Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

download Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

of 124

Transcript of Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    1/124

    OPTIMALISASI PEMANFAATAN IKAN PEPETEK

    (Leiognathussp.) DAN UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatasL.)

    UNTUK SUBSTITUSI PARSIAL TEPUNG TERIGU

    DALAM PEMBUATAN BISKUIT

    Oleh :

    NUGROHO J. S.

    C34101021

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    2/124

    RINGKASAN

    NUGROHO J. S. C34101021. Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek

    (Leiognathus sp.) dan Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) untuk Substitusi

    Parsial Tepung Terigu dalam Pembuatan Biskuit. Dibimbing oleh

    MITA WAHYUNIdan PIPIH SUPTIJAH.

    Jumlah tangkapan ikan pepetek di Indonesia sangat melimpah dan belum

    dimanfaatkan secara optimal. Ikan pepetek memiliki kandungan gizi yang baik

    terutama protein, sehingga dapat digunakan dalam pembuatan produk untuk

    dikombinasikan dengan ubi jalar sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar juga

    memiliki jumlah produksi yang tinggi dan belum dimanfaatkan dengan baik.

    Salah satu produk yang dapat dibuat adalah biskuit.

    Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi parsial

    tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih dalam pembuatan biskuit, untuk

    mengetahui karakteristik organoleptik dan fisiko-kimia biskuit. Selain itu,

    penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan ikan pepetek dan ubi jalar putih

    menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yaitu sebagai substitusi parsialtepung terigu dalam pembuatan biskuit.

    Penelitian dilakukan dalam dua tahap antara lain: penelitian tahap I, yaitu

    mempelajari karakteristik tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih serta

    analisis fisiko-kimianya. Sedangkan penelitian tahap II, yaitu formulasi dan

    pembuatan biskuit serta uji organoleptik dan uji fisiko-kimia biskuit.

    Formulasi biskuit yang digunakan, yaitu empat perlakuan kombinasi

    tepung ikan pepetek dengan tepung ubi jalar putih dan satu kontrol (B0).

    Persentase tepung ikan pepetek yang digunakan adalah 5 % (B1), 10 % (B2),

    15 % (B3) dan 20 % (B4). Sedangkan persentase tepung ubi jalar putih adalah

    kebalikan dari persentase tepung ikan pepetek, yaitu 20 % (B1), 15 % (B2), 10 %

    (B3) dan 5 % (B4). Persentase tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih tiap

    perlakuan adalah 25 % terhadap tepung terigu 75 %. Pada kontrol (B0) digunakan

    tepung terigu sejumlah 100 %.

    Hasil uji organoleptik didapatkan bahwa formulasi biskuit B1 adalah yang

    terbaik dari formulasi lain pada semua parameter tetapi masih lebih kecil nilainya

    dari B0 pada penampakan, warna dan rasa. Hasil uji lanjut Multiple Comparison

    menunjukkan bahwa rasa biskuit B0 dan B1 tidak berbeda nyata. Jadi, rasa biskuit

    B0 dan B1 dapat dianggap sama.

    Hasil analisis kimia formulasi biskuit B1 memiliki kadar air 1,07 %,

    kadar abu 2,72 %, kadar protein 8,38 %, kadar lemak 15,73 % dan

    kadar karbohidrat 72,10 %. Kadar air, kadar lemak dan kadar karbohidrat sudah

    sesuai dengan SNI 01-2973-1992 tetapi untuk kadar protein dan kadar abu tidak

    sesuai dengan SNI 01-2973-1992. Kadar kalsium biskuit B1 adalah 300 mg/100gdengan bioavailabilitas kalsium sebesar 5,64 %. Daya cerna protein in vitro

    biskuit B1 sebesar 73,02 %. Nilai kekerasannya sebesar 1550 gf dengan pH 8,13.

    Formulasi biskuit B1 pada takaran saji 100 g dapat memenuhi kebutuhan

    gizi protein, karbohidrat, lemak dan kalsium berturut-turut 12,89 %, 24,05 %,

    52,43 % dan 2,10 % atau energinya 619,60 kkal/100g. Formulasi biskuit B1 sudah

    dapat memenuhi standar minimal kalori biskuit menurut SNI 01-2973-1992

    sebesar 400 kkal/100g.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    3/124

    OPTIMALISASI PEMANFAATAN IKAN PEPETEK

    (Leiognathussp.) DAN UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatasL.)

    UNTUK SUBSTITUSI PARSIAL TEPUNG TERIGU

    DALAM PEMBUATAN BISKUIT

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Perikanan

    pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    Nugroho J. S.C34101021

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    4/124

    Judul : OPTIMALISASI PEMANFAATAN IKAN PEPETEK

    (Leiognathus sp.) DAN UBI JALAR PUTIH

    (Ipomoea batatas L.) UNTUK SUBSTITUSI PARSIAL

    TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BISKUIT.

    Nama Mahasiswa : Nugroho J. S.

    NRP : C34101021

    Menyetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. Ir. Mita Wahyuni, M.S. Dra. Pipih Suptijah, M.BA.

    NIP. 131 789 337 NIP. 131 478 638

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Dr. Ir. Kadarwan Soewardi

    NIP. 130 805 031

    Tanggal Lulus : 19 Mei 2006

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    5/124

    KATA PENGANTAR

    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat

    dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

    berjudul Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) dan

    Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatasL.) untuk Substitusi Parsial Tepung Terigu

    dalam Pembuatan Biskuit. Pembuatan skripsi ini adalah sebagai salah satu

    syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan

    Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

    Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

    1.

    Ibu Dr. Ir. Mita Wahyuni, M.S. dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, M.BA. selaku

    komisi pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk

    memberikan bimbingan, arahan dan saran yang sangat berarti, saat penelitian

    hingga penyelesaian skripsi ini.

    2. Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc. dan Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si.

    sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam

    memberikan masukan dan arahan yang sangat berarti.

    3.

    Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, M.S. yang telah meluangkan waktunya

    untuk menjadi moderator dalam seminar hasil penelitian.

    4.

    Bapak dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, perhatian,pikiran, nasehat, tenaga dan dukungannya yang sangat berarti bagi penulis.

    5. Dosen-dosen beserta seluruh staf di Departemen Teknologi Hasil Perairan

    yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

    6. Ibu Emma, Kang Mail, Om Zacky, Om Ipul, Bapak Sobirin (TPG),

    Mbak Ririn (TPG) dan Bapak Mashudi (GMSK) atas saran dan bantuannya

    dalam penelitian.

    7. Mbak Sri Nuzulaeni, Mbak Titik Nindiyati, Mbak Ninik Nuraeni,

    Mas Supono, Mas Agus dan Mas Giyanto yang telah mencurahkan kasih

    sayang, doa, perhatian, nasehat dan dukungannya serta Novi, Yoga, Ilham,

    Meani, Hamam dan Raff yang sangat kusayangi.

    8.

    Mas Boniman, Mbak Narni, Vivi, Denia dan Reza serta Keluarga Besar di

    Jakarta maupun di Sragen atas bantuan, perhatian, nasehat dan dukungannya.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    6/124

    9. Al Afkar crew: Edi, Hendra, Mas Jam, Harry, Asra, Lendi, Mas Irfan, Kamto,

    Citra, Rio, Asep, Suhe, Budi dan Bandi atas bantuan, saran dan pengertiannya.

    10.

    Sahabat-sahabat THP 38 yang sangat berkesan atas kebersamaan, bantuan,

    nasehat, saran, pengertian dan dorongan semangatnya serta teman-teman

    THP 36, 37, 39, 40 dan 41 yang telah banyak membantu.

    11.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

    membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ini masih jauh dari

    sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis guna

    perbaikan lebih lanjut.

    Bogor, Mei 2006

    Nugroho J. S.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    7/124

    PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Optimalisasi

    Pemanfaatan Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) dan Ubi Jalar Putih

    (Ipomoea batatas L.) untuk Substitusi Parsial Tepung Terigu dalam

    Pembuatan Biskuit adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

    apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

    kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis

    lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

    akhir skripsi ini.

    Bogor, Mei 2006

    Nugroho J. S.

    C34101021

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    8/124

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama lengkap Nugroho Juni Susanto.Penulis dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah pada hari Rabu

    tanggal 1 Juni 1983, sebagai anak keempat dari empat

    bersaudara dari keluarga Bapak Sukardi dan Ibu Partinah.

    Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak

    (TK) Aisyiah Pantirejo, Sukodono. Kemudian memulai

    pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Pantirejo,

    Sukodono dan lulus pada tahun 1995. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan

    di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1 Sukodono dan

    mendapatkan kelulusan pada tahun 1998. Jenjang pendidikan selanjutnya

    ditempuh di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 2 Sragen, hingga

    akhirnya dapat menyelesaikannya pada tahun 2001.

    Setelah lulus dari sekolah menengah umum pada tahun 2001, penulis

    melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi

    Masuk IPB (USMI), pada Departemen Teknologi Hasil Perairan,

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif

    dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan

    (HIMASILKAN) periode 2002/2003 dan 2003/2004. Penulis juga aktif sebagai

    pengurus komunitas fotografi Fish EyeIPB. Selain itu, selama studi penulis juga

    aktif di berbagai kegiatan kampus.

