Oleh : Dilla Wahyuni NIM : 112110179 JURUSAN GIZI ...
Embed Size (px)
Transcript of Oleh : Dilla Wahyuni NIM : 112110179 JURUSAN GIZI ...

HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT, PROTEIN, LEMAK, DAN SERAT
DENGAN KEJADIAN SINDROMA METABOLIK PADA ORANG
DEWASA DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN
PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2014
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan ke Program Studi D.III Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang
sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang
Oleh :
Dilla Wahyuni
NIM : 112110179
JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
TAHUN 2014

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN D III GIZI
Karya Tulis Ilmiah, Juli 2014
Dilla Wahyuni
Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak, dan Serat dengan Kejadian
Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.
viii + 62 halaman + 13 tabel, 13 lampiran
ABSTRAK
Sindroma metabolik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk
didalamnya pola hidup terutama pola aktivitas dan makanan. Prevalensi kejadian
sindroma metabolik di dunia berkisar 20-25 %, Amerika 23,7 %, Bali 20,3 %, dan di
Surabaya 32 %. Obesitas dan kelainan-kelainan yang menyertainya merupakan
komponen dari sindrom metabolik yang saat ini menjadi epidemik di seluruh dunia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak,
dan serat dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik, menggunakan desain cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat pada bulan September 2013 sampai Juli 2014. Populasi dalam
penelitian ini adalah orang dewasa berumur 30-60 tahun yang memeriksakan
kolesterol lengkap, gula darah puasa dan belum terdiagnosa penyakit. Sampel dalam
penelitian ini diambil secara purposive sampling dan diperoleh sampel sebanyak 56
orang. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan
menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian diperoleh kejadian sindroma metabolik sebanyak 46,4 %,
sebanyak 66,1 % sampel dengan asupan karbohidrat berlebih, 71,4 % asupan protein
berlebih, 73, 4 % asupan lemak berlebih dan 69,6 % asupan serat kurang. Ada
hubungan bermakna antara asupan karbohidrat, lemak, dan serat dengan kejadian
sindroma metabolik dan tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan protein
dengan kejadian sindroma metabolik.
Disarankan kepada Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat untuk lebih
memperkenalkan fasilitas dan jasa medis kepada masyarakat. Disarankan kepada
orang dewasa untuk meningkatkan konsumsi serat dan mengurangi konsumsi
karbohidrat, protein, dan lemak untuk mencegah sindroma metabolik Selain itu bagi
peneliti selanjutnya, bisa menjadikan KTI ini sebagai referensi.
Kata Kunci (Key Word) : Sindroma Metabolik, Asupan Zat Gizi
Daftar Pustaka (42) (1999-2013)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
JURUSAN DIII GIZI
Karya Tulis Ilmiah, Juli 2014
Dilla Wahyuni
Relationship Between Intake Of Carbohydrates, Proteins, Fats, And Fiber To
The Incidence Of Metabolic Syndrome In Adults In The Central Health
Laboratory West Sumatra Province In 2014.
viii+ 62 pages + 13 tables, 12 attachments
ABSTRAK
Metabolic syndrome can be caused by several factors, including lifestyle and
activity patterns, especially food. Prevalence of metabolic syndrome in the world
ranging from 20-25%, U.S 23.7%, Bali 20.3% and Surabaya 32%. The purpose of
this study is to examine the relationship intake of carbohydrates, proteins, fats, and
fiber to the incidence of metabolic syndrome in adults in the Central Health
Laboratory West Sumatra Province.
This research is analytic, using a cross-sectional design. This research was
conducted in the Central Health Laboratory in West Sumatra province in September
2013 to July 2014. Population in this study were adults aged 30-60 years were
examined complete cholesterol, fasting blood sugar and undiagnosed disease. The
samples in this study were taken by purposive sampling and obtained a sample of 56
people. Analysis of the data using univariate and bivariate analysis using the chi-
square test statistic with 95% confidence level.
The result showed the incidence of metabolic syndrome as much as 46.4%, as
many as 66.1% of samples with excessive carbohydrate intake, excess protein intake
of 71.4%, 73.4% excess fat intake and fiber intake of approximately 69.6%. There is
a significant association between the intake of carbohydrates, fats, and fiber with the
incidence of metabolic syndrome and there was no significant association between
protein intake with the incidence of metabolic syndrome.
Suggested to Health Laboratory of West Sumatera to more introduce facilities
and medical services to the community. It is recommended to adults to increase fiber
consumption and reduces the consumption of carbohydrates, proteins, and fats to
prevent metabolic syndrome
Keyword : Metabolic syndrome, intake of nutrients
Bibliography (42) (1999-2013)

RIWAYAT HIDUP
Nama : Dilla Wahyuni
Tempat/Tanggal Lahir : Padang Panjang/30 Juni 1993
Alamat : Jln. Arif Rahman Hakim No. 28 Balai-Balai Dalam,
Padang Panjang Barat.
Nama Orang Tua : Muhammad Yusuf
Nurmiati
Agama : Islam
Pendidikan :
1. SD 09 Padang Panjang, [1999-2005]
2. SMP N 5 Padang Panjang, [2005-2008]
3. SMA N 2 Padang Panjang, [2008-2011]
4. DIII Poltekkes Kemenkes RI Padang, [2011-2014]

KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT dengan berkat
serta rahmat dan karunia-Nya, penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan
oleh penulis meskipun menemukan kesulitan maupun rintangan.
Penyusunan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan suatu rangkaian
dari proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi DIII jurusan Gizi di
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang, dan sebagai prasyarat dalam menyelesaikan
pendidikan DIII Gizi pada masa akhir pendidikan.
Judul Karya Tulis Ilmiah ini “Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein,
Lemak dan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa di
Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat Tahun 2014”.
Pada Kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas
segala bimbingan, pengarahan dari ibu Defriani Dwiyanti S.SiT, M.Kes, selaku
Pembimbing I dan Ibu Ismanilda, S,Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II Karya Tulis
Ilmiah dan dari berbagai pihak yang penulis terima, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ini.
Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada:
1. Bapak Sunardi, SKM, M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Padang.
2. Ibu Hasneli, DCN, M.Biomed, selaku Ketua Jurusan Gizi, dosen Pembimbing
Akademik (PA) dan selaku tim penguji.
3. Ibu Kasmiyetti, DCN, M.Biomed, selaku Ka. Prodi DIII Jurusan Gizi.
4. Ibu Safyanti, SKM, M.Kes selaku tim penguji yang telah banyak memberikan
masukan dan saran guna menyempurnakan karya tulis ini.
5. Pimpinan Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat atas izin
penelitian dan bantuan informasi data yang diperlukan.
6. Kepada keluarga, terutama orang tua dan adik yang telah memberikan
motivasi, semangat, dan do’a yang tulus tak ternilai.
7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan
penulisan karya tulis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga penulis
merasa masih ada belum sempurna baik dalam isi maupun dalam penyajiannya.
Untuk itu penulis selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah Ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua dan menjadi bekal bagi saya dalam mengabdi di masyarakat.
Padang, Juli 2014
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 7
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ................................................. 8
A. Sindroma Metabolik ............................................................... 8
1. Definisi Sindroma Metabolik ............................................. 8
2. Kriteria sindroma Metabolik .............................................. 9
3. Etiologi .............................................................................. 12
B. Faktor yang Dapat Menyebabkan Sindroma Metabolik ............. 13
1. Obesitas............................................................................ 13
2. Resistensi Insulin.............................................................. 15
3. Dislipidemia ..................................................................... 15
4. Hipertensi ......................................................................... 16
C. Penatalaksanaan ...................................................................... 17
1. Penurunan Berat Badan .................................................... 17
2. Medikamentosa ............................................................... 18
D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan sindroma Metabolik 20
1. Konsumsi Makronutrien .................................................. 20
2. Asupan Makanan ............................................................. 21
3. Asupan Kabohidrat .......................................................... 22
4. Asupan Protein ................................................................ 23
5. Asupan Lemak ................................................................ 24
6. Asupan Serat .................................................................... 28
7. Cara Penilaian Konsumsi Pangan ..................................... 31
E. Kerangka Konsep ................................................................... 33
F. Hipotesis ................................................................................ 33
G. Definisi Operasional ................................................................ 34
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 35
A. Desain Penelitian .................................................................. 35

B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 35
C. Populasi dan Sampel ............................................................. 35
D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 38
E. Cara Pengolahan dan analisis Data ......................................... 39
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 41
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 41
B. Gambaran UmumSampel .......................................................... 42
1. Jenis Kelamin ....................................................................... 42
2. Umur ................................................................................... 43
3. Pekerjaan .............................................................................. 43
C. Hasil ......................................................................................... 44
1. Analisa Univariat ................................................................. 44
2. Analisa Bivariat ................................................................... 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 61
A. Kesimpulan ............................................................................... 61
B. Saran ......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindroma Metabolik Menurut WHO ......... 12
Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Kelapa dan Lemak Lain .................. 26
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Jenis Kelamin
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ............................................................................ 42
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Umur di Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ............................................................................ 43
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pekerjaan di Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ............................................................................ 43
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Sindroma Metabolik
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ............................................................................ 44
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Karbohidrat
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ............................................................................ 44
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Protein
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ............................................................................ 45
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Lemak
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ............................................................................ 45
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Serat
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014 ............................................................................ 46
.................................................................................................

Tabel 11. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Sindroma
Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2014 ................................................... 47
Tabel 12. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Sindroma
Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2014 ................................................... 48
Tabel 13. Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Sindroma
Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2014 ................................................... 49
Tabel 13. Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Sindroma
Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2014 ................................................... 50

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian ................................................. 33

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran B : Surat Izin Penelitian dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat
Lampiran C : Jadwal Penelitian
Lampiran D : Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Responden
Lampiran E : Identitas Sampel
Lampiran F : Tabel FFQ semi Kuantitatif
Lampiran G : Master Tabel Hasil Penelitian
Lampiran H : Output Karakteristik Sampel
Lampiran I : Output Hasil Analisa Univariat Variabel Dependent
Lampiran J : Output Hasil Analisa Univariat Variabel Independent
Lampiran K : Output Hasil Uji Chi Square
Lampiran L : Lembar Konsultasi

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak beberapa tahun terakhir sejumlah perubahan yang berhubungan dengan
resistensi insulin termasuk hipertensi, obesitas, hiperinsulinemia,
hipertrigliseridemia dan HDL yang rendah sudah dipahami dengan baik. Sejumlah
perubahan tersebut berkaitan dengan metabolisme dalam tubuh. Perubahan-
perubahan itu bukanlah sebuah penyakit tetapi merupakan sekumpulan kelainan
metabolisme yang saling berinteraksi yaitu obesitas, dan kerentanan metabolisme
endogen.1
Menurut National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults Treatment Panel
III (NCEP ATP III) tahun 2001, sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan
metabolik baik lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor risiko penyakit
jantung koroner yang terdiri atas obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar
Trigliserida tinggi dan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) rendah,
hipertensi dan kadar glukosa plasma abnormal, dimana diagnosis sindroma
metabolik harus memenuhi 3 atau lebih faktor risiko tersebut.2
Sindroma metabolik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk
didalamnya pola hidup terutama pola aktivitas dan makan. Makanan tinggi kalori
dan cepat saji kini mudah didapat di setiap tempat, sangat membantu diantara
kegiatan rutin yang padat. Dengan demikian terciptalah asupan kalori yang tinggi
dengan pemakaian energi yang rendah, lalu sisanya akan tersimpan dalam bentuk

lemak. Sehingga akan terjadi overweight dan obesitas, yang biasanya juga diiringi
dengan resistensi insuilin, dimana resistensi insulin ini berhubungan dan banyak
ditemui bersamaan dengan risiko kardiovaskuler.3
Asupan makanan yang merupakan salah satu faktor dari terjadinya obesitas
yang selanjutnya akan berubah menjadi sindroma metabolik. Asupan makan
dengan jumlah berlebih yang potensial menimbulkan obesitas adalah lemak dan
karbohidrat, karena keduanya apabila berlebih dari jumlah yang dibutuhkan akan
disimpan didalam tubuh dalam sel-sel lemak. Kondisi ini apabila terus
berlangsung tanpa diimbangi dengan pengeluaran energi yang sesuai akan
mengakibatkan terjadi obesitas yang selanjutnya akan berdampak terjadi
peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler.4
Asupan Protein secara berlebihan juga tidak menguntungkan tubuh. Makanan
yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan
kegemukan. Dalam kaadaan berlebih, protein akan mengalami deaminasi.
Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi
lemak dan disimpan di dalam tubuh, dengan demikian memakan protein secara
berlebihan dapat menyebabkan obesitas.5
Penelitian yang dilakukan oleh
Sargowo4, dari hasil analisis hubungan kausal ternyata semakin banyak asupan
makanan seseorang maka kejadian sindroma metaboliknya semakin meningkat.
Riskesdas6
(2007) menunjukkan berdasarkan kriteria WHO prevalensi
masyarakat yang kurang mengonsumsi buah sayur sebesar 93,6 %, dan konsumsi
buah sayur proporsinya semakin rendah dengan semakin rendahnya sosial
ekonomi. Berdasarkan data tersebut dapat menggambarkan tingkat konsumsi serat

masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Serat makanan memberikan manfaat
secara fisiologi yaitu sebagai relaksasi, kontrol kolesterol darah dan kontrol
glukosa darah, dapat mengurangi risiko kanker kolon dan juga membantu
mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung.
Berdasarkan faktor penyebab terjadinya sindroma metabolik, maka sindroma
metabolik dapat menaikan dua kali risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali
pada penyakit diabetes mellitus tipe 2.4 Berdasarkan Rikesdas
7 (2003) prevalensi
PJK 4,3 %, dan hipertensi 28 %. Berdasarkan Rikesdas6 tahun (2007)
menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit jantung 7,2 %, hipertensi 31,7 %,
sedangkan Diabetes Mellitus (DM) 5,7 %, obesitas 19,1 %, dan obesitas sentral
18,8 %.
Menurut data Riskesdas6 (2007) prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT)
di Indonesia adalah 10,2 % dan total diabetes mellitus 5,7 %, sedangkan untuk
prevalensi faktor-faktor risiko sindroma metabolik lain seperti obesitas umum,
obesitas sentral, dan hipertensi yaitu 10,3 %, 18.8 %, dan 29,8 %.
Data epidemiologi menyebutkan prevalensi sindroma metabolik dunia adalah
20-25 %. Hasil penelitian Framingham Off spring Study menemukan bahwa pada
responden berusia 26-82 tahun terdapat 29,4 % pria dan 23,1 % wanita menderita
sindroma metabolik.10
Sedangkan penelitian di Perancis menemukan prevalensi
sindroma metabolik sebesar 23 % pada pria dan 21 % pada wanita.9
Sedangkan
menurut tipe daerah, sindrom metabolik tampak lebih tinggi di daerah perkotaan
(23,6 %) dibandingkan daerah perdesaan (15,7 %). Prevalensi sindroma metabolik

dapat dipastikan cenderung meningkat oleh karena meningkatnya obesitas maupun
obesitas sentral.7
Data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) menunjukkan
prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,13 %.8 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh M Pande Dwipayana et al yang dilakukan pada populasi umum di
Kota Bali (1840 orang) sindroma metabolik didapatkan rata rata 20.3 %, daerah
perkotaan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan pedesaan.
Prevalensi sindroma metabolik cenderung meningkat sampai umur 60 tahun
setelah itu cenderung menurun. Prevalensi antar daerah berbeda, diduga hal ini
berhubungan dengan pola makan dan jumlah asupan garam.9
Pada penelitian populasi di Depok didapatkan bahwa, prevalensi sindroma
metabolik sekitar 26 %, sedangkan pada kelompok umur 55-85 tahun mencapai 36
%.10
Sedangkan prevalensi sindroma metabolik pada remaja Indonesia yang
obesitas di Jakarta Utara dan Selatan sebesar 19,14 % untuk laki-laki dan 10,63 %
untuk perempuan. Penelitian sindroma metabolik pada pasien rawat jalan pernah
dilakukan di Surabaya dengan menggunakan kriteria ATP III maka didapatkan
prevalensi sebesar 32%.11
Berdasarkan Dari data yang didapat di Balai Laboratorium Provinsi Sumatera
Barat dalam buku induk rekaman teknis kimia klinik, bahwa jumlah orang yang
bekunjung dan memeriksakan kadar lipid darah lengkap dan gula darah puasa di
Balai Laboratorium Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah 975 orang.
Dilaboratorium ini belum ada pengukuran tekanan darah dan lingkar pinggang.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan
Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak dan Serat, dengan Kejadian Sindroma
Metabolik Pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2014”
B. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat, dengan
kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat,
dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel sindroma metabolik pada orang
dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun
2014.
b. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan karbohidrat di
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.
c. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan lemak di Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.
d. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan protein di
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

e. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan serat di Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.
f. Diketahuinya hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian sindroma
metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun
2014.
g. Diketahuinya hubungan asupan lemak dengan kejadian sindroma metabolik
pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2014.
h. Diketahuinya hubungan asupan protein dengan kejadian sindroma metabolik
pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2014.
i. Diketahuinya hubungan asupan serat dengan kejadian sindroma metabolik
pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penelitian
Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman serta dapat
mengembangkan kemampuan di bidang penelitian gizi klinik khususnya
sindroma metabolik. Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis
selama mengikuti pendidikan di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Padang.

2. Bagi Responden
Sebagai masukan bagi penderita sindroma metabolik mengenai hal-hal apa
saja yang dapat menyebabkan terjadinya sindroma metabolik dan dapat
mencegah terjadinya penyakit degeneratif.
3. Bagi Institusi
Dapat menambah informasi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat tentang hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat
dengan kejadian sindroma metabolik.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2014 yang diteliti adalah hubungan asupan karbohidrat, protein,
lemak, dan serat, dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

8
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Sindroma Metabolik
1. Definisi
Sindrom X atau sering juga disebut dengan sindroma metabolik adalah
suatu sindrom (kumpulan gejala) yang diamati pada mereka yang meskipun
tekanan darah terkontrol, namun tetap menderita serangan jantung juga.13
Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik
yang berkaitan langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler
artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari dislipidemia
atherogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa pada
sindroma metabolik, keadaan prototrombik, dan proinflamasi.14
Sindroma metabolik adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan
darah tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa
hiperglikemik. Ketika kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu yang sama
pada seseorang, maka orang tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap
penyakit makrovaskuler.15
Berbagai organisasi telah memberikan definisi yang
berbeda, namun seluruh kelompok studi setuju bahwa obesitas, resistensi
insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama sindrom
metabolik.
Berdasarkan The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult
Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III)4, Sindrom Metabolik adalah
seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: 1). Obesitas abdominal

(lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm), 2).
Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 150 mg/dL, atau ≥ 1,69 mmol/ L), 3).
Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria
dan pada wanita < 50 mg/dL atau <1,29 mmol/ L), 4). Peningkatan tekanan
darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 85 mmHg
atau sedang memakai obat anti hipertensi), 5). Peningkatan glukosa darah puasa
(kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dL, atau ≥ 6,10 mmol/ L atau sedang memakai
obat anti diabetes).2
2. Kriteria Sindrom Metabolik
Hingga saat ini ada 3 definisi sindroma metabolik yang telah diajukan,
yaitu definisi World Health Organization (WHO), The National Cholesterol
Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP ATP-
III) dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut
memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda.
Pada tahun 1988, WHO menyampaikan definisi sindroma metabolik dengan
komponen-komponennya antara lain : (1) gangguan pengaturan glukosa atau
diabetes (2) resistensi insulin (3) hipertensi (4) dislipidemia dengan trigliserida
plasma > 150 mg/dL dan kolesterol high density lipoprotein (HDL-C) < 35
mg/dL untuk pria; < 39 mg/dL untuk wanita; (5) obesitas sentral (laki-laki :
waistto-hip ratio > 0,90; wanita: waist-to-hip ratio > 0,85) dan atau indeks
massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2; dan (6) mikroalbuminuria (Urea Albumin
Excretion Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin > 30 mg/g).16

Sindroma Metabolik dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria pertama
dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut. Jadi kriteria
WHO 1999 menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes
mellitus, dan atau resitensi insulin yang disertai sedikitnya 2 faktor risiko lain
yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminaria.16
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien sindroma metabolik
adalah The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment
Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III), yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5
kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita >
88 cm; hipertrigliserida (kadar serum trigliserida > 150 mg/dL), kadar HDL-C
< 40 mg/dL untuk pria, dan < 50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah > 130/85
mmHg, dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL.2
Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas sentral menjadi
indikator utama terjadinya sindroma metabolik sebagai dasar pertimbangan
dikeluarkannya diagnosis terbaru oleh International Diabetes Federation (IDF)
tahun 2005. Seseorang dikatakan menderita sindroma metabolik bila ada
obesitas sentral (lingkar perut > 90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut > 80
cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida > 150
mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia;
(2) HDL-C: < 40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan < 50 mg/dL (1,29
mmol/L) pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar
HDL-C; (3) Tekanan darah: sistolik > 130 mmHg atau diastolik > 85 mmHg
atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula darah puasa (GDP) > 100

mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2. Hingga saat ini masih ada
kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator sindroma metabolik yang
terbaru tersebut.17
Kriteria diagnosis The National Cholesterol Education Program (NCEP)
Adult Treatment Panel III (ATP III) NCEP- ATP III menggunakan parameter
yang lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga
dapat dengan lebih mudah mendeteksi sindroma metabolik. Yang menjadi
masalah adalah dalam penerapan kriteria diagnosis The National Cholesterol
Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP
III) adalah adanya perbedaan nilai “normal” lingkar pinggang antara berbagai
jenis etnis. Oleh karena itu pada tahun 2000 WHO mengusulkan lingkar
pinggang untuk orang Asia ≥ 90 cm pada pria dan wanita ≥ 80 cm sebagai
batasan obesitas sentral.2
Belum ada kesepakatan kriteria sindroma metabolik secara international,
sehingga ketiga definisi itu merupakan yang paling sering digunakan. Tabel 1
berikut menggambaran perbedaan ketiga definisi tersebut.

Tabel 1
Kriteria diagnosis sindroma metabolik menurut WHO (World Health
Organization), The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult
Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III) dan International Diabetes
Federation (IDF)
Komponen
Kriteria diagnosis
WHO:
Resistensi insulin plus
:
Criteria
diagnosis ATP
III : 3
komponen di
bawah ini
IDF
Obesitas
abdominal/
sentral
Waist to hip ratio :
Laki-laki : > 0,9
Wanita : > 0,85 atau
IMB >30 Kg/m
Lingkar perut :
Laki-laki: > 102
cm
Wanita : >88 cm
Lingkar perut :
Laki-laki: ≥90 cm
Wanita : ≥80 cm
Hiper-
trigliseridemia
≥150 mg/dl (≥ 1,7
mmol/L)
≥ 150 mg/dl
(≥1,7 mmol/L)
≥ 150 mg/dl
Hipertensi TD ≥ 140/90 mmHg
atau riwayat terapi anti
hipertensif
TD ≥ 130/85
mmHg atau
riwayat terapi
anti hipertensif
TD sistolik ≥ 130
mmHg
TD diastolik ≥ 85
mmHg
Kadar glukosa
darah tinggi
Toleransi glukosa
terganggu, glukosa
puasa
terganggu,resistensi
insulin atau DM
≥ 110 mg/dl GDP ≥ 100mg/dl
Mikro-
albuminuri
Rasio albumin urin dan
kreatinin 30 mg/g atau
laju eksresi albumin 20
mcg/menit
JAMA 2001; 285: 2486-249.2
3. Etiologi
Suatu hipotesis mengatakan bahwa penyebab utama sindroma metabolik
adalah resistensi insulin. Resistensi insulin berkorelasi dengan timbunan lemak
viseral yang dapat ditentukan dengan mengukur lingkar pinggang atau waist to
hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan Penyakit Kardiovaskuler
(PKV) diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan

disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskuler dan
pembentukan atheroma.18
Hipotesis lain karena perubahan hormonal yang mendasari terjadinya
obesitas sentral. Suatu studi membuktikan bahwa individu yang mengalami
kadar kortisol yang tinggi dalam serum (yang disebabkan oleh stress kronik)
mengalami obesitas sentral, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti
juga mendapatkan bahwa ketidak seimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-
adrenal yang terjadi akibat stress akan menyebabkan terbentuknya hubungan
antara gangguan psikososial dan infark miokard.18
Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya
akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak viseral.20
Salah
satu karakteristik obesitas abdominal atau lemak viseral adalah terjadinya
pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak tersebut akan mensekresi
produk-produk metabolik diantaranya sitokin proinflamasi, prokoagulan,
peptida inflamasi, dan angiotensinogen. Produk-produk dari sel lemak dan
peningkatan asam lemak bebas dalam plasma dapat berpengaruh terhadap
berbagai penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit jantung, hiperlipidemia,
gout, dan hipertensi.14
B. Faktor yang Dapat Menyebabkan Sindroma Metabolik
1. Obesitas
Obesitas sentral atau obesitas viseral terjadi akibat kurangnya aktifitas fisik
dan perubahan pola makan. Peningkatan jumlah lemak yang disimpan dalam
rongga perut. Besar lingkar pinggang berkaitan erat dengan kemungkinan

menderita penyakit diabetes melitus tipe 2 dan penyakit komplikasi dari
sindroma metabolik (hipertensi, kolesterol tinggi, serangan jantung, stroke,
kerusakan hati dan ginjal).20
Berat badan adalah hasil olahan dari jenis makanan yang dimakan dengan
kegiatan atau aktifitas yang dilakukan. Makan dengan sedikit karbohidrat,
banyak protein, lemak dan manis-manis, tanpa diimbangi dengan aktif
berolahraga atau berkegiatan lain, maka akan terjadi surplus kalori yang diubah
menjadi lemak tubuh dan akan mengakibatkan kegemukan.21
1. Cara Mengukur Obesitas sentral
Cara mengukur lingkar pinggang (waist circumference) adalah
mengukur panjang lingkar daerah antara batas bawah tulang rusuk (arkus
kosta) dengan puncak iliaka melewati secara horizontal umbilikus/pusar.
Diukur dengan pita meteran non elastis atau meterline, pita pengukur
menyentuh, tetapi tidak menekan kulit dengan tingkat ketelitian 0,1 cm.22
Lemieux (2000) dalam Fasli Jalal, dkk, menggunakan lingkar pinggang
dan kadar trigliserida untuk mendeteksi sindroma metabolik, menemukan
lingkar pingang ≥ 90 cm dikombinasikan dengan kadar trigliserida plasma
puasa >150 mg/dl dapat mendeteksi penderita sindroma metablik sebanyak
80% dari 185 pria subjek penelitian. Hal ini membuktikan bahwa
pemeriksaan lingkar pinggang dapat digunakan sebagai pemeriksaan uji
saring yang mudah, murah dan berguna untuk mendeteksi sindroma
metabolik.23

