Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN,...

179
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Transcript of Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN,...

Page 1: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP 

 

 

 

 

 

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Page 2: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

LAMPIRAN A

(AKADEMIK)

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 3: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 4: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

LAMPIRAN B

(PROTOKOL CODING, LEMBAR CODING,

HASIL PENELITIAN)

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 5: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

PROTOKOL PENGISIAN LEMBAR CODING

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN RUU PENYIARAN DI

OKEZONE.COM DAN TEMPO.CO

Pengantar

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui objektivitas dua media daring yaitu

Okezone.com dan Tempo.co dalam pemberitaan RUU Penyiaran. Dengan

mengambil unit analisis dari skema Whestersthal yang ditulis ulang oleh Eriyanto

(2011), maka terdapat 11 unit analisis yang akan diteliti. Mohon untuk dibaca

secara seksama petunjuk pengisian lembar coding ini dalam mengisi lembar coding

sebagai panduan Anda.

Berita

Peneliti hanya akan menyertakan berita. Penelitian ini tidak menyertakan iklan atau

advertorial (iklan yang ditulis sebagai informasi, seperti suatu berita). Berita di sini

didefinisikan sebagai semua produk yang dimuat di media daring (Okezone.com

dan Tempo.co) selain iklan, dan dibuat oleh wartawan media daring. Dalam media

daring, berita ini dapat ditemukan di halaman pencarian berita. Namun, berita di

sini tidak memasukkan editorial (tajuk rencana), opini/kolom) (baik yang dibuat

oleh wartawan atau oleh penulis luar), dan surat pembaca dan semacamnya.

Isu RUU Penyiaran

Penelitian ini hanya akan menyertakan berita mengenai RUU Penyiaran. Berita lain

di luar RUU Penyiaran tidak disertakan dalam penelitian ini. Peneliti akan

menyertakan seluruh berita mengenai RUU Penyiaran yang telah dicari melalui

halaman media Okezone.com dan Tempo.co.

Prosedur

Bacalah berita dari media daring dengan teliti. Bacalah juga petunjuk pengisian ini

agar Anda dapat menempatkan berita dalam kategori yang tepat. Setelah itu, isilah

lembar coding dengan angka pada bidang yang telah disediakan.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 6: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Q1: Faktualitas

1. Berita yang dilaporkan berupa fakta yang tidak dicampur dengan opini.

Fakta dibagi menjadi dua kategori, yaitu fakta sosiologis (fakta yang

diambil dari kejadian sebenarnya) dan fakta psikologis (fakta yang diambil

dari pendapat atau opini seseorang mengenai kejadian/peristiwa tersebut).

Adapun kombinasi, bila dalam sebuah berita memiliki fakta sosiologis dan

fakta psikologis.

1 = Berita mengandung fakta sosiologis saja.

2 = Berita mengandung fakta psikologis saja.

3 = Berita mengandung kombinasi fakta (sosiologis dan psikologis).

Q2: Akurasi

2. Kecermatan penulis berita dalam menulis ejaan nama, angka, tanggal, dan

usia.

1 = Berita akurat.

2 = Berita tidak akurat.

Q3: Lengkap

3. Berita yang diberitakan memiliki unsur 5W + 1H (what, who, where, when,

why, how).

1 = Berita memiliki unsur 5W + 1H

2 = Berita tidak memiliki unsur 5W + 1H

Q4: Relevansi

4. Berita dilaporkan sesuai dengan relevansi jurnalistik yaitu news value.

Terdapat sembilan nilai berita yaitu konflik, kemajuan dan bencana,

konsekuensi, kemahsyuran dan terkemuka, saat yang tepat dan kedekatan,

keganjilan, human interest, seks, dan aneka nilai.

1 = Berita memiliki nilai berita

2 = Berita tidak memiliki nilai berita

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 7: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Q5: Dua sisi (Cover Both Side)

5. Isi dari berita memiliki dua sisi yang berlawanan secara berimbang. Berita

dilaporkan dalam dua sisi (Cover both side).

1 = Berita diberitakan dua sisi.

2 = Berita hanya diberitakan satu sisi.

Q6: Proporsional

6. Masing-masing pihak dan sisi dalam isu telah diberikan kesempatan (ruang)

yang sama dalam setiap pemberitaan.

1 = Isi berita dilaporkan secara proporsional.

2 = Isi berita dilaporkan tidak proporsional.

Q7: Non-evaluatif

7. Berita yang dilaporkan tidak menyalahkan sebuah isu. Pemisahan fakta dan

opini, penggunaan kata menilai, nampaknya, agaknya, rupanya,

kabarnya/dikabarkan adalah opini.

1 = Berita tidak mengevaluasi sebuah isu/kejadian.

2= Berita mengevaluasi sebuah isu/kejadian.

Q8: Non-sensasional

8. Berita yang dilaporkan tidak menggunakan bahasa yang hiperbola

(berlebihan) untuk memberitakan sebuah kejadian.

1 = Berita tidak menggunakan bahasa yang berlebihan.

2 = Berita menggunakan bahasa yang berlebihan.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 8: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 9: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 10: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 11: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 12: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 13: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 14: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 15: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

LAMPIRAN C

(BERITA OKEZONE.COM)

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 16: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Bamsoet: RUU Penyiaran Menjadi RUU Prioritas DPR Bayu Septianto, Jurnalis · Selasa 17 April 2018 15:28 WIB JAKARTA - Pastikan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran masih berproses, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo menyatakan, akan segera memanggil Menkominfo Rudiantara untuk duduk bersama menjelaskan konsep hybrid multiplexing dalam RUU Penyiaran. Politisi Golkar dengan panggilan akrab Bamsoet ini meyakinkan DPR bersama pemerintah akan mencari jalan keluar terbaik bagi semua pihak. “RUU Penyiaran menjadi RUU prioritas DPR. Kita harapkan draft RUU Penyiaran bisa segera diajukan ke rapat paripurna untuk disetujui menjadi RUU inisatif DPR,” kata Bamsoet saat menerima Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) di ruang kerja Ketua DPR, Jakarta, Selasa (17/4/2018). Dijelaskannya, perdebatan antara penggunaan sistem single mux dan multi mux sudah hampir selesai. Pada sistem single mux penguasaan frekuensi dan infrastruktur digital dipegang sepenuhnya oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI). Sementara, pada sistem multi mux, penguasaan frekuensi dipegang banyak pemegang lisensi yang terdiri dari perusahaan-perusahaan penyiaran swasta dan pihak pemerintah. “Pemerintah dan DPR memiliki semangat yang sama. Yakni menginginkan RUU Penyiaran ini bisa segera dituntaskan,” papar Bamsoet. Bamsoet mengemukakan, sebelumnya pimpinan dewan telah menginisiasi pertemuan informal antara Menkominfo dengan para pimpinan fraksi DPR RI. Saat itu, Menkominfo mengusulkan jalan tengah dengan memakai sistem hybrid multiplexing. Sistem tersebut merupakan campuran antara sistem single mux dan multi mux. Dengan sistem ini, berbagai kebaikan yang ada di sistem single mux dan multi mux akan diambil dan dikombinasikan.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 17: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Pimpinan DPR akan segera memanggil Menkominfo untuk duduk bersama menjelaskan konsep hybrid multiplexing untuk sistem apa dipakai dalam RUU Penyiaran,” papar Bamsoet. Menanggapi penjelasan Ketua DPR, Bambang Harymurti mewakili ATSDI berharap revisi UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 bisa segera dituntaskan. Pasalnya, terhambatnya pembahasan RUU Penyiaran menimbulkan kerugian negara yang tidak sedikit. Salah satu contoh disebutkan Bambang Harymurti, kerugian pendapatan negara bukan pajak (PNBP) akibat terlambatnya peralihan TV analog switch off ke TV digital diperkirakan mencapai Rp2,8 triliun per tahun. “ATSDI tidak ingin terjebak dalam perbedatan sistem single mux atau multi mux. Terpenting, sistem yang dipilih tidak merugikan negara dan bertujuan untuk kemakmuran rakyat,” ujar Bambang Harymurti. “Pemerintah juga harus segera melaksanakan analog switch off agar kerugian negara tidak semakin besar dan pendapatan negara sebesar Rp2,8 triliun per tahun bisa terpenuhi, serta terbukanya lapangan kerja yang sangat signifikan,” tukasnya.

Sumber:

https://news.okezone.com/read/2018/04/17/337/1887741/bamsoet-ruu-penyiaran-menjadi-ruu-prioritas-dpr

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 18: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Ketua DPR: RUU Penyiaran Menggunakan Sistem Hybrid

Multiplexing Bayu Septianto, Jurnalis · Selasa 13 Februari 2018 20:01 WIB JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat menggunakan sistem Hybrid Multiplexing dalam RUU Penyiaran. Hal itu menjadi pembahasan dalam pertemuan informal yang diadakan Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo bersama Menkominfo Rudiantara dan para pimpinan Fraksi di DPR. Bamsoet, panggilan akrab politisi Golkar ini menyebutkan pembahasan RUU Penyiaran sebelumnya masih terhambat pembahasan antara penggunaan sistem Single Mux dan Multi Mux. "Saya kira kita perlu mencari jalan keluarnya, sehingga RUU Penyiaran bisa segera diselesaikan dengan bijaksana," kata Bamsoet di pertemuan yang berlangsung di ruang kerja Ketua DPR, Selasa (13/2/2018). Setelah melalui berbagai pertimbangan dan pembahasan, DPR RI dan pemerintah yang diwakili Menkominfo sepakat mencari jalan tengah dengan penggunaan Sistem Hybrid Multiplexing. Bamsoet menilai, sistem Hybrid Multiplexing merupakan campuran antara sistem Single Mux dan Multi Mux. Dengan sistem ini, berbagai kebaikan yang ada di sistem Single Mux dan Multi Mux akan diambil dan dikombinasi. “Dengan demikian dapat memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak, negara maupun para pelaku usaha industri penyiaran sama-sama diuntungkan," jelas Bamsoet. Dalam kesempatan yang sama, Bamsoet mengemukakan RUU Penyiaran sebagai inisiatif DPR akan dibahas pada masa sidang berikutnya. Hal ini mengingat besok sudah penutupan masa sidang DPR.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 19: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Insya Allah sudah tidak ada pembahasan yang terlalu rumit. Dengan menjalin komunikasi secara rutin, semua bisa diselesaikan dan dicari jalan keluarnya," pungkasnya. Sementara itu, Menkominfo Rudiantara menyambut baik adanya usulan Sistem Hybrid Multiplexing. Dirinya berharap agar RUU Penyiaran segera bisa diselesaikan.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2018/02/13/337/1859139/ketua-dpr-ruu-penyiaran-menggunakan-sistem-hybrid-multiplexing

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 20: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

DPR Dianggap Langgar 4 Aturan Jika RUU Penyiaran yang Belum

Rampung Diparipurnakan Bayu Septianto, Jurnalis · Kamis 01 Februari 2018 11:00 WIB JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo menjelaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih belum rampung untuk dibahas. Firman menekankan, apabila DPR memaksakan RUU tersebut masuk paripurna, setidaknya ada empat aturan yang dilanggar. Aturan-aturan itu yakni UU Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyusunan UU, UU Nmor 17 Tahun 2014 Tentang Kedudukan MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3), Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib, dan Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penyusunan UU. "Jadi semua empat aturan perundangan itu merupakan satu acuan dalam rangka untuk penyusunan sebuah UU," paparnya. Firman juga menjelaskan, masih ada beberapa poin yang dibahas dalam RUU Penyiaran yang masih dalam perdebatan. Salah satu perdebatan yang masih alot adalah perdebatan soal penerapan single mux atau multi mux yang akan digunakan. Sistem single mux merupakan pola pengelolaan penyiaran pada satu lembaga penyiaran publik. Hal itu meliputi aspek regulasi maupun operasional. Dalam single mux, pemerintah melalui Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI), berperan sebagai pengelola. Sementara multi mux melibatkan lembaga penyiaran swasta atau industri televisi dalam pengelolaannya. Firman menuturkan suatu undang-undang yang dihasilkan haruslah memberi keadilan bagi semua pihak, dalam hal ini pemerintah ataupun stasiun televisi swasta. Baleg, lanjut Firman membantu komisi I mencari alternatif guna menemukan norma baru yang lazim dipakai di dunia penyiaran.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 21: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

"Kami berpegang teguh pada usulan komisi 1, bahwa di UU Penyiaran ini adalah mempertegas bahwa tidak boleh ada pihak-pihak melakukan monopoli frekuensi. Karena frekuensi adalah sumber daya yang harus dikelola dikelola negara," tukasnya. Menurut Firman, pembahasan RUU Penyiaran ini masih terus dilakukan oleh Komisi I dan juga Baleg dalam rangka harmonisasinya. Firman menjelaskan, dalam proses pembuatan UU, penting dilakukan harmonisasi agar UU tersebut sesuai dengan konstitusi sehingga semua pihak terakomodir dalam UU ini. "Tidak boleh ada diskrimnasi dalam UU. Kita perlakukan sama pada semua pihak warga negara bangsa ini harus dapat perlakuan yang adil dalam UU. Kemudian tak boleh ada unsur monopoli baru," ucapnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2018/02/01/337/1853073/dpr-

dianggap-langgar-4-aturan-jika-ruu-penyiaran-yang-belum-rampung-diparipurnakan

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 22: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Wakil Baleg DPR Nilai RUU Penyiaran Harus Memberi Rasa

Keadilan Muhamad Rizky, Jurnalis · Kamis 01 Februari 2018 16:43 WIB JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo mengatakan rencana untuk memparipurnakan RUU Penyiaran dinilai dapat melanggar undang-undang dan tata tertib DPR. "Satu, (yang dilanggar adalah) UU tentang Tata Cara Penyusunan RUU yaitu UU Nomor 12 Tahun 2011 dan UU MD3 No 17 Tahun 2014 dan juga peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib dan Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penyusunan Rancangan Undang-Undang" kata Firman di ruang Baleg DPR RI, Kompleks Parlemen, (01/02/2018). Firman menjelaskan, saat ini Baleg sendiri masih mencari jalan keluar terkait perdebatan apakah akan menggunakan single mux atau multi mux. Ia juga mengaku telah mengundang seluruh stakeholder secara terbuka untuk mendapatkan hasil terbaik agar frekuensi tersebut tidak ada monopoli baik baik di swasta maupun di pemerintah. "Maka kita cari solusinya, solusinya adalah kita mencari jalan tengah. Karena mereka (lembaga swasta) sudah mau menyerahkan frekuensi yang dimiliki swasta itu seperti yang punya empat, diserahkan negara 3, yang punya dua diserahkan negara 1 dan dia kelola 1," paparnya. Firman menuturkan, apabila frekuensi ini ditarik semua ke lembaga penyiaran pemerintah, maka UU ini akan membentuk monopoli baru atas nama pemerintah. "Ini yang tidak kami inginkan dan tidak menjamin demokrasi penyiaran. Kemudian ini akan berpengaruh terhadap dunia penyiaran kita karena ketika lembaga pemerintah akan ditunjuk hanya satu-satunya pengelola frekuensi, maka semua dikendalikan oleh lembaga pemerintah dan membentuk lembaga baru yang membutuhkan anggaran besar," ungkapnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 23: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Untuk itu, Firman menambahkan akan menjelaskan kepada pimpinan DPR dan menunda paripurna RUU Penyiaran agar tetap dibahas melalui mekanisme Baleg. "Soal nanti keputusannya apakah akan single mux atau hybrid ini undang-undang bisa menjawab, memberikan sebuah kepastian hukum pada semua pihak," sambungnya. Lebih jauh, Firman menilai, dalam rangka kepastian hukum, UU harus bisa memberi rasa keadilan. "Jangan sampai UU dibuat untuk menggeser monopoli dan UU harus bisa jamin eksistensi pelaku usaha dimana dunia usaha merupakan pilar ekonomi nasional dan jangan sampai menimbulkan dampak pengangguran dan sebagainya," tutupnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2018/02/01/337/1853323/wakil-baleg-dpr-nilai-ruu-penyiaran-harus-memberi-rasa-keadilan

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 24: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran, Baleg: Bila Gunakan 'Single Mux' Akan Ada

Pengangguran Besar-besaran Muhamad Rizky, Jurnalis · Kamis 01 Februari 2018 15:19 WIB JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di Badan Legislasi (Baleg) yang belum menemukan keputusan terkait penggunaan frekuensi antara multi mux dan single mux. Sementara Komisi I DPR RI menilai pembahasan UU tersebut sudah terlalu lama sehingga akan dibawa pembahasannya ke rapat paripurna untuk segera diambil keputusan. Komisi I sendiri menginginkan agar menggunakan single mux. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo, mengungkapkan keinginan untuk penggunaan single mux memiliki dampak terhadap para pekerja di dunia penyiaran. Apabila tetap dilakukan dapat terjadi pengangguran besar-besaran di industri penyiaran swasta. "Yang kita pikirkan adalah lembaga swasta yang existing (ada), ini kalau terjadi keputusan single mux akan ada pengangguran besar-besaran. Tenaga profesional di pertelevisian swasta ini akan menjadi pengangguran karena akan seperti production house," kata Wakil Ketua Baleg Firman Subagyo di Gedung DPR, Senayan, Kamis, (1/2/2018). Selain itu, sambungnya, juga akan menimbulkan monopoli baru yang sebelumnya ada di swasta kini bergeser pada pemerintah. "Semua nanti dikendalikan lembaga pemerintah ini yang kita inginkan tidak fair kan, dan tidak menjamin demokrasi penyiaran," tuturnya. Firman mengaku tengah mencarikan jalan keluar yakni dengan menggunakan frekuensi hybird. Dengan begitu, keduanya baik dari pemerintah dan swasta saling berbagi frekuensi. "Maka kita cari solusinya, solusinya adalah kita mencari jalan tengah. Karena mereka (lembaga swasta) sudah mau menyerahkan frekuensi yang dimiliki swasta itu seperti yang punya empat, diserahkan negara 3, yang punya dua diserahkan negara 1 dan dia kelola 1" katanya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 25: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Firman menuturkan, akan menjelaskan kepada pimpinan DPR dan menunda paripurna RUU Penyiaran agar tetap dibahas melalui mekanisme "Soal nanti keputusannya apakah akan single mux atau hybrid ini undang-undang bisa menjawab, memberikan sebuah kepastian hukum pada semua pihak," katanya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2018/02/01/337/1853252/ruu-penyiaran-baleg-bila-gunakan-single-mux-akan-ada-pengangguran-

besar-besaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 26: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Belum Final, Baleg Ingatkan Pimpinan DPR RUU Penyiaran Tak

Bisa Segera Diparipurnakan Bayu Septianto, Jurnalis · Rabu 31 Januari 2018 22:54 WIB JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan hingga saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih terus dibahas dan belum final. Sejumlah persoalan masih dicarikan titik temu lantaran masih terjadi tarik menarik antara fraksi, pemerintah, dan juga pihak industri penyiaran. Terkait adanya informasi yang mengatakan bahwa pimpinan DPR dan Komisi I DPR melalui rapat Badan Musyawarah DPR sepakat akan membawa RUU Penyiaran ini akan dibawa ke dalam rapat paripurna, menurut Firman kesepakan tersebut jelas melanggar tata tertib perundang-undangan di DPR. "Ini saya ingatkan agar nanti tidak menimbulkan perseden buruk bagi DPR karena DPR pembuat UU tetapi akan membuat keputusan yang menabrak UU dan peraturan DPR itu sendiri," jelas Firman di Jakarta, Rabu (31/1/2018). Setidaknya ada empat aturan yang akan dilanggar bila RUU Penyiaran yang belum rampung ini tetap akan dibawa ke paripurna. Aturan-aturan itu yakni UU NO 12 Tahun 2017 Tenyang Tata Cara Penyusunan UU, UU NO 17 TH 2014 Tentang Kedudukan MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3), Peraturan DPR no 1 th 2014 Tentang Tata Tertib, dan Peraturan DPR no 2 th 2014 tentang Tata Cara Penyusunan UU. "Jadi semua empat aturan perundangan itu merupakan satu acuan dalam rangka untuk penyusunan sebuah UU," paparnya. Menurut Firman, pembahasan RUU Penyiaran ini masih terus dilakukan oleh Komisi I dan juga Baleg dalam rangka harmonisasinya. Firman menjelaskan, dalam proses pembuatan UU, penting dilakukan harmonisasi agar UU tersebut sesuai dengan konstitusi sehingga semua pihak terakomodir dalam UU ini.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 27: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

"Tidak boleh ada diskrimnasi dalam UU. Kita perlakukan sama pada semua pihak warga negara bangsa ini harus dapat perlakuan yang adil dalam UU. Kemudian tak boleh ada unsur monopoli baru," ucapnya. Salah satu perdebatan yang masih alot adalah perdebatan soal penerapan single mux atau multi mux yang akan digunakan. Sistem single mux merupakan pola pengelolaan penyiaran pada satu lembaga penyiaran publik. Hal itu meliputi aspek regulasi maupun operasional. Dalam single mux, pemerintah melalui Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI), berperan sebagai pengelola. Sementara multi mux melibatkan lembaga penyiaran swasta atau industri televisi dalam pengelolaannya. Firman menuturkan suatu undang-undang yang dihasilkan haruslah memberi keadilan bagi semua pihak, dalam hal ini pemerintah ataupun stasiun televisi swasta. Baleg, lanjut Firman membantu komisi I mencari alternatif guna menemukan norma baru yang lazim dipakai di dunia penyiaran. "Kami berpegang teguh pada usulan komisi 1, bahwa di UU Penyiaran ini adalah mempertegas bahwa tidak boleh ada pihak-pihak melakukan monopoli frekuensi. Karena frekuensi adalah sumber daya yang harus dikelola dikelola negara," tukasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2018/01/31/337/1852944/belum-

final-baleg-ingatkan-pimpinan-dpr-ruu-penyiaran-tak-bisa-segera-diparipurnakan

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 28: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Baleg DPR: RUU Penyiaran Masih Belum Temukan Titik Temu

Kemas Irawan Nurrachman, Jurnalis · Selasa 23 Januari 2018 21:52 WIB JAKARTA - Badan legislatif DPR memastikan RUU penyiaran yang kini masih dalam pembahasan masih terus dilakukan penyelarasan sehingga belum ada titik temu apakah akan menggunakan sistem single mux atau multi mux dalam pelaksanaannya. "Belum (ada titik temu), mungkin setelah pembahasan MD3 selesai baru kita jadwalkan pertemuan kembali. Intinya, membuat UU jangan sampai ada pihak yang dirugikan," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo saat dihubungi Okezone, Selasa (23/1/2018). Dia menjelaskan, pelaksanaan single mux bukan menyelesaikan masalah, namun bisa saja menimbulkan masalah baru. "Jika sekarang disebut ada monopoli oleh swasta, tetapi dengan single mux ditunjuk LPP sebagai pihak yang mengatur, jadi tetap saja ada monopoli di situ," tuturnya. Saat ini, lanjut Firman, swasta sudah melakukan investasi besar untuk equipment, jika dilakukan penerapan single mux maka akan banyak operator yang menganggur karena menjadi production house. "Jika ini diserahkan ke LPP, maka membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit. Nah investasi tersebut bergantung pada apbn, seperti yang kita tahu apbn ini sedang ngos-ngosan," tandasnya. "Oleh karena itu, UU harus harus memberikan suatu rasa keadilan, artinya bahwa tidak ada diskriminasi," tegasnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2018/01/23/207/1849300/baleg-dpr-

ruu-penyiaran-masih-belum-temukan-titik-temu

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 29: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Catat! Konsep Multi Mux Tak Kurangi Digital Dividen

Tim Okezone, Jurnalis · Selasa 07 November 2017 19:37 WIB JAKARTA - Konsep pengelolaan multiplekser (mux) antara single mux dan multi mux masih menjadi perdebatan. Ada yang menganggap bahwa konsep multi mux dapat mengurangi digital dividen, yakni frekuensi kosong yang ditinggalkan setelah siaran tv beralih ke digital. Saat ini total frekuensi yang dimiliki oleh seluruh stasiun televisi ialah selebar 336 MHz. Sementara setelah terjadinya peralihan ke digital, total frekuensi yang terpakai ialah 144 MHz. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Neil Tobing, dengan diberlakukannya konsep multi mux tidak akan mengurangi digital dividen yakni sebesar 112 MHz di kawasan Jakarta, dan 160 MHz di luar Jakarta. "Ada kekhawatiran bahwa multi mux akan mengurangi jumpah dividen. Padahal jumlah digital dividen masih 112 MHz," kata Neil dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (7/11/2017). Selain masih dapat mengamankan digital dividen, konsep single mux juga dianggap sulit beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Sebab untuk menyediakan teknologi baru, penyelenggara multipleksing harus melewati mekanisme demi mendapatkan dana APBN. Hal itu juga dapat memungkinkan negara untuk menambah pinjaman luar negeri guna memenuhi kebutuhan tersebut jika dana pembaruan tak mencukupi. Neil juga mengungkap bahwa proses digitalisasi TV free to air harus dipersiapkan dengan matang sehingga perlu dibuat rencana strategis dan blue print digital yang komprehensif guna mengatur studi keekonomian, ASO, subsidi STB dan standarisasi layananan teknologi dan lainnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/11/07/207/1810124/catat-konsep-multi-mux-tak-kurangi-digital-dividen

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 30: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

ATVSI: Single Mux Ciptakan Praktik Monopoli dan Persaingan

Tidak Sehat Tim Okezone, Jurnalis · Selasa 07 November 2017 20:33 WIB JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran diharapkan bisa melindungi industri penyiaran dengan memberikan kepastian hukum. Selain itu rancangan yang masih dikaji di DPR itu juga harus menjamin keberlangsungan kegiatan usaha. Saat ini stasiun televisi swasta telah mengeluarkan investasi untuk menggelar penyiaran. Beberapa di antaranya bahkan hampir mengalami kebangkrutan. Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Neil Tobing, menjelaskan, hal ini patut menjadi pertimbangan saat mengesahkan Undang-Undang tersebut. "Industri penyiaran harus dilindungi karena investasi sudah triliunan. Ada empat stasiun tv yang pernah masuk proses PKPU supaya mereka survive. Kenapa RUU penting bagi mereka, industri yang sudah dibangun susah payah ini harus dilindungi," ungkap Neil dalam sebuah grup diskusi di Jakarta, Selasa (7/11/2017). Oleh karena itu, ia pun menilai harus ada blue print mengenai recana strategis menuju penyiaran digital. Dikatakannya, RUU Penyiaran harus bersifat visioner dan dalam penyusunannya harus melibatkan pemangku kepentingan. Sebab, industri penyiaran telah menjadi isu strategis dengan berkontribusi terhadap pendapatan negara dari industri kreatif. Menurut Neil, industri penyiaran dan radio telah menyumbang belanja iklan sebesar 65%. Tak hanya itu ekosistem industri penyiaran juga telah menyerap lapangan kerja sekira 500.000 penduduk Indonesia. ATVSI sendiri mendukung diterapkannya sistem multipleksing dengan cara multi mux. Karena secara model bisnis digital terdapat beberapa kelemahan seperti harga sewa yang tak kompetitif, jika hanya dikontrol oleh operator dan lembaga penyiaran swasta tak memiliki porsi tawar.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 31: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Konsep single mux dianggap menciptakan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat karena terjadi posisi yang dominan yakni dikuasi satu operator. Senada diungkapkan Korbid PS2P KPI Pusat, Agung Suprio. Dia menegaskan, konsep single mux memiliki kelemahan dalam hal implementasi dan pemerintah harus menyubsidi set top box kepada masyarakat dengan dana yang tak sedikit.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/11/07/207/1810164/atvsi-single-mux-ciptakan-praktik-monopoli-dan-persaingan-tidak-sehat

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 32: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pengamat: Single Mux Bikin Media Tak Independen

Tim Okezone, Jurnalis · Senin 06 November 2017 22:03 WIB JAKARTA : Polemik RUU penyiaran masih berlanjut hingga kini. Badan Legislasi dan Komisi I DPR RI masih belum menemukan titik untuk penyelesaian masalah pengelolaan mutlipleksing. Ada dua pilihan cara pengelolaan multipleksing yang masih diperdebatkan yakni dengan cara multi mux dan single mux. Ada pihak-pihak yang setuju bahwa pengelolaan diberikan kepada pemerintah dengan cara single mux, namun ada pula yang lebih setuju dengan konsep multi mux. Salah satu yang mendukung cara multi mux ialah Pengamat Komunikasi Politik Emrus Sihombing. Ia mengatakan bahwa multi mux memberikan kebebasan kepada swasta untuk mengelola multipleksing. Hal ini menurutnya, sejalan dengan demokrasi. Sementara itu jika single mux diterapkan, independensi media dikhawatirkan bakal hilang sebab akan dikelola oleh satu lembaga yakni pemerintah. Menurutnya, negara memang memiliki tugas untuk mengatur namun tak sampai menguasai. Dengan demikian, akan terjadi sentralistik yang dapat mengorbankan demokrasi. Ia menyadari bahwa secara teori segala yang sentralistis bakal lebih efisien. Namun dalam penyiaran hal ini tak berlaku sebab dapat mengekang kebebasan berkomunikasi. "Tidak boleh kebebasan itu digenaggam. Karena kebebasan berkomuniaksi itu demokrasi. Itu bisa melanggar demokrasi yang sudah dibangun," kata Emrus dalam sebuah seminar di Tangerang, Senin (6/11/2017). "Betul negara punya fungsi mengatur tapi tidak untuk menguasai. Semakin dewasa suatu negara semakin besar memberikan pengelolaan kepada masyarakat," imbuhnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/11/06/207/1809538/pengamat-single-mux-bikin-media-tak-independen

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 33: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

ATVSI: Multi Mux Jamin Kualitas Siaran Televisi

Tim Okezone, Jurnalis · Senin 06 November 2017 20:48 WIB JAKARTA - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menjamin bahwa penerapan multipleksing dengan cara multi mux dapat menjaga kualitas siaran televisi. Hal ini karena dengan diterapkannya sistem single mux stasiun televisi akan bergantung pada satu penyelenggara saja. Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia, Neil Tobing, mengatakan, pihak swasta telah terbiasa dengan slogan zero tolerance. Artinya mereka memiliki tanggung jawab dan service level agreement yang tinggi terhadap pengiklan. "Jadi tidak pernah dalam satu detik tiba-tiba mati kemudian tidak siaran. Kita kan bertanggung jawab kepada pengiklan, makanya keberlanjutan dari siaran itu diperhatikan," kata Neil dalam sebuah diskusi di Tangerang, Senin (6/11/2017). Selain itu, ia juga menjawab tudingan bahwa dengan multi mux akan membuat digital dividen menjadi berkurang. Padahal, menurut Neil, hal itu tidak benar. Ia menilai, adanya peralihan ke digital, frekuensi yang menjadi digital dividen masih sebedar 112 MHz. Memang, untuk saat ini televisi swasta memiliki total frekuensi 336 MHz, tapi setelah terjadinya peralihan ke digital totalnya bakal menjadi 144 Mhz, sementara sisanya menjadi digital dividen, untuk cadangan atau keperluan lainnya. "Jadi sebenarnya ketakuatan saat peralihan ke digital itu menyuburkan konglomerat itu tidak terbukti sebenarnya," tegasnya. Ia pun mengkhawatirkan jika multipleksing dikelola oleh hanya satu penyelenggara, maka dikhawatirkam bakal menjadi boomerang bagi industri itu sendiri. Berkaca dari penggunaan satelit Telkom 2 yang telah berakhir masa pakainya, salah satu stasiun televisi swasta tak bisa melakukan siaran selama 5 jam. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Televisi Indonesia, Santoso, memberikan pandangan lain soal peliknya RUU penyiaran ini. Ia