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,

    penulis melakukan dan menyusun skripsi dengan judul Optimalisasi

    Pemanfaatan Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) dan Ubi Jalar Putih

    (Ipomoea batatas L.) untuk Substitusi Parsial Tepung Terigu dalam

    Pembuatan Biskuit, dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Mita Wahyuni, M.S. dan

    Ibu Dra. Pipih Suptijah, M.BA.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    9/124

    vii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL .................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii

    1. PENDAHULUAN................................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

    1.2. Tujuan .......................................................................................... 3

    1.3. Waktu dan Tempat ....................................................................... 3

    2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4

    2.1. Ikan Pepetek.................................................................................. 4

    2.1.1. Klasifikasi dan ciri morfologi ikan pepetek ...................... 4

    2.1.2. Komposisi kimia ikan pepetek............................................ 6

    2.1.3. Produksi dan penyebaran ikan pepetek............................... 7

    2.1.4. Tepung ikan......................................................................... 8

    2.2. Ubi Jalar ....................................................................................... 9

    2.2.1. Botani ubi jalar.................................................................... 9

    2.2.2. Komposisi kimia ubi jalar ................................................... 10

    2.2.3. Produksi ubi jalar di Indonesia............................................ 12

    2.2.4. Tepung ubi jalar .................................................................. 13

    2.3. Biskuit ........................................................................................... 142.3.1. Definisi dan mutu biskuit ................................................... 14

    2.3.2. Proses pembuatan biskuit.................................................... 17

    2.3.3. Bahan-bahan dalam pembuatan biskuit .............................. 19

    2.3.3.1. Tepung terigu ......................................................... 19

    2.3.3.2. Gula ....................................................................... 20

    2.3.3.3. Lemak..................................................................... 21

    2.3.3.4. Susu........................................................................ 21

    2.3.3.5. Telur ....................................................................... 22

    2.3.3.6. Garam..................................................................... 22

    2.3.3.7. Bahan pengembang................................................ 23

    2.3.3.8. Air .......................................................................... 23

    3. METODOLOGI ................................................................................... 24

    3.1. Alat dan Bahan.............................................................................. 24

    3.1.1. Alat...................................................................................... 24

    3.1.2. Bahan .................................................................................. 24

    3.2. Metode Penelitian ....................................................................... 25

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    10/124

    viii

    3.2.1. Penelitian tahap I................................................................. 25

    3.2.1.1. Analisis kandungan kimia ikan pepetek ................ 25

    3.2.1.2. Karakteristik tepung ikan pepetek.......................... 25

    3.2.1.3. Karakteristik tepung ubi jalar putih........................ 27

    3.2.2. Penelitian tahap II ............................................................... 27

    3.2.2.1. Formulasi dan pembuatan biskuit.......................... 283.2.2.2. Uji organoleptik..................................................... 29

    3.3. Analisis Fisiko-Kimia ................................................................... 32

    3.3.1. Analisis fisik ....................................................................... 33

    3.3.1.1. Derajat putih .......................................................... 33

    3.3.1.2. Rendemen .............................................................. 33

    3.3.1.3. Kekerasan .............................................................. 34

    3.3.2. Analisis kimia ..................................................................... 34

    3.3.2.1. Kadar air (AOAC, 1995) ....................................... 35

    3.3.2.2. Kadar abu (AOAC, 1995)...................................... 35

    3.3.2.3. Kadar protein (AOAC, 1995) ................................ 35

    3.3.2.4. Kadar lemak (AOAC, 1995).................................. 363.3.2.5. Kadar karbohidrat (by difference).......................... 37

    3.3.2.6. Kadar kalsium metode AAS.................................. 37

    3.3.2.7. Analisis bioavailabilitas kalsium........................... 37

    3.3.2.8. Daya cerna protein in vitro .................................... 39

    3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ..................................... 39

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 41

    4.1. Penelitian Tahap I ......................................................................... 41

    4.1.1. Analisis kandungan kimia ikan pepetek.............................. 41

    4.1.2. Karakteristik tepung............................................................ 42

    4.1.2.1. Karakteristik fisik tepung ...................................... 42

    4.1.2.2. Karakteristik kimia tepung .................................... 44

    4.2. Penelitian Tahap II ....................................................................... 45

    4.2.1. Formulasi dan pembuatan biskuit ....................................... 46

    4.2.2. Uji organoleptik biskuit ..................................................... 48

    4.2.2.1. Penampakan........................................................... 49

    4.2.2.2. Warna..................................................................... 51

    4.2.2.3. Tekstur ................................................................... 53

    4.2.2.4. Aroma .................................................................... 55

    4.2.2.5. Rasa ....................................................................... 56

    4.2.3. Analisis kekerasan biskuit ................................................. 574.2.4. Analisis kimia biskuit ......................................................... 58

    4.2.4.1. Kadar air ................................................................ 59

    4.2.4.2. Kadar abu............................................................... 60

    4.2.4.3. Kadar protein ......................................................... 61

    4.2.4.4. Kadar lemak........................................................... 62

    4.2.4.5. Kadar karbohidrat (by difference).......................... 64

    4.2.4.6. Derajat keasaman (pH) .......................................... 66

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    11/124

    ix

    4.2.4.7. Kadar kalsium........................................................ 67

    4.2.4.8. Bioavailabilitas kalsium ........................................ 68

    4.2.4.9. Daya cerna protein in vitro .................................... 69

    4.2.5. Angka kecukupan gizi......................................................... 71

    5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 73

    5.1. Kesimpulan .................................................................................. 73

    5.2. Saran ............................................................................................. 74

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 75

    LAMPIRAN.............................................................................................. 79

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    12/124

    x

    DAFTAR TABEL

    No Halaman

    1. Kandungan kimia ikan pepetek ............................................................ 6

    2. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan wilayah perairan ....... 7

    3. Produksi perikanan laut Indonesia jenis ikan pepetek berdasar tahun . 8

    4. Kandungan nilai gizi ubi jalar segar dalam 100 g ................................ 11

    5. Perkembangan produksi ubi jalar di Indonesia tahun 1991-2003......... 12

    6. Komposisi kimia tepung ubi jalar dua varietas..................................... 13

    7. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992.................................. 16

    8. Komposisi kimia telur segar ................................................................. 22

    9. Formulasi biskuit dari tepung ikan pepetek, tepung ubi jalar putih dan

    tepung terigu ........................................................................................ 28

    10. Formula dasar yang digunakan dalam pembuatan biskuit .................... 29

    11. Kandungan kimia ikan pepetek............................................................. 41

    12. Hasil analisis parameter fisik tepung .................................................... 43

    13. Hasil analisis parameter kimia tepung .................................................. 44

    14. Formulasi biskuit................................................................................... 46

    15. Hasil analisis fisiko-kimia biskuit dan kandungan kimia biskuit menurut

    SNI 01-2973-1992................................................................................. 47

    16. Nilai rata-rata organoleptik biskuit ....................................................... 49

    17. Informasi Angka Kecukupan Gizi (AKG) biskuit ................................ 72

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    13/124

    xi

    DAFTAR GAMBAR

    No Halaman

    1. Ikan pepetek ......................................................................................... 52. Morfologi ikan pepetek ........................................................................ 6

    3. Ubi jalar putih ....................................................................................... 10

    4. Diagram alir proses pembuatan tepung ikan pepetek ........................... 30

    5. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar putih ......................... 31

    6. Diagram alir proses pembuatan biskuit ................................................ 32

    7. Formulasi biskuit yang dihasilkan ........................................................ 47

    8. Histogram nilai rata-rata organoleptik penampakan biskuit................. 50

    9. Histogram nilai rata-rata organoleptik warna biskuit............................ 51

    10. Histogram nilai rata-rata organoleptik tekstur biskuit .......................... 53

    11. Histogram nilai rata-rata organoleptik aroma biskuit ........................... 55

    12. Histogram nilai rata-rata organoleptik rasa biskuit............................... 56

    13. Histogram nilai rata-rata kekerasan biskuit........................................... 58

    14. Histogram nilai rata-rata kadar air biskuit ............................................ 59

    15. Histogram nilai rata-rata kadar abu biskuit........................................... 61

    16. Histogram nilai rata-rata kadar protein biskuit ..................................... 62

    17. Histogram nilai rata-rata kadar lemak biskuit....................................... 63

    18. Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat biskuit by difference ........ 64

    19. Histogram nilai rata-rata pH biskuit...................................................... 66

    20. Histogram nilai rata-rata kadar kalsium biskuit .................................... 67

    21. Histogram nilai rata-rata bioavailabilitas kalsium biskuit .................... 69

    22. Histogram nilai rata-rata daya cerna protein in vitrobiskuit ................ 70

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    14/124

    xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    No Halaman

    1. Lampiran isian uji organoleptik biskuit ............................................... 802. Data uji organoleptik terhadap penampakan biskuit ............................ 81

    3. Uji Kruskal Wallis terhadap penampakan biskuit ............................... 82

    4. Uji lanjutMultiple Comparison terhadap penampakan biskuit ............ 83

    5. Data uji organoleptik terhadap warna biskuit ....................................... 84

    6. Uji Kruskal Wallis terhadap warna biskuit ........................................... 85

    7. Uji lanjutMultiple Comparison terhadap warna biskuit ...................... 86

    8. Data uji organoleptik terhadap tekstur biskuit ...................................... 87

    9. Uji Kruskal Wallis terhadap tekstur biskuit.......................................... 88

    10. Data uji organoleptik terhadap aroma biskuit ....................................... 89

    11. Uji Kruskal Wallis terhadap aroma biskuit ........................................... 90

    12. Uji lanjutMultiple Comparison terhadap aroma biskuit....................... 91

    13. Data uji organoleptik terhadap rasa biskuit........................................... 92

    14. Uji Kruskal Wallis terhadap rasa biskuit............................................... 93

    15. Uji lanjutMultiple Comparison terhadap rasa biskuit .......................... 94

    16. Analisis ragam kekerasan biskuit ......................................................... 95

    17. Analisis ragam kadar air biskuit............................................................ 95

    18. Hasil uji lanjut BNJ (Tukey)kadar air biskuit...................................... 95

    19. Analisis ragam kadar abu biskuit .......................................................... 96

    20. Hasil uji lanjut BNJ(Tukey)kadar abu biskuit .................................... 96

    21. Analisis ragam kadar protein biskuit .................................................... 97

    22. Hasil uji lanjut BNJ(Tukey)kadar protein biskuit............................... 97

    23. Analisis ragam kadar lemak biskuit ...................................................... 98

    24. Hasil uji lanjut BNJ(Tukey)kadar lemak biskuit ................................ 98

    25. Analisis ragam kadar karbohidrat biskuit ............................................. 99

    26. Hasil uji lanjut BNJ (Tukey)kadar karbohidrat biskuit ........................ 99

    27. Analisis ragam derajat keasaman (pH) biskuit ...................................... 100

    28. Hasil uji lanjut BNJ(Tukey)derajat keasaman (pH) biskuit................. 100

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    15/124

    xiii

    29. Analisis ragam kadar kalsium biskuit..................................................... 101

    30. Hasil uji lanjut BNJ(Tukey)kadar kalsium biskuit............................... 101

    31. Data mentah perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada diet

    manusia 2000 kkal................................................................................... 102

    32. Data mentah nilai analisis kekerasan...................................................... 103

    33. Data analisis ekonomi kasar formulasi biskuit B1................................. 104

    34. Peralatan dalam penelitian...................................................................... 105

    35. Tepung ikan pepetek, tepung ubi jalar putih dan tepung terigu.............. 106

    36. Ikan pepetek setelah dikeringkan............................................................ 107

    37. Ikan pepetek sebagai ikan asin di Muara Angke.................................... 107

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    16/124

    1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat besar yangperlu dimanfaatkan secara optimal. Potensi besar yang belum dimanfaatkan

    tersebut salah satunya adalah ikan hasil tangkapan samping (HTS) atau by catch.