2. Kriteria Obesitas Sentral
Kriteria obesitas sentral dari pengukuran lingkar pinggang, jika lingkar
pinggang > 102 cm untuk pria, dan > 88 cm cm untuk wanita. Lingkar
pinggang dikatakan sebagai indeks yang berguna untuk menentukan obesitas
sentral dan komplikasi metabolik yang terkait.2
2. Resistensi Insulin
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindroma
metabolik.24
Resistensi insulin adalah suatu keadaan dimana ambilan glukosa
yang distimulasi oleh isulin di berbagai jaringan seperti liver, jaringan lemak,
otot skeletal berkurang (tidak dapat menggunakan insulin secara efisien)25
sehingga mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat.
Kadar glukosa yang tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan disfungsi
endotel dan akhirnya dapat mempercepat proses aterosklerotik, untuk kadar
insulin yang lebih banyak dari pada normal untuk mempertahankan keadaan
normoglikemi (euglikemi).26
3. Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindroma metabolik ditandai dengan
peningkatan Trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL
biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan
small dense LDL. Konsentrasi Trigliserida plasma meningkat akibat
peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan
produksi trigliserida.
Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan
Trigliserida sehingga terjadi transfer Trigliserida ke HDL. Namun pada orang

dengan resistensi insulin dan konsentrasi Trigliserida normal dapat ditemukan
pada penurunan kolesterol HDL.24
Sehingga terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan
kolesterol HDL disamping peningkatan Trigliserida. Mekanisme ini berkaitan
dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resitensi insulin
sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-1 (Apo A-1) oleh hati
yang selanjutnya melibatkan penurunan kolesterol HDL.24
Peran sistem imunitas pada resitensi insulin juga berpengaruh pada
perubahan profil lipid pada subjek dengan resistensi insulin. studi pada hewan
menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan pada
lipoprotein, protein transport, respetor, dan enzim yang berkaitan sehingga
terjadi perubahan konsentrasi profil lipid.24
4. Hipertensi
Resitensi insulin juga berperan pada patogenesis hipertensi. Insulin
merangsang sistem saraf simpatis sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di
ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi otot polos
pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi
akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi
insulin terjadi akibat ketidakseimbangan efek pressor dan depressor. The insulin
Resistance Atherosclerosis Study melaporkan hubungan antara resistensi insulin
dengan hipertensi pada subjek normal namun tidak pada pasien dengan DM tipe
2.24

C. Penatalaksanaan
Setelah melihat faktor-faktor yang dapat menyebabkan sindroma metabolik
maka kita patut mencegahnya seperti yang telah ditentukan oleh The National
Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III)
(NCEP ATP III) sebagai berikut:
1. Penurunan Berat Badan
Latihan fisik dan diet punya peran penting dalam penurunan sensitifitas
insulin atau diabetes mellitus dan merupakan faktor kunci keberhasilan
pengobatan sindroma metabolik, yaitu dengan cara mengubahan gaya hidup
agar berat badan turun hingga mencapai tingkat ideal. Berhubung pola hidup ini
merupakan suatu kebiasaan yang sudah diterapkan sekian lama, tentunya
diperlukan penyesuaian bertahap dengan bimbingan dan evaluasi yang teratur
dan bijaksana sesuai dengan kondisi pasien.3
Perubahan pola hidup yang dimaksud disini adalah pengaturan diet dan
peningkatan aktifitas fisik (latihan yang berkesinambungan, dengan interval dan
berirama, bertahap sesuai kemampuan fisik) sehingga kemampuan
kardiorespirasi meningkat.28
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, latihan
fisik dan penurunan berat badan terbukti mampu meningkatkan sensitivitas
terhadap insulin. Latihan fisik juga dapat meningkatkan aktivitas enzim lipolisis
dan meningkatkan kadar HDL serta menurunkan kadar trigliserida.3
Pengurangan sebesar 20-30 % dari total kebutuhan kalori perhari dapat
diterapkan pada pasien dengan berat badan lebih atau obesitas. Diet dengan
susunan: 30 % kalori dari lemak, 25 % dari protein dan 55 % dari karbohidrat

dapat dipakai untuk menurunkan kadar trigliserida dan dapat menurunkan berat
badan. Apabila belum tercapai target penurunan berat badan, porsi karbohidrat
dapat dikurangi dan diganti dengan lemak monounsaturated (lemak tidak jenuh
tunggal).27
2. Medikamentosa
a. Terapi Diabetes Mellitus
Obat yang digunakan adalah obat yang dipakai untuk diabetes mellitus
tipe 2, Obat-obatan untuk meningkatkan sensitifitas insulin seperti golongan
metformin saja atau kombinasi dengan golongan tiazolidindion menjadi
pilihan pada sindroma metabolik. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
akibat penurunan kemampuan sekresi insulin dapat diberikan obat pemicu
sekresi insulin, seperti obat golongan sulfoniluria atau glinid, atau dengan
kombinasi pemberian insulin, tergantung kondisi pasien. Pemilihan
kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dipilih dari dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme berbeda.Terapi kombinasi insulin
dengan OHO selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan
sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Kombinasi OHO dengan insulin
yang banyak digunakan adalah kombinasi OHO dengan insulin basal,
menggunakan insulin kerja sedang atau panjang yang diberikan malam
hari.28
b. Terapi Hipertensi
Obat-obatan yang dapat menghambat aktifasi sistem renin angiotensin
aldosteron system seperti golongan angiotensin converting enzyme inhibitors

(ACEI) atau angiotensin reseptor bloker (ARB), merupakan pilihan utama
pada pasien hipertensi yang disertai sindroma metabolik, sesuai dengan
patofisiologi yang diketahui hingga saat ini. Terapi hipertensi dengan obat
golongan ARB, valsartan, terbukti dapat menghambat onset dan progresifitas
menjadi diabetes sampai 23 % dibandingkan dengan amlodipin (VALUE
study).29
c. Terapi dislipidemia
Obat pilihan untuk menurunkan Trigliserida dan menaikkan HDL selain
olah raga pada sindroma metabolik adalah golongan statin. Pada
Scandanavian Simvastatin Survival Study simvastatin terbukti menurunkan
kejadian penyakit jantung koroner sebesar 55 % selama 5 tahun pada
penderita DM. Statin menghambat sintesis kolesterol pada fase awal dengan
menghambat HMG coA reductase dan dapat meningkatkan sintesis LDL
reseptor yang berfungsi sebagai clearance receptor, sehingga mengurangi
kadar kolesterol dalam darah. Efek statin pada penurunan LDL mencapai 18-
55 % dan penurunan trigliserida 7-30 % serta meningkatkan kadar HDL 5-15
%, tergantung dari jenis atau golongan statin yang digunakan. Meskipun
efek penurunan Trigliserida dan kenaikan HDL tidak setinggi golongan
fibrat yang bekerja dengan cara merangsang enzim lipoprotein lipase, namun
statin mempunyai efek pleiotropik yang sangat baik.3
Efek pleiotropik statin diantaranya adalah, untuk menstabilkan plak
aterosklerosis dan mengurangi reaksi inflamasi serta mengurangi proliferasi
otot polos. Statin dapat menstabilkan plak karena dapat menghambat

penetrasi monosit ke sel endotel, menghambat oksidasi LDL dan
menghambat produksi protein matrik metalloproteinase (MMP) yang di
hasilkan oleh makrofag. 3
D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sindroma Metabolik
Konsumsi makanan ialah makanan yang dimakan oleh seseorang dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap manusia membutuhkan makanan untuk melanjutkan
hidupnya. Tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas
hidangan yang dapat dilihat dari semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh
meliputi karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sedangkan kuantitas dapat
dilihat dari jumlah masing-masing zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Tubuh akan mendapatkan kondisi dan kesehatan yang baik apabila makanan yang
dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh baik dari segi kualitas maupun
kuantitas.30
1. Konsumsi Makronutrien
Konsumsi makronutrien adalah konsumsi energi, protein, lemak, dan
karbohidrat. Konsumsi makanan sumber energi yang berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan berat badan yang akhirnya menyebabkan obesitas.
Masalah obesitas timbul akibat ketidak seimbangan energi yang masuk dengan
energi yang keluar yang dikenal dengan keseimbangan energi positif, yaitu
konsumsi energi lebih banyak dari pada yang digunakan sehingga terjadi
perubahan mekanisme metabolisme ketiga zat gizi makro (karbohidrat, protein
dan lemak) terutama kelebihan glukosa akan diubah menjadi glikogen yang
akan disimpan dalam otot dan hati, tetapi kapasitas simpannya terbatas

sehingga kelebihan glukosa harus diubah menjadi bentuk lain yang disimpan
dalam jaringan lemak tubuh (Adipose) sehingga menimbulkan kegemukan atau
obesitas.22
Pola makan gaya barat yang mempunyai karakteristik tinggi asupan lemak,
karbohidrat, protein dan rendah asupan serat berhubungan dengan resistensi
insulin dan obesitas yang merupakan kriteria sindroma metabolik. Kebutuhan
serat harus dipenuhi karena serat dapat memberikan rasa kenyang sehingga
densitas makanan menurun.3
2. Asupan Makanan
Asupan makan merupakan faktor penentu dalam diet, yang digambarkan
dalam frekuensi makan, acara makan, mengabaikan sarapan pagi dan kebiasaan
makan di luar rumah berhubungan dengan obesitas. Telah disepakati bahwa diet
tinggi lemak akan meningkatkan total asupan energi dan meningkatkan
kemungkinan terjadi obesitas. Namun demikian beberapa peneliti telah
membuktikan bahwa IMT berhubungan dengan indeks glikemik yang terkait
dengan diet karbohidrat, karena kualitas makanan terwujud pada proporsi
energi apabila dari sumber karbohidrat menurun maka sumber dari lemak dan
protein meningkat.4
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sargowo4 pada tahun 2011 dari hasil
analisis hubungan kausal ternyata faktor komposisi asupan makan berpengaruh
terhadap sindrom metabolik. Data peneliti menunjukkan semakin banyak
asupan makan maka kejadian sindrom metabolik semakin meningkat. Peneliti
menunjukkan bahwa pada indikator sindrom metabolik, ternyata total kolesterol

mempunyai nilai tertinggi, selanjutnya diikuti oleh indikator lingkar pinggang.
Indikator komposisi asupan makanan yang mempunyai nilai paling tinggi
adalah total kalori diikuti lemak dan karbohidrat.
3. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan bahan bakar utama dalam tubuh untuk penyediaan
energi. Sel-sel tubuh menggunakan karbohidrat terutama dalam bentuk glukosa.
Bentuk monosakarida lain sebagai hasil pencernaan selain glukosa adalah
fruktosa dan galaktosa. Kedua monosakarida ini didalam hati akan
dikomversikan menjadi glukosa.31
Asupan karbohidrat menyebabkan peningkatan glukosa darah dalam tubuh
sehingga pankreas perlu mengeluarkan hormon insulin untuk merangsang
penyerapan glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Glukosa yang tidak dibutuhkan
segera dalam memproduksi energi diubah menjadi glikogen dan lemak tubuh.
Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya berat badan sehingga terjadi
kegemukan atau obesitas.32
Untuk memelihara kesehatan, WHO menganjurkan agar 50%-65%
konsumsi energi total berasal dari karbohidrat komplek dan paling banyak
hanya 10% berasal dari gula sederhana.33
Metabolisme karbohidrat memerlukan insulin sebagai salah satu hormon
yang berperan untuk memelihara keseimbangan kadar glukosa dalam darah.
Hormon ini tidak langsung bekerja pada sel-sel atau jaringan, akan tetapi harus
berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel atau sitosol dari sel. Akan
terjadi kelainan metabolisme apabila ada gangguan pada reseptor spesifik atau

perubahan dari konsentrasinya. Terjadinya penyakit diabetes terkait dengan tiga
kelainan yaitu (1) adanya resistensi insulin di jaringan perifer terutama otot,
lemak dan liver, (2) kelainan pada sekresi insulin terutama dalam merespon
rangsangan glukosa dan (3) meningkatnya produksi glukosa oleh hati.4
4. Asupan Protein
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima
ribu hingga beberapa juta. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat
digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan
jaringan tubuh.33
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena berkaitan erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein berfungsi dalam
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, dan menggantikan sel-sel yang mati.
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh protein juga berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur.34
Sebagai zat pengatur protein berfungsi untuk mengatur proses metabolisme
dalam bentuk enzim dan hormon. Dapat dikatakan bahwa semua proses
metabolik diatur dan dilangsungkan atas pengaturan enzim, sedangkan aktifitas
enzim diatur lagi oleh hormon, agar proses metabolisme dapat berlangsung.
Angka kecukupan Protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil
penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0.75 gram/kg berat badan, berupa
protein patokan tinggi yaitu protein telur (mutu cerna/digestibility dan daya
manfaat/ utility telur adalah 100).33

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang
tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan kegemukan.
Dalam keadaan berlebih, protein akan mengalami deaminasi. Nitrogen
dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak
dan disimpan di dalam tubuh, dengan demikian memakan protein secara
berlebihan dapat menyebabkan kegemukan.5
Hanya sedikit studi yang melihat hubungan antara PJK dengan asupan
protein. Studi yang dilakukan oleh Smit et al menemukan hubungan positif
yang bermakna antara PJK dengan masukan protein. Smit et al menemukan
bahwa kelompok yang mempunyai asupan persentasi serum kolesterol dan B
apolippprotein kuartil terendah dibanding kelompok yang mempunyai asupan
protein hewani tertinggi. Walaupun kebanyakan analisa tersebut memang
memperlihatkan suatu hubungan antara asupan protein dengan PJK namun
analisa tersebut sulit diterjemahkan oleh karena belum dikontrol dengan jenis-
jenis asam lemak.34
5. Asupan Lemak
Asupan lemak memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi
makro lain. Satu gram lemak menyumbang 9 kilokalori. Efek stimulasi
makanan berlemak pada asupan energi karena rasa enak di mulut ketika
mengonsumsi makanan berlemak. Makanan berlemak mengatur sinyal yang
mengontrol rasa kenyang dengan cara melemahkan, menunda, dan mencegah
pada waktu seseorang mengonsumsi makanan berlemak.35

