obesitas sentral-perifer.doc
-
Upload
james-jps-simanjuntak -
Category
Documents
-
view
201 -
download
0
description
Transcript of obesitas sentral-perifer.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berkembangnya teknologi dalam era globalisasi, hampir semua menjadi serba
elektrik dan serba praktis, setiap orang dalam melakukan aktifitas menginginkan
sesuatu yang serba mudah, efektifitas dan efisien. Efektifitas menginginkan waktu
dan gerak benar-benar diterapkan, energi yang dikeluarkan sekecil-kecilnya,
sebaliknya diharapkan tercapainya produktifitas yang setinggi-tingginya. Keadaan
dan prinsip yang seperti itu menyebabkan energi yamg masuk tubuh tidak digunakan
dan disimpan sebagai cadangan lemak yang terlalu bertumpuk menyebabkan
seseorang kelebihan berat badan bahkan menjadi kegemukan (Kusuma, W., 1994).
Menurut Sutomo, A.H. (1992) obesitas terjadi karena ketidakseimbangan
antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Selain itu obesitas dapat terjadi
karena cara makan yang salah, kejiwaan (psikis), kerusakan jaringan otak tertentu,
faktor keturunan, kurang gerak badan serta penyakit-penyakit tertentu. Menurut
WHO pada tahun 1992 yang dirujuk oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat, seseorang
disebut obesitas dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) lebih dari normal atau disebut
obesitas dengan IMT > 27 kg/m2. IMT adalah suatu angka yang didapat dari hasil
berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (Status …,
2005).
1
1
Berdasarkan distribusi jaringan lemak tubuh, dikenal dua jenis obesitas yaitu:
obesitas perifer dan obesitas sentral. Obesitas yang menyerupai pir (perifer), yaitu
penumpukan lemak terjadi di bagian bawah seperti pinggul, pantat dan paha dan
resiko terhadap penyakit pada tipe ini umumnya kecil, sedangkan obesitas seperti
apel (sentral) lemak banyak di simpan pada bagian pinggang dan rongga perut.
Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe menyerupai
perifer karena sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam
pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak ditempat lain. Distribusi
timbunan lemak di dalam tubuh ini dapat digunakan metode rasio lingkar pinggang
dan pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar pinggang (LP) menggunakan pita
meteran. Metode ini sangat sederhana, namun cukup akurat untuk mengetahui tingkat
obesitas dan bahaya kesehatan yang ditimbulkan daripada metode berdasarkan IMT
(Semiardji, D.G., 2008).
Jaringan lemak tubuh yang merupakan tempat deposit kelebihan kalori,
terutama di bagian dalam rongga perut dapat mengganggu kerja hormon insulin
(resistensi insulin), dibandingkan terhadap lemak di daerah paha atau bagian tubuh
lain, karena tidak berhubungan langsung terhadap kerja hormon insulin yang di
produksi oleh sel beta pulau langerhans di dalam kelenjar pankreas di rongga perut
bagian atas di belakang lambung (Misnadiarly, 2007). Menurut Siswono. (2002)
resistensi insulin merupakan kondisi sensitivitas insulin yang menurun. Sensitivitas
insulin ini mempunyai kemampuan terhadap hormon insulin menurunkan kadar
2
glukosa darah dengan menekan produksi glukosa hepatik dan menstimulasi
pemanfaatan glukosa di dalam otot skelet dan jaringan adiposa.
Penelitian Zein tahun 1994, ditemukan satu hormon di sel lemak yang
dinamakan leptin. Ditemukan bahwa semakin banyak leptin maka semakin gemuklah
seseorang. Leptin ini merupakan hormon yang sangat berperan terjadinya obesitas
dan diabetes tipe 2. Sekarang sudah jelas diketahui bahwa kegagalan resistensi insulin
terjadi karena kegagalan leptin untuk berfungsi sebagai penghambat penimbunan
lemak, sehingga akan terjadi penimbunan asam lemak di hati, otot, pankreas, dan
jantung (Perangi …, 2007).
Pada orang yang mengalami obesitas disekitar rongga perut, salah satu
mekanisme yang diduga menjadi predisposisi diabetes tipe 2, yaitu terjadinya
pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat yang berasal dari suatu lemak visceral
yang membesar. Proses ini menerangkan terjadinya sirkulasi tingkat tinggi dari asam-
asam lemak bebas di hati sehingga kemampuan hati untuk mengikat dan mengekstrak
insulin dari darah menjadi berkurang, hal ini dapat mengakibatkan hiperinsulinemia.
Akibat lainnya adalah terjadinya glukoneogenesis dimana kadar gula darah
meningkat. Efek kedua dari peningkatan asam-asam lemak bebas adalah menghambat
pengambilan glukosa oleh sel otot, dengan demikian walaupun kadar insulin
meningkat namun glukosa darah tetap abnormal tinggi (Arora, A. S., 2008).
Berdasarkan observasi di Kecamatan Telanaipura kota Jambi, masyarakat
pada umumnya cenderung memiliki perubahan gaya hidup yang mengkonsumsi
makanan yang mengandung lemak tinggi, gaya hidup modern yang kurang gerak,
3
kebiasaan hidup santai, selalu dibantu oleh orang lain (pembantu/supir) atau alat
(remote/handphone/eskalator/kendaraan) sering memicu ketidakseimbangan kalori
yang masuk dibanding yang keluar, sehingga jaringan lemak tubuh terutama di
rongga perut akan mempengaruhi kerja insulin dalam mempertahankan glukosa di
dalam darah. Pada akhirnya akan berdampak pada obesitas, hal itu akan menjadi
masalah karena menyimpan sejumlah penyakit dikemudian hari salah satunya
terhadap penyakit Diabetes mellitus.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti terhadap
Perbandingan Kadar Glukosa Darah pada Obesitas Sentral dengan Obesitas
Perifer di Kecamatan Telanaipura kota Jambi.
1.2 Rumusan masalah
Apakah kadar glukosa darah penderita obesitas sentral lebih tinggi daripada
obesitas perifer?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan kadar glukosa darah pada obesitas sentral
dengan obesitas perifer di Kecamatan Telanaipura kota Jambi.
1.3.2 Tujuan khusus
4
a. Untuk mengetahui kadar glukosa darah pada obesitas sentral di Kecamatan
Telanaipura kota Jambi.
b. Untuk mengetahui kadar glukosa darah pada obesitas perifer di Kecamatan
Telanaipura kota Jambi.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
a. Dapat memperdalam penelitian secara ilmiah yang berhubungan dengan
kesehatan.
b. Mampu mencari tahu hal-hal yang dianggap dapat berhubungan dengan faktor
resiko obesitas berdasarkan kesenjangan yang terjadi pada saat ini.
