum et al. 1980)

Indikator I-KI ketika terikat ke dalam ikatan heliks dari amilum akan

menghasilkan intensitas warna biru gelap (gambar 11) (Xiao et al. 2006). Kemudian

larutan akan menjadi bening seiring telah terhidrolisis dengan sempurna substrat

amilum oleh enzim diastase. Ikatan heliks tersebut merupakan ikatan semu karena

dapat putus saat dipanaskan dan terbentuk kembali pada saat didinginkan (gambar

11). Komponen indikator I-KI tampak tersusun secara linier dalam rongga bagian

dalam heliks selebar 8 Å dengan jarak I – I sekitar 3,1 Å (Yu et al. 1996). Apabila

dipanaskan, rantai amilum akan memanjang sehingga iod mudah terlepas, sama

halnya ketika didinginkan, rantai pada amilum akan mengerut sehingga iod kembali

terikat dengan amilum (Winarno, 1997).

Page 56: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

41

Optimasi konsentrasi indikator I-KI pada penelitian ini penting dilakukan

karena untuk pengujian aktivitas enzim diastase secara kualitatif belum terdapat

data yang secara rinci besarnya konsentrasi indikator I-KI yang digunakan.

Indikator I-KI sebagai larutan uji dengan variasi konsentrasi masing-masing

diteteskan pada campuran larutan madu dan substrat pada waktu yang bersamaan.

Penentuan konsentrasi indikator I-KI optimum dilihat dari variasi yang paling cepat

mengalami perubahan warna dari biru gelap menjadi bening. Pada penelitian ini

hasil optimasi variasi konsentrasi indikator I-KI yang telah diuji dapat dilihat pada

tabel 5.

Page 57: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

42

Tabel 5. Waktu perubahan warna pada variasi konsentrasi indikator I-KI

No Konsentrasi

Indikator I-KI

Waktu

perubahan

(detik)

Dokumentasi pengamatan:

waktu awal (kiri), waktu akhir

(kanan)

1 1,2% 302 ± 3,74

2 1,25% 75 ± 0,81

3 1,3% 226 ± 0,81

4 1,35% 457 ± 1,41

5 1,4% 898 ± 2,16

Page 58: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

43

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa konsentrasi indikator I-KI 1,2%

didapatkan waktu yang cukup lama untuk berubahnya warna biru menjadi bening

diketahui terjadi karena pada konsentrasi indikator I-KI yang rendah atau dibawah

optimum rantai I-KI tidak mampu untuk memecah rantai heliks secara maksimal

pada gugus amilosa sehingga reaksi yang terjadi berjalan secara lambat. Maka

diperlukannya konsentrasi indikator I-KI yang lebih besar untuk dapat berikatan

dengan rantai amilosa secara keseluruhan sehingga kelak akan terbentuk rantai

heliks (Whistler et al. 1984). Ketika konsentrasi indikator I-KI 1,25%, terjadi waktu

perubahan larutan uji yang paling cepat dibandingkan konsentrasi lainnya. Hal

tersebut dikarenakan penggunaan konsentrasi indikator I-KI 1,25% seluruh I-KI

mampu menembus rantai amilum untuk kemudian berikatan secara heliks dengan

sempurna.

Kenaikan waktu perubahan larutan uji terjadi seiring dengan penambahan

konsentrasi indikator I-KI yang dilakukan yakni pada konsentrasi 1,3%; 1,35% dan

1,4%. Peningkatan waktu dalam berubahnya larutan uji menjadi berwarna bening.

Menurut Baldwin et al. (1944) terjadi karena dengan bertambahnya konsentrasi

indikator I-KI maka ruang yang dibutuhkan oleh triiodida untuk berikatan dengan

rantai amilum akan menjadi lebih besar. Diketahui bahwa pada rantai heliks amilum

memiliki ruang sebesar 8 A (Anhydroglucose units), sedangkan pada penambahan

konsentrasi indikator I-KI ruang yang dibutuhkan oleh triiodida bisa lebih besar

dari 8 A, sehingga menyebabkan tidak seluruh molekul triiodida dapat masuk ke

dalam rantai heliks amilum dalam waktu bersamaan.

Page 59: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

44

4.3.2 Hasil Optimasi Suhu

Optimasi suhu dilakukan setelah didapatkan konsentrasi optimum indikator

I-KI. Optimasi suhu dilakukan karena merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kestabilan enzim. Menurut Sukandar et al. (2009) optimasi suhu

penting dilakukan karena pada reaksi enzimatik suhu mempengaruhi kestabilan

enzim. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim yaitu pada suhu rendah aktivitas

enzim menjadi kecil karena tumbukan antar partikel rendah. Adanya peningkatan

suhu reaksi enzim akan meningkat pula dan akan terus meningkat hingga titik

optimum dan jika suhu berlebih enzim akan mengalami denaturasi dan akibatnya

enzim akan kehilangan bentuk spesifiknya sehingga substrat tidak dapat berikatan

lagi dengan sisi aktif enzim (Dennison, 2002). Penggunaan suhu yang tidak sesuai

atau belum sampai kepada suhu optimum enzim tidak memberikan reaksi yang

optimum bagi enzim dalam menghidrolisis substrat menjadi produk akhir,

sedangkan kenaikan suhu yang terlampau jauh melebihi suhu optimum, enzim akan

mengalami denaturasi dan akan kehilangan aktivitas katalitiknya.

Optimasi suhu juga ditujukan sebagai prediksi untuk mengetahui apakah tes

kit nantinya dapat bekerja optimum jika selama pengujian nanti inkubasinya tanpa

pemanasan terlebih dahulu. Optimasi suhu ini juga untuk mengetahui toleransi suhu

yang mempengaruhi tes kit agar mempermudah cara kerja tes kit sehingga

pengujiannya lebih sederhana tanpa menggunakan pemanasan. Data hasil

pengamatan dari tahap optimasi suhu pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 60: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

45

Tabel 6. Waktu perubahan warna pada variasi suhu

No Suhu Perubahan warna

(detik)

Dokumentasi pengamatan:

waktu awal (kiri), waktu

akhir (kanan)

1. Suhu 25 ℃ 5940 ± 1,63

2. Suhu 30 ℃ 1963 ± 2,16

3. Suhu 35 ℃ 784 ± 2,16

4. Suhu 40 ℃ 107 ± 0,81

Proses optimasi suhu pada reaksi dalam uji kualitatif aktivitas enzim diastase

pada tabel 6 didapatkan kondisi suhu optimum adalah suhu 40 ℃. Suhu tersebut

dipilih menjadi suhu yang optimum karena dilihat dari perubahan warnanya yang

paling cepat dibandingkan dengan suhu yang lainnya dalam menghidrolisis substrat

amilum menjadi glukosa. Menurut Yazid et al. (2006) saat suhu enzim mencapai

Page 61: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

46

suhu optimum maka akan terjadi peningkatan frekuensi tumbukan antara molekul

enzim dan substrat, sehingga enzim bekerja secara lebih aktif dan optimal.

Berdasarkan tabel 6 dengan suhu 25 ℃; 30 ℃ dan 35 ℃ durasi yang dibutuhkan

enzim untuk menghidrolisis cenderung lebih lama. Hal ini dikarenakan pada suhu

25 ℃; 30 ℃ dan 35 ℃ suhu belum optimal dalam mengaktifkan kerja enzim,

sehingga enzim tidak dapat menghidrolisis substrat secara sempurna dan cepat.

Menurut Whittaker (2003), penggunaan suhu yang rendah akan menyebabkan laju

reaksi enzim bergerak lambat. Penyebab kurangnya laju reaksi enzimatik ialah

kurangnya gerak termodinamik, yang menyebabkan kurangnya tumbukan antara

molekul enzim dengan substrat sehingga memperlambat proses hidrolisis amilum

(Sadikin, 2002).

Pengujian terhadap variasi rentang suhu yang telah dipilih mendapatkan hasil

beragam (tabel 6) yakni cenderung meningkat dengan lebih signifikan pada suhu

30-40 ℃. Peningkatan suhu menyebabkan aktivitas enzim meningkat karena suhu

yang tinggi akan meningkatan energi kinetik, sehingga menambah intensitas reaksi

antara substrat dengan enzim. Reaksi yang sering terjadi akan mempermudah

pembentukan komplek enzim dengan substrat, sehingga hasil akhir (produk) yang

terbentuk lebih banyak (Susanti, 2011). Menurut Whittaker (2003), ketika

temperature naik, aktivitas enzim akan ikut bergerak naik hingga mencapai

temperatur optimumnya.

