Obat Diabetes
Transcript of Obat Diabetes
Dalam penanggulangan diabetes, obat hanya merupakan pelengkap dari diet. Obat
hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berhasil mengendalikan
kadar gula darah.
Secara garis besar pengobatan farmakologi diabetes melitus dibagi menjadi dua, yaitu :
I. Anti Diabetik Oral
Pada tahun 1954 karbutamid diperkenalkan sebagai obat antidiabetes oral pertama dari
kelompok sulfonilurea yang struktur dan efek sampingnya mirip sulfonamida. Beberapa
tahun kemudian disintesa derivatnya, yaitu tolbutamid dan klorpropamid, tanpa efek sulfa,
yang selanjutnya disusul oleh banyak turunan lain dengan daya kerja yang lebih kuat.
Sementara itu sekitar tahun 1959 ditemukan senyawa lain dengan daya antidiabetes, yaitu
kelompok biguanida (metformin). Akhirnya pada tahun 1990 dipasarkan kelompok
penghambat jenis enzim (akarbose, miglitol) yang cara kerjanya sangat berlainan dengan
kedua lainnya. Semua obat ini hanya boleh diberikan pada penderita tanpa ketoasidosis.
A. Sulfonylurea
Pertama kali disetujui FDA pada 1962 dengan label tolbutamide (Orinase), obat golongan
sulfonylurea dengan cepat menjadi pengobatan utama diabetes tipe 2. Meski obat-obatan
terbaru kemudian membanjiri pasar obat, sulfonylurea masih memegang peranan utama
dalam farmakologi manajemen diabetes melitus tipe 2.
Sulfonylurea menstimulasi sel-sel beta dalam pankreas untuk memproduksi lebih banyak
insulin. Obat ini juga membantu sel-sel dalam tubuh menjadi lebih baik dalam mengelola
insulin. Pasien yang paling baik merespon sulfonylurea adalah pasien DM tipe 2 berusia di
bawah 40 tahun, dengan durasi penyakit kurang dari lima tahun sebelum pemberian obat
pertama kali, dan kadar gula darah saat puasa kurang dari 300 mg/dL (16,7 mmol/L).
Sekitar dua pertiga pasien yang memulai terapi dengan sulfonylurea menunjukkan respon
meskipun lebih dari 20 persennya kemudian membutuhkan obat tambahan. Hanya sedikit
pasien dengan diabetes tak terkontrol menerima manfaat klinis saat mengganti sulfonylureas
dengan obat lain.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya adalah merangsang pelepasan insulin dari sel b, sehingga terjadi
peningkatan sekresi insulin. Di dalam tubuh sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik
sulfonilurea pada sel beta pankreas. Ikatan tersebut menyebabkan berkurangnya asupan
kalsium dan terjadi depolarisasi membran. Kemudian kanal Ca+ terbuka dan memungkinkan
ion-ion Ca2+ masuk sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ di dalam sel. Peningkatan
tersebut menyebabkan translokasi sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin yang telah
terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk beredar ke seluruh
tubuh. Obat ini hanya efektif bagi penderita NIDDM yang tidak begitu berat, yang sel-sel
betanya masih bekerja cukup baik. Golongan ini mampu menurunkan kadar gula puasa 60-70
mg/dL dan menurunkan HbA1c 1,5-2 %.
Untuk mengontrol kadar gula darah secara adekuat, obat ini sebaiknya diberikan 20-30 menit
sebelum makan.
Kebanyakan pasien bisa menerima sulfonylurea dengan baik selama 7 hingga 10 tahun
sebelum efektifitasnya menurun. Untuk meningkatkan manfaatnya, sulfonylureas bisa
dikombinasikan dengan insulin dalam jumlah kecil atau dengan obat diabetes lain seperti
metformin atau thiazolidinedione. Beberapa studi terhadap pasien diabetes melitus tipe 2
melaporkan, kombinasi insulin dengan dua jenis sulfonylurea yakni chlorpropamide atau
glipizide, bisa mencapai kontrol glukosa yang lebih baik dalam jangka waktu lama
dibandingkan hanya dengan insulin.
Sulfonylurea sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil atau menyusui, dan pasien-pasien
yang elergi terhadap obat golongan sulfa. Efek samping utama obat ini adalah kenaikan berat
badan, dan retensi air. Meskipun sulfonylurea memiliki risiko hipoglikemia lebih rendah
dibandingkan insulin, namun hipoglikemia yang diakibatkan sulfonylureas bisa berlangsung
lama dan berbahaya. Sulfonylureas jenis baru seperti glimipiride, memperlihatkan risiko
hipoglikemia hanya sepersepuluh dibandingkan sulfonylureas terdahulu. Beberapa pasien
juga dilaporkan mendapat risiko-meski kecil—gangguan pada jantung. Sulfonylureas
berinteraksi dengan banyak sekali jenis obat, sehingga pasien perlu ditanya obat-obat apa saja
yang mereka konsumsi termasuk obat-obatan OTC dan obat alternatif.
Klasifikasi
Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi sulfonilurea generasi pertama dan kedua. Pembagian
tersebut didasarkan atas kekuatan daya kerja dan efek samping yang ditimbulkan obat
tersebut. Sulfonilurea generasi pertama meliputi asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid dan
tolbutamid. Generasi kedua meliputi glimepirid, glipizid dan gliburid. Generasi kedua
berdaya kerja lebih kuat daripada generasi pertama. Perlu diketahui bahwa semua obat-obat
sulfonilurea akan menghasilkan efek sama dalam menurunkan kadar gula darah jika
diberikan dosis yang sesuai.
Farmakokinetik
Resorpsinya dari usus umumnya lancar dan lengkap, sebagian besar terikat pada protein
antara 90-99%. Plasma-t½-nya berkisar antara 4-5 jam (tolbutamid, glizipida), 6-7 jam
(glibenklamida) sampai 10 jam (gliklazida) atau lebih dari 30 jam (klorpropamida).
Efek Samping
Efek samping utama yang diketahui dari sulfonilurea adalah hipoglikemia. Kadar gula darah
puasa merupakan indikator akan potensi terjadinya hipoglikemia. FPG yang tinggi
menandakan peluang terjadinya hipoglikemia besar. Hiponatremia (serum natriun <129>60
tahun), wanita, penggunaan bersama diuretik tiazid.
Efek samping lain dari penggunaan sulfonilurea antara lain adalah ruam kulit, anemia
hemolitik, gangguan gastrointestinal dan kolestasis. Reaksi tipe disulfiram pernah dilaporkan
terjadi pada pengguna tolbutamid dan klorpropamid yang dikombinasi dengan alkohol.
Interaksi Obat
Interaksi obat-obat sulfonilurea generasi pertama umumnya berikatan secara ionik, sedangkan
obat-obat generasi kedua lebih banyah berikatan secara nonionik. Obat-obat penginduksi atau
penghambat CYP450 2C9 harus dimonitor ketika digunakan bersamaan dengan sulfonilurea.
Semua obat yang diketahui berefek merubah kadar gula darah perlu dipertimbangkan
penggunaannya bila akan dikombinasi dengan sulfonilurea.
Dosis
Untuk pasien berusia lanjut dengan fungsi hati dan ginjal yang masih baik, dianjurkan
menggunakan dosis sedikit lebih rendah daripada umumnya. Agar tujuan terapi dapat
tercapai, peningkatan dosis diberikan setiap 1-2 minggu (untuk klorpropamid sebaiknya
dengan interval lebar).
Cara Penggunaan
Klorpropamid dan glibenklamid yang masa kerjanya panjang dapat diberikan 1 kali sehari
sebelum atau bersama sarapan.Glikazid dan glipizid dosis rendah diberikan 1 kali sehari
sebelum atau bersama sarapan, dosis tinggi diberikan dalamdosis terbagi.
Glikuidon dosis tinggi diberikan dalam 2-3 kali sehari.
Beberapa obat sulfonilurea yang beredar di pasaran
DAONIL/SEMI-DAONIL (Sanofi Aventis)
Komponen : Glibenklamid
Indikasi : DM tipe 2 (NIDDM), dimana kadar gula darah tidak dapat dikendalikan secara
adekuat dengan diet, latihan fisik dan penurunan berat badan saja.
Dosis : Dosis awal ½-1 tablet Daonil atau 1-2 tablet semi-Daonil, diberikan 1x sehari.