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO 1990
menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 20-30 % kebutuhan energi total
dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam
lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut-lemak. Diantara
lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 8 % dari kebutuhan
energi total berasal dari lemak jenuh, dan 3-7 % dari lemak tidak jenuh ganda.33
Asam Lemak
Asam lemak dibedakan menurut jumlah karbon yang dikandung nya yaitu
asam lemak rantai pendek, (6 atom karbon atau kurang), rantai sedang (8
hingga 12 karbon), rantai panjang (14-18 karbon, dan rantai sangat panjang (20
atom karbon atau lebih).33
Semua lemak bahan makanan hewani dan sebagian besar minyak nabati
mengandung asam lemak rantai panjang, asam lemak rantai sangat panjang
terdapat pada minyak ikan. Titik cair asam lemak meningkat dengan bertambah
panjangnya rantai karbon.35

Tabel 2
Komposisi asam lemak kelapa dan lemak lain (per 100 gram)
Asam Lemak
(g/100 g)
Minyak
Kelapa
Minyak
Sawit
Lemak
Hewani
Minyak
Jagung
Asam-asam lemak jenuh
C4:0
C6:0
C8:0
C10:0
C12:0
C14:0
C16:0
C18:0
Asam lemak rantai
tunggal
C16:0
C18:0
C20:0
C22:0
Asam lemak rantai
panjang tidak jenuh
C18:2
C18:3
C20:5
C22:5
C22:6
Cholesterol
86.50
0.60
7.50
6.00
44.60
16.80
8.20
2.80
5.80
5.80
1.80
1.8
49
1
44
4
39
39
11.5
11
0.5
35
1
25
9
49
3
46
15
14
1
14
12
2
28
27.5
0.5
57.5
57
0.5
Sumber : USDA nutrient Database for standar reference Pehowich dkk,2000
Pada Negara berkembang yang mempunyai 4 musim atau temperature
rendah, sumber lemak yang dipakai adalah lemak yng berasal dari hewani
yang diolah menjadi minyak, susu, mentega. Sumber lemak lain yang
dipakai dinegara tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti minyak
zaitun, kacang tanah, kedelai serta biji-bijian lain.34
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lipoeto et al (2001) tentang
asupan lemak pada etnik Minang Kabau didapatkan bahwa etnik Minang
Kabau mengkonsumsi lemak 10,6-21,7 % dari energi total dengan asam

lemak jenuh (ALJ) 18 %, dan Dilmi Sulastri et al (2005) juga melakukan
penelitian yang sama yaitu presentase asupan jenis asam lemak Etnik
Minang Kabau di Padang : ALJ 23 %, ALJT 7.9 % dan ALJJ 4.9 %.35
Sejauh asupan lemak masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh kita
tetap akan sehat. Tetapi kebanyakan dari kita asupan lebih dari apa yang
diperlukan, yaitu dengan makanan yang mengandung lemak yang kaya akan
kolesterol dalam jumlah yang berlebihan, sehingga kadar kolesterol darah
meningkat sampai diatas angka normal yang diinginkan. Disinilah kolesterol
tersebut berperan negatif terhadap kesehatan.35
Meningkatnya konsumsi lemak ini akan berpengaruh terhadap
terjadinya obesitas. Obesitas merupakan kondisi ketidak normalan atau
kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya
berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga
distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan
risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif.15
Adanya faktor risiko tersebut mempercepat berkumpulnya gejala metabolik
menjadi sindrom metabolik.35
Banyak penelitian telah membuktikan hubungan yang erat antara banyak
lemak viseral dengan resistensi insulin. Lemak yang menumpuk di abdomen
adalah trigliserida, yang merupakan ikatan gliserol dengan asam lemak
bebas. Lemak ini bersifat sangat lipotik artinya sangat mudah terurai,
keadaan hipoglikemia sedikit saja akan menyebabkan lemak ini pecah. Asam

lemak bebas akan dilepaskan sedangkan gliserol akan masuk kedalam proses
pembentukan energi, yang akan mengurangi penggunaan glukosa.34
6. Asupan Serat
Serat adalah sisa sel tanaman setelah dihidrolisa enzim pencernaan mausia
seperti sellulosa, hemisellulosa, pektin, dan lignin, juga polisakarida intraseluer
seperti gum dan musilago. Definisi kimia serat makanan adalah polisakarida
bukan pati tumbuhan (Nonstrarch Polysaccharids) dutamabah lignin.30
Tubuh membutuhkan serat. Dalam saluran pencernaan, serat larut
mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian dikeluarkan
bersama veses, dengan demikian makin tinggi konsumsi serat larut (tidak
dicerna, namun dikeluarkan bersama feses), akan semakin banyak asam
empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh. Dalam hal ini serat membantu
mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Serat larut air menurunkan kadar
kolesterol darah hingga 5 % atau lebih. Serat larut yang terdapat dalam buah-
buahan, sayuran, biji-bijian (gandum), dan kacang-kacangan. Pektin (serat larut
air dari buah) dapat menurunkan kadar kolesterol LDL.36
Efek dari serat
1. Kemampuan menahan air dan Visikositas (membentuk cairan kental),
sehingga memperlambat penyerapan zat-zat organik gizi, menunda
pengosongan makanan dari lambung, hal ini memberi rasa kenyang yang
lama dan mencegah pemasukan kalori yang berlebihan.30
2. Pengikat molekul-molekul organik

Komponen serat terutama lignin, gum, dan pektin, beta glukan mempunyai
sifat mengikat zat-zat organik seperti cairan empedu dan kolesterol. Serat
menurunkan reabsorbsi asam empedu dan memperlambat absorbsi
makronutrien lainnya, sehingga meningkatkan ekresi asam empedu dan
menurunkan asupan ferasi mikroba dan absorbsi energi secara
keseluruhan.30
3. Kemampuan fermentasi, poliferasi mikroba, dan absorbsi air.
Pektin, gum, misiligo dan beberapa hemiselulosa difermentasi oleh macam-
macam bakteri anaerob di kolon. Hasil fermentasi dari serat ini adalah asam
butirat dan asam propionat yang tergolong pada asam lemak rantai pendek
(Short chain fatty acid atau SCFA) Asam butirat ini digunakan sebagai
bahan bakar untuk sel-sel ini. Sedangkan serat yang tidak dapat difermentasi
terutama selulosa dan lignin, hemisellulosa meningkatkan absorb dan
meningkatkan poliferasi mikroba, yang berperan dalam meningkatkan
volume veses.30
Sayur dan buah adalah sumber dari berbagai nutrient seperti vitamin,
mineral, serat dan berbagai jenis biologikal aktif. Biologikal aktif ini dikenal
dengan fitokimia yang termasuk sebagai antioksidan, menurunkan metabolisme
sindroma metabolik kolesterol serta menurunkan tekanan darah.34
Hasil penelitian Esmaillzadeh (2006) di Tehran Iran diperoleh bahwa
konsumsi sayur yang tinggi dihubungkan dengan rendahnya risiko kejadian
sindrom metabolik. Tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi buah
dengan rendahnya kadar kolesterol HDL. Studi cross sectional lain pada

dewasa muda menunjukkan bahwa seseorang dengan sindrom metabolik secara
signifikan memiliki konsumsi sayur dan buah yang rendah dibanding yang
tidak memiliki risiko metabolik.5
Konsumsi tinggi serat menjadi perhatian saat ini, dihubungkan dengan
penurunan insiden beberapa kelainan metabolik seperti hipertensi, diabetes,
obesitas dan juga penyakit jantung dan kanker kolon. Konsumsi gula dengan
pemanis yang rendah energi atau karbohidrat kompleks direkomendasikan
dalam mengurangi intake energi dan menurunkan berat badan.4
Banyak studi menyebutkan bahwa pentingnya konsumsi sayur dan buah
terhadap berbagai penyakit kronis. Konsumsi sayur dan buah dapat mengurangi
risiko sindrom metabolik melalui kombinasi dari antioksidan, serat, potassium,
magnesium dan photochemical lainnya. Konsumsi sayur dan buah dihubungkan
dengan penurunan risiko penyakit jantung koroner. Konsumsi sayur dan buah
menurunkan risiko penyakit jantung melalui penurunan konsentrasi C- Reaktif
Protein (CRP) yang merupakan marker inflamasi. Dalam penelitian ini pula
ditunjukkan bahwa konsumsi dari DASH (Dietary Approaches to Stop
Hipertension) diet antara lain diet kaya sayur dan buah, memiliki efek yang
menguntungkan pada kejadian sindrom metabolik.37
Depkes 2007 menyatakan bahwa konsumsi sayur dan buah sesuai Angka
Kecukupan Gizi (AKG), yaitu minimal 25 gram serat per hari. Sedangkan
menurut WHO angka kecukupan serat untuk orang dewasa adalah 19-30
gr/kap/hari.35

Serat makanan atau dietary fiber merupakan komponen dari jaringan
tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan
usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran
dan buah-buahan. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan
meningkatkan konsumsi dietary fiber dapat menurunkan kadar kolesterol dalam
darah terutama jika dilakukan secara kontinyu.38
7. Cara Penilaian Konsumsi Pangan
Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan sasaran pengamatan
dapat dibagi menjadi tingkat nasional, tingkat rumah tangga dan tingkat
individu.
Metode pengukuran konsumsi makanan individu antara lain recall 24 jam,
estimed food records, penimbangan makanan (food weighing), metode dietary
history dan metode frekuensi makanan (FFQ).
Salah satu metode pengukuran konsumsi makanan individu adalah
frekuensi makanan (food frekuensi atau FFQ). Metode frekuensi makanan
adalah untuk emperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan
makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, dan
tahun.41
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang asupan energi dan
atau zat gizi seseorang dengan menyatakan frekuensi konsumsi sejumlah bahan
makanan atau makanan jadi yang merupakan sumber utama dari zat gizi yang
diteliti.37

FFQ semi kuantitatif digunakan untuk melihat kebiasaan pola konsumsi.
Penilaian dalam jenis FFQ ini yaitu melihat frekuensi jenis makana konsumsi
yang dimakan dalam suatu periode waktu. Kueioner ini dibagi menjadi dua
komponen yaitu daftar makan dan frekuensi maknan. Daftar makanan harus
spesifik untuk jenis makanan tertentu. FFQ semi kuantitatif ini juga melihat
ukuran porsi dapat diperkirakan dengan menggunakan bentuk gambar makanan
sesuai ukuran porsi yaitu dengan food model.
Metode FFQ semi kuantitatif memiliki kelebihan meliputi responden
menjawab pertanyaan tinggi dan bebeas responden rendah, pengukuran relatif
cepat dan tidak mahal, dapat menilai kebiasaan makan responden dan
pewawancarai tidak harus terlatih.
Langkah-langkah melakukan FFQ adalah yang pertama responden diminta
memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai
frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama makanan yang
merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu selama periode tertentu.39
Kelebihan metode frekuensi makanan adalah relatif mudah dan sederhana,
dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus, dan
dapat menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. Sedangkan
kelemahannya sendiri adalah tidak dapat menghitung intake zat gizi sehari, sulit
mengembangkan kuesioner pengumpulan data, cukup menjemukan bagi
pewawancara, perlu percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan
makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner dan responden harus jujur
dan mempunyai motivasi tinggi.39

E. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
1. Ada hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian sindrom metabolik.
2. Ada hubungan asupan lemak dengan kejadian sindrom metabolik.
3. Ada hubungan asupan protein dengan kejadian sindrom metabolik.
4. Ada hubungan asupan serat dengan kejadian sindrom metabolik.
Asupan
Karbohidrat
Asupan Protein
Asupan Lemak
Asupan Serat
Kejadian Sindrom
Metabolik

F. Definisi Operasional
No Variabel Pengertian Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Sindroma
Metabolik
Seseorang dengan memiliki
sedikitnya 3 kriteria berikut:
Obesitas abdominal
(lingkat pinggang/perut
pada wanita > 88 cm dan
pada pria > 102 cm
Peningkatan kadar
trigliserida darah (≥150
mg/dl, atau ≥1,69mmol/L)
Penurunan kadar
kolesterol HDL (<40
mg/dL atau 1.03 mmol/L
pada pria dan pada wanita
<50 mg/dL atau <1,29
mmol/L),
Peningkatan tekanan darah
(tekanan darah sistolik ≥
130 mmHg, tekanan darah
diastolic ≥85 mmHg atau
sedang memakai obat anti
hipertensi),
Peningkatan glukosa darah
puasa (kadar glukosa
puasa ≥ 110 mg/dL atau
≥6,10 mmol/L atau sedang
memakai obat anti
Lingkar perut
:diantara tulang
panggul bagian
atas dan tulang
rusuk bagian
bawah.
Trigliserida,HDL,
kadar gula darah
puasa : dilihat
dari pemeriksan
laboratorium.
Pemeriksaan TD
Meteran,
Pemeriksaan
labor dengan
melihat buku
laporan
pemeriksaan
klinik ,dan
tensimeter
Sindroma Metabolik
jika memeliki ≥ 3
kriteria
Tidak sindroma
Metabolik jika
memiliki < 3 kriteria
Ordinal

diabetes) (NCEP-ATP III
2001)
2. Asupan
Karbohidrat
Jumlah rata-rata karbohidrat
yang didapat dari makanan
yang dikonsumsi sehari-hari
Metode Semi
quantitative food
frequensi
Wawancara Jumlah asupan
karbohidrat dalam gram.
Lebih jika ≥65 % dari
total energi AKG
Kurang jika <65 % dari
total energi AKG
Rujukan : WNPG,2004
Ordinal
3. Asupan
Protein
Jumlah rata-rata protein
yang didapat dari makanan
yang dikonsumsi sehari-hari
Metode Semi
quantitative food
frequensi
Wawancara Jumlah asupan protein
dalam satuan gram.
Dikategorikan menjadi :
Lebih jika ≥110 % dari
total energi AKG
Kurang jika <80 % dari
total energi AKG
Rujukan: WNPG, 2004
Ordinal
3. Asupan
Lemak
Jumlah rata-rata lemak yang
didapat dari makanan yang
dikonsumsi sehari-hari
Metode Semi
quantitative food
frequensi
wawancara Menurut WNPG 2012:
Lebih ≥30% dari total
energi AKG
Kurang jika <20 % dari
total energi AKG
Ordinal
4. Asupan
Serat
Jumlah rata-rata serat yang
didapat dari makanan yang
dikonsumsi sehari-hari
Metode Semi
quantitative food
frequensi
Wawancara Kurang ≤19 gram/hari
Cukup >19 gr perhari
Rujukan : WHO
Ordinal