Penetapan suhu 40 ℃ pada tabel 6 sebagai suhu optimum bagi enzim diastase

juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yoon et al. (1974) pada

penelitian tersebut peneliti melakukan pengujian terhadap efek eksternal enzim

diastase yang meliputi salah satunya mencari suhu optimum enzim diastase. Peneliti

Page 62: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

47

melakukan variasi suhu dari 30-50 ℃ dan didapatkan suhu yang optimum bagi

enzim diastase adalah suhu 40 ℃. Suhu optimum untuk enzim diastase juga

diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Kowalski et al. (2012) penelitian

tersebut ingin membandingkan perbedaan perubahan aktivitas enzim diastase

selama perubahan suhu dari 25−83 ℃ antara menggunakan metode konvensional

(hotplate) dengan menggunakan microwave. Didapatkan hasil bahwa dengan

menggunakan microwave perubahan aktivitas enzim diastase menjadi lebih cepat

dan terjadinya deaktivasi enzim diastase juga menjadi lebih cepat. Selama

perubahan aktivitas enzim diastase tersebut diketahui dalam menggunakan metode

konvensional atau microwave dihasilkan bahwa aktivitas enzim diastase terbaik ada

pada suhu 40 ℃.

4.3.3 Hasil Optimasi Konsentrasi Substrat Amilum

Setelah didapatkan konsentrasi indikator I-KI dan kondisi suhu yang

optimum untuk tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase, langkah selanjutnya

adalah mencari konsentrasi optimum untuk substrat amilum. Optimasi konsentrasi

substrat amilum dilakukan karena substrat termasuk komponen yang sangat

berperan dalam proses aktivitas enzim. Tujuan dari optimasi konsentrasi substrat

amilum adalah untuk mengetahui berapa kadar konsentrasi optimal substrat amilum

yang digunakan pada uji aktivitas enzim diastase agar terjadinya efisiensi baik dari

penggunaan substrat amilum maupun terhadap waktu yang digunakan pada

pengamatan hidrolisis substrat menjadi glukosa.

Enzim diastase termasuk ke dalam golongan enzim ∝-amilase. Enzim ∝-

amilase merupakan golongan enzim yang berasal dari hewan atau manusia. Enzim

Page 63: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

48

Amilum Air

Maltosa

Glukosa

Glukosa

Dekstrin

ini bekerja dengan cara memecah ikatan glisodik ∝-1,4 atau ikatan ∝-1,6 untuk

menghasilkan dekstrin, oligosakarida, maltosa dan D-glukosa (Wang, 2009).

Gambar 12. Reaksi hidrolisis amilum menjadi glukosa (Sudrajat et al. 2018)

Berdasarkan gambar 12, enzim diastase dalam menghidrolisis amilum terjadi

melalui dua tahap, tahap pertama yakni enzim diastase akan menghidrolisis amilum

dengan cara memecah ikatan glisodik ∝-1,4 untuk menghasilkan dekstrin (Oliveira

et al. 2019). Tahap kedua terjadinya pembentukan maltose da glukosa sebagai hasil

akhir. Kedua tahap tersebut bekerja pada enzim ∝-amilase pada molekul amilosa

(Winarno, 1997).

Pengujian optimasi terhadap konsentrasi substrat amilum mendapatkan hasil

yang bervariasi yakni dihasilkan kadar konsentrasi optimum untuk substrat amilum

dengan konsentrasi 1%. Hasil optimasi konsentrasi substrat amilum dapat dilihat

dibawah ini:.

Diastase

Diastase

Diastase

Page 64: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

49

Tabel 7. Waktu perubahan warna pada variasi konsentrasi substrat amilum

No Konsentrasi

Substrat

Amilum

Waktu

Perubahan

(detik)

Dokumentasi Pengamatan:

Waktu Awal (kiri), Waktu

Akhir (kanan)

1 0,5% 2172 ± 3,74

2 0,75% 790 ± 12,2

3 1% 72 ± 3,74

4 1,25% 157 ± 5,65

5 1,5% 178 ± 5,88

Page 65: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

50

Variasi konsentrasi substrat amilum (tabel 7) didapatkan hasil bahwa

penambahan konsentrasi substrat dari 0,5% hingga 1% memberikan peningkatan

terhadap aktivitas enzim dalam menghidrolisis amilum menjadi glukosa akan

terjadi peningkatan yang terjadi belum optimal. Pada penambahan substrat 0,5%-

0,75% substrat yang terkandung masih belum dapat memenuhi kebutuhan seluruh

sisi aktif enzim diastase sehingga aktivitasnya cenderung lambat. Menurut

Lehninger (1990), reaksi antara konsentrasi substrat dengan enzim akan tetap

terjadi meskipun penambahan konsentrasi subtrat yang diberikan sangat kecil, hal

ini karena substrat akan tetap mengisi sisi aktif enzim dan terjadi hidrolisis dalam

waktu yang cukup lama.

Penambahan konsentrasi substrat amilum 1% pada larutan uji membuat

aktivitas enzim diastase dalam menghidrolisis substrat amilum mengalami

peningkatan yang cukup signifikan. Pada konsentrasi 1% enzim diastase dalam

menghidrolisis substrat amilum hanya memerlukan waktu 72 detik. Menurut

Elawati et al. (2018) semakin tinggi konsentrasi substrat yang digunakan maka

semakin tinggi aktivitas enzim atau semakin tinggi kecepatan reaksi yang

dikatalisis oleh enzim tersebut. Hal tersebut menandakan bahwa pada konsentrasi

substrat amilum 1% semua sisi aktif telah dipenuhi dengan substrat sehingga

aktivitas enzim diastase dapat berjalan secara optimal.

Peningkatan konsentrasi substrat amilum menjadi 1,25% dan 1,5% membuat

aktivitas enzim diastase dalam menghidrolisis substrat amilum mengalami

penurunan. Penurunan ini ditandai dengan bertambahnya waktu hidrolisis substrat

amilum dibandingkan dengan penambahan konsentrasi substrat amilum 1%.

Penurunan aktivitas enzim diastase ini terjadi karena ketika substrat telah mencapai

Page 66: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

51

titik optimum maka penambahan substrat lebih lanjut hanya akan sedikit

meningkatkan aktivitas enzim karena hampir semua enzim telah membentuk

kompleks enzim-substrat. Penambahan substrat setelah kondisi optimum juga

memungkinan terjadinya penurunan hidrolisis substrat, hal ini karena substrat telah

jenuh sehingga tidak dapat lagi membentuk kompleks dengan enzim (Susanti,

2011).

Gambar 13. Grafik kecepatan laju reaksi enzim diastase

Mengacu dari tabel 7, data hasil pengujian terhadap variasi konsentrasi

substrat kemudian digunakan untuk dapat mengetahui kecepatan reaksi enzim

diastase dalam menghidrolisis amilum. Pada gambar 13 diketahui bahwa grafik laju

reaksi enzim diastase membentuk kurva parabola. Hasil tersebut berbeda dengan

teori kinetika enzim. Pada teori kinetika enzim diketahui bahwa laju reaksi enzim

akan terus meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi substrat, hingga tepat

pada suatu kondisi dimana penambahan konsentrasi enzim tidak lagi mempercepat

laju aktivitas enzim dikarenakan substrat telah jenuh untuk bereaksi dengan enzim

dan reaksi yang berjalan akan stagnan (gambar 14) (Poedjiadji, 2009). Laju reaksi

enzim diastase pada penelitian ini yang cenderung memiliki kurva parabola

dikarenakan penambahan konsentrasi substrat setelah kondisi optimum hanya

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

0 0,25 0,5 0,75 1 1,25 1,5 1,75Kec

epat

an la

ju r

eaks

i en

zim

(%

/men

it)

Konsentrasi Substrat (%)

Page 67: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

52

memperlambat laju reaksi aktivitas enzim diastase. Menurut Noviendri et al.

(2008), penurunan hidrolisis substrat amilum terjadi karena penambahan substrat

hanya akan menjadi inhibitor bagi reaksi enzimatik.

Gambar 14. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim (Shahib, 2005)

Setelah melalui pengujian variasi konsentrasi substrat amilum, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi substrat amilum yang optimum adalah

konsentrasi substrat amilum 1%. Konsentrasi 1% sebagai konsentrasi yang

optimum dalam pengujian aktivitas enzim diastase sesuai dengan SNI 3545:2013.