Kontraindikasi : DM tipe 1, koma diabetikum, dekompensasi metabolik diabetik, kerusakan
hati yang parah dan disfungsi hati.
Perhatian : Sensitivitas hilang dengan sulfonamid dan derivatnya. Hamil dan laktasi.
Efek samping : Gangguan gastrointestinal, reaksi hipersensitivitas, diskrasia darah.
Interaksi Obat : Alkohol, β-bloker, dezafibrat, biguanid, kloramfenikol, klorfibrat, derivat
kumarin, MAOI, salisilat, tetrasiklin mempotensi efek hipoglikemi.
Kemasan : Tablet semi-Dionil 2,5 mg x 100 (Rp111.430). Tablet Dionil 5 mg x 100
(Rp230.945)
o ALDIAB (Glipizid 5mg/tab; Merck)
o CONDIABET (Glibenklamid 5mg/tab;Armoxinda Farma)
o GLUCONIC (Glibenklamid 5mg/tab; Nicholas)
o AMARYL (Glimepirid 1, 2, 3, 4mg/tab; Sanofi aventis)
o GLUCOTROL (Glipizid 5,10mg/tab; Pfizer), dll.
Meglitinida
Meglitinida juga termasuk jenis obat diebetes yang bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta
di pankreas untuk memproduksi insulin. Yang termasuk golongan Meglitinides adalah
repaglinida (Prandin), nateglinida (Starlix), dan mitiglinida. Repaglinida merupakan derivat
asam benzoat. Obat ini merupakan meglitinida non-sulfonylurea yang pertama dikenalkan
pada 1998. Mekanisme aksi dan profil efek samping repaglinida hampir sama dengan
sulfonylurea. Agen ini memiliki onset yang cepat dan diberikan saat makan, dua hingga
empat kali setiap hari. Repaglinida bisa sebagai pengganti bagi pasien yang menderita alergi
obat golongan sulfa yang tidak direkomendasikan sulfonylurea. Obat ini bisa digunakan
sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan metformin. Harus diberikan hati-hati pada
pasien lansia dan pasien dengan gangguan hati dan ginjal.
Nateglinida cenderung bekerja lebih cepat dan aksinya lebih pendek dibandingkan
repaglinida. Obat-obat ini secara khusus efektif bila dikombinasikan dengan metformin atau
obat diabetes lain. Kelebihan lain, obat ini merupakan agen yang baik bagi pasien yang
memiliki masalah ginjal.
Efek samping umum golongan meglinitide adalah diara dan sakit kepala. Sama dengan
sulfnylurea, repaglinida memilki risiko pada jantung. Jenis yang lebih baru, seperti
nateglinida, memiliki risiko sama namun lebih kecil.
Metformin (Biguanida)
Metformin merupakan obat yang cara kerjanya terutama menurunkan glukosa darah dengan
menekan produksi glukosa yang diproduksi hati dan mengurangi resistensi insulin.
Metformin bisa digunakan sebagai monoterapi atau dikombinsikan dengan sulfonylurea.
Kombinasi dengan obat-obat sekresi insulin, insulin-sensitizing, atau insulin sendiri akan
efektif. Metformin tidak menyebabkan hipoglikemia atau penambahan berat badan, jadi
sangat baik digunakan pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang menderita obesitas (pada
beberapa studi bahkan pasien mengalami penurunan berat badan).
Metformin juga memiliki efek manfaat pada kadar lipid dan kolesterol dan bersifat protektif
untuk jantung. Pada sebuah studi banding, metformin menurunkan angka kematian hingga
85% dibandingkan insulin (28%), sulfonylurea (16%), dan thiazolidinedione (14%). Obat ini
juga pilihan pertama untuk anak-anak dan terbukti efektif untuk wanita yang menderita
polikistik ovarium dan resistensi insulin.
Metformin memiliki kontraindikasi
dengan pasien yang memiliki insufisiensi
ginjal (misal: kadar kreatinin dalam serum
1,5 mg/dL pada pria dan 1,4 mg/dL pada
wanita, atau terdapat pembersihan
kreatinin abnormal) atau asidosis
metabolik akut maupun kronis. Namun
yang lebih hati-hati lagi adalah penggunaan metformin pada gangguan hati berat dan
hipoksemia (pada pulmonary obstruktif kronis atau gagal jantung kongenstif), dan pecandu
alkohol berat maupun sedang. Pada pasien-pasien ini, metformin bisa menyebabkan asidosis
laktat, suatu kondisi yang pada 50 persen pasien bisa fatal (1 episode per 100.000 pasien
setiap tahun).
Cimetidine (Tagamet) bisa mengurangi pembersihan ginjal oleh metformin dan bisa
meningkatkan potensi metformin. Pasien yang menerima obat-obat antikoagulan dan
metformin kemungkinan memerlukan warfarin dosis tinggi untuk mecapai efek
antitrombotik. Indeks hemogloblin, hematokrit, sel-sel darah merah, dan fungsi ginjal harus
dimonitor setidaknya setiap tahun pada pasien yang menerima metformin.
Meski manfaatnya sudah terbukti, namun Metformin juga tidak terlepas dari efek samping.
Misalnya rasa metalik, masalah pada gastrointestinal termasuk neusa dan diare. Metformin
juga mengurangi penyerapan vitamin B1 dan asam folat, yang sangat penting mencegah
gangguan jantung. Ada laporan ditemukannya asidosis laktat, kondisi yang berpotensi
mengncam jiwa, khususnya pada mereka yang memiliki faktor risiko. Namun analisis
kesluruhan menyebutkan tidak ada risiko metformin yang lebih besar dibandingkan obat
diabetes tipe 2 lain.
Thiazolidinedione
Thiazolidinedione (sering juga disebut TZDs atau glitazone) berfungsi memperbaiki
sensitivitas insulin dengan mengaktifkan gen-gen tertentu yang terlibat dalam sintesa lemak
dan metabolisme karbohidrat. Thiazolidinedione tidak menyebabkan hipoglikemia jika
digunakan sebagai terapi tunggal, meskipun mereka seringkali diberikan secara kombinasi
dengan sulfonylurea, insulin, atau metformin.
Beberapa studi menunjukkan thiazolidinediones mengakibatkan berbagai efek baik pada
jantung, termsuk penurunan tekanan darah dan peningkatan trigliserida dan kadar kolesterol
(termasuk peningkatan kadar HDL, yang dikenal sebagi kolesterol baik). Obat ini juga
meredam molekul yang disebut 11Best HSK-1 yang berperan penting pada sindrom
metabolik (kondisi pre diabetes, termasuk tekanan darah tinggi dan obesitas) dan diabetes
melitus tipe 2.
Rosiglitazone (Avandia) dan pioglitazone (Actos) adalah obat dari golongan
thiazolidinedione yang sudah disetujui. Salah satu studi meyakini rosiglitazone bisa
memperbaiki fungsi sel beta dan membantu mencegah progresivitas diabetes. Tetapi, di balik
manfaatnya yang besar, efek samping obat golongan ini pun mengkhawatirkan.
Thiazolidinediones bisa menyebabkan anemia dan bersama obat diabetes oral lainnya bisa
menaikkan berat badan meski masih dalam skala moderat. Obat ini juga meningkatkan risiko
peningkatan cairan yang akan memperburuk gagal jantung. Faktanya, troglitazone (Rezulin),
agen pertama golongan ini ditarik dari pasaran setelah ditemukan laporan gagal jantung,
gagal hati, dan kematian. Tetapi thiazolidinedione saat ini tidak menunjukkan efek yang sama
pada hati meskipun ada beberapa laporan liver injury.
Pasien yang mendapat thiazolidinedione harus dimonitor secara teratur menyusul studi tahun
2002 yang menemukan insiden cukup tinggi gagal jantung pada pasien yang menggunakan
obat ini. Meski studi ini tidak dibuktikan dengan relasi penyebab dan ada dugaan temuan
gagal jantung terjadi pada pasien yang memang sudah mengidapnya, namun studi lebih lanjut
tetap diperlukan. Beberapa pasien yang mengalami kenaikan berat badan dengan cepat,
retensi cairan, atau napas pendek harus dipantau lebih ketat. Obat jenis ini belum diteliti
secara intensif dan para ahli meyakni seharusnya tidak digunakan secara rutin untuk
manajemen diabetes melitus tipe 2, hanya dalam konteks studi klinis.