35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik dengan disain cross sectional study. Dimana
variabel dependen adalah sindrom metabolik dan variabel independennya adalah
asupan karbohidrat, protein, lemak , dan serat, dikumpulkan dalam waktu yang
bersamaan.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat tahun 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2013 sampai
Juli 2014. Pengambilan sampel dilakukan dari bulan Mei sampai Juni 2014.
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah orang dewasa yang berusia 30 – 60 tahun di Kota Padang
yang memeriksakan kesehatan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat tahun 2014. Pembatasan usia ini dilakukan berdasarkan hasil
penelitian yang menunjukan gangguan metabolik terjadi dimulai dari usia 30-
60 tahun keatas cendrung untuk mengalami sindroma metabolik.
2. Sampel
a) Besar sampel
Sampel ditentukan dengan menggunakan rumus estimasi proporsi
dengan populasi finit :

n = besar sampel
N = Jumlah populasi
d = presisi/derajat akurasi yang diinginkan (0,1)
Z1 - /2 = nilai kurva normal pada CI (Confidence Internal) (95%) (1.96)
P = Proporsi suatu kejadian untuk terjadi (32%)
1 – P = Proporsi suatu kejadian untuk tidak terjadi
Perhitungan sampel :
Jumlah sampel yang diperoleh dari perhitungan besar sampel adalah 51
orang dan pemambahan 10% menjadi 56 orang sampel dengan populasi
yang memenuhi semua kriteria sampel.

b) Cara pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling
yaitu sesuai dengan keinginan dari peneliti dan didasari pada suatu
pertimbangan tertentu dibuat oleh penelitian dengan kriteria sampel sebagai
berikut.
1. Usia 30 – 60 tahun
2. Berdomisili di Kota Padang
3. Bersedia menjadi sampel
4. Memiliki data laboratorium yang lengkap (kadar lipid darah lengkap dan
kadar gula darah puasa)
5. Tidak terdiagnosa penyakit jantung dan diabetes mellitus
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder .
1. Data Primer
a. Data lingkar perut yang dikumpulkan melalui pengukuran dengan pita meter
b. Data asupan karbohidrat, protein, lemak dan, serat dikumpulkan melalui
wawancara dengan S-FFQ kuantitatif.
c. Data tekanan darah responden di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat tahun 2014
2. Data Sekunder
a. Data gula darah puasa responden di Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat tahun 2014.

b. Data trigliserida responden di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat tahun 2014
c. Data HDL responden di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat tahun 2014
E. Cara Pengolahan dan Analisis Data
1. Data Kejadian Sindroma Metabolik
Kejadian sindroma metabolik dapat dilihat dari pengukuran kadar lipid
darah lengkap dan GDP. Pada saat pengumpulan data kadar lipid darah lengkap
dan GDP, editing dilakukan dengan cara memeriksa terlebih dahulu form
penulisan kadar lipid darah lengkap dan GDP, apakah data yang diharapkan
sudah lengkap dan apakah penulisan kadar lipid darah dan GDP sudah jelas dan
dapat dibaca. Data kadar lipid darah dan GDP yang sudah dibersihkan ini di
entry ke software pengolahan data. Kemudian data yang tidak sesuai di
Cleaning untuk membersihkan data yang tidak sesuai.
2. Data Asupan
Pada saat pengumpulan data asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak,
dan serat) menggunakan S-FFQ editing langsung dilakukan di lapangan setelah
wawancara selesai dilakukan. Editing dilakukan dengan cara memeriksa
terlebih dahulu form S-FFQ, apakah data yang diharapkan sudah lengkap dan
apakah penulisan angka-angka sudah jelas.
Data asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan serat) yang telah
diediting, diolah dengan menggunakan S-FFQ (komputerisasi). Kemudaian

hasilnya di exsport ke program SPSS dan selanjutnya mengcleaning data yang
salah pada master tabel. Selanjutnya dikategorikan berdasarkan hasil ukur
untuk asupan.
3. Analisis data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi
masing-masing variabel penelitian yang meliputi kejadian sindroma
metabolik, asupan karbohidrat, asupan protein, asupan lemak, dan asupan
serat pada orang dewasa di Balai Laboratorium Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2014.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan dua variabel yaitu
variabel independen dan variabel dependen, yakni meliputi hubungan asupan
karbohidrat, protein, lemak, dan serat dengan kejadian sindroma metabolik
pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2014. Uji yang digunakan dalam analisa bivariat ini adalah uji
chi-squere. Hipotesis akan diuji dengan batas kepercayaan (convidece limit)
95%.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat merupakan
laboratorium berkelas B atas dasar beban kerja dan tugasnya yang berlokasi di
jalan Gajah Mada. Gunung Pangilun Padang. Sesuai dengan Peraturan Daerah No.
22 tahun 2001, tanggal 1 Oktober 2001 tentang perubahan ketentuan mengenai
kedudukan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah dalam lingkungan Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat, sekaligus merubah Keputusan Menteri Kesehatan RI,
maka susunan organisasi dan tata kerja Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera
Barat bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dipimpin oleh seorang
kepala yang membawahi Sub. Bagian Tata Usaha, Seksi Laboratorium Klinik,
Seksi Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Pelayanan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat ada dua
bentuk, yang pertama adalah pelayanan laboratorium klinik yang terutama
berkaitan dengan upaya penyembuhan (Kuratif) dan pemulihan kesehatan
kesehatan (Rehabilitatif), dan yang kedua adalah pelayanan laboratorium
kesehatan masyarakat yang terutama berkaitan dengan upaya peningkatan
kesehatan (Promotif) dan pencegahan penyakit (Preventif).
Pengelolaan disemua bidang kerja pemeriksaan dilakukan oleh tenaga-tenaga
yang profesional yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan baik dari dalam

dan luar negeri serta berpengalaman dibidang masing-masing. Untuk mendukung
terlaksananya pemeriksaan yang optimal. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat menggunakan peralatan yang sudah memenuhi standar untuk
pelayanan laboratorium.
Memperluas cakupan pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan serta
efisiensi pelayanan dilakukan suatu sistem pola tarif yang terjangkau oleh
masyarakat serta system rujukan yang berkesinambungan. Disamping itu Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat juga memberikan fasilitas
konsultasi dokter untuk memberikan pelayanan individu agar klien lebih
memahami arti dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut. Akan tetapi fasilitas
yang disediakan itu kurang dimanfaatkan oleh klien yang memeriksakan darahnya.
B. Gambaran Umum Sampel
1. Jenis Kelamin
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Jenis Kelamin
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Jenis Kelamin n %
Laki-Laki 30 53,6
Perempuan 26 46,4
Total 56 100
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (53,6 %)
sampel adalah berjenis kelamin laki-laki.

2. Umur
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Umur
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Umur n %
30-49 20 34,5
50-60 36 64,3
Total 56 100
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui lebih dari separuh (64,3 %)
sampel berumur 50-60 tahun. Pengelompokan umur ini berdasarkan
pengelompokan umur berdasarkan AKG 2012.42
3. Pekerjaan
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pekerjaan
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Pekerjaan n %
Ibu Rumah Tangga 14 25
PNS 23 41,1
Swasta 9 16,1
TNI 5 8,9
Wiraswasta 5 8,9
Total 56 100
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui hampir dari separuh sampel (41,1
%) bekerja sebagai PNS.

C. Hasil
1. Analisis Univariat
a. Kejadian Sindroma Metabolik
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan maka didapatkan
distribusi frekuensi sampel menurut Sindroma Metabolik dapat dilihat pada
tabel 6.
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Sindroma Metabolik
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Sindroma Metabolik n %
Ya 26 46,4
Tidak 30 53,6
Total 56 100
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui hampir separuh (46,4 %) sampel
menderita sindroma metabolik.
b. Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Karbohidrat
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan maka didapatkan
distribusi frekuensi sampel menurut Asupan Karbohidrat dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Karbohidrat
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Asupan Karbohidrat n %
Lebih 37 66,1
Kurang 19 33,9
Total 56 100

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (66, 1 %)
sampel memiliki asupan karbohidrat yang lebih dari kebutuhan.
c. Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Protein
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan maka didapatkan
distribusi frekuensi sampel menurut Asupan Protein dapat dilihat pada tabel
8.
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Protein
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Asupan Protein n %
Lebih 40 71,4
Kurang 16 28,6
Total 56 100
Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui lebih dari separuh (71, 4 %) sampel
memiliki asupan protein yang lebih dari kebutuhan.
d. Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Lemak
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan maka didapatkan
distribusi frekuensi sampel menurut asupan lemak dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9
Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Lemak
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Asupan Lemak n %
Lebih 41 73,21
Kurang 15 26,78
Total 56 100

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui lebih dari separuh (73, 21 %)
sampel memiliki asupan lemak yang lebih dari kebutuhan.
e. Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Serat
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan maka didapatkan
distribusi frekuensi sampel menurut Asupan Serat dapat dilihat pada tabel
10.
Tabel 10
Distribusi Freuensi Sampel Menurut Asupan Serat
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Asupan Serat n %
Cukup 17 30,4
Kurang 39 69,6
Total 56 100
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui lebuh dari separuh (69,6 %) sampel
memiliki asupan serat yang kurang dari kebutuhan.
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Sindroma Metabolik
Distribusi frekuensi sampel menurut hubungan asupan karbohidrat dengan
kejadian sindroma metabolik dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11
Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Sindroma Metabolik
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Asupan
Karbohidrat
Sindroma Metabolik
Total Sindroma
Metabolik
Tidak Sindroma
Metabolik
n % n % n %
Lebih 22 84,6 16 53,3 37 100,0
Rendah 4 15,4 14 46,7 19 100,0
Total 26 46,4 30 53,6 56 100,0
Chi Square p = 0,021
Berdasarkan tabel 11, dapat diketahui bahwa dari 26 orang yang
mengalami sindroma metabolik ditemukan 22 orang (84,6 %) mengonsumsi
karbohidrat lebih dibandingkan dengan 4 orang (15,4 %) yang mengonsumsi
karbohidrat rendah.
Hasil analisis menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai p 0,021 maka
dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat
dengan kejadian sindroma metabolik.
b. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Sindroma Metabolik
Distribusi frekuensi sampel menurut hubungan asupan protein dengan
kejadian sindroma metabolik dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12
Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Sindroma Metabolik
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Asupan
Protein
Sindroma Metabolik
Total Sindroma
Metabolik
Tidak Sindroma
Metabolik
n % n % n %
Lebih 17 65,4 23 76,7 40 100,0
Kurang 9 34,6 7 23,3 16 100,0
Total 26 46,4 30 53,6 56 100,0
Chi Square p = 0,525
Berdasarkan tabel 12, dapat diketahui bahwa dari 26 orang yang
mengalami sindroma metabolik 17 orang (65,4 %) mengonsumsi protein lebih
dibandingkan dengan 9 orang (34,6 %) yang mengonsumsi protein kurang.
Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p 0,525 maka dapat
disimpulkan tidak ada hubungan yang tidak bermakna antara asupan protein
dengan kejadian sindroma metabolik.
c. Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Sindroma Metabolik
Distribusi frekuensi sampel menurut hubungan asupan lemak dengan
kejadian sindroma metabolik dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13
Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Sindroma Metabolik
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Asupan
Lemak
Sindroma Metabolik
Total Sindroma Metabolik
Tidak Sindroma
Metabolik
n % n % n %
Lebih 23 88,5 19 61,2 41 100,0
Kurang 3 11,5 12 38,7 15 100,0
Total 26 46,4 31 53,6 56 100,0
Chi Square p = 0,032
Berdasarkan tabel 13, dapat diketahui bahwa dari 26 orang yang
mengalami sindroma metabolik 23 orang (88,5 %) mengonsumsi lemak lebih
dibandingkan dengan 3 orang (11,5 %) yang mengonsumsi lemak kurang.
Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p 0,032 maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan
kejadian sindroma metabolik.
d. Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik
Distribusi frekuensi sampel menurut hubungan asupan serat dengan
kejadian sindroma metabolik dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14
Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik
di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014
Asupan
Serat
Sindroma Metabolik
Total Sindroma Metabolik
Tidak Sindroma
Metabolik
n % n % n %
Cukup 2 7,7 14 46,7 16 100,0
Kurang 24 92,3 16 53,3 40 100,0
Total 26 46,4 30 53,6 56 100,0
Chi Square p = 0, 002
Berdasarkan tabel 14, dapat diketahui bahwa dari 26 orang yang
mengalami sindroma metabolik 2 orang (7,7 %) mengonsumsi serat cukup
dibandingkan dengan 24 orang (92,3 %) yang mengonsumsi serat yang kurang.
Hasil analis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p 0,002 maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kejadian
sindroma metabolik.
D. Pembahasan
1. Analisa Univariat
a. Kejadian Sindroma Metabolik
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan kejadian sindroma metabolik
pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat dari 56 orang sampel yaitu sebanyak 26 orang (46,4 %). Kejadian
sindroma metabolik ini hampir separuh dari jumlah sampel. Prevalensi
kejadian sindroma metabolik pada penelitian ini lebih besar dibandingkan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwipayana, dkk10
yang dilakukan
pada populasi umum di kota Bali pada 1840 orang di perdesaan, dimana
yang mengalami sindroma metabolik 20,3 %, begitupun dengan penelitian
yang dilakukan oleh Himpunan Obesitas Indonesia (HISOBI) menunjukkan
prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,13 %.8
Menurut beberapa penelitian kejadian sindroma metabolik lebih banyak
di daerah perkotaan dibandingkan di daerah perdesaan. Prevalensi sindroma
metabolik dapat dipastikan cenderung meningkat oleh karena meningkatnya
obesitas maupun obesitas sentral.7 Hal ini seiring dengan penelitian yang
dilakukan karena didapatkannya komponen sindroma metabolik yang
terbanyak adalah obesitas sentral (82,4 %), sehingga merupakan parameter
yang paling baik untuk menilai sindroma metabolik.
Sindroma metabolik adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan
darah tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa
hiperglikemik. Ketika kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu yang sama
pada seseorang, maka orang tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap
penyakit makrovaskuler.15
Berbagai organisasi memberikan definisi yang
berbeda, namun seluruh kelompok studi setuju bahwa obesitas sentral,
resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama
sindrom metabolik.
Peningkatan prevalensi Sindroma metabolik yang terjadi di Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dapat disebabkan oleh