1.4.2 Bagi masyarakat
a. Dapat memberikan gambaran pada masyarakat terhadap kadar glukosa darah
obesitas sentral dan obesitas perifer.
b. Dengan melakukan pemeriksaan glukosa darah dapat diketahui
sedini mungkin kelainan yang terjadi, sehingga individu yang berisiko tinggi
obesitas dapat mewaspadai terjadinya peningkatan kadar glukosa darah.
1.4.3 Bagi institusi
Menambah kajian bahan bacaan di Akademi Analis Kesehatan Pemerintah
Provinsi Jambi.
1.5 Batasan masalah
5
Dalam penelitian ini hanya untuk mengetahui kadar glukosa darah pada
obesitas sentral dan obesitas perifer di Kecamatan Telanaipura kota Jambi dengan
menggunakan metode GOD PAP (Glukose OxiDase, Peroksidase,4-Aminophenazone
dan Phenol) pada tanggal 15 Juni sampai 19 Juni 2009, serta diketahui tidak pernah
menderita Diabetes mellitus sebelumnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
2.1.1 Definisi obesitas
Obesitas berasal dari 2 kata berbahasa latin, yaitu Ob yang berarti akibat dari
dan esum yang berarti makan. Secara sederhana obesitas merupakan keadaan
penumpukan lemak yang berlebihan di jaringan adiposa. Rata-rata wanita memiliki
lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara
lemak tubuh dengan berat badan pada wanita adalah sekitar 25-30% dan pada pria
sekitar 18-23%. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 25%, pada pria 20% atau lebih
dari berat ideal yang sesuai untuk tinggi tubuh dianggap mengalami obesitas
(Obesitas bukan masalah…, 2007).
Obesitas timbul karena jumlah kalori yang masuk melalui makanan lebih
banyak daripada kalori yang dibakar. Kalori yang diperoleh dari makanan sedangkan
pengeluarannya melalui aktivitas tubuh dan olahraga. Kalori yang terbanyak (60-
70%) dipakai oleh tubuh untuk kehidupan dasar seperti bernafas, jantung berdenyut
dan fungsi dasar sel. Obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit
menahun seperti Diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi (hipertensi), stroke, kolesterol
yang tinggi, gagal jantung, kanker, gout, batu kandung empedu, dan osteoarthritis
(Obesitas …, 2008).
7
7
2.1.2 Mengukur obesitas
Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh,
perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. IMT digunakan untuk
mengukur kegemukan, sebagai dampak dari perubahan pola hidup, kebiasaan
mengkonsumsi makanan siap saji yang tinggi lemak dan protein, serta rendah
karbohidrat. IMT tidak dapat membedakan otot dengan lemak, selain itu pula tidak
memberikan distribusi lemak di dalam tubuh yang merupakan faktor penentu utama
risiko gangguan metabolisme yang dikaitkan dengan kelebihan berat badan. Pola
penyebaran lemak tubuh tersebut dapat ditentukan oleh rasio lingkar pinggang dan
pinggul atau mengukur lingkar pinggang. Pinggang diukur pada titik yang tersempit,
sedangkan pinggul diukur pada titik yang terlebar; lalu ukuran pinggang dibagi
dengan ukuran pinggul (Arora, A. S., 2008).
Individu yang memiliki resiko obesitas jika ditemukan rasio ≥ 0,8 pada wanita
dan ≥ 0,9 pada pria, maka individu tersebut memiliki bentuk obesitas sentral.
Sebaliknya rasio yang ditemukan kurang dari 0,8 pada wanita dan 0,9 pada pria
bentuk tubuh individu tersebut sebagai obesitas perifer. Bertambahnya ukuran
lingkaran perut dan pinggul terutama pada obesitas sentral, maka semakin tinggi
resiko kesehatan yang akan ditimbulkan (Arora, A. S., 2008).
8
2.1.3 Kriteria Obesitas
a. Obesitas perifer
Kelebihan lemak yang cenderung dimiliki wanita (gynecoid), disimpan
dibawah kulit bagian daerah pinggul dan paha, sehingga tubuh berbentuk seperti buah
pear. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang mutlak, kadang pada
beberapa pria tampak seperti buah pir dan beberapa wanita tampak seperti buah apel,
terutama setelah masa menopause. Lemak yang berkumpul dipinggir tubuh yaitu
dipinggul dan paha disebut juga sebagai obesitas perifer. Resiko terhadap penyakit
pada obesitas perifer umumnya kecil, kecuali resiko terhadap penyakit arthritis dan
varises vena (Dadi, H., 2008).
b. Obesitas sentral
Menurut Dadi, H., (2008) pada umumnya obesitas sentral terdapat pada pria
(android) yang menyimpan lemak di bawah kulit dinding perut dan di rongga perut,
sehingga gemuk di perut dan mempunyai bentuk tubuh seperti buah apel atau disebut
juga obesitas sentral. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan
tipe perifer, karena sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke
dalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak di tempat lain. Lemak
yang masuk ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan arteri
(hipertensi), diabetes, stroke dan jenis kanker tertentu (payudara dan endometrium).
9
2.1.4 Hubungan lemak perut (abdominally fat) terhadap resistensi insulin
Berbagai kasus obesitas diketahui bahwa lemak perut (abdominal fat)
mempunyai resiko lebih tinggi daripada lemak yang terdapat pada bagian tangan dan
paha. Abdominal fat mencakup visceral fat (melingkupi organ dalam perut) atau
subcutaneous fat (berada antara kulit dan dinding perut). Lemak yang terletak di
belakang rongga perut, disebut retroperitoneal fat, juga terhitung sebagai visceral fat.
Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa visceral fat paling berhubungan erat
dengan faktor resiko diabetes tipe 2. Beberapa penelitian juga menilai bahwa
subcutaneous fat juga terlibat dalam resistensi insulin (Abdominal …, 2002).
Penelitian menunjukkan bahwa sel-sel lemak, terutama sel abdominal fat
ternyata bersifat aktif secara biologis. Banyaknya penumpukan lemak ini bisa
dikatakan sebagai organ atau kelenjar endokrin yang memproduksi hormon dan
bahan lain yang bisa mempengaruhi kesehatan. Salah satu hormonnya adalah leptin,
dalam keadaan normalnya hanya dilepas setelah makan untuk menurunkan selera
makan. Sel lemak juga menghasilkan hormon adiponectin, yang diperkirakan
mempunyai pengaruh pada respon sel terhadap insulin. Kelebihan lemak tubuh,
terutama abdominal fat, mengganggu kesetimbangan normal dan fungsi hormon-
hormon tersebut (Abdominal …, 2002).