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 34: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

mengatakan bahwa seharusnya pemerintah dan stakeholder memastikam pola hukum dan teknis terlebih dahulu, kemudian membahas soal modal. "Harusnya pemerintah dan stakehoder duduk bersama membahas pola teknis (peralihan ke digital), baru modalnya sepeti apa. Bukan di balik, pemerintah menentukan pola bisnisnya seperti apa, baru pola teknisnya," ungkapnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/11/06/207/1809504/atvsi-multi-mux-jamin-kualitas-siaran-televisi

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 35: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Asosiasi Televisi Swasta Minta DPR Libatkan Dewan Pers Bahas

RUU Penyiaran Emirald Julio, Jurnalis · Senin 23 Oktober 2017 14:07 WIB JAKARTA – Komisi I DPR RI masih membahas RUU Penyiaran terutama terkait masalah pengaturan pengelolaan frekuensi dengan konsep single mux serta multi mux. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) meminta parlemen melibatkan Dewan Pers dalam pembahasan RUU Penyiaran. Ketua ATVSI, Ishadi Soetopo Kartosapoetro jari ini mendatangi Dewan Pers untuk membahas masalah tersebut. Menurutnya, pembahasan mengenai RUU Penyiaran di DPR ada yang bermasalah mengingat pihak Dewan Pers tidak dilibatkan. “Kami datang ke Dewan Pers karena dalam praktek penyiaran televisi sekarang ini , kami juga bernaung di bawah Dewan Pers karena ada lembaga berita di dalam stasiun televisi,” ujar Ishadi SK di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017). Sebelumnya, Komisi I DPR mengajukan agar pelaku media televisi swasta menggunakan konsep single mux. Hal ini pun ditentang oleh para pelaku TV swasta, khususnya ATVSI, yang memandang konsep tersebut merugikan serta bersifat memonopoli karena dikelola sepenuhnya oleh pemerintah. Badan legislatif sendiri memiliki mengajukan konsep multi mux dengan para pelaku media swasta yang turut dilibatkan. “Dulu pernah terlansir di kalangan Komisi I (sebuah) jalan tengah, solusi. Model single dan multi ini disederhanakan menjadi hybrid yang artinya lembaga pemerintah dan lembaga penyiaran swasta bersama-sama mengelola multiplexing yang ada dalam peralihan dari analog ke digital,” jelas Ishadi. ATVSI sebenarnya menyambut baik solusi ini meski konsep hybrid ini bukan merupakan hal yang umum. “Melihat dalam konteks Indonesia yang begitu luas kepulauannya, begitu banyak diperlukan stasiun-stasiun pemancar, begitu mahal biaya pengelolaan masing-masing pemancar dan lain sebagainya. Ini sebagai alternatif yang dipakai sebagai jalan tengah,” tutur Ishadi.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 36: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Ishadi sempat menyampaikan keinginannya agar Dewan Pers pun dilibatkan dalam pembahasan RUU Penyiaran dan secara adil dapat menyikapinya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/10/23/337/1800657/asosiasi-televisi-swasta-minta-dpr-libatkan-dewan-pers-bahas-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 37: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Terkait RUU Penyiaran, Dewan Pers Lakukan Kaji Cari Rumusan

Terbaik Emirald Julio, Jurnalis · Senin 23 Oktober 2017 22:05 WIB JAKARTA – Pihak Dewan Pers akan mengkaji keluhan pihak Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) terkait RUU Penyiaran yang tengah dibahas oleh Komisi I DPR. ATVSI memandang terdapat kekeliuran karena Dewan Pers tidak dilibatkan dalam penggodokan pembahasan RUU tersebut. “Kami akan bertemu nanti sembilan anggota Dewan Pers untuk merumuskan apa yang akan kami rekomendasikan kepada Komisi I karena Komisi I adalah mitra kami. Perlu dicatat bahwa ATVSI, salah satu konstituen Dewan Pers,” ucap Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin (23/10/2017). Ketua ATVSI, Ishadi Soetopo Kartosapoetro, menghadap kepada Dewan Pers untuk menyampaikan keluhan bahwa pengajuan konsep single mux yang disampaikan di DPR itu bersifat merugikan. Bahkan ia menegaskan bahwa pengelolaan frekuensi single mux bersifat monopoli dan merugikan para pelaku penyiaran swasta. “Kami perlu mendengar juga secara dekat dan langsung dari Pak Ishadi mewakili ATVSI. Semua keluhan, semua yang disampaikan kepada kami akan kami catat dan kami akan mendorong supaya ada semacam pertemuan terbatas, FGD di antara konstituen kita kemudian mengundang ahli-ahli. Dari sana kemudian kami kaji mana rumusan yang terbaik,” jelas Ketua Dewan Pers. Yosep juga menyampaikan, selama pembahasan RUU Penyiaran terkait single mux dan multi mux, pihak Dewan Pers tidak pernah dilibatkan. “Padahal kita tahu bahwa isi siaran televisi swasta ada berita. Di mana sebetulnya itu tidak boleh dikontrol, tidak boleh disensor, tidak boleh dibatalkan, tidak boleh dilarang dan tidak boleh diintervensi oleh siapa pun,” tegasnya. Karena itu, pihak Dewan Pers akan memberikan rekomendasi terkait rumusan RUU Penyiaran. Jika sesuai jadwal maka pembahasan RUU ini

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 38: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

akan kembali dibahas pada Rabu nanti oleh Komisi I DPR sebelum memasuki masa reses.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/10/23/337/1801011/terkait-ruu-penyiaran-dewan-pers-lakukan-kaji-cari-rumusan-terbaik

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 39: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Waduh! Konsep Single Mux Buat Infrastruktur Penyiaran Sia-Sia

Tim Okezone, Jurnalis · Sabtu 21 Oktober 2017 12:42 WIB JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih menjadi perbincangan hangat berbagai pihak terkait. Betapa tidak, undang-undang ini telah dibahas sejak tahun 2008 dan masih belum mencapai titik temu. Menurut Agung Suprio, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) penerapan single mux akan membuat infrastruktur yang telah dibangun oleh berbagi pelaku industri penyiaran menjadi sia-sia. Pasalnya frekuensi yang telah mereka miliki hingga saat ini harus dikembalikan ke negara. “Kalau pakai single mux, otomatis tower-tower yang mereka sudah bangun di seluruh pelosok indonesia tidak terpakai. Infrastruktur yang sudah dibangun itu menjadi sia-sia, karena diambil alih oleh negara,” katanya dalam talkshow Polemik di radio Trijaya di Jakarta , Sabtu (21/10/2017). Pelaku industri sendiri kini mengelola sendiri satu frekuensi untuk setiap satu stasiun televisi. Perusahaan juga diharuskan membangun tower di berbagai daerah agar masyarakat di Indonesia mendapatkan siaran yang diselenggarakan stasiun tersebut. Namun jika penerapan single mux diberlakukan, maka infrastruktur itu tak lagi dikelola oleh penyiaran swasta terkait, dan dialihkan ke badan independen yang ditentukan oleh pemerintah. Disisi lain, ia juga menyarankan agar operator mux dimana jika single mux diterapkan, tidak menutup saluran yang seharusnya diterima masyarakat. Hal itu disebabkan karena kewenangan tersebut diatur oleh pihaknya yakni KPI. Diakui Neil Tobing, Sekjen Asosialsi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), beberapa pelaku industri yang bernaung di lembaganya memang telah menggelontorkan banyak dana untuk mendapatkan frekuensi dalam lelang yang dilakukan pemerintah 2011 lalu. Alhasil ia mengharapkan RUU Penyiaran mempertimbangkan usaha yang dilakukan pelaku industri dan regulator tidak menerapkan single mux yang akan merugikan publik.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 40: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Jangan sampai yang dirugikan publik. Harusnya RUU mempertimbangkan effort, usaha yang dilakukan pemain eksisting. Kita itu sudah ditetapkan sebagai pemenang mux,” tegasnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/21/207/1799799/waduh-konsep-single-mux-buat-infrastruktur-penyiaran-sia-sia

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 41: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran, Baleg DPR: Single Mux Mematikan Sektor Swasta

Tim Okezone, Jurnalis · Sabtu 21 Oktober 2017 18:14 WIB JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Penyiaran kini tengah dalam tahap harmonisasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Komisi I DPR sendiri mengajukan konsep single mux untuk mengatur infrastruktur penyiaran. Sementara itu, Badan Legislatif (Baleg) mengajukan konsep multi mux dimana pelaku industri penyiaran dilibatkan dalam mengatur infrastruktur tersebut. Namun konsep single mux yang diajukan Komisi I DPR dinilai merugikan pelaku industri penyiaran swasta yang telah banyak mengeluarkan biaya untuk infrastruktur penyiaran. Menurut Luthfi Andi Mutty, Baleg DPR bahwa konsep single mux akan mematikan pelaku industri penyiaran swasta karena frekuensi yang dahulu dimilikinya harus dikembalikan ke pemerintah. “Single mux mematikan swasta. Kanal-kanal bisa dicabut karena dimiliki negara. Kita tidak boleh flashback seperti masa lalu, masyarakat hanya mendapatkan infromasi dari satu pintu,” katanya dalam talkshow radio Trijaya FM di Jakarta, Sabtu (21/10/2017). Dijelaskan Luthfi pihaknya mengusung konsep multi mux karena kebebasan pers harus dijamin demi kontrol sosial yang pada akhirnya mewujudkan demokrasi yang sehat. Selain itu, pihak swasta juga selayaknya tidak dilarang dalam mengelola infrastruktur penyiaran demi memberikan informasi yang berimbang. “Kami memilih multi mux karena frekuensi adalah sumber daya yang terbatas. Maka kehadiran negara tidak bisa dinafikan. Tetapi kehadiran sektor swasta juga tidak boleh dimatikan karena dengan kehadiran sektor swasta untuk memberikan informasi ke publik yang berimbang, tidak monopoli pemerintah, sehingga bisa membuat demokrasi semakin sehat. Jadi ini yang kita mau,” papar Luthfi. Baleg sendiri tak melarang campur tangan pemerintah dalam pengelolaan infrastruktur penyiaran. Namun ia menyarakankan agar pemerintah mengajak pelaku industri penyiaran untuk andil mengingat banyak dana yang telah mereka kucurkan.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 42: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Boleh diatur negara karena memang harus diatur dan di seluruh dunia memang diatur (pemerintah), tapi tidak boleh membuat swasta mati apalagi swasta sudah lama membangun infrastruktur,” tegasnya. Sementara itu menurut Judhariksawan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin selayaknya regulator mengerti kondisi pelaku industri penyiaran yang eksisting sehingga tidak merugikan publik. “Ketika ada perubahan undang-undang apapun, regulator harus mengerti kondisi sosiologis hari ini,” katanya dalam kesempatan yang sama. Judhariksawan yang sebelumnya menjabat sebagai ketua Komisi Penyiaran Indonesia, mencontohkan pemberlakukan aturan di Amerika Serikat (AS) terkait migrasi digital penyiaran yang tak merugikan publik. Hal ini menurutnya harus diambil sebagai pelajaran dalam menerapkan RUU Penyiaran di Tanah Air. “Amerika Serikat saat migrasi digital, pemerintah memberikan subsidi set top box ke warga negaranya yang masih free to air, USD40 di tiap rumah tangga. Pelajarannya dari AS yang liberal, bahwa perubahan dari analog ke digital jangan merugikan siapa pun, itu intinya. Jadi jangan merugikan siapapun bahkan publik,” terangnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/21/207/1799903/ruu-penyiaran-baleg-dpr-single-mux-mematikan-sektor-swasta

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 43: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Waduh, KPI Anggap UU Penyiaran saat Ini Sudah Usang

Bayu Septianto, Jurnalis · Sabtu 21 Oktober 2017 15:18 WIB JAKARTA - Lamanya pembahasan Revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran membuat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) khawatir. KPI khawatir regulasi penyiaran masih menggunakan UU yang lama, yang dianggap sudah usang karena tak mengikuti perkembangan zaman. "Pada tahun ini pun kami khawatir jika rancangan ini tidak segera mencapai titik temu diantara anggota DPR, sehingga kita masih memakai Undang-undang Penyiaran yang kami anggap sudah usang," kata Komisioner KPI Pusat Agung Suprio dalam diskusi Polemik Radio MNC Trijaya Network bertajuk RUU Penyiaran, Demokrasi dan Masa Depan Media di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10/2017). Menurut Agung, kehadiran UU Penyiaran baru menjadi sebuah keharusan. Hal itu mengingat UU yang ada saat ini tidak dapat mengakomodasi perkembangan teknologi informasi terbaru sehingga muncul problematika di dunia penyiaran. "KPI berharap pembahasan RUU Penyiaran tidak berlarut-larut dan dapat segera diselesaikan untuk disahkan," tuturnya. Kekhawatiran Agung muncul lantaran menurutnya revisi UU Penyiaran ini telah bergulir sejak 2008, atau sejak dirimya belum menjadi anggota KPI Pusat. "Sebelum saya menjadi anggota KPI Pusat, tercatat dalam dokumen saya itu sejak 2008, dan tidak pernah mencapai kesepakatan," pungkasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/10/21/337/1799841/waduh-kpi-anggap-uu-penyiaran-saat-ini-sudah-usang

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 44: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Revisi UU Penyiaran, DPR Ingin Lebih Menjamin Kebebasan Pers

Bayu Septianto, Jurnalis · Sabtu 21 Oktober 2017 15:45 WIB JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran masih belum rampung dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lamanya pembahasan, menurut Kapoksi Fraksi Partai NasDem di Badan Legislatif (Baleg) DPR Luthfi Andi Mutty karena DPR ingin UU Penyiaran yang baru nanti hasilnya bisa memperkuat demokrasi, terutama dalam hal kebebasan pers. "Sebagai lembaga demokrasi, DPR itu harus menjaga bahwa UU Penyiaran ini tetap menjamin adanya kebebasan, kebebasan pers," ujar Luthfi dalam diskusi Polemik Radio MNC Trijaya Network Bertajuk RUU Penyiaran, Demokrasi dan Masa Depan Media di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10/2017). Luthfi menambahkan melalui kebebasan pers, kontrol sosial bisa dilakukan sehingga nantinya bisa menghadirkan demokrasi yang lebih sehat dan kuat. "Karena lewat kebebasan pers itu lah kontrol sosial itu bisa dilakukan, sehingga bisa menghadirkan pemerintah demokrasi yang lebih sehat," tuturnya. Dikatakan Luthfi, tidak ada alasan apapun untuk mengembalikan semua kewenangan terkait penyiaran kepada negara. UU Penyiaran yang baru, lanjutnya harus lebih menjamin rasa keadilan, baik bagi masyarakat maupun para pengusaha televisi. "Berkeadilan dalam arti negara hadir mengatur frekuensi, karena frekuensi adalah sumber daya alam yang terbatas," pungkas Luthfi.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/10/21/337/1799845/revisi-uu-penyiaran-dpr-ingin-lebih-menjamin-kebebasan-pers

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 45: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

KPI Berharap DPR Segera Selesaikan Pembahasan RUU

Penyiaran Bayu Septianto, Jurnalis · Sabtu 21 Oktober 2017 12:55 WIB JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera menyelesaikan pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. "Kami berharap RUU Penyiaran segera diselesaikan jika berbicara penyiaran yang lebih berkualitas," ujar Komisioner KPI Pusat Agung Suprio dalam diskusi Polemik MNC Trijaya dengan tema RUU Penyiaran, Demokrasi dan Masa Depan Media di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10/2017). Menurut Agung, perdebatan-perdebatan yang ada di DPR diharapkan tidak merugikan kewenangan KPI sebagai pengawas konten dalam penyiaran. "Jangan sampai perdebatan merugikan kewenangan KPI, merugikan kualitas penyiaran," jelasnya. Perdebatan yang saat ini sedang menonjol adalah perdebatan konsep single mux atau multi mux dalam pengelolaan infrastruktur pertelevisian Konsep single mux yakni hanya ada satu operator bagi seluruh stasiun tv, sementara multi mux, yakni konsep yang membuat setiap stasiun tv dapat mengelola infrastrukturnya sendiri. Menurut Agung, KPI tidak mempermasalahkan mau diterapkan single mux ataupun multi mux. Namun KPI memberi catatan penting yang harus diperhatikan yakni harus ada pembatasan dan dikawal dengan baik oleh DPR. Agung mengatakan, apabila DPR memilih single mux, maka harus ada pembatasan agar peran pemerintah tidak menjadi lebih dominan. Jika peran pemerintah lebih dominan, lanjut Agung, potensi untuk mengintervensi stasiun televisi akan lebih besar untuk dilakukan. Contohnya bisa melarang menayangkan acara tertentu hingga pencabutan saluran tv swasta secara paksa. "Single mux pembatasannya pemerintah tidak menjadi dominan," ujarnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 46: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sementara multi mux harus dilakukan pembatasan agar tidak terjadi dominasi oleh pemilik modal. "Kalau DPR memilih multi ini mesti ada peraturan turunannya. misalnya 30 persen dalam saluran mux itu hanya boleh dimiliki oleh pengelola mux. 70 persen itu orang yang tidak berapliasi dengan pengelola mux. Jadi menghindari adanya kekuatan (dominasi) dari pemilik modal," tukasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/10/21/337/1799802/kpi-berharap-dpr-segera-selesaikan-pembahasan-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 47: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Badan Legislatif Bahas Dua Permasalahan Ini Terkait RUU

Penyiaran Bayu Septianto, Jurnalis · Sabtu 21 Oktober 2017 11:02 WIB JAKARTA - Kapoksi Fraksi Partai NasDem di Badan Legislatif DPR, Luthfi Andi Mutty mengatakan Rancangan Undang-Undang Penyiaran pengganti UU Nomor 22 Tahun 2002 masih terus dibahas oleh Baleg DPR. Berbagai masalah terus dibahas DPR agar RUU ini cepat selasai. Luthfi mengungkapkan, permasalahan yang ada di Baleg salah satunya tentang migrasi dari sistem analog ke sistem digital. "Migrasi dari analog ke digital. Kita harap ketika uu ditetapkan tidak ada migrasi terlalu lama dari analog ke digital," ujar Luthfi dalam diskusi Polemik MNC Trijaya dengan tema RUU Penyiaran, Demokrasi dan Masa Depan Media di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10/2017). Lutfhi menilai kelebihan sistem digital adalah lebih bamyak kanal atau saluran televisi. Alhasil, bisa dimanfaatkan masyarakat. "Karena ada kelebihan kanal yang bisa dimanfaatkan. Jadi publik bisa memperoleh tayangan yang berkualitas," tuturnya. Selain itu, perdebatan juga masih terjadi pada single mux dan multi mux atau multipleksing operator. Single mux operator, yakni sistem yang hanya ada satu operator atau penyelenggara layanan multipleksing penyiaran digital, dalam hal ini LPP RTRI. Dalam model bisnis ini, Radio Televiri Republik Indonesia (RTRI) akan menguasai dan mengelola penggunaan frekuensi dan menyediakan infrastruktur transmisi. Sedangkan kegiatan lembaga penyiaran swasta (LPS) hanyalah memproduksi konten, dan menyiarkannya melalui kanal frekuensi dan infrastruktur yang dikelola oleh RTRI melalui sistem sewa. Sementara, multipleksing operator, dimana setiap LPS eksisting menjadi pengelola frekuensinya masing-masing dan menjalankan multipleksing untuk keperluan internal LPS sendiri.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 48: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

"Kami dari NasDem lebih memilih ke multi mux. Karena negara harus hadir tapi tidak mematikan pihak swasta," tukasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/10/21/337/1799765/badan-legislatif-bahas-dua-permasalahan-ini-terkait-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 49: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Polemik RUU Penyiaran, DPR: Single Mux Dapat Mematikan

TV Swasta Bayu Septianto, Jurnalis · Sabtu 21 Oktober 2017 12:36 WIB JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran masih belum rampung dibahas di DPR, terutama terkait konsep single mux dan multi mux. Konsep single mux yakni hanya ada satu operator bagi seluruh stasiun tv, sementara multi mux, yakni konsep yang membuat setiap stasiun tv dapat mengelola infrastrukturnya sendiri. Kapoksi Fraksi Partai Nasdem di Badan Legislatif DPR, Luthfi Andi Mutty menilai konsep single mux dapat mematikan televisi-televisi swasta, lantaran negara dalam hal ini memiliki kuasa untuk mengatur seluruh pengelolaan infrastruktur pertelevisian. "Single mux itu pasti, karena semua nanti kanal-kanal menjadi dimiliki negara. Negara bisa cabut chanel-chanel yang swasta," ujar Luthfi dalam diskusi Polemik MNC Trijaya dengan tema RUU Penyiaran, Demokrasi dan Masa Depan Media di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10/2017). Fraksi NasDem pun mendorong agar yang diterapkan terkait hal ini adalah konsep multy mux. "Maka kemudian kita harap multy, negara hadir, swasta hadir," jelas Luthfi. Sementara itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Satrio menyerahkan sepenuhnya konsep ini kepada DPR RI yang akan mengesahkan RUU Penyiaran ini. Menurut Agung, apapun konsepnya, KPI berharap seluruh pihak harus tetap mengawal konsep ini. "Single mux atau multi mux ini perlu dikawal dengan baik," tutur Agung.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/10/21/337/1799796/polemik-

ruu-penyiaran-dpr-single-mux-dapat-mematikan-tv-swasta

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 50: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Jika Single Mux Diterapkan, Negara Bisa Merugi dan Industri Penyiaran

Menderita Tim Okezone, Jurnalis · Kamis 19 Oktober 2017 16:31 WIB JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Penyiaran masih bergelut di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Komisi I DPR dalam draft undang-undang mengajukan konsep single mux yang nantinya akan menjadikan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai penyelenggara tunggal multipleksing digital. Namun konsep single mux tersebut menuai kontroversi dari berbagai stakeholder penyiaran. Menurut Judhariksawan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hassanudin, konsep single mux akan merugikan pelaku industri penyiaran. Tak hanya itu, negara juga akan merugi terkait anggaran yang harus dikeluarkan. "Bagi negara akan membutuhkan anggaran yang besar untuk menyediakan, mengkondisikan single mux. Sehingga jika single mux menjadi otoritas negara, menguasai atau mengembalikannya, maka harus dijelaskan dulu anggarannya bersumber dari mana dan berapa besarnya, serta apakah kita mampu untuk anggaran itu. Karena sejauh yang kita ketahui bahwa kita punya utang luar negeri yang besar, apa dia berasal dari utang luar negeri lagi?," katanya di Jakarta, Kamis (19/10/2017). Sementara itu dari sisi industri penyiaran eksisting, mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia itu, akan menjadi pihak yang paling menderita. Pasalnya, pelaku industri penyiaran telah menggelontorkan triliunan dana untuk hak penggunaan frekuensi serta izin penyiaran. Akibatnya tak hanya pelaku industri, pihak terkait seperti sumber daya manusia (SDM) pun akan terdampak dari penerapan konsep single mux. "Kalau berubah jadi single mux yang paling menderita adalah yang eksisting, yakni Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) baik yang berjaringan atau stasiun-stasiun lokal. Dari sisi investasi yang telah dikeluarkan, terberat bagi mereka karena telah diberikan hak untuk menggunakan frekuensi dan bahkan izin penyelenggara penyiaran selama 10 tahun serta izin berusaha," paparnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 51: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

"Jika berubah dan mereka harus menyewa kepada single mux, berarti ada lagi investasi baru yang harus mereka keluarkan. Bukan efisiensi tapi justru double investasi karena harus menginvestasikan bagaimana mengkoneksikan antara stasiun mereka dengan lembaga penyelenggara mux," terangnya. Atas hal tersebut, Judhariksawan lebih menyarankan konsep multi mux. Secara tegas, ia juga menyarankan agar regulator melihat kondisi pelaku industri pemyiaran eksisting yang akan sangat terdampak atas konsep single mux. Undang-undang penyiaran sendiri bukan kali pertama ini dirancang, sehingga RUU penyiaran yang hingga saat ini belum rampung telah memiliki dasar. Oleh karenanya, Judhariksawan menilai perlunya memperhatikan kepentingan pelaku industri sesuai dengan kondisinya saat ini. "Kalau kondisi eksisting ya seharusnya multi dan regulator seharusnya melihat kondisi itu. Karena ini bukan dari nol, regulator tidak bisa dong, harus melihat kondisi ini. Jangan membuat undang-undang yang merugikan banyak pihak karena kita tidak berangkat dari nol," tegasnya. Menurutnya, konsep single mux jika pada akhirnya diterapkan dan menimbulkan ketidakcocokan, justru akan membuat masalah baru.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/19/207/1798620/jika-single-mux-diterapkan-negara-bisa-merugi-dan-industri-penyiaran-

menderita

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 52: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Soal RUU Penyiaran, Pengamat: Single Mux Hilangkan

Demokratisasi Penyiaran Tim Okezone, Jurnalis · Kamis 19 Oktober 2017 19:39 WIB JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran menuai kontroversi. Hal ini dipicu oleh konsep single mux yang diajukan komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DRP). Konsep itu sendiri akan menjadikan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai penyelenggara tunggal multipleksing digital. Dijelaskan Judhariksawan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hassanudin, undang-undang penyiaran sejatinya bukanlah hal yang baru di Tanah Air. Sebelumnya, undang-undang serupa telah ada yakni UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Peraturan tersebut dinilai demokratis, sesuai dengan beralihnya rezim orde baru. Namun, penggunaan konsep single mux akan menghasilkan satu badan independen yang mengatur infrastruktur penyiaran, sehingga demokratisasi dalam penyiaran menjadi tergerus oleh aturan baru. "Kalau kemudian penyiaran hendak dikendalikan lagi oleh negara ini, kan jadi pertanyaan terkait demokrasi yang kita usung dalam konsep UU penyiaran 32 no 2002. Kekhawatiran saya adalah mudah-mudahan tidak terjadi, demokratisasi penyiaran yang kita nikmati, tergerus dalam UU yang baru," kata Judhariksawan di Jakarta, Kamis (19/10/2017). Menurutnya, dalam demokrasi penyiaran diharapkan pemerintah tidak terlalu jauh mengintervensi urusan penyiaran karena adanya kebebasan berekspresi dan informasi dalam industri penyiaran. Diakui Judhariksawan, saat ia menjabat sebagai ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), ia kerap mengingatkan DPR untuk tidak menghilangkan demokratisasi penyiaran saat ada revisi undang-undang. "Dari dulu saya mengatakan ke teman-teman di parlemen, saya meminta bahwa kalaupun ada amandemen atau revisi besar-besaran terhadap UU Penyiaran, tolong filosofi tentang demokratisasi penyiaran jangan dihilangkan. Supaya tetap menikmati kebebasan pers dan informasi," terangnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 53: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Ia menilai bahwa undang-undang yang dibuat untuk penyiaran kali ini harus mampu menggandeng industri penyiaran yang eksisting. Artinya, regulator disarankan untuk menggunakan konsep multi mux yakni dengan menggandeng para pelaku industri dalam mengelola infrastruktur penyiaran seperti yang telah berlangsung saat ini. "Idealnya regulator harus melihat kondisi eksisting hari ini bahwa telah ada penyelenggara mux yang telah ditetapkan oleh negara sehingga mereka harus diakomodir sebagai penyelenggara multipleksing, karena mereka telah membangum infrastruktur yang sebegitu besar," kata Judhariksawan. Sebagaimana diketahui, konsep single mux keukeuh diajukan oleh Komisi I DPR. Pada intinya mereka menginginkan satu lembaga tunggal untuk mengelola infrastruktur penyiaran. Menurut Judhariksawan, kalaupun regulator menginginkan adanya lembaga tersebut, akan lebih baik komponennya dicampur dengan pelaku industri eksisting. "Kalaupun ada keinginan ada lembaga lain yang dengan pembiayaan negara, ya tidak apa-apa, di mix aja. Antara yg telah eksisiting dengan kondisi baru misalnya. Ini untuk mengakomodir stasiun-stasiun tertentu yang ingin ikut dalam penyiaran digital," tegasnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/19/207/1798777/soal-ruu-penyiaran-pengamat-single-mux-hilangkan-demokratisasi-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 54: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Soal Single Mux, LPPMII: Itu Menzalimi Masyarakat

Tim Okezone, Jurnalis · Rabu 18 Oktober 2017 17:32 WIB JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU) masih menjadi perbincangan antara Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Legislatif (Baleg). Poin krusial yang menjadi polemik adalah konsep single mux yang keukeuh diajukan Komisi I DPR. Padahal konsep tersebut dinilai tidak ideal bagi pelaku industri penyiaran. Menurut Ketua Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala, konsep single mux akan merugikan pelaku industri penyiaran bahkan masyarakat. Pasalnya otoritas penyelenggara multipleksing digital atau dikenal dengan istilah single mux hanya akan dikelola oleh LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI). Diakui Kamilov, pihaknya telah mengajukan saran kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait penolakan single mux dalam sudut pandang masyarakat. Meski begitu, pihaknya belum juga mendapat tanggapan. “Kami sebenarnya sudah memberikan masukan kepada Kominfo karena leading sector-nya di Menkominfo. Tapi Kominfo lebih sibuk ngurus telco bukan ngurus penyiaran,” katanya di Jakarta, Rabu (18/10/2017). Meski begitu LPPMII juga berencana mengajak masyarakat untuk memberikan tanggapannya ke Kominfo terkait konsep single mux yang dinilai akan merugikan banyak pihak. Sementara itu dari sisi pelaku industri menurut Kamilov hendaknya turut memberikan pencerahan kepada pemerintah agar hybrid mux lebih dipertimbangkan. “Kawan-kawan asosiasi kan banyak, itu berilah pencerahan ke anggota dewan, pemerintah,” tegasnya. Single mux sendiri jika pada akhirnya diterapkan oleh pemerintah dinilai Kamilov menzalimi masyarakat karena tidak melihat pertimbangan dari sudut pandang masyarakat yang mampu menilai konten penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 55: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Kami dari sisi masyarakat terzalimi, tidak melihat pertimbangan-pertimbangan dari sisi masyarakat dan industri, karena bagaimana pun industri dan masyarakat jadi satu kesatuan, ada juga yang bekerja di industri ini, tapi kalau dengan ini caranya, ini sudah zalim. Harusnya pemerintah berfikir ulang lah,” terangnya. Komisi I DPR diketahui keukeuh dengan draft pengajuannya terkait single mux. Padahal sejatinya konsep hybrid mux tak hanya menguntungkan industri penyiaran dan masyarakat, namun juga menguntungkan pemerintah. Keuntungan tersebut menurut Kamilov Sagala didapatkan pemerintah dari adanya efisiensi sumber daya frekuensi, yang tak hanya dimiliki negara juga masyarakat. “Dampaknya (hybrid mux) lebih banyak kepentingan pemerintah karena ada efisiensi sumber daya frekuensi. Padahal (frekuensi) itu milik negara, milik masyarakat. Harusnya kepentingan negara di baliknya adalah kepentingan masyarakat. Hanya cara-caranya supaya efisien jangan merugikan yang lain, banyak peluang untuk tidak dirugikan,” jelas Kamilov.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/18/207/1797945/soal-single-mux-lppmii-itu-menzalimi-masyarakat