    Ikan HTS adalah ikan yang ikut tertangkap dalam suatu operasi penangkapan ikan

    tertentu yang sebenarnya tidak ditujukan untuk menangkap ikan tersebut.

    Ikan hasil tangkapan samping banyak jenisnya dan biasanya memiliki

    ukuran tubuh yang relatif kecil. Ikan hasil tangkapan samping berpotensi

    dimanfaatkan untuk memberikan nilai tambah ekonomi serta meningkatkan

    kebutuhan protein hewani dalam diet manusia maupun sebagai pemasok bahanbaku industri-industri pengolahan hasil perikanan.

    Salah satu ikan HTS yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah

    ikan pepetek (Leiognathus sp.). Ikan pepetek merupakan ikan yang habitatnya

    di dasar perairan dalam jumlah yang besar dan biasanya membentuk gerombolan.

    Operasi penangkapan ikan dengan kapal pukat (trawl), trammel net ataupun

    baganbisa memperoleh ikan pepetek dalam jumlah yang besar.

    Ikan ini memiliki ukuran yang kecil dan memiliki banyak duri sehingga di

    beberapa negara Asia Tenggara, ikan ini lebih banyak digunakan untuk

    tepung ikan, pupuk, ikan asin dan makanan bebek (ternak). Di Indonesia sendiri,

    ikan pepetek lebih banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan asin. Oleh

    karena itu, ikan pepetek merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis rendah.

    Ikan pepetek di Indonesia memiliki jumlah populasi yang sangat besar

    yang tersebar di berbagai perairan seperti Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara,

    Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Menurut Departemen Kelautan dan

    Perikanan (2001), kapasitas total tangkapan ikan pepetek di Indonesia tahun 1999

    mencapai 91.219 ton dengan daerah tangkapan terbesar terdapat di perairan Jawa.

    Oleh karena potensi ikan pepetek yang melimpah dan belum

    dimanfaatkan secara optimal tersebut, sehingga perlu dilakukan suatu upaya

    pengembangan dan penganekaragaman produk ikan olahan. Di samping itu, dapat

    juga dilihat sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    17/124

    2

    ikan pepetek. Dalam rangka upaya tersebut, maka salah satu cara yang dapat

    dilakukan adalah mempelajari dan mencoba (kemungkinan) pengolahan

    ikan pepetek menjadi bahan pangan, seperti makanan ringan atau camilan.

    Makanan ringan (camilan) yang dapat dibuat banyak jenisnya, salah

    satunya adalah biskuit. Biskuit merupakan makanan ringan yang telah dikenal dan

    disukai secara luas oleh masyarakat Indonesia dari anak-anak sampai dewasa.

    Biskuit juga memiliki harga yang relatif murah sehingga dapat terjangkau pada

    semua lapisan masyarakat.

    Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan cara

    memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan

    bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan.

    Biskuit seringkali dikonsumsi sebagai makanan selingan disampingmakanan pokok. Sebagai makanan selingan, diharapkan dapat menyumbangkan

    energi, sebagai pengganti energi yang telah dikeluarkan setelah melakukan

    aktivitas. Dalam hal ini, tentunya jumlah yang dikonsumsi tidak dalam porsi yang

    besar, karena sifatnya hanya sebagai penyumbang energi dan zat gizi, bukan

    sebagai pengganti menu utama. Biskuit juga memiliki kandungan protein, lemak

    dan beberapa mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga sangat baik untuk

    dikonsumsi bagi manusia.

    Selama ini, kebanyakan biskuit dibuat dari bahan dasar tepung terigu yang

    berasal dari gandum yang kebutuhannya mayoritas masih diimpor. Padahal

    banyak sumber karbohidrat lokal yang belum dimanfaatkan secara baik, yang

    dapat dikombinasikan dengan tepung ikan sebagai sumber protein. Salah satu

    sumber karbohidrat lokal yang kurang dimanfaatkan secara baik adalah ubi jalar.

    Selama ini, ubi jalar dikenal masyarakat sebagai bahan pangan kelas dua karena

    kebanyakan hanya digoreng atau direbus.

    Ubi jalar merupakan tanaman palawija penting di Indonesia setelah

    jagung dan ubi kayu. Komoditas ubi jalar sangat layak dipertimbangkan untuk

    menunjang program pengembangan pangan berdasarkan karakteristiknya, seperti

    kandungan nutrisi yang baik, umur yang relatif pendek dan produksi yang tinggi.

    Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2003 hampir mencapai dua juta ton

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    18/124

    3

    (Anonimous, 2003). Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil

    ubi jalar terbesar kedua di dunia setelah China.

    Penggunaan tepung ubi jalar sudah lama sebagai pengganti terigu dalam

    pembuatan roti. Beberapa penelitian lain juga telah membuktikan bahwa ubi jalar

    bisa dijadikan sebagai substitusi (pengganti) tepung terigu dalam produk makanan

    walaupun dengan kualitas yang relatif lebih rendah terutama dari segi reologis

    adonan maupun produknya (Kay, 1973), misalnya: substitusi tepung ubi jalar

    sebesar 30 % pada produk roti (Woolfe, 1999), substitusi tepung ubi jalar sebesar

    40 % pada produk bihun (Widowati et al., 1994) dan lain-lain.

    Untuk itu, kombinasi antara ikan pepetek dan ubi jalar dapat digunakan

    dalam pembuatan biskuit sebagai substitusi tepung terigu. Dengan kombinasi ini,

    diharapkan didapatkan biskuit yang bernilai gizi yang memiliki sifat yang berbedadengan biskuit-biskuit komersial yang ada di pasaran.

    1.2.Tujuan

    Penelitian ini memiliki tujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi

    parsial tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih terhadap tepung terigu

    dalam pembuatan biskuit, untuk mengetahui karakteristik organoleptik dan fisiko-

    kimia biskuit. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan

    ikan pepetek (Leiognathussp.) dan ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) menjadi

    produk yang memiliki nilai tambah, yaitu sebagai substitusi parsial tepung terigu

    dalam pembuatan biskuit.

    1.3. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan

    Hasil Perikanan, Laboratorium Organoleptik dan Laboratorium Biokimia

    Hasil Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

    dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor. Sedangkan analisis fisiko-kimiadilakukan di Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Teknologi Pangan,

    Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada

    bulan Oktober 2005 - Februari 2006.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    19/124

    4

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    20/124

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Ikan Pepetek (Leiognathus sp.)

    Ikan pepetek merupakan salah satu ikan laut yang memiliki habitatdi dasar perairan (demersal). Ikan ini merupakan ikan hasil tangkapan samping

    (HTS) atau by cacth yang memiliki ukuran kecil. Di bawah ini akan disajikan

    klasifikasi dan morfologi ikan pepetek, komposisi kimia ikan pepetek, produksi

    ikan pepetek dan tepung ikan pepetek.

    2.1.1. Klasifikasi dan ciri morfologi ikan pepetek (Leiognathus sp.)

    Klasifikasi ikan pepetek menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

    Filum : Chordata

    SubFilum : Vertebrata

    Kelas : Pisces

    SubKelas : Teleostei

    Ordo : Percomorphi

    SubOrdo : Percoidea

    Divisi : Perciformes

    Famili : Leiognathidae

    1.

    Genus :LeiognathusSpesies:Leiognathus equulus

    Leiognathus splendens

    Leiognathus elongatus

    Leiognathus insidiator

    2. Genus : Gazza

    Spesies: Gazza minuta

    3. Genus : Secutor

    Spesies: Secutor insidiator

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    21/124

    5

    Gambar 1. Ikan Pepetek (Leiognathus sp.)

    Ikan pepetek termasuk ke dalam suku atau famili Leiognathidae dengan

    ciri bentuk badan pipih, kecil dan panjangnya jarang melebihi 15 cm. Di kawasan

    Indo-Pasifik dapat dijumpai sekitar 30 spesies pepetek dan 20 diantaranya berada

    di perairan Indonesia. Ikan pepetek umumnya digolongkan ke dalam tiga marga

    (genus), yaituLeiognathus, Gazza dan Secutor. Ketiga genus ini dapat dibedakandari bentuk mulut dan giginya. Gazza memiliki gigi taring sedangkan yang lain

    hanya gigi kecil dan mulut yang dapat dijulurkan ke depan dengan mengarah ke

    atas (Secutor) atau mengarah ke bawah (Leiognathus) (Nontji, 1987 diacu dalam

    Allo, 1998).

    Bentuk mulut dan gigi yang demikian disesuaikan dengan kebiasaan

    mencari makan. Leiognathus dengan mulut dan gigi yang dapat dijulurkan

    menghadap ke bawah cocok untuk kebiasaannya mencari makan di dasar perairan

    berupa detritusatau berbagai hewan dan tumbuhan kecil. Sedangkan Gazzasesuai

    dengan gigi taringnya untuk makanan berupa zooplankton atau anak-anak ikan

    (Nontji, 1987 diacu dalam Allo, 1998).

    Ikan pepetek merupakan ikan yang memiliki sirip lengkap, yaitu memiliki

    lima jenis sirip, antara lain: sirip punggung (dorsal), sirip dada (pectoral),

    sirip perut (ventral), sirip anal dan sirip ekor (caudal). Sirip dorsal berbentuk

    tunggal terdiri dari 7-9 sirip keras dan 14-17 sirip lunak. Pada sirip analterdapat

    tiga sirip keras dan 13-14 sirip lunak. Sedangkan pada sirip caudal berbentuk

    cagak. Sisik ikan pepetek sangat kecil yang berbentuk cycloid. Mulutnya dapat

    dijulurkan ke depan mengarah ke atas atau ke bawah. Gambar morfologi

    ikan pepetek disajikan pada gambar 2.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    22/124

    6

    Gambar 2. Morfologi ikan pepetek (Leiognathus sp.)

    Selain itu ikan pepetek memiliki ciri utama, yaitu dapat memancarkan

    cahaya berwarna putih keperakan yang sering disebut bioluminescence.

    Bioluminescence dihasilkan dari bakteri yang bersimbiosis dengan ikan pepetek.

