Oiki Imunoterapi Mekanisme Efektor Meidi

14
MEKANISME EFEKTOR UNTUK MELAWAN TUMOR Pada beberapa penelitian menggunakan percobaan terungkap bahwa baik r humoral maupun respons imun seluler terhadap antigen tumor dapat dibangkitkan secar dan berbagai mekanisme efektor terbukti dapat membunuh sel tumor in vitro sekarang adalah mekanisme mana yang paling efektif dan mana yang memberik pada respons imun protektif dan bagaimana meningkatkan mekanisme efektor i spesifik. Berikut ini akan dibahas berbagai komponen yang berperan dalam yang paling relevan untuk tumor. Limfosit T Pada percobaan eksperimental terbukti bahwa sel T sitotoksik (CTL) m respons imun antitumor yang efektif secara in vitro. Untuk membuktikanrelevansi efek antitumor in vitro dengan efek in vivo harus diyakini bahwa antigen tumor benar-ben pada permukaan sel tumor dan bukan sesuatu yang muncul pada in vitro atau artefak laboraturium. Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan tar dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan se dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sen Jika sebuah sel menjadi ganas, antigen baru (yang tidak dikenal oleh sistem k muncul dalam permukaan sel. Sistem kekebalan mungkin mengenali antigen bar disebut antigen tumor, sebagai benda asing dan bisa mengangkut atau mengh kanker. Telah dibuktikan bahwa sautu klon limfosit penderita sarcoma mampu melisika segar sarcoma autolog dan selanjutnya klon limfosit yang sama mampu melisiskan sel berasal darisarcomabersangkutan secara konsisten. Peneliti lain membuktikanbahwa sel melanoma segar dapat merangsang poliferasi sel limfosit secara spesifik. Pada banyak penelitian terbukti bahwa sebagian besar sel efektor yan mekanisme anti-tumor adalah sel T yang secara fenotip dan fungsional identik dengan berperan dalam pembunuhan sel yang terinfeksi virus atau sel alogenik. Se terdahulu, CTL dapat melakukan fungsi surveillance dengan mengenal dan mem potensial ganas yang mengekspresikan peptide yang berasal dari proteim sel proteim virus onkogenik yang dapat dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I. Limfos

Transcript of Oiki Imunoterapi Mekanisme Efektor Meidi

MEKANISME EFEKTOR UNTUK MELAWAN TUMOR Pada beberapa penelitian menggunakan percobaan terungkap bahwa baik respons imun humoral maupun respons imun seluler terhadap antigen tumor dapat dibangkitkan secara in vivo dan berbagai mekanisme efektor terbukti dapat membunuh sel tumor in vitro. Tantangannnya sekarang adalah mekanisme mana yang paling efektif dan mana yang memberikan kontribusi pada respons imun protektif dan bagaimana meningkatkan mekanisme efektor ini dengan cara spesifik. Berikut ini akan dibahas berbagai komponen yang berperan dalam mekanisme mana yang paling relevan untuk tumor. Limfosit T Pada percobaan eksperimental terbukti bahwa sel T sitotoksik (CTL) menghasilkan respons imun antitumor yang efektif secara in vitro. Untuk membuktikan relevansi efek antitumor in vitro dengan efek in vivo harus diyakini bahwa antigen tumor benar-benar rerdapat pada permukaan sel tumor dan bukan sesuatu yang muncul pada in vitro atau artefak laboraturium. Antigen merupakan bahan asing yang dikenal dan merupakan target yang akan dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh. Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap selnya sendiri. Jika sebuah sel menjadi ganas, antigen baru (yang tidak dikenal oleh sistem kekebalan) muncul dalam permukaan sel. Sistem kekebalan mungkin mengenali antigen baru ini, yang disebut antigen tumor, sebagai benda asing dan bisa mengangkut atau menghancurkan sel-sel kanker. Telah dibuktikan bahwa sautu klon limfosit penderita sarcoma mampu melisikan sel-sel segar sarcoma autolog dan selanjutnya klon limfosit yang sama mampu melisiskan sel lain yang berasal dari sarcoma bersangkutan secara konsisten. Peneliti lain membuktikan bahwa sel melanoma segar dapat merangsang poliferasi sel limfosit secara spesifik. Pada banyak penelitian terbukti bahwa sebagian besar sel efektor yang berperan dalam mekanisme anti-tumor adalah sel T yang secara fenotip dan fungsional identik dengan CTL yang berperan dalam pembunuhan sel yang terinfeksi virus atau sel alogenik. Seperti telah dibahas terdahulu, CTL dapat melakukan fungsi surveillance dengan mengenal dan membunuh sel-sel potensial ganas yang mengekspresikan peptide yang berasal dari proteim seluler mutant atau proteim virus onkogenik yang dapat dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I. Limfosit T yang