Walaupun pada SNI 3545:2013 sudah tertera berapa konsentrasi yang optimum

untuk konsentrasi substrat dalam bereaksi dengan enzim diastase, penelitian ini

tetap perlu dilakukan karena pada SNI 3545:2013 lebih mengacu kepada cara kerja

secara kuantitatif dengan melihat nilai DN dari sampel madu, sedangkan pada

penelitian ini untuk optimasi variasi konsentrasi substratnya lebih mengacu kepada

kualitatitf yakni dengan melihat perubahan warna pada larutan uji.

4.3.4 Hasil Optimasi pH (power of Hydrogen)

Kadar pH pada enzim merupakan langkah yang cukup penting dalam

pengukuran aktivitas enzim. Menurut Hermanto (2008), suatu enzim baru dapat

bekerja pada suhu dan pH yang optimum. Enzim memperlihatkan aktivitas katalitik

maksimum pada kisaran pH tertentu yang disebut pH optimum kerja enzim. Enzim

Page 68: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

53

umumnya aktif pada rentang pH yang sempit. Setiap enzim memiliki karakter yang

berbeda dimana kondisi optimum pH lingkungan akan spesifik untuk tiap enzim.

Kondisi pH yang jauh dari kondisi spesifik ini akan menyebabkan inaktivasi enzim

karena enzim mengalami kerusakan struktur protein (Lehninger, 1990). Perubahan

pH juga akan mempengaruhi efektifitas sisi aktif dari enzim dalam membentuk

kompleks enzim-substrat, sehingga akan menghambat enzim dalam menghidrolisis

substrat (Winarno, 1997). Optimasi pH penting dilakukan karena enzim diastase

hanya akan bekerja secara optimal pada pH optimal. Dengan pH optimal,

konformasi sisi aktif enzim akan menjadi lebih efektif dalam mengikat substrat,

yang selanjutnya akan diubah menjadi produk akhir (Sofihidayati, 2016)

Optimasi pH enzim diastase dilakukan untuk menentukan pH yang optimum

dari kinerja aktivitas enzim diastase dalam menghidrolisis amilum, karena dengan

lingkungan pH yang optimum maka aktivitas enzim akan bekerja secara maksimal.

Hasil pengujian terhadap optimasi pH enzim diastase dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 8. Waktu perubahan warna pada variasi pH aktivitas enzim diastase

No. pH Waktu Perubahan (detik)

1 3,3 690 ± 1,41

2 4,3 253 ± 0,81

3 5,3 226 ± 0,81

4 6,3 513 ± 1,63

Page 69: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

54

Gambar 15. Pengujian optimasi pH. Kondisi awal (kiri) dan kondisi akhir (kanan).

Keterangan: tabung dari kiri ke kanan (pH 3,3 ; 4,3; 5,3 dan 6,3)

Berdasarkan tabel 8 didapatkan waktu perubahan yang beragam. Pada pH 3,3

waktu yang diperlukan enzim diastase untuk dapat menghidrolisis amilum adalah

690 detik. Dibutuhkannya waktu sekitar 690 detik untuk enzim menghidrolisis

substrat dikarenakan pada pH rendah dibawah pH optimum. Penggunaan pH

dibawah pH optimum akan membuat enzim mengalami perubahan konformasi,

sehingga aktivitas enzim dalam menghidrolisis substrat akan menurun (Babacan et

al. 2002), hal tersebut dilihat dari lamanya perubahan warna larutan dari biru

menjadi bening seperti pada gambar 15. Pada pH 3,3 diyakini bahwa kondisi terlalu

asam bagi enzim diastase untuk beraktivitas karena pada kondisi yang sangat asam

bentuk enzim akan berubah dan tidak lagi dapat melengkapi substrat spesifisiknya

secara optimal sehingga hidrolisis substrat akan terhambat. Pada pH 3,8 terjadi

penurunan aktivitas enzim diastase sebesar 85% (Babacan et al. 2002). Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pada pH 3,3 terjadi penurunan aktivitas enzim diastase

melebihi sekitar 85%.

Saat pH dinaikkan menjadi pH 4,3 didapatkan hasil bahwa terjadi percepatan

enzim diastase dalam menghidrolisis substrat amilum. Percepatan tersebut ditandai

dengan waktu yang tergolong cepat pada perubahan warna larutan uji yakni sebesar

253 detik. Pada pH ini terjadi peningkatan aktivitas enzim diastase dalam

Page 70: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

55

menghidrolisis substrat amilum, ini terjadi karena pada pH ini enzim diastase

hampir mencapai titik optimum. Menurut Eyster (1959), pH yang baik bagi enzim

diastase untuk beraktivitas adalah pada rentang serendah-rendahnya 4 dan setinggi-

tingginya 7 dan pH yang optimum terdapat pada kisaran pH 5. Hal tersebut

menunjukkan mengapa pada pH 4,3 terjadi percepatan yang signifikan. Karena

pada pH 4,3 termasuk ke dalam rentang pH yang baik bagi enzim diastase untuk

berativitas namun belum pada tahap pH yang optimum untuk kinerja enzim

diastase. Menurut Babacan et al. (2002) diketahui bahwa pada pH 4,6 aktivitas

enzim diastase menurun sebesar 27%.

Peningkatan hidrolisis amilum oleh enzim diastase terjadi pada pH 5,3. Pada

pH ini waktu yang dibutuhkan oleh enzim diastase untuk menghidrolisis substrat

amilum selama 226 detik. Pada pH ini terjadi percepatan hidrolisis enzim diastase

dibandingkan dengan pH lainnya karena pada pH ini enzim telah mencapai pH

optimum. Pada pH optimum konformasi enzim berada pada kondisi yang ideal. Hal

ini menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat menjadi maksimal sehingga

kelak akan menghasilkan produk secara maksimum (Zusfahair dan Ningsih, 2012).

Penentuan pH 5,3 sebagai pH optimum enzim diastase sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Esyter (1959), enzim diastase memiliki rentang pH yang baik

untuk beraktivitas antara 4 sampai 7 dan pH yang paling optimum adalah pada pH

5. Menurut Babacan et al. (2002) pH optimum enzim diastase berkisar pada rentang

5,3 sampai 5,6 akan tetapi pH yang paling optimum adalah pada pH 5,3.

Ketika pH kembali dinaikkan menjadi pH 6,3 terjadi kembali perubahan

waktu hidrolisis amilum oleh enzim diastase, dimana pada pH tersebut enzim

diastase membutuhkan waktu sekitar 513 detik untuk dapat menghidrolisis amilum.

Page 71: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

56

Pada pH ini terjadi peningkatan waktu hidrolisis karena pH 6,3 diketahui terlalu

basa bagi enzim diastase untuk beraktivitas sehingga menurunkan kadar aktivitas

enzim diastase.

Setelah pH optimum aktivitas enzim diastase akan mengalami penurunan, hal

ini disebabkan adanya perubahan muatan ion pada rantai samping yang terionisasi

sehingga mengakibatkan terjadinya denaturasi enzim yang disertai hilangnya

aktivitas katalitik enzim. Adanya perubahan struktur tersier menyebabkan

kelompok hidrofobik kontak dengan air sehingga solubilitas enzim menjadi

berkurang yang mengakibatkan turunnya aktivitas enzim secara bertahap (Suryadi

et al. 2013). Menurut Babacan et al. (2002) pada pH 6,5 enzim diastase akan

kehilangan aktivitasnya sebesar 30%, hal ini menyebabkan enzim tidak dapat

menghidrolisis amilum secara maksimal.

4.4 Tes Kit Pendeteksi Aktivitas Enzim Diastase

Setelah didapatkan kondisi suhu, substrat, indikator I-KI dan pH yang

optimum, selanjutnya tes kit dirancang dengan menggunakan suhu, indikator I-KI,

substrat dan pH optimum. Kondisi optimum pada suhu 40 ℃, indikator I-KI

konsentrasi 1,25%, subtrat amilum dengan konsentrasi 1%, dan pada pH 5,3. Tes

kit pada dasarnya merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi

kadar suatu senyawa dengan cukup akurat yang mudah digunakan dan dioperasikan

oleh berbagai kalangan dengan penggunaannya yang tanpa perlengkapan khusus,

listrik ataupun biaya yang mahal (Kusumawardhani et al. 2015).