Lemak dalam rongga perut (visceral fat) memompa keluar bahan kimia yang
berkaitan dengan sistem imun, sitokin, yang dapat meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskuler dengan peningkatan resistensi insulin dan radang kronis tingkat
rendah. Salah satu alasan bahwa visceral fat sangat berbahaya karena lokasinya yang
10
dekat dengan vena portal, yang membawa darah dari area intestinal ke hati. Bahan-
bahan yang dilepas oleh visceral fat, termasuk asam lemak bebas, memasuki vena
portal dan ikutan masuk ke hati. Di dalam hati asam lemak bebas bisa mempengaruhi
produksi lemak darah. Visceral fat juga secara langsung berhubungan dengan kadar
kolesterol total, LDL yang lebih tinggi, HDL yang lebih rendah, dan resistensi
insulin (Abdominal …, 2002).
Menurut Siswono. (2002) simpanan adiposa yang tinggi pada orang gemuk
mengaktifkan paling tidak salah satu enzim, yaitu lipoprotein lipase yang
meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam darah. Konsentrasi tinggi asam
lemak bebas menstimulasi pelepasan seperti TNF-a (tumor necrosis factor-alpha)
yang memicu otot tubuh dan sel hati tidak bisa merespon dengan baik kadar insulin
normal (resistensi insulin).
2.1.5 Penyebab obesitas
a. Faktor makanan
Seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan energi sesuai yang
dibutuhkan tubuh, maka tidak ada energi yang disimpan. Sebaliknya mengkonsumsi
makanan dengan energi melebihi yang dibutuhkan tubuh, maka kelebihan energi akan
disimpan dalam bentuk lemak. Maraknya iklan berbagai makanan siap saji di media
cetak maupun elektronik, seperti hamburger, hot dog, pizza dan fried chicken,
menyebabkan makanan siap saji sangat popular dan digemari, padahal makanan
tersebut mengandung lemak tinggi sehingga banyak mengandung kalori (Dadi, H.,
2008).
11
b. Faktor keturunan
Faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan. Pengaruhnya
sendiri sebenarnya belum jelas, tetapi memang ada bukti yang mendukung fakta
bahwa keturunan merupakan faktor penguat terjadinya kegemukan. Dari hasil
penelitian gizi di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa anak-anak dari orang tua normal
mempunyai 10% peluang menjadi gemuk. Peluang itu akan bertambah menjadi 40-
50% bila salah satu orang tua menderita obesitas, dan akan meningkat menjadi 70-
80% bila kedua orang tua menderita obesitas. Oleh karena itu, bayi yang lahir dari
orang tua yang obesitas akan mempunyai kecenderungan menjadi gemuk (Faktor ...,
2008).
c. Faktor hormonal
Pada perempuan yang sedang mengalami menopause dapat terjadi penurunan
fungsi hormon thyroid. Kemampuan untuk menggunakan energi akan berkurang
dengan menurunnya fungsi hormon ini. Hal tersebut terlihat dengan menurunnya
metabolisme tubuh sehingga menyebabkan kegemukan (Faktor ..., 2008).
d. Faktor psikologis
Kemajuan sosial ekonomi, teknologi dan informasi yang global telah
menyebabkan perubahan gaya hidup yang meliputi pola pikir dan sikap yang terlihat
dari pola kebiasaan makan dan beraktifitas fisik. Berbagai kemajuan tersebut orang
banyak berada di luar rumah dengan mengkonsumsi makanan siap saji yang
umumnya berkalori tinggi. Sedangkan untuk melakukan berbagai kegiatan karena
12
diperlukan waktu yang cepat, orang lebih banyak menggunakan lift atau eskalator
(Dadi, H., 2008).
Selain itu untuk pergi dengan jarak dekat orang lebih suka dengan naik mobil
daripada jalan kaki dan karana aktifitas sehari-hari yang sibuk, orang tidak sempat
melakukan olahraga. Pola kurang aktif ini menyebabkan kurang penggunaan energi
tubuh (Dadi, H., 2008).
e. Pemakaian obat-obatan
Efek samping beberapa obat dapat menyebabkan meningkatnya berat badan,
misalnya steroid dan beberapa anti-depresi (Dadi, H., 2008).
2.1.6 Penatalaksanaan obesitas
a. Merubah gaya hidup
Diawali dengan merubah kebiasaan makan dan aktifitas fisik. Mengendalikan
kebiasaan ngemil dan makan bukan karena lapar tetapi karena ingin menikmati
makanan dan meningkatkan aktifitas fisik pada kegiatan sehari-hari. Meluangkan
waktu berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran kalori akan meningkat dan
jaringan lemak akan dioksidasi (Dadi, H., 2008).
b. Pengaturan asupan makanan
Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan jumlah
kalori yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang terprogram secara benar. Diet
rendah kalori dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan makanan berlemak, serta
mengkonsumsi makanan yang cukup memberikan rasa kenyang tetapi tidak
menggemukkan karena jumlah kalori sedikit, misalnya dengan menu yang
13
mengandung serat tinggi seperti sayur dan buah yang tidak terlalu manis (Dadi, H.,
2008).
c. Konsultasi masalah kejiwaan
Obesitas yang disebabkan oleh adanya faktor stress menyebabkan
meningkatnya keinginan untuk makan sebagai security food. Konsultasi dengan
psikiater untuk mengatasi permasalahannya merupakan salah satu cara menghindari
obesitas (Dadi, H., 2008).
d. Pemberian obat-obatan
Obat-obatan yang banyak digunakan untuk obesitas terdiri dari obat penahan
nafsu makan di antaranya alah golongan amfetamin, obat yang
meningkatkan/mempercepat metabolisme tubuh misalnya preparat tiroid, obat
pemacu keluarnya cairan tubuh misalnya diuretika; pencahar. Namun obat-obat
tersebut bila digunakan dalam jangka panjang akan menyebabkan efek samping
sangat merugikan tubuh. Oleh karena itu penggunaannya sebaiknya disertai kontrol
ketat (Dadi, H., 2008).
e. Pembedahan
Tindakan pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk mengatasi obesitas.
Pembedahan dilakukan untuk mengambil jaringan lemak yang berlebih salah satunya
dengan mengangkat sebagian usus agar penyerapan makanan berkurang. Pembedahan
berupa pemendekan usus dan penyempitan lambung hanya ditujukan bagi penderita
obesitas morbid atau obesitas berat yang terancam kematian. (Dadi, H., 2008).