Alpha-Glucosidase Inhibitors
Alpha-glucosidase inhibitor, termsuk di dalamnya acarbose (Precose, Glucobay) dan miglitol
(Glyset) memilki cara kerja mengurangi kadar glukosa dengan menginterfensi penyerapan
sari pati dalam usus. Acarbose cenderung menurunkan kadar insulin setelah makan, yang
merupakan keuntungan khusus obat ini, karena kadar insulin yang tinggi setelah makan
berkaitan dengan pengingkatan risiko penyakit jantung. Studi tahun 2002 juga menemukan
bahwa obat ini kemungkinan bisa menunda datangnya diabetes tipe 2 pada orang risiko
tinggi. Alpha-glucosidase inhibitor tidak seefektif obat lain bila digunakan sebagai terapi
tunggal. Namun bila digunakan secara kombinasi, misalnya dengan metformin, insulin, atau
sulfonylurea, bisa meningkatkan efektivitasnya.
Efek samping yang paling sering
dikeluhkan adalah produksi gas dalam
perut dan diare, khususnya setelah
konsumsi makanan tinggi kandungan
karbohidrat yang menyebabkan
sepertiga pasien berhenti
menggunakan obat ini. Medikasi obat
ini dilakukan saat makan. Obat ini juga kemungkinan mempengaruhi penyerapan zat besi.
Hepatotoksisitas (tergantung dosis) juga dikaitkan dengan obat ini. sehingga uji fungsi hati
harus dilakukan terutama pada pasien yang menerima dosis tinggi (lebih dari 50 mg tiga kali
sehari). Peningkatan enzim transaminase diakibatkan penghentian obat yang kadangkala
asimtomatik. Kadar transaminase dalam serum harus dicek setiap tiga bulan di tahun pertama
pasien menerima obat dan selanjutnya tetap dilakukan secara periodeik. Obat-obat yang
mudah berikatan dengan obat lain seperti cholestyramine, seharusnya diberikan dengan
rentang pemberian dua atau empat jam dengan alpha-glucosidase inhibitor untuk menghindari
interaksi obat. Obat-obat absorban dan preparat enzim digestif sebaiknya tidak diberikan
bersama acarbose.
Insulin
Untuk pasien yang tidak bisa mengontrol diabetes dengan diet atau pengobatan oral,
kombinasi insulin dan obat-obatan lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan
pilihan sementara, misalnya selama kehamilan. Namun, pada psien dengan diabetes melitus
tipe 2 yang memburuk, maka penggantian insulin total menjadi suatu kebutuhan. Ada
beberapa bentuk insulin yang tersedia atau tengah dalam penelitian.
NPH yang merupakan insulin standar.
Long-acting insulin (insulin glargine, ultralente insulin) yang menstimulasi sekresi
insulin alami. Para ahli banyak menganjurkan insulin jenis ini.
Insulin lispro dan insulin aspart yang merupakan fast-acting insulins. Diberikan
sebelum makan, dan aksi pendeknya mengurangi risiko hipoglikemia sesudahnya.
Stud pada pasien diabetes melitus tipe 2, insulin lispro bisa memperbaiki kualitas
hidup dan risiko hipoglikemia dibandingkan insulin reguler, meski dalam hal kontrol
gula darah tidak ada perbedaan.
Investigative oral insulin kini tengah mendapat perhatian sebagai pengganti insulin.
Beberapa diberikan secara inhaler atau oral spray yang diserap di cheek lining
(Oralin). Pemberian secara oral kemungkinan bisa mengurangi komplikasi jantung
dibandingkan insulin injeksi. Namun studi pada tikus melaporkan adanya masalah
pada hati dan meningkatnya kadar trigliserida.
Obat yang masih dalam penelitian
Incretins merupakan hormon yang dibebaskan dari intestinal untuk meningkatkan sekresi
insulin. Glucagon-like insulinotropic peptide atau GLP-1 (Betatropin) merupakan jenis
incretin yang tengah dalam penelitian. Sepertinya obat ini membantu dalam memetabolisme
glukosa dan mengurangi nafsu makan. Betatropin diberikan melalui suntikan. Studi awal
melaporkan obat ini efektif dalam mengontrol kadar gula dan juga berat badan. Tablet
transmukosal (ditempatkan di antara bibir dan gusi) yang masih dalam tahap penelitian juga
terlihat efektif.
Pramlintida (Symlin), dikenal juga sebagai analog amylin, merupakan derivat hormon alami
yang bertindak seirama dengan insulin di pankreas untuk mengontrol hiperglikemia. Hormon
ini memperlambat pengosongan lambung dan menunda penyerapan nutrisi pada usus.
Beberapa studi mengindikasikan kombinasi pramlintida dengan insulin sendiri bisa
mengontrol kadar gula darah, terpenting sesudah makan, tanpa meningkatkan risiko
hipoglikemia atau penambahan berat badan. Obat ini bisa digunakan pada pasien diabetes
melitus tipe 1 maupun 2. Efek reaksi yang mungkin timbul adalah kegagalan pengosongan
lambung, yang kini menjadi komplikasi diabetes pada beberapa pasien neuropati.
D-chiro-inositol (INS-1) juga jenis obat yang masih dalam penelitian. Obat ini meningkatkan
sensitivitas insulin. Obat ini cukup menjanjikan dalam menangani pasien dengan diabetes
yang tidak parah dan wanita dengan sindrom polikstik ovarium.
A. Insulin
A..1 Mekanisme Kerja
Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik. Insulin berperan dalam metabolisme
protein, karbohidrat, dan lemak. Insulin yang diproduksi secara endogen dipecah dari peptida
proinsulin yang lebih besar di sel beta pankreas ke peptida aktif dari insulin dan peptida-C,
yang dapat digunakan sebagai tanda dari produksi insulin endogen. Semua preparat insulin
yang dijual mengandung hanya peptida insulin yang aktif.
A.2 Karakteristik.
Karakteristik yang umum digunakan untuk mengkatagorikan insulin termasuk sumber,
kekuatan, onset, dan durasi aksi. Sebagai tambahan, insulin bisa dikarakterisasi sebagai
analog, didefinisikan sebagai insukin yang mempunyai asam amino di dalam molekul insulin
yang dimodifikasi untuk menghasilkan fisikokimia dan sifat farmakokinetika yang
menguntungkan.
A.3 Jenis-jenis insulin yang digunakan dalam pengobatan
jenis insulin yang dimurnikan
tahun 1971, ketika insulin jenis “puncak tunggal” dan mono komponen mulai dikenal,
Alloway Bressler mulai meneliti hubungan insulin jenis ini dengan terjadinya lipoatropi
insulin, alergi insulin, hipertrofi insulin dan diabetes yang labil.
insulin puncak tunggal
insulin puncak tunggal adalah insuli yang dengan kromatografi gel memakai Sephandex G-50
dalam asam asetat 1 molar hanya menghasilkan 1 puncak. Perbedaannya dengan insulin lain
yang diyemukan sebelum tahun 1970 adalah pengurangan jumlah molekul besar yang tampak
sebagai puncak A dan puncak B sehingga tinggal puncak C saja. Pada pemeriksaan dengan
disc gel electrophorese ditemukan bahwa selain insulin dengan puncak C ini, masih ada
sejmlah kecil deamino insulin dan arginin insulin yang merupakan hasil antara yang berasal
dari perubahan prounsulin manjadi insulin.
Insulin yang sangat dimurnikan
Insulin yang sanagt dimurnikan (highly purified) adalah insulin babi yang melalui proses
pemurnian lebih lanjut dengan cara kombinasi kromatografi gel da pertukaran ion. Decret
menmukan pasien-pasien yang diobati dengan insulin kerja panjang yang sangat dimurnikan
dan berasal dari abi, mempunyai kadar antibody terhadap insulin lebih sedikit secara
bermakna, disbanding insulin yang dimuurnikan biasa. Daya imunogenitasnya pada manusia
bergantung pada jumlah proinsulin dan bahan-bahan lain yang menyebabkan kristal insulin
tidak murni. Kalendorf, menemukan bahwa proinsulin akan hilang dalam serum pasien yang
pengobatannya dialihkan menjadi insulin yang sangat dimurnikan, dan titer antibody terhadap
insulinpun turun.