    Cahaya yang dilepaskan pada siang hari ke arah bawah berupa cahaya difuseyang

    cenderung mengubah bayangan dirinya menjadi tidak utuh. Akibatnya

    ikan pemangsa tidak dapat melihat ikan ini sehingga terhindar dari bahaya

    (Pauly, 1977 diacu dalam Allo, 1998).

    2.1.2 Komposisi kimia ikan pepetek

    Ikan pepetek memiliki kandungan kimia yang cukup baik. Kandungan

    protein ikan pepetek merupakan bagian yang terbesar setelah air. Menurut

    Anonimous (2005), kandungan protein ikan pepetek mencapai 17,22 %.

    Kandungan kimia ikan pepetek secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kandungan kimia ikan pepetek (Leiognathus splendens)

    Parameter Kandungan (% bb)

    Kadar air 74,54Kadar protein kasar 17,12

    Kadar lemak 3,30

    Kadar abu 5,65

    Kadar kalsium 1,58

    Kadar fosfor 0,89Sumber: Anonimous (2005)

    Mulut dapat

    dijulurkan kedepan

    Sirip anal,

    III, 13 - 14

    Sirip dorsaltunggal

    VII-IX, 14 - 17

    Sirip ekorberbentuk cagakSisik

    cycloidkecil

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    23/124

    7

    2.1.3. Produksi dan penyebaran ikan pepetek

    Ikan pepetek biasanya hidup di dasar perairan dangkal dan membentuk

    gerombolan yang besar. Operasi penangkapan ikan dengan kapal pukat ( trawl),

    trammel netatau bagan dapat memperoleh ikan pepetek dalam jumlah yang besar.

    Ikan pepetek hidup di dasar perairan dangkal berada pada kedalaman antara

    5-60 m. Nilai tangkap tertinggi diperoleh pada kedalaman 10-20 m dengan rata-

    rata maksimum pada kedalaman 15 m di Pantai Utara Jawa (Beck dan Sudrajat,

    1978 diacudalamAllo, 1998).

    Tabel 2. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan wilayah perairan

    tahun 1999.

    Wilayah Perairan

    Jenis Ikan

    (ton) Sumatera Jawa

    Bali-

    NusaTenggara

    Kali-mantan

    Sulawesi Maluku-Papua

    Total

    Sebelah

    (Indian

    halibut)

    8.806 1.598 20 1.109 203 336 12.071

    Lidah(Flatfishes)

    3.991 1.308 5 70 82 345 5.074

    Nomei

    (Bombay

    duck)9.340 1.210 229 7 833 796 12.415

    Pepetek

    (Pony fishes)

    22.895 41.271 5.620 8.896 11.266 1.271 91.219

    Manyung

    (Sea

    catfishes)

    23.974 16.187 445 19.297 2.231 7.512 69.646

    Beloso

    (Lizardfishes)

    882 4.666 341 37 1.705 5.293 12.944

    Biji Nangka

    (Goat fishes)12.694 2.622 1.517 1.768 5.039 2.339 26.252

    Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (2001)

    Penyebaran ikan pepetek kebanyakan terdapat di Pantai Utara Jawa.

    Ikan ini juga tersebar di bagian timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan,

    Sulawesi Selatan, Selat Tiworo, Arafuru, Teluk Benggala, pantai India, Laut Cina

    Selatan, Philipina sampai ke pantai Utara Australia. Sebaran ikan pepetek pada

    berbagai kedalaman di Laut Jawa menunjukkan genus ini memiliki

    nilai tangkapan tertinggi diantara jenis-jenis ikan demersal lainnya (DKP, 2001).

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    24/124

    8

    Tabel 3. Produksi perikanan laut Indonesia jenis ikan pepetek pada

    tahun 1990-1999.

    Tahun Jumlah (ton)

    1990 41.768

    1991 43.353

    1992 45.537

    1993 52.800

    1994 57.462

    1995 66.220

    1996 71.402

    1997 89.403

    1998 79.532

    1999 91.219Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (2001)

    Jumlah produksi ikan pepetek tiap tahunnya hampir selalu mengalami

    peningkatan. Pada tahun 1990 jumlah tangkapannya hanya sebesar 41.768 ton,

    sedangkan pada tahun 1999 jumlahnya mencapai 91.219 ton (DKP, 2001).

    2.1.4. Tepung Ikan

    Tepung ikan adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan

    mengeluarkan sebagian besar, sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang

    berupa daging ikan atau bagian ikan yang biasanya dibuang (kepala, isi perut atau

    jeroan dan lain-lain) (Ilyas, 1977). Tepung ikan merupakan salah satu

    hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering.

    Tepung ikan yang dikonsumsi manusia sebaiknya diolah dengan cara yang

    tepat. Bahan baku yang baik dan pengolahan yang tepat, diharapkan tepung ikan

    yang dihasilkan dapat memenuhi selera konsumen sehingga dapat digunakan

    sebagai salah satu sumber pangan. Pengolahan tepung ikan harus memperhatikan

    kondisi kebersihan, standar mutu tepung ikan dan cara pengepakan yang baik

    sehingga terhindar dari kontaminasi yang mengakibatkan oksidasi maupun dari

    serangan serangga (Ilyas, 1977).

    Apabila penambahan tepung ikan pada produk makanan lebih dari 40 %,

    maka adonan yang terbentuk menjadi mudah pecah karena tidak adanya gluten

    pada tepung pensubstitusi (Sulaeman, 1993). Sedangkan gluten merupakan

    komponen yang berperan sebagai urat penyusun tenunan biskuit. Tidak adanya

    gluten pada tepung pensubstitusi menyebabkan substitusi yang dilakukan dapat

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    25/124

    9

    menurunkan kadar dan mutu gluten dari tepung yang disubstitusi, karena gluten

    merupakan suatu massa yang sebagian besar terdiri dari protein, lengket seperti

    karet dan dapat diperoleh dari tepung gandum, dengan cara membuat adonan dan

    mencucinya dengan air mengalir (Winarno, 1993).

    2.2. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

    Ubi jalar merupakan tanaman palawija penting di Indonesia setelah jagung

    dan ubi kayu. Di bawah ini akan disajikan mengenai botani ubi jalar,

    komposisi kimia ubi jalar, produksi ubi jalar dan tepung ubi jalar.

    2.2.1. Botani ubi jalar

    Klasifikasi ubi jalar menurut Rukmana (1997) adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Ordo : Convolvulales

    Famili : Convolvulaceae

    Genus :Ipomoea

    Spesies :Ipomoea batatasL.

    Ubi jalar termasuk famili Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)

    dan mempunyai nama botani Ipomoea batatas (L.) Lam (Rukmana, 1997).

    Ubi jalar memiliki jenis yang cukup beragam, terdiri dari jenis lokal,

    varietas unggul dan klon harapan (calon varietas unggul). Familinya mencakup

    1000 spesies, namun baru sekitar 142 spesies yang telah diidentifikasi para ahli.

    Klasifikasi ubi jalar dapat dilakukan berdasarkan bentuk atau morfologi

    tanaman, penampilan dan warna kulit, ketebalan kulit, kandungan getah,

    reaksi oksidasi dagingnya, sebaran warna sekunder daging, kadar air dan

    teksturnya. Umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar

    berumbi lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar berumbi keras karena

    banyak mengandung pati. Umbi ubi jalar dibentuk dari penebalan lapisan

    luar akar yang dekat dengan batang dan berada di dalam tanah untuk menyimpan

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    26/124

    10

    cadangan makanan bagi tanaman dengan bentuk antara lonjong sampai bulat.

    Ubi jalar memiliki warna kulit putih kecoklatan, kuning, jingga dan ungu tua.

    Sedangkan warna dagingnya putih, krem, kuning, merah muda dan jingga,

    tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang terkandung (Lingga et al., 1986).

    Gambar 3. Ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.)

    Ubi jalar termasuk salah satu tanaman yang tinggi daya penyesuaiannya

    terhadap kondisi lingkungan yang buruk seperti angin kencang, kemarau panjang

    serta terbukti peranannya dalam musimpaceklik. Ubi jalar merupakan salah satu

    tanaman palawija penting di Indonesia setelah jagung dan ubi kayu. Komoditas

    ubi jalar sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program

    pengembangan pangan berdasarkan kandungan nutrisi, umur yang relatif pendek

    dan produksi yang tinggi, sehingga apabila ditangani dengan sungguh-sungguh,

    ubi jalar dapat menjadi sumber devisa yang potensial (Widodo, 1989).

    2.2.2. Komposisi kimia ubi jalar

    Ubi jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat.

    Komposisi kimia ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi dan musim tanam.

    Pada musim kemarau, varietas yang sama akan menghasilkan kadar tepung yang

    lebih tinggi daripada musim hujan (Soenarjo, 1984).

    Ubi jalar memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga bahan

    kering yang terkandung relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ubi jalar

    sangat bervariasi tergantung pada beberapa faktor, yaitu kultivar, lokasi, iklim,

    tipe tanah, serangan hama dan penyakit, dan cara menanamnya (Bradbury dan

    Holloway, 1988). Selain itu, komposisi kimia ubi jalar juga dipengaruhi oleh usia,

    keadaan tumbuh dan tingkat kematangan.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    27/124

    11

    Kandungan kimia ubi jalar cukup baik untuk bahan pangan. Ubi jalar

    merupakan bahan pangan dengan gizi cukup tinggi karena merupakan

    sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat. Selain itu, ubi jalar juga

    mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti kalsium,

    zat besi, vitamin A dan vitamin C (Huang, 1982).

    Tabel 4. Kandungan gizi dalam 100 gram ubi jalar segar

    No Komposisi Jumlah

    1 Kalori (kal) 123,00

    2 Protein (%) 1,80

    3 Lemak (%) 0,70

    4 Karbohidrat (%) 27,90

    5 Kalsium (mg) 30,00

    6 Fosfor (mg) 49,00

    7 Zat Besi (mg) 0,70

    8 Natrium (mg) -

    9 Kalium (mg) -

    10 Niacin (mg) -

    11 Vitamin A (SI) 60-7700

    12 Vitamin B1(mg) 0,90

    13 Vitamin B2(mg) -

    14 Vitamin C (mg) 22,0

    15 Air (%) 68,50

    16 Bagian yang dapat dimakan (%) 86,00Sumber : Direktorat Gizi Departemen kesehatan RI (1992)

    Kandungan protein ubi jalar umumnya berada dalam bentuk globulin.

    Kandungan protein ini sangat rendah pada ubi jalar. Apabila ubi jalar digunakan

    sebagai makanan pokok, kemungkinan terjadinya defisiensi protein sangat besar.