14
2.1 Glukosa darah
2.2.1 Metabolisme glukosa darah
Glukosa berasal dari metabolisme makanan yang dimakan sehari-hari
terutama berasal dari metabolisme karbohidrat. Glukosa darah secara normal diatur
oleh proses metabolisme di hati dan pengaruh hormonal. Glukosa dari makan yang
masuk melalui mulut dicernakan di usus, kemudian diserap ke dalam aliran darah.
Glukosa ini merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh di otot dan jaringan.
Glukosa yang dioksidasi total, terjadi CO2, air dan energi yang disimpan sebagai
fosfat yang berenergi tinggi, yaitu adenosine trifosfat (ATP). Glukosa yang tidak
langsung dirombak, dapat disimpan dalam hati atau otot dalam bentuk glikogen. Hati
sanggup mengubah glukosa yang tidak terpakai menjadi asam lemak yang disimpan
sebagai trigliserida atau menjadi asam amino untuk membentuk protein. Hati
berperan dalam menentukan apakah glukosa langsung dipakai selaku bahan bakar
atau disimpan. Banyaknya glukosa atau glikogen yang tidak cukup untuk menutupi
kebutuhan energi, hati dapat mensintesis glukosa dari asam lemak atau dari asam
amino yang berasal dari protein (Widman, F.K., 1989).
2.2.2 Hormon-hormon yang mempengaruhi glukosa darah
a. Insulin
Disekresikan oleh sel beta pulau langerhans pankreas, dirangsang oleh
hiperglikemi. Hormon ini mempunyai fungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pembentukan glikogen yang disimpan dalam hati, menurunkan
proses glikogenolisis dan glukoneogenesis (Widman, F.K., 1989).
15
b. Glukagon
Disekresikan oleh sel alpha pulau langerhans di pankreas, dirangsang oleh
hipoglikemi. Hormon ini berfungsi untuk meningkatkan glikogenolisis dan
glukoneogenesis (Widman, F.K., 1989).
c. Epinephrine
Hormon ini disekresikan oleh medulla adrenal. Hormon ini mempunyai efek
untuk meningkatkan glikogenolisis dalam hati dan otot untuk meningkatkan kadar
glukosa darah, menurunkan sekresi insulin dan meningkatkan sekresi glukagon
(Widman, F.K., 1989).
d. Corticosteroid
Hormon ini disekresikan oleh cortek adrenal. Hormon ini mempunyai efek
untuk meningkatkan glukoneogenesis dan menurunkan respon insulin (Widman,
F.K., 1989).
e. Thyrosin
Hormon ini disekresikan oleh kelenjar tyroid. Hormon ini mempunyai efek
untuk meningkatkan glikogenolisis dan meningkatkan absorbsi pada usus halus
(Widman, F.K., 1989).
f. Growth hormon
Hormon ini disekresikan oleh kelenjar hypophyse yang dirangsang oleh
hipoglikemia. Hormon ini berfungsi untuk meningkatakan glikogenolisis dan
absorpsi gula-gula dari usus (Widman, F.K., 1989).
16
g. Somatostatin
Hormon ini disekresikan oleh sel D pankreas, dimana hormon ini berfungsi
untuk menekan pelepasan glukagon dari sel alfa pankreas dan menekan pelepasan
hormon insulin (Widman, F.K., 1989).
Tugas pengaturan pengiriman glukosa ke jaringan yang membutuhkan,
dibebankan pada hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Setiap
makan pankreas melepaskan insulin ke dalam aliran darah untuk membantu proses
penghancuran dan penyerapan glukosa, asam lemak dan asam amino. Pankreas yang
tidak bisa menghasilkan insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
sebagaimana mestinya, makanan tidak dapat dicerna oleh tubuh. Sebaliknya pankreas
yang menghasilkan insulin tetapi tubuh tidak memberikan reaksi apapun, keadaan ini
disebut resistensi insulin. Hal ini umumnya terjadi pada orang-orang obesitas.
Glukosa yang tertimbun di dalam darah menyebabkan kadar glukosa darah tinggi
(Asdie, A,H., 2007).
Pada orang obesitas terjadi peningkatan kadar glukosa darah yang
menstimulasi sekresi insulin ekstra (hiperinsulinemia) dan berbalik menurunkan
reseptor insulin ekstra dengan meningkatkan proses internalisasi dan degradasi
reseptor. Kemampuan peningkatan sekresi insulin untuk mencegah timbulnya
Diabetes mellitus, sangat tergantung dari kapasitas adaptasi sel-B pankreas sebagai
tempat produksi dan sekresi hormon insulin untuk memelihara peningkatan
konsentrasi insulin. Individu yang gagal mempertahankan hiperinsulinemia akan
17
mengalami kegagalan toleransi glukosa dan pada akhirnya berkembang menjadi
Diabetes mellitus tipe 2 (Siswono, 2002).
2.2.3 Gejala Diabetes mellitus
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar glukosa darah
yang tinggi. Jika kadar glukosa darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa
akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang.
Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, penderita
merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar
kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat
badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang
luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur,
pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olah raga.
Penderita diabetes yang glukosa darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap
infeksi (Obesitas…, 2009).
2.2.4 Pemeriksaan glukosa darah
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejalanya yaitu 3P (polidipsi,
polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar glukosa darah
yang tinggi (tidak normal). Untuk mengukur kadar glukosa darah, contoh darah
biasanya diambil setelah berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan
(Tandra,H., 2008).
18
Tabel 1. Kriteria diagnostik glukosa darah (mg/dl)
Apabila hasil kedua pemeriksaan masih meragukan dapat dilakukan tes
toleransi glukosa oral (TTGO). Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil
untuk mengukur kadar glukosa darah puasa. Lalu penderita diminta meminum larutan
khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah
diambil lagi untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan bila glukosa darah jam ke-2 TTGO ≥
200 mg/dl, menyatakan pasien menderita Diabetes mellitus (Tandra,H., 2008).
2.2.5 Metode pemeriksaan glukosa darah
Metode pemeriksaan glukosa darah antara lain meliputi metode reduksi,
enzimatik. Pada pemeriksaan glukosa darah yang paling sering dilakukan adalah
metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD-PAP) dan metode
heksokinase. Metode GOD-PAP banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang
baik (karena enzim GOD-PAP spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua
rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin,
asam urat, dan asam askorbat. Metode heksokinase juga banyak digunakan karena
metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode
referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa (Widijanti, W dan
Ratulangi, B.T., 2008).