Insulin monokomponen
Insulin monokomponen adalah insulin puncak tunggal yang dimurnikan lebih lanjut oleh
DEAE selulosa kromatografi dan sephandex G-50 kromatografi. Schlichtkrull, menyatakan
bahwa insulin jenis ini mempunyai kemurnian 99,5 %, dan ternyata penyelidikan pada
binatang memperlihatkan insulin ini tidak bersifat antigenic.
Human insulin
Insulin human ini dapat diproduksi melalui cara modifikasi kimiawi insulin yag berasal dari
babi (semesintetik) yaitu dengan melakukan reaksi trans-peptidase pad insulin babi, dimana
residu alanin no 30 pada rantai B digantikan ster treonin. Ester ini kemudian dimurnikan,
dikonversi menjadi insulin human. Atau dengan cara lain yang lebih sering dipakai yaitu
memakai E.coli atau Baker’s yeast (Sacharomyces cerevisiae) memakai tehnik rekombinan
DNA (biosintetik). Mempunyai awal kerja yang lebih cepat, puncak dan lama kerja lebih
singkat jika dibandingkan dengan insulin sapi
§ Jenis insulin berdasarkan lama kerjanya,
a. Insulin kerja singkat
contohnya insulin regular (kristal zink insulin, CZI). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI
yaitu dalam bentuk asam dan netral. CZI merupakan suatu larutan yang mengandung zink
yang diperlukan dalam proses pemurnia dan kristalisasi. Bentuk asam memounyai titik
isoelektris (pH dimana daya larut minimal) 5,3 dan bentuk netral mempunyai pH 7,4. karena
itu insulin jenis ini sangat mudah larut dalam caira tubuh dan dapat diabsorpsi dengan ceoat
dari tempat suntikan. Insulin jenis ini sebaiknya diberikan 30 menit sebelum makan untuk
mendapatkan efek kontrol glukosa postprandial yang optimal dan untuk mencegah
hipoglikemia-yang-tertunda sesudah makan. Mencapai puncak setelah 1-3 jam dan
mempunyai efek sampai 8 jam. Insulin netral dipakai sebagai insulin yang diberikan secara
intavena atau melalui infuse.
Insulin regular U-500 mempunyai onset-yang-tertunda dan membutuhkan dosis yang lebih
rendah dibandingkan dengan insulin U-100. penambahan protamin (NPH, NPL, suspensi
protamin aspart) atau zinc berlebihan (insulin lente atau ultralente) akan menunda onset,
peak, dan durasi aksi dari insulin. Variabilitas dari absorpsi, inkonsistensi suspensi insulin
oleh pasien maupun tenaga kesehatan saat menyiapkan dosis bisa mengakibatkan respon
glukosa yang labil.
Waktu paruh injeksi IV insulin regular adalah 9 menit. Oleh karena itu durasi aksi injeksi IV
tunggal adalah pendek, dan perubahan kecepatan insulin akan mencapai keadaan tunak dalam
45 menit. Farmakokinetika sediaan IV insulin soluble lainnya (lispro, aspart, glulisine, dan
bahkan glargine) ternyata sama denga regular insulin, tetapi mereka tidak mempunyai
keuntungan yang lebih dibandingkan insulin regular selain harganya yang lebih mahal.
Insulin lispro dan Insulin aspart adalah analog insulin yang diproduksi berdasarkan
modifikasi dari molekul insulin manusia. Kedua insulin ini lebih cepat diabsorpsi dengan
durasi efek yang lebih singkat dari insulin reguler. Hal ini mempermudah pemberian obat
yaitu sebelum makan (dibandingkan 30 menit sebelum makan), efikasi yang lebih baik dalam
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan dariada insulin reguler pada pasien DM tipe
1, dan meminimalisasi hipoglikemia-yang-tertunda sesudah makan.
b. Insulin kerja menengah
Merupakan hasil penelitia jangka panajang modifikasi insulin verja sedang dan merupakan
campuran antara PZI (Protamina Zink Insuline)dan CZI. Dapat diberikan sebagai dosis
tunggal. NPH merupakan insulin dan protamine yang berada pada kadaan stokiometri
sehingga cristal yang terbentuk tidak menyisakan bentuk aslinya. Insulin tipe-tipe ini
mempunyai keuntungan PZI. ).
Monotard/Lente
Dengan mengubah pH, campuran insulin dengan zink dalam jumlah besar dapat diubah
menjadi bentuk cristal amorf atau mikrokristal. Awal kerjanya berbanding terbalik dengan
besar cristal. Monotard sama dengan lente tapi dibuat dari páncreas babi. Awal verja 1,5-2,5
jam dan mempunyai lama verja sampai kira-kira 24 jam.
NPH dan insulin Lente berdurasi sedang, dan insulin Ultralente berdurasi panjang.
Variabilitas dalam absorpsi, pemberian preparat yang tidak konsisten kepada pasien, dan
perbedaan sifat farmakokinetik dapat menyebabkan respon glukosa yang labil, hipoglikemia
nokturnal, dan hiperglikemia saat puasa.
c. Insulin kerja panjang
Dimosdifikasi dengan menambah protamin untuk mengubah efek kerjanya. Campuran insulin
protamin diabsorpsi dengan lambat dari tempat suntikan sehingga efek kerjanya menjadi
lebih panjang. Contoh PZI.
Insulin glargine adalah insulin manusia yang berdurasi panjang dan tidak mempunyai efek
maksimum yang dikembangkan untuk meniadakan kekurangan dari insulin durasi sedang dan
durasi panjang lainnya. Hasil Insulin glargine adalah hipoglikemia nokturnal lebih sedikit
terjadi daripada pemberian insulin NPH sesaat sebelum tidur malam pada pasien DM tipe 1.
d. Insulin Ifasik
Insulin yang sudah dicampur seperti mixtard 30/70 yang mengandung 30 % regular dan 70 %
isopan. Awal kerjanya dan kekuatannya tergantung dari proporsi komponen insulin kerja
cepatnya, sedang lama kerjanya sampai 24 jam.
Farmakokinetika produk insulin inhalasi yang sedang dalam pengembangan ternyata mirip
dengan preparat insulin durasi-cepat.
§ Kekuatan Insulin
Pada saat ini, insulin dupasarkan dalam kemasan flakon 10 ml dengan konsentrasi 40 dan 100
unit/ml (U-40, U-100) dan kemasan 1,5 cc dalam penfil (untuk novopen) dengan konsentrasi
100 U/ml.
§ Farmakokinetika.
Macam-macam jalur pemberian insulin;
1. Subkutan.
Absorbsi setelah pemberian insulin subkutan bervariasi dan bergantung pada lokasi
penyuntikan dan variasi individu.Pemberian insulin subkutan terus menerus memberikan
hasil yang memuaskan untuk pengendalian keadaan diabetes.
2. Intravena
Insulin yang diberikan secara intravena akan bekerja cepat, 2-5 menit sesudah pmberiaannya
sesudah akan tampak efek penurunan glukosa darah. Pada keadaan ketoasidosis diabetik
diperlukan insulin 1-2 mU/kg bb/menit agar kadar dalam plasmanya kira-kira 100mU/dl.
Untuk mempertahankan keadaan ini dilakukan usaha-usaha seperti pemberian insulin dosis
keci intravena secara terus-menerus atau memberikanya emlalui infus dengan dosis 7,2
U/jam.
3. Intramuskular.
Secara intramuskular pemberiaan insulin kerja singkat ternyata mempunyai penyerapan 2 x
lebih cepat dibandingkan suntikan subkutan. Menurut Guerra menemukan bahwa pada orang
normal pemberian secara intramuskular akan menghasilkan kerja lebih cepat dan kadar lebih
tinggi dibanding pemberian secara subkutan.
Peningkatan kecepatan penyerapan dapat dilakukan dengan melakukan pemanasan pada
daerah suntikan, melakukan pemijatan pada daerah suntikan, melakukan kegiatan fisis
dengan lengan /tungkai ang diberikan suntikan.
Kedalaman menyuntik:
Kedalama suntikan akan mempengarui absorpsi insulin. Suntikan tepat dibawah kulit
(kedalam rete cutis)akan lebih cepat daripada jaringan lemak subkutis.