    Untuk itu, konsumsi ubi jalar perlu dikombinasikan dengan makanan lain yang

    kaya protein, misalnya ikan, seperti yang dilakukan oleh suku Lan Yu di Taiwan

    (Huang, 1982).

    Karbohidrat pada ubi jalar segar pada umumnya sebesar 18-35 % dan pada

    berat keringnya mencapai 80-90 % (Rotar dan Bird, 1981). Sedangkan menurut

    Onwueme (1978), ubi jalar mengandung pati sebesar 8-29 %, gula pereduksi

    sebesar 0,5-2,5 % dan karbohidrat non-pati 0,5-7,5 %. Pati sendiri terdiri dari

    amilopektin sebesar 60-70 % dan amilosa sebesar 30-40 %.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    28/124

    12

    Karbohidrat pada ubi jalar terdiri dari gula sebesar 13,2 %, pati 4,1 %,

    pektin 0,9 %, hemiselulosa 0,7 % dan selulosa 1,5 %. Pektin, selulosa dan

    hemiselulosa merupakan golongan dietary fiber yang dapat berfungsi untuk

    mengurangi resiko terkena kanker kolon, diabetes, penyakit jantung dan penyakit

    saluran pencernaan. Sedangkan komposisi gula pada ubi jalar terdiri dari maltosa

    sebesar 5,5 %, sukrosa 4,4 %, fruktosa 0,9 %, glukosa 0,8 % dan rafinosa sebesar

    0,5 % (Sistrunk, 1977).

    Pada ubi jalar terdapat komponen antinutrisi yang merugikan karena dapat

    mengurangi daya cerna protein. Komponen antinutrisi yang terdapat pada ubi jalar

    adalah antitripsin, antikimotripsin dan rafinosa (oligosakarida). Pada ubi jalar

    terdapat antitripsin sebanyak 2,2-25,4 TIU/g dan antikimotripsin sebanyak

    0,99 TIU/g serta sebanyak 0,5 % rafinosa terdapat pada ubi jalar yang telahdimasak (Bradbury dan Holloway, 1988).

    2.2.3. Produksi ubi jalar

    Perkembangan produksi ubi jalar di Indonesia menunjukkan angka yang

    kurang menggembirakan karena kurangnya dukungan dari industri pengolahan

    ubi jalar menjadi produk yang lebih disukai oleh masyarakat.

    Tabel 5. Perkembangan produksi ubi jalar di Indonesia tahun 1991-2003

    Tahun Luas panen (Ha) Hasil (Ton/Ha) Produksi (ton)

    1991 214.316 95 2.036.212

    1992 229.786 94 2.171.036

    1993 224.098 93 2.088.205

    1994 197.170 94 1.845.178

    1995 228.673 95 2.171.027

    1996 211.681 95 2.017.516

    1997 195.436 95 1.847.492

    1998 199.041 97 1.923.055

    1999 171.563 97 1.660.311

    2000 197.262 94 1.827.687

    2001 181.026 97 1.749.0702002 177.276 100 1.771.642

    2003 197.455 101 1.991.478Sumber: Anonimous (2003)

    Dari total tanaman ubi jalar di dunia, sebanyak 80 % diproduksi di Asia,

    kurang dari 15 % di produksi di Afrika dan hanya sekitar 5 % diproduksi di

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    29/124

    13

    benua lain. Negara-negara berkembang merupakan produsen utama dari

    tanaman ini. China merupakan negara penghasil ubi jalar terbesar di dunia dengan

    hasil produksi sekitar 90 juta ton per tahun. Sementara Indonesia merupakan

    produsen terbesar kedua dengan jumlah produksi hampir dua juta ton per tahun.

    2.2.4. Tepung ubi jalar

    Salah satu bentuk hasil olahan dari ubi jalar yang dapat dimanfaatkan

    sebagai bahan baku industri pangan adalah tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar

    dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode pengeringan, diantaranya

    dengan menggunakan bantuan sinar matahari, menggunakan alat pengering seperti

    mesin pengering sawutubi jalar, oven dan drum dryer(Koswara et al., 2003).

    Tabel 6. Komposisi kimia tepung ubi jalar dua varietas

    Parameter Ubi jalar SQ-27

    (% bb)

    Ubi jalar ceret

    (% bb)

    Air 6,31 8,91

    Abu 1,70 2,33

    Protein 3,63 3,76

    Lemak 1,01 1,26

    Karbohidrat (by difference) 82,36 77,84Sumber : Koswara et al. (2003)

    Metode pengeringan yang digunakan mempengaruhi mutu tepung yang

    dihasilkan. Umumnya pengeringan dengan alat pengering berlangsung lebih cepat

    dibandingkan dengan penjemuran dan dapat lebih mempertahankan warna bahan

    yang dikeringkan (Marliyati et al., 1992).

    Pengeringan adalah suatu metode untuk mengurangi jumlah kandungan air

    di dalam suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut dengan

    menggunakan energi panas. Penurunan kadar air biasanya dilakukan sampai batas

    tertentu sehingga enzim dan mikroba penyebab kerusakan bahan pangan menjadi

    tidak aktif atau mati. Pengeringan juga bertujuan agar volume bahan panganmenjadi lebih kecil, sehingga mempermudah pengangkutan, menghemat

    biaya dan ruang pengangkutan, pengepakan maupun penyimpanan

    (Marliyati et al., 1992).

    Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana dan dapat dilakukan

    dalam skala rumah tangga maupun industri kecil. Pembuatan tepung ubi jalar

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    30/124

    14

    meliputi: pembersihan, pengupasan, penghancuran (pengirisan) dan pengeringan

    sampai kadar air tertentu (Koswara et al., 2003).

    Penggunaan tepung ubi jalar sudah lama sebagai pengganti terigu dalam

    pembuatan roti. Hal ini dapat terjadi karena pati dari tepung ubi jalar diuraikan

    dan difermentasi oleh mikroba menjadi gas karbondioksida yang dapat

    memperbesar pengembangan roti. Beberapa penelitian lain juga telah

    membuktikan bahwa ubi jalar bisa dijadikan sebagai substitusi (pengganti)

    tepung terigu dalam biskuit, cookies dan mi walaupun dengan kualitas yang relatif

    lebih rendah terutama dari segi reologis adonan maupun produknya (Kay, 1973),

    misalnya: substitusi tepung ubi jalar sebesar 30 % pada produk roti

    (Woolfe, 1999), substitusi tepung ubi jalar sebesar 40 % pada produk bihun

    (Widowati et al., 1994) dan lain-lain.

    2.3. Biskuit

    Biskuit merupakan makanan ringan (camilan) yang telah dikenal dan

    disukai secara luas oleh masyarakat Indonesia. Di bawah ini akan disajikan

    tentang definisi dan mutu biskuit, proses pembuatan biskuit serta bahan-bahan

    yang digunakan dalam pembuatan biskuit.

    2.3.1. Definisi dan mutu biskuit

    Produk-produk bakery dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu bread

    (roti), cakedan cookies(biskuit).Breadadalah suatu produk dari adonan tepung

    dan bahan lain yang mengalami fermentasi karena adanya ragi (yeast) (Matz dan

    Matz, 1978). Bread dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, tergantung dari

    bahan yang digunakan, metode dan negara asal resep. Namun demikian, secara

    umum bread dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu bread yang

    mengembang dan breadyang tidak mengembang (Matz dan Matz, 1978).

    Cakemerupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak dan

    telur. Cake adalah jenis produk pangan yang sebagian besar volumenya terdiri

    dari buih (foam). Pembuatan cakemembutuhkan pengembang gluten dan biasanya

    digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentuk emulsi

    kompleks air dalam minyak, dimana lapisan air terdiri dari gula terlarut dan

    partikel tepung terlarut (Sunaryo, 1985). Cake terdiri dari dua fase, yaitu

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    31/124

    15

    fase diskontinyu (udara) dan fase kontinyu cairan yang menyangga dan memberi

    bentuk struktur. Perbedaan yang paling utama antara cakedengan produk bakery

    lain adalah pada tekstur adonan, adonan cakebertekstur kental (Sunaryo, 1985).

    Sedangkan menurut Bogasari (2002), cake adalah jenis produk bakery

    yang dibuat dengan cara mengocok telur dan gula sampai mengembang kemudian

    dimasukkan tepung terigu dan terakhir margarin atau mentega yang telah

    dilelehkan. Cake ada beberapa macam dibedakan berdasarkan penggunaan

    komposisi bahan-bahan dan cara pengolahannya, antaralain: Angel food cake,

    Sponge cake, Chiffon cake dan Pound cake.

    Secara umum pengertian biskuit (cookies) adalah jenis makanan kering

    atau makanan panggang yang terbuat dari serealia seperti gandum, jagung, oat,

    barleydan sebagainya yang mengandung kadar air lebih kecil dari 5 % dan jikadiisi, didekorasi atau ditambahkan dengan bahan lain seperti krim, icing

    (krim gula), jam, jelly dan sebagainya maka kadar airnya dapat melebihi 5 %

    (Manley, 1998).

    Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang

    adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan

    bahan pengembang, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain

    yang diizinkan (Departemen Perindustrian, 1990).

    Berdasarkan SII 0177-90, biskuit digolongkan menjadi empat jenis, yaitu

    biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit

    manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan penampang

    potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

    (Departemen Perindustrian, 1990).

    Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui

    proses fermentasi atau pemeraman. Bentuk crackers pipih yang rasanya lebih

    mengarah ke rasa asin dan relatif renyah serta bila dipatahkan penampang

    potongannya berlapis-lapis (Departemen Perindustrian, 1990).

    Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar

    lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya

    bertekstur kurang padat. Waferadalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair,

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    32/124

    16

    berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya

    berongga-rongga (Departemen Perindustrian, 1990).

    Sedangkan biskuit atau cookies digolongkan menurut sifat adonannya,

    yaitu adonan pendek dan lunak, adonan keras dan adonan fermentasi

    (Sunaryo, 1985). Pada adonan lunak, gluten tidak sampai mengembang akibat

    shortening effectdari lemak, efek pelunakan dari gula atau kristal sukrosa. Contoh

    biskuit yang menggunakan adonan lunak adalah biskuit glukosa, biskuit krim,

    biskuit buah, biskuit jahe dan biskuit kacang (Departemen Perindustrian, 1990).