berbagai faktor, diantaranya keturunan, umur, jenis kelamin, asupan
makanan, aktifitas tubuh, kebiasaan merokok dan banyak faktor lainnya.
Selain itu menurut beberapa penelitian kejadian sindroma metabolik banyak
terjadi di perkotaan disbandingkan perdesaan.
b. Asupan Karbohidrat
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan didapatkan hampirdari
separuh sampel (66,1 %) memiliki asupan karbohidrat yang berlebih. Rata-
rata asupan karbohidrat sampel adalah 314,534 gr, dengan asupan tertinggi
berjumlah 513gr dan terendah berjumlah dan 513 gr karbohidrat/hari.
Karbohidrat merupakan bahan bakar utama dalam tubuh untuk
penyediaan energi. Sel-sel tubuh menggunakan karbohidrat terutama dalam
bentuk glukosa. Bentuk monosakarida lain sebagai hasil pencernaan selain
glukosa adalah fruktosa dan galaktosa. Kedua monosakarida ini didalam hati
akan dikomversikan menjadi glukosa.31
c. Asupan Protein
Berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada 56 orang sampel, lebih
dari separuh sampel (71,4 %) memiliki asupan protein yang berlebih. Rata-
rata asupan protein sampel yaitu 72,070 gr, yang asupannya berkisar antara
41 gr hingga 170 gr protein/hari.
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara
lima ribu hingga beberapa juta. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak

dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-
sel dan jaringan tubuh.3
d. Asupan Lemak
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan didapatkan lebih dari
separuh sampel (73,21 %) memiliki asupan lemak yang berlebih. Rata-rata
asupan lemak sampel adalah 53,054 gr/hari, asupannya yaitu berkisar antara
10 gr – 109,2 gr lemak/hari.
Sejauh asupan lemak masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh kita
tetap akan sehat. Tetapi kebanyakan dari kita asupan lebih dari apa yang
diperlukan, yaitu dengan makanan yang mengandung lemak yang kaya akan
kolesterol dalam jumlah yang berlebihan, sehingga kadar kolesterol darah
meningkat sampai diatas angka normal yang diinginkan. Disinilah kolesterol
tersebut berperan negatif terhadap kesehatan.35
e. Asupan Serat
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan didapatkan sebagian besar
sampel (69,6 %) memiliki asupan serat yang rendah. Rata-rata asupan serat
sampel adalah 15 gr/hari, yaitu asupannya berkisar antara 7 gr – 30 gr/hari.
Serat makanan atau dietary fiber merupakan komponen dari jaringan
tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung
dan usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai
sayuran dan buah-buahan. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa

dengan meningkatkan konsumsi dietary fiber dapat menurunkan kadar
kolesterol dalam darah terutama jika dilakukan secara kontinyu.38
2. Bivariat
a. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Sindroma Metabolik
Hasil analisis statistik terdapat hubungan yang bermakna antara asupan
karbohidrat dengan kejadian sindroma metabolik, hasil analisis statistik
menunjukan adanya hubungan yang bermakna (p < 0,021).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sargowo4 pada tahun 2011 pada kelompok remaja tidak adanya hubungan
yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kejadian sindroma
metabolik. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Maulidya41
tahun 2007 yang dilakukan di SD Pertiwi 2 Padang tentang
obesitas menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara asupan
karbohidrat dengan kejadian berat badan lebih. Dimana obesitas atau berat
badan lebih merupakan komponendari sindroma metabolik.
Karbohidrat merupakan bahan bakar utama dalam tubuh untuk
penyediaan energi. Sel-sel tubuh menggunakan karbohidrat terutama dalam
bentuk glukosa. Bentuk monosakarida lain sebagai hasil pencernaan selain
glukosa adalah fruktosa dan galaktosa. Kedua monosakarida ini didalam hati
akan dikomversikan menjadi glukosa.31
WHO menganjurkan agar 50%-65%
konsumsi energi total berasal dari karbohidrat komplek dan paling banyak
hanya 10% berasal dari gula sederhana.33

Asupan karbohidrat yang berlebih menyebabkan peningkatan glukosa
darah dalam tubuh sehingga pankreas perlu mengeluarkan hormon insulin
untuk merangsang penyerapan glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Glukosa yang
tidak dibutuhkan segera dalam memproduksi energi diubah menjadi
glikogen dan lemak tubuh. Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya berat
badan sehingga terjadi kegemukan atau obesitas.32
Kebiasaan makan yang mempunyai karakteristik tinggi asupan
karbohidrat berhubungan dengan terjadinya resistensi insulin dan obesitas
yang merupakan kriteria sindroma metabolik. Apabila dibiarkan terus
menerus akan berakibat mengalami penyakit degeneratif seperti diabetes
mellitus.
b. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Sindroma Metabolik
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar
sampel memiliki asupan protein lebih >110 % AKG. Hasil penelitian
menunjukkan tidak adanya hubungan antara asupan protein dengan kejadian
sindroma metabolik p > 0,525.
Asupan protein pada penelitian ini memang tidak melihatkan hubungan
yang signifikan antara asupan protein dengan sindroma metabolik. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Smit 34
melihat hubungan yang bermakna
atara asupan protein dengan kejadian PJK. Penelitian ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Maulidya41
tahun 2007 yang dilakukan di SD
Pertiwi 2 Padang tentang obesitas menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna antara asupan protein dengan kejadian berat badan lebih. Dimana
Obesitas atau berat badan lebih merupakan komponen dari Sindroma
Metabolik.
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena berkaitan erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein berfungsi dalam
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, dan menggantikan sel-sel yang
mati. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
karena disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh protein juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.34
Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang
tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan
kegemukan. Dalam keadaan berlebih, protein akan mengalami deaminasi.
Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah
menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh, dengan demikian memakan
protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan.5
c. Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Sindroma Metabolik
Hasil analisis statistik terdapat hubungan yang bermakna antara asupan
lemak dengan kejadian sindroma metabolik, hasil analisis statistik
menunjukan adanya hubungan yang bermakna (p < 0,032). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sargowo4 pada tahun 2011
pada kelompok remaja dimana adanya hubungan yang bermakna antara
asupan lemak dengan kejadian sindroma metabolik. Penelitian ini juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kasmiyetti, dkk34
melihat adanya
hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan kejadian sindroma
metabolik.
Banyak penelitian telah membuktikan hubungan yang erat antara banyak
lemak viseral dengan resistensi insulin. Lemak yang menumpuk diabdomen
adalah trigliserida, yang merupakan ikatan gliserol dengan asam lemak
bebas. Lemak ini bersifat sangat lipotik artinya sangat mudah terurai,
keadaan hipoglikemia sedikit saja akan menyebabkan lemak ini pecah. Asam
lemak bebas akan dilepaskan sedangkan gliserol akan masuk kedalam proses
pembentukan energi, yang akan mengurangi penggunaan glukosa.34
Sejauh asupan lemak masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh kita
tetap akan sehat. Tetapi kebanyakan dari kita asupan lebih dari apa yang
diperlukan, yaitu dengan makanan yang mengandung lemak yang kaya akan
kolesterol dalam jumlah yang berlebihan, sehingga kadar kolesterol darah
meningkat sampai diatas angka normal yang diinginkan. Disinilah kolesterol
tersebut berperan negatif terhadap kesehatan.35
Meningkatnya konsumsi lemak ini akan berpengaruh terhadap
terjadinya obesitas. Obesitas merupakan kondisi ketidak normalan atau
kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya
berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga
distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan
risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif.15

Adanya faktor risiko tersebut mempercepat berkumpulnya gejala metabolik
menjadi sindrom metabolik.35
d. Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar
sampel memiliki asupan serat rendah <19 gr/hari. Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan
kejadian sindroma metabolik p < 0,002.
Hasil penelitian Esmaillzadeh5 pada tahun 2006 di Tehran Iran diperoleh
bahwa konsumsi sayur yang tinggi dihubungkan dengan rendahnya risiko
kejadian sindroma metabolik. Uji cross sectional lain pada dewasa muda
menunjukkan bahwa seseorang dengan sindroma metabolik secara signifikan
memiliki konsumsi sayur dan buah yang rendah dibanding yang tidak
memiliki risiko sindroma metabolik. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa di Balai Laboratorium
Kesehatan Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa sampel dengan
sindroma metabolik memiliki asupan serat yang rendah.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kasmiyetti, dkk34
yang dilakukan pada pasien rawat jalan di Poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit Pemerintah di kota Padang melihat adanya
hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kejadian sindroma
metabolik. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

di Balai Laboratorium sumatera Barat yang melihat adanya hubungan yang
bermakna antara asupan serat dengan kejadian sindroma metabolik.
Masyrakat Sumatera Barat yang umumnya dikenal dengan konsumsi
makanan yang mengandung asam lemak jenuh yang tinggi, buah dan sayur
yang rendah berpotensial menimbulkan obesitas yang merupakan komponen
dari sindroma metabolik. Hal ini sejalan dengan hasil Rikesdas di Indonesia
menunjukkan berdasarkan kriteria WHO prevalensi masyrakat yang kurang
mengonsumsi buah sayur sebesar 93,6 %.
Serat adalah sisa sel tanaman setelah dihidrolisa enzim pencernaan
mausia seperti sellulosa, hemisellulosa, pektin, dan lignin, juga polisakarida
intraseluer seperti gum dan musilago. Definisi kimia serat makanan adalah
polisakarida bukan pati tumbuhan (Nonstrarch Polysaccharids) dutamabah
lignin.30
Tubuh membutuhkan serat. Dalam saluran pencernaan, serat larut
mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian dikeluarkan
bersama veses, dengan demikian makin tinggi konsumsi serat larut (tidak
dicerna, namun dikeluarkan bersama feses), akan semakin banyak asam
empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh. Dalam hal ini serat
membantu mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Serat larut air
menurunkan kadar kolesterol darah hingga 5 % atau lebih. Serat larut yang
terdapat dalam buah-buahan, sayuran, biji-bijian (gandum), dan kacang-

kacangan. Pektin (serat larut air dari buah) dapat menurunkan kadar
kolesterol LDL.36

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hampir separuh (46,4 %) dari sampel mengalami Sindroma Metabolik.
2. Lebih dari separuh (66,1 %) dari sampel memiliki asupan karbohidrat yang
lebih dari kebutuhan.
3. Lebih dari separuh (71,4 %) sampel memiliki asupan protein yang lebih dari
kebutuhan.
4. Lebih dari separuh (73,21 %) sampel memiliki asupan lemak yang lebih dari
kebutuhan.
5. Lebih dari separuh (69,6 %) sampel memiliki asupan serat yang rendah atau
kurang dari kebutuhan.
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kejadian
sindroma metabolik.
7. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara asupan protein dengan
kejadian sindroma metabolik.
8. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan kejadian
sindroma metabolik.
9. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan kejadian
sindroma metabolik.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka peneliti
memberikan saran sebagai berikut :
1. Disarankan kepada Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat untuk lebih
memperkenalkan fasilitas untuk konsultasi dokter kepada masyarakat yang
berkunjung.
2. Disarankan kepada orang dewasa agar meningkatkan asupan serat dan
mengurangi asupan karbohidrat, protein dan lemak untuk mencegah terjadinya
sindroma metabolik.
3. Bagi peneliti lain, bisa menjadikan KTI ini sebagai referensi selanjutnya.