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 56: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Konsep Single Mux Ancam Industri hingga Demokrasi Penyiaran Tim Okezone, Jurnalis · Rabu 18 Oktober 2017 13:00 WIB JAKARTA - Konsep single mux masih menjadi perbincangan hangat di industri penyiaran Tanah Air. Sebagaimana diketahui, konsep tersebut merupakan poin yang yang dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Badan Legislatif (Baleg). Komisi I DPR dalam draft RUU Penyiaran tersebut keukeuh mengusung konsep single mux, dimana nantinya akan menetapkan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara single mux. Ketua Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala mengatakan, seharusnya para anggota DPR yang menangani RUU Penyiaran ini berpikir ulang atas konsep single mux. Pasalnya, konsep itu dinilainya tak hanya merugikan pelaku industri penyiaran namun juga masyarakat. "Konsep single mux ini merugikan industri, masyarakat dan ketiga lebih jauhnya menurut saya sumber daya manusia (SDM) akan muncul orang-orang yang tersingkirkan nanti dengan model-model yang tidak dipikirkan masyarakat jauh-jauh hari," katanya kepada Okezone di Jakarta, Rabu (18/10/2017). Kamilov Sagala mengimbau, Komisi I DPR untuk kembali berpikir ulang karena konsep single mux akan mengubah RUU Penyiaran yang sebelumnya bersifat demokratis menjadi otoriter. Artinya masyarakat akan sangat terbatasi dalam menerima informasi karena akan banyak konten melalui penyensoran berdasarkan sudut pandang pemerintah, sehingga informasi yang didapat masyarakat pun hanya satu arah. "Kalau otoriter itu diteken dengan undang-undang yang akan diluncurkan itu, ya kita masyarakat akan sangat-sangat terbatas menerima informasi dan satu pintu karena ada sensor-sensor tertentu terhadap kontennya. Akan muncul abuse of power atau menyalahgunakan kekuasaan," tegasnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 57: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Konsep single mux dinilai Kamilov akan membatasi kreativitas dalam konten penyiaran. Pasalnya, konten yang dibuat harus mengikuti keinginan pemerintah yang terkadang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat. Alhasil kebebasan masyarakat atau demokrasi masyarakat disisi penyiaran akan hilang. Oleh karenanya, Kamilov menyarankan penggunaan konsep hybrid mux sebagai pengganti single mux. "Harusnya hybrid, campuran, bukan single jadi ada pintu. Industri ini ada pilihan-pilihan bukan hanya satu titik (seperti) single mux," ujarnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/18/207/1797695/konsep-single-mux-ancam-industri-hingga-demokrasi-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 58: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran, KPI: Single Mux Berpotensi ke Era Otoritarian

Tim Okezone, Jurnalis · Rabu 18 Oktober 2017 19:31 WIB JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih mandek hingga saat ini. Pasalnya konsep yang akan diterapkan untuk mengelola infrastruktur di industri penyiaran masih belum ditentukan. Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sendiri dalam draft RUU Penyiaran mengajukan konsep single mux. Namun rupanya konsep itu dinilai berpotensi mengembalikan era otoritarian. Tak hanya itu, beberapa kalangan akan merugikan pelaku industri hingga masyarakat. Dijelaskan Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin bahwa penerapan single mux berpotensi digunakan oleh beberapa kelompok untuk kembali ke era otoritarian. Pasalnya konsep single mux pada akhirnya akan menentukan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara multipleksing digital. “Minusnya (single mux) beberapa kelompok berpotensi ke era otoritarian. Seperti misalnya menggunakan TVRI atau badan independen yang ditunjuk pemerintah, bisa saja diintervensi kekuasaan sehingga berpotensi bahaya,” katanya kepada Okezone, Rabu (18/10/2017). Pilihan untuk pengelolaan infrastruktur penyiaran sendiri yakni single mux, multi mux dan hybrid mux. Single mux, banyak menuai kontroversi karena hanya menetukan RTRI sebagai satu-satunya badan independen tanpa menggandeng pelaku industri penyiaran. Sementara itu, konsep multi mux yang memungkinkan berbagai pihak terkait menjadi pengelola infrastruktur penyiaran dinilai Rahmat agak sulit. Pasalnya frekuensi yang dialokasikan untuk penyiaran, jumlahnya kurang dibanding dengan televisi yang telah mengajukan izin operasi ke pemerintah. Oleh karenanya, menurut wakil ketua KPI itu konsep hybrid mux merupakan solusi tengah diantara polemik single mux dan multi mux. “Menurut kami, hybrid akan bisa menjadi solusi tengah. Dari 10 frekuensi misalnya akan, 3 dikelola oleh TVRI atau badan independen yang telah

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 59: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

ditentukan dan 7 frekuensi sisanya dikelola oleh LPS (Lembaga Penyiaran Swasta),” tukasnya.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/18/207/1798005/ruu-penyiaran-kpi-single-mux-berpotensi-ke-era-otoritarian

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 60: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Soal RUU Penyiaran, Single Mux Diklaim Picu Persaingan Usaha Tak

Sehat Tim Okezone, Jurnalis · Sabtu 14 Oktober 2017 15:21 WIB JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih menjadi perdebatan saat ini. Adapun poin yang menjadi sorotan di sini salah satunya adalah konsep single mux operator. Konsep single mux akan menetapkan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital atau single mux. Namun, konsep ini dinilai berbagai kalangan akan berdampak pada persaingan usaha yang tidak sehat. "Saya melihat ini tidak baik untuk industri penyiaran keseluruhan karena akan berdampak pada persaingan usaha tidak sehat, dan membungkam demokratisasi penyiaran," kata Pakar Industri Penyiaran/Telekomunikasi Heru Sutadi kepada Okezone. Dijelaskan oleh Heru, potensi persaingan usaha tidak sehat itu bisa mencakup sistem yang rusak, di mana nantinya akan didahulukan pasti siaran TV sendiri lebih dulu. "Potensi persaingan usaha tidak sehat, misalnya sistem rusak, yang didahulukan pasti siaran TV sendiri lebih dulu. Dan, dalam kondisi tertentu misalnya, saluran TV lain ditutup sementara yang memiliki mux tetap bisa siaran sendiri," jelasnya. Lebih lanjut, Heru menuturkan bahwa sebaiknya pemerintah melihat terlebih dulu praktik terbaik dari negara lain soal mux ini. "Kita harus melihat best practise di banyak negara seperti apa, di mana rata-rata memiliki beberapa mux, bukan tunggal," lanjutnya. Di samping itu, Kamilov Sagala, Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) sebelumnya juga mengatakan bahwa pemberlakuan single mux bukanlah solusi, namun justru menimbulkan masalah baru.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 61: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Menurutnya, regulator selayaknya mengantisipasi hal lain yang dibutuhkan terkait migrasi dan affordability. Dalam merancang regulasi, selayaknya regulator tak melupakan ketersediaan layanan dan kemampuan daya beli demi mencapai tujuan migrasi yang maksimal dari sistem analog menuju digital. Ia juga menyarankan para pembuat kebijakan untuk lebih memberikan solusi bagi semua pihak, bukan malah bertindak acuh. Berkaca dari negara lain yang berhasil mengimplikasikan konsep hybrid mux, menurut Kamilov konsep tersebut akan menjadi solusi yang baik bagi berbagai pihak di Indonesia.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/14/207/1795404/soal-ruu-penyiaran-single-mux-diklaim-picu-persaingan-usaha-tak-sehat

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 62: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Soal RUU Penyiaran, Pengamat: Penerapan Single Mux akan Menimbulkan Masalah Baru

Tim Okezone, Jurnalis · Jum'at 13 Oktober 2017 19:38 WIB JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran hingga saat ini belum juga usai dirumuskan. Konsep single mux yang ‘keukeuh’ diusung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai pro kontra dari berbagai pelaku industri penyiaran. Konsep single mux dinilai berbagai kalangan akan membuat industri penyiaran menjadi tidak sehat. Konsep ini sendiri akan menetapkan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital. Dijelaskan Kamilov Sagala, Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) pemberlakukan single mux bukanlah solusi, namun justru akan menimbulkan masalah baru. “Dengan melakukan perubahan model bisnis pertelevisian menjadi model single mux sudah tentu akan menimbulkan masalah baru bukan memberikan solusi. Itikad tidak baik sudah tentu menjadi asumsi para pemain dalam industri televisi dengan adanya niatan dari regulator mengubah model bisnis menjadi single mux,” kata Kamilov dalam opininya yang diterima Okezone. Menurutnya, regulator selayaknya mengantisipasi hal lain yang dibutuhkan terkait migrasi dan affordability. Dalam merancang regulasi, selayaknya regulator tak melupakan ketersediaan layanan dan kemampuan daya beli demi mencapai tujuan migrasi yang maksimal dari sistem analog menuju digital. Ia juga menyarankan para pembuat kebijakan untuk lebih memberikan solusi bagi semua pihak, bukan malah bertindak acuh. Berkaca dari negara lain yang berhasil mengimplikasikan konsep hybrid mux, menurut Kamilov konsep tersebut akan menjadi solusi yang baik bagi berbagai pihak di Indonesia. “Mengingat pada keberhasilan negara-negara lain, maka pilihan seharusnya diperluas dengan memperhatikan model bisnis hybrid mux. Dengan adanya

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 63: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

opsi model hybrid mux ini menjadi win win solution bagi semua pihak. Pilihan yang terbaik harus mendasarkan pada keberlangsungan jangka panjang dan kebaikan bersama, bukan hanya demi kepentingan sesaat yang mengakibatkan kekacauan dimasa yang akan datang karena menanggung beban regulasi yang tidak baik yang dihasilkan saat ini,” kata Kamilov menegaskan.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/13/207/1795047/soal-ruu-penyiaran-pengamat-penerapan-single-mux-akan-menimbulkan-masalah-

baru

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 64: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pengamat: Single Mux Bentuk Monopoli dan Kapitalisasi

Frekuensi Moch Prima Fauzi, Jurnalis · Jum'at 13 Oktober 2017 09:05 WIB JAKARTA - Pembahasan mengenai RUU Penyiaran masih menjadi perdebatan panjang antara pihak regulator dengan para penyelenggara televisi analog. Salah satu poin yang disorot dalam revisi Undang-Undang Penyiaran ini antara lain adalah adanya perubahan yang nantinya akan menetapkan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara infrastruktur multipleksing digital atau dikenal juga dengan istilah single mux operator. Hal tersebut, dianggap sebagai bentuk otorisasi dan kesewenang-wenangan pemerintah terhadap dunia penyiaran. Kamilov Sagala, Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII), mengatakan, hal ini tak akan menimbulkan pertumbuhan industri penyiaran. Selain itu ia juga berpendapat, jika single mux menjadi pilihan terakhir maka masyarakat akan kehilangan keuntungan sebab tak lagi memiliki pilihan yang variatif. Malahan, kata Kamilov, ini bisa menjadi tindakan monopoli di dunia penyiaran. "Itu jelas monopoli karena hanya ditangani oleh satu pihak yakni dari RTRI dan ini dikendalikan oleh pemerintah. Meskipun di sana terdapat badan penasihat tapi independensinya untuk kepentingan pemerintah. Padahal kita ini negara demokrasi tapi kesannya tidak demokratis," tuturnya kepada Okezone, Jumat (13/10/2017). Sementara itu soal target pemerintah untuk menaikkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), ia menilai bahwa itu hanya alasan belaka. Menurutnya frekuensi yang merupakan Sumber Daya Alam (SDA) terbatas bukan untuk pemerintah, melainkan hak masyarakat. Oleh karena itu, ia meminta agar SDA tersebut diberikan kepada masyarakat melalui sistem hibrid agar masyarkat diberikan pilihan yang variatif dan

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 65: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, baik pelaku industri maupun pemerintah. Dengan menargetkan pada PNBP, dikhawatirkan akan terjadi kapitalisme pada dunia penyiaran dan digunakan sebagai penguatan kekuatan dan keuangan semata. "Ujung-ujungnya ya kapitalisme dan monopoli. Sistem single mux ini dikhawatirkan cuma menjadi penguatan kekuatan dan keuangan saja. Bisa dikatakan ini juga merupakan bentuk abuse of power," imbuh Kamilov. Ia pun meminta pemerintah untuk mencontoh negara Jerman dan Malaysia yang sudah menjalankan single mux. Negara terdekat, Malaysia, saat ini masih belum berhasil melakukan perpindahan dari analog ke digital dengan single mux. Ia juga meminta pemerintah untuk memperhatikan Sumber Daya Manusia di industri penyiaran jika single mux diterapkan.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/13/207/1794541/pengamat-single-mux-bentuk-monopoli-dan-kapitalisasi-frekuensi

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 66: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Single Mux Tandai Kemunduran Kehidupan Demokrasi di Indonesia

Tim Okezone, Jurnalis · Kamis 12 Oktober 2017 16:41 WIB JAKARTA - Konsep Single Mux seandainya diterapkan, maka hal itu menandai kemunduran kehidupan demokrasi di Indonesia, khususnya di bidang penyiaran. Penerapan single mux operator yang hanya sekedar mengejar peningkatan PNBP dengan mengorbankan demokrasi penyiaran yang telah dibangun dengan susah payah merupakan biaya sosial yang sangat mahal. "Bukan hanya mengarah pada ancaman monopoli, tetapi proses digitalisasi yang semula diharapkan akan terlaksana dengan lebih cepat, menjadi lambat karena mux operator harus mengakomodasi banyaknya media televisi FTA yang tentunya akan membutuhkan kapasitas infrastruktur multipleksing (menara, antena, dan lain-lain) dalam jumlah yang sangat besar. Sementara infrastruktur televisi analog yang dimiliki oleh LPS menjadi tidak bermanfaat lagi," jelas Kamilov Sagala, S.H., M.H, Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII). Dalam Pasal 20 ayat (1) RUU Penyiaran jelas menyebutkan bahwa “Model migrasi dari penyiaran analog ke digital adalah multiplekser tunggal”. Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan pula bahwa “Frekuensi dikuasai oleh negara dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah”. Sementara jika frekuensi siaran (slot/kanal) nantinya diserahkan atau dikuasai oleh satu pihak (otoritas tunggal) dalam hal ini Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI), maka sangat besar potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang (abuse of power). LPS menjadi tidak memiliki kemerdekaan dalam publikasi konten karena berada di bawah bayang-bayang kekuasaan mux operator serta tidak adanya jaminan terlaksananya service level agreement baik terhadap penggunaan slot atau kanal pada infrastuktur multipleksing yang dikelola oleh operator tunggal. Penguasaan mux operator atas faktor inilah yang mengarah pada perbuatan monopoli dan jelas mengabaikan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 67: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Selain single mux operator, sebenarnya masih ada pilihan lain sebagai solusi terkait perdebatan panjang dalam RUU Penyiaran, yakni sistem hybrid. Penerapan sistem hybrid dalam penyelenggaraan penyiaran multipleksing merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran, di mana LPP dan LPS akan menjadi operator atau penyelenggara multipleksing akan mengakomodir kepentingan seluruh media penyiaran televisi FTA, baik yang memiliki kepentingan komersial maupun yang tidak. Sistem ini akan menjamin ketersediaan kanal untuk program-program baru (ketersediaan frekuensi untuk penyiaran analog terbatas) menjadi bertambah, termasuk untuk mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran masa depan seperti UHD4K, dan UHD 8K bahkan teknologi Hybrid Broadband Broadcast Television (HbbTV) yang memungkinkan diselenggarakannya layanan M to M application dan interactive yang saat ini sedang diujicobakan di Jerman dan Polandia. Ketersediaan frekuensi untuk system hybrid ini tetap mencukupi untuk mengakomodasi siaran LPS, antisipasi perkembangan teknologi ke depan, maupun digital deviden.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/12/207/1794153/single-mux-tandai-kemunduran-kehidupan-demokrasi-di-indonesia

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 68: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Soal RUU Penyiaran, Pengamat: Saya Lebih Menyarankan Multi Mux Tim Okezone, Jurnalis · Kamis 12 Oktober 2017 16:55 WIB JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran kini telah memasuki tahap harmonisasi, pembulatan dan pemantapan antara Badan Legislasi (Baleg) dengan Komisi I DPR RI. Meski begitu beberapa poin dalam konsep RUU Penyiaran itu masih terbilang jauh dari harapan pelaku industri Penyiaran. Beberapa poin dalam draft yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai tak sejalan dengan pelaku industri penyiaran, sehingga terbilang jauh dari tujuan untuk menumbuhkan industri penyiaran yang sehat. Salah satu dari perubahan substansi yang dilakukan oleh Baleg adalah model bisnis migrasi sistem penyiaran televisi terresterial penerimaan tetap tidak berbayar (TV FTA) analog menjadi digital. Pada intinya, Komisi I DPR tidak bersedia mengubah konsep single mux operator dan penetapan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital. Hal ini tentu saja menuai polemik, pasalnya frekuensi siaran akan dikuasai oleh satu pihak saja. Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan, konsep single mux akan memisahkan antara konten dengan teknologi dalam industri penyiaran. Padahal kedua poin itu menjadi kesatuan dalam sebuah pesan yang disalurkan melalui teknologi penyiaran. “Konsep single mux pengelola dipusatkan di konsorsium, dengan demikian pengendalian frekuensi dan infrastruktur ada di tangan mereka. Sementara siaran tidak bisa dipisahkan dengan konten, meskipun DPR menyebut konten tidak termasuk, itu tidak dipisahkan dengan teknologi,” kata Emrus kepada Okezone, Kamis (12/10/2017). Menurutnya, infrastruktur penyiaran jika dikelola dengan konsep single mux tetap tidak bisa terlepas dari media massa, karena desain distribusi penyampaian konten tak bisa dipisahkan. Oleh karenanya, Emrus lebih menyarankan untuk menggunakan konsep multi mux ketimbang single mux.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 69: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Saya sangat prihatin terhadap teman-teman di DPR yang menurut saya harus mengedepankan Pasal 29. Terus terang saya lebih menyarankan muti mux,” tegasnya. Sementara itu, jika DPR bersikukuh untuk menggunakan konsep single mux, Emrus menyarankan agar pelaku industri penyiaran atau media massa dilibatkan dalam konsorsium. “Masih ada jalan keluar, kompromi pelaku industri penyiaran dengan DPR. Salah satunya bisa saja single mux, tetapi yang mengelolanya orang-orang TV, jangan konsorsium kekuasaan dari legislatif dan eksekutif,” jelasnya. Tak hanya itu, Emrus juga menyarankan agar para anggota DPR tidak kaku dan lebih terbuka untuk berdialog dengan pelaku industri penyiaran. “Aneh bagi saya teknologi dipisahkan dengan konten. Itu satu kesatuan, perlu jalan keluar yang sifatnya kompromi dalam pengertian positif sehingga kedua kepentingan terakomodasi, tidak mengganggu industri penyiaran. Saya mendorong teman-teman DPR jangan kaku, buka dialog dengan orang-orang industri penyiaran,” kata Emrus.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/12/207/1794167/soal-ruu-penyiaran-pengamat-saya-lebih-menyarankan-multi-mux

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 70: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Berkaca dari Malaysia, Single Mux Ciptakan Masalah di Dunia

Penyiaran Tim Okezone, Jurnalis · Kamis 12 Oktober 2017 16:31 WIB JAKARTA - RUU Penyiaran masih menjadi diskusi panjang antara pihak regulator dengan penyelenggara televisi analog. Berawal dari revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2012, yang mengusung adanya perubahan yang nantinya akan menetapkan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara infrastruktur multipleksing digital. Penyelenggara infrastruktur multipleksing digital tersebut biasa dikenal dengan istilah single mux operator. Namun, rencana penerapan single mux menuai kritik dan dinilai tak mampu menciptakan industri penyiaran yang sehat dan demokratis. Indonesia perlu melihat Malaysia, yang lebih dahulu mengusung konsep single mux. Akan tetapi, konsep single mux di negara tersebut menemui kendala atau hambatan. "Konsep single mux operator yang ditetapkan di Malaysia mengalami berbagai masalah sejak diluncurkan, yakni tingkat layanannya rendah dan harga sewa kanal yang tidak kompetitif sehingga para stasiun televisi termasuk stasiun televisi yang dimiliki oleh Pemerintah tidak mau membayar harga sewa kanal," kata Kamilov Sagala, S.H., M.H, Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII). Hal seperti ini harus dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan industri penyiaran di Indonesia karena kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap iklim industri penyiaran. Belajar dari pengalaman Malaysia yang sudah merintis memprogramkan peralihan dari analog ke digital sejak tahun 1998 namun belum juga berhasil melakukan analog switch off ke digital sampai saat ini, seharusnya menjadi bahan pertimbangan para regulator.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 71: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Kenyataannya di Malasyia, konsep single mux operator yang secara resmi memulai uji coba siaran digital pada 2006 di Klang Valley sampai saat ini belum bisa berjalan efektif dan maksimal. Asumsi yang paling kuat yang mendasari sulitnya melakukan analog switch off di Malasyia adalah konsep single mux operator yang diterapkan, sehingga iklim kompetisi menjadi menurun. Berdasarkan data dari European Broadcasting Union (EBU), Asia Pasific Broadcasting Union (ABU) maupun International Telecomunication Union (ITU), dipastikan bahwa sebagian besar negara yang sudah melakukan analog switch off, lebih memilih sistem hybrid dari pada single mux operator. Hanya dua negara yang menggunakan sistem single mux operator, selain Malaysia, yakni Jerman. Jerman adalah salah satu negara yang berhasil karena 90 persen pemirsanya menikmati tayangan televisi melalui sistem kabel dan hanya 10 persen yang menikmati layanan TV FTA.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/10/12/207/1794141/berkaca-dari-malaysia-single-mux-ciptakan-masalah-di-dunia-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 72: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Soal RUU Penyiaran, ATVSI: Konsep Single Mux Operator Ciptakan Monopoli & Tidak

Demokratis Tim Okezone, Jurnalis · Senin 25 September 2017 16:00 WIB JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang Undang Penyiaran saat ini telah memasuki tahap harmonisasi, pembulatan dan pemantapan antara Badan Legislasi (Baleg) dengan Komisi I DPR RI. Jika kesepakatan dalam rapat tersebut tercapai, Baleg akan menyerahkan draf RUU ke Komisi I DPR yang nantinya Komisi I akan membawa draf RUU Penyiaran ke Sidang Paripurna DPR untuk disahkan menjadi RUU Penyiaran Inisiatif DPR. Meskipun demikian, melihat hasil rapat harmonisasi, pembulatan dan pemantapan pada tanggal 20 September yang lalu, konsep RUU Penyiaran tersebut dinilai masih jauh dari harapan dalam menciptakan industri penyiaran yang sehat dikarenakan masih ada sejumlah poin yang secara substansi belum menemukan titik temu. Sepertinya Komisi 1 DPR masih tetap ngotot bahwa Baleg tidak memiliki kewenangan dalam melakukan perubahan substasnsi atas konse RUU Penyiaran versi Komisi 1 sedangkan dilain pihak Baleg berpendapat bahwa kewenangan tersebut diberikan kepada Baleg berdasarkan UU No 12/2011 dan UU MD3. Salah satu dari perubahan substansi yang dilakukan oleh Baleg adalah tentang model bisnis migrasi sistem penyiaran televisi terresterial penerimaan tetap tidak berbayar (TV FTA) analog menjadi digital. Intinya Komisi 1 tidak bersedia untuk mengubah konsep single mux operator dan penetapan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital. Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK menilai, penerapan konsep single mux berpotensi menciptakan praktik monopoli dan bertentangan dengan demokratisasi penyiaran. Dalam konsep tersebut di mana frekuensi siaran dan infrastruktur dikuasai oleh single mux operator dalam hal ini LPP RTRI, justru menunjukkan adanya posisi dominan atau

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 73: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

otoritas tunggal oleh Pemerintah yang diduga berpotensi disalahgunakan untuk membatasi pasar industri penyiaran. "Kami tegaskan menolak konsep single mux tersebut. Bisa dilihat bahwa konsep yang sarat dengan praktik monopoli itu jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sekalipun hal tersebut dlakukan oleh lembaga uyang dimiliki oleh Pemerintah” jelas Ishadi SK dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan di Jakarta. Ishadi menegaskan bahwa konsep single mux bukan merupakan solusi dalam migrasi TV analog ke digital. Penetapan single mux operator akan berdampak kepada LPS eksisting yang akan menghadapi ketidakpastian karena frekuensi yang menjadi roh penyiaran dan sekaligus menjadi jaminan terselenggaranya kegiatan penyiaran dikelola oleh satu pihak saja, terjadinya pemborosan investasi infrastruktur yang sudah dibangun dan menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja karyawan stasiun televisi yang selama ini mengelola infrastruktur transmisi. “Solusinya dengan memajukan penyiaran multipleksing yang dilaksanakan oleh LPP dan LPS atau yang dikenal dengan model bisnis hybrid. Konsep hybrid merupakan solusi dan bentuk nyata demokratisasi penyiaran yang merupakan antitesa dari praktek monopoli (single mux),” imbuh Ishadi. Ishadi mengatakan, saat ini konsep single mux operator hanya diterapkan oleh dua negara anggota International Telecommunication Union (ITU), yaitu Jerman dan Malaysia. Di kedua negara tersebut, market share TV FTA hanya 10% dan 30% sedangkan sisanya didominasi oleh TV kabel dan DTH. Sedangkan di Indonesia justru market shares TV FTA sebesar 90% sedangkan sisanya 10% adalah TV Kabel. “Kita harus melihat bahwa konsep single mux yang ditetapkan di Malaysia justru tidak berjalan mulus dan banyak masalah sejak diluncurkan. Tingkat layanannya rendah dan harga tidak kompetitif sehingga para stasiun televisi termasuk stasiun televisi yang dimiliki oleh Pemerintah tidak mau membayar biaya sewa kanal. Dan ini tidak sehat bagi industri penyiaran,” kata Ishadi.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/09/25/207/1782595/soal-ruu-penyiaran-atvsi-konsep-single-mux-operator-ciptakan-monopoli-tidak-

demokratis

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 74: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Minta RUU Penyiaran Segera Diselesaikan, Ini Saran ATVSI

Badriyanto, Jurnalis · Kamis 21 September 2017 08:50 WIB JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran antara Badan Legislasi (Baleg) dengan Komisi I DPR RI tak kunjung selesai. Pasalnya, banyak poin krusial yang memicu saling tarik menarik bahkan berujung deadlock. Wakil Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution berharap debat antara Baleg dengan Komisi I DPR itu segera berakhir dan RUU Penyiaran segera menjadi UU anyar menyikapi perkembangan teknologi informasi di Indonesia. "Harapan saya agar RUU Penyiaran bisa diselesaikan dan hasilnya membuat industri penyiaran semakin sehat," ungkap Syafril saat berbincang-bincang dengan Okezone, Kamis (21/9/2017). Setidaknya, ada beberapa poin krusial yang masih diperdebatkan, di antaranya mengenai badan migrasi digital dari analog ke digital. Dalam draf tertera tiga tahun namun DPR menginginkan lima tahun. Selanjutnya tentang pembagian frekuensi, ada ketentuan yang mengatur pemanfaatan untuk bencana alam dan pendidikan. Isu lainnya soal investasi asing sebesar 20 persen yang tidak sepaham dengan Komisi I yang menghendaki nol persen. Kemudian, isu single mux atau multipleksing yakni suatu teknik mengirimkan lebih dari satu informasi melalui satu saluran dengan tujuan utama menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar dan penerima (transceiver) atau kabel optik. Untuk itu, Syafril menyarankan agar Baleg dan Komisi I DPr mengajak para pelaku industri dan mempertimbangkan masukan-masukannya untuk menyelaraskan poin-poin yang selama ini diperdebatkan. "Tentunya UU tersebut nantinya tidak membuat penyiaran jadi lesu tapi harus bisa membuat bergairah. Seperti diketahui industri ini adalah industri

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 75: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

yang padat modal dan besar sekali investasi maupun modal kerja yang diperlukan agar tayangannya berkualitas," pungkasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/09/21/337/1780203/minta-ruu-penyiaran-segera-diselesaikan-ini-saran-atvsi

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 76: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pengamat: UU Penyiaran Baru Diminta Tak Batasi Kebebasan

Berserikat Dini Listiyani, Jurnalis · Kamis 21 September 2017 12:29 WIB JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran antara Badan Legislasi (Baleg) dengan Komisi I DPR RI belum menemukan titik temu. Salah satu poin yang menjadi perdebatan adalah soal isu single mux atau multipleksing. Menyikapi hal itu, Pakar Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyarankan agar pemerintah tak menggunakan single mux. Dia juga menyarankan agar pengelolaan diserahkan kepada lembaga penyiaran yang sudah ada saat ini. "Sudah serahkan saja ke lembaga penyiaran masing-masing untuk mengelola. Kalau ada yang melanggar dari konten itu, silakan proses itu," katanya. Selain itu, ia juga menyarankan agar pemerintah memberikan kepercayaan kepada swasta, mengingat negara ini merupakan negara demokratis dan semakin maju. Sebaliknya, ia menyarankan agar pemerintah nantinya berfungsi menjadi fasilitator. Jika single mux disepakati di dalam UU Penyiaran yang baru nanti, Emrus mengkhawatirkan akan dimanfaatkan oleh rezim tertentu karena single mux ini akan menjadikan pengelolaan tersentralisasi. "Oleh karena itu, serahkan kepada yang sudah existing," lanjutnya. Menurutnya, apa pun hasil yang nanti disahkan oleh pemerintah dalam UU Penyiaran yang baru, Emrus menyarankan agar pasal-pasal jangan sampai membatasi kebebasan berserikat seperti yang tertuang dalam UUD 1945. "Kita sarankan supaya pasal-pasal jangan ada membatasi kebebasan berserikat di UUD 1945," jelasnya. Seperti diketahui, tak hanya soal single mux yang menjadi perdebatan, tetapi juga soal badan migrasi digital dari analog ke digital.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 77: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Selanjutnya, tentang pembagian frekuensi dan belum lagi soal investasi asing sebesar 20% yang tak sepaham dengan Komisi I yang menghendaki nol persen.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/09/21/207/1780254/pengamat-uu-penyiaran-baru-diminta-tak-batasi-kebebasan-berserikat