menginfiltasi jaringan tumor (tumor infiltrating lymphocytes = TIL) juga mengandung sel CTL yang memiliki kemampuan melisiskan sel tumor. Walaupun respons CTL mungkin tidak efektif untuk menghancurkan tumor peningkatan repons CTL merupakan cara pendekatan terapi antitumor yang menjanjikan. Sel T CD4 pada umumnya tidak bersifat sitotoksik bagi tumor tetapi sel-sel itu dapat berperan dalam respons antitumor dengan memproduksi berbagai sitokin yang diperlukan untuk perkembangan sel-sel CTL menjadi sel efektor. Di samping itu sel T CD4 yang diaktivasi oleh antigen tumor dapat menskresi TNF dan IFN gamma yang mampu meningkatkan ekspresi molekul MHC kelas I dan sensitivitas tumor terhadap lisis oleh CTL. Ada juga kemungkinan bahwa sel T CD 4 yang spesifik tumor meningkatkan respons DTH terhadap tumor. Sebagian kecil tumor yang mengekspresikan MHC kelas II dapat mengaktivasi sel T CD4 spesifik tumor secara langsung. Yang lebih sering terjadi adalah bahwa APC professional yang menekspresikan molekul MHC kelas II meng-fagositosis, memprosses dan menampilkan protein yang berasal dari sel-sel tumor yang mati kepada sel T CD 4 sehingga terjadi aktivitasi sel-sel tersebut. Sel NK Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan mekanisme efektor yang sangat penting dalam melawan sel tumor. Dalam suatu loka karya yang ditujukan untuk mempeljari sel NK disepakati definisi sel NK sebagai berikut; sel NK adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan terhadap berbagai jenis sel sasaran sel-sel efektor ini tidak memiliki sifatsifat klasik dari makrofag, granulosit maupun CTL dan sitotoksisitasnya tidak bergantung pada MHC. Sel NK dapat berperan baik dalam respons imun nonspesifik maupun spesifik terhadap tumor dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas sitokin yang diproduksi oleh sel limfosit T spesifik tumor atau sebagai akibat aktivitas sitokin yang diproduksi oleh sel limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang digunakan sama dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T CD8 untuk membunuh sel tetapi sel NK tidak mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifisitas yang lebar. Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor tertentu khusunya tumor hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat melisiskan sel yang mengekspresikan yang biasanya terhindar dari lisis oleh CTL justru