Lampiran

DAFTAR PUSTAKA
1. Kasiman, Sutomo. Pengaruh makanan pada sindrom metabolik. Medan: Jurnal
Kardiol Indonesia; 2011.32:24-26. [diakses 10 November 2013]; Tersedia dari:
URL:http://indonesia.digitaljournals.org
2. Expert panel on detection, evaluation, and treatment of High Blood Cholesterol
in adults. Executif summary of the third report of the national cholesterol
education program (NCEP) expert panel on detection of detection, evaluation
and treat ment of high cholesterol in aduls (adult treatment panel III). GAMA;
2001; 285: 2486-2497
3. Azadbakht L, Mirmiran P, Esmaillzadeth A, et al. Beneficial Effect Of A
Dietary Approaches To Stop Hypertension Eating Paln On Feature Of The
Metabolic Syndrome. Dalam Alam RAC, Jafar N, Virani D. Hubungan skor
kualitas makanan dengan komponen sindrom metabolik pada rawat jalan Di
RSP. Universitas Hasanuddin dan RS. Ibnu Sina. Makasar: Universitas
Makasar;2013. [diakses 11 November 2013]; Tersedia dari: URL:
http://repository.unhas.ac.id
4. Sargowo, Djanggan, Andarini, Sri. Pengaruh komposisi asupan makan terhadap
komponen sindrom metabolik pada remaja.Malang: Jurnal Kardiologi
Indonesia;2011. [diakses 02 Januari 2014]; Tersedia dari : URL:
http://djanggan.lecture.ub.ac.id
5. Almatsier, Sunita .Gizi seimbang dalam daur kehidupan.Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Utama;2004.
6. Rikesdas. Laporan nasional riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes RI;2007
7. Rikesdas. Laporan nasional riset kesehatan dasar 2003. Jakarta: badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes RI;2003
8. Jafar, Nurhaedar. Sindroma metabolik. Makasar: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makasar; 2011. [diakses 17 Desember
2013]; Tersedia dari: URL: http://www.scribd.com
9. Oh JY, Hong YS, Sung YA, et al. Prevalence and factor analysis of metabolic
syndrome in an urban Korean population. Diabetes Care 2004: 27: 2027-2032.

[diakses 29 Desember 2013]; Tersedia dari: URL:
http://care.diabetesjournals.org
10. Dwipayana MD, Budhiarta AAG, Aryana IGP, Saraswati MR, et al. Sindrom
metabolik di Bali. Naskah lengkap Surabaya Metabolic Syndrome Update-1.
2005; 139-147. [diakses 21 Desember 2013]; Tersedia dari: URL:
http://ojs.unud.ac.id
11. Suyono S, Kamso S, Oemardi M. Metabolic syndrome in the elderly should it
be treated. Dalam: Rohman MS. Patogenesis dan terapi sindroma metabolik.
Jakarta: Jurnal Kardiiologi Indonesia; 2007. [diakses 1 Januari 2013]; tersedia
dari: URL: http://indonesia.digitaljournals.org
12. Deedwania PC. Metabolic syndrome and vascular disease: is nature or nurture
leading the new epidemic of cardiovascular doisease. Dalam: Rohman MS.
Patogenesis dan terapi sindroma metabolik..Jakarta; Jurnal Kardiiologi
Indonesia. 2007. [diakses 1 Januari 2014]; Tersedia dari: URL:
http://indonesia.digitaljournals.org
13. Tapan E . Penyakit Degeneratif. In-books; 2011. h. 118.
14. Suyono A. Serat Benteng Terhadap Aneka Penyakit. Dalam Jafar N. Sindroma
metabolik. Makasar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makasar; 2011. [ diakses 17 desember 2013]; Tersedia dari: URL:
http://www.scribd.com
15. WHO. Obesity: Preventing and managing the global epidemic.
Geneva.1999.[diakses 12 desember 2013]; Tersedia dari: URL:
http://apps.who.int
16. Shahab, A. Sindrom metabolik. Media informasi Ilmu Kesehatan dan
Kedokteran. Dalam Jafar N. Sindroma metabolik. Makasar: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makasar; 2011. [diakses 17 desember
2013]; Tersedia dari: URL: http://www.scribd.com
17. IDF. The IDF Concencus Worldwide Definition of the Metabolic Syndrome.
2005. [diakses 15 november 2013]; Tersedia dari:URL : http://www.idf.org

18. Bodhy W, Aaltje E.M. Pevalensi sindroma metabolli pada remaja di kota
tomohon. Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2011. [diakses 10 November
2013]; Tersedia dari: URL:http://repo.unsrat.ac.id
19. Alwi Shahab. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Jilid 3. Edisi
IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
20. Soekirman. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan
Manusia. Jakarta : PT Primamedia Pustaka.
21. Yuniritha E. Hubungan Asupan Lemak Rantai Sedang dan Serat Makanan
dengan Indeks Massa Tubuh, Lingkar Pinggang Lingkar Panggul pada Orang
Dewasa di Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2006 Padang; Universitas
Andalas Padang.2006.
22. Fasli Jalal, Nur Indrawaty Liputo, Novia Susanti , Fadil Oenzil. Hubungan
Lingkar Pinggang dengan Kadar Gula Darah, Trigliserida dan Tekanan Darah
pada Etnis Minang di Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat [sumber
online] 2007 [diakses 27 Desember 2013]: [23 screens]. Tersedia dari: URL:
http://repository.unand.ac.id
23. Manu JR .Sindrom metabolik. Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2008. [diakses
25 oktober 2013]; Tersedia dari: URL: http://repository.usu.ac.id
24. Anynomos. Apa itu Sindrom Metabolik. Dalam Bodhy W, Aaltje EM.
Prevalensi sindroma metabolik pada remaja di Kota Tomohon.
Manado:Universitas Sam Ratulangi;2011. [diakses 23 desember 2013];
Tersedia dari :URL: http://repo.unsrat.ac.id
25. Metentek. E. Resistensi Insulin Pada Diabetes Mellitus Tipe 2, Jurnal; Cermin
dunia Kedokteran No.150.h.38-41. [diakses 24 desember 2013]; Tersedia dari
:URL: http://www.itokindo.org.
26. Gundy SM. Inflammation, hypertension, and the metabolicsyndrome. Dalam
Rohman MS. Patogenesis dan Terapi Sindroma Metabolik.Jakarta; Jurnal
Kardiiologi Indonesia.2007. [diakses 1 Januari 2014]; Tersedia dari: URL:
http://indonesia.digitaljournals.org
27. PERKENI. Petunjuk praktis pengelolaan diabetes melitus tipe 2. 2006; 22-23.

28. Julius S, Kjeldsen SE, Weber MA, et al. For the VALUE trial group. Outcomes
in hypertensive patients at high cardiovascular risk treated with regimens based
on valsartan or amlodipine. Dalam Rohman MS . Patogenesis dan terapi
sindroma metabolik. Jakarta: Jurnal Kardiiologi Indonesia;2007. [diakses 1
Januari 2014]; Tersedia dari: URL: http://indonesia.digitaljournals.org
29. Hasneli. Hubungan Asupan Medium Chain Fatty Acid (MCFA) dengan Kadar
Glukosa Darah. Padang: Universitas Andalas Padang.2006.
30. Mardi, Dalam Hasneli. Hubungan Asupan Medium Chain Fatty Acid (MCFA)
dengan Kadar Glukosa Darah. Padang: Universitas Andalas Padang.2006.
31. Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta: ECG.2001
32. Almatsier, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama;2003.
33. Lipoeto NI. Melawan Epidemi Obesitas. Padang: Unifersitas Andalas.2013.h.
6-10.
34. Kasmiyetti, Hasneli, Yuniritha E. Pengaruh Asupan Zat Gizi, Aktifitas fisik,
Kebiasaan Merokok Terhadap Sindroma Metabolik Pada Pasien Rawat Jalan di
Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Pemerintah di Kota Padang Tahun
2010. Padang : Politeknik Kesehatan Padang; 2010.
35. Suyono, A. Serat Benteng Terhadap Aneka Penyakit. Dalam Jafar N. Sindroma
Metabolik. Makasar:Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makasar; 2011. [diakses 8 Januari 2014]; Tersedia dari: URL:
http://www.scribd.com
36. Azadbakht L, Mirmiran P, Esmaillzadeth A, et al. Beneficial Effect Of A
Dietary Approaches To Stop Hypertension Eating Paln On Feature Of The
Metabolic Syndrome. Dalam Alam RAC, Jafar N, Virani D. Hubungan skor
kualitas makanan dengan komponen sindrom metabolik pada rawat jalan Di
RSP. Universitas Hasanuddin dan RS. Ibnu Sina. Makasar: Universitas
Makasar;2013. [diakses 11 November 2013]; Tersedia dari: URL:
http://repository.unhas.ac.id
37. Deedwania PC. Metabolic syndrome and vascular disease: is nature or nurture
leading the new epidemic of cardiovascular doisease. Dalam: Rohman MS.
Patogenesis dan terapi sindroma metabolik..Jakarta; Jurnal Kardiiologi

Indonesia. 2007. [diakses 1 Januari 2014]; Tersedia dari: URL:
http://indonesia.digitaljournals.org
38. Supariasa, I Made Nyoman. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.2002. h. 98-99.
39. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004. Angka Kecukupan Gizi
Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004.
40. Reza, Maulidia Zikri . Faktor Risiko Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah di
SD Pertiwi 2 PadangTahun 2007. [Karya Tulis Ilmiah]. Padang : Jurusan gizi
Politeknik Kesehatan Padang ; 2007.
41. Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Angka kecukupan Gizi.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2012.

Lampiran C
Jadwal Kegiatan Penulisan Proposal dan KTI Tahun 2013 dan 2014
No Kegiatan Bulan
Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt
1 Mengajukan
topik
2 Pengumpulan
Data
3 Penulisan
proposal
4 Ujian
proposal
5 Perbaikan
proposal
6 Penelitian
7 Pengolahan
data
8 Penulisan
laporan
penelitian
9 Seminar KTI
10 Perbaikan
KTI
11 Penyerahan
KTI

Lampiran D
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telpon :
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah mendapatkan penjelasan tentang
tujuan dan prosedur penelitian atas nama Dilla Wahyuni dengan judul “Hubungan
Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak, dan Serat dengan Kejadian Sindroma
Metabolik pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat”. Oleh sebab itu saya menyatakan bersedia menjadi sampel penelitian.
Padang, 2014
............................

Lampiran E
IDENTITAS SAMPEL
Karakteristik sampel
Nomor urut :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat lengkap :
No. telepon :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Data Laboratorium dan Antropometri
1. Kadar Trigliserida :
2. Kadar HDL :
3. Kadar gula darah puasa :
4. Tekanan darah :
5. Lingkar Perut :

Lampiran F
SEMI QUANTITATIVE FOD FREQUENCY (SQ-FFQ) - individu Kode SEGMEN (sesuai umur AKG 2004)
Kode Sampe
l :
UR
UT
NAMA BAHAN
MAKANAN
HARI MGG
U BLN JML PORSI
Berat (gr)
UR
UT
NAMA BAHAN
MAKANAN
HARI MGGU BLN JML PORSI Berat
(gr) (1=3) (1-7)
(1-4)
(./bln)
(/xmkn
)
(1=3) (1-7)
(1-4)
(./bln)
(/xmkn
)
PADI_PADIA
N
BUAH/BIJI BERMINYAK
1 Beras Gizing
1 Kelapa tua daging
2 Beras ketan putih
2 Santan
3 Jagung putih pipil
3 Emping
4 Tepung beras
4 Oncom
5 Tepung maizena
5 Jengkol
6 Tepung terigu
6 Kemiri
7 Mie kering
G U L A
8 Supermie
1 Gula pasir
9 Bubur tim
2 Gula aren
10 Bubur nasi
3 Jamu
11 Bubur tepung
4 Madu
12 Roti tawar manis
5 Meises
13 Biscuit
6 Permen
14 Donat
7 Teh
15 Kue nagasari
8 Coklat
16 Mie bakso
SAYUR & Buah
17 Wafer
1 Rebung mentah
UMBI-UMBIAN
2 Kool merah/putih
1 Kentang
3 Bayam segar
2 Singkong putih
4 Kembang kool
mentah
3 Ubi jalar putih
5 Daun katuk mentah
4 Talas
6 Daun labu waluh
5 Tepung sagu
7 Daun lobak
6 Bengkuang
8 Daun pakis
7 Kerupuk aci
9 Daun singkong mentah
P. HEWANI
10 Daun singgrang
1 Daging ayam
11 Daun ubi jalar
2 Daging sapi
12 Kangkung
3 Telur ayam
13 Buncis mentah
4 Belut
14 Jamur kuping
5 Ikan tongkol
15 Krai/mentimun
6 Udang segar
16 Labu kuning

7 Ikan segar
17 Labu siam mentah
8 Ikan asin belanak
18 Lobak mentah
9 Telur ayam
19 Pare pahit mentah
10 Rempelo ayam
20 Sawi hijau
11 Otak
21 Terong belanda/ungu
12 Kerang
22 Toge
13 Cumi-cumi segar
23 Tomat masak
14 Ikan teri nasi kering
24 Wortel mentah
15 Kerupuk udang
Sayur & BUAH
16 Terasi merah
1 Alpokat
17 Susu sapi
2 Apel
18 Tepung susu
3 Belimbing
19 Susu kental manis
4 Durian
20 Abon
5 Jambu air
LEMAK & MINYAK
6 Jeruk manis
1 Margarin
7 Langsat
2 Minyak ikan
8 Mangga
3 Minyak kelapa
9 Nanas
4 Minyak kelapa sawit
10 Nangka masak
5 Minyak wijen
11 Pepaya
6 Minyak kacang tanah
12 Pisang ambon
7 Minyak sayur, dll
13 Rambutan
KACANG2AN
14 Salak
1 Kacang hijau
15 Sawo
2 Kacang kedele
16 Semangka
3 Kacang merah
17 Sirsak
4 Kacang panjang biji
18 Sambal
5 Kacang tanah
19 Saos tomat
6 Kecipir biji
20 Air sayur+isi
7 Tahu
21 Sayur asem
8 Tempe kedele murni
22 Sayur sop
9 Kecap
10 Bubur kac.ijo
Pewawancara : __________________________
11 Kacang atom
Tgl. Wawancara : __________________________