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 78: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Soal RUU Penyiaran, ATVSI: Sebaiknya Ajak Pelaku Industri

Lely Maulida, Jurnalis · Kamis 21 September 2017 11:38 WIB JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran kembali menjadi pembahasan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sayangnya, meski pembahasan ini telah berlangsung sejak lama beberapa poin antara pihak terkait tak kunjung menemukan titik temu. Badan Legislasi (Baleg) dan Komisi I DPR yang membahas RUU Penyiaran ini masih saling adu pendapat. Padahal sejatinya RUU ini tentu telah ditunggu oleh beragam pihak. Beberapa poin pembahasan yang tarik ulur antara Baleg dan Komisi I DPR diantaranya tentang badan migrasi digital dari analog ke digital serta pembagian frekuensi. Terkait hal tersebut Wakil Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution menyatakan agar mengajak pelaku industri untuk turut memberikan masukan. “Ada beberapa poin yang masih tarik ulur antara Komisi 1 dan Baleg. Untuk menselaraskan sebaiknya mengajak pelaku industri dan mempertimbangkan masukan-masukannya,” kata Syafril kepada Okezone, Kamis (21/9/2017). Industri penyiaran di Indonesia sendiri terbilang masih belum diatur sepenuhnya oleh pemerintah. Alhasil beberapa pelaku industri melakukan praktik yang tak sesuai dengan undang-undang. Diakui Syafril, momen RUU turut menjadi kesempatan bagi para stakeholder untuk menata industri penyiaran. “Saat ini sudah banyak ijin TV yang diterbitkan pemerintah namun banyak pemegang ijin yang tidak mampu memberikan tayangan sehingga ijin itu diperjual belikan. Dan hal tersebut sudah diketahui pemerintah atau DPR. Karena itu mumpung RUU sedang disiapkan maka inilah waktunya memperbaiki kesalahan-kesalahan waktu lampau dalam menata industri ini,” terangnya. Beberapa poin yang menjadi perdebatan Baleg dan Komisi I DPR mengenai migrasi digital dari analog ke digital. Dalam draf RUU tertera kurun waktu

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 79: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

tiga tahun namun Baleg mengajukan lima tahun atas masukan dari para pelaku usaha. Kemudian tentang pembagian frekuensi, ada ketentuan yang mengatur pemanfaatan untuk bencana alam dan pendidikan. Isu lainnya soal investasi asing sebesar 20% yang tidak sepaham dengan Komisi I yang menghendaki nol persen. Selanjutnya, isu single mux atau multipleksing yakni suatu teknik mengirimkan lebih dari satu informasi melalui satu saluran dengan tujuan utama menghemat jumlah saluran fisik misalnya kabel, pemancar dan penerima (transceiver) atau kabel optik.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/09/21/207/1780240/soal-ruu-penyiaran-atvsi-sebaiknya-ajak-pelaku-industri

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 80: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Ini 4 Poin Rekomendasi dari IJTI Terkait RUU Penyiaran

Muhamad Rizky, Jurnalis · Rabu 09 Agustus 2017 20:44 WIB JAKARTA - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengeluarkan empat poin penting yang harus diperhatikan dan dibahas dalam RUU Penyiaran. Ketua Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana, mengatakan bahwa poin pertama yakni soal kebijakan penyiaran yang masih belum lengkap. Kedua menyoal kelembagaan, ketiga migrasi digital, dan partisipasi masyarakat. "Masih belum jelas bagaimana pengaturan siaran internet. Bagaimana pembahasannya itu belum jelas di sini. Apakah ada UU khusus atau bagaimana," paparnya dalam Forum Group Discussion di Dewan Pers, Rabu (9/08/2017). \Yudi juga mempertanyakan dasar pemikiran tentang lembaga atau migrasi digital. "Pemerintah harus bisa lebih menjelaskan lagi soal ini, apakah sepenting itu untuk membuat sebuah lembaga. Dasar pemikirannya ini seperti apa, apakah betul yang sudah dilakukan pemerintah ini," tambahnya. Yadi juga menyayangkan tidak hadirnya anggota DPR dalam undangan diskusi tersebut. "Kita sayangkan pembatalan mendadak dari pihak DPR dalam diskusi ini, sebetulnya ada banyak hal yang musti dipertanyakan dan dikritisi terkait RUU Penyiaran tersebut," pungkasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/08/09/337/1752931/ini-4-poin-rekomendasi-dari-ijti-terkait-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 81: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran Belum Ketuk Palu, KPI: Ini Merugikan Bisnis Media

Muhamad Rizky, Jurnalis · Rabu 09 Agustus 2017 17:48 WIB JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Sujarwanto Rahmat mengatakan RUU Penyiaran tak kunjung ketuk palu. Lalu jika kondisi ini berlanjut, akan banyak pihak yang dirugikan. "Mulai dari bisnis media tentu akan goyang, terlebih terhadap lembaga penyiaran pasti berbahaya," ujarnya dalam Forum Group Discusion (FGD) di Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu, (9/08/2017). Dirinya juga berharap agar tahun ini RUU penyiaran bisa selesai. "Semoga tahun ini menemukan jalan tengah dan segera selesai. KPI juga sudah memberikan saran untuk menyelesaikan RUU Penyiaran tersebut," ucap Sujarwanto. Sementara Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menilai ada pasal di Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang sangat berbahaya bagi kebebasan pers di Indonesia. "Dirancangan RUU Penyiaran itu Pasal 103 poin keempat mengancam kebebasan pers, dan ini bahaya sekali," ujar Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana. Menurut Yadi, masalah utama yang ada pada penyiaran kita itu adalah upaya peningkatan mutu konten. Ia mengusulkan agar dalam RUU Penyiaran tersebut nantinya ada lembaga yang memperhatikan pemeringkatan koten. "Lembaga pemeringkatan konten memiliki peran penting dalam menentukan konten bagi publik," ucap Yadi.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/08/09/337/1752799/ruu-penyiaran-belum-ketuk-palu-kpi-ini-merugikan-bisnis-media

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 82: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

KPI: Undang-Undang Penyiaran Baru Harus Utamakan Kepentingan

Publik Tim Okezone, Jurnalis · Jum'at 14 Juli 2017 16:50 WIB JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) buka suara terkait terbitnya draf undang-undang penyiaran yang kini tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketua KPI Yuliandre Darwis menuturkan, kehadiran undang-undang penyiaran yang baru menjadi suatu keharusan, mengingat beleid yang sudah ada tidak dapat mengakomodasi perkembangan teknologi informasi terbaru. "Makanya muncul problematika di dunia penyiaran. Untuk itu, mengingat isu revisi undang-undang (RUU) ini sudah bergulir sejak tahun 2010, KPI berharap pembahasan RUU penyiaran tidak berlarut-larut dan dapat segera diselesaikan untuk disahkan," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7/2017). Dia menilai, masalah digitalisasi ditengarai menjadi penyebab kemacetan pembahasan RUU ini, dengan merujuk pada rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI tahun 2014. Karena itu, KPI berpendapat bahwa apa pun pilihan terhadap pengelolaan penyiaran digital, harus mengedepankan prinsip keadilan, kesetaraan, dan efisiensi yang menjadi tujuan utama dari migrasi digital. "Efisiensi tersebut diharapkan menghasilkan digital deviden yang dapat dialokasikan untuk penyediaan internet broadband guna pemenuhan hak masyarakat Indonesia akan informasi," ucapnya. Pihaknya menambahkan, eksistensi KPI sebagai representasi publik perlu diperkuat dalam undang-undang penyiaran yang akan datang. Penguatan itu meliputi perluasan kewenangan di bidang isi siaran serta tetap melibatkan KPI di dalam seluruh proses penataan infrastruktur penyiaran untuk mengontrol kaidah pokok demokratisasi penyiaran, yakni keberagaman kepemilikan (diversity of ownership). "Sebagai representasi publik, maka KPI harus masuk dalam Badan Migrasi Digital, yang dalam draf RUU yang dibahas Baleg DPR RI hanya terdiri atas

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 83: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

pemerintah, organisasi lembaga penyiaran, dan pemangku kepentingan," ucapnya. KPI juga mengkritisi keberadaan Organisasi Lembaga Penyiaran (OLP) dalam proses regulasi, seperti Badan Migrasi Digital dan Panel Ahli dalam penjatuhan sanksi. KPI menilai kehadiran OLP pada proses tersebut akan menimbulkan kesimpangsiuran antara operator dan regulator. RUU dinilai harus memperkuat keberadaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ). Implementasi SSJ merupakan bagian dari penerapan prinsip demokratisasi penyiaran yang mensyaratkan adanya diversity of content dan diversity of ownership. SSJ juga menjadi usaha memperkuat kebhinnekaan dengan merepresentasikan masyarakat, budaya, dan mengangkat perekonomian pada setiap daerah. "Konsep cross culture yang diajukan dalam RUU yang diusulkan Baleg DPR RI ini mengaburkan tujuan dari SSJ tersebut. Bahkan konsep cross culture dalam SSJ berpotensi melanggengkan kondisi sekarang, saat siaran Jakarta mendominasi seluruh wajah stasiun televisi jaringan, dan produksi siaran lokal yang seharusnya dapat menyerap SDM lokal pun tereduksi," katanya. Selanjutnya, batasan siaran iklan sebanyak maksimal 30% menurut KPI dapat mengganggu kenyamanan publik sebagai pemilik frekuensi. Selain itu, meningkatnya proporsi siaran iklan berdampak pula pada keadilan ekonomi pada televisi lokal. KPI menilai harus ada distribusi iklan yang merata pada masing-masing lembaga penyiaran, tidak terpusat pada lembaga penyiaran tertentu saja. “Mengenai iklan rokok, KPI mendukung rumusan yang diajukan oleh Komisi I DPR RI yang telah lebih dahulu dibuat sebelum pembahasan di Baleg DPR RI,” ujarnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/07/14/337/1736522/kpi-undang-

undang-penyiaran-baru-harus-utamakan-kepentingan-publik

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 84: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pemisahan Konten dengan Frekuensi, ATVSI: Bagaikan

Mengambil Roh Stasiun Penyiaran Tim Okezone, Jurnalis · Sabtu 10 Juni 2017 15:10 WIB JAKARTA - Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK meminta pemerintah untuk mempertimbangkan target kerugian awal yang akan dialami stasiun penyiaran saat memisahkan konten dengan frekuensi. "Dari sisi bisnis, kami mengharapkan pemerintah memahami target kerugian yang ada di awal yang akan kami hadapi. Misalnya memisahkan konten dengan frekuensi itu bagaikan mengambil roh dari stasiun penyiaran itu sendiri," katanya dalam acara diskusi POLEMIK, Sabtu (10/6/2017). Pemisahan konten dan frekuensi dinilai ATVSI akan menjadikan stasiun penyiaran sama dengan production house (PH). Hal itu dikarenakan para penyiaran tak memiliki kontrol lagi. "Apa bedanya kami dengan production house karena Kami nggak punya perangkat yang dikontrol, frekuensi itu," lanjutnya. Seperti diketahui saat ini, industri penyiaran sedang menunggu revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. RUU Penyiaran itu akan dibawa rapat Paripurna.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/06/10/207/1712803/pemisahan-konten-

dengan-frekuensi-atvsi-bagaikan-mengambil-roh-stasiun-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 85: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Nah Lho..Tak Beralih ke Penyiaran Digital, Negara Bisa Rugi Triliunan

Rupiah Reni Lestari, Jurnalis · Sabtu 10 Juni 2017 11:57 WIB JAKARTA - Pemerintah mendorong percepatan peralihan penyiaran Indonesia ke sistem digital. Sementara itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran kini masih dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi Bidang Hukum, Hendri Subiakto mengatakan, penting untuk segera mengganti sistem penyiaran nasional dari yang semula analog. Sebab, jika Indonesia tak segera beralih dari sistem analog, maka negara akan rugi triliunan rupiah. "Kita menunggu undang-undang yang baru supaya payung hukum itu segera, kalau tidak segera, negara rugi sampai triliunan rupiah," kata Hendri dalam diskusi Polemik Sindotrijaya dengan tema "RUU Penyiaran, Harapan dan Ketidakpastian" di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/6/2017). Kerugian tersebut karena televisi analog membutuhkan alokasi bandwith yang amat besar, dan bisa dihemat dengan beralih ke digital. Jika terus ditunda, maka tak akan ada bandwith yang cukup untuk perangkat telekomunikasi lain seperti telefon pintar, mengingat penggunaan perangkat tersebut akan terus berkembang pesat. "Kalau digital TV segera diterapkan, maka HP Anda akan semakin baik, kenapa? Karena kalau ini (sistem analog) tidak segera switch off(dihentikan) akan mengurangi penggunaan frekuensi untuk masyarakat yang punya HP," ujarnya. Sementara itu, dunia internasional menyarakan agar setidaknya 2020 mendatang sistem digital sudah digunakan oleh negara-negara di dunia. Karena penggunaan data pada ponsel pintar akan semakin berkembang, sehingga dibutuhkan frekuensi yang cukup untuk menunjang komunikasi tersebut. "Tahun 2020 kira-kira (jika tetap dengan sistem analog) kita akan kekurangan 5000 Mhz (frekuensi) yang akan dipakai oleh masyarakat, kecuali disediakan frekuensi baru. Kalau tidak ada, HP Anda akan enggak

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 86: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

bisa dipakai terutama di kota-kota besar yang sudah begitu tingginya frekuensi oleh masyarakat," ujarnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/06/10/337/1712688/nah-lho-

tak-beralih-ke-penyiaran-digital-negara-bisa-rugi-triliunan-rupiah

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 87: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran Belum Ketuk Palu, Ternyata Ini Penyebabnya

Reni Lestari, Jurnalis · Sabtu 10 Juni 2017 12:20 WIB JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) terus menyerukan peralihan sistem penyiaran dari analog ke digital. Payung hukum untuk peralihan ini masih dibahas di DPR, yakni Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK menyebut, setidaknya ada tiga jenis pengelolaan infrastruktur TV digital yang bisa diterapkan. Hal inilah salah satunya yang menjadi perdebatan dalam pembahasan RUU di Badan Legislasi (Baleg) DPR. "Peralihan ke digital ini ada tiga konsep, pertama single mux operator," kata Ishadi dalam diskusi Polemik Sindotrijaya dengan tema 'RUU Penyiaran, Harapan dan Ketidakpastian' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/6/2017). Single mux operator berarti hanya ada satu regulator bagi seluruh stasiun televisi. Kedua, multi mux di mana terdapat setiap stasiun telivisi mengelola infrastrukturnya masing-masing. Ketiga, Hybrid, di mana ada beberapa stasiun televisi yang ditunjuk sebagai operator. Awalnya diketahui, ketika masih dibahas di Komisi I DPR sepakat dengan pemerintah akan menerapkan sistem single mux. Namun, ada perbedaan pendapat di Baleg ketika beberapa anggota menghendaki sistem multi mux. Ishadi sebagai pimpinan wadah televisi swasta di Indonesia cenderung setuju dengan sistem multi mux. Namun, di luar dari perdebatan mengenai pengelolaan infrastruktur tersebut, Ishadi berharap RUU ini segera ketuk palu agar digitalisasi televisi segera diterapkan di Indonesia, untuk mengikuti tuntutan perkembangan teknologi yang kian pesat. "Jadi, kami mengharapkan penggarapan RUU Penyiaran secepat mungkin, namun juga memenuhi tuntutan-tuntutan penyiaran yang umum berlaku di seluruh dunia," pungkasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/06/10/337/1712695/ruu-penyiaran-belum-ketuk-palu-ternyata-ini-penyebabnya

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 88: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Kominfo Desak Revisi UU Penyiaran Segera Disahkan

Sabtu 10 Juni 2017 11:01 WIB JAKARTA - Digitalisasi rupanya mulai merambah ke berbagai sektor tak terkecuali sektor penyiaran. Namun, untuk melakukan digitalisasi dalam penyiaran hingga saat ini belum ada kepastian. Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran pun didesak untuk segera disahkan. Salah satu yang mendesak agar revisi RUU Penyiaran ini segera disahkan adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Hal itu dikarenakan agar ada payung hukum soal penyiaran digital. "Kami menunggu disahkannya revisi RUU Penyiaran supaya ada payung hukum digitalisasi dan analog switch off," kata Hendri Subiakto, Staf Ahli Menkominfo dalam diskusi POLEMIK Sindo Trijaya, Sabtu (10/6/2017). Henri melanjutkan, jika revisi UU Penyiaran itu tak segera disahkan hal itu tak hanya merugikan pemerintah tetapi juga masyarakat. Sekadar informasi, revisi RUU Penyiaran saat ini sedang menjadi pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan revisi RUU Penyiaran ini disebutkan akan dibawa ke rapat Paripurna. Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/06/10/207/1712662/kominfo-desak-revisi-uu-penyiaran-segera-disahkan

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 89: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Catat! Ini Perhatian Kemenkominfo soal Pengelolaan TV Digital

Reni Lestari, Jurnalis · Minggu 11 Juni 2017 04:30 WIB JAKARTA - Dunia penyiaran tanah air dihadapkan pada tantangan serius untuk beralih dari analog ke sistem digital. Namun peralihan yang bertujuan untuk efisiensi frekuensi ini perlu payung hukum, yang kini tengah dibahas di Badan Legislagi (Baleg) DPR, yakni Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Perdebatan mengenai sistem pengelolaan infrastruktur TV digital diduga menjadi penyebab RUU ini belum juga diputus. Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) bidang hukum Hendri Subiakto mengatakan, apa pun sistem pengelolaannya pemerintah menghendaki adanya digital devidend yang luas untuk kebutuhan komunikasi masyarakat. Adapun digital devidend adalah frekuensi yang ditinggalkan TV analog dalam peralihan ke digital. "Kemenkominfo prinsipnya memperoleh digital dividend yang cukup besar untuk komunikasi masa depan," kata Hendri di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 10 Juni 2017. Sejauh ini, lanjut dia, pemerintah cenderung sepakat dengan sistem pengelolaan berbasis single mux, artinya hanya ada satu operator yang mengendalikan penggunaan infrastruktur TV digital. Sementara sejumlah pihak, diantaranya swasta menghendaki penerapan sistem multi mux dimana masing-masing stasiun televisi mengelola infrastrukturnya masing-masing. Kekhawatiran pemerintah akan penerapan sistem multi mux adalah tidak akan ada cukup digital devidend, sebagai jaminan ruang komunikasi data bagi penggunaan ponsel pintar yang akan semakin berkembang di masa mendatang.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/06/11/337/1713062/catat-ini-

perhatian-kemenkominfo-soal-pengelolaan-tv-digital

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 90: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Multiple Mux Paling Cocok Digunakan di Penyiaran Indonesia

Tim Okezone, Jurnalis · Sabtu 10 Juni 2017 14:09 WIB JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran akan dibawa ke sidang Paripurna. Salah satu poin yang diperkenalkan dalam poin ini adalah diperkenalkannya konsep single mux operator. Namun, single mux rupanya mendapatkan kritik dari para ahli salah satunya Emrus Sihombing, Pakar Komunikasi Politik. Konsep single mux itu dikhawatirkan akan membuat lembaga dipilih nanti tak independen. "Single mux, saya melihat ada upaya dalam UU ini mengelola ini semua dalam satu organisasi atau konsorsium yang akan dibuat dalam satu badan atau lembaga yang independen. Nah, hati-hati, ketika lembaga atau orang itu ditentukan kepentingan politik sangat tak mungkin mereka independen," katanya dalam diskusi Polemik, Sabtu (10/6/2017). Oleh karena itu, Emrus lebih memilih agar konsep yang digunakan multi mux dan membiarkan pengelola media untuk menangani digital itu. "Lebih baik multi mux, diserahkan kepada pengelola media untuk menangani digital ini," lanjutnya. Namun, jika single mux tetap dipilih maka, Emrus meminta agar orang yang duduk di dalam lembaga itu orang yang mewakili lembaga penyiaran bukan mewakili pemerintah.

Sumber: https://techno.okezone.com/read/2017/06/10/207/1712764/multiple-

mux-paling-cocok-digunakan-di-penyiaran-indonesia

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 91: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

ATVSI: Model Single Mux Berpotensi Ciptakan

Monopoli Penyiaran Harits Tryan Akhmad, Jurnalis · Rabu 07 Juni 2017 20:41 WIB JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (UU) Penyiaran akan segera dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI. Apabila diketok palu, maka RUU penyiaran tersebut akan menggantikan UU Penyiaran No 32 Tahun 2002. Menurut Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Ishadi, model single mux akan berpotensi menciptakan praktik monopoli seperti yang tertulis dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. "Karena penguasaan atas faktor produksi dalam hal frekuensi siaran dan infrastruktur oleh single mux operator dalam hal LPP RTRI adalah salah satu kegiatan yang menunjukkan bahwa ada posisi dominan atau otoritas tunggal oleh pemerintah," kata Ishadi di sela-sela buka puasa bersama, Rabu (7/6/2017). Selain itu, sambung Ishadi, bila penetapan Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai penyelenggara tunggal multipleksing juga akan berpotensi melanggar UU Antimonopoli, tidak adanya jaminan terselenggaranya standar layanan servis penyiaran digital yang baik dan kompetitif dalam menyampaikan pendapat. "Penetapan single mux operator akan berdampak pada LPS eksistesing yang akan menghadapi ketidakpastian karena frekuensi kegiatan penyiaran hanya oleh satu pihak saja, lalu terjadinya pemborosan investasi infrastruktur yang sudah dibangun dan menyebabkan terjadi pemutusan hubungan kerja karyawan stasiun televisi," pungkasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/06/07/337/1710379/atvsi-model-

single-mux-berpotensi-ciptakan-monopoli-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 92: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Antisipasi Kemajuan Teknologi, ATVSI: Indonesia Perlu Buat

Rencana Strategis Harits Tryan Akhmad, Jurnalis · Rabu 07 Juni 2017 23:43 WIB JAKARTA - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menggelar bincang-bincang dunia penyiaran massa depan. Menurut Ketua ATVSI Ishadi SK, untuk mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran, Indonesia perlu membuat rencana strategis penyiaran nasional. "Rencana strategis setidaknya mengatur tentang ketersediaan spektrum frekuensi era digital, proses migrasi digital termasuk tanggal ASO, antisipasi pengembangan dan teknologi penyiaran masa depan, studi keekonomian dalam rangka menciptakan industri penyiaran yang sehat (sustainable), serta pemenuhan dan pemerataan informasi kepada masyarakat," ujar Ishadi di Thehook, Jakarta Rabu (7/6/2017). Ishadi juga menilai perlu dibentuknya suatu wadah untuk menyerap aspirasi industri penyiaran dari berbagai organisasi media penyiaran radio dan televisi. "Sinergitas dan optimalisasi peran serta industri penyiaran dalam penyusunan kebijakan penyiaran dan perizinan sangat diperlukan," ujarnya. Selain itu, Ishadi mengemukakan sejumlah isu krusial yang perlu disepakati dalam RUU Penyiaran nantinya. Yakni, rencana strategis dan blue print digital, pembentukan wadah dan keterlibatan asosiasi media penyiaran Indonesia dalam proses penetapan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukan Badan Migrasi Digital yang bersifat adhoc. "Penerapan sistem hybrid dalam penyelenggaraan penyiaran multipleksing sebagai bentuk nyata demokratisasi penyiaran, durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat, pembatasan tayangan iklan rokok, siaran lokal dan proses pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP)," ujarnya. Kemudian, lanjut Ishadi, RUU Penyiaran juga harus mempertimbangkan kondisi industri televisi saat ini dan sekaligus dapat mengantisipasi perkembangan teknologi dan dapat memenuhi keinginan masyarakat akan kebutuhan konten penyiaran yang baik dan berkualitas.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 93: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/06/07/337/1710456/antisipasi-kemajuan-teknologi-atvsi-indonesia-perlu-buat-rencana-strategis

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 94: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Menatap Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang Baru, Harapan atau Ketidakpastian?

Tim Okezone, Jurnalis · Selasa 06 Juni 2017 19:56 WIB Rancangan undang-undang penyiaraan (RUU Penyiaran) akan segera dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI pada akhir masa sidang ini, dan disahkan sebagai RUU Penyiaran inisiatif DPR. Demikian informasi yan disampaikan Ketua Komisi 1 DPR RI, Abdul Kharis Almansyuri, dalam jumpa dengan wartawan beberapa waktu yang lalu. Artinya, RUU Penyiaran tersebut sudah melewati pembahasan yang mendalam baik diantara anggota PANJA (Panitia Kerja) Penyiaran yang ditugaskan Komisi I DPR RI untuk menyusun RUU Penyiaran yang baru, maupun diantara anggota-anggota BALEG (Badan Legislatif) yang bertugas untuk melakukan harmonisasi pasal demi pasal, agar sesuai dengan peraturan perundang- undangan lainnya termasuk berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kerangka Uji Materil. Dalam menjalankan tugasnya, sejak dua bulan terakhir, BALEG telah melakukan berbagai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan stakeholder industri penyiaran Indonesia untuk mendapatkan masukan, saran dan pendapat terhadap RUU Penyiaran; mulai dari pemerintah, dalam hal ini Kemkominfo, KPI, berbagai asosiasi penyiaran televisi, asosiasi radio, TVRI dan RRI, kalangan akademisi maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Untuk memastikan RUU Penyiaran tersebut dapat menjadi landasan terciptanya keberlangsungan usaha penyiaran Indonesia menuju industri penyiaran yang mandiri, sehat, kuat dan dapat bersaing di dunia Internasional. RUU Penyiaran ini, apabila disetujui oleh Pemerintah dan DPR RI akan menggantikan Undang Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, dan menjadi landasan utama dari pelaksanaan migrasi sistem penyiaran televisi terrestrial penerimaan tetap tidak berbayar (TV FTA) analog menjadi digital dimana berdasarkan konsensus yang diterima oleh mayoritas Negara-negara anggota International Telecommunication Union (ITU), batas akhir (deadline) dari penggunaan frekuensi analog di Region 1 dan wilayah perbatasan antar negara, atau yang dikenal dengan analog switch off (ASO) atau digital switch over (DSO) adalah 15 Juni 2020, kecuali untuk negara-

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 95: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

negara di Region 3 (termasuk Indonesia) dimana negara-negara anggota ITU dapat menetapkan tanggal lain sesuai dengan kondisi industri penyiarannya Penggunaan sistem penyiaran digital merupakan suatu keniscayaan dan telah menjadi tuntutan global, khususnya dalam memenuhi ekspektasi pemirsa untuk mendapatkan akses terhadap berbagai konten dan layanan anywhere, anytime dan any device setiap harinya. Teknologi penyiaran digital juga dapat menciptakan equal level of playing field karena setiap stasiun televisi sudah pasti menghasilkan kualitas gambar dan suara yang baik, sehingga konsentrasi stasiun televisi nantinya adalah bagaimana menciptakan dan memproduksi konten-konten yang berkualitas dan menarik pemirsa. Dari sisi penggunaan frekuensi, akan terjadi efisiensi dan efisiensi yang diciptakan menghasilkan digital dividend kurang lebih sebesar 112 Mhz, yang dapat digunakan Pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanan broadband data di Indonesia, khususnya daerah pedesaan. Dari sisi model bisnis migrasi, telah berkembang 3 konsep yang sejak beberapa bulan terakhir menjadi bahan diskusi diantara para pelaku industri penyiaran eksisting, Pemerintah dan expert dibidang penyiaran, yaitu: 1. Single mux operator, dimana hanya ada 1 operator atau penyelenggara layanan multipleksing penyiaran digital, dalam hal ini LPP RTRI. Dalam model bisnis ini, RTRI akan menguasai dan mengelola penggunaan frekuensi dan menyediakan infrastruktur transmisi sedangkan kegiatan lembaga penyiaran swasta (LPS) hanyalah memproduksi konten dan menyiarkannya melalui kanal frekuensi dan infrastruktur yang dikelola oleh RTRI melalui sistem sewa 2. Model multi multipleksing operator, dimana setiap LPS eksisting menjadi pengelola frekuensinya masing-masing dan menjalankan multipleksing untuk keperluan internal LPS sendiri. 3. Model hybrid, dimana LPP dan LPS yang memiliki kemampuan teknologi yang mumpuni, ditunjuk menjadi operator atau penyelenggara layanan multipleksing. Masing-masing operator multipleksing mengelola frekuensi dan infrastruktur penyiaran untuk dipergunakan oleh LPP atau LPS penyelenggara multipleksing dan LPS lainnya melalui penyewaan kanal frekeunsi dan infrastruktur. Berdasarkan data yang diperoleh dari EBU (European Broadcasting Union), ABU (Asia Pasific Broadcasting Union) maupun ITU (International

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 96: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Telecommuniation Union), dipastikan bahwa hampir seluruh negara anggota ITU yang telah melakukan proses migrasi digital ataupun telah menetapkan ASO, memilih sistem hybrid mux operator. Hanya ada 2 (dua) negara yang menggunakan sistem single mux operator, yakni Jerman dan Malaysia. Model single mux operator dipilih oleh Jerman karena dari sisi populasi pemirsa, TV FTA hanya melayani 10% dari total penduduknya sedangkan 90% dilayani oleh cable dan DTH. Di Jerman, TV FTA digital hanyalah layanan komplimenter untuk daerah rural. Model ini juga dipilih oleh Malaysia yang segera meluncurkannya kepada publik. Di Malaysia, hampir 70% masyarakat dan pemirsa dilayani oleh DTH dan Cable ASTRO, sedangkan jumlah LPS hanya berjumlah 7 dan sebagian besar dimiliki oleh atau di bawah kontrol Pemerintah. Kenapa model hybrid maupun multi mux operator yang dipilih bukan model single mux operator?? Berikut adalah beberapa alasannya: 1. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17,000 pulau dari Sabang sampai Merauke. Apabila Pemerintah menyerahkan pengelolaan frekuensi dan penyediaan infrastruktur penyiaran kepada LPP RTRI atau BUMN sebagai single mux operator maka Pemerintah harus menyediakan dana APBN yang sangat besar untuk membiayai investasi yang akan dikeluarkan oleh single mux operator. Pembiayaan infrastruktur penyiaran digital melalui mekanisme APBN atau pinjaman dari luar negeri G2 akan membebani anggaran negara yang saat ini fokus pada pembangunan ekonomi kerakyatan 2. LPS eksisting akan kehilangan hak untuk mengelola frekuensi yang merupakan roh dari penyiaran TV FTA dan sekaligus menjadi jaminan terselenggaranya penyiaran secara berkesinambungan 3. TV FTA eksisting telah melakukan investasi yang sangat besar untuk membangun jaringan infrastruktur penyiaran yang berada dilebih dari 50 wilayah layanan dan dapat melayani lebih dari 200 kabupaten dan kota di seluruh Nusantara. Apabila model single mux operator yang dipilih maka seluruh infrastruktur tersebut menjadi tidak dapat digunakan lagi, artinya terjadinya pemborosan investasi. 4. Pemilihan model single mux operator akan menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja atas ribuan karyawan teknik penyiaran yang selama ini bekerja dan berkarya untuk mengelola infrastruktur penyiaran LPS eksisting

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 97: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

5. Karena tidak adanya kompetisi yang sehat maka tidak ada kontrol terhadap biaya sewa yang akan diberlakukan oleh single mux operator. LPP RTRI atau BUMN yang ditunjuk akan membebankan seluruh biaya investasi yang dikeluarkan kepada LPS atau penyedia konten siaran yang menggunakan infrastrukturnya. Tidak adanya kompetisi berakibat pada rendahnya service level layanan penyiaran tv digital. 6. Single mux operator tidak akan dapat adaptif dalam menghadapi perkembangan teknologi penyiaran televisi masa depan yang berubah sangat cepat. Saat ini teknologi gambar HDTV (High Definition Televison) akan segera digantikan oleh teknologi UHD (Ultra High Definition) 4K, 8K dan 16K. Sementara itu, dari sisi teknologi kompresi juga berkembang dari MPEG 2, MPEG 4 dan sekarang HEVC (High Efficiency Video Coding). Mekanisme pembiayaan via APBN atau pinjaman luar negeri harus melalui proses birokrasi yang panjang yang membuat single mux operator terlambat untuk mengantisipasi permintaan atas layanan terbaru oleh LPS dan pemirsa. . Selain berbagai alasan di atas, pemilihan single mux operator sebagai model bisnis migrasi digital TV FTA berpotensi menciptakan praktek monopoli yang diharamkan oleh UU Nomor Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, karena penguasaan atas faktor produksi (dalam hal ini frekuensi siaran/slot kanal dan infrastruktur oleh single mux operator dalam hal ini LPP RTRI adalah salah satu kegiatan yang menunjukkan bahwa ada posisi dominan/otoritas tunggal oleh Pemerintah yang diduga berpotensi disalahgunakan untuk membatasi pasar industri penyiaran. Penguasaan yang mengarah pada pembatasan ini dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dengan alasan single mux operator akan meningkatkan PNBP bagi negara, konsep single mux malah sebuah langkah mundur dalam industri penyiaran karena akan menghambat kreatifitas pelaku usaha, nilai sewa standar antar pelaku di industri penyiaran menjadi tidak kompetitif dan tidak terjadinya service level layanan penyiaran yang baik dan berstandar internasional. Ujungnya adalah industri penyiaran menjadi tidak efisien dalam jangka panjang Industri penyiaran TV FTA secara alamiah merupakan industri padat modal yang menuntut ketersediaan modal investasi dan modal kerja yang besar. Padat modal karena industri penyiaran sejak awal dituntut untuk terus menerus mampu melakukan investasi baik untuk menghadapi perkembangan teknologi penyiaran yang sangat cepat, dan pada saat yang sama dituntut untuk menayangkan konten-konten yang berkualitas walaupun harus diakuisisi atau diproduksi dengan biaya yang sangat mahal.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 98: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Setelah dikelola secara professional dalam kurun waktu yang lama dan dengan kerja keras dengan mempertaruhkan seluruh resources yang dimilikinya, industri penyiaran TV FTA Indonesia telah menjadi industri strategis yang menjadi salah satu pilar penggerak ekonomi Indonesia, didukung oleh lebih dari lebih dari 15 stasiun televisi berjaringan - dimana 7 diantaranya merupakan bagian dari perusahaan publik, ratusan televisi lokal dengan mempekerjakan lebih dari 50 ribu karyawan tetap dan pendukung. Di era digital dan konvergensi media saat ini, industri TV FTA Indonesia dituntut untuk dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan dapat bersaing secara regional dan Internasional. Sudah saatnya Pemerintah, khususnya Menteri Komunikasi dan Informasi dan DPR RI mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan masing-masing bisnis model migrasi digital secara seksama dengan mempertimbangkan masukan dari stakeholder penyiaran, khususnya LPS eksisting agar industri TV FTA dapat tumbuh dan berkembang. Penggunaan konsep atau bisnis model yang tidak akomodatif bukan saja membuat industri strategis ini menjadi tidak kompetitif tetapi dapat mengancam keberlangsungan usahanya. Usulan ATVSI agar RUU Penyiaran mengadopsi model hybrid merupakan solusi terkait polemik monopoli akibat dipilihnya sistem single mux operator dalam RUU Penyiaran saat ini. Penerapan sistem hybrid dalam penyelenggaraan penyiaran multipleksing merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran, dimana LPP dan LPS menjadi operator atau pemyelenggara multipleksing akan mengakomodir kepentingan pihak-pihak baik yang memiliki kepentingan komersil maupun yang tidak. Sistem hybrid akan menjamin ketersediaan kanal untuk program-program baru (ketersediaan frekuensi untuk penyiaran analog terbatas) menjadi bertambah termasuk untuk mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran masa depan seperti UHD4K, UHD 8K dan Hybrid Broadband Broadcast Television (HbbTV). Ketersediaan frekuensi untuk system hybrid ini tetap mencukupi baik untuk mengakomodir siaran LPS, antisipasi perkembangan teknologi kedepan, maupun digital deviden.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/06/06/337/1709313/menatap-

rancangan-undang-undang-penyiaran-yang-baru-harapan-atau-ketidakpastian

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 99: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pengamat: RUU Penyiaran Masih Jauh dari Harapan

Tim Okezone, Jurnalis · Jum'at 19 Mei 2017 15:14 WIB JAKARTA - Mantan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq dan pakar industri penyiaran Heru Sutadi melihat draf RUU Penyiaran yang beredar di masyarakat masih penuh perdebatan. Mahfud menunjuk ada banyaknya kontradiksi di dalam pengaturan norma-norma pada RUU tersebut. Di sisi lain, RUU Penyiaran 2017 juga mengakomodasi tentang pengelolaan infrastruktur penyiaran digital diberikan kepada satu pihak multiplekser tunggal. ”Dalam hal ini, alternatifnya penetapan multiplekser tunggal diberikan kepada lembaga penyiaran publik TVRI. Nah , ini memang memicu banyak perdebatan. Ada yang menyebut mengarah pada monopoli hingga bertentangan dengan UU sehingga sangat rentan untuk digugat,” kata Mahfudz. Dalam pandangannya, TVRI saat ini masih belum selesai merevitalisasi keberadaannya sebagai penyelenggara televisi publik. Di sisi lain, TVRI masih dibiayai APBN dan tunduk pada mekanisme APBN. Artinya, jika televisi nasional tersebut mengelola urusan bisnis maka harus punya pola dan standar pelayanan. Heru Sutadi juga melihat draf revisi RUU Penyiaran yang menjadi inisiatif DPR masih jauh dari harapan menciptakan industri penyiaran yang sehat. Salah satu hal yang tidak sehat seperti penetapan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Televisi Republik Indonesia atau RTRI. Dia mengatakan ini langkah mundur di tengah era demokratisasi penyiaran dan sangat berpotensi merugikan lembaga penyiaran yang ditetapkan pemerintah sebagai penyelenggara multipleksing. ”Untuk mengambil keputusan ini, kita tidak bisa lihat satu sektor saja. TVRI menjadi penyelenggara multipleks di satu sisi dinilai lebih fair. Tapi jika merujuk pada UU Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Larangan Praktik Monopoli, tentunya hal tersebut merupakan bentuk dari monopoli,” ucapnya. Dia mengingatkan potensi kerusakan dengan munculnya wacana penetapan multiplekser tunggal (single MUX) akan membawa konsekuensi yang luar

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 100: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

bisa terhadap industri penyiaran. Eksistensi terhadap infrastruktur dengan konten juga akan menyebabkan kemunduran yang luar biasa terhadap pelaku industri penyiaran eksisting. ”Pemisahan itu akan menyebabkan company value merosot drastis, sehingga perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi konten berkualitas bagi masyarakat,” jelasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/05/19/337/1695116/pengamat-

ruu-penyiaran-masih-jauh-dari-harapan

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 101: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Masuk Ranah Publik, Untung-Rugi RUU Penyiaran Harus Dihitung

dengan Hati-Hati Koran SINDO, Jurnalis · Jum'at 19 Mei 2017 16:45 WIB JAKARTA – Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia Riant Nugroho meminta DPR dan pemerintah untuk mencermati betul bahwa kebijakan yang terkait penyiaran merupakan kebijakan yang menyentuh ranah publik. Tanggapan itu terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran 2017 yang diharapkan menghasilkan regulasi lebih baik dibandingkan undang-undang sebelumnya, yakni UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. “Artinya, jika menuai polemik, mari kita kawal bersama-sama. Bagaimana pun, penyiaran ini merupakan ranah publik yang untung ruginya harus dihitung dengan hati-hati,” ucapnya sebagaimana mengutip Koran SINDO, Jumat (19/5/2017). Senada, pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing juga meminta DPR dan pemerintah mencermati RUU Penyiaran lebih dalam. Dia mengatakan, ide lahirnya RUU tersebut terletak pada pengaturan perpindahan dari frekuensi analog ke digital. “Namun, sisipannya mengarah kepada penyelenggara multiplekser tunggal. Ini bisa mengarah kepada monopoli yang punya dampak banyak,” ujar dia. Idealnya, kata dia, pengelolaan frekuesnsi diserahkan kepada lembaga penyiaran yang sudah ada, sedangkan prsoes kepindahan dari analog ke digital hal tersebut akan ikut dengan sendirinya. “Jadi, yang perlu diatur lebih lanjut itu adalah keberlangsungan lembaga penyiaran untuk tetap bisa eksis. Seharusnya itu yang menjadi poin utama dalam RUU penyiaran ini,” ungkap Emrus. Dalam pandangannya, gagasan multiplekser tunggal secara politik membawa risiko, siapa pun rezim yang berkuasa akan menguasai semua konten dari semua media yang ada.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 102: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Ini menjadi monopoli dan itu lebih banyak dampaknya (negatif) dari pada keuntungannya, ini bisa dijadikan pemerintah power, atau kekuatan untuk mengendalikan itu,” tegasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/05/19/337/1695271/masuk-

ranah-publik-untung-rugi-ruu-penyiaran-harus-dihitung-dengan-hati-hati

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 103: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

ATVSI: RUU Penyiaran Jangan Rugikan Industri

Tim Okezone, Jurnalis · Jum'at 19 Mei 2017 15:01 WIB JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran 2017 diharapkan menghasilkan regulasi lebih baik dibandingkan undang-undang (UU) sebelumnya. Peraturan sebelumnya yakni UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Sejumlah kalangan menilai sejauh ini draf revisi RUU Penyiaran yang menjadi inisiatif DPR masih jauh dari harapan untuk menciptakan industri penyiaran yang sehat. Harapan adanya perbaikan regulasi disampaikan Wakil Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution. Dia menggariskan, jangan sampai masuknya negara ke sektor publik justru menghasilkan kebijakan yang merugikan bagi industri penyiaran yang padat modal. ”Kita berharap ada masukan yang baik mengenai RUU ini. Jangan sampai sebaliknya. Harapannya, melalui seminar ini ada pandangan-pandangan positif yang bisa kita bawa sebelum draf RUU Penyiaran disahkan menjadi UU,” ujarnya, dalam seminar ”Selamatkan Industri Penyiaran Indonesia” yang digelar ATVSI di Jakarta kemarin.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/05/19/337/1695098/atvsi-ruu-

penyiaran-jangan-rugikan-industri

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 104: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Ini 7 Poin Rekomendasi ATVSI untuk Kawal RUU Penyiaran

Puteranegara Batubara, Jurnalis · Sabtu 13 Mei 2017 12:31 WIB JAKARTA – Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menilai Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran Nomor 32 Tahun 2012 yang sudah sampai tahapan di Badan Legislasi masih jauh dari harapan dalam menciptakan industri penyiaran yang sehat. Ketua ATVSI Ishadi menjelaskan, Draf RUU Penyiaran inisiatif DPR yang beredar di masyarakat saat ini adalah versi tanggal 6 Februari 2017. Kemudian, lanjutnya, penetapan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital merupakan langkah mundur di tengah era demokratisasi penyiaran dan sangat berpotensi merugikan lembaga penyiaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai penyelenggara multipleksing. Ishadi memaparkan, sejak empat tahun lalu, kedua lembaga penyiaran tersebut sudah membangun infrastruktur penyiaran digital dan membayar BHP sebagai ketaatannya terhadap kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Penetapan RTRI sebagai penyelenggara tunggal multipleksing juga berpotensi melanggar Undang-Undang Antimonopoli, tidak adanya jaminan terselenggaranya standar layanan (service level) penyiaran digital yang baik dan kompetitif, dan tentunya jaminan kebebasan menyampaikan pendapat melalui layar kaca. “Penyiaran digital yang diselenggarakan oleh beberapa penyelenggara penyiaran multipleksing yang dilaksanakan oleh LPP dan LPS atau yang dikenal dengan sistem hybrid, merupakan solusi dan bentuk nyata demokratisasi penyiaran yang merupakan antitesa dari monopoli (single mux),” tutur Ishadi melalui keterangan tertulis yang diterima Okezone, Sabtu (13/5/2017). Ishadi mengungkapkan, terkait Draf RUU Penyiaran tersebut, ATVSI telah diundang Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 3 April 2017 untuk memberikan tanggapan dan masukan mengenai beberapa isu penting yang menjadi roh dari RUU Penyiaran. ATVSI juga telah menyampaikan Naskah Akademik dan Draf RUU kepada Baleg dan Panja RUU Penyiaran DPR RI.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 105: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Setidaknya, ada tujuh isu penting yang perlu disepakati oleh stakeholder penyiaran dalam RUU Penyiaran. Ia menjelaskan ketujuh isi tersebut, yakni pertama rencana strategis dan blue print digital. Pembentukan wadah dan keterlibatan Asosiasi Media Penyiaran Indonesia dalam perizinan dan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukan Badan Migrasi Digital yang bersifat ad hoc. Penerapan sistem hybrid dalam penyelenggaraan penyiaran multipleksing sebagai bentuk nyata demokratisasi penyiaran. “Empat durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat. Lima yaitu pembatasan tayangan iklan rokok,” ujarnya. Kemudian isu siaran lokal, dan terakhir proses pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Ishadi pun memberi masukan, untuk mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran, Indonesia perlu membuat rencana strategis untuk penyiaran nasional. Rencana strategis itu setidaknya mengatur ketersediaan spektrum frekuensi di era digital, proses migrasi digital termasuk tanggal analog switch off, antisipasi pengembangan dan teknologi penyiaran masa depan, studi keekonomian dalam rangka menciptakan industri penyiaran yang sehat (suistainable), serta pemenuhan dan pemerataan informasi kepada masyarakat. "Selain itu, sinergitas dan optimalisasi peran serta industri penyiaran dalam penyusunan kebijakan penyiaran dan perizinan sangat diperlukan. Karena itu perlu dibentuk wadah perhimpunan berbagai organisasi media penyiaran radio dan televisi yang ada agar aspirasi industri penyiaran dapat diakomodir dalam RUU dan Rencana Strategis Penyiaran," jelas dia. Kemudian, mengenai perizinan, ATVSI mengusulkan mekanisme pembatalan IPP harus melalui mekanisme dan prosedur yang ketat. “Harus ada mekanisme keberatan bagi pemegang IPP atas pembatalan IPP melalui jalur peradilan dan hanya mengikat apabila sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht (due process of law). Pembatalan IPP melalui mekanisme peradilan akan memberi kepastian hukum bagi keberlangsungan usaha dan perlindungan terhadap investasi yang telah dilakukan,” imbuh Ishadi. Oleh sebab itu, menurut dia, RUU Penyiaran harus visioner serta dapat

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 106: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

mengantisipasi perkembangan teknologi dan dapat memenuhi keinginan masyarakat akan kebutuhan konten penyiaran yang baik dan berkualitas. Oleh karenanya, penyusunan RUU Penyiaran harus melibatkan pemangku kepentingan seperti pelaku industri penyiaran, regulator, dan industri terkait lainnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/05/13/337/1690111/ini-7-poin-

rekomendasi-atvsi-untuk-kawal-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 107: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Soal Revisi UU Penyiaran, ATVSI Usulkan 7 Isu Krusial

Bayu Septianto, Jurnalis · Kamis 04 Mei 2017 19:35 WIB JAKARTA - Menanggapi revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang saat ini menjadi salah satu program prioritas legislasi nasional, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) memandang perlu untuk mengusulkan beberapa isu penting kepada Pemerintah dan DPR yang saat ini tengah membahas perubahan UU Penyiaran tersebut. Ketua ATVSI Ishadi menyatakan, saat ini draf RUU Penyiaran yang beredar adalah versi tanggal 6 Febuari 2017, di mana pembahasannya sudah berada di Badan Legislasi DPR RI. Legislasi (Baleg) DPR RI pada tanggal 3 April 2017 untuk memberikan tanggapan dan masukan mengenai beberapa isu penting yang menjadi roh dari RUU Penyiaran. ATVSI juga telah menyampaikan Naskah Akademik dan Draft RUU kepada Baleg dan Panja RUU Penyiaran DPR RI,” ujar Ishadi, Kamis (4/5/2017). Menurutnya, ada tujuh isu penting yang menjadi roh dari RUU Penyiaran yang perlu disepakati oleh stakeholder penyiaran. Usulan ATVSI, yakni rencana strategis dan blue print digital, pembentukan wadah dan keterlibatan asosiasi media penyiaran Indonesia dalam perizinan dan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukan Badan Migrasi Digital yang bersifat ad hoc. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah penerapan sistem hybrid merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran, durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat, pembatasan iklan rokok, siaran lokal, dan proses pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Untuk mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran, sambungnya, Indonesia memerlukan perencanaan strategis. Rencana strategis penyiaran setidaknya mencakup ketersediaan spektrum frekuensi, penggunaan alokasi frekuensi dan wilayah siar, pengembangan dan pemanfaatan teknologi digital, migrasi digital, potensi perkembangan media penyiaran, pembangunan sarana dan prasarana penyiaran, pembangunan sumber daya penyiaran, perkembangan dan keberlangsungan industri penyiaran, serta pemenuhan dan pemerataan informasi kepada masyarakat.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 108: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Penyiaran digital yang diselenggarakan oleh beberapa penyelenggara penyiaran multipleksing memerlukan penerapan sistem hybrid yang merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran. Dan ini juga merupakan antitesa dari monopoli (single multiplexer),” terangnya. Ishadi mengungkapkan, sinergitas dan optimalisasi peran serta industri penyiaran dalam kebijakan dan perizinan sangat diperlukan. Karena itu, perlu dibentuk wadah perhimpunan berbagai organisasi media penyiaran radio dan televisi. Sedangkan mengenai perizinan, ATVSI mengusulkan mekanisme pembatalan harus melalui mekanisme dan prosedur yang ketat. “Selain itu harus ada mekanisme keberatan bagi pemegang IPP atas pembatalan IPP melalui jalur peradilan dan hanya mengikat apabila sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht (due process of law). Pembatalan IPP melalui mekanisme peradilan akan memberi kepastian hukum bagi keberlangsungan usaha dan perlindungan terhadap investasi yang telah dilakukan," tambah Ishadi. Dikatakannya, RUU Penyiaran haruslah visioner serta dapat mengantisipasi perkembangan teknologi dan dapat memenuhi keinginan masyarakat akan kebutuhan konten penyiaran yang baik dan berkualitas. Oleh karenanya, penyusunan RUU Penyiaran harus melibatkan pemangku kepentingan seperti pelaku industri penyiaran, regulator, dan industri terkait lainnya. Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/05/04/337/1683488/soal-revisi-

uu-penyiaran-atvsi-usulkan-7-isu-krusial

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 109: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

ATVSI Sampaikan 11 Masukan dalam RUU Penyiaran ke Baleg

DPR Reni Lestari, Jurnalis · Senin 03 April 2017 16:46 WIB JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi menyerahkan draft usulan yang berisi 11 saran atas permasalahan yang diungkapkan Baleg. Sebanyak 11 permasalahan tersebut antara lain, pengelolaan frekuensi, pembatasan kepemilikan media, proporsi muatan siaran lokal, penyelenggaraan jasa penyiaran melalui internet, dan pengaturan isi siaran dari stasiun asing. Selanjutnya, ada pula waktu siaran iklan, larangan iklan rokok, pengaturan TV Parlemen, ketentuan sanksi, pengaturan iklan politik, dan pembagian kewenangan antara Kementerian Komunikasi dan Informasi dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dalam kesempatan itu, Ishadi membantah pendapat Baleg yang menyatakan kepemilikan stasiun televisi didominasi kelompok tertentu. "Kepemilikan 18 stasiun televisi jaringan dan lebih dari 300 televisi lokal menunjukkan bahwa kepemilikan televisi sudah sangat beragam dan tidak dimonopoli oleh segelintir orang," kata Ishadi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/4/2017). Selain itu, Ishadi juga menyatakan, kenyataan bahwa 7 dari 10 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) merupakan perusahaan terbuka (Tbk) memperkuat pendapatnya soal keberagaman kepemilikan tersebut. "Penguasaan kepemilikan di beberapa LPS bukanlah suatu pelanggaran hukum karena KPPU pada tahun 2011 telah menerbitkan keputusan akan hal ini. Misalnya, dalam kasus penguasaan tiga LPS oleh Grup MNC dan penguasaan dua LPS oleh Grup EMTEK. Tuduhan monopoli terbantah oleh keputusan KPPU tersebut," jelasnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 110: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://news.okezone.com/read/2017/04/03/337/1657705/atvsi-sampaikan-11-masukan-dalam-ruu-penyiaran-ke-baleg-dpr

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 111: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Industri Penyiaran Tolak Pelarangan Iklan Rokok di TV

Agregasi Harian Neraca, Jurnalis · Selasa 24 Januari 2017 13:25 WIB JAKARTA - Larangan iklan rokok di televisi bertujuan untuk menekan jumlah perokok di Indonesia. Pelarangan iklan rokok disebut akan memberikan dampak negatif bagi industri pertelevisian. Pelarangan iklan rokok juga dinilai tidak akan mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Corporate Secretary PT Surya Citra Media Tbk Gilang Iskandar menegaskan, revisi UU penyiaran sendiri belum menjadi draft resmi. Kalau pun nantinya telah resmi menjadi draft dan disahkan, maka media televisi akan terkena dampaknya. "Jika (RUU Penyiaran) disahkan, olahraga dan musik itu kan iklannya dari rokok, maka dampaknya akan ditanggung oleh stasiun TV. Dampaknya lumayan signifikan. Karena acara olahraga dan sepak bola itu mahal," kata Gilang, Selasa (24/1/2016). Ketua Panitia Kerja Komisi I DPR RI Meutya Hafid memastikan bahwa draf Revisi Undang Undang (RUU) Penyiaran yang diserahkan kepada Badan Legislatif tetap memuat larangan iklan rokok. Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo mengatakan, pelarangan iklan rokok di TV tidak relevan pada pengurangan jumlah perokok. Jangan semua dilarang. Menurut saya, pelarangan tidak relevan dan itu menggangu semua pihak. "Unsur kesehatan itu diatur sendiri. Jangan sampai pelarangan itu malah melanggar hak asasi orang untuk melakukan yang mereka mau," katanya. Firman menambahkan, dalam industri rokok banyak yang terlibat. Banyak pihak yang akan dirugikan yang terkait industri ini jika iklan itu ditiadakan.

Sumber:

https://economy.okezone.com/read/2017/01/24/320/1599525/industri-penyiaran-tolak-pelarangan-iklan-rokok-di-tv

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 112: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Wacana Larangan Iklan Rokok di TV Berimbas Pada Petani

Tembakau Lidya Julita Sembiring, Jurnalis · Rabu 18 Januari 2017 18:07 WIB JAKARTA - Rencana Komisi satu DPR RI untuk merevisi Undang-Undang RUU Penyiaran dengan menambahkan pasal pelanggaran rokok di televisi memunculkan keberatan dari industri rokok. Perusahaan rokok meminta iklan rokok tetap boleh di TV, tidak masalah walaupun dengan peraturan. Ketua Umum Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia Budidoyo mengatakan seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan larangan iklan rokok karena bagaimanapun rokok adalah salah satu penyumbang pemasukan negara. "Seharusnya iklan rokok tetap boleh ada. Tinggal buat peraturan penayangannya di atas pukul 21.30 WIB, karena di waktu tersebut anak di bawah usia sudah tidur. Jadi kita melihat seharusnya bikin peraturan jam tayang saja tanpa penghentian," ungkapnya di Hotel Ibis Jakarta, Rabu (18/1/2017). Menurutnya, industri rokok adalah salah satu penyumbang iklan TV di 2016. Bahkan, konsumen rokok sendiri salah satu terbanyak di Indonesia. Jadi dengan mematikan iklan industri rokok akan mematikan sebagian besar pemasukan media TV. "Kasihan media TV nanti karena kan pemasukan terbesar dari iklan dan iklan rokok penyumbang banyak jadi menurut saya keputusan Komisi I kurang tepat untuk menghentikan iklan rokok," tukasnya. Selain itu, menurut Budidoyo petani tembakau sendiri akan kena imbas dari penghentian iklan rokok di TV tersebut. "Produksi dan penjualan akan menurun dan petani tembakau tidak punya pilahan, mau tidak mau menjadi petani jagung ataupun padi," katanya. Sumber: https://economy.okezone.com/read/2017/01/18/320/1594895/wacana-

larangan-iklan-rokok-di-tv-berimbas-pada-petani-tembakau

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 113: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Dampak Penghentian Iklan Rokok di Media terhadap Generasi Muda

Maria Amanda Inkiriwang, Jurnalis · Kamis 12 Januari 2017 15:16 WIB MELARANG kehadiran rokok, menjadi salah satu cara yang dipercaya oleh para aktivis anti rokok dalam melindungi generasi selanjutnya. Generasi muda ini akan melanjutkan generasi selanjutnya. Komnas Pengendalian Tembakau (PT) mendukung DPR dengan adanya Rancangan Undang-Undang yang melarang penyiaran iklan rokok di televisi dan radio. Komnas PT yakin, langkah ini merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah untuk mengendalikan tembakau dan melindungi masyarakat. Menurut Muhamad Joni, SH, MHA sebagai Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau Bidang Hukum dan Advokasi, larangan iklan rokok ini akan menekan jumlah calon perokok yang ada di Indonesia. Ini salah satu jalan untuk melindungi generasi muda dari bahaya rokok. "Karena pengalaman dari Thailand menunjukkan, iklan rokok sekarang masih menjadi faktor yang signifikan dan menurunkan. Ini kan mencegah di hulu anak-anak dan remaja," jelas Joni saat ditemui di kantor PB IDI, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2017). Ia juga mengatakan, merokok tidak hanya menjadi kebiasaan, tetapi bersifat candu. Iklan inilah yang menargetkan anak-anak dan remaja menjadi perokok baru dan membuat mereka setia untuk merokok. "Jadi iklan pintu besar untuk mengajak para perokok baru untuk substitusi, loyal, dan mengajak orang lain untuk merokok," katanya. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi juga menambahkan, menghentikan iklan rokok ini juga diperkirakan bisa menekan penyakit yang mematikan terkait merokok. "Jadi iklan rokok itu memicu orang untuk merokok. Yang sebelumnya tidak merokok menjadi merokok. Iklan itu sasarannya bukan kepada perokok, tetapi pada non perokok," tambahnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 114: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Bila RUU ini disahkan pada masa yang akan datang, Tulus percaya bahwa UU tersebut akan melindungi generasi ke depan untuk tidak merokok.

Sumber: https://lifestyle.okezone.com/read/2017/01/12/481/1589730/dampak-

penghentian-iklan-rokok-di-media-terhadap-generasi-muda

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 115: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Revisi UU Penyiaran Dinilai Sebuah Langkah Mundur

Markus Yuwono, Jurnalis · Kamis 29 Desember 2016 05:00 WIB YOGYAKARTA - Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) menilai rencana revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas oleh DPR RI merupakan sebuah langkah mundur dunia penyiaran Indonesia. Anggota KNRP, Rahayu mengatakan, naskah revisi UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Penyiaran tersebut tidak secara jelas mengatur adanya jaringan siaran lokal ataupun isi dari konten siaran lokal. Hal ini dinilai bisa mematikan siaran lokal di media nasional, karena Jika kuota 10 persen untuk isi siaran lokal, lokal tidak bisa berkembang, ini tidak sesuai dengan semangat demokrasi dan otonomi daerah. "Deskripsi siaran lokal tidak jelas. Siaran lokal harusnya diatur, dibuat, disiarkan, dan dibuat dengan SDM lokal," katanya di ruang Foktagama Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (28/12/2016). Selain itu, juga beberapa di antaranya masih menjadi catatan. Satu di antaranya mengenai kepemilikan media, dan porsi iklan yang menjadi 40 persen dari setiap waktu tayang program sebelumnya 20 persen menjadi 40 persen; serta iklan rokok yang masih menjadi perdebatan; Lembaga Penyiaran Publik (LPP) difungsikan untuk melayani negara tanpa adanya definisi; dan lembaga penyiaran komunitas yang disebut untuk melayani kementerian. Ia menilai isi naskah revisi UU penyiaran itu mengalami kemunduran. "Hari ini sebenarnya adalah ulang tahun Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Tetapi sayangnya di ulang tahun ini, bukan kado istimewa yang bagus, tetapi mengecewakan," katanya. Selain itu, sensor untuk seluruh isi siaran dinilai bertentangan dengan UU Pers. D imana seharusnya produk jurnalistik tidak dikenai sensor. "RUU seharusnya menyatakan siaran jurnalistik wajib mengikuti standar KPI. Sensor juga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis," kata Rahayu.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 116: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Anggota KNRP lain, Dina Listiorini mengatakan, pihaknya dan beberapa elemen yang lain akan membuat draf revisi UU Penyiaran tandingan, dan akan melakukan lobi Komisi I DPR RI. "Ada masukan dari baru yang masuk ke kami, kita akan coba melakukan lobi ke partai politik," pungkasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2016/12/29/510/1578003/revisi-uu-

penyiaran-dinilai-sebuah-langkah-mundur

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 117: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

KPI Tunggu Pengesahan Revisi UU Penyiaran Hingga 2017

Reni Lestari, Jurnalis · Kamis 22 Desember 2016 00:10 WIB JAKARTA - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, pihaknya masih menunggu pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, rampung di DPR. Salah satu urgensi dari revisi UU ini yakni terkait digitalisasi lembaga penyiaran. Akan ada perubahan format dari analog seperti yang selama ini diterapkan, ke digital jika UU ini telah disahkan. Namun kepastian mengenai digitalisasi lembaga penyiaran ini masih harus menunggu pembahasan tuntas sebab ada beberapa pilihan lain yang dipertimbangkan. "Kalau undang-undang penyiaran kita tunggu 2017, apakah digitalisasi ataupun konvergensi, pay TV (televisi berbayar) seperti yang beredar saat ini," kata Yuliandre di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Rabu 21 Desember 2016. Selain pergantian format lembaga penyiaran, UU ini direncanakan juga akan memperkuat wewenang KPI untuk bisa menjatuhkan sanksi denda. Denda diterapkan pada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran berat. Menurutnya, hal tersebut adalah regulasi ideal yang sudah diterapkan di sejumlah negara. Diakuinya, hal ini membutuhkan kajian lebih mendalam lebih dulu. "Tentu perbincangan (tentang sanksi) ini menjadi agak lebih dalam karena ini butuh kajian yang lebih komprehensif. KPI sebenarnya happy aja berdasarkan apa yang diamanatkan undang-undang," imbuh dia. Namun demikian, lembaga penyiaran dan masyarakat umum juga harus diajak duduk bersama untuk menghasilkan solusi yang memenangkan semua pihak. "Situasi sama-sama menang ini yang harus kita pahami. Masyarakat menang, lembaga penyiaran menang, juga kita regulator juga menang, sehingga tertata dengan pengelolaan yang lebih baik," tukas Yuliandre. Sementara itu, pada hari ini KPI merilis survei indeks kualitas program siaran televisi periode lima, November-Desember 2016. Dari standar

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 118: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

minimal 4 dengan skala 1 sampai 5, program siaran televisi secara keseluruhan berada pada indeks 3,36. Artinya, secara umum kualitas konten lembaga penyiaran masih di bawah standar yang ditetapkan KPI. Karenanya, sejumlah direksi lembaga penyiaran yang hadir dalam peluncuran hasil survei ini diminta untuk berbenah agar program yang dihasilkan tak hanya menguntungkan tetapi juga mencerdaskan.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2016/12/21/337/1572701/kpi-tunggu-

pengesahan-revisi-uu-penyiaran-hingga-2017

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 119: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Komisi I Janjikan Penguatan KPI Melalui Revisi UU Penyiaran

Reni Lestari, Jurnalis · Rabu 21 Desember 2016 15:25 WIB JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Biem Benyamin mengatakan, parlemen belum akan mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran dalam waktu dekat. Sebab, tahapan pembahasannya hingga kini belum melibatkan pemerintah. Namun begitu, Biem menjelaskan, melalui perangkat undang-undang ini, Komisi I bertekad memperkuat wewenang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "Kemarin juga kita ada dialog dengan KPI bahwa Undang Undang, RUU penyiaran itu nanti kita ingin memperkuat KPI, bahwa masyarakat bersama KPI, artinya ini memperkuat dan berguna untuk masyarakat," kata Biem dalam acara Refleksi Akhir Tahun KPI di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2016). Diketahui sebelumnya, revisi UU ini salah satunya mengatur digitalisasi saluran televisi, dimana saat ini rata-rata stasiun televisi di Indonesia masih menerapkan sistem analog. Selain itu juga, KPI diperkirakan akan memiliki wewenang yang lebih luas dalam menindak stasiun-stasiun televisi yang melakukan pelanggaran berat. "Kita di Komisi I ingin memperkuat KPI, tidak saja hanya memberikan peringatan-peringatan kepada lembaga penyiaran secara administratif, tetapi juga kita akan memberikan penguatan kepada KPI bisa memberikan sanksi denda," kata dia. Penguatan KPI ini juga termasuk sinergi antara KPI pusat dan daerah. Menurutnya selama ini KPI Pusat dan daerah cenderung terpisah dalam mengambil sikap. Dikatakannya, Komisi I dalam penyusunan Revisi UU ini akan melibatkan elemen masyarakat dan pemangku kepentingan lembaga penyiaran. "Saya mohon komisi I (diberikan) masukan-masukan. Memang ini baru dibahas di Komisi I, belum dibicarakan dengan pemerintah bagaimana

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 120: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

kelanjutannya. Kita berharap penuh kepada KPI nanti bisa lebih tahu," tukas Biem.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2016/12/21/337/1572275/komisi-i-

janjikan-penguatan-kpi-melalui-revisi-uu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 121: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Komisi I DPR Fokus Rampungkan Dua Agenda Penting

ant, Jurnalis · Selasa 15 November 2016 10:37 WIB JAKARTA - Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan Komisi I akan fokus menyelesaikan dua agenda penting di masa sidang kedua tahun sidang 2016-2017 yang dimulai pada 16 November. "Kami fokus selesaikan revisi UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan dan menyiapkan usulan rancangan Undang-Undang perlindungan data pribadi," katanya di Jakarta, Selasa (15/11/2016). Abdul Kharis mengatakan, untuk revisi UU Penyiaran, perkembangan terakhir sudah dalam tahap sinkronisasi usulan Komisi I DPR. Karena itu menurut dia, ditargetkan pada akhir masa sidang kedua tahun sidang 2016-2017 bisa dietujui untuk disahkan menjadi UU. "Kami targetkan masuk ke pembicaraan Tingkat I dalam Rapat Paripurna DPR pada akhir masa sidang besok (untuk disahkan menjadi UU)," ujarnya. Ditambahkannya, konten utama dalam revisi UU Penyiaran sudah selesai sehingga diperkirakan pembahasannya akan cepat selesai. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, Komisi I DPR mengusulkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 RUU Perlindungan Data Pribadi karena melihat masalah mendesaknya atau urgensi dalam hal data pribadi. Menurut dia, dasar pemikiran Komisi I DPR mengajukan RUU tersebut adalah tiap orang memiliki privasi maka tidak bisa setiap orang berhak mengakses data orang perorang secara bebas. "Diharapkan agar tidak ada abuse of power orang satu ke orang lain," tuntasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2016/11/15/337/1541687/komisi-i-

dpr-fokus-rampungkan-dua-agenda-penting

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 122: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Ketua KPI Berharap RUU Penyiaran Segera Selesai

Badriyanto, Jurnalis · Jum'at 05 Agustus 2016 13:39 WIB JAKARTA - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terpilih, Yuliandre Darwis berharap Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran segera selesai. Hal ini agar dapat segera memperbaiki industri televisi berdasarkan keinginan masyarakat yang menginginkan televisi edukatif dan positif. "Diharapkan secepatnya (RUU Penyiaran selesai) karena ini sudah kebutuhan kepastian dan banyak keinginan masyarakat tentang sebuah perubahan terkait industri pertelevisian di mana bisa menjadi televisi yang edukatif dan positif," jelas Andre sapaan akrab Yuliandre di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Jumat (05/8/2016). Kendati demikian, Andre meyakini semangat memperbaiki sudah ada di internal industri televisi itu sendiri, namun industri televisi masih keberatan terkait RUU Penyiaran yang mencantumkan 20 persen iklan maksimal dalam sebuah industri televisi. "Namun saya yakin semangat itu sudah ada di teman-teman industri televisi dan PR terbesar salah satunya adalah ada undang-undang 20 persen iklan maksimal di dalam sebuah industri televisi. Apakah 20 persen itu wujud atau lebih, itu saja, yang lainnya baik semua," pungkas Andre.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2016/08/05/337/1455854/ketua-kpi-

berharap-ruu-penyiaran-segera-selesai

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 123: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran Belum Selesai, Kominfo Lakukan Simulasi

Penyiaran Badriyanto, Jurnalis · Jum'at 29 Juli 2016 16:20 WIB JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kominfo, Ir Geryantika Kurnia mengatakan bahwa pemerintah sedang melakukan uji coba penyiaran. Uji coba itu dilakukan sambil menunggu Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran disahkan oleh DPR RI. "Kita menunggu dan mendorong agar regulasi RUU Penyiaran cepat disahkan di DPR. Sebelum itu ada, kita akan mengadakan simulasi penyiaran digital," jelas Kurnia saat menjadi narasumber di gedung Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2016). Menurut dia, simulasi penyiaran yang bersifat nonkomersil itu sedang berlangsung di 20 daerah. Simulasi akan terus berlanjut hingga enam bulan ke depan dan dapat diperpanjang tanpa batas waktu yang ditentukan. "Dan sudah berjalan di 20 daerah dan baru berlangsung seminggu dan sampai 6 bulan," tambah Kurnia. Seperti diketahui, RUU Penyiaran yang akan menjadi payung hukum penyiaran untuk melakukan migrasi penyiaran dari analog ke digital masih dalam tahap proses.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2016/07/29/337/1450190/ruu-

penyiaran-belum-selesai-kominfo-lakukan-simulasi-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 124: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Lakukan Revisi UU Penyiaran, Pemerintah Fokus pada Digitalisasi Fakhrizal Fakhri , Jurnalis · Kamis 17 Maret 2016 14:26 WIB JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, menjelaskan, revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran dilakukan lantaran pemerintah ingin merubah perizinan stasiun televisi (TV) dan juga merubah pengawasan konten yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "(Revisi UU Penyiaran) ada banyak macam-macamnya. Mengenai kembali pengawasan konten di KPI, modelnya seperti apa dan kemudian masalah perizinan juga," kata Rudi di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/2016). Rudi memastikan, fokus revisi UU Penyiaran tersebut dilakukan agar pemerintah bisa melakukan digitalisasi deviden guna meningkatkan industri penyiaran di Indonesia. "Dan yang paling penting lagi mengenai digitalisasi. Karena kami fokus kepada digitalisasi deviden. Bagaimana meningkatkan industri penyiaran dan terjadi digitalisasi deviden ini dari pemerintah. Fokusnya dialokasikan sebagai prioritasnya," ungkapnya. Ia menambahkan, digitalisasi deviden itu berguna saat terjadinya bencana. Di mana kebijakan pendidikan kebencanaan tersebut akan didorong melalui revisi dalam regulasi tersebut. "Ini untuk kebencanaan. Kita kan negara dengan ring of fire, ada volcano. Jadi pemerintah merasa bahwa kebijakan dalam konteks kebencanaan pendidikan ini harus lebih didorong. Itu saja dari poin yang harus direvisi dalam UU penyiaran," tandasnya.

Sumber: https://news.okezone.com/read/2016/03/17/337/1338463/lakukan-

revisi-uu-penyiaran-pemerintah-fokus-pada-digitalisasi

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 125: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

LAMPIRAN D

(BERITA TEMPO.CO)

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 126: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Bahas RUU Penyiaran, DPR Rapat Dengan Kominfo Minggu Depan Kamis, 5 April 2018 22:32 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana melakukan rapat dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) minggu depan untuk membahas Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran. "Rapat dengan Kominfo hari Selasa (10 April 2018)," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon usai rapat koordinasi membahas RUU Penyiaran di gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 5 April 2018. Hari ini, rapat koordinasi dilakukan antara pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, pimpinan Komisi I DPR, dan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR secara tertutup. Salah satu kesimpulan dari rapat yakni mengagendakan pertemuan dengan Kominfo. "Nanti teknis, ya kita minta keterangan Pemerintah (Kominfo)," kata Fadli. Fadli mengatakan saat ini sejumlah perdebatan pada RUU tersebut telah mengerucut, khususnya tentang penerapan sistem penggunaan frekuensi penyiaran (multipleksing) atau mux. Namun, Fadli belum menegaskan sistem mana yang telah disepakati. "Pokoknya semua pihak harus mendapatkan keadilan, win-win solution" ujarnya. Sebelumnya, perbedaan yang paling mencuat dari RUU inisiatif DPR itu yakni tentang jenis penerapan frekuensi antara single mux, multi mux atau hybrid. Pada single mux, penggunaan frekuensi sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Pada multi mux, penggunaan berada oleh banyak pemegang lisensi, swasta hingga pemerintah. Sedangkan hybrid frekuensi nantinya akan dijatah untuk pemerintah dan swasta. "Komisi I sudah mengambil single mux, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk hybrid karena ini juga menghargai investasi yang sudah dilakukan banyak perusahaan TV swasta dan sebagainya," kata Fadli. Fadli mengatakan pembahasan RUU yang mangkrak lebih dari satu tahun tersebut merupakan hal yang biasa. Fadli mengatakan subtansi pembahasan tidak boleh meleset.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 127: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Kedepan, setalah rapat dengan Kominfo, Fadli menargetkan secepatnya membawa RUU Penyiaranke Badan Musyawarah Dewan. "Kalau bisa masa sidang ini ya masa sidang ini, ruang perbedaannya tinggal sedikit lagi," kata politikus Gerindra itu.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1076735/bahas-ruu-penyiaran-dpr-rapat-dengan-kominfo-minggu-depan

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 128: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

DPR Kembali Bahas RUU Penyiaran Kamis, 5 April 2018 14:39 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi I DPR, dan Badan Legislasi (Baleg) melakukan rapat koordinasi membahas Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran), Kamis, 5 April 2018. Rapat tersebut dilakukan secara tertutup. "Kita akan membicarakan baik substansi maupun schedule tentang RUU penyiaran ini," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon sebelum memulai rapat di Lantai 3, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta Pusat. Draf RUU Penyiaran masih tertahan di Baleg lebih dari 12 bulan sejak diserahkan oleh Komisi I. Baleg DPR belum mencapai kata sepakat terhadap RUU tersebut. Sejumlah poin RUU masih diperdebatan seperti penerapan sistem penggunaan frekuensi untuk penyiaran atau multipleksing atau mux. Perdebatan muncul terkait penerapan single mux atau multi mux. Pada single mux, penggunaan frekuensi sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Sebaliknya pada multi mux, penggunaan berada di banyak pemegang lisensi, swasta hingga pemerintah. Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga menyampaikan bahwa setidaknya ada enam isu strategis dalam RUU Penyiaran. Selain persoalan frekuensi, masih ada lima isu lain seperti peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), izin penyiaran oleh Kominfo, penyiaran digital, lembaga penyiaran publik, PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) Penyiaran, hingga penyaluran konten siaran melalui internet. Juni 2017, Kominfo mendesak agar draf RUU Penyiaran bisa segera dirampungkan menjadi RUU agar bisa dibahas bersama Komisi Penyiaran. Namun hingga saat ini, draf RUU pun tak kunjung selesai di Baleg, karena perwakilan fraksi belum mencapai kata sepakat.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1076562/dpr-kembali-bahas-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 129: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Kemenko Polhukam Akan Kawal Revisi RUU Penyiaran Kamis, 24 Mei 2018 14:30 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) siap mengawal proses revisi Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran. Sekretaris Menko Polhukam Yoedhi Swastono mengatakan, pemerintah akan terus mengupayakan penyiaran untuk kepentingan publik seperti amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. "Pemerintah menaruh perhatian penuh terhadap RUU Penyiaran ini," kata Yoedhi dikutip dalam laman resmi Kemenko Polhukam yang terbit Rabu, 23 Mei 2018. Sudah lebih dari setahun pembahasan RUU Penyiaran masih mandek di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat RI (Baleg DPR). Pada Januari 2018, Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas, mengakui pembahasan RUU mandek karena masih ada deadlock atau ketidaksepakatan antar anggota. Salah satunya mengenai single mux atau multi mux. Yoedhi menerima audiensi Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu, 23 Mei 2018. Yoedhi didampingi Deputi 7 Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Suwandi Miharja; Asisten Deputi Koordinasi Informasi Publik dan Media Massa Muztahidin; dan Kepala Bidang Media Massa Beben Nurpadillah. Anggota KNRP Ade Armando sepakat bila pemerintah menjadi pemegang otoritas penyiaran digital untuk memastikan penyiaran berpihak pada kepentingan publik. Ade juga mendukung upaya percepatan migrasi penyiaran dari analog menjadi digital dengan pola muliplekser tunggal (single-mux). "Pihak swasta cenderung mengedepankan kepentingan ekonomi dan politik," ujar Ade dikutip dari laman resmi Kemenko Polhukam. Selain masalah migrasi penyiaran, Ade memaparkan persoalan lain yang harus dibenahi. Misalnya, kuota iklan sebesar 30 persen dan pelarangan iklan rokok. Menurut Ade, Indonesia satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masih mengizinkan penayangan iklan rokok di media penyiaran.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 130: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1092154/kemenko-polhukam-akan-

kawal-revisi-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 131: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran Mandek 12 Bulan, Ini Rencana Ketua Baleg Jumat, 26 Januari 2018 19:09 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pernyiaran akan terus dilakukan. Ketua Baleg DPR RI dari Fraksi Gerindra, Supratman Andi Agtas, menuturkan bahwa RUU penyiaran yang sempat tertunda selama 12 bulan tersebut saat ini akan dibawa ke tingkat Badan Musyawarah (Bamus) atas permintaan Komisi I DPR RI. “Jadi nanti di Bamus akan bertemu antara Komisi I dan pimpinan Baleg untuk membicarakan itu,” kata dia kepada Tempo, Jumat, 26 Januari 2018. Hingga hampir 12 bulan sejak diserahkan oleh Komisi Penyiaran, Baleg DPR memang belum mencapai kata sepakat terhadap RUU Penyiaran. Pasalnya, sejumlah usulan kembali mencuat dalam rapat Baleg, salah satunya terkait penerapan sistem penggunaan frekuensi untuk penyiaran atau multipleksing yang disingkat sebagai mux. Perdebatan muncul terkait penerapan single mux atau multi mux. Pada single mux, penggunaan frekuensi sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Sebaliknya pada multi mux, penggunaan berada oleh banyak pemegang lisensi, swasta hingga pemerintah. Ditengah pembahasan, muncul juga usulan penerapan hybrid, atau pembagian jatah frekuensi antara pemerintah dan swasta. Supratman menilai permasalahan tersebut ditimbulkan karena adanya perbedaan sikap antara fraksi-fraksi di Baleg. Menurut dia, perbedaan keinginan antar fraksi-fraksi tersebut membuat pengambilan keputusan menjadi sulit. “Problemnya disitu, karena di badan legislasi itu terbelah fraksi-fraksi itu, sedangkan Komisi I bulat untuk mendukung single mux tapi disuara fraksi di Baleg itu terbelah antara yang mau single mux dan mau hybrid,” ujarnya. Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Kharis Almasyhari menuturkan bahwa dalam draf RUU, Komisi Penyiaran sudah menyepakati penggunaan single mux. Namun ia menyadari ada pandangan lain yang muncul, saat diharmonisasi di Baleh. "Saya gak

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 132: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

berhak ngomong ke Balegnya, yang jelas di Komisi I (Penyiaran) itu single mux," ujarnya.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1054472/ruu-penyiaran-mandek-12-

bulan-ini-rencana-ketua-baleg

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 133: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pembahasan RUU Penyiaran Mandek 12 Bulan di Baleg DPR, Kenapa? Kamis, 25 Januari 2018 17:18 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Kharis Almasyhari mengatakan pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran sampai saat ini masih tertahan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Alhasil, draf RUU pun belum dibacakan di rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU Penyiaran. "Sudah tertahan 12 bulan," kata Abdul saat dihubungi Tempo di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018. Menurut dia, draf ruu sendiri sudah disepakati dan diserahkan Komisi Penyiaran ke Baleg sejak awal Februari 2017 lalu. Pembahasan RUU ini, kata Abdul, baru bisa dilakukan Komisi Penyiaran dan pemerintah setelah disepakati di paripurna atau pengambilan keputusan tingkat I. Setelah itu, RUU pun kembali dibacakan di paripurna untuk pengambilan keputusan tingkat II, agar menjadi Undang-Undang. Abdul menyadari proses RUU ini masih cukup panjang, "jadi masih ada dua paripurna lagi baru menjadi Undang-Undang." Hingga hampir 12 bulan sejak diserahkan, Baleg DPR memang belum mencapai kata sepakat terhadap RUU inisiatif dari dewan ini. Pasalnya, sejumlah usulan kembali mencuat dalam rapat baleg, salah satunya terkait penerapan sistem penggunaan frekuensi untuk penyiaran atau multipleksing yang disingkat sebagai mux. Perdebatan muncul terkait penerapan single mux atau multi mux. Pada single mux, penggunaan frekuensi sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Sebaliknya pada multi mux, penggunaan berada di banyak pemegang lisensi, swasta hingga pemerintah. Di tengah pembahasn, muncul juga usulan penerapan hybrid, atau pembagian jatah frekuensi antara pemerintah dan swasta. Abdul menuturkan bahwa dalam draf RUU, Komisi Penyiaran sudah menyepakati penggunaan single mux. Namun ia menyadari ada pandangan lain yang muncul, saat diharmonisasi di Baleh. "Saya gak berhak ngomong ke Balegnya, yang jelas di Komisi I (Penyiaran) itu single mux," ujarnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 134: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Namun ia menyampaikan, bahwa perdebatan soal draf RUU Penyiaran tidak semata hanya penggunaan frekuensi. Namun masih terdapat persoalan lainnya yang membuat pembahasan RUU jalan di tempat. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga menyampaikan bahwa setidaknya ada enam isu strategis dalam RUU Penyiaran. Selain persoalan frekuensi, masih ada lima isu lain seperti peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), izin penyiaran oleh Kominfo, penyiaran digital, lembaga penyiaran publik, PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) Penyiaran, hingga penyaluran konten siaran melalui internet. Juni 2017, Kominfo mendesak agar draf RUU bisa segera dirampungkan menjadi RUU agar bisa dibahas bersama Komisi Penyiaran. Namun hingga saat ini, draf RUU pun tak kunjung selesai di Baleg, karena perwakilan fraksi belum mencapai kata sepakat.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1054074/pembahasan-ruu-penyiaran-mandek-12-bulan-di-baleg-dpr-kenapa

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 135: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pembahasan RUU Penyiaran Mandek 1 Tahun, Ini Sebabnya Jumat, 26 Januari 2018 13:03 WIB TEMPO.CO, Jakarta -Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjamin pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang atau RUU Pernyiaran akan terus dilakukan. Ketua Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas mengakui pembahasan RUU mandek karena masih ada deadlock atau ketidaksepakatan antar anggota. "Salah satunya memang soal single mux atau multi mux," kata Andi saat dihubungi Tempo di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018. Akibat selesainya pembahasan, Andi menyebut ada permintaan dari Komisi Penyiaran DPR RI untuk bertemu pimpinan dewan. Tujuannya, agar diadakan pertemuan antara Komisi Penyiaran sebagai inisiator RUU dan Baleg yang tengah melakukan harmonisasi terhadap RUU tersebut. "Tunggu saja, segera akan kami tuntaskan," ujarnya. Hingga hampir 12 bulan sejak diserahkan oleh Komisi Penyiaran, Baleg DPR memang belum mencapai kata sepakat terhadap RUU Penyiaran. Pasalnya, sejumlah usulan kembali mencuat dalam rapat Baleg, salah satunya terkait penerapan sistem penggunaan frekuensi untuk penyiaran atau multipleksing yang disingkat sebagai mux. Perdebatan muncul terkait penerapan single mux atau multi mux. Pada single mux, penggunaan frekuensi sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Sebaliknya pada multi mux, penggunaan berada oleh banyak pemegang lisensi, swasta hingga pemerintah. Ditengah pembahasn, muncul juga usulan penerapan hybrid, atau pembagian jatah frekuensi antara pemerintah dan swasta. Ketua Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Kharis Almasyhari menuturkan bahwa dalam draf RUU Penyiaran, Komisi Penyiaran sudah menyepakati penggunaan single mux. Namun ia menyadari ada pandangan lain yang muncul, saat diharmonisasi di Baleg. "Kalau fraksi PKS sendiri tetap single mux" ujarnya. Andi membenarkan terjadi perdebatan terkait pengguaan frekuensi penyiaran di Baleg. Menurut dia, pandangan fraksi-fraksi di Baleh memang berbeda.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 136: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Namun, untuk fraksi Gerindra, ia menyatakan bahwa partainya tidak akan berubah, tetap mempertahankan usulan single mux. "Gerindra itu gak akan berubah, karena single mux sesuai Pasal 33 UUD 1945 karena frekuensi itu suatu ke kekayaan yang terbatas dan harus dikuasai negara," ujarnya.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1054294/pembahasan-ruu-penyiaran-

mandek-1-tahun-ini-sebabnya

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 137: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran Diminta Segera Selesai Tahun Ini Rabu, 21 Februari 2018 11:49 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Titik temu perdebatan antara sistem singlex mux dan multi mux tetap tidak bisa membuat Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) dibawa ke sidang Paripurna pada masa sidang ketiga DPR Februari ini. Sebab, masih ada sejumlah pasal yang menjadi perdebatan di antara para anggota Badan Legislasi (Baleg). “Posisi kami sekarang menunggu dan siap membahas bersama pemerintah jika sudah ditugaskan rapat paripurna,” kata Wakil Ketua Komisi I –Komisi yang akan membahas RUU Penyiaran ini- Meutya Viada Hafid kepada Tempo. Pekan lalu Ketua DPR Bambang Soelistyo mengumumkan DPR dan Pemerintah telah sepakat untuk menggunakan sistem hybrid multiplexing dalam RUU Penyiaran. Kesepakatan diambil dalam rapat yang dihadiri para pimpinan fraksi DPR dan Menteri Komunikasi dan Informasi Rudianta pada Selasa (13/2/2018). Sebelumnya terjadi perdebatan alot perihal mana yang akan dipilih dalam RUU Penyiaran, multi mux atau single mux. Pada model multi mux penguasaan frekuensi dipegang banyak pemegang lisensi, yakni meliputi perusahaan-perusahaan penyiaran swasta dan pihak pemerintah. Ada pun model single mux, penguasaan frekuensi sepenuhnya ada di tangan negara. Dalam single mux maka yang berperan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai penyelenggara layanan digital yang mengelola frekuensi dan infrastruktur digital. Pada model multi mux, LPP RTRI dan setiap lembaga penyiaran swasta berjalan masing-masing. Sebelumnya Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Ishadi SK, menolak sistem single mux. Menurut Ishadi, sistem ini berpotensi menciptakan praktik monopoli dan bertentangan dengan demokrasi penyiaran. Menurut Ishadi dengan frekuensi dan infrastruktur dikuasai single mux operator, menunjukkan posisi dominan atau otoritas tunggal pemerintah yang berpotensi disalahgunakan untuk membatasi pasar industri penyiaran. Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Soebagyo menyatakan model hibrida yang akhirnya disepakati itu bisa menumbuhkan demokrasi penyiaran serta persaingan usaha akan berlangsung sehat tanpa monopoli.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 138: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Dengan sistem hybrid ini maka pemerintah dan swasta membagi jatah frekuensinya. Dengan model ini, menurut Firman, swasta hanya menguasai satu frekuensi untuk dikelola sendiri. “Satu frekuensi kalau itu menggunakan resolusi tinggi maka bisa menjadi delapan channel,” katanya. Ada pun swasta yang memiliki frekuensi lebih mesti mengembalikan kelebihannya ke negara. Sebelumnya selain perdebatan mengenai single mux dan multi mux, ada juga perdebatan yang tak kalah alot mengenai sejumah aturan dalam RUU Penyiaran itu. Setidaknya ini menyangkut empat hal. Pertama, mengenai badan migrasi digital, dari analog ke digital. Kedua, batas akhir migrasi dari analog ke digital. Ketiga soal dividen, dan ke empat tentang investasi asing. Dalam hal terakhir ini, Pemerintah membolehkan investasi asing dengan maksimal 20 persen sedang Komisi I sebelumnya ”nol.” “Komisi I mengkehendaki "0" persen, tetapi Baleg menemukan ternyata ada peraturan presiden sebagai peraturan turunan UU Investasi,” kata Firman. RUU Penyiaran yang “berhenti” di Baleg merupakan revisi UU Penyiaran No. 32/2002. RUU ini sudah setahun lebih berada di Badan Legislatif yang artinya sudah melewati masa sidang lima kali. Pekan lalu rapat pimpinan DPR meminta RUU Penyiaran ini segera diselesaikan dan dibawa ke rapat paripurna –yang tentu saja dalam masa sidang berikutnya. “Kami harap apapun yang mengganjal di Baleg segera selesai. Jika pun ada yang belum disepakati sebaiknya dibawa ke Paripurna saja agar perjalanan RUU ini bisa jalan,” kata Meutya.

Sumber: https://hukum.tempo.co/read/1062844/ruu-penyiaran-diminta-

segera-selesai-tahun-ini

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 139: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

MK Minta Koalisi Perbaiki Permohonan Uji Materi Iklan Rokok Selasa, 31 Oktober 2017 07:56 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK)meminta Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pelarangan Total Iklan Rokok memperbaiki permohonan uji materi mereka pada Undang-Undang Penyiaran dan UU Pers. “Kami beri waktu dua minggu bagi pemohon untuk memperbaiki. Jika tidak, mungkin sidang ini akan menjadi yang pertama sekaligus terakhir untuk uji materi ini,” kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Maria Farida Indrati saat menutup sidang pada Senin, 30 Oktober 2017. Dalam sidang perdana itu, Koalisi mengajukan permohonan uji materi (judicial review) pada 3 pasal di UU -undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 dan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Uji materi serupa pernah dua kali dilakukan oleh Komnas Pengendalian Tembakau dan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) dan berakhir kekalahan. Kali ini, Koalisi menambahkan uji materi untuk UU Pers. “Pemohon harus bisa memberikan penjelasan yang bisa menegaskan Mahkamah karena sebelumnya sudah pernah putuskan untuk menolak keseluruhan permohonan soal iklan,” kata Maria. Ia meminta pemohon yang terdiri dari Ikatan Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Indonesian Institute for Social Development agar bisa menjelaskan perbedaan permohonan dengan yang sudah diujikan sebelumnya. “Bisa dilacak lagi pasal-pasal yang sudah diputuskan dan perbedaan dengan permohonan sebelumnya,” kata anggota majelis hakim, Saldi Isra menambahkan. “Boleh dimohonkan lagi jika pemohon bisa memberikan argumentasi yang berbeda.” Anggota tim Koalisi, Hery Chariansyah menuturkan, permohonan uji materi kali ini berbeda dengan dua persidangan sebelumnya. “Jika sebelumnya hanya memohon uji materi UU Penyiaran, maka kami menambahkan UU Pers,” kata dia seusai persidangan yang mengagendakan pemeriksaan berkas itu. Ia menuturkan, pada UU Penyiaran, Koalisi mempertanyakan Pasal 46 ayat 3 Huruf B tentang frasa bahan zat atau adiktif dan Pasal 46 ayat 3 Huruf C yang berbunyi, “promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.” Adapun terhadap UU Pers, Koalisi meminta uji materi Pasal 13 Huruf B sepanjang

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 140: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

frasa “dan zat adiktif lainnya” dan Pasal 13 Huruf C yang berbunyi, “peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.” Selain itu, ada pembedaan pemohon. Pada uji materi pertama dan kedua permohonan diajukan oleh koalisi masyarakat untuk perlindungan anak dan masyarakat. “Untuk kali ini, pemohonnya ada kelompok pemuda, kelompok anak, kelompok perempuan, dan organisasi ekonomi sosial pembangunan,” ujar Hery. “Sehingga kerugian kontitusional berbeda dengan uji materi sebelumnya dan lebih komprehensif.” Hery mengatakan, tim kuasa hukum akan memperbaiki permohonan sesuai saran hakim MK. “Kita akan bertemu kembali pada siding 13 November.”

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1029158/mk-minta-koalisi-perbaiki-permohonan-uji-materi-iklan-rokok

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 141: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Revisi UU Penyiaran, Lembaga Penyiaran Raksasa Diduga Bermain Kamis, 12 Oktober 2017 09:14 WIB TEMPO.CO, JAKARTA - Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) yang terdiri dari paling tidak 160 akademisi dan praktisi serta 20 organisasi masyarakat sipil peduli pada penyiaran menyayangkan perkembangan pembahasan revisi UU Penyiaran. KNRP menyoroti dua hal yang terdiri dari penetapan tentang penerapan pola multiplekser serta iklan rokok. "Pertama, ketentuan mengenai penerapan pola multiplekser dalam digitalisasi telah menyebabkan tertundanya kembali pengesahan RUU UU Penyiaran versi DPR," kata aktivis KNRP Bayu Wardhana dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Kamis 12 Oktober 2017. KNRP mengatakan penundaan terjadi akibat terjadi kebuntuan pada rapat gabungan antara Badan Legislatif dan pengusul (Komisi I) DPR, 3 Oktober 2017. Sejumlah fraksi mengundurkan diri dari pencapaian kesepakatan. Padahal sebelumnya, KNRP melihat adanya voting di tahap panitia kerja. Ketidaksepakatan itu terjadi dalam penentuan penataan migrasi memasuki penyiaran digital dalam hal pemilihan penyelenggaraan multiplekser (mux). "Dalam draf RUU Penyiaran versi 3 Oktober 2017 sudah termuat ketentuan bahwa model migrasi dari penyiaran analog ke digital yang akan dijalankan adalah multiplekser tunggal, dengan Lembaga Penyiaran Publik bertindak sebagai penyelenggara multiplekser," ucap Bayu. Koalisi ini mengungkapkan keputusan itu dikukuhkan melalui voting di tingkat panitia kerja dengan perbandingan suara terdiri dari 5 fraksi memilih sistem multiplekser tunggal, 4 fraksi memilih sistem multiplekser multi, dan 1 fraksi tidak hadir. Namun ketika pengambilan keputusan hendak diambil di tingkat rapat pleno, secara mendadak salah satu fraksi dan diikuti sejumlah fraksi lainnya memilih mengundurkan diri dari rapat pengambilan keputusan. "KNRP menduga keras ini menunjukkan adanya upaya untuk membelokkan arah UU Penyiaran untuk melayani kepentingan lembaga-lembaga penyiaran raksasa di Indonesia," kata Bayu. Dalam pandangannya, KNRP melihat pilihan multiplekser tunggal (single-mux) dalam penyiaran digital yang otoritasnya diserahkan kepada negara adalah pilihan yang terbaik untuk kepentingan publik karena beberapa

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 142: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

alasan. "Dengan pola mux tunggal (single-mux), akan terjadi penghematan spektrum frekuensi radio untuk keperluan penyiaran komersial sehingga akan ada sisa frekuensi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penyiaran non-komersial dan kepentingan komunikasi non-penyiaran," ucapnya. Oleh karena itu migrasi ke penyiaran digital dinilai mampu memberikan peluang usaha dan penataan industri siaran yang lebih adil bagi masyarakat. Selain itu publik bisa memperoleh keuntungan dalam penyiaran digital khususnya untuk mendukung kepentingan penyiaran non-komersil seperti untuk pendidikan, kesehatan, anak-anak hingga penanganan bencana alam. "Dengan sistem mux-tunggal pula, lembaga pemegang otoritas penyelenggara multiplekser yang ditetapkan oleh negara akan dapat memberi kesempatan yang adil terhadap setiap pelaku usaha bisnis penyiaran," kata Bayu. KNRP menilai penguasaan frekuensi siaran sekarang ini cenderung tak efisien dan mahal. Di sisi lain, hal tersebut juga menguntungkan pemain-pemain raksasa lama yang memiliki dukungan infrastruktur dan modal yang kuat. Penguasa frekuensi siaran juga bisa memanfaatkannya untuk kepentingan politis. KNRP berharap kelima fraksi yang secara tegas mendukung pilihan mux-tunggal tidak mengubah sikap pada pengambilan keputusan tanggal 16 Oktober 2017.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1024017/revisi-uu-penyiaran-

lembaga-penyiaran-raksasa-diduga-bermain

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 143: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

RUU Penyiaran versi DPR Dinilai Bermasalah Minggu, 9 Juli 2017 15:00 WIB TEMPO.CO, Yogyakarta - Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat Indonesia yang terdiri atas sejumlah perguruan tinggi, NGO, dan masyarakat sipil menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang dibuat Badan Legislasi (Baleg) DPR. Koalisi tersebut melihat Baleg telah mengubah RUU Penyiaran yang telah dibuat Komisi I DPR. “Yang versi Baleg mengingkari semangat demokratisasi penyiaran,” kata juru bicara Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat Indonesia Puji Rianto saat menggelar konferensi pers di Legend Cafe di Yogyakarta, Minggu, 9 Juli 2017. Ada lima hal yang merupakan isi RUU Penyiaran versi Baleg DPR yang dinilai koalisi bermasalah. Pertama, ada upaya pelemahan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dua, penjungkirbalikan posisi lembaga penyiaran yang seharusnya diatur oleh regulasi penyiaran, tetapi malah menjadi regulator penyiaran. Ketiga, melanggar prinsip diversity of content dan diversity of ownership. Keempat, sangat pro kapital dalaam proses digitalisasi penyiaran. Kelima, pasal pelarangan iklan rokok dihilangkan oleh Baleg DPR. Puji melihat RUU tersebut telah memposisikan penyiaran berada pada garis antara negara dengan pasar yang dikuasai swasta. Hanya, keberadaan negara menjadi pelindung swasta dengan mengabaikan kepentingan dan kebutuhan publik. Seperti kebutuhan publik untuk mendapatkan informasi lokal dan informasi yang tidak seragam atau tidak Jakarta sentris. “Kalau ini dibiarkan, 5-10 tahun lagi, penyiaran akan dikuasai swasta,” kata Puji. Dosen Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) Muzayin menambahkan, koalisi itu didukung hampir semua program studi komunikasi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Selain UII, antara lain ada pula Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Jember, Universitas Muhammadiyah Riau, Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada. Juga organisasi alumni jurusan komunikasi. Sisanya adalah sejumlah NGO. “Artinya, draf RUU versi Baleg itu ditolak jurusan komunikasi berbagai kampus se-Indonesia Raya,” kata Muzayin mengklaim. Saat ini tercatat ada 67 lembaga yang bergabung dalam koalisi tersebut. Rencananya, koalisi itu akan mengajukan position paper kepada Komisi I DPR di Jakarta.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 144: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/890014/ruu-penyiaran-versi-dpr-

dinilai-bermasalah

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 145: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Revisi UU Penyiaran, Koalisi Dukung Pelarangan Iklan Rokok Kamis, 12 Oktober 2017 09:45 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran mengkritik draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran tertanggal 3 Oktober 2017 dalam pasal 144 ayat (1) yang di dalamnya memuat ketentuan ”Materi siaran iklan dibatasi untuk promosi iklan rokok”. KNRP menilai hal itu tidak sejalan dengan ketentuan sebelumnya, yakni melarang iklan rokok. "Dalam kaitan dengan kepentingan publik, KNRP mendorong agar dalam pembicaraan RUU selanjutnya, pasal pelarangan iklan rokok sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat tertanggal 6 Februari 2017 Pasal 144 Ayat 2 huruf i dapat dikembalikan," kata aktivisi anggota KNRP Bayu Wardhana dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Kamis 12 Oktober 2017. KNRP menilai bahwa rokok merupakan zat adiktif sebagaimana telah dinyatakan dalam UU 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 113 Ayat 2. Dengan memuat ketentuan yang membolehkan kembali iklan rokok disiarkan, maka draf RUU Penyiaran 3 Oktober 2017 itu bertentangan dengan UU Kesehatan. Padahal lebih dari 140 negara telah menghapus iklan rokok dari penyiaran. "Pelarangan iklan rokok mestinya menjadi prioritas DPR dalam revisi UU Penyiaran demi perlindungan anak dan remaja dari paparan produk adiktif. Langkah DPR mempertahankan iklan rokok adalah kemunduran," kata Bayu. KNRP menganggap keberadaan materi iklan rokok semakin menimbulkan kesan DPR menunjukkan ketidakpedulian untuk melindungi anak dan remaja yang selama ini jadi target utama iklan dan promosi rokok.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1024027/revisi-uu-penyiaran-koalisi-

dukung-pelarangan-iklan-rokok

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 146: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Fatal, RUU Penyiaran Versi Baleg DPR Hapus Larangan Iklan Rokok Senin, 10 Juli 2017 07:47 WIB TEMPO.CO, YOGYAKARTA- Draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran versi Badan Legislasi DPR telah menghapus pasal tentang larangan iklan rokok. Padahal larangan tersebut semula masih tercantum dalam draf revisi RUU Penyiaran versi Komisi I DPR. RUU Penyiaran versi Baleg tertanggal 19 Juni 2017 itu telah mengubah sejumlah pasal krusial dari draf revisi atas UU Nomer 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dibuat Komisi I DPR. “Fatal! Baleg berseberangan dengan komitmen Indonesia mendukung global,” kata Valentina Sri Wijiyati, salah satu anggota Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat Indonesia dari LSM Satunama di Yogyakarta, Minggu 9 Juli 2017. Sikap Baleg dinilai bertentangan dengan UU Nomer 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya. Juga bertentangan dengan mandat Sustainable Development Goals (SDGs). Apalagi berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia alias WHO pada 2013, sebanyak 144 negara di dunia sudah membersihkan penyiarannya dari iklan rokok. Sedangkan Indonesia adalah negara yang tertinggal karena masih memberi angin keberadaan iklan-iklan rokok. “Kalau Baleg berpikir waras, tentunya menghormati dan melindungi masyarakat untuk produktif dan sehat,” kata Wiji. Lantaran RUU Penyiaran versi Baleg DPR yang dinilai amburadul, Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat Indonesia menolak draf tersebut. Koalisi juga menuntut Komisi I dan Baleg DPR untuk membahas kembali draf revisi UU Penyiaran serta mengembalikannya pada sistem penyiaran yang menganut prinsip demokratisasi. “Draf revisi Komisi I itu diobrak-abrik Baleg,” kata Darmanto, anggota Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat Indonesia dari Perkumpulan Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik (PRLPP) Darmanto.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/890090/fatal-ruu-penyiaran-versi-baleg-dpr-hapus-larangan-iklan-rokok

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 147: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

DPR Berharap RUU Penyiaran Selesai pada Masa Sidang Berikutnya Rabu, 24 Mei 2017 18:50 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari berharap Rancangan Undang-Undang Penyiaran bisa disahkan menjadi Undang-Undang pada masa sidang berikutnya. Untuk masa sidang saat ini, kata dia, harapannya bisa disahkan di paripurna dan dilakukan pembahasan tingkat I. "Kami harapkan di masa sidang berikutnya bisa rampung," kata Abdul Kharis Almasyhari saat ditemui di Nusantara I, DPR RI, Jakarta, Rabu, 24 Mei 2017. Abdul Kharis menuturkan saat ini RUU Penyiaran berada di Badan Legislasi. Seharusnya pembahasan di Baleg DPR hanya memakan waktu selama 20 hari. Namun padatnya jadwal Baleg, batas waktu itu pun terlewati. Dalam dua minggu kedepan, dia berharap pembahasan di Baleg rampung. Menurut Abdul Kharis setelah paripurna, Komisi I akan menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang akan dikirimkan melalui surat ke pemerintah. Pemerintah memiliki waktu maksimal selama 60 hari untuk menyerahkan DIM versi pemerintah kepada DPR. Semakin banyak kesamaan DIM antara DPR dan pemerintah, pembahasannya yang dilakukan tidak akan memakan waktu lama. Abdul Kharis memperkirakan akan ada 400 DIM di dalam rancangan Undang-Undang Penyiaran itu. Isu-isu yang akan dibahas dalam rancangan Revisi Undang-Undang Penyiaran di antaranya adalah isu kepemilikan media, penguatan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia, penguatan TVRI dan RRI. Selain itu juga ada migrasi penyiaran analog ke digital. Abdul Kharis mengungkapkan RUU Penyiaran ini tak hanya berbicara soal penyiaran televisi, tapi juga penyiaran radio dan bentuk turunannya. Lebih lanjut, dia melihat dunia penyiaran di Indonesia maju karena industri penyiaran terlepas dari ekses negatif yang ditimbulkan.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/878371/dpr-berharap-ruu-

penyiaran-selesai-pada-masa-sidang-berikutnya

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 148: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Fenomena Migrasi Analog ke Digital Harus Masuk RUU Penyiaran Minggu, 22 Oktober 2017 06:14 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Ilmu Hukum, Universitas Hasanuddin Judhariksawan mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran (RUU Penyiaran) tak boleh merugikan pihak mana pun. Ia meminta pembahasan harus melihat kondisi sosiologis masyarakat. "Jangan merugikan siapa pun. Ketika ada perubahan, legislatif harus tahu kondisi sosiologis hari ini karena kita tidak berangkat dari nol," kata Judhariksawan dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu 21 Oktober 2017. Ia mencontohkan, pada 2011 Kementerian Komunikasi dan Informatika mengeluarkan peraturan soal migrasi analog ke digital. Peraturan itu digugat ke Mahkamah Agung karena dinilai tak berdasarkan dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. MA pun membatalkan peraturan tersebut. Ia pun meminta Dewan memperhitungkan penentuan operator penyiaran dengan sistem mux tunggal atau multipleks yang juga melibatkan sejumlah lembaga penyiaran. "Sebagai pembuat UU banyak asas yang harus diperhitungkan. Jangan sampai UU menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru," ujarnya. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Siaran Indonesia (ATVSI) Niel Tobing menyatakan migrasi ke digitalisasi adalah keniscayaan. Namun, bukan berarti menambah pemain baru dalam industri penyiaran. "Karena sekarang nonton TV berbarengan dengan menonton internet. Fenomena itu harus diatur dalam RUU penyiaran," ujarnya. Ia memperingatkan bahwa migrasi dari analog ke digital harus mempertimbangkan kondisi dan kesiapan masyarakat. "Di sini, TV tabung masih ada, artinya harus disiasati dengan setup boks, dan siapa yang membiayai," kata Niel. Ia meminta Dewan memperhatikan industri penyiaran yang sudah ada dan melakukan investasi terlebih dahulu. Ini terkait beberapa isu yang menjadi perdebatan pembahasan soal pemegang operator lembaga penyiaran: apakah single mux atau multi-mux. "RUU ini harus memperhatikan effort industri yang sudah eksisting," ujarnya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 149: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1026786/fenomena-migrasi-analog-ke-digital-harus-masuk-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 150: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pengamat: Pembahasan RUU Penyiaran Sarat Kepentingan Politik Sabtu, 21 Oktober 2017 14:01 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo menilai pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat sarat kepentingan politik. Sebab, menurut dia, pembahasan RUU Penyiaran dilakukan dua tahun menjelang pemilihan umum 2019. "RUU penyiaran dibahas ketika situasi politik sedang genting-gentingnya. RUU ini hendak disahkan dua tahun menjelang pemilu legislatif dan pemilu presiden," kata Agus dalam diskusi bertema “RUU Penyiaran, Demokrasi, dan Masa Depan Media” di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 Oktober 2017. Agus menduga tarik-menarik kepentingan politik dalam pembahasan RUU Penyiaran menjadi begitu dominan. Hal itu, menurut dia, perlu diantisipasi agar jangan sampai RUU Penyiaran lebih banyak mengakomodasi kepentingan politik dan bisnis. "Sehingga kepentingan publik dinomortigakan," ujarnya. Ia pun memperingatkan bahwa pembahasan RUU di Dewan selalu erat kaitannya dengan konteks politik. Ia khawatir terburu-burunya pengesahan RUU Penyiaran hanya dijadikan alat politik partai menjelang pemilu. "Ini sangat dominan karena yang aktif dalam pembahasan adalah parpol, politikus, dan asosiasi industri," ucap Agus. Anggota Badan Legislasi DPR, Luthfi Andi Mutty, mengatakan RUU Penyiaran ini sudah dibahas sejak 2008. "Ada sistem kerja yang tidak mengenal carry over. Yang dibahas di periode lalu tidak otomatis dilanjutkan, tapi mulai dari awal," katanya. Politikus Partai NasDem itu mengakui ada perbedaan pendapat saat pembahasan RUU Penyiaran. Beberapa di antaranya terkait dengan pemegang dan sistem operasi antara single mux dan multipleks, serta migrasi penyiaran analog ke digital. "Sekarang masih tahap harmonisasi di Baleg," ujar Luthfi.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1026703/pengamat-pembahasan-

ruu-penyiaran-sarat-kepentingan-politik

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 151: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Pembahasan RUU Penyiaran Terhambat, Ini Penyebabnya Sabtu, 21 Oktober 2017 12:56 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Agung Suprio mengatakan perdebatan soal penentuan operator lembaga penyiaran publik menjadi penyebab molornya pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran. Ia khawatir tidak menemukan titik temu sehingga pembahasan RUU menjadi makin lama. "Ini menjadi RUU yang paling lama dibahas dan kami khawatir tak kunjung menemui titik temu. Jadi kami masih pakai undang-undang lama yang sudah usang," ujar Agus dalam diskusi bertema “RUU Penyiaran, Demokrasi, dan Masa Depan Media” di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 Oktober 2017. Agung mengatakan pembahasan soal siapa yang menjadi pemegang operator membuat pembahasan mandek. Ini berkaitan dengan penerapan sistem single mux atau multi mux yang bakal digunakan. "Mandeknya di DPR hanya karena satu hal, siapakah yang menjadi pengelola mux," tuturnya. Agung menjelaskan, penerapan single mux dapat digunakan dengan dasar perintah Undang-Undang Dasar 1945. "Karena filosofi sumber daya alam, air, tanah, udara adalah milik negara untuk kepentingan masyarakat," katanya. Padahal, Agung menambahkan, sistem ini dinilai memunculkan otoritarianisme negara kepada lembaga penyiaran. Sementara itu, jika sistem multi mux digunakan, Agung memprediksi pihak swasta akan menerapkan beban kontrak kepada televisi lain dengan harga yang mahal. "TV dengan rating tinggi, ini bisa dimatikan kalau pengelolanya swasta," ucapnya. Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat, Luthfi Andi Mutty, mengakui adanya keterbelahan di Dewan dalam menentukan pemegang operator lembaga penyiaran, apakah sistem single mux atau multi mux. "Kemarin pembahasannya berimbang," kata politikus Partai NasDem itu. Luthfi mengakui frekuensi adalah sumber daya alam yang terbatas sehingga negara harus hadir dalam pengelolaan. Namun peran sektor swasta tidak bisa dihilangkan agar informasi publik menjadi berimbang. "Boleh negara mengatur frekuensi, tapi tidak boleh membuat swasta menjadi mati," katanya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 152: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1026685/pembahasan-ruu-penyiaran-terhambat-ini-penyebabnya

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 153: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Diduga Ada Campur Tangan Pemilik Modal dalam RUU Penyiaran Senin, 23 Oktober 2017 17:54 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan RUU Penyiaran dinilai sarat kepentingan politik. Direktur Indonesia New Media Watch, Agus Sudibyo, mengatakan saat ini tarik-menarik kepentingan politik dalam pembahasan RUU Penyiaran begitu terasa. Pasalnya, pembahasan RUU Penyiaran itu dilakukan dua tahun menjelang Pemilu 2019. "Dibahas ketika situasi politik sedang genting-gentingnya,” ujar Agus dalam diskusi "RUU Penyiaran, Demokrasi, dan Masa Depan Media" di Cikini, Jakarta, Sabtu, 21 Oktober 2017. Menurut Agus, kepentingan politik itu berkelindan dengan kepentingan pemilik modal industri penyiaran. Ia khawatir terburu-burunya pengesahan RUU Penyiaran hanya dijadikan alat politik partai menjelang pemilu. "Ini sangat dominan karena yang aktif dalam pembahasan adalah parpol, politikus, dan asosiasi industri". RUU ini pertama kali dibahas oleh Komisi I DPR pada 2010. Kala itu, DPR telah mengadopsi 80 persen dari draf yang disodorkan publik. Namun, hingga akhir 2014, pembahasan revisi tak kunjung kelar dan dilanjutkan pada tahun berikutnya. Tahun ini, RUU tersebut kembali ramai dipersoalkan. Pada Senin, 16 Oktober, sejumlah orang mengatasnamakan Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) berunjuk rasa di depan gedung DPR. Mereka mempersoalkan keinginan Badan Legislasi DPR meloloskan konsep multi-mux operator dalam RUU Penyiaran yang dianggap sarat kepentingan politik dan pemilik modal industri penyiaran. Sebagian pemilik modal industri penyiaran memang sekaligus merupakan petinggi partai politik. Konsep multi-mux dianggap merugikan negara. Berdasarkan analisis ATSDI, pendapatan swasta dari industri penyiaran mencapai Rp 133 triliun per tahun, sementara potensi pendapatan negara dari penggunaan frekuensi oleh swasta hanya Rp 86 miliar per tahun. Karena itu, ATSDI mendesak Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui sikap Komisi I, yang mendukung konsep single-mux operatordalam frekuensi penyiaran. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Agung Suprio, mengatakan penerapan single-mux memungkinkan dengan dasar perintah Undang-Undang Dasar 1945. "Karena filosofi sumber daya alam, air, tanah, udara

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 154: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

adalah milik negara untuk kepentingan masyarakat," kata dia. Frekuensi masuk kategori kekayaan tersebut. Namun sistem multi-mux berpotensi menciptakan dominasi pemerintah. Anggota Badan Legislasi DPR, Luthfi Andi Mufthi, mengatakan saat ini sikap Dewan masih terbelah. "Kemarin pembahasannya berimbang," kata politikus Partai NasDem itu. Ia mengakui frekuensi adalah sumber daya alam yang terbatas sehingga negara harus hadir dalam pengelolaan. Namun, dia melanjutkan, peran sektor swasta tidak bisa dihilangkan. "Boleh negara mengatur frekuensi, tapi tidak boleh membuat swasta menjadi mati.” Adapun Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Siaran Indonesia (ATVSI), Niel Tobing, meminta DPR memperhatikan industri penyiaran yang melakukan investasi terlebih dulu. "RUU Penyiaran ini harus memperhatikan effort industri yang sudah existing," ujar Niel Tobing.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/1027182/diduga-ada-campur-

tangan-pemilik-modal-dalam-ruu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 155: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Wapres JK dan ATVSI Diskusi Revisi UU Penyiaran Jumat, 4 Agustus 2017 04:46 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla dan perwakilan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) mendiskusikan perkembangan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang saat ini masih dibahas di DPR. Pertemuan antara Wapres dan ATVSI di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis 3 Agustus 2017 tersebut difasilitasi Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk mendengar masukan dari industri pertelevisian, terutama mengenai migrasi penyiaran ke digital dan tren internet TV atau "Internet Protocol Television" (IPTV). "Ada beberapa hal yang disampaikan menjadi concern bersama, contohnya harus ada semacam kebijakan jangka panjang dari industri televisi ini sendiri akan seperti apa, sejauh mana sustainability-nya dari industri itu sendiri, walaupun kita tahu ada perubahan teknologi memberi dampak pada televisi, sekarang masuk yang namanya IPTV yang lebih mudah, namun demikian kita juga concern mengenai industri televisi yang ada sekarang, karena di sana juga ada puluhan ribu karyawan," kata Rudiantara. Terkait migrasi penyiaran ke digital, Menkominfo mengatakan pemerintah akan mengutamakan manfaat yang akan diterima negara dan masyarakat dengan perpindahan itu, antara lain terkait data digitalisasi, sinyal multiplexer (data selector), dan layanan hybrid. "Migrasi ke digital ini sesuatu yang tidak bisa dihindari, bagi pemerintah tentunya apa yang memberi manfaat besar bagi negara dan masyarakat, semuanya sedang kita kaji, tapi kembali kita harus menunggu dari DPR mengenai rancangan atau naskah dari revisi undang-undang penyiaran ini," kata dia. Sementara itu, Ketua ATVSI Ishadi SK menyampaikan perlunya rencana strategis perkembangan indutri televisi untuk 25 tahun ke depan yang melibatkan semua pemangku kepentingan/stakeholder penyiaran sehingga revisi UU Penyiaran tersebut tidak akan bersifat instan. "Tadi kita menyampaikan perlunya rencana strategis 25 tahun ke depan supaya dengan undang-undang yang baru ini nantinya tidak instan, nanti baru beberapa tahun sudah ganti lagi," kata dia.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 156: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/896986/wapres-jk-dan-atvsi-diskusi-revisi-uu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 157: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Asosiasi TV Swasta Tak Setuju KPI Punya Kewenangan Mempidanakan Kamis, 25 Mei 2017 06:30 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia Ishadi Soetopo Kartosapoetro mengatakan tak mungkin Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diberi wewenang mempidanakan sesuatu. Ishadi mengatakan dirinya tidak setuju jika hal itu dimasukan dalam Rancangan Undang-Undang Penyiaran atau RUU Penyiaran. "Kalau KPI diberi kewenangan itu, saya membayangkan produser di televisi masuk penjara, lalu penyiar salah baca sedikit bisa masuk penjara," kata Ishadi Soetopo saat ditemui di ruangan fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nusantara I DPR, Jakarta, Rabu, 24 Mei 2017. Ishadi menuturkan pihaknya sangat setuju jika KPI secara kelembagaan diperkuat, terlebih saat ini komunikasi antara stasiun televisi dan KPI semakin baik. Namun dia melihat kewenangan menuntut pidana sebaiknya tak diberikan kepada KPI. Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan kewenangan KPI yang diperkuat, tak berarti bisa melampaui kewenangan penegak hukum. Ia pun memastikan KPI tak akan diberikan kewenangan untuk itu. Abdul Kharis menjelaskan semua harus melalui proses hukum yang ada. Karena itu sanksi-sanksi yang bisa diberikan oleh KPI akan diperkuat. "Kekuatan menegur, memberi sanksi keras sampai pemberhentian (siaran) akan kami perkuat lagi." Abdul Kharis mengungkapkan usaha paling penting yang harus dilakukan KPI ke depan adalah langkah preventif, agar tak ada lagi pelanggaran-pelanggaran. KPI, kata Abdul Kharis, harus bisa duduk bersama dengan pelaku industri penyiaran dan memberi arahan terkait dengan penyiaran.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/878506/asosiasi-tv-swasta-tak-setuju-

kpi-punya-kewenangan-mempidanakan

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 158: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Komnas PT Dukung DPR Larang Iklan Rokok di Televisi Jumat, 13 Januari 2017 06:15 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) dan penggiat masyarakat sipil pro pengendalian tembakau mendukung rencana Komisi I DPR yang akan melarang iklan rokok di media penyiaran. Pengurus Komnas PT Bidang Hukum dan Advokasi, Muhamad Joni, mengatakan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang tercantum dalam RUU Penyiaran merupakan kebijakan politik hukum Dewan yang maju dan konform dengan UU Kesehatan dan sejumlah putusan MK (Mahkamah Konstitusi),” kata Joni dalam rilis yang diterima redaksi, Kamis, 12 Januari 2017. Langkah Komisi I DPR tersebut, kata dia, menunjukkan kepedulian para wakil rakyat melindungi anak dan remaja yang selama ini menjadi target utama iklan rokok. Soal larangan total iklan rokok itu, menurut dia, DPR telah menunjukkan pro pengendalian tembakau dan perlindungan masyarakat. “Karena itu, pasal tersebut mesti diamankan dalam harmonisasi, pembahasan, sampai pengesahan. Ini saatnya menuju era revolusi mental hak atas kesehatan dari bahaya rokok,” ujarnya. Kini, Komisi I DPR sedang membahas Rancangan UU Penyiaran yang merupakan revisi atas UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam draf DPR Desember 2016, DPR menegaskan larangan iklan rokok pada pasal yang berbunyi, “Materi siaran iklan dilarang mempromosikan minuman keras, rokok, dan zat adiktif lainnya.” Langkah DPR dalam Draf Desember 2016 tersebut merupakan kemajuan positif mengingat dalam draf-draf sebelumnya DPR masih membolehkan iklan rokok. Revisi UU Penyiaran telah dimulai DPR periode lalu. Sejarah proses penyusunan RUU tersebut ditandai dengan catatan buruk. Dalam proses awal penyusunan RUU, menurut Joni, Komisi I DPR periode lalu sebenarnya telah mengusung pasal pelarangan iklan rokok. Namun, dalam proses di tahap akhir, pasal larangan tersebut hilang, digantikan dengan tetap memperbolehkan iklan rokok dalam media penyiaran. “Kami tidak ingin preseden buruk ini terulang lagi. Kita harus kawal bersama-sama pasal larangan iklan rokok sampai RUU ini disahkan,” ujarnya. Pasal 113 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan tembakau mengandung zat adiktif. Pada 2012, Mahkamah Konstitusi juga menolak uji materiil terhadap Pasal 113 dan 116 UU Kesehatan tersebut dan memutuskan tembakau tetap termasuk dalam golongan zat adiktif.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 159: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Dua regulasi ini merupakan landasan hukum yang kuat bahwa iklan produk tembakau rokok seharusnya dilarang di media apa pun. Indonesia tidak sendirian karena saat ini, 144 negara, termasuk negara miskin, seperti Namibia dan Ethiopia, telah melarang iklan rokok dalam media penyiaran. “Kita semua tahu rokok itu produk berbahaya. Produk berbahaya seharusnya tidak diiklankan. Ini sama saja mau menjerumuskan masyarakat ke hal yang merugikan. Iklan rokok bukan hanya menawarkan orang merokok, melainkan menafikan kampanye bahaya rokok karena citra positif yang diciptakan di iklan-iklannya. Industri rokok seharusnya malu kalau ngotot produknya yang berbahaya terus diiklankan. Mau menjebak rakyat Indonesia?” ujar Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Faktanya, selama ini belanja iklan rokok sangat besar di televisi. Menguatnya pemasaran yang masif oleh industri diperlihatkan dengan belanja iklan rokok yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Belanja iklan rokok kretek menempati urutan ketiga tertinggi belanja iklan di televisi. Riset Nina Mutmainnah Armando dkk dari Universitas Indonesia pada 2012 menunjukkan, selama empat bulan di 10 stasiun televisi, satu stasiun televisi saja bisa menampilkan iklan rokok hingga 25 merek rokok dengan 48 versi. Inilah mengapa masyarakat, termasuk anak-anak, sangat mudah terpapar iklan rokok di media penyiaran, terutama televisi, meskipun ada pembatasan jam tayang. Survei lain yang dilakukan UHAMKA dan Komnas Perlindungan Anak sembilan tahun lalu juga menunjukkan 97 persen anak mengaku melihat iklan rokok di televisi. Sekitar 46,3 persen remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh iklan rokok, 50 persen remaja perokok merasa dirinya seperti yang dicitrakan iklan rokok, dan 29 persen remaja perokok menyalakan rokok ketika melihat iklan rokok pada saat tidak merokok. Dewi Motik Pramono, pendiri Wanita Indonesia Tanpa Tembakau, mendesak pemerintah Indonesia bersungguh-sungguh melarang iklan rokok di berbagai media karena iklan-iklan rokok menyasar anak-anak dan perempuan yang merupakan pasar yang sangat besar. “Yang harus diutamakan negara ini adalah perlindungan kepada masyarakat, bukan perlindungan kepada industri, apalagi ini industri rokok. Kalau anak-anak sehat, perempuan sehat, maka negara kuat dan hebat,” ujar Dewi.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 160: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/835537/komnas-pt-dukung-dpr-larang-iklan-rokok-di-televisi

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 161: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Baleg Gali Dua Isu Penting di RUU Penyiaran SELASA, 23 MEI 2017 Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran kini sudah dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Memang dalam ketentuan di undang-undang bahwa pembahasan harmonisasi ini maksimal 20 hari. "Namun Baleg melihat ada hal-hal yang perlu digali lebih dalam dari para stakeholder," ujar Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo setelah menggelar rapat dengar pendapat dengan Direktur LPP TVRI dan RRI, di Ruang Rapat Baleg, Selasa, 23 Mei 2017. Kata Soebagyo, ihwal penyiaran ini, terutama terkait dengan isu digitalisasi, bagi televisi itu memang sebuah keniscayaan. "Karena itu, kita harus hati-hati menyikapi digitalisasi ini. Kita juga harus memikirkan warga masyarakat yang ada di perdesaan yang masih menggunakan televisi monolog dan harus dikonversi ke digital menggunakan alat tambahan yang dibeli dengan harga yang tidak murah," katanya. Karena itu, kata Soebagyo, kalau pemerintah tidak menyiapkan perangkat yang dibutuhkan terkait dengan televisi digital, itu akan mengganggu hak masyarakat mendapatkan informasi. Isu kedua adalah terkait dengan penggunaan frekuensi single MOOCS dan multi-MOOCS. Menurut Soebagyo, ini juga harus hati-hati benar. Berdasarkan pengalaman, frekuensi dikuasai negara belum menjamin kesejahteraan masyarakat, terutama terkait sampai seberapa jauh ketersediaannya. Dia mencontohkan seperti yang terjadi di Malaysia, Singapura, dan hampir semua di negara-negara besar yang gagal saat menerapkan single MOOCS ini. Soebagyo mengatakan pengertian dikuasai negara itu bukan berarti negara mengambil alih regulator, aktor, dan operatornya, tapi hanya sebatas regulasinya. "Itu harus dipahami. Kemudian, kita juga harus memperhatikan televisi swasta. Jangan sampai terganggu. Sebab, kalau terganggu, akan merusak investasinya," tuturnya. "Jadi jangan sampai kita buat undang-undang ini secara emosional, sehingga tidak bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara."

Sumber: https://dpr.tempo.co/index.php/dpr/konten/3514/Baleg-Gali-Dua-

Isu-Penting-di-RUU-Penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 162: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Cabut Larangan Iklan Rokok, LSM: Baleg Bajak Kepentingan Publik Selasa, 4 Juli 2017 20:27 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau menolak sikap Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menghapus pasal larangan iklan rokok dalam revisi Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) saat rapat harmonisasi pada 16 Juni 2017 lalu. Koalisi menuntut Dewan mempertahankan draf Panitia Kerja Komisi I DPR yang mencantumkan larangan iklan rokok dalam penayangan isi siaran di media penyiaran. “Pelarangan iklan rokok merokok merupakan salah satu upaya negara menjalankan tanggung jawabnya dalam melindungi hak asasi manusia,” ujar anggota Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau Muhamad Joni dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 4 Juli 2017. Menurut Joni, rekomendasi dari Baleg untuk menghapus larangan iklan rokok dalam RUU Penyiaran adalah kemunduran dan pembajakan terhadap kepentingan publik. Sebab hal itu melemahkan inisiatif Komisi I DPR yang sudah lebih progresif menangkap aspirasi masyarakat. Sementara Baleg merekomendasikan penghapusan dengan alasan rokok adalah produk legal sehingga boleh diiklankan dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 6/PUUVII/2009 dan nomor 71/PUUXI/2013 masih membolehkan iklan rokok. Joni menyarankan Baleg sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan dua keputusan MK terkait RUU Penyiaran tahun 2009 dan 2013 itu juga mempertimbangkan keputusan MK terkait UU Kesehatan Pasal 113 dan 114 yang menegaskan tembakau sebagai zat adiktif. Dalam berbagai putusan MK tersebut dengan sangat jelas menegaskan tembakau sebagai zat adiktif, sehingga iklannya harus dilarang sebagaimana diberlakukan pada zat adiktif lainnya seperti alkohol. Joni mengatakan argumentasi posisi rokok sebagai produk legal tidak menjadikan rokok sebagai komoditas yang boleh beriklan. Sebab, ada produk legal karena ketidaknormalannya dilarang untuk diiklankan. Misalnya obat-obatan yang mengandung psikotropika atau alkohol. Joni menegaskan dengan alasan itulah pihaknya menolak hasil rapat harmonisasi Baleg DPR yang menghapus larangan iklan rokok di revisi RUU Penyiaran. Koalisi mendukung Komisi I untuk mempertahankan draf Panja yang mencantumkan larangan iklan rokok di media pennyiaran.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 163: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Selain itu mereka menuntut Badan legislasi DPR untuk berpihak kepada kepentingan publik dengan mengembalikan larangan siaran iklan promosi rokok dalam draf RUU Penyiaran. Mengenai revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dilakukan oleh DPR, kata Joni, harus bisa mengakomodasi sebanyak-banyaknya kepentingan masyarakat. Menurut Joni, iklan rokok mendorong orang untuk mulai merokok, meningkatkan konsumsi rokok, menghambat orang berhenti merokok, serta memberi kesan glamor dan normal terhadap perilaku merokok. Padahal merokok merupakan perilaku yang tidak sehat dan menyebabkan berbagai kesakitan dan gangguan kesehatan serius di masayarakat. “Melarang iklan rokok adalah langkah efektif untuk mengulangi prevalensi dan melindungi warga negara dari darurat konsumsi rokok yang sedang dialami dewasa ini,” tutur dia. Selain itu, Joni beranggapan pelarangan iklan rokok merupakan pelaksanaan tanggung jawab negara dalam menghormati, menjamin, dan memenuhi hak asasi manusia. Terutama hak hidup, hak atas kesehatan, serta hak perempuan dan anak. Ia menambahkan kewajiban pelarangan iklan rokok juga diserukan dalam Concluding Observation Komite Ekonomi, Sosial, dan Budaya kepada Indonesia yang bersidang pada pertemuan ke-40, pada 23 Mei 2014.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/888819/cabut-larangan-iklan-rokok-

lsm-baleg-bajak-kepentingan-publik

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 164: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Masyarakat Sipil Menolak Iklan Rokok di Televisi Rabu, 25 Januari 2017 15:33 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Angkatan Muda Muhammadiyah dan Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau mendukung revisi Undang-Undang Penyiaran yang akan melarang produk rokok ditayangkan di televisi. "Pertama, kami lihat ada tumpang-tindih peraturan," kata Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Jasra Putra saat konferensi pers di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu, 25 Januari 2017. Pemuda Muhammadiyah menilai wacana pembatalan RUU itu tidak sejalan dengan komitmen pemerintah yang ingin mengurangi jumlah perokok. Pemasukan negara dari produk rokok yang diklaim mencapai triliunan rupiah dianggap tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alokasi belanja pemerintah untuk pengobatan penyakit akibat rokok. Menurut Jasra, pemerintah menggelontorkan sekitar Rp 300 triliun untuk pengobatan penyakit akibat rokok melalui BPJS. Perwakilan Human Rights Working Group, Daniel Awigra, menjelaskan alasan mengenai ketidaksetujuan lembaganya atas penayangan iklan rokok. Menurut HRWG, iklan rokok di televisi yang menggunakan frekuensi publik itu memperkenalkan dan mempengaruhi anak-anak untuk merokok. "Penyiaran itu menggunakan frekuensi publik, itu yang harus diingat," ujar Daniel. Menurut Daniel, iklan rokok di televisi mencitrakan sesuatu yang keren. “Padahal sebaliknya." Iklan rokok dinilai manipulatif dan membohongi publik. "Itu kata WHO, bukan kata saya." Sedangkan wakil dari Raya Indonesia, Hery Chariansyah, mengatakan RUU ini harus terus dipantau. Industri rokok, kata Hery, memberikan banyak pemasukan untuk negara. "Jangan sampai ada kongkalingkong antara pemerintah dan industri rokok."

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/839651/masyarakat-sipil-menolak-

iklan-rokok-di-televisi

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 165: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sistem Hybrid Berlaku dalam RUU Penyiaran SELASA, 03 OKTOBER 2017 Penggunaan sistem hybrid dalam pengelolaan frekuensi dianggap lebih berkeadilan. Dikatakan Pimpinan Panja Harmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran Firman Soebagyo, Senin, 2 Oktober 2017, sistem hybridmerupakan jalan tengah bagi pemerintah maupun lembaga penyiaran. Apabila disetujui pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka ketentuan ini akan menggantikan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 dan menjadi landasan utama dari pelaksanaan migrasi sistem penyiaran televisi terestrial penerimaan tetap tidak berbayar (TV FTA) analog menjadi digital. “Untuk memenuhi rasa keadilan, tidak mungkin lembaga penyiaran dimatikan karena publisistik, mereka sudah melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” katanya. Sistem hybrid lebih tepat digunakan menjadi landasan RUU Penyiaran. Memang ada negara yang menggunakan sistem single mux operator, yakni Jerman dan Malaysia. Sebab dua negara itu berpenduduk lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia. Kelebihan sistem hybrid ini adalah bisa mencegah terjadinya monopoli usaha. Memang selama ini belum terjadi upaya monopoli usaha penyiaran, sebab hal ini bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawasan Persaingan Usaha. Apalagi dengan RUU ini semakin menguatkan untuk memberi rasa keadilan dan keterjaminan aspek hukum yang melindungi semua pihak. “Dalam undang-undang ini tidak boleh melahirkan bentuk monopoli baru,” ujarnya. RUU penyiaran ini juga diharapkan menciptakan iklim usaha yang sehat karena semua pelaksanaan berdasarkan regulasi. Ketentuan ini pun lahir untuk mencegah terjadinya indikasi swasta yang menguasai sistem penyiaran di Indonesia. Sebab apabila semua frekuensi dikuasai swasta maka negara rugi. Padahal dalam digital deviden, di negara mana pun, frekuensi tidak hanya digunakan untuk penyiaran, tetapi juga bagi pertelekomunikasian. “Ini yang kita putuskan hari ini, digital deviden juga menjadi bagian penting. Kita serahkan pada negara yang menjadi hak negara dan mau dipakai

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 166: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

untuk apa. Yang menjadi hak swasta dioptimalkan untuk penyiaran. Ini clear,” ucapnya. RUU ini juga mengatur lebih rinci tentang tugas Komisi Penyiaran Indonesia di daerah. Dalam ketentuan RUU ini, KPI di daerah akan menjadi bagian atau struktur KPI dari pusat dan dibiayai APBN.

Sumber: https://dpr.tempo.co/index.php/dpr/konten/5074/Sistem-Hybrid-

Berlaku-dalam-RUU-Penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 167: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Iklan Rokok Diberi Ruang dalam RUU Penyiaran RABU, 04 OKTOBER 2017 INFO DPR- Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak larangan iklan rokok. Disela rapat pleno Badan Legislasi dengan Komisi I, sebagai pengusul Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran, di Gedung DPR RI, Senayan, Senin, 2 Oktober 2017, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo mengatakan pemasaran produk atau iklan rokok akan tetap diberikan ruang dalam RUU penyiaran, yang masih dalam pembahasan. Langkah ini dilakukan lantaran DPR tidak dapat bertentangan dengan keputusan MK. Sebab dalam keputusan, iklan rokok adalah bagian akhir dari proses industri, guna menyosialisasikan dan mempromosikan. “Kita tidak bisa bertentangan dengan keputusan MK, karena di dalam keputusannya, iklan rokok adalah bagian akhir dari proses industri, guna menyosialisasikan atau mempromosikan,” katanya. Walaupun demikian, secara substansi, di dalam RUU penyiaran tetap diberikan sejumlah batasan, di antaranya mengenai jam tayang dan media pemasaran yang secara teknis akan diatur Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), termasuk subjek atau pelaku dalam mengiklankan rokok. Firman menyebut, ada beberapa larangan yang akan diatur dalam iklan rokok tersebut, misalnya menggunakan anak-anak di dalam iklan. Dia mengakui jika iklan rokok atau gambar dari penyakit akibat rokok juga akan diatur KPI, agar tidak terlalu menakutkan seperti di beberapa negara lain. “Di Indonesia, gambar atau iklannya luar biasa menakutkan, ada iklan yang memperlihatkan seorang bapak menggendong anak kecil sambil merokok. Itu kan tidak boleh, karena anak tidak boleh menjadi objek promosi, tapi dipaksakan. Ini melanggar undang-undang,” ujarnya.

Sumber: https://dpr.tempo.co/index.php/dpr/konten/5094/Iklan-Rokok-Diberi-Ruang-dalam-RUU-Penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 168: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sinyal HP Kecil Akibat Migrasi TV Digital Lambat? Ini Kata BRTI Jumat, 15 September 2017 18:33 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo membantah anggapan bahwa dua tahun ke depan sinyal HP makin kecil sehingga masyarakat Indonesia tidak bakal bisa menelpon, chatting, hingga berselancar di internet apabila migrasi dari televisi analog ke digital tidak kunjung terlaksana. "Informasinya kacau," kata dia kepada Tempo, Kamis, 14 September 2017. Menurut dia, aktivitas itu masih bisa dilakukan, hanya saja akan sedikit terganggu lantaran harus berebut jaringan dengan pengguna internet yang jumlahnya terus membengkak setiap waktu. Memang, dia mengakui adanya migrasi ke televisi digital akan membuat penggunaan spektrum menjadi lebih efisien. Dia menjelaskan itu kaitannya dengan kebutuhan bandwith antara televisi analog dan televisi digital. Dia mencontohkan sebuah tv analog membutuhkan bandwith sebesar 8 megahertz untuk satu siaran tv di satu stasiun. Apabila ada 10 stasiun, maka kebutuhannya menjadi 80 megahertz. Sementara dengan lebar pita yang sama, tv digital bisa memutar 10 siaran sekaligus. Sehingga apabila diterapkan, maka kebutuhan bandwith masih terpenuhi, bahkan masih bersisa. "Secara hitung-hitungan kita bisa memperoleh digital dividen," ujar dia. Sementara, sisanya bisa digunakan untuk menggelar mobile broadband. Agung berujar kalau kebutuhan bandwith itu terpenuhi, maka masyarakat bisa menggunakan layanan tanpa gangguan. Komisioner BRTI lainnya, Imam Nashiruddin berujar salah satu frekuensi yang sangat dibutuhkan dan telah digunakan oleh banyak negara adalah 700 megahertz lantaran merupakan frekuensi yang paling ideal untuk menggelar mobile broadband dengan jangkauan yang jauh dan kapasitas atau kecepatan tinggi. "Di negara kita frekuensi tersebut sayangnya masih belum bisa digunakan karena penyiaran Free to Air TV di Indonesia masih menggunakan teknologi analog yang membutuhkan bandwith yang besar sekali sehingga kurang efisien," kata dia. Migrasi ke tv digital, kata dia, membuat sisa bandwith itu bisa dipergunakan untuk menggelar broadband yang lebih cepat dan luas lagi

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 169: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

ke seluruh penjuru tanah air. Ditambah, pertumbuhan trafik di Indonesia cukup besar. "Ini sudah mencapai economy of scale karena sudah banyak tersedia di smartphone dan perangkat jaringan yang sudah tersedia banyak secara komersial," kata dia. Dampak yang dihasilkan, kata dia, biaya penggelaran bakal lebih murah dan bisa lebih terjangkau bagi masyarakat. Dia berpendapat, negara juga bakal diuntungkan dengan pendapatan tambahan PNBP yang jauh lebih besar dibandingkan apabila hanya digunakan untuk TV Analog seperti saat ini. Sebelumnya, Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia berujar dalam dua tahun ke depan, orang Indonesia sulit menggunakan telepon seluler karena sinyal yang semakin lemah. "Kita enggak bisa telepon, chating, whatsapp, surfing, karena kebutuhan broadband sudah habis dipakai oleh siaran TV analog," kata kata dia dalam Focus Group Discussion Fraksi Partai Hanura di Gedung DPR, Kamis, 14 Agustus 2017. Menurut Gerry, seharusnya siaran televisi segera migrasi ke digital yang lebih hemat bandwith tidak seperti analog saat ini. Namun sampai saat ini, Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang menjadi dasar migrasi siaran TV analog ke digital belum juga disahkan. RUU yang diajukan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat masih berada di Badan Legislasi (Baleg). Menurut Ketua Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon, draft RUU itu seharusnya hanya 20 hari kerja berada di Baleg untuk proses harmonisasi. "Tapi sampai sekarang sudah delapan bulan," kata Nurdin dalam FGD tersebut. Menurut Nurdin, negara menghambur-hamburkan uang untuk pengelola televisi analog akibat menunda migrasi digital atau analog switch off (ASO). Indonesia termasuk 2 persen dari negara di dunia yang belum melaksanakan ASO. Sisanya, 98 persen sudah lama atau sedang dalam proses ASO. "Padahal, negara ini dibiayai dengan utang. Masak uangnya dihambur-hamburkan untuk TV analog?" katanya. Lambatnya migrasi ke TV digital, membuat jatah bandwith untuk sinyal HP dan internet jadi termakan oleh televisi analog.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/909493/sinyal-hp-kecil-akibat-migrasi-

tv-digital-lambat-ini-kata-brti

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 170: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Dua Tahun Lagi Sinyal Ponsel Bakal Kian Sulit Didapat Kamis, 14 September 2017 18:03 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Dalam dua tahun ke depan, orang Indonesia sulit menggunakan telepon seluler karena sinyal yang semakin lemah. "Kita enggak bisa telepon, chating, whatsapp, surfing, karena kebutuhan broadband sudah habis dipakai oleh siaran TV analog," kata Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia dalam Focus Group Discussion Fraksi Partai Hanura di Gedung DPR, Kamis, 14 Agustus 2017. Menurut Gerry, seharusnya siaran televisi segera migrasi ke digital yang lebih hemat bandwith tidak seperti analog saat ini. Namun sampai saat ini, Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang menjadi dasar migrasi siaran TV analog ke digital belum juga disahkan. RUU yang diajukan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat masih berada di Badan Legislasi (Baleg). Menurut Ketua Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon, draft RUU itu seharusnya hanya 20 hari kerja berada di Baleg untuk proses harmonisasi. "Tapi sampai sekarang sudah delapan bulan," kata Nurdin dalam FGD tersebut. Menurut Nurdin, negara menghambur-hamburkan uang untuk pengelola televisi analog akibat menunda migrasi digital atau analog switch off (ASO). Indonesia termasuk 2 persen dari negara di dunia yang belum melaksanakan ASO. Sisamya, 98 persen sudah lama atau sedang dalam proses ASO. "Padahal, negara ini dibiayai dengan utang. Masak uangnya dihambur-hamburkan untuk TV analog?" katanya. Dalam kesempatan berbeda, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Imam Nashiruddin berujar anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Menurut dia, masyarakat Indonesia masih bisa menggunakan seluruh layanan, baik telepon, chatting, hingga berselancar di dunia maya. "Namun memang kebutuhan terhadap penggunaan internet oleh masyarakat, terutama mobile broadband, sangat meningkat tajam dengan trafik mobile video sebagai aplikasi yang paling dominan," ujarnya. Imam menuturkan hal tersebut bakal berimbas kepada turunnya kualitas layanan akibat peningkatan trafik mobile internet yang tidak mampu diimbangi dengan ketersediaan frekuensi yang ideal.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 171: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/909142/dua-tahun-lagi-sinyal-ponsel-

bakal-kian-sulit-didapat

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 172: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Siaran Digital: DPR Targetkan RUU Penyiaran Tuntas Tahun Ini Jumat, 15 Juli 2016 04:20 WIB TEMPO.CO, Jakarta-Komisi I DPR memprediksi RUU Penyiaran yang tengah digodok bersama sejumlah stakeholder akan rampung paling lambat Desember tahun ini. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan kepastian bisnis kepada seluruh industri penyiaran sebelum melakukan migrasi siaran dari analog ke digital. Evita Nursanty, Anggota Komisi I DPR mengemukakan dengan rampungnya RUU Penyiaran tersebut, maka seluruh industri penyiaran tidak perlu lagi melakukan ujicoba siaran digital, tetapi dapat langsung melakukan migrasi dari analog ke digital. Menurutnya, dewasa ini seluruh industri penyiaran secara alamiah sudah melakukan berbagai persiapan untuk migrasi dari sisi teknologi dan infrastruktur yang dapat mendukung berjalannya siaran digital. “Kami prediksi tahun ini sudah rampunglah RUU Penyiaran itu, sehingga tidak menunggu dan berlama-lama lagi,” tuturnya di Jakarta, Kamis 14 Juli 2016. Menurutnya, alasan pemerintah, DPR dan sejumlah stakeholder lambat dalam merampungkan RUU Penyiaran tersebut karena ada beberapa poin yang dianggap sangat sensitif dan perlu melakukan diskusi yang panjang. Evita menjelaskan setelah RUU Penyiaran itu rampung, maka akan diatur mekanisme dan peraturan bagi industri penyiaran untuk melakukan migrasi dari analog ke digital. “Ada beberapa isu yang di dalam RUU Penyiaran ini sangat sensitif. Banyak kepentingan yang harus kita tampung dalam UU ini seperti kepentingan publik, kepentingan industri dan yang lain, harus digandeng semuanya,” katanya.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 173: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Seperti diketahui, meskipun RUU Penyiaran yang akan menjadi payung hukum industri penyiaran untuk melakukan migrasi siaran dari analog ke digital ini masih belum rampung, beberapa stasiun televisi seperti TVRI dan Nusantara TV telah melakukan uji coba siaran digital dan melibatkan sejumlah pihak terkait seperti KPI, LPP, penyedia konten dan industri perangkat. Uji coba siaran televisi digital terrestrial ini bersifat non komersial dengan masa laku uji coba paling lama selama 6 bulan dan dapat diperpanjang tanpa batas waktu yang ditentukan. Tujuan beberapa stasiun televisi melakukan uji coba siaran TV digital ini sekaligus untuk melakukan penelitian terhadap berbagai aspek teknis dan non teknis yang meliputi kinerja perangkat dan sistem penyiaran multipleksing, perencanaan dan konfigurasi jaringan SFN, MFN, dan/atau gabungan SFN dan MFN. Secara terpisah, Anggota Komisi I DPR Syarief Hasan menilai migrasi siaran dari analog ke digital ini adalah suatu keniscayaan dan seluruh masyarakat Indonesia harus menerimanya, meskipun harus membeli perangkat set of box terlebih dahulu yang harganya saat ini masih cukup mahal. Menurutnya, untuk dapat menerima sinyal siaran digital, televisi yang dimiliki oleh masyarakat harus disesuaikan. Jika tidak, masyarakat dapat menggunakan set of box yang rencananya akan disiapkan oleh pemerintah. “Cepat atau lambat, masyarakat sudah harus menerima siaran digital ini,” katanya. Menurut politisi dari Partai Demokrat itu, sejumlah industri penyiaran dan stakelholder terkait saat ini sudah mulai mendorong untuk percepatan migrasi analog ke digital dalam waktu dekat. Namun, sampai saat ini penyiaran digital masih belum memiliki payung hukum, jika RUU Penyiaran masih belum rampung oleh pemerintah dan DPR.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 174: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

“Semua pihak sudah menyambut positif soal migrasi ini. Dari industri penyiaran juga sudah mulai mendorong agar segera melakukan migrasi,” tukasnya.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/787732/siaran-digital-dpr-targetkan-

ruu-penyiaran-tuntas-tahun-ini

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 175: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Revisi UU Penyiaran Segera Dibahas, Ini Poin-poin Krusial Kamis, 25 Februari 2016 18:17 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Hanafi Rais, mengatakan salah satu poin yang penting dalam rencana revisi Undang-Undang Penyiaran adalah pemberian denda bagi mereka yang menyalahi aturan siaran. "Diharapkan ada efek jera," ucap Hanafi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Kamis, 25 Februari 2016. Hanafi menuturkan fraksinya mendorong pemberian denda dilakukan, meski ia mengaku itu masih dibahas sebagai ide saja, belum sampai pembahasan teknisnya. "Tapi saya kira semua sepakat bahwa denda lebih relevan dibanding teguran," ujarnya. Dia mengusulkan nominal denda tersebut disesuaikan dengan keuntungan yang didapat pihak yang menyiarkan dari acara yang melanggar aturan. "Saya pribadi mengusulkan seperti itu." Hanafi juga menjelaskan, revisi UU Penyiaran masih di tahap awal. Namun ia mengharapkan, dalam dua kali masa sidang, pembahasannya sudah selesai dan dapat diberlakukan segera. Poin penting lain adalah soal digitalisasi. Selain adanya stasiun televisi atau lembaga siaran lain yang bersiaran secara digital, ia berharap adanya digital dividend. Jadi digital dividend bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Namun ia tak menjelaskan lebih rinci usul itu akan seperti apa. Kemudian dalam rencana revisi UU Penyiaran, pihaknya mendorong adanya penguatan Komisi Penyiaran Indonesia. Salah satunya dengan membentuk lembaga audit independen terhadap lembaga rating bersama elemen masyarakat. "Sebab, selama ini, lembaga rating enggak tersentuh."

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/748310/revisi-uu-penyiaran-segera-dibahas-ini-poin-poin-krusial

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 176: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Revisi UU Penyiaran, Televisi Harus Hasilkan Konten Kreatif Selasa, 28 April 2015 12:07 WIB BISNIS.COM, Jakarta - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendesak digitalisasi televisi Indonesia fokus membina industri kreatif konten siaran, sehingga bisa menghasilkan lebih banyak rumah produksi dan pengembang animasi. “Jadi yang harus ditarget dalam kebijakan dan legislasi adalah memperbanyak rumah produksi, bukan memperbanyak pemancar siaran,” kata Komisioner BRTI Nonot Harsono kepada Bisnis.com. Dia mengusulkan agar UU Penyiaran baru bisa mencegah munculnya banyak pelaku penyiaran di satu wilayah. Hal tersebut dilakukan karena ekosistem penyiaran dan industri konten di dalam negeri belum terlalu mapan. “Itu bisa membuat konten siaran akan asal-asalan kejar tayang atau konten luar negeri akan merajalela,” ujarnya. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memasukkan revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Rencananya, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama parlemen akan membahas beleid itu pada kuartal III tahun ini. Nonot mengatakan pemerintah dan DPR juga mesti mengatur secara detail penyiaran yang diakses via Internet dan perangkat bergerak. Distribusi konten, sambung dia, berpotensi mempengaruhi pola pikir masyarakat. “Jangan sampai media distribusi konten seperti berita, hiburan, game, film memberi mudarat dan merusak bangsa,” kata pria yang akan mengakhiri jabatan Komisioner BRTI pada Mei ini. Salah satu poin krusial pembahasan RUU Penyiaran adalah program digitalisasi televisi. Pasalnya, peraturan menteri tentang digitalisasi televisi telah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pembatalan itu membuat keputusan menteri tentang para pemenang penyelenggara multiplexing di berbagai daerah gugur demi hukum. Nonot menilai gugatan yang dilayangkan oleh Asosiasi Televisi Jaringan Seluruh Indonesia (ATVJI) itu wajar karena kegiatan bisnis mereka bisa terancam. Apalagi, para pemenang multiplexing adalah stasiun televisi nasional, bahkan termasuk konglomerasi media.

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 177: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/661584/revisi-uu-penyiaran-televisi-harus-hasilkan-konten-kreatif

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 178: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Migrasi TV Analog ke Digital Tunggu Revisi UU Penyiaran Sabtu, 12 Desember 2015 00:04 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan migrasi televisi analog ke digital masih menunggu revisi Undang-Undang Penyiaran. Menurut Rudiantara, Kementerian sudah mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan pelaksanaan TV digital. Namun, kata dia, migrasi TV analog ke digital akan diatur dalam UU Penyiaran yang baru. "Kebijakan migrasi analog ke digital itu akan terangkum dalam UU Penyiaran yang baru," kata Rudiantara di Museum Nasional, Jakarta, Jumat, 11 Desember 2015. Rudiantara yakin UU Penyiaran bisa segera rampung sebab revisi itu sudah masuk program legislasi nasional di Dewan Perwakilan Rakyat. Namun Rudi membolehkan siaran televisi digital sebelum revisi UU Penyiaran kelar asal tidak komersial. "Nggak apa-apa kalau nggak komersial," kata dia. Maret lalu, PTUN Jakarta telah mengabulkan gugatan Asosiasi Televisi Jaringan (ATVJI) yang menggugat keputusan Menteri Kominfo tentang penyelenggaraan digital. Pada 2011 lalu, Menteri Kominfo Tifatul Sembiring telah menunjuk 33 perusahaan sebagai lembaga multipleksing atau penyedia channel siaran digital. Atas putusan PTUN itu, siaran tv digital yang sudah separuh jalan akhirnya dibatalkan. "Kominfo sudah banding. Tapi saya belum tahu statusnya," kata Rudiantara. Pada 3 April 2013, Mahkamah Agung sebetulnya sudah menganulir putusan Kominfo pada 2011 itu. Mahkamah Agung menilai peraturan menteri kominfo itu terbukti bertentangan dengan Undang-Undang Penyiaran dan peraturan turunannya. Meski demikian, siaran tv digital tetap berlangsung di sejumlah daerah berbasis pada penunjukan 33 lembaga multipleksing. Pemerintah sebelumnya menargetkan migrasi tv analog ke digital sudah beres pada 2018. Selain untuk menyediakan siaran televisi dengan gambar yang lebih jernih, frekuensi tv analog di 700 Mhz juga akan digunakan untuk layanan pita lebar (broadband).

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018

Page 179: Objektivitas Pemberitaan RUU, Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018kc.umn.ac.id/5857/6/LAMPIRAN.pdfmemperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/727127/migrasi-tv-analog-ke-digital-tunggu-revisi-uu-penyiaran

Objektivitas Pemberitaan RUU..., Devin Yiulianto, FIKOM UMN, 2018