Bukan Diabetes
Pra Diabetes
Diabetes
Puasa < 110 110-125 ≥ 126
Sewaktu < 110 110-199 ≥ 200
19
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka konsep
Variabel bebas Variabel terikat
3.2 Definisi operasional variabel
Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala ukur
Obesitas
Kadar glukosa darah
Kelebihan massalemak tubuh yangditentukan denganIMT serta rasiolingkar pinggang danpinggul
Banyaknya karbohidrat dalam bentuk glukosayang terkandung dalam plasma dan beredar di sirkulasi darah
Timbangan, pita meteran, lembar observasi
Spektrofotometer (505 nm), lembar observasi
Menimbang beratbadan, mengukurtinggi badan,lingkar pinggang dan pinggul
observasi dengan pengukuran spektrofotometri (GOD- PAP)
Obesitas sentral :IMT > 27 kg/m2, rasiolaki-laki ≥ 0,9,perempuan ≥ 0,8Obesitas perifer :IMT > 27 kg/m2, rasiolaki-laki < 0,9, perempuan < 0,8
mg/dl
Nominal
Rasio
3.3 Hipotesa
Kadar glukosa darah pada orang dengan obesitas sentral lebih tinggi
dibanding kadar glukosa darah pada orang dengan obesitas perifer.
20
Obesitas Kadar glukosa darah
20
3.4 Metodologi penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan pendekatan
cross sectional.
3.5 Populasi dan sampel
3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah yang memiliki resiko obesitas sentral dan
obesitas perifer yang bertempat tinggal di Kecamatan Telanaipura kota Jambi.
3.5.2 Sampel
Sampel yang diteliti adalah obesitas sentral 15 orang dan obesitas perifer 15
orang yang bertempat tinggal di Kecamatan Telanaipura kota Jambi serta tidak
pernah menderita Diabetes mellitus sebelumnya.
3.6 Teknik pengumpulan data
Data diperoleh dari proses pengumpulan langsung terhadap masing-masing
obesitas sentral dan obesitas perifer di Kecamatan Telanaipura kota Jambi dengan
melakukan pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan untuk mengetahui
resiko obesitas serta pengukuran lingkaran pinggang dan pinggul dalam menentukan
kriteria obesitas sentral dan obesitas perifer. Data kadar glukosa didapat dari hasil
pemeriksaan darah responden di laboratorium patologi klinik AAK Provinsi Jambi.
3.7 Waktu dan tempat penelitian
21
Tempat pengambilan sampel dilakukan langsung ke rumah masing-masing
resiko obesitas sentral dan obesitas perifer di Kecamatan Telanaipura kota Jambi dan
diperiksa di Laboratorium Klinik Akademi Analis Kesehatan Pemerintah Provinsi
Jambi pada tanggal 15 Juni sampai 19 Juni 2009.
3.8 Instrumen pemeriksaan spesimen
3.8.1 Metode
Metode pemeriksaan yang digunakan yaitu enzimatik end-point dengan
mengukur hasil reaksi antara substrat dan enzim setelah bereaksi.
3.8.2 Prinsip
Glukosa ST kit menggunakan dasar metode Trinder yang klasik dengan enzim
(G)lukose (O)xi(D)ase,(P)eroksidase,4-(A)minophenazone dan (P)henol (GOD-PAP)
dengan reaksi sebagai berikut :
Glukose + O2 + H2O Gluconid acid + H2O2
H2O2 + Phenol + 4-Aminophenazone H2O + Zat warna quinine berwarna
merah.
3.8.3 Alat dan bahan pemeriksaan
(1) Alat :
(a) Tabung sentrifuge
(b) Spektrofotometer gelombang 492-546 nm
(c) Mikropipet 10 µl & 1000 µl
22
(d) Tissu
(e) Kuvet
(f) Sentrifuge
(g) Tip
(2) Bahan : Serum puasa
3.8.4 Reagensia pemeriksaan
a. Larutan kerja :
1 botol enzim dilarutkan dalam 100 ml pelarut campur sampai homogen.
Larutan ini stabil selama 30 hari pada suhu 2-8 °C.
b. Larutan standard
Kadar 200 mg/dl
3.9 Pemeriksaan glukosa darah
3.9.1 Pengambilan spesimen
a. Vena yang akan ditusuk ditentukan terlebih dahulu.
b. Tempat vena yang akan diambil didesinfektan menggunakan kapas yang
beralkohol 70 % dan dibiarkan kering.
c. Torniquet dipasang pada lengan bagian atas untuk memperjelas posisi vena.
d. Dengan menggunakan spuit pada posisi 45 derajat ditusukkan ujung jarum sampai
darah masuk kedalam spuit dan ditarik bagian spuit sampai volume darah ± 3ml.
e. Tourniquet dilepaskan dari lengan yang dibendung.
23
f. Ujung jarum tersebut dicabut perlahan-lahan.
g. Kapas ditempelkan pada tempat tusukkan.
3.9.2 Prosedur pengolahan spesimen
a. Spesimen darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge yang bersih perlahan-
lahan, didiamkan 15-30 menit.
b. Tabung disentrifuge dengan kecepatan 2000 Rpm selama 5 menit untuk
memisahkan antara serum dan darah.
c. Prosedur pemipetan dimasukkan ke dalam kuvet.
Keterangan :
1. Kuvet pertama sebagai kuvet untuk blanko, dimasukkan 10 µl aquadest dan 1
ml reagen warna.
2. Kuvet kedua sebagai kuvet untuk standar, dimasukkan 10 µl larutan standard
dan 1 ml reagen warna.
3. Kuvet ketiga sebagai kuvet untuk test, dimasukkan 10 µl serum dan 1 ml
reagen warna.
d. Masing-masing kuvet tersebut dicampur sampai homogen, dibiarkan pada suhu
kamar selama 25 menit.
e. Absorbance test dan standard dibaca terhadap blanko pada gelombang 505 nm.
Ke dalam kuvet Blanko Standard TestSerum
Standard
Aquadest
Reagen warna
10 µl
1 ml
10 µl
1 ml
10 µl
1 ml
24
3.9.3 Perhitungan
Glukosa darah (mg/dl) = Abs Test x Kadar standard
Abs Standard
3.9.4 Nilai normal
Glukosa darah puasa : 70-110 mg/dl
3.10 Teknik pengolahan data
Setelah didapatkan data-data dari pemeriksaan kadar glukosa darah pada
obesitas sentral dan obesitas perifer, maka untuk menguji hipotesa yang telah
dikemukakan, maka digunakan uji satistik yaitu uji T tidak berpasangan.