Konsentrasi Insulin
Insulin dengan konsentrasi 40 atau 100 U/ml tidak akan mempengaruhi absorpsi, tetapi
insulin 10U/ml akan lebih cepat diabsorpsi daripada yang 500U/ml.
§ Dosis dan Cara Pemberian
Meningkatkan dosis insulin juga akan memperpenjang kerjanya. Telah diteliti bahwa
peningkatan 0,1 U/kg (untuk 0,1-0,3 U/kg) lama kerjanya akan diperpanjang kira-kira 1 jam
lamanya.
Dosis insulin untuk pasien dengan metabolisme glikosa yang berubah harus diukur secara
individu. Pada DM tipe 1, rata-rata kebutuhan insulin harian adalah 0,5-0,6 unit/kg, dengan
kurang-lebih 50% digunakan sebagai insulin basal dan sisanya 50% untuk menurunkan kadar
gula darah sesudah makan. Selama honeymoon phase, dosis ini bisa menurun hingga 0,1-0,4
unit/kg. Selama penyakit akut atau adanya ketosis atau pada keadaan resistensi relatif insulin,
dosis yang lebih tinggi (0,5-1 unit/kg) dibutuhkan. Pada pasien DM tipe 2, dibutuhkan dosis
yang lebih tinggi (0,7-2,5 unit/kg) untuk pasien dengan resistensi insulin yang signifikan.
Dosis sangat bervariasi tergantung reistensi insulin dan insulin oral yang diberikan bersama.
Hipoglikemia merupakan efek samping yang paling umum dari penggunaan insulin. Cara
penanganannya adalah
- Glukosa (10-15 g) yang diberikan secara oral direkomendasikan untuk diberikan pada
pasien yang tidak sadar.
- Dekstrosa IV mungkin dibutuhkan oleh pasien yang hilang kesadaran.
- Glukagon, 1 g IM, merupakan cara penanganan pilihan saat pemberian IV tidak berhasil
pada pasien yang hilang kesadaran.
§ Penyimpanan.
Insulin yang belum dibuka direkomendasikan untuk disimpan di lemari es (36°-46° F)
sebelum digunakan. Tanggal kadaluarsa dari pabrik yang tertera pada kemasan insulin
berlaku untuk insulin yang belum dibuka dan disimpan dalam lemari es. Sekali insulin
digunakan, tanggal kadaluarsa tersebut bervariasi tergantung insulin dan alat pemberiannya.
Tabel 2 memberikan data tanggal kadaluarsa untuk insulin yang disimpan pada suhu kamar
(59°-86° F). Untuk alasan finansial, pasien dapat menggunakan insulin lebih lama dari
tanggal kadaluarsanya, tetapi harus hati-hati terhadap kontrol gula darah dan gejala dari
kerusakan insulin (menggumpal, mengendap, berubah warna, dll).
§ Beberapa informasi tentang insulin yang beredar di pasaran:
1. ACTRAPID HM/ ACTRAPID HM PEN FILL (Ferron/Novo Nordisk)
Komponen: Larutan netral dari monokomponen insulin manusia. Rekombinan DNA asli.
Indikasi: DM.
Dosis : Jika digunakan sebagai terapi tunggal, biasanya diberikan 3 x atau lebih sehari. Penfill
SK, IV,1M. Harus digunakan dengan Novo pen 3 & jarum Nolvofine 30 G x 8 mm. Tidak
dianjurkan untuk pompa insulin. Durasi daya kerja setelah injeksi SK: Onset ½ jam, puncak:
1-3 jam. Terminasi setelah 8 jam.
Kontrainsikasi: Hipoglikemia, insulinoma. Penggunaan pada pompa insulin.
Perhatian: Stres psikis, infeksi atau penyakit lain yg Imeningkatkan kebutuhan insulin. Hamil.
Efek Samping: Jarang, alergi & lipoatrofi.
Interaksi Obat: MAOI, alkohol, beta bloker meningkatkan efek hipoglikemik. Kortikosteroid,
hormon tiroid, kontrasepsi oral, diuretik meningkatkan kebutuhan insulin.
Kemasan: Vial 40 ui/ml x 10ml (Rp88,000). 100 ui/ml x 10 ml (Rp198.000). Penfill 100
ui/ml x 3 ml x 1 (Rp73.000), 5 (Rp365,600).
2. HUMALOG/HUMALOG MIX 25 (Eli Lilly)
Komponen: Per Humalog Insulin lispro. Per Humalog Mix 25 Insulin lispro 25%, insulin
lispro protamine suspensi 75%.
Indikasi: Untuk pasien DM yang memerlukan insulin untuk memelihara homeostasis normal
glukosa. Humalog Stabilisasi awal untuk DM. dapat digunakan bersama insulin manusia
kerja lama untuk pemberian pra-prandial.
Dosis: Dosis bersifat individual. Injeksi SK Aktivitas kerja cepat dari obat ini membuat obat
ini dapat diberikan mendekati waktu makan (15 menit sebelum makan).
Kontraindikasi: Hipoglikemia. Humalog Mix 25 tidak untuk pemberian IV.
Perhatian: Pemindahan dari terapi insulin lain.Penyakit atau ganguan emosional.Gagal ginjal
atau gagal hati. Perubahan aktivitas fisik atau diet. Hamil.
Efek Samping: Lipodistrofi, reaksi alergi lokal & sistemik, hipoglikemia.
Interaksi Obat: Kontrasepsi oral, kortikosteroid, atau terapi sulih tiroid dapat menyebabkan
kebutuhan tubuh akan insulin meningkat. Obat hipoglikemik oral, salisilat, antibiotik sulfa,
dapat menyebabkan kebutuhan tubuh akan insulin menurun.
Kemasan: Cartridge Humalog 100 iu/mL x 3 mL x 5 (Rp650,000/boks). Cartridge Humalog
Mix 25 100 iu/mL x 3 mL x 5 (Rp650,000/ boks).
3. HUMULIN (Eli Lilly)
Komponen: Humulin R Regular soluble human insulin (recombinant DNA origin). Humulin
N lsophane human insulin (recombinant DNA origin). Humulin 30/70 Regular soluble human
insulin 30% & isophane human insulin suspensi 70% (recombinant DNA origin).
Indikasi: DM.
Dosis: Injeksi secara SK, 1M, Humulin R dapat diberikan secara IV. Dosis disesuaikan
dengan kebutuhan individu. Humulin R mulai kerja ½ jam, lamanya 6-8 jam, puncaknya 2-4
jam. Humulin N Mulai kerja 1-2 jam, lamanya 18-24 jam, puncaknya 8-12 jam. Humulin
30/70 Mulai kerja ½ jam, lamanya 14-15 jam, puncaknya 1-8 jam.
Kontrainsikasi: Hipoglikemia.
Perhatian: Pemindahan dari insulin lain, sakit atau gangguan emosi, diberikan bersama obat
hiperglikemik aktif.
Efek Samping: Jarang, lipodistrofi, resisten terhadap insulin, reaksi alergi lokal atau sistemik.
Kemasan: Vial 40 ui/ml x 10 ml (Rp111,000).100 ui/ml x 10 ml (Rp245,000). Cartridge 100
ui/ml x 3 ml x 5 (Rp475,000).
2.2 Antidiabetika Oral
Pada tahun 1954 karbutamid diperkenalkan sebagai obat antidiabetes oral pertama dari
kelompok sulfonilurea yang struktur dan efek sampingnya mirip sulfonamida. Beberapa
tahun kemudian disintesa derivatnya, yaitu tolbutamid dan klorpropamid, tanpa efek sulfa,
yang selanjutnya disusul oleh banyak turunan lain dengan daya kerja yang lebih kuat.
Sementara itu sekitar tahun 1959 ditemukan senyawa lain dengan daya antidiabetes, yaitu
kelompok biguanida (metformin). Akhirnya pada tahun 1990 dipasarkan kelompok
penghambat jenis enzim (akarbose, miglitol) yang cara kerjanya sangat berlainan dengan
kedua lainnya. Semua obat ini hanya boleh diberikan pada penderita tanpa ketoasidosis.