Page 72: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

57

Pemanfaatan tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase pada madu ini

didasarkan pada analisis terhadap perubahan warna dari biru menjadi bening yang

terjadi pada larutan uji melalui pengamatan visual yang kemudian akan dilihat

waktu perubahannya. Perubahan warna pada larutan uji merupakan hasil hidrolisis

substrat amilum menjadi glukosa oleh enzim diastase.

Gambar 16. Tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase.

Ket: botol label oranye (amilum), label hijau (indikator I-KI),

label biru (tabung analisis sampel).

Tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase ini terdiri atas 3 botol, dan 1 buah

petunjuk prosedur penggunaan tes kit. Ketiga botol itu terdiri atas botol yang berisi

larutan substrat amilum dengan aquades, kemudian botol indikator I-KI dan botol

untuk analisis sampel madu (gambar 16). Larutan indikator I-KI ditempatkan dalam

botol yang berwarna gelap untuk membatasi masuknya cahaya ke dalam botol

sehingga larutan tetap stabil. Menurut Wijawati dan Asiarini (2017), bahwa

penyimpanan terbaik untuk iod adalah pada wadah yang kedap, tertutup, gelap,

terhindar panas. Diketahui bahwa penggunaan wadah terbaik untuk larutan iod

Page 73: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

58

adalah menggunakan wadah plastic dengan tipe HDPE (High Density

Polyethylene). Penggunaan wadah berjenis HDPE telah digunakan oleh beberapa

perusahaan yang memiliki produk bahan bakunya adalah larutan iod, seperti obat

merah untuk luka. Penggunaan wadah jenis HDPE dipilih karena termasuk ke

dalam bahan yang aman digunakan berulang kali, tahan panas, tidak tembus air,

dan tahan terhdapa sinar matahari karena karakteristiknya yang tidak transparan

(Kurniawan dan Nasrun, 2014).

Prosedur penggunaan tes kit ini adalah dengan cara pertama tama meneteskan

sampel madu 4-5 tetes (0.5 cm dari dasar botol) madu ke dalam botol analisis.

Kemudian campurkan larutan substrat amilum ke dalam botol analisis dilajutkan

pengocokan hingga madu larut. Selanjutnya botol analisis dihangatkan pada air

hangat selama 30 menit pada suhu 40 ℃ atau dapat diprediksi dengan mencelupkan

jari, ketika jari telah merasa hangat maka air hangat sudah dapat digunakan.

Kemudian setelah botol analisis dihangatkan selama 30 menit, angkat dan segera

teteskan larutan indikator I-KI sebanyak 2 tetes dan lihat berapa lama perubahan

hilangnya warna biru menjadi bening. Semakin cepat warna biru hilang maka

semakin tinggi aktivitas enzim diastase pada madu tersebut. Hasil pengujian

terhadap madu sampel didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 9. Hasil pengukuran sampel madu menggunakan tes kit pendeteksi aktivitas enzim

diastase

Sampel madu Nilai Aktivitas enzim

diastase (DN)

Hasil pengukuran sampel madu

menggunakan tes kit (detik)

Peternakan 1,05 624 ± 2 (10,4 menit)

Lengkeng 8,7 150 ± 0 (2,5 menit)

Rambutan 14,38 15 ± 0

Page 74: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

59

Berdasarkan tabel 9 hasil pengujian terhadap beberapa madu sampel

didapatkan hasil yang selaras antara nilai aktivitas enzim diastase yang dimiliki oleh

madu dengan waktu yang dibutuhkan untuk proses hidrolisis. Hasil tersebut

kemudian dibuat plot regresi linier untuk melihat apakah nilai yang didapatkan

memiliki regresi sebesar 0,9235 (lampiran 7). Hasil tersebut membuktikan bahwa

antara sumbu x yakni waktu (detik) dan sumbu y yaitu absorbansi memiliki korelasi

yang cukup baik dan membuktikan pula bahwa semakin tinggi nilai aktivitas enzim

diastase suatu madu maka waktu untuk hidrolisis amilum menjadi glukosa akan

semakin singkat dan begitupun sebaliknya.

Hasil terbaik terdapat pada madu rambutan yang hanya membutuhkan waktu

15 detik untuk proses perubahan warna dari biru menjadi bening. Hal tersebut

dikarenakan nilai DN madu rambutan yang memiliki nilai yang cukup tinggi.

Kemudian hasil yang kurang memuaskan terdapat pada madu peternakan yang

membutuhkan waktu 624 detik untuk proses perubahan warna dari biru menjadi

bening, ini dikarenakan nilai aktivitas enzim diatase madu peternakan yang berada

di bawah ambang batas yang ditetapkan SNI 3545:2013.

Mengacu hasil dari tabel 9, bahwa hasil tersebut dapat dijadikan sebagai data

ketika pengujian madu menggunakan tes kit. Apabila waktu menghilangnya warna

biru berada tepat atau diatas 10 menit, maka madu dapat disimpulkan memiliki

enzim diastase sebesar <1 DN atau bahkan tanpa adanya enzim diastase (madu

palsu). Kemudian jika waktu menghilangnya berada di kisaran 2,5 – 7 menit maka

madu dapat diprediksi memiliki aktivitas enzim diastase 3-8,7 DN. Dan jika

menghilangnya warna biru dengan cepat atau dibawah 2,5 menit maka madu

diprediksi memiliki aktivitas enzim diastase diatas 8,7 DN.

Page 75: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

60

4.5 Uji Kelayakan Tes Kit Pendeteksi Aktivitas Enzim Diastase

Uji kelayakan terhadap tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase dilakukan

karena merupakan salah satu parameter terpenting untuk dapat menentukan apakah

tes kit yang dibuat dapat dikatakan sudah sempurna atau belum. Menurut Sutrisno

(1982), pengujian kelayakan adalah suatu pengujian apakah suatu proyek yang telah

dikembangkan apabila dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan tujuan atau tidak.

Tujuan dari pengujian kelayakan tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase adalah

didapatkan gambaran apakah tes kit yang dihasilkan dapat memiliki kinerja yang

memuaskan atau tidak.

Uji kelayakan pada tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase dilakukan

dengan menggunakan metode pengujian z-score. Uji z-score merupakan

perbandingan antara estimasi bias dan nilai target standar deviasi (Hund et al.

2000). Uji z-score pada tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase dilakukan

terhadap 25 panelis yang dipilih secara acak. Sampel madu yang digunakan dalam

pengujian z-score ini adalah madu lengkeng yang dijadikan sebagai madu acuan.

Tujuan dari pengujian z-score pada uji kelayakan tes kit pendeteksi aktivitas enzim

diastase adalah didapatkan data hasil pengukuran aktivitas enzim diastase tiap

panelis dan kemudian akan disimpulkan dalam bentuk persentase kelayakan tes kit.

Pada penelitian ini nilai z-score tiap panelis dihasilkan dari perbandingan antara

data waktu yang didapatkan oleh panelis saat menguji madu dengan rata-rata

keseluruhan waktu akumulasi dari waktu yang didapatkan oleh seluruh panelis dan

hasilnya akan ditampilkan grafik sebagai berikut:

Page 76: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

61

Gambar 17. Hasil nilai z score pada pengukuran enzim diastase madu oleh panelis

Nilai z score yang dihasilkan antar tiap panelis diketahui memiliki hasil yang

beragam. Nilai z-score yang beragam tersebut selanjutnya akan diinterpretasikan

dalam pengambilan keputusannya mengacu kepada distribusi normal pada

pedoman IUPAC : 2006. Mengacu pada (gambar 17), diketahui bahwa dari 25

panelis yang melakukan pengujian madu menggunakan tes kit yang dibuat

didapatkan hasil 24 pengukuran (96%) masuk ke dalam kategori diterima,

sedangkan 1 pengukuran (4%) masuk ke dalam kategori diragukan. Hasil tersebut

merupakan hasil pengukuran madu yang dilakukan oleh tiap panelis dan kemudian

akan dihitung z-score nya dengan membandingkan terhadap rata-rata keseluruhan

hasil yang didapat oleh seluruh panelis.

Adanya perbedaan hasil pengukuran diperkirakan terjadi karena perbedaan

cara penanganan terhadap tes kit antar tiap panelis. Faktor ini termasuk ke dalam

kompetensi personil yang ikut mempengaruhi hasil akhir. Menurut ulfiati et al.