merupakan sasaran yang baik untuk dilisiskan oleh sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang dilapisi immunoglobulin karena ia mempunyai reseptor Fc (FcgammaRIII atau CD16) untuk molekul IgG. Disamping itu penlitian-penelitian terakhir mengungkapkan bahwa pengkatan sel NK pada sel sasaran juga dapat terjadi melalui reseptor Fc, yaitu reseptor NKR-P1 yang mengikat molekul semacam lektin. Kemampuan membunuh sel tumor ditingkatkan oleh sitokin termasuk IFN, TNF, IL-2, dan IL-12. Karena itu peran sel NK dalam aktivitas anti-tumor bergantung pada rangsangan yang terjadi secara bersamaan pada sel T dan makrofag yang memproduksi sitokin tersebut. Ketiga jenis IFN (alfa, beta, gamma) dapat meningkatkan fungsi sel NK. IFN mengubah pre-NK menjadi sel NK yang mampu mengenal dan melisikan sel sasaran, mempermudah interaksi dengan dan lisis sel sasaran. Sel NK mungkin berperan dalam immune surveillance terhadap tumor yang sedang tumbuh, khusunya tumor yang mengekspresikan entigen virus. Aktivitas sel NK sering dihubungkan dengan prognosis. Beberapa penelitian mengungkapkan sitotoksisitas sel NK dengan peningkatan risiko metastasis. Dari penelitian-peneltiian itu disimpulkan bahwa sitotoksisitas akami dapat berperan dalam mencegah pertumbuhan kanker dan metastasis. Yang menarik adalah peran sel NK yang diaktifkan dengan stimulasi IL-2 dalam membunuh sel tumor. Sel-sel itu yang disebut lymphokine activated killer cells (LAK cells) dapat diperoleh in vitro dengan memberikan IL-2 dosis tinggi pada biakan sel-sel limfosit daerah perifer penderita kanker. IL-2 berperan dalam menginduksi ekspresi rantai alfa reseptor IL-2 pada tingkat transkripsi dan hal inilah yang memperkuat kemampuan IL-2 untuk meningkatkan pertumbuhan sel NK. Sel-sel yang diaktifkan oleh limfokin ini (LAK cells) menunjukkan peningkatan aktivitas stitotoksik yang sangat jelas. Besar kemungkinan bahwa sel LAK dapat digunakan di kemudian hari dalam imunoterapi adoptif. Sel NK juga mempunyai peran penting dalam mencegah metastasis dengan mengeliminasi sel tumor yang terdapat dalam sirkulasi. Hal itu dibuktikan dengan berbagia penelitian. Salah satu diantaranya mengungkapkan bahwa 90-99%sel tumor yang dimasukkan intravena akan hilang dalam 24 jam pertama dan hal ini mempunyai hubungan bermakna dengan jumlah dan aktivitas sel NK. Percobaan menggunakan NK yang di-inaktivasi dengan cyclophosphamide (Cy) menunjukkan bahwa sel-sel itu gagal mencegah metastasis.

Makrofag Makrofag merupakan mediator sleuler yang potensoal dalam imunitas anti-tumor. Beberapa bukti yang mendukung hiptesis itu adalah : 1. Makrofag dapat berakumulasi dalam jumlah besar dalam jaringan tumor 2. Makrofag mempunyai kemampuan alami atau apabila diaktifkan untuk melisiskan sel sasaran 3. Penekanan fungsi makrofag dengan berbagai cara misalnya dengan memberikan silica, diasosiasikan dengan peningkatan insidens tumor dan metastasis 4. Transfer adoptif makrofag yang dihasilkan in vitro maupun in vivo menghambat penyebaran tumor 5. Beberapa jenis karsinogen dapat menekan fungsi retikuloendotel 6. Stimulasi makrofag dengan berbagai imunomodulator diasosiasikan dengan

berkurangnya pertumbuhan tumor atau insidens tumor Makrofag yang diaktivasi dapat melisikan sel tumor tetapi tidak sel normal, in vitro. Seperti halnya sel NK, makrofag mengekspresikan reseptor Fc-gamma dan aktivitasnya dapat diarahkan kepada tumor yang dilapisi antobodi. Besar kemungkinan bahwa mekanisme pembunuhan sel tumor dilakukan dengan mekanisme yang sama dengan mekanisem pembunuhan mikroba pathogen yaitu dengan melepaskan enzim lisosom, ROI, dan RNI. Makrofag teraktivasi juga memproduksi TNF. TNF merusak sel tumor dengan efek toksik langsung atau secara tidka langsung dengan merusak pembuluh darah dalam tumor. Efek toksik langsung terjadi melalui pengikatan TNF pada resptor permukaan sek tumor. Efek toksik langusng ini sebgaian terjadi melalui mekanisme apoptosis yaitu mekanisme yang mirip dengan apoptosis yang diinduksi oleh pengikatan Fas-FasL, sebagian lagi terjadi melalui disrupsi protein sitoskeletal atau melalui pembentukan thrombosis dalam pembuluh darah sehingga terjadi nekrosis tumor.