2.2.1 Sulfonilurea (klorpropamide, tolbutamide, glibenklamide, gliklazide, glipizid,
glikuidon, glimepiride)
§ Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya adalah merangsang pelepasan insulin dari sel b, sehingga terjadi
peningkatan sekresi insulin. Di dalam tubuh sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik
sulfonilurea pada sel beta pankreas. Ikatan tersebut menyebabkan berkurangnya asupan
kalsium dan terjadi depolarisasi membran. Kemudian kanal Ca+ terbuka dan memungkinkan
ion-ion Ca2+ masuk sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ di dalam sel. Peningkatan
tersebut menyebabkan translokasi sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin yang telah
terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk beredar ke seluruh
tubuh. Obat ini hanya efektif bagi penderita NIDDM yang tidak begitu berat, yang sel-sel
betanya masih bekerja cukup baik. Golongan ini mampu menurunkan kadar gula puasa 60-70
mg/dL dan menurunkan HbA1c 1,5-2 %.
§ Klasifikasi
Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi sulfonilurea generasi pertama dan kedua. Pembagian
tersebut didasarkan atas kekuatan daya kerja dan efek samping yang ditimbulkan obat
tersebut. Sulfonilurea generasi pertama meliputi asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid dan
tolbutamid. Generasi kedua meliputi glimepirid, glipizid dan gliburid. Generasi kedua
berdaya kerja lebih kuat daripada generasi pertama. Perlu diketahui bahwa semua obat-obat
sulfonilurea akan menghasilkan efek sama dalam menurunkan kadar gula darah jika
diberikan dosis yang sesuai.
§ Farmakokinetik
Resorpsinya dari usus umumnya lancar dan lengkap, sebagian besar terikat pada protein
antara 90-99%. Plasma-t½-nya berkisar antara 4-5 jam (tolbutamid, glizipida), 6-7 jam
(glibenklamida) sampai 10 jam (gliklazida) atau lebih dari 30 jam (klorpropamida).
§ Efek samping
Efek samping utama yang diketahui dari sulfonilurea adalah hipoglikemia. Kadar gula darah
puasa merupakan indikator akan potensi terjadinya hipoglikemia. FPG yang tinggi
menandakan peluang terjadinya hipoglikemia besar. Hiponatremia (serum natriun <129>60
tahun), wanita, penggunaan bersama diuretik tiazid.
Efek samping lain dari penggunaan sulfonilurea antara lain adalah ruam kulit, anemia
hemolitik, gangguan gastrointestinal dan kolestasis. Reaksi tipe disulfiram pernah dilaporkan
terjadi pada pengguna tolbutamid dan klorpropamid yang dikombinasi dengan alkohol.
§ Interaksi obat
Tabel 4 memaparkan obat-obat yang berinteraksi dengan sulfonilurea berikut dengan
mekanisme kerjanya. Interaksi obat-obat sulfonilurea generasi pertama umumnya berikatan
secara ionik, sedangkan obat-obat generasi kedua lebih banyah berikatan secara nonionik.
Obat-obat penginduksi atau penghambat CYP450 2C9 harus dimonitor ketika digunakan
bersamaan dengan sulfonilurea. Semua obat yang diketahui berefek merubah kadar gula
darah perlu dipertimbangkan penggunaannya bila akan dikombinasi dengan sulfonilurea.
Tabel 4 Obat-obat yang berinteraksi dengan sulfonilurea
Interaksi
Obat
Mengubah posisi ikatan protein : Warfarin, salisilat, fenilbutazon, sulfonamida.
Merubah metabolisme hati (sitokrom-P450) : Kloramfenikol, penghambat MAO, simetidin,
rifampin
Perubahan ekskresi ginjal : Alopurinol, probenesid
§ Dosis
Dosis awal dan dosis maksimum dari sulfonilurea dipaparkan pada tabel 5. Untuk pasien
berusia lanjut dengan fungsi hati dan ginjal yang masih baik, dianjurkan menggunakan dosis
sedikit lebih rendah daripada umumnya. Agar tujuan terapi dapat tercapai, peningkatan dosis
diberikan setiap 1-2 minggu (untuk klorpropamid sebaiknya dengan interval lebar).
§ Cara penggunaan
Klorpropamid dan glibenklamid yang masa kerjanya panjang dapat diberikan 1 kali sehari
sebelum atau bersama sarapan.
Glikazid dan glipizid dosis rendah diberikan 1 kali sehari sebelum atau bersama sarapan,
dosis tinggi diberikan dalamdosis terbagi.
Glikuidon dosis tinggi diberikan dalam 2-3 kali sehari.
§ Beberapa informasi tentang sulfonilurea yang beredar di pasaran:
o DAONIL/SEMI-DAONIL (Sanofi Aventis)
Komponen : Glibenklamid
Indikasi : DM tipe 2 (NIDDM), dimana kadar gula darah tidak dapat dikendalikan secara
adekuat dengan diet, latihan fisik dan penurunan berat badan saja.
Dosis : Dosis awal ½-1 tablet Daonil atau 1-2 tablet semi-Daonil, diberikan 1x sehari.
Kontraindikasi : DM tipe 1, koma diabetikum, dekompensasi metabolik diabetik, kerusakan
hati yang parah dan disfungsi hati.
Perhatian : Sensitivitas hilang dengan sulfonamid dan derivatnya. Hamil dan laktasi.
Efek samping : Gangguan gastrointestinal, reaksi hipersensitivitas, diskrasia darah.
Interaksi Obat : Alkohol, β-bloker, dezafibrat, biguanid, kloramfenikol, klorfibrat, derivat
kumarin, MAOI, salisilat, tetrasiklin mempotensi efek hipoglikemi.
Kemasan : Tablet semi-Dionil 2,5 mg x 100 (Rp111.430). Tablet Dionil 5 mg x 100
(Rp230.945)
o ALDIAB (Glipizid 5mg/tab; Merck)
o CONDIABET (Glibenklamid 5mg/tab;Armoxinda Farma)
o GLUCONIC (Glibenklamid 5mg/tab; Nicholas)
o AMARYL (Glimepirid 1, 2, 3, 4mg/tab; Sanofi aventis)
o GLUCOTROL (Glipizid 5,10mg/tab; Pfizer), dll.
2.2.2 Biguanida (metformin)
§ Mekanisme Kerja
Golongan Biguanida ini mempunyai efek menurunkan kadar gula darah yang meningkat pada
penderita diabetes, tetapi tidak meningkatkan sekresi insulin. Penurunan kadar gula darah ini
disebabkan oleh peningkatan asupan glukosa ke dalam otot, penurunan glukoneogenesis yang
meningkat dan penghambatan absorpsi glukosa intestinal. Metformin meningkatkan
sensitivitas insulin di hati dan jaringan periferal (otot). Mekanisme pasti bagaimana
metformin dapat meningkatkan sensitivitas insulin masih diteliti. Tetapi mungkin
berhubungan dengan adanya adenosine-5-monofosfat yang mengaktifkan aktivitas protein
kinase, tirosin kinase dan glukosa transporter.
Efeknya ialah turunnya kadar insulin yang terlalu kuat dan penurunan berat badan, karena
bersifat menekan nafsu makan. Pada orang normal, mekanisme antiregulasi akan menutupi
efek obat sehingga kadar gula tidak berubah. Metformin tampaknya memperkuat efek insulin
dengan meningkatkan ikatan insulin pada reseptornya.
§ Farmakokinetik
Penyerapan oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan bersamaan dengan insulin atau
sulfonilurea. Metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi
melalui urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5 jam. Metformin mempunyai
bioavailabilitas oral sekitar 50-60%, kelarutan rendah pada lemak & memiliki volume
distribusi pada cairan tubuh. Metformin tidak dimetabolisme dan tidak berikatan dengan
protein plasma. Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerular.
Waktu paruh metformin yaitu 6 jam, secara farmakodinamik efek antihiperglikemia
metformin > 24 jam.
§ Efek Samping
Metformin mempunyai efek gastrointestinal seperti mual, kembung, diare pada sekitar 30%
pasien, anoreksia dan perasaan kenyang menyebabkan terjadinya penurunan berat badan.
Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian obat secara titrasi lambat. Efek samping ini
biasanya terjadi selama beberapa minggu. Jika terjadi efek samping pastikan pasien minum
metformin dengan makanan atau setelah makan dan kurangi dosis hingga efek samping
gastrointestinal ini tidak terjadi. Peningkatan dosis dapat dilakukan dalam beberapa minggu.