(2017) ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil dari suatu pengambilan data

baik berupa presisi, akurasi atau z-score yakni pemilihan metode uji, kompetensi

personil, kalibrasi atau verifikasi. Salah satu yang dapat membedakan adalah

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Ren

tan

g z-

sco

re

Panelis

nilai z-score tiap panelis z-score (0)

Z-score (-2 ≤ Z ≤ 2) Z-score (-3 ≤ Z ≤ -2 dan 3 ≤ Z ≤ 2)

Page 77: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

62

pengocokan saat setelah indikator I-KI telah diteteskan ke dalam botol sampel.

Diketahui bahwa semakin meningkat kecepatan pengocokan akan mempercepat

proses hidrolisis. Hal tersebut terjadi karena dengan meningkatnya pengocokan

maka partikel akan bergerak lebih cepat sehingga frekuensi tumbukan antar partikel

juga semakin meningkat sehingga akan meningkatkan laju reaksi (Artati et al.

2013). Akan tetapi hasil pengujian kelayakan dengan nilai z-score dari 25 panelis

96% masuk kategori diterima dan 4% masuk m kategori diragukan, sehingga

pengujian madu menggunakan tes kit hasilnya dapat diterima atau diakui, walau

belum dalam tahap memuaskan

Page 78: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

63

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:

1. Kondisi optimum untuk konsentrasi indikator I-KI adalah 1,25%, suhu 40 ℃,

konsentrasi substrat amilum 1% dan pH (Power of Hydrogen) 5,3 yang baik

untuk dapat diaplikasikan pada tes kit pendeteksi aktivitas enzim diastase

pada madu

2. Hasil uji kelayakan tes kit didapatkan hasil sebesar 96% diterima dan 4%

diragukan.

5.2 Saran

Perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut terhadap tes kit pendeteksi

aktivitas enzim diastase seperti dilakukannya validasi metode yang mencakup

presisi, dan limit of detection (LOD). Kemudian perlu dilakukan uji stabilitas tes kit

dengan sediaan indikator I-KI berdasarkan waktu penyimpanan dan diuji coba tes

kit dalam jangka waktu lama serta jumlah sampel madu yang digunakan ditambah

lebih banyak lagi.

Page 79: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

64

DAFTAR PUSTAKA

AOAC 958,09.2016. Diagram Alir Penentuan Enzim Diastase dalam

Madu.2348(20), 2–3.

Abdullah. 1994. Luubahut Tafsir Min Ibni Katsir. Diterjemahkan oleh M.Abdul

Ghofar dan Abu Ihsan al-atsari. Jakarta (ID). Pustaka Imam Syafi’i.

Abubakar MB, Abdullah WZ, Sulaiman SA, dan Suen AB. 2012. A Review Of

Molecular Mechanisms of the Anti-Leukemic Effects Of Phenolic Compounds

In Honey. International Journal of Molecular Sciences. 13(11): 15054–15073.

https://doi.org/10.3390/ijms131115054.

Achmadi. 1991. Analisis Kimia Produk Lebah Madu dan Pelatihan Staf

Laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parung Panjang. Bogor(ID):

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Aiyer PV. 2005. Amylases and Their Applications. African Journal of

Biotechnology. 4(13): 1525–1529. https://doi.org/10.5897/AJB2005.000-

3267.

Ardiansyah A, Nurlansi N, dan Musta R. 2018. Waktu Optimum Hidrolisis Pati

Limbah Hasil Olahan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz var. Lahumbu)

Menjadi Gula Cair Menggunakan Enzim α-Amilase Dan Glukoamilase. Indo.

J. Chem. Res.5(2):86–95. https://doi.org/10.30598//ijcr.2018.5-ard.

Ariandi. 2016. Pengenalan Enzim Amilase (Alpha-Amylase) dan Reaksi

Enzimatisnya Menghidrolisis Amilosa Pati Menjadi Glukosa.

Dinamika.7(1):74-82.

Artati EK, Wulandari F, dan Sukma RN. 2013. Pengaruh Konsentrasi Katalis Asam

dan Kecepatan Pengadukan Pada Hidrolisis Selulosa dari Ampas Batang

Sorgum Manis. Ekuilibrum.12(1):17-22. 10.20961/ekuilibrium.v12i1.2172.

Ashkani H, Badinij K, Bulfati A, Chutani U, Dareshak T, dan Darzada D. 2014.

Assessment of Physico-Chemical and Antimicrobial of Honey of Apis Dorsata

From Different Locations of Pakistan. Global Journal of Fisheries and

Aquaculture. 2(6):186-191.

Babacan S, Pivarnik LF, dan Rand AG. 2002. Honey Amylase Activity and Food

Starch Degradation. Journal of Food Science. 67(5):1625–1630.

https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.2002.tb08695.x.

Baedhowie, dan Pranggonowati S. 1983. Petunjuk Praktek Pengawasan Mutu Hasil

Pertanian. Jakarta(ID): Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Baldwin RR, Bear RS, dan Rundle RE. 1944. The Relation of Starch-Iodine

Absorption Spectra to the Structure of Starch and Starch Components. Journal

of the American Chemical Society. 66(1) :111–115.

https://doi.org/10.1021/ja01229a032.

Page 80: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

65

Bardant TB, Devi AF, Athailah ZA, Nugrahani W, Qolbi AL, dan Aspiyanto. 2015.

Performance Test of Vitamin B6 Test Kit Candidate. Procedia Chemistry.

16(2015): 113–120. https://doi.org/10.1016/j.proche.2015.12.038.

Codex A. 1987. Standard for Honey. Roma(IT): Food and Agriculture Organization

of the United Nations.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi (I).

Padang(ID): Andalas University Press.Dennison. 2002. A Guide to Protein

Isolation. New York(US): Kluwer Academic Publisher.

Diwan R, Shinde A, dan Malpathak N. 2012. Phytochemical Composition and

Antioxidant Potential of Ruta graveolens L. In Vitro Culture Lines . Journal

of Botany. 20(12): 1–6. https://doi.org/10.1155/2012/685427.

Drochioiou G, Sandu I, Grandinaru R, Zbancioc G, dan Mangalagiu I. 2011.

Ninhydrin-Based Forensic Investigations: Cyanide Analytical Toxicology.

International Journal of Criminal Investigation. 1(4):37-58.

Elawati NE, Pujiyanto S, dan Kusdiyantini E. 2018. Karakteristik Dan Sifat

Kinetika Enzim Kitinase Asal Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana.

Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI).5(1):1.

https://doi.org/10.29122/jbbi.v5i1.2587.

Eyster H. 1959. The Optimum Ph for Diastase of Malt Activity. Ohio Journal of

Science. 59(5): 257–262.

Fennema R. 1976. Principles of Food Science. Part 1: Food Chemstry (XI). New

York(US): Marcel Dekker Inc.

Feronica I. 2012. Kajian Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor dengan

Menggunakan berbagai Metode Pengujian (Skripsi). Bogor(ID): Institut

Pertanian Bogor.

Fessenden RJ. 1986. Kimia Organik Dasar (III). Jakarta(ID): Erlangga.

Flach M. 1993. Problems and Prospects of Present Sago Palm Development. Sago

Palm,1: 8–17.

Gebremariam T, dan Brhane G. 2014. Determination Of Quality And Adulteration

Effects Of Honey From Adigrat And Its Surrounding Areas. International

Journal of Technology Enhancements and Emerging Engineering Research.

2(10):71.

Herbert E. 1992. The Hive and The Honey Bee. Hamilton(NZ): Dandant and Sons.

Hermanto S. 2008. Buku Ajar Biokimia. Jakarta(ID): Fakultas Sains dan Teknologi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hollo J, dan Szejtli J. 1957. The Mechanism of Starch-Iodine Reaction. Periodica

Polytechnica Chemical Engineering. 1(2): 141-145.

Page 81: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

66

https://www.bukalapak.com/p/industrial/peralatan-medis-laboratori/arrrkl-jual-

test-kit-nitrat-tanah-alat-uji-nitrat-untuk-tanah. Diakses: Jum’at, 2 Oktober

2020

https://www.creative-enzymes.com/similar/diastase_194.html/Diastase.Diakses:

Senin, 7 Desember 2020

Huang Z, Liu L, Li G, Li H, Ye D, dan Li X. 2019. Nondestructive Determination

of Diastase Activity of Honey Based On Visible and Near-Infrared

Spectroscopy. Molecules. 24(7): 1-12. doi. 10.3390/molecules24071244.