    Pada adonan keras, gluten mengembang sampai batas tertentu dengan

    penambahan air. Selama adonan tersebut terjadi ikatan pati dan protein,

    larutan gula, garam serta pengembangan dan dispersi lemak ke seluruh bagian

    adonan. Contoh dari jenis ini adalah biskuit marie dan biskuit rich tea(Departemen Perindustrian, 1990).

    Sedangkan pada adonan fermentasi, gluten mengembang penuh karena air

    yang ditambahkan memungkinkan kondisi tersebut. Contoh dari biskuit ini adalah

    biskuit crackers (Departemen Perindustrian, 1990).

    Tabel 7. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992

    Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (1992).

    Biskuit yang berkualitas tinggi mempunyai lapisan kulit coklat keemasan

    tanpa noda-noda coklat. Biskuit simetris, lembut, bagian atas rata dan sisi-sisi

    lurus. Lapisan kulit renyah dan lembut, butiran halus dan lunak. Berdasarkan

    Standar Nasional Indonesia 01-2973-1992, syarat mutu biskuit adalah seperti

    disajikan pada Tabel 7 di atas.

    No Karakteristik Syarat Mutu

    1

    23

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    Kadar air (maksimum)

    Kadar protein (minimum)Kadar lemak (minimum)

    Kadar abu (maksimum)

    Kadar logam berbahaya

    Kadar serat kasar

    Kalori (minimum)

    Jenis tepung

    Bau dan rasa

    Kadar karbohidrat (minimum)

    Warna

    5,00 %

    9,00 %9,50 %

    1,50 %

    Negatif

    0,50 %

    400 kkal/100 g

    Terigu

    Normal, tidak tengik

    70,00 %

    Normal

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    33/124

    17

    2.3.2. Proses pembuatan biskuit

    Ada dua metode dasar pencampuran adonan biskuit, yaitu metode krim

    (creaming methode) dan metode all in. Pada metode krim bahan-bahan tidak

    dicampur secara langsung melainkan dicampur secara bertahap. Urutan

    pencampuran, yaitu lemak, telur dan gula, kemudian ditambah pewarna dan

    essens, dimasukkan susu, diikuti penambahan bahan kimia aerasi berikut garam

    yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Sedangkan pada metode all in,

    semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini

    dilakukan sampai adonan cukup mengembang (Whiteley, 1971).

    Umumnya pembuatan biskuit dimulai dengan pembentukan krim dari

    gula, lemak dan telur. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan

    food processor berkecepatan tinggi sampai mengembang. Setelah mengembangditambahkan secara perlahan-lahan bahan-bahan lain, tepung dan air sehingga

    terbentuk adonan biskuit. Selama pembentukan adonan, waktu pencampuran

    harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dan dengan

    pengembangan gluten yang diinginkan. Pengadukan yang berlebihan akan

    menyebabkan kerusakan gluten sehingga biskuit retak saat dipanggang. Namun

    sebaliknya, jika pengadukan kurang lama maka adonan akan sedikit menyerap air

    sehingga membuat adonan kurang elastis dan mudah patah (Sunaryo, 1985).

    Pengadonan merupakan proses pencampuran dari berbagai bahan dasar

    agar semua bahan tercampur merata (homogen). Pengadonan merupakan faktor

    yang sangat penting (kritis) dalam pembuatan biskuit. Pengadonan akan

    menentukan tekstur biskuit yang dihasilkan. Mutu adonan antara lain dipengaruhi

    oleh jumlah air yang ditambahkan, lama pengadukan dan temperatur pengadukan.

    Jika jumlah air yang ditambahkan terlalu banyak, maka adonan akan menjadi

    basah dan lengket, sehingga menyulitkan dalam proses selanjutnya. Lama

    pengadukan yang baik biasanya antara 15-25 menit. Jika waktunya kurang dari 15

    menit atau lebih dari 15 menit, kondisi adonan akan menjadi rapuh, keras dan

    kering. Suhu yang baik selama pengadukan antara 25-40oC (Manley, 1998).

    Alat yang digunakan dalam pengadukan (pengadonan) sangat bervariasi.

    Alat pengaduk (mixers) sangat berperan terhadap sifat reologi dari adonan dan

    biskuit yang dihasilkan. Alat pengaduk yang dapat digunakan antara lain:

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    34/124

    18

    Vertical spindle mixers, High speed mixers, Weigh mixers, Continuous mixers,

    Small batch mixers dan lain-lain. Spesifikasi masing-masing alat disesuaikan

    dengan jenis biskuit yang akan dibuat (Manley, 1998).

    Adonan kemudian digiling menjadi lembaran (tebal 0,3 cm), dicetak

    sesuai keinginan dan disusun pada loyang, kemudian dipanggang dalam oven.

    Penggilingan (pelempengan) dan pencetakan adonan sebaiknya dilakukan segera

    mungkin setelah adonan terbentuk. Penggilingan dilakukan berulang agar

    dihasilkan adonan yang halus dan kompak (Sunaryo, 1985).

    Tahap pemanggangan merupakan proses yang kritis dalam produksi

    biskuit. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemanggangan, diantaranya

    adalah tipe oven, metode pemanasan dan tipe-tipe bahan yang digunakan. Kondisi

    pemanggangan yang benar akan menghasilkan biskuit dengan penampakan dantekstur yang diinginkan serta kandungan airnya minimal 1 % (Whiteley, 1971).

    Pemanggangan biskuit dapat dilakukan pada selang antara 2,5 menit

    sampai 30 menit tergantung suhu, jenis oven dan jenis biskuitnya. Makin sedikit

    kandungan gula dan lemak, biskuit dapat dipanggang pada suhu yang lebih tinggi

    (177-204oC). Pemanggangan biskuit dapat juga dilakukan pada suhu 220

    oC

    dalam waktu sekitar 12-15 menit (Sultan, 1983). Biskuit yang dihasilkan segera

    didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan biskuit akibat memadatnya

    gula dan lemak (Sunaryo, 1985).

    Selama pemanggangan berlangsung terjadi perubahan-perubahan, seperti

    pengurangan densitas produk biskuit karena pengembangan tekstur berpori

    (perubahan tekstur), pengurangan kadar air menjadi 1-4 % dan perubahan warna

    permukaan biskuit. Perubahan yang terjadi pada awal pemanggangan adalah

    peningkatan volume biskuit yang disebabkan oleh gelatinisasi akibat air terbatas,

    pengembangan komplek pati-protein-air membentuk struktur biskuit, terlepasnya

    CO2dari dalam ke permukaan dan menguapnya air, maka struktur biskuit menjadi

    keras (Manley, 1998).

    Selama pemanggangan juga terjadi proses gelatinisasi pati. Gelatinisasi

    pati terjadi ketika pemanggangan antara suhu 52-99oC. Sedangkan denaturasi dan

    koagulasi protein terjadi pada suhu di atas 70oC dan gas CO2terlepas jika suhu

    mencapai 65 oC. Lemak mencair pada suhu kurang dari 50 oC dan kemudian akan

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    35/124

    19

    segera membentuk komplek dengan bahan lainnya, serta selama pemanggangan

    terjadi distribusi (dispersi) lemak ke seluruh struktur biskuit (Manley, 1998).

    Peningkatan suhu dan uap air pada biskuit selama pemanggangan

    menyebabkan gelembung udara pecah meninggalkan bekas pori-pori. Keadaan ini

    diikuti oleh menguapnya uap air, struktur komplek pati-protein menjadi keras,

    sehingga struktur biskuit menjadi keras dan berpori. Meningkatnya suhu

    menyebabkan perpindahan uap air dari adonan keluar melalui proses kapiler dan

    difusi (Manley, 1998).

    Setelah proses pemanggangan selesai dilakukan, maka proses selanjutnya

    adalah pendinginan. Pendinginan ini bertujuan untuk menurunkan suhu biskuit

    dengan cepat. Selain itu, pendinginan dilakukan agar segera terjadi pengerasan

    biskuit karena sesaat setelah pemanggangan biskuit, lemak dan gula masihberbentuk cair sehingga tekstur biskuit agak lunak dan elastis. Jika sudah dingin

    lemak dan gula kembali menjadi padat dan tekstur mengeras (Manley, 1998).

    2.3.3. Bahan-bahan dalam Pembuatan Biskuit

    Bahan-bahan pembentuk biskuit dibagi menjadi dua bagian, yaitu bahan

    yang berfungsi sebagai pengikat dan bahan yang berfungsi sebagai

    pelembut tekstur yang akan mempengaruhi produk akhir. Bahan yang berfungsi

    sebagai pengikat atau pembentukan adonan yang kompak adalah tepung terigu,

    susu, air dan putih telur. Sedangkan yang termasuk dalam bahan pelembut adalah

    gula, margarin, bahan pengembang dan kuning telur (Matz dan Matz, 1978).

    2.3.3.1. Tepung terigu

    Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji-

    biji gandum yang sehat dan telah dibersihkan. Tepung terigu merupakan

    bahan dasar pembuatan biskuit dan jumlahnya paling banyak. Tepung terigu

    berfungsi sebagai pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau

    mengikat bahan lainnya dalam adonan. Tepung terigu merupakan tepung yang

    sering digunakan dalam pembuatan berbagai bahan pangan rumah tangga maupun

    industri pangan.

    Tepung terigu diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan kandungan

    proteinnya, yaitu (1) Hard flour, yaitu terigu dengan kualitas yang baik.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    36/124

    20

    Kandungan proteinnya sekitar 12-13 %. Tepung ini biasanya digunakan untuk

    pembuatan roti dan mi berkualitas tinggi; (2) Soft wheat, terigu dengan kandungan

    protein sebesar 7-8,5 %. Penggunaannya cocok untuk bahan pembuatan kue dan

    biskuit; (3) Medium hard flour, yaitu terigu dengan kandungan protein 9,5-11 %.

    Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mi dan macam-macam kue

    serta biskuit (Manley, 1998).

    Gandum merupakan bahan dasar dari tepung terigu. Sampai sekarang tidak

    ada bahan dasar lain sebagai pengganti gandum untuk membuat tepung terigu

    karena gandum adalah satu-satunya jenis biji-bijian yang mengandung gluten

    (Marliyati et al., 1992).

    Terigu mengandung protein sebesar 7-22 %. Minimal terigu tersusun dari

    lima jenis protein, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin dan protease yanglarut dalam garam tetapi tidak atau sedikit larut dalam air, gliadin yang larut

    dalam alkohol 70-90 % dan glutenin yang larut dalam asam atau basa tetapi tidak

    larut dalam air, garam maupun alkohol (Fennema, 1996). Glutenin dan gliadin

    bila dicampur dengan air akan membentuk gluten (Winarno, 1997).