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian
Penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 15 Juni 2009 sampai 19 Juni
2009 di Laboratorium Klinik Akademi Analis Kesehatan Pemerintah Provinsi Jambi
terhadap kadar glukosa darah puasa pada 15 orang obesitas sentral dan 15 orang
obesitas perifer di Kecamatan Telanaipura kota Jambi, didapatkan hasil penelitian
yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2 : Deskripsi hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pada obesitas sentral dan obesitas perifer di Kecamatan Telanaipura kota Jambi
No Karakteristik sampel Obesitas sentral Obesitas perifer 1. Rata-rata glukosa darah (mg/dl) 91,672 74,146
2. Range hasil 80,00-111,17 69,89-83,01
3. Jumlah sampel 15 15
4. Persentase rata-rata perbandingan 19,118 %
Berdasarkan deskripsi hasil yang terdapat pada tabel 2 dapat dilihat nilai rata-
rata kadar glukosa darah pada obesitas sentral yaitu 91,672 mg/dl lebih tinggi
dibandingkan kadar rata-rata glukosa darah obesitas perifer yaitu 74,146 mg/dl.
Berdasarkan rata-rata kedua hasil pemeriksaan tersebut, terlihat bahwa terjadi
peningkatan kadar glukosa darah pada obesitas sentral dengan rata-rata peningkatan
26
26
sebesar 17,526 mg/dl dan persentase perbandingan kadar glukosa darah pada obesitas
sentral dibandingkan obesitas perifer sebesar 19,118%.
Tabel 3 : Deskripsi hasil uji statistik pemeriksaan kadar glukosa darah pada obesitas sentral dan obesitas perifer
No Sampel α t hitung t tabel
1. Obesitas sentral5% = 0,05 8,04 1,70
2. Obesitas perifer
Dari hasil pengujian statistik (uji T tidak berpasangan) diperoleh (Th ≥ Tb)
sementara kriteria Ho diterima jika Th ≤ Tb, sehingga kriteria Ho ditolak.
Disimpulkan bahwa kadar glukosa darah obesitas sentral lebih tinggi daripada kadar
glukosa darah obesitas perifer.
4.3 Pembahasan
Peningkatan kadar glukosa darah pada obesitas sentral, dikarenakan pengaruh
adanya penumpukan lemak yang berada disekitar rongga perut, mengakibatkan sel-
sel jaringan tubuh dan otot tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin. Dalam hal
ini hormon insulin ditolak untuk menurunkan kadar glukosa darah yang akhirnya
tertimbun dalam peredaran darah. Bahaya penumpukan lemak yang lebih tinggi di
sekitar obesitas sentral dibandingkan penumpukan lemak pada obesitas perifer, maka
rasio lingkar pinggang dan pinggul lebih dipilih menjadi tolok ukur obesitas dalam
menentukan distribusi jaringan lemak tubuh.
27
Pada penelitian ini juga dinyatakan dari hasil data pada kriteria sampel
obesitas perifer. Salah satu sampel yang didapatkan kadar glukosa darah sebesar
83,01 mg/dl, menunjukkan hasil glukosa darah lebih tinggi daripada hasil glukosa
darah pada obesitas perifer yang lain. Pada sampel yang menunjukkan glukosa darah
sebesar 83,01 mg/dl ini pengaruh yang lebih dominan dapat dinyatakan pada
lingkaran pinggang yang lebih lebar, meskipun ditemukan nilai IMT dan rasio
lingkar pinggang pinggul hampir sama dengan nilai sampel yang memiliki kadar
glukosa dibawah nilai 83,01 mg/dl.
Hal lain juga dapat terlihat pada salah satu kriteria sampel obesitas sentral,
yang mana didapatkan kadar glukosa darah sebesar 111,17 mg/dl. Hasil glukosa
darah ini jelas terlihat lebih besar daripada hasil glukosa darah pada kriteria obesitas
sentral yang lain, meskipun rasio yang didapatkan hampir sama dengan kriteria
obesitas sentral lain. Selain itu pula IMT yang didapatkan terhadap glukosa darah
sebesar 111,17 mg/dl ini terlihat tidak lebih besar (34 kg/m2) daripada IMT pada
sampel yang menunjukkan sebesar 44 kg/m2, sementara kadar glukosa yang
didapatkan 92,00 mg/dl.
Menurut Dr Xavier Jouven dkk, peneliti dari Prancis melakukan penelitian
terhadap 7.000 polisi Prancis yang meninggal antara 1967-1984 terhadap pengukuran
lingkaran pinggang dan IMT dengan serangan jantung. Pria-pria berperut buncit
memiliki kemungkinan meninggal lebih cepat karena kepadatan lemak di perut.
Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa ternyata orang-orang dengan IMT yang
28
tinggi tidak beresiko meninggal dini, kecuali yang memiliki lingkaran pinggang besar
(Semiardji, G., 2008).
Pengaruh lemak yang bertumpuk di sekitar rongga perut banyak dihubungkan
dengan kumpulan gejala penyakit, ditandai dengan obesitas sentral, hipertensi,
dislipidemia dan glukosa darah yang meningkat. Keadaan ini akan memicu terjadinya
Diabetes mellitus dan menimbulkan penyempitan pembuluh darah yang pada
akhirnya meningkatkan kejadian serangan jantung dan stroke.
Hubungan sebab-akibat (kausatif) antara resistensi insulin dengan penyakit
Diabetes mellitus pada obesitas sentral dapat diterangkan dengan adanya efek dari
penumpukan lemak di sekitar rongga perut. Lemak yang menumpuk lama kelamaan
akan mengaktifkan salah satu enzim, yaitu lipoprotein lipase yang meningkatkan
konsentrasi asam lemak bebas dalam darah. Konsentrasi tinggi asam lemak bebas
menstimulasi pelepasan seperti TNF-a (tumor necrosis factor-alpha) yang memicu
otot tubuh dan sel hati tidak bisa merespon dengan baik kadar insulin normal
sehingga kadar glukosa darah akan meningkat (Siswono, 2002).
Menurut Dadi, H., (2008) yang menyatakan kelebihan lemak pada obesitas
sentral lebih dominan ditemukan pada pria daripada wanita, tetapi pada penelitian ini
kriteria yang didapatkan pada obesitas sentral umumnya lebih banyak pada wanita.
Hal ini bisa disebabkan karena ruang lingkup penelitian tidak terlalu luas serta jumlah
sampel yang di data hanya 15 orang pada kriteria obesitas sentral, sehingga teori yang
dikemukakan Dadi, H., (2008) tidak terbukti pada penelitian ini.
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa pada obesitas sentral dan obesitas perifer di Kecamatan Telanaipura kota Jambi
dengan menggunakan sampel darah yang diambil serumnya dapat disimpulkan
bahwa:
a. Nilai rata-rata kadar glukosa darah pada obesitas sentral adalah 91,672 mg/dl.
b. Nilai rata-rata kadar glukosa darah pada obesitas perifer adalah 74,146 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah pada obesitas sentral secara bermakna lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar glukosa darah obesitas perifer.