Antibodi Antibodi merupakan campuran protein di dalam darah dan disekresi mukosa menghasilkan sistem imun bertujuan untuk melawan antigen asing yang masuk ke dalam sirkulasi darah.6,7 Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang disebut limfosit B. Limfosit B akan

mengeluarkan antibodi yang kemudian diletakkan pada permukaannya. Setiap antibodi yang berbeda akan mengenali dan mengikat hanya satu antigen spesifik. Antigen merupakan suatu protein yang terdapat pada permukaan bakteri, virus dan sel kanker. Pengikatan antigen akan memicu multiplikasi sel B dan penglepasan antibodi. Ikatan antigen antibodi mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya.7-9 Antibodi memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran walaupun struktur dasarnya berbentuk `Y`(gambar 1). Antibodi tersebut mempunyai 2 fragmen,fragmen antigen binding Fab dan fragmen

cristallizable Fc. Fragmen antigen binding Fab digunakan untuk mengenal dan mengikat antigen spesifik, tempat melekatnya antigen antibodi yang tepat sesuai regio yang bervariasi disebut complementary determining region (CDR) dan Fc berfungsi sebagai efektor yang dapat berinteraksi dengan sel imun atau protein serum.8,9

Gambar. Model Antobodi Antobodi mungkin kurang penting dibandingkan sel T dalam mekanisme efektor terhadap tumor, tetapi telah dibahas sebelumnya penderita kanker dapat memproduksi antibody terhadap berbagai antigen tumor, bahkan antobodi itu bersifat spesifik misalnya antibody terhadap EBV pada tumor yang diperantarai oleh antibody telah terungkap in vitro melaui mekanisme ADCC dimana makrofag dan sel NK yang mengekspresikan reseptor Fc-gamma

memperantarai pembunuhan atau melalui akyivitas komplemen. Apakah mekanisme pembunuhan tumor melalui antobodi ini berlaku juga in vivo belum diketahui pasti.

Antibodi Monoklonal Satu abad yang lalu Paul Ehrlich dengan hipotesisnya menyatakan bahwa magic bullet dapat dikembangkan sebagai target selektif pada suatu penyakit.dikutip dari 1 Visi ini menjadi kenyataan setelah ditemukannya pengembangan teknik pembuatan antibodi monoklonal oleh Khler dan Milstein tahun 1975, hal ini membuka wawasan baru di bidang kedokteran.1 Antibodi monoklonal sebagai targeting missiles merupakan imunoterapi yang menjanjikan karena memiliki sifat mengikat secara spesifik terhadap suatu target antigen atau sel abnormal sehingga antibodi monoklonal sangat efektif untuk dipakai sebagai dasar terapi kanker.2-4 Antibodi monoklonal sebagai terapi kanker diinjeksikan ke dalam tubuh pasien, molekul itu akan mencari sel kanker (antigen) sebagai target. Antibodi monoklonal secara potensial merusak atau menghancurkan aktiviti sel kanker atau dengan cara lain yaitu meningkatkan respons imun jaringan tubuh melawan kanker.3,4 Beberapa jenis kemoterapi dengan target kerja yang selektif (targeted therapy) mulai digunakan untuk Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK). Obat obatan golongan ini diindikasikan pemberiannya sebagai adjuvan yaitu diberikan setelah pemberian terapi definitif (kemoterapi atau radioterapi) selesai diberikan.5 Jenis terapi target antibodi monoklonal yang mulai digunakan pada KPKBSK adalah obat yang bekerja sebagai inhibitor epidermal growth factor receptor (EGFR) dan inhibitor vascular endothelial growth factor (VEGF).4 Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi oleh salah satu jenis sel imun saja dan semua klonnya merupakan sel single parent.10 Antibodi monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul, memberikan informasi tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal murni dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas kontaminasi.9 Antibodi monoklonal dapat diperoleh dari sel yang dikembangkan di laboratorium, reagen tersebut sangat berguna untuk penelitian terapi dan diagnostik laboratorium.11

Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu kemudian dapat mendeteksi atau memurnikannya.11 Manusia dan tikus mempunyai kemampuan untuk membentuk antibodi yang dapat mengenali antigen. Antibodi monoklonal tidak hanya mempertahankan tubuh untuk melawan organisme penyakit tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti reseptor protein yang ada pada permukaan sel normal atau molekul yang khas terdapat pada permukaan sel kanker. Spesifisiti antibodi yang luar biasa menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi mengikat sel kanker dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga membentuk suatu kompleks yang dapat mencari dan menghancurkan sel kanker. Jenis Antibodi Monoklonal Murine, murni didapat dari tikus dapat menyebabkan human anti mouse antibodies (HAMA) nama akhirannya momab (ibritumomab). Chimeric, gabungan Fc antibodi human dan Fab antibodi monoklonal tikus nama akhirannya ximab (rituximab). Humanized, hanya sebagian kecil Fab antibodi tikus yang digabungkan dengan antibodi human (95-98%) nama akhirannya zumab (trastuzumab).

1.

2.

3.

4. Fully human, keseluruhan antibodi human nama akhirannya mumab (adalimumab).

Gambar 2. Jenis antibodi monoklonal

Macam-macam Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC), complement dependent cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi monoklonal digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk melawan tumor. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika antibodi mengikat antigen sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor. Interaksi Fc reseptor ini berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada pemilihan suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas tapi diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK). Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan interaksi dengan Fc reseptor.Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsung menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi respons sel T tumor. Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor melalui Fc reseptor permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan perforin dangranzymes untuk menghancurkan sel tumor (gambar 5a). Sel - sel yang hancur ditangkap antigen presenting cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan berikatan dengan target antigen (gambar 5b-d). Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs) dapat mengenali dan membunuh sel target antigen (gambar 5d).4,10

Gambar 5. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)

Complement dependent cytotoxicity (CDC) Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan mengawali kaskade komplement. Complement dependent cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode pembunuh sel tumor yang lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC melalui jalur klasik aktivasi komplemen (gambar 6a). Formasi kompleks antigen antibodi merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga memicu komplemen protein lain untuk mengawali penglepasan proteolitik sel efektor kemotaktik / agen aktivasi C3a dan C5a (gambar 6b). Kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi membrane attack complex (MAC) (gambar 6c) sehingga terbentuk suatu lubang pada sel membran. Membrane attack complex (MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na++ yang akan menyababkan sel target lisis (gambar 6d).4,10

Gambar 6. Complement-dependent cytotoxicity (CDC) Perubahan transduksi signal Reseptor growth factor merupakan suatu antigen target tumor, ekspresinya berlebihan pada keganasan. Aktivasi transduksi signal pada kondisi normal akan menginduksi respons mitogenik dan meningkatkan kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi perkembangan sel tumor yang berlebihan yang juga menyebabkan tumor tidak sentitif terhadap zat kemoterapi. Antibodi monoklonal sangat potensial menormalkan laju perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik dengan menghilangkan signal reseptor ini. Target antibodi EGFR merupakan inhibitor yang kuat untuk transduksi signal. Terapi antibodi monoklonal memberikan efek penurunan densiti ekspresi target antigen contohnya penurunan konsentrasi EGFR permukaan sel tumor atau membersihkan ligan seperti VEGF. Pengikatan ligand reseptor growth factor memicu dimerisasi dan aktivasi kaskade signal (gambar 7a) sehingga terjadi proliferasi sel dan hambatan terhadap zat sitotoksik (gambar 7b). Antibodi monoklonal menghambat signal dengan cara menghambat dimerisasi atau mengganggu ikatan ligand (gambar 7c).4,10