    Adanya air di dalam adonan dapat menyebabkan pembentukan massa yang

    bersifat ekstensible dan elastis yang disebut sebagai gluten yang berasal dari

    gliadin dan glutenin. Karena sifat fisik dari glutenin elastis dan juga ekstensible

    maka adonan mempunyai kemampuan menahan gas pengembang yang pada

    akhirnya menyebabkan terjadinya pengembangan adonan (Winarno, 1993).

    Untuk membuat adonan suatu produk yang dapat mengembang maka

    dipilih tepung terigu yang berkadar gluten tinggi. Dengan adanya kadar gluten

    yang tinggi maka ada kecenderungan untuk menyerap air lebih banyak sehingga

    adonan yang dihasilkan mempunyai daya kembang yang lebih baik, elastis tetapi

    lengket (Fennema, 1996).

    2.3.3.2. GulaFungsi gula dalam pembuatan biskuit adalah sebagai pemberi rasa manis,

    pembentuk tekstur (pelembut) dan pemberi warna pada permukaan biskuit. Selain

    itu juga membantu pembentukan krim dan pengocokan pada proses pencampuran

    serta menambah nilai gizi. Penggunaannya harus tepat, baik jumlah maupun

    bentuknya (Matz dan Matz, 1978).

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    37/124

    21

    Meningkatnya kadar gula di dalam adonan biskuit akan membuat biskuit

    semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus sesingkat

    mungkin, agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan

    dapat mempercepat proses pembentukan warna.

    2.3.3.3. Lemak

    Lemak dan minyak termasuk komponen ketiga terpenting dalam industri

    biskuit (Manley, 1998). Fungsi lemak dalam pembuatan biskuit antara lain,

    (1) memperbaiki cita rasa dan tekstur dalam bahan pangan (Winarno, 1997),

    (2) pada adonan memberi shortening effect, elastis dan melunakkan tekstur,

    sehingga setelah proses pemanggangan tekstur biskuit tidak terlalu keras dan

    mudah lumat di dalam mulut (Manley, 1998), (3) pada krim dan pelapis, lemak

    memberikan rasa flavor yang unik serta memberikan lapisan mengkilap pada

    permukaan biskuit (Manley, 1998).

    Jumlah lemak yang ditambahkan tergantung dari jenis adonan dan jenis

    biskuit. Beberapa contoh lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit

    antara lain mentega, margarin, lemak hewan, minyak nabati dan krim susu

    (Manley, 1998).

    2.3.3.4. Susu

    Penggunaan susu untuk produk-produk bakery berfungsi membentuk

    flavor, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat karena

    adanya protein berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi pencoklatan

    dan menambah keempukan karena adanya laktosa. Alasan utama pemakaian susu

    dalam pembuatan biskuit adalah untuk meningkatkan nilai gizi. Susu mengandung

    protein (kasein), gula laktosa dan mineral kalsium. Susu juga memberikan efek

    terhadap warna biskuit dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya

    (Matz dan Matz, 1978).

    2.3.3.5. Telur

    Telur berperan dalam pemberian bentuk dan tekstur serta flavor biskuit

    yang baik (Sultan, 1983). Bila telur yang digunakan lebih banyak, maka biskuit

    yang dihasilkan akan lebih mengembang dan menyebar. Telur dapat melembutkan

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    38/124

    22

    tekstur biskuit dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur.

    Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur

    (Matz dan Matz , 1978).

    Tabel 8. Komposisi kimia telur segar

    Komposisi Persentase

    Air 74,8

    Lemak 10,9

    Lesitin 1,5

    Protein 12,3Sumber : Manley (1998)

    Lesitin dalam adonan biskuit dapat menambah shortening effect dari lemak

    dan akan meningkatkan kecenderungan lemak menutupi atau menyebar diantara

    sejumlah kecil partikel gula yang basah, tepung dan sebagainya yang tidak akan

    menolak adanya lemak. Adanya emulsifikasi lesitin, membuat adonan yang manis

    terlihat lebih kering. Selain itu, lesitin juga akan mempercepat dispersilemak dan

    meratakan komponen-komponen dalam adonan, sehingga waktu yang dibutuhkan

    untuk pengadonan dapat diperpendek (Matz dan Matz, 1978).

    2.3.3.6. Garam

    Garam digunakan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang

    digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebagian besar formulasi biskuit

    menggunakan satu persen garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal kecil

    (halus) untuk mempermudah kelarutannya (Matz dan Matz, 1978).

    Jumlah garam yang ditambahkan tergantung dari beberapa faktor, terutama

    jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan

    membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

    Faktor lain yang menentukan adalah formula yang dipakai. Formula yang lebih

    lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak.

    2.3.3.7. Bahan pengembang

    Bahan pengembang adalah zat anorganik yang ditambahkan ke dalam

    adonan (bisa tunggal atau campuran) untuk menghasilkan gas CO2 membentuk

    inti untuk perkembangan tekstur (Sunaryo, 1985). Bahan pengembang yang biasa

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    39/124

    23

    digunakan dalam biskuit adalah baking powder dan ammonium bikarbonat.

    Baking powderadalah campuran sodium bikarbonat (NaHCO3) dan asam, seperti

    sitrat atau tartarat.Baking powdermemiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan

    tahan selama pengolahan (Matz dan Matz, 1978).

    2.3.3.8. Air

    Air digunakan terutama sebagai media dan katalis reaksi yang terjadi

    dalam adonan. Selain itu untuk membentuk adonan dan mempengaruhi

    tekstur produk (Sunaryo, 1985).

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    40/124

    3. METODOLOGI

    3.1. Alat dan Bahan

    Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi alat dan bahan

    pada pembuatan tepung ikan pepetek (LeiognathusSp.) dan tepung ubi jalar putih

    (Ipomoea batatasL.) serta alat dan bahan pada pembuatan biskuit.

    3.1.1. Alat

    Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini meliputi peralatan

    pengolahan dan peralatan analisis. Peralatan pengolahan terdiri dari peralatan

    untuk membuat tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih antara lain alat

    penggiling tepung (Hammer Mill), oven, kompor listrik, dandang, baskom,pengaduk, pengayak, timbangan dan pisau. Sedangkan peralatan untuk membuat

    biskuit antara lain baskom, oven,food processormerkPhilips dengan kecepatan

    tinggi, loyang, talenan, cetakan biskuit dan pengaduk.

    Sedangkan untuk keperluan analisis, baik untuk analisis kimia maupun

    analisis fisik, peralatan yang diperlukan antara lain neraca analitik, gegep, oven,

    cawan porselen, desikator, alat destilasi, kertas saring, soxhlet, kapas bebas lemak,

    labu lemak, pH meter, tanur, penangas air, labu takar, gelas ukur, erlenmeyer,

    gelas piala, labu Kjeldahl, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS),

    WhitenessmeterdanRheoner RE-3305.

    3.1.2. Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan pepetek

    (Leiognathus Sp.), ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) dan tepung terigu. Ketiga

    tepung ini merupakan bahan baku dalam pembuatan biskuit. Ikan pepetek

    diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilincing, Jakarta Utara.

    Ikan pepetek dibeli langsung setelah turun dari kapal dan ditangani denganmenggunakan es. Pengangkutan ikan pepetek dari tempat pelelangan ikan sampai

    di laboratorium dilakukan secara rantai dingin dengan menggunakan steroform

    yang diberi es curai. Sedangkan ubi jalar putih didapatkan dari Pasar Bogor.

    Adapun bahan-bahan lain yang dibutuhkan dalam pembuatan biskuit adalah

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    41/124

    25

    margarin, kuning telur, gula halus, baking powder, vanili, susu full cream dan

    garam halus.

    Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis fisiko-kimia antara lain:

    H2SO4, NaOH, HCl, H3BO3, Na2CO3, HNO3, NaHCO3, aquades, petroleum eter,

    larutan heksan, tablet kjeltab, kertas saring Whatman42, pepsin dan pankreatin.

    3.2. Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian tahap I dan

    penelitian tahap II. Penelitian tahap I meliputi analisis kimia ikan pepetek,

    mempelajari karakteristik tepung ikan pepetek dan mempelajari karakteristik

    tepung ubi jalar putih dengan melakukan analisis fisiko-kimia tepung ikan pepetek

    dan tepung ubi jalar putih yang meliputi analisis proksimat, analisis kalsium,

    derajat putih dan rendemen.

    Penelitian tahap II, yaitu pembuatan biskuit dengan formulasi yang telah

    ditentukan (modifikasi Artama, 2003), uji organoleptik untuk mengetahui tingkat

    kesukaan panelis dan analisis fisiko-kimia biskuit meliputi analisis proksimat,

    analisis kalsium, bioavailabilitas kalsium, daya cerna protein in vitro, pH dan

    kekerasan.

    3.2.1. Penelitian Tahap I

    Penelitian tahap I merupakan penelitian pendahuluan sebelum dilakukan

    pembuatan biskuit. Pada tahap I ini terdiri dari analisis kandungan kimia ikan

    pepetek, karakteristik tepung ikan pepetek dan karakteristik tepung ubi jalar putih.

    3.2.1.1. Analisis kandungan kimia ikan pepetek

    Sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut, terlebih dahulu dilakukan

    analisis kandungan kimia ikan pepetek (Ipomoea batatas L.), untuk mengetahui

    kondisi ikan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Analisis kimia yang

    dilakukan, yaitu analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, kadar abu,

    kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat (by difference).

    3.2.1.2. Karakteristik tepung ikan pepetek

    Karakteristik tepung ikan pepetek yang dipelajari adalah karakteristik

    fisiko-kimia yang meliputi analisis proksimat, analisis kalsium, derajat putih dan

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    42/124

    26

    rendeman. Sebelum mempelajari karakteristik tepung ikan pepetek terlebih dahulu

    dilakukan persiapan bahan berupa pembuatan tepung ikan pepetek.

    Pada proses pembuatan tepung ikan pepetek, dimulai dengan pembuangan

    jeroan dan pencucian dengan air mengalir. Hampir semua bagian tubuh

    ikan pepetek digunakan dalam proses pembuatan tepung ikan, seperti bagian

    daging, tulang, kulit, sirip dan kepala. Hal ini dilakukan karena ikan pepetek

    memiliki ukuran yang kecil dan banyak durinya sehingga sulit untuk memisahkan

    bagian daging dari tulangnya. Selain itu, agar diperoleh rendemen tepung ikan

    yang lebih besar sehingga lebih bernilai ekonomis. Tulang ikan pepetek juga

    dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium pada tepung ikan.