Terapi metformin jarang terjadi asidosis laktat (3 kasus per 100.000 pasien tiap tahun).
Metformin digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, jika diketahui kadar serum
kreatinin yaitu 1,4 mg/dl pada wanita dan 1.5 mg/dl pada pria maka metformin
dikontraindikasikan. Metformin tidak boleh diberikan pada pasien lanjut usia yang telah
mengalami penurunan masa otot, dimana jumlah rata-rata filtrasi glomerular kreatinin urin
selama 24 jam kurang dari 70-80 ml/menit.
§ Interaksi
Interaksi yang Merugikan :
a. Metformin-fenprokumon
Menyebabkan peningkatan eliminasi fenprokumon. Hal ini dihubungkan dengan adanya
peningkatan aliran darah ke hati.
b. Metformin-alkohol
Alkohol meningkatkan efek antihiperglikemi dan hiperlaktatemi dari metformin. Meskipun
demikian, pasien yang diobati dengan metformin sebaiknya menghindari alcohol.
Interaksi yang Menguntungkan :
a. Metformin-golongan sulfonilurea
Merupakan kombinasi yang rasional karena mekanisme kerja yang berbeda yang saling aditif.
Kombinasi tersebut dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak daripada
pengobatan tunggal masing-masing obat tersebut.
b. Metformin-insulin
Kombinasi ini dianjurkan pada pasien obesitas yang kadar glukosa darahnya sulit
dikendalikan.
§ Dosis dan Pemberian
Metformin biasanya diberikan dengan dosis 500 mg 2 kali sehari dengan makanan untuk
mengurangi efek samping gastrointestinal. Metformin dapat ditingkatkan dosisnya dari 500
mg tiap minggu hingga tercapai glikemik atau 2000 mg/hari. Dimungkinkan dosis metformin
sehari 850 mg dan kemudian ditingkatkan setiap 1 atau 2 minggu hingga mencapai dosis
maksimal 850 mg sehari 3 kali (2550 mg/hari), sekitar 80% efek penurunan glikemik terlihat
pada dosis maksimal efektif 1500 mg dan 2000 mg/hari.
§ Cara penggunaan
Pemberian metformin dapat dimulai dengan dosis 500 mg saat makan malam atau sesudah
makan dan dititrasi tiap minggu sebesar 500 mg dengan toleransi pemberian dosis tunggal
malam hari sebesar 2000 mg/hari. Metformin dengan pemberian 2-3 kali sehari dapat
mengurangi efek samping gastrointestinal dan memberi kontrol glikemik. Penggunaan
metformin maksimal 3g/hari.
Tablet Metformin 750 mg dapat dititrasi tiap minggu hingga mencapai dosis maksimum 2250
mg/hari dengan terlebih dahulu diberikan dosis 1500 mg/hari dapat memberikan efek
penurunan glikemik.
§ Perhatian
Metformin tidak dianjurkan untuk anak-anak. Obat ini pernah diberikan pada ibu hamil tanpa
timbulnya masalah khusus. Tetapi umumnya kehamilan dianggap sebagai kontraindikasi.
Metformin dapat masuk ke dalam air susu ibu dalam jumlah kecil karena itu sebaiknya
dihindarkan pada wanita menyusui.
§ Beberapa informasi tentang metformin yang beredar di pasaran:
o GLUCOPHAGE (Merck)
Komponen : Metformin HCl
Indikasi : Pengobatan awal untuk NIDDM dengan berat badan lebih atau normal dan diet
gagal. Terapi tunggal pada kegagalan sulfonilurea primer dan sekunder. Terapi tambahan
pada IDDM untuk menurunkan dosis insulin yang dibutuhkan.
Dosis :Tablet 500 mg Awal 1 tablet 2 kali sehari. Dosis pemeliharaan 1 tablet 3 kali sehari,
maks 1 tablet 3 kali sehari.
Kontraindikasi : DM yang koma, ketoasidosis, kerusakan fungsi ginjal yang serius, penyakit
hati yang kronik, gagal jantung, infark miokard, alkoholisme, penyakit kronik dan akut yang
berhubungan dengan hipoksia jaringan, riwayat penyakit yang berhubungan dengan asidosis
laktat, syok, hipersensitivitas.
Perhatian : Fungsi ginjal yang kurang sempurna. Monitor fungsi ginjal secara teratur. Hamil
dan menyusui hentikan terapi 2-3 hari sebelum operasi. Kondisi yang dapat menyebabkan
dehidrasi, penderita dengan infeksi serius atau trauma.
Efek samping : Gangguan gastrointestinal, asidosis laktat.
Interaksi obat : Sulfonilurea, insulin menyebabkan hipoglikemia. Alkohol meningkatkan
resiko asidosisi laktat. Absorpsi vitamin B12 terganggu. Perlu penyesuaian dosis
antikoagulan. Simetidin menurunkan bersihan ginjal.
Kemasan : Tablet 500 mg x 100 (Rp91.300), (Askes) 180 (Rp20.700). 850 mg x 100
(Rp137.500), (Askes) 120 (Rp25.530).
o Benofomin (Benofarm)
o Diabex / Diabex Forte (Combiphar)
o Diafac (Phapros)
o Eraphage (Guardian)
o Forbetes (Sanbe)
o Formell (Alpharma)
o Gliformin (Tempo Scan Pasific)
o Glucotika (Ikapharmindo), dll.
2.2.3 Penghambat a-Glukosidase
§ Mekanisme Kerja
a-Glukosidase inhibitor yang sering digunakan dalam pengobatan DM adalah acarbose dan
miglitol. Mekanisme kerjanya yaitu dengan menghambat kerja enzim (maltase, isomaltase,
sukrase, dan glukoamilase) secara kompetitif dalam usus halus sehingga menunda pemecahan
sukrosa dan kompleks karbohidrat. Efeknya adalah mengurangi kadar glukosa darah 2 jam
sesudah makan.
§ Farmakokinetik
Mekanisme aksi dari a-Glukosidase inhibitor hanya terbatas dalam saluran cerna beberapa
metabolit acarbose diabsorpsi secara sistemik dan diekskresikan melalui renal. Sedangkan
sebagian besar miglitol tidak mengalami metabolisme.
§ Indikasi
Sebagai tambahan terhadap sulfonilurea atau biguanid pada DM yang tidak dapat
dikendalikan dengan obat dan diet.
§ Efek samping
Efek samping yang sering terjadi adalah flatulence, bloating, kembung, diare.
§ Interaksi Obat
Meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin. Dapat menurunkan efek digoksin.
§ Dosis
Dosis awal yang biasa digunakan 25 mg satu kali sehari, dapat ditingkatkan secara bertahap
maksimum sampai 50 mg tiga kali sehari untuk pasien dengan berat badan ≤ 60 kg atau 100
mg tiga kali sehari untuk pasien dengan berat badan >60 kg.
§ Informasi tentang akarbose yang beredar di pasaran:
o GLUCOBAY 50 / GLUCOBAY 100 (Bayer)
Komposisi : Akarbose
Indikasi : Terapi tambahan untuk diet penderita DM.
Dosis : Tergantung respon individu, biasanya 50 mg. Setelah 4-8 minggu dapat ditingkatkan
menjadi 100-200 mg 3x sehari.
Kontraindikasi : Penderita <> 99%). Pioglitazon terutama dimetabolisme oleh CYP2C8, dan
dalam jumlah sedikit (17%) juga dimetabolisme oleh CYP3A4, yang kemudian akan
dieliminasi melalui feses. Rosiglitazon terutama dimetabolisme oleh CYP2C8, dan dalam
jumlah sedikit juga dimetabolisme oleh CYP2C9. Waktu paruh kedua obat ini masing-masing
adalah 3-7 jam dan 3-4 jam. Durasi kedua obat ini sebagai antihiperglikemia lebih dari 24
jam.
§ Efek samping
Troglitazon (Thiazolidinediones yang pertama kali digunakan untuk pengobatan DM)
menyebabkan idiosinkrasi hepatotoksisitas. Sekitar 1,9% pasien yang mengkonsumsi
Troglitazon mengalami peningkatan kadar ALT (Alanin aminotransferase) lebih dari 3 kali
lipat dari batas normalnya. Sedangkan untuk penggunaan pioglitazon dan rosiglitazon belum
ada bukti yang menunjukkan terjadi hepatotoksisitas pada pasien yang mengkonsumsi kedua
obat ini. Walaupun begitu, sebaiknya pasien yang menggunakan kedua obat ini harus
dimonitor kadar ALTnya.