Gambar 7. Perubahan transduksi signal Imunomodulasi Beberapa percobaan menunjukkan antibodi yang langsung melawan cytotoxic T lymphocyte antigen 4 (CTLA 4) terbukti dapat menginduksi regresi imun. Pola toksisiti yang diteliti pada uji klinis memperlihatkan hubungan perlekatan CTLA 4 dengan ligand dapat menginduksi respons autoimun, hal ini terlihat pada aktivasi sel T dependent. Gabungan antibodi

antiCTLA 4 dengan antibodi monoklonal menginduksi ADCC, kemoterapi sitotoksik atau radioterapi sehingga dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen spesifik tumor.4,10 Penghantaran muatan sitotoksik Antibodi monoklonal pada terapi kanker akan melawan target sel tumor dengan cara mengikat sel spesifik tumor dan menginduksi respons imun. Antibodi monoklonal telah digunakan secara luas dalam percobaan sebagai zat sitotoksik sel - sel tumor. Modifikasi antibodi monoklonal dilakukan dengan tujuan sebagai zat penghantar radioisotop, toksin katalik, obat obatan, sitokin, enzim atau zat konjugasi aktif lainnya. Pola antibodi bispesifik pada kedua bagian Fab memungkinkan untuk mengikat target antigen dan sel efektor.4,10 Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan antibodi monoklonal sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor kemudian enzim mengaktifkanprodrug pada tumor, hal ini dapat meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor (gambar 7a) kemudian zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi antibodi monoklonal dan enzim permukaan sel tumor (gambar 7b-c) akhirnya inaktivasi prodrugterpecah dan melepaskan active drug di dalam tumor (gambar 7d).4,10

Gambar 7. Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)

Contoh Sediaan Antibodi Monoklonal

TRASTUZUMAB Trastuzumab (Herceptin) merupakan suatu antibodi monoklonal humanized yang menghambat sel pertumbuhan dengan cara mengikat bagian ekstraseluler reseptor HER2 protein tyrosine kinase. Trastuzumab juga menginduksi ADCC melalui sel NK dan monosit untuk melawan sel ganas. Trastuzumab mempunyai efek samping berupa disfungsi jantung (27% pada terapi kombinasi dan 8% terapi tunggal), mielosupresi dan diare.26 Ekspresi protein HER2 yang berlebihan ditemukan pada jaringan tumor KPKBSK dengan menggunakan

teknik immunohistochemistry (IHC) 20%, fluorescence in situ hybridization (FISH) 6% dan kadar serum HER2 > 15 ng/ml pada ELISA 6%.Immunohistochemistry (IHC) didapatkan 66 spesimen memberikan hasil positif dan ELISA didapatkan 13 spesimen positif tetapi tidak satupun spesimen positif pada FISH.27 Kombinasi trastazumab dan kemoterapi memberikan hasil lebih baik growth inhibitor pada sel yang mengekspresi HER2.28 Kombinasi trastuzumab dengan kemoterapi terbukti secara klinis memberikan keuntungan pasien kanker payudara metastasis HER2 positif.29 Penelitian uji klinis randomisasi fase II efek penambahan kombinasi trastazumab dengan kemoterapi standar (gemcitabine dan cisplatin) pada pasien KPKBSK HER2 positif memberikan hasil toleransi yang baik secara klinis.30 Kombinasi paclitaxel, carboplatin dan trastuzumab dapat diberikan pada KPKBSK stage lanjut dengan toksisiti yang tidak lebih buruk dibandingkan dengan terapi tanpa trastuzumab.31 Strategi yang paling menjanjikan dari target HER2 adalah penggunaan kombinasi inhibitor EGRF HER2 dimerization.32 CETUXIMAB Cetuximab (Erbitux) merupakan antibodi monoklonal chimeric yang bekerja mengikat EGFR pada bagian ekstraseluler. Cetuximab memberikan efek samping ruamacneiform, folikulitis pada wajah dan dada serta dilaporkan juga reaksi hipersensitif. Response rate (RR) lebih tinggi bila terjadi ruam pada kulit.26 Penelitian fase II monoterapi cetuximab pasien KPKBSK rekuren dan metastasis yang dideteksi EGFRnya dan yang telah diberikan satu atau lebih regimen kemoterapi sebelumnya, didapatkan 2 dari 29 (6,9%) parsial respons (PR) dan 5 pasien (17,2%) penyakitnya stabil. Uji klinis fase II pasien KPKBSK stage IIIB/IV rekuren atau TK dengan inhibitor