5.2 Saran
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap resiko obesitas dengan
pengukuran lingkaran pinggang yang lebih memberikan resiko kesehatan lebih
tinggi terhadap berbagai macam penyakit seperti Diabetes mellitus tipe 2,
hipertensi, dislipidemia (kolesterol total, LDL, trigliserida tinggi, sedangkan
kolesterol HDL rendah).
b. Pada orang yang memiliki resiko obesitas diharapkan agar dapat mengubah
perilaku makanan yang tidak sehat, menghindari konsumsi makanan yang tinggi
kandungan lemak dan gula, hindari stress, depresi, frustasi, berdiet, berolahraga
30
30
secara teratur untuk memperbaiki kadar lemak dan glukosa darah, serta
mengurangi resiko hipertensi, penyakit jantung koroner, serta stroke.
c. Pencegahan obesitas harus menjadi agenda penting dalam kesehatan masyarakat,
terutama pada usia anak dan remaja. Kesadaran akan hidup sehat dengan
memiliki berat badan ideal adalah kunci utama memerangi obesitas dan
mencegahnya sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Arora, A. S. 2008. 5 Langkah Mengendalikan Obesitas. Cetakan ke-1. PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
31
Asdie,A.H. 2007. Diabetes. http://books.google.co.id/book?id=j9-fuJt-WT0C&pg=PA26&dq=pengaruh+obesitas+pada+insulin. Diakses tanggal 20 Agustus 2009
Dadi, H. 2008. Mengatasi Overweight dan Obesitas. http://www.google.com/search?hl=en&=q=obesitas+pada+perut&btnG=Search. Diakses tanggal 14 Mei 2009
Kusuma, W. 1994. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Edisi ke-2, Gramedia, Jakarta.
Misnadiarly. 2007. Obesitas. Pustaka Obor Populer, Jakarta.
Semiardji, G. 2008. Lingkar Pinggang : Barometer Kesehatan Anda. Jakarta. http://www.obesitas.web.id/obe-news (i) 23 html . Diakses tanggal 25 Maret 2009
Siswono. 2002. Sindrom Resistensi Insulin. http:id//id.inahaert.or.id/?p=37. Diakses tanggal 1 Juni 2009
Sutomo, A. H. 1992. Penyakit Kencing Manis dan Cara Penanggulangannya. Cetakan ke-2. Aditya Media, Yogyakarta.
Tandra, H. 2008. Diabetes. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Widijanti, W dan B.T. Ratulangi. 2008. Pemeriksaan Laboratorium Penderita Diabetes mellitus.http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/pus-1.htm. Diakses tanggal 26 Agustus 2009
Widman, F.K. 1989. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi-9. EGC, Jakarta.
…….2005. Status Gizi. www.medicastore.com/med/. Diakses tanggal 30 Mei 2009
…….2007.Obesitas Bukan Sekedar Masalah Kesehatan Melainkan MasalahKesadaran. http://www.domeclinic.com/artikel/mengenal-obesitas.pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2009
…….2007. Perangi Obesitas. Pustaka Obor Populer. http://www.sportindo.com/page/45/execise Healthy Livivng/articlr
tips/Perangi O. Diakses tanggal 20 April 2009
…….2008. Faktor Penyebab Kegemukan. http://www.indomp3z.us/showthread.php?t=75248. Diakses tanggal8 September 2009
…….2008. Obesitas & Diabetes mellitus.http://freemedicarticles.blogspot.com/2008/04/obesitas-diabetes-melitus.html. Diakses tanggal 23 Maret 2009
32
33
Lampiran 1
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa pada obesitas sentral
No JenisKelamin
Tinggi badan
Berat badan
Nilai IMT Lingkar pinggang
Lingkar pinggul
Rasio Hasil
1. L 163 cm 86 kg 32 kg/m2 107 cm 114 cm 0,9 91,55 mg/dl
2. L 149 cm 73 kg 33 kg/m2 110 cm 115 cm 0,9 90,41 mg/dl
3. P 153 cm 85 kg 36 kg/m2 112 cm 123 cm 0,9 90,74 mg/dl
4. L 165 cm 84 kg 31 kg/m2 109 cm 113 cm 0,9 91,19 mg/dl
5. P 152 cm 79 kg 36 kg/m2 102 cm 114 cm 0,8 84,30 mg/dl
6. P 137 cm 83 kg 44 kg/m2 115 cm 127 cm 0,9 92,00 mg/dl
7. P 153 cm 73 kg 31 kg/m2 97 cm 109 cm 0,8 84,14 mg/dl
8. L 150 cm 75 kg 33 kg/m2 121 cm 125 cm 0,9 95,41 mg/dl
9. P 168 cm 85 kg 30 kg/m2 95 cm 115 cm 0,8 83,89 mg/dl
10. P 160 cm 86 kg 34 kg/m2 121 cm 133 cm 0,9 97,91 mg/dl
11. P 159 cm 79 kg 31 kg/m2 106 cm 113 cm 0,9 91,41 mg/dl
12. P 155 cm 80 kg 33 kg/m2 125 cm 137 cm 0,9 99,17 mg/dl
13. P 151 cm 67 kg 29 kg/m2 92 cm 99 cm 0,9 80,00 mg/dl
14. L 174 cm 104 kg 34 kg/m2 127 cm 131 cm 0,9 111,17 mg/dl
15. L 151 cm 73 kg 32 kg/m2 109 cm 116 cm 0,9 91,79 mg/dl
∑ 1375,04
1 91,672
34
Lampiran 2
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa pada obesitas perifer
No Jenis kelamin
Tinggi badan
Berat badan
Nilai IMT Lingkar pinggang
Lingkarpinggul
Rasio Hasil
1. P 154 cm 77 kg 33 kg/m2 75 cm 119 cm 0,6 75,00 mg/dl
2. P 155 cm 69 kg 29 kg/m2 70 cm 119 cm 0,5 70,00 mg/dl
3. P 157 cm 73 kg 30 kg/m2 65 cm 116 cm 0,5 71,56 mg/dl
4. P 159 cm 75 kg 30 kg/m2 69 cm 113 cm 0,6 70,74 mg/dl
5. P 165 cm 81 kg 30 kg/m2 66 cm 115 cm 0,5 69,89 mg/dl
6. P 150 cm 70 kg 31 kg/m2 77 cm 115 cm 0,6 75,24 mg/dl
7. P 160 cm 88 kg 33 kg/m2 85 cm 119 cm 0,7 78,85 mg/dl
8. P 152 cm 72 kg 31 kg/m2 71 cm 116 cm 0,6 70,52 mg/dl
9. P 160 cm 83 kg 32 kg/m2 76 cm 120 cm 0, 6 75,33 mg/dl
10. P 164 cm 78 kg 29 kg/m2 69 cm 125 cm 0,5 69,97 mg/dl
11. P 149 cm 74 kg 33 kg/m2 90 cm 127 cm 0,7 83,01 mg/dl
12. P 159 cm 80 kg 32 kg/m2 80 cm 119 cm 0,6 76,04 mg/dl
13. P 151 cm 76 kg 33 kg/m2 89 cm 123 cm 0,7 78,19 mg/dl
14. P 163 cm 79 kg 30 kg/m2 72 cm 121 cm 0,5 70,26 mg/dl
15. P 163 cm 85 kg 32 kg/m2 83 cm 117 cm 0,7 76,67 mg/dl
∑ 1112,19
2 74,146
Persentase rata-rata peningkatan kadar glukosa darah obesitas sentral dibandingkan
dengan kadar glukosa darah obesitas perifer
% = 91,672 – 74,146 x 100%
91,672
= 17,526 x 100% = 19,118 %
35
Lampiran 3
Pengolahan data statistik
1. Parameter uji : Uji T tidak berpasangan
2. Hipotesa : Ho = Tidak ada perbedaan antara peningkatan kadar glukosa darah pada obesitas sentral dibandingkan peningkatan kadar glukosa darah obesitas perifer.