Efek samping pioglitazon dan rosiglitazon yang terpenting adalah terjadinya resistensi cairan.
Penyebab terjadinya resistensi cairan in belum terlalu jelas, tetapi mungkin berkaitan dengan
vasodilasi perifer dan atau peningkatan sensitisasi insulin yang menyebabkan terjadinya
peningkatan sodium ginjal dan retensi air. Peningkatan berat badan juga dapat terjadi pada
penggunaan pioglitazon dan rosiglitazon, karena terjadinya retensi cairan dan penumpukan
lemak. Selain itu, ternyata di samping menstimulasi diferensiasi sel lemak,
Thiazolidinediones juga menurunkan kadar leptin yang berperan dalam mengatur nafsu
makan dan pemasukan makanan.
§ Interaksi obat
Belum ada catatan mengenai interaksi obat yang bermakna signifikan terhadap penggunaan
pioglitazon dan rosiglitazon. Kedua obat ini tidak memperlihatkan kemungkinan untuk
berperan sebagai inhibitor maupun inducer bagi enzimCYP3A4 dan CYP2C8 (untuk
pioglitazon) maupun enzim CYP2C8 dan CYP2C9.
§ Dosis dan pemberian
Dosis awal Pioglitazon dan rosiglitazon yang direkomendasikan masing-masing adalah 15mg
dan 2-4mg 1xsehari. Peningkatan dosis mugkin saja dilakukan, dengan mempertimbangkan
tujuan terapi dan efek samping. Dosis maksimum untuk pioglitazon adalah 45mg perhari, dan
untuk rosiglitazon adalah 8mg perhari.
§ Beberapa informasi tentang tiazolidinedion yang beredar di pasaran :
o ACTOS (Takeda)
Komposisi : Pioglitazon HCl
Indikasi : Kombinasi oral dengan sulfonilurea dan metformin pada penatalaksanaan DM tipe
2 pada pasien insufiensi kontrol glikemik dengan monoterapi sulfonilurea atau metformin.
Dosis : Awal 15-30 mg 1x sehari. Jika dikombinasi dengan sulfonilurea/metformin 15 mg
atau 30 mg 1x sehari.
Perhatian : Retensi cairan yang dapat menyebabkan gagal jantung presipitasi atau
eksaserbasi. Disfungsi hepatoselular. Monitor enzim liver. Hamil dan laktasi.
Efek samping : Sakit kepala, anemia, berat badan meningkat, artralgia, pusing.
Interaksi obat : Tidak ada interaksi obat dengan digoksin, warfarin, phenprocoumon,
metformin dan sulfonilurea.
Kemasan : Tablet 15 mg x 2 x 7 (Rp68.200). 30 mg x 2 x 7 (Rp98.670).
o AVANDAMET (Rosiglitazon maleat 1mg, Metformin HCl 500mg/tab; GlaxoSmithKline).
o AVANDIA (Rosiglitazon 2mg/tab, 4mg/tab, 8mg/tab; GlaxoSmithKline).
o DECULIN (Pioglitazon HCl 15mg/tab, 30mg/tab; Dexamedica).
PERTANYAAN
1. Apakah obat DM (metformin) dapat digunakan sebagai obat diet dalam penekanan nafsu
makan?
Jawab :
Metformin dapat digunakan sebagai obat diet karena bersifat menekan nafsu makan. Pada
orang normal, mekanisme antiregulasi akan menutupi efek obat sehingga kadar gula tidak
berubah. Metformin memperkuat efek insulin dengan meningkatkan ikatan insulin pada
reseptornya. Jadi, walaupun digunakan pada orang normal tidak akan mengganggu kadar
glukosa darahnya.
2. Wanita hamil yang menderita DM dan pengobatannya tidak bisa diet secara normal.
Apakah pengobatan dengan menggunakan Insulin atau dengan obat lain dan bagaimana
efeknya?
Jawab :
Pada wanita hamil, metformin tidak dianjurkan selama masa kehamilan dan laktasi, karena
dikhawatirkan dapat menyebabkan efek teratogenik pada janin. Dan obat-obat oral dapat
berdifusi ke dalam janin melalui plasenta juga pada wanita yang sedang menyusui tidak
dianjurkan menggunakan antidiabetik oral karena dapat mencapai air susu ibu (Ca 15 %).
Sehingga sebagai gantinya selalu disuntikkan dengan insulin.
Dosis untuk wanita hamil sama seperti orang DM penderita tipe I, yaitu pada DM tipe 1, rata-
rata kebutuhan insulin harian adalah 0,5-0,6 unit/kg, dengan kurang-lebih 50% digunakan
sebagai insulin basal dan sisanya 50% untuk menurunkan kadar gula darah sesudah makan.
3. Apa yang dimaksud dengan memperbaiki gejala pada pengobatan DM dan Insulin
(preparat ) dari hewan atau dari sintetik?
Jawaban:
a. jenis insulin yang dimurnikan
Tahun 1971, ketika insulin jenis “puncak tunggal” dan mono komponen mulai dikenal,
Alloway Bressler mulai meneliti hubungan insulin jenis ini dengan terjadinya lipoatropi
insulin, alergi insulin, hipertrofi insulin dan diabetes yang labil.
b. Insulin puncak tunggal
Insulin puncak tunggal adalah insuli yang dengan kromatografi gel memakai Sephandex G-
50 dalam asam asetat 1 molar hanya menghasilkan 1 puncak.
c. Insulin yang sangat dimurnikan
Insulin yang sangat dimurnikan (highly purified) adalah insulin babi yang melalui proses
pemurnian lebih lanjut dengan cara kombinasi kromatografi gel da pertukaran ion. Decret
menmukan pasien-pasien yang diobati dengan insulin kerja panjang yang sangat dimurnikan
dan berasal dari babi, mempunyai kadar antibody terhadap insulin lebih sedikit secara
bermakna, disbanding insulin yang dimuurnikan biasa.
d. Insulin monokomponen
Insulin monokomponen adalah insulin puncak tunggal yang dimurnikan lebih lanjut oleh
DEAE selulosa kromatografi dan sephandex G-50 kromatografi. Schlichtkrull, menyatakan
bahwa insulin jenis ini mempunyai kemurnian 99,5 %, dan ternyata penyelidikan pada
binatang memperlihatkan insulin ini tidak bersifat antigenic.
e. Human insulin
Insulin human ini dapat diproduksi melalui cara modifikasi kimiawi insulin yag berasal dari
babi (semesintetik) yaitu dengan melakukan reaksi trans-peptidase pad insulin babi, dimana
residu alanin no 30 pada rantai B digantikan ster treonin. Ester ini kemudian dimurnikan,
dikonversi menjadi insulin human. Atau dengan cara lain yang lebih sering dipakai yaitu
memakai E.coli atau Baker’s yeast (Sacharomyces cerevisiae) memakai tehnik rekombinan
DNA (biosintetik). Mempunyai awal kerja yang lebih cepat, puncak dan lama kerja lebih
singkat jika dibandingkan dengan insulin sapi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005-2006, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, PT InfoMaster, Jakarta, 322-328.
Asdie, Ahmad Husain, 1996, Olahraga/ Latihan Jasmani: Sebagai Terapi dan Bagian
Kehidupan pada Diabetes Melitus, Dalam Noer, Sjaifoellah (Ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, jilid 1, edisi ketiga, Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 642-647.
Curtis L. Triplitt, Charles A. Reasner, William L. Isley, 2002, Diabetes Mellitus, Dalam
Talbert, Robert L. (Ed.), Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, sixth edition,
McGraw-Hill companies inc., United State of America, 1342-1343.
Depkes, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Depkes RI Dirjen POM,
Jakarta. 263-269
Suyono, Slamet, 1996, Diet pada Diabetes, Dalam Noer, Sjaifoellah (Ed.), Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid 1, edisi ketiga, Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 631-632.
Wells, Barbara G, JT Dipiro, TL Schwinghammer, dan CW Hamilton, 2003,
Pharmacotherapy Handbook fifth edition, Mc Graw-Hill Medical Publishing Division, 173-
174.