35
Lampiran G
MASTER TABEL
No Inisial JK Umur Kerja GDP HDL Trig LP TD % KH % Pr % L T.Ser K.KH K.Pro K.L K.Ser K.Trig K.GDP K.TD K.HDL K.LP J.Krit
K. SM
1 Tn. Ir L 55 PNS 79 39 37 87,8 120/80 62,3 135,5 25,0 20 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 tdk
2 Ny. H P 51 PNS 201 45 155 88 110/90 154,1 107,3 24,0 10 1 1 0 0 1 1 1 1 1 5 ya
3 Ny. Z P 50 IRT 112 46 99 89 130/90 154,1 80,0 34,0 9 1 0 1 0 0 1 1 1 1 4 ya
4 Ny. OH L 30 WST 92 38 167 97 120/80 154,1 70,7 40,0 11 1 0 1 0 1 0 0 1 1 3 ya
5 Tn. M L 50 PNS 267 33 251 110 110/90 88,5 109,7 35,0 8 1 1 1 0 1 1 1 1 1 5 ya
6 Tn. S L 60 Swasta 140 44 139 114,2 150/90 73,4 79,3 25,0 9 1 0 0 0 0 1 1 0 1 3 ya
7 Ny. ET P 59 PNS 119 47 111 106 140/100 73,1 103,2 33,0 10 1 1 1 0 0 1 1 1 1 4 ya
8 Ny. RA P 51 PNS 104 60 126 90 120/90 108,3 108,0 32,0 19 1 1 1 0 0 0 1 0 1 2 tdk
9 Tn. Y L 49 PNS 92 43 198 114,3 150/100 108,7 116,1 59,6 10 1 1 1 0 1 0 1 0 1 3 ya
10 Tn. K L 60 PNS 99 42 167 122 120/90 106,9 106,5 50,0 10 1 1 1 0 1 0 1 0 1 3 ya
11 Ny. A P 56 PNS 104 60 122 98 120/80 62,0 104,8 40,3 21 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 tdk
12 Tn. ML L 56 Swasta 124 50 99 91,5 140/90 72,6 80,0 36,0 9 1 0 1 0 0 1 1 0 1 3 ya
13 Ny. S P 56 PNS 102 60 191 90 110/80 129,3 131,0 40,0 21 1 1 1 1 1 0 0 0 1 2 tdk
14 Tn. MJ L 59 Swasta 98 35 125 122 110/90 64,5 79,0 35,0 11 0 0 1 0 0 0 1 1 1 3 ya
15 Tn. B L 60 Swasta 94 39 98 109 120/90 84,3 110,3 69,0 9 1 1 1 0 0 0 1 1 1 3 ya
16 Ny. MM P 54 PNS 219 64 95 105 120/80 61,0 150,0 22,0 19 0 1 0 0 0 1 0 0 1 2 tdk
17 Tn. HH L 38 TNI 105 36 329 105 130/85 64,0 160,3 43,0 9 0 1 1 0 1 0 1 1 1 4 ya
18 Ny. BA P 39 TNI 106 51 51 90 110/80 109,6 66,0 22,0 25 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 tdk
19 Tn. K L 40 TNI 100 43 117 102 120/80 70,0 80,0 24,0 21 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 tdk
20 Ny. Y P 60 IRT 103 40 182 107,2 140/80 94,7 161,3 34,0 12 1 1 1 0 1 0 1 1 1 4 ya
21 Tn. Y L 50 PNS 93 48 182 90 110/80 60,0 150,0 21,0 9 0 1 0 0 1 0 0 0 1 2 tdk

22 Tn. A L 59 TNI 113 39 213 115 120/80 183,2 130,9 42,0 11 1 1 1 0 1 1 0 1 1 4 ya
23 Tn. DS L 32 Swasta 174 33 97 110 120/80 146,1 101,6 33,0 9 1 1 1 0 0 1 0 1 1 3 ya
24 Ny. SA P 56 IRT 120 47 55 125 110/80 76,2 70,0 35,0 16 1 0 1 0 0 1 0 1 1 3 ya
25 Ny. S P 60 IRT 219 64 95 81,5 110/80 137,8 187,7 22,0 9 1 1 0 0 0 1 0 0 1 2 tdk
26 Tn. OH L 49 IRT 90 47 165 90 110/80 64,0 79,0 24,0 22 0 0 0 1 1 0 0 1 1 3 ya
27 Ny. S P 59 IRT 105 61 48 98 120/80 64,0 105,5 25,0 21 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 tdk
28 Tn.SI L 54 PNS 102 39 72 92 110/80 64,0 133,3 20,0 28 0 1 0 1 0 0 0 1 1 2 tdk
29 Tn. P L 44 Swasta 105 51 283 110 130/80 95,4 96,8 67,5 11 1 0 1 0 1 0 1 0 1 3 ya
30 Ny. AD P 32 IRT 86 62 38 77 110/70 63,0 157,9 36,0 13 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 tdk
31 Ny. GS P 35 PNS 95 57 35 80 120/70 62,1 108,1 34,0 7 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 tdk
32 Tn.A L 56 PNS 102 52 75 112 110/80 137,9 136,8 22,0 8 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 tdk
33 Tn. MF L 52 PNS 102 45 135 86 130/70 104,1 145,6 24,0 30 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 tdk
34 Tn. MH L 60 Swasta 118 29 131 116 120/80 102,9 274,2 35,0 15 1 1 1 0 0 1 0 1 1 3 ya
35 Ny. N P 60 IRT 104 51 129 104 140/90 108,6 80,0 25,0 19 1 0 0 0 0 0 1 0 1 2 tdk
36 Ny. KS P 52 PNS 108 46 271 91 140/70 63,0 132,3 33,0 11 0 1 1 0 1 0 1 1 1 4 ya
37 Tn. H L 33 PNS 99 43 146 88 120/80 151,8 124,2 44,0 12 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 tdk
38 Tn. B L 37 Swasta 102 45 167 90 120/80 113,5 109,1 42,0 22 1 1 1 1 1 0 0 0 1 2 tdk
39 Tn. A L 52 PNS 97 39 170 110 130/90 84,9 78,0 41,0 17 1 0 1 0 1 0 1 1 1 4 ya
40 Ny. D P 45 IRT 97 50 70 81 120/80 85,6 109,7 61,2 20 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 tdk
41 Tn. AF L 38 Swasta 124 38 479 120 120/80 85,2 157,9 54,6 26 1 1 1 1 1 1 0 1 1 4 ya
42 Ny. Y P 56 IRT 99 59 94 79 120/80 130,0 156,5 44,0 22 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 tdk
43 Tn. IJ L 49 TNI 104 29 339 127 130/70 64,0 115,8 32,0 9 0 1 1 0 1 0 1 1 1 4 ya
44 Tn. SY L 56 PNS 128 40 187 103,6 140/100 144,3 103,6 32,0 10 1 1 1 0 1 1 1 0 1 4 ya
45 Tn. BS L 37 Swasta 97 51 57 98,2 130/80 134,8 112,9 53,0 25 1 1 1 1 0 0 1 0 1 2 tdk
46 Tn. AW L 51 PNS 98 34 42 86,8 150/100 63,3 124,2 46,0 20 0 1 1 1 0 0 1 1 0 2 tdk

47 Ny.LN P 57 PNS 100 55 83 89,1 140/90 62,0 77,0 38,0 23 0 0 1 1 0 0 1 0 1 2 tdk
48 Tn. HN L 59 Swasta 113 49 116 92,4 150/100 113,3 150,0 36,0 9 1 1 1 0 0 1 1 0 1 3 ya
49 Ny. NH P 59 IRT 99 62 42 93,8 140/80 133,7 128,1 35,0 19 1 1 1 0 0 0 1 0 1 2 tdk
50 Ny. ZN P 47 PNS 96 53 100 100,6 130/90 136,3 145,6 87,6 19 1 1 1 0 0 0 1 0 1 2 tdk
51 Ny. AQ P 47 Swasta 99 59 39 98,3 110/80 116,5 79,0 36,0 12 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 tdk
52 Ny. RN P 59 IRT 104 70 50 79,4 140/90 63,0 114,5 82,7 10 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 tdk
53 Tn. JF L 49 Swasta 97 51 64 104,1 150/80 60,0 104,8 84,0 10 0 1 1 0 0 0 1 0 1 2 tdk
54 Ny. ZN P 50 IRT 104 53 54 107,8 130/90 65,0 76,0 22,0 11 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 tdk
55 Ny. DS P 41 IRT 190 43 66 100,8 150/90 111,0 129,8 21,0 20 1 1 0 1 0 1 1 1 1 4 ya
56 Ny. NK P 51 PNS 99 58 51 78,2 130/80 64,5 65,0 75,7 12 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 tdk

35
Lampiran H
Output Karakteristik Sampel
1.Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 30 53,6 53,6 53,6
Perempuan 26 46,4 46,4 100,0
Total 56 100,0 100,0
2.Kategori Umur
Umur Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 30-49 20 35,7 35,7 35,7
50-60 36 64,3 64,3 100,0
Total 56 100,0 100,0
3. Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid IRT 14 25,0 25,0 25,0
PNS 23 41,1 41,1 66,1
Swasta 9 16,1 16,1 82,1
TNI 5 8,9 8,9 91,1
Wiraswasta 5 8,9 8,9 100,0
Total 56 100,0 100,0

Lampiran I
Output Hasil Analisa Univariat Variabel Dependent
Kriteria Sindroma Metabolik
Kategori Sindroma Frequenc
y Percent Valid
Percent Cumulative Percent
Valid Sindrom Metabolik
26 46,4 46,4 46,4
Tidak sindroma metabolic
30 53,6 53,6 100,0
Total 56 100,0 100,0

Lampiran J
Output Hasil Analisa Univariat Variabel Independent
1. Konsumsi Protein 110%
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <80 % 16 28,6 28,6 28,6
>= 110% 40 71,4 71,4 100,0
Total 56 100,0 100,0
2. Konsumsi Karbohidrat 65%
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <=65 % 19 33,9 33,9 33,9
> 65% 37 66,1 66,1 100,0
Total 56 100,0 100,0
3. Konsumsi Lemak 30%
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <20 % 16 28,6 28,6 28,6
>= 30% 40 71,4 71,4 100,0
Total 56 100,0 100,0
4. Konsumsi Serat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <19 gram 39 69,6 69,6 69,6
19 gram 17 30,4 30,4 100,0
Total 56 100,0 100,0

Lampiran K
Output Hasil Uji Chi Square
Konsumsi Protein 110% * K. SM Crosstabulation Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Tot.Pro 56 41,0 170,0 72,070 21,5785
Valid N (listwise) 56
K. SM Total
1 2 1
Konsumsi Protein 100%
<80 % Count 9 7 16
% within K. SM 34,6% 23,3% 28,6%
>= 110% Count 17 23 40
% within K. SM 65,4% 76,7% 71,4%
Total Count 26 30 56
% within K. SM 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square ,869(b) 1 ,351
Continuity Correction(a)
,404 1 ,525
Likelihood Ratio ,868 1 ,351
Fisher's Exact Test ,388 ,262
Linear-by-Linear Association ,853 1 ,356
N of Valid Cases 56
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,43. Konsumsi Karbohidrat 65% * K. SM Crosstabulation Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Tot. KH 56 179,2 513,0 314,534 98,8234
Valid N (listwise) 56

K. SM Total
1 2 1
Konsumsi Karbohidrat 65%
<=65 % Count 4 14 18
% within K. SM 15,4% 46,7% 32,1%
> 65% Count 22 16 38
% within K. SM 84,6% 53,3% 67,9%
Total Count 26 30 56
% within K. SM 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,249(b) 1 ,012
Continuity Correction(a)
4,897 1 ,027
Likelihood Ratio 6,549 1 ,010
Fisher's Exact Test ,021 ,012
Linear-by-Linear Association 6,138 1 ,013
N of Valid Cases 56
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,36. Konsumsi Lemak 30% * K. SM Crosstabulation Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
T.Lem 56 10,0 109,2 53,054 23,8187
Valid N (listwise) 56
K. SM Total
1 2 1
Konsumsi Lemak 30%
<20 % Count 3 12 15
% within K. SM 11,5% 40,0% 26,8%
>= 30% Count 23 18 41
% within K. SM 88,5% 60,0% 73,2%
Total Count 26 30 56
% within K. SM 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,753(b) 1 ,016
Continuity Correction(a)
4,394 1 ,036
Likelihood Ratio 6,108 1 ,013
Fisher's Exact Test ,032 ,016
Linear-by-Linear Association 5,651 1 ,017
N of Valid Cases 56
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,96. Konsumsi Serat * K. SM Crosstabulation Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Tot.Serat 56 7 30 15,00 6,161
Valid N (listwise) 56
K. SM Total
1 2 1
Konsumsi Serat
<19 gram Count 24 16 40
% within K. SM 92,3% 53,3% 71,4%
19 gram Count 2 14 16
% within K. SM 7,7% 46,7% 28,6%
Total Count 26 30 56
% within K. SM 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided) Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10,367(b) 1 ,001
Continuity Correction(a)
8,545 1 ,003
Likelihood Ratio 11,449 1 ,001
Fisher's Exact Test ,002 ,001
Linear-by-Linear Association 10,182 1 ,001
N of Valid Cases 56
a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,43. Kategori Sindroma Metabolik

Kategori Trigliserida
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Normal 38 67,9 67,9 67,9
Tdk normal 18 32,1 32,1 100,0
Total 56 100,0 100,0
Kategori GDP
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Normal 40 71,4 71,4 71,4
Tdk normal 16 28,6 28,6 100,0
Total 56 100,0 100,0
Kategori Tekanan Darah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Normal 25 44,6 44,6 44,6
Tdk normal 31 55,4 55,4 100,0
Total 56 100,0 100,0
Kategori HDL
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Normal 34 60,7 60,7 60,7
Tdk normal 22 39,3 39,3 100,0
Total 56 100,0 100,0
Lingkar Pinggang
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Normal 8 14,3 14,3 14,3
Tdk normal 48 85,7 85,7 100,0
Total 56 100,0 100,0