metastasis didapatkan respons, 3,3% PR (2/60 pasien) dan 25% penyakitnya stabil (15/60 pasien). Hal ini menunjukkan toleransi cetuximab sangat baik.33 Efikasi cituximab ditambah kemoterapi lainnya telah diteliti. Penelitian fase I pada KPKBSK didapatkan PR 2 dari 19 pasien (10,5%) dengan dosis multipel cetuximab dan cisplatin. Uji klinis randomisasi terkontrol kemoterapi naive pasien KPKBSK stage lanjut dengan ekspresi EGFR berlebihan didapatkan RR yang tinggi pada regimen cetuximab, vinorelbine dan cisplatin dibandingkan hanya dengan vinorelbine dan cisplatin saja (31,7% vs 20,0%).34 Penelitian lain kombinasi cetuximab dilaporkan bahwa didapatkan RR yang hampir sama. Kombinasi cetuximab dengan docetaxel kemoterapi pada KPKBSK refrakter/resisten didapatkan 28% (13/47) PR dan 17% (8/47) penyakitnya stabil.35 Cetuximab yang ditambahkan regimen paclitaxel + carboplatin atau regimen gemcitabine + carboplatine pada KPKBSK nave didapatkan masing masing RR 26% (31 pasien) dan 28,6% (35 pasien).36 BEVACIZUMAB Bevacizumab (Avastin) merupakan antibodi monoklonal humanized yang bekerja pada target VEGF, menstimulasi formasi pembuluh darah baru tumor. Bevacizumab mempunyai efek samping berupa hipertensi sedang dan efek yang jarang terjadi adalah perforasi intestinal.26 Beberapa inhibitor angiogenesis telah diteliti pada KPKBSK termasuk VEGF, VEGFR antibodi dan inhibitor VEGFR TK.37 Penelitian terbaik inhibitor angiogenesis adalah bevacizumab suatu antiVEGF antibodi yang dikombinasikan dengan kemoterapi dan erlotinib pada KPKBSK stage lanjut atau rekuren. Uji klinis randomisasi terkontrol 99 pasien KPKBSK stage IIIB/IV atau rekuren, bevacizumab ditambahkan pada paclitaxel + carboplatin memberikan respons dan time to progression (TTP) yang baik dibandingkan dengan paclitaxel + carboplatin saja. Median TTP jauh lebih bermakna pada pasien yang mendapatkan regimen bevacizumab dosis tinggi (15mg/kg) daripada yang mendapatkan dosis kecil (7,5mg/kg) (7,4 vs 4,2 bulan p=0,023). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada TTP pada grup bevacizumab dosis rendah dibandingkan paclitaxel + carboplatin saja.38 Hasil awal uji klinis fase I/II bevacizumab dan erlotinib pada KPKBSK stage IIB/IV atau rekuren didapatkan PR 8 dari 40 pasien (20%) dan penyakit stabil 26 dari 40 pasien

(65%), median survival time 12,6 bulan dan progression free survival 6,2 bulan. Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) E4599 trial membandingkan regimen paclitaxel + carboplatin dengan bevacizumab (PCB) dan tanpa bevacizumab (PC) pada KPKBSK stage lanjut. Hal ini merupakan uji klinis fase III pertama yang menunjukkan

keuntungan survival terapi lini pertama kombinasi target biologi dengan kemoterapi, dilaporkan RR 27% pada PCB dibandingkan 10% pada PC, progression free survival (PFS) (6,4 vs 4,5 bulan) dan median survival rates (12,5 vs 10,3 bulan) dengan bevacizumab.39 Bevacizumab memberikan toleransi yang baik bila dikombinasi dengan regimen paclitaxel + carboplatin yang akan mengubah toksisiti regimen kemoterapi. Bevacizumab mempunyai efek samping hipertensi, proteinuria dan hemoragik. Kasus hemoragik sangat kecil tetapi dilaporkan terjadi hemoragik pulmoner yang merupakan sebab hambatan angiogenesis. Hilangnya neovessel dalam jumlah besar pada sentral tumor menyebabkan perdarahan ke dalam kaviti tumor yang nekrosis.