    Tubuh ikan dipotong kecil-kecil dengan ukuran sekitar 2 x 2 cm. Hal ini

    dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan dilakukan denganmenggunakan oven pada suhu 5055 oC selama 8 jam (Juwono, 1989).

    Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi jumlah kandungan air di

    dalam suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan

    energi panas (Marliyati et al., 1992).

    Sebelum dioven, ikan dikukus dengan air mendidih selama 10 menit. Hal

    ini dimaksudkan untuk menginaktifkan enzim dan mikroba pada ikan sehingga

    dapat mencegah pembusukan pada waktu pengeringan (Marliyati et al., 1992).

    Selain itu, juga bertujuan untuk memperlunak tekstur daging dan tulang ikan

    untuk memudahkan dalam proses penggilingan.

    Setelah ikan dikukus, dilakukan pengepresan bahan dengan tujuan untuk

    mengurangi kadar air pada ikan sehingga mempercepat proses pengeringan ikan.

    Jika proses pengepresan ini dihilangkan maka ikan akan sulit kering dan ikan

    dapat mengalami proses pembusukan sebelum terjadi pengeringan karena

    kandungan air yang cukup tinggi.

    Ikan yang sudah kering dihaluskan dengan Hammer Mill dan disaring

    dengan ukuran 60 mesh. Tepung dengan ukuran 60 mesh merupakan tepung yang

    cukup halus untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biskuit.

    Diagram alir proses pembuatan tepung ikan pepetek dapat dilihat pada Gambar 4.

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    43/124

    27

    3.2.1.3. Karakteristik tepung ubi jalar putih

    Karakteristik tepung ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.) yang dianalisis

    adalah karakteristik fisiko-kimia yang meliputi analisis proksimat,

    analisis kalsium, derajat putih dan rendemen. Sebelum mempelajari karakteristik

    tepung ubi jalar putih terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan berupa

    pembuatan tepung ubi jalar putih.

    Proses pembuatan tepung ubi jalar putih melibatkan beberapa tahap

    penting, yaitu tahap pengeringan dan tahap penggilingan. Proses pembuatan

    tepung ubi jalar putih antara lain: pemilihan ubi jalar yang bagus dan segar,

    kemudian dibersihkan dengan air bersih. Ubi jalar yang telah bersih dikupas

    kulitnya dan dipotong tipis-tipis dengan tebal sekitar 3-5 mm. Proses pemotongan

    ini dilakukan untuk mempercepat waktu pengeringan dan mencegah timbulnyacase hardenning pada ubi jalar. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan

    oven pada suhu 5055oC selama 8 jam. Penggunaan oven dilakukan agar kondisi

    suhu pengeringan dapat lebih dikontrol dan pada umumnya proses

    pengeringannya dapat dilakukan lebih cepat dari pengeringan dengan

    menggunakan sinar matahari (Koswara et al., 2003).

    Pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu sehingga enzim atau

    mikroba penyebab kerusakan bahan pangan menjadi tidak aktif atau mati. Selain

    itu, pengeringan juga bertujuan agar volume bahan pangan menjadi lebih kecil

    sehinga mempermudah pengangkutan, penghematan biaya pengangkutan dan

    menghemat ruang pengangkutan, pengepakan maupun penyimpanan

    (Marliyati et al., 1992).

    Proses penggilingan dilakukan untuk memperhalus ukuran ubi jalar putih

    untuk mendapatkan tepung. Proses penggilingan ini dilakukan dengan

    menggunakanHammer Milldengan ukuran saringan 60 mesh. Diagram alir proses

    pembuatan tepung ubi jalar putih dapat dilihat pada Gambar 5.

    3.2.2. Penelitian Tahap II

    Setelah penelitian tahap I selesai dilakukan, dilanjutkan dengan penelitian

    tahap II. Penelitian tahap II terdiri dari formulasi dan pembuatan biskuit,

    uji organoleptik biskuit untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis serta

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    44/124

    28

    analisis fisiko-kimia biskuit yang meliputi analisis proksimat, pH, kalsium,

    bioavailabilitas kalsium, daya cerna protein in vitrodan kekerasan.

    3.2.2.1. Formulasi dan pembuatan biskuit

    Dalam penelitian ini dilakukan penentuan tingkat substitusi

    tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu

    dalam pembuatan biskuit. Perlakuan diberikan dengan formulasi kombinasi

    tepung ikan pepetek dengan tepung ubi jalar putih terhadap kandungan

    tepung terigu tetap yaitu 75 %, kecuali pada kontrol (B0) yang menggunakan

    kandungan tepung terigu 100 % (modifikasi Artama, 2003). Perlakuan yang

    diberikan adalah penambahan tepung ikan pepetek sebesar 0 % (B0), 5 % (B1),

    10 % (B2), 15 % (B3) dan 20 % (B4) (modifikasi Wahyuni, 2005). Sedangkan

    penambahan tepung ubi jalar putih adalah kebalikan dari tepung ikan pepetek,

    yaitu 0 % (B0), 20 % (B1), 15 % (B2), 10 % (B3) dan 5 % (B4) (modifikasi

    Sunandar, 2004). Untuk lebih jelasnya, formulasi pembuatan biskuit dapat dilihat

    pada Tabel 9.

    Tabel 9. Formulasi biskuit dari tepung ikan pepetek, tepung ubi jalar

    dan tepung terigu.

    Tepung pensubstitusiFormulasi Tepung terigu

    Tepung ikan pepetek Tepung ubi jalar putih

    B0 100 0 0

    B1 75 5 20

    B2 75 10 15

    B3 75 15 10

    B4 75 20 5

    Untuk pembuatan biskuit dalam penelitian ini ditetapkan urutan proses

    pembuatan biskuit sebagai berikut: tepung ikan pepetek, tepung ubi jalar putih,

    tepung terigu dan bahan-bahan lain ditimbang sesuai formulasi yang telah

    ditentukan. Margarin, gula halus dan telur dicampur dan dikocok sampai

    mengembang sekitar 15 menit. Setelah mengembang dan bercampur merata,

    ditambahkan bahan-bahan lain satu per satu, yaitu susu full cream, garam, baking

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    45/124

    29

    powder dan vanili sambil diaduk. Ditambahkan tepung terigu, tepung ikan

    pepetek, tepung ubi jalar putih (sesuai formulasi) sedikit demi sedikit dan

    ditambahkan air diaduk dalam Food processor merk Philips dengan kecepatan

    tinggi (tombol no. 2) sampai adonan kalis. Alat pengaduk pada food processor

    berbentuk seperti pisau yang terletak secara horisontal.

    Setelah terbentuk adonan kemudian dicetak pada loyang. Pencetakan

    biskuit dilakukan dengan membuat lembaran adonan kemudian dilakukan

    pelebaran, penipisan dan penghalusan lembaran adonan. Sebelum dicetak,

    lembaran adonan perlu dibiarkan sejenak agar lembaran sedikit mengkerut.

    Kemudian adonan yang telah dicetak tersebut dipanggang dalam oven dengan

    suhu 120 oC selama 30 menit. Diagram alir proses pembuatan biskuit menurut

    Sunaryo (1985) dapat dilihat pada Gambar 6. Sedangkan komposisi bahan-bahanpembuatan biskuit dapat dilihat pada Tabel 10.

    Tabel 10. Formula dasar yang digunakan dalam pembuatan biskuit

    dalam100 gram tepung (modifikasi Manley, 1998).

    No Komposisi Jumlah

    1 Tepung terigu (gram) X

    2 Tepung ikan pepetek (gram) Y

    3 Tepung ubi jalar putih (gram) Z

    4 Gula halus (gram) 20,8

    5 Margarin (gram) 16,1

    6 Air (ml) 17,8

    7 Garam halus (gram) 0,80

    8 Kuning telur (gram) 0,6

    9 Susufull cream (gram) 2,4

    10 Baking powder (gram) 1

    11 Vanili (gram) 1

    Keterangan : X, Y, Z adalah formulasi tepung pada Tabel 9.

    3.2.2.2. Uji organoleptik (Soekarto, 1985)

    Berdasarkan perlakuan tersebut akan dipilih konsentrasi terbaik yang dapat

    diterima panelis dengan menggunakan uji organoleptik berupa uji hedonik dengan

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    46/124

    30

    menggunakan score sheet. Pada tahap ini dilakukan uji subyektif untuk mengukur

    tingkat kesukaan panelis (hedonik), yaitu berupa uji organoleptik yang dilakukan

    terhadap 30 orang panelis semi terlatih dari mahaisiswa Teknologi Hasil Perairan.

    Uji hedonik dilakukan berdasarkan parameter penampakan, tekstur, aroma,

    rasa dan warna. Parameter uji hedonik berupa angka skala 1-7, dimana 1 = sangat

    tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = biasa, 5 = agak suka, 6 = suka,

    7 = sangat suka. Pengolahan data untuk uji organoleptik dilakukan dengan

    menggunakan software (perangkat lunak) Stastical Package for Social Science

    (SPSS) dan menggunakan uji beda nyata jujur (BNJ) sebagai uji lanjutan.

    Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung ikan pepetek

    (modifikasi Juwono, 1989).

    Pengeringan dengan oven

    suhu 50oC-55

    oC selama 8 jam

    Pengepresan / pemerasan

    Penyiangan (dibuang jeroan) dan

    pencucian dengan air mengalir

    Pemotongan kecil-kecil dengan ukuran

    sekitar 2 x 2 cm

    Penghalusan / penggilingan dengan

    Hammer mill

    Penyaringan (60 mesh)

    Pengukusan dengan air mendidih

    selama 10 menit

    Ikan pepetek segar

    Tepung Ikan Pepetek

  • 7/26/2019 Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek Dan Ubi Jalar Putih

    47/124

    31

    Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar putih

    (modifikasi Koswara et al., 2003).

    Penghalusan / penggilingan

    denganHammer mill

    Pengeringan dengan oven

    suhu 50oC selama 8 jam

    Pencucian sampai bersih

    Penyaringan (60 mesh)

    Pemotongan tipis, dengan ketebalan

    sekitar 3-5 mm

    Pengupasan kulit

    Ubi jalar putih

    Tepung Ubi Jalar Puti