Hund E, Massart DL, dan Verbeke JS. 2000. Inter-Laboratory Studies in Analytical

Chemistry. J.Analytica Chimica Acta. 423: 145-165. 10.1016/S0003-

2670(00)01115-6

Ibrahim AM, Yunianta dan Sriherfyna FH. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi terhadap Sifat Kimia dan Fisik pada Pembuatan Minuman Sari Jahe

Merah Dengan Kombinasi Penambahan Madu Sebagai Pemanis. Pangan dan

Agroindustri.3(2):530–541.

IUPAC. 2006. The International Harmonized Protocol for the Proficiency Testing

of Analytical Chemistry Laboratories. Pure and Applied Chemistry. 78(1):

145-196. 10.1351/pac200678010145

Junqueira LC. 2007. Histologi Dasar (V). Jakarta(ID): EGC.

Kadziola A, dan Haser R. 1994. Crystal and Molecular Structure of Barley α-

Amylase. Journal of Molecular Biology. 239(1): 104-122.

https://doi.org/10.1006/jmbi.1994.1354

Kaneko T, Ohno T dan Ohisa N. 2005. Purification and Characterization of A

Thermostable Raw Starch Digesting Amylase from A Streptomyces Sp.

Isolated In A Milling Factory. Bioscience, Biotechnology and Biochemistry.

69(6): 1073–1081. https://doi.org/10.1271/bbb.69.1073.

Khanifah N, Sulistyarti H, dan Sabarudin A. 2015. Pembuatan Tes Kit Kromium

Berdasarkan Pembentukan Kompleks Cr(Vi)-Difenilkarbazida. Kimia Student

Journal. 1(1):730–736.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik (I). Jakarta(ID): UI Press.

Kowalski S, Lukasiewicz M, Bednarz S dan Panus M. 2012. Diastase Number

Changes During Thermaland Microwave Processing of Honey. Czech Journal

of Food Sciences. 30(1): 21–26. https://doi.org/10.17221/123/2010-cjfs.

Kurniawan E, dan Nasrun. 2014. Karakterisasi Bahan Bakar dari Sampah Plastik

Jenis High Density Polyethylene (HDPE) dan Low Density Polyethylene

(LDPE). Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 3(2): 41-52.

Lehninger LA. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta(ID): Erlangga.

Mandal MD, dan Mandal S. 2011. Honey: Its Medicinal Property and Antibacterial

Activity. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 1(2): 154-160. doi.

10.1016/S2221-1691(11)60016-6.

Page 82: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

67

Muhammad A, Oyeronke AO, Mohammed I, Abdullahi BS, Ochuko LE, Idowu

AA, Ibrahim M. 2016. Potential Biological Activity of Acacia Honey.

Frontiers in Bioscience - Elite. 8(2): 351-357. doi. 10.2741/e771.

Mulja M, dan Suharman. 1995. Analisis Instrumen (I). Surabaya(ID): Airlangga

University Press.

Murdjiati G. 1992. Ilmu Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi,.

Yogyakarta(ID): Gajah Mada University Press.

Nangin D, dan Sutrisno A. 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah Dari

Mikroba : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan Dan Agroindustri. 3(3): 1032–1039.

Nicolson S, Nepi M, dan Pacini E. 2007. Nectaries and Nectar (I). Amsterdam

(ND): Springer Netherlands.

Noviendri D, Fawzya YN, dan Chasanah E. 2008. Karakteristik dan Sifat Kinetika

Enzim Kitinase dari Isolat Bakteri T5a1 Asal Terasi. Jurnal Pascapanen Dan

Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan. 3(2), 123-129. doi:

10.15578/jpbkp.v3i2.15 .

Ogdanova S, Ruoff K, dan Oddo LP. 2004. Physico-Chemical Methods For The

Characterisation of Unifloral Honeys : A review. Apidologie. 35: 4–17.

https://doi.org/10.1051/apido.

Oliveira WDS, Neves DA, dan Ballus CA. 2019. Mature Chemical Analysis

Methods for Food Chemical Properties Evaluation. Evaluation Technologies

for Food Quality. 19: 63-90. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-814217-

2.00005-6

Padmaningrum RT, dan Marwati S. 2013. Tester Kit untuk Uji Boraks dalam

Makanan. Jurnal Penelitian Saintek.18(1):24–33.

Permatasari SM, Helmiyati S dan Iskandar S. 2017. Stabilitas Kadar Iodium dalam

Garam Fortifikasi Kalium Iodida(Ki) Menggunakan NaFeEDTA. Darussalam

Nutrition Journal. 1(1): 8-15. http://dx.doi.org/10.21111/dnj.v1i1.1022.

Poedjiadji A. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta(ID): UI Press.

Prabowo S, Yuliani, Prayitno YA, Lestari K, dan Kusesvara A. 2019. Penentuan

Karakteristik Fisiko-Kimia Beberapa Jenis Madu Menggunakan Metode

Konvensional dan Metode Kimia. Journal of Tropical Agri Food. 1(1): 66-73.

http://dx.doi.org/10.35941/jtaf.1.2.2019.2685.66-73.

Priyanta, Sigit BR, dan Anton J. 2010. Sifat Fisik Granul Amilum Jagung yang

Dimodifikasi secara Enzimatis dengan Lactobacillus acidhophillus pada

Berbagai Waktu Fermentasi. Bali(ID): Prodi Farmasi FMIPA Universitas

Udayana.

Purbaya R. 2002. Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. (I).

Bandung(ID): Pionir Jaya.

Page 83: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

68

Purnamasari N, Aprilia H, dan Sukanta. 2015. Perbandingan Parameter Fisikokimia

Madu Pahit (Aktivitas Enzim Diastase, Gula Pereduksi (Glukosa), Keasaman,

Cemaran Abu dan Arsen) dengan Madu Manis Murni. Prosiding Penelitian

SPeSIA. Bandung. Indonesia: Prodi Farmasi FMIPA Universitas Islam

Bandung.46-50.

Puspitasari G, Safrihatini W, dan Umam K. 2019. Studi Kinetika Reaksi dari Enzim

α- Amilase pada Proses Penghilangan Kanji Kain Kapas. Arena Tekstil.

34(1):1-6. http://dx.doi.org/10.31266/at.v34i1.5097

Rachmawaty M. 2011. Efektivitas Beberapa Uji Pemalsuan Madu Kapuk [Skripsi].

Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Sadikin M. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta (ID): Widya Medika.

Sak-Bosnar M, dan Sakač N. 2012. Direct Potentiometric Determination of

Diastase Activity In Honey. Food Chemistry. 135(2): 827–831.

https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2012.05.006.

Sakri FM. 2015. Madu dan Khasiatnya: Suplemen Sehat Tanpa Efek Samping.

Yogyakarta(ID): Diandra Pustaka Indonesia.

Saladin KS. 2003. Anatomy & Phisiology: The Unity of Form and Function (III).

New York(US): McGraw-Hill.

Sarwono. 2001. Lebah Madu. Jakarta(ID): Agro Media.

Seeley RR. 2006. Anatomy & Phisiology (VII). New York(US): McGraw-Hill.

Shahib N. 2005. Biologi Molekuler Medik I. Bandung (ID). Universitas Padjajaran

Press.

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia; dari Sel ke Sistem (II). Jakarta(ID): EGC.

Sihombing D. 2005. Ilmu Ternak Madu. Yogyakarta(ID): Gajah Mada University

Press.

Siregar. 2006. Pengantar Penegenalan Madu. Bogor(ID): Departemen Ilmu

Produksi dan Teknologi Peternakan.

Situmorang R, dan Hasanudin A. 2014. Panduan Manual Budidaya Lebah Madu

(I). Parapat: Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli.

Sivakumar B, Brahmam GNV, Nair MK, Ranganathan S, Rao MV, Vijaraghavan

K dan Krishnawaty K. 2001. Prospects of fortification of salt with iron and

iodine. British Journal of Nutrition. 85(2): 167-173. DOI:

10.1049/BJN2000310.

Soares S, Amaral JS, Beatriz MP, Oliviera P, dan Mafra I. 2017. A Comprehensive

Review on the Main Honey Authentication Issues: Production and Origin.

Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.16(17):1072-1100.

doi: 10.1111/1541-4337.12278.

Page 84: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

69

Sofihidayati T. 2016. Pengaruh pH dan Kation Terhadap Aktivitas Enzim β-

Glukosidase yang Dihasilkan dari A. foetidus (Naka.). Fitofarmaka.6(1): 22–

28. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.

Standar Nasional Indonesia. 2013. SNI 3545 Madu. Jakarta (ID): BSN.

Standar Nasional Indonesia. 2018. SNI 17025 Persyaratan Umum Kompetensi

Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. Jakarta (ID): BSN.

Suarez MA, Sara T, Stefania R, Bertoli EE, dan Battino M. 2010. Contribution of

Honey in Nutrition and Human Health. Mediterranean Journal of Nutrition

and Metabolism. 3(1): 15-23. doi. 10.1007/s12349-009-0051-6.

Sudrajat D, Mulyana N, Tri Retno DL, Muawanah A, dan Aeni AU. 2018.

Perlakuan Sinar Gamma pada Substrat Jerami Padidan Kapang Phanerochaete

Chrysosporium Untuk Meningkatkan Delignifikasi Melalui Fermentasi Padat.

Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 14(2): 83-97.

Suharti T. 2017.. Dasar-Dasar Spektrofotometri Uv-Vis dan Spektrometri Massa

Untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Lampung (ID): AURA.

Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC.

Sumarlin LO, Muawanah A, dan Wardhani P. 2014. Aktivitas Antikanker dan

Antioksidan Madu di Pasaran Lokal Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian

Indonesia. 19(3):136–144.

Sumopraswoto, dan Suprapto. 1993. Beternak Lebah Madu Modern. Jakarta(ID):

Bhakti Karya Aksara.

Suranto A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta (ID): Agro Media.

Suryadi Y, Priyatno TP, Susilowati DN, Samudra IM, Yudhistira N, dan

Purwakusumah ED. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Kitinase asal Bacillus

cereus 11 UJ. Jurnal Biologi Indonesia. 9(1): 51–62.

http://dx.doi.org/10.14203/jbi.v9i1.146.

Susanti E. 2011. Optimasi produksi dan karakterisasi sistem selulase dari Bacillus

circulans strain lokal dengan induser avicel. Jurnal Ilmu Dasar. 12(1):40–49.

Suseno 2014. Uji Mutu Madu yang Dipasarkan di Pasar Gede Surakarta Ditinjau

dari Kandungan Enzim Diastase, Aktivitas Enzim Diastase dan Kadar

Sukrosa. Kimia Dan Teknologi. 5(2):51-58.

Sutrisno H. 1982. Metodologi Research. Yogyakarta (ID): YP. Fakultas Psikologi

UGM

Teitelbaum RC, Ruby SL, dan Marks TJ. 1980. A Resonance Raman/Iodine

Moessbauer Investigation Of The Starch-Iodine Structure. Aqueous Solution

And Iodine Vapor Preparations. American Chemical Society.11(32):3322–

3328. https://doi.org/10.1002/chin.198032057.

Page 85: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

70

Tingek S, Mardan M, Rinderer TE, Koeniger N, dan Koeniger G. 1988.

Rediscovery of Apis Vechti (Maa, 1953): The Saban Honey Bee. Apidologie.

19(1): 97-102. doi, 10.1051/apido:19880107.

Tulandi SM. 2019. The Effect Of Storage Temperature On The Quality Of Honey.

Teknologi dan Seni Kesehatan. 10(1): 59-71. doi. 10.36525/sanitas.2019.6.

Turner RG. 1930. The Starch-Iodine Reaction: Stability and Proportionality of

Color Produced by Small Amounts of Iodine. Journal of The American

Chemical Society.52(1): 2595-3034. https://doi.org/10.1021/ja01370a026.

Ulfiati R, Purnami T, dan Karina RM. 2017. Faktor yang Mempengaruhi Presisi

dan Akurasi Data Hasil Uji dalam Menentukan Kompetensi Laboratorium.

Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi. 5(1): 49-53.

Wang NS. 2009. Experiment no. 5: Starch Hydrolysis by Amylase. Maryland:

Department of Chemical & Biomolecular Engineering(US):University of

Maryland.

Waszkowiak K, dan Buszka KS. 2006. Effect Of Storage Conditions On Potassium

Iodide Stability in Iodised Table Salt and Collagen Preparations. International

Journal of Food Science and Technology. 43(08): 895-899.

doi:10.1111/j.1365-2621.2007.01538.x.

Whistler RL, Miller B, dan Paschall FE. 1984. Starch: Chemistry and Technology.

Toronto(CD): Academic Press. Inc.

Whittaker JR. 2003. Enzyme: Function and Characteristics. New York (US):

Marcek Dekker Inc.

Wibowo BA, Rivai M, dan Tasripan. 2016. Alat Uji Kualitas Madu Menggunakan

Polarimeter dan Sensor Warna. Jurnal Teknik ITS. 5(1): 28-33.

http://dx.doi.org/10.12962/j23373539.v5i1.15251.

Wijawati A, dan Asiarini WD. 2017. Pengaruh Wadah , Kondisi dan Cara

Penyimpanan Terhadap Perubahan Kadar Iodium Dalam Garam. Ilmu

Kesehatan. 9(1):7–14.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka Utama.

Winarno FG. 1981. Madu. Teknologi, Khasiat, dan Analisis. Bogor(ID):

Pusbangtepa.

Xiao Z, Storms R, dan Tsang A. 2006. A Quantitative Starch-Iodine Method For

Measuring Alpha-Amylase and Glucoamylase Activities. Analytical

Biochemistry. 351(1):146–148. https://doi.org/10.1016/j.ab.2006.01.036.

Yazid E, Lisda N, dan Sudiyarto OH. 2006. Penuntun Praktikum Untuk Mahasiswa

Analis.Yogyakarta(ID): ANDI.

Yoon BS, Hyun HS, dan Paik NW. 1974. Effect of External Factors on Diastase

Activity in Water. Korean Journal of Preventive Medicine.7 (1): 107–113.

https://dx.doi.org/10.1007%2Fs10068-018-0306-4.

Page 86: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

71

Yu X, Houtman C, dan Atalla RH. 1996. The complex of amylose and iodine.

Carbohydrate Research. 292(96): 129-141. https://doi.org/10.1016/S0008-

6215(96)91037-X.

Zusfahair Z, dan Riana ND. 2012. Pembuatan Dekstrin dari Pati Ubi Kayu

Menggunakan Katalis Amilase Hasil Fraksinasi dari Azospirillum Sp. Jg3.

Molekul. 7(1):9-19. https://doi.org/10.20884/1.jm.2012.7.1.102.

Page 87: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

72

LAMPIRAN

Lampiran 1. Instruksi kerja penentuan enzim diastase dalam madu (AOAC

958,09:2016)

Lampiran 2. Perhitungan enzim diastase madu lengkeng di Pusat Laboratorium

Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

y = -0,01x + 0,609R² = 0,9944

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

10 15 20 25 30 35 40

Ab

sorb

ansi

Waktu (menit)

Page 88: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

73

y = -0,01x + 0,609

0,235 = -0.01x + 0,609

0,01 x = 0,609 – 0,235

0,01 x = 0,374

x = 0,374 : 0,01

x = 37,4

Diastase Number = 300

𝑋

= 300

37,4

= 8,02

Lampiran 3. Perhitungan enzim diastase madu rambutan di Pusat laboratorium

Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

y = -0,0067x + 0,3747

0,235 = -0.0067x + 0,3747

0,0067 x = 0,3747 – 0,235

0,0067x = 0,1397

x = 0,1397: 0,0067

x = 20,85

y = -0,0067x + 0,3747R² = 0,9891

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

5 10 15 20 25

Ab

sorb

ansi

Waktu (menit)

Page 89: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

74

Diastase Number = 300

𝑋

= 300

20,85

= 14,38

Lampiran 4. Perhitungan enzim diastase madu peternakan di Pusat laboratorium

Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

y = -0,0031x + 0,7212

0,235 = -0.0031x + 0,7212

0,0031 x = 0,7212 – 0,235

0,0031 x = 0,4862

x = 0,4862: 0,0031

x = 156,84

Diastase Number = 300

𝑋

= 300

156,84

= 1,9

y = -0,0031x + 0,7212R² = 0,9932

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170

Ab

sorb

ansi

Waktu (menit)

Page 90: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

75

Lampiran 5. Perhitungan enzim diastase madu lengkeng di Saraswanti Indo

Genetech

Lampiran 6. Perhitungan enzim diastase madu peternakan di Saraswanti Indo

Genetech

Page 91: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

76

Lampiran 7. Regresi linier hubungan antara nilai enzim diastase dengan waktu

hidrolisis amilum oleh enzim diastase

Lampiran 8. Hasil pengukuran madu menggunakan tes kit pendeteksi aktivitas

enzim diastase oleh panelis

No Hasil pengukuran

(detik)

Z-score Keterangan hasil uji

(IUPAC:2006)

1 54 -0,864706371 Diterima

2 323 -0,372397673 Diterima

3 352 -0,319323501 Diterima

4 163 -0,66522069 Diterima

5 1440 1,67187302 Diterima

6 50 -0,872026947 Diterima

7 892 0,668954184 Diterima

8 792 0,485939798 Diterima

9 62 -0,85006522 Diterima

10 210 -0,579203929 Diterima

11 1956 2,616227252 Diragukan

12 753 0,414564187 Diterima

y = -0,02x + 13,103R² = 0,9235

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 200 400 600 800

Ab

sorb

ansi

Waktu (detik)

Page 92: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

77

13 566 0,072327285 Diterima

14 65 -0,844574789 Diterima

15 992 0,85196857 Diterima

16 99 -0,782349898 Diterima

17 1527 1,831095536 Diterima

18 47 -0,877517378 Diterima

19 72 -0,831763782 Diterima

20 130 -0,725615438 Diterima

21 50 -0,872026947 Diterima

22 775 0,454827352 Diterima

23 412 -0,209514869 Diterima

24 1321 1,4540859 Diterima

25 59 -0,855555652 Diterima

Rata – rata : 526,48

Standar Deviasi : 546,4051332

Lampiran 9. Grafik absorbansi stabilitas indikator I-KI

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0 10 20 30 40 50 60

Ab

sorb

ansi

Waktu (menit)

Page 93: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

78

Lampiran 10. Data pengujian optimasi konsentrasi indikator I-KI

Lampiran 11. Data pengujian optimasi suhu

Lampiran 12. Data pengujian optimasi konsentrasi substrat amilum

Lampiran 13. Data pengujian optimasi pH

Konsentrasi

Pengulangan (s)

1,2% 1,25% 1,3% 1,35% 1,4%

Simplo 301 75 227 458 899

Duplo 298 76 225 458 900

Triplo 307 74 226 455 895

Rata-rata 302 75 226 457 898

Standar Deviasi 3,741657 0,816497 0,816497 1,414214 2,160247

Suhu

Pengulangan (s)

25℃ 30℃ 35℃ 40℃

Simplo 5942 1965 781 107

Duplo 5940 1964 785 106

Triplo 5938 1960 786 108

Rata-rata 5940 1963 784 107

Standar Deviasi 1,632993 2,160247 2,160247 0,816497

Konsentrasi

Pengulangan (s)

0,5% 0,75% 1% 1,25% 1,5%

Simplo 2177 784 68 161 176

Duplo 2171 807 77 149 186

Triplo 2168 779 71 161 172

Rata-rata 2172 790 72 157 178

Standar Deviasi 3,741657 12,192894 3,741657 5,656854 5,887840

pH

Pengulangan (s)

3,3 4,3 5,3 6,3

Simplo 688 253 227 515

Duplo 691 254 226 511

Triplo 691 252 225 513

Rata-rata 690 253 226 513

Standar Deviasi 1,414214 0,816497 0,816497 1,632993

Page 94: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

79

Lampiran 14. Perhitungan laju reaksi enzim diastase

1. Konsentrasi substrat 0,5%

V = 𝑆

𝑡

= 0,5 𝑔𝑟

36 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

= 0,014 gr /menit

2. Konsentrasi substrat 0,75%

V = 𝑆

𝑡

= 0,75 𝑔𝑟

13 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

= 0,058 gr /menit

3. Konsentrasi substrat 1%

V = 𝑆

𝑡

= 1 𝑔𝑟

1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

= 1 gr /menit

4. Konsentrasi substrat 1,25%

V = 𝑆

𝑡

= 1,25 𝑔𝑟

2 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

= 0,625 gr /menit

5. Konsentrasi substrat 1,5%

V = 𝑆

𝑡

= 1,5 𝑔𝑟

3 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

= 0.5 gr /menit

Page 95: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

80

Lampiran 15. Instruksi penggunaan tes kit

1. Siapkan sampel madu yang akan diuji, air hangat dalam wadah dan stopwatch

2. Isi botol uji (botol 1) dengan madu sebanyak 0,5 cm dari dasar tabung

3. Tuangkan seluruh larutan pada botol 2 sampai habis ke dalam botol 1 yang telah

terisi madu

4. Kocok botol 1 dengan cara mengoyang-goyangkan botol hingga madu larut dan

tidak ada yang mengendap

5. Kemudian botol 1 direndam pada wadah yang berisi air hangat (40℃) selama 30

menit

6. Setelah 30 menit angkat botol dan teteskan dengan 2 tetes larutan pada botol 3

7. Setelah penetesan larutan botol 3, segera setel perhitungan waktu pada stopwatch

8. Botol 1 kembali digoyangkan (dikocok)

9. Catat durasi waktu yang dibutuhkan untuk perubahan warna

dari biru pekat menjadi warna awal larutan madu (cokelat keruh)

Kesimpulan:

Jika waktu berubahnya larutan dari warna biru tua ke cokelat keruh membutuhkan

waktu:

1. Diatas (lebih dari) 10 menit = Sampel madu memiliki aktivitas enzim diastase

dibawah 1 DN

2. Kisaran 2,5 menit- 7 menit = Sampel madu memiliki aktivitas enzim diastase

antar 3,8-7 DN

3. Dibawah 1 menit = Sampel madu memiliki aktivitas enzim diastase diatas 8,7

DN

PENTING: Menurut SNI 3545:2013, madu yang baik memiliki aktivitas enzim

diastase minimal 3 DN

Page 96: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

81

Lampiran 16. Formulir uji kelayakn tes kit

Formulir “Uji Kelayakan Calon Tes Kit Pendeteksi Aktivitas

Enzim Diastase pada Madu”

Hari dan Tanggal Pengujian :

Nama :

Instruksi :

Baca terlebih dahulu instruksi penggunaan tes kit yang ada pada lembaran

lainnya dan anda diminta memberikan hasil pengujian yang anda lakukan dalam

bentuk durasi waktu (detik) berubahnya larutan dari warna biru pekat

menjadi coklat keruh (warna larutan madu).

Aspek Pengamatan Enzim

Diastase

Durasi Waktu (detik)

Sampel Madu

Komentar :………………………………………………………......................

………………………………………………………........................

………………………………………………………........................

Saran : ……………………………………………………….....................

………………………………………………………........................

………………………………………………………........................

Jakarta,…….Agustus 2020

Yang menyediakan Panelis

(Muhammad Syauqi) ( )

Page 97: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

82

Lampiran 17. Surat undangan panelis

SURAT UNDANGAN PANELIS

Ciputat,…. Agustus 2020

Kepada Yth.

Panelis Uji Kelayakan Calon Tes Kit

……………………………..

Di Tempat

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji dan syukur kita haturkan kepada Allah SWT, atas

segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada kita dan

teriring shalawat serta salam kita panjatkan kepada baginda kita Nabi Muhammad

SAW, keluarganya, sahabatnya, dan para penerusnya.

Sehubung dengan akan diadakannya “Uji Kelayakan Calon Tes Kit

Pendeteksi Aktivitas Enzim Diastase pada Madu” hasil penelitian Muhammad

Syauqi, mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang InsyaAllah akan dilaksanakan pada:

Hari, Tanggal : Kamis, 13 Agustus 2020

Waktu : 10.00 WIB-Selesai

Tempat : Ruang Laboratorium Kimia lantai 3

Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Maka saya selaku peneliti bermaksud mengundang saudara/i untuk dapat

berpartisipasi dalam kegiatan pengujian ini.

Demikianlah undangan ini dibuat. Atas perhatiannya saya haturkan terima

kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Mengetahui, Hormat saya,

Dosen Pembimbing I Peneliti

Anna Muawanah, M.Si Muhammad Syauqi

NIP. 19740508 199903 2 002 11160960000072

Page 98: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

83

Lampiran 18. Absensi uji kelayakan

Page 99: OPTIMASI DAN PENGUJIAN TEST KIT SEDERHANA PENDETEKSI ...

84

Lampiran 19. Dokumentasi uji kelayakan