Ha = Ada peningkatan antara kadar glukosa darah pada obesitas sentral lebih tinggi daripada kadar glukosa darah obesitas perifer.
3. Daerah kritis :a. Ho ditolak jika : t hitung ≥ t tabel
b. Ho diterima jika : t hitung ≤ t tabel
4. Perhitungan statistik :
No X2 ( 2- ) ( 2- )2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
75,00
70,92
71,56
70,74
69,89
75,24
78,85
70,52
75,33
69,97
83,01
76,04
78,19
70,26
76,67
0,854
-3,226
-2,586
-3,406
-4,256
1,094
4,704
-3,626
1,184
-4,176
8,864
1,894
4,044
-3,886
2,524
0,73
10,41
6,69
11,60
18,11
1,19
22,13
13,14
1,40
17,44
78,57
3,59
16,35
15,10
6,37
∑ = 1112,19 ∑ = 222,82
No X1 ( 1- ) ( 1- )2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
91,55
90,41
90,74
91,19
84,30
92,00
84,14
95,41
83,89
97,91
91,41
99,17
80,00
111,17
91,79
-0,122
-1,262
-0,932
-0,482
-7,372
0,328
-7,532
3,738
-7,782
6,238
-0,262
7,498
-11,672
19,489
0,118
0,01
1,59
0,87
0,23
54,35
0,11
56,73
13,97
60,56
38,91
0,07
56,22
136,24
380,17
0,01
∑ =1375,04 ∑ = 800,04
36
Keterangan : X1 = data obesitas sentral X2 = data obesitas perifer
Dari data-data diatas diketahui :
Mean 1 =
Mean 2 =
n1 = 15
n2 = 15
= 5% = 0,05
S12 = ∑ ( 1- )2 = 800,04 = 57,15
n-1 15-1
S22 = ∑ ( 2- )2 = 222,82 = 15,92
n-1 15-1
Sg2 = (n1 -1) S12 + (n2-1) S2
2
n1 + n2 – 2
Sg2 = (15-1)57,15 + (15-1)15,92
15+15-2
= (14.57,15 + 14.15,922)
28
= 800,1 + 222,88 28
= 1022,98 28
= 36,54Sg = = = 6,05
37
t hitung =
=
=
=
= 8,04
Nilai t tabel
t tabel = t1 – αdk
t tabel = t1-α = 1- 0,05 = 0,95
dk = (n1+n2-2) = (15+15-2) = 28
dilihat pada tabel t t 0,95 ; 28 t tabel = 1,70
Kesimpulan statistik = Ho ditolak jika t hitung ≥ t tabel
t hitung = 8,04
t tabel = 1,70
= 8,04 ≥ 1,70
(Daerah kritis)
Daerah penerimaan Ho penolakan Ho
t hitung berada di dalam daerah kritis penolakan Ho t hitung ≥ t tabel
Keputusan Ho ditolak
5. Kesimpulan : Secara statistik dengan derajat ketidakpercayaan 5% didapatkan
hasil kadar glukosa darah pada obesitas sentral lebih tinggi
daripada obesitas perifer.
Lampiran 4
38
Tabel uji T tidak berpasangan
V t0,995 t0,99 t0,975 t0,95 t0,90 t0,80 t0,75 t0,70 t0,60 t0,55
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.23.24.25.26.27.28.29.30.
63,669,925,844,64,033,713,503,363,253,173,113,063,012,982,952,922,902,882,862,842,832,822,812,802,792,782,772,762,762,75
31,826,964,543,753,363,143,002,92,822,762,722,682,652,622,602,582,572,552,542,532,522,512,502,492,482,482,472,472,462,46
12,714,303,182,782,572,452,362,312,262,232,202,182,162,142,132,122,112,102,092,092,082,072,072,062,062,062,052,052,042,04
6,312,922,352,152,021,941,901,861,831,821,811,801,781,761,751,751,741,731,731,721,721,721,711,711,711,711,701,701,701,79
3,081,891,641,531,481,441,421,401,381,371,361,361,351,341,341,341,331,331,331,321,321,321,321,321,321,321,311,311,311,31
1,3761,0310,9780,3410,9200,9060,8960,8890,8830,8790,8760,8730,8700,8680,8660,8650,8630,8620,8610,8600,8590,8580,8580,8570,8560,8560,8550,8550,8540,851
1,0000,8160,7650,7410,7270,7180,7110,7110,7030,7000,6970,6950,6940,6920,6910,6900,6890,6990,6880,6870,6860,6860,6850,6850,6840,6840,6840,6830,6830,683
0,7270,6170,5840,5690,5590,5530,5190,5190,5430,5420,5400,5390,5380,5370,5360,5350,5340,5340,5330,5330,5320,5320,5320,5310,5310,5310,5310,5300,5300,530
0,3250,2890,2770,3710,2670,2650,2630,2630,2610,2600,2600,2590,2590,2580,2580,2580,2570,2570,2570,2570,2570,2560,2560,2560,2560,2560,2560,2560,2560,256
0,1580,1420,1370,1340,1320,1310,1300,1300,1290,1290,1290,1280,1280,1280,1280,1280,1280,1270,1270,1270,1270,1270,1270,1270,1270,1270,1270,1270,